Anda di halaman 1dari 13

TUGAS

BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA

Untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Bedah

di RS Islam Sultan Agung

Disusun Oleh :

Arfiani Irma Pratiwi

01.209.5843

Pembimbing :

Prof. Dr. Rifky Muslim, Sp.B, Sp. U

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2014
BENIGNA PROSTAT HIPERPLASI (BPH)

A. Pengertian

Benigna prostat hiperplasia adalah kelenjar prostat mengalami pemanjangan ke


atas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium
uretra (Brunner & suddarth, 2001). Menurut Price 2006, benigna prostat hiperplasi adalah
penyakit yang disebabkan oleh penuaan. Sedangkan benigna prostat hiperplasi menurut
Mansjoer 2000, adalah hiperplasia kelenjer periuretra yang mendesak jaringan prostat
yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. Benigna prostat hiperplasi adalah kelenjar
prostat bila mengalami pembesaran, organ ini dapat menyumbat uretra pars prostatika
dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Purnomo 2011).

B. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi

Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar


Bledder neck dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang
dewasa kira-kira 20 gram dengan ukuran rata-rata : panjang 3,4 cm, lebar 4,4 cm,
tebal 2,6 cm. Secara embriologis terdiri dari 5 lobus yaitu lobus medius 1 buah,
lobus anterior 1 buah, lobus posterior 1 buah, lobus lateral 2 buah. Selama
perkembangannya lobus medius, lobus anterior dan lobus posterior akan menjadi
satu disebut lobus medius. Pada penampang lobus medius kadang-kadang tidak
tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak homogen berwarna abu-abu,
dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat.

Pada potongan melintang uretra pada posterior kelenjar prostat terdiri dari:

a. Kapsul anatomis.

Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler.
Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian :

1) Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya.


2) Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut juga
sebagai adenomatus zone.
3) Di sekitar uretra disebut periuretral gland. Saluran keluar dari ketiga
kelenjar tersebut bersama dengan saluran dari vesika seminalis bersatu
membentuk duktus ejakulatoris komunis yang bermuara ke dalam uretra.
Menurut Mc Neal, prostat dibagi atas : zona perifer, zona sentral, zona
transisional, segmen anterior dan zona spingter preprostat. Prostat normal
terdiri dari 50 lobulus kelenjar. Duktus kelenjar-kelenjar prostat ini lebih
kurang 20 buah, secara terpisah bermuara pada uretra prostatika, dibagian
lateral verumontanum, kelenjar-kelenjar ini dilapisi oleh selaput epitel
torak dan bagian basal terdapat sel-sel kuboid (Anderson, 1999).

GAMBAR ANATOMI

Gambar 1. Sistem Reproduksi Pria


Gambar 2. Pembesaran Prostat.

2. Fisiologi

Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan
pada orang dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba.
Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan
prostat masih baik. Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning
kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang
terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan,
keluar cairan seperti susu. Apabila jaringan fibromuskuler yang bertambah
tonjolan berwarna abu-abu padat dan tidak mengeluarkan cairan sehingga batas
tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra
menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra,
tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan
kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan (Brunner &
Suddarth, 2002).

C. Etiologi/Predisposisi

Menurut Alam tahun 2004 penyebab pembesaran kelenjar prostat belum diketahui
secara pasti, tetapi hingga saat ini dianggap berhubungan dengan proses penuaan yang
mengakibatkan penurunan kadar hormone pria, terutama testosteron. Para ahli
berpendapat bahwa dihidrotestosteron yang mamacu pertumbuhan prostat seperti yang
terjadi pada masa pubertas adalah penyebab terjadinya pembesaran kelenjar prostat. Hal
lain yang dikaitkan dengan gangguan ini adalah stres kronis, pola makan tinggi lemak,
tidak aktif olahraga dan seksual.

Selain itu testis menghasilkan beberapa hormon seks pria, yang secara
keseluruhan dinamakan androgen. Hormon tersebut mencakup testosteron,
dihidrotestosteron, dan androstenesdion. Testosteron sebagian besar dikonversikan oleh
enzim 5-alfa- reduktase menjadi dihidrotestosteron yang lebih aktif secara fisiologis di
jaringan sasaran sebagai pengatur fungsi ereksi. Tugas lain dari testosteron adalah pemicu
libido, pertumbuhan otot dan mengatur doposit kalsium di tulang.

Penurunan kadar testosteron telah diketahui sebagai penyebab dari penurunan


libida, massa otot, melemahnya otot pada organ seksual dan kesulitan ereksi. Selain itu
kadar testosteron yang rendah juga dapat menyebabkan masalah lain yang tidak segera
terlihat, yaitu pembesaran kelenjar prostat.

