Anda di halaman 1dari 188

PERKEMBANGAN INDUSTRI ROKOK KRETEK

KUDUS (1908 1964)

SKRIPSI

Disusun Oleh :
IMANIAR PURBASARI
K.4406026

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010

PERKEMBANGAN INDUSTRI ROKOK KRETEK


KUDUS (1908 1964)

Oleh :
IMANIAR PURBASARI
K4406026

Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan Program Pendidikan Sejarah
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010

ii

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji


Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.

Persetujuan Pembimbing,

Pembimbing I

Pembimbing II

Drs. Leo Agung S, M.Pd.


NIP.195605151982031005

Drs. Djono, M.Pd


NIP. 196307021990031005

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji


Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta dan telah diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan.
Pada Hari : Senin
Tanggal

: 01 Febuari 2010

Tim Penguji Skripsi :

Ketua

: Drs. Hermanu Joebagyo, M. Pd

.................................

Sekretaris : Musa Pelu, S. Pd, M. Pd

.................................

Anggota I : Drs. Leo Agung S, M.Pd

..................................

Anggota II : Drs. Djono, M.Pd

..................................

Disahkan oleh :
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,

Prof. Dr. H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd


NIP. 19621126 198103 1 001

iv

ABSTRAK

Imaniar Purbasari.PERKEMBANGAN INDUSTRI ROKOK KRETEK


KUDUS (1908-1964). Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Januari 2010.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) sejarah pendirian
industri rokok kretek Kudus, (2) kondisi industri rokok kretek Kudus awal dekade
1900-an, (3) sistem pemasaran rokok kretek Kudus dekade 1900-an, (4)
perubahan manajemen industri rokok kretek Kudus sejak 1920-an.
Penelitian ini menggunakan metode historis, dengan langkah-langkah : (1)
heuristik, (2) kritik, (3) interpretasi dan (4) historiografi. Sumber data yang
digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sumber primer, sumber sekunder
dan wawancara. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi
kepustakaan dan wawancara. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik
analisis historis yang mengutamakan ketajaman dalam menginterpretasi data
sejarah.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa : (1) Industri rokok
kretek Kudus berdiri sejak tahun 1908. Rokok kretek Kudus ditemukan oleh Haji
Jamahri dan Mbok Nasilah. Nitisemito sebagai pendiri industri rokok kretek
pertama di Kudus. Tahun 1914, Nitisemito membangun pabrik di desa Jati Kudus
dengan nama pabrik Bal Tiga; (2) Bahan baku industri rokok kretek Kudus harus
didatangkan dari luar daerah bahkan diimpor karena Kudus bukan merupakan
penghasil bahan baku rokok kretek. Sistem produksi masih sangat sederhana
dengan sistem abon. Sejak 1930, mulai diterapkan sistem pabrik; (3) Sistem
pemasaran yang digunakan industri rokok kretek Kudus telah menerapkan sistem
promosi modern dan sistem agen; (4) Pengusaha Tionghoa juga merambah
industri rokok kretek Kudus mengikuti pengusaha pribumi. Kuatnya pengusaha
Tionghoa industri rokok kretek Kudus, melemahkan posisi pengusaha pribumi.
Kelangsungan usaha Tionghoa ini didukung oleh pemerintah dengan salah satu
faktor, usaha Tionghoa memberikan pemasukan pajak yang besar bagi pendapatan
negara. Dengan demikian, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa dari tahun
1908-1964 industri rokok kretek Kudus mengalami masa pasang surut dari
pengusaha pribumi ke pengusaha Tionghoa.

ABSTRACT
Imaniar Purbasari. THE DEVELOPMENT OF THE KRETEK CIGARETTE
INDUSTRY IN KUDUS (1908-1964). Skripsi, Surakarta : Faculty of Teacher
Training and Education. Sebelas March Surakarta University, January 2010.
The purpose of this study is to determine : (1) history of the establishment
of the kretek cigarette industry in Kudus, (2) the condition of the kretek cigarette
industry in Kudus early decade of the 1900s, (3) the marketing system of kretek
cigarette in decade of 1900s, (4) the change in industrial management of kretek
cigarettes industry since 1920s.
This study use the historical methode, with the following steps : (1)
heuristic, (2) critics, (3) interpretation, (4) historiography. The source of data were
primary and secondary data, and interview. The technique of collecting data was
literature study. The technique of analisys data was historycal analysis which
focus in argumentation and interpreting of historical data.
Based on this research the results can be concluded : (1) The kretek
cigarette industry in Kudus established since 1908. The kretek cigarettes was
found by Haji Jamahri and Mbok Nasilah. Nitisemito was the founder of the first
kretek cigarette industry in Kudus. In 1914, Nitisemito built a factory in the Jati
village in Kudus with the name of Bal Tiga; (2) The materials of kretek cigarette
kretek industry might be imported from the outside of Kudus. The system of
production was simple with the abon system. Since 1930s, the factory began to
be applied; (3) The system of marketing that had been used by the kretek cigarette
industry had been implemented the systems of modern campaigns and agents; (4)
The Tionghoa penetrated into the kretek cigarette industry in Kudus followed the
native entrepreneurs. The power of Tionghoa enterpreneurs weakened the position
of native enterpreuners. The existence of Tionghoa Industry was supported by the
government since the industry gave a huge tax income to the country. Thus, it
could be concluded that from 1908-1964, Kudus Kretek Cigarette Industry had
undergone power shift from native to Tionghoa enterpreneur.

vi

MOTTO

Sejarah adalah sebagai saksi dari Sang waktu, Obor daripada kebenaran,
nyawa daripada ingatan, Sang Guru dari pada kehidupan, dan pembawa
pesan daripada masa lampau.
(Cicero)
Setiap orang punya jalan kehidupan masing-masing, selalu semangat
berusaha, melakukan yang terbaik, berdoa dan mensyukuri nikmatNya,
karena Allah mengerti apa yang terbaik untuk kita.
(Penulis)

vii

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan


Kepada:
1. Ayah dan Ibuku tercinta.
2. Adikku tersayang.
3. Ery Syarif Hidayat.
4. Almamaterku.
5. Teman-teman seperjuangan Pendidikan
Sejarah 2006.
6. Sahabat dan Keluarga Besarku.
7. Pembaca

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang Maha Kuasa, karena
atas rahmat dan hidayah-Nya skipsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk
memenuhi sebagai persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan.
Banyak hambatan dalam penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari
berbagai pihak dapat teratasi. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada :
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian untuk penyusunan skripsi
ini.
2. Ketua Jurusan Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian
untuk penyusunan skripsi ini.
3. Ketua Program Pendidikan Sejarah yang telah memberikan ijin penelitian
untuk penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Drs. Leo Agung S, M.Pd, Pembimbing I yang dengan sabar telah
memberikan pengarahan, bimbingan, dan motivasi sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan.
5. Bapak Drs. Djono, M.Pd, Pembimbing II yang dengan sabar telah
memberikan pengarahan, bimbingan, dan motivasi sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan.
6. Segenap Bapak/ Ibu Dosen Prodi Sejarah yang telah memberikan bekal
ilmu pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
7. Pihak PPRK yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian dan
memberikan sumber-sumber yang saya butuhkan dalam penelitian ini.
8. Bapak Afif Masluri yang telah membantu kelancaran dalam penelitian ini.
9. Bapak Hardi Cahyana dan Bapak Masturi yang telah membantu
kelancaran dalam penelitian ini.

ix

10. Pihak Museum Kretek Kudus, Arsip Nasional Jawa Tengah, dan
Perpustakaan Daerah Kudus yang telah membantu kelancaran dalam
penelitian ini.
11. Almamater Sejarah angkatan 2006 yang telah memberikan motivasi untuk
meyelesaikan skripsi ini.
12. Semua pihak yang telah membantu penulis untuk kelancaran penulisan
skripsi ini.
Penyusunan skripsi ini telah berusaha semaksimal mungkin, namun
penulis menyadari masih ada banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk
menyempurnakannya. Penulis berharap semoga semoga skripsi ini bermanfaat
bagi perkembangan ilmu pendidikan khususnya pendidikan sejarah.

Surakarta, 12 Januari 2010


Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................

HALAMAN PENGAJUAN ......................................................................

ii

HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................

iii

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................

iv

HALAMAN ABSTRAK ..........................................................................

HALAMAN MOTTO ...............................................................................

vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ...............................................................

viii

KATA PENGANTAR ...............................................................................

ix

DAFTAR ISI .............................................................................................

xi

DAFTAR TABEL ......................................................................................

xiv

DAFTAR GAMBAR .................................................................................

xv

DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................

xvi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................

B. Rumusan Masalah ..........................................................................

C. Tujuan Penelitian ...........................................................................

D. Manfaat Penelitian .........................................................................

BAB II KAJIAN TEORITIK


A. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 10
1. Industrialisasi ............................................................................ 10
2. Manajemen ................................................................................ 13
3. Modernisasi Ekonomi ............................................................... 17
4. Perubahan Sosial ...................................................................... 20
B. Kerangka Berpikir ............................................................................. 23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 28
B. Metode Penelitian................................................................................ 29

xi

.......................

xii

C. Sumber Data ........................................................................................ 32


D. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 34
E. Teknik Analisis Data ........................................................................... 36
F.

Prosedur Penelitian.............................................................................. 37

BAB IV HASIL PENELITIAN


A. Deskripsi Wilayah Kota Kudus ........................................................... 42
1. Letak dan Keadaan Geografis ......................................................... 42
2. Kondisi Demografis Kudus ............................................................. 45
B. Deskripsi Rokok Kretek ...................................................................... 48
1. Pengertian Rokok Kretek ................................................................ 48
C. Sejarah Awal Pembentulkan Industri Rokok Kretek Kudus ............... 57
1. Penemu Rokok Kretek Kudus Versi Haji Jamahri .......................... 57
2. Penemu Rokok Kretek Kudus Versi Mbok Nasilah ........................ 58
3. Golongan Pribumi Pendiri Industri Rokok Kretek Kudus .............. 60
D. Kondisi Industri Rokok Kretek Kudus Awal Dekade 1900-an ........... 67
1. Awal Mula Sumber Bahan Baku Industri Rokok Kretek Kudus .... 67
2. Pengadaan Bahan Baku Industri Rokok Kretek Kudus ................... 70
3. Produksi Rokok Kretek Kudus ........................................................ 78
4. Tantangan Industri Rokok Kretek Kudus masa Penjajahan ............ 85
5. Munculnya Aneka Pabrik Rokok Kretek Kudus ............................. 88
E. Sistem Pemasaran Rokok Kretek Industri Rokok
Kretek Kudus Dekade 1900-an ........................................................... 93
1. Sistem Pemasaran Rokok Kretek Kudus Awal Dekade 1900-an .... 93
F.

Perubahan Manajemen Industri Rokok Kretek


Kudus Awal Dekade 1920-an ............................................................. 98
1. Latar Belakang Masuknya Golongan Tionghoa
dalam Industri Rokok Kretek Kudus ............................................... 98
2. Kerusuhan 1918 di Kudus ............................................................... 100
3. Lahir dan Berkembangnya Industri Rokok Kterek Kudus Milik
Tionghoa ......................................................................................... 102
4. Ambruknya Industri Rokok Kretek Kudus Milik Pribumi .............. 104
xii

xiii

5. Manajemen Kelompok Tionghoa dalam Industri


Rokok Kretek Kudus ....................................................................... 107
G. Perubahan Sosial Akibat Industri Rokok Kretek Kudus ...................... 109
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan ....................................................................................

113

B. Implikasi ........................................................................................

115

C. Saran ..............................................................................................

116

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

118

LAMPIRAN ...............................................................................................

122

xiii

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel

1.

Letak Geografis Kabupaten Dati II Kudus .......................

2.

Luas Daerah Kabupaten Dati II Kudus Menurut


Kecamatan .......................................................................

3.

123

Banyaknya Penduduk Kabupaten Dati II Kudus, 19051964 .................................................................................

4.

122

124

Peningkatan Jumlah Perusahaan Industri Rokok Kretek


Kudus, 1914-1931 ...........................................................

124

5.

Daerah Penghasil Tembakau Rakyat ...............................

125

6.

Impor Cengkeh dan Produksi Kretek, 1921-1940 ...........

125

7.

Impor Cengkeh dan Produksi Kretek, 1949 - 1963 .........

126

8.

Konsumsi Tembakau untuk Firma-firma Kretek Daerah

9.

Kudus, 1963 ....................................................................

126

Produksi Rokok Kretek, 1929 - 1934 .............................

127

10. Produksi Kretek dari Karisidenan-karisidenan, 1934 1961 ...............................................................................

127

11. Produsen-produsen Kretek di Daerah Kudus, 1963 .......

128

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar

1. Kota Kudus .....................................................................

120

2. Kudus dan Kota-kota yang Berdekatan di Jawa Timur


dan Jawa Tengah .............................................................

130

3. Peta Persebaran Industri Besar dan Sedang Kabupaten


Kudus .............................................................................

131

4. Perusahaan Rokok Kretek Bal Tiga Nitisemito (1914)


dan Perusahaan Rokok Kretek Milik H M Muslich .........

132

5. Almarhum Nitisemito ......................................................

133

6. Istana Kembar Nitisemito ................................................

134

7. Abon dari Desa-desa di Kudus .........................................

135

8. Peralatan Tradisional Industri Rokok Kretek Kudus .......

137

9. Makam Sunan Kedu, tokoh pengenal tembakau di


Kudus ...............................................................................

139

10. Bahan Baku Industri Rokok Kretek Kudus ......................

140

11. Proses Pengerjaan Rokok Klobot Tradisional .................

146

12. Bentuk-bentuk Promosi Tradisional Pabrik Rokok Bal


Tiga ..................................................................................

147

13. Barang-barang Promosi/Reward Pabrik Rokok Bal Tiga

151

14. Bentuk-bentuk Produksi Rokok Klobot dan Rokok


Kretek Industri Rokok di Kudus.......................................

152

15. Pabrik-Pabrik Rokok Kretek Kudus ................................

154

16. Kantor PPRK 1943-sekarang ...........................................

155

17. Perusahaan Rokok Kretek Milik Tionghoa, Nojorono


dan Perusahaan Kertas yang didirikan GAPRI dan
Pemerintah Kudus.............................................................

xv

157

LAMPIRAN

Halaman
Lampiran

1.

Surat ijin berusaha dari pemerintah Jepang. Gunseikan


Zamubutyo. No. 10421/F di Jakarta 19 Oktober 2603 ......

2.

Balasan

keputusan

Gunseikan

Zamubutyo.

No.

TAI/16/19 di Jakarta 19 Oktober 2603 .............................


3.

160

Surat Pemberitahuan tentang tjap dan boengkoes etjeran


rokok kretek No 3/drie/26/149 di Kudus 1949 ..................

5.

159

Surat ijin berusaha dari pemerintah Belanda. No. 619/TA


di Jakrta 31 Mei 2603 ........................................................

4.

158

161

Surat laporan adanya pendapatan uang rokok Bulan


Oktober 1934 di Kudus oleh M Karmaen .......................... 162

6.

Artikel M Nitisemito yang disarikan dari buku Der


Kretek Koening ..................................................................

163

7.

Artikel tentang Peroesahaan Rokok Kretek di Koedoes ...

164

8.

Artikel tentang Asal-Usul Tembakau ...............................

166

9.

Artikel tentang Almarhum Nitisemito ..............................

167

10. Artikel tentang Asal Mula Rokok .....................................

168

11. Artikel tentang Museum Kretek ing Kudus ......................

169

12. Keanggotaan Nitisemito dalam OPS Rokok Kretek ..........

175

13. Keanggotaan Nitisemito dalam GAPPRI ........................... 176


14. Keanggotaan Nitisemito dalam PPRK ............................... 176
15. Keanggotaan Nitisemito dalam Pati Syu Tabako Seizo
Kumiai (T.S.K.) .................................................................

176

16. Surat Permintaan Rokok Kretek Bal Tiga dari Djambi,


1949 ...................................................................................

