Imran N. Hosein
Email : inhosein@hotmail.com
Web : http://imranhosein.org
Daftar Isi
Pengantar
Pendahuluan
Bab 1
Bab 2
Saudi-Wahabi
Perang Dunia Pertama dan Pembubaran Khilafah Utsmaniyah
Nasionalis Turki dan Khilafah
Tanggapan Universitas Al Azhar tentang Kehancuran Khilafah
Utsmaniyah
Bab 3
Bab 4
Pengantar
ketidakberdayaan
kita.
Sebagai
akibatnya,
mereka
mungkin,
membawa buku ini dengan serius dan menolak mengharapkan aksi protes
dari
dunia Muslim!
I.N.H
Masjid Dar al-Quran
November 1996. Jumadi al-Thani 1417
Pendahuluan
Salah satu karakter utama agama Islam adalah keteguhan, yang mana
ketika seseorang megakui Allah SWT sebagai yang paling berdaulat (alMalik) maka mereka harus memastikan Negara beserta lembaganya tunduk
pada kewenangan tertinggi dan hukum tertinggi milik Allah. Jika negara
diakui sebagai berdaulat dibandingkan Allah, berarti itu adalah inti dari
sekularisme, Islam menyebutnya sebagai perbuatan Syirik (penghujatan)
dan itu adalah dosa terbesar.
Secara universal di seluruh dunia saat ini, Negara sekuler modern
diakui sebagai yang berdaulat. Kewenangannya diakui sebagai yang
tertinggi, serta juga hukumnya. Dan, umat manusia di seluruh dunia saat ini
dipenuhi
oleh
Syirik
(penghujatan)
politik
yang
universal.
Pada
kenyataannya, saat ini salah satu tanda utama bahwa kita sekarang hidup di
zamannya Dajjal, Mesiah palsu atau Anti-Kristen, yang menipu manusia agar
menyembah selain Allah SWT. Dialah Dajjal, dalang di balik tatanan dunia
saat ini yang mana Hadits menyebutkan bahwa 999 dari 1000 orang di akhir
zaman akan masuk ke dalam api neraka. Tapi bahkan Muslim pun tampaknya
tidak menyadari hal ini.
Sejak Muslim mengakui Allah sebagai yang paling berdaulat, Muslim
tidak
pernah
Pemerintah,
mengakui
dll,
Konstitusi,
sebagai
yang
Parlemen,
paling
Mahkamah
berdaulat.
Tertinggi,
Kedaulatan
Allah
kepala
Jamaah
atau
komunitas
Muslim.
Mereka
(penduduk)
wilayah yang ditetapkan Darul Islam. Hal tersebut ditetapkan karena Amir
memiliki kebebasan dan kewenangan untuk menegakkan hukum suci Allah di
wilayah tersebut.
Peradaban Kristen-Eropa dulunya juga mengakui kedaulatan tuhan.
Bagaimanapun, dalam peradaban tersebut, Gereja diakui sebagai wakil
Tuhan di bumi, dan dengan demikian Negara tunduk kepada Gereja.
Tapi Eropa mengalami konflik antara agama dan Negara yang
mengakibatkan kekalahan pada pihak Gereja. Konsekuensinya adalah Eropa
mengalami transformasi revolusi di setiap dasar-dasar peradaban hingga
menjadi Negara dan politik yang sekuler. Bab terakhir dari konflik tersebut,
yang menghilangkan agama di Eropa, dan membawa peradaban yang pada
dasarnya tak bertuhan, seperti di Amerika, Perancis dan Revolusi Bolshevik.
Ranah agama berubah menjadi ibadah individu dan kelompok semata, dan
Paus serta Kristen-Eropa dikeluarkan dari perannya dalam aktivitas Negara.
