Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

LATAR BELAKANG
Dalam era perdagangan bebas, dengan terbentuknya organisasi perdagangan dunia (World

Trade Organization (WTO)), setiap negara semakin menurunkan hambatan tarifnya. Dengan
penurunan tarif tersebut, peran standar, regulasi teknis, dan sistem penilaian kesesuaian
menjadi semakin penting dalam mengendalikan arus perdagangan barang dan/atau jasa di
setiap negara.

Agar standar, regulasi teknis, dan sistem penilaian kesesuaian tidak

dipergunakan sebagai hambatan teknis dalam perdagangan, maka WTO telah menyusun
Perjanjian Technical Barriers to Trade (TBT) dan Sanitary and Phytosanitary (SPS).
Indonesia telah meratifikasi Perjanjian Pembentukan WTO melalui Undang-Undang No 7
Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization
(Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang di dalamnya terdapat
Perjanjian Technical Barriers to Trade (TBT) dan Sanitary and Phytosanitary (SPS). Untuk
melaksanakan perjanjian tersebut secara efektif, perlu dilakukan penyempurnaan sistem
standardisasi nasional yang juga mempertimbangkan perkembangan lingkungan stratejik baik
di tingkat nasional, regional maupun internasional yang ada saat ini .
Standard Nasional Indonesia (SNI) meliputi standardisasi, penilaian kesesuaian, dan
metrologi, serta penelitian dan pengembangan standardisasi, pembinaan dan pengawasan
standardisasi, kerjasama, informasi dan dokumentasi, serta pemasyarakatan, pendidikan dan
pelatihan standardisasi. Standardisasi meliputi pengembangan dan penerapan standar,
sedangkan penilaian kesesuaian meliputi akreditasi, sertifikasi, pengujian, inspeksi, dan
kalibrasi. Kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian didukung oleh kegiatan metrologi.
Keberadaan SNI sangat diperlukan untuk mendukung keberterimaan produk nasional
dalam perdagangan baik domestik maupun internasional. Penerapan SNI yang efektif dapat
menunjang terciptanya perdagangan yang adil dan jujur, meningkatkan daya saing produk
nasional serta perlindungan masyarakat, khususnya dalam hal keselamatan, keamanan,
kesehatan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup. SNI menjamin seluruh kegiatan
pengembangan dan penerapan Standar Nasional Indonesia, sistem penilaian kesesuaian , dan
metrologi serta kegiatan lainnya untuk memfasilitasi

perdagangan nasional

sehingga

mampu bersaing di pasar internasional yang akhirnya bertujuan untuk meningkatkan


perekonomian Indonesia. Hal ini dapat dilakukan melalui pengembangan Standar Nasional
Indonesia (SNI) yang harmonis dengan ketentuan internasional, pengakuan atas kompetensi
sistem penilaian kesesuaian Indonesia baik secara regional maupun internasional melalui
Mutual Recognition Agreement/Arrangement, pemenuhan aturan internasional mengenai
pemberlakuan standar ke dalam regulasi teknis serta penyiapan infrastruktur penilaian
kesesuaian dalam negeri.Seluruh rangkaian kegiatan standardisasi nasional tersebut
memerlukan peran serta pemangku kepentingan yang meliputi kalangan pemerintah, pelaku
usaha, konsumen, dan pakar.
Untuk itu, kegiatan standardisasi nasional penting untuk dijabarkan ke dalam suatu
SNI, sebagai pedoman bagi setiap pihak untuk melaksanakan kegiatan standardisasi nasional
sesuai dengan tugas dan fungsinya. SNI tersebut merupakan tatanan kegiatan standardisasi
yang serasi, selaras dan terpadu serta berwawasan nasional dan internasional.
1.2.

