Anda di halaman 1dari 8

TINJAUAN PUSTAKA

Geriatri
Geriatri berasa dari geron (usia lanjut) dan iatreia (perawatan penyakit), sehingga
geriatri merupaka cabang ilmu di dalam dunia kedokteran yang mempelajari
mengenai penyakit dan masalah kesehatan pada usia lanjut menyangkut aspek
preventif, diagnosa, dan tatalaksana. Saat ini ilmu geriatri menjadi sangat penting dan
wajib dipahami tenaga kesehatan karena secara global jumlah penduduk usia lanjut
semakin meningkat (Setiati, 2013). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia
no.13 tahun 1998, yang dimaksud dengan lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang
telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Infodatin, 2014). Lanjut usia merupakan suatu
tahapan dari siklus kehidupan dimana terjadi proses menua (menjadi tua), suatu
proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri
dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Dapat
dikatakan juga bahwa setiap orang secara perlahan akan mengalami kemunduran
struktur dan fungsi organ. Kondisi ini dapat memengaruhi kemandirian dan kesehatan
lanjut usia (Manik, 2011)
Manik, M.E. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi pada Lansia
di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar
Marihat Pemtangsiantar Tahun 2011. Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat : Universitas Sumatera Utara, Medan.
Setiati, S. 2013. Geriatric Medecine, Sarkopenia, Frailty dan Kualitas Hidup pasien
Usia Lanjut: Tantangan Masa Depan Pendidikan, Penelitian dan Pelayanan
Kedokteran di Indonesia. E-Jurnal Kedokteran Indonesia Vol. 1 no.3 .234-242
Infodatin. 2014. Situasi dan Analisis Lanjut Usia. Pusat Data dan Informasi
Kementrian
Kesehatan
RI.
Dapat
diakses
di
:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatinlansia.pdf. Diakses pada tanggal 20/5/2016
Perubahan Fisiologis pada Lansia

Menua merupakan suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan


jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normal
sehingga tidak dapat betahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki
kerusakan yang diderita. Hal ini menunjukkan bahwa setiap manusia secara progresif
akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan terjadi penumpukan distorsi
metabolik

yang

disebut

sebagai

penyakit

degeneratif,

seperti

hipertensi,

aterosklerosis, diabetes mellitus, dan kanker. Perubahan fisiologis pada lansia dapat
mempengaruhi hasil operasi tetapi penyakit penyertalah yang lebih berperan sebagai
faktor risiko. Secara umum pada lansia terjadi penurunan cairan tubuh total dan lean
body mass, dan juga menurunnya respon regulasi termal sehingga mudah terjadi
intoksikasi obat dan terjadi hipotermia (Achmanagara, 2012).
1. Sistem Kardiovaskular
Penting untuk membedakan antara perubahan pada fisiologi yang
normalnya menyertai proses penuaan dan patofisiologi dari penyakit yang umum
pada populasi geriatri. Penurunan dari elastisitas arterial yang disebabkan oleh
fibriosis adalah bagian dari proses penuaan yang normal. Penurunan compliance
arterial menghasilkan peningkatan afterload, peningkatan tekanan darah sistolik,
dan hipertrofi ventrikel kiri. Myokardial fibrosis dan kalsifikasi dari katup jantung
juga umum terjadi (Achmanagara, 2012).
Kemampuan cadangan kardiovaskular

menurun,

sejalan

dengan

pertambahan usia di atas 40 tahun. Penurunan kemampuan terhadap kemampuan


cadangan kardiovaskular sering baru diketahui pada saat terjadi stress

dan

pembedahan. Akibat proses penuaan pada sistem kardiovaskular, yang tersering


adalah hipertensi. Pada pasien lansia hipertensi harus diturunkan secara perlahanlahan sampai tekanan darah 140/90 mmHg. Pada lansia, tekanan sistolik sama
pentingnya dengan tekanan diastolik. Tahanan pembuluh darah perifer biasanya
meningkat akibat penebalan serat elastis dan peningkatan kolagen serta kalsium
di arteri-arteri besar. Kedua hal

tersebut sering

menurunkan

isi

cairan

intravaskuler. Waktu sirkulasi memanjang dari aktivitas, baroreseptor menurun


(Achmanagara, 2012).