Tuhan tidak lagi diakui sebagai yang paling berdaulat (al-Akbar). Sebaliknya,
manusialah yang berdaulat, dan mereka memberikan kedaulatan itu ke
dalam model sekuler baru sebuah negara. Sekarang, negaralah yang
berdaulat. Bagi Eropa itu adalah sekularisme. Dalam agama Islam, ini adalah
syirik, syirik adalah sebuah perbuatan dosa yang terbesar dari semua dosa !
Aneh
kalau
orang
Kristen
non-Eropa
tidak
berjuang
melawan
kehancuran model suci dari Negara yang diciptakan oleh para Nabi Daud as
dan Sulaiman as.
Peradaban Eropa yang tak bertuhan telah melancarkan perang salib
untuk merubah seluruh dunia dan membentuk kembali model Eropa baru
menjadi Negara sekuler dan masyarakat yang tak bertuhan. Seluruh dunia
dijajah atau kebebasan hakikinya direnggut. Dan begitu juga dunia nonEropa, dan pada akhirnya dengan cepat merubahnya menjadi sekuler dan
masyarakat yang tak bertuhan. Termasuk dunia Islam. Bahkan dunia Islam
menjadi target khusus peradaban Eropa tak bertuhan.
kedaulatan
Saudi
seperti
itu.
Seharusnya
tidak
ada
Negara
Arab
Saudi
mengakibatkan
pengingkaran
dan
dunia
Islam sebenarnya
telah
kembali, dalam
Negara Yahudi Israel bisa melakukannya kapan saja. Ini hanya persoalan
kapan waktu yang tepat. Saat ini, rezim Saudi dengan liciknya ditarik ke
posisi
non-reversibel
yang
berhadap-hadapan
dengan
Negara
Yahudi.
yang
kemungkinan
besar
akan
mengarahkan
Saudi
untuk
Bab 1
Diplomasi Inggris dan Serangan Terhadap Khilafah
Allah SWT mengirim agama Islam yang telah sempurna melalui Nabi
Muhammad saw agar bisa mendirikan keagungan agama Islam. Terlebih
dahulu harus memperoleh pengakuan dari umat, atas keagungan Islam baik
itu dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan umat Islam.
Departemen Khilafah berfungsi sebagai simbol utama Islam sebagai
kekuatan yang dominan di kehidupan masyarakat. Tanpa Khilafah, dunia
Islam
tidak
akan
memiliki
kekuatan.
Bagaimanapun,
ada
hubungan
permanen antara Khilafah dan kekuasaan atas Haramain, yaitu daerah suci
di Mekkah dan Madinah. Barangsiapa yang berhasil memutuskan hubungan
itu, mereka akan bisa melumpuhkan lembaga Khilafah, dan pada akhirnya
membuat dunia Islam tak berdaya!
Selama 1400 tahun sejarah Umat Nabi Muhammad saw, tidak satupun
yang sukses ditunjuk sebagai Khilafah, beserta proses pengangkatan yang
diabsahkan oleh Baiat (Sumpah Setia), tanpa orang tersebut benar-benar
menguasai atau mengendalikan Hijaz dan Haramain khususnya. Kedudukan
Khilafah dan otoritas atas
dari Hijaz ke Kufa (Irak), Damaskus, Baghdad, Kairo dan bahkan Istanbul,
Khalifah selalu menaruh perhatian untuk mempertahankan otoritas dan
kuasa atas Hijaz. Pada dasarnya hal ini dilakukan terus-menerus hingga
berakhirnya kejayaan Kekaisaran Utsmaniyah dalam Perang Dunia Pertama.
Kini
musuh-musuh
Islam
berhasil
mempelajari
dan
memahami
yang
ditunjuk
Utsmaniyah
untuk
Mekkah
yang
Inggris
agar
memberontak
terhadap
Khalifah
Utsmaniyah
dan
mendirikan
kekuasaan
sendiri
atas
Hijaz
dibawah
persekutuan
dan
perlindungan Inggris.