PENGERTIAN STANDAR NASIONAL INDONESIA


SNI adalah dokumen berisi ketentuan teknis (aturan, pedoman atau karakteristik) dari

suatu kegiatan atau hasilnya yang dirumuskan secara konsensus dan ditetapkan oleh Instansi
terkait untuk dipergunakan oleh stakeholder dengan tujuan mencapai keteraturan yang
optimum ditinjau dari konteks keperluan tertentu.
Agar SNI memperoleh keberterimaan yang luas antara para stakeholder, maka SNI
dirumuskan dengan memenuhi WTO yang termaktub dalam Code of good practice, yaitu:
1. Openess (keterbukaan): Terbuka bagi agar semua stakeholder yang berkepentingan
dapat berpartisipasi dalam pengembangan SNI;
2. Transparency

(transparansi): Transparan

agar

semua

stakeholder

yang

berkepentingan dapat mengikuti perkembangan SNI mulai dari tahap pemrograman


dan perumusan sampai ke tahap penetapannya . Dan dapat dengan mudah
memperoleh semua informsi yang berkaitan dengan pengembangan SNI;
3. Consensus and impartiality (konsensus dan tidak memihak): Tidak memihak dan
konsensus agar semua stakeholder dapat menyalurkan kepentingannya dan
diperlakukan secara adil;

4. Effectiveness and relevance: Efektif dan relevan agar dapat memfasilitasi


perdagangan karena memperhatikan kebutuhan pasar dan tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
5. Coherence: Koheren

dengan

pengembangan

standar

internasional

agar

perkembangan pasar negara kita tidak terisolasi dari perkembangan pasar global dan
memperlancar perdagangan internasional; dan Development dimension (berdimensi
pembangunan): Berdimensi pembangunan agar memperhatikan kepentingan publik
dan kepentingan nasional dalam meningkatkan daya saing perekonomian nasional.
1.3.

RUANG LINGKUP SNI


Meliputi :
1. Ketentuan tentang kelayakan produk ditinjau dari aspek keselamatan, kesehatan,
keamanan, kelestarian fungsi lingkungan dan kepentingan publik.
2. Ketentuan tentang mutu, kinerja, kompatibilitas, interoperatibilitas, dan keragaman
produk.
3. Ketentuan tentang sistem manajemen kegiatan ditinjau dari aspek kepastian dan
perbaikan mutu, sanitasi dan kesehatan masyarakat, serta kelestarian fungsi
lingkungan.
4. Persyaratan pelaksanaan penilaian kesesuaian obyek tertentu terhadap ketentuan
tersebut di atas.

1.4.

PENERAPAN SNI
1. Penerapan standar oleh pihak yang berkepentingan pada dasarnya bersifat sukarela.
2. Untuk keperluan melindungi keselamatan manusia, keamanan dan kesehatan
masyarakat, kelestarian fungsi lingkungan, serta perkembangan ekonomi dan
kepentingan umum lain, standar dapat diberlakukan secara wajib oleh pemerintah
sehingga menjadi persyaratan pasar yang wajib dipenuhi.

3. Instansi pemerintah yang berhak memberlakukan standar wajib adalah instansi yang
memiliki lingkup kewenangan meregulasi suatu kegiatan tertentu dan/atau peredaran
produk yang dihasilkan oleh kegiatan itu.
4. Penerapan standar adalah kegiatan menggunakan standar oleh unsur-unsur yang
terkait seperti pemerintah, profesi, produsen, konsumen, laboratorium dan lembaga
sertifikasi.
o Pemerintah.

Standar merupakan instrumen penting bagi pemerintah untuk


melaksanakan

pengaturan,

dan

pengawasan

untuk

melindungi

kepentingan umum.
o Profesi.

Penerapan standar

bagi unsur profesi sangat

penting untuk

pengembangan metoda, sistem, ilmu pengetahuan, teknologi dan cara


pemecahan masalah yang terkait dengan kegiatan standardisasi.
o Produsen.

Bagi

produsen,

penerapan

standar

memingkinkan

terjadinya

penyederhanaan operasi proses pada semua tingkat, pengurangan jenis


dan ragam persediaan bahan baku, komponen, dan produk akhir,
penggunaan teknik teknik produksi massal, dan peningkatan efisiensi
dan produktivitas.
o Konsumen.

