Imaniar Purbasari
Imaniar Purbasari
SKRIPSI
Disusun Oleh :
IMANIAR PURBASARI
K.4406026
Oleh :
IMANIAR PURBASARI
K4406026
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan Program Pendidikan Sejarah
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
Persetujuan Pembimbing,
Pembimbing I
Pembimbing II
iii
HALAMAN PENGESAHAN
: 01 Febuari 2010
Ketua
.................................
.................................
..................................
..................................
Disahkan oleh :
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
iv
ABSTRAK
ABSTRACT
Imaniar Purbasari. THE DEVELOPMENT OF THE KRETEK CIGARETTE
INDUSTRY IN KUDUS (1908-1964). Skripsi, Surakarta : Faculty of Teacher
Training and Education. Sebelas March Surakarta University, January 2010.
The purpose of this study is to determine : (1) history of the establishment
of the kretek cigarette industry in Kudus, (2) the condition of the kretek cigarette
industry in Kudus early decade of the 1900s, (3) the marketing system of kretek
cigarette in decade of 1900s, (4) the change in industrial management of kretek
cigarettes industry since 1920s.
This study use the historical methode, with the following steps : (1)
heuristic, (2) critics, (3) interpretation, (4) historiography. The source of data were
primary and secondary data, and interview. The technique of collecting data was
literature study. The technique of analisys data was historycal analysis which
focus in argumentation and interpreting of historical data.
Based on this research the results can be concluded : (1) The kretek
cigarette industry in Kudus established since 1908. The kretek cigarettes was
found by Haji Jamahri and Mbok Nasilah. Nitisemito was the founder of the first
kretek cigarette industry in Kudus. In 1914, Nitisemito built a factory in the Jati
village in Kudus with the name of Bal Tiga; (2) The materials of kretek cigarette
kretek industry might be imported from the outside of Kudus. The system of
production was simple with the abon system. Since 1930s, the factory began to
be applied; (3) The system of marketing that had been used by the kretek cigarette
industry had been implemented the systems of modern campaigns and agents; (4)
The Tionghoa penetrated into the kretek cigarette industry in Kudus followed the
native entrepreneurs. The power of Tionghoa enterpreneurs weakened the position
of native enterpreuners. The existence of Tionghoa Industry was supported by the
government since the industry gave a huge tax income to the country. Thus, it
could be concluded that from 1908-1964, Kudus Kretek Cigarette Industry had
undergone power shift from native to Tionghoa enterpreneur.
vi
MOTTO
Sejarah adalah sebagai saksi dari Sang waktu, Obor daripada kebenaran,
nyawa daripada ingatan, Sang Guru dari pada kehidupan, dan pembawa
pesan daripada masa lampau.
(Cicero)
Setiap orang punya jalan kehidupan masing-masing, selalu semangat
berusaha, melakukan yang terbaik, berdoa dan mensyukuri nikmatNya,
karena Allah mengerti apa yang terbaik untuk kita.
(Penulis)
vii
PERSEMBAHAN
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang Maha Kuasa, karena
atas rahmat dan hidayah-Nya skipsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk
memenuhi sebagai persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan.
Banyak hambatan dalam penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari
berbagai pihak dapat teratasi. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada :
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian untuk penyusunan skripsi
ini.
2. Ketua Jurusan Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian
untuk penyusunan skripsi ini.
3. Ketua Program Pendidikan Sejarah yang telah memberikan ijin penelitian
untuk penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Drs. Leo Agung S, M.Pd, Pembimbing I yang dengan sabar telah
memberikan pengarahan, bimbingan, dan motivasi sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan.
5. Bapak Drs. Djono, M.Pd, Pembimbing II yang dengan sabar telah
memberikan pengarahan, bimbingan, dan motivasi sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan.
6. Segenap Bapak/ Ibu Dosen Prodi Sejarah yang telah memberikan bekal
ilmu pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
7. Pihak PPRK yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian dan
memberikan sumber-sumber yang saya butuhkan dalam penelitian ini.
8. Bapak Afif Masluri yang telah membantu kelancaran dalam penelitian ini.
9. Bapak Hardi Cahyana dan Bapak Masturi yang telah membantu
kelancaran dalam penelitian ini.
ix
10. Pihak Museum Kretek Kudus, Arsip Nasional Jawa Tengah, dan
Perpustakaan Daerah Kudus yang telah membantu kelancaran dalam
penelitian ini.
11. Almamater Sejarah angkatan 2006 yang telah memberikan motivasi untuk
meyelesaikan skripsi ini.
12. Semua pihak yang telah membantu penulis untuk kelancaran penulisan
skripsi ini.
Penyusunan skripsi ini telah berusaha semaksimal mungkin, namun
penulis menyadari masih ada banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk
menyempurnakannya. Penulis berharap semoga semoga skripsi ini bermanfaat
bagi perkembangan ilmu pendidikan khususnya pendidikan sejarah.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................
ii
iii
iv
vii
viii
ix
xi
xiv
xv
xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................
xi
.......................
xii
Prosedur Penelitian.............................................................................. 37
xiii
113
B. Implikasi ........................................................................................
115
C. Saran ..............................................................................................
116
118
LAMPIRAN ...............................................................................................
122
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel
1.
2.
3.
123
4.
122
124
124
5.
125
6.
125
7.
126
8.
9.
126
127
127
128
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar
120
130
131
132
133
134
135
137
139
140
146
147
151
152
154
155
xv
157
LAMPIRAN
Halaman
Lampiran
1.
2.
Balasan
keputusan
Gunseikan
Zamubutyo.
No.
160
5.
159
4.
158
161
6.
163
7.
164
8.
166
9.
167
168
169
175
176
177
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
yang umum dinikmati masyarakat Kudus. Baru pada tahun 1880 ditemukanlah
rokok kretek sebagai pembaharuan rokok klobot. Bunyi kretek-kretek yang
ditimbulkan dari pembakaran klobot ini membawa perubahan sebutan rokok
klobot menjadi rokok kretek. Maksud awal pembuatan rokok kretek ini hanya
sebagai obat, namun karena menjadi sumber manfaat dan membawa kenikmatan
bagi masyarakat. Permintaan yang membludak dari masyarakat ini memaksa
penemu rokok kretek, Hj. Djamahri untuk mendirikan sebuah usaha rokok kecilkecilan tanpa label dengan metode membuat rokok tingwe (linting dhewe) dan
wujudnya lancip disalah satu ujungnya dengan pembungkus daun klobot (daun
jagung kering), sehingga cukup sulit untuk membuat rokok ini dengan mesin
butuh ketrampilan tangan yang ulet.
Munculnya industri rokok kretek Kudus pertama oleh pengusaha kretek
pribumi, secara otomatis membawa perubahan bagi masyarakat Kudus yang
semula bertani menjadi buruh pabrik. Keberadaan perusahaan rokok kretek Kudus
tersebut telah memperbaiki kesejahteraan penduduk sekitar Kudus. Industri pabrik
kretek merupakan industri padat karya, yang awalnya mempekerjakan pekerja di
sekitar district Kudus yang disebut dengan abone yang bertugas menerima jatah
bahan baku pembuat rokok kretek untuk dibagikan kepada para buruh rumahan
dan mengumpulkan serta menyetorkan rokok kretek yang telah jadi ke pabrik
pemesan (Amen Budiman & Onghokham : 1987, 112).
Suatu keajaiban tercermin bahwa segala bahan-bahan untuk membuat
rokok kretek seperti : tembakau, cengkeh dan daun klobot tidak terdapat dan
ditanam di daerah Kudus sendiri melainkan didatangkan dari wilayah luar Kudus.
Asal mula industri rokok kretek Kudus dapat dipahami melalui peranan bakat
dagang penduduk Kudus, termasuk kedudukan mereka sebagai perantara dengan
pasaran luar baik di Jawa Tengah maupun di Jawa Timur sebagai daerah
penghasil tembakau. Didatangkannya bahan pembuat rokok kretek dari wilayah
luar Kudus, bertujuan untuk mendapatkan kualitas terbaik dari produksi rokok
kretek Kudus (Marcel Bennhoff : 1983, 240).
Industri rokok kretek Kudus yang mayoritas dipegang oleh pribumi mulai
tahun 1880 tersebut merupakan kebanggan bagi pengusaha pabrik kretek pribumi
dan kota Kudus. Pengusaha pabrik kretek pribumi adalah orang-orang yang
mampu memajukan dirinya sendiri, orang yang tadinya tidak berharta, tidak
mempunyai bekal ilmu pengetahuan yang memadai, tetapi berkat keuletan kerja,
dengan
perasaan
dagangnya
yang
cerdik
dan
tajam
mereka
mampu
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat
dirumuskan beberapa masalah antara lain :
1. Bagaimana pembentukan industri rokok kretek Kudus?
2. Bagaimana kondisi industri rokok kretek Kudus awal dekade 1900?
3. Bagaimana sistem pemasaran rokok industri rokok kretek Kudus dekade
1900?
4. Bagaimana perubahan manajemen industri rokok kretek Kudus sejak
1920-an?
C. Tujuan Penelitian
Dalam hubungannya dengan rumusan masalah yang dikemukakan, maka
penelitian ini bertujuan :
a. Menjelaskan pembentukan industri rokok kretek Kudus.
b. Menjelaskan kondisi industri rokok kretek Kudus awal dekade 1900.
c. Menjelaskan sistem perdagangan rokok industri rokok kretek Kudus
dekade 1900.
d. Menjelaskan perubahan manajemen industri rokok kretek Kudus sejak
1920-an.
D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat :
1. Memberi tambahan pengetahuan ilmiah yang berguna dalam
pengembangan ilmu sejarah khususnya yang berkaitan dengan
perkembangan industri rokok kretek Kudus 1908-1964.
2. Menambah khasanah pustaka mengenai rokok kretek dan industri
rokok kretek Kudus.
3. Memberikan sumbangan wawasan ilmu pengetahuan tentang
perkembangan industri rokok kretek di Kudus.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
1. Memperoleh gelar sarjana pendidikan di FKIP UNS.
2. Memanfaatkan pengalaman masa lalu sebagai pegangan dalam
menghadapi permasalahan di masa sekarang.
3. Diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi
pemerintah dalam mengambil kebijakan bagi perkembangan
industri rokok kretek yang ada di Indonesia dan di Kudus pada
khususnya.
4. Dapat memberikan informasi tentang perkembangan industri rokok
kretek Kudus 1908-1964.
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Tinjauan Pustaka
1. Industrialisasi
Sektor industri merupakan salah satu sektor yang diyakini mampu membawa
kemajuan dalam perekonomian suatu negara. Sektor industri memiliki variasi
produk yang beraneka ragam dan mampu memberikan manfaat kepada
pemakainya,
memberikan
keuntungan
yang
lebih
menggiurkan,
serta
10
11
12
diharapkan
mampu
meningkatkan
pertumbuhan
ekonomi,
yang
didukung
pengembangan
sektor
lain.
Kelancaran
13
seorang petani menjadi buruh pabrik rokok kretek. Industri rokok kretek Kudus
menyerap banyak tenaga kerja dari daerah-daerah atau district di sekitar Kudus,
terjadi pergeseran dari produksi barang mentah menjadi barang jadi yang
mempunyai nilai guna lebih tinggi dari bahan asalnya, dan berusaha
memperkenalkan sekaligus menerapkan teknologi bagi buruh dan pekerjanya,
serta terjadi peningkatan kualitas hidup akibat tingkat pendapatan yang semakin
tinggi dan stabil. Proses industrialisasi merupakan pengharapan bagi negaranegara berkembang untuk menjadi salah satu solusi perbaikan dan perkembangan
perekonomian negara.
2. Manajemen
Setiap orang selalu berusaha mencapai hasil yang terbaik dalam masa
hidupnya. Untuk mencapainya, maka perlu adanya manajemen dalam diri masingmasing. Manajemen terdapat hampir dalam semua aktivitas manusia. Begitu juga
dengan suatu perusahaan atau usaha, perkembangan keberhasilan atau kegagalan
suatu industri tidak dapat terlepas dari pelaksanaan manajemen. Kekuatan
manajemen yang dijalankan akan bertanggung jawab atas keberhasilan atau
kegagalan suatu perusahaan berdasarkan pada strategi yang dijalankan. Untuk
mencapai sasaran, hasil, dan tujuan yang diinginkan perlu adanya suatu
perencanaan dan pertimbangan. Melalui manajemen kita mampu mengarahkan
segala sumber daya yang ada.
Manajemen merupakan sebuah proses yang khas, yang terdiri dari tindakantindakan perencanaan, pengorganisasian dan pengawasan yang dilakukan untuk
menentukan serta mencapai sasaran yang ditetapkan melalui sumber daya
manusia dan sumber daya lain (George R Terry, 1979 : 4). Manajemen menurut
Stoner dalam T. Hani Handoko (2003 : 8), mendefinisikan bahwa manajemen
merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan
usaha-usaha para anggota organisasi dan pengguna sumber daya organisasi
lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan. Menurut Horold Koontz
dan Cyril O'donnel (http://www.geocities.com : 14/7/2009), manajemen adalah
usaha untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain. Menurut
Luis Gulick dalam T.Hani Handoko (2003 : 11), manajemen merupakan ilmu
14
pengetahuan yang berusaha secara sistematis untuk memahami sistem kerja demi
mencapai tujuan dan menjadikan sistem bermanfaat bagi kemanusiaan.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah manajemen selalu melibatkan pencapaian
tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Langkah penting yang dapat dilakukan dalam menejemen perusahaan yaitu
mengidentifikasi sasaran yang akan dicapai dan melaksanakan pencapaian sasaran
itu dengan sebaik-baiknya. Untuk mencapai sasarannya diperlukan kerjasama
semua komponen yang ada. Planning atau perencanaan menjadi langkah awal
penetapan arah dan susunan apa yang akan dilakukan dan menjadi kewajiban
masing-masing komponen sesuai dengan kemampuan agar dihasilkan kerja yang
maksimal. Organizing atau pengorganisasian menjadi langkah kedua dalam
mengorganisasikan kerja komponen menjadi suatu gerak kerja yang terarah
menuju pencapaian sasaran. Actuating, menggerakkan masing-masing komponen
agar dapat diadaptasikan pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan sasaran yang
diinginkan. Controlling atau pengawasan merupakan suatu usaha mengawasi
gerak kerja agar kegiatan tetap berjalan menuju ke arah sasaran ataupun
memperbaiki kondisi agar sasaran yang diperoleh lebih maksimal (G. Terry, 1986
: 35). Dengan langkah-langkah manajemen di atas, maka diharapkan usaha dan
perusahaan dapat mencapai sasaran yang diinginkan yaitu kemajuan dan tetap
bertahannya perusahaan di era globalisasi dan persaingan yang semakin ketat.
Manajemen menyebabkan kesadaran terhadap kemampuan kita, memberi arah
pelaksanaan pekerjaan yang lebih baik, dan mengurangi hambatan yang mungkin
dihadapi, serta mencapai tujuan yang dikehendaki sesuai rencana. Kebanyakan
perusahaan dan usaha dapat mencapai kesuksesan dengan mendayagunakan
manajemen secara efektif.
Manajemen dalam suatu perusahaan atau usaha dapat dibedakan menjadi lima
macam, yaitu :
a. Manajemen
keuangan,
merupakan
sistem
pengaturan
dan
15
Manajemen
produksi
merupakan
segala
pengaturan
4),
MSDM
meliputi
kegiatan
penarikan,
seleksi,
16
mendefinisikan
perusahaan,
industri
manajemen
dan
dengan
pemerintah.
metode
Barnard
psikologi
menggunakan
dalam
manajemen
industri
untuk
meningkatkan
produktivitas dari sumber daya industri yaitu tenaga manusia. (T. Hani
Handoko, 2003 : 49)
3) Menggunakan teori manajemen modern. Di mana berkembang dengan
memadukan teori manajemen hubungan manusia dengan manajemen
ilmiah, yang meliputi operation research, manajemen sciense dan
management operasi. (T. Hani Handoko, 2003 : 53).
