Anda di halaman 1dari 13

JURNAL READING

Serological Screening of TORCH Agents as an Etiology of


Spontaneous Abortion in Dhulikhel Hospital, Nepal

Disusun oleh :
Langgeng Perdhana
012106205

Pembimbing Akademik :
dr. H. Irawan Sanjoto Putro, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN OBSTETRI


GINEKOLOGI
PERIODE 24 NOVEMBER 2014 24 JANUARI 2015
RSUD RAA. SOEWONDO PATI
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

LEMBAR PENGESAHAN

Nama

: Langgeng Perdhana

NIM

: 012106205

Universitas

: Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Bagian

: Obstetri Ginekologi

RS

: RSUD RAA Soewondo Pati

Periode

: 24 November 2014 24 Januari 2015

Judul Jurnal : Serological Screening of TORCH Agents as an


Etiology of Spontaneous Abortion in Dhulikhel Hospital, Nepal
Pembimbing

: dr. H. Irawan Sanjoto Putro, Sp.OG

Mengetahui,
Pembimbing Akademik

Pati, Desember 2014


Koass Obsgyn

dr. H. Irawan Sanjoto Putro, Sp.OG

Langgeng Perdhana

Skrining Serologis Agen TORCH sebagai Penyebab dari Abortus


Spontan di Rumah Sakit Dhulikel, Nepal
Dhruba Acharya1, Abha Shrestha2, Bikash Bogati3, Kishor Kanal4, Shrinkhala Shretha5, Prabin
Gyawali6
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Department of Microbiology, Kathmandu University School of Medical Sciences, Kavre, P.O.Box11008, Nepal
Department of Obstetrics and Gynecology, Kathmandu University School of Medical Sciences,
Kavre, Nepal
Department of Microbiology, Dhulikhel Hospital-Kathmandu University Hospital, Kavre, Nepal
Department of Community Medicine, Kathmandu University School of Medical Sciences, Kavre,
Nepal
Department of Community Programs, Dhulikhel Hospital- Kathmandu University Hospital, Kavre,
Nepal
Department of Biochemistry, Kathmandu University School of Medical Sciences, Kavre, Nepal

American Journal of Biomedical and Life Sciences


Published online April 10, 2014 (http://www.sciencepublishinggroup.com/j/ajbls)
Vol. 2, No. 2, 2014, pp. 34-39. doi: 10.11648/j.ajbls.20140202.11

Abstrak : Pengaruh infeksi TORCH terhadap kejadian abortus spontan masih menjadi perdebatan
oleh karena hasil penelitiannya menjadi pederbatan dimana variasi keadaan geografis yang mungkin
berperan besar. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara infeksi TORCH pada
wanita yang dideteksi melalui pemeriksaan serologis dengan kejadian abortus spontan. Penelitian ini
merupakan penelitian dengan desain case control yang dilaksanakan dari Januari hingga Desember
2012. Pemeriksaan serologis dilakukan untuk menentukan adanya immunoglobulin spesifik G (IgG)
dan antibodi immunoglobulin M dari Toxoplasma gondii, Rubella, Citomegalovirus (CMV) dan
Herpes Simpleks Virus (HSV) menggunakan metode diagnostik menggunakan teknik EnzymeLinked Immunosorbent Assay (ELISA). Rata-rata umur kelompok penelitian dan kelompok kontrol
yakni 24,8 6,4 tahun dan 23,8 3,8 tahun. Dimana 72,8% dari kelompok penelitian berumur antara
20 sampai 35 tahun dan 23% wanita dengan abortus spontan berumur di bawah 20 tahun. Kasus yang
paling banyak adalah abortus inkomplet (43%) diikuti dengan abortus komplet (26%). Hanya 1,3%
dari keseluruhan IgG dan IgM yang hasil seropositif terhadap agen TORCH yang tercatat pada
subjek penelitian ini dimana kadar IgG seropositif terbanyak terdeteksi pada Rubella (86,8%) diikuti
dengan HSV-I (72,8%). Rasio kemungkinan infeksi pada Toxoplasma gondii sebesar 77,9%, Rubella
sebesar 11,7%, CMV sebesar 51,9%, HSV-I sebesar 36,4% dan HSV-II sebesar 84,4%. Tidak
terdapat perbedaan signifikan antara hubungan umur dan tipe abortus yang serumnya didapatkan
positif antara kelompok studi dan kelompok kontrol. Pada penelitian ini, kemungkinan pertama dari
Nepal, menyatakan bahwa adanya infeksi terkini dari agen TORCH mungkin tidak merupakan
penyebab yang memungkinkan terjadinya abortus spontan. Hasil skrining seroposiitifitas TORCH
mungkin tidak bisa disimpulkan.
Kata kunci : Skrining, agen TORCH, Abortus Spontan, Imunoglobulin, Seropositivitas

