tak merata, terutama di daerah penyangga kota besar, menjadi persoalan tersendiri
dalam implementasi sistem Jaminan Kesehatan Nasional. Hal itu mengakibatkan
terjadi penumpukan pasien di sejumlah rumah sakit pemerintah di beberapa
daerah.
Ketua Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Sutoto dan Kepala Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fachmi Idris mengemukakan hal itu,
secara terpisah, di Jakarta, Rabu (17/9).
Sutoto mengatakan, ketersediaan tempat tidur di rumah sakit secara nasional
masih kurang. Dengan peningkatan jumlah pasien yang jadi peserta Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN), daya tampung RS kian tak mencukupi kebutuhan.
Menurut Organisasi kesehatan Dunia, rasio ideal daya tampung RS adalah 1.000
penduduk : 1 tempat tidur. Dengan jumlah penduduk Indonesia 250 juta orang,
hanya ada 230.000 tempat tidur. Jadi, terdapat kekurangan 20.000 tempat tidur.
Menurut Fachmi, rasio antara tempat tidur di RS yang bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan dan peserta program JKN sudah cukup, tetapi distribusinya tidak merata.
Distribusi tempat tidur ini menjadi persoalan, terutama di daerah penyangga kota
besar, ujarnya.
Kini, ada 147.000 tempat tidur dari 1.586 RS yang bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan. Dengan rasio ideal 1.000 penduduk : 1 tempat tidur, diperlukan 127.000
tempat tidur bagi 127 juta peserta JKN.
Sutoto mengatakan, patut diingat, tempat tidur di RS jaringan BPJS Kesehatan tidak
semuanya bagi pasien peserta JKN. Dengan demikian, kebutuhan tempat tidur
untuk pasien peserta JKN tetap kurang.
Perhitungan rasio ini pada berbagai wilayah akan menghasilkan distribusi sarana
kesehatan yang dapat digunakan sebagai pegangan untuk menyusun rancana pemerataan
saran pelayanan kesehatan.
Sumatera Barat sebayak 49 apotik, industri obat tradisional 6 dan industri kecil obat
tradisional 72, gudang farmasi kabupaten/kota sebanyak 9 serta took obat 276.