Kerjasama Pemerintah Swasta Kps PDF
Kerjasama Pemerintah Swasta Kps PDF
PEMERINTAH SWASTA
(KPS)
Pembiayaan KPS Infrastruktur
dan Kesesuaiannya pada KPS Sosial
aid for
development
effectiveness
secretariat
Maret 2012
KERJASAMA
PEMERINTAH SWASTA
(KPS)
Pembiayaan KPS Infrastruktur
dan Kesesuaiannya pada KPS Sosial
Maret 2012
aid for
development
effectiveness
secretariat
aid for
development
effectiveness
secretariat
RINGKASAN EKSEKUTIF
iii
aid for
development
effectiveness
secretariat
Sekretariat A4DE
iv
aid for
development
effectiveness
secretariat
DAFTAR ISI
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Kesimpulan ............................................................................................... 15
aid for
development
effectiveness
secretariat
DAFTAR ISTILAH
ADB
AIF
APBN
BLU
BPJT
BUJT
GCA
GDP
Kemenpu
KPS
PPJT
PT .PII
PT. SMI
PT.IIF
SPV
Unitary Charge
VFM
WB
vi
aid for
development
effectiveness
secretariat
DAFTAR GAMBAR
vii
aid for
development
effectiveness
secretariat
DAFTAR TABEL
viii
aid for
development
effectiveness
secretariat
1.
Latar Belakang
aid for
development
effectiveness
secretariat
Kontrak sektor publik untuk membeli jasa dari perusahaan swasta atas
dasar jangka panjang, seringkali 15-30 tahun.
Uraian
DesignBuild
Design, Build,
Operate
aid for
development
effectiveness
secretariat
Design, Build,
Own,
Operate
2.
Proyek KPS digagas untuk mengundang lebih banyak peran dan inisiatif swasta
dalam percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Sementara dana yang
disediakan oleh APBN dipastikan tidak mampu menutupi keseluruhan biaya yang
dibutuhkan. Dengan menggandeng pihak swasta, kebutuhan dana ini diharapkan
dapat tercukupi. Pihak swasta yang tertarik ambil bagian dalam program KPS tak
perlu khawatir atas risiko yang mungkin terjadi. Melalui PT PII (Penjaminan
Infrastruktur Indonesia), Pemerintah akan menjamin keberlangsungan proyek yang
dijalankan atas tiga risiko penting investasi di sektor infrastruktur.
Pemerintah memberikan jaminan bahwa proyek KPS prioritas yang dibangun oleh
pihak swasta akan dijamin cukup untuk mengembalikan nilai investasinya yang
disebut juga sebagai resiko pengembalian atas investasi. Pemerintah juga akan
memberikan jaminan terhadap risiko politik, apabila selama masa konsesi
Pemerintah melakukan perubahan peraturan yang mengakibatkan proyek
dipandang tidak akan mampu mengembalikan investasi sesuai dengan yang
diperjanjikan, Pemerintah akan memberikan kompensasi kepada penyelenggara
proyek.
KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA (KPS)
Pembiayaan KPS Infrastruktur dan Kesesuaiannya pada KPS Sosial
aid for
development
effectiveness
secretariat
Sementara itu, risiko ketiga disebut dengan risiko terminasi. Apabila ke depan
Pemerintahan berganti, sehingga memungkinkan Pemerintah yang baru mengubah
kebijakan terkait program KPS, maka jaminan Pemerintah terhadap program yang
sudah berjalan akan tetap diberikan. Dengan cara seperti itu diharapkan swasta
bersedia membiayai proyek dalam nuansa atau kerjasama yang disebut dengan
Kemitraan PemerintahSwasta.
3.
Tiga risiko di atas akan memberikan dampak berupa timbulnya term contingent
liabilities atau kewajiban bersyarat bagi Pemerintah. Meskipun risiko yang dijamin
belum tentu terjadi, sebagai Penjamin yang sudah menandatangani perjanjian,
Pemerintah harus tetap memasukkan risiko kontingensi ke dalam APBN. Namun
demikian, penjaminan risiko yang langsung terekspos ke APBN berpotensi
mendorong terjadinya instabilitas jika seandainya dalam satu tahun tertentu ada
sejumlah klaim atas risiko yang harus dibayar sekaligus. Sebagai jalan keluarnya,
Pemerintah membentuk PT PII yang diharapkan juga dapat menjadi langkah
preventif untuk menghindari kemungkinan terjadinya instabilitas APBN.
