Anda di halaman 1dari 24

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui
defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan (Jong,2004).
Hernia adalah tonjolan keluarnya organ atau jaringan melalui dinding
rongga dimana rongga tersebut harusnya berada dalam keadaan normal
tertutup (Nanda,2006).
Hernia adalah suatu keadaan keluarnya jaringan organ tubuh dari suatu
ruangan melalui suatu celah atau lubang keluar di bawah kulit atau menuju
rongga lain, dapat kongenital ataupun aquisita.(Seputar kedokteran dan inux.
2007.http://medlinux.blogspot.com/2007/09/hernia.html).
Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia inguinalis lateralis yaitu
hernia yang keluar dari rongga peritonium melalui anulus inguinalis internus
yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia
masuk ke dalam kanalis inguinalis (Jong 2004).
Hernia inguinalis direk disebut juga hernia inguinalis medialis yaitu
hernia yang melalui dinding inguinal posteromedial dari vasa epigastrika
inferior di daerah yang dibatasi segitiga Hesselbach (Arif Mansjoer,2000).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hernia adalah
ketidaknormalan tubuh berupa tonjolan yang disebabkan karena kelemahan
pada dinding otot abdomen, dapat congenital maupun aquisita.

B. Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi

Gambar 1. Anatomi Usus halus


a. Usus halus
Panjangnya kira-kira 2-8 m dengan diameter 2,5 cm. Berentang
dari sphincter pylorus ke katup ileocecal.
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari
(duodenum) panjangnya 25 cm, usus kosong (jejunum) 1-2 m, dan
usus penyerapan (ileum) 2-4 m.
1). Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus
yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus
kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian
terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan
berakhir di ligamentum Treitz.

Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak


terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas
jari yang normal berkisar pada derajat sembilan.
Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari
pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa
Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.
2). Usus Kosong (jejunum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum)
adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari
(duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa,
panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah
bagian

usus

kosong.

Usus

kosong

dan

usus

penyerapan

digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.


Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti "lapar"
dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa
Latin, jejunus, yang berarti "kosong".
3). Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus
halus. Pada sistem pencernaan manusia, ini memiliki panjang
sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan
dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8
(netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan
garam-garam empedu.

10

b. Usus Besar

Gambar 2 Anatomi Usus Besar

Usus besar dimulai dari katup ileocecal ke anus dan rata-rata


panjangnya 1,5 m dan lebarnya 5-6 cm.Usus besar terbagi kedalam
cecum, colon, dan rectum. Vermiform appendix berada pada bagian
distal dari cecum. Colon terbagi menjadi colon ascending, colon
transversal, colon descending, dan bagian sigmoid. Bagian akhir dari
usus besar adalah rectum dan anus. Sphincter internal dan eksternal
pada anus berfungsi untuk mengontrol pembukaan anus.(Brunner &
Suddarth, 2001).
2. Fisiologi
Fungsi usus halus adalah :
a. Sekresi mukus. Sel-sel goblet dan kelenjar mukosa duodenum akan
mensekresi mukus guna melindungi mukosa usus.
b. Mensekresi enzim. Sel-sel mikrovilli (brush border cell) mensekresi
sucrase, maltase, lactase dan enterokinase yang bekerja pada
disakarida guna membentuk monosakarida yaitu peptidase yang

11

bekerja pada polipeptida, dan enterokinase yang mengaktifkan


trypsinogen dari pankreas.
c. Mensekresi hormon. Sel-sel endokrin mensekresi cholecystokinin,
secretin, dan enterogastrone yang mengontrol sekresi empedu,
pancreatic juice, dan gastric juice.
d.

Mencerna secara kimiawi. Enzim dari pankreas dan empedu dari hati
masuk kedalam duodenum.

e. Absorpsi. Nutrisi dan air akan bergerak dari lumen usus kedalam
kapiler darah dan lacteal dari villi.
f. Aktifitas motorik. Mencampur, kontraksi dan peristaltik. Gerakan
mencampur disebabkan oleh kontraksi serabut otot sirkuler pada usus
menyebabkan chyme kontak dengan villi untuk diabsorpsi.
Fungsi utama usus besar adalah :
a. Sebagai aktifitas motorik. Gerakan mengayun dan peristaltik
akan menggerakkan zat sisa menuju kebagian distal.
b. Sekresi.