Perubahan manajemen dalam dunia industri sifatnya biasa, ada yang bersifat
evolusioner dan revolusioner. Perubahan dalam manajemen suatu industri dapat
17
3. Modernisasi Ekonomi
Desa merupakan wilayah yang memiliki Sumber Daya Alam (SDA) dan
Sumber Daya Manusia (SDM) yang cukup besar, tetapi kompetensi tersebut
kurang diusahakan untuk meningkatkan potensi masyarakat secara berarti.
Berkembangnya teknologi dan kemjuan globalisasi menyebabkan usaha besar di
wilayah perkotaan semakin maju. Berlawanan dengan desa yang pada akhirnya
harus mengalami ketidakberdayaan dalam mengikuti perkembangan bila tidak
didukung dengan perkembangan teknologi. Pada akhirnya para petani mengubah
18
bidang
teknologi,
suatu
masyarakat
yang
sedang
19
20
dan dengan culture yang masih cenderung bergantung pada penguasa dan
cenderung lemah, mengakibatkan gaya hidup yang dianut tidak dapat sepenuhnya
mencerminkan manusia modern yang seutuhnya. Dalam industri rokok kretek
Kudus modernisasi ekonomi dapat dilihat dalam langkah perkembangan IPTEK
dan stabilisasi ekonomi sehingga membawa dampak positif bagi semua pihak.
4. Perubahan Sosial
Kehidupan yang lebih baik pasti menjadi tujuan dari setiap manusia. Menurut
Selo Soemardjan (1962 : 379), menyatakan bahwa perubahan sosial adalah segala
perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat,
yang mempengaruhi sistem sosial termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap dan pola
perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Menurut Gillin & Gillin
dalam Soerjono Soekanto (2006 : 304), mengemukakan bahwa perubahan sosial
adalah suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena
perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi pendidikan,
ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam
mayarakat. Wilbert Moore, mendefinisikan perubahan sosial merupakan
signifikasi dari struktur sosial yang merupakan pola interaksi dan aktivitas sosial.
Struktur
sosial
tersebut
adalah
nilai,
norma,
(http://roykesiahainenia.i8.com/materi_sospol/materi_5.html
dan
:
budaya
14/7/2009).
21
Perubahan sosial akan cepat terjadi bila dipengaruhi adanya kontak dan
komunikasi dengan unsur budaya lain atau budaya dari luar, sehingga masyarakat
menemukan suatu yang baru yang dianggap lebih baik. Disamping itu kemajuan
pendidikan dan teknologi saat ini mendorong kemampuan berpikir sesorang
menjadi lebih maju. Teknologi mempunyai pengaruh paling luas dalam perubahan
sosial masyarakat, penemuan teknologi berupa kebendaan akan membawa
perubahan lebih berarti bagi kemudahan pelaksanaan aktivitas kehidupan seharihari masyarakat.
Menurut Rogers dalam buku Studi Masyarakat Indonesia (1998 : 43),
perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat dipengaruhi oleh faktor yang
datang dari dalam maupun dari luar. Ada tiga kategori perubahan sosial : (1)
Immanent change : perubahan sosial yang berasal dari dalam sistem itu sendiri,
(2) Selective contact change : orang luar secara tidak sadar dan spontan membawa
ide-ide baru pada anggota-anggota dari suatu sistem sosial, (3) Directed contact
change : bila ide baru atau cara baru dibawa dengan sengaja oleh orang lain.
Dari ketiga kategori tersebut, maka dalam kenyataan hanya nomor tiga yang
banyak dijumpai dan mempengaruhi masyarakat. Disamping faktor penyebab
perubahan sosial yang bersumber dari dalam maupun dari luar, juga terdapat
faktor-faktor penunjang untuk mempermudah jalannya perubahan sosial :
a) Berkembangnya
ilmu
pengetahuan
yang
dapat
menambah
22
23
dalam satu tempat atau dalam suatu pabrik dirasa lebih ekonomis, efektif dan
efisien, serta mempermudah pengontrolan aktivitas produksi dan karyawan.
Perubahan masyarakat dari tradisional petani ke masyarakat industri tradisional,
hingga akhirnya menuju masyarakat industri modern dengan penerapan teknologi
yang mulai dikuasai mengakibatkan perubahan sosial masyarakat ke arah
peningkatan adaptivitas kehidupan ke sistem yang lebih maju dan modern sesuai
dengan perubahan jaman.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perubahan sosial merupakan
perubahan yang terjadi dalam pola kehidupan manusia yang berkaitan dengan
nilai, norma, pola tingkah laku, dan lapisan sosial dalam masyarakat. Perubahan
yang terjadi dalam masyarakat diharapkan mampu membawa kemajuan dan
kesejahteraan terhadap masyarakat. Dalam perkembangan industri rokok kretek
Kudus, membawa perubahan sosial terhadap pengusaha, pekerja, masyarakat dan
pemerintah menuju masyarakat yang berusaha memperlajari penerapan teknologi,
perbaikan kehidupan sosial ekonomi, serta menuju masyarakat yang modern.
B. Kerangka Berpikir
Kondisi Sosial
Ekonomi Masyarakat
Pribumi Kudus
Industri Rokok Kretek Kudus
Perkembangan Industri
Manajemen
Industri
Pengusaha Tionghoa
Perubahan Sosial
Masyarakat Kudus
24
Keterangan :
Pergeseran dalam suatu masyarakat, secara langsung maupun tidak langsung
akan diikuti oleh berbagai permasalahan sosial. Desa sebagai wilayah yang
seharusnya kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia, tetapi
kompetensi yang dimiliki tersebut kurang dimanfaatkan secara optimal. Berbagai
keterbatasan
yang
dimiliki
desa,
mengakibatkan
desa
mengalami
sedemikian,
dirasakan
kurang
mendukung
usaha
perkembangan
25
26
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
2. Waktu Penelitian
Rencana waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah sejak proposal
disetujui pembimbing yaitu bulan April 2009 sampai dengan Januari 2010
(sepuluh bulan). Adapun kegiatan yang dilakukan dalam jangka waktu tersebut
diantaranya adalah mengumpulkan sumber, melakukan kritik untuk menyelidiki
keabsahan sumber, menetapkan makna yang saling berhubungan dari fakta-fakta
yang diperoleh dan terakhir menyusun laporan hasil penelitian.
28
29
1.
2.
3.
Jenis Kegiatan
April
Mei Juni
Juli-
September- Januari
Agustus
Desember
2010
Pengajuan Judul
Penyusunan
Proposal
Pengajuan Surat
Ijin
4.
Pengumpulan Data
5.
Analisis Data
6.
Laporan Penelitian
B. Metode Penelitian
Menurut kamus Websters, Third New International Dictionary of the
English Language, yang dimaksud dengan metode adalah :
1. Suatu prosedur atau proses untuk mendapatkan suatu obyek.
2. Suatu disiplin atau sistem yang acapkali dianggap sebagai cabang
logika yang berhubungan dengan prinsip-prinsip yang dapat diterapkan
untuk penyidikan ke dalam atau eksposisi dari beberapa subyek.
3. suatu prosedur, teknik, dan cara melakukan penyelidikan sistematis.
(Helius Sjamsuddin, 2007 : 12)
Metode berasal dari bahasa Yunani yaitu Methodos yang artinya cara
atau jalan. Karena berhubungan dengan cara ilmiah, maka yang dimaksud dengan
metode adalah cara kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran
ilmu penelitian yang sistematis mengacu pada aturan baku yang sesuai dengan
permasalahan
ilmiah
yang
bersangkutan
dan
hasilnya
dapat
30
petunjuk
pelaksanaan
atau
merupakan
petunjuk
teknis
(Dudung
Abdurrahman, 1999 : 43). Metode dapat diartikan tata cara bagaimana suatu
penelitian dilaksanakan, yang melingkupi prosedur penelitian dan teknik
penelitian (Iqbal Hasan, 2002 : 21).
Dari beberapa pengertian di atas, maka metode dapat didefinisikan sebagai
cara, jalan, dan teknik yang ditempuh sehubungan dengan penelitian yang
dilakukan, yang memiliki langkah-langkah yang sistematis. Berdasarkan
permasalahan yang hendak dikaji serta tujuan yang akan dicapai, maka metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis. Pemilihan metode
historis didasarkan pada pokok permasalahan yang dikaji yaitu peristiwa masa
lampau, untuk direkonstruksikan menjadi cerita sejarah melalui langkah atau
metode historis.
Menurut Kuntowijoyo (1994 : 24), metode sejarah didefinisikan sebagai
petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis tentang bahan, kritik, interpretasi dan
penyajian sejarah. Menurut Gilbert J. Garraghan dalam Dudung Abdurrahman
(1999 : 43), metode sejarah adalah seperangkat aturan dan prinsip yang sistematis
yang digunakan secara efektif untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah,
menilainya secara kritis, dan mengajukan sintesis dari hasil-hasil yang dicapai
dalam bentuk tertulis. Menurut Sartono Kartodirdjo (1992 : 4), metode sejarah
adalah bagaimana memperoleh pengetahuan sejarah atau bagaimana mengetahui
sejarah.
Metode penelitian historis menurut Louis Gottschalk dalam Dudung
Abdurrahman (1999 : 44) adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis
rekaman dan penilaian masa lampau. Rekonstruksi yang imajinatif daripada masa
lampau berdasarkan data yang diperoleh dengan menempuh proses yang disebut
dengan historiografi. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisis
secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau (Helius Sjamsuddin, 1996 :
31
17). Metode sejarah bertujuan untuk memastikan dan menyatakan kembali faktafakta masa lampau, dan penulisan sejarah merupakan cara untuk merekonstruksi
gambaran masa lampau berdasarkan bukti-bukti dan data yang diperoleh dari
peninggalan masa lampau.
Metode historis bertujuan merekonstruksi masa lalu secara sistematis dan
obyektif dengan mengumpulkan, menilai, memverifikasi dan mensintesiskan
bukti untuk menempatkan fakta sejarah dan mencapai konklusi yang dapat
dipertahankan. Penelitian dengan metode historis merupakan metode kritis
terhadap keadaaan-keadaan dan perkembangan, serta pengalaman masa lampau
dan menimbang secara teliti hati-hati terhadap validitas sumber-sumber sejarah
agar fakta yang diperoleh bersifat obyektif.
Berdasarkan penjelasan tentang metode historis di atas, maka metode
historis dipergunakan dengan alasan penelitian ini bertujuan untuk merekonstruksi
peristiwa yang terjadi di Kudus, yaitu : Perkembangan Industri Rokok Kretek
Kudus 1908-1964. Sedangkan obyek penelitian dan waktu terjadinya peristiwa
yang diteliti adalah awal mula pendirian industri rokok kretek Kudus,
perkembangan industri rokok kretek Kudus awal dekade 1900an, dan sistem
pemasaran, serta perubahan manajemen industri rokok kretek Kudus dekade
1900-an. Di tengah kesulitan pra-kemerdekaan, pengusaha rokok kretek pribumi
berusaha muncul dengan kekuatan sendiri hingga akhirnya mendulang
keberhasilan dalam industri rokok kretek. Perkembangan industri rokok kretek
Kudus oleh pengusaha pribumi telah menarik perhatian pengusaha Tionghoa
untuk ikut serta dalam pengembangan usaha industri rokok kretek Kudus. Terjadi
persaingan yang cukup hebat antara pengusaha pribumi dan pengusaha Tionghoa,
hingga mencapai suatu titik perusuhan di Kudus. Persaingan usaha dan
kesalahpahaman kepentingan etnis menjadi pemicu terjadinya perubahan
kekuatan usaha industri rokok kretek di Kudus. Keadaan tersebut membawa
dampak menguatnya pengusaha Tionghoa dalam industri rokok kretek Kudus, dan
sebaliknya semakin melemahnya pengusaha pribumi. Kondisi tersebut berlanjut
dengan kepemilikan perusahaan rokok kretek besar milik Tionghoa, diikuti
dengan meningkatkan kesejahteraan rakyat pribumi masyarakat Kudus sebagai
32
C. Sumber Data
Sumber data yang merupakan sumber sejarah adalah segala sesuatu yang
dapat digunakan sebagai penulisan peristiwa sejarah, merupakan suatu hasil
penyelidikan untuk mendapatkan data apa saja yang ditinggalkan manusia pada
masa lampau. Menurut Sidi Gazalba (1981 : 105) sumber sejarah dapat
diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu : (1) sumber tertulis yang mempunyai
fungsi mutlak dalam sejarah, (2) sumber lisan, yaitu sumber tradisional dalam
pengertian luas, (3) sumber visual atau benda, yaitu semua warisan masa lalu yang
berbentuk dan berupa seperti candi dan prasasti. Sumber sejarah merupakan bahan
mentah yang mencakup segala macam bukti yang ditinggalkan manusia yang
menunjukkan segala aktivitas manusia masa lalu baik tertulis, lisan maupun
benda. Sumber sejarah sebagai produk dari kegiatan manusia baik sengaja
maupun tidak yang mampu memberikan informasi pada generasi berikutnya.
Menurut Helius Sjamsuddin (1996 : 62), sumber sejarah dapat diklasifikasikan
menjadi : (1) sumber dokumenter, berupa bahan sejarah dalam bentuk tulisan; (2)
sumber korporal, berwujud benda; dan (3) sumber lisan, berupa cerita sejarah
lisan oleh subyek sejarah baik yang mengalaminya langsung maupun saksi mata.
Sumber sejarah merupakan bahan yang dapat digunakan untuk mengumpulkan
informasi sebenar-benarnya tentang peristiwa yang terjadi pada masa lampau.
Jadi, sumber sejarah merupakan sesuatu yang dapat menceritakan tentang
kenyataan pada masa lalu yang diperoleh dari peninggalan dan data pada masa
lalu.
Sumber sejarah merupakan peninggalan masa lampau yang kejadiannya
telah terjadi, maka terdapat keterbatasan dalam pengungkapan peristiwa karena
tidak semua peristiwa mendapat perhatian secara menyeluruh. Hanya sebagian
peristiwa sejarah yang mampu direkam dalam ingatan manusia, maka informasi
33
yang diperoleh dari sumber sejarah serba kurang lengkap sehingga sumber sejarah
perlu dihimpun untuk mendapatkan kebenaran informasi sejarah. Sumber sejarah
yang asli atau sumber saksi mata disebut sumber primer. Sumber berupa
pencitraan atau garapan terhadap sumber asli dinamakan sumber sekunder.(Helius
Sjamsuddin, 1996 : 65)
Menurut Louis Gottschalk (1975 : 35), sumber primer adalah kesaksian
dari seorang saksi mata dengan mata kepala sendiri atau saksi dari panca indera
yang lain, yakni orang atau alat yang hadir pada peristiwa yang diceritakannya.
Sedangkan sumber sekunder merupakan kesaksian dari siapapun yang bukan
merupakan saksi mata yakni dari seseorang yang tidak hadir pada peristiwa yang
dikisahkan.
Sumber sejarah dapat diklasifikasikan menjadi beberapa cara yaitu : (1)
kontemporer (contemporary) dan lama (remote), (2) formal (resmi) dan informal
(tidak resmi), (3) pembagian menurut asalnya (dari mana asalnya), (4) isi
(mengenai apa), (5) tujuan (untuk apa) yang masing-masing dibagi lagi lebih
lanjut menurut waktu, tempat dan cara atau produknya. Sumber sejarah secara
garis besar dibedakan menjadi peninggalan-peninggalan (relics atau remains) dan
catatan-catatan. (Helius Sjamsudin, 2007 : 96).
Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber tertulis primer maupun
sekunder. Sumber primer dalam penelitian ini adalah beberapa arsip perusahaan
rokok kretek Kudus milik Nitisemito yang dibuat saat perusahaan tersebut masih
beroperasi, arsip pemerintahan Jepang dan Belanda mengenai kebijakan terhadap
industri rokok kretek Kudus, dan wawancara, misalnya : (1) Sumber subyek
wawancara : (a) Bp. Masturi penjaga makam Sunan Kedu yang mengetahui
proses dan peranan Sunan Kedu dalam memperkenalkan tembakau sebagai bahan
baku rokok kretek Kudus, (b) Bp. Afif Masluri, sejarawan industri rokok kretek
Kudus yang banyak mengetahui sejarah dan perkembangan industri rokok kretek
Kudus baik oleh pengusaha pribumi maupun pengusaha Tionghoa, (2) Arsip
Belanda Betreffende Eene Behouden Enquete naar de Arbeids Toestanden in de
Industrie van Strootjes en inheemsche Sigaretten op Java, (3) Arsip Propinsi Jawa
Tengah tentang surat ijin berusaha dari pemerintah Jepang, Gunseikan Zamubutyo
34
No. 10421/F di Jakarta 19 Oktober 2603, (4) Arsip Propinsi Jawa Tengah tentang
surat balasan keputusan Gunseikan Zamubutyo No. TAI/16/19 di Jakarta 19
Oktober 2603, (5) Arsip Propinsi Jawa Tengah tentang surat ijin berusaha dari
pemerintah Belanda. No. 619/TA di Jakrta 13 Mei 2603, (6) Arsip Propinsi Jawa
Tengah tentang Surat Pemberitahuan tentang tjap dan boengkoes etjeran rokok
kretek No 3/drie/26/149 di Kudus 1949, (7) Arsip Propinsi Jawa Tengah tentang
surat laporan adanya pendapatan uang rokok Bulan Oktober 1934 di Kudus oleh
M. Karmaen, (8) Arsip Propinsi Jawa Tengah tentang M. Nitisemito yang
disarikan dari buku Der Kretek Koening, (9) Arsip Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia tentang Peroesahaan Rokok Kretek di Koedoes , (10) Arsip
PPRK yatiu artikel Asal-Usul Tembakau, artikel Almarhum Nitisemito, artikel
tentang Asal Mula Rokok.
Sumber sekunder yang digunakan adalah buku-buku literatur yang relevan
dengan penelitian ini. Adapun buku-buku literatur yang relevan, antara lain : (1)
Buku karangan Lance Castle yang berjudul Tingkah Laku Agama, Politik dan
Ekonomi di Jawa : Industri Rokok Kudus yang menguraikan tentang sejarah dan
persoalan-persoalan industri kretek Kudus serta fakta lingkungan Kudus dalam
persoalan pembangunan di Indonesia, (2) Buku Rokok Kretek Lintasan Sejarah
dan Artinya Bagi Pembangunan Bangsa dan Negara karangan Amen Budiman dan
Onghokham menguraikan tentang penemuan rokok kretek di Kudus, lahirnya
industri rokok kretek di Kudus, perkembangan industri rokok kretek di Kudus dari
tahun ke tahun dilihat dari sisi : pengusaha, buruh, inovasi produksi dari rokok
kretek, (3) Sumber subyek wawancara : pihak PPRK (Persatuan Perusahaan
Rokok Kudus) Bapak Dhani yang mengetahui sejarah dan perkembangan industri
rokok kretek Kudus (4) Indonesia Sekarang karangan Parada Harahap, (5)
Kudus dan Kekunoan Islam karangan Solichin Salam, (6) John Multiplysite (13
Maret 2008), (7) Museum Kretek Ing Kudus karangan Suharyanto BP 1991
dalam Djoko Lodang 1009, (8) Kudus dan Sejarah Rokok Kretek karangan
Solichin Salam, (9) Islam di Jawa Dilihat dari Kudus karangan Marcel Bonneff,
(10) Kretek The Culture and Heritage of Indonesia Clove Cigarretes karangan
Mark Hanuzs, serta buku-buku lain yang relevan terhadap penelitian ini.
35
mempermudah
dalam
perumusan,
(4)
menghindari
terjadinya
36
37
38
diberi keterangan baik yang mendukung atau menolak sampai tersusun fakta yang
saling menunjukkan hubungan yang relevan diinterpretasikan guna mendapatkan
hasil penelitian yang utuh untuk sebuah karya ilmiah.
F. Prosedur Penelitian
Sebelum melakukan penelitian perlu dibuat suatu prosedur penelitian
karena dapat mempermudah cara kerja dan memperlancar jalannya penelitian.
Menentukan tema yang akan diteliti merupakan langkah awal sebelum membuat
suatu rencana kerja dari persiapan membuat proposal sampai dengan penulisan
hasil penelitian. Untuk mempermudah penelitian langkah yang perlu dijalankan
guna mendapatkan hasil penelitian yang optimal diperlukan adanya prosedur yang
digambarkan dalam bagan persiapan. Bagan persiapan tersebut berisi langkah
sistematis yang menggambarkan kegiatan dari awal perncanaan sampai dengan
pembuatan laporan hasil penelitian. Karena penelitian ini merupakan penelitian
historis maka skema dalam metode historis digambarkan sebagai berikut :
Heuristik
Kritik
Interpretasi
Historiografi
Fakta Sejarah
Keterangan :
1. Heruistik
Heruistik adalah kegiatan menghimpun jejak-jejak masa lampau dengan
cara mengumpulkan bahan-bahan tertulis, tercetak atau sumber lain yang relevan
dengan penelitian ini. Menurut G.J. Reiner dalam Dudung Abdurrahman (1999 :
55), heruistik adalah suatu teknik, suatu seni, dan bukan suatu ilmu. Menurut Sidi
Gazalba (1981 : 15) heruistik adalah kegiatan mencari bahan atau menyelidiki
sumber sejarah untuk mendapatkan bahan penelitian. Menurut Ernest Berschen
dalam Helius Sjamsuddin (2007 : 19), heruistik adalah proses mencari,
menemukan, dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah.
39
40
rokok kretek Kudus yang banyak mengetahui sejarah dan perkembangan industri
rokok kretek Kudus baik oleh pengusaha pribumi maupun pengusaha Tionghoa,
(2) Arsip Belanda Betreffende Eene Behouden Enquete naar de Arbeids
Toestanden in de Industrie van Strootjes en inheemsche Sigaretten op Java, (3)
Arsip Propinsi Jawa Tengah tentang surat ijin berusaha dari pemerintah Jepang,
Gunseikan Zamubutyo No. 10421/F di Jakarta 19 Oktober 2603, (4) Arsip
Propinsi Jawa Tengah tentang surat balasan keputusan Gunseikan Zamubutyo No.
TAI/16/19 di Jakarta 19 Oktober 2603, (5) Arsip Propinsi Jawa Tengah tentang
surat ijin berusaha dari pemerintah Belanda. No. 619/TA di Jakrta 13 Mei 2603,
(6) Arsip Propinsi Jawa Tengah tentang Surat Pemberitahuan tentang tjap dan
boengkoes etjeran rokok kretek No 3/drie/26/149 di Kudus 1949, (7) Arsip
Propinsi Jawa Tengah tentang surat laporan adanya pendapatan uang rokok Bulan
Oktober 1934 di Kudus oleh M. Karmaen, (8) Arsip Propinsi Jawa Tengah
tentang M. Nitisemito yang disarikan dari buku Der Kretek Koening, (9) Arsip
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia tentang Peroesahaan Rokok Kretek di
Koedoes , (10) Arsip PPRK yatiu artikel Asal-Usul Tembakau, artikel Almarhum
Nitisemito, artikel tentang Asal Mula Rokok. Dengan kritik intern ini dapat
diketahui fakta sejarah yang terpercaya dan diperoleh informasi yang mendukung
dalam penelitian ini, yaitu mengenai : sejarah industri rokok kretek Kudus,
kondisi awal dan sistem pemasaran industri rokok kretek Kudus awal dekade
1900, serta perubahan manajemen industri rokok kretek Kudus sejak 1920-an.
Pada tahap kritik ekstern dilakukan dengan melihat penulis atau pengarang
tentang hasil karyanya sesuai dengan keahliannya atau tidak, sehingga diketahui
keasliannya dan sikap untuk menerima atau menolak sumber tersebut. Dalam
penelitian ini menggunakan sumber yang berasal dari karya : Lance Castle, Amen
Budiman, Ong Hok Ham, dan Solichin Salam yang sekiranya diketahui hasil
karyanya sesuai dengan keahliannya dan fakta yang diungkapkan dalam hasil
karyanya tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Pada langkah kritik ekstern yang
berkenaan dengan isi sumber dilakukan dengan melihat apakah keaslian sumber
tersebut dari pengarangnya asli atau turunan karya orang lain dari tahap ini akan
didapatkan validitas data. Beberapa arsip yang digunakan dalam penelitian ini
41
penelitian ini
historiografi diwujudkan dalam bentuk karya ilmiah berupa skripsi dengan judul
Perkembangan Industri Rokok Kretek Kudus 1908-1964.
Kegiatan historiografi dalam penelitian ini dilakukan dengan memaparkan
hasil interpretasi penulis terhadap sumber-sumber sejarah yang telah dikumpulkan
42
pada tahap heruistik dan telah diverifikasi pada tahap kritik. Dalam penulisan
penelitian ini penulis berusaha memaparkan hasil penelitian yang obyektif
berdasarkan data sumber-sumber sejarah yang telah melalui tahap heruistik, kritik,
interpretasi, sehingga apa yang dituliskan merupakan data yang dapat
dipertanggungjawabkan validitasnya sesuai dengan permasalahan yang dikaji.
Dalam penelitian ini tempo atau waktu masalah yang dikaji adalah masa lalu,
maka dalam kegiatan historiografinya penelitian ini lebih berdasarkan sumber
fakta sejarah masa lalu untuk kemudian diungkap dan dirangkaikan oleh penulis
menjadi gambaran atau cerita sejarah mengenai perkembangan industri rokok
kretek Kudus yang mengalami masa pasang surut dari tahun ke tahun hingga
berkembang menjadi suatu industri rokok kretek Kudus yang besar.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
43
44
Nama kota Kudus diberikan oleh Sunan Kudus, dari asal kata bahasa Arab
: Al Quds atau Qudus yang berarti Suci. Nama itu diambil dari nama sebuah batu
peringatan yang terletak di mihrab Masjid Menara Kudus, yang bertuliskan dalam
huruf dan bahasa Arab. Batu tersebut konon dibawa oleh Sunan Kudus dari Baitul
Makdis (Al Quds), sebagai oleh-oleh atau hadiah ketika beliau dahulu pergi haji
dan kemudian singgah ke Baitul Makdis untuk memperdalam ilmu agamanya.
Kota ini kemudian diberi nama Kudus oleh Sunan Jafar Shadiq atau Sunan
Kudus.
Dengan diketemukannya bekas bangunan suci serta berbagai arca Hindu di
daerah Kudus seperti : (1) bangunan Menara Kudus yang mirip dengan candi
Hindu, (2) gapura sebagai pintu masuk ke kompleks makam Sunan Kudus,
Menara Kudus, dan Masjid Menara Kudus yang bentuknya mirip candi bentar
merupakan bentuk akulturasi budaya Hindu dan Islam (Solichin Salam, 1977 :
38). Di samping itu adanya legenda yang hidup dikalangan masyarakat setempat,
dan dongeng-dongeng yang menyebutkan masyarakat Kudus tidak pernah
menyembelih sapi karena dahulu Sunan Kudus pernah merasa dahaga kemudian
ditolong seorang pendeta Hindu dengan diberi air susu sapi. Sebagai rasa
terimakasih dan rasa hormat terhadap masyarakat yang baru memeluk Islam
dengan keyakinan agama lama mereka yang mempercayai sapi sebagai binatang
suci dan dimuliakan, maka Sunan Kudus mengkeramatkan hewan sapi untuk
disembelih. Hal tersebut merupakan petunjuk atau indikator yang kuat bahwa
daerah kota Kudus sebelum kedatangan Islam merupakan salah satu pusat agama
Hindu dan dipandang sebagai Kota Suci (Solichin Salam, 1988 : 6-7).
Kudus memiliki tata letak kota yang hampir sama dengan tata letak kota di
Indonesia pada umumnya. Pusat kota atau alun-alun menjadi batas sebutan Kudus
Kulon dan Kudus Wetan. Masjid Agung berada di sebelah Barat alun-alun, pusat
pemerintahan berada di sebelah Selatan alun-alun, dan pusat perekonomian berada
di sebelah Timur alun-alun. Titik percabangan jalan raya yang mengitari pusat
kota tersebut ada tujuh, maka sering disebut dengan simpang tujuh.
Ditilik dari segi histories, kota Kudus mulai tampil dalam panggung
sejarah pada abad ke-16 Masehi yaitu ketika Sunan Kudus menyebarkan ajaran
45
agama Islam dan mendirikan Masjid Menara Kudus pada tahun 956 Hijriyah atau
1549 Masehi. Kota Kudus dikenal dalam sejarah masa silam maupun dewasa ini
karena perkembangannya ke arah kemajuan. Selain nilai sejarah yang
ditinggalkannya, perkembangan Kota Kudus dari tahun ke tahun hingga era global
seperti sekarang ini terus berkembang dan mengalami kemajuan sesuai dengan
tuntutan zaman. Sesungguhnya, Kudus dapat diberi julukan : Kota Wali, Kota
Wisata, Kota Budaya, Kota Sejarah dan Kota Kretek (Solichin Salam, 1988 : 3).
Kudus merupakan sebuah kota tua yang mempunyai warisan budaya dan
sejarah yang kaya. Dikatakan bersejarah karena di Kudus banyak peninggalan
sejarah masa lampau, bangunan monumental yang unik dan spesifik. Kota Kudus
memiliki sejarah masa lampau kewalian tempat penyebaran agama Islam oleh
Sunan Kudus dan Sunan Muria, sehingga Kudus mendapat julukan salah satu
Kota Wali. Peninggalan bersejarah seperti Menara Kudus, Masjid Menara Kudus,
Makam Sunan Kudus, Makam Sunan Muria, dan Museum Kretek merupakan
bukti bahwa Kudus merupakan kota bersejarah. Kudus juga mencatat sejarah
besar mengenai industri rokok kretek (Solichin Salam, 1988 : 3). Kudus juga telah
melahirkan Raja Kretek sebagai pioneer wirausahawan pribumi. Perusahaan
rokok kretek baik besar maupun kecil berhasil menopang kesejahteraan rakyat
Kudus. Kudus mencapai tingkat kesejahteraaan tertinggi di Jawa Tengah yang
ditopang dari industri rokok kretek yang telah lahir sejak tahun 1890.
Perkembangan industri rokok kretek Kudus maju pesat, di mana industri rokok
kretek ini mampu memberikan kontribusi ekonomi mencapai 40% terhadap
pemerintah (Aristasius Sugiya, 2001 : 128).
Secara administratif, penggunaan tanah di Kudus dimanfaatkan sebagai :
tempat tinggal, lahan pertanian, jalan, bangunan, dan lain-lain. Pada mulanya
lahan pertanian di kota Kudus cukup luas dan dimanfaatkan untuk penanaman
tanaman pangan. Sebagian besar penduduk Kudus bermatapencaharian sebagai
petani dan pedagang. Seiring dengan perkembangan jaman, bertambahnya jumlah
penduduk dan berkembangnya industri di daerah pedesaan menyebabkan lahan
pertanian semakin lama semakin sempit. Penduduk desa yang sebagian besar
bermatapencaharian sebagai petani, memerlukan tanah untuk tempat tinggal dan
46
47
antara
pemenuhan
kesejahteraan
masyarakat
dengan
48
49
Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120
mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi
daun-daun tembakau yang telah dirajang. Nama rokok sendiri mulanya berasal
50
dari bahasa Spanyol cigar, cigaret, atau cigarrel artinya kebun. Rokok
dinamakan demikian karena tembakau yang dipakai untuk rokok ditanam sebagai
tanaman pemeliharaan orang-orang berharta di Spanyol (Solichin Salam, 1983 :
13).