Disfungsi sistolik yang jelas dapat terlihat pada hipertensi sistemik,


penyakit arteri koroner, cardiomiopati, dan penyakit katup jantung, umumnya
stenosis

aorta.

Pasien

dapat

asimptomatis,

atau

dapat

mengeluhkan

ketidakmampuan untuk berolahraga, dispneu, batuk atau pingsan. Disfungsi


diastolik mengakibatkan peningkatan ventricular-end diastolic pressure yang
relatif besar dengan volume ventrikel kiri yang sedikit berkurang. Pelebaran atrial
adalah predisposisi terjadinya atrial fibrilasi dan atrial flutter. Pasien beresiko
terjadinya Congestif Heart Failure (CHF).
Selain itu, adanya peningkatan tonus vagal dan penurunan sensitivitas
reseptor adrenergic akan memicu penurunan laju jantung. Fibrosis dari sistem
konduksi dan berkurangnya sel sinoatrial node meningkatkan insidensi disritmia,
artrial fibrilasi dan artrial flutter. Terjadi penurunan respon terhadap rangsangan
simpatis, dan kemampuan adaptasi serta autoregulasi yang menurun. Perubahan
pembuluh juga pada pembuluh coroner dengan derajat yang bervariasi, disertai
penebalan dinding ventrikel. Sistem konduksi jantung juga dipengaruhi oleh
proses penuaan, sehingga sering terjadi LBBB, perlambatan konduksi
intraventikular, perubahan-perubahan segmen ST dan gelombang T serta fibrilasi
atrium. Semua hal di atas mengakibatkan penurunan kemampuan respon sistem
kardiovaskuler dalam menghadapi stres. Pemulihan anestesi juga akan jadi
memanjang.
2. Sistem Respirasi
Pada pasien usia lanjut, elastisitas paru-paru, pengembangan paru-paru
dan dinding dada, total lung capacity (TLC), forced vital capacity (FVC), forced
expiratory volume in one second (FEV 1), vital capacity (VC) dan inspiratory
reserve volume / (IRV) semuanya mengalami penurunan yang disertai dengan
peningkatan volume residu. Meskipun functional residual capacity (FRC) tidak
berubah. PaO2 juga menurun seiring dengan pertambahan usia. Dapat dihitung
dengan rumus PaO2 = 13.3-umur/30kPa, atau PaO2 = 100-umur/4mmHg)
meskipun PaCO2 tetap konstan.
Penurunan elastisitas paru-paru diakibatkan oleh penurunan sebesar 15%
dari fungsi alveolar pada usia 70 tahun, sehingga keadaan ini tampak seperti pada

emfisema. Kehilangan fungsi alveoli pada daerah lapangan paru tertentu


menyebabkan peningkatan volume dead space yang menyebabkan peningkatan
ketidaksesuaian ventilasi-perfusi (V/Q). Hal ini akan meningkatkan gradient O2
alveoli-arterial dan mengurangi PaO2 istirahat. Meningkatnya ketidak serasian
antara ventilasi dan perfusi, akan menyebabkan penurunan kapasitas vital dan
cadangan paru, meningkatnya pernafasan diafragma, jalan nafas menyempit dan
terjadilah hipoksemia. Pada usia lanjut akan terjadi juga penurunan respon
terhadap hiperkapnia, sehingga dapat terjadi gagal nafas.
Penurunan pengembangan dinding dada meningkatkan kerja pernapasan
dan mengurangi ventilasi maksimal permenit. Kehilangan massa otot skelet
dinding dada lebih memperburuk proses ini. Karena penurunan recoil elastis paruparu, volume akhir respirasi meningkat sedemikian rupa sehingga melebihi
kapasitas residual fungsional normal. Proteksi jalan nafas yaitu batuk,
pembersihan mucociliary, refleks laring dan faring pada geriatri juga menurun
sehingga berisiko terjadi infeksi dan kemungkinan aspirasi isi lambung lebih
besar (Achmanagara, 2012).
3. Sistem Metabolik dan Endokrin
Konsumsi oksigen basal dan maksimal menurun seiring dengan usia.
Setelah mencapai berat maksimal pada usia 60 tahun, kebanyakan pria dan wanita
akan mulai mengalami penurunan berat badan, umumnya hingga mencapai bera
kurang dari berat orang-orang usia muda kebanyakan. Produksi panas menurun,
kehilangan panas meningkat, dan pusat pengaturan suhu di hipotalamus menjadi
lebih rendah dari sebelumnya. Peningkatan resistensi insulin memicu penurunan
progresif

kemampuan

tubuh

untuk

mengatur

beban

glukosa.