Tahun 1916, ketika Perang Dunia 1 sedang berlangsung, Khalifah
Utsmaniyah kehilangan kekuasaan atas Mekkah dan Jeddah, yaitu, Hijaz
bagian bawah. Kekuasaannya atas Madinah dipertahankan selama perang
dan berakhir pada tahun 1919 ketika tentara Utsmaniyah yang ada di
Madinah dipengaruhi agar memberontak terhadap pemimpin (Panglima)
heroik mereka, Fakhri Pasha. <1>
Setelah Khalifah kehilangan kekuasaan atas Hijaz, Khilafah yang
berpusat di Istanbul benar-benar menjadi lumpuh hingga akhirnya runtuh
sepenuhnya. Dan ini benar-benar keberhasilan yang luar biasa bagi
diplomasi Inggrgis. Melemahnya Khilafah menggoyahkan seluruh Kekaisaran
Islam Utsmaniyah. Pada akhirnya benar-benar runtuh. Tahun 1919 pasukan
Inggris, dibawah pimpinan Jendral Allenby, menduduki Yerusalem. Hal
tersebut betapa penting setelah Allenby memasuki Kota Suci, menyatakan
bahwa Perang salib akhirnya berakhir juga. Jika ada keraguan apapun
tentang bahaya ekstrim terhadap Islam yang dilakukan diplomasi Inggris di
Semenanjung Arab, seharusnya pernyataan Allenby ini bisa membuat
keraguan itu berakhir.
Apa yang dimaksud Allenby adalah bahwa Islam sekarang ibarat
harimau tanpa gigi. Takdirnya menjadi tak berdaya secara permanen, oleh
karena itu, dunia Islam saat itu tidak mampu merespons hilangnya
Yerusalem seperti Salahuddin Ayyubi (Saladin) yang langsung meresponsnya
ketika Yerusalem diduduki Tentara Salib.
Beberapa orang Arab telah bertempur bersama Allenby untuk merebut
Yerusalem dari kekuasaan Khalifah Utsmaniyah. Orang-orang Arab tersebut
sekarang menunggu untuk memusnahkan bangkai yang tersisa akibat
kemenangan Inggris atas Istanbul. Mereka mengidamkan kekuasaan lokal
atas Hijaz, tapi masih perlu waktu dan melihat apakah Khalifah Utsmaniyah
dengan
pengkhianatan
mereka
terhadap
pemerintahan
Islam
Utsmaniyah.
Pada tanggal 7 Maret 1924, Syarif Hussein terlebih dahulu mengklaim
dirinya sebagai Khilafah. Mandat yang paling penting adalah karena ia
menguasai Hijaz melalui de facto. Ia juga bangga karena menjadi Hashemit,
yaitu, tergolong klan yang sama dengan Bani Hasyim, dari suku Quraisy
yang
juga
klan
dipertimbangkan
Nabi
Ulama
saw
sendiri.
hingga
Bahkan
Pemimpin
dengan
Qadhi
dari
begitu
Yordan
berat
segera
yang
lain,
yang
diragukan
oleh
rakyat
Muslim,
Haramain
dari
kekuasaan
Khalifah.
Ini
maksudnya
untuk
diplomasi
yang
terintegrasi
tersebut
adalah
untuk
Inggris
sebagai
imbalan
atas
sikap
netralnya
tentang
wilayah yang dikuasai oleh aliansi, urusan agama akan tunduk pada otoritas
keturunan pemimpin keagamaan. Akibatnya hal tersebut tak dapat dihindari
bahwa Saudi Najd akan berada di bawah tekanan Wahabi untuk berusaha
menguasai jantung-negeri Islam (Hijaz) dengan persepsi keimanan Wahabi.
Inggris sangat senang memberikan lampu hijau kepada Ibn Saud untuk
menggerakkan pasukannya menyerang Hussein selama 4 hari setelah
Hashemit (Bani Hasyim) mengklaim dirinya sebagai Khilafah. Ibn Saud tidak
sabar untuk melawan Hussein, hal yang aneh, baik itu kekuasaan Yahudi di
Yerusalem dan Wahabi di Hijaz, menghadapi ancaman serupa. Yaitu,
kekuasaan tersebut tidak akan bertahan jika dunia Islam masih memiliki
seorang Khalifah.