PT PII dibentuk dengan modal dari Pemerintah dan selanjutnya lembaga tersebut
yang akan melakukan penjaminan terhadap tiga risiko KPS. Pemerintah tentunya,
melalui mekanisme APBN, melakukan penambahan atau penanaman modal.
Kemudian PT PII melakukan penjaminan atas nama Pemerintah. Dengan demikian
contingent liabilities di APBN menjadi berkurang. Dengan kata lain, PT PII dapat
dikatakan sebagai wadah penjamin yang memungkinkan klaim dari swasta tidak
mempengaruhi stabilitas APBN secara langsung.
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 78 Tahun 2010 tentang
Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan
Usaha yang Dilakukan melalui Badan Usaha Penjamin Infrastruktur pasal 18 ayat
1b, dalam rangka meningkatkan kredibilitas penjaminan infrastruktur, PT PII dapat
bekerja sama dengan lembaga keuangan multilateral atau pihak lain yang memiliki
maksud dan tujuan yang sejenis.
PT PII tengah menjalin kerja sama dengan WorldBank (WB) dan juga anak
perusahaannya yang bernama Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA).
aid for
development
effectiveness
secretariat
Selain dengan badan tersebut, PT PII juga menggagas kerjasama dengan Asian
Development Bank (ADB).
Berbeda dengan WB, ADB hanya melakukan kerja sama penjaminan secara
langsung dan tidak membentuk anak perusahaan. Untuk kerja sama dengan World
Bank yang dilakukan adalah apabila ada penjaminan oleh PT PII, maka World Bank
memberikan stand by loan.
Sebagai BUMN yang terhitung baru dibentuk, modal PT PII masih terbatas. Secara
garis besar, fasilitas stand by loan yang diberikan oleh WB akan memungkinkan PT
PII menjamin proyekproyek bernilai lebih besar dari modal yang dimilikinya.
Contohnya, modal PT PII saat ini hanya Rp 3 triliun, akan tetapi PT PII menjamin
proyek senilai Rp 10 triliun, yang sisanya itu dijamin oleh World Bank berdasarkan
stand by loan.
Dengan mengadopsi pola ini, dapat dikatakan bahwa Pemerintah tidak berutang
kepada WB secara langsung. Jika tidak ada klaim atas risiko yang harus dibayarkan,
maka Pemerintah hanya harus membayar fee kepada WB dan biaya fee tersebut
tidak terlalu besar.
3.1 Proyek KPS Pertama PT PII
Dengan keberadaan PT PII sebagai guarantee fund, Pemerintah menerapkan
kebijakan satu pelaksana (single window policy) dalam penyediaan penjaminan
Pemerintah atas proyek-proyek kemitraan. Ini berarti bahwa semua permintaan
penjaminan Pemerintah harus terlebih dahulu melalui PT PII. Dan semua
pemeriksaan serta penilaian terkait penjaminan akan dilakukan oleh PT PII.
Keterlibatan Kementerian Keuangan dalam penyediaan penjaminan masih
dimungkinkan sepanjang kemitraan dan kerja sama dengan penyedia jaminan lain
tidak mampu menyediakan penjaminan penuh atas keputusan penjaminan yang
telah disepakati.
Saat ini PT PII tengah ambil bagian dalam pelaksanaan proyek KPS pertama berupa
pembangunan pembangkit tenaga listrik di Jawa Tengah. Nilainya mencapai sekitar
Rp30 triliun. Mengingat modal PT PII masih senilai 3 triliun, maka penjaminan
aid for
development
effectiveness
secretariat
4.