Dengan produk standar, menunjukkan produk tersebut sesuai dengan


standar nasional. Bagi konsumen yang menggunakannya akan terjamin
keamanan dan keselamatannya.

o Lembaga sertifikasi dan laboratorium.

Melalui penerapan standar, lembaga sertifikasi, dan laboratorium


berperan serta dalam menjamin mutu barang dan/atau jasa serta
kebenaran hasil pengukuran dan pengujian.

Gambar 1 - Penerapan Standar

BAB II
METODE PERUMUSAN SNI
2.1. TATA ALIR PERUMUSAN SNI

2.2. PERUMUSAN DAN PENGEMBANGAN SNI


Perumusan SNI adalah rangkaian kegiatan sejak pengumpulan dan pengolahan data
untuk menyusun Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) sampai tercapainya
konsensus dari semua pihak yang terkait.
Prinsip dasar dalam proses perumusan Standar Nasional Indonesia (SNI), diantaranya
adalah :
Transparansi dan keterbukaan
Konsensus dan tidak memihak
Efektif dan relevan
Koheren
Dimensi pengembangan
SNI disusun melalui proses perumusan RSNI yang dilaksanakan oleh Panitia Teknis
atau Subpanitia Teknis melalui konsensus dari semua pihak yang terkait. Panitia Teknis atau
Subpanitia Teknis ditetapkan oleh Kepala Badan Standardisasi Nasional berdasarkan
pedoman yang disepakati oleh Badan Standardisasi Nasional bersama instansi teknis. Dalam

melaksanakan tugasnya Panitia Teknis atau Subpanitia Teknis dikoordinasikan oleh instansi
teknis sesuai dengan kewenangannya. Dalam hal instansi teknis belum dapat melakukan
koordinasi maka Badan Standardisasi Nasional dapat mengkoordinasikan Panitia
Teknis/SubPanitia Teknis dimaksud.
Panitia Teknis/Subpanitia Teknis dalam melaksanakan tugasnya mengacu pada
Pedoman Standardisasi Nasiononal terkait dengan perumusan SNI.
Oleh karena itu, peran panitia teknis atau subpanitia teknis yang anggotanya terdiri dari para
ahli yang mewakili berbagai pihak yang berkepentingan dalam keberhasilan proses
pengembangan SNI sangat besar.
Perumusan SNI perlu mempertimbangkan sekurang-kurangnya beberapa hal berikut
ini :

Tata cara dan struktur/format penulisan SNI harus sesuai dengan kebijakan, ketentuan,
dan pedoman yang ditetapkan oleh BSN.

Lingkup persyaratan teknis dari obyek yang diatur harus memenuhi kebutuhan minimal
untuk mencapai tujuan pembuatan SNI tersebut, namun tidak berkelebihan sehingga
memberatkan produsen serta akan meningkatkan harga produk yang akhirnya akan
membebani konsumen.

Semua parameter teknis yang terkait dengan persyaratan teknis serta metoda uji yang
dipergunakan untuk mengukur besaran parameter teknis tersebut, harus aplikabel dan
kredibel sehingga tidak menimbulkan permasalahan bagi pengguna SNI. Pengujian yang
diperlukan baik untuk memastikan keandalan parameter teknis atau untuk memverifikasi
metoda uji yang dipergunakan, harus dilaksanakan oleh laboratorium uji yang telah
memenuhi persyaratan standar.

Sejauh dapat memenuhi tujuan yang ingin dicapai dan dapat diterima oleh semua pihak
yang berkepentingan, maka pengadopsian standar internasional merupakan praktek prima
dengan pertimbangan sebagai berikut:
a) SNI boleh berbeda dengan standar internasional sepanjang memenuhi alasan-alasan
yang diperbolehkan dalam TBT Agreement (diantaranya kondisi geografis, iklim,
kemajuan teknologi, ekonomi)
b) Proses perumusan SNI dapat melalui mekanisme perumusan SNI fast track dalam hal
adopsi identik terhadap standar internasional;
c) Pemenuhan persyaratan Perjanjian WTO-TBT Annex

Mempertimbangkan keterlibatan pemangku kepentingan seluas-luasnya.