Dengan mendukung Ibn Saud, Inggris kini bisa memastikan bahwa
Khilafah tidak akan pernah bisa ditegakkan kembali selama Saudi-Wahabi
menguasai Hijaz. Inggris lebih jauh memperhitungkannya kalau tanpa
Khilafah, Tatanan Dunia Islam tidak akan bisa bertahan dan dunia Islam
begitu lemah hingga tidak akan pernah bisa memobilisasi pasukannya dan
mencegah pendirian Negara Yahudi Israel. Inggris juga tahu bahwa Wahabi
sendiri tidak pernah bisa mengklaim Khilafah karena pemimpinnya yang
Wahabi tidak akan bisa diterima mayoritas Muslim di seluruh dunia. Dengan
menarik dukungan dari Hussein dan mendukung Ibn Saud, sebenarnya
Inggris terus menyerang tanpa henti terhadap Khilafah dan Tatanan Dunia
Islam yang teosentris.
Dalam beberapa bulan Ibn Saud mampu menaklukkan Mekkah, dan
Hussein melarikan diri ke Jeddah. Inggris akhirnya turun tangan untuk
memindahkannya secara fisik dari semenanjung dengan menawarkannya
pengasingan yang nyaman di Siprus. Dan dengan segera, Madinah dan
Jeddah juga berada di bawah kekuasaan Wahabi-Saudi.
Namun, lebih dari 1 abad sebelumnya, aliansi Saudi-Wahabi telah
berhasil mempertahankan Taif dan Mekkah dan disana terjadi permandian-
yang
melakukan
dosa
Syirik),
dan
sebagai
akibatnya,
itu,
Ibn
Sad
menikmati
persahabatan
dengan
Inggris
yang
melindunginya, the super-power of day. Oleh karena itu, tidak ada lagi
kemungkinan
apapun
untuk
mencabut
kekuasaan
Saudi-Wahabi
dari
Ibn
Saud
menguasai
Hijaz
dengan
aman,
ia
masih
yang
penting
ini
sepenuhnya
konsisten
dengan
ketentuan Tatanan Dunia Islam. Hijaz tetap Darul Islam yang didirikan Rasul
saw. Belum ada tanda apapun Negara Arab akan mengklaim Kedaulatan
Teritorial di Hijaz. Hak-hak Muslim di wilayah Darul Islam secara terbuka
diakui dan dihormati.
Namun sayangnya, perhatian demi kesatuan dunia Islam dan deklarasi
yang kuat terkait status Hijaz tidak mewakili desain Saudi-Wahabi yang
sebenarnya.
Itu
hanyalah
politik
pencitraan
dan
dirancang
untuk
memperpanjang
setiap
kemungkinan
kerjasama
dan
harus
Dunia Islam (Darul Islam) dan Konsepsi Islam akan Tatanan Internasional
yang bisa meyakinkan dunia Islam yang skeptis (ragu-ragu).
Di sisi lain, mereka yang mengorganisir Kongres Mekkah, tidak
bersedia untuk tetap setia kepada Tatanan Dunia Islam beserta Khilafah,
Darul Islam dan lainnya, dikarenakan kepentingan pribadi. Sebaliknya
mereka memilih menerima sistem tandingan organisasi politik yang telah
muncul di peradaban barat modern dan dimana juga telah menembus takhta
khilafah Utsmaniyah (Ottoman), - yaitu sistem Negara-bangsa sekuler. Dan
mereka
membingungkan
dan
semu
dari
cendekiawan
Islam
modern
merekonstruksi Tatanan Dunia Islam yang baru di atas fondasi sekuler sistem
Negara-bangsa.
