Anda di halaman 1dari 28

KERJASAMA

PEMERINTAH SWASTA
(KPS)
Pembiayaan KPS Infrastruktur
dan Kesesuaiannya pada KPS Sosial

aid for
development
effectiveness
secretariat

Maret 2012

KERJASAMA
PEMERINTAH SWASTA
(KPS)
Pembiayaan KPS Infrastruktur
dan Kesesuaiannya pada KPS Sosial

Maret 2012

aid for
development
effectiveness
secretariat

aid for
development
effectiveness
secretariat

RINGKASAN EKSEKUTIF

Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) memberikan kesempatan bagi sektor swasta


berpartisipasi dalam pembiayaan, desain, konstruksi serta operasional dan
pemeliharaan terhadap proyek dan program sektor publik.
Meskipun KPS yang umum terdapat dalam proyek infrastruktur transportasi dan
utilitas, KPS infrastruktur sosial seperti fasilitas kesehatan dan pendidikan,
perpustakaan dan lainya masih belum dikenal secara luas, begitu juga kenyataan
dilapangan belum banyak terealisasi.
Dengan defisit infrastruktur yang besar, baik sektor publik dan swasta perlu
mencari metode pembiayaan yang efektif dan tepat waktu dalam merancang dan
membangun infrastruktur sosial.
Pemerintah dengan berbagai instrumenya berusaha untuk menjembatani sektor
swasta untuk terlibat dalam pembangunan infrastruktur dengan menawarkan
jaminan, incentive dan financial returns atas investasi yang dilakukan.
Dalam laporan ini mekanisme KPS sosial diambil dari penerapan KPS dalam sektor
infrastruktur yang contoh penerapanya sudah dilakukan disektor jalan dan energi.
Tidak menutup kemungkinan penggunaan mekanisme KPS infrastruktur dapat
dilakukan pada proyek KPS sosial dengan melakukan penyesuaian.
KPS di sektor sosial khususnya kesehatan dan pendidikan didasarkan pada prinsip:

Kesehatan dan pendidikan adalah sektor penting dalam kegiatan


pembangunan nasional.

Manfaat utama menggunakan KPS dalam menyediakan fasilitas/jasa di sektor


pendidikan dan kesehatan meliputi:

Mengurangi pengeluaran Pemerintah (contoh: menghilangkan biaya set up


fee di muka sehingga mengurangi beban dana publik yang sudah terbatas).

KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA (KPS)


Pembiayaan KPS Infrastruktur dan Kesesuaiannya pada KPS Sosial

iii

aid for
development
effectiveness
secretariat

Meningkatkan efisiensi (contoh: mitra swasta dapat melakukan efesiensi


operasional atau manajemen yang lebih baik dalam menjalankan pelayanan
di rumah sakit atau sebagai penyedia infrastruktur).

Memanfaatkan keahlian teknis atau manajemen (contoh: pemantauan dan


evaluasi berbasis kinerja dan jenis insentif yang dikembangkan).

Memacu transfer teknologi, yang semuanya bertujuan meningkatan


kualitas.

Mengurangi atau mengalokasikan risiko lebih baik (misalnya, mitra swasta


mungkin lebih mampu mengelola resiko biaya dan overruns jadwal).

Manfaat di atas tentunya dihadapkan kepada tantangan penerapan KPS di sektor


sosial yang menjadi kendala dalam implementasinya.

Sekretariat A4DE

iv

KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA (KPS)


Pembiayaan KPS Infrastruktur dan Kesesuaiannya pada KPS Sosial

aid for
development
effectiveness
secretariat

DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF .................................................................................... iii


DAFTAR ISI .......................................................................................................

DAFTAR ISTILAH ............................................................................................... vi


DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. viii
1.

Latar Belakang ..........................................................................................

2.

Struktur Kerjasama Pemerintah Swasta dan Skema Pembiayaan Swasta


Mengadopsi Proyek Infrastruktur ............................................................. 3

3.

Pembentukan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII) ..................

3.1 Proyek KPS Pertama PT PII .....................................................................

4.

Pembentukan Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) sebagai Infrastructure


Fund .......................................................................................................... 6
4.1 Showcase Project Rel Kereta Bandara - Manggarai ...............................

4.2 Koordinasi PT SMI dengan PT PII dan Kementerian PU .........................

5.

Penerapan Skema KPS dalam Kementrian Pekerjaan Umum .....................

6.

ASEAN Infrastructure Fund ........................................................................ 11

7.

Rasionalisasi Kerjasama Pemerintah Swasta ............................................. 11

8.

Perbandingan KPS Infrastruktur dan KPS Sosial......................................... 13


8.1 Subsidi silang dan Kredibilitas Finansial ................................................. 13
8.2 Insentif bagi Sektor Swasta .................................................................... 14
8.3 Sistem Pemantauan dan Evaluasi yang Kompleks ................................. 14
8.4 Operasi dan Pemeliharaan ..................................................................... 15

9.