177

17. Surat Pemberitahuan dari Perusahaan Rokok Kretek Bal


Tiga Kepada Konsumen di Palembang .............................. 178

xvi

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Kebiasaan merokok bagi sebagian orang Indonesia telah menjadikan


masyarakat adicted untuk menghisap rokok. Banyak orang berpendapat, kalau
tidak menghisap rokok badan jadi kurang enak, bahkan pikiran sering terasa
semrawut. Rokok terutama rokok kretek agaknya telah menjadi sebuah kebutuhan
bagi bangsa ini. Sebagai dampaknya, meluasnya pasaran rokok kretek di
Indonesia. Tetapi masih sedikit sekali orang yang mengetahui maupun
memperhatikan sumbernya.
Kudus merupakan satu kota kecil di sebelah Timur kota Semarang, yang
mempunyai produk andalan dengan ciri khas dan keunikan yang tidak dimiliki
daerah lain. Di mana produk tersebut : mempunyai daya saing handal dan dapat
memberikan peluang kesempatan kerja kepada masyarakat lokal, mampu
meningkatkan pendapatan dan kemampuan sumber daya lokal dan kontribusi
terhadap pemerintah, dan mempunyai pasar lokal regional maupun internasional.
Komoditi produk yang mampu menyumbangkan devisa yang cukup besar tersebut
adalah rokok. Produk andalan unggulan sektor industri sedang dan besar
Kabupaten Kudus dipegang produk rokok kretek (Pemerintah Kabupaten Kudus :
2004, 78). Munculnya industri rokok kretek di wilayah Kudus mungkin
diragukan, karena wilayah ini tidak mempunyai komoditi untuk menghasilkan
bahan pembuat rokok kretek. Berkat kemampuan meramu bahan rokok kretek
yang telah tersedia, maka tersohorlah nama Kudus menjadi daerah sentra produksi
rokok kretek.
Menurut Lance Castle (1982 : 60), pada abad 19 Kudus menjadi salah satu
wilayah jalur perdagangan di pantai utara Jawa. Tahun 1880-an sampai 1980-an
industri rokok kretek di Kudus mulai berkembang. Ditemukannya tembakau
berakibat kepada semakin meningkatnya kegemaran orang mengkonsumsi
tembakau. Perkembangan ini menumbuhkan kemampuan masyarakat Kudus
untuk membuat rokok tradisional. Rokok klobot merupakan jenis rokok pertama

yang umum dinikmati masyarakat Kudus. Baru pada tahun 1880 ditemukanlah
rokok kretek sebagai pembaharuan rokok klobot. Bunyi kretek-kretek yang
ditimbulkan dari pembakaran klobot ini membawa perubahan sebutan rokok
klobot menjadi rokok kretek. Maksud awal pembuatan rokok kretek ini hanya
sebagai obat, namun karena menjadi sumber manfaat dan membawa kenikmatan
bagi masyarakat. Permintaan yang membludak dari masyarakat ini memaksa
penemu rokok kretek, Hj. Djamahri untuk mendirikan sebuah usaha rokok kecilkecilan tanpa label dengan metode membuat rokok tingwe (linting dhewe) dan
wujudnya lancip disalah satu ujungnya dengan pembungkus daun klobot (daun
jagung kering), sehingga cukup sulit untuk membuat rokok ini dengan mesin
butuh ketrampilan tangan yang ulet.
Munculnya industri rokok kretek Kudus pertama oleh pengusaha kretek
pribumi, secara otomatis membawa perubahan bagi masyarakat Kudus yang
semula bertani menjadi buruh pabrik. Keberadaan perusahaan rokok kretek Kudus
tersebut telah memperbaiki kesejahteraan penduduk sekitar Kudus. Industri pabrik
kretek merupakan industri padat karya, yang awalnya mempekerjakan pekerja di
sekitar district Kudus yang disebut dengan abone yang bertugas menerima jatah
bahan baku pembuat rokok kretek untuk dibagikan kepada para buruh rumahan
dan mengumpulkan serta menyetorkan rokok kretek yang telah jadi ke pabrik
pemesan (Amen Budiman & Onghokham : 1987, 112).
Suatu keajaiban tercermin bahwa segala bahan-bahan untuk membuat
rokok kretek seperti : tembakau, cengkeh dan daun klobot tidak terdapat dan
ditanam di daerah Kudus sendiri melainkan didatangkan dari wilayah luar Kudus.
Asal mula industri rokok kretek Kudus dapat dipahami melalui peranan bakat
dagang penduduk Kudus, termasuk kedudukan mereka sebagai perantara dengan
pasaran luar baik di Jawa Tengah maupun di Jawa Timur sebagai daerah
penghasil tembakau. Didatangkannya bahan pembuat rokok kretek dari wilayah
luar Kudus, bertujuan untuk mendapatkan kualitas terbaik dari produksi rokok
kretek Kudus (Marcel Bennhoff : 1983, 240).
Industri rokok kretek Kudus yang mayoritas dipegang oleh pribumi mulai
tahun 1880 tersebut merupakan kebanggan bagi pengusaha pabrik kretek pribumi

dan kota Kudus. Pengusaha pabrik kretek pribumi adalah orang-orang yang
mampu memajukan dirinya sendiri, orang yang tadinya tidak berharta, tidak
mempunyai bekal ilmu pengetahuan yang memadai, tetapi berkat keuletan kerja,
dengan

perasaan

dagangnya

yang

cerdik

dan

tajam

mereka

mampu

mengumpulkan kekayaan dengan mendirikan pabrik besar yang dijaga dan


dipeliharanya dari kecil. Semangat mempertahankan apa yang telah dibangun oleh
pengusaha pribumi sangatlah kuat dan telah tertanam kuat dalam sanubari mereka
(Amen Budiman & Onghokham : 1987, 107). Berkat penciptaan pengusaha pabrik
kretek pribumi mengenai perataan pemakaian cengkeh dan penentuan syaratsyarat pembuatannya, pengusaha rokok kretek pribumi telah memberi rasa khas
kepada jenis produksi rokok kretek Kudus. Dengan variasi tertentu dan sesuai
dengan bahan dan kadar campuran yang tepat, terutama komposisi sausnya untuk
pembasah tembakau, rahasia rokok kretek dijaga ketat oleh masing-masing
pembuatnya pengusaha pribumi pabrik rokok kretek Kudus (Marcel Bennoff :
1983, 240).
Tidaklah menjadi sesuatu yang berlebihan jika para pengusaha pabrik
kretek pribumi tersebut mendapatkan tempat yang layak dihadapan penguasa pada
waktu itu, karena keberhasilannya di bidang ekonomi. Sayangnya, kondisi
tersebut tidak terjadi entah karena pengaruh kedudukan pribumi yang selalu
ditempatkan pada struktur sosial terendah, para pengusaha pabrik kretek pribumi
ini harus tunduk pada penguasa dan golongan yang ada diatasnya. Perjuangan
untuk memperbaiki kondisi pengusaha pabrik kretek pribumi ini sebagai seorang
usahawan besar nampaknya masih mengalami kesulitan. Walaupun demikian
semangat pengusaha pabrik kretek pribumi untuk mengembangkan industri rokok
kretek Kudus tetap berkobar kuat di dalam sanubari mereka.
Tahun 1908, perjuangan pengusaha pabrik kretek pribumi dalam
mengembangkan industri rokok kretek Kudus mulai menampakkan hasil yang
gemilang. Ditandai dengan berdirinya pabrik rokok kretek yang tergolong jenis
industri besar milik Nitisemito dengan merk produksi Bal Tiga. Pabrik rokok
kretek Bal Tiga berkembang menjadi satu-satunya industri rokok kretek terbesar
di Kudus pada masa itu. Pengusaha pabrik kretek pribumi asli Kudus, pada

masanya membawa industri rokok kretek Kudus ke arah kemajuan dengan


berbagai strategi perpabrikan yang sudah mapan. Secara umum pengusaha pabrik
kretek pribumi pada waktu itu telah berhasil menggerakkan orang-orang
memasuki industri rokok kretek. Dalam waktu yang singkat, Kudus memiliki
hampir dua ratus pabrik rokok kretek berukuran kecil.
Nasib baik para pengusaha pabrik kretek pribumi pada waktu itu
memunculkan kepercayaan orang untuk beradu nasib di bidang industri rokok
kretek. Keberhasilan pengusaha pabrik kretek pribumi tersebut menarik golongan
lain di luar pribumi yaitu etnis Tionghoa untuk beradu nasib pada industri rokok
kretek. Akibat kesulitan fiskal (baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan),
kesukaran untuk mendapatkan cengkeh yang sebagian besar didatangkan dari
daerah luar, serta persaingan dengan pusat-pusat produksi rokok kretek di luar
wilayah Kudus menjadi penyebab kegagalan pabrik kecil milik pengusaha
pribumi dan menguntungkan munculnya perusahaan bermodal besar. Dalam
waktu yang relatif singkat, pengusaha pabrik kretek Tionghoa berusaha mengikuti
jejak keberhasilan pengusaha kretek pribumi. Keuntungan golongan Tionghoa
yang telah terkenal dengan stereotip kemapanan manajemen ekonominya
membawa mereka melesat bagaikan roket dalam berbagai bidang ekonomi. Selain
itu, sejak pemerintahan kolonial dalam struktur sosial mereka ditempatkan pada
golongan kedua yang memungkinkan mereka menjadi kekuatan ekonomi
penghubung antara kolonial dan rakyat pribumi. Ditambah lagi dengan ciri khas
etnis Tionghoa yang cenderung mengeksklusifkan diri, memandang rendah
golongan pribumi asli, dan hanya mementingkan kepentingan kelompoknya
sendiri khususnya kepentingan ekonomi (Charles A Coppel : 1994, 39).
Sekitar tahun 1920-an, masyarakat Tionghoa di Hindia Belanda sempat
kehilangan sejumlah hak istemewanya dalam usaha perdagangan (monopoli candu
dan usaha penggadaian). Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Keputusan yang
menguntungkan mereka seperti : dihapuskannya pembatasan tempat tinggal,
ruang gerak dan pendidikan, memberikan keleluasaan bagi mereka dan akan
mengubah bidang usaha mereka dari yang lama ke yang baru. Salah satu di
antaranya adalah usaha penyediaan barang mentah bagi kaum pribumi.

Berdirinya industri rokok kretek milik Tionghoa, secara tidak langsung


berdampak negatif terhadap industri rokok kretek pribumi. Persaingan antara
kedua pihak berlangsung dalam kondisi yang cukup berat. Industri rokok kretek
pribumi banyak mengalami kerugian secara ekonomi, karena kekuatan modal
Tionghoa yang dirasa cukup berat untuk diimbangi oleh pengusaha pribumi yang
hanya mengandalkan modal kecil.
Pada tahun 1918, persaingan pengusaha pabrik kretek pribumi dan
pengusaha pabrik kretek Tionghoa mencapai puncaknya, hingga menjadi salah
satu faktor penting penyebab munculnya kerusuhan hebat yang meledak di Kudus
pada tanggal 31 Oktober tahun itu juga. Diperkirakan hal tersebut terjadi akibat
adanya suatu prosesi keagamaan warga Tionghoa yang berbaris di depan Menara
Kudus, ketika umat Islam sedang melakukan ibadah. Hal tersebut dianggap telah
menghina Nabi dan Islam secara terbuka. Yang akhirnya mendorong para santri
dengan pimpinan kiai dari wilayah sekitar kompleks makam Sunan Kudus.
Korban berjatuhan di antara kedua belah pihak, sejumlah rumah dan pabrik
terbakar. Pengusaha-pengusaha pribumi yang dicurigai berperan terhadap aksi
tersebut (sebagian pengusaha pribumi seorang Islam reformis) diajukan ke muka
pengadilan dan dijatuhi hukuman. Kondisi tersebut semakin memperburuk
kedudukan pengusaha kretek pribumi yang telah kalang kabut dibuat karena
kekuatan pengusaha pabrik kretek Tionghoa, hingga harus mengalami
kemunduran. Berlawanan dengan kondisi pengusaha kretek pribumi, pengusaha
kretek Tionghoa berhasil memperkuat posisi mereka dalam industri rokok kretek
Kudus akibat peristiwa tersebut (Lance Castle : 1982, 103).
Industri rokok kretek ini bisa maju berkat melimpahnya tenaga sumber
daya manusia di wilayah ini, industri ini menyerap sedikit demi sedikit tenaga
kerja yang sebagian besar terdiri dari kaum perempuan, gadis desa tanpa keahlian.
Mereka dibayar rendah, sesuai dengan hasil pekerjaan mereka tiap harinya dan
mulai dibangun suatu jaminan kerja. Penggunaan tenaga ini tetap dilestarikan
pengusaha Tionghoa industri rokok kretek Kudus, demi menjaga kesempatan
kerja dan keseimbangan sosial diseluruh wilayah Kudus (Marcel Bennoff : 1983,
241).

Pasar perdagangan industri rokok kretek Kudus dari masa ke masa


berkembang dikalangan para agen, warung, dan pedagang asongan. Di setiap
kampung dan desa sudah terdapat banyak penjual rokok. Di kota khususnya
penjual rokok tersebar di berbagai penjuru, mulai dari kios-kios kecil penjual
rokok, warung penjual barang kelontong, sampai kedai nasi dimana biasanya para
konsumen rokok sering membeli rokok sebatang sebagai pelengkap setelah makan
nasi. Selama perkembangannya tahun 1950-an, pasar perdagangan industri rokok
kretek Kudus tidak hanya terbatas dalam negeri, tapi juga meluas ke berbagai
negara. Ekspor hasil produksi rokok kretek Kudus telah sampai ke Amerika
Serikat, Kanada, Belanda, Saudi Arabia, Thailand, Malaysia, Singapura, Jepang,
dan Filipina (Amen Budiman & Onghokham : 1987, 196).
Ambruknya perusahaan rokok kretek pribumi, termasuk Bal Tiga disusul
kemajuan pabrik rokok kretek Tionghoa. Tahun 1930 berdiri pabrik rokok kretek
Minak Djinggo milik Tionghoa Kho Djie Siong. Minak Djinggo melesat jauh
disusul dengan kemajuan pabrik rokok kretek lain Djamboe Bol, Nojorono,
Sukun, Djarum. Dengan berbagai sistem perpabrikan modern mereka berhasil
mengembangkan industri rokok kretek Kudus, hingga mampu bersaing dengan
industri rokok kretek di daerah lain. Djarum yang berdiri tahun 1950 oleh Oei Wie
Gwan menjadi pabrik rokok kretek Kudus terbesar dan terkemuka di Indonesia,
bahkan di mancanegara. Pabrik rokok Djarum milik pengusaha pabrik kretek
Tionghoa ini berkembang pesat sampai dengan pewarisan industri ini oleh
generasi kedua tahun 1964, dengan mengembangkan kombinasi kerja padat karya
yang mempekerjakan ratusan tenaga kerja dan padat modal yang dioperasikan
tenaga profesional. Dalam pengolahan limbah, Djarum berhasil membangun
saluran limbah ramah lingkungan. Dalam upaya mengembangkan usaha,
peningkatan kesejahteraan pekerja, dan peningkatan kinerja, Djarum merekrut
tenaga profesional dan terus melakukan pelatihan rutin pada mereka. Djarum juga
menyediakan jasa transportasi untuk sarana antar jemput buruh. Penetapan standar
upah bagi pekerja disesuaikan dengan kemampuan dan kepentingan seluruh
anggota. Djarum juga memberikan perlindungan terhadap keselamatan dan
kesehatan buruhnya. Sukses sistem pabrik kretek milik Tionghoa dengan

kemantapan sistem perpabrikan membawa pengusaha pabrik rokok kretek


Tionghoa berada kekayaan tertinggi warga Kudus (Arin Astuti : 2003, 42).
Keadaan ini, memang cukup miris bagi usahawan pribumi bila diketahui
sejarah pepabrikan rokok kretek Kudus yang mulanya adalah hasil penciptaan
mereka. Walaupun dapat dikatakan bahwa pribumi juga mendukung keberhasilan
industri rokok kretek Kudus milik Tionghoa. Dengan alasan dari buruh, pemegang
pembukuan, mandor dipegang oleh orang-orang pribumi. Orang Cina sebagai
golongan minoritas di tanah air ini, dalam penguasaan industrinya masih sangat
bergantung pada kemurahan hati pelindung pribumi yang memegang kekuasaan di
bidang politik dan pemerintahan. Keberhasilan pengusaha Tionghoa disatu sisi
memang membuka peluang bagi rakyat pribumi dan membawa kemajuan bagi
industri rokok kretek di Kudus. Namun, disisi lain di bidang ekonomi pengusaha
Tionghoa sedikit menutup pertumbuhan yang lebih baik bagi industri milik
golongan menengah milik pribumi di Kudus. Kelompok Tionghoa memang
banyak menarik keuntungan dari sistem kolonial yang diterapkan masa lalu,
terutama dalam persaingan dengan pengusaha pribumi dalam pembuatan rokok
kretek spesialisasi Kudus.
Akibat generasi muda pribumi yang berbeda sekali dengan kaum
Tionghoa, dalam hal ini menjadi saingan mereka. Sedari awal mereka tidak
pernah dibimbing dalam teknik perdagangan yang sesuai dengan tuntutan pasaran
yang semakin kompleks, serta tidak tersedianya modal yang mencukupi untuk
mereka mengadakan resesi sementara waktu. Lain halnya dengan orang-orang
Tionghoa mempunyai jiwa semangat pembaharuan yang kuat sesuai dengan cara
yang telah diterapkan kelompok mereka. Keberhasilan mereka terletak pada
kemampuan mereka yang sangat tinggi untuk menyesuaikan diri dengan
konjungtur yang ada, berkat kemampuan keuangan, diikuti dengan mekanisme
solidaritas yang bersifat kekerabatan dan turun-temurun tersebut. Pada
kenyataannya struktur sosial masyarakat Jawa kurang memberi kesempatan
begerak menurut kesadaran kelas. Kedudukan para pedagang dan pengusaha
kurang begitu berarti dan tidak mendapatkan pengakuan yang selayaknya. Dengan
majunya pendidikan yang diterima masyarakat pribumi pasca kemerdakaan,

menjadikan posisi pegawai negari menjadi kedudukan yang paling diagungkan


dan dicitakan (Marcel Bonneff : 1983, 243).
Pengusaha pribumi sebagai pihak yang lebih lemah butuh bimbingan dan
contoh yang baik dalam pengembangan usaha demi tercapainya pembangunan
ekonomi nasional yang baik dan tercapainya kesejahteraan bagi seluruh rakyat
Indonesia. Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka diambil judul
Perkembangan Industri Rokok Kretek Kudus 1908-1964.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat
dirumuskan beberapa masalah antara lain :
1. Bagaimana pembentukan industri rokok kretek Kudus?
2. Bagaimana kondisi industri rokok kretek Kudus awal dekade 1900?
3. Bagaimana sistem pemasaran rokok industri rokok kretek Kudus dekade
1900?
4. Bagaimana perubahan manajemen industri rokok kretek Kudus sejak
1920-an?

C. Tujuan Penelitian
Dalam hubungannya dengan rumusan masalah yang dikemukakan, maka
penelitian ini bertujuan :
a. Menjelaskan pembentukan industri rokok kretek Kudus.
b. Menjelaskan kondisi industri rokok kretek Kudus awal dekade 1900.
c. Menjelaskan sistem perdagangan rokok industri rokok kretek Kudus
dekade 1900.
d. Menjelaskan perubahan manajemen industri rokok kretek Kudus sejak
1920-an.

D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat :
1. Memberi tambahan pengetahuan ilmiah yang berguna dalam
pengembangan ilmu sejarah khususnya yang berkaitan dengan
perkembangan industri rokok kretek Kudus 1908-1964.
2. Menambah khasanah pustaka mengenai rokok kretek dan industri
rokok kretek Kudus.
3. Memberikan sumbangan wawasan ilmu pengetahuan tentang
perkembangan industri rokok kretek di Kudus.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
1. Memperoleh gelar sarjana pendidikan di FKIP UNS.
2. Memanfaatkan pengalaman masa lalu sebagai pegangan dalam
menghadapi permasalahan di masa sekarang.
3. Diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi
pemerintah dalam mengambil kebijakan bagi perkembangan
industri rokok kretek yang ada di Indonesia dan di Kudus pada
khususnya.
4. Dapat memberikan informasi tentang perkembangan industri rokok
kretek Kudus 1908-1964.

BAB II
KAJIAN TEORITIK

A. Tinjauan Pustaka
1. Industrialisasi
Sektor industri merupakan salah satu sektor yang diyakini mampu membawa
kemajuan dalam perekonomian suatu negara. Sektor industri memiliki variasi
produk yang beraneka ragam dan mampu memberikan manfaat kepada
pemakainya,

memberikan

keuntungan

yang

lebih

menggiurkan,

serta

pengendaliannya cenderung lebih mudah karena tidak bergantung pada alam.


Keungggulan sektor industri inilah yang menjadi arah pembangunan bangsa
Indonesia di samping memajukan sektor lain sebagai penyeimbang selarasnya
proses pembangunan bangsa seutuhnya.
Industrialisasi merupakan proses peralihan susunan masyarakat yang mampu
mengubah kedudukannya dari masyarakat agraris menjadi masyarakat yang
menyediakan bahan baku ataupun barang jadi. Dalam implementasinya ada empat
argumentasi atau basis teori yang melandasi kebijakan industrialisasi. Teori yang
dimaksud adalah (1) keunggulan komparatif yaitu pengembangan industri
berdasar pada keunggulan komparatif yang dimiliki; (2) argumentasi keterkaitan
industrial yaitu mengaitkan pengembangan industri satu dengan sektor lain agar
terjadi perkembangan yang maksimal; (3) penciptaan tenaga kerja yaitu
memprioritaskan pengembangan industri yang banyak menyerap tenaga kerja; (4)
loncatan teknologi yaitu pengembangan industri dengan pemanfaatan kemajuan
teknologi yang tinggi (Dumairy, 1996 : 228).
Menurut Bintarto, dalam Arin Astuti (2003 : 17), bahwa dalam suatu
industrialisasi harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu :
a. Tersedia bahan baku.
b. Tersedia sumber tenaga kerja, baik alam maupun manusia.
c. Tersedia tenaga kerja yang berpengalaman dan ahli untuk mengolah
sumber-sumber yang tersedia.
d. Tersedia modal.

10

11

e. Organisasi yang baik untuk melancarkan dan mengatur segala sesuatu


dalam bidang industri.
f. Keinsyafan dan kejujuran untuk melancarkan dan mengatur segala sesuatu
dalam bidang industri.
g. Mengubah agraris menjadi industri.
Proses industrialisasi bukan saja bergeser dari sektor pertanian ke sektor
industri, melainkan mencakup pergeseran struktur industri dari waktu ke waktu
sehubungan dengan dimilikinya keunggulan komparatif dan akibat pergeseran
dari kegiatan produksi yang bersifat padat karya dan berteknologi rendah kearah
kegiatan yang padat modal dan berteknologi tinggi.
Dalam Ensiklopedia Indonesia (1996 : 1442), industri mengandung arti bagian
dari proses produksi yang tidak secara langsung mengambil atau mendapatkan
barang-barang dari alam, akan tetapi pekerjaan bahan dasar atau bahan baku
secara mekanis atau kimiawi sehingga menjadikannya lebih berharga untuk
digunakan manusia. Menurut Dumairy (1996 : 27), istilah industri mempunyai
dua arti yaitu : (a) himpunan-himpunan perusahaan sejenis, dan (b) sektor
ekonomi yang di dalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan
mentah menjadi barang jadi.
Dari uraian di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa industri merupakan
suatu proses produksi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, dan barang
setengah jadi, menjadi barang jadi dengan nilai yang lebih tinggi dibanding
dengan asalnya sekaligus menambah daya guna suatu barang.
Menurut Aryad Lincoln dalam Arin Astuti (2003 : 18), industri nasional dapat
dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu :
1) Industri dasar meliputi : industri mesin dan logam dasar dan kelompok
industri kimia dasar. Industri ini diharapkan mampu meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, membantu penjualan struktur industri, bersifat
padat modal, berteknologi tinggi dan dapat mendorong terciptanya
lapangan kerja baru dan kegiatan ekonomi lainnya.
2) Industri kecil yang meliputi : industri pangan, industri sandang dan kulit,
industri kimia dan bahan baku, industri galian bukan logam, industri

12

logam. Industri kecil ini diharapkan dapat memeratakan teknologi, usaha


padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja, meningkatkan nilai
tambah dengan memanfaatkan pasar di dalam dan di luar negeri.
3) Industri hilir meliputi industri pengolahan sumber daya alam. Industri
hilir

diharapkan

mampu

meningkatkan

pertumbuhan

ekonomi,

memperluas kesempatan kerja, dan memeratakan teknologi.


Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan per unit usaha, industri
dapat dikelompokkan menjadi empat lapisan, yaitu :
a) Industri besar jika mempekerjakan 100 orang atau lebih
b) Industri sedang jika mempekerjakan 99 sampai 20 orang
c) Industri kecil jika mempekerjakan 19 sampai 5 orang
d) Industri rumah tangga jika mempekarjakan kurang dari 3 orang (Dumairy,
1996 : 232).
Menurut Mubyarto (1987 : 206), industri kecil adalah industri yang
diusahakan terutama untuk menambah pendapatan keluarga. Menurut Lance
Castle (1982 : 162), industri besar adalah industri yang mempekerjakan paling
sedikit 50 orang buruh atau dengan kapasitas 5 tenaga kuda atau lebih.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan, bahwa dalam proses industrialisasi
terjadi pergeseran dari sektor pertanian ke sektor industri. Industrialisasi di
negara-negara berkembang termasuk Indonesia, menjadi obat untuk mengatasi
masalah pembangunan ekonomi. Dengan memperhatikan berbagai faktor seperti :
kondisi ketersediaan bahan mentah, ketersediaan teknologi, kecakapan tenaga
kerja, dan kecukupan modal, maka proses industrialisasi akan mencapai
keseimbangan

yang

didukung

pengembangan

sektor

lain.

Kelancaran

industrialisasi dapat tercapai apabila didukung sektor-sektor lain, seperti : surplus


tenaga kerja di sektor pertanian dapat ditarik dalam sektor industri, dan kebutuhan
sektor pertanian dapat dicukupi oleh sektor industri. Sehingga dalam kondisi
nyata terjadi pembangunan ekonomi negara yang tidak berat sebelah.
Proses industrialisasi yang terjadi dalam penelitian ini merupakan proses
muncul dan berkembangnya industri rokok kretek Kudus. Munculnya industri
rokok kretek Kudus menarik suatu perubahan dalam masyarakat yang mulanya

13

seorang petani menjadi buruh pabrik rokok kretek. Industri rokok kretek Kudus
menyerap banyak tenaga kerja dari daerah-daerah atau district di sekitar Kudus,
terjadi pergeseran dari produksi barang mentah menjadi barang jadi yang
mempunyai nilai guna lebih tinggi dari bahan asalnya, dan berusaha
memperkenalkan sekaligus menerapkan teknologi bagi buruh dan pekerjanya,
serta terjadi peningkatan kualitas hidup akibat tingkat pendapatan yang semakin
tinggi dan stabil. Proses industrialisasi merupakan pengharapan bagi negaranegara berkembang untuk menjadi salah satu solusi perbaikan dan perkembangan
perekonomian negara.
2. Manajemen
Setiap orang selalu berusaha mencapai hasil yang terbaik dalam masa
hidupnya. Untuk mencapainya, maka perlu adanya manajemen dalam diri masingmasing. Manajemen terdapat hampir dalam semua aktivitas manusia. Begitu juga
dengan suatu perusahaan atau usaha, perkembangan keberhasilan atau kegagalan
suatu industri tidak dapat terlepas dari pelaksanaan manajemen. Kekuatan
manajemen yang dijalankan akan bertanggung jawab atas keberhasilan atau
kegagalan suatu perusahaan berdasarkan pada strategi yang dijalankan. Untuk
mencapai sasaran, hasil, dan tujuan yang diinginkan perlu adanya suatu
perencanaan dan pertimbangan. Melalui manajemen kita mampu mengarahkan
segala sumber daya yang ada.
Manajemen merupakan sebuah proses yang khas, yang terdiri dari tindakantindakan perencanaan, pengorganisasian dan pengawasan yang dilakukan untuk
menentukan serta mencapai sasaran yang ditetapkan melalui sumber daya
manusia dan sumber daya lain (George R Terry, 1979 : 4). Manajemen menurut
Stoner dalam T. Hani Handoko (2003 : 8), mendefinisikan bahwa manajemen
merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan
usaha-usaha para anggota organisasi dan pengguna sumber daya organisasi
lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan. Menurut Horold Koontz
dan Cyril O'donnel (http://www.geocities.com : 14/7/2009), manajemen adalah
usaha untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain. Menurut
Luis Gulick dalam T.Hani Handoko (2003 : 11), manajemen merupakan ilmu

14

pengetahuan yang berusaha secara sistematis untuk memahami sistem kerja demi
mencapai tujuan dan menjadikan sistem bermanfaat bagi kemanusiaan.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah manajemen selalu melibatkan pencapaian
tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Langkah penting yang dapat dilakukan dalam menejemen perusahaan yaitu
mengidentifikasi sasaran yang akan dicapai dan melaksanakan pencapaian sasaran
itu dengan sebaik-baiknya. Untuk mencapai sasarannya diperlukan kerjasama
semua komponen yang ada. Planning atau perencanaan menjadi langkah awal
penetapan arah dan susunan apa yang akan dilakukan dan menjadi kewajiban
masing-masing komponen sesuai dengan kemampuan agar dihasilkan kerja yang
maksimal. Organizing atau pengorganisasian menjadi langkah kedua dalam
mengorganisasikan kerja komponen menjadi suatu gerak kerja yang terarah
menuju pencapaian sasaran. Actuating, menggerakkan masing-masing komponen
agar dapat diadaptasikan pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan sasaran yang
diinginkan. Controlling atau pengawasan merupakan suatu usaha mengawasi
gerak kerja agar kegiatan tetap berjalan menuju ke arah sasaran ataupun
memperbaiki kondisi agar sasaran yang diperoleh lebih maksimal (G. Terry, 1986
: 35). Dengan langkah-langkah manajemen di atas, maka diharapkan usaha dan
perusahaan dapat mencapai sasaran yang diinginkan yaitu kemajuan dan tetap
bertahannya perusahaan di era globalisasi dan persaingan yang semakin ketat.
Manajemen menyebabkan kesadaran terhadap kemampuan kita, memberi arah
pelaksanaan pekerjaan yang lebih baik, dan mengurangi hambatan yang mungkin
dihadapi, serta mencapai tujuan yang dikehendaki sesuai rencana. Kebanyakan
perusahaan dan usaha dapat mencapai kesuksesan dengan mendayagunakan
manajemen secara efektif.
Manajemen dalam suatu perusahaan atau usaha dapat dibedakan menjadi lima
macam, yaitu :
a. Manajemen

keuangan,

merupakan

sistem

pengaturan

dan

pengelolaan uang dalam suatu organisasi, serta proses pengambilan


suatu keputusan dengan menggunakan informasi akuntansi untuk
membantu pengelolaan organisasi dalam mencapai tujuan usaha atau

15

perusahaan. Dengan adanya manajemen keuangan maka aktivitas dan


fungsi keuangan perusahaan sehari-hari dapat berjalan dengan optimal.
(Sarwoko & Abdul Hakim, 1989 : 1)
b. Manajemen operasional atau lebih sering disebut manajemen
produksi.

Manajemen

produksi

merupakan

segala

pengaturan

perusahaan yang berhubungan dengan semua kegiatan dari pembuatan


rencana-rencana produksi, proses produksi, sampai dengan hasil
produksi yang siap dijual. (Moekijat, 1989 : 29)
c. Manajemen strategi adalah sejumlah keputusan dan tindakan yang
mengarah pada penyusunan suatu strategi yang efektif untuk
membantu mencapai sasaran perusahaan (Lawrence R. Jauch, 1997 :
6). Cara yang ditempuh dalam manajemen strategi dapat dilakukan
dengan proses perencanaan strategi sebelum menentukan sasaran dan
mengambil keputusan. Dalam prosesnya perlu memperhatikan
kesesuaian yang layak antara sasaran, sumber daya perusahaan, dan
peluang pasar yang terus berubah. Dengan memperhatikan hal tersebut
maka suatu perusahaan akan mempertajam kemampuan bisnis dan
memperlancar produksi perusahaan, sehingga menghasilkan laba dan
pertumbuhan usaha yang memuaskan. (Philip Kotler, 1994 : 44)
d. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM), merupakan suatu
pengaturan mengenai peranan manusia dalam mewujudkan tujuan
yang diinginkan. MSDM adalah ilmu atau seni yang mengatur
hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien dalam
membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat
(Malayu P. Hasibuan, 1996 : 1). Sedang menurut T. Hani Handoko
(1996

4),

MSDM

meliputi

kegiatan

penarikan,

seleksi,

pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia


untuk mencapai tujuan indibidu dan organisasi.
e. Manajemen pemasaran, merupakan pelaksanaan kegiatan perusahaan
yang mengarahkan aliran barang dan jasa dari produsen kepada
konsumen untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan sebaik-

16

baiknya dan tujuan perusahaan dapat tercapai. Aktivitas ini termasuk


pembelian, penjualan, transportasi, keuangan, penelitian pemasaran,
dan pengambilan resiko. (Moekijat, 1981 : 51)
Dalam pelaksanaan manajemen suatu perusahaan, banyak dijumpai pandangan
atau konsep yang berbeda mengenai teori manajemen yang ada. Setiap pandangan
dimungkinkan berguna bagi berbagai masalah yang berbeda satu sama lain. Teori
manajemen sebagai acuan pelaksanaan manajemen dapat dibedakan menjadi tiga
aliran, yaitu :
1) Menggunakan teori manajemen organisasi klasik. Dengan teori Fayol
yang mengemukakan teori dan teknik-teknik administrasi sebagai
pedoman bagi pengelolaan organisasi yang kompleks. Mooney,
mengungkapkan bahwa manajemen merupakan sebuah organisasi
kelompok yang tergabung untuk tujuan tertentu, sehingga perlu
dibentuk suatu aturan kelompok untuk mencapai tujuan tersebut.
Follet,

mendefinisikan

perusahaan,

industri

manajemen
dan

dengan

pemerintah.

metode

Barnard

psikologi

menggunakan

pendekatan sistem dalam manajemen industri (T. Hani Handoko, 2003


: 45).
2) Menggunakan teori manajemen hubungan manusiawi sebagai akibat
munculnya ketidakpuasan teori sebelumnya dalam menghasilkan
efisiensi produksi dan keharmonisan kerja. Tokohnya : Mayo dan
Hugo yang lebih menekankan pada psikologi industri, hubungan
manusiawi

dalam

manajemen

industri

untuk

meningkatkan

produktivitas dari sumber daya industri yaitu tenaga manusia. (T. Hani
Handoko, 2003 : 49)
3) Menggunakan teori manajemen modern. Di mana berkembang dengan
memadukan teori manajemen hubungan manusia dengan manajemen
ilmiah, yang meliputi operation research, manajemen sciense dan
management operasi. (T. Hani Handoko, 2003 : 53).
Perubahan manajemen dalam dunia industri sifatnya biasa, ada yang bersifat
evolusioner dan revolusioner. Perubahan dalam manajemen suatu industri dapat

17

terjadi karena faktor internal (modernisasi sistem perpabrikan) maupun faktor


eksternal (perubahan kepemilikan). Faktor internal dan eksternal saling
berhubungan satu sama lain. Perubahan yang disebabkan oleh faktor internal
maupun faktor eksternal, berdampak positif terhadap kemajuan dan berdampak
negatif terhadap penolakan masyarakat. Penolakan terutama mengenai kecepatan
perubahan. Pengetahuan memperlihatkan manusia siap menghadapi perubahan
dan menerima konsekuensi dari perubahan tersebut. Secara manusiawi manusia
tidak menolak perubahan itu sendiri, yang mereka tentang justru perubahan yang
mengancam kepastian mereka (T. Hani Handoko, 2003 : 318).
Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan manajemen yang digunakan
dalam industri rokok kretek Kudus sudah cukup sesuai dengan langkah yang
harus dikerjakan dalam manajemen suatu industri. Industri rokok kretek Kudus
juga telah menggunakan tiga metode pengembangan manajemen industri tersebut
sebagai penyeimbang jalannya usaha. Dalam proses perubahannya industri rokok
kretek Kudus menggunakan prinsip manajemen modern sehingga mengalami
perkembangan industri ke arah yang maju dan mampu mempertahankan eksistensi
industrinya dengan mendayagunakan secara tepat segala komponen dan sumber
daya yang ada. Penolakan atas perubahan manajemen yang terjadi berupa
persaingan usaha antar pengusaha pribumi dan Tionghoa merupakan sebuah
reaksi yang wajar yang didorong oleh keanekaragaman bangsa yang seringkali
menimbulkan perbedaan kepentingan baik itu ras, agama, maupun budaya.