Untuk memastikan pelaksanaan kebijakan dan pedoman BSN, maka BSN membentuk
jaringan Tenaga Ahli Standardisasi yang dapat ditugaskan oleh dan atas nama BSN untuk
memfasilitasi dan mengawasi proses perumusan SNI pada rapat teknis sampai dengan
konsensus nasional. Tenaga Ahli Standardisasi hanya bertanggung jawab untuk memastikan
kesesuaian proses perumusan SNI dengan kebijakan dan pedoman yang telah ditetapkan oleh
BSN, termasuk memverifikasi struktur dan tata cara penulisan SNI secara benar. Sedangkan
isi suatu Rancangan SNI sepenuhnya merupakan tanggung jawab dari panitia teknis atau
subpanitia teknis.
Sedangkan, pengembangan SNI adalah proses yang mencakup perumusan SNI baru serta
pemeliharaan SNI yang telah ada, termasuk kaji ulang efektivitas suatu SNI dan merevisi atau
mencabut SNI tersebut apabila ternyata SNI tersebut telah tidak efektif atau tidak diperlukan
lagi sebagai acuan pasar. Suatu standar akan dipergunakan secara efektif oleh pelaku pasar
dan pihak-pihak pemangku kepentingan lain apabila mereka terlibat secara langsung di dalam
perumusannya. Proses pengembangan SNI juga harus memenuhi norma standardisasi yaitu
terbuka, transparan, non-diskriminatif, imparsial, efektif dan relevan, koheren serta
mengikutsertakan UKM dan pemangku kepentingan di daerah. Sesuai dengan norma ini,
Annex 3 dari perjanjian WTO-TBT juga memuat ketentuan code of good practices yang
harus dipenuhi oleh lembaga standar nasional. Tata cara pengembangan SNI mengikuti
ketentuan yang disepakati secara internasional antara lain TBT-WTO Agreement, directive
atau pedoman yang dikeluarkan oleh organisasi standar internasional. Hal ini dimaksudkan
untuk memberikan jaminan bahwa standar yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk memfasilitasi penerapan norma standardisasi dan ketentuan perjanjian WTO-TBT
tersebut, pengembangan SNI pada dasarnya dilaksanakan melalui 5 (lima) tahapan proses
seperti yang diilustrasikan pada Gambar 3, yaitu tahap pemrograman, tahap perumusan, tahap
konsensus nasional dan finalisasi, tahap penetapan, serta tahap pemeliharaan SNI. Ilustrasi
pada gambar tersebut juga menunjukkan proses pada setiap tahap serta unsur kelembagaan
yang bertanggung jawab.