1. INTRODUKSI

Infeksi
maternal
yang
dapat
ditransmisikan secara transplacenta pada
berbagai tahapan kehamilan dapat
disebabkan oleh berbagai organisme, yang
termasuk
dalam
TORCH,
yakni
Toxoplasma gondii, virus Rubella,
Citomegalovirus (CMV), Herpes Simpleks
Virus I (HSV-I), Herpes Simpleks Virus II (HSV-II) yang menempati urutan
pertama. 1,2 Penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa adanya infeksi dari
TORCH disertai dengan pengeluaran janin
yang tidak diinginkan seperti abortus
multiple, sterilitas, intra uterine fetal death,
still birth, malformasi kongenital, dan
kegagalan reproduktif lainnya.3,5 Meskipun
demikian, penyebab dari pengeluaran janin
yang tidak diinginkan tersebut dapat pula
disebabkan dari genetic, hormonal, respon
imun maternal yang abnormal, atau infeksi
maternal. Kemungkinan pengaruh dari
infeksi TORCH tidak dapat disimpulkan,
hanya sebagian dari penyebab abortus
spontan.6-8
Abortus spontan yakni adanya
terminasi kehamilan tanpa adanya
intervensi dari luar pada usia kehamilan
di bawah 20 minggu, mengenai pada 20%
kehamilan dan dibagi menjadi threatened
abortion, inevitable abortion, incomplete
abortion, missed abortion, septic abortion,
complete
abortion,
dan
recurrent
9
spontaneous abortion. Bukti terkini yang
menjelaskan tentang penyebab abortus
masih belum jelas.10 Terlebih lagi, melalui
beberapa resiko tinggi mengindikasikan
sebagai penyebab dari abortus spontan,
namun sepertinya pada kelompok yang
berbeda ras dan berbeda kelompok
masyarakat memiliki penyebab yang
berbeda pula dan aturan mengenai
evaluasi
diagnostic
pada
abortus
11
spontan. Berdasarkan program evaluasi

skrining yang diberlakukan secara


nasional di Nepal,
tidak didapatkan
adanya data serologis mengenai status
imun infeksi TORCH pada ibu hamil.
Meskipun demikian, beberapa rumah
sakit yang menjadi pusat pembelajaran di
Asia Selatan menunjukkan adanya
insiden infeksi akut TORCH sebagai
penyebab terjadinya abortus spontan dan
hasil obstetric lain yang merugikan.5, 12-14
Demonstrasi serokonversi pada
pasien secara in vitro merupakan metode
pilihan terkini di negara berkembang
untuk memprediksi terjadinya abortus
spontan.5 Hal ini disarankan oleh
penelitian sebelumnya. Dari seluruh
belahan dunia untuk tidak menggunakan
serologi TORCH untuk mendeteksi
kemungkinan infeksi pada wanita dengan
riwayat obstetric buruk, oleh karena hasil
dari
antibody
spesifik
masih
11,15,16
diragukan.
Hal ini menarik bagi
kami bahwa tes TORCH belum
digunakan secara optimal di lingkungan
rumah sakit di Nepal. Sehingga,
penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
status imun agen TORCH pada wanita
yang pernah mengalami abortus spontan
di Dhulikel Hospital, Kathmandu
University Hospital (DH-KUH), Nepal.

2. Material dan Metode


2.1.
Tempat Penelitian
Penelitian deskriptif dengan desain
case control ini dilaksanakan dari Januari
hingga Desember 2012 di klinik antenatal
Departemen Obstetri dan Ginekologi dan
Departemen Mikrobiologi Rumah Sakit
Dhulikel,
Kathmandu
University
Hospital, yang berlokasi 30 kilometer dari
ibukota Kathmandu. Rumah Sakir Umum
ini kini sudah bertransformasi menjadi
Rumah Sakit pendidikan dari Kathmandu

University School of Medical Science


(KUSMS), dan kini melayani populasi
masyarakat
di
4
distrik
(Kavrepalanchowk,
Sindhupalchowk,
Ramechhap, dan Dolakha) dari seluruh
bagian. Dengan lebih dari 15 pusat yang
tersebar di seluruh negeri. DH-KUH
merupakan salah satu rumah sakit di
wilayah Asia Selatan.
2.2.
Subjek Penelitian
Kelompok penelitian ini terdiri atas
151 wanita antenatal dalam usia
reproduktif yang pernah mengalami
abortus spontan selama masa penelitian.
Kelompok kontrol terdiri atas wanita
antenatal yang dimatchkan usianya
dengan kelompok penelitian dengan
persalinan normal yang datang ke
departemen klinik yang sama (rata-rata
usia kelompok penelitian dan kelompok
kontrol : 24,8 6,4 dan 23,8 3,8 tahun).
Investigator mendatangi klinik antenatal
setiap hari, memilih kelompok penelitian
dan melakukan skrining kepada mereka
menggunakan daftar pertanyaan pretest
yang sebelumnya telah didesain sebagai
kriteria inklusi dan eksklusi. Wanita
dengan abortus spontan yang disertai
dengan hipertensi, diabetes mellitus,
sifilis, inkompatibilitas Rh, atau penyebab
fisik dari abortus dilakukan eksklusi,
dimana wanita dengan abortus spontan
yang penyebabnya tidak diketahui
dimasukkan ke dalam kelompok inklusi.
2.3.
Analisis Serologis
Untuk melakukan analisis serologis, 3 ml
darah vena diambil dari masing-masing
subjek penelitian, kemudian disimpan
dalam wadah dengan tutup merah. Serum
dipisahkan dan disimpan dalam angka
aliquots hingga -200C hingga dilakukan
pemeriksaan. Seluruh sampel serum dari
kelompok penelitian dan kelompok kontrol
dilakukan
tes
terhadap
antibody
Toxoplasma gondii, Rubella virus, CMV,