3. Modernisasi Ekonomi
Desa merupakan wilayah yang memiliki Sumber Daya Alam (SDA) dan
Sumber Daya Manusia (SDM) yang cukup besar, tetapi kompetensi tersebut
kurang diusahakan untuk meningkatkan potensi masyarakat secara berarti.
Berkembangnya teknologi dan kemjuan globalisasi menyebabkan usaha besar di
wilayah perkotaan semakin maju. Berlawanan dengan desa yang pada akhirnya
harus mengalami ketidakberdayaan dalam mengikuti perkembangan bila tidak
didukung dengan perkembangan teknologi. Pada akhirnya para petani mengubah

18

penghidupannya menjadi buruh pabrik. Perubahan masyarakat agraris menjadi


masyarakat modern melalui beberapa proses yaitu :
a. Dalam

bidang

teknologi,

suatu

masyarakat

yang

sedang

berkembang baru mengenal dan belajar dalam proses perubahan


dengan penggunaan teknik-teknik sederhana dan tradisional ke
arah penggunaan pengetahuan ilmiah.
b. Dalam bidang pertanian, masyarakat yang sedang berkembang
beralih dari pertanian sederhana ke arah produksi hasil pertanian
untuk pasaran.
c. Dalam bidang industri, masyarakat sedang bekembang mengalami
suatu peralihan dari penggunaan tenaga kerja manusia dan binatang
ke industrialisasi yang sebenarnya.
d. Dalam susunan ekologinya, terjadi perubahan dari masyarakat
sawah atau ladang dan desa ke arah pemusatan kota. (Myron
Weiner, 1989 : 47)
Soerjono Soekanto (2006 : 347), menyebutkan modernisasi adalah suatu
bentuk perubahan sosial yang terarah meliputi berbagai bidang. Sedang menurut
Schoolar dalam Soerjono Soekanto (1980 : 1), menyebutkan modernisasi adalah
suatu proses transformasi, suatu perubahan masyarakat dalam segala aspeknya
atau dapat dikatakan suatu proses perubahan untuk membentuk suatu sistem
sosial, ekonomi dan politik. Menurut Myron Weiner (1989 : 5), modernisasi
adalah penerapan teknologi oleh manusia untuk menguasai sumber alam demi
menciptakan peningkatan nyata dalam penyeimbangan pertumbuhan penduduk.
Schermerhorn (1987 : 56), mendifinisikan modernisasi sebagai pola loncatan dari
tipe masyarakat tertentu ke tipe masyarakat lainnya yang lebih kompleks.
Kesimpulannya, modernisasi adalah proses menjadi modern atau proses ke arah
kemajuan, proses perubahan dari tradisional ke arah modern.
Di bidang ekonomi, modernisasi diwujudkan dalam bentuk proses
industrialisasi. Industrialisasi terkait erat dengan perubahan sektor agraris.
Perubahan sektor agraris akan membawa dampak pengiring, menyangkut
produksi pertanian dan mobilisasi tenaga kerja yang kesemuanya dipengaruhi

19

IPTEK. Modernisasi di bidang ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses


perubahan dalam struktur ekonomi yang menyangkut aspek-aspek dalam bidang
ekonomi, dalam rangka memperbaiki kehidupan perekonomian.
Modernisasi ekonomi menurut Francois Abraham dalam Arin Astuti (2003 :
9), merupakan perkembangan atau kemajuan ekonomi yang ditandai oleh
tingginya tingkat konsumsi dan standar hidup, revolusi teknologi, birokrasi
rasional. Modernisasi ekonomi mencakup : pembangunan sistem moneter,
peningkatan skill melalui modernisasi teknologi, otomasi dan perpindahan tenaga
kerja, perhitungan biaya rasional, spesialasi fungsional, pola tabungan dan
investasi, alat transportasi dan komukasi yang semakin canggih, sehingga
menghasilkan kemudahan dalam teknologi pemasaran, mobilitas tenaga kerja,
distribusi barang dan perubahan pola konsumsi. Aspek-aspek modernisasi
ekonomi menurut Hendra Esmara (1987 : 39), antara lain : perkembangan IPTEK,
pembentukan modal dengan spesialisasi ekonomi yang cukup bahan mentah,
barang produksi dan konsumsi, SDM, SDA, stabilisasi ekonomi.
Keberhasilan proses modernisasi ekonomi ditandai dengan adanya tingkat
pertumbuhan dan pendapatan suatu negara yang lebih tinggi dari tingkat
pertumbuhan penduduknya. Pelaksanaan modernisasi ekonomi hendaknya
berusaha untuk meningkatkan kemakmuran rakyat dalam pertumbuhan ekonomi
artinya mampu mempengaruhi keseluruhan struktur sosial, politik, dan budaya
masyarakat.
Modernisasi ekonomi mempunyai ciri khas, menggambarkan proses
pertumbuhan ekonomi untuk peningkatan kuantitas dan kualitas produksi industri.
Pada umumnya, modernisasi ekonomi ditandai dengan dibangunnya kawasan
industri maupun penggunaan teknologi. Dengan adanya pembangunan tersebut,
akan

berdampak pada perkembangan sosial masyarakat yaitu berubahnya

karakter yang dimiliki masyarakat.


Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa Indonesia sebagai negara
berkembang meski telah berusaha menciptakan kelas pengusaha dan mendukung
berdirinya industri, namun belumlah mencapai modernisasi ekonomi yang
sesungguhnya. Beragamnya karakter masyarakat Indonesia dengan keunikannya

20

dan dengan culture yang masih cenderung bergantung pada penguasa dan
cenderung lemah, mengakibatkan gaya hidup yang dianut tidak dapat sepenuhnya
mencerminkan manusia modern yang seutuhnya. Dalam industri rokok kretek
Kudus modernisasi ekonomi dapat dilihat dalam langkah perkembangan IPTEK
dan stabilisasi ekonomi sehingga membawa dampak positif bagi semua pihak.

4. Perubahan Sosial
Kehidupan yang lebih baik pasti menjadi tujuan dari setiap manusia. Menurut
Selo Soemardjan (1962 : 379), menyatakan bahwa perubahan sosial adalah segala
perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat,
yang mempengaruhi sistem sosial termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap dan pola
perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Menurut Gillin & Gillin
dalam Soerjono Soekanto (2006 : 304), mengemukakan bahwa perubahan sosial
adalah suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena
perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi pendidikan,
ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam
mayarakat. Wilbert Moore, mendefinisikan perubahan sosial merupakan
signifikasi dari struktur sosial yang merupakan pola interaksi dan aktivitas sosial.
Struktur

sosial

tersebut

adalah

nilai,

norma,

(http://roykesiahainenia.i8.com/materi_sospol/materi_5.html

dan
:

budaya
14/7/2009).

Kesimpulannya, perubahan sosial dapat didefinisikan sebagai segala perubahan


pada lembaga kemasyarakatan tentang sistem sosial (nilai, sikap, pola perilaku)
masyarakat.
Perubahan sosial dalam masyarakat dapat dikategorikan menjadi beberapa
bentuk perubahan, yaitu : (a) cepat dan lambat, (b) besar dan kecil, (c) alami dan
terencana (Soerjono Soekanto, 1990 : 311). Perubahan sosial yang terjadi dapat
disebabkan oleh faktor internalistik maupun ekternalistik. Perubahan sosial yang
bersumber dalam masyarakat itu sendiri : jumlah penduduk, invention, revolusi.
Perubahan sosial yang bersumber dari luar masyarakat : alam, konflik, masuknya
budaya lain (Soerjono Soekanto, 2006 : 317).

21

Perubahan sosial akan cepat terjadi bila dipengaruhi adanya kontak dan
komunikasi dengan unsur budaya lain atau budaya dari luar, sehingga masyarakat
menemukan suatu yang baru yang dianggap lebih baik. Disamping itu kemajuan
pendidikan dan teknologi saat ini mendorong kemampuan berpikir sesorang
menjadi lebih maju. Teknologi mempunyai pengaruh paling luas dalam perubahan
sosial masyarakat, penemuan teknologi berupa kebendaan akan membawa
perubahan lebih berarti bagi kemudahan pelaksanaan aktivitas kehidupan seharihari masyarakat.
Menurut Rogers dalam buku Studi Masyarakat Indonesia (1998 : 43),
perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat dipengaruhi oleh faktor yang
datang dari dalam maupun dari luar. Ada tiga kategori perubahan sosial : (1)
Immanent change : perubahan sosial yang berasal dari dalam sistem itu sendiri,
(2) Selective contact change : orang luar secara tidak sadar dan spontan membawa
ide-ide baru pada anggota-anggota dari suatu sistem sosial, (3) Directed contact
change : bila ide baru atau cara baru dibawa dengan sengaja oleh orang lain.
Dari ketiga kategori tersebut, maka dalam kenyataan hanya nomor tiga yang
banyak dijumpai dan mempengaruhi masyarakat. Disamping faktor penyebab
perubahan sosial yang bersumber dari dalam maupun dari luar, juga terdapat
faktor-faktor penunjang untuk mempermudah jalannya perubahan sosial :
a) Berkembangnya

ilmu

pengetahuan

yang

dapat

menambah

pemecahan mengenai berbagai masalah yang dihadapi


b) Jiwa yang terbuka terhadap perubahan
c) Timbulnya keinginan baru
d) Bertambahnya penduduk
e) Penemuan baru di sektor sosial dan budaya tertentu
f) Kemajuan teknologi (Hendro Puspito, 1989 : 127)
Perubahan sosial yang diikuti dari penyebaran dan adobsi teknologi
menyebabkan terjadinya perubahan gaya hidup yang membawa pengaruh pada
persepsi, sikap dan perilaku manusia. Teknologi dalam hal ini merupakan suatu
yang dianggap baru oleh masyarakat. Tujuannya dengan penemuan teknologi baru
dapat menghasilkan suatu produk dengan tenaga, biaya, dan waktu yang hemat,

22

efektif dan efisien. Sehingga dapat memudahkan kehidupan masyarakat ke arah


kemajuan.
Perubahan sosial membutuhkan saluran perubahan yang ada dalam
masyarakat dan berfungsi untuk mengatur jalannya kehidupan masyarakat.
Saluran-saluran perubahan sosial yang ada adalah lembaga kemasyarakatan dalam
bidang pemerintahan , ekonomi, agama, pendidikan, politik, dan hukum. Lembaga
kemasyarakatan pada waktu tertentu akan mendapat penilaian tertinggi dari
masyarakat, akan menjadi saluran utama perubahan sosial. Perubahan suatu
lembaga kemasyarakatan akan berpengaruh pada lembaga kemasyarakatan
lainnya. Suatu perubahan sosial masyarakat ke arah positif merupakan perubahan
yang dikehendaki dan direncanakan, tetapi perubahan sosial masyarakat yang
negatif tidak dapat dihindari dampaknya.
Terjadinya suatu proses perubahan sosial dalam masyarakat akan dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain :
a. Kontak dengan kebudayaan lain
b. Sistem pendidikan formal yang maju
c. Sikap menghargai hasil karya seseorang
d. Adanya keinginan untuk maju
e. Toleransi
f. Sistem terbuka lapisan masyarakat
g. Penduduk yang heterogen
h. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang kehidupan tertentu
i. Orientasi masa depan (Soerjono Soekanto, 2006 : 326)
Perkembangan yang dialami oleh masyarakat akibat adanya faktor-faktor
tersebut, mendorong terjadi perubahan dalam kehidupan masyarakat. Sistem
pertanian yang semula mengandalkan sistem kekerabatan dalam pembagian
kerjanya, melaksanakan proses produksi secara bersama dalam suatu tempat yang
sama pula dirasa sangat sulit untuk menerima suatu perubahan. Perkembangan
industri mulai dari industri tradisional yang menerapkan sistem produksi dalam
unit rumah tangga, sehingga mengakibatkan differensiasi dan spesifikasi
masyarakat. Seiring dengan pesatnya perkembangan industri, sistem produksi

23

dalam satu tempat atau dalam suatu pabrik dirasa lebih ekonomis, efektif dan
efisien, serta mempermudah pengontrolan aktivitas produksi dan karyawan.
Perubahan masyarakat dari tradisional petani ke masyarakat industri tradisional,
hingga akhirnya menuju masyarakat industri modern dengan penerapan teknologi
yang mulai dikuasai mengakibatkan perubahan sosial masyarakat ke arah
peningkatan adaptivitas kehidupan ke sistem yang lebih maju dan modern sesuai
dengan perubahan jaman.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perubahan sosial merupakan
perubahan yang terjadi dalam pola kehidupan manusia yang berkaitan dengan
nilai, norma, pola tingkah laku, dan lapisan sosial dalam masyarakat. Perubahan
yang terjadi dalam masyarakat diharapkan mampu membawa kemajuan dan
kesejahteraan terhadap masyarakat. Dalam perkembangan industri rokok kretek
Kudus, membawa perubahan sosial terhadap pengusaha, pekerja, masyarakat dan
pemerintah menuju masyarakat yang berusaha memperlajari penerapan teknologi,
perbaikan kehidupan sosial ekonomi, serta menuju masyarakat yang modern.
B. Kerangka Berpikir

Kondisi Sosial

Pengusaha Rokok Kretek

Ekonomi Masyarakat

Pribumi Kudus
Industri Rokok Kretek Kudus

Perkembangan Industri

Manajemen

Rokok Kretek Kudus

Industri

Pengusaha Tionghoa

Kemajuan Industri Rokok


Kretek Kudus

Perubahan Sosial
Masyarakat Kudus

24

Keterangan :
Pergeseran dalam suatu masyarakat, secara langsung maupun tidak langsung
akan diikuti oleh berbagai permasalahan sosial. Desa sebagai wilayah yang
seharusnya kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia, tetapi
kompetensi yang dimiliki tersebut kurang dimanfaatkan secara optimal. Berbagai
keterbatasan

yang

dimiliki

desa,

mengakibatkan

desa

mengalami

ketidakberdayaan sebagai masyarakat yang mengandalkan sektor agraris yang


terdesak oleh kemajuan jaman. Masyarakat agraris yang sebagian besar
menggantungkan kehidupannya pada alam dan mengandalkan tenaga manusia,
sukar untuk menerima perubahan dari luar komunitasnya. Kehidupan masyarakat
yang

sedemikian,

dirasakan

kurang

mendukung

usaha

perkembangan

perekonomian ke arah yang lebih maju.


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kedudukan desa
dan masyarakat agraris terdesak. Permasalahan dalam masyarakat agraris, seperti :
semakin pesatnya pertumbuhan penduduk mengakibatkan surplus tenaga kerja,
sedangkan lahan pertanian yang digarap semakin sempit. Pengangguran
meningkat di wilayah pedesaan. Kebutuhan sehari-hari sulit dipenuhi karena
pendapatan yang diperoleh dari hasil pertanian tidak menentu. Kondisi ini
memaksa petani mencari sumber pendapatan lain di samping sumber hasil
pertanian.
Sistem perdagangan yang dikuasai oleh pedagang juga masih belum dapat
memperbaiki kondisi perekonomian rakyat. Perdagangan yang berkembang masih
dikuasai oleh golongan bermodal besar, terutama pihak swasta dan asing.
Pedagang-pedagang pribumi cenderung lemah, dengan penguasaan sistem kelola
dagang yang kurang matang. Asal barang yang mereka perdagangkan laku di
pasaran, mendapatkan banyak keuntungan, dan dapat memenuhi kebutuhan
kemewahan mereka dirasa sudah cukup tanpa memandang ke depan akan
kelangsungan usahanya.
Permasalahan tersebut dapat teratasi jika ada upaya dari masyarakat untuk
mencari sumber penghasilan yang mampu menjamin tercukupinya kebutuhan
sehari-hari masyarakat. Salah satu ide pembaharuan adalah dengan adanya proses

25

industrialisasi. Sektor industri dengan keunggulannya menjadi obat yang


diharapkan dapat memperbaiki perekonomian. Sektor industri dapat : (a)
menyerap banyak tenaga kerja, (b) tingkat pendapatan sebagai buruh relatif
terjamin, konstan serta dapat diandalkan, (c) pemanfaatan teknologi mulai
diperkenalkan dan diterapkan dalam proses produksi, (d) mengajarkan masyarakat
lebih berpikir maju dengan menghasilkan barang yang mempunyai nilai guna
lebih tinggi bagi masyarakat, dan sebagainya. Sektor industri mendorong
perkembangan ke arah masyarakat yang modern.
Proses industrialisasi membawa dampak positif bagi masyarakat dan
perekonomian negara, apabila tetap memperhatikan kelancaran jalannya sektorsektor di luar sektor industri. Kemajuan yang menjadi salah satu dampak
pengiring industrialisasi, menandakan munculnya ciri modernisasi ekonomi.
Modernisasi yang terjadi nampak pada : pembangunan kawasan industri,
penggunaan teknologi, peningkatan pendapatan yang berarti kesejahteraan
penduduk, serta pemikiran masyarakat mulai jauh ke depan dengan mampu
menghasilkan produk yang mempunyai nilai guna tinggi. Meskipun ciri
kehidupan masyarakat modern yang sesungguhnya belum tercermin dalam
kehidupan masyarakat Indonesia secara menyeluruh.
Merintis dan mngembangkan suatu usaha memerlukan pengaturan yang
matang. Perkembangan suatu industri ke arah kemajuan tidak luput dari
keberhasilan sistem manajemen yang diterapkan. Tanggung jawab sistem
manajemen yaitu dengan kekuatannya menentukan berhasil atau tidaknya suatu
industri dan menjamin eksistensi suatu industri. Untuk mencapai sasaran yang
diinginkan dalam suatu usaha, maka diperlukan manajemen yang mampu
mengarahkan semua sumber daya yang ada sesuai dengan fungsi dan kompetensi
masing-masing. Langkah-langkah manajemen yang tepat (planning, organizing,
actuating, controlling) mampu mengarahkan pada keberhasilan industri dan
eksistensi industri. Manajemen yang mantap merupakan tameng sekaligus senjata
ampuh untuk menghadapi pasang surut dunia industri.
Adanya industrialisasi yang didukung sistem manajemen yang baik akan
menghantarkan proses industrialisasi yang lancar dan didukung oleh masyarakat.