Kesimpulan ............................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 16

KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA (KPS)


Pembiayaan KPS Infrastruktur dan Kesesuaiannya pada KPS Sosial

aid for
development
effectiveness
secretariat

DAFTAR ISTILAH

ADB
AIF
APBN
BLU
BPJT
BUJT
GCA
GDP
Kemenpu
KPS
PPJT
PT .PII
PT. SMI
PT.IIF
SPV

Unitary Charge

VFM
WB

vi

Asian Development Bank


Asean Infrastructure Fund
Anggaran Pendapatan Belanja Negara
Badan Layanan Umum
Badan Pengelola Jalan Tol
Badan Usaha Jalan Tol
Government Contracting Agency
Gross Domestic Product
Kementrian Pekerjaan Umum
Kerjasama Pemerintah Swasta
Perjanjian Pengelolaan Jalan Tol
PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia
PT. Sarana Multi Infrastruktur Pembiayaan Infrastruktur
PT. Indonesia Infrastructure Fund Pembiayaan Infrastruktur
Special Purpuse Vehicle sebuah badan usaha yang
digunakan sebagai media untuk menjembatani kerjasama
antara Pemerintah dan swasta
Biaya satuan unit yang dikenakan dengan capaian kinerja oleh
pihak swasta yang dapat dibayarkan oleh Pemerintah apabila
sesuai dengan target pelayanan
Value for Money
World Bank

KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA (KPS)


Pembiayaan KPS Infrastruktur dan Kesesuaiannya pada KPS Sosial

aid for
development
effectiveness
secretariat

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bentuk dan Modalitas KPS .................... 1


Gambar 2. Skema Pemanfaatan Pembiayaan Infrastruktur dalam KPS .. 10

KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA (KPS)


Pembiayaan KPS Infrastruktur dan Kesesuaiannya pada KPS Sosial

vii

aid for
development
effectiveness
secretariat

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kontrak Inisiatif Swasta Keuangan dan Jenis Layanan berdasarkan


Kontrak ......................... 2
Tabel 2. Melakukan Nilai-untuk-Uang Analisis (Value for Money Analysis) 12
Tabel 3. Alternatif Pembiayaan sebagai insentif sektor swasta .. 14

viii

KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA (KPS)


Pembiayaan KPS Infrastruktur dan Kesesuaiannya pada KPS Sosial

aid for
development
effectiveness
secretariat

1.

Latar Belakang

Kerjasama Pemerintah Swata (KPS) - merupakan mekanisme pembiayaan alternatif


dalam pengadaan pelayanan publik yang telah digunakan secara luas di berbagai
negara khususnya negara maju.
KPS sering dipandang sebagai alternatif dari pembiayaan pengadaan tradisional
melalui desain, pengadaan dan konstruksi (Engineering, Procurement,
Construction) kontrak, di mana sektor publik melakukan kompetitif penawaran
untuk membuat kontrak terpisah untuk elemen desain dan konstruksi dari sebuah
proyek.
Sektor publik mempertahankan kepemilikan aset dan bertanggung jawab untuk
pembiayaan kebijakan tersebut. KPS atau memungkinkan sektor publik untuk
memanfaatkan kemampuan manajemen dan keahlian pihak swasta dan juga
meningkatkan dana tambahan untuk mendukung layanan tertentu.
Tergantung pada derajat keterlibatan swasta dan penggunaan keuangan swasta,
pengaturan pengalihan resiko dalam proyek KPS dapat bervariasi di seluruh
spektrum risk-return (Gambar 1).
Gambar 1. Bentuk dan Modalitas KPS

KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA (KPS)


Pembiayaan KPS Infrastruktur dan Kesesuaiannya pada KPS Sosial

aid for
development
effectiveness
secretariat

Sebuah contoh pengaturan KPS umum meliputi sebagai berikut:

Kontrak sektor publik untuk membeli jasa dari perusahaan swasta atas
dasar jangka panjang, seringkali 15-30 tahun.

Sesuai dengan kontrak, perusahaan membangun dan memelihara


infrastruktur untuk memberikan layanan yang dibutuhkan.

Kontrak biasanya disampaikan melalui special purpose vehicle (SPV) yang


menggunakan keuangan swasta (campuran dari ekuitas dan utang limited
recourse) untuk membiayai pekerjaan konstruksi awal.

SPV kemudian membebankan fee - sering disebut sebagai unitary charge


yang mencakup pembayaran pokok dan bunga, biaya layanan manajemen
fasilitas yang dibutuhkan, dan keuntungan ekonomi ke penyedia swasta.

Pembayaran unitary charge akan berkaitan erat terhadap kinerja kontraktor


selama masa kontrak, yaitu pembayaran menurun jika kinerja berada di
bawah standar yang diperlukan. Dengan demikian, sektor swasta menerima
insentif untuk memberikan layanan tepat waktu, sesuai anggaran, serta
memenuhi standar yang dibutuhkan.

Alokasi risiko publik dan swasta harus dipahami dan didokumentasikan


secara baik, contoh: penyedia swasta menanggung biaya overruns,
keterlambatan dan risiko layanan standar.

Tabel 1 memberikan gambaran umum terminologi dalam penerapan KPS menurut


jenis kontrak/kerjasama.
Tabel 1. Kontrak Inisiatif Swasta Keuangan dan Jenis Layanan berdasarkan Kontrak
Jenis

Uraian

DesignBuild

Sektor publik melakukan kontrak dengan swasta sebagai penyedia


tunggal untuk melakukan desain dan konstruksi. Dengan cara ini,
Pemerintah mendapatkan keuntungan dari economies of scale dan
mengalihkan resiko yang terkait dengan desain kepada sektor
swasta.