Apa yang muncul dari upaya tersebut merupakan tujuan dari
Islamisasi dan pembentukan Negara Islam dalam sisten Negara-bangsa.
Tapi keduanya adalah tujuan yang sia sia, dan tidak mungkin dapat dicapai
tanpa terlebih dahulu membongkar beberapa alat penting dari Negarabangsa, - yang merupakan kelangsungan hidupnya sebagai lembaga sekuler.
diri
sampai
Ijtihad
(pemikiran
independen)
untuk
Bab 2
Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah dan Bangkitnya
Negara Wahabi Saudi
kekuatan
muslim
terbesar
dan
Khilafah
kontemporer,
hingga
saat-saat
terakhir,
kepemimpinan
Utsmaniyah
belum
memutuskan apakah akan masuk ke dalam perang atau tidak, dan jika
demikian, di satu sisi yang mendukungnya, pasti ada alasan tentang
kemungkinan permainan Zionis-Inggris dalam urusan tersebut.
Para pimpinan Yahudi-Zionis telah gagal mencapai kesepakatan
dengan Khalifah terhadap kekuasaan Yahudi atas Yerusalem. Bahkan mereka
mencoba untuk membeli tanah suci. Inggris telah mendukung upaya YahudiZionis ini.
Diantara tujuan besar politik dan militer Inggris dalam perang adalah
menaklukkan kekuatan Islam sebagai salah satu kekuatan terbesar di dunia,
penaklukkan Yerusalem, dan penciptaan tanah air Yahudi di Palestina yang
akan terus menerus mengacaukankan dan mengawasi Muslim Timur Tengah
demi kepentingan Barat.
Muslim
untuk
perang.
Sehubungan
dengan
ini,
Sheikh
Islam
1914
memerintahkan
Bagaimanapun,
yang
semua
dikeluarkan
Muslim
diplomasi
Negara
untuk
Inggris
Islam
berperang
berhasil
Utsmaniyah,
melawan
meningkatkan
dan
Sekutu.
dan
menindaklanjuti
keberhasilan
mereka
di
Hijaz
dengan
Maghrib dan wilayah lainnya, baik itu Muslim Arab maupun non-Arab
melawan
saudara
mereka
Muslim
Turki.
Akibatnya
Kekaisaran
Islam
Utsmaniyah tidak hanya dikalahkan tetapi juga fondasi Islam universal turut
hancur.
Dari abu kekalahan Utsmaniyah pada perang dunia pertama, pasukan
nasionalis Turki, yang dipimpin Mustafa Kemal, bertempur perang setelah
perang dengan keberanian, kecemerlangan dan tekad bahwa kekuatan
Eropa telah menurun, dan tertahan dari intervensi opini publik domestik
mereka sendiri, tidak ada yang bisa dilakukan untuk mencegah Turki dalam
kekalahan melawan Yunani dan dalam memenangkan kemerdekaan Turki.
Perjanjian Lausanne, yang ditanda tangani pada tahun 1924, mendapat
pengakuan internasional atas kemenangan Turki dalam pertempuran.
Nasionalis Turki dan Khilafah
Kekuatan nasionalis Turki secara konstan telah berada dalam konflik
dengan Khalifah-Sultan selama 50 tahun lebih, yang berjuang untuk
membatasi
kekuasaannya
melalui
tatanan
konstitusional
yang
akan
bebas
dari
ikatan
dunia
Islam.
Dan
dengan cepat
mereka
mentransformasi tatanan politik mereka dari model lama Darul Islam, atau
Tatanan Dunia Islam, menjadi model barat negara sekuler modern, Republik
Turki.
Transformasi tersebut, menciptakan ketentuan yang mana harus ada
beberapa pemisahan antara gereja/masjid dan negara inilah setiap
landasan dalam model barat. <5> Majelis Nasional Turki yang baru, dan
dengan model yang juga baru, menunjuk Abdul Mageed sebagai Khalifah
tahun 1922 yang setara dengan kepala Masjid. Dengan kata lain, makna
Khilafah berangsur-angsur hilang dan kehilangan kendali terhadap urusan
duniawi yang berada dalam kendali Negara.