Pada

melindungi

umumnya

mukosas

akan

memproduksi
tidak

mukus

mengalami

yang
injury,

melunakkan feces yang memungkinkan bergerak dengan


lancar

kearah

pelepasan

dan

menghambat

pengaruh

pembentukan keasaman oleh bakteri.


c. Absorpsi air, garam, dan chlorida. Colon mempunyai
kemampuan

mengabsorpsi

90%

air

dan

garam

dan

mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.

12

d. Mensintesa vitamin. Bakteri pada usus halus akan mensintesa


vitamin K, thiamin, riboflavin, vitamin B12, dan folic acid.
e. Membentuk feses. Feses terdiri dari air dan massa padat.
Massa padat termasuk sisa makanan dan sel yang mati.
Pigmen empedu memberikan warna pada feses. Dan
menstimulasi gerakan isi usus kearah pelepasan.
f. Defekasi. Yaitu aktifitas mengeluarkan feces dari dalam tubuh
keluar. Pada saat feses dan gas berada dalam rektum, tekanan
dalam rektum meningkat, menyebabkan terjadinya refleks
defekasi.
(http:referensikedokteran.blogspot.com/2010/08/referathernia.html).

C. Klasifikasi
1. Bagian-bagian hernia
a. Kantong hernia
Pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis. Tidak semua
hernia memiliki kantong, misalnya hernia insisional, hernia adipose,
hernia intertitialis.
b. Isi hernia
Berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong hernia,
misalnya usus,ovarium dan jaringan penyangga usus (omentum).

13

c. Pintu hernia
Merupakan bagian locus minoris resistance yang dilalui kantong
hernia.
d. Leher hernia
Bagian tersempit kantong hernia yang sesuai dengan kantong hernia.
e. Locus minoris resistance (LMR).
2. Macam-macam hernia
a. Berdasarkan terjadinya:
1) Hernia bawaan atau kongenital
2) Hernia didapat atau akuisita
b. Berdasarkan tempatnya:
1) Hernia Inguinalis
Adalah hernia isi perut yang tampak di daerah sela paha (regio
inguinalis).
2) Hernia femoralis
Adalah hernia isi perut yang tampak di daerah fosa femoralis.
3) Hernia umbilikalis
Adalah hernia isi perut yang tampak di daerah isi perut.
4) Hernia diafragmatik
Adalah hernia yang masuk melalui lubang diafragma ke dalam
rongga dada.
5) Hernia nucleus pulposus (HNP).

14

c. Berdasarkan sifatnya
1) Hernia reponibel
Yaitu isi hernia masih dapat dikembalikan ke kavum
abdominalis lagi tanpa operasi.
2) Hernia ireponibel
Yaitu isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam
rongga.
3) Hernia akreta
Yaitu perlengketan isi kantong pada peritonium kantong hernia.
4) Hernia inkarserata
Yaitu bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia.
d. Berdasarkan isinya
1) Hernia adiposa
Adalah hernia yang isinya terdiri dari jaringan lemak.
2) Hernia litter
Adalah hernia inkarserata atau strangulata yang sebagian
dinding ususnya saja yang terjepit di dalam cincin hernia.
3) Slinding hernia
Adalah hernia yang isi hernianya menjadi sebagian dari dinding
kantong hernia.(Sjamsuhidajat, 2004).

15

D. Etiologi/Predisposisi
Penyebab dari hernia adalah adanya peningkatan tekanan intra
abdominal akibat adanya tindakan valsava maneuver seperti batuk, mengejan,
mengangkat benda berat atau menangis.
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomaly congenital atau karena
sebab yang didapat. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan
pintu masuk hernia pada anulus internus yang cukup lebar, sehingga dapat
dilalui oleh kantong dan isi hernia. Selain itu diperlukan pula faktor yang
dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar
itu.
Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis
yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut dan kelemahan otot
dinding perut karena usia. Tekanan intra abdominal yang meninggi serta
kronik seperti batuk kronik, hipertrofi prostat, konstipasi dan asites sering
disertai hernia inguinalis.
Anak yang menjalani operasi hernia pada waktu bayi mempunyai
kemungkinan mendapat hernia kontralateral pada usia dewasa (16%).
Bertambahnya

umur

menjadi

faktor

risiko,

dimungkinkan

karena

meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intra abdomen dan


berkurangnya kekuatan jaringan penunjang.
Setelah apendektomi menjadi faktor risiko terjadi hernia inguinalis
karena kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan
nervus ilioinguinalis dan nervus iliofemoralis.(Jong, 2004).