Design, Build,
Operate

Sektor publik melakukan kontrak dengan penyedia swasta untuk


merancang, membangun dan mengoperasikan aset modal. Sektor

KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA (KPS)


Pembiayaan KPS Infrastruktur dan Kesesuaiannya pada KPS Sosial

aid for
development
effectiveness
secretariat

publik tetap bertanggung jawab untuk meningkatkan modal yang


dibutuhkan dan mempertahankan kepemilikan fasilitas.
Design, Build,
Finance, Operate

Sektor publik melakukan kontrak dengan penyedia swasta untuk


merancang, membangun, membiayai dan mengoperasikan (DBFO)
aset modal. Model ini biasanya melibatkan perjanjian konsesi
jangka panjang. Sektor publik memiliki pilihan untuk
mempertahankan kepemilikan aset atau sewa aset ke sektor swasta
untuk periode waktu. Jenis pengaturan ini umumnya dikenal
sebagai inisiatif keuangan swasta (PFI).

Design, Build,
Own,
Operate

Sebuah penyedia swasta bertanggung jawab untuk semua aspek


proyek. Kepemilikan fasilitas baru ditransfer ke penyedia swasta,
baik tanpa batas waktu atau untuk jangka waktu yang tetap.
Kesepakatan jenis ini juga termasuk dalam domain dari sebuah
inisiatif keuangan swasta. Susunan ini juga dikenal sebagai
"membangun, mengoperasikan, memiliki, Transfer" atau BOOT.

2.

Struktur Kerjasama Pemerintah Swasta dan Skema Pembiayaan


Swasta Mengadopsi Proyek Infrastruktur

Proyek KPS digagas untuk mengundang lebih banyak peran dan inisiatif swasta
dalam percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Sementara dana yang
disediakan oleh APBN dipastikan tidak mampu menutupi keseluruhan biaya yang
dibutuhkan. Dengan menggandeng pihak swasta, kebutuhan dana ini diharapkan
dapat tercukupi. Pihak swasta yang tertarik ambil bagian dalam program KPS tak
perlu khawatir atas risiko yang mungkin terjadi. Melalui PT PII (Penjaminan
Infrastruktur Indonesia), Pemerintah akan menjamin keberlangsungan proyek yang
dijalankan atas tiga risiko penting investasi di sektor infrastruktur.
Pemerintah memberikan jaminan bahwa proyek KPS prioritas yang dibangun oleh
pihak swasta akan dijamin cukup untuk mengembalikan nilai investasinya yang
disebut juga sebagai resiko pengembalian atas investasi. Pemerintah juga akan
memberikan jaminan terhadap risiko politik, apabila selama masa konsesi
Pemerintah melakukan perubahan peraturan yang mengakibatkan proyek
dipandang tidak akan mampu mengembalikan investasi sesuai dengan yang
diperjanjikan, Pemerintah akan memberikan kompensasi kepada penyelenggara
proyek.
KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA (KPS)
Pembiayaan KPS Infrastruktur dan Kesesuaiannya pada KPS Sosial

aid for
development
effectiveness
secretariat

Sementara itu, risiko ketiga disebut dengan risiko terminasi. Apabila ke depan
Pemerintahan berganti, sehingga memungkinkan Pemerintah yang baru mengubah
kebijakan terkait program KPS, maka jaminan Pemerintah terhadap program yang
sudah berjalan akan tetap diberikan. Dengan cara seperti itu diharapkan swasta
bersedia membiayai proyek dalam nuansa atau kerjasama yang disebut dengan
Kemitraan PemerintahSwasta.

3.

Pembentukan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII)

Tiga risiko di atas akan memberikan dampak berupa timbulnya term contingent
liabilities atau kewajiban bersyarat bagi Pemerintah. Meskipun risiko yang dijamin
belum tentu terjadi, sebagai Penjamin yang sudah menandatangani perjanjian,
Pemerintah harus tetap memasukkan risiko kontingensi ke dalam APBN. Namun
demikian, penjaminan risiko yang langsung terekspos ke APBN berpotensi
mendorong terjadinya instabilitas jika seandainya dalam satu tahun tertentu ada
sejumlah klaim atas risiko yang harus dibayar sekaligus. Sebagai jalan keluarnya,
Pemerintah membentuk PT PII yang diharapkan juga dapat menjadi langkah
preventif untuk menghindari kemungkinan terjadinya instabilitas APBN.
PT PII dibentuk dengan modal dari Pemerintah dan selanjutnya lembaga tersebut
yang akan melakukan penjaminan terhadap tiga risiko KPS. Pemerintah tentunya,
melalui mekanisme APBN, melakukan penambahan atau penanaman modal.
Kemudian PT PII melakukan penjaminan atas nama Pemerintah. Dengan demikian
contingent liabilities di APBN menjadi berkurang. Dengan kata lain, PT PII dapat
dikatakan sebagai wadah penjamin yang memungkinkan klaim dari swasta tidak
mempengaruhi stabilitas APBN secara langsung.
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 78 Tahun 2010 tentang
Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan
Usaha yang Dilakukan melalui Badan Usaha Penjamin Infrastruktur pasal 18 ayat
1b, dalam rangka meningkatkan kredibilitas penjaminan infrastruktur, PT PII dapat
bekerja sama dengan lembaga keuangan multilateral atau pihak lain yang memiliki
maksud dan tujuan yang sejenis.
PT PII tengah menjalin kerja sama dengan WorldBank (WB) dan juga anak
perusahaannya yang bernama Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA).

KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA (KPS)


Pembiayaan KPS Infrastruktur dan Kesesuaiannya pada KPS Sosial

aid for
development
effectiveness
secretariat

Selain dengan badan tersebut, PT PII juga menggagas kerjasama dengan Asian
Development Bank (ADB).
Berbeda dengan WB, ADB hanya melakukan kerja sama penjaminan secara
langsung dan tidak membentuk anak perusahaan. Untuk kerja sama dengan World
Bank yang dilakukan adalah apabila ada penjaminan oleh PT PII, maka World Bank
memberikan stand by loan.
Sebagai BUMN yang terhitung baru dibentuk, modal PT PII masih terbatas. Secara
garis besar, fasilitas stand by loan yang diberikan oleh WB akan memungkinkan PT
PII menjamin proyekproyek bernilai lebih besar dari modal yang dimilikinya.
Contohnya, modal PT PII saat ini hanya Rp 3 triliun, akan tetapi PT PII menjamin
proyek senilai Rp 10 triliun, yang sisanya itu dijamin oleh World Bank berdasarkan
stand by loan.
Dengan mengadopsi pola ini, dapat dikatakan bahwa Pemerintah tidak berutang
kepada WB secara langsung. Jika tidak ada klaim atas risiko yang harus dibayarkan,
maka Pemerintah hanya harus membayar fee kepada WB dan biaya fee tersebut
tidak terlalu besar.
3.1 Proyek KPS Pertama PT PII
Dengan keberadaan PT PII sebagai guarantee fund, Pemerintah menerapkan
kebijakan satu pelaksana (single window policy) dalam penyediaan penjaminan
Pemerintah atas proyek-proyek kemitraan. Ini berarti bahwa semua permintaan
penjaminan Pemerintah harus terlebih dahulu melalui PT PII. Dan semua
pemeriksaan serta penilaian terkait penjaminan akan dilakukan oleh PT PII.
Keterlibatan Kementerian Keuangan dalam penyediaan penjaminan masih
dimungkinkan sepanjang kemitraan dan kerja sama dengan penyedia jaminan lain
tidak mampu menyediakan penjaminan penuh atas keputusan penjaminan yang
telah disepakati.
Saat ini PT PII tengah ambil bagian dalam pelaksanaan proyek KPS pertama berupa
pembangunan pembangkit tenaga listrik di Jawa Tengah. Nilainya mencapai sekitar
Rp30 triliun. Mengingat modal PT PII masih senilai 3 triliun, maka penjaminan

KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA (KPS)


Pembiayaan KPS Infrastruktur dan Kesesuaiannya pada KPS Sosial

aid for
development
effectiveness
secretariat

proyek tersebut sekarang dilakukan secara bersamasama antara PT PII dengan


Pemerintah.
Mekanisme penjaminan semacam ini juga dimungkinkan berdasarkan Perpes
Nomor 78 tahun 2010. Pasal 25 peraturan tersebut mengatur bahwa Menteri
Keuangan dapat memberikan penjaminan bersama dengan Badan Usaha
Penjaminan Infrastruktur dalam hal modal lembaga bersangkutan belum
mencukupi.
Untuk proyek pembangkit listrik di Jawa Tengah yang nilainya 30 triliun rupiah,
sebanyak 99% penjaminan dari dana APBN dijamin oleh Pemerintah. Hanya 1%
yang dijamin oleh PT PII dikarenakan keterbatasan modalnya. Meskipun begitu,
sebagaimana kebijakan single window policy yang disebutkan di atas, PT PII
berperan sebagai penanggung jawab utama atas setiap pemrosesan penjaminan
proyek KPS yang dilaksanakan Pemerintah. Mk

4.

Pembentukan Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) sebagai


Infrastructure Fund

Pembentukan PT SMI sebagai infrastructure fund menjadi salah satu langkah serius
Pemerintah merangkul swasta. Selain memberikan dukungan institusi, yaitu
melalui perusahaan pembiayaan dan perusahaan penjaminan infrastruktur,
Pemerintah juga membuat kerangka kerja, kebijakan, serta regulasi yang
mendukung percepatan pembangunan sarana infrastruktur.
PT SMI merupakan salah satu bentuk dukungan institusi Pemerintah untuk
mengurangi adanya ketidaksesuaian pembiayaan pembangunan infrastruktur.
Melalui PT SMI, mekanisme pembiayaan long term financing yang dapat dikatakan
identik dengan pola pembiayaan pembangunan infrastruktur diharapkan dapat
dicapai. Ini menjadi penting mengingat perbankan pada umumnya hanya
menyediakan produk atau instrumen investasi dengan tenor jangka pendek.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 75 tahun 2008 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007 tentang Penyertaan Modal Negara
Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang
Pembiayaan Infrastruktur, PT SMI antara lain memiliki visi untuk memberikan dan

KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA (KPS)