Dalam keadaan stres, tubuh memproduksi lebih banyak steroid stres (karsitol)
yang dapat menggeser produksi DHEA (dehidroepianandrosteron). DHEA berfungsi
mempertahankan kadar hormon seks yang normal, termasuk testosteron. Stres kronis
menyebabkan penuaan dini dan penurunan fungsi testis pria. Kolesterol tinggi juga dapat
mengganggu keseimbangan hormonal dan menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.

Faktor lain adalah nikotin dan konitin ( produk pemecahan nikotin) yang
meningkatkan aktifitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan penurunan kadar
testosteron. Begitu pula toksin lingkungan (zat kimia yang banyak digunakan sebagai
pestisida, deterjen atau limbah pabrik) dapat merusak fungsi reproduksi pria.

D. Patofisiologi

Menurut Purnomo 2011 pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen


uretra prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan
tekanan intravesikal. Untuk mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat
guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan
anatomik buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula,
sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada bulu-buli tersebut, oleh pasien
disarankan sebagai keluhkan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract
symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus.

Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko ureter.
Keadaan keadaan ini jIka berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.

Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak hanya


disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga
disebabkan oleh tonus otot polos yang pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos
pada leher buli-buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari
nervus pudendus.

Menurut Mansjoer tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan


sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap
awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat
meningkat, serta otot detrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau
divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan
berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak
mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urin yang selanjutnya dapat
menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.

E. Manifestasi Klinis

1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah :

a. Obstruksi :

1) Hesistensi (harus menggunakan waktu lama bila mau miksi)


2) Pancaran miksi lemah
3) Intermitten (miksi terputus)
4) Miksi tidak puas
5) Terminal dribbling (menetes setelah miksi)
b. Iritasi :

 Frekuensi

 Nokturia

 Disuria

 Urgensi

Dengan pemeriksaan colok dubur, dapat memberi kesan keadaan tonus spingter
anus, kelainan yang berada di mukosa rectum dan pembengkakan dalam rectum
dan prostat. Pada pemeriksaan ini harus diperhatikan konsistensi prostat (pada
hiperplasi : kenyal) apakah simetris, adakah nodul pada prostat, apakah batas atas
teraba. Colok dubur cukup baik untuk mengetahui adanya keganasan prostat. Pada
karsinoma prostat, prostat teraba keras atau teraba benjolan yang konsistensinya
lebih keras dari sekitarnya atau letaknya asimetris dengan bagian yang lebih
keras.

Untuk menilai secara obyektif keluhan saluran kemih bagian bawah, digunakan
skor IPSS (International Prostate Symptom Score).
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas

Nyeri pinggang, demam (infeksi), hidronefrosis.

3. Gejala di luar saluran kemih :

Keluhan pada penyakit hernia/hemoroid sering mengikuti penyakit hipertropi


prostat. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi
sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra-abdominal (Sjamsuhidayat,
2004). Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat
Hipertroplasi:

a. Sering buang air kecil dan tidak sanggup menahan buang iar kecil, sulit
mengeluarkan atau menghentikan urin. Mungkin juga urin yang keluar
hanya merupakan tetesan belaka.
b. Sering terbangun waktu tidur di malam hari, karena keinginan buang air
kecil yang berulang-ulang.
c. Pancaran atau lajunya urin lemah
d. Kandung kemih terasa penuh dan ingin buang iar kecil lagi
e. Pada beberapa kasus, timbul rasa nyeri berat pada perut akibat tertahannya
urin atau menahan buang air kecil (Alam, 2004).

Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan, anoreksia,


mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik (Brunner & Suddarth,
2002).

Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu:

 Derajat 1 :
Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (digital rectal
examination) atau colok dubur ditemukan penonjolan prostat dan
sisa urine kurang dari 50 ml.
 Derajat 2 :
Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih
menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml
tetapi kurang dari 100 ml.
 Derajat 3 :
Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa
urin lebih dari 100 ml.
 Derajat 4 :
Apabila sudah terjadi retensi total.

F. Komplikasi

Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi (meskipun


prostatektomi perineal dapat menyebabkan impotensi akibat kerusakan saraf pudendal
yang tidak dapat dihindari). Pada kebanyakan kasus, aktivitas seksual dapat dilakukan
kembali dalam 6 sampai 8 minggu, karena saat ini fossa prostatik telah sembuh. Setelah
ejakulasi, maka cairan seminal mengalir ke dalam kandung kemih dan diekskresikan
bersama urin (Brunner & Suddarth, 2002). Apabila buli-buli menjadi dekompensasi, akan
terjadi retensio urin. Karena produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli
tidak mampu lagi menampung urin sehinnga tekanan intravesika meningkat, dapat timbul
hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal (Mansjoer, 2000).