26

Keunggulan industrialisasi mendorong munculnya kelas-kelas pengusaha. Dalam


penelitian ini, pengusaha pribumi rokok kretek Kudus berusaha muncul dengan
kekuatan sendiri di tengah kondisi penjajahan yang membelenggu Indonesia.
Pengusaha pribumi dengan segala keterbatasannya, mencoba mandiri dan
memberanikan diri mengelola industri dengan modal tekat, kerja keras, keuletan,
dan kejujuran. Dengan modal seadanya didukung permintaan masyarakat yang
meningkat, menghantarkan pengusaha pribumi industri rokok kretek Kudus ke
puncak raja-raja rokok kretek terkemuka. Perkembangan industri rokok kretek
Kudus, bagaikan angin segar untuk mendobrak perekonomian negara yang lemah
oleh penjajahan dan keadaan.
Keberhasilan pengusaha rokok kretek pribumi membawa perubahan bagi
sebagian besar masyarakat di sekitar wilayah Kudus. Para wanita yang tadinya
bertani menjadi buruh pabrik rokok, sehingga membawa perubahan bagi
pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Setelah keberhasilan pengusaha pribumi,
muncul pengusaha Tionghoa yang berusaha mengadu nasib dalam industri rokok
kretek Kudus. Pengusaha Tionghoa rokok kretek Kudus mulai merambah industri
rokok kretek dengan modal yang lebih besar serta sistem manajemen perusahaan
yang lebih matang. Orang Cina yang terkenal ahli mengelola ekonomi dengan
keuletan, kerja keras, dan sistem kekerabatan dalam kelompoknya menjadikan
usaha industri rokok kretek yang dirintis berkembang pesat. Industri rokok kretek
milik Tionghoa bersaing dengan pengusaha pribumi menciptakan produksi rokok
yang terbaik bagi masing-masing konsumennya.
Kemajuan industri rokok kretek Kudus yang dicapai membawa suatu
perubahan sosial bagi pengusaha, pekerja, masyarakat dan negara. Pengusaha
dengan menanamkan sistem perpabrikan yang mapan telah berhasil memperoleh
banyak keuntungan dengan hasil kekayaan pribadi tertinggi seperti : kepemilikan
rumah-rumah mewah, banyaknya gudang usaha yang dibangun disertai
banyaknya mempekerjakan tenaga kerja, dan sebagainya. Pekerja yang sebagian
besar merupakan rakyat pribumi pendukung industri rokok kretek Kudus, telah
berhasil mengubah nasibnya dari seorang petani menjadi seorang buruh yang
notabennya buruh akan memperoleh gaji tetap setiap bulannya. Dengan tingkat

27

penghasilan yang menentu mampu meningkatkan kondisi sosial ekonomi. Pekerja


mampu mencukupi kebutuhan sehari-harinya, membangun rumah sederhana, dan
menyekolahkan anak mereka sampai jenjang yang tinggi. Masyarakat dan
pemerintah daerah Kudus sendiri juga dapat ikut merasakan kemajuan kota dan
pemenuhan sarana-prasarana kota yang ikut disokong oleh industri rokok kretek
Kudus. Negara juga tidak kalah merasakan keuntungan dari hasil industri rokok
kretek ini, karena cukai rokok merupakan salah satu income terbesar negara untuk
berbagai kemanfaatan rakyat. Tercapainya masyarakat yang modern, sejahtera,
makmur, mampu memanfaatkan teknologi, berorientasi ke depan yang tercermin
dalam kehidupan masyarakat merupakan akibat adanya industri rokok kretek di
wilayah Kudus. Dengan suatu konsekuensi bahwa akibat dari konsumsi rokok
sendiri akan merugikan individu yang menghisap rokok dan orang-orang yang ada
disekitarnya.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam rangka penyusunan skripsi yang berjudul
Perkembangan Industri Rokok Kretek Kudus 1908-1964 yang dilakukan dengan
cara studi pustaka. Adapun perpustakaan yang digunakan sebagai tempat
memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian, antara lain perpustakaan :
a. Program Pendidikan Sejarah FKIP UNS
b. FKIP UNS
c. Pusat UNS
d. Kolese St. Ignasius Yogyakarta
e. Pusat UGM
f. Propinsi Jawa Tengah
g. Arsip dan Perpustakaan Jawa Tengah
h. Daerah Kabupaten Kudus
i. Nasional Jakarta
j. Persatuan Perusahaan Rokok Kudus

2. Waktu Penelitian
Rencana waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah sejak proposal
disetujui pembimbing yaitu bulan April 2009 sampai dengan Januari 2010
(sepuluh bulan). Adapun kegiatan yang dilakukan dalam jangka waktu tersebut
diantaranya adalah mengumpulkan sumber, melakukan kritik untuk menyelidiki
keabsahan sumber, menetapkan makna yang saling berhubungan dari fakta-fakta
yang diperoleh dan terakhir menyusun laporan hasil penelitian.

28

29

Dengan jadwal penelitian, sebagai berikut :


Jadwal Kegiatan Penelitian
Tahun 2009
No

1.
2.

3.

Jenis Kegiatan

April

Mei Juni

Juli-

September- Januari

Agustus

Desember

2010

Pengajuan Judul
Penyusunan
Proposal
Pengajuan Surat
Ijin

4.

Pengumpulan Data

5.

Analisis Data

6.

Laporan Penelitian

B. Metode Penelitian
Menurut kamus Websters, Third New International Dictionary of the
English Language, yang dimaksud dengan metode adalah :
1. Suatu prosedur atau proses untuk mendapatkan suatu obyek.
2. Suatu disiplin atau sistem yang acapkali dianggap sebagai cabang
logika yang berhubungan dengan prinsip-prinsip yang dapat diterapkan
untuk penyidikan ke dalam atau eksposisi dari beberapa subyek.
3. suatu prosedur, teknik, dan cara melakukan penyelidikan sistematis.
(Helius Sjamsuddin, 2007 : 12)
Metode berasal dari bahasa Yunani yaitu Methodos yang artinya cara
atau jalan. Karena berhubungan dengan cara ilmiah, maka yang dimaksud dengan
metode adalah cara kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran
ilmu penelitian yang sistematis mengacu pada aturan baku yang sesuai dengan
permasalahan

ilmiah

yang

bersangkutan

dan

hasilnya

dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah (Koentjaraningrat, 1983 : 72). Menurut


kamus The New Lexicon, metode adalah suatu cara untuk membuat sesuatu, suatu

30

prosedur untuk mengerjakan sesuatu, keteraturan dalam berbuat, berencana, dan


suatu susunan atau sistem yang teratur (Helius Sjamsuddin, 2007 : 13).
Menurut Mardalis (2002 : 24), metode diartikan sebagai suatu cara atau
teknis yang dilakukan dalam proses penelitian. Metode dapat diartikan jalan, cara,
atau

petunjuk

pelaksanaan

atau

merupakan

petunjuk

teknis

(Dudung

Abdurrahman, 1999 : 43). Metode dapat diartikan tata cara bagaimana suatu
penelitian dilaksanakan, yang melingkupi prosedur penelitian dan teknik
penelitian (Iqbal Hasan, 2002 : 21).
Dari beberapa pengertian di atas, maka metode dapat didefinisikan sebagai
cara, jalan, dan teknik yang ditempuh sehubungan dengan penelitian yang
dilakukan, yang memiliki langkah-langkah yang sistematis. Berdasarkan
permasalahan yang hendak dikaji serta tujuan yang akan dicapai, maka metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis. Pemilihan metode
historis didasarkan pada pokok permasalahan yang dikaji yaitu peristiwa masa
lampau, untuk direkonstruksikan menjadi cerita sejarah melalui langkah atau
metode historis.
Menurut Kuntowijoyo (1994 : 24), metode sejarah didefinisikan sebagai
petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis tentang bahan, kritik, interpretasi dan
penyajian sejarah. Menurut Gilbert J. Garraghan dalam Dudung Abdurrahman
(1999 : 43), metode sejarah adalah seperangkat aturan dan prinsip yang sistematis
yang digunakan secara efektif untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah,
menilainya secara kritis, dan mengajukan sintesis dari hasil-hasil yang dicapai
dalam bentuk tertulis. Menurut Sartono Kartodirdjo (1992 : 4), metode sejarah
adalah bagaimana memperoleh pengetahuan sejarah atau bagaimana mengetahui
sejarah.
Metode penelitian historis menurut Louis Gottschalk dalam Dudung
Abdurrahman (1999 : 44) adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis
rekaman dan penilaian masa lampau. Rekonstruksi yang imajinatif daripada masa
lampau berdasarkan data yang diperoleh dengan menempuh proses yang disebut
dengan historiografi. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisis
secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau (Helius Sjamsuddin, 1996 :

31

17). Metode sejarah bertujuan untuk memastikan dan menyatakan kembali faktafakta masa lampau, dan penulisan sejarah merupakan cara untuk merekonstruksi
gambaran masa lampau berdasarkan bukti-bukti dan data yang diperoleh dari
peninggalan masa lampau.
Metode historis bertujuan merekonstruksi masa lalu secara sistematis dan
obyektif dengan mengumpulkan, menilai, memverifikasi dan mensintesiskan
bukti untuk menempatkan fakta sejarah dan mencapai konklusi yang dapat
dipertahankan. Penelitian dengan metode historis merupakan metode kritis
terhadap keadaaan-keadaan dan perkembangan, serta pengalaman masa lampau
dan menimbang secara teliti hati-hati terhadap validitas sumber-sumber sejarah
agar fakta yang diperoleh bersifat obyektif.
Berdasarkan penjelasan tentang metode historis di atas, maka metode
historis dipergunakan dengan alasan penelitian ini bertujuan untuk merekonstruksi
peristiwa yang terjadi di Kudus, yaitu : Perkembangan Industri Rokok Kretek
Kudus 1908-1964. Sedangkan obyek penelitian dan waktu terjadinya peristiwa
yang diteliti adalah awal mula pendirian industri rokok kretek Kudus,
perkembangan industri rokok kretek Kudus awal dekade 1900an, dan sistem
pemasaran, serta perubahan manajemen industri rokok kretek Kudus dekade
1900-an. Di tengah kesulitan pra-kemerdekaan, pengusaha rokok kretek pribumi
berusaha muncul dengan kekuatan sendiri hingga akhirnya mendulang
keberhasilan dalam industri rokok kretek. Perkembangan industri rokok kretek
Kudus oleh pengusaha pribumi telah menarik perhatian pengusaha Tionghoa
untuk ikut serta dalam pengembangan usaha industri rokok kretek Kudus. Terjadi
persaingan yang cukup hebat antara pengusaha pribumi dan pengusaha Tionghoa,
hingga mencapai suatu titik perusuhan di Kudus. Persaingan usaha dan
kesalahpahaman kepentingan etnis menjadi pemicu terjadinya perubahan
kekuatan usaha industri rokok kretek di Kudus. Keadaan tersebut membawa
dampak menguatnya pengusaha Tionghoa dalam industri rokok kretek Kudus, dan
sebaliknya semakin melemahnya pengusaha pribumi. Kondisi tersebut berlanjut
dengan kepemilikan perusahaan rokok kretek besar milik Tionghoa, diikuti
dengan meningkatkan kesejahteraan rakyat pribumi masyarakat Kudus sebagai

32

komponen pekerja pabrik rokok kretek Kudus. Dalam perkembangannya industri


rokok kretek Kudus membawa kemajuan pada pengusaha, pekerja, masyarakat
Kudus, Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus, serta keberhasilan pembangunan
negara.

C. Sumber Data
Sumber data yang merupakan sumber sejarah adalah segala sesuatu yang
dapat digunakan sebagai penulisan peristiwa sejarah, merupakan suatu hasil
penyelidikan untuk mendapatkan data apa saja yang ditinggalkan manusia pada
masa lampau. Menurut Sidi Gazalba (1981 : 105) sumber sejarah dapat
diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu : (1) sumber tertulis yang mempunyai
fungsi mutlak dalam sejarah, (2) sumber lisan, yaitu sumber tradisional dalam
pengertian luas, (3) sumber visual atau benda, yaitu semua warisan masa lalu yang
berbentuk dan berupa seperti candi dan prasasti. Sumber sejarah merupakan bahan
mentah yang mencakup segala macam bukti yang ditinggalkan manusia yang
menunjukkan segala aktivitas manusia masa lalu baik tertulis, lisan maupun
benda. Sumber sejarah sebagai produk dari kegiatan manusia baik sengaja
maupun tidak yang mampu memberikan informasi pada generasi berikutnya.
Menurut Helius Sjamsuddin (1996 : 62), sumber sejarah dapat diklasifikasikan
menjadi : (1) sumber dokumenter, berupa bahan sejarah dalam bentuk tulisan; (2)
sumber korporal, berwujud benda; dan (3) sumber lisan, berupa cerita sejarah
lisan oleh subyek sejarah baik yang mengalaminya langsung maupun saksi mata.
Sumber sejarah merupakan bahan yang dapat digunakan untuk mengumpulkan
informasi sebenar-benarnya tentang peristiwa yang terjadi pada masa lampau.
Jadi, sumber sejarah merupakan sesuatu yang dapat menceritakan tentang
kenyataan pada masa lalu yang diperoleh dari peninggalan dan data pada masa
lalu.
Sumber sejarah merupakan peninggalan masa lampau yang kejadiannya
telah terjadi, maka terdapat keterbatasan dalam pengungkapan peristiwa karena
tidak semua peristiwa mendapat perhatian secara menyeluruh. Hanya sebagian
peristiwa sejarah yang mampu direkam dalam ingatan manusia, maka informasi

33

yang diperoleh dari sumber sejarah serba kurang lengkap sehingga sumber sejarah
perlu dihimpun untuk mendapatkan kebenaran informasi sejarah. Sumber sejarah
yang asli atau sumber saksi mata disebut sumber primer. Sumber berupa
pencitraan atau garapan terhadap sumber asli dinamakan sumber sekunder.(Helius
Sjamsuddin, 1996 : 65)
Menurut Louis Gottschalk (1975 : 35), sumber primer adalah kesaksian
dari seorang saksi mata dengan mata kepala sendiri atau saksi dari panca indera
yang lain, yakni orang atau alat yang hadir pada peristiwa yang diceritakannya.
Sedangkan sumber sekunder merupakan kesaksian dari siapapun yang bukan
merupakan saksi mata yakni dari seseorang yang tidak hadir pada peristiwa yang
dikisahkan.
Sumber sejarah dapat diklasifikasikan menjadi beberapa cara yaitu : (1)
kontemporer (contemporary) dan lama (remote), (2) formal (resmi) dan informal
(tidak resmi), (3) pembagian menurut asalnya (dari mana asalnya), (4) isi
(mengenai apa), (5) tujuan (untuk apa) yang masing-masing dibagi lagi lebih
lanjut menurut waktu, tempat dan cara atau produknya. Sumber sejarah secara
garis besar dibedakan menjadi peninggalan-peninggalan (relics atau remains) dan
catatan-catatan. (Helius Sjamsudin, 2007 : 96).
Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber tertulis primer maupun
sekunder. Sumber primer dalam penelitian ini adalah beberapa arsip perusahaan
rokok kretek Kudus milik Nitisemito yang dibuat saat perusahaan tersebut masih
beroperasi, arsip pemerintahan Jepang dan Belanda mengenai kebijakan terhadap
industri rokok kretek Kudus, dan wawancara, misalnya : (1) Sumber subyek
wawancara : (a) Bp. Masturi penjaga makam Sunan Kedu yang mengetahui
proses dan peranan Sunan Kedu dalam memperkenalkan tembakau sebagai bahan
baku rokok kretek Kudus, (b) Bp. Afif Masluri, sejarawan industri rokok kretek
Kudus yang banyak mengetahui sejarah dan perkembangan industri rokok kretek
Kudus baik oleh pengusaha pribumi maupun pengusaha Tionghoa, (2) Arsip
Belanda Betreffende Eene Behouden Enquete naar de Arbeids Toestanden in de
Industrie van Strootjes en inheemsche Sigaretten op Java, (3) Arsip Propinsi Jawa
Tengah tentang surat ijin berusaha dari pemerintah Jepang, Gunseikan Zamubutyo

34

No. 10421/F di Jakarta 19 Oktober 2603, (4) Arsip Propinsi Jawa Tengah tentang
surat balasan keputusan Gunseikan Zamubutyo No. TAI/16/19 di Jakarta 19
Oktober 2603, (5) Arsip Propinsi Jawa Tengah tentang surat ijin berusaha dari
pemerintah Belanda. No. 619/TA di Jakrta 13 Mei 2603, (6) Arsip Propinsi Jawa
Tengah tentang Surat Pemberitahuan tentang tjap dan boengkoes etjeran rokok
kretek No 3/drie/26/149 di Kudus 1949, (7) Arsip Propinsi Jawa Tengah tentang
surat laporan adanya pendapatan uang rokok Bulan Oktober 1934 di Kudus oleh
M. Karmaen, (8) Arsip Propinsi Jawa Tengah tentang M. Nitisemito yang
disarikan dari buku Der Kretek Koening, (9) Arsip Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia tentang Peroesahaan Rokok Kretek di Koedoes , (10) Arsip
PPRK yatiu artikel Asal-Usul Tembakau, artikel Almarhum Nitisemito, artikel
tentang Asal Mula Rokok.
Sumber sekunder yang digunakan adalah buku-buku literatur yang relevan
dengan penelitian ini. Adapun buku-buku literatur yang relevan, antara lain : (1)
Buku karangan Lance Castle yang berjudul Tingkah Laku Agama, Politik dan
Ekonomi di Jawa : Industri Rokok Kudus yang menguraikan tentang sejarah dan
persoalan-persoalan industri kretek Kudus serta fakta lingkungan Kudus dalam
persoalan pembangunan di Indonesia, (2) Buku Rokok Kretek Lintasan Sejarah
dan Artinya Bagi Pembangunan Bangsa dan Negara karangan Amen Budiman dan
Onghokham menguraikan tentang penemuan rokok kretek di Kudus, lahirnya
industri rokok kretek di Kudus, perkembangan industri rokok kretek di Kudus dari
tahun ke tahun dilihat dari sisi : pengusaha, buruh, inovasi produksi dari rokok
kretek, (3) Sumber subyek wawancara : pihak PPRK (Persatuan Perusahaan
Rokok Kudus) Bapak Dhani yang mengetahui sejarah dan perkembangan industri
rokok kretek Kudus (4) Indonesia Sekarang karangan Parada Harahap, (5)
Kudus dan Kekunoan Islam karangan Solichin Salam, (6) John Multiplysite (13
Maret 2008), (7) Museum Kretek Ing Kudus karangan Suharyanto BP 1991
dalam Djoko Lodang 1009, (8) Kudus dan Sejarah Rokok Kretek karangan
Solichin Salam, (9) Islam di Jawa Dilihat dari Kudus karangan Marcel Bonneff,
(10) Kretek The Culture and Heritage of Indonesia Clove Cigarretes karangan
Mark Hanuzs, serta buku-buku lain yang relevan terhadap penelitian ini.

35

Pengumpulan data berdasarkan sumber data yang ditetapkan yaitu teknik


studi pustaka, yaitu melakukan pengumpulan data tertulis menggali data dari
buku-buku dan bentuk pustaka lainnya. Sumber-sumber ini diperoleh melalui
kunjungan pustaka, analisis dan lain-lain.

D. Teknik Pegumpulan Data


Dalam penelitian historis, pengumpulan data dinamakan heruistik. Teknik
pengumpulan data adalah ketrampilan mencari, menemukan, mengumpulkan,
menganalisa dan mengklarifikasikan data. Dalam penelitian ini digunakan teknik
kepustakaan atau studi pustaka. Menurut Koentjaraningrat (1986 : 36),
keuntungan dari studi pustaka ini ada empat hal, yaitu : (1) memperdalam
kerangka teoritis yang digunakan sebagai landasan pemikiran, (2) memperdalam
pengetahuan akan masalah yang diteliti, (3) mempertajam konsep yang digunakan
sehingga

mempermudah

dalam

perumusan,

(4)

menghindari

terjadinya

pengulangan suatu penelitian. Pengumpulan data atau heruistik dapat dilakukan


dengan membaca bibliografi mengenai topik penelitian. Melalui bacaan tersebut
dapat dikumpulkan sebagian data, dapat membaca sumber-sumber terkait yang
dipergunakan dalam karya-karya terdahulu, dan dapat menjaring sebanyak
mungkin jejak atau data sejarah yang sesuai dengan obyek kajian. Dalam
pengumpulan data harus mencari sumber primer maupun sumber sekunder yang
berguna untuk mengungkapkan fakta sejarah.
Menurut Dudung Abdurrahman (1999 : 56) mengutip pendapat Florence
M.A. Hillbish, mengemukakan bahwa catatan-catatan dalam pengumpulan data
ada tiga bentuk, yaitu : (1) quation (kutipan langsung), (2) citation atau indirect
quation (kutipan tidak langsung), (3) summary (ringkasan) dan comment
(komentar).
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data melalui studi pustaka
dilakukan terhadap buku dan subyek yang berkaitan dengan obyek penelitian,
juga terhadap buku-buku literatur yang berkaitan dengan obyek penelitian.
Berkaitan dengan buku primer yang digunakan, pengumpulan sumber dilakukan
di Kolese St. Igansius Yogyakarta, Badan Arsip dan Perpusatakaan Jawa Tengah,

36

Persatuan Perusahaan Rokok Kudus, Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah,


Perpustakaan Daerah Kabupaten Kudus, Perpustakaan Pusat UNS. Untuk
mencarinya, peneliti terlebih dahulu membaca katalog, mencatat nomor kode
buku maupun arsip dan menyerahkan pada petugas, yang kemudian akan
membantu mengambilkan data yang dibutuhkan oleh peneliti. Dengan
membandingkan sumber yang satu dengan sumber yang lain peneliti berusaha
untuk memahami isi dan peristiwa sebenarnya yang terjadi di dalam obyek
penelitian. Peneliti membaca, mencatat atau membuat catatan ringkas, meminjam,
dan memfoto copi bagian buku-buku literatur yang dianggap penting dan sesuai
dengan tema penelitian yang tersimpan di perpustakaan-perpustakaan yang ada di
Surakarta, Kudus, Semarang, Yogyakarta.
E. Teknik Analisis Data
Sumber data baik sumber primer maupun sumber sekunder yang telah
terkumpul, kemudian dianalisis. Analisis dalam proses penelitian sangat penting
karena dengan analisis data akan nampak manfaatnya baik dalam pemecahan
masalah penelitian dan pencapaian tujuan akhir penelitian. Proses analisis data
dilakukan setelah melalui proses klasifikasi data yang telah diperoleh.
Di dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah teknik
analisis historis yang mengutamakan ketajaman dalam menginterpretasi data
sejarah. Interpretasi diperlukan mengingat fakta sejarah tidak mungkin berbicara
sendiri. Kategori fakta-fakta sejarah mempunyai sifat yang sangat kompleks,
sehingga suatu fakta tidak dapat dimengerti atau dilukiskan oleh fakta itu sendiri.
Fakta merupakan bahan utama yang dijadikan para sejarawan sebagai bahan
menyusun cerita sejarah. Fakta sejarah merupakan suatu unsur yang dijabarkan
secara langsung atau tidak langsung dari dokumen sejarah dan dianggap kredibel
setelah pengujian yang saksama sesuai dengan hukum metode sejarah (Louis
Gottschalk, 1975 : 96). Pengkajian fakta sejarah tidak dapat dilepaskan dari unsur
subyektivitas sejarawan, sehingga tidak diperlukan konsep-konsep dan teori
sebagai kriteria penyeleksi dan pengklasifikasian fakta sejarah (Sartono
Kartodirdjo, 1992 : 85).

37

Penulisan sejarah yang dapat dipercaya memerlukan analisis data sejarah


yang obyektif, sehingga unsur-unsur subyektivitas dalam menganalisis data
sejarah dapat diminimalisir. Dalam proses analisis data harus diperhatikan unsurunsur yang sesuai dengan sumber data sejarah dan kredibilitas unsur tersebut.
Unsur yang kredibel, maksudnya apabila unsur tersebut paling dekat dengan
peristiwa-peristiwa yang sebenarnya terjadi. Unsur tersebut dapat diketahui
kredibelnya berdasarkan penyelidikan kritis terhadap sumber data sejarah yang
ada (Louis Gottschalk, 1975 : 95).
Analisa data dapat dilakukan dengan aturan-aturan : fakta sejarah harus
diseleksi, disusun, diberi atau dikurangi tekanannya (tempat atau bahasanya) dan
ditempatkan dalam urutan kausal. Dari keempat aturan menyusun fakta tersebut,
seleksi merupakan masalah penting sehingga peneliti harus mampu memilih dan
memilah fakta mana yang lebih relevan dari sejumlah data (Dudung Abdurahman,
1999 : 25).
Interpretasi dilakukan karena fakta sejarah merupakan bukti-bukti sejarah
yang masih berdiri sendiri-sendiri sehingga perlu dirangkaikan menjadi fakta yang
terkait sebelum ditulis dalam rangkaian hasil penelitian. Berdasarkan sintesa fakta
muncullah interpretasi yang tidak dapat terlepas dari unsur subyektivitas, sehingga
dalam melakukan interpretasi diperlukan pengetahuan konsep teori dan
metodologi yang tepat guna memfokuskan pada posisi tertentu yang menjadi
obyek penelitian serta meningkatkan unsur obyektivitas dalam historiografi
sejarah.
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengklasifikasikan
sumber data yang telah terkumpul yaitu sumber primer dan sumber sekunder.
Langkah selanjutnya adalah kritik sumber, baik kritik intern maupun kritik
ekstern. Sumber data tersebut kemudian dibandingkan dengan sumber data yang
lain guna memperoleh kredibilitas sumber data.
Dalam penelitian ini analisa dilakukan setelah kegiatan pengumpulan dan
pengklasifikasian data. Analisa dimulai dengan menyeleksi dan membandingkan
data kemudian diinterpretasikan untuk mendapatkan berbagai keterangan lengkap
mengenai data yang dijadikan fakta sejarah. Mengacu pada kajian teori, fakta

38

diberi keterangan baik yang mendukung atau menolak sampai tersusun fakta yang
saling menunjukkan hubungan yang relevan diinterpretasikan guna mendapatkan
hasil penelitian yang utuh untuk sebuah karya ilmiah.

F. Prosedur Penelitian
Sebelum melakukan penelitian perlu dibuat suatu prosedur penelitian
karena dapat mempermudah cara kerja dan memperlancar jalannya penelitian.
Menentukan tema yang akan diteliti merupakan langkah awal sebelum membuat
suatu rencana kerja dari persiapan membuat proposal sampai dengan penulisan
hasil penelitian. Untuk mempermudah penelitian langkah yang perlu dijalankan
guna mendapatkan hasil penelitian yang optimal diperlukan adanya prosedur yang
digambarkan dalam bagan persiapan. Bagan persiapan tersebut berisi langkah
sistematis yang menggambarkan kegiatan dari awal perncanaan sampai dengan
pembuatan laporan hasil penelitian. Karena penelitian ini merupakan penelitian
historis maka skema dalam metode historis digambarkan sebagai berikut :

Heuristik

Kritik

Interpretasi

Historiografi

Fakta Sejarah

Keterangan :
1. Heruistik
Heruistik adalah kegiatan menghimpun jejak-jejak masa lampau dengan
cara mengumpulkan bahan-bahan tertulis, tercetak atau sumber lain yang relevan
dengan penelitian ini. Menurut G.J. Reiner dalam Dudung Abdurrahman (1999 :
55), heruistik adalah suatu teknik, suatu seni, dan bukan suatu ilmu. Menurut Sidi
Gazalba (1981 : 15) heruistik adalah kegiatan mencari bahan atau menyelidiki
sumber sejarah untuk mendapatkan bahan penelitian. Menurut Ernest Berschen
dalam Helius Sjamsuddin (2007 : 19), heruistik adalah proses mencari,
menemukan, dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah.

39

Pada tahap ini peneliti berusaha mencari dan menemukan sumber-sumber


tertulis berupa buku-buku serta bentuk kepustakaan lain yang relevan dengan
tema penelitian. Sumber berupa buku-buku literatur diperoleh dari beberapa
perpustakaan diantaranya Perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah
Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas
Maret Surakarta, Perpustakaan Daerah Kabupaten Kudus, Perpustakaan Propinsi
Jawa Tengah, Badan Arsip dan Perpustakaan Jawa Tengah, Perpustakaan Kolese
St Ignasius Yogyakarta, Persatuan Perusahaan Rokok Kudus, dan lain-lain.
2. Kritik
Kritik merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menyelidiki jejak-jejak
sejarah yang telah dikumpulkan, yaitu yang menyangkut apakah jejak-jejak
sejarah itu dapat dipercaya atau tidak, kegiatan menganalisis secara kritis sumber
sejarah yang telah terkumpul. Kritik terbagi menjadi dua macam yaitu kritik
intern dan kritik ekstern. Kritik intern berhubungan dengan kredibilitas dan
reabilitas isi dari suatu sumber sejarah. Kritik intern merupakan suatu analisis atas
isi dokumen dan suatu pengujian positif maupun negatif mengenai apa yang
ditulis penulis. Kritik ini bertujuan untuk menguji apakah isi, fakta dan cerita dari
suatu sumber sejarah dapat dipercaya dan dapat memberikan informasi yang
diperlukan. Kritik ekstern yaitu kritik terhadap keaslian sumber (otensitas) yang
berkenaan dengan keberadaan sumber apakah masih asli atau sudah turunan.
Kriritk ekstern berusaha untuk menegakkan kembali teks yang benar, menetapkan
di mana dan kapan, serta oleh siapa dokumen ditulis. Kritik ini dilakukan dengan
meneliti bahan yang dipakai, jenis tulisan, gaya bahasa, dan lain-lain. Hal tersebut
dapat diuji berdasarkan pertanyaan yaitu dimana sumber itu dibuat dan kapan
sumber itu dibuat.
Dalam penelitian ini, pada tahap kritik intern dilakukan dengan melihat
kredibilitas dan reliabilitas isi dari sumber sejarah yang terkumpul. Kritik intern
dilakukan dengan menganalisis isi sumber sejarah, antara lain : (1) Sumber
subyek wawancara :

(a) Bp. Masturi penjaga makam Sunan Kedu yang

mengetahui proses dan peranan Sunan Kedu dalam memperkenalkan tembakau


sebagai bahan baku rokok kretek Kudus, (b) Bp. Afif Masluri, sejarawan industri

40

rokok kretek Kudus yang banyak mengetahui sejarah dan perkembangan industri
rokok kretek Kudus baik oleh pengusaha pribumi maupun pengusaha Tionghoa,
(2) Arsip Belanda Betreffende Eene Behouden Enquete naar de Arbeids
Toestanden in de Industrie van Strootjes en inheemsche Sigaretten op Java, (3)
Arsip Propinsi Jawa Tengah tentang surat ijin berusaha dari pemerintah Jepang,
Gunseikan Zamubutyo No. 10421/F di Jakarta 19 Oktober 2603, (4) Arsip
Propinsi Jawa Tengah tentang surat balasan keputusan Gunseikan Zamubutyo No.
TAI/16/19 di Jakarta 19 Oktober 2603, (5) Arsip Propinsi Jawa Tengah tentang
surat ijin berusaha dari pemerintah Belanda. No. 619/TA di Jakrta 13 Mei 2603,
(6) Arsip Propinsi Jawa Tengah tentang Surat Pemberitahuan tentang tjap dan
boengkoes etjeran rokok kretek No 3/drie/26/149 di Kudus 1949, (7) Arsip
Propinsi Jawa Tengah tentang surat laporan adanya pendapatan uang rokok Bulan
Oktober 1934 di Kudus oleh M. Karmaen, (8) Arsip Propinsi Jawa Tengah
tentang M. Nitisemito yang disarikan dari buku Der Kretek Koening, (9) Arsip
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia tentang Peroesahaan Rokok Kretek di
Koedoes , (10) Arsip PPRK yatiu artikel Asal-Usul Tembakau, artikel Almarhum
Nitisemito, artikel tentang Asal Mula Rokok. Dengan kritik intern ini dapat
diketahui fakta sejarah yang terpercaya dan diperoleh informasi yang mendukung
dalam penelitian ini, yaitu mengenai : sejarah industri rokok kretek Kudus,
kondisi awal dan sistem pemasaran industri rokok kretek Kudus awal dekade
1900, serta perubahan manajemen industri rokok kretek Kudus sejak 1920-an.
Pada tahap kritik ekstern dilakukan dengan melihat penulis atau pengarang
tentang hasil karyanya sesuai dengan keahliannya atau tidak, sehingga diketahui
keasliannya dan sikap untuk menerima atau menolak sumber tersebut. Dalam
penelitian ini menggunakan sumber yang berasal dari karya : Lance Castle, Amen
Budiman, Ong Hok Ham, dan Solichin Salam yang sekiranya diketahui hasil
karyanya sesuai dengan keahliannya dan fakta yang diungkapkan dalam hasil
karyanya tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Pada langkah kritik ekstern yang
berkenaan dengan isi sumber dilakukan dengan melihat apakah keaslian sumber
tersebut dari pengarangnya asli atau turunan karya orang lain dari tahap ini akan
didapatkan validitas data. Beberapa arsip yang digunakan dalam penelitian ini