Konsensus Nasional dan Finalisasi


PenetapanPemeliharaan
Pemrograman Perumusan

Penetapan
Program

Usulan
Program SNI

Penetapan
& Publikasi

Verifikasi

Perumusan

Kebutuhan
Pasar

Perumusan
Final

BSN

kaji
PT
ulang

/ SPT

Masyarakat
Konsensus nasional

Gambar 2. Tahapan dan Proses Pengembangan SNI


Kebijakan pengembangan SNI disusun oleh BSN dengan mempertimbangkan usulan
dari Komite Pengembangan SNI. Kegiatan pokok pemrograman dan perumusan Rancangan
SNI dilaksanakan oleh sejumlah komite teknis yang di dalam SSN disebut sebagai Panitia
Teknis (PT). Agar pemrograman dan perumusan SNI selaras dengan perumusan standar
internasional, serta agar perumusan SNI adopsi dari standar internasional berjalan efektif, PT
juga berfungsi sebagai Mirror Committee, yaitu komite bayangan di ISO atau IEC, yang
bertugas untuk memberikan komentar terhadap rancangan standar internasional yang sedang
dirumuskan. Dengan demikian, keputusan untuk mengadopsi standar internasional dapat
diambil sedini mungkin dan proses perumusan SNI dapat berjalan selaras dengan perumusan
standar internasional yang diadopsi.
Pembentukan PT ditetapkan oleh BSN atas usul dan dikoordinasikan oleh instansi
teknis sesuai dengan kewenangannya. Setiap PT bertanggung jawab terhadap lingkup bidang
standar tertentu, dengan ketentuan semua pemangku kepentingan terwakili dalam
keanggotaan PT dengan komposisi yang berimbang sehingga dapat menghindarkan dominasi
dari pihak tertentu. Dalam melaksanakan tugasnya, PT dapat membentuk Subpanitia Teknis
(SPT) untuk menangani sebagian lingkup yang merupakan tanggung jawab PT tersebut.
Kesekretariatan PT/SPT didukung oleh instansi pemerintah atau asosiasi yang memiliki
lingkup dan kompeten terhadap lingkup panitia teknis atau subpanitia teknis. Dalam hal

instansi pemerintah atau asosiasi belum mampu mengelola kesekretariatan panitia teknis,
BSN dapat mengkoordinasikan panitia teknis dimaksud.

BAB III

MANFAAT STANDAR NASIONAL INDONESIA


3.1.

MANFAAT SNI
Adapun manfaat dari adanya Standard Nasional Indonesia secara umum adalah :
1. Melindungi kepentingan masyarakat dan kelestarian fungsi lingkungan.
2. Menghilangkan segmentasi pasar, menghilangkan hambatan dan meningkatkan efisiensi
transaksi perdagangan, serta membentuk iklim persaingan yang sehat dan transparan.
3. Meningkatkan kompatibilitas dan daya saing produk di pasar global, serta memperlancar
pembentukan rantai produksi.
4. Meningkatkan kepastian usaha bagi produsen dan melindungi kepentingan konsumen.
3.1.1. MANFAAT SNI BAGI PASAR
a. Meningkatkan kepastian pasar, termasuk kesehatan dan keamanan
b. Meningkatkan sofistifikasi untuk membendung import produk sub standard
yang murah
c. Mengurangi keragaman produk sehingga terbentuk skala pasar yang lebih baik
d. Meningkatkan efisiensi transaksi pasar
e. Mempermudah pembentukan supply chain
f.
3.1.2. MANFAAT SNI BAGI INDUSTRI
Dalam bidang industri, SNI sangat banyak memberikan keuntungan positif, baik bagi
pelaku industri maupun konsumen. Manfaat SNI di dunia industri diantaranya :
a. Pengurangan tingkat reject material/bahan baku.
b. Penigkatan penetrasi pasar.
c. Peningkatan produktivitas perusahaan.
d. Penurunan biaya tenaga kerja dan operasi industri
e. Penurunan keluhan konsumen.

BAB VI
PRODUK STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI)
4.1. PRODUK STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI)

Produk dari SNI berupa suatu rumusan yang berisi pedoman dalam pengaturan
pembuatan suatu produk, baik berupa barang, jasa, metode pelaksanaan, dan lain sebagainya.
Produk SNI diupayakan dapat mencangkup segala bidang kehidupan manusia. Contoh dari
produk SNI berkaitan dengan bidang sumber daya air, yaitu SNI 2830 : 2008, tentang Tata
Cara Perhitungan Tinggi Muka Air Sungai Dengan Cara Pias Berdasarkan Rumus Manning.
SNI tersebut (terlampir), berisi ketentuan dan persyaratan data, titik hitungan,
penanggung jawab, rumus yang digunakan, cara perhitungan pada sungai alur tunggal dan
ganda, serta tata cara pelaporan hasil perhitungan. Selain itu, disertakan tabel informatif yang
berisi koefisien seta ketetapan yang berguna dalam perhitungan, serta contoh perhitungannya.

Anda mungkin juga menyukai