Dan itu masih belum cukup untuk memecah lingkungan Islam Turki
yang hanya dengan model baru tersebut. Tidak, masih belum, kemungkinan
mereka akan melakukannya terhadap Islam dengan apa telah dilakukan
Eropa terhadap Kristen setelah menghancurkan Kekaisaran Romawi Suci.
Khalifah tidaklah bisa disetarakan dengan Paus. <6> Tidak akan ada
akomodasi sekulerisme politik dalam sistem Islam sebab Islam tidak
mengakui pemisahan antara Masjid dan Negara. Memang tidak ada hal ini
dalam Islam.
Dengan cepat model baru dari negara-negara sekuler menjadi jelas
terlihat meskipun lembaga Khilafah masih ada. Juga muncul tanda-tanda
(seperti Gerakan Khilafah di India), musuh-musuh Republik Kemalis yang
mungkin berusaha menggunakan Khalifah untuk mengacaukan Republik dan
akhirnya melenyapkan Mustaafa Kemal. Kekuatan nasionalis Turki dengan
cepat
dan
jelas
memahami
bahwa
Negara
di
Lingkungan
Islam
dihentikan.
Departemen
Khilafah
dububarkan,
sebab
pada
dasarnya Khilafah terdiri dalam arti dan makna dari kata-kata Pemerintah
(Hukumah) dan Republik (Jumhuriyah). <7>
ke-14
tanpa
Khilafah.
Memang,
begitu
jelas
dan
permanen
hebat
seperti
Dr.
Muhammad
Iqbal,
tampaknya
tidak
mampu
yang
mana
sama
artinya
dengan
Imamah,
merupakan
adalah
pemerintahan Umat.
untuk
mengawasi
kepentingan
millah
dan
pengangkatan
pertama
Abdul
Majid
menjadi
Khalifah
yang
setiap
mempertimbangkan
masyarakat
di
atas
bahu
Muslim
siapa
harus
Khilafah
diundang,
Islam
untuk
seharusnya
ditempatkan.
Hal ini kemudian menjadi tanggapan serius pertama dari dunia Islam
terhadap pembubaran Khilafah Ottoman. Tapi penting untuk dicatat bahwa
usulan tersebut menggambarkan permulaan yang berarti dari tingkah laku
politik tradisional dalam model Islam ortodoks. Bahkan salah satunya
mungkin menggambarkan peristiwa tersebut sebagai bidah. Ulama Al Azhar
mengusulkan
untuk
menggunakan
Kongress
Islam,
meskipun
dengan
Bab 3
Konferensi Khilafah, Kairo Mei 1926
Agenda
Kongres Khilafah, yang akhirnya diadakan di Kairo pada bulan Mei
1926, dengan agenda sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
memutuskan
perlu
untuk
menunjuk
sebuah
aktivitas akademis semata, pertemuan tanpa ada kekuatan yang nyata dan
tidak mungkin menawarkan bantuan perlindungan kepada mereka. Tapi
mereka tidak hadir karena ada kongress tandingan yang diatur oleh salah
seorang yang memiliki kekuatan yang sesungguhnya, Abdul Aziz ibn Saud.
Pada kenyataannya, dia takut akan munculnya kembali Khilafah sejak dia
menguasai kota suci Mekkah dan Madinah untuk kerajaan pribadinya.
Pada akhirnya, diantara delegasi yang hadir di Kairo, kepala Tarekat
Sanusi (Sufi), Al-Sayyed Idris al-Sanusi, ditunjuk sebagai Amir dari Barka dan
Tripoli. Ada rumor kemungkinan kuat dialah yang terpilih sebagai Khalifah
jika Kongress memutuskan untuk memilih salah satunya. <13>
Sesi Kongress
Kongres diselenggarakan dalam 4 sesi pada tanggal 13, 15, 18 dam 19
Mei 1926. Pada sesi pertama, Komite Pertama ditunjuk untuk mengkaji
proposal
sebelum
mengadakan
Kongress.
