PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini pneumonia masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada
anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas
dan mortalitas anak balita. Menurut Survei Kesehatan nasional (SKN)
2001,27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan
oleh penyakit sistem respiratori, terutama pneumonia.1
Pada usia anak-anak menurut UNICEF (2006), pneumonia merupakan
penyebab kematian terbesar terutama di negara berkembang seperti Indonesia.
Angka kematian pneumonia pada balita diperkirakan mencapai 21%. Adapun
angka kesakitan mencapai 250 hingga 299 per 1000 anak balita setiap tahunnya.
Fakta yang sangat mencengangkan. Karenanya, kita patut mewaspadai setiap
keluhan panas, batuk, sesak pada anak dengan memeriksakannya secara dini.2
Pneumonia biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri. Sebagian besar
episode yang serius disebabkan oleh bakteri. Biasanya sulit untuk menentukan
penyebab spesifik melalui gambaran klinis atau gambaran foto thorax. Dalam
penanggulangan penyakit ISPA, pneumonia dikalsifikasikan sebagai pneumonia
sangat berat, pneumonia berat, peneumonia dan bukan pneumonia, berdasarkan
ada tidaknya tanda bahay, tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam dan
frekuensi napas, dan dengan pengobatan yang spesifik untuk masing-masing
derajat penyakit.3
1.2 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bronkopneumonia
2.1.1 Definisi Bronkopneumonia
Pneumonia merupakan infeksi
yang
mengenai
parenkim
paru.
2.1.3 Etiologi
Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan
pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi
pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi
Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E.colli, pseudomonas sp,
atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan balita pneumoni sering
disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S.
aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut,
sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae 2.
Penyebab utama virus adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV) yang
mencakup 15-40% kasus diikuti virus influenza A dan B, parainfluenza, human
metapneumovirus dan adenovirus. Nair, et al 2010 melaporkan estimasi insidens
global pneumonia RSV anak-balita adalah 33.8 juta episode baru di seluruh dunia
dengan 3.4 juta episode pneumonia berat yang perlu rawat-inap. Diperkirakan
tahun 2005 terjadi kematian 66.000 -199.000 anak balita karena pneumonia RSV,
99% di antaranya terjadi di negara berkembang. Data di atas mempertegas
kembali peran RSV sebagai etiologi potensial dan signifikan pada pneumonia
anak-balita baik sebagai penyebab tunggal maupun bersama dengan infeksi lain.2
Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang bersumber
dari data di Negara maju dapat dilihat di tabel.
Usia
Lahir - 20 hari
3 miggu 3 bulan
Bakteri
Clamydia trachomatis
Streptococcus pneumoniae
Virus
Adenovirus
Influenza
Parainfluenza 1,2,3
Bakteri
Clamydia pneumonia
Mycoplasma pneumoniae
Streptococcus pneumoniae
Virus
Adenovirus
Rinovirus
Influenza
Parainfluenza
Bakteri
Clamydia pneumonia
Mycoplasma pneumoniae
Streptococcus pneumoniae
4 bulan 5 tahun
tahun remaja
Bakteri
Haemophillus influenza
Legionella sp
Staphylococcus aureus
Virus
Adenovirus
Epstein-Barr
Rinovirus
Varisela zoster
Influenza / Parainfluenza
Kemungkinan etiologi
S. aureus, S. group A
S. pneumoniae, H. influenzae
meningitis
H. influenzae
Epiglotitis, perkarditis
Faktor non-infeksi 3
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
Bronkopneumonia hidrokarbon :
a.
b.
c.
d.
Pneumonia bakteri
Pneumonia virus
Pneumonia jamur
Pneumonia mikoplasma
Non infeksi
Aspirasi makanan / asam lambung / benda asing/hidrokarbon /
Pneumonia berat
Takipnue
Tarikan dinding dada dalam (-)
Pneumonia
Bukan pneumonia
2.1.5Patogenesis1,4
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan
paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara
daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat
timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas
dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain :
1. Inhalasi langsung dari udara
2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring.
3. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain.
4. Penyebaran secara hematogen.
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius sangat efisien untuk
mencegah infeksi yang terdiri dari :
1. Susunan anatomis rongga hidung.
2. Jaringan limfoid di nasofaring.
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius
dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.
4. Refleks batuk.
5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang
terinfeksi.
6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A.
8. Sekresi enzim enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang
bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik.
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat
melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada
dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba
di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat
stadium, yaitu :
a. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan
yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat
infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator
peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera
jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
b. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel
darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host)
sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi
padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti
hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal
sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.
c. Stadium III (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan
fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti.
d. Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan
diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya
semula.
Gambar 1 Patofisiologi4
2.1.6 Patofisiologi :
10
11
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat
ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut :
-
2.1.8Pemeriksaan fisik2
Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkopneumoni ditemukan hal-hal
-
sebagai berikut :
Pada nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan
Interstitial
12
Pneumonia lobaris
Lobularis
Interstitial
Segmental/lobus
Ronki
Pendataran
Konsolidasi
diafragma dan
selalu
terdengar
-
hiperinflasi
-
Dullness
(-)
Ronki ,
wheezing +
kongestif dan
Dullness (-)
resolusi
-
Dullness (+) di
lobus yang terkena
2.1.9Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah
leukosit. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral
dan bakterial. Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak
melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit
meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada
hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED.
Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium
lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari
paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin
dilakukan1,6.
Pemeriksaan radiologi
Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan,
hanya direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan
foto rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan
gambaran klinis. Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk
menunjang diagnosis pneumonia hanyalah pemeriksaan posisi AP. Lynch
dkk mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada foto rontgen toraks
tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakkan diagnosis.
13
Infiltrat
interstisial,
ditandai
dengan
peningkatan
corakan
Infiltrat
alveolar,
merupakan
konsolidasi
paru
dengan
air
Gambaran
foto
rontgen
toraks
dapat
membantu
mengarahkan
14
Nafas cepat
Retraksi
Bukan Pneumonia
2 bl-5 th Pneumonia
berat
15
Pneumonia
Bukan Pneumonia
Panas badan
: 5000 - 19500
: 6000 - 17500
: 5500 - 15500
: 4500 - 13500
16
Tabel 6. Diagnosis banding anak yang datang dengan keluhan batuk dan
atau kesulitan bernafas1
Diagnosis
Bronkiolitis
Tuberculosis (TB)
Asma
dan pilek
hiperinflasi dinding dada
ekspirasi memanjang
berespon baik terhadap bronkodilator
2.1.12 Penatalaksanaan1
-
amoksisillin-amoksisillin klavulanat
golongan sefalosporin
kotrimoksazol
17
makrolid (eritromisin)
aminoglikosida
(gentamisin),
Hipersensitif
dengan
18
CARA
DOSIS
FREK. (jam)
PEMBERIAN
i.v., i.m.
100-200
4-6
Ampisilin
p.o.
40-160
Amoksisilin
p.o.
25-100
i.v., i.m.
i.v.
300-600
300-600
4-6
4
50-150
12
200
300
4-8
4
Gol. PENISILIN
Tikarsilin
Azlosilin
Neonatus <7 hr
Neonatus >7 hr
Mezlosilin
i.v.
19
INDIKASI
Pneumonia berat disebabkan Gram
aminoglikosida)
Sama dengan tikarsilin
Neonatus >2.000 g
75
6-12
Neonatus <2.000 g
Piperasilin
Oksasilin
i.v.
i.v.
75
300
150
8-12
4
4-6
Kloksasilin
Dikloksasilin
i.v.
i.v.
50-100
25-80
4-6
4-6
GOL. SEFALOSPORIN
Sefalotin
i.v.
75-150
Sefuroksim
Sefotaksim
i.v.
i.v.
100-150
50-200
6-8
6
i.v., i.m.
i.v.
50-100
100-150
12-24
8
i.v., i.m.
i.v., i.m.
i.v., i.m.