16

E. Patofisiologi
Terjadinya hernia disebabkan oleh dua faktor yang pertama adalah
faktor kongenital yaitu kegagalan penutupan prosesus vaginalis pada waktu
kehamilan yang dapat menyebabkan masuknya isi rongga perut melalui
kanalis inguinalis, faktor yang kedua adalah faktor yang didapat seperti hamil,
batuk kronis, pekerjaan mengangkat benda berat dan faktor usia, masuknya isi
rongga perut melalui kanal ingunalis, jika cukup panjang maka akan menonjol
keluar dari anulus ingunalis eksternus. Apabila hernia ini berlanjut tonjolan
akan sampai ke skrotum karena kanal inguinalis berisi tali sperma pada lakilaki, sehingga menyebakan hernia. Hernia ada yang dapat kembali secara
spontan maupun manual juga ada yang tidak dapat kembali secara spontan
ataupun manual akibat terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding
kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Keadaan
ini akan mengakibatkan kesulitan untuk berjalan atau berpindah sehingga
aktivitas akan terganggu. Jika terjadi penekanan terhadap cincin hernia maka
isi hernia akan mencekik sehingga terjadi hernia strangulate yang akan
menimbulkan gejala ileus yaitu gejala obstruksi usus sehingga menyebabkan
peredaran darah terganggu yang akan menyebabkan kurangnya suplai oksigen
yang bisa menyebabkan Iskemik. Isi hernia ini akan menjadi nekrosis.
Kalau kantong hernia terdiri atas usus dapat terjadi perforasi yang
akhirnya dapat menimbulkan abses lokal atau prioritas jika terjadi hubungan
dengan rongga perut. Obstruksi usus juga menyebabkan penurunan
peristaltik usus yang bisa menyebabkan konstipasi. Pada keadaan

17

strangulate akan timbul gejala ileus yaitu perut kembung, muntah dan
obstipasi pada strangulasi nyeri yang timbul letih berat dan kontineu, daerah
benjolan menjadi merah (Syamsuhidajat 2004).
F. Manifestasi Klinis
Pada umumnya keluhan orang dewasa berupa benjolan di inguinalis yang
timbul pada waktu mengedan, batuk, atau mengangkat beban berat dan
menghilang pada waktu istirahat berbaring. Pada inspeksi perhatikan keadaan
asimetris pada kedua inguinalis, skrotum, atau labia dalam posisi berdiri dan
berbaring. Pasien diminta mengedan atau batuk sehingga adanya benjolan atau
keadaan asimetris dapat dilihat. Palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjolan
hernia, diraba konsistensinya, dan dicoba mendorong apakah benjolan dapat
direposisi. Setelah benjolan dapat direposisi dengan jari telunjuk, kadang
cincin hernia dapat diraba berupa anulus inguinalis yang melebar (Jong,
2004).
Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaaan isi
hernia. Pada hernia reponibel keluhan satu-satunya adanya benjolan di lipat
paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk bersin, atau mengejan dan
menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada
biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri
viseral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus
masuk ke dalam kantong hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru
timbul kalau terjadi inkarserasi karena ileus atau strangulasi karena nekrosis
atau gangren.