Pembiayaan KPS Infrastruktur dan Kesesuaiannya pada KPS Sosial

aid for
development
effectiveness
secretariat

mendukung percepatan pembangunan infrastruktur yang menyediakan fungsi


cathalical role. Meskipun baru berdiri pada awal tahun 2009, PT SMI tetap
berkomitmen menjalankan misinya dalam memitigasi mismatch pembiayaan
infrastruktur. PT SMI berfungsi membuat suatu industri pembiayaan infrastruktur
yang bisa menyediakan long term financing dengan dukungan dana loan dari World
Bank dan Asian Development Bank.
Menyadari adanya keterbatasan budget untuk membiayai pembangunan
infrastruktur maka dianggap perlu untuk membuat vehicle untuk menarik minat
investor swasta dalam pembiayaan infrastruktur. Dalam menghimpun dana
pembiayaan infrastruktur yang lebih besar, PT SMI menggandeng sejumlah institusi
multilateral untuk mendirikan anak perusahaan. Saat ini anak perusahaan yang
sudah beroperasi bernama PT Indonesia Infrastruktur Finance (PT IIF) agar pola
pembiayaan long term financing dapat terpenuhi. PT IIF saat ini memiliki modal
sebesar Rp1,6 triliun serta dukungan loan Rp2 triliun dari World Bank dan Asian
Development Bank (ADB) dengan tenor 25 tahun. Jangka waktu tersebut tidak bisa
ditutup oleh instrument investasi perbankan yang tenornya rata-rata hanya selama
5 hingga 7 tahun. Diharapkan dengan terbentuknya PT SMI bisa lebih fleksibel
dalam bekerjasama dengan investor
Selama tiga tahun berdirinya PT SMI, animo investor lokal maupun asing untuk
membiayai proyek-proyek infrasturktur sebenarnya sangat besar. Yang menjadi
handicap terbesar adalah kesiapan dari proyeknya itu sendiri. Terlebih jika
dihadapkan dengan konsep Public Private Partnership (PPP) atau Kemitraan
Pemerintah-Swasta (KPS). PPP merupakan proyek Pemerintah sehingga
membutuhkan government support. Tidak hanya Pemerintah Pusat, tetapi juga
Pemerintah Daerah.
Dengan adanya local otonomy (otonomi daerah) maka kekuasaan Pemerintah
Pusat semakin tersebar. Ada pro dan kontra terkait kebijakan otonomi di mana
kebijakan pusat tidak bisa serta merta di-replicate dengan kebijakan local
government. Contohnya adalah water industry di mana tarifnya diputuskan oleh
Pemerintah Daerah. Pemerintah Pusat tidak bisa mengintervensi.
Kesiapan proyek bergantung pada masingmasing PPP project owner, dalam hal ini
biasa disebut Government Contracting Agency (GCA). Sehingga bila proyek siap
KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA (KPS)
Pembiayaan KPS Infrastruktur dan Kesesuaiannya pada KPS Sosial

aid for
development
effectiveness
secretariat

maka investor pun sudah siap dengan dana, baik yang berbentuk equity maupun
debt financing. GCA atau Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) di daerah
adalah gubernur, walikota, maupun bupati, sedangkan di tingkat pusat adalah
kementerian, seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Pekerjaan Umum,
Kementerian Perhubungan, dan sebagainya.
Dengan kondisi tersebut, yang harus dilakukan Pemerintah adalah membuat
masing-masing GCA memiliki kekuasaan untuk memanfaatkan aset dengan sort of
capacity building baik dari sisi pengetahuan strukturnya maupun dari sisi
regulasinya. Hal ini perlu dilakukan supaya GCA memiliki pengetahuan yang cukup
untuk bisa memanfaatkan aset di lokasinya sehingga menjadi suatu project yang
siap dan marketable.
4.1 Showcase Project Rel Kereta Bandara - Manggarai
Menteri Keuangan saat ini menugaskan PT SMI untuk membantu GCA dalam
menyiapkan proyek pembangunan rel kereta api dengan rute Bandara Soekarno
Hatta-Manggarai dan pendirian perusahaan air minum di daerah Jawa Timur.
Penugasan tersebut meliputi pre-feasibility study, penyiapan dokumen tender
hingga financial close.
Adanya pemikiran yang kurang tepat yang dimiliki GCA. Pertama, aset atau proyek
yang bagus didanai oleh state budget sementara yang kurang bagus didanai oleh
swasta atau melalui mekanisme PPP. Padahal, sebenarnya tugas penyediaan
infrastruktur berada pada negara (public obligation). Salah satu tugas KPS adalah
memitigasi financing gap dengan memindah atau shifting sebagian dana pada
swasta. Sebetulnya shifting disini bukan 100%, melainkan risk sharing, risk
allocation.
Paradigma yang kedua, KPS seolah-olah melimpahkan segala sesuatunya pada
swasta dan Pemerintah tidak mempunyai kewajiban selain pada asetnya.
Sebetulnya Pemerintah tetap berkewajiban mengisi gap tersebut, yaitu saat aset
dinilai tidak valuable untuk dipasarkan sehingga memerlukan dukungan
Pemerintah. Tantangan terbesar yang dihadapi saat adalah desentralisasi,
tantangan geografi, dan GCA lack of capacity. Sebab bila dibandingkan dengan
negara lain, Indonesia belum memiliki lembaga khusus yang menjadi central PPP,

KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA (KPS)


Pembiayaan KPS Infrastruktur dan Kesesuaiannya pada KPS Sosial

aid for
development
effectiveness
secretariat

on behalf masing masing GCA. Lembaga yang menjadi ahli dan memang tahu
bagaimana menstruktur proyek KPS dan membuatnya marketable.
Bappenas sudah memprakarsai berdirinya PPP Centre Unit (PPP CU) yang bertugas
menyiapkan pengetahuan terkait PPP yang dipusatkan dalam PPP CU. Sehingga
secara institutional arrangement dapat dievaluasi satu per satu terkait proyek
mana yang akan dipasarkan. Meskipun sudah ada dukungan maupun jaminan dari
Pemerintah, namun ketika sudah sampai pada pelaksana GCA-nya belum siap dari
sisi awareness dan knowledge.
4.2 Koordinasi PT SMI dengan PT PII dan Kementerian PU
Emma memaparkan bahwa salah satu contoh koordinasi antara PT SMI, PT
Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII) dan Kementerian Pekerjaan Umum
(Kemenpu) adalah proyek jalan tol yang bersifat terpusat. Dalam skema kerjasama,
berbagai hal terkait Perjanjian Pengelolaan Jalan Tol (PPJT) dikelola oleh Badan
Pengelola Jalan Tol (BPJT). Pemerintah dalam hal ini Kementerian PU berkewajiban
untuk menyediakan lahan melalui pembebasan lahan sedangkan untuk masalah
konstruksi dan sebagainya dapat diprivatisasi melalui KPS.
Ketika struktur PPP dan prefeasibility study sudah siap dan qualified tetapi IRR yang
diharapkan oleh investor belum sesuai, maka government support harus masuk.
Namun jika investor masih melihat potensi risiko yang tinggi karena ketidakpastian
dari public policy, maka PT PII berperan untuk memberikan government guarantee
pada investor.

