Anda di halaman 1dari 16

CASE REPORT

ANASTESI GENERAL DENGAN INTUBASI ENDOTRAKEAL


PADA TINDAKAN EKSTIRPASI TERHADAP PASIEN
LIMFADENOPHATI COLLI SINISTER
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Dokter Umum
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pembimbing : dr. E. Cendra Praman Widyanaputra, Sp. An.

Disusun Oleh :
Reisya Tiara Kandita, S. Ked (J500100042)
Muhammad Iqbal, S. Ked (J500100110)
KEPANITERAAN KLINIK ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI
RSUD SUKOHARJO FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014

CASE REPORT
ANASTESI GENERAL DENGAN INTUBASI ENDOTRAKEAL
PADA TINDAKAN EKSTIRPASI TERHADAP PASIEN
LIMFADENOPHATI COLLI SINISTER
Oleh:
Reisya Tiara Kandita, S. Ked (J500100042)
Muhammad Iqbal, S. Ked (J500100110)
Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Pada

Juni 2014

Pembimbing
dr. E. Cendra Praman Widyanaputra, Sp. An.

(................................)

Dipresentasikan di Hadapan
dr. E. Cendra Praman Widyanaputra, Sp. An.

(................................)

Disahkan Oleh Ka Profesi :


dr. Dona Dewi Nirlawati

(.................................)

KEPANITERAAN KLINIK ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI


RSUD SUKOHARJO FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014

BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. Kanivan Hasan
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 6 tahun
Alamat
: Waringin Rejo Cemani Sukoharjo
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pelajar
No. RM
: 248063
Tanggal operasi : 18 Juni 2014
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Benjolan di leher kiri, sudah 2 tahun dan tidak nyeri.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Sukoharjo dengan keluhan benjolan di leher kiri
sejak 2 tahun lalu dan tidak nyeri. Pasien tidak mengeluhkan apapun.
BAK/BAB dalam batas normal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi
Riwayat DM
Riwayat asma
Riwayat alergi
Riwayat penyakit jantung
Riwayat penyakit hati
Riwayat penyakit ginjal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi
Riwayat DM
Riwayat asma
Riwayat alergi
5. Riwayat Obat-obatan
Obat kortikosteroid
Obat antihipertensi
Obat antidiabetik
Obat antibiotik

: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal

Obat penyakit jantung


: disangkal
6. Riwayat Operasi dan Anestesi
: disangkal
7. Kebiasaan Sehari-hari
Merokok
: disangkal
Konsumsi alkohol
: disangkal
8. Anamnesa Sistem
Sistem serebrospinal : nyeri kepala (-), pusing (-), demam (-)
Sistem respirasi
: batuk (-), pilek (-), sesak nafas (-)
Sistem kardiovaskuler : nyeri dada (-), berdebar-debar (-)
Sistem pencernaan
: mual (-), muntah (-), nyeri perut (-)
Sistem urogenital
: BAK dbn
Sistem musculoskeletal : gerak bebas
Sistem integumentum : ikterik (-), sianosis (-), akral hangat (+)
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Sistem Generalis
Keadaan umum
: baik, tidak tampak kesakitan
Gizi
: kesan gizi cukup
Kesadaran
: compos mentis, GCS E4V5M6
BB
: 16 tahun
2. Vital Sign
TD
: 100/60 mmHg
N
: 72x/menit
RR
: 18x/menit
S
: 36,8C
3. Status Lokalis
a. Kepala
Bentuk
: mesosefal, simetris, deformitas (-), tanda trauma (-)
Rambut
: hitam, distribusi rata, tidak mudah dicabut
Mata
: konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Mulut
: tidak ada gangguan dalam membuka rahang, tampak
arkus faring, uvula dan palatum molle, darah (-),
susunan gigi baik
b. Leher
Pembesaran KGB (+)
Benjolan di leher kiri
c. Mallapati
Gradasi I (pallatum molle, istmus faucium dan uvula terlihat jelas)

d. Thorax
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: iktus kordis tidak tampak


: iktus kordis tidak kuat angkat
: batas jantung dalam batas normal
: bunyi jantung I-II regular, bising (-)