HSV-I,
HSV-II
IgM
dan
IgG
menggunakan alat ELISA komersial yang
bersertifikasi International Organisation
for Standardization (ISO) dan terdaftar di
Food and Drug Administration (FDA)
(Diagnostic
Automation/
Cortez
Diagnostics, Inc. 23961 Craftsman Road,
CA 91302, USA).). Hasilnya dikalkulasi
menggunakan ELISA reader (Lab Life,
2007, RFCL, India) berdasarkan petunjuk
manufaktur dan dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Rubella IgG dan IgM
diperiksa menggunakan tekhnik Sandwich
ELISA dimana yang lainnya dilakukan
menggunakan tekhnik ELISA indirect.
Hasilnya diintepretasikan sebagai positif,
equivocal
dan
negative
dengan
menentukan
kadar
indeks
immunoglobulin. Indeks IgG atau IgM
yakni <0,9 , 0,9-0,99 , dan >1,0
diintepretasikan sebagai hasil negative,
equivocal dan positif.
2.4.
Analisis Data
Data dimasukkan ke dalam
Microsoft
Excel
dan
dianalisis
menggunakan SPSS versi 16 (SPSS Inc;
Chicago,
IL,
USA).
Hasilnya
diintepretasikan berdasarkan frekuensi
distribusi dan persentase. Dilakukan tes
Chi Square untuk menentukan adanya
hubungan
antar
data
kategorik.
Signifikansi secara statistik diatur sebagai
p<0,05.
2.5.
Persetujuan Etik
Seluruh subjek penelitian telah
dimintakan
persetujuan
mengenai
dilakukannya
penelitian
ini
dan
persetujuan secara verbal telah didapatkan
dari seluruh subjek penelitian. Data
didapatkan menggunakan nomor registrasi
rumah sakit dan nama pasien. Ethical
clearance didapatkan dari Intitutional
Rview Committee DH-KUH.
3. Hasil
Pada periode tahun pertama,
terdapat 151 kasus abortus spontan di DHKUH yang dilakukan skrining TORCH.

Dari keseluruhan, hanya terdapat 2 kasus


yang memiliki seropositifitas IgM yang
terdeteksi. Kasus pertama yakni wanita
usia 27 tahun dengan missed abortion dan
didapatkan IgM (+) pada Rubella dan
kasus kedua yakni wanita usia 20 tahun
yang didapatkan hasil IgM (+) pada
Rubella, CMV dan HSV-I. Seropositifitas
IgM dari agen TORCH tidak terdeteksi
pada kelompok kontrol. Meskipun
demikian, banyak penelitian yang baik
juga menunjukkan kelompok kontrol
menunjukkan seropositifitas IgG yang
tercantum dalam tabel 1. Seropositifitas
IgG dari agen TORCH pada kelompok
kontrol ditemukan pada Toxoplasma
gondii 22,1%; Rubella 88,3%; CMV
48,1%; HSV-I 63,6%; dan HSV-II 15,6%
sedangkan
pada
penelitian
ini
menunjukkan bahwa populasi penelitian
memiliki kemungkinan infeksi sebesar
77,9% terhadap Toxoplasma gondii, 11,7%
terhadap Rubella, 51,9% terhadap CMV,
36,4% terhadap HSV-I, dan 84,4%
terhadap HSV-II. Tidak terdapat perbedaan

signifikan yang tercatat diantara rasio


seropositifitas dari agen TORCH.
Rata-rata umur dari subjek
penelitian dan kontrol yang berumur 20
hingga 35 tahun (72,8% pada kelompok
penelitian dan 78% pada kelompok
kontrol) yang merupakan usia ideal untuk
kehamilan. Secara mengejutkan, hampir
23% dari wanita pada kelompok penelitian
berumur di bawah 20 tahun, seperti yang
tercantum dalam tabel 2. Oleh karena
ukuran sampel pada masing-masing
kelompok umur tidak begitu mencukupi,
peneliti tidak melakukan tes statistik
berdasarkan strata umur.
Kasus abortus spontan dibagi
kedalam 4 kategori klinis yang berbeda.
Kebanyakan
kasus
adalah
abortus
inkomplet (43%), diikuti dengan abortus
komplet (26%), missed abortion (19,2%)
dan threatened abortion (11,9%). Pada
seluruh kasus abortus, rasio seropositifitas
yang paling predominan yakni Rubella,
diikuti dengan HSV-I seperti yang tertera
pada tabel 3. Rasio seropositifitas terendah
yakni terlihat pada infeksi HSV-II.