Komite
dengan
segera
diskusi
dan
keputusan
berdasarkan
laporan-laporan
tersebut
membentuk inti dari kegiatan Kongress. Dan kita akan mnganalisa laporan
tersebut.
Komite Kedua
Dalam merumuskan institusi Khilafah, Komite Kedua mengandalkan
tulisan-tulisan otoritatif ulama seperti al-Mawardi, Ibn Khaldun dan yang
lainnya. Terutama, mereka menekankan keutamaan fakta bahwa Khalifah
harus menggabungkan kedudukan duniawi juga kepemimpinan agama.
Kedua, hanya ada satu Khalifah pada satu waktu, antara lain, peran lembaga
Khilafah dalam menyatukan Umat. <15>
Pertanyaan kedua yang diberikan di hadapan Komite tersebut (apakah
Khilafah menjadi sebuah keharusan dalam Islam ?), paling tidak, sesuatu
yang sangat tidak masuk akal. Sebuah lembaga yang selalu menjadi sangat
penting bagi pemerintahan Muslim Sunni dan telah ada sejak meninggalnya
Nabi Muhammad saw. Dalam seluruh sejarah Umat yang tidak hanya hidup
dengan
Khilfah,
tapi
juga
tidak
pernah
menganggap
secara
serius
Sehubungan
dengan
pertanyaan
ketiga
(Bagaimana
caranya
Tahlibi Effendi :
saya tidak menganjurkan satupun doktrin baru ataupun ijtihad. Apa yang
saya minta adalah pendapat anda. Jika anda menegaskan prinsip-prinsip
yang tidak berpengaruh dari penerapannya di zaman kita, apakah akan
terealisasikan ?
Sheikh al-Zawahiri :
hal
ini
berbahaya
bagi
Islam
untuk
mempertanyakan
tentang
penerapannya, pada satu zaman dari pada zaman yang lain, tentang
kecenderungan akan Syariah. Kami merasa bahwa penerapan prinsi-prinsip
umum agama tersebut selayaknya menjadi perihal tanpa pengecualian, dan
kami menganggap bahwa tidak ada kondisi untuk membentuk kondisi baru
dalam menghormati tuntutan zaman. <19>
Tentu saja, Syeikh al-Zamahiri sangat dibenarkan bersikeras bahwa
Syariah adalah lambang hukum agama Islam, dan tidak ada revisi apapun
walaupun berbeda zaman. Syariah harus dipertahankan terlepas apakah
umat Muslim kompeten atau tidak untuk menerapkan dalam zaman tertentu.
Bagi Syeikh Zawahiri, restorasi Khilfah merupakan sebuah kewajiban agama.
Dia sangat benar !
Dan Thalibi Effendi juga benar dalam mengajukan pertanyaan, dimana
dia tidak menerima jawaban, - yakni, jika restorasi Khilafah adalah sebuah
kewajiban agama umat Islam, konsekuensi apa yang didapat umat Islam jika
mereka gagal dalam memulihkan Khilafah ?
Kekurangan yang mendasar dalam pendekatan antara Zawahiri dan
Thalibi Effendi adalah kegagalan mereka atas memperhatikan pernyataan
jelas Al-Quran yang menyatakan bahwa Allah SWT mengirim ke setiap
masyarakat agama baik itu Syariat maupun Minhaj (atau dengan cara
terbuka) <20>. Sebagai akibatnya, sebagaimana tambahan dimana Zawahiri
benar menegaskan kita harus selalu setia pada hukum agama, ada juga
untuk
masalah
tersebut
akan
menjadi
pembentukan
Tidak memerintahkan mematuhi dia (yakni, satu orang) yang berkuasa. Tapi
pernyataan diatas hanya memerlukan ketaatan pada orang-orang yang
berkuasa. Al-Quran secara eksplisit mengakui kemungkinan pluralitas
(sementara) tentang kepemimpinan Umat selama tidak ada Darul Islam.