Pulmo
Inspeksi

: simetris, tanda trauma (-) ketinggalan gerak (-),


retriksi (-)
Palpasi
: fremitus kanan = kiri
Perkusi
: sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+) normal, suara tambahan (-)
e. Abdomen
Inspeksi : simetris, sejajar dengan dinding thorax, sikatrik (-)
Auskultasi : peristaltic (+) normal
Palpasi
: nyeri tekan (-), nyeri tekan lepas (-), tidak teraba massa (-),
hepar dan lien tidak teraba. Psoas sign (-), Obturator sign (-),
Rovsing sign (-), Blumberg sign (-)
Perkusi
: timpani, pekak beralih (-)
f. Ekstremitas
Akral hangat
Edema (-/-), sianosis (-/-), ikterik (-/-)
D. PEMERIKSAAN TAMBAHAN
a. Laboratorium Darah Rutin
Pemeriksaan
Lekosit
Eritrosit
Hb
Index eritrosit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
RDW-CV
Waktu pendarahan
Waktu pembekuan
Golongan darah
GDS

Hasil
7,5
4,6
11,9

Nilai Rujukan
4,5 13,5 L
3,80 5,80 L
10,8 15,6 g/dL

75
26
35
456
13,1
3
3
A
98

69 93 fL
22 34 pg
32 36 g/dL
181 521 L
11,5 14,5 %
1 3 menit
8 18 menit
70 120 mg/dL

Ureum
Kreatinin
HBsAg

15,9
0,44
Negatif

10 50 mg/dL
< 1,0 mg/dL

b. Pemeriksaan Radiologi
Foto thorax AP :
Cor
: Tidak membesar
Pulmo : Corakan bronchovaskuler meningkat
Hilus pulmo kanan dan kiri tenang
Diafragma dan sinus baik
Kesan : Pulmo tenang
E. DIAGNOSIS
Limfadenophati Colli Sinistra
F. KESIMPULAN
Berdasarkan sistem fisik, diklasifikasikan dalam ASA I (pasien normal yang

sehat)
ACC operasi dengan General Anaesthesia

G. PENATALAKSANAAN
Terapi operatif
: Ekstirpasi
H. TINDAKAN ANESTESI
1. Pre operatif
Informed consent / persetujuan tindakan operasi dan anestesi
Pasien puasa 6 jam pre operatif, penting untuk mencegah aspirasi lambung

dari regurgitasi dan muntah


Keadaan umum dan vital sign baik (TD 100/60 mmHg, N 72x/menit, RR
18x/menit, S 36,8C)
Managemen terapi cairan :
- Pengganti puasa (PP) (pasien 16 kg):
= lama puasa (jam) x BB
= 6 jam x 16
= 96 cc
Pasien telah mendapat 200 cc cairan sebelum operasi dimulai
-

cairan pengganti puasa terpenuhi


Maintenance (M) (pasien 58 kg) :
10 kg pertama x 4 cc/kgBB

= 40 cc

6 kg selanjutnya x 2 cc/kgBB
= 12 cc
Jumlah cairan maintenance = 52 cc
Stresss operatif (SO) (jenis operasi sedang) :
= 4 cc x 16 kg
= 64 cc
Perdarahan
Penggantian cairan selama operasi
Jam I = x PP + M + SO
Jam II = x PP + M + SO
Jam III = x PP + M + SO
Jam I = 52 cc + 64 cc = 116 cc
Jam II = 52 cc + 64 cc = 116 cc

2. Peri operatif
Pasien masuk ke ruang OK, diposisikan di atas meja operasi, diukur lagi
tekanan darah, nadi, respirasi dan saturasi (TD: 100/60 mmHg, N:

126x/menit, RR: 22x/menit, SPO2: 99%)