5.

Penerapan Skema KPS dalam Kementrian Pekerjaan Umum

Dalam rangka percepatan penyelesaian pembangunan infrastruktur dan


pengelolaan risiko, Kemenpu menjadi salah satu instansi yang terlibat dalam
pelaksanaan konsep Kemitraan Pemerintah-Swasta (KPS). Salah satu contohnya
dalam pembangunan jalan tol. Kemenpu melalui Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT)
berperan aktif untuk pengelolaan risiko bersama pihak-pihak terkait.
Pada tahap awal pengusahaan jalan tol, pengadaan tanah merupakan titik kritis
dan mengandung risiko yang paling besar. Pengelolaan risiko yang telah dilakukan
oleh Pemerintah berupa pengelolaan dana tanah melalui dana talangan Badan
KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA (KPS)
Pembiayaan KPS Infrastruktur dan Kesesuaiannya pada KPS Sosial

aid for
development
effectiveness
secretariat

Layanan Umum (BLU). Untuk memberikan kepastian terkait besaran biaya


pengadaan tanah juga telah dilaksanakan pengelolaan dana dukungan Pemerintah
(Land Capping).
Salah satu upaya Pemerintah untuk memberikan kepastian penyelesaian
pembangunan jalan tol adalah mendorong Badan Usaha Jalan Tol (BUJT)
memanfaatkan dana infrastruktur melalui PT SMI dan PT IIF, selain menggunakan
dana perbankan.
Agar pengusahaan jalan tol lebih dapat diterima pasar dan perbankan (bankable)
diperlukan jaminan atas risiko yang mungkin terjadi (contingent liability). Proses
penjaminan ini diproses sebelum pelelangan oleh PT PII atas usulan BPJT selaku
Contracting Agency yang mencakup risiko selama pengusahaan. Risiko tersebut
antara lain menyangkut jaminan pendapatan minimum, keterlambatan
pengoperasian jalan tol, keterlambatan penyesuaian tarif tol dan jaminan
konektivitas, dan sebagainya.
Gambar 2. Skema Pemanfaatan Pembiayaan Infrastruktur dalam KPS

10

KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA (KPS)


Pembiayaan KPS Infrastruktur dan Kesesuaiannya pada KPS Sosial

aid for
development
effectiveness
secretariat

6.

ASEAN Infrastructure Fund

Terkait dengan Keketuaan Indonesia di ASEAN pada tahun ini, pembentukan


ASEAN Infrastructure Fund (AIF) merupakan suatu langkah positif. Berdirinya AIF
sebenarnya terutama dimaksudkan untuk membantu negaranegara yang GDP
perkapita dan kondisi infrastrukturnya masih rendah. Hal ini diyakini akan dapat
mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi negara tersebut sekaligus
mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi kawasan ASEAN. Di luar itu, AIF
dapat pula membantu mempercepat realisasi komunitas ASEAN. Melalui dana AIF,
kendala utama pembangunan infrastruktur di banyak negara ASEAN, yaitu
terbatasnya dana, dapat diatasi dan penyetaraan kualitas serta kuantitas
infrastruktur antarnegara ASEAN dapat dicapai.
Khusus untuk Indonesia, dana yang digunakan untuk pembangunan dan
pengelolaan infrastruktur dari semua sumber (APBN, APBD, swasta, KPS dan
masyarakat) selama ini masih sangat kecil. Jumlahnya masih di bawah 2% dari total
GDP. Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 7-8% per tahun
sebagaimana yang dicanangkan Pemerintah dibutuhkan dana paling tidak sebesar
5% dari GDP. Berbagai upaya dan terobosan telah dilakukan oleh Pemerintah,
seperti membuat skema KPS, mendorong dunia perbankan untuk lebih
bersahabat dengan investor yang bergerak dalam bidang infrastruktur, dan
membentuk badan-badan atau lembaga keuangan non-bank penyedia dan
pengelola dana infrastruktur. Namun begitu, gap pendanaan untuk mengejar
pertumbuhan ekonomi sebesar 7-8% per tahun tetap belum bisa tertutupi.
Menghadapi kondisi tersebut, pembentukan AIF dijadikan sebagai kesempatan
yang sangat baik bagi para investor Indonesia untuk berlomba-lomba bersama
Pemerintah membangun infrastruktur. Hal ini menjadi semakin penting mengingat
pembangunan infrastruktur di Indonesia masih cukup jauh tertinggal jika
dibandingkan dengan negara tetangga terdekat di kawasan ASEAN.

7.