Tabel 1. Seropositifitas Agen TORCH diantara Kelompok Penelitian dan


Kontrol
Agen TORCH

Seropositifitas pada
kelompok penelitian (N =
151)
IgG
IgG
Total %
&
positifita
IgM
s

Seropositifitas pada kelompok


kontrol (N = 77)
IgG

IgG
&
IgM

Total %
positifita
s

P
valu
e

Toxoplasma
32
0
21,2
17
gondii
Rubella
131
2
86,8
68
Citomegaloviru
97
1
64,2
37
s
Herpes
110
NT
72,8
49
Simpleks
Virus - I
Herpes
10
1
6,6
12
Simpleks
Virus II
NT = Not Tested, * = Terdapat perbedaan yang signifikan

22,1

0,80

0
0

88,3
48,1

0,80
0,20

NT

63,6

0,17

15,6

0,30

Tabel 2. Hubungan Seropositifitas terhadap Umur Subjek


Agen TORCH

Usia (tahun)

Toxoplasma
gondii

<20
20-35
>35
<20
20-35
>35
<20
20-35
>35
<20
20-35
>35
<20
20-35
>35

Rubella
Citomegaloviru
s
Herpes
Simpleks
Virus I
Herpes
Simpleks
Virus II

Kelompok
Penelitian
yang
Dilakukan
Tes Serum
35
110
6
35
110
6
35
110
6
35
110
6
35
110
6

Serum
Positif
(%)

5 (14,3)
27 (24,5)
0 (0,0)
33 (94,3)
94 (87,5)
4 (66,7)
22 (62,9)
71 (64,5)
4 (66,7)
24 (68,6)
82 (74,5)
4 (66,7)
4 (11,4)
4 (3,6)
2 (33,3)

Kelompok
Kontrol
yang
Dilakukan
Tes Serum
16
60
1
16
60
1
16
60
1
16
60
1
16
60
1

Serum
Positif
(%)

6 (37,5)
11 (18,3)
0 (0,0)
14 (87,5)
54 (90,0)
0 (0,0)
11 (68,8)
25 (41,7)
0 (0,0)
11 (68,8)
38 (63,3)
0 (0,0)
6 (37,5)
6 (10,0)
0 (0,0)

Tabel 3. Hubungan Seropositifitas terhadap Tipe Abortus


Agen TORCH

Toxoplasma
gondii

Abortus
complete
(n = 39)
Positive
%
sera
8
20,5

Abortus
incomplete
(n = 65)
Positive
%
sera
16
24,6

Missed
abortion
(n = 29)
Positive
%
sera
6
20,6

Threatened
abortion
(n = 18)
Positive
%
sera
2
11,1

Rubella
Citomegaloviru
s
Herpes
Simpleks
Virus I
Herpes
Simpleks
Virus - II
4.

37
29

94,8
74,3

51
36

78,4
55,3

26
19

89,6
65,5

17
13

94,4
72,2

31

79,4

46

70,6

23

79,3

10

55,5

12,8

6,1

3,4

0,0

Diskusi

Penelitian ini merupakan salah satu


dari beberapa penelitian yang dilakukan di
Nepal untuk mencaritau status imunitas
terhadap agen TORCH di antara kategori
klinis terpenting pada wanita hamil dengan
imunokompeten. Infeksi TORCH telah
dideklarasikan sebagai penyebab dari
terjadinya pengeluaran kandungan yang
hasilnya tidak baik yang merupakan
didukung oleh banyak penelitian di seluruh
dunia.5, 12-14, 17, 18. Kebanyakan virus yang
pathogen biasanya menyebabkan viremia
primer pada maternal yang kemudian
akan menginfeksi plasenta dan kemudian
fetus, kecuali HSV-I dan HSV-II yang
dapat menyebabkan infeksi ascendens
melalui traktus genitalia ke selaput amnion
kemudian ke bayi.19, 20Demonstrasi
dilakukannya konversi serum pada serum
pasien yang dilakukan secara in vitro
merupakan metode terkini yang telah
menjadi pilihan di berbagai negara
berkembang5 dan saat ini metode ini
digunakan pada penelitian ini.
Hal pertama dan yang sangat
mengejutkan dari hasil penelitian ini
adalah seropositifitas IgG dan IgM agen
TORCH yang sangat rendah (1,3%) di
DH-KUH
untuk
mengidentifikasi
kemungkinan adanya infeksi TORCH pada
pasien yang pernah mengalami abortus
spontan. Rasio terjadinya perubahan serum
yang
terjadi
selama
kehamilan