Pembentukan PT SMI sebagai infrastructure fund menjadi salah satu langkah serius
Pemerintah merangkul swasta. Selain memberikan dukungan institusi, yaitu
melalui perusahaan pembiayaan dan perusahaan penjaminan infrastruktur,
Pemerintah juga membuat kerangka kerja, kebijakan, serta regulasi yang
mendukung percepatan pembangunan sarana infrastruktur.
PT SMI merupakan salah satu bentuk dukungan institusi Pemerintah untuk
mengurangi adanya ketidaksesuaian pembiayaan pembangunan infrastruktur.
Melalui PT SMI, mekanisme pembiayaan long term financing yang dapat dikatakan
identik dengan pola pembiayaan pembangunan infrastruktur diharapkan dapat
dicapai. Ini menjadi penting mengingat perbankan pada umumnya hanya
menyediakan produk atau instrumen investasi dengan tenor jangka pendek.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 75 tahun 2008 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007 tentang Penyertaan Modal Negara
Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang
Pembiayaan Infrastruktur, PT SMI antara lain memiliki visi untuk memberikan dan
aid for
development
effectiveness
secretariat
aid for
development
effectiveness
secretariat
maka investor pun sudah siap dengan dana, baik yang berbentuk equity maupun
debt financing. GCA atau Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) di daerah
adalah gubernur, walikota, maupun bupati, sedangkan di tingkat pusat adalah
kementerian, seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Pekerjaan Umum,
Kementerian Perhubungan, dan sebagainya.
Dengan kondisi tersebut, yang harus dilakukan Pemerintah adalah membuat
masing-masing GCA memiliki kekuasaan untuk memanfaatkan aset dengan sort of
capacity building baik dari sisi pengetahuan strukturnya maupun dari sisi
regulasinya. Hal ini perlu dilakukan supaya GCA memiliki pengetahuan yang cukup
untuk bisa memanfaatkan aset di lokasinya sehingga menjadi suatu project yang
siap dan marketable.
4.1 Showcase Project Rel Kereta Bandara - Manggarai
Menteri Keuangan saat ini menugaskan PT SMI untuk membantu GCA dalam
menyiapkan proyek pembangunan rel kereta api dengan rute Bandara Soekarno
Hatta-Manggarai dan pendirian perusahaan air minum di daerah Jawa Timur.
Penugasan tersebut meliputi pre-feasibility study, penyiapan dokumen tender
hingga financial close.
Adanya pemikiran yang kurang tepat yang dimiliki GCA. Pertama, aset atau proyek
yang bagus didanai oleh state budget sementara yang kurang bagus didanai oleh
swasta atau melalui mekanisme PPP. Padahal, sebenarnya tugas penyediaan
infrastruktur berada pada negara (public obligation). Salah satu tugas KPS adalah
memitigasi financing gap dengan memindah atau shifting sebagian dana pada
swasta. Sebetulnya shifting disini bukan 100%, melainkan risk sharing, risk
allocation.
Paradigma yang kedua, KPS seolah-olah melimpahkan segala sesuatunya pada
swasta dan Pemerintah tidak mempunyai kewajiban selain pada asetnya.
Sebetulnya Pemerintah tetap berkewajiban mengisi gap tersebut, yaitu saat aset
dinilai tidak valuable untuk dipasarkan sehingga memerlukan dukungan
Pemerintah. Tantangan terbesar yang dihadapi saat adalah desentralisasi,
tantangan geografi, dan GCA lack of capacity. Sebab bila dibandingkan dengan
negara lain, Indonesia belum memiliki lembaga khusus yang menjadi central PPP,
aid for
development
effectiveness
secretariat
on behalf masing masing GCA. Lembaga yang menjadi ahli dan memang tahu
bagaimana menstruktur proyek KPS dan membuatnya marketable.
Bappenas sudah memprakarsai berdirinya PPP Centre Unit (PPP CU) yang bertugas
menyiapkan pengetahuan terkait PPP yang dipusatkan dalam PPP CU. Sehingga
secara institutional arrangement dapat dievaluasi satu per satu terkait proyek
mana yang akan dipasarkan. Meskipun sudah ada dukungan maupun jaminan dari
Pemerintah, namun ketika sudah sampai pada pelaksana GCA-nya belum siap dari
sisi awareness dan knowledge.