5
8-10
15-20
8
8
6-8
Netilmisin
i.v.
4-6
12
GOL. MAKROLID
p.o.
30-50
gentamisin
M. pneumoniae, B. pertussis, C.
40-70
5-8
6
12
i.v.
15-40
Legionella pneumophila
S. aureus, Streptokokus,
p.o.
10-30
Seftriakson
Seftazidim
GOL. AMINOGLIKOSIDA
Gentamisin
Tobramisin
Amikasin
Eritromisin
Roksitromisin
KLINDAMISIN
diphtheriae, C. trachomatis,
i.v.
75-100
Indikasi rawat
Kriteria rawat inap, yaitu :
Pada bayi
saturasi oksigen 92 %, sianosis
frekuensi napas > 60 x/menit
distress pernapasan, apneu intermitten, atau grunting
tidak mau minum / menetek
keluarga tidak bisa merawat dirumah
Pada anak
20
Kriteria pulang:
2.1.13 Komplikasi1
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :
hilang.
Empiema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam
meradang.
Infeksi sitemik
- Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
- Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
21
2.14 Prognosis6
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi
didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang
terlambat untuk pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi
berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan
hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan
pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja
sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif
yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi
apabila berdiri sendiri.
2.15 Pencegahan 5
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak
dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat
menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini.
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya
tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti cara hidup
sehat, makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan ,beristirahat yang
cukup, rajin berolahraga dll. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat
mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain.
Vaksinasi pneumokokus
Dapat diberikan pada umur 2,4,6, 12-15 bulan. Pada umur 17-12 bulan
diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan ; pada usia > 1 tahun di
berikan 1 kali, namun keduanya perlu dosis ulangan 1 kali pada usia
12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur
di atas 2 tahun PCV diberikan cukup 1 kali.
Vaksinasi H.Influenzae
Diberikan pada usia 2, 4, 6, dan 15-18 bulan
Vaksinasi varisela
22
Yang di anjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah dapat
diberikan setelah umur 12 bulan, terbaik pada umur sebelum masuk
sekolah dasar. Bila diberikan pada umur > 12 tahun, perlu 2 dosis
dengan interval minimal 4 minggu
Vaksinasi influenza
Diberiikan pada umur > 6 bulan setiap tahun. Untuk imunisasi primer
anak 6 bulan - < 9 tahun di berikan 2 kali dengan interval minimal 4
minggu.
2.2 Dehidrasi
2.2.1 Definisi dehidrasi7
Dehidrasi adalah gangguan dalam keseimbangan cairan atau air pada
tubuh. Hal ini terjadi karena pengeluaran air lebih banyak daripada pemasukan
(misalnya minum). Gangguan kehilangan cairan tubuh ini disertai dengan
gangguan keseimbangan zat elektrolit tubuh.
Dehidrasi terbagi dalam tiga jenis berdasarkan penurunan berat badan, yaitu:
Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5% BB): gambaran klinisnya turgor
kurang, suara serak (vox cholerica), pasien belum jatuh dalam presyok.
Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8%): turgor buruk, suara serak, pasien
jatuh dalam presyok atau syok, nadi cepat, napas cepat dan dalam.
Dehidrasi berat (hilang cairan 8-10% BB): tanda dehidrasi sedang ditambah
kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot-otot kaku, sianosis.
Tabel 8. Tanda dari kehilangan cairan dilihat dari presentasi berat badan7:
Tanda
5%
10 %
23
15 %
Membran mukosa
Sensorium
Perubahan ortostatik
Kering
Normal
Normal
Sangat kering
Lemas
Ada
Nadi
Terpanggang
Sangat lemas
> 15 bpm meningkat
Tekanan darah
Rata-rata aliran urin
Rata-rata nadi
Penurunan ringan
Normal / meningkat
Penurunan
Meningkat >100 bpm
Tekanan darah
Normal
bpm
Penurunan
variasi pernapasan
Di mana:
Na1: kadar natrium plasma normal, 142 meq/L
BW1: volume air badan yang normal, biasanya 60% dari berat badan pria dan
50% dari berat badan wanita
Na2: kadar natrium plasma sekarang 8w2: volume air berat badan sekarang.