Rasionalisasi Kerjasama Pemerintah Swasta

Alasan utama untuk menggunakan KPS adalah bahwa KPS memberikan nilai untuk
uang (Value for Money VFM), yaitu lebih baik akuntabilitas untuk penyediaan
pelayanan dibanding model tradisional dalam sektor publik.
KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA (KPS)
Pembiayaan KPS Infrastruktur dan Kesesuaiannya pada KPS Sosial

11

aid for
development
effectiveness
secretariat

VFM atau nilai uang didefinisikan sebagai kombinasi optimal dari keseluruhan
biaya selama asset tersebut digunakan, yaitu biaya untuk menjaga aset tersebut
sesuai dengan umur yang telah ditentukan dan kualitas yang dihasilkan (fit for
purpose) dari barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan pengguna.
KPS juga menyediakan metodologi rinci untuk menilai VFM, melalui analisis
kuantitatif dan kualitatif, yang sektor publik perlukan untuk melakukan berbagai
tahap pengadaan.
Konsep VFM membandingkan pilihan pengadaan yang berbeda dan mengukur nilai
masing-masing, dengan memfaktorkan aspek seperti waktu, cost overruns, dan
lain-lain. Ini bukan tentang memilih opsi pengadaan yang memberikan penawaran
terendah. Ini mengevaluasi tawaran dalam kaitannya dengan keberlanjutan, tujuan
dan pencapaian dari opsi pengadaan.
Sebuah contoh analisis kuantitatif yang mengukur VFM untuk kontrak PFI atau KPS
dengan membandingkan net present cost dari pembayaran yang dilakukan di
bawah kontrak KPS dengan net present cost dari komparator sektor publik, yaitu
biaya proyek jika dilakukan pengadaan secara tradisional, termasuk risiko harga.
Namun, di samping analisis kuantitatif, sebuah KPS memerlukan penilaian kualitatif
seperti kemampuan untuk memenuhi hasil yang ditetapkan, fleksibilitas dalam
program, ketertarikan sektor swasta, serta kapasitas dan kemampuan sektor publik
untuk mendapatkan dan mengelola kontrak.
Tabel 2. Melakukan Nilai-untuk-Uang Analisis (Value for Money Analysis)

Fokus pada nilai biaya selama asset tersebut dibutuhkan bukan hanya pada
pembiayaan di awal (up front cost)

Mengintegrasikan perencanaan dan desain fasilitas yang berhubungan dengan


penyediaan pelayanan dengan melakukan penilaian awal apabila integrasi aset-aset
dan non asset jasa akan memberikan manfaat value for money .

Menggunakan pendekatan berdasarkan keluaran secara spesifik untuk


menggambarkan permintaan dari sektor publik, dengan demikian memberikan
kesempatan kepada sektor swasta untuk mengembangkan pendekatan yang inovatif
untuk memenuhi pelayanan standard yang diminta oleh Pemerintah.

12

KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA (KPS)


Pembiayaan KPS Infrastruktur dan Kesesuaiannya pada KPS Sosial

aid for
development
effectiveness
secretariat

Memiliki fleksibilitas yang cukup untuk memastikan bahwa setiap perubahan dalam
spesifikasi asli atau persyaratan dari otoritas pengadaan, dan efek dari perubahan
teknologi atau metode pengiriman, dapat diakomodasi selama hidup proyek dengan
biaya yang wajar dan memastikan VFM keseluruhan.

Memiliki insentif yang cukup dalam struktur pengadaan dan kontrak proyek untuk
memastikan bahwa aset dan layanan yang dikembangkan dapat diselesaikan secara
tepat waktu, efisien, dan efektif.

Tentukan jangka waktu kontrak dengan mengacu pada periode di mana Pemerintah
secara wajar dapat memprediksi kebutuhan layanan yang diperoleh.

Mengelola skala dan kompleksitas pengadaan untuk memastikan bahwa biaya


pengadaan sesuai/proporsional dengan proyek yang dikembangkan.

8.

Perbandingan KPS Infrastruktur dan KPS Sosial

KPS diuji dan digunakan lebih sering pada infrastruktur keras (listrik, pelabuhan,
jalan, dan lain-lain) dibandingkan dengan sektor sektor sosial. Oleh karena itu,
sejumlah elemen KPS yang relevan untuk sektor social terutama pendidikan dan
kesehatan dipinjam dari pengalaman teoritis dan praktis dari KPS infrastruktur
keras. Selain itu, kebanyakan KPS infrastruktur keras dari negara maju yang
beroperasi di bawah pasar modal lebih berkembang dan kebijakan yang lebih
mudah diprediksi.
Untuk berhasil, model KPS untuk sektor sosial harus mempertimbangkan keunikan
masing-masing sektor, terutama kendala, risiko dan kondisi makro, termasuk
kebijakan dan komitmen fiskal untuk tujuan masing-masing sektor. Beberapa fitur
yang membedakan sektor sosial dari sektor infrastruktur tapi memiliki implikasi
penting pada KPS adalah sebagai berikut:
8.1 Subsidi silang dan Kredibilitas Finansial
Tidak seperti infrastruktur KPS di mana fasilitasnya kebanyakan digunakan baik
oleh orang miskin dan kaya serta revenue model dengan scheme yang dapat
distrukur pelayanan pendidikan dan kesehatan rentan terhadap segmentasi
antara sektor publik dan swasta (dan yang miskin dan yang kaya). Akibatnya, sektor
publik mungkin berakhir memberikan layanan bersubsidi kepada orang miskin dan
KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA (KPS)
Pembiayaan KPS Infrastruktur dan Kesesuaiannya pada KPS Sosial