4.2 Koordinasi PT SMI dengan PT PII dan Kementerian PU
Emma memaparkan bahwa salah satu contoh koordinasi antara PT SMI, PT
Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII) dan Kementerian Pekerjaan Umum
(Kemenpu) adalah proyek jalan tol yang bersifat terpusat. Dalam skema kerjasama,
berbagai hal terkait Perjanjian Pengelolaan Jalan Tol (PPJT) dikelola oleh Badan
Pengelola Jalan Tol (BPJT). Pemerintah dalam hal ini Kementerian PU berkewajiban
untuk menyediakan lahan melalui pembebasan lahan sedangkan untuk masalah
konstruksi dan sebagainya dapat diprivatisasi melalui KPS.
Ketika struktur PPP dan prefeasibility study sudah siap dan qualified tetapi IRR yang
diharapkan oleh investor belum sesuai, maka government support harus masuk.
Namun jika investor masih melihat potensi risiko yang tinggi karena ketidakpastian
dari public policy, maka PT PII berperan untuk memberikan government guarantee
pada investor.
5.
aid for
development
effectiveness
secretariat
10
aid for
development
effectiveness
secretariat
6.
7.
Alasan utama untuk menggunakan KPS adalah bahwa KPS memberikan nilai untuk
uang (Value for Money VFM), yaitu lebih baik akuntabilitas untuk penyediaan
pelayanan dibanding model tradisional dalam sektor publik.
KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA (KPS)
Pembiayaan KPS Infrastruktur dan Kesesuaiannya pada KPS Sosial
11
aid for
development
effectiveness
secretariat
VFM atau nilai uang didefinisikan sebagai kombinasi optimal dari keseluruhan
biaya selama asset tersebut digunakan, yaitu biaya untuk menjaga aset tersebut
sesuai dengan umur yang telah ditentukan dan kualitas yang dihasilkan (fit for
purpose) dari barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan pengguna.
KPS juga menyediakan metodologi rinci untuk menilai VFM, melalui analisis
kuantitatif dan kualitatif, yang sektor publik perlukan untuk melakukan berbagai
tahap pengadaan.
Konsep VFM membandingkan pilihan pengadaan yang berbeda dan mengukur nilai
masing-masing, dengan memfaktorkan aspek seperti waktu, cost overruns, dan
lain-lain. Ini bukan tentang memilih opsi pengadaan yang memberikan penawaran
terendah. Ini mengevaluasi tawaran dalam kaitannya dengan keberlanjutan, tujuan
dan pencapaian dari opsi pengadaan.
Sebuah contoh analisis kuantitatif yang mengukur VFM untuk kontrak PFI atau KPS
dengan membandingkan net present cost dari pembayaran yang dilakukan di
bawah kontrak KPS dengan net present cost dari komparator sektor publik, yaitu
biaya proyek jika dilakukan pengadaan secara tradisional, termasuk risiko harga.
Namun, di samping analisis kuantitatif, sebuah KPS memerlukan penilaian kualitatif
seperti kemampuan untuk memenuhi hasil yang ditetapkan, fleksibilitas dalam
program, ketertarikan sektor swasta, serta kapasitas dan kemampuan sektor publik
untuk mendapatkan dan mengelola kontrak.
Tabel 2. Melakukan Nilai-untuk-Uang Analisis (Value for Money Analysis)
Fokus pada nilai biaya selama asset tersebut dibutuhkan bukan hanya pada
pembiayaan di awal (up front cost)
12
aid for
development
effectiveness
secretariat
Memiliki fleksibilitas yang cukup untuk memastikan bahwa setiap perubahan dalam
spesifikasi asli atau persyaratan dari otoritas pengadaan, dan efek dari perubahan
teknologi atau metode pengiriman, dapat diakomodasi selama hidup proyek dengan
biaya yang wajar dan memastikan VFM keseluruhan.
Memiliki insentif yang cukup dalam struktur pengadaan dan kontrak proyek untuk
memastikan bahwa aset dan layanan yang dikembangkan dapat diselesaikan secara
tepat waktu, efisien, dan efektif.