Persiapan obat yang digunakan :
- Midazolam dosis premedikasi 0,05 mg x 16 kg = 0,8 mg
- Ketamin dosis induksi 1-2 mg x 16 kg = 16 mg
- Propofol dosis induksi 2-3 mg x 16 kg = 32 mg
- Atracurium dosis intubasi 0,5 mg x 16 kg = 8 mg
- Fentanyl dosis intubasi 1-3 mg x 16 kg = 16 mg
- Ondancetron 8 mg
- Novalgin 10-20 mg x 16 kg = 160 mg
Premedikasi
10.35 pasien diberi injeksi midazolam 1 mg IV sebagai sedasi
Induksi
- 10.37 injeksi ketamin 16 mg, propofol 30mg, fentanyl dan atracurium.
Tingkat kedalaman anestesi dinilai dari hilangnya reflek bulu mata.
- Dipasang orofaringeal airway (goedel) lalu diberi face mask yang
telah terpasang dengan mesin anestesi dengan fresh flow gas O 2 dan
N2O 50:50 sambil dilakukan bagging 3 menit untuk menentukan
-

pengembangan paru dan pelemas otot


Laringoskopi dimasukkan sampai terlihat glottis dan rima glottis
Asisten melakukan Sellick Manuver dengan menekan cartilage
cricoidea

ETT

ukuran

dimasukkan.

Menghubungkannya

ke

pompa,

menggembungkan cuff dengan spuit dan mendengarkan suara paru


-

lalu fiksasi ETT dan goedel


Sevofluran, O2 dan N2O dialirkan sebagai anestesi rumatan. Setelah

tingkat anestesi dalam operasi dimulai.


- 10.50 operasi dimulai
Maintenance
Maintenance dengan N2O 2L/menit sebagai analgetik, sevoflurane 2 volt%
dan O2 2L/menit untuk menanggulangi efek pengenceran O2 pada alveoli

oleh N2O.
Tabel perubahan tekanan darah, nadi, respirasi rate dan saturasi O2
Waktu
10.35
10.40
10.50
11.00
11.10
11.20
11.30
11.40
11.50
12.00
12.10
12.15

TD (mmHg)
100/60
91/46

72/47

HR (x/menit)
126
141
130
92
132
107
110
136
101
110
138
121

RR (x/menit)
18
22
20
21
22
20
20
22
22
22
21
23

Sp O2 (%)
99
98
93
98
99
99
99
99
99
99
99
99

Sevoflurane dikurangi dan dihentikan beberapa menit sebelum operasi


selesai. 12.15 operasi selesai, N2O dihentikan pasien hanya diberikan O2,
ETT dilepas dan pasien diberi O2 pernasal. Pasien mulai sadar goedel
dilepas.

3. Post operatif
Setelah operasi pasien dipindahkan ke recovery room
Monitoring keadaan umum pasien dengan alderette score

Kesadaran
: dapat dibangunkan tapi cepat tidur
=1
Warna kulit : merah muda
=2
Aktivitas
: dapat menggerakkan semua ekstremitas
=2
Respirasi
: sanggup nafas dalam dan batuk
=2
Kardiovaskuler : TD deviasi 20% dari normal
=2
Total alderette score
=9
Kriteria pindah dari recovery room ke bangsal jika alderette score
8 dan tanpa ada nilai 0 atau alderette score >9, maka pasien dapat
dipindahkan ke bangsal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI

General anesthesia atau anestesi umum adalah ketidaksadaran yang


dihasilkan oleh obat obatan. Menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh secara
sentral disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel. Selama anestesi
umum, seseorang dalam keadaan tidak sadar namun bukan dalam keadaan tidur
sebenarnya. Anestesi umum dengan efeknya di atas memungkinkan untuk
digunakan dalam operasi atau pengobatan lainnya yang mempunyai rasa sakit
yang tidak bisa ditolerir.
Perbedaan dengan anestesi lokal antara lain, pada anestesi lokal hilangnya
rasa sakit setempat sedang anestesi umum seluruh tubuh. Pada anestesi lokal yang
terpengaruh saraf perifer, sedang pada anestesi umum yang terpengaruh adalah
saraf sentral dan anestesi lokal tidak terjadi kehilangan kesadaran.
B. MEDIKASI
Di dalam prakteknya, obat obat anestesi dimasukkan ke dalam tubuh
melalui inhalasi, atau parental, ada pula yang dimasukkan melalui rektal tetapi
jarang dilakukan.
1. Obat inhalasi antara lain:
N0
Halothan
Enflurane
Ether
Isoflurane
Sevoflurane
Metoxiflurane
Trilene
2. Obat melalui parental antara lain:
Intravena antara lain penthotal, ketamin, propofol, etomidat dan golongan
benzodiazepin
Intramuskular antara lain ketamin.
3. Obat melalui rectal antara lain:
Etomidat (dilakukan untuk induksi anak).