41

merupakan arsip perusahaan rokok kretek Kudus milik Nitisemito merupakan


sumber asli yang dibuat langsung oleh pelaku sejarah, arsip pemerintahan Jepang
dan Belanda mengenai kebijakan terhadap industri rokok kretek Kudus juga
merupakan sumber asli yang dikeluarkan oleh pemerintah Jepang dan Belanda.
Beberapa sumber buku lain yang digunakan sebagian merupakan turunan karya
maupun hasil penelitian penulis. Berkenaan dengan waktu dan tempat pembuatan
sumber sejarah dibuat, maka kritik ekstern dilakukan dengan melihat jenis tulisan
dan gaya bahasa yang dipakai oleh penulis sejarah seperti berberapa tulisan lepas
dan arsip perusahaan rokok kretek Kudus milik Nitisemito yang menggunakan
ejaan lama sesuai dengan tahun pembuatannya.
3. Interpretasi
Interpretasi atau penafsiran sejarah sering disebut dengan analisis sejarah.
Analisis sejarah bertujuan melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh
dari sumber-sumber sejarah dan bersama-sama dengan teori disusunlah fakta ke
dalam suatu interpretasi yang menyeluruh. Interpretasi dapat dilakukan dengan
membandingkan data guna mengungkapkan kronologi peristiwa sejarah. Dalam
penelitian ini peneliti berusaha untuk menafsirkan data yang diperoleh, kemudian
mencari kaitan antara data yang satu dengan data yang lainnya. Setelah itu data
yang saling berkaitan dihubungkan sehingga akan diperoleh gambaran yang jelas
dan menyeluruh.
4. Historiografi
Tahap historiografi merupakan langkah terakhir dalam prosedur penelitian
sejarah. Historiografi merupakan karya sejarah dari hasil penelitian, dipaparkan
dengan bahasa ilmiah dan seni yang khas untuk menjelaskan apa yang telah
ditemukan beserta argumentasi secara sistematis. Historiografi merupakan
langkah merangkai fakta sejarah menjadi cerita sejarah yang memberikan
gambaran sejarah yang terjadi pada masa lampau. Dalam

penelitian ini

historiografi diwujudkan dalam bentuk karya ilmiah berupa skripsi dengan judul
Perkembangan Industri Rokok Kretek Kudus 1908-1964.
Kegiatan historiografi dalam penelitian ini dilakukan dengan memaparkan
hasil interpretasi penulis terhadap sumber-sumber sejarah yang telah dikumpulkan

42

pada tahap heruistik dan telah diverifikasi pada tahap kritik. Dalam penulisan
penelitian ini penulis berusaha memaparkan hasil penelitian yang obyektif
berdasarkan data sumber-sumber sejarah yang telah melalui tahap heruistik, kritik,
interpretasi, sehingga apa yang dituliskan merupakan data yang dapat
dipertanggungjawabkan validitasnya sesuai dengan permasalahan yang dikaji.
Dalam penelitian ini tempo atau waktu masalah yang dikaji adalah masa lalu,
maka dalam kegiatan historiografinya penelitian ini lebih berdasarkan sumber
fakta sejarah masa lalu untuk kemudian diungkap dan dirangkaikan oleh penulis
menjadi gambaran atau cerita sejarah mengenai perkembangan industri rokok
kretek Kudus yang mengalami masa pasang surut dari tahun ke tahun hingga
berkembang menjadi suatu industri rokok kretek Kudus yang besar.

BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Wilayah Kota Kudus


1. Letak dan Keadaan Geografis

Kudus adalah sebuah kota kecil yang berstatus Daerah Tingkat


II/Kabupaten, dan terletak 51 Km sebelah Utara kota Semarang. Kudus terletak di
Pantai Utara Jawa Tengah, selama berada di bawah penguasaan kolonial Belanda
sampai tahun 1924, Kudus termasuk dalam Karesidenan Jepara-Rembang (Lance
Castle, 1982 : 139). Letak kota Kudus sangat strategis, karena berbatasan dengan
kota Jepara di sebelah Utara; kota Pati, Juwana, Rembang, Lasem, Blora dan
Cepu di sebelah Timur; Kota Grobogan di sebelah Selatan; serta kota Demak dan
Semarang di sebelah Barat. Luasnya 425,16 Km2 dan sampai tahun 1964
berpenduduk sekitar 395.202 jiwa (Solichin Salam, 1988 : 3).
Kota Kudus terletak di pantai Utara Jawa Tengah, dari Semarang berjarak
51 Km, dari Demak berjarak 25 Km, dari Jepara berjarak 38 Km, dan dari Pati
berjarak 24 Km (Solichin Salam, 1983 : 7). Kudus merupakan Kabupaten kecil di
Jawa Tengah yang terbagi dalam 9 Kecamatan yaitu Kecamatan Kota Kudus,
Kecamatan Jati, Kecamatan Bae, Kecamatan Dawe, Kecamatan Undaan,
Kecamatan Gebog, Kecamatan Kaliwungu, Kecamatan Jekulo, dan Kecamatan
Mejobo (Aristasius Sugiya, 2001 : 126). Letaknya yang strategis antara jalur
Semarang-Surabaya mengakibatkan Kudus mempunyai prospek bagus di bidang
industri dan perdagangan.
Letak geografis Kudus yang strategis memudahkan hubungan arus lalu
lintas dari wilayah Barat ke Timur Pulau Jawa, ataupun sebaliknya. Hal ini sangat
mendukung perkembangan kota Kudus sebagai kota yang mengembangkan
industri rokok kretek. Kendaraan distribusi hasil produksi rokok kretek maupun
pengangkut bahan baku rokok kretek dapat dengan mudah menjangkau wilayah
tujuan pendukung industri rokok kretek Kudus (Sofia, 1992 : 25).

43

44

Nama kota Kudus diberikan oleh Sunan Kudus, dari asal kata bahasa Arab
: Al Quds atau Qudus yang berarti Suci. Nama itu diambil dari nama sebuah batu
peringatan yang terletak di mihrab Masjid Menara Kudus, yang bertuliskan dalam
huruf dan bahasa Arab. Batu tersebut konon dibawa oleh Sunan Kudus dari Baitul
Makdis (Al Quds), sebagai oleh-oleh atau hadiah ketika beliau dahulu pergi haji
dan kemudian singgah ke Baitul Makdis untuk memperdalam ilmu agamanya.
Kota ini kemudian diberi nama Kudus oleh Sunan Jafar Shadiq atau Sunan
Kudus.
Dengan diketemukannya bekas bangunan suci serta berbagai arca Hindu di
daerah Kudus seperti : (1) bangunan Menara Kudus yang mirip dengan candi
Hindu, (2) gapura sebagai pintu masuk ke kompleks makam Sunan Kudus,
Menara Kudus, dan Masjid Menara Kudus yang bentuknya mirip candi bentar
merupakan bentuk akulturasi budaya Hindu dan Islam (Solichin Salam, 1977 :
38). Di samping itu adanya legenda yang hidup dikalangan masyarakat setempat,
dan dongeng-dongeng yang menyebutkan masyarakat Kudus tidak pernah
menyembelih sapi karena dahulu Sunan Kudus pernah merasa dahaga kemudian
ditolong seorang pendeta Hindu dengan diberi air susu sapi. Sebagai rasa
terimakasih dan rasa hormat terhadap masyarakat yang baru memeluk Islam
dengan keyakinan agama lama mereka yang mempercayai sapi sebagai binatang
suci dan dimuliakan, maka Sunan Kudus mengkeramatkan hewan sapi untuk
disembelih. Hal tersebut merupakan petunjuk atau indikator yang kuat bahwa
daerah kota Kudus sebelum kedatangan Islam merupakan salah satu pusat agama
Hindu dan dipandang sebagai Kota Suci (Solichin Salam, 1988 : 6-7).
Kudus memiliki tata letak kota yang hampir sama dengan tata letak kota di
Indonesia pada umumnya. Pusat kota atau alun-alun menjadi batas sebutan Kudus
Kulon dan Kudus Wetan. Masjid Agung berada di sebelah Barat alun-alun, pusat
pemerintahan berada di sebelah Selatan alun-alun, dan pusat perekonomian berada
di sebelah Timur alun-alun. Titik percabangan jalan raya yang mengitari pusat
kota tersebut ada tujuh, maka sering disebut dengan simpang tujuh.
Ditilik dari segi histories, kota Kudus mulai tampil dalam panggung
sejarah pada abad ke-16 Masehi yaitu ketika Sunan Kudus menyebarkan ajaran

45

agama Islam dan mendirikan Masjid Menara Kudus pada tahun 956 Hijriyah atau
1549 Masehi. Kota Kudus dikenal dalam sejarah masa silam maupun dewasa ini
karena perkembangannya ke arah kemajuan. Selain nilai sejarah yang
ditinggalkannya, perkembangan Kota Kudus dari tahun ke tahun hingga era global
seperti sekarang ini terus berkembang dan mengalami kemajuan sesuai dengan
tuntutan zaman. Sesungguhnya, Kudus dapat diberi julukan : Kota Wali, Kota
Wisata, Kota Budaya, Kota Sejarah dan Kota Kretek (Solichin Salam, 1988 : 3).
Kudus merupakan sebuah kota tua yang mempunyai warisan budaya dan
sejarah yang kaya. Dikatakan bersejarah karena di Kudus banyak peninggalan
sejarah masa lampau, bangunan monumental yang unik dan spesifik. Kota Kudus
memiliki sejarah masa lampau kewalian tempat penyebaran agama Islam oleh
Sunan Kudus dan Sunan Muria, sehingga Kudus mendapat julukan salah satu
Kota Wali. Peninggalan bersejarah seperti Menara Kudus, Masjid Menara Kudus,
Makam Sunan Kudus, Makam Sunan Muria, dan Museum Kretek merupakan
bukti bahwa Kudus merupakan kota bersejarah. Kudus juga mencatat sejarah
besar mengenai industri rokok kretek (Solichin Salam, 1988 : 3). Kudus juga telah
melahirkan Raja Kretek sebagai pioneer wirausahawan pribumi. Perusahaan
rokok kretek baik besar maupun kecil berhasil menopang kesejahteraan rakyat
Kudus. Kudus mencapai tingkat kesejahteraaan tertinggi di Jawa Tengah yang
ditopang dari industri rokok kretek yang telah lahir sejak tahun 1890.
Perkembangan industri rokok kretek Kudus maju pesat, di mana industri rokok
kretek ini mampu memberikan kontribusi ekonomi mencapai 40% terhadap
pemerintah (Aristasius Sugiya, 2001 : 128).
Secara administratif, penggunaan tanah di Kudus dimanfaatkan sebagai :
tempat tinggal, lahan pertanian, jalan, bangunan, dan lain-lain. Pada mulanya
lahan pertanian di kota Kudus cukup luas dan dimanfaatkan untuk penanaman
tanaman pangan. Sebagian besar penduduk Kudus bermatapencaharian sebagai
petani dan pedagang. Seiring dengan perkembangan jaman, bertambahnya jumlah
penduduk dan berkembangnya industri di daerah pedesaan menyebabkan lahan
pertanian semakin lama semakin sempit. Penduduk desa yang sebagian besar
bermatapencaharian sebagai petani, memerlukan tanah untuk tempat tinggal dan

46

tempat menggantungkan hidup bagi perekonomian keluarga. Karena tanah


pertanian semakin sempit, maka penduduk mencari penghasilan tambahan lain
yang dapat menopang perekonomian keluarga. Masuknya industri di Kudus yaitu
industri rokok kretek menarik para wanita dari desa-desa menjadi buruh industri
rokok kretek tersebut (James C Scoot, 1983 : 115).

2. Kondisi Demografis Kudus


Pembahasan mengenai penduduk di wilayah Kudus tidak lepas dari
kondisi geografis kota Kudus. Kudus memiliki kontur tanah datar dan berhawa
panas (sejuk), sehingga lahan di kota Kudus cocok dimanfaatkan untuk
penanaman tanaman pangan. Selain itu, pengaruh agama Islam di Kudus juga
memungkinkan munculnya jiwa dagang masyarakat Kudus. Penduduk desa
sebagian besar memanfaatkan lahan pertanian dengan bertani tanaman pangan dan
tebu. Penduduk di sekitar Kudus Kulon memanfaatkan pengaruh agama Islam
dengan berdagang ke luar daerah Kudus. Penduduk memegang peranan penting
dalam pembangunan, sesuai dengan potensi alam (pemanfaatan lahan) dan potensi
sumber daya manusia daerah tersebut.
Penduduk Kudus terdiri dari berbagai macam etnis dan keturunan.
Penduduk kota Kudus terdiri dari : orang pribumi, bangsa Arab, dan etnis
Tionghoa. Sebagian besar penduduk Kudus memeluk agama Islam. Kaum
Tionghoa sebagian besar tinggal di sekitar pusat kota, seperti di wilayah : Kramat,
Panjunan, Wergu, Demaan. Orang-orang keturunan Arab sebagian tinggal di
sekitar kompleks Sunan Kudus. Orang-orang pribumi menyebar ke seluruh
penjuru kota Kudus. Kebanyakan dari penduduk Kudus dahulunya berprofesi
sebagai pedagang, petani, perajin, atau petugas agama. Pedagang pergi membeli
maupun menjual dagangannya, menjajakan dagangannya ke berbagai penjuru dan
kembali ke daerah asalnya untuk berapa lama dan kemudian melakukan aktivitas
dagangnya kembali. Perdagangan merupakan salah satu sumber utama
kemakmuran kota Kudus sampai munculnya industri rokok kretek Kudus (Lance
Castle, 1982 : 82-83). Penduduk Kudus juga mempunyai ciri dialek khas bahasa

47

Jawa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari yang membedakan dengan


daerah lain (Solichin Salam, 1984 : 3).
Perkembangan kota Kudus dari tahun 1900 sampai 1964, dilihat dari
berbagai sisi kehidupan baik itu pembangunan fisik, kependudukan, maupun
industri secara wajar mengalami masa pasang surut. Ada kalanya berada pada
keberhasilan dan ada kalanya mengalami masa-masa suram. Sejarah kota Kudus
dilihat dari garis dinamikanya menunjukkan ke arah kemajuan atau perkembangan
sesuai dengan data yang diperoleh dari BPS tahun 1905-1961:
a. Tahun 1905 berpenduduk sebanyak 90.000 jiwa
b. Tahun 1915 berpenduduk sebanyak 278.000 jiwa
c. Tahun 1930 berpenduduk sebanyak 280.294 jiwa
d. Tahun 1953 berpenduduk sebanyak 309.273 jiwa
e. Tahun 1958 berpenduduk sebanyak 329.696 jiwa
f. Tahun 1961 berpenduduk sebanyak 373.598 jiwa (Solichin Salam,
1983 : 8).
Pertumbuhan penduduk yang terjadi di Kudus (lihat atas) mengakibatkan
seluruh aspek masyarakat maupun pemerintah berusaha mengupayakan suatu cara
untuk bisa tetap menjamin kesejahteraan masyarakat secara merata. Perubahan
dari satu sektor, nantinya akan mempengaruhi sektor-sektor lainnya. Pertumbuhan
penduduk wanita secara nyata jumlahnya lebih banyak dibanding dengan jumlah
pertumbuhan penduduk laki-laki. Untuk mengatasi pertambahan penduduk di
wilayah Kudus dan semakin sempitnya lahan pertanian, maka diusahakan satu
sektor di luar pertanian yaitu industri. Adanya industrialisasi, terutama industri
rokok kretek Kudus membawa kemajuan yang berarti bagi kota Kudus. Di bidang
industri, aneka perusahaan rokok kretek mulai dibangun dari usaha kecil. Tercatat
62 perusahaan rokok kretek berkembang di kota Kudus (Solichin Salam, 1983 :
8).
Keterkaitan

antara

pemenuhan

kesejahteraan

masyarakat

dengan

penyempitan lahan pertanian, mendorong sebagian penduduk wanita untuk


bekerja dalam sektor industri rokok kretek Kudus. Buruh wanita lebih banyak
dibutuhkan dalam industri rokok kretek Kudus, karena pengerjaan produksi rokok

48

kretek Kudus memerlukan kesabaran, ketelitian, keuletan, dan kerapian. Upah


buruh wanita juga lebih murah jika dibandingkan dengan buruh pria.
Industrialisasi mengakibatkan kesejahteraan keluarga dari buruh wanita lebih
terjamin, daripada mereka hanya menggantungkan hidupnya dari hasil tani yang
tidak memberikan harapan hidup secara pasti (Sofia, 1992 : 30).
Kondisi kota Kudus cukup luar biasa dalam beberapa hal. Hampir
disepanjang jalan baik di kota maupun di pinggir kota dapat dijumpai pabrik
rokok kretek baik besar maupun kecil. Bau saus campuran cengkeh dan tembakau
mengisi lapisan udara di sepanjang jalan yang berderet gudang atau brak pabrik
rokok kretek. Salah satu fenomena yang menarik di Kudus adalah pada waktu
pagi-pagi buta wanita-wanita dari berbagai district di sekitar Kudus beramairamai memasuki pintu gerbang pabrik rokok kretek bagaikan arak-arakan semut.
Kendaraan distribusi rokok kretek terlihat sering melintas menghantarkan
kebutuhan konsumen. Pada sore hari mereka berbondong-bondong keluar dari
brak pabrik rokok tempat mereka bekerja, dan menjalani kebiasaan para ibu-ibu
yaitu berbelanja bahan makanan di depan pabrik yang telah siap dijajakan oleh
para penjual insidental (Lance Castle, 1982 : 72).
Kudus merupakan daerah industri dan perdagangan, di mana sektor ini
mampu menyerap banyak tenaga kerja dan memberikan kontribusi yang besar
terhadap PDRB (Produk Domestic Regional Bruto). Jiwa dan semangat wirausaha
masyarakat Kudus diakui ulet, semboyan jigang (ngaji dagang) yang dimiliki
masyarakat mengungkapkan karakter, bahwa dalam menjalankan usaha ekonomi
juga menggunakan dasar ilmu agama. Kudus merupakan daerah yang dibentuk
oleh Sunan Kudus dengan etos kerja yang baik. Sunan Kudus sendiri merupakan
seorang pedagang. Bagi Sunan, orang saleh adalah orang yang menyeimbangkan
niat dengan usaha, ibadah menjadi sumber energi dan pendorong gairah kerja.
Masyarakat Kudus yang menyimpan jiwa dagang dan etos kerja tinggi mampu
mandiri di bidang perekonomian. Etos kerja yang tinggi muncul akibat adanya
berbagai tantangan dan harapan. Kerja keras yang tekun merupakan jawaban
waktu terhadap kesuksesan pengusaha industri rokok kretek (Suharso, 1994 : 154155).