Tentukan jangka waktu kontrak dengan mengacu pada periode di mana Pemerintah
secara wajar dapat memprediksi kebutuhan layanan yang diperoleh.
8.
KPS diuji dan digunakan lebih sering pada infrastruktur keras (listrik, pelabuhan,
jalan, dan lain-lain) dibandingkan dengan sektor sektor sosial. Oleh karena itu,
sejumlah elemen KPS yang relevan untuk sektor social terutama pendidikan dan
kesehatan dipinjam dari pengalaman teoritis dan praktis dari KPS infrastruktur
keras. Selain itu, kebanyakan KPS infrastruktur keras dari negara maju yang
beroperasi di bawah pasar modal lebih berkembang dan kebijakan yang lebih
mudah diprediksi.
Untuk berhasil, model KPS untuk sektor sosial harus mempertimbangkan keunikan
masing-masing sektor, terutama kendala, risiko dan kondisi makro, termasuk
kebijakan dan komitmen fiskal untuk tujuan masing-masing sektor. Beberapa fitur
yang membedakan sektor sosial dari sektor infrastruktur tapi memiliki implikasi
penting pada KPS adalah sebagai berikut:
8.1 Subsidi silang dan Kredibilitas Finansial
Tidak seperti infrastruktur KPS di mana fasilitasnya kebanyakan digunakan baik
oleh orang miskin dan kaya serta revenue model dengan scheme yang dapat
distrukur pelayanan pendidikan dan kesehatan rentan terhadap segmentasi
antara sektor publik dan swasta (dan yang miskin dan yang kaya). Akibatnya, sektor
publik mungkin berakhir memberikan layanan bersubsidi kepada orang miskin dan
KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA (KPS)
Pembiayaan KPS Infrastruktur dan Kesesuaiannya pada KPS Sosial
13
aid for
development
effectiveness
secretariat
sektor swasta yang menyediakan jasa yang dibayarkan kepada orang kaya yang
mampu membayar layanan swasta.
8.2 Insentif bagi Sektor Swasta
Menciptakan KPS model yang berkelanjutan dan bankable untuk pendidikan dan
kesehatan di sektor publik mungkin terbatas karena segmentasi yang dibahas di
atas. Dikarenakan oleh potensi yang terbatas untuk pendanaan pihak ketiga, KPS
kesehatan dan pendidikan memerlukan peran Pemerintah untuk mengalokasikan
anggaran untuk mempromosikan program berkelanjutan dan bankable KPS dalam
sektor kesehatan dan pendidikan. Tabel 3 menggambarkan alternatif pembiayaan
menurut kelayakan proyek.
Tabel 3. Alternatif Pembiayaan sebagai insentif sektor swasta
Kelayakan Proyek
Skema
SWASTA
SWASTA
PUBLIK
PUBLIK
SWASTA
SWASTA
SWASTA
Hybrid Financing
KPS dengan Bantuan
Pemerintah
Murni KPS
Konstruksi
Perawatan dan Operasi
14
aid for
development
effectiveness
secretariat
9.
Kesimpulan
15
aid for
development
effectiveness
secretariat
DAFTAR PUSTAKA
Barnum, H. dan Kutzin, J., Hospital Costs and Effi ciency. In Public Hospitals in
Developing Countries: Resource Use, Cost, Financing, Baltimore, MD, John
Hopkins University Press, 1993.
Musgrove, P., Public and Private Roles in Health: Theory and Financing Patterns,
World Bank Discussion Paper No. 339, Washington, DC., World Bank, 1996.
-------------, Investing in Indonesias Education: Allocation, Equity and Effi ciency of
Public Expenditures, Jakarta Office, World Bank, January 2007.
-------------, Preparatory Studies on National Social Security System in Indonesia,
Manila, Asian Development Bank, 2007.
Fengler, W. and B. Hofman, Managing Indonesias Rapid ecentralization:
Achievements and Challenges, Jakarta, World Bank, 2007.
------------, Improving Health and Education Service Delivery in India through Public
Private Partnerships, Manila, Asian Development Bank, 2010.
16
aid for
development
effectiveness
secretariat
th