18

Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada
inspeksi saat pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis lateralis muncul
sebagai penonjolan di regio ingunalis yang berjalan dari lateral atas ke medial
bawah. Kantong hernia yang kosong kadang dapat diraba pada vunikulus
spermatikus sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang memberikan sensasi
gesekan dua permukaan sutera. Tanda ini disebut tanda sarung tangan sutera,
tetapi umumnya tanda ini sukar ditentukan. Kalau kantong hernia berisi organ,
tergantung isinya, pada palpasi mungkin teraba usus,omentum (seperti karet),
atau ovarium. Dengan jari telunjuk atau kelingking pada anak, dapat dicoba
mendorong isi hernia dengan menekan kulit skrotum melalui anulus eksternus
sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau tidak. Dalam
hal hernia dapat direposisi, pada waktu jari masih berada dalam anulus
eksternus, pasien diminta mengedan. Kalau ujung jari menyentuh hernia,
berarti hernia inguinalis lateralis, disebut hernia inguinalis lateralis karena
menonjol dari perut di lateral pembuluh epigastrika inferior. Disebut juga
indirek karena keluar melalui dua pintu dan saluran yaitu, anulus dan kanalis
inguinalis. Pada pemeriksaan hernia lateralis akan tampak tonjolan berbentuk
lonjong, sedangkan hernia medialis berbentuk tonjolan bulat. Dan kalau sisi
jari yang menyentuhnya, berarti hernia inguinalis medialis. Dan jika kantong
hernia inguinalis lateralis mencapai skrotum, disebut hernia skrotalis. Hernia
inguinalis lateralis yang mencapai labium mayus disebut hernia labialis.
Diagnosis ditegakkan atas dasar benjolan yang dapat direposisi, atau jika tidak
dapat direposisi, atas dasar tidak adanya pembatasan yang jelas di sebelah

19

cranial dan adanya hubungan ke cranial melalui anulus eksternus. Hernia ini
harus dibedakan dari hidrokel atau elefantiasis skrotum. Testis yang teraba
dapat dipakai sebagai pegangan untuk membedakannya.(Jong, 2004).

G. Penatalaksanaan
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan
pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang
telah direposisi. Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulata,
kecuali pada pasien anak-anak, reposisi spontan lebih sering (karena cincin
hernia yang lebih elastis). Reposisi dilakukan secara bimanual. Tangan kiri
memegang hernia membentuk corong sedangkan tangan kanan mendorongnya
ke arah cincin hernia dengan sedikit tekanan perlahan yang tetap sampai
terjadi reposisi. Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan menahan
hernia yang telah direposisi dan tidak pernah menyembuhkan, sehingga harus
dipakai seumur hidup. Namun, cara yang sudah berumur lebih dari 4000 tahun
ini masih saja dipakai sampai sekarang. Sebaiknya cara seperti ini tidak
dianjurkan karena menimbulkan komplikasi, antara lain merusak kulit dan
tonus otot dinding perut di daerah yang tertekan, sedangkan strangulasi tetap
mengancam.
Pengobatan

operatif merupakan

satu-satunya pengobatan

hernia

inguinalis yang rasional. Indikasi operatif sudah ada begitu diagnosa


ditegakkan. Prinsip dasar operatif hernia terdiri atas herniotomi dan
hernioplastik. Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai

20

ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan,
kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu
dipotong.
Pada hernioplastik dilakukan tindakan untuk memperkecil annulus
inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis iguinalis.
Hernioplastik lebih penting dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan
dengan herniotomi. Hernia bilateral pada orang dewasa, dianjurkan melakukan
operasi dalam satu tahap kecuali jika ada kontra indikasi. Begitu juga pada
anak-anak dan bayi, operasi hernia bilateral dilakukan dalam satu tahap,
terutama pada hernia inguinalis sinistra (Jong, 2004).

H. Komplikasi
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi
hernia. Isi hernia dapat tertahan dalam kantong, pada hernia ireponibel ini
dapat terjadi kalau isi hernia terlalu besar, misalnya terdiri atas omentum,
organ ekstraperitonial. Disini tidak timbul gejala klinis kecuali berupa
benjolan. Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga
terjadi hernia strangulata yang menimbulkan gejala obstruksi usus yang
sederhana. Sumbatan dapat terjadi total atau parsial. Bila cincin hernia sempit,
kurang elastis, atau lebih kaku, lebih sering terjadi jepitan parsial. Jarang
terjadi inkarserasi retrograd, yaitu dua segmen usus terperangkap di dalam
kantong hernia dan satu segmen lainnya berada dalam rongga peritonium,
seperti huruf W.