Contoh: seorang pria dengan berat badan 80 kg dan kadar natrium plasma
sekarang 162 meq/L Na2 x 8w2
162 x (x)
(x)
= Na1 x 8w1
= 142 x 42
= 37 L
Suara serak
Kesadaran apatis
Facies cholerica
Ekstremitas dingin
Sianosis
-1 (negative)
25
-2 (negative)
x 10% BB (kg) x
1liter
Contoh:
Seorang pria dengan berat badan 40 kg dan berat jenis plasma pada waktu itu
1,030, maka kebutuhan cairan untuk rehidrasi inisial:
1,030 1,025 x 40 x 4 ml = 800 ml
0,001
Derajat dehidrasi berdasarkan berat jenis plasma
Pada dehidrasi berat jenis plasma meningkat:
a.dehidrasi berat: BJ plasma 1,032 1,040
b.dehidrasi sedang: BJ plasma 1,028 -1,032
c.dehidrasi ringan: BJ plasma 1,025 1,028
Derajat dehidrasi berdasarkan pengukuran central venous pressure (CVP)
Bila CVP = 4-11 cmH2O: normal
26
2.2.2
Dehidrasi WHO3
Dehidrasi Ringan
Tidak ada keluhan atau gejala yang mencolok. Tandanya anak terlihat agak
lesu, haus, dan agak rewel.
2.Sedang Sedang
Tandanya ditemukan 2 gejala atau lebih gejala berikut:
-
Gelisah, cengeng
Kehausan
Mata cekung
-
Kulit keriput, misalnya kita cubit kulit dinding perut, kulit tidak segera
kembali ke posisi semula.
3.Dehidrasi berat
Tandanya ditemukan 2 atau lebih gejala berikut:
-
Muntah terus-menerus
27
28
29
pasien
mengalami kekurangan cairan 5-8% dari berat badan. Berat bila pasien mengalami
kekurangan cairan 8-10% dari berat badan
Prinsip menentukan jumlah cairan yang akan diberikan yaitu sesuai
dengan jumlah caran yang keluar dari tubuh. Macam-macam pemberian cairan:
1. BJ plasma dengan rumus:
Kebutuhan cairan = BJ plasma -1,025 x berat badan
x 4 ml
30
Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka hanya diberikan cairan
peroral (sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama
dengan 3 disertai syok diberikan cairan per intravena. Cairan rehidrasi dapat
diberikan melalui oral, enteral melalui selang nasogastrik atau intravena.
Bila dehidrasi sedang-berat sebaiknya pasien diberikan cairan melalui
infus pembuluh darah. Sedangkan dehidrasi ringansedang pada pasien masiih
dapat diberikan cairan per oral atau selan nasogastrik, kecuali bila ada
kontraindikasi atau oral / saluran cerna tak dapat dipakai. Pemberian per oral
diberikan larutan oralit yang hipotonik dengan komposisi 29 g glukosa, 3,5 g
Nacl, 2,5 g Natrium Bikarbonat dan 1,5 g KCl setiap liter.
Prinsip
utama
pengobatan
dehidrasi
adalah
penggantian
cairan.
Penggantian cairan ini dapat berupa banyak minum, bila minum gagal maka
dilakukan pemasukan cairan melalui infus. Tapi yang utama disini adalah
penggantian cairan sedapat mungkin dari minuman. Keputusan menggunakan
cairan infus sangat tergantung dari kondisi pasien berdasarkan pemeriksaan
dokter. Keberhasilan penanganan dehidrasi dapat dilihat dari produksi kencing.