Beberapa obat obatan yang paling sering digunakan pada anestesi umum
adalah:
Propofol, membuat hilangnya kesadaran (induksi), pada dosis terendah

akan memberikan sensasi nyaman (sedasi) bukan kehilangan kesadaran.


Benzodiazepin, sangat baik dalam menurunkan kecemasan (ansiolisis)

sebelum operasi.
Narkotika, untuk mencegah dan mengobati nyeri.
Agen inhalasi, dihirup bersamaan dengan gas yang yang mengandung

oksigen.
Antiemetik, NSAID, muscle relaxant, dan obat obatan vasoaktif.
Beberapa faktor yang mempengaruhi general anesthesia atau anestesi

umum antara lain:


1. Faktor respirasi
Diperlukan tekanan parsial pada alveoli dengan sirkulasi darah agar
terjadinya difusi obat anestesi. Proses difusi akan terganggu bila terdapat penghalang
antara alveoli dan sirkulasi darah misalnya pada edema pulmo dan fibrosis paru.
Makin tinggi perbedaan tekanan parsial makin tinggi terjadinya difusi.

2. Faktor Sirkulasi
Blood gas partition coefisien adalah rasio konsenterasi zat anestesi dalam
darah dan dalam gas yang keduanya dalam keadaan keseimbangan. Bila kelarutan zat
anestesi dalam darah tinggi atau BG koefisien tinggi maka obat berdifusi cepat larut
dalam darah. Sebaliknya obat dengan BG koefisien rendah, maka cepat etrjadi
keseimbangan antara alveoli dan sirkulasi darah, akibatnya pasien mudah tidur waktu
induksi dan mudah bangun waktu anestesi diakhiri.

3. Faktor Jaringan
Yang menentukan antara lain:

Perbedaan tekanan parsial obat anestesi di dalam sirkulasi darah


dan di dalam jaringan.

Kecepatan metabolisme obat.


Aliran arah dalam jaringan.
Tissue/blood partition coefisien.
4. Faktor Zat Anestesi
Zat zat anestesi mempunyai potensi yang berbeda beda dengan
ukuran MAC (minimal alveolar concentration). MAC adalah konsenterasi
obat anestesi inhalasi minimal pada tekanan udara 1 atm yang dapat
mencegah gerakan otot skelet sebagai respon rangsang sakit supra maksimal
pada 50% pasien, atau dapat diartikan sebagai konsenterasi obat inhalasi
dalam alveolu yang dapat mencegah respon terhadapa incisi pembedahan
pada 50% individu. Makin rendah MAC makin tinggi potensi obat anestesi
tersebut.
C. STADIUM ANESTESI
Guedel membagi kedalaman anestesi menjadi 4 stadium dengan melihat
pernafasan, gerakan bola mata, tanda pada pupil, tonus otot dan refleks pada
penderita yang mendapat anestesi ether.
1. Stadium I disebut juga stadium analgesi atau stadium disorientasi. Dimulai
sejak diberikan anestesi sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini
operasi kecil bisa dilakukan.
2. Stadium II disebut juga stadium delirium atau eksitasi. Dimulai dari
hilangnya kesadaran sampai nafas teratur. Pasien bisa meronta ronta,
pernafasan ireguler, pupil melebar, refleks cahaya positif, gerakan bola mata
tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi, refleks fisiologis masih
ada, dapat terjadi batuk atau muntah, kadang kadang kencing atau
defekasi.
Stadium ini diakhiri dengan hilangnya refleks menelan dan kelopak mata
dan selanjutnya nafas menjadi teratur. Stadium ini membahayakan
penderita, karena itu harus segera diakhiri.

