RS BAPTIS BATU
JL RAYA TLEKUNG NO 1
JUNREJO BATU
DAFTAR ISI
ii
1. Latar Belakang...............................................................................................
2. Tujuan ............................................................................................................
3. Kebijakan .......................................................................................................
4. Cakupan Kegiatan..........................................................................................
1. Definisi ..........................................................................................................
3.
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
I.
LATAR BELAKANG
Rumah Sakit Baptis Batu mempunyai visi Menjadi Rumah Sakit Utama
Pilihan Masyarakat Malang Raya Karena pelayanan kesehatan yang berpusat pada
mutu dan keselamatan pasien diberikan oleh Rumah Sakit Baptis Batu bermutu
yang salah satu parameternya adalah efektifnya pelayanan pengendalian infeksi
artinya pasien yang dirawat tidak mendapatkan infeksi di Rumah Sakit Baptis Batu
atau sering disebut dengan infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah
masuknya mikroorganisme ke dalam jaringan tubuh atau cairan tubuh yang disertai
efek samping klinik (baik lokal atau sistemik) selama pasien dirawat di rumah sakit
tetapi pasien tidak dalam masa inkubasi ketika masuk rumah sakit.
Prinsip-prinsip penting dalam mendefinisikan infeksi nosokomial adalah
1.
2.
Diagnosa infeksi oleh dokter atau dokter bedah, yang didapat dari observasi
langsung waktu pembedahan, pemeriksaan endoskopi dan prosedur diagnosa
lainnya, atau juga dari pemeriksaan klinismerupakan kriteria yang dapat
diterima, kecuali terdapat bukti kuat yang tidak mendukung.
3. Tidak ada bukti atau tanda-tanda tentang infeksi atau masa inkubasi ketika
masuk rumah sakit.
Infeksi nosokomial dapat terjadi karena adanya mata rantai penularan penyakit
yaitu Pelayanan pengendalian infeksi dapat efektif dan berhasil jika setiap pemberi
layanan
atau
petugas kesehatan
menyadari
dan
melaksanakan
pedoman
II.
TUJUAN.
1) Umum.
a. Memutus mata rantai penularan mikroorganisme
b. Terciptanya kondisi lingkungan rumah sakit yang memenuhi persyaratan
dan menjamin pencegahan infeksi nosokomial serta membantu proses
pengobatan, penyembuhan pasien
2) Khusus.
a. Mempunyai kebijakan yang mengatur tentang pengendalian infeksi di
Rumah Sakit Baptis Batu
b. Memiliki pedoman pengendalian infeksi di Rumah Sakit Baptis
Batuyang selalu diperbaiki terus menerus sesuai hasil riset dan survey
c. Mencegah infeksi nosokomial terhadap penggunaan alat-alat medik
seperti penggunaan ventilator, pemasangan urine kateter, IV kateter
perifer dan central
d. Mencegah penularan infeksi melalui kontak,droplet dan airborne
III.
KEBIJAKAN.
1. Pegawai rumah sakit Baptis Batu wajib menerapkan cuci tangan sesuai
prosedur dan five moment cuci tangan
2. Pegawai rumah sakit wajib memakai APD bila melakukan kegiatan yang
beresiko terjadi paparan
3. Pengelolaan peralatan perawatan pasien dilakukan sesuai prosedur
berdasarkan kriteria Spaulding
4. Peralatan single use yang di re use harus memenuhi ketetapan sebagai
berikut
Material peralatan bisa di re use
Maksimum pemakaian ulang sesuai ketentuan
Tidak di re use bila alat sudah rusak
Proses pembersihan sesuai SPO
5. Pasien yang menggunakan peralatan single use yang di re use wajib
dijelaskan dan dimintai persetujuan
6. Pasien yang menggunakan peralatan single use yang di re use harus di
lakukan pengumpulan data untuk dianalisis resiko infeksi dari pemakaian
alat tsb
7. Pembersihan dan desinfeksi lingkungan harus dilakukan sesuai prosedur
8. Pengelolaan linen dilakukan sesuai prinsip pengendalian infeksi
9. Pegawai yang bekerja di ruang beresiko penularan penyakit wajib dilakukan
pemantauan kesehatan oleh rumah sakit
10. Pasien yang diduga atau diketahui menderita penyakit menular harus di
isolasi
11. Pasien yang menderita penyakit menular harus dipisahkan dari pasien lain
yang rentan karena immunosuppressed atau sebab lain, dan pegawai rumah
sakit
12. Pengelolaan benda tajam dan limbah medis harus sesuai prosedur
13. Praktek menyuntik harus memperhatikan prinsip keamanan
14. Pengelolaan makanan harus memperhatikan prinsip pengendalian infeksi
15. Pegawai rumah sakit wajib menerapkan etika batuk saat batuk atau bersin
16. Petugas rumah sakit wajib menerapkan kewaspadaan tambahan pada saat
merawat pasien yang menular melaui udara, droplet maupun kontak
17. Pasien yang terpasang alat invasif wajib dilakukan pencegahan dan
dimonitoring untuk kejadian infeksi
18. Pasien yang dilakukan tindakan operasi wajib dilakukan pencegahan dan
dimonitoring untuk kejadian infeksi
IV.
CAKUPAN KEGIATAN
1. Pencegahan infeksi nosokomial
a. Review prosedur yang terkait pengendalian infeksi
b. Audit pelaksanaan pengendalian infeksi di semua unit
2. Surveilans
3. Penggunaaan antibiotika
4. Pendidikan dan pelatihan
5. Survey infeksi : ILI & phlebitis, dekubitus, ILO, pola kuman, VAP, ISK
6. Audit pelaksanaan pengendalian infeksi di semua unit
7. Manajemen KLB
8. Membuat pengaturan tentang : ketentuan sterilisasi,
penggunaan
V.
No
Program
Metoda
Sasaran
Audit
SOP
Diskusi, Observasi
berhubungan dengan
yang
pengendalian infeksi
pengendalian infeksi
b.Audit pelaksanaan
di RS
pengendalian infeksi di
semua unit
2
Surveilans
Audit, monitoring
Kegiatan
yang
wawancara
Penggunaan Antibiotika
4.
pemakaian antibiotik
Presentasi,simulasi
Diskusi
Pengunjung RS dan
pasien
dengan data
Tindak menggunakan
lanjut
kesehatan
alat
selam
c. Infeksi Nosokomial
6
Audit
Pelaksanaan Audit,observasi,wawan
pengendalian Infeksi di RS
cara
Managemen KLB
Diskusi,
Petugas RS.
sterilisasi, Surveilens,audit
penggunaan
desinfektan,
Keperawatan,
Penunjang Medik
penggunaan antibiotika
Penanganan
Paparan
Tajam
10
Renovasi
Benda Audit,
wawancara, Petugas
diskusi
dan
Keperawatan, BPS
pembuatan ICRA,
gedung baru
observasi
pembanguan gedung
baru di RS
11
Kesehatan Staff
Audit
Imunisasi
, Petugas RS
medical check-up
12
Audit
CS,
Laboratorium
BAB II
PENGERTIAN INFEKSI NOSOKOMIAL
1.
DEFINISI.
Infeksi adalah adanya organisme dalam jaringan tubuh atau cairan tubuh yang
disertai efek samping klinik (baik lokal atau sistemik) pada host. Infeksi harus
dibedakan dengan kolonisasi, dimana adanya organisme pada kulit, dalam jaringan
tubuh atau dalam cairan tubuh tetapi tanpa disertai efek samping klinik, dan peradangan,
kondisi tersebut akibat dari respon jaringan terhadap injuri atau rangsangan oleh agen
noninfeksius. Infeksi yang terjadi selama hospitalisasi tetapi pasien tidak infeksi atau
tidak pada masa inkubasi ketika masuk rumah sakit didefinisikan sebagai nosokomial.
Prinsip-prinsip penting dalam mendefinisikan infeksi nosokomial adalah
informasi yang digunakan untuk menentukan adanya infeksi dan klasifikasinya
sebaiknya merupakan kombinasi hasil pemeriksaan klinis dan hasil test laboratorium
atau tes-tes lainnya :
a. Bukti klinis adanya infeksi didapat dari observasi langsung infeksi pada pasien
atau dari sumber-sumber data yang lain, seperti status pasien
b. Bukti laboratorium berupa hasil biakan, test deteksi antigen atau antibodi, atau
visualisasi mikroskopik
c. Data pendukung diambil dari pemeriksaan diagnostik yang lain seperti : sinar X
d. Infeksi pada neonatus dan anak kecil, dimana manifestasi kliniknya berbeda
dengan dewasa, diberlakukan kriteria khusus.
e. Diagnosa infeksi oleh dokter yang merawat atau dokter bedah, yang didapat dari
observasi langsung waktu pembedahan, pemeriksaan endoskopi dan prosedur
diagnosa lainnya, atau juga dari pemeriksaan klinis merupakan kriteria yang
dapat diterima, kecuali terdapat bukti kuat yang tidak mendukung.
f. Tidak ada bukti atau tanda-tanda tentang infeksi atau masa inkubasi ketika
masuk rumah sakit.
2.
Letak infeksi :
Kode
UTI-SUTI
Definisi
Kriteria 1
Demam (>38C)
Nikuria (anyang-anyangan)
Polakisuria
Disuria
Kriteria 2
Ditemukan paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejalagejala berikut tanpa adanya penyebab lain :
nikuria (anyang-anyangan)
polakuria
disuria
dan
salah satu dari hal-hal sebagai berikut:
1) Tes carik celup (dipstik) positif untuk lekosit esterase
dan atau nitrit
2) Piuria (terdapat 10 leukosit per ml atau terdapat 3
leukosit per LPB dari urin yang tidak dipusing
3) Ditemukan kuman dengan pewarnaan gram dari urin
yang tidak dipusing
4) Biakan urin paling sedikit dua kali berturut-turut
menunjukkan jenis kuman yang sama (kuman gram
negatif atau S.saphrophyticus) dengan jumlah > 100
koloni kuman per ml urin yang diambil dengan
kateter.
5) Biakan urin menunjukkan satu jenis uropatogen
(kuman gram negatif atau S.Saphrophyticus) dengan
jumlah >
Kriteria 3
demam (>38 C)
hipotermia (< 37 C)
apnea
letargi
muntah-muntah
dan
hasil biakan urin 105 kuman/ ml urin dengan tidak lebih
dari dua jenis kuman.
Kriteria 4
demam (>38 C)
hipotermia (< 37 C)
apnea
letargi
muntah-muntah
dan
paling sedikit satu dari hal-hal berikut ini :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
Catatan :
Biakan positif dari ujung kateter urin bukan merupakan tes laboratorium
yang bisa diterima untuk ISK
Biakan urin harus diambil dengan teknik yang sesuai, seperti koleksi
clean cath atau kateterisasi.
Pada anak kecil biakan urine harus diambil dengan kateterisasi buli-buli
atau aspirasi suprapubik; biakan kuman positif dari spesimen dari
kantung urine tidak dapat diandalkan dan harus dipastikan dengan
spesimen yang diambil secara aseptik dengan kateterisasi atau aspirasi
suprapubik
b.
Letak infeksi :
10
Kode
UTI-ASB
(Urinary Track
Infection
Asymptomatic
Bacteriuria)
Definisi
Kriteria 1
Dan
ditemukan dalam biakan urin > 105 kuman per ml urin
dengan jenis kuman maksimal 2 spesies
dan
tidak terdapat gejala-gejala atau keluhan demam, suhu
(>38C), nikuria (anyang-anyangan), polakisuria, disuria,
dan nyeri suprapubik
Kriteria 2
dan
biakan kuman 2 kali berturut-turut ditemukan tidak lebih
dari 2 jenis kuman yamg sama dengan jumlah <105 per
ml
dan
Tidak terdapat gejala-gejala Ditemukan paling sedikit dua
dari tanda-tanda dan gejala-gejala atau keluhan demam,
suhu (>38C), nikuria (anyang-anyangan), polakisuria,
disuria, dan nyeri suprapubik
11
Catatan :
Biakan positif dari ujung kateter urin bukan merupakan tes laboratorium
yang bisa diterima untuk ISK
Biakan kuman urin harus diambil dengan teknik yang sesuai, seperti
koleksi clean catch atau kateterisasi
c.
ISK lain
Letak infeksi :
Kode
Definisi
Kriteria 1
Kriteria 2
Kriteria 3
dan
Paling sedikit satu dari berikut ini :
1)
2)
12
4)
5)
Kriteria 4
demam (>38 C)
hipotermia (< 37 C)
apnea
letargi
muntah-muntah
dan
paling sedikit satu dari berikut :
1)
2)
3)
4)
5)
2.
13
a.
Superficial incisional
Letak infeksi :
Kode
Site
Definisi
Kriteria 1
dan
hanya meliputi kulit, subkutan atau jaringan lain diatas
fascia
dan
terdapat paling sedikit satu keadaan berikut :
1)
2)
3)
4)
b.
Letak infeksi :
Kode
SSI-(ST)
14
Definisi
Kriteria
dan
meliputi jaringan lunak yang dalam (mis lapisan fascia dan
otot) dari insisi
dan
terdapat paling sedikit satu keadaan berikut :
1)
komponen
organ/rongga
dari
daerah
pembedahan.
2)
3)
4)
15
c.
Organ / rongga
Letak infeksi :
Kode
Definisi
spesifik
dinyatakan
pada
ILO
16
6)
7)
8)
3.
PNEUMONIA
Pneumonia adalah infeksi saluran nafas bagian bawah (ISPB)
Letak infeksi :
pneumonia
Kode
PNEU-PNEU
Definisi
Kriteria 1
dan
salah satu diantara keadaan berikut :
1)
2)
3)
Kriteria 2
17
dan
salah satu diantara keadaan berikut:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
Kriteria 3
apnea
takipnea
bradikardaia
mengi (wheezing)
ronkhi basah
atau batuk
dan
paling sedikit satu diantara keadaan berikut :
1) Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat,
2) Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau
terjadi perubahan sifat sputum
3) Isolasi kuman positif pada biakan darah
4) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes,
sikatan/cucian bronkhus atau biopsi
5) Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam
18
Kriteria 4
dan
paling sedikit satu diantara keadaan berikut :
1) Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat,
2) Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau
terjadi perubahan sifat sputum
3) Isolasi kuman positif pada biakan darah
4) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes,
sikatan/cucian bronkhus atau biopsi
5) Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam
sekresi saluran nafas
6) Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan
histopatologis
Catatan :
4.
19
Kode
BSI LCBI
Definisi
Kriteria 1
dan
biakan dari darah tersebut tidak berhubungan dengan infeksi
di tempat lain.
Kriteria 2
demam
menggigil
hipotensi
dan
paling sedikit satu dari berikut :
1) Kontaminasi kulit biasa (mis. Diptheroids, Bacillus
sp.,
porionibacterium
sp.,
coagulase
negative
sp.,
coagulase
negative
dan
dokter
20
memberikan
terapi
N.
Meningiditis
atau
group
Streptococcus)
dan
tanda-tanda, gejala-gejala dan hasil laboratorium yang positif
yang tidak berhubungan dengan suatu infeksi di tempat lain.
Kriteria 3
Pasien berumur 1 tahun dengan paling sedikit satu tandatanda dan gejala-gejala sebagai berikut :
-
demam (> 38 C)
hipotermi (< 37 C)
apnea
atau bradicardi
dan
1) Kontaminasi kulit biasa (mis. Diptheroids, Bacillus
sp.,
porionibacterium
sp.,
coagulase
negative
sp.,
coagulase
negative
dan
dokter
memberikan
terapi
21
N.
Meningiditis
atau
group
dan
tanda-tanda, gejala-gejala dan hasil laboratorium yang positif
tidak berhubungan dengan satu infeksi di tempat lain.
5.
Sepsis klinis
Kode
BSI-CSEP
Definisi
Kriteria 1
dan
semua gejala/tanda yang disebutkan dibawah ini :
1)
Kriteria 2
2)
3)
demam (>38 C)
Hipotermia (<37 C)
22
Apnea
dan
semua gejala/tanda di bawah ini :
1)
6.
2)
3)
Kode
CVS-VASC
Definisi
Kriteria 1
dan
biakan darah tidak dilakukan atau tidak didapatkan kuman
dari biakan darah.
Kriteria 2
Kriteria 3
demam (>38 C)
nyeri
23
eritema
dan
lebih dari 15 koloni kuman yang dibiakkan dari ujung kanula
intravaskuler dengan menggunakan metode pembiakan
semikuantitatif
dan
biakan darah tidak dilakukan atau tidak didapatkan kuman
dari biakan darah.
Kriteria 4
Kriteria 5
demam (>38 C)
Hipotermia (<37 C)
Apnea
Letargi
dan
lebih dari 15 koloni kuman yang dibiakkan dari ujung kanula
intravaskuler dengan menggunakan metode pembiakan
semikuantitatif
24
dan
biakan darah tidak dilakukan atau tidak didapatkan kuman
dari biakan darah.
7. GASTROENTRITIS
Letak infeksi :
Gastroentritis
Kode
GI-GE
Definisi
Kriteria 1
Kriteria 2
Terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejalagejala berikut tanpa ada penyebab yang lainnya :
-
nausea (mual)
muntah
nyeri perut
dan
paling sedikit satu dari berikut :
1)
2)
3)
25
5)
Untuk neonatus
Dikatakan menderita gastroentritis apabila :
1)
2)
Kembung
3)
4)
Muntah
5)
8. EPISIOTOMI
Episiotomi
Letak
infeksi :
REPR-EPIS
Kode
:
Infeksi episiotomi harus memenuhi paling sedikit satu dari
Definisi
kriteria berikut :
episiotomi
26
9. VAGINAL CUFF
Letak infeksi :
Vaginal cuff
Kode
REPR-VCUF
Definisi
Kriteria 1
Kriteria 2
Kriteria 3
Kode
DECU
Definisi
Kriteria
Terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejalagejala berikut tanpa diketahui ada penyebab lain :
-
kemerahan
nyeri tekan
dan
paling sedikit satu dari berikut :
27
1)
2)
Kode
SST-BURN
Definisi
Kriteria 1
dan
pemeriksaan histologis dari biopsi luka bakar menunjukkan
invasi kuman ke dalam jaringan berdekatan yang sehat
dan
paling sedikit satu dari berikut ini :
1)
2)
28
Terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejalagejala berikut tanpa diketahui ada penyebab lainnya:
-
demam (>38 C)
Hipotermia (<36 C)
Hipotensi
dan
paling sedikit satu dari berikut ini :
1)
2)
3)
29
BAB III
SURVEILANS
I.
PENDAHULUAN
Kegiatan surveilans merupakan komponen penunjang penting dalam
program pengendalian infeksi nosokomial. Hasil dari surveilans dapat menjadi
dasar dalam membuat perencanaan dan merupakan tolak ukur keefektifan
program pengendalian infeksi nosokomial.
30
II.
TUJUAN
1. Memperoleh data dasar yaitu tingkat endemisitas infeksi nosokomial
2. Sebagai system kewaspadaan dini dalam mengidentifikasi kejadian luar
biasa (KLB)
3. Memenuhi standar mutu asuhan keperawatan dan pelayanan medis yang
dapat dipakai sebagai sarana meningkatkan mutu pelayanan
4. Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program pengendalian infeksi
nosokomial
31
III.
DEFINISI OPERASIONAL
1. Infeksi luka operasi superficial incisional (ILO Superficial incisional) untuk
operasi bersih
Definisi
Kriteria 1
dan
hanya meliputi kulit, subkutan atau jaringan lain diatas fascia
dan
terdapat paling sedikit satu keadaan berikut :
5)
6)
7)
8)
32
Kriteria 1
Lengkap
33
Kriteria 1
5)
6)
Kriteria 2
2)
3)
4)
5)
6)
diagnosis pneumonia
34
infeksi)
Kriteria 3
apnea
takipnea
bradikardaia
mengi (wheezing)
ronkhi basah
atau batuk
dan
paling sedikit satu diantara keadaan berikut :
7)
8)
9)
Kriteria 4
8)
9)
35
diagnosis pneumonia
IV.
METODE
Metode surveilans yang akan dilaksanakan adalah surveilans infeksi nosokomial
periodic dan surveilans komprehensif. Surveilans Infeksi Luka Operasi, Infeksi
Luka Infus atau phlebitis, Infeksi Saluran Kencing akibat pemasangan kateter
urine dan Pneumonia akibat pemasangan ventilator merupakan surveilans
terbatas & periodic sedangkan surveilans pola kuman & resistensinya
antibiotik
merupakan
surveilans komprehensif.
dan
V.
36
BAB IV
CUCI TANGAN
PERHATIAN
1)
Frekuensi dan metode cuci tangan yang digunakan sangat bervariasi sesuai
dengan unit kerja dan tugas-tugas yang dilakukan.
2)
Sabun non antimikroba atau sabun dengan antimikroba kosentrasi kecil cukup
untuk cuci tangan biasa.
3)
4)
5)
37
6)
Alcohol hand gel atau alcohol hand rub tersedia diseluruh ruangan dan dapat
digunakan sebagai pengganti cuci tangan. Tekan pompa dispenser satu kali (23ml) Alcohol hand gel atau alcohol hand rub dan gosokkan merata keseluruh
bagian tangan. Alcohol hand gel atau alcohol hand rub tidak dapat digunakan
jika tangan terlihat kotor.
7)
II.
38
f. Jika akan pindah dari bagian tubuh yang terkontaminasi ke bagian tubuh
yang bersih.
g. Setelah kontak dengan peralatan yang dipergunakan pasien.
h. Setelah melepas sarung tangan.
i. Sebelum makan dan setelah dari toilet
39
BAB V
PENCEGAHAN INFEKSI PADA INTRAVENA KATETER PERIFER
I.
LATAR BELAKANG
Intravaskular kateter merupakan tindakan pengobatan yang tidak dapat
dipisahkan dalam praktek kedokteran di jaman modern ini, khususnya di
ruangan Intensive Care Unit (ICU). Meskipun banyak kateter telah dibuat
khusus untuk akses vaskuler, tetapi pasien-pasien yang menggunakannya tetap
mempunyai resiko terkena infeksi baik lokal maupun sistemik. Kondisi ini
disebabkan oleh telah rusaknya barier atau pertahanan tubuh akibat pemasangan
kateter intravena tersebut sehingga mudah sekali mikroorganisme masuk
kedalam tubuh.
Di Rumah Sakit Baptis Batu sebagai pemberi pelayanan, > 90 %
pasien/hari
II. PENCEGAHAN
1) Petugas
Pemasangan infus merupakan salah satu tindakan invasive yang merusak
pertahanan tubuh manusia sehingga pemasangan infus ini dapat menjadi salah
satu pintu masuknya kuman dan pasien beresiko terkena infeksi nosokomial.
Oleh karena itu setiap petugas kesehatan yang akan memasang infus mempunyai
tanggung jawab melaksanakan kebijakan-kebijakan dibawah ini untuk mencegah
infeksi luka infuse dan petugas harus terlatih/sudah mengikuti pelatihan
pemasangan intravena kateter.
40
2) Survey
1. Daerah penusukan harus dimonitor baik visual maupun palpasi secara rutin
dengan form (PIVAS/perifer intravenous Assessment Score) setiap shift.
2. Setiap pemasangan kanul intravena dengan skor PIVAS 2 atau lebih harus
didokumentasikan atau di dicatat pada catatan klinik pasien :
a. Formulir Lembar Pengumpul Data Pemakaian alat Kesehatan pada
bagian Pemakian Intravena Kateter Perifer
b. Tindakan yang dilakukan seperti melepas dan mengganti lokasi,
menginformasikan ke dokter, melakukan treatment.
3. Beri tanggal dan waktu pemasangan pada penutup (cover) daerah insersi.
4. Infection Prevention Control Link Nurse (IPCLN) dan penanggung jawab
pasien yang bersangkutan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan audit
PIVAS pasien tiap shift
5. Tidak perlu dilakukan kultur kanul dari intravena secara rutin
6. Survey angka infeksi luka infus harus dilakukan untuk menentukan rata-rata
infeksi memonitor angka standar dan untuk membantu mengidentifikasi
penyebab dari infeksi ini.
3) Cuci tangan
Cuci tangan sebelum dan setelah : melakukan penusukan, palpasi daerah
penusukan, memperbaiki posisi, mengganti balutan atau penutup.
4) Teknik aseptik
1. Aseptik teknik harus digunakan saat memasang atau merawat infus
2. Tidak diperkenankan melakukan palpasi daerah penusukkan setelah
didesinfeksi
3. Gunakan sarung tangan bersih saat memasang infus pada vena perifer atau
mengganti balutan atau penutup insersi.
5) Lokasi penusukan
Antiseptik kulit
41
1. Desinfeksi kulit atau lokasi penusukan dengan alcohol swab 70% atau
betadine solution 10 % sebelum melakukan penusukan. Penusukkan
dilakukan jika alcohol sudah mengering dengan sendirinya
2. Jika menggunakan betadin maka penusukkan dilakukan setelah 2 menit
Penutup/fiksasi kateter intravena
1. Penutup yang digunakan harus steril, transparan dan semipermeabble
2. Jika pasien diaporesis, atau daerah penusukan terjadi perdarahan maka kasa
steril dapat dipergunakan sebelum penutup transparan.
3. Jika penutup tampak kotor, basah atau terdapat rembesan cairan tubuh atau
darah maka penutup harus diganti baik kasa (jika digunakan) maupun
transparan tip.
4. Tidak diperkenankan menggunakan salep antibotik topical atau salep
antiseptik pada daerah penusukan karena dapat mendorong timbulnya jamur
dan resistensi antibiotik.
5. Daerah penusukan tidak boleh kena air. Mandi di shower diperbolehkan jika
yakin bahwa penutup yang dipakai dapat melindungi dari masuknya air
kedaerah penusukan.
Penggantian dan pemilihan lokasi
1. Pada orang dewasa, gunakan extremitas atas dari pada ekstremitas bawah.
Ekstremitas bawah merupakan pilihan yang terakhir
2. Pada bayi : punggung tangan, bagian dorsal kaki, atau scalp.
3. Gunakan vena besar pada pemasangan infus dengan cairan Hypertonik (
Hypertonic memiliki osmilaritas diatas 375 Osm/liter ).
4. Pada penggunaan cairan infus Hypertonis yang lama sebaiknya di berikan
melalui Central lines.
5. Gunakan Ukuran nomer IV kateter perifer yang lebih kecil dari ukuran
lumen vena.
6. Tidak diperkenankan melakukan pemasangan vena kanulasi jika sudah 2 X
tak berhasil.
7. Cabut infus secepat mungkin setelah tidak digunakan lagi atau jika score
PIVAS 2.
42
8. Bagi pasien dewasa, kanul intravena harus diganti maksimal 48 jam dan
pada anak-anak setiap 72 jam setelah insersi untuk mencegah phlebitis tetapi
jika akses vena sulit & terbatas (seperti pada bayi & anak-anak atau lansia)
penggantian lokasi tidak perlu dilakukan. Namun harus dimonitor PIVAS
secara ketat dan jika score 2 harus dicabut segera.
9. Pada kondisi emergency, dimana kemungkinan teknik aseptic tidak
diterapkan dengan baik maka kanul intravena harus diganti secepat mungkin
setelah kondisi pasien stabil dan tidak lebih dari 48 jam.
10. Tidak dianjurkan untuk mengganti kanul intravena secara rutin pada pasienpasien dengan bakterimia atau fungemic jika yakin bahwa infeksi bukan
berasal dari kanul.
43
8. Hindari penggunaan jarum pembebas udara yang tidak steril untuk botol
infus tertentu yang membutuhkan pembebas udara, sebaiknya gunakan
infusion set yang memiliki fasilitas pembebas udara.
7) Port injeksi
1. Port injeksi harus didisenfeksi dengan alcohol 70% sebelum dipergunakan.
2. Penutup port injeksi harus dalam keadaan tertutup
III.
kedalam
frizer
sisa
obat dari
multidose
vial
jika
Obat
pH Range
Minimallarutan(mL)
Amikacin (Amikin)
4.5
150
Amphotericin B (Fungizole)
5-7
100
Cimetidine (Tagamet)
3.8-6
150
44
Doxycycline (Vibramycin)
2.6
200
Dopamine (Dopast)
3.0-4.5
200
Cefazolin (Ancef)
4.5-5.5
150
Gentamicin (Garamycin)
3.0-5.5
150
Morphine
3.-6.0
150
Nafcillin (Unipen)
6.0-6.5
100
Norepinephrine (Levophed)
3.0-4.5
200
45
Ukuran
No
IV Lokasi pemasangan
(mm)
Kanula
2.0
14 G
Aplikasi Umum
1.7
1.2
16 G1.7
18 G
Cephalica atas
Antecubital
Cephalica
Assesori Cephalica
Basilica
Median antebrachial
Median Cubital
Antecubital
1.0
20 G
Digital
Metacarpal
Cephalica atas
Digital
0.8
22 G
Metacarpal
Pasien
Cephalica
Basilica
Assesori cephalica
Median antebrachial
Median basilio
Median Cubital
46
yang
mendapatkan
hidrasi
0.6
24 G
Table.2.3
Ukuran
Vena
Lokasi
Lateral
Digital
IV
kanula
Pertimbangan
20-22 kanula
dan
dorsal
pada
Metacar tangan
pal
punggung
tangan
Tabel 2.4
SUPERFICIAL LENGAN
Vena
Lokasi
Ukuran
kanula
47
IV Pertimbangan
Vena
besar,mudah
untuk
akses,pertama
dari
lengan
20 - 22
bawah
mudah mengiritasi
Ulnar
Basilic
pada
lengan bawah
vena
besar,palpasi
bergerak
mudah,tapi
mudah
tulang
Ulnar
fiksasi
cephalic
18-22 kanula
mudah
distabilkan, kemungkinan sulit palpasi krn
Asesori
jumlah
Cephalica
jaringan lemak.
Radial
pada 16
Cephalica
aspek lengan
Atas
Median
antebrachial
lengan
bawah
18-22 kanula
Ulnar
basilic
lengan
Radial
Cubital
20
kanula
bagian dalam
Median
Median
pada
18-22 kanula
18-22 kanula
dari
lengan;melewati
diatas
arteri
brachial
pada
lokasi
48
antecubital
daerah lekukan semua ukuran Untuk pengambilan pemeriksaan darah ,dan
siku
khusus
khusus kasus
16-18
Antecubital
digunakan
emergensi.Tepat tidk
nyaman,sulit
pada
difiksasi dengan
midline
catheters dan
lepas
pheripherally
inserted
selama 24 jam.
central
catheter
Refference : Manual of IV Therapeutics,second edition, Lynn Dianne Phillips,1997
BAB VI
49
untuk
I.
Definisi :
1. Staf atau tenaga kesehatan adalah :
Seseorang (seperti
II.
Tujuan :
1. Mengurangi terjadinya kecelakaan tertusuk jarum dan mencegah terjadinya
penularan penyakit.
2. Memastikan bahwa staff Rumah Sakit mengetahui cara penatalaksanaan bila
terjadi kecelakaan tertutuk jarum/terkena darah dan cairan tubuh
III.
50
IV.
kecelakaan
terjadi
pada
waktu
melakukan
operasi
2. Yang
harus
dilakukan
oleh
perawat
pengendali
infeksi/dokter
51
4) Lakukan tes (status Hepatitis B, Hepatitis C dan HIV) untuk staff yang
mengalami kecelakaan :
a.
b.
c.
Positif HIV
Negatif HIV
Tidak
di
test
tidak
diketahui
HIV
Negatif
1. Setelah
kejadian Tidak
untuk
HIV
dikonsultasikan
positif,
harus
staff
segera
HIV,
maka
harus
Dokter
dikonsulkan kepada
Dokter
penyakit
dalam (internis).
2. Jika
diperlukan
dirujuk ke RS yang
mengani HIV.
3. Staf
yang
wajib
terkena
melaporkan
Pengobatan / Tindakan
Sumber
(pasien) Sumber
BHSAg Positif
BHSAg Negatif
52
tidak diketahui
Belum
HBIG
2X
dan Segera
divaksin
Pernah
Tidak
ada Tidak
divaksin
dan pengobatan
pengobatan
diketahui
titernya cukup.
Pernah
HBIG
2X
dan Tidak
diberi pengobatan
dan
(*).
diketahui
titernya
tidak
cukup.
Pernah
HBIG 2X (**)
Tidak
divaksin
lengkap
pengobatan
series,
tetapi
titernya
tidak
seperti (**)
cukup.
Pernah
pengobatan
antibody
tak
belum
pengobatan.
diketahui
perlu
pangobatan.
2. Bila titer tidak cukup berikan
terpapar :
vaksin
berikan
kembali
HBIG 1X dan
booster
titernya
vaksin booster.
53
dan
cek
dalam
(**) Titer (antidody) yang sudah cukup berada pada level 10 ml U/mml, sama dengan
10 sample ratio unit (RSU) dengan ratio-immuno-assay (RIA) atau positif dengan
enzym-immuno assay (EIA). Departemen of Human Services-Victoria. 1996.
Anti
Negatif
Anti
HCV Tidak
Negatif
anti Tidak
ditest
(Lifer Function
dikonsultasikan
Test).
Dokter
lanjutan
Dalam.
untuk
54
Tidak
diketahui
2. Pemeriksaan
Hepatitis C,
Spesialis
maka
kepada
Penyakit
Lampiran 1
Penatalaksanaan Paska Paparan Hepatitis B
PENGOBATAN/TINDAKAN
PETUGAS
Belum divaksin
Sumber (pasien)
Sumber (pasien)
Sumber (pasien)
HBSAg Positif
HBSAg Negatif
divaksin
diketahui
vaksin HB
titernya
pengobatan
cukup
Pernah
series
vaksinasi pengobatan
55
diketahui
titernya
(*)
tidak cukup
Pernah
lengkap
Tidak
series,
pengobatan
cukup
Pernah
tetapi
antibody
belum
diketahui
Bila
pengobatan
titer
pengobatan
Bila titer tidak cukup berikan
pengobatan
Bila
Tidak
titer
cukup
berikan HBIG 1
X
dan
perlu
vaksin
booster
Lampiran 2
Penatalaksanaan Paska Paparan HIV
SUMBER (PASIEN)
56
PETUGAS
Positif HIV
Negatif HIV
Tdk
Ditest/tdk
diketahui
HIV negatif
staff
harus
segera pengobatan
pasien
berisiko
dokter
Jika
harus dikonsulkan ke
3. Petugas
ada
spesialis
penyakit
melaporkan
hasil
dalam
(Internis) .
Lampiran 3
Penatalaksanaan Paska Paparan Hepatitis C
SUMBER (PASIEN)
PETUGAS Anti HCV Positif
Anti
Negatif
Anti
Negatif
Fuction Test)
pengobatan
6 bulan
kemudian.
57
Hepatitis
dikonsultasikan
dokter SpPD
C,
maka
kepada
Lampiran 4
FORMULIR LAPORAN PAPARAN BENDA TAJAM
DAN SUBSTANSI TUBUH
BAGIAN A (Diisi oleh petugas/staff yang terpapar)
Tanggal laporan :.Jam :
Dari unit kerja :
Atasan langsung :
IDENTITAS TERPAJAN
Nama
:
Alamat
:
Memakai alat pelindung :
Ya
Tidak
Alat pelindung yang dipakai :
Sarung tangan
Baju pelindung/Apron
Masker
Kaca mata/goggle/pelindung wajah
Lain-lain.
Imunisasi Hepatitis B :
Ya (Lengkap)
Ya (Tidak lengkap)
Tidak
Pertolongan pertama :
Dilakukan
Tidak dilakukan
BAGIAN B (Diisi oleh IPCN/Supervisor)
Tanggal periksa :
Jam :
Diperiksa oleh:...................
Kondisi luka (besarnya luka/dalamnya luka)
58
Terpajan
(.)
Jenis paparan :
Jarum suntik
Gigitan
Pisau bedah
Lain-lain sebutkan.
.
HIV :
Rujuk ke RSUD
FOLLOW UP
3 Bulan
6 Bulan
HBSAg :
HBSAg :
SARAN
IPCN
( .)
F. PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH SAKIT
I.
LATAR BELAKANG
Sampah dari rumah sakit terdiri dari sampah terkontaminasi (secara potensial
berbahaya) atau sampah tidak terkontaminasi . Sekitar 85% sampah yang dihasilkan
rumah sakit adalah sampah tidak terkontaminasi yang tidak berbahaya bagi petugas
yang menangani dan 15% sampah yang terkontaminasi dapat membahayakan
petugas yang menangani ataupun terhadap lingkungan sekitar rumah sakit.
Sampah yang tidak terkontaminasi misalnya kertas, kotak, botol, wadah, plastik
dan makanan dapat dibuang di tempat pembuangan sampah umum ( CDC 1985,
Rutala 1993) Sampah terkontaminasi bila tidak dikelola dengan benar, dapat
membawa mikroorganisme dapat menular pada petugas yang kontak dengan sampah
tersebut termasuk masyarakat pada umumnya. Sampah terkontaminasi meliputi
darah,nanah,urin,tinja dan cairan tubuh lain serta bahan-bahan yang kontak dengan
darah atau cairan tubuh.
II.
DEFINISI
1. Benda berbahaya : Setiap unsur.peralatan,bahan,atau proses yang mampu atau
berpotensi menyebabkan kerusakan
59
2. Benda-benda tajam
kegiatan
transportasi
,melibatkan
penanganan,perawatan,dan
III.
PENAMPUNGAN
60
PENGANGKUTAN
PENGUMPULAN
AKHIR/PEMUSNAHAN
TPA UMUM
IV.
INCENERATOR
STNDAR
1. Petugas kesehatan dan petugas CSO (Cleaning Service Outsourcing) yang
bekerja dirumah sakit harus sudah mendapatkan pelatihan tentang manegemen
sampah,serta kebijakannya
2. Syarat tempat sampah : bahan tidak mudah berkarat, kedap air, tertutup, mudah
dibersihkan, mudah diangkat & dipindahkan.
3. Syarat kontainer benda tajam adalah antibocor dan aman.
4. Tempat sampah medik dan rumah tangga harus diletakkan dekat lokasi
terjadinya sampah dan mudah dicapai si pemakai.
V.
KEBIJAKAN
1. PENAMPUNGAN
a. Sampah umum/rumah tangga
1) Buang sampah rumah tangga ditempat sampah dengan plastik warna
hitam
2) Isi penampungan sampah tidak diperkenankan melebihi kapasitas atau
bagian.
3) Plastik sampah yang telah penuh dikumpulkan dalam tempat sampah
besar sebelum diangkut ketempat pembuangan akhir atau pemusnahan.
b. Sampah Medis
61
1) Buang darah atau cairan tubuh lainnya ke saluran air di ruang spoel hoek
dan gunakan APD untuk mencegah terkena percikan.
2) Buang kelompok A,C,D dan kelompok E barang disposible yang
terkontaminasi seperti underpad,popok, kantong urine, kantong drain dan
lain-lain ketempat sampah dengan plastik warna kuning.
3) Buang kelompok B kedalam kontainer khusus (sharp container) yang
anti bocor dan benda tajam segera setelah dipergunakan.
4) Plastik sampah dan kontainer yang telah penuh dikumpulkan dalam
tempat sampah besar sebelum diangkut ketempat pembuangan akhir atau
pemusnahan.
2. PENGANGKUTAN
Pengangkutan sampah dimulai dari pengambilan sampah dari setiap ruangan
sampai dibawa ketempat pembuangan akhir di rumah sakit.
1) Petugas harus mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
sampah.
2) Petugas CS harus menggunakan APD saat mengambil sampah disetiap
ruangan.
3) Trolley pengangkut sampah harus tertutup rapat dan anti bocor
4) Trolley/tempat pengangkut sampah harus dibersihkan dengan lap
basah,detergen dan air setelah habis pakai.
5) Tempat sampah atau kontainer benda tajam yang telah terisi bagian
harus dibuang dan diganti dengan plastik atau kontainer yang baru.
6) Tidak diperkenankan memanipulasi kantong sampah yang akan diangkut
(seperti menginjak-injak sampah, mengorek sampah).
7) Sampah disetiap ruangan diangkut ketempat pembuangan akhir ruang
sakit minimal 2 kali sehari.
62
b. Pemusnahan ( Incenerator )
1) petugas pemeliharaan sarana rumah sakit pada pukul 14.00 15.30 (
Senin Sabtu Petugas yang menangani pemusnahan sampah medik
harus menggunakan APD ( Sepatu tebal, masker dan sarung tangan
rumah tangga )
2) Jenis sampah yang dimusnakan menggunakan incenerator dengan suhu
1000C - 1200C adalah sampah medik ( kantong plastik kuning ) dan
kontainer benda tajam.
3) Pembakaran dilakukan oleh petugas BPS
I.
LATAR BELAKANG
Pada linen kotor banyak terdapat mikroorganisme, hanya sedikit resiko terjadi
kontaminasi silang selama proses pencucian linen. Infeksi yang mungkin sering
terjadi adalah yang berhubungan dengan pekerja, karena pekerja seringkali tidak
mempergunakan alat perlindungan diri seperti sarung tangan, apron pelastik ataupun
63
masker.
Untuk
mengurangi
resiko
terkontaminasi,
semua
petugas
harus
II.
DEFINISI
1. Deterjen : bahan pembersih yang menghilangkan mikroba
2. Linen
kesehatan.
3. Linen kotor
III.
PENGELOLAAN LINEN
Kebijakan umum
Semua orang yang dalam bekerja selalu kontak dengan linen yang kotor atau
terkontaminasi akan mempunyai resiko terpapar darah atau cairan tubuh infeksius.
Maka Kewaspadaan baku (Standar precaution) harus diterapkan dalam
bekerja untuk mencegah paparan.
1. Mengganti linen di kamar pasien
a. Sarung tangan harus digunakan ketika menangani linen yang kotor dan
terkontaminasi darah atau cairan tubuh pasien.
b. Saat
mengganti
linen
tempat
tidur
pasien
harus
hati-hati
tidak
64
2.
b. Petugas Laundry
1) Petugas Laundry harus menggunakan Alat Perlindungan Diri (APD)
seperti sarung tangan rumah tangga , apron plastik, masker bedah
dan sepatu boot ketika menangani linen kotor atau saat melakukan
pemilahan linen
2) Petugas Laundry akan mengambil kantong linen kotor di rawat inap dan
rawat jalan, pemilahan dan penghitungan linen dilakukan di laundry
65
IV.
PROSEDUR DI LAUNDRY
1. Pakaian karyawan yang telah terkontaminasi darah atau cairan tubuh pasien
atau bahan infeksius lainnya tidak diperkenankan dicuci di rumah. Ikuti prosedur
dibawah ini:
a. Masukkan pakaian yang terkontaminasi ke dalam kantong plastik kuning
b. Beri label nama pemilik dan unit kerjanya, kemudian beritahu petugas
Laundry
c. Kirim kantong tersebut ke Laundry.
d. Petugas Laundry akan mencuci pakaian tersebut dan dikembalikan kepada
pemilik atau penanggung jawab ruangan
66
3. Proses Laundry
a. Linen kotor yang infeksius dimasukkan langsung ke dalam mesin cuci.
b. Proses pencucian menggunakan air panas 71C dengan detergen selama
25 mnt
c. Ikuti petunjuk dari pabrik pada setiap proses pencucian dan pengeringan
d. Pilih kosentrasi bahan kimia yang sesuai pada pencucian dengan suhu rendah
(< 71C )
e. Pertahankan keutuhan dari matras atau bantal pada proses pencucian dan
pengeringan, jika terjadi kerusakan segera diperbaiki
67
Jenis APD
Waktu penggunaan
tajam,
terpecik darah dan cairan tubuh.
dari
kejatuhan
benda
kacamata pelindung
H. PEMBERSIHAN-DESINFEKSI LINGKUNGAN
I.
LATAR BELAKANG
Penumpukkan debu, tanah atau kontaminasi mikroba lain pada permukaan
secara estetika tidak menyenangkan sekaligus merupakan merupakan sumber infeksi
nosokomial. Metode dan rencana pembersihan yang efektif dan efisien sangat
penting untuk mempertahankan lingkungan pelayanan kesehatan yang bersih dan
sehat (chou (2002) dalam Tietjen L (2004)). Pembersihan lingkungan merupakan
framework dan basis untuk semua praktek aseptic serta juga merupakan fase
persiapan yang tidak boleh terlewatkan (Gruendemann & Mangum, 2001).
Rumah sakit mempunyai ruangan-ruangan yang tergolong resiko rendah (seperti
ruang tunggu, kantor administrasi) dan resiko tinggi terinfeksi (seperti OK, dirty
utility, toilet). Pembersihan ruangan resiko rendah hanya menggunakan lap, sabun
dan air, tetapi untuk pembersihan ruangan resiko tinggi memerlukan desinfektan
seperti chlorine 0,5%. Mc Farland dkk (1989) yang dikutip dari Tietjen L (2004)
menemukan bahwa ketika pasien-pasien yang tidak mempunyai klostridium difisil
masuk ruangan yang sebelumnya dipakai oleh pasien dengan klostridium diffisil,
resiko untuk pasien tersebut meningkat beberapa kali walaupun staf dengan benar
menggunakan kewaspadaan baku untuk mencegah kontaminasi silang. Oleh karena
68
II.
DEFINISI
1. Cleaning
2. Desinfeksi
3. Deterjen
4. Desinfektan
III.
STANDAR
1. Petugas melakukan pembersihan-desinfeksi harus mempunyai kompetensi dan
sudah dilatih tentang pengendalian infeksi
2. Proses pembersihan dilakukan sebelum proses desinfeksi ruangan
3. Pembersihan mulai dari yang kurang kotor ke arah yang kotor
4. Metode pembersihan adalah mesin scrub basah dan kain lap basah (dust attracting
mop manual)
5. Peralatan pembersih (cleaning) harus disediakan dengan jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan
69
IV.
cleaning.
3) Cairan pembersih harus disiapkan ketika akan melakukan tugas (fresh
cleaning) dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan.
4) Ganti cairan pembersih sesering mungkin untuk menghindari penumpukan
kotoran, mikroorganisme yang dapat mengkontaminasi permukaan benda yang
akan dibersihkan.
5) Botol atau kontainer yang dipergunakan sebagai tempat cairan pembersih
harus bersih dan kering, gunakan botol yang tidak menimbulkan aerosol saat
menuangkan cairan pembersih.
6) Lap atau sikat yang akan dipergunakan untuk membersihkan harus bersih dan
kering.
7) Penyimpanan peralatan cleaning harus dipisahkan antara yang bersih dan kotor
serta memperhatikan prinsip-prinsip pengendalian infeksi.
8) Berikan waktu cairan pembersih mempenetrasi kotoran pada permukaan
benda, tetapi ingat bahwa acid dan alkaline yang kuat dapat merusak
permukaan jika terlalu lama dibiarkan kemudian bilas dengan air bersih.
9) Buang cairan pembersih yang sudah tak digunakan di ruang spoel hook.
Dilarang membuangnya di wastafel untuk cuci tangan.
10) Peralatan cleaning harus dipindahkan segera dari area pasien setelah
dipergunakan.
11) Lepaskan alat pelindung termasuk sarung tangan sebelum keluar dari kamar
pasien.
12) Ganti sarung tangan sebelum melakukan prosedur lainnya atau kamar lainnya.
70
METODE CLEANING
700% meningkat
30% meningkat
3%meningkat
Vakum
20% menurun
* Dikutip dari Ayliffe (2001) : The Hospital Infection Research Laboratory, City
Hospital, Birmingham.
PEDOMAN CLEANING LINGKUNGAN
darah
JADUAL
atau Bersihkan
sesegera
mungkin.
Lihat
SOP
cairan tubuh
Dinding, jendela, pintu, Bersihkan dengan lap basah, detergen dan air setiap
termasuk pegangan pintu hari.
Bersihkan dengan lap basah, detergen dan air
Ceilings
tempat
tidur, hari.
perawat,
alat
Lantai
71
Stetoskop dan pengukur Bersihkan dengan lap basah, detergen dan air setiap
tekanan darah
Trolley (GV, EKG, linen, Dilap dengan kain yang dilembabkan dengan
dll)
Matras
Kain pel
Tirai gorden
Rel gordin
Kamar mandi
72
Tempat sampah
ganti
plastik
penampungan
sesudah
Kamar pasien
Kamar tindakan
Kamar periksa
Kamar isolasi
Laboratorium
2. Cleaning ruang isolasi dan ruang khusus atau area berisiko tinggi
(ICU, OK, ISOLASI)
73
V.
DESINFEKSI
1. Setiap deterjen dan desinfektan yang dipergunakan untuk cleaning ruangan
harus diketahui komposisi dan dilakukan kultur mikrobiologis.
2. Pilih desinfektan memenuhi standar untuk rumah sakit (seperti chlorine/
sodium hypochlorite)
3. Tidak diperkenankan menggunakan desinfektan tingkat tinggi untuk
membersihkan permukaan-permukaan benda non kritikal atau peralatan non
kritikal.
4. Ikuti petunjuk pemeliharaan dan cleaning peralatan medik nonkritikal yang
diberikan oleh pabrik
5. Jika tak ada petunjuk dari pabrik, ikuti prosedur dibawah ini:
a. Bersihkan permukaan peralatan medik nonkritikal dengan detergen atau
desinfektan.
74
b. Tidak
diperkenankan
menggunakan
alcohol
untuk
mendesinfeksi
I.
PENDAHULUAN
Cleaning, desinfeksi dan sterilisasi merupakan proses yang merusak
(membunuh) micro organisme yang terdapat pada alat-alat, permukaan
lingkungan dan kulit. Dimana proses tersebut tergantung dari risiko yang
berkaitan dengan penggunaanya masing-masing, target micro organismenya dan
kemampuan untuk bertahan terhadap proses dekontaminasi.
II.
DEFINISI
1. Sterilisasi : Suatu proses fisikal dan kemikal yang
menghilangkan dan
75
2.
III.
KEBIJAKAN
Sterilisasi harus dilakukan untuk semua instrumen/alat/bahan yang kontak
langsung dengan aliran darah atau jaringan normal steril.
Disinfeksi digunakan bila alat/bahan/instrumen yang digunakan tidak dapat
dilakukan sterilisasi dengan alat karena akan merubah bentuk dan fungsi dari
alat/bahan/instrumen tersebut
1. Sterilisasi
a.
Panas
Digunakan untuk peralatan tahan panas :
(lihat lampiran 1)
b. Kemikal : Ethylene Oxide Sterilisasi
Digunakan untuk peralatan yang tidak tahan panas. Ikuti petunjuk dari
pabrik pembuatnya tentang Kelembaban,tekanan dan temperatur
2.. Disinfeksi
a.
Panas
Merebus dengan suhu 100C selama 20 menit hanya digunakan pada
instrumen/alat yang tahan panas dan tidak digunakan pada prosedur
invansive.
b.
Kimia
Aldehyde ( 2 % Glutaraldehyde )
Digunakan untuk peralatan yang tidak tahan panas seperti
gastroscopes dan bronchoscopes.
-
76
digunakan
dengan
atau
tanpa
antiseptik
seperti
Phenolics
Aktif agen yang memiliki tingkat yang luas pada bakteri termasuk
bacilii dan beberapa virus. Biasanya digunakan untuk membersihkan
lingkungan sebagai disinfeksi karena sediannnya dicampur dengan
detergen. Hindari kontak langsung dengan kulit.
77
LAMPIRAN 1
STERILISASI
Steam
15 psi
15 mnt
132C
30 psi
3 min
Autoclave 121C
15 psi
20 mnt
132C
30 psi
8 mnt
Steam autoclave
121C
15 psi
20 mnt
132C
30 psi
10 mnt
Panas kering
(item tidak dikemas)
170C
60 mnt
160C
120 mnt
150C
150 mnt
140C
180 mnt
121C
12 jam
78
6 mnt
190C
12 mnt
LAMPIRAN 2
Digunakan Untuk
Larutan
dari
cairan
100 ml/liter
50,000
1:'5
10,000
1:10
0,5
5000
1:50
0,1
1,000
79
LAMPIRAN 3
Penggunaan PRESEPT TABLET
Konsentrasi
Tujuan Disinfeksi
Darah
Derajat pengenceran
Chlorine
yang
0,5
dibutuhkan
tablet
10.000 ppm
gr 2,5
tablet
18
tablet
0,5
liter
air
Tempat pipet
Laboratorium/
lingkungannya
botol/dot
2.500 ppm
1.000 ppm
80
gr
tablet
9
2,5
tablet
liter
air
tablet 9
5 liter air
tablet
10 liter air
5 liter air
tablet 1
2 liter air
tablet
1 liter air
tablet 4
1 liter air
tablet 9
1 liter air
4
gr 5,0
10 liter air
tablet 1 tablet 20
bekas
pakai/linen
terinfeksi
140 ppm
2 liter air
1
140 ppm
1
60 ppm
4,6
tablet
liter
air
IV.
tablet
tablet 1
tablet
tablet 1
2 liter air
tidur
tablet 1
tablet 1
2 liter air
Area
Lap,sikat,pel lantai
tablet 1
tablet 1
tablet
tablet 1
tablet
81
b.
indikator biologi
c.
indikator Mekanik
d.
V.
METODE STERILISASI
Klasifikasi
Contoh peralatan
Jenis penanganan
peralatan
Contoh
jenis
penanganan
Alat-alat
Kritikal
Peralatan
bedah, Sterilisasi
yang laparascope,
sesuai
petunjuk panas:
pabrik)
Autoclave
(steam
under pressure)
jantung,
tahan panas:
aksessori endoskopi
Ethylene
oxide
(ETO)
gas,
Hydrogen peroxide
plasma
sterrad,
Glutaraldehyde
%, peracetic acid.
Semi kritikal
Fleksibel
Kontak
langsung endoscope,
dengan
membran laryngoscope,
mukosa,
cairan untuk
Cairan
desinfektan
kimia Ethylene
high (ETO)
oxide
gas,
82
sterrad,
tubuh
atau
kulit gangguan
yang rusak
menit)
Glutaraldehyde
%, peracetic acid,
anestesi.
sodium
hypochlorite.
Thermometer
atau rectal
intermediet
Non kritikal
Kontak
langsung makan,
lantai, low
Trolley,
operasi,
wastafel
germicidal detergen
(diencerkan
dan lain-lain
phenolic
sesuai
label)
Sodium hypoclorite
5,52
100ppm
Jenis
Jumlah
desinfektan
Kosentras mengencerkan
(yang biasa i
digunakan)
Cara
yang
efektif
Waktu
Waktu
Lamanya
yang
yang
penggunaan
dibutuhka
dibutuhk
untuk an untuk
HLD
Chlorine
0,1%
83
sterilisasi
Tidak
Ganti tiap 14
pabrik
prosedur
&
yang
dapat
hari
atau
digunakan
segera
jika
akan dilakukan
tampak kotor
Glutaraldehy
Bemacam- Tambahkan
20
de
macam
28 hari, segera
(Cidex)
(2-4%)
Cidex
aktivator
menit 10
25C
Catheter tertutup
Incubator bayi
Urinal
Alat-alat
logam
Nebuliser
(volume kecil)
Tubing respirator
Alat cukur
84
Suction bungs
Cuci dalam air sabun hangat dan bilas dengan air bersih setiap habis
dipergunakan.
Thermometer
kaca
Trolley
Circuit ventilator
I.
PENGERTIAN
Infeksi Nosokomial tidak hanya dijumpai pada pasien yang dirawat di area
perawatan tapi juga dapat ditemui di sarana pendukung yang terdapat di rumah sakit
contohnya seperti makanan yang dikonsumsi oleh pasien. Pasien yang dirawat di
rumah sakit memiliki kekebalan tubuh yang menurun dibandingkan dengan orang
sehat oleh karena itu penularan yang disebabkan oleh makanan yang tidak dikelola
atau ditangani dengan benar dapat mengakibatkan penyakit tambahan bagi pasien
yang disebut juga infeksi nosokomial .
Dalam hal ini pengendalian infeksi di dapur rumah sakit juga harus diperhatikan.
Pedoman pengendalian infeksi membuat standar pencegahan berdasarkan hasil audit
yang telah dilakukan oleh Infection Control Nurse dan ditemukan bahwa masih
banyak kegiatan/aktivitas di dapur yang dilakukan oleh staff dapat mengakibatkan
terjadinya kontaminasi terhadap makanan. Untuk itu dibuat standar penerapan
pengendalian infeksi di dapur seperti yang tertulis dibawah ini
85
II.
STANDAR
Makanan harus disiapakan dan disajikan dalam aturan yang benar
III.
KEBERSIHAN
1. Cuci tangan
Fasilitas cuci tangan seperti wastafel harus tersedia di area pengolahan dan
penyajian makanan dan wastafel cuci tangan harus dibersihkan setiap waktu.
Staff harus cuci tangan pada saat :
2.
a.
b.
c.
d.
86
V.
87
VI.
VII.
VIII.
Edukasi staff
Edukasi dilakukan terhadap seluruh staff dapur mengenai kebersihan dapur dan
prinsip pengendalian infeksi di unit dapur secara rutin yang dikoordinir oleh kepala
instalasi, PPI dan diklat
IX.
X.
KESEHATAN STAFF
Untuk peneriman karyawan /staff dapur yang baru harus ditanyakan riwayat
kesehatan bila pernah terkena demam typhoid atau paratyphoid, diare yang terus
menerus, bisul ,penyakit kulit dan infeksi kulit lainnya.
Staff dapur terkena penyakit kulit,bisul,muntah ,diare pada saat bertugas segera
lapor kepada koordinator dapur dan berobat ke dokter perusahaan. Pemeriksaan
fecal screening rutin dilakukan terhadap staff setiap 1 tahun sekali.
88
BAB III
PENUTUP
89
90