Manusia di dunia yang merokok untuk pertama kalinya adalah suku
bangsa Indian di Amerika, untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh.
Pada abad ke-15 ketika bangsa Eropa Columbus beserta rombongannya
menemukan benua Amerika untuk pertama kalinya mereka melihat penduduk asli
orang Indian membungkus semacam rempah-rempah yang telah dikeringkan
dengan potongan daun jagung kering, sehingga terbentuk gulungan silinder dan
penggunaannya dibakar salah satu ujungnya serta menghisap asap dari ujung yang
lain. Perbuatan seperti itu dipercaya dapat menimbulkan kenikmatan pada anggota
tubuh, dapat membuat mereka mabuk, dan mengurangi kelelahan atau kepenatan
(Amen Budiman & Onghokham, 1987 : 1). Kebiasaan menghisap tersebut
sesungguhnya merupakan kebiasaan merokok yang sejak dulu telah mereka
lakukan, walaupun belum diketahui kapan pastinya. Sebagian dari para penjelajah
Eropa itu ikut mencoba-coba menghisap rokok dan kemudian membawa
tembakau ke Eropa. Orang-orang Eropa membawa pulang rokok ini dengan
sebutan cigarro atau cerutu. Kebiasaan merokok kemudian mulai muncul di
kalangan bangsawan Eropa, terutama cerutu karena menghisap cerutu dianggap
sebagai perlambangan kekayaan. Tapi berbeda dengan bangsa Indian yang
merokok untuk keperluan ritual, di Eropa orang merokok hanya untuk kesenangan
semata-mata (Arsip PPRK : Asal Mula Rokok).
Kalau cerutu dikenal dengan kemewahannya, maka rokok justru dikenal
secara primitif oleh suku Indian. Bentuk rokok yakni tembakau yang dijejalkan
dalam buluh atau batang tebu yang dikeringkan. Bentuk lainnya yaitu tembakau
kering yang dimasukkan dalam batang gandum kering atau sejenis sayuran lain
yang sudah dikeringkan. Rokok hanya dihisap oleh penduduk miskin yang
kantongnya tipis, mereka bahkan memungut puntung cerutu milik orang kaya
untuk dihisap. Kondisi menghisap cerutu sisa yang telah pendek tersebut disebut
51
oleh masyarakat umum sebagai rokok si miskin (Arsip PPRK : Asal Mula
Rokok).
Abad 17 dari Amerika Selatan kebiasaan merokok menyebar ke berbagai
negara di Eropa, seperti : Spanyol, Portugal, Inggris, Perancis, Jerman, Swedia,
Swiss, Turki, dan seluruh daratan Eropa. Kebiasaan merokok akhirnya masuk ke
Turki dan saat itu pula kebiasaan merokok mulai masuk ke negara-negara Islam.
Di Indonesia kebiasaan merokok sulit diketahui kapan pastinya mulai
berkembang. Bagi masyarakat Indonesia budaya merokok diperkirakan dimulai
dengan budaya mengunyah sirih, injet dan gambir atau mengunyah buah pinang
yang ada sejak dahulu kala warisan nenek moyang kita. Bahan baku rokok,
tembakau bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Dimana Portugislah bangsa
yang pertama kali memasukkan tembakau dan budaya merokok ke Indonesia.
Dari orang jaman dahulu, tanaman tembakau dipakai untuk kepentingan
pengobatan. Pada awal abad ke-17 merokok tembakau dan menghisap madat telah
dikenal di Pulau Jawa. Pembesar-pembesar Jawa juga telah diketahui gemar
mengkonsumsi rokok. Abad ke-18 merokok telah menjadi salah satu kebutuhan
hidup primer kalangan masyarakat Jawa, tidak ubahnya dengan makan sirih. Hal
ini dapat dideteksi dari besarnya jumlah uang yang dikeluarkan untuk membeli
rokok dibandingkan untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya. Pekerjaan yang
sangat sederhana tidak menghalangi mereka untuk menikmati hidup dalam
ketentraman dan kenyamanan. Seorang bujangan bisa hidup dengan dua belas
duit sehari, tanpa memikirkan makan makanan yang bergizi bagi tubuhnya. Jika
dapat diumpamakan dua belas duit tadi digunakan untuk : tiga duit untuk membeli
tembakau sebagai bahan merokok yang dibungkus dengan selembar kulit jagung
kering/klobot, tiga duit untuk membeli nasi dan garam/tempe, enam duit untuk
membeli beras (Amen Budiman & Onghokham, 1987 : 87).
Merokok tidak hanya merupakan kesenangan pribadi, namun juga
menjadi hidangan penting yang disajikan kepada para tamu. Rokok dalam
kepercayaan tradisional mempunyai arti sebagai barang dagangan sekaligus
sebagai salah satu komponen upacara sesajen serta sebagai pelengkap berbagai
macam kepentingan dan ditaruh di berbagai macam tempat. Rokok kadang juga
52
dipercaya sebagai salah satu alat pembayaran bagi jasa dukun di daerah pesisir
utara Jawa (Amen Budiman & Onghokham, 1987 : 99-100).
Orang-orang Indonesia mempunyai cara tersendiri untuk membuat rokok
sendiri yang akan dihisapnya. Cara yang digunakan amat sederhana, baik susunan
maupun bentuknya. Pada umumnya tembakau dan campuran rempah digulung
menggunakan daun jagung kering atau yang lebih biasa disebut klobot, kemudian
digulung atau dilinting dengan bentuk lancip pada salah satu ujungnya, dan ujung
untuk menghisap ditali menggunakan jinggo. Oleh sebab itu, rokok yang dibuat
sendiri penduduk asli Indonesia pada awal penemuannya belum merupakan
barang dagangan yang menarik (Solichin Salam, 1983 : 16).
Tahun 1880-an, setelah adanya usaha untuk mencampur tembakau dan
rempah-rempah terbaik seperti cengkeh, bentuk kesederhanaan rokok mulai
beralih ke arah barang yang lebih berarti dan menguntungkan untuk
diperdagangkan. Pencampuran tembakau dan cengkeh oleh orang Indonesia
merupakan penemuan rokok yang tergolong paling enak, paling tua, dan paling
terkenal di berbagai penjuru. Rokok yang terbuat dari campuran tembakau dan
cengkeh, serta dibungkus dengan daun jagung kering terkenal dengan nama rokok
kretek. Bunyi kretek-kretek akibat pembakaran cengkeh waktu rokok itu dihisap,
menjadikan nama rokok tersebut terkenal dengan sebutan rokok kretek.
Pada umumnya rokok dapat dibedakan menjadi beberapa jenis.
Pembedaan ini dapat didasarkan atas : bahan pembungkus rokok, bahan baku atau
isi rokok, proses pembuatan rokok, dan penggunaan filter pada rokok.
Rokok berdasarkan bahan pembungkus.
a)
b)
c)
Sigaret
d)
Cerutu
53
Rokok Putih : rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun
tembakau yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma
tertentu.
b)
Rokok Kretek : rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun
tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek
rasa dan aroma tertentu.
c)
Rokok Klembak : rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun
tembakau, cengkeh, dan menyan yang diberi saus untuk
mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu (Solichin Salam, 1983 :
18).
54
terhadap rokok kretek yang menetap terhadap diri sendiri sehingga timbul
kepuasan bagi individu tersebut. Dapat juga diartikan sebagai rangsangan
terhadap sesuatu yang memberi pengaruh dalam diri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang terhadap minat rokok kretek
adalah :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
Usia peminat rokok kretek lebih dewasa (telah menginjak usia > 23
tahun) (www.demirtas.com : 11/3/09 ).
Semakin lama dari waktu ke waktu rokok kretek tidaklah lagi milik dari
orang-orang yang sudah dewasa dan tua. Namun sekarang para remaja sudah
mulai banyak yang mengkonsumsi rokok kretek. Tidak lepas dari pantas-tidak
pantasnya rokok kretek dikonsumsi oleh anak remaja, tapi ini mengenai selera dan
gaya hidup remaja saat ini.
Bisa dikatakan rokok dapat memberi efek santai dan sugesti merasa lebih
jantan. Merokok biasanya dilakukan dengan membakar salah satu ujungnya dan
membiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lain.
Semakin keras, semakin lama, dan semakin dalam seseorang menghisap asap
rokok, maka semakin besar kebutuhan adiktif terhadap rokok tersebut. Rokok di
Indonesia saat ini biasanya diperdagangkan dalam bentuk bungkusan kotak kertas
berisi sekitar 12 batang. Kemasan kertas rokok didesign dalam kotak kecil agar
dapat dimasukkan dengan mudah ke dalam kantong. Dalam bungkusanbungkusan rokok tersebut umumnya telah disertai pesan kesehatan yang
55
untuk
alasan
mendapatkan
suatu
kenikmatan
rasa
(www.wikipedia/rokok_kretek:11/3/2009).
Pada rokok setidaknya terdapat beberapa zat yang dapat merugikan
kesehatan
tubuh,
antara
lain
tar,
nikotin,
dan
karbonmonoksida
56
seperti : sebagai obat, penghilang stres, dsb terkandung kerugian yang cukup
besar bagi orang yang merokok (tanpa menyadari kekuatan diri dalam
mengkonsumsi rokok yang berlebihan) maupun orang di sekitar perokok yang
bukan perokok :
a.) Perokok pasif secara tidak langsung dirugikan dengan menghisap
asap rokok dari perokok aktif yang bahayanya hampir sama dengan
perokok aktif.
b.) Seseorang yang mencoba merokok biasanya akan ketagihan karena
rokok bersifat candu yang sulit dilepaskan dalam kondisi apapun.
Seorang perokok berat akan memilih merokok daripada makan jika
uang yang dimilikinya terbatas.
c.) Harga rokok yang mahal akan sangat memberatkan orang yang
tergolong miskin, sehingga dana kesejahteraan dan kesehatan
keluarganya sering dialihkan untuk membeli rokok.
d.) Sebagian perokok biasanya akan mengajak orang lain yang belum
merokok untuk merokok agar dapat menyesuaikan dengan
lingkungan tempat ia bersosialisasi. Sehingga orang lain ikut
merasakan enaknya atau menderitanya dalam menghisap asap rokok
(www.wikipedia/rokok_kretek:11/3/2009).
Perubahan akibat timbulnya sarana baru yang menunjang kehidupan
masyarakat seperti industri rokok kretek Kudus ini sangat besar. Industri rokok
kretek Kudus mengakibatkan : (1) pertumbuhan masyarakat di suatu daerah, (2)
adanya suatu proses pertumbuhan atau kemunduran di bidang sosial ekonomi
serta kesejahteraan masyarakat Kudus. Bagi pemerintah rokok yang diproduksi
oleh perusahaan rokok merupakan sumber pendapatan yang sangat penting
artinya. Berbagai macam pajak dapat ditarik dari industri ini. Mulai dari cukai
tembakau, pajak perseroan, pajak reklame, pajak pekerja, dsb. Selama bertahuntahun jelas dapat dilihat dukungan pemerintah untuk selalu meningkatkan hasil
produksi rokok. Industri rokok memberi kesempatan kerja yang begitu luas
terhadap ribuan masyarakat kelas bawah. Mulai dari pekerja kasar pembuat rokok,
para pedagang besar/kecil yang menjual rokok, para petani tembakau yang
57
58
59
yang
berdagang
antar
benua.
Dalam
bekerja
Sunan
Kudus
menyeimbangkan antara agama dan usaha. Niat yang disertai usaha dan
memaknai kerja itu sebagai suatu ibadah, maka ketiganya merupakan sumber
energi atau pendorong gairah kerja tinggi. Dengan berlandaskan semangat kerja
tinggi dan diseimbangkan dengan ilmu agama, diyakini akan membawa kebaikan
duniawi dan mencapai surgawi dengan indahnya (Suharso, 1994 : 154).
Jasa para pedagang Kudus menjadikan rokok kretek akhirnya kian dikenal.
Namun tidak begitu dengan Haji Jamahri yang diketahui meninggal pada 1890.
Siapa dan bagaimana asal-usul Haji Jamahri masih remang-remang. Hanya
temuan rokok kretek Haji Jamahri yang terus berkembang. Beberapa sumber
mengatakan penemu rokok kretek Kudus adalah Haji Jamahri, namun beberapa
cerita sejarah lisan mengatakan bahwa Haji Jamahri hanya membuat ramuan
rokok untuk obat tidak sepenuhnya rokok kretek seperti yang dikenal dihisap
untuk mendapatkan suatu kenikmatan.
60
awalnya
Mbok
Nasilah
mencoba
meracik
rokok
dengan
61
kretek di Kudus. Penemuan rokok kretek telah menimbulkan kemajuan pesat bagi
perkembangan daerah industri di Kudus.
62
orang-orang
memasuki
dunia
industri
(http://bluedayax.
multiply.com/journal/item/177 : 13/3/2009).
Bisnis rokok dimulai oleh Nitisemito pada 1906 dan pada 1908 usahanya
resmi terdaftar dengan merek "Tjap Bal Tiga". Bisa dikatakan langkah Nitisemito
itu menjadi tonggak tumbuhnya industri rokok kretek di Kudus. Beberapa babad
dan legenda yang beredar di Jawa, dicatatkan rokok sudah dikenal sudah sejak
lama bahkan sebelum Haji Jamahri dan Nitisemito merintisnya. Tercatat dalam
Kisah Roro Mendut, yang menggambarkan seorang putri dari Pati yang dijadikan
istri oleh Tumenggung Wiroguno, salah seorang panglima perang kepercayaan
Sultan Agung menjual rokok "klobot" (rokok kretek dengan bungkus daun
jangung kering) yang disukai pembeli terutama kaum laki-laki karena rokok yang
dijajakan telah direkatkan dengan ludah Roro Mendut yang amat cantik jelita
(Amen Budiman & Onghokham, 1987 : 93-94).
Nitisemito sendiri seorang buta huruf, dilahirkan dari rahim Ibu Markamah
dan ayah H. Sulaiman di desa Janggalan dengan nama kecil Rusdi pada tahun
1874 (Arsip PPRK : Almarhum Nitisemito). Ayahnya, Haji Sulaiman adalah
kepala desa Janggalan. Semasa hidupnya Nitisemito tidak pernah mendapatkan
63
pendidikan formal di sekolah. Nitisemito adalah seorang yang cerdas, ulet, dan
religius. Sebagian masa hidup Nitisemito digunakan untuk berdagang. Semasa
muda Nitisemito telah memiliki banyak pengalaman dagang. Beberapa tahun
menjadi carik Kampung Jagalan, kemudian berniaga ke Mojokerto tapi usaha
Nitisemito mengalami kegagalan. Pada usia 17 tahun, Rusdi mengubah namanya
menjadi Nitisemito (Arsip Propinsi Jawa Tengah : M Nitisemito).
Pada usia 17 tahun itu juga, Nitisemito merantau ke Malang, Jawa Timur
untuk bekerja sebagai buruh jahit pakaian. Usaha ini berkembang, hingga
Nitisemito mampu menjadi pengusaha konfeksi. Beberapa tahun kemudian, usaha
tersebut kandas karena terlilit hutang. Nitisemito pulang kampung dan memulai
usaha baru membuat minyak kelapa dengan alasan banyak masyarakat Kudus dan
sekitarnya sering menggunakan minyak kelapa untuk penerangan rumah dan
menggoreng. Kembali usaha Nitisemito mengalami kegagalan, ternyata
masyarakat Kudus lebih senang membuat minyak kelapa sendiri daripada
membeli. Nitisemito bangkit kembali dengan berdagang kerbau karena sapi
dikeramatkan disembelih di daerah Kudus, namun gagal (Amen Budiman &
Onghokham, 1987 : 128).
Awal terbukanya jalan Nitisemito dalam usaha dagangnya, ketika
Nitisemito bekerja menjadi kusir dokar sambil berdagang tembakau. Saat itulah
Nitisemito berkenalan dengan Mbok Nasilah, pedagang rokok klobot di Kudus.
Mbok Nasilah, yang juga dianggap sebagai penemu pertama rokok kretek,
menemukan rokok kretek untuk menggantikan kebiasaan nginang pada sekitar
tahun 1870. Di warung Mbok Nasilah, yang kini menjadi toko kain Fahrida di
Jalan Sunan Kudus 120, Mbok Nasilah menyuguhkan rokok temuannya untuk
para kusir yang sering mengunjungi warungnya. Kebiasaan nginang yang sering
dilakukan para kusir mengakibatkan kotor warung Mbok Nasilah, sehingga
dengan menyuguhkan rokok, Mbok Nasilah berusaha agar warungnya tidak kotor.
Pada awalnya Mbok Nasilah mencoba meracik rokok. Salah satunya
dengan menambahkan cengkeh ke tembakau. Campuran tersebut kemudian
dibungkus dengan klobot atau daun jagung kering dan diikat dengan benang.
Rokok racikan Mbok Nasilah ternyata disukai oleh para kusir dokar dan pedagang
64
keliling. Salah satu penggemar rokok racikan Mbok Nasilah adalah Nitisemito
yang saat itu bekerja sebagai kusir. Karena sering menyambangi warung Mbok
Nasilah, Nitisemito terbiasa dan menganggap keluarga Mbok Nasilah sebagai
keluarga (Arsip Propinsi Jawa Tengah : M Nitisemito).
Nitisemito
lantas
menikahi
Mbok
Nasilah
tahun
1894
dan
65
66
perusahaan rokok kretek yang terdiri dari : 14 buah perusahaan besar, dan 56
perusahaan kecil. Tahun 1932 meningkat jumlahnya menjadi 165 buah. Tahun
1933 menjadi 175 buah. Tahun 1934 turun menjadi 152 buah. Dalam
perkembanagannya, industri rokok kretek Kudus dari waktu ke waktu mengalami
masa pasang surut, sesuai dengan pergolakan dan perubahan zaman (Solichin
Salam, 1983 : 17).
Tahun 1930-an produksi rokok kretek mencapai 3 10 juta per hari,
dengan jumlah buruh mencapai 10 ribu orang. Pabrik rokok kretek yang dibangun
di Jati mengubah sistem pengerjaan rokok kretek yang diborongkan kepada abon
menjadi sistem buruh pabrik. Upah buruh batil, linting rokok per seribu buah
adalah sebesar 20 sen. Sedang buruh nyontong memasukkan 4-8 batang rokok
kretek ke longsong mendapat upah 1 sen. Etiket rokok kretek milik Nitisemito
awalnya dicetak di Drukkerij Nimef Malang, dan berubah dicetak di Drukkerij
Masman Semarang (Solichin Salam, 1983 : 26).
Keberuntungan Nitisemito semakin melonjak disertai dengan kelahiran
putra keempatnya M. Soemadji Nitisemito, rokok kreteknya laris luar biasa.
Nitisemito menarik menantunya M. Karmain untuk membantu mengelola industri.
Industri rokok kretek milik Nitisemito ini membawanya menjadi salah satu raja
kretek. Usaha yang dikelola Nitisemito menyerap ribuan buruh pabrik rokok
kretek (Arsip Propinsi Jawa Tengah : M. Nitisemito).
Nitisemito yang tak pernah mengenyam pendidikan formal, tidak berarti
dia terbelakang. Sebagai seorang pedagang yang tangguh, penuh dengan ide-ide
baru, kreatif, inovatif Nitisemito berhasil merintis dan mengelola perusahaan
rokok kretek pertama di Indonesia yang paling besar dan modern milik pribumi.
Semangat kerja yang tinggi dan diimbangi dengan ketaatan beribadah
menjadikan pribumi Kudus menjadi orang-orang yang mandiri di bidang
perekonomian. Berbagai tantangan, harapan dan keinginan menjadikan pengusaha
pribumi industri rokok kretek Kudus semakin semangat untuk memajukan industri
dalam kondisi masih dalam belenggu penjajahan. Kerja keras, tekun, ulet menjadi
jawaban waktu terhadap kesuksesan Nitisemito dan kawan-kawan dalam menata
industri rokok kretek milik pribumi. Munculnya enterpreuner baru dari golongan
67
pribumi menjadi salah satu tonggak penguat bagi kelas menengah untuk terus
berusaha dan sadar akan kemampuan pengusaha pribumi, bahwa pengusaha dari
golongan pribumi bisa menjadi yang terbaik.
Jiwa enterpreuner yang dimiliki Nitisemito seperti : mampu membina
kepercayaan relasi, memiliki semangat dan daya kerja tinggi, memahami makna
laba dalam bentuk uang, bekerja keras, dan mengembangkan naluri bisinisnya.
Kesemuanya itu dalam perkembangannya mengalami pergeseran-pergeseran
membawa kemajuan dalam manajemen perusahaan Nitisemito (Suharso, 1994 :
155).
Sedikit demi sedikit makna kerja dari pribumi mengalami banyak
pergeseran dari penggunaan alat tradisional ke sistem pabrik yang lebih modern.
Para pengusaha pribumi rokok kretek ini mulai menggunakan manajemen modern
untuk mengembangkan usahanya. Untuk mengembangkan usahanya Nitisemito
menyewa tenaga pembukuan asal Belanda untuk membantu menerapkan sistem
manajemen handal dalam usahanya. Pasaran produknya cukup luas, mencakup
kota-kota di Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan bahkan ke Negeri Belanda
sendiri. Nitisemito dengan ide M Karmain kreatif memasarkan produknya,
misalnya dengan menyewa pesawat terbang Fokker seharga 200 gulden saat itu
untuk mempromosikan rokoknya ke Bandung dan Jakarta. Setiap ada pameran di
berbagai wilayah produk rokok kretek Nitisemito ikut serta meramaikan standstand yang ada, hingga meluaslah kabar produksi rokok kretek. Dalam promosi
rokoknya Nitisemito juga menyediakan barang-barang pecah belah sebagai
reward kepada para konsumen rokoknya (Solichin Salam, 1983 : 26).
Industri rokok kretek Kudus yang mayoritas dipegang oleh pribumi mulai
tahun 1880 tersebut merupakan kebanggan bagi pengusaha pabrik kretek pribumi
dan kota Kudus. Pengusaha pabrik kretek pribumi adalah orang-orang yang
mampu memajukan dirinya sendiri, orang yang tadinya tidak berharta, tidak
mempunyai bekal ilmu pengetahuan yang memadai, tetapi berkat keuletan kerja,
dengan
perasaan
dagangnya
yang
cerdik
dan
tajam
mereka
mampu
68
pengusaha pribumi sangatlah kuat dan telah tertanam kuat dalam sanubari mereka
(Amen Budiman & Onghokham, 1987 : 107).
Sektor industri merupakan sektor yang paling strategis bagi perekonomian
Kudus, produk unggulan Kudus untuk industri besar atau sedang yaitu industri
rokok kretek. Komoditas industri rokok kretek Kudus memiliki potensi untuk
berkembang, tercermin bahwa industri rokok kretek Kudus : memiliki keunggulan
kompetitif, bahan baku yang cukup, sumber tenaga kerja yang memadai,
tersedianya modal yang cukup, mampu menyerap tenaga kerja terutama tenaga
kerja lokal setempat, memberi kontribusi terhadap perekonomian daerah dan
nasional, mempunyai jaminan mutu produksi yang baik, mampu meningkatkan
pendapatan dan kemampuan sumber daya masyarakat setempat, dan tersedianya
teknik industri yang tidak merusak budaya setempat. Rokok kretek buatan industri
rokok kretek Kudus mampu bersaing, nilai permintaannya tinggi baik bagi
pemasok maupun bagi pembeli, jangkauan pasarnya luas dan memiliki
keunggulan bila disaingkan dengan produk lain. Usaha rokok kretek Kudus juga
dalam perkembangannya mengalami pasang surut produksi, produktivitas tenaga
kerja, dan provitabilitas.
kelemahan : bahan baku rokok kretek masih didatangkan dari luar daerah,
permodalan industri kecil kurang, limbah industri merajalela dan menggangu,
persaingan pasar yang ketat. Untuk mengatasi kelemahan industri rokok kretek
Kudus tersebut diperlukan kerjasama antara pemerintah, pejabat pemerintah,
pengusaha, dan lingkungan dunia usaha mengembangkan industri rokok kretek
dan perekonomian daerah Kudus, atau dengan meningkatkan basis industri dan
meningkatkan kemandirian industri (Pemkab Kudus, 2004 : 90-110).
Bahan baku rokok kretek Kudus utamanya adalah tembakau dan cengkeh.
Satu hal yang luar biasa, bahwa Kudus bukan merupakan wilayah penghasil bahan
69
baku rokok kretek tersebut, bahkan tanahnya tidak cocok untuk ditanami bahan
baku tembakau ataupun cengkeh.
Dikenalnya tembakau oleh masyarakat Kudus ternyata memiliki hubungan
historis dengan Sunan Kudus. Menurut oral history dari masyarakat Kudus dan
adanya makam atau petilasan Sunan Kedu di desa Gribig, Kecamatan Gebog,
Kabupaten Kudus yang terletak di dekat gudang pabrik-pabrik rokok kretek
Kudus, menyatakan bahwa tembakau diperkenalkan kepada masyarakat Kudus
oleh Sunan Kedu. Hingga akhirnya dapat dimanfaatkan dengan menjadi
penemuan rokok kretek.
Sunan Kedu lahir di Paraan Kabupaten Temanggung (daerah sentra
tembakau). Semasa kecil bernama Abdul Hakim dan menginjak dewasa belajar ke
Mekkah untuk memperdalam ilmu agama dan setelah kembali dari Mekkah diberi
gelar Sunan Kedu atau Syeikh Abdul Basyir (setingkat wali). Sunan Kedu sangat
gigih dalam menjalankan syiar Islam dan pemerintahan. Sunan Kedu datang ke
Kudus terutama ke daerah Gribig sekitar tahun 1576 M. Sunan Kedu datang ke
wilayah Kudus dengan tujuan untuk nyantri di Mbah Sunan Kudus untuk
menjalankan syiar Islam di Kudus dan sekitarnya dan di Gribig pada khususnya.
Selama nyantri di Sunan Kudus, dikalangan santri Sunan Kedu adalah santri yang
berpengetahuan agama Islam sangat luas. Sunan Kedu yang berasal dari
Temanggung diam-diam memiliki keahlian sebagai seorang petani tembakau yang
handal. Keahlian ini yang dibawa Sunan Kedu memperkenalkan tembakau pada
gurunya Sunan Kudus yang seorang pedagang untuk mengusahakan tembakau
sebagai tanaman perdagangan (wawancara bapak Hardi Cahyana : 31 Desember
2009).
Kisah pewayangan tentang peranan Sunan Kedu terhadap penemuan
tembakau dan rokok kretek di Kudus menceritakan suatu kisah yang berbeda.
Kisah Sunan Kedu di Kudus yang berhubungan dengan tembakau dan penemuan
rokok kretek diusahakan untuk menarik dan mempermudah ingatan masyarakat
tentang munculnya tembakau dan pengusahaan rokok kretek Kudus masa
penyebaran Islam. Ketika masa penyebaran Islam, Sunan Kedu dari Magelang
berniat sowan (berkunjung) kepada Sunan Muria. Di tengah perjalanannya, sudah
70
71
72
membuat rokok kretek memiliki rasa khas yang dapat memuaskan permintaan
konsumennya (wawancara Bapak Afif Masluri : 12 Oktober 2009).
Bahan baku utama untuk membuat rokok kretek ada dua macam, yaitu
tembakau dan cengkeh.
a. Tembakau
Pada tahun 1863, Nien Huys pegawai bangsa Belanda mencoba
menanam jenis tanaman baru di daerah Deli. Tanaman ini disebut
dengan tembakau, dan berhasil tumbuh menjadi tanaman komoditi
pembuatan cerutu (Antonie Rieth, 1987 : 98). Tanpa tembakau rokok
tidak dapat diproduksi. Seluruh perusahaan rokok kretek yang ada di
pulau Jawa biasanya menggunakan tembakau yang dihasilkan dari
wilayah pulau Jawa sendiri. Umumnya, perusahaan rokok kretek dari
suatu daerah tertentu belum tentu menggunakan tembakau yang
dihasilkan dari daerahnya sendiri sebab perusahaan rokok kretek tidak
hanya mendatangkan satu jenis tembakau saja untuk produksi rokok
kreteknya.
Dataran Kudus tidak cocok untuk menanam jenis tanaman
tembakau, kalaupun dapat ditanam tembakau yang dihasilkan dari
daerah Kudus rasanya terlalu pahit dan aromanya tidak begitu harum.
Sedang untuk menghasilkan rokok kretek dibutuhkan tembakau yang
mempunyai rasa gurih dan mempunyai aroma harum. Kebutuhan
tembakau untuk perusahaan rokok kretek Kudus didatangkan dari
daerah : Kedu, Weleri, Bojonegoro, Mojokerto, Madura, dan
Temanggung. Tembakau bisa sangat mempengaruhi rokok kretek yang
akan dibuat sesuai dengan rasa dan kaulitas tembakaunya. Rasa dan
kualitas rokok kretek tertentu, juga membutuhkan rasa dan kualitas
tembakau tertentu pula. Rasa dan kualitas tembakau dipengaruhi oleh
iklim dan letak geografi daerah tanam tembakau. Hal inilah yang
menyebabkan adanya perdagangan tembakau, dari daerah-daerah
menuju ke Kudus (Mark Hanusz, 2000 : 78-82).
73
2.)
3.)
4.)
74
75
untuk rokok klobot perlu disimpan selama enam bulan (Lance Castle,
1982 : 48).
b. Cengkeh
Cengkeh yang digunakan ada dua macam, yaitu :
a) Cengkeh impor dari Zanzibar dan Madagaskar
b) Cengkeh hasil produksi dalam negeri dari daerah Manado,
Maluku, Ambon, Jawa Barat, Jawa Tengah (Mark Hanusz,
2000 : 64).
Perusahaan rokok kretek Kudus lebih senang menggunakan
cengkeh impor daripada menggunakan cengkeh hasil dalam negeri,
sebab kualitas cengkeh impor jauh lebih baik, kadar minyaknya lebih
banyak, rasanya gurih, lebih banyak mengkreteknya (mengeluarkan
suara kretek-kretek) dan rasanya lebih ringan.
Untuk penggunaan cengkeh impor pemerintah mengusahakan
pembagian cengkeh bagi pengusaha rokok kretek di Jawa agar
cengkeh tidak menjadi obyek spekulasi pengusaha rokok kretek.
Pembagian cengkeh impor diatur berdasarkan besar kecilnya
perusahaan rokok kretek dalam membayar pajak pita cukai. Untuk
penggunaan cengkeh dalam negeri tidak diadakan sistem pembagian
sebab harganya jauh lebih murah, rasanya keras (nyegrak), tidak ada
rasa gurihnya, dan kurang mengkreteknya (Mark Hanusz, 2000 : 69).
Semakin banyak penggunaan cengkeh dalam suatu perusahaan
rokok kretek, menunjukkan semakin banyak produksi rokok kretek.
Naik turunnya penggunaan cengkeh di perusahaan rokok kretek
dipengaruhi oleh jumlah impornya. Kondisi negara yang tidak stabil
juga mempengaruhi pasokan impor cengkeh ke Indonesia. Ketika
kondisi negara sedang tidak stabil masa 1950-an, maka terjadi
pembatasan impor cengkeh. Hal ini memaksa pengusaha untuk
berupaya menutup kebutuhan cengkeh pabrik rokok kreteknya dengan
penggunaan cengkeh yang diusahakan di dalam negeri.
76
pengusaha
rokok
kretek
pernah
tergoda
untuk
77
baku klobot
industri
d. Lem dari tepung aci, untuk mengelem kertas sigaret kretek dan kertas
kemasan luar (kertas selop luar)
e. Kertas
Kegunaan kertas pada industri rokok kretek Kudus, ada beberapa
macam :
a) pembungkus rokok (kertas papir)
b) pengepak terdiri dari jenis kertas cassing, HVS, syllovan, dan
kertas minyak.
c) mencetak pita cukai
d) pengepres dan pembungkus luar (selop)
e) pembuatan merk luar (wawancara Bapak Afif Masluri : 25 Oktober
2009).
78
79
dan
dipasar-pasar.
Kemajuan
industri
rokok
kretek
Kudus
80
pada jenis rokok kretek yang dihasilkan. Pengolahan bahan rokok kretek Kudus
sebagai kunci rahasia dari masing-masing perusahaan, jangan sampai diketahui
perusahaan lain bahkan diketahui umum (wawancara Bapak Afif Masluri : 25
Oktober 2009).
Berhubung dengan bentuk rokok yang diproduksi yang lancip di salah satu
ujungnya pada waktu itu, dan bungkus yang digunakan untuk membungkus
tembakau dan cengkeh dari daun klobot, maka butuh ketrampilan khusus dalam
membuat lintingan rokok kretek. Membesut klobot tidak mudah, apalagi dengan
campuran tembakau dan cengkeh harus diusahakan agar rajangan cengkeh
tersebut tidak merusak atau merobek klobot pembungkusnya. Ribuan tangan
terampil dibutuhkan untuk memenuhi permintaan rokok kretek Kudus. Pekerja
rokok kretek selain bekerja di pabrik biasanya mengerjakan pekerjaan di rumahrumah. Pekerja yang rumahnya jauh tidak perlu meninggalkan rumah,
menghabiskan uang transport, dan tetap bisa melaksanakan kegiatan rumah
tangga, serta pekerjaannya dapat dibantu oleh seisi rumah (Arsip PNRI :
Peroesahaan Rokok Kretek di Koedoes).
Pekerja yang bekerja di pabrik biasanya bagian sortir (bagian pemilah),
pembungkus rokok kretek dalam pack, dan pengirim hasil produksi untuk
didistribusikan pada agen dan pemesan rokok kretek. Sebagian besar kegiatan
melinting rokok dilakukan di rumah-rumah. Bahan-bahan pembuat rokok kretek
dibagikan dari pabrik kepada para abon yaitu orang yang menjadi perantara antara
majikan dalam pabrik dengan buruh-buruh. Bahan-bahan pembuat rokok biasanya
diambil secara keseluruhan terlebih dahulu oleh para abon pada salah satu pabrik
rokok kretek Kudus, kemudian abon membagi-bagikan bahan-bahan tersebut
kepada buruh atau kornet. Jumlah abon ditaksir sekitar 30.000orang lebih.
Abon ini berasal dari lingkungan kampung sekitar district Kudus yang
datang ke pabrik rokok kretek, dan meminta campuran bahan rokok kretek yang
telah siap dari para pengusaha untuk diedarkan kepada para buruh linting rokok
rumahan dan dilinting di rumah mereka masing-masing yang disebut kornet.
Rokok kretek yang telah dilinting oleh para kornet diserahkan kembali kepada
para abon untuk dikumpulkan. Setelah terkumpul dalam jangka waktu seminggu,
81
para abon mengembalikan rokok kretek yang telah jadi kepada pengusaha pabrik
dan mereka mendapatkan upah sesuai jumlah yang telah mereka kerjakan (Lance
Castle, 1982 : 61-63).
Para abon harus menjaga dengan baik hasil produksi rokok selama dalam
pengangkutan dengan menggunakan gerobak kuda dari desa-desa disekitar Kudus
ke pabriknya, dan biaya keseluruhan dari produksi dan pengangkutan ditanggung
oleh perusahaan. Biasanya para abon menerima pekerjaan dari seorang pengusaha
dan menerima dari pengusaha yang bersangkutan semacam abonnemen rokok
yang mereka hasilkan. Oleh karena itu, mereka disebut sebagai abonne yang
artinya langganan (Amen Budiman & Ong Hok Ham, 1987 : 113).
Sistem abon diterapkan berdasar pada beberapa pertimbangan, masa
kelahiran industri rokok kretek Kudus telah mendapatkan buruh pelinting rokok
dari kota Kudus sendiri. Untuk mencapai tingkat produksi yang mereka inginkan,
pengusaha rokok kretek kemudian mengambil pekerja-pekerja baru dari daerah di
sekitar kota Kudus. Untuk mendatangkan pekerja yang letaknya jauh dari pabrik,
butuh biaya transportasi yang banyak. Biaya transportasi tidak mungkin
dibebankan terhadap harga jual kepada konsumen, karena konsumen yang
sebagian rakyat berpenghasilan rendah tidak mungkin harga jual rokok dinaikkan.
Masalah lain adalah tempat bagi ribuan pekerja ketika itu belum memungkinkan,
biaya pembangunan pabrik masih sangat mahal. Oleh karena itu, digunakan
sistem abon agar produksi rokok yang diinginkan terpenuhi tanpa harus repot
memikirkan biaya transport yang harus dikeluarkan bagi pekerja yang jauh, dan
tempat bagi pekerja untuk memproduksi rokok kretek (Amen Budiman & Ong
Hok Ham, 1987 : 112).
Umumnya pengusaha besar pabrik rokok kretek mempunyai sekitar 100
abon. Abon memiliki anak buah atau buruh-buruhnya sendiri dalam kampungnya
yang disebut kornet sekitar delapan sampai sepuluh kornet. Sistem abon ini
merupakan sistem yang masih tradisional, di mana pekerja mengerjakan produksi
rokok kretek di rumah masing-masing. Biasanya dalam satu rumah satu keluarga
dapat ikut membantu mengerjakan produksi rokok kretek. Selain itu, produksi
rokok kretek ini dapat dikerjakan pada waktu luang setelah pekerjaan rumah
82
selesai dikerjakan. Jadi buruh rokok ini masih dapat melakukan aktivitas sehariharinya tanpa harus keluar jauh dari rumah.
Selama sepuluh sampai lima belas tahun sebelum pendudukan Jepang,
sistem abon digantikan dengan sistem pabrik. Alasan utama penggantian sistem
ini adalah untuk memenuhi kebutuhan penguasaan yang lebih besar karena
industri rokok kretek mengalami persaingan menghadapi tantangan baru dari
tahun 1925 sampai 1933. Karena mutu rokok kretek sangat ditentukan oleh
campuran tembakau dan cengkeh, maka pengadaan bahan baku menjadi satu hal
yang cukup penting bagi usaha rokok kretek. Untuk mendapatkan kualitas rokok
kretek yang baik maka perlu diimpor cengkeh dari Zanzibar. Harga cengkeh
sendiri selalu mengalami fluktuasi harga, tahun 1928 harga cengkeh melambung
tinggi hingga begitu menyulitkan industri rokok kretek. Karena sebagian besar
perokok adalah golongan miskin maka beberapa kebijakan harus dikeluarkan oleh
para pengusaha rokok kretek. Pengusaha rokok kretek tergoda untuk
menggunakan tembakau atau cengkeh yang lebih murah atau perbandingan
tembakau dan cengkeh dikurangi, atau mungkin mengurangi jumlah tenaga abon.
Dengan tujuan untuk menekan biaya, sehingga konsumen tidak lekas kabur
(Lance Castle, 1982 : 63-64).
Kebijakan mengurangi upah para abon, mendapat respon negatif dari para
abon. Abon yang membenci kebijakan tersebut membalas dendam dengan
memalsukan cengkeh yang rendah mutunya ke dalam campuran tembakau saat
menggulung rokok tersebut. Tahun 1930-an pengusaha rokok kretek mulai
membangun
pabrik-pabrik
dan
meninggalkan
kebiasaan
memborongkan
83
rokok kretek ini dilakukan oleh wanita. Wanita-wanita Jawa agaknya sudah
terbiasa mencari pekerjaan di luar rumah. Daerah Jawa sendiri notabennya sudah
kelebihan jumlah penduduk, produksi rokok kretek telah menarik penduduknya
menjadi buruh industri rokok kretek. Banyak dari pekerja merupakan wanita,
mereka bekerja untuk menambah penghasilan suami atau keluarga mereka yang
kebanyakan hanya sebagai petani dan pengrajin. Upah buruh rokok dahulu masih
kecil, maka sumber penghidupan harus ditutupi dengan pertanian yang dahulu
mereka miliki. (Lance Castle, 1982 : 52)
Mayoritas buruh memang merupakan wanita yang berasal dari kampungkampung, namun di dalam satu pabrik besar ada sejumlah karyawan yang digaji
besar dengan kedudukan tertentu. Karyawan yang digaji besar biasanya
berkedudukan sebagai juru tulis atau pengawas. Kehidupan karyawan lebih terikat
pada pabrik sebagai sumber penghasilan utama. Karyawan yang mendapat hak
istimewa ini paling sedikit merupakan anggota kultural yang sama atau keluarga
dari pemilik pabrik (Lance Castle, 1982 : 92).
Industri rokok kretek secara teknis memang sederhana, tapi di dalamya
banyak kerumitan. Pengusaha dan mereka yang bekerja di dalam perusahaan
harus pandai-pandai membeli bahan baku, menjalankan proses produksi dan
pengawasan proses produksi dan memasarkan hasil produksi haruslah
mempergunakan ketrampilan yang sungguh-sungguh untuk mendapatkan laba dan
mempertahankan kepercayaan konsumen, serta kelangsungan usaha rokok kretek.
Proses produksi rokok kretek Kudus secara garis besar dibagi menjadi tiga
bagian :
a. Proses Pengerjaan
Beberapa jenis tembakau rajangan dicampur menjadi satu dengan
perbandingan tertentu. Campuran tersebut dimasukkan dalam mesin
pencampuran untuk dibersihkan dari tanah dan kotoran. Cengkeh
direndam dalam air supaya minyaknya hilang, agar rasanya tidak terlalu
pedas. Cengkeh yang sudah direndam dimasukkan dalam mesin
perajang cengkeh. Kemudian tembakau dan cengkeh yang sudah siap
dicampur menjadi satu dalam perbandingan tertentu kira-kira dua
84
banding satu. Dua untuk tembakau dan satu untuk cengkeh. Setelah
selesai baru diberi saus atau biang wangi-wangian yang biasanya
diimpor. Agar perbandingan bahan-bahan tersebut meresap ke dalam
tembakau, campuran tersebut disimpan dalam waktu satu sampai dua
malam (wawancara bapak Afif Masluri : 25 Oktober 2009). Setiap
pabrik biasanya mempunyai rahasia campuran jenis-jenis tembakau,
cengkeh, dan saus. Hal ini bertujuan untuk menjaga kesetiaan konsumen
rokoknya dan berusaha mempertahankan rasa yang khas dari masingmasing produksi pabrik rokok kretek. (Lance Castle, 1982 : 45)
b. Proses pembuatan
Rokok yang dihasilkan ada dua macam, yaitu rokok klobot dan
sigaret kretek.
1.) Rokok Klobot
Seperti yang telah diterakan diatas, pembuatan rokok
klobot masih sangat sederhana. Pengerjaannya hanya butuh
keahlian tangan buruhnya. Tembakau dan cengkeh dicampur
dengan perbandingan rata-rata dua (tembakau) banding satu
(cengkeh). Klobot dibesut (dihaluskan) dengan setrika, formula
yang telah jadi dimasukkan dan dilinting, diikat dengan benang
(jinggo) (Lance Castle, 1982 : 42).
Proses
penggulungan
rokok
klobot
benar-benar
85
gerakan
berbeda
pada
setiap
penggulung
86
proses
produksi.
Pengusaha
industri
rokok
kretek
Kudus
87
kolonial mengetahui dengan pasti jumlah pabrik rokok yang beroperasi terutama
di wilayah Kudus. Pemerintah kolonial memberlakukan ijin usaha dengan cukup
ketat. Ijin usaha dalam jangka waktu tertentu wajib lapor. Bagi perusahaan yang
belum lapor akan mendapatkan surat peringatan dan apabila surat peringatan
tersebut tidak mendapat respon dari pengusaha maka ijin usahanya dianggap tidak
ada atau dicabut. Pemerintah kolonial akan memberhentikan perusahaan yang
beroperasi. Bila pengusaha rokok kretek ingin melanjutkan usahanya, harus
mengurus kembali ijin dari awal (Arsip Propinsi Jawa Tengah : Surat ijin
berusaha dari pemerintah Belanda. No. 619/TA di Jakrta 13 Mei 2603).
Kedudukan orang pribumi yang masih diletakkan pada strata paling bawah
mengakibatkan mereka harus tunduk pada kekuasaan kolonial, sekalipun pribumi
itu adalah seorang pengusaha yang telah menghidupi ribuan buruh dan
menyumbangkan income yang banyak bagi kas kolonial. Kedudukan para
pengusaha pribumi industri rokok kretek Kudus di depan penguasa sama sekali
tidak sesuai dengan sumbangan mereka dalam bidang perekonomian. Pengusaha
rokok kretek bila ada keperluan atau diundang datang ke rumah Regent masih
disuruh duduk di lantai (Parada Harahap, 1952 : 144).
Tidaklah menjadi sesuatu yang berlebihan jika para pengusaha pabrik
kretek pribumi tersebut sudah seharusnya mendapatkan tempat yang layak
dihadapan penguasa pada waktu itu (kolonial), karena keberhasilannya di bidang
ekonomi. Sayangnya, kondisi tersebut tidak terjadi entah karena pengaruh
kedudukan pribumi yang selalu ditempatkan pada struktur sosial terendah, para
pengusaha pabrik kretek pribumi ini harus tunduk pada penguasa dan golongan
yang ada diatasnya. Perjuangan untuk memperbaiki kondisi pengusaha pabrik
kretek pribumi ini sebagai seorang usahawan besar nampaknya masih mengalami
kesulitan. Walaupun demikian, semangat pengusaha pabrik kretek pribumi untuk
mengembangkan industri rokok kretek Kudus tetap berkobar kuat didalam
sanubari mereka.
Kesalutan terhadap usaha pengusaha pribumi dapat terlihat dalam
besarnya pabrik dan rumah pemilik pabrik. Kemewahan yang terlihat dari luar
menunjukkan banyaknya keuntungan yang didapat dari penjualan rokok, sehingga
88
89
90
91
92
sampai ke Jepara dan daerah lain disekitar Kudus. Rokok klobot dan
sigaretnya sampai ke Semarang, Jakarta, dan Lampung.
e. Rusjdi
Pabrik rokok kretek cap Sogo merupakan pecahan rokok cap
Gunung Kedu milik Atmowidjojo. Tahun 1938 Rusjdi mendirikan
pabrik rokok kretek cap Sogo. Pemasaran rokok kretek Sogo meliputi
daerah Pati, Lasem, Tuban, Surabaya, Sidoarjo, Bangil, Pasuruan,
Lumajang, Malang dan Mojokerto. Mengalami masa kejayaan ketika
tahun 1942 dan mengalami penurunan produksi mulai tahun 1943
sampai dengan 1946.
f. Mabruri
Mabruri melanjutkan usaha ayahnya H M Djoefrij pengusaha
rokok klobot merk Sepeda Motor. Tahun 1923 membuat rokok
klobot dengan cap Bola Dunia, 1924 diganti menjadi rokok klobot
cap Mustafa Kemal, kemudian cap Autosedan dan Lampoe Magic
Tiga. Produksi rokok klobotnya cukup pesat tahun 1935. Bahan
pembuat rokok klobotnya, seperti tembakau diambil dari daerah
Muntilan, Magelang dan Temanggung. Sedang cengkehnya diimpor
dari Zanzibar. Buruh rokok klobotnya ada 100 orang dan produksinya
sebanyak 500.000 per hari. Daerah pemasarannya, meliputi :
Kertosono, Jombang, Pare, Malang, Surabaya, Pasuruan, Probolinggo,
Banyuwangi, Balikpapan, Samarinda, Lahat, Palembang, Gorontalo.
g. Mc. Wartono
Mc. Wartono mendirikan pabrik rokok Siyem tahun 1947 di
desa Gondosari Gebog. Ketika itu buruh yang dimiliki baru 10 orang.
Produksi rokok klobotnya per hari mencapai 6000 batang. Tahun 1949,
berganti merk menjadi rokok cap Sukun. Produksi rokoknya
dipasarkan di daerah Gebog dan sekitarnya. Produksi rokok kretek
menyusul dibuatnya, pembuatannya menggunakan tangan (tenaga
kerja manusia). Bahan baku tembakau yang digunakan berasal dari
daerah Temanggung, Muntilan, Weleri, Bojonegoro, dan Madura.
93
94
modal menjadi faktor utama mengembangkan usaha juga masih sangat kecil.
Orang-orang pribumi hanya bisa menguasai sektor ekonomi tradisional, dan
orang-orang Belanda serta Cina menguasai ekonomi modern. Belum ada
perubahan besar dalam pengambilalihan perekonomian nasional. Apalagi
ditambah adanya pertentangan dalam pemerintah yang menginginkan lepas dari
ketergantungan asing dan di lain pihak menganggap bahwa bangsa kita dalam
mengembangkan perekonomiannya tidak dapat lepas dari pengaruh asing. Dalam
perkembangannya perekonomian asing dapat masuk dengan aturan yang cukup
ketat (Yahya Muhaimin, 1990 : 4-6).
Pemerintah dengan program Bentengnya berusaha mengembangkan dan
melindungi golongan pengusaha pribumi, menekan persaingan dengan pihak
asing dan Cina, memperkecil ketergantungan pengusaha pribumi terhadap
pengusaha asing dan pedagang Cina. Pembentukan modal besar yang diusahakan
oleh pemerintah belum berhasil, justru praktek jual beli kemudahan kebijakan
dalam birokrasi mendominasi. Para pengusaha pribumi yang ingin berusaha
mandiri kesulitan untuk mengembangkan diri karena pejabat birokrasinya telah
membuat berbagai rencana dan kebijaksanaan yang tidak semata untuk
mendorong kewiraswastaan (Yahya Muhaimin, 1990 : 5).
Industri besar menjadi determinan terhadap industri kecil, usaha
menggalakkan pengusaha mampu mengadakan impor barang telah gagal. Kendala
semula yang telah dihadapi, ditambah dengan kondisi pemerintah yang
mengalami keterpurukan keuangan mengakibatkan sangat sulitnya membentuk
usahawan pribumi.
Laku tidaknya suatu produk, tidak hanya bergantung pada kualitas produk
tersebut tetapi juga ditentukan oleh strategi pemasaran yang diterapkan agar dapat
menjaring konsumennya. Dalam perkembangan industri rokok kretek Kudus,
95
96
97
98
99
harus dijaga dengan baik agar tidak terjadi kejatuhan perusahaan (wawancara
Bapak Afif Masluri : 25 Oktober 2009).
Pada dasarnya, pemasangan iklan dan promosi perusahaan rokok kretek
terutama perusahaan besar sangat efektif dilakukan dan akan semakin
berkembang berkat adanya penyebarluasan dari satu orang ke orang lain secara
lisan. Pembicaraan demi pembicaraan dimana rokok kretek tersebut terkenal di
suatu daerah secara tidak langsung akan menyebarluaskan kualitas rokok kretek
dan merk rokok kretek secara lisan akan menarik konsumen satu ke konsumen
yang lain (Lance Castle, 1982 : 47).
100
101
102
menduga keras perusuhan tersebut didalangi oleh pengusaha rokok kretek pribumi
(Lance Castle, 1982 : 103-104).
Pengusaha-pengusaha pribumi yang dicurigai berperan terhadap aksi
tersebut diajukan ke muka pengadilan dan dijatuhi hukuman. Kondisi tersebut
semakin memperburuk kedudukan pengusaha kretek pribumi yang telah kalang
kabut dibuat karena kekuatan pengusaha pabrik kretek Tionghoa, hingga harus
mengalami kemunduran. Berlawanan dengan kondisi pengusaha kretek pribumi,
pengusaha kretek Tionghoa berhasil memperkuat posisi mereka dalam industri
rokok kretek Kudus akibat peristiwa tersebut (Lance Castle : 1982, 103).
Terjadi ketidakseimbangan antara jumlah pengusaha dan jenis usaha yang
dimiliki antara pribumi dan Tionghoa dalam industri rokok kretek Kudus.
Pengusaha rokok kretek pribumi yang jumlahnya banyak memiliki perusahaan
kecil dan menengah. Sedangkan pengusaha Tionghoa yang jumlahnya sedikit
mempunyai perusahaan besar.
Perusahaan rokok kretek Kudus milik pribumi tidak mampu menyaingi
perusahaan Tionghoa dalam kemajuan perusahaannya. Generasi muda pribumi
jauh berbeda dengan golongan Tionghoa. Generasi muda pribumi tidak penah
dibimbing dalam teknik perdagangan sesuai dengan tuntutan pasar yang semakin
kompleks. Modal yang dimiliki pribumi masih kecil. Ketika pengusaha pribumi
mencapai keberhasilan, mereka lebih memilih memboroskan harta merek auntuk
kepentingan prestise semata (Marcell Bonneff, 1983 : 242).
Bagi golongan Tionghoa, semangat pembaharuan mereka tinggi.
Kemampuan mereka untuk menyesuaikan diri dengan keadaan terkontrol berkat
kemampuan mengelola keuangannya. Hubungan kekerabatan amat solid,
kekerabatan secara turun-temurun bila ada saudaranya yang kesusahan maka akan
saling bantu (Marcel Bonneff, 1983 : 243).
Keunggulan yang dimiliki golongan Tionghoa dan ketertarikan melihat
keberhasilan golongan pribumi menarik mereka untuk ikut beradu nasib dalam
industri rokok kretek Kudus.
103
104
105
dukungan Karmaen dan dukungan sebagian rekan-rekan Kho Djie Siong yang
masih menjadi agen rokok kretek Bal Tiga. Rokok kretek Minak Jinggo dengan
cepat menguasai pasaran karena harganya lebih murah dan rasanya sama dengan
rokok kretek Bal Tiga. Rahasia sistem pencampuran tembakau dan cengkeh
diperoleh dari Karmaen, dengan alasan agar perusahaan rokok kretek Bal Tiga
tidak jatuh ke tangan Sumadji. Karmaen adalah seorang yang ahli pula
mencampur bahan tembakau dan cengkeh di perusahaan rokok kretek Bal Tiga
selain Nitisemito (wawancara bapak Afif Masluri : 25 Oktober 2009).
Tahun 1935, perusahaan rokok kretek Minak Jinggo pindah lokasi di Jalan
Nganguk No.11 Kudus. Sampai tahun 1940, pemasaran hasil produksi rokok
kretek Bal Tiga mendapat saingan rokok kretek Minak Jinggo. Tahun 1940,
perusahaan rokok kretek Minak Jinggo mengalami perkembangan pesat, dan
mengeluarkan produksi baru yang dikenal dengan nama Nojorono. Tahun 1960,
perusahaan rokok kretek Minak Jinggo terus berkembang menjadi salah satu
perusahaan rokok kretek terbesar di Kudus. Pemasaran rokok klobotnya
melingkupi pulau Jawa, bahkan luar Jawa (Solichin Salam, 1983 : 34).
3. Ambruknya Industri Rokok Kretek Kudus Milik Pribumi Bal Tiga
Pasang surut dalam dunia industri rokok kretek merupakan suatu hal yang
lazim terjadi dalam industri rokok kretek Kudus baik pribumi maupun Tionghoa.
Khusus untuk perusahaan rokok kretek Bal Tiga konflik keluarga sangat
mencolok. Ketika masa kolonial Hindia Belanda, akibat perselisihan hebat
akhirnya diketahui bahwa perusahaan rokok kretek Bal Tiga memiliki pembukuan
ganda. Hal ini sebenarnya dikatakan sudah lazim dikalangan pengusaha rokok
kretek baik pribumi maupun non-pribumi. Pemerintah Hindia Belanda menuduh
perusahaan rokok kretek Bal Tiga milik Nitisemito ini belum membayar pajak
yang harus disetorkan kepada pemerintah kolonial. Rumah dan mobil Nitisemito
disita. Kebaikan hati penguasa kolonial, melihat jasa Nitisemito yang telah banyak
membayar pajak kepada pemerintah sehingga sangat membantu keuangan
pemerintah, maka perusahaan rokok kretek Bal Tiga diperbolehkan beroperasi
kembali. Keputusan penguasa ini diambil dengan persetujuan dan pertimbangan
106
bahwa apabila pabrik diberikan kelonggaran beroperasi maka hutang pajak yang
ditanggung mereka akan terbayar dan ribuan buruh tetap bisa menggantungkan
kehidupannya pada industri rokok kretek Kudus. Setelah mengalami vakum
beberapa saat industri rokok kretek Nitisemito harus memulai dari awal lagi
membangun, karena banyak agen rokok kretek yang sudah beralih ke perusahaan
rokok kretek yang lain (Amen Budiman & Ong Hok Ham, 1987 : 130).
Terjadinya perselisihan intern antar anggota keluarga Nitisemito semakin
memanas
ketika
Nitisemito
yang
sudah
sepuh
berniat
menghibahkan
Terlalu
percaya
kepada
diploma
Handelsschool,
Nitisemito
107
rokok kretek juga telah dikuasai. Sebelum menjadi mantu Nitisemito Karmaen
juga telah bekerja lama dalam perusahaan rokok kretek Bal Tiga milik Nitisemito
(Solichin Salam, 1983 : 26). Dikeluarkannya surat hibah perusahaan kepada
Sumaji Nitisemito, mengakibatkan dipecatnya M Karmaen dan Ahwan Markum
dari perusahan rokok kretek Bal Tiga. Keluarnya dua orang berpengalaman ini,
diikuti oleh banyaknya buruh yang mengundurkan diri, bahkan buruh bagian
promosi keliling, buruh pemasaran, dan sebagian agen perusahaan rokok kretek
Bal Tiga dari beberapa daerah ikut mengundurkan diri. Mundurnya buruh-buruh
penting yang memegang peran maju tidaknya industri rokok kretek Bal Tiga, akan
membawa dampak buruk bagi perusahaan. Sumaji dianggap kurang cakap
mengelola perusahaan dalam memberantas kasus pemalsuan hasil produksi rokok
kretek Bal Tiga di pasaran (wawancara bapak Afif Masluri : 25 Oktober 2009).
Omset pemasaran hasil produksi perusahaan rokok kretek Bal Tiga di
berbagai daerah selain disebabkan oleh faktor di atas, juga disebabkan banyaknya
rokok kretek hasil produksi yang sudah lama di agen dijual lagi karena agen telah
mengalami kesukaran untuk meminta kiriman rokok kretek baru. Keadaan
semakin memburuk ketika bangsa ini berada di bawah jajahan Jepang, banyak
aset perusahaan rokok kretek Bal Tiga disita oleh Jepang untuk memenuhi
keperluan
perang
dan
penjajahan
mereka
(http://bluedayax.multiply.
com/journal/item/177 : 13/3/2009).
Ambruknya perusahaan rokok kretek Bal Tiga dipercepat dengan
meninggalnya Nitisemito tahun 1952. Sumaji terbukti kurang cakap dalam
mengelola perusahaan warisan orang tuanya, sebagai langkah selanjutnya karena
sudah tidak ada keluarga yang cakap yang mampu mengelola perusahaan rokok
kretek, maka harta yang tersisa dibagi rata kepada seluruh keluarga tahun 1955.
Hasil sekolah tinggi saja tidak menjadikan garansi seseorang cakap memimpin
suatu, terutama dalam hal ini perusahaan rokok kretek (Arsip Propinsi Jawa
Tengah : pembagian aset keluarga Nitisemito).
108
109
Pompa (1950) oleh Ngo Tik San, (4) perusahaan rokok kretek Sri Hesti (1950)
oleh Lim Sin Hong, (5) perusahaan rokok kretek Jarum (1951) oleh Oei Wie
Gwan, (6) perusahaan rokok kretek Supiah (1952) oleh Kim Liong Wan
(wawancara bapak Afif Masluri : 25 Oktober 2009).
Keberhasilan pengusaha Tionghoa dalam persaingan industri rokok kretek
Kudus dengan golongan pribumi, disebabkan oleh beberapa faktor :
a) Orang Cina mempunyai bekal ilmu perusahaan yang lebih banyak.
b) Orang Cina lebih mampu untuk membaca pasar rokok kretek.
c) Orang Cina dalam mengadakan hubungan kerja berprinsip pada
rasa saling percaya.
d) Orang Cina lebih terikat pada usaha sebagai cara hidupnya.
e) Orang Cina punya kekuatan modal yang besar.
f) Orang Cina lebih suka menerapkan sistem usaha kooperatif
daripada sistem kekeluargaan agar mencegah perbuatan harta kelak
nantinya.
g) Orang Cina lebih menguasai teknik yang lebih maju dalam industri
rokok kretek Kudus (Lance Castle, 1982 : 143-144).
Dengan berbagai sistem pabrik modern mereka berhasil mengembangkan
industri rokok kretek Kudus, hingga mampu bersaing dengan industri rokok
kretek daerah lain. Djarum yang berdiri 1950 oleh Oei Wie Gwan menjadi pabrik
rokok kretek Kudus terbesar dan terkemuka di Indonesia, bahkan di mancanegara.
Pabrik rokok Djarum milik pengusaha pabrik kretek Tionghoa ini berkembang
pesat sampai dengan pewarisan industri ini oleh generasi kedua tahun 1964,
dengan mengembangkan kombinasi kerja padat karya yang mempekerjakan
ratusan tenaga kerja dan padat modal yang dioperasikan tenaga profesional.
Dalam pengolahan limbah, Djarum berhasil membangun saluran limbah ramah
lingkungan. Dalam upaya mengembangkan usaha, peningkatan kesejahteraan
pekerja, dan peningkatan kinerja, Djarum merekrut tenaga profesional dan terus
melakukan pelatihan rutin pada mereka. Djarum juga menyediakan jasa
transportasi untuk sarana antar jemput buruh. Penetapan standar upah bagi pekerja
disesuaikan dengan kemampuan dan kepentingan seluruh anggota. Djarum juga
110
111
pula dengan daerah penghasil bahan baku rokok kretek Kudus menjadi daerah
periferal atau daerah peri-peri.
Kudus menjadi daerah agen setelah penemuan industri rokok kretek
Kudus. Perusahaan rokok kretek berkembang menjadi perusahaan besar, banyak
sekali menyerap tenaga kerja. Pencarian buruh tenaga kerja pabrik rokok kretek
Kudus, biasanya menyerap tenaga petani dari daerah pedesaan. Petani-petani
meninggalkan mata pencahariannya, karena pertimbangan resiko bekerja di
perusahaan lebih kecil ketimbang resiko yang akan diterima bila menjadi petani.
Penghasilan dari bertani (petani penggarap) sangat kecil, dibanding upah yang
akan diterima bila bekerja di perusahaan besar. Di samping itu fasilitas kesehatan,
pendidikan, dan jaminan sosial disediakan perusahaan bila mereka bekerja di
perusahaan tersebut. Apalagi lahan peetanian makin sempit akibat jumlah
penduduk yang terus meningkat.
Perusahaan rokok kretek menyerap banyak buruh yang berasal dari
pedesaan. Perusahaan rokok kretek meluaskan perusahaannya ke wilayah pelosok
pedesaan, alasannya perusahaan rokok kretek Kudus mencari tenaga kerja yang
murah dan produktif, dan memperoleh lokasi tanah untuk didirikan perusahaan
baru yang harga tanahnya masih murah. Hal ini mengakibatkan menyempitnya
lahan persawahan di pedesaan. Tempat di mana perusahaan rokok kretek
meluaskan usahanya biasanya mendapat kompensasi khusus dari perusahaan
rokok kretek kepada masyarakat sekitar ataupun pemerintahan daerah tersebut.