Respon

neuroendokrin terhadap stres cenderung stabil atau sedikit menurun pada


kebanyakan pasien tua yang sehat. Penuaan berkaitan dengan penurunan respon
terhadap agen -adrenergic (endogenous -blockade). Level norepinefrin yang
bersirkulasi dalam darah mengalami peningkatan pada pasien tua (Achmanagara,
2012).
4. Sistem Renalis

Pada ginjal, jumlah nefron berkurang sehingga laju filtrasi glomerulus


( LFG) menurun, dengan akibat mudah terjadi intoksikasi obat. Hal ini
disebabkan karena glomerulus dan tubular di ginjal di gantikan oleh lemak dan
jaringan fibrotik. Respon terhadap hormon diuretik dan hormon aldosterone
berkurang. Respons terhadap kekurangan Na juga menurun, sehingga berisiko
terjadi dehidrasi. Kemampuan mengeluarkan garam dan air berkurang, dapat
terjadi overload cairan dan juga menyebabkan hiponatremia. Ambang rangsang
glukosuria meninggi, sehingga glukosa urin tidak dapat dipercaya. Produksi
kreatinin menurun karena berkurangnya massa otot, sehingga meskipun
kreatinin serum normal, tetapi LFG telah menurun. Perubahan-perubahan di atas
menuurunkan kemampuan cadangan ginjal, sehingga tidak dapat mentoleransi
kekurangan cairan dan kelebihan beban zat terlarut. Pasien-pasien ini lebih mudah
mengalami peningkatan kadar kalium dalam darahnya. Kemampuan untuk
mengekskresi obat menurun dan pasien lanjut usia ini lebih mudah jatuh ke
dalam asidosis metabolik. Kemungkinan terjadi gagal ginjal juga meningkat
(Achmanagara, 2012).
5. Sistem Hepatobilier dan Gastrointestinal
Massa hepar berkurang seiring dengan penuaan, dengan diikuti oleh
penurunan

hepatic blood flow.

Fungsi

hepar

menurun

sesuai

dengan

berkurangnya massa hepar. Dengan demikian laju biotransformasi dan produksi


albumin berkurang. Pasien geriatri mungkin sekali lebih mudah mengalami
cedera hati akibat obat-obat, hipoksia dan transfusi darah. Terjadi pemanjangan
waktu paruh obat-obat yang diekskresi melalui hati. Tingkat keasaman lambung
cenderung meningkat, meski masa pengosongan lambung diperpanjang. Akibat
menurunnya fungsi persarafan sistem gastrointestinal, sfingter gastro-esofageal
tidak begitu baik lagi, disamping waktu pengosongan lambung yang memanjang
sehingga mudah terjadi regurgitasi (Achmanagara, 2012).
6. Sistem Saraf Pusat
Pada sistem saraf pusat, terjadi perubahan-perubahan fungsi kognitif,
sensoris, motoris,dan otonom. Kecepatan konduksi saraf sensoris berangsur

menurun. Perfusi otak dan konsumsi oksigen otak menurun sampai 10%-20%.
Berat otak menurun karena berkurangnya jumlah sel neuron, terutama di korteks
otak maupun otak kecil. Berat otak pada orang dewasa muda rata-rata 1400 g
akan menurun menjadi 1150 g pada usia 80 tahun. Ukuran neuron berkurang, dan
neuron kehilangan kompleksitas pohon dendrit, dan jumlah sinaps juga
berkurang. Terdapat juga penurunan fungsi neurotransmiter. Sintesis dari
beberapa neurotransmitter seperti dopamin, dan jumlah dari reseptornya
berkurang (Achmanagara, 2012).
Serotonik, adrenergik, dan -aminobutyric acid (GABA) binding site juga
berkurang. Sedangkan jumlah astrosit dan sel microglial bertambah. Degenerasi
sel saraf perifer mengakibatkan kecepatan konduksi yang memanjang dan
atropi otot skeletal.

Perubahan-perubahan tersebut mengakibatkan

pasien

geriatri lebih mudah dipengaruhi oleh efek samping obat terhadap sistem saraf.
Pasien geriatri sering memerlukan lebih banyak waktu untuk sembuh total dari
efek CNS yang diakibatkan oleh anastesi umum. Umumnya mereka mengalami
kebingungan atau disorientasi preoperatif. Banyak pasien geriatri mengalami
berbagai derajat dari acute confusional state, delirium atau cognitive
disfungsi postoperatif. Etiologi dari cognitif disfungsi postoperatif (POCD)
biasanya multifaktorial, termasuk efek samping obat, nyeri, demensia, hipotermia
dan gangguan metabolik. Pasien tua juga biasanya sensitive terhadap agen
kolinergik yang bekerja sentral, seperti scopolamin dan atropin (Achmanagara,
2012).
7. Sistem Muskuloskeletal
Massa otot berkurang, neuromuscular junction juga menipis. Kulit
mengalami atropi seiring dengan usia, dan mudah mengalami trauma akibat
pemasangan selotape, electrocautery pad,dan electrocardiography electroda.
Vena rapuh dan mudah pecah akibat pada pemasangan infus intravena. Sendi
artritis mudah terganggu oleh perubahan posisi. Penyakit degenerative servikal
tulang belakang dapat membatasi ekstensi leher sehingga membuat intubasi
menjadi sulit (Achmanagara, 2012).

FARMAKOLOGI KLINIS
Faktor-faktor yang mempengaruhi respon farmakologi pada pasien geriatri meliputi :
a. Ikatan protein plasma.
Protein pengikat plasma yang utama untuk obat-obat yang bersifat asam adalah
albumin dan untuk obat-obat dasar adalah 1-acid glikoprotein. Kadar sirkulasi
albumin

akan

menurun

sejalan

dengan

usia,

sedangkan

kadar

1-

acid glikoprotein meningkat. Dampak gangguan protein pengikat plasma terhadap


efek obat tergantung pada protein tempat obat itu terikat, dan menyebabkan
perubahan fraksi obat yang tidak terikat. Hubungan ini komplek, dan umumnya
perubahan kadar protein pengikat plasma bukanlah faktor redominan yang
menentukan bagaimana farmakokinetik akan mengalami perubahan sesuai dengan
usia.
b. Perubahan komposisi tubuh
Perubahan komposisi tubuh terlihat dengan adanya penurunan massa tubuh,
peningkatan lemak tubuh, dan penurunan air tubuh total. Penurunan air tubuh
total dapat menyebabkan mengecilnya kompartemen pusat dan peningkatan
konsentrasi serum setelah pemberian obat secara bolus. Selanjutnya, peningkatan
lemak tubuh dapat menyebabkan membesarnya volume distribusi, dengan
potensial memanjangnya efek klinis obat yang diberikan.
c. Metabolisme obat
Gangguan hepar dan klirens ginjal dapat terjadi sesuai dengan penambahan usia.
Tergantung pada jalur degradasi, penurunan reverse hepar dan ginjal dapat
mempengaruhi profil farmakokinetik obat.
d. Farmakodinamik
Respons klinis terhadap obat anestesi pada pasien geriatri mungkin disebabkan
karena adanya gangguan sensitivitas pada target organ ( farmakodinamik).
Bentuk sediaan obat yang diberikan dan gangguan jumlah reseptor atau
sensitvitas menentukan pengaruh gangguan farmakodinamik efek anestesi
pada pasien geriatri. Umumnya, pasien berusia lanjut akan lebih sensitive
terhadap obat anestesi. Jumlah obat yang diperlukan lebih sedikit dan efek obat
yang diberikan bisa lebih lama.

Respons hemodinamik terhadap anestesi intravena bisa menjadi berat karena


adanya interaksi dengan jantung dan vaskuler yang telah mengalami penuaan.
Kompensasi yang diharapkan sering tidak terjadi karena perubahan fisiologis
berhubungan dengan proses penuaan normal dan penyakit yang berhubungan
dengan usia. Apapun penyebab efek farmakologik yang terganggu, pasien berusia
lanjut biasanya memerlukan penurunan dosis pengobatan yang secukupnya.
Achmanagara, A.A. 2012. Hubungan Faktor Internal dan Eksternal dengan
Keseimbangan lansia di Desa Pamijen Sokaraja Banyumas. Tesis. Jakarta :
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 111 hal

Anda mungkin juga menyukai