diperkirakan hanya terjadi pada hanya 1%


kasus.15 Hasil rasio deteksi yang sangat
rendah seperti ini tidak mengejutkan oleh
karena beberapa penelitian bahkan tidak
ditemukan atau ditemukan sangat sedikit
sekali yang terinfeksi TORCH melalui
hasil pemeriksaan.16,21 Kadar serum dan
deteksi yang rendah mungkin merupakan
alasan dalam penelitian kami terhadap
hasil seropositifitas IgM pada wanita
dengan abortus spontan. Pada penelitian
kami, skrining serologis infeksi TORCH
pada wanita
dengan abortus spontan
menunjukkan seropositifitas IgG 21,2%,
86,8%, 62,4%, 72,8%, dan 6,6% pada
Toxoplasma gondii, Rubella, CMV, HSV-I,
HSV-II, dimana seropositifitas pada
kelompok kontrol yakni 22,1%, 88,3%,
48,1%, 63,3%, dan 15,6% pada
Toxoplasma gondii, Rubella, CMV, HSV-I,
dan HSV-II. Rasio kejadian yang hampir
sama pada seropositifitas pada subjek
dalam kelompok studi dan kontrol
menunjukkan adanya imunitas pada wanita
terhadap agen spesifik.
Dalam laporan yang ada, hampir
separuh dari seluruh penduduk Nepal
memiliki serum Toxoplasma gondii positif
berdasarkan penelitian yang dilakukan 16
tahun yang lalu.22 Beberapa rumah sakit
berbasis pendidikan telah mengeluarkan
rasio seropositifitas dari agen TORCH
dengan hasil yang berbeda-beda.12,13,23

Rasio serum positif sebesar 80% dari


antibody anti HSV ditemukan pada masa
kanak-kanak awal (usia 1-4 tahun) yang
kemudian semakin meningkat seiring
dengan bertambahnya usia (96,1% positif
pada usia >15 tahun). Sebagai tambahan,
antibody anti CMV didapatkan positif
pada seluruh subjek penelitian, yang
terlihat dari sebuah penelitian yang
dilakukan pada orang Nepal.24 Hasil yang
didapatkan pada penelitian ini tidak
menunjukkan data seroprevalensi secara
aktual, oleh karena penelitian tersebut
berorientasi
pada
kasus
daripada
berorientasi pada populasi dan sebagai
tambahan yakni penelitian berbasis rumah
sakit.
Sedangkan,
penelitian
ini
menunjukkan adanya imunitas terhadap
agen TORCH pada penduduk Nepal.
Serokonversi bergantung pada prevalensi
organisme diikuti dengan imunitas
maternal pada daerah geografis tertentu.
Penelitian kami dengan angka positifitas
IgG yang tinggi mungkin menunjukkan
bahwa wanita pada penelitian ini memiliki
imunitas yang kuat terhadap agen TORCH.
Hal ini dapat ditentukan dengan
melakukan penelitian berbasis komunitas
secara ekstensif untuk menemukan status
imunitas pada wanita hamil dengan data
seroprevalensi dari agen TORCH.
Seroprevalensi dari infeksi TORCH
sebagai indikator dari infeksi akut telah
dilaporkan dalam beberapa penelitian di
India yang berfokus terutama pada wanita
usia reproduktif, wanita tanpa riwayat
obstetric, atau wanita hamil. 5, 14, 25
Penelitian yang dilakukan di Eropa dan
USA juga menunjukkan adanya prevalensi
agen TORCH yang signifikan pada wanita
dengan riwayat obstetric jelek. 17, 18
Namun, penelitian kami tidak sejalan
dengan penemuan pada penelitianpenelitian ini. Sebagai tambahan, terdapat

lebih dari 1 strain Toxoplasma gondii


dengan mekanisme virulensi dan hasil
yang berbeda dalam lingkungan isoalasi di
alam. 26 Adanya perbedaan strain dari agen
TORCH mungkin dapat menjadi salah satu
penjelasan
mengenai
prevalensi.
Sedangkan, penelitian genetic untuk
mengidentifikasi strain spesifik yang
didapatkan dari agen TORCH di Nepal
masih penting untuk mengetahui tidak
adanya aturan pada infeksi TORCH yang
dapat menyebabkan hasil obstetric yang
jelek bahkan terjadinya abortus spontan.
Hubungan jumlah seropositif terhadap
umur dan jenis abortus tidak begitu
signifikan bila dibandingkan antara
kelompok penelitian dan kelompok kontrol
pada penelitian ini. Jumlah seropositif
HSV-I tinggi di antara penduduk dewasa di
Nepal yang dilaporkan pada penelitian
sebelumnya, namun demikian penelitian
tersebut merupakan jumlah di antara
populasi masyarakat umum bukan pada
wanita yang pernah mengalami abortus
spontan.24 Riwayat kejadian infeksi
Rubella tercatat pada seluruh jenis abortus
diikuti dengan infeksi HSV-I. Jumlah
seropositif Rubella yang tinggi dilaporkan
banyak terdapat pada penduduk India.5, 14,
27
Mungkin dengan adanya amandemen
pada peraturan vaksin mengenai jadwal
imunisasi rutin Rubella pada penduduk
Nepal dan India menyebabkan terjadinya
jumlah seropositif IgG yang tinggi yang
menunjukkan telah terjadinya resistensi
terhadap timbulnya infeksi.
Kejadian abortus spontan yang tinggi,
meskipun tidak ditemukan adanya
hubungan antara agen TORCH sebagai
penyebab terjadinya infeksi akut (IgM
seropositif) pada penelitian ini, dapat
merefleksikan faktor penyebab dari
abortus yang lain selain infeksi TORCH.
Seropositif yang hampir sama yang

didapatkan dari kelompok kontrol


menunjukkan
kepada
kita
bahwa
kemungkinan agen TORCH tidak memiliki
peran dalam terjadinya abortus spontan.
5. Kesimpulan
Terdapat 2 hasil yang mungkin
dapat disimpulkan dari penelitian ini.
Pertama, infeksi akut dari agen TORCH
mungkin bukan hanya sebagai satusatunya penyebab yang memungkinkan
terjadinya abortus spontan. Kedua,
skrining serologis TORCH mungkin tidak
meyakinkan. Hasil dari penelitian kami
sejalan dengan beberapa penelitian
sebelumnya yang menyimpulkan bahwa
skrining
TORCH
tidak
lagi
direkomendasikan oleh karena beberapa
alasan, salah satunya yakni hasilnya yang
tidak reliable. Oleh karena sebelumnya
telah diketahui bahwa prevalensi agen
TORCH berbeda pada masyarakat, ras,
dan geografis, kami dapat mengambil
kesimpulan dari hasil penelitian ini dengan
catatan positif, yang menunjukkan bahwa
tingkat kondisi imunitas terhadap agen
TORCH lebih baik setidaknya pada
populasi penelitian kami. Penelitian ini
merupakan
penelitian
pertama
di
bidangnya di negara ini. Meskipun
demikian, kami akan merekomendasikan
untuk menggeneralisir hasil penelitian ini
ke dalam populasi masyarakat sebelum
memasukkan hubungan agen TORCH
dengan abortus spontan dan reliabilitas
skrining
serologis.
Hampir
tidak
ditemukan seropositif terhadap agen
TORCH pada wanita dengan riwayat
abortus sebelumnya berdasarkan penelitian
yang dilakukan di negara Arab.28 Tidak
semua kasus abortus disertai dengan
adanya agen TORCH dan Parvovirus B19
pada penelitian yang dilakukan oleh
Kishor, et. al.27 dan Summer et. Al.7
menunjukkan bahwa infeksi merupakan

penyebab sporadis terjadinya abortus


spontan dan hasilnya konsisten secara
statistik. Berdasarkan literatur medis,
terdapat bukti yang terbatas yang
menjelaskan hubungan antara infeksi
dengan terjadinya terminasi kehamilan
berulang sebelum waktunya pada manusia
masih banyak berupa cerita dan tidak
dapat diwujudkan dalam penelitian
prospektif.
Abnormalitas
kromosom,
kelainan kongenital dan defek anatomis
dapatan dari fundus uteri dan cervix, tukar
silang kromosom kedua orangtua, mutasi
gen, antibodi cardiolipin, dan defek fase
luteal masing-masing memiliki sedikit
kontribusi terhadap terjadinya abortus
spontan dimana infeksi mungkin tidak
relevan berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Stirrat et al.10 Sepertinya
pada populasi dengan ras yang berbeda
dan populasi masyarakat yang berbeda
memiliki perbedaan penyebab pula29 yang
mana sejalan dengan penelitian kami yang
menunjukkan tidak adanya hubungan
secara langsung antara infeksi TORCH
terkini dan abortus spontan yang tidak
sama seperti hasil penelitian yang
dilakukan di India, Cina, dan negaranegara lain di Eropa dan Asia.4, 5, 14, 17, 25
Di negara-negara yang disebutkan
sebelumnya,
beberapa
penelitian
mengemukakan bahwa infeksi secara
kongenital yang disebabkan oleh agen
TORCH merupakan penyebab terbanyak
dari mortalitas neonatus dan morbiditas
pada anak-anak di seluruh dunia.
Dikarenakan oleh tidak adanya manifestasi
klinis yang spesifik dan pentingnya deteksi
dini dari infeksi uteroplacenta, skrining
serologis dari patogen ini disadari sebagai
pemeriksan rutin di berbagai daerah di
belahan dunia.25 Meskipun demikian,
dicatat pula bahwa implementasi dari
program skrining terhadap TORCH yang

dilaksanakan di seluruh dunia masih


dipertanyakan oleh karena beberapa faktor,
termasuk
penyalahgunaan,
metode
serologis yang tidak konsisten dan tidak
reliabel, biaya yang mahal, dan intepretasi
hasil yang salah. 15, 21, 30-32 Pemeriksaan
serum tunggal secara konvensional, tidak
menunjukkan perbedaan yang jelas antara
infeksi akut dan kronis oleh karena
didapatkannya antibodi IgM dalam kadar
yang tinggi selama periode waktu yang
lama 33-34. Tes serologis mungkin tidak
akurat atau intrepretasinya yang tidak
akurat yang mana dapat berdampak pada
keputusan untuk mengakhiri kehamilan
pada ibu hamil. Sebuah penelitian di AS
menunjukkan bahwa konfirmasi hasil
laborat serologis, mengkomunikasikan
hasilnya, dan intepretasi yang benar dari
seorang yang ahli di bidangnya kepada
pasien fisik menurunkan rasio abortus
yang tidak diinginkan sebesar 50% di
antara wanita yang memiliki hasil serum
positif terhadap IgM Toxoplasma gondii
yang telah dilaporkan oleh laboratorium.35
Pada penelitian ini, wanita dengan IgM
yang negatif masih dapat terjadi abortus.
Hal ini memungkinkan bahwa masih
terdapat tekhnik dan tekhnologi yang lebih
baik untuk menegakkan diagnosis infeksi
TORCH. Terdapat metode skrining yang
lebih sensitif, spesifik dan reliabel. Untuk
menentukan aviditas IgG untuk melakukan
tes TORCH secara berpasangan, metode
molekuler dari identifikasi organisme
masih jarang dilakukan.34 Pada penelitian
ini, juga meragukan skrining TORCH
dengan menggunakan pemeriksaan serum
tunggal seperti yang dilakukan pada
penelitian ini.

6. Ucapan Terima Kasih


Terima kasih kepada Districrt Health
Office (DHO), Kavre, Nepal yang telah

menyediakan informasi yang tersedia


mengenai prevalensi penyakit infeksi pada
daerah ini. Kami sangat menghargai
kerjasama dari staff Departemen Obstetri
dan
Ginekologi
dan
Departemen
Mikrobiologi,
Dhulikel
HospitalKathmanduUniversity Hospital/ Penulis
berterima kasih kepada Prof. David W.
Ussery (Denmark Technical University)
atas
sarannya
terhadap
penulisan
penelitian ini.

7. Referensi
[1] J.D. Pizzo, Congenital infections
(TORCH), Pediatrics in Review 2011,
vol. 32(12), pp. 537-542.
[2] V. Kumar,A.K. Abbas, N. Fausto, J.
Aster, Robbins & Cotran, Pathologic
Basis of Disease, Elsevier, 8th ed., 2009.
[3] Y. Maruyama, H. Sameshima, M.
Kamitomo, et al., Fetal manifestations
and poor outcomes of congenital
cytomegalovirus infections: possible
candidates for intrauterine antiviral
treatments, J Obstet Gynecol, vol. 33,
pp. 619-623, 2007.
[4] Z. Li, C. Yan, P. Liu, R. Yan, Z. Feng,
The prevalence of the serum anti-bodies
to TORCH among women before
pregnancy or in the early period of
pregnancy in Beijing, International
Journal of Clinical Chemistry and
Diagnostic Laboratory Medicine, vol.
403, pp. 212-215, 2009.
[5] D. Turbadkar, M Mathur, M. Rele.
Seroprevalence of torch infection in bad
obstetric history, Indian Journal of
Medical Microbiology, vol.21, pp. 108110, 2003.
[6]
M.E.
Paul,
Disorders
of
reproduction, Primary Care, vol. 21, pp.
367-386, 1994.
[7] P.R. Summers, Microbiology
relevant to recurrent miscarriage, Indian
Journal of Medical Residents, vol. 100,
pp. 19-22, 1994.

[8] B.J. Stegmann, J.C. Carey, TORCH


infections.
Toxoplasmosis,
Other
(syphilis, varicella-zoster, parvovirus
B19), Rubella, Cytomegalovirus (CMV),
and Herpes infections, Current Womens
Health Report, vol. 2, pp. 253-258, 2002.
[9] C.P. Griebel, J. Halvorsen, T.B.
Golemon, A.A. Day Management of
spontaneous abortion, American Family
Physician, vol. 72, pp. 1243-1250, 2005.
[10] G.M. Stirrat, Recurrent miscarriage
II: clinical associations, causes, and
management, The Lancet, vol. 336, pp.
728- 733,1990.
[11] M.L. Li, C. Hui, T.J. Ping, et al.
Evaluation of etiological characteristics
of Chinese women with recurrent
spontaneous abortion: a single center
study, Chinese Medical Journal, vol.
124, pp. 1310-1315, 2011.
[12] N. Kumari, N. Morris, R. Dutta, Is
screening of TORCH worthwhile in
women with bad obstetric history: an
observation from Eastern Nepal, Journal
of Health Population and Nutrition, vol.
29, pp. 77-80, 2011.
[13] S. Lamichhane, S. Malla, S. Basnyat,
et al. Seroprevalence of IgM antibodies
against the agents of TORCH infection
among the patients visiting National
Public
Health
Laboratory,
Teku,
Kathmandu, Journal of Nepal Health
Research Council, vol. 2, pp. 1-25, 2007.
[14] N. Thapliyal, P.K. Shukla, B. Kumar,
S. Upadhyay, G. Jain, TORCH infection
in women with bad obstetric historya
pilot study in Kumaon region, Indian
Journal of Pathology and Microbiology,
vol. 48, pp. 551-553, 2005.
[15] E. Jauniaux, R.G. Farquharson, O.B.
Christiansen, Evidence based guidelines
for the investigation and medical
treatment of recurrent miscarriage,
Human Reproduction, vol. 21, pp. 22162222, 2006.
[16] A. Cullen, S. Brown, M. Cafferkey,
N. OBrien, E. Griffin, Current use of
TORCH screen in the diagnosis of
congenital
infection,
Journal
of
Infection, vol. 36, pp. 185- 188, 1998.