Sektor pertanian tembakau di beberapa wilayah mendapat pengaruh besar
dengan berkembangnya perusahaan rokok kretek Kudus. Rakyat di daerah
pertanian tembakau Kedu, Magelang, Temanggung, Madura, Parakan, Weleri, dan
Bojonegoro justru berkembang dengan pesat. Hal ini dikarenakan, petani
tembakau hidupnya sangat tergantung dari perusahaan rokok kretek Kudus.
Alasan petani menanam tanaman tembakau di daerah tersebut karena : (1)
tanaman tembakau panennya lebih sering, (2) daerah tersebut beriklim dingin dan
mendapat sedikit sinar matahari yang sangat cocok untuk tanaman tembakau, (3)
harga tembakau jauh lebih mahal dibanding dengan tanaman jenis lain.
Berkembangnya perusahaan rokok kretek di Kudus mengakibatkan perbaikan
112
daerah-daerah
tersebut
terutama
pembangunan
jalan
yang
113
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN
A. Kesimpulan
114
115
116
B. Implikasi
1. Teoritis
Secara teoritis implikasi dari hasil penelitian tentang Perkembangan
Industri Rokok Kretek Kudus 1908-1964 adalah penemuan rokok kretek Kudus
mendukung berdirinya industri rokok kretek Kudus. Terbentuknya industri rokok
kretek Kudus, mengakibatkan terjadi pergeseran dari masyarakat agraris ke
masyarakat modern. Pergeseran dari masyarakat petani ke masyarakat industri di
daerah Kudus dan di sekitar Kudus terutama para petani penghasil bahan baku
rokok kretek di luar wilayah Kudus. Adanya industri mengakibatkan kemakmuran
dan kesejahteraan bagi masyarakat. Pembangunan di wilayah kota Kudus dan di
sekitar penghasil bahan baku rokok kretek mengalami kemajuan pesat.
Pemerintah mendapatkan keuntungan dengan pemungutan pajak cukai rokok,
pajak sebagai income terbesar pemerintah pusat dalam pembangunan bangsa salah
satunya berasal dari industri rokok kretek Kudus. Selain itu, industri rokok kretek
Kudus mendukung berkembangnya kemajuan di berbagai bidang dengan peran
swasta seperti : olahraga, seni, teknik, otomotif, pendidikan, dan sebagainya.
Perkembangan industri rokok kretek Kudus oleh pengusaha pribumi maupun
pengusaha Tionghoa telah menunjukkan pengaruh positif bagi kemajuan
masyarakat.
2. Praktis
Implikasi praktis dari hasil penelitian tentang Perkembangan Industri
Rokok Kretek Kudus 1908-1964 adalah adanya kemajuan kehidupan ekonomi.
Adanya industri rokok kretek Kudus memberikan nilai positif bagi pengusaha,
pemerintah, dan rakyat. Secara tidak langsung kemajuan kehidupan ekonomi
berdampak luas bagi semua aspek kehidupan masyarakat.
Implikasi praktis dari hasil penelitian ini terhadap pendidikan adalah
memperkaya khasanah sejarah nasional yang bidang kajiannya multidimensional.
Sejarah lokal dari Kudus ini dapat memberikan pengetahuan asal mula dan sejarah
117
rokok kretek yang selama ini telah membudaya pada masyarakat Indonesia dan
mengambil manfaat positif dari fakta sejarah rokok kretek Kudus.
3. Metodologis
Sesuai dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
historis. Pemilihan metode historis didasarkan pada pokok-pokok permasalahan
yang dikaji yaitu peristiwa masa lalu untuk direkonstruksikan menjadi cerita
sejarah berdasarkan fakta sejarah yang didapatkan. Pengumpulan bahan
menggunakan arsip, dokumen/buku perpus, dan wawancara.
Kesulitan yang dihadapi dalam pengumpulan data adalah data yang
tersebar di beberapa kota mengakibatkan ekstra tenaga khusus untuk mencari di
berbagai kota. Beberapa sumber berbahasa Belanda dan Inggris mengakibatkan
penulis harus menelaah data dengan seksama agar tidak terjadi penyelewengan
fakta.
C. Saran
1. Pemerintah
Pemerintah sebagai pihak penguasa yang ikut andil dalam pengaturan
usaha terutama industri rokok kretek Kudus hendaknya bersikap bijaksana.
Pemerintah sebagai penerima income terbesar hasil pembayaran cukai rokok
diharapkan dapat bertindak adil dalam pembagian hasil dengan daerah lokal
industri rokok kretek Kudus. Kerjasama yang baik antara pemerintah daerah
Kabupaten Kudus, pengusaha rokok kretek Kudus, masyarakat Kudus dan
pemerintah
pusat
akan
mewujudkan
pembangunan
daerah
Kudus
dan
118
2. Pengusaha
Pengusaha sebagai produsen rokok kretek yang memproduksi dan
memperoleh banyak keuntungan dari usaha merokok hendaknya memperhatikan
para pendukung berlangsung lancarnya industri rokok kretek Kudus. Tidak hanya
pengaruh negatif saja yang diambil dari barang yang diproduksi oleh mereka tapi
pengaruh positif bagi masyarakat harus terus mereka ciptakan untuk memajukan
sumber daya manusia Indonesia yang handal.
Kesejahteraan buruh, para agen rokok, para konsumen, masyarakat sekitar
tempat produksi harus diperhatikan dengan baik. Dukungan swasta terhadap
kemajuan bangsa harus terus ditingkatkan, demi mencapai masyarakat Indonesia
yang berkompetensi global. Lingkungan juga membutuhkan perhatian pengusaha,
di mana industri yang baik adalah industri yang dapat memelihara kelestarian
lingkungannya.
3. Masyarakat
Masyarakat
sebagai
konsumen
rokok
kretek
hendaknya
mampu
mengambil manfaat sebaik mungkin dari hasil ciptaan rokok kretek tersebut.
Budaya merokok boleh saja, asal kita tahu kekuatan diri sejauh mana diri kita
mampu menghisap asap rokok tersebut dan jangan sampai dari kegiatan merokok
tersebut menimbulkan kerugian besar pada diri sendiri atau bahkan kepada orang
lain.
Budaya merokok masyarakat Indonesia sudah merambah berbagai
golongan, hendaknya kontrol terhadap generasi penerus bangsa diperketat.
Kesadaran terhadap konsumsi rokok yang berbahaya bagi kesehatan hendaknya
menjadi perhatian bagi masyarakat, demi terciptanya generasi baru Indonesia
yang lebih baik.
119
DAFTAR PUSTAKA
Amen Budiman dan Onghokham. 1987. Rokok Kretek Lintasan Sejarah dan
Artinya Bagi Pembangunan Bangsa dan Negara. Kudus : PT Djarum
Arin Astuti. 2003. Eksistensi Industri Rokok Kretek PT Djarum Kudus dan
Pengaruhnya Terhadap Perubahan Sosial Ekonomi Penduduk Desa
Gribig, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus. Uns
Aritasius Sugiya. 2001. Profil Daerah Kabupaten dan Kota Jilid I. Kompas
Astrid Susanto. 1999. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Bandung :
Putra A Bardin
Bonneff, Marcel. 1983. Islam di Jawa dilihat dari Kudus. Jakarta
Castle, Lance. 1982. Tingkah Laku Agama, Politik dan Ekonomi di Jawa :
Industri Rokok Kudus. Jakarta : Sinar Harapan
Charles A Coppel. 1994. Tionghoa Indonesia Dalam Krisis. Jakarta : Pustaka
Sinar Harapan
Dudung Abdurrahman. 1999. Metodologi Penelitian Sejarah. Jakarta : Logos
Wacana Ilmu
Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia. Jakarta : Erlangga
Ensiklopedia Nasional Indonesia. Jilid III. 1998
Gottschalk, Louis. 1975. Mengerti Sejarah. Jakarta : UI Press
Hanuzs, Mark. 2000. Kretek The Culture and Heritage of Indonesia Clove
Cigarretes. Jakarta : Equinox Publishing (Asia) Pte Ltd
Helius Sjamsudin. 1996. Metodologi Sejarah. Jakarta : Pakarti
______________. 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta : Ombak
Hendriyani M.M. 2002. Akulturasi Kebudayaan Jawa dan Tionghoa. Uns
Jamuin Maarif. 2001. Memupus Silang Sengkarut Relasi Jawa-Tionghoa :
Panduan Advokasi Untuk Membangun Rekonsiliasi. Surakarta : Ciscore
Koentjaraningrat. 1983. Metodologi Penelitian Sejarah. Jakarta : Gramedia
Kotler, Phillip. 1994. Manajemen Pemasaran. Jakarta : Erlangga
Kuntowijoyo. 1994. Metodologi Sejarah. Yogyakarta : PT Tiara Wacana
Yogyakarta
Lawrence R Jauch & William F G. 1997. Manajemen Strategi dan Kebijaksanaan
Perusahaan. Jakarta : Gelora Aksara Pratama
Litbanglahtasibda Kabupaten Kudus. 2004. Indentifikasi Produk Andalan
Unggulan Kabupaten Kudus. Kudus : Pemkab Kudus
Lukas Setiatmaja. 1994. Manajemen Keuangan. Jakarta : Andi
120
121
122
http://www.geocities.com : 14/7/2009
http://roykesiahainenia.18.com/materi_sospol/materi-5.html : 14/7/2009
123
Daftar Informan
1. Nama
Pekerjaan
Usia
Alamat
Informasi
Tanggal
2. Nama
: Bapak Dani
: Humas PPRK
: 35 tahun
: Demaan, Kudus
: Sejarah dan perkembangan industri rokok kretek Kudus
: 22 Agustus 2009
: Bapak Afif Masluri
Pekerjaan
Usia
: 50 tahun
Alamat
Informasi
Tanggal
3. Nama
Pekerjaan
Usia
: 49 tahun
Alamat
: Pedawang, Kudus
Informasi
Tanggal
: 20 Agustus 2009
4. Nama
: Bapak Masturi
Pekerjaan
Usia
: 73 tahun
Alamat
: Gribig, Kudus
Informasi
Tanggal
: 26 Oktober 2009
124
5. Nama
Pekerjaan
Usia
: 35 tahun
Alamat
: Gribig, Kudus
Infromasi
Tanggal
: 12 Desember 2009
125
126
Kondisi/Keadaan
(1)
Letak
Uraian
(2)
1
Kabupaten Dati II Kudus terletak diantara 3,50 dan
4,20BT serta 6,30 dan 7,00 LS (disebelah Selatan
Gunung Muria, disuatu dataran rendah bukan pantai)
2
Batas
Sebelah Utara : Kabupaten Dati II Jepara dan Kabupaten
Dati II Pati
Sebelah Timur : Kabupaten Dati II Pati
Sebelah Selatan : Kabupaten Dati II Grobogan dan
Kabupaten Dati II Pati
Sebalah Barat : Kabupaten Dati II Demak dan
Kabupaten Dati II Jepara
3
Tinggi
Sekitar 55 m dari permukaan air laut
4
Iklim
Tropis dan bertemperatur sedang
5
Hujan
Relatif rendah
Rata-rata di awah 3000 mm/th
Per hari hujan rata-rata di bawah 150mm/th
Sumber Data : KSS.Kabupaten Dati II Kudus
Jarak
1.) Jarak Terjauh daerah Kudus
1.1 Dari Barat ke Timur : 22,50 Km
1.2 Dari Utara ke Selatan : 39,00 Km
2.) Jarak dari Kudus
2.1 Ke Kota-Kota
Jakarta
: 536 Km
Bandung
: 418 Km
Cirebon
: 288 Km
Semarang
: 51 Km
Surakarta
: 153 Km
Purwokerto
: 262 Km
Yogyakarta
: 170 Km
Surabaya
: 261 Km
2.2 Ke Ibu Kota Kecamatan
Kaliwungu
: 6 Km
Kota
: 2 Km
Jati
: 4 Km
Undaan
: 13 Km
Mejobo
: 7 Km
Jekulo
: 8 Km
Bae
: 5 Km
Gebog
: 12 Km
127
Dawe
: 9 Km
Kecamatan
(1)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Kaliwungu
Kecamatan Kota
Jati
Undaan
Mejobo
Jekulo
Bae
Gebog
Dawe
Jumlah
Sumber : KSS Dati II Kudus
Luas Wilayah
(Km2)
(2)
32,66
10,34
26,16
71,01
36,01
84,91
22,67
57,62
80,83
422,21
Prosentase Luas
Kecamatan (%)
(3)
7,73
2,45
6,20
16,82
8,53
20,11
5,37
13,65
19,14
100,00
128
450,000
392,752 395,202
373,598 383,706
400,000
350,000
309,273
410,203
329,696
278,294
300,000
250,000
200,000
150,000
100,000
90,000
50,000
0
1905
1915
1930
1953
1958
1961
1962
1963
1964
(Tahun)
(Sumber : BPS Kabupaten Kudus tahun 1961-1964 dan Solichin Salam, 1983 : 8
dari tahun 1905-1958)
200
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
165
175
156
70
35
1914-1924
1930
1932
(Tahun)
1933
1934
129
1939
6,1
(8,0)
3,8
8,4
31,2
7,0
2,1
5,0
5,8
(63,8)
7,2
7,3
20,1
1,3
5,6
12,3
12,8
(67,5)
139,2
1958
12,5
(15,7)
3,3
6,6
24,7
6,8
2,5
10,9
4,2
(59,0)
4,4
7,9
28,9
8,2
4,3
16,0
6,0
(75,6)
150,2
Tahun
Impor Cengkeh
1921
1922
1923
1924
1925
1926
1927
1928
1929
1930
1931
(Seribu ton
metrik)
0,48
0,60
0,57
0,82
1,33
1,95
3,03
3,11
2,27
3,08
5,19
Produksi Kretek
Sebenarnya
(Juta)
Perkiraan
Produksi Kretek
Tahunan
(Juta)
1.145
1.929
5,724
7.111
7.271
6.949
7.110
130
1932
2,07
1933
3,56
1934
5,05
1935
4,36
1936
5,43
1937
4,42
1938
5,70
1939
8,66
1940
7,06
(Sumber : Lance Castle, 1982 : 168)
6.082
8.428
11.468
8.677
10.049
15.137
Impor
Cengkeh
Produksi
Impor dan
Produksi
Kretek
Perkiraan
produksi
tahunan
Seribu rokok
16.102
Produksi
sebenarnya
14,637
17.356
18.293
21.218
21.356
20,222
19.300
20,711
Persen
45
26
6
(77)
8
15
131
(165)
100
41
59
1931
2.875
1932
2.165
1933
3.500
1934
5.300
2.560
2.500
2.730
3.715
6.949
6.082
8.482
11.468
1961
5.755
3.148
2.116
1.427
306
277
893
1.340
204
3.020
630
979
20.222
132
Golongan (Etnis)
Sedan (Noyorono)
Cina
Jambu
Pribumi
Srihesti
Pribumi
Gentong
Cina
Jarum
Cina
Pompa
Cina
Anggur
Pribumi
Pak Tani
Cina
SAB
Arab
Sukun
Pribumi
Supiah
Gabungan
Larasati
Cina
Tapel Kuda
Cina
Delima
Pribumi
Kale
Pribumi
Trisno
Cina
Dami
Cina
Djoharmanik
Cina
Tapen
Cina
Kakitiga
Cina
(Sumber : Lance Castle, 1982 : 180)
Jumlah Buruh
Desember 1963
1.653
1.755
1.021
815
1.230
700
622
376
640
1.432
296
279
351
315
311
569
290
300
192
362
Tembakau yang
dipergunakan
(ton metrik)
877
592
480
438
398
387
344
262
233
184
184
152
144
139
119
117
114
112
106
105
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
2. Macam-macam Cengkeh
145
3. Klobot
146
147
148
149
150
Sistem promosi melalui pesawat Fokker untuk wilayah Bandung dan Jakarta
(Sumber : Foto-foto Museum Kretek Kudus)
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172