3. Stadium III disebut juga stadium operasi. Dimulai dari nafas teratur sampai
paralise otot nafas. Dibagi menjadi 4 plana:
Plana I: dari nafas teratur sampai berhentinya gerakan bola mata.
Plana II: dari berhentinya gerkan bola mata sampai permulaan paralisa otot
interkostal.
Plana III: dari permulaan paralise otot interkostal sampai paralise seluruh
otot interkostal.
Plana IV: dari paralise semua otot interkostal sampai paralise diafragma.
4. Stadium IV juga disebut stadium over dosis atau stadium paralysis. Dimulai
dari paralisa diafragma sampai apneu dan kematian.
D. KOMPLIKASI
Efek samping paling sering dari anestesi umum adalah mual dan muntah
setelah operasi. Beberapa orang mungkin mengalami sakit tenggorokan dan
kerusakan pada gigi, gusi, lidah ataupun plica vokalis akibat masuknya
endotracheal tube kedalamnya. Komplikasi paling serius dan paling jarang adalah
malignant hyperthermia, serangan jantung, stroke, atau kematian. Hal tersebut
dapat terjadi pada pasien dengan gangguan jantung, hipertensi, diabetes, penyakit
ginjal, dan atau penyakit paru.
TINDAKAN PEMASANGAN ETT (ENDO TRACHEAL TUBE)/INTUBASI
A. Definisi
Pemasangan Endotracheal Tube (ETT) atau intubasi adalah memasukkan pipa
jalan nafas buatan ke dalam trachea melalui mulut. Tindakan intubasi baru dapat
dilakukan bila : cara lain untuk membebaskan jalan nafas (airway) gagal, perlu
memberikan nafas buatan dalam jangka panjang, ada risiko besar terjadinya
aspirasi ke paru-paru.
B. Tujuan
Membebaskan jalan nafas dan untuk pemberian pernafasan mekanis (dengan
ventilator).
C. Persiapan alat yang digunakan
1. Laryngoscope
2. ETT sesuai ukuran (Pria : nomor 7; 7,5; 8 dan wanita : nomor 6,5; 7)

3. Mandarin
4. Xylocain jelly
5. Xylocain spray
6. Handscoon steril
7. Spuit 10cc
8. Orofaringeal tube (goedel)
9. Stetoskop
10. Face mask
11. Suction kateter
12. Plester
13. Masker
D. Persiapan tindakan

1. Posisi pasien terlentang dengan kepala ekstensi (bila dimungkinkan pasien


ditidurkan dengan obat pelumpuh otot yang sesuai)
2. Petugas mencuci tangan, memakai masker dan handscoon

3. Melakukan suction
4. Melakukan intubasi dan menyiapkan ventilator
Buka blade pegang tangkai laryngoskop dengan tenang
Buka mulut pasiem
Masukkan blade pelan-pelan menyusuri dasar lidah ujung blade

sudah sampai dipangkal lidah geser lidah pelan-pelan kea rah kiri
Angkat tangkai laryngoskop ke depan sehingga menyangkut

keseluruh lidah ke depan sehingga rima glottis terlihat


Ambil pipa ETT sesuai ukuran yang sudah ditentukan sebelumnya
Masukkan dari sudut mulut kanan arahkkan ujung ETT menyusur

ke rima glottis masuk ke cela pita suara


Dorong pelan sehingga seluruh balon ETT di bawah pita suara
Cabut stylet
Tiup balon ETT sesuai volumenya
Cek ulang dengan stetoskop dan dengarkan aliran udara yang

masuk lewat ETT apakah sama antara paru kanan dan kiri
- Fiksasi ETT dengan plester
- Hubungkan ETT dengan konektor sumber oksigen
5. Pernafasan yang adekuat dapat dimonitor melalui cek BGA (Blood Gas
Analysis) - 1 jam setelah intubasi selesai
6. Mncuci tangn sesudah melakukan intubasi
7. Catat respon pernafasan pasien pada mesin ventilator

DAFTAR PUSTAKA
1. Dobson, M.B.,ed. Dharma A., Penuntun Praktis Anestesi, EGC, 1994, Jakarta.
2. Staf Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UI, Anestesiologi,
1989, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai