Anda di halaman 1dari 37

BAB 1

PENDAHULUAN
Ginjal adalah sepasang organ retroperitoneal yang terintegrasi

dengan

homeostasis tubuh dalam mempertahankan keseimbangan fisika dan kimia. Ginjal


menyekresi hormon dan enzim yang membantu pengaturan produksi eritrosit,
tekanan darah serta metabolisme kalsium dan fosfor. Ginjal membuang sisa
metabolisme dan menyesuaikan ekskresi air daan pelarut. Ginjal mengatur cairan
tubuh, asiditas, dan elektrolit sehingga mempertahankan komposisi cairan yang
normal.

Gambar 1.1 : Letak Ginjal Dalam Tubuh Manusia


Gagl ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup
lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerulus kurang dari 50ml/min.
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbanga cairann dn elektrolit sehingga terjadi uremia.

BAB 2
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama

: Ny. Kartini

Usia

: 49 Tahun

Jenis Kelamin : Wanita


Agama

: Islam

Alamat

: Bojonegoro

Suku

: Jawa

Status

: Menikah

Ruang

: Asoka

No RM

: 501176

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Nyeri perut
2. Riwayat Penyakit Sekarang
- Nyeri perut bawah, mendadak sejak 3 hari sebelum MRS, pagi setelah
bangun tidur. Dirasakan terus dan memberat tiap harinya. Digambarkan
seperti ditusuk. Dirasakan hingga tembus punggung dan diperberat saat
-

dibuat berjalan.
Nyeri punggung, sejak 3 hari sebelum MRS. Kadang dirasakan seperti kaku
dan ditusuk. Kadang muncul bersamaan saat terasa nyeri di perut bagian
bawah.

Mual, sejak 3 hari sebelum MRS. Intensitasnya sering. Diperberat saat

makan dan terdapat bau yang menyengat.


Muntah, sejak 3 hari sebelum MRS. Berisi cairan seperti lendir warna
kecoklatan dan sisa-sisa makanan. Tiap harinya > 5 kali dan tiap kalinya

50cc.
Kepala pusing, sejak 3 hari sebelum MRS. Terasa mbliyur/ bergoyang saat

dibuat tidur dan berjalan. Dirasakan kadang-kadang saja.


Sesak nafas, sejak 2 hari yll. Dirasakan seperti ngos-ngosan. Diperberat saat

beraktifitas dan tidur, terasa lebih ringan saat dibuat duduk.


Nafsu makan menurun karena selalu mual dan muntah saat makan. Nafsu
minum tinggi, mulut dan tenggorokan selalu terasa kering, sehingga sering

mengkonsumsi air es.


BAB lancar, kuning, konsistensi padat, tidak ada darah. BAK sedikit, keruh,
kadang hanya menetes saja, tidak perih ataupun terasa panas.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


-

Sebelumnya tidak pernah sakit seperti ini dan tidak pernah MRS. Biasanya
hanya sakit panas, batuk pilek dan diare, namun dapat sembuh dengan
mengkonsumsi obat yang langsung dibeli di apotik.

Memiliki riwayat Hipertensi sejak 11 tahun yang lalu, namun berobat ke


puskesmas dekat rumah hanya ketika muncul keluhan seperti kepala pusing
berat.

Riwayat diabetes mellitus, asma, penyakit jantung, penyakit ginjal


disangkal.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


-

Tidak ada yang sakit seperti ini.

Hipertensi, diabetes mellitus, asma dan penyakit jantung serta ginjal


disangkal.

5. Riwayat Pengobatan
-

Tidak memiliki riwayat alergi obat.

Menggunakan KB spiral dan suntik 3 bulan.

Mengkonsumsi jamu herbal sachet untuk pegal linu, sehari sekali.

Sejak 2 tahun yang lalu, pasien sudah tidak rutin berobat ke puskesmas
untuk pengobatan hipertensi.

6. Riwayat Personal dan Sosial


-

Bekerja sebagai petani.

Memiliki saluran air MCK pribadi di rumah, air bening, sumber PDAM.

Makanan yang dikonsumsi setiap hari selalu pedas.

Suka mengkonsumsi makanan asam/ kecut.

C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum:
-

Kesadaran

: Composmentis

GCS

: 456

Keadaan umum : Lemah, pucat, ngos-ngosan, pucat, tidak bisa berjalan.

2. Vital Sign:
-

Tensi

: 160/100 mmHg

Nadi

: 108x/menit (reguler)

RR

: 31 x/menit

Suhu

: 37,4C (axiller)

Gula darah
-

GDA

: 189 mg/dL

GDP

: 107

G2PP

: 165

3. Kepala/Leher:
-

A/I/C/D : + / - / - / +

Mata:
o Pupil isokor Ki = Ka
o Conjunctiva palbebra inferior pucat (+)
o Sclera icterus (-)
o Edema palpebra (-)
o Cowong (-)

Telinga:
o Pendengaran baik
o Bentuk normal
o Sekret ( - / - )

Hidung:
o Pernafasan cuping hidung (-)
o Epistaksis (-)
o Sekret (-)

o Deviasi septum nasi (-)


-

Mulut:
o Sianosis (-)
o Ulcus (-)

Leher:
o Simetris (+/+)
o Pembesaran KGB (-)
o Peningkatan JVP (+)
o Pembesaran kelenjar tyroid (-)
o Otot bantu nafas (-)

4. Thoraks :
-

Paru:
o I

: Bentuk normal, gerakan dada simetris (+/+) , scar (-)

o P

: Frem. vocal + | +

o P

: sonor | sonor
sonor | sonor
sonor | sonor

o A

Jantung:

: ves | ves

Rhon- | -

Whez - | -

ves | ves

-|-

-|-

ves | ves

-|-

-|-

o I : Bentuk normal, gerakan dada simetris, scar (-)


o P : Ictus cordis di ICS V midclavicula line sinistra
o P : Batas kanan atas ICS II parasternal dextra
Batas kanan bawah ICS IV parasternal dextra
Batas kiri atas ICS II parasternal sinistra
Batas kiri bawah ICS IV midclavicula sinistra
o A : S1S2 Tunggal Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

5. Abdomen :
-

Inspeksi :
Perut tampak cembung, distended (-), vena kontralateral (-), scar (-), caput
medusa (-), spider nevi (-).

Auskultasi : Bising usus (+) menurun


Palpasi :
Hepar

: Tidak teraba

Lien

: Tidak teraba

Ren

: Tidak teraba

Massa (-)
Nyeri tekan

Undulasi (+)
-

Perkusi :
Timpani (-) redup
Meteorismus (-)

Shifting dullness : Redup diseluruh lapang abdomen


Flank test (+/+)

6. Ektremitas :
-

Akral hangat, kering dan pucat pada keempat ekstremitas

Capillary refill time < 2 detik

Edema (+) pada kedua tungkai (pitting oedem)

D. Daftar Masalah (Problem List)


-

Anamnesa
1. Nyeri perut
2. Nyeri punggung
3. Mual
4. Muntah
5. Pusing
6. Sesak nafas
7. Nafsu makan turun

Pemeriksaan Fisik
1. Anemia
2. Hipertensi
3. Takikardi
4. Takipneu
5. Asites
6. Undulasi (+)

7. Shifting dullness (+)


8. Nyeri tekan abdomen
9. Nyeri costovertebral ( + / +)
10. Pitting edema kedua tungkai ( + / + )

E. Diagnosis (Assesment)
-

Suspek Chronic Kidney Disease / Penyakit Ginjal Kronik.

Diagnosis banding : Dekompensatio cordis, Sirosis hepatis, Sirosis cardiac.

F. Penatalaksanaan
-

Planning Diagnosis
o Foto rontgen Thorax, BOF
o USG abdomen
o Laboratorium: Darah lengkap, Faal Hati (Albumin, SGOT, SGPT), Faal
Ginjal (Ureum, BUN, Kreatinin), Profil lipid, Blood Gas Analisis,
Urinalisis, Sedimen urin, Serum Elektrolit (Na, K, Cl), HBsAg, Anti HIV.

Planning Terapi
o Intake cairan oral 500 cc / 24 jam
o O2 Nasal Canul 2-4 lpm
o Ivfd. Natrium Chloride 0,9% 500cc / 24 jam
o Ivfd. Albumin 20% 50 cc/ 24 jam
o Trf. PRC 1 kolf / 24 jam (Sedia 4 kolf)
o Inj. Furosemide 80 mg 1x1 (pagi) (IV)
o Tab.Candesartan 80 mg 1x1 (malam) (IV

o Inj. Antrain 3x1(IV)


o Inj. Ondansentron 3x1(IV)

G. Hasil Pemeriksaan Penunjang


Hasil Laboratorium (27/07/2016)

Hemoglobin

: 6,3 g/dL

Leukosit

: 11.200

Eritrosit

: 3.410.000 (L)

Hematokrit

: 29,8 % (L)

MCV

: 87,4 fL

MCH

: 30,2 pg

MCHC

: 34,6 g/dL

RDW-CV

: 15,4 % (H)

RDW-SD

: 48 fL (H)

Trombosit

: 243.000 (L)

PDW

: 11,7 fL (L)

MPV

: 10,5 fL

P-LCR

: 26,8 % (L)

PCT

: 0,100% (L)

Albumin

: 1.90 g/dL (L)

SGOT

: 45 U/L (H)

SGPT

: 19 U/L

Ureum

: 183 mg/dL

BUN

: 86 U/L

Kreatinin

: 11,4 mg/dL (L)

Kolesterol Total

: 215 mg/dL

Trigliserida

: 187 mg/dL

HDL

: 47 mg/dL

LDL

Natrium

Kalium

Cl

HbsAg

Anti HIV

: 130 mg/dL
: 137 mEq/L
: 4,7 mEq/L
: 103 mEq/L
: Negatif
: Non-reaktif

Foto Rontgen Thorak & USG Abdomen 1/8/2016

BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Penyakit Ginjal Kronik
Suatu proses patofisiologis berupa kelainan struktural atau fungsional
dengan etiologi yang beragam pada ginjal yang berlangsung minimal 3 bulan,
dimana terjadi penurunan fungsi ginjal yang progresif dan berakhir dengan gagal
ginjal.

Kriteria Penyakit Ginjal Kronik


1
Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan
struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG)
dengan manifestasi:
2

Kelainan patologis
Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainandalam komposisi darah atau

urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging test).


Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) kurang dari 60ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan
atau tanpa kerusakan ginjal.

B. Ginjal
1. Anatomi Ginjal

Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak pada


kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan
ginjal kiri karena tekanan ke bawah oleh hati. Katub atasnya terletak setinggi
kosta kedua belas. Sedangkan katub atas ginjal kiri terletak setinggi kosta
kesebelas. Ginjal dipertahankan oleh bantalan lemak yang tebal agar terlindung
dari trauma langsung, disebelah posterior dilindungi oleh kosta dan otot-otot,
sedangkan anterior dilindungi oleh bantalan usus yang tebal. Ginjal kiri yang
berukuran normal biasanya tidak teraba pada waktu pemeriksaan fisik karena

dua pertiga atas permukaan anterior ginjal tertutup oleh limfa, namun katub
bawah ginjal kanan yang berukuran normal dapat diraba secara bimanual.
Ginjal terbungkus oleh jaringan ikat tipis yang dikenal sebagai kapsula
renis. Disebelah anterior ginjal dipisahkan dari kavum abdomen dan isinya
oleh lapisan peritoneum. Disebelah posterior organ tersebut dilindungi oleh
dinding toraks bawah. Darah dialirkan kedalam setiap ginjal melalui arteri
renalis dan keluar dari dalam ginjal melalui vena renalis. Arteri renalis berasal
dari aorta abdominalis dan vena renalis membawa darah kembali kedalam vena
kava inferior.
Pada orang dewasa panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,75,1 inci) lebarnya 6 cm (2,4 inci) tebalnya 2,5 cm (1 inci) dan beratnya sekitar
150 gram. Permukaan anterior dan posterior katub atas dan bawah serta tepi
lateral ginjal berbentuk cembung sedangkan tepi lateral ginjal berbentk cekung
karena adanya hilus. Gambar anatomi ginjal dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.

Apabila dilihat melalui potongan longitudinal, ginjal terbagi menjadi dua


bagian yaitu korteks bagian luar dan medulla di bagian dalam. Medulla terbagi-

bagi menjadi biji segitiga yang disebut piramid, piranid-piramid tersebut


diselingi oleh bagian korteks yang disebut kolumna bertini. Piramid-piramid
tersebut tampak bercorak karena tersusun oleh segmen-segmen tubulus dan
duktus pengumpul nefron. Papilla (apeks) dari piramid membentuk duktus
papilaris bellini dan masuk ke dalam perluasan ujung pelvis ginjal yang disebut
kaliks minor dan bersatu membentuk kaliks mayor, selanjutnya membentuk
pelvis ginjal. Gambar penampang ginjal dapat dilihat pada gambar di bawah
ini.

Ginjal tersusun dari beberapa nefron. Struktur halus ginjal terdiri atas
banyak nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal, jumlahnya sekitar
satu juta pada setiap ginjal yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi
yang sama. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowman yang mengintari rumbai
kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal,lengkung henle dan tubulus
kontortus distal yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul. Kapsula
bowman merupakan suatu invaginasi dari tubulus proksimal. Terdapat ruang
yang mengandung urine antara rumbai kapiler dan kapsula bowman dan ruang
yang mengandung urine ini dikenal dengan nama ruang bowman atau ruang
kapsular. Kapsula bowman dilapisi oleh sel - sel epitel. Sel epitel parielalis

berbentuk gepeng dan membentuk bagian terluar dari kapsula, sel epitel
veseralis jauh lebih besar dan membentuk bagian dalam kapsula dan juga
melapisi bagian luar dari rumbai kapiler. Sel viseral membentuk tonjolan tonjolan atau kaki - kaki yang dikenal sebagai pedosit, yang bersinggungan
dengan membrana basalis pada jarak - jarak tertentu sehingga terdapat daerahdaerah yang bebas dari kontak antar sel epitel. Daerah - daerah yang terdapat
diantara pedosit biasanya disebut celah pori - pori.

Vaskularisasi ginjal terdiri dari arteri renalis dan vena renalis. Setiap arteri
renalis bercabang waktu masuk kedalam hilus ginjal. Cabang tersebut menjadi
arteri interlobaris yang berjalan diantara pyramid dan selanjutnya membentuk
arteri arkuata yang melengkung melintasi basis pyramid-piramid ginjal. Arteri
arkuata kemudian membentuk arteriola-arteriola interlobaris yang tersusun oleh
parallel dalam korteks, arteri ini selanjutnya membentuk arteriola aferen dan
berakhir pada rumbai-rumbai kapiler yaitu glomerolus. Rumbai-rumbai kapiler
atau glomeruli bersatu membentuk arteriola eferen yang bercabang-cabang
membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan kapiler
peritubular.

Darah yang mengalir melalui sistem portal akan dialirkan ke dalam


jalinan vena menuju vena intelobaris dan vena renalis selanjutnya mencapai
vena kava inferior. Ginjal dilalui oleh darah sekitar 1.200 ml permenit atau
20%-25% curah jantung (1.500 ml/menit).

2. Fisiologi Ginjal
a. Fungsi ginjal
Menurut Price dan Wilson (2005), ginjal mempunyai berbagai macam
fungsi yaitu ekskresi dan fungsi non-ekskresi.
Fungsi ekskresi diantaranya adalah :
1) Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 mOsmol dengan
mengubah-ubah ekskresi air.
2) Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang
normal.
3) Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan
H+ dan membentuk kembali HCO3
4) Mengekresikan produk akhir nitrogen dari metabolism protein, terutama
urea, asam urat dan kreatinin.

Sedangkan fungsi non-ekresi ginjal adalah :


1) Menghasilkan rennin yang penting untuk pengaturan tekanan darah.
2) Menghasilkan eritropoetin sebagai factor penting dalam stimulasi
produksi sel darah merah olehsumsum tulang.
3) Metabolism vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
4) Degradasi insulin.
5) Menghasilkan prostaglandin.
b. Fisiologi pembentukan urine
Pembentukan urine di ginjal dimulai dari proses filtrasi plasma pada
glomerolus. Sekitar seperlima dari plasma atau 125 ml/menit plasma
dialirkan di ginjal melalui glomerolus ke kapsula bowman. Hal ini dikenal
dengan istilah laju filtrasi glomerolus/glomerular filtration rate (GFR) dan
proses filtrasi pada glomerolus disebut ultrafiltrasi glomerulus. Tekanan
darah menentukan beberapa tekanan dan kecepatan aliran darah yang
melewati glomeruls. Ketika darah berjalan melewati struktur ini, filtrasi
terjadi. Air dan molekul-molekul yang kecil akan dibiarkan lewat sementara
molekul-molekul besar tetap bertahan dalam aliran darah. Cairan disaring
melalui dinding jonjot-jonjot kapilerg lomerulus dan memasuki tubulus,
cairan ini disebut filtrat. Filrat terdiri dari air, elektrolit dan molekul kecil
lainnya. Dalam tubulus sebagian substansi ini secara selektif diabsobsi
ulang kedalam darah. Substansi lainnya diekresikan dari darah kedalam
filtrat ketika filtrat tersebut mengalir di sepanjang tubulus. Filtrat akan
dipekatkan dalam tubulus distal serta duktus pengumpul dan kemudian
menjadi urine yang akan mencapai pelvis ginjal.
Sebagian substansi seperti glukosa normalnya akan diabsorbsi
kembali seluruhnya dalam tubulus dan tidak akan terlihat dalam urine.

Berbagai substansi yang secara normal disaring oleh glomerulus, diabsorbsi


oleh tubulus dan diekresikan kedalam urine mencakup natrium, klorida,
bikarbinat, kalium, glukosa, ureum, kreatinin dan asam urat.
Terdapat 3 proses penting yang berhubungan dengan proses
pembentukan urine, yaitu :
1) Filtrasi (penyaringan) : kapsula bowman dari badan malpighi menyaring
darah dalam glomerus yang mengandung air, garm, gula, urea dan zat
bermolekul besar (protein dan sel darah) sehingga dihasilkan filtrat
glomerus (urine primer). Di dalam filtrat ini terlarut zat yang masih
berguna bagi tubuh maupun zat yang tidak berguna bagi tubuh, misal
glukosa, asm amino dan garam-garam.
2) Reabsorbsi (penyerapan kembali) : dalam tubulus kontortus proksimal
zat dalam urine primer yang masih berguna akan direabsorbsi yang
dihasilkan filtrat tubulus (urine sekunder) dengan kadar urea yang tinggi.
3) Ekskesi (pengeluaran) : dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah
menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi reabsornsi aktif
ion Na+ dan Cl- dan sekresi H+ dan K+. Di tempat sudah terbentuk urine
yang sesungguhnya yang tidak terdapat glukosa dan protein lagi,
selanjutnya akan disalurkan ke tubulus kolektifus ke pelvis renalis.
Perbandingan jumlah yang disaring oleh glomerulus setiap hari
dengan jumlah yang biasanya dikeluarkan kedalam urine maka dapat dilihat
besar daya selektif sel tubulus:

Fungsi lain dari ginjal yaitu memproduksi renin yang berperan dalam
pengaturan tekanan darah. Apabila tekanan darah turun, maka sel-sel otot polos
meningkatkan pelepasan reninnya. Apabila tekanan darah naik maka sel - sel
otot polos mengurangi pelepasan reninnya. Apabila kadar natrium plasma
berkurang, maka sel-sel makula densa memberi sinyal pada sel-sel penghasil
renin untuk meningkatkan aktivitas mereka. Apabila kadar natrium plasma
meningkat, maka sel-sel makula dansa memberi sinyal kepada otot polos untuk
menurunkan pelepasan renin. Setelah renin beredar dalam darah dan bekerja
dengan mengkatalisis penguraian suatu protein kecil yaitu angiotensinogen
menjadi angiotensin I yang terdiri dari 10 asam amino, angiotensinogen
dihasilkan oleh hati dan konsentrasinya dalam darah tinggi. Pengubahan
angiotensinogen menjadi angiotensin I berlangsung diseluruh plasma, tetapi
terutama dikapiler paru-paru. Angoitensi I kemudian dirubah menjadi
angiotensin II oleh suatu enzim konversi yang ditemukan dalam kapiler paruparu. Angiotensin II meningkatkan tekanan darah melalui efek vasokontriksi
arteriola perifer dan merangsang sekresi aldosteron. Peningkatan kadar

aldosteron akan merangsang reabsorbsi natrium dalam tubulus distal dan


duktus pengumpul selanjutnya peningkatan reabsorbsi natrium mengakibatkan
peningkatan reabsorbsi air, dengan demikian volume plasma akan meningkat
yang ikut berperan dalam peningkaTANn tekanan darah yang selanjutnya akan
mengurangi iskemia ginjal.

C. Epidemiologi Penyakit Ginjal Kronik


Di dunia, sekitar 2.622.000 orang telah menjalani pengobatan End-Stage
Renal Disease pada akhir tahun 2010, sebanyak 2.029.000 orang (77%)
diantaranya menjalani pengobatan dialisis dan 593.000 orang (23%) menjalani
transplantasi ginjal.
Di Amerika Serikat, kejadian dan prevalensi penyakit gagal ginjal
meningkat, dan jumlah orang dengan gagal ginjal yang dirawat dengan dialisis
dan transplantasi diproyeksikan meningkat dari 340.000 di tahun 1999 dan
651.000 dalam tahun 2010. Data menunjukkan bahwa setiap tahun sekitar
200.000 orang Amerika menjalani hemodialisis karena gangguan penyakit ginjal
kronis artinya 1140 dalam satu juta orang Amerika adalah pasien dialisis.
Sedangkan kasus penyakit gagal ginjal di Indonesia setiap tahunnya masih
terbilang tinggi karena masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak menjaga
pola makan dan kesehatan tubuhnya. Dari survei yang dilakukan oleh PERNEFRI
(Perhimpunan Nefrologi Indonesia) pada tahun 2009, prevalensi gagal ginjal
kronik di Indonesia (daerah Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali) sekitar
12,5%, berarti sekitar 18 juta orang dewasa di Indonesia menderita penyakit ginjal

kronik. Gagal ginjal kronik berkaitan dengan penurunan fungsi ginjal yang
progresif dan irreversible.

D. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik


Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal, yaitu atas dasar
derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar
derajat penyakit dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan mempergunakan
rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:
LFG=

( 140Umur ) x Berat Badan

mg
72 x Kreatinin Plasma(
)
dl

*) Pada perempuan dikalikan 0,85

E. Etiologi Penyakit Ginjal Kronik


Menurut Price dan Wilson (2005) klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik
adalah sebagai berikut :
1. Penyakit infeksi tubulointerstitial: Pielonefritis kronik atau refluks nefropati,
2. Penyakit peradangan: glomerulonefritis,
3. Penyakit vaskuler hipertensif: nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,
stenosis arteria renalis,
4. Gangguan jaringan ikat: lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodusa,
sklerosis sistemik progresif,
5. Gangguan congenital dan herediter: penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus
ginjal,
6. Penyakit metabolik: diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis,
7. Nefropati toksik: penyalahgunaan analgesik, nefropati timah,
8. Nefropati obstruktif: traktus urinarius bagian atas (batu/calculi, neoplasma,
fibrosis, retroperitineal), traktus urinarius bawah (hipertropi prostat, striktur
uretra, anomaly congenital leher vesika urinaria dan uretra).
Penyebab Utama Penyakit Gagal Ginjal Kronik di USA (1995-1999)
Penyebab
Insiden
Diabetes mellitus
44 %

Tipe 1
Tipe 2

7%

Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar


Glomerulonefritis
Nefritis interstitial
Kista dan penyakit bawaan lain
Penyakit sistemik (cth. SLE, vaskulitis
Neoplasma
Tidak diketahui
Penyakit lain

37 %
27 %
10 %
4%
3%
2%
2%
4%
4%

Penyebab Penyakit Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisa di Indonesia


Th.2000
Penyebab
Glomerulonefritis
Diabetes Mellitus
Obstruksi dan Infeksi
Hipertensi
Sebab lain

Insiden
46,39 %
18,65 %
12,85 %
8,46 %
13,65 %

F. Patofisiologi Penyakit Ginjal Kronik


Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi
kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural
dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nefrons) sebagai upaya
kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth
factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi
nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya
peningkatan

aktifitas

memberikan

kontribusi

aksis

renin-angiotensin-aldosteron

terhadap

terjadinya

hiperfiltrasi,

intrarenal,

ikut

sklerosis

dan

progresifitas tersebut.Aktifasi jangka panjang aksis renin-angiotensis-aldosteron,

sebagian diperantarai oleh growth factor (TGF-). Beberapa hal yang juga
dianggap berperan terhadap terjadinya progrsifitas penyakit ginjal kronik adalah
albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas
interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun
tubulointerstitial.
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau
malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan
fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampel pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan
keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti
nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, penurunan berat badan.
Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia
yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme
fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga
mudah terkena

infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas,

maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air
seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain
natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi
yang lebih serius dan pasien sudah memerluka terapi pengganti ginjal (renal
replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini
pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.

G. Manifestasi Klinis Penyakit Ginjal Kronik


Penyakit GGK akan menimbulkan gangguan pada berbagai sistem atau
organ tubuh, antara lain :
1. Gangguan pada sistem gastrointestinal.
a. Anoreksia dan nause yang berhubungan dengan gangguan metabolisme
protein dalam usus dan terbentuknya zatzat toksik akibat metabolisme
bakteri usus seperti ammonia dan metal guanidine, serta sembabnya
mukosa usus.
b. Ureum yang berlebihan pada air liur yang diubah oleh bakteri dimulut
menjadi amonia oleh bakteri sehingga nafas berbau amonia.Akibat yang
lain adalah timbulnya stomatitis dan parotitis.
c. Cegukan yang belum diketahui penyebabnya.
2. Gangguan pada sistem Hematologi
a. Anemia, yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor lain :
- Berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga rangsangan eritropoesis
-

pada sum-sum tulang menurun.


Hemolisis, akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana

uremia toksik.
Defisiensi besi dan asam folat akibat nafsu makan yang berkurang.
Perdarahan, paling sering pada saluran cerna dan kulit.
Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisma skunder.
b. Gangguan fungsi trombosit dan trombosotopenia yang mengakibatkan
-

perdarahan.
c. Gangguan fungsi leukosit, di mana fagositosis dan kemotaksis berkurang,
fungsi limfosit menurun sehingga imunitas juga menurun.
3. Gangguan pada sistem kardiovaskuler
a. Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam
b. Nyeri dada dan sesak nafas
c. Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit
dan klasifikasi metastatik.
d. Edema akibat penimbunan cairan.
4. Gangguan pada sistem saraf dan otot

a. Restless leg syndrome, di mana pasien merasa pegal pada kakinya


sehingga selalu digerakkan.
b. Feet syndrome, yaitu rasa semutan dan seperti terbakar terutama di telapak
kaki.
c. Ensefalopati metabolic, yang menyebabkan lemah, tidak bisa tidur,
gangguan konsentrasi, tremor, asteriksis, mioklonus, kejang.
d. Miopati, yaitu kelemahan dan hipotrofi otot-otot terutama otot-otot
ekstremitas proksimal.
5. Gangguan pada sistem endokrin.
a. Gangguan seksual : libido, fertilitas dan penurunan seksual pada laki-laki,
pada wanita muncul gangguan menstruasi.
b. Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin yang menghambat
masuknya glukosa ke dalam sel dan gangguan sekresi insulin.GGK
disertai dengan timbulnya intoleransi glukosa.
c. Gangguan metabolisme lemak, biasanya timbul hiperlipidemia yang
bermanifestasi sebagai hipertrigliserida, peninggian VLDL (very low
density lipoprotein) dan penurunan LDL ( low density lipoprotein ). Hal
ini terjadi karena meningkatnya produksi trigliserida di hepar akibat
menurunnya fungsi ginjal.
d. Gangguan metabolisme vitamin D.
6. Gangguan pada kulit
a. Kulit berwarna pucat akibat anemia dan gatal-gatal akibat toksin uremik
dan pengendapan kalsium di pori-pori kulit.
b. Uremic frost yaitu jika kadar BUN sangat tinggi, maka pada bagian kulit
yang banyak keringat timbul kristal-kristal urea yang halus dan berwarna
putih.
7. Gangguan pada Tulang
Osteodistrofi ginjal yang menyebabkan osteomalasia.
8. Gangguan metabolik
Asidosis metabolik terjadi akibat ketidakmampuan pengeluaran ion
hidrogen atau asam endogen yang dibentuk.
9. Gangguan cairan-elektrolit

Gangguan asam-basa mengakibatkan kehilangan natrium sehingga terjadi


dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipermagnesemia, dan hipokalsemia.
10. Gangguan fungsi psikososial
Perubahan kepribadian dan prilaku serta perubahan proses kognitif.

H. Pemeriksaan Penunjang Penyakit Ginjal Kronik


Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang baik
pemeriksaan laboratorium maupun radiologi.
1. Pemeriksaan darah lengkap,
2. Pemeriksaan elektrolit,
3. Pemeriksaan kadar gula darah,
4. Pemeriksaan profil lipid,
5. Pemeriksaan analisa gas darah,
6. Urinalisis dan pemeriksaan albumin urin,
7. Sedimen urin,
8. Pemeriksaan urin kuantitatif 24 jam
9. Pencitraan: Rontgen Thorak, Rontgen Abdomen, USG Ginjal, BNO-IVP.
10. EKG dan Ekokardiografi,
11. Biopsi Ginjal
I. Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik
1. Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial pada penderita GGK dimaksudkan memberikan
keadaan pada masyarakat umum yang memungkinkan faktor predisposisi
terhadap GGK dapat dicegah dan tidak mendapat dukungan dasar dari
kebiasaan, gaya hidup, dan faktor risiko lainnya. Misalnya dengan menciptakan
prakondisi sehinggga masyarakat merasa bahwa minum 8 gelas sehari untuk
menjaga kesehatan ginjal merupakan hal penting, berolahraga teratur,
konsumsi makanan yang berlemak dan garam yang berlebihan merupakan
kebiasaan kurang baik yang pada akhirnya masyarakat diharapkan mampu
bersikap positif terhadap konsumsi yang sehat.
2. Pencegahan Primer
Komplikasi penyakit ginjal kronik dapat dicegah dengan melakukan
penanganan secara dini. Oleh karena itu, upaya yang harus dilaksanakan adalah

pencegahan yang efektif terhadap penyakit ginjal kronik, dan hal ini
dimungkinkan karena berbagai faktor risiko untuk penyakit ginjal kronik dapat
dikendalikan. Pencegahan primer terhadap penyakit GGK dapat berupa :
1) Penghambatan hipertensi dengan menurunkan tekanan darah sampai
2)
3)
4)
5)

normal untuk mencegah risiko penurunan fungsi ginjal.


Pengendalian gula darah, lemak darah, dan anemia
Penghentian merokok
Pengendalian berat badan.
Banyak minum air putih agar urine tidak pekat dan mampu menampung/

melarutkan semua garam agar tidak terjadi pembentukan batu.


6) Konsumsi sedikit garam, makin tinggi konsuumsi garam, makin tinggi
ekskresi kalsium dalam air kemih yang dapat mempermudah terbentuknya
kristalisasi.
7) Mengurangi makanan yang mengandung protein tinggi dan kolestrol
tinggi.
3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan skunder berupa penatalaksanaan konservatif terdiri atas
pengobatan

penyakit-penyakit

komorbid

(penyakit

penyerta)

untuk

menghambat progresifitas, mempertahankan nilai prognostik yang lebih baik


dan menurunkan mortalitas. Penatalaksanaan pencegahan sekunder dapat
dibagi 2 golongan :
a. Pengobatan Konservatif
Pengobatan konservatif bertujuan untuk memanfaatkan faal ginjal
yang masih ada, menghilangkan berbagai faktor pemberat, dan
memperlambat progresivitas gagal ginjal sedini mungkin. Pengobatan
konservatif penyakit Gagal ginjal Kronik (GGK) terdiri dari :
1) Deteksi dini dan terapi penyakit primer
Identifikasi (deteksi dini) dan segera memperbaiki (terapi) penyakit primer
atau faktor-faktor yang dapat memperburuk faal ginjal sangat penting
untuk memperlambat laju progresivitas gagal ginjal menjadi gagal ginjal
terminal.

2) Pengaturan diet protein, kalium, natrium, dan cairan


- Protein
Diet protein yang tepat akan memperlambat terjadinya keracunan
ureum. Pembatasan protein dimulai pada saat permulaan terjadinya
penyakit ginjal dengan masukan protein sebesar 0,5-0,6 g/kg BB/hari,
dengan nilai biologik yang tinggi. Pembatasan protein dalam makanan
pasien GGK dapat mengurangi gejala anoreksia, mual, dan muntah,
dan apabila diberikan secara dini dapat menghambat progresifitas
-

penyakit.
Kalium
Tindakan utama untuk mencegah terjadinya hiperkalemia adalah
membatasi pemasukan kalium dalam makanan. Kalium sering
meningkat pada akibat ekskresi kalium melalui urin berkurang.
Hiperkalemia dapat menimbulkan kegawatan jantung dan kematian
mendadak. Maka dihindari konsumsi makanan atau obat yang tinggi
kadar kaliumnya seperti ekspektoran, kalium sitrat, sup, kurma,

pisang, dan sari buah murni.


Natrium
Pengaturan diet natrium penting pada penderita gagal ginjal.
Jumlah natrium yang dianjurkan adalah 40 sampai 90 mEq/hari (1
sampai 2 gr natrium).Asupan natrium maksimum harus ditentukan
secara tersendiri untuk tiap penderita agar hidrasi yang baik dapat
tetap dipertahankan. Asupan natrium yang terlalu longgar dapat
mengakibatkan retensi cairan, edema perifer, edema paru-paru,

hipertensi dan gagal jantung kongestif.


Cairan
Asupan cairan yang diminum penderita GGK harus diawasi dengan
seksama. Asupan cairan yang terlalu bebas mengakibatkan beban

sirkulasi menjadi berlebihan, edema dan intoksitasi air. Sedangkan


asupan yang terlalu sedikit mengakibatkan dehidrasi, hipotensi dan
gangguan fungsi ginjal.
3) Pengobatan Komplikasi
- Hipertensi
Hipertensi dapat dikendalikan dangan tindakan non-farmakologi,
yaitu diet rendah garam, menurunkan berat badan, dan berolahraga.
Bila dengan cara non-farmakologi tidak berhasil, dapat diberi tindakan
farmakologi. Tindakan farmakologi dapat langsung diberikan bila
hipertensi disertai gejala kerusakan organ atau peningkatan tekanan
darah sangat cepat. Obat-obat yang sering digunakan adalah diuretika,
beta-blocker adrenergic, agnosis adrenergic alfa, dan vasodilator
-

perifer.
Hiperkalemia
Hiperkalemia merupakan komplikasi paling serius pada penderita
uremia. Hiperkalemia pada penderita gagal ginjal dapat diobati
dengan pemberian glukosa dan insulin intervena yang akan

memasukkan K+ ke dalam sel.


Anemia
Penyebab utama anemia pada GGK adalah berkurangnya produksi
eritropoietin, suatu hormon glikoprotein yang diproduksi ginjal (90%)
dan sisanya diproduksi di luar ginjal (hati dan sebagainya). Anemia
pada pasien dapat dikoreksi dengan pemberian eritropoietin

rekombinan dan responnya tergantung dari dosis yang diberikan.


Asidosis Metabolik
Asidosis Metabolik terjadi akibat penurunan kemampuan ekskresi
beban asam pada GGK , ditandai dengan LFG <25% ml/menit. Diet
rendah protein dan pemberian natrium bikarbonat dapat membantu
mengurangi asidosis.

Hiperurisemia
Obat yang digunakan untuk mengobati hiperurisemia pada
penyakit GGK adalah allopurinol. Obat ini mengurangi kadar asam
urat dengan menghambat biosintesis sebagian asam urat total yang

dihasilkan oleh tubuh.


Pengobatan segera pada infeksi
Penderita GGK memiliki kerentanan yang lebih tinggi terhadap
serangan infeksi, terutama infeksi saluran kemih. Karena semua jenis
infeksi dapat memperkuat proses katabolisme dan mengganggu nutrisi
yang adekuat, keseimbangan cairan dan elektrolit, maka infeksi harus

segera diobati untuk mencegah gangguan fungsi ginjal lebih lanjut.


Obat penghambat sistem renin angiotensin seperti penghambat ACE
(angiotensin converting enzyme) dan penyekat reseptor angiotensin
telah terbukti dapat mencegah dan menghambat proteinuria dan

penurunan fungsi ginjal.


b. Pengobatan Pengganti
Pengobatan pengganti yang

dilakukan

bertujuan menghindari

kematian dengan melakukan persiapan Renal Replacement Therapy


(hemodialisis dan dialisis peritoneal ).
1) Hemodialisis
Hemodialisis adalah dialisa yang dilakukan dengan menggunakan
membran sintetik semipermeabel sebagai pemisah darah dan cairan
dialisis pada ginjal buatan. Proses ini dirangkai dalam mesin
hemodialisis yang berfungsi mencampur air dengan konsentrat
dialisis, memompa darah keluar tubuh dan memompa darah masuk ke
dalam tubuh pasien. Hemodialisis akan mengeluarkan dari dalam
tubuh air, natrium, kalium, dan ion H+, juga toksin uremik. Masalah

akut yang terjadi saat hemodialisa seperti emboli udara dapat diatasi
dengan adanya monitor pada mesin hemodialisa.
2) Dialisa peritoneal
Dialisis peritoneal dilakukan dengan menggunakan membran
peritoneum yang bersifat semipermeabel dengan menginfuskan 1-2 L
cairan dialisis ke dalam abdomen melalui kateter. Dialisat tetap berada
dalam abdomen untuk waktu yang berbeda-beda dan kemudian
dikeluarkan dengan gravitasi ke dalam wadah yang diletakkan di
bawah pasien. Setelah pengeluaran selesai, dialisat yang baru
dimasukkan dan siklus berjalan kembali.
3) Tranplantasi Ginjal
Tranplantasi ginjal telah menjadi terapi pilihan bagi kebanyakan
pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir, karena menghasilkan
rehabilitasi

yang

lebih

baik

dibanding

dialisis

kronik

dan

menimbulkan perasaan sehat seperti orang normal.


4. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier yaitu upaya mencegah terjadinya komplikasi yang
lebih berat atau kematian, tidak hanya ditujukan kepada rehabilitasi medik
tetapi juga menyangkut rehabilitasi jiwa. Pencegahan ini dilakukan pada pasien
GGK yang telah atau sedang menjalani tindakan pengobatan atau terapi
pengganti berupa:
a) Mengurangi stress, menguatkan system pendukung social atau keluarga
untuk mengurangi pengaruh tekanan psikis pada penyakit GGK.
b) Meningkatakan aktivitas sesuai toleransi, hindari imobilisasi Karena hal
tersebut dapat meningkatkan demineralisasi tulang. Dan untuk membantu
meyakinkan tingkat aktivitas yang aman, perlu dilakukan pengkajian gaya
berjalan pasien, rentang gerak dan kekuatan otot.
c) Meningkatkan kepatuhan terhadap program terapeutik.

d) Mematuhi program diet yang dianjurkan untuk mempertahankan keadaan


gizi yang optimal agar kualitas hidup dan rehabilitasi dapat dicapai.
J. PROGNOSIS
Angka kematian meningkat sejalan dengan memburuknya fungsi ginjal.
Penyebab kematian utama adalah penyakit kardiovaskular. Terapi penggantian
ginjal dapat meningkatkan angka harapan hidup.

BAB 4
KESIMPULAN

Dari pembahasan kasus diatas dapat kami simpulkan bahwa diagnosis


terahir pada pasien ini adalah Penyakit Ginjal Kronik/ Chronic Kidney Disease.

Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa
kelainan struktural atau fungsional, dengan (kurang dari 60ml/menit/1,73m2)
atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan manifestasi kelainan
patologis ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau
kelainan dalam tes pencitraan (imaging test).
Seiring dengan progresifitas penyakit ginjal kronik, pasien perlu
dipersiapkan untuk menjalani terapi pengganti ginjal. Terapi pengganti ginjal
umumnya dilaksanakan pada PGK stadium 5. Modalitas terapi pengganti ginjal
dapat berupa hemodialisis (cuci darah), dialisis peritoneal atau transplantasi ginjal.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa untuk pengobatan
penyakit gagal ginjal kronik lebih kearah simptomatis dan peningkatan kualitas
hidup sampai adanya fasilitas hemodialisis dan donor ginjal (transplantasi ginjal).

Anda mungkin juga menyukai