Indikasi pemasangan infus melalui jalur pembuluh darah vena (Peripheral
Venous Cannulation):
1. Pemberian cairan intravena (intravenous fluids)
2. Pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam darah) dalam
jumlah terbatas
3. Pemberian kantong darah dan produk darah.
4. Pemberian obat yang terus-menerus (kontinyu).
31
operasi
hipotonik:
osmolaritasnya
lebih
rendah
dibandingkan
serum
(konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam
serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan ditarik dari dalam
pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari
osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel
yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya
pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien
hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik.
Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari
dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan
peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang.
Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
32
33
BAB III
STATUS PASIEN RAWAT INAP
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
3.1 Identitas pasien
Nama : An. Najwatun
Umur : 10 bulan 23 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Nama Ayah : Tn. Khuzaini / 23 tahun
Pekerjaan : Swasta
Nama ibu
No register : 492464
Tgl.masuk : 27 November 2014
34
3.2 Subyektif
Px MRS masuk melalui IGD tanggal 27 November 2013
Keluhan Utama : Panas
Anamnesa
Ibu px mengatakan, px panas sejak 3 hari yang lalu (hari selasa) tadi jam
23.00 WIB px dibawa ke PKM Wonomerto dan bidan di bekali obat syrup
untuk panas dan muntah,
Pilek (+) sejak 5 hari yang lalu, batuk berdahak (+) disertai muntah kurang
lebih 2 kali perhari sejak 2 hari yang lalu,
Makan (+) berkurang sejak sakit, minum (+) tapi berkurang
BAB (+) lancar normal
BAK (+) lancar biasa
3.3 Riwayat Penyakit Terdahulu
Px tidak pernah MRS sebelumnya.
Px tidak memiliki riwayat penyakit kejang demam
Px juga tidak memiliki riwayat penyakit asthma
Px juga tidak memiliki riwayat alergi
3.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga tidak memiliki riwayat alergi dan asthma.
3.5 Imunisasi
Px sudah mendapatkan imunisasi lengkap.
3.6 Riwayat diit
Dari lahir sampai saat ini px masih mengkonsumsi ASI dan susu formula
Px juga mengkonsumsi nasi tim dan bubur sejak umur 8 bulan
3.7 Riwayat perkembangan
Ibu pasien mengatakan perkembangan anak baik
35
: Lemah
Kesadaran
: kompos mentis
Berat badan
: 7,8 kg
Panjang badan
: 69 cm
Status gizi
: 82% (normal)
Nadi
: 130x/menit
Pernafasan
: 68x/menit
Suhu
: 40C
Lingkar Kepala : 45 cm
Lingkar Lengan Atas : 15 cm
Kepala
A/I/C/D : -/-/-/PCH
: Negatif
Faring tidak hiperemi
Tidak ada nyeri telan
Leher
Pembesaran KGB
: Negatif
Dada
Bentuk
Retraksi dinding dada
: Simetris +/+
: -/-
Jantung
S1 S2 Tunggal
36
Murmur: Negatif
Paru-paru: ves/ves
Rhonki +/Wheezing -/Abdomen
Supel (+)
Meteriorismus (-)
Turgor kulit baik
Bising usus positif normal
Genitalia
Perempuan dengan genitalia normal
Ekstremitas
Akral : +/+ //+/+
Oedem : -/-//-/Status neurologis : Kaku kuduk negatif
3.10 Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 10. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Nama Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