[17] B.D. Navolan, I.M. Ciohat, A.E.


Tigla, D. Vasies, V. Dumitrascu, Risk
assessment
for TORCH
complex
infection agents during pregnancypreliminary study, Timisoara Medical
Journal, vol. 22, pp. 15-19, 2012
[18] A.M. Alsamarai, Z. Khalil, M.
Aljumaili,
Seroepidemiology
of
Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus
and Herpes Simplex Virus -2 in women
with bad obstetric history. PART I:
Toxoplasma and Rubell infections, Our
Dermatology Online, vol. 4, pp. 522-535,
2013.
[19] G.O. Ajayi, S.A. Omilabu, Prenatal
diagnoses of cytomegalovirus (CMV),
rubella,
toxoplasmosis,
varicella,
parvovirus, herpes simplex and syphilis.
The Lagos programme experience,
Clinical and Experimental Obstetrics and
Gynecology, vol. 37, pp. 37-38, 2010.
[20] C. A. Jones, Vertical transmission of
genital herpes: prevention and treatment
options, Drugs, vol. 69, pp. 421, 434,
2009.
[21] D. Leland, M.L. French, M.B.
Kleiman, R.L. Schreiner, The use of
TORCH titers, Pediatrics, vol 72, pp. 4143, 1983.
[22] S.K. Rai, H. Shibata, K. Sumi,
Toxoplasma antibody prevalence in
Nepalese pregnant women with bad
obstetric history, Southeast Asian
Jorunal of Tropical Medicine and Public
Health, vol. 29, pp. 739-743, 1998.
[23] D. Acharya, S. Shrestha, B. Bogati,
Immune status in infection by
cytomegalovirus in women with bad
obstetric history, International Journal of
Infection and Microbiology, vol. 2, pp. 36, 2013.
[24] T. Kubo, S.K. Rai, M. Nakanishi, T.
Yamano, Seroepidemiological study of
herpes viruses in Nepal, Southeast Asian
Journal of Tropical Medicine and Public
Health, vol 22, pp.323-325, 1991.
[25] R.N. Kaur, D. Gupta, M.K. Nair,
M.D. Mathur, Screening for TORCH
infections in pregnant women: a report
from Delhi, Southeast Asian Journal of

Tropical Medicine and Public Health, vol.


30, pp. 284-286, 1999.
[26]
G.M.
Bhopale,
Review,
pathogenesis
of
Toxoplasma,
Comparative Immunology, Microbiology
and Infectious Diseases, vol. 26, pp. 213222, 2003.
[27] J. Kishor, R. Mishra, A. Paisal, Y.
Pradeep, Adverse reproductive outcome
induced by Parvovirus B19 and TORCH
infections in women with high-risk
pregnancy, Journal of Infections in
Developing Countries, vol. 5, pp. 868873, 2011.
[28] A.H. Razzak, S.A. Wais, A.Y. Sayid,
Toxoplasmosis: the innocent suspect of
pregnancy wastage in Iraq, Eastern
Mediterranean Health Journal, vol. 11, pp.
525-632, 2005.
[29] A. Garcia-Enguidanos, M.E. Calle, J.
Valero, S. Luna, V. Dominguez-Rojas,
Risk factors in miscarriage: a review,
European Journal of Obstetrics &
Gynecology and Reproductive Biology,
vol. 102, pp. 111-119, 2002. [30] S.A.
Abdel-Fattah, A. Bhat, S. Illanes, J.L.
Bartha, D. Carrington, TORCH test for
fetal medicine indications: only CMV is
necessary in the United Kingdom,
Prenatal Diagnosis, vol. 25, pp. 1028-

1031, 2005. [31] S.M. Garland, G.L.


Gilbert, Investigation of congenital
infection- the TORCH screen is not a
legitimate test, Medical Journal of
Australia, vol. 159, pp. 346-348, 1993.
[32] N.A. Khan, S.N. Kazzi, Yield and
costs of screening growth retarded infants
for TORCH infections, American
Journal of Perinatology, vol. 17, pp. 131135, 2000.
[33] K. Hedman, M. Lappalainen, I.
Seppaia, O. Makela, Recent primary
toxoplasma infection indicated by a low
avidity of specific IgG, Journal of
Infectious Diseases, vol. 159, pp. 736740, 1989.
[34] W.E. Owen, T.B. Martins, C.M.
Litwins, W.L. Roberts, Performance
characteristics of six IMMUNITE 2000
TORCH assays, American Journal of
Clinical Pathology, vol. 126, pp. 900-905,
2006.
[35] O. Liesenfield, J.G. Montaya, N.J.
Tathineni, Confirmatory serologic testing
for acute toxoplasmosis and rate of
induced
abortions among women reported to have
positive Toxoplasma IgM antibody titer,
American Journal of Obstetrics and
Gynecology, vol. 184, pp. 140-145, 2001.

Anda mungkin juga menyukai