G. Penatalaksanaan

1. Modalitas terapi BPH adalah :

a. Observasi yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3-6 bulan kemudian
setiap tahun tergantung keadaan klien.
b. Medikamentosa : terapi ini diindikasikan pada BPH dengan Keluhan ringan,
sedang, sedang dan berat tanpa disertai penyulit. Obat yang digunakan berasal
dari phitoterapi (misalnya : Hipoxis rosperi, serenoa repens, dll), gelombang
alfa blocker dan golongan supresor androgen.

2. Indikasi pembedahan pada BPH adalah :

a. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut (100 ml).
b. Klien dengan residual urin yaitu urine masih tersisa di kandung kemih setelah
klien buang air kecil > 100 Ml.
c. Klien dengan penyulit yaitu klien dengan gangguan system perkemihan
seperti retensi urine atau oliguria.
d. Terapi medikamentosa tidak berhasil.
e. Flowcytometri menunjukkan pola obstruktif.
Pembedahan dapat dilakukan dengan :

1) TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat).

a) Jaringan abnormal diangkat melalui rektroskop yang dimasukan melalui


uretra.
b) Tidak dibutuhkan balutan setelah operasi.
c) Dibutuhkan kateter foley setelah operasi.

2) Prostatektomi Suprapubis

a) Penyayatan perut bagian bawah dibuat melalui leher kandung kemih.


b) Diperlukan perban luka, drainase, kateter foley, dan kateter suprapubis setelah
operasi.

3) Prostatektomi Neuropubis

a) Penyayatan dibuat pada perut bagian bawah.


b) Tidak ada penyayatan pada kandung kemih.
c) Diperlukan balutan luka, kateter foley, dan drainase.

4) Prostatektomi Perineal

a) Penyayatan dilakukan diantara skrotum dan anus.


b) Digunakan jika diperlukan prostatektomi radikal.
c) Vasektomi biasanya dikakukan sebagai pencegahan epididimistis.
d) Persiapan buang hajat diperlukan sebelum operasi (pembersihan perut, enema,
diet rendah sisa dan antibiotik).
e) Setelah operasi balutan perineal dan pengeringan luka (drainase) diletakan
pada tempatnya kemudian dibutuhkan rendam duduk. Pada TURP,
prostatektomi suprapubis dan retropubis, efek sampingnya dapat meliputi:
1. Inkotenensi urinarius temporer
2. Pengosongan urine yang keruh setelah hubungan intim dan
kemandulan sementara (jumlah sperma sedikit) disebabkan oleh
ejakulasi dini kedalam kandung kemih.

H. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

Analisis urine dan pemeriksaan mikroskopis urin penting untuk melihat


adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi. Bila terdapat hematuria, harus
diperhitungkan etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi
saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuria. Elektrolit,
kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dan fungsi ginjal dan
status metabolik. Pemeriksaan Prostat Specific Antigen (PSA) dilakukan sebagai
dasar penentuan perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai
SPA < 4mg / ml tidak perlu biopsy. Sedangkan bila nilai SPA 4–10 mg / ml,
hitunglah Prostat Spesific Antigen Density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi
dengan volume prostat. Bila PSAD > 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsi
prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 mg/ml.

b. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen, pielografi


intravena, USG dan sitoskopi. Dengan tujuan untuk memperkirakan volume BPH,
menentukan derajat disfungsi buli–buli dan volume residu urine, mencari kelainan
patologi lain, baik yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan dengan
BPH.

Dari semua jenis pemeriksaan dapat dilihat:

1) Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada batu traktus urinarius,
pembesaran ginjal atau buli – buli.
2) Dari urografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal,
hidronefrosis dan hidroureter, fish hook appearance (gambaran ureter
belok–belok di vesika)
3) Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa masa ginjal,
mendeteksi residu urine, batu ginjal, diverticulum atau tumor buli –
buli (Mansjoer, 2000).

c. Pemeriksaan Diagnostik

1) Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap/terang, penampilan keruh,


Ph: 7 atau lebih besar, bacteria.
2) Kultur Urine : adanya staphylokokus aureus, proteus, klebsiella, pseudomonas, e.
coli.
3) BUN/kreatinin : meningkat.
4) UIV : menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih dan adanya
pembesaran prostat, penebalan otot abnormal kandung kemih.
5) Sistogram : suatu gambaran rontgen dari kandung kemih yang diperoleh melalui
urografi intravena.
6) Sistouretrografi berkemih : sebagai ganti UIV untuk menvisualisasi kandung
kemih dan uretra dengan menggunakan bahan kontras lokal.
7) Sistouretroscopy : untuk menggambarkan derajat pembesaran prostat dan
kandung kemih.
8) Transrectal ultrasonografi : mengetahui pembesaran prosat, mengukur sisa urine
dan keadaan patologi seperti tumor atau batu (Sjamsuhidayat, 2004)

Anda mungkin juga menyukai