31
36-46
Hemoglobulin
10,3
g/dL
12-16
Leukosit
7.070
/mm3
4.000 11.000
Eosinofil
0 8
Basofil
0 3
Darah Lengkap
Hematokrit
Hitung Jenis
37
Neutrofil
61
25 60
Limfosit
29
16 46
Monosit
4 11
234.000
/mm3
150.000 350.000
Eritrosit
4.4
juta/L
4,1 5,1
Total Eosinofil
80
/L
50 300
87
mg/dL
<= 200
Trombosit
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah
Glukosa Darah Acak
IMUNOSEROLOG
I
CRP
Positif titer 24
NEGATIF
3.11 Assessment
Diagnose
Konsultasi
: dr Sp.A
Terapi
38
27 November 2014
Ibu px mengatakan px
panas sudah turun
pilek (-)
batuk (+) tidak grok-grok
mual (-) muntah (+) 3 kali
saat makan telur tadi pagi
makan (+) bubur sedikit
minum (+) banyak susu
formula dan air putih
BAB (+) normal biasa
BAK (+) lancar
KU : lemah
Kesadaran: kompos mentis
Suhu : 38,5o C
RR : 68x/menit
HR : 120x/menit
Kepala : a/i/c/d -/-/-/PCH(-),
Tonsil hiperemi (-)
Dada : simetris +
Chest indrawing subcostal
Jantung : s1s2 tunggal
Paru
: Rh +/- Wh -/Abdomen : supel, BU(+)N,
meteorismus (+)
Extremitas : Akral hangat
normal , CRT <2 dtk
Hasil radiologi
Foto thorax AP
Cor bentuk ukuran normal
Pulmo pitcy dextra
Sinus costophrenicus dll
normal
Dx : Bronkhopneumonia
Bronchopneumonia +
dehidrasi ringan
28 November 2014
Ibu px mengatakan tidak ada
keluhan, px tidak panas lagi,
pilek (-),
batuk (+) tidak grok-grok
mual (-) muntah (-)
makan (+) bubur >>
minum (+) banyak
BAB (+) normal biasa
BAK (+) lancar
29 November 2014
Ibu px mengatakan px batuk
grok-grok, tidak tau warna
dahak px
Panas (-)
pilek (-),
mual (-) muntah (-)
makan (+) bubur >>
minum (+) banyak
BAB (+) normal biasa,
BAK (+) lancar
KU : baik
Kesadaran: kompos mentis
Suhu : 37,3 C
RR : 62x/menit
HR : 128x/menit
Kepala : a/i/c/d -/-/-/PCH(-),
Tonsil hiperemi (-)
Dada : simetris +
Chest indrawing subcostal
Jantung : s1s2 tunggal
Paru
: Rh +/- Wh -/Abdomen: supel, BU(+)N,
meteorismus (-)
Extremitas : Akral hangat
normal, CRT <2 dtk
KU : baik
Kesadaran: kompos mentis
Suhu : 36,6o C
RR : 66x/menit
HR : 128x/menit
Kepala : a/i/c/d -/-/-/PCH(+),
Tonsil hiperemi (-)
Dada : simetris +
Chest indrawing subcostal
Jantung : s1s2 tunggal
Paru
: Rh +/- Wh -/Abdomen: supel, BU(+)N,
meteorismus (-)
Extremitas : Akral dingin,
CRT <2dtk
Bronchopneumonia +
dehidrasi ringan
Bronchopneumonia +
dehidrasi ringan
39
PULANG PAKSA
Inf D5 1/4NS 500cc/24jam
Lain-lain tetap
BAB IV
PEMBAHASAN
Anak Najwatun umur 10 bulan 23 hari masuk rumah sakit melalui IGD
tanggal 27 November 2013 dengan keluhan utama panas. Ibu pasien mengatakan,
anak panas sejak 3 hari yang lalu (hari selasa) tadi jam 23.00 WIB, anak dibawa
ke PKM Wonomerto dan bidan di bekali obat syrup untuk panas dan muntah, anak
juga sakit pilek sejak 5 hari yang lalu, batuk berdahak disertai muntah kurang
40
lebih 2 kali perhari sejak 2 hari yang lalu. Makan berkurang sejak sakit, mau
minum tapi juga berkurang. BAB (+) lancar normal, BAK (+) lancar biasa.
Riwayat penyakit dahulu, anak tidak pernah MRS sebelumnya, anak juga
tidak memiliki riwayat penyakit asthma dan tidak memiliki riwayat alergi.
Riwayat imunisasi anak sudah mendapatkan imunisasi lengkap. Dari lahir sampai
saat ini anak masih mengkonsumsi ASI dan susu formula. Anak juga
mengkonsumsi nasi tim dan bubur sejak umur 8 bulan. Riwayat perkembangan
dan pertumbuhan anak, baik.
Pasien baru pertama kali MRS, sebelumnya tidak pernah sakit seperti ini.
Dari riwayat penyakit keluarga tidak ada yang menderita asma, kejang maupun
riwayat atopi. Pada kasus ini pasien didiagnosa dengan bronkopnemonia dan
dehidrasi ringan karena pada pasien didapatkan gambaran klinis pneumonia pada
anak yang bergantung pada berat ringannya infeksi, tetapi secara umum gejala
infeksi umum, yaitu didapatkan pada pasien anak ini demam, gelisah, penurunan
nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare, kadangkadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.
Gejala gangguan respiratori juga terjadi pada pasien anak ini, seperti
batuk, pilek, sesak napas, takipnea dan napas cuping hidung. Dan pada
pemeriksaan fisik ditemukan suara rhonki pada pulmo dextra.
Pada pemeriksaan laboratorium tidak terdapat peningkatan jumlah leukosit.
Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial.
Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm 3 dengan
limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan
neutrofil yang predominan.
Bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru
berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru
disertai dengan peningkatan corakan peribronkial. Hasil radiologi Foto thorax AP
pada pasien anak ini, ditemukan Cor bentuk ukuran normal, Pulmo pitcy dextra,
Sinus costophrenicus normal.
41
gejala/tanda, yaitu sesak nafas disertai pernafasan cuping hidung dan tarikan
dinding dada, panas badan, ronki basah sedang nyaring pada bronkopneumonia
atau suara pernafasan bronkial (pada daerah yang dengan perkusi bernada pekak)
pada pneumonia lobaris, foto toraks menunjukkan adanya infiltrat berupa bercakbercak (bronko) difus merata (lober) pada satu atau beberapa lobus. Leukositosis
Pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan
bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil dominan.
Penatalaksanaan sebelum memberikan obat ditentukan dahulu berat
ringannya penyakit, riwayat pengobatan sebelumnya dan respons terhadap
pengobatan tersebut, adanya penyakit yang mendasarinya.
Pada kasus ini pasien juga mengalami komplikasi, yaitu dehidrasi, dehidrasi
terjadi bila kehilangan cairan sangat besar sementara pemasukan cairan sangat
kurang. Beberapa kondisi yang sering menyebabkan dehidrasi pada pasien ini,
muntah sering menyebabkan dehidrasi karena sangat sulit untuk menggantikan
cairan yang keluar dengan cara minum, berkeringat karena demam, tubuh
kehilangan banyak cairan saat berkeringat. Kondisi lingkungan yang panas akan
menyebabkan tubuh berusaha mengatur suhu tubuh dengan mengeluarkan
keringat. Bila keadaan ini berlangsung lama sementara pemasukan cairan kurang
maka tubuh dapat jatuh ke dalam kondisi dehidrasi, kesulitan minum orang yang
mengalami kesulitan minum oleh karena suatu sebab rentan untuk jatuh ke
kondisi dehidrasi. Dikatakan dehidrasi ringan karena tidak ada keluhan atau gejala
yang mencolok. Tandanya anak terlihat agak lesu, haus/minum banyak, dan BAK
sedikit.
Prinsip
utama
pengobatan
dehidrasi
adalah
penggantian
cairan.
Penggantian cairan ini dapat berupa banyak minum, bila minum gagal maka
dilakukan pemasukan cairan melalui infus. Tapi yang utama disini adalah
penggantian cairan sedapat mungkin dari minuman. Keberhasilan penanganan
dehidrasi dapat dilihat dari produksi kencing.
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Garna, herry, dkk. 2005. Pedoman diagnosis dan terapi. Bandung : UNPAD
2. Hegar, badriul. 2010. Pedoman pelayanan medis. Jakarta : IDAI.
3. Latief, abdul, dkk. 2009. Pelayanan kesehetan anak di rumah sakit standar
WHO. Jakarta : Depkes
4. Price, Sylvia Anderson.1994. Pathophysiology : Clinical Concepts Of
Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC
43
44