13

aid for
development
effectiveness
secretariat

sektor swasta yang menyediakan jasa yang dibayarkan kepada orang kaya yang
mampu membayar layanan swasta.
8.2 Insentif bagi Sektor Swasta
Menciptakan KPS model yang berkelanjutan dan bankable untuk pendidikan dan
kesehatan di sektor publik mungkin terbatas karena segmentasi yang dibahas di
atas. Dikarenakan oleh potensi yang terbatas untuk pendanaan pihak ketiga, KPS
kesehatan dan pendidikan memerlukan peran Pemerintah untuk mengalokasikan
anggaran untuk mempromosikan program berkelanjutan dan bankable KPS dalam
sektor kesehatan dan pendidikan. Tabel 3 menggambarkan alternatif pembiayaan
menurut kelayakan proyek.
Tabel 3. Alternatif Pembiayaan sebagai insentif sektor swasta
Kelayakan Proyek

Skema

Segi Keuangan Tidak Layak


Segi Ekonomi Layak

SWASTA

Segi Keuangan Kurang Layak


Segi Ekonomi Layak

SWASTA

Segi Keuangan Layak


Segi Ekonomi Layak

PUBLIK
PUBLIK

SWASTA

SWASTA
SWASTA

Hybrid Financing
KPS dengan Bantuan
Pemerintah
Murni KPS

Konstruksi
Perawatan dan Operasi

8.3 Sistem Pemantauan dan Evaluasi yang Kompleks


Mekanisme pembayaran di dalam KPS sosial perlu difokuskan terhadap
pemantauan akan hasil yang diinginkan serta memungkinkan pengurangan
pembayaran apabila key performance indicators tidak dapat terpenuhi (contoh:
akses terhadap pelayanan kesehatan terhadap publik yang di bawah garis
kemiskinan, penurunan jumlah buta huruf, dll.). Dalam infrastruktur KPS,
performance indicators lebih mudah dan sederhana untuk dipantau. Dengan
adanya kompleksitas dalam struktur pelayanan pada sektor sosial, ditambah

14

KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA (KPS)


Pembiayaan KPS Infrastruktur dan Kesesuaiannya pada KPS Sosial

aid for
development
effectiveness
secretariat

kurangnya baseline data dalam performance indicators akan menjadikan rintangan


dalam menstruktur pemantauan hasil yang efektif bagi penerapan KPS.
8.4 Operasi dan Pemeliharaan
Tidak seperti di infrastruktur, operasi dan biaya pemeliharaan terhadap
pengeluaran modal awal yang tinggi di sektor sosial (misalnya, gaji, obat-obatan,
pengajaran, bahan belajar, dan lain-lain).

9.

Kesimpulan

Program KPS yang digagas Pemerintah, di samping untuk dapat segera


mempercepat penyediaan infrastruktur baik itu disektor transportasi ataupun
disektor sosial di Indonesia, juga bertujuan mendorong berkembangnya dunia
usaha dan investasi yang menggerakkan roda ekonomi nasional di sektor riil.
Walaupun saat ini belum ada mekanisme KPS sosial dan juga Peraturan Pemerintah
yang secara khusus mengatur KPS tersebut, namun dengan mereplicate apa yang
sudah dilakukan pada proyek KPS Infrastruktur dapat dilakuakan mekanisme itu
dengan melakukan penyesuaian dengan kondisi dan keterbatasan disektro sosial.
Investasi pembangunan infrastruktur melalui pembiayaan dari masyarakat dan
dunia usaha selain Pemerintah, dan pola-pola kerjasama diantara ketiganya
menjadi sangat penting karena kebutuhan infrastruktur yang kian meningkat,
sehingga dibutuhkan mobilisasi dan upaya mengembangkan berbagai alternatif
skema pembiayaan yang lebih optimal. Hal ini sejalan dengan arahan RPJMN Tahap
Ke-2 (2010-2014) di mana percepatan pembangunan infrastruktur diupayakan
dengan lebih meningkatkan kerjasama antara Pemerintah dan dunia usaha, atau
yang lebih dikenal dengan Kemitraan Pemerintah-Swasta, serta peningkatan
keterlibatan dan pemberdayaan masyarakat.

KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA (KPS)


Pembiayaan KPS Infrastruktur dan Kesesuaiannya pada KPS Sosial

15

aid for
development
effectiveness
secretariat

DAFTAR PUSTAKA

Barnum, H. dan Kutzin, J., Hospital Costs and Effi ciency. In Public Hospitals in
Developing Countries: Resource Use, Cost, Financing, Baltimore, MD, John
Hopkins University Press, 1993.
Musgrove, P., Public and Private Roles in Health: Theory and Financing Patterns,
World Bank Discussion Paper No. 339, Washington, DC., World Bank, 1996.
-------------, Investing in Indonesias Education: Allocation, Equity and Effi ciency of
Public Expenditures, Jakarta Office, World Bank, January 2007.
-------------, Preparatory Studies on National Social Security System in Indonesia,
Manila, Asian Development Bank, 2007.
Fengler, W. and B. Hofman, Managing Indonesias Rapid ecentralization:
Achievements and Challenges, Jakarta, World Bank, 2007.
------------, Improving Health and Education Service Delivery in India through Public
Private Partnerships, Manila, Asian Development Bank, 2010.

16

KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA (KPS)


Pembiayaan KPS Infrastruktur dan Kesesuaiannya pada KPS Sosial

aid for
development
effectiveness
secretariat

th

Wisma Bakrie 2, 6 Floor


Jl. HR. Rasuna Said Kav. B2, Jakarta 12920
Phone: +62.21.5794 5770, Fax: +62.21.5794 2058
www.a4des.org

Anda mungkin juga menyukai