Disusun Oleh :
01.209.5843
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
2014
BENIGNA PROSTAT HIPERPLASI (BPH)
A. Pengertian
1. Anatomi
Pada potongan melintang uretra pada posterior kelenjar prostat terdiri dari:
a. Kapsul anatomis.
Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler.
Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian :
GAMBAR ANATOMI
2. Fisiologi
Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan
pada orang dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba.
Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan
prostat masih baik. Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning
kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang
terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan,
keluar cairan seperti susu. Apabila jaringan fibromuskuler yang bertambah
tonjolan berwarna abu-abu padat dan tidak mengeluarkan cairan sehingga batas
tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra
menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra,
tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan
kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan (Brunner &
Suddarth, 2002).
C. Etiologi/Predisposisi
Menurut Alam tahun 2004 penyebab pembesaran kelenjar prostat belum diketahui
secara pasti, tetapi hingga saat ini dianggap berhubungan dengan proses penuaan yang
mengakibatkan penurunan kadar hormone pria, terutama testosteron. Para ahli
berpendapat bahwa dihidrotestosteron yang mamacu pertumbuhan prostat seperti yang
terjadi pada masa pubertas adalah penyebab terjadinya pembesaran kelenjar prostat. Hal
lain yang dikaitkan dengan gangguan ini adalah stres kronis, pola makan tinggi lemak,
tidak aktif olahraga dan seksual.
Selain itu testis menghasilkan beberapa hormon seks pria, yang secara
keseluruhan dinamakan androgen. Hormon tersebut mencakup testosteron,
dihidrotestosteron, dan androstenesdion. Testosteron sebagian besar dikonversikan oleh
enzim 5-alfa- reduktase menjadi dihidrotestosteron yang lebih aktif secara fisiologis di
jaringan sasaran sebagai pengatur fungsi ereksi. Tugas lain dari testosteron adalah pemicu
libido, pertumbuhan otot dan mengatur doposit kalsium di tulang.
Dalam keadaan stres, tubuh memproduksi lebih banyak steroid stres (karsitol)
yang dapat menggeser produksi DHEA (dehidroepianandrosteron). DHEA berfungsi
mempertahankan kadar hormon seks yang normal, termasuk testosteron. Stres kronis
menyebabkan penuaan dini dan penurunan fungsi testis pria. Kolesterol tinggi juga dapat
mengganggu keseimbangan hormonal dan menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.
Faktor lain adalah nikotin dan konitin ( produk pemecahan nikotin) yang
meningkatkan aktifitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan penurunan kadar
testosteron. Begitu pula toksin lingkungan (zat kimia yang banyak digunakan sebagai
pestisida, deterjen atau limbah pabrik) dapat merusak fungsi reproduksi pria.
D. Patofisiologi
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko ureter.
Keadaan keadaan ini jIka berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
E. Manifestasi Klinis
a. Obstruksi :
Frekuensi
Nokturia
Disuria
Urgensi
Dengan pemeriksaan colok dubur, dapat memberi kesan keadaan tonus spingter
anus, kelainan yang berada di mukosa rectum dan pembengkakan dalam rectum
dan prostat. Pada pemeriksaan ini harus diperhatikan konsistensi prostat (pada
hiperplasi : kenyal) apakah simetris, adakah nodul pada prostat, apakah batas atas
teraba. Colok dubur cukup baik untuk mengetahui adanya keganasan prostat. Pada
karsinoma prostat, prostat teraba keras atau teraba benjolan yang konsistensinya
lebih keras dari sekitarnya atau letaknya asimetris dengan bagian yang lebih
keras.
Untuk menilai secara obyektif keluhan saluran kemih bagian bawah, digunakan
skor IPSS (International Prostate Symptom Score).
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
a. Sering buang air kecil dan tidak sanggup menahan buang iar kecil, sulit
mengeluarkan atau menghentikan urin. Mungkin juga urin yang keluar
hanya merupakan tetesan belaka.
b. Sering terbangun waktu tidur di malam hari, karena keinginan buang air
kecil yang berulang-ulang.
c. Pancaran atau lajunya urin lemah
d. Kandung kemih terasa penuh dan ingin buang iar kecil lagi
e. Pada beberapa kasus, timbul rasa nyeri berat pada perut akibat tertahannya
urin atau menahan buang air kecil (Alam, 2004).
Derajat 1 :
Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (digital rectal
examination) atau colok dubur ditemukan penonjolan prostat dan
sisa urine kurang dari 50 ml.
Derajat 2 :
Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih
menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml
tetapi kurang dari 100 ml.
Derajat 3 :
Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa
urin lebih dari 100 ml.
Derajat 4 :
Apabila sudah terjadi retensi total.
F. Komplikasi
G. Penatalaksanaan
a. Observasi yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3-6 bulan kemudian
setiap tahun tergantung keadaan klien.
b. Medikamentosa : terapi ini diindikasikan pada BPH dengan Keluhan ringan,
sedang, sedang dan berat tanpa disertai penyulit. Obat yang digunakan berasal
dari phitoterapi (misalnya : Hipoxis rosperi, serenoa repens, dll), gelombang
alfa blocker dan golongan supresor androgen.
a. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut (100 ml).
b. Klien dengan residual urin yaitu urine masih tersisa di kandung kemih setelah
klien buang air kecil > 100 Ml.
c. Klien dengan penyulit yaitu klien dengan gangguan system perkemihan
seperti retensi urine atau oliguria.
d. Terapi medikamentosa tidak berhasil.
e. Flowcytometri menunjukkan pola obstruktif.
Pembedahan dapat dilakukan dengan :
2) Prostatektomi Suprapubis
3) Prostatektomi Neuropubis
4) Prostatektomi Perineal
H. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
b. Pemeriksaan Radiologis
1) Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada batu traktus urinarius,
pembesaran ginjal atau buli – buli.
2) Dari urografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal,
hidronefrosis dan hidroureter, fish hook appearance (gambaran ureter
belok–belok di vesika)
3) Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa masa ginjal,
mendeteksi residu urine, batu ginjal, diverticulum atau tumor buli –
buli (Mansjoer, 2000).
c. Pemeriksaan Diagnostik