21

Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi


hernia. Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ
atau struktur di dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia.
Timbulnya udem menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah,
sehingga akhirnya peredaran darah jaringan terganggu. Isi hernia terjadi
nekrosis dan kantong hernia berisi transudat berupa cairan serosanguinus.
Kalau isi hernia terdiri atas usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat
menimbulkan abses local, fistel, atau peritonitis, jika terjadi hubungan dengan
dengan rongga perut (Jong, 2004).
Gambaran klinis hernia inguinalis lateralis inkarserata yang mengandung
usus

dimulai

dengan

gambaran

obstruksi

usus

dengan

gangguan

keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa. Bila sudah terjadi strangulasi
karena gangguan vaskularisasi, terjadi keadaan toksik akibat gangren dan
gambaran klinis menjadi kompleks dan sangat serius. Penderita mengeluh
nyeri lebih hebat di tempat hernia. Nyeri akan menetap karena rangsangan
peritoneal.
Pada pemeriksaan local ditemukan benjolan yang tidak dapat
dimasukkan kembali disertai nyeri tekan dan tergantung keadaan isi hernia,
dapat dijumpai tanda peritonitis atau abses local. Hernia strangulata
merupakan keadaan gawat darurat. Oleh karena itu, perlu mendapat
pertolongan segera (Jong 2004).

22

I.

Pengkajian Fokus
1. Pengkajian
Pengkajian pasien Post operatif (Doenges, 2000) adalah meliputi :
a. Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit
vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan
trombus).
b. Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis, faktor-faktor stress multiple
misalnya: financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang,
stimulasi simpatis.
c. Makanan / cairan
Gejala: insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk
hipoglikemia/ketoasidosis), malnutrisi (termasuk obesitas), membrane
mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra
operasi).
d. Aktivitas atau istirahat
Tanda : mengangkat beban berat, duduk, mengemudi dalam waktu lama,
membutuhkan papan matras untuk tidur, penurunan rentang gerak, tidak
mampu melakukan aktivitas seperti biasa, atrofi otot, gangguan dalam
berjalan.

23

e. Neurosensori
Gejala : kesemutan, kekakuan, kelemahan tangan atau kaki, penurunan
reflek tendon dalam, nyeri tekan atau nyeri abdomen.
f. Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
g. Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan.
Tanda:munculnya proses infeksi yang melelahkan, demam.
h. Kenyamanan
Gejala : nyeri seperti ditusuk-tusuk, fleksi pada kaki, keterbatasan
mobilisasi.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan luka insisi dan distensi abdominal, ditandai
dengan adanya rasa nyeri, perilaku yang sangat hati-hati, melindungi
bagian tertentu, memusatkan diri, mempersempit fokus, perilaku
distraksi (tegang, mengerang, menangis, mondar-mandir, gelisah), raut
wajah kesakitan (mata kuyu, terlihat lelah, gerakan kaku, meringis),
perubahan tonus otot, respons autonom (diaforesis), perubahan tekanan
darah dan nadi, dilatasi pupil, penurunan atau peningkatan frekuensi
nafas.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan inkontinuitas jaringan sekunder
terhadap tindakan invasive (insisi bedah).

24

c. Perubahan pola eliminasi konstipasi berhubungan dengan penurunan


peristaltic usus sekunder terhadap efek anesthesi yang ditandai dengan
feses keras, berbentuk, defekasi terjadi kurang dari 3 kali seminggu,
bising usus menurun, melaporkan adanya perasaan penuh pada rectum.
d. Imobilitas

fisik

berhubungan

dengan

keterbatasan

gerak

(Carpenito,2000).

J. PATHWAY
Faktor kongenital
J. Pathways
(kegagalan penutupan
prosesus vaginalis
pada waktu kehamilan)

Faktor didapat (batuk kronis,


mengejan saat miksi, mengejan
saat defekasi, pekerjaan
mengangkat benda berat)
25

26

K. Fokus Intervensi dan Rasional


1. Nyeri berhubungan dengan luka insisi
a. Tujuan
Klien melaporkan nyeri berkurang dengan kriteria menunjukkan
perilaku/ketrampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik, tampak rileks,
tidur dan istirahat dengan tepat.
b. Intervensi
1) Observasi nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 1-10).
Rasional:pengkajian nyeri mendasari bagi perencanaan intervensi
keperawatan.
2) Latih klien menggunakan metode distraksi.
Rasional: Latihan pernafasan dan tehnik relaksasi menurunkan
konsumsi O2, frekuensi nafas, frekuensi jantung, ketegangan otot
yang menghentikan siklus nyeri.
3) Ubah posisi yang nyaman, misalnya posisi semifowler dengan
bagian lutut ditopang dengan bantal.
Rasional: posisi yang tepat dapat mengurangi stres pada area insisi.
4) Pantau tanda vital tiap 4 jam.
Rasional: Untuk mengetahui perubahan KU pasien.
5) Berikan tindakan kenyamanan (sentuhan terapeutik, pengubahan
posisi, pijatan punggung).