Pada awal sejarah Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad saw, Umat
melimpahkan kekuasaan seluruh masyarakat kepada satu orang. Dulu, dan
masih, sangat penting untuk kesatuan pemerintahan Islam. Memang, itu
jauh lebih dibutuhkan, dan untuk alasan yang sama, untuk membatasi
pilihan pemimpin bagi suku Quraisy, suku Nabi saw.
Bagaimanapun juga, kepemimpinan yang satu berlangsung selama
hampir satu abad sebelum pluralitas terwujud. Maka, untuk sejarah Umat
Islam selanjutnya tidak pernah menganut kepemimpinan yang satu. Namun
demikian,
terus
berlanjut
sebagai
konstruksi
teologis
yang
harus
Berdasarkan
laporan,
departemen
Khalifah
bisa
diisi
melalui
Islam
dan
bahkan
dalam
dunia
Muslim
kontemporer,
kita
Memang,
memanfaatkan
salah
satu
kekeliruan
prasangka
ini
bahwa
berabad-abad
Ulama
paska
Sunni
banyak
teorisasi
untuk
SWT
merahmati
mereka)
dengan
sebutan
Khulafaur
Rasyidin
musyawarah
di
antara
semua
orang-orang
beriman.
Dengan
disebutkan,
yakni
pilihan
rakyat,
Komite
Kedua
gagal
membuat
studi
tentang
pemikiran
modern,
sebenarnya
tidak
Ketiga
pertimbangannya
dan
jauh
lebih
gagah
blak-blakan
berani
dan
menyimpulkan
realistis
laporannya
dalam
yang
menyatakan :
Khilafah tak mampu direalisasikan pada saat ini dalam pandangan
situasi yang dihadapi umat Muslim.<23>
Alasannya adalah :
pada awalnya belum ada lembaga orang-orang yang berkuasa secara
hukum berhak membuat janji setia (baiat).<24>
Komite Ketiga mengakui bahwa mesin klasik (ahlul halli wal-aqdi), yang
seharusnya
digunakan
dalam
menentukan
pilihan
rakyat,
tak
bisa
dari
seluruh
masyarakat
Islam
di
Kairo
dan
untuk
sejarah Islam.
Tapi barangkali yang paling menarik dari semua alasan yang diajukan
dari Komite Ketiga dalam menjelaskan ketidakmungkinan merealisasikan
Khilafah pada saat tersebut adalah fakta tentang :
seorang Khalifah, jika ditunjuk, tidak akan mampu memenuhi kewajiban
dasarnya dalam melaksanakan kekuasaan yang efektif atas Darul Islam.
Banyak bagian Darul Islam yang berada dalam kendali asing. Dan beberapa
orang yang bebas dan merdeka telah dirasuki oleh hasutan nasionalis yang
mencegah
setu
kelompok
mengakui
kepemimpinan
yang
lain,
tidak
mengizinkan pihak lain untuk ikut campur dalam urusan publiknya. <26>
lebih
dulu
membuka
Kongres
ke
publik
dan
pers,
sekarang
Bab 4
Alternatif Saudi-Wahabi yang Licik terhadap
Khilafah
1926,
diadakan
karena
pengaruh
tentang
pembubaran
Khilafah
(alasan
keberadaannya)
bagi
kekuasaan
Istana
Saud
yang
jantung
negeri
Islam
kepada
(sudut
pandang
Wahabi
dan
memberlakukan
peraturan
Bani
Hasyim
Hussein.
Dengan
mendiktenya bahwa dia harus melihat langkah apa yang akan dilakukan
Khalifah di Istanbul dalam merebut kembali Hijaz.