27

Rasional: Rangsang kutan mengaftifkan serabut besar yang


bereaksi terhadap nyeri yang mengatur pesan nyeri yang dibawa
oleh serabut kecil.
6) Kolaborasi pemberian analgetic sesuai indikasi.
Rasional: Obat-obat anti inflamasi non steroid dianjurkan untuk
nyeri pasca operasi ringan sampai sedang.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan inkontiunitas jaringan sekunder
terhadap tindakan invasive/ insisi pembedahan.
a. Tujuan
Klien terbebas dari infeksi selama proses penyembuhan dengan kriteria
tidak ada tanda infeksi.
b. Intervensi
1) Observasi adanya tanda-tanda infeksi.
Rasional: sebagai respon jaringan terhadap infiltrasi pathogen
dengan peningkatan darah dan aliran limfe, penurunan epitelisasi,
peningkatan suhu tubuh oleh rangsangan hipotalamus.
2) Pantau tanda vital, perhatikan demam ringan menggigil, nadi dan
pernafasan cepat, gelisah, peka, disorientasi.
Rasional: untuk mengetahui perubahan KU pasien.
3) Ganti balutan secara sering dengan tehnik steril.
Rasional: dapat mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam
luka dan mengurangi resiko transmisi infeksi pada orang lain.

28

4) Sarankan klien untuk tidak menyentuh area luka operasi.


Rasional: tanpa cuci tangan dan sarung tangan menambah resiko
infeksi pada luka.
5) Anjurkan klien untuk makan TKTP
Rasional: untuk memperbaiki jaringan tubuh harus meningkatkan
masukan protein dan karbohidrat serta hidrasi adekuat untuk
transport vaskuler dari oksigen dan zat sampah.
6) Kolaborasi pemberian antibiotik.
Rasional: sebagai penghambat pertumbuhan dan pembunuh
mikroorganisme pada luka, sehingga luka bersih dan terbebas dari
infeksi.
3. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus sekunder
terhadap efek anesthesia.
a. Tujuan
Klien mempunyai pola eliminasi fekal yang normal dengan kriteria
mampu buang air besar dan bising usus normal.
b. Intervensi
1) Observasi adanya distensi, nyeri, dan pembatasan pasien dalam
melakukan mobilisasi.
2) Sarankan klien untuk melakukan mobilisasi secara dini.
Rasional: gerak fisik miring kanan/kiri merangsang eliminasi usus
dengan memperbaiki tonus otot abdomen dan merangsang nafsu
makan dan peristaltic usus.

29

3) Sarankan untuk makan makanan tinggi serat segera setelah


peristaltic aktif kembali.
Rasional: diit seimbang tinggi serat merangsang peristaltic.
4) Sarankan klien minum banyak sesuai anjuran dokter.
Rasional: minum yang cukup perlu untuk mempertahankan pola
BAB dan meningkatkan konsistensi feses.
4. Imobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak
a.

Tujuan
Pasien dapat beraktivitas dengan nyaman dengan kriteria hasil
menunjukkan mobilitas yang aman, meningkatkan kekuatan dan
fungsi bagian tubuh yang sakit.

b.

Intervensi
1)

Berikan aktivitas yang disesuaikan dengan pasien.


Rasional: Imobilitas yang dipaksakan dapat memperberat
keadaan.

2) Anjurkan pasien untuk beraktivitas sehari-hari dalam keterbatasan


pasien.
Rasional: Partisipasi pasien akan meningkatkan kemandirian
pasien.
3) Anjurkan keluarga dalam melakukan meningkatkan kemandirian
pasien.

30

Rasional: Keterbatasan aktivitas bergantung pada kondisi yang


khusus tetapi biasanya berkembang dengan lambat sesuai
toleransi.
4) Kolaborasi dalam pemberian obat
Rasional: Obat dapat meningkatkan rasa nyaman dan kerjasama
pasien selama melakukan aktivitas.(Doengoes, 2000).

31

Anda mungkin juga menyukai