49

Kudus tergolong unggul dalam bidang industri, pabrik gula terdapat di


pinggir kota, pabrik kertas terdapat di berbagai penjuru, dan hampir di setiap jalan
di kota Kudus rupanya terdapat pabrik kretek besar ataupun kecil. Orang-orang
Kudus dahulunya memang terkenal dengan kehidupannya yang tidak jauh
bergelut dengan perdagangan dan industri kecil. Pekerjaan sebagai pedagang
menjadikan orang-orang Kudus terbiasa mengadakan usaha ke daerah-daerah lain
untuk menguatkan jaringan distribusi hasil produksinya, termasuk rokok kretek.
Selama abad ke-19 Kudus menjadi pusat sejenis perdagangan khas, pedagang
menjajakan barang dagangannya ke berbagai penjuru, kembali ke kota Kudus
sementara waktu, dan kemudian menjalani aktivitas berdagang kembali ke
berbagai wilayah. Modal yang rendah, transaksi perdagangan minim, dan
munculnya saingan pedagang Cina mengakibatkan pedagang pribumi harus
pandai-pandai menyiasati persaingan perdagangan.
Potensi ekonomi Kabupaten Kudus terdiri dari sumber daya manusia,
sumber daya alam dan sumber daya buatan, serta kondisi geografis yang
mendukung menjadikan Kudus sebagai wilayah yang berpotensi tinggi
mengembangkan sistem industri terutama industri rokok kretek. Untuk dapat
memanfaatkannya maka diperlukan perencanaan, inovasi dari sumber daya
manusianya, serta dukungan dari aspek ekonomi agar pengembangan kota Kudus
sesuai dengan kondisi masyarakatnya. Sejak ditemukan rokok kretek Kudus dan
berkembangnya industri rokok kretek Kudus, potensi ekonomi baik itu sumber
daya manusia, sumber daya alam dan sumber daya buatan di daerah Kudus serta
sumber daya dari daerah luar penghasil bahan baku rokok kretek Kudus dapat
dimanfaatkan dengan efektif.

B. Deskripsi Rokok Kretek


1. Pengertian Rokok Kretek

Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120
mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi
daun-daun tembakau yang telah dirajang. Nama rokok sendiri mulanya berasal

50

dari bahasa Spanyol cigar, cigaret, atau cigarrel artinya kebun. Rokok
dinamakan demikian karena tembakau yang dipakai untuk rokok ditanam sebagai
tanaman pemeliharaan orang-orang berharta di Spanyol (Solichin Salam, 1983 :
13).
Manusia di dunia yang merokok untuk pertama kalinya adalah suku
bangsa Indian di Amerika, untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh.
Pada abad ke-15 ketika bangsa Eropa Columbus beserta rombongannya
menemukan benua Amerika untuk pertama kalinya mereka melihat penduduk asli
orang Indian membungkus semacam rempah-rempah yang telah dikeringkan
dengan potongan daun jagung kering, sehingga terbentuk gulungan silinder dan
penggunaannya dibakar salah satu ujungnya serta menghisap asap dari ujung yang
lain. Perbuatan seperti itu dipercaya dapat menimbulkan kenikmatan pada anggota
tubuh, dapat membuat mereka mabuk, dan mengurangi kelelahan atau kepenatan
(Amen Budiman & Onghokham, 1987 : 1). Kebiasaan menghisap tersebut
sesungguhnya merupakan kebiasaan merokok yang sejak dulu telah mereka
lakukan, walaupun belum diketahui kapan pastinya. Sebagian dari para penjelajah
Eropa itu ikut mencoba-coba menghisap rokok dan kemudian membawa
tembakau ke Eropa. Orang-orang Eropa membawa pulang rokok ini dengan
sebutan cigarro atau cerutu. Kebiasaan merokok kemudian mulai muncul di
kalangan bangsawan Eropa, terutama cerutu karena menghisap cerutu dianggap
sebagai perlambangan kekayaan. Tapi berbeda dengan bangsa Indian yang
merokok untuk keperluan ritual, di Eropa orang merokok hanya untuk kesenangan
semata-mata (Arsip PPRK : Asal Mula Rokok).
Kalau cerutu dikenal dengan kemewahannya, maka rokok justru dikenal
secara primitif oleh suku Indian. Bentuk rokok yakni tembakau yang dijejalkan
dalam buluh atau batang tebu yang dikeringkan. Bentuk lainnya yaitu tembakau
kering yang dimasukkan dalam batang gandum kering atau sejenis sayuran lain
yang sudah dikeringkan. Rokok hanya dihisap oleh penduduk miskin yang
kantongnya tipis, mereka bahkan memungut puntung cerutu milik orang kaya
untuk dihisap. Kondisi menghisap cerutu sisa yang telah pendek tersebut disebut

51

oleh masyarakat umum sebagai rokok si miskin (Arsip PPRK : Asal Mula
Rokok).
Abad 17 dari Amerika Selatan kebiasaan merokok menyebar ke berbagai
negara di Eropa, seperti : Spanyol, Portugal, Inggris, Perancis, Jerman, Swedia,
Swiss, Turki, dan seluruh daratan Eropa. Kebiasaan merokok akhirnya masuk ke
Turki dan saat itu pula kebiasaan merokok mulai masuk ke negara-negara Islam.
Di Indonesia kebiasaan merokok sulit diketahui kapan pastinya mulai
berkembang. Bagi masyarakat Indonesia budaya merokok diperkirakan dimulai
dengan budaya mengunyah sirih, injet dan gambir atau mengunyah buah pinang
yang ada sejak dahulu kala warisan nenek moyang kita. Bahan baku rokok,
tembakau bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Dimana Portugislah bangsa
yang pertama kali memasukkan tembakau dan budaya merokok ke Indonesia.
Dari orang jaman dahulu, tanaman tembakau dipakai untuk kepentingan
pengobatan. Pada awal abad ke-17 merokok tembakau dan menghisap madat telah
dikenal di Pulau Jawa. Pembesar-pembesar Jawa juga telah diketahui gemar
mengkonsumsi rokok. Abad ke-18 merokok telah menjadi salah satu kebutuhan
hidup primer kalangan masyarakat Jawa, tidak ubahnya dengan makan sirih. Hal
ini dapat dideteksi dari besarnya jumlah uang yang dikeluarkan untuk membeli
rokok dibandingkan untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya. Pekerjaan yang
sangat sederhana tidak menghalangi mereka untuk menikmati hidup dalam
ketentraman dan kenyamanan. Seorang bujangan bisa hidup dengan dua belas
duit sehari, tanpa memikirkan makan makanan yang bergizi bagi tubuhnya. Jika
dapat diumpamakan dua belas duit tadi digunakan untuk : tiga duit untuk membeli
tembakau sebagai bahan merokok yang dibungkus dengan selembar kulit jagung
kering/klobot, tiga duit untuk membeli nasi dan garam/tempe, enam duit untuk
membeli beras (Amen Budiman & Onghokham, 1987 : 87).
Merokok tidak hanya merupakan kesenangan pribadi, namun juga
menjadi hidangan penting yang disajikan kepada para tamu. Rokok dalam
kepercayaan tradisional mempunyai arti sebagai barang dagangan sekaligus
sebagai salah satu komponen upacara sesajen serta sebagai pelengkap berbagai
macam kepentingan dan ditaruh di berbagai macam tempat. Rokok kadang juga

52

dipercaya sebagai salah satu alat pembayaran bagi jasa dukun di daerah pesisir
utara Jawa (Amen Budiman & Onghokham, 1987 : 99-100).
Orang-orang Indonesia mempunyai cara tersendiri untuk membuat rokok
sendiri yang akan dihisapnya. Cara yang digunakan amat sederhana, baik susunan
maupun bentuknya. Pada umumnya tembakau dan campuran rempah digulung
menggunakan daun jagung kering atau yang lebih biasa disebut klobot, kemudian
digulung atau dilinting dengan bentuk lancip pada salah satu ujungnya, dan ujung
untuk menghisap ditali menggunakan jinggo. Oleh sebab itu, rokok yang dibuat
sendiri penduduk asli Indonesia pada awal penemuannya belum merupakan
barang dagangan yang menarik (Solichin Salam, 1983 : 16).
Tahun 1880-an, setelah adanya usaha untuk mencampur tembakau dan
rempah-rempah terbaik seperti cengkeh, bentuk kesederhanaan rokok mulai
beralih ke arah barang yang lebih berarti dan menguntungkan untuk
diperdagangkan. Pencampuran tembakau dan cengkeh oleh orang Indonesia
merupakan penemuan rokok yang tergolong paling enak, paling tua, dan paling
terkenal di berbagai penjuru. Rokok yang terbuat dari campuran tembakau dan
cengkeh, serta dibungkus dengan daun jagung kering terkenal dengan nama rokok
kretek. Bunyi kretek-kretek akibat pembakaran cengkeh waktu rokok itu dihisap,
menjadikan nama rokok tersebut terkenal dengan sebutan rokok kretek.
Pada umumnya rokok dapat dibedakan menjadi beberapa jenis.
Pembedaan ini dapat didasarkan atas : bahan pembungkus rokok, bahan baku atau
isi rokok, proses pembuatan rokok, dan penggunaan filter pada rokok.
Rokok berdasarkan bahan pembungkus.
a)

Klobot : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung.

b)

Kawung : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren.

c)

Sigaret

: rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas

d)

Cerutu

: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun


tembakau (Solichin Salam, 1983 : 18).

53

Rokok berdasarkan bahan baku atau isi :


a)

Rokok Putih : rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun
tembakau yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma
tertentu.

b)

Rokok Kretek : rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun
tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek
rasa dan aroma tertentu.

c)

Rokok Klembak : rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun
tembakau, cengkeh, dan menyan yang diberi saus untuk
mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu (Solichin Salam, 1983 :
18).

Rokok berdasarkan proses pembuatannya :


a) Sigaret Kretek Tangan (SKT) : rokok yang proses pembuatannya
dengan cara digiling atau dilinting dengan menggunakan tangan dan
atau alat bantu sederhana.
b) Sigaret Kretek Mesin (SKM) : rokok yang proses pembuatannya
menggunakan mesin. Sederhananya, material rokok dimasukkan ke
dalam mesin pembuat rokok. Keluaran yang dihasilkan mesin
pembuat rokok berupa rokok batangan. Hasil keluaran sekitar enam
ribu sampai delapan ribu batang rokok per menit. Mesin pembuat
rokok, biasanya, dihubungkan dengan mesin pembungkus rokok
sehingga keluaran yang dihasilkan telah dalam bentuk pak ataupun
dalam bentuk pres (Amen Budiman & Onghokham, 1987 : 182).
Rokok berdasarkan penggunaan filter :
a) Rokok Filter (RF)

: rokok yang pada bagian pangkalnya


terdapat gabus.

b) Rokok Non Filter (RNF) : rokok yang pada bagian pangkalnya


tidak terdapat gabus (www.demirtas.com
: 11/3/09 ).
Rokok kretek pada umumnya diproduksi tanpa menggunakan filter seperti
rokok-rokok lainnya. Minat rokok kretek adalah kecenderungan seseorang

54

terhadap rokok kretek yang menetap terhadap diri sendiri sehingga timbul
kepuasan bagi individu tersebut. Dapat juga diartikan sebagai rangsangan
terhadap sesuatu yang memberi pengaruh dalam diri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang terhadap minat rokok kretek
adalah :
a)

Rasa yang berbeda dengan rokok filter

b)

Kemurnian pada komposisi rokok kretek dibandingkan dengan


rokok filter yang memiliki komposisi cengkeh dan tembakaunya
yang sedikit.

c)

Faktor prestise yang didapat oleh individu yang mengkonsumsinya.

d)

Harga yang lebih mahal menjadikannya tingkat faktor yang cukup


diperhatikan dan memberi kepuasan tersendiri bagi individu yang
mengkonsumsi.

e)

Individu tersebut tidak pernah mengkonsumsi rokok lain selain


rokok kretek.

f)

Usia peminat rokok kretek lebih dewasa (telah menginjak usia > 23
tahun) (www.demirtas.com : 11/3/09 ).

Semakin lama dari waktu ke waktu rokok kretek tidaklah lagi milik dari
orang-orang yang sudah dewasa dan tua. Namun sekarang para remaja sudah
mulai banyak yang mengkonsumsi rokok kretek. Tidak lepas dari pantas-tidak
pantasnya rokok kretek dikonsumsi oleh anak remaja, tapi ini mengenai selera dan
gaya hidup remaja saat ini.
Bisa dikatakan rokok dapat memberi efek santai dan sugesti merasa lebih
jantan. Merokok biasanya dilakukan dengan membakar salah satu ujungnya dan
membiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lain.
Semakin keras, semakin lama, dan semakin dalam seseorang menghisap asap
rokok, maka semakin besar kebutuhan adiktif terhadap rokok tersebut. Rokok di
Indonesia saat ini biasanya diperdagangkan dalam bentuk bungkusan kotak kertas
berisi sekitar 12 batang. Kemasan kertas rokok didesign dalam kotak kecil agar
dapat dimasukkan dengan mudah ke dalam kantong. Dalam bungkusanbungkusan rokok tersebut umumnya telah disertai pesan kesehatan yang

55

merupakan aturan yang ditetapkan dunia internasional pada semua perusahaan


rokok di dunia. Dimana pesan tersebut memperingatkan perokok akan bahaya
kesehatan yang dapat ditimbulkan dari merokok, misalnya kanker paru-paru atau
serangan jantung, kecanduan, penyakit pernapasan, penyakit pencernaan, efek
buruk bagi kelahiran, dan emfisema. Pesan kesehatan ini sejak awal merupakan
hasil penelitian mengenai rokok oleh Amerika, bahwa rokok menjadi penyebab
berbagai macam penyakit terutama kanker pau-paru. Setelah hasil penelitian ini
disebarluaskan penjualan rokok merosot tapi cerutu dalam penelitian tersebut
memiliki kandungan bahaya yang lebih kecil. Orang-orang kembali keranjingan
mengkonsumsi rokok. Segala macam peringatan, slogan, pamflet bahaya merokok
tampak sia-sia belaka. Pada kenyataannya pesan kesehatan itu lebih berfungsi
sebagai hiasan semata karena banyak masyarakat yang kurang peduli akan
dampak negatif dan sulit untuk meninggalkan budaya merokok yang telah
mengakar kuat di keseharian hidup masyarakatnya (Arsip PPRK : Asal-Usul
Tembakau).
Merokok dilakukan dengan berbagai alasan, antara lain :
a.) Pengaruh lingkungan, ajakan teman, dan sebagainya
b.) Rasa ingin tahu dan coba-coba, yang berujung pada ketagihan
c.) Agar lebih terlihat jantan
d.) Keadaan ekonomi yang semakin sulit, mendorong semakin banyak
orang mengalami stress sehingga dengan merokok diharapkan stress
yang mendera dapat hilang sesaat
e.) Tingkat aktivitas sosial yang tinggi, juga mendorong orang untuk
sedikit melepas penat dengan merokok
f.) Tingkat sosial yang tinggi yang memungkinkan orang dapat membeli
rokok,

untuk

alasan

mendapatkan

suatu

kenikmatan

rasa

(www.wikipedia/rokok_kretek:11/3/2009).
Pada rokok setidaknya terdapat beberapa zat yang dapat merugikan
kesehatan

tubuh,

antara

lain

tar,

nikotin,

dan

karbonmonoksida

(www.wikipedia/rokok_kretek:11/3/2009). Di balik kegunaan atau manfaat rokok

56

seperti : sebagai obat, penghilang stres, dsb terkandung kerugian yang cukup
besar bagi orang yang merokok (tanpa menyadari kekuatan diri dalam
mengkonsumsi rokok yang berlebihan) maupun orang di sekitar perokok yang
bukan perokok :
a.) Perokok pasif secara tidak langsung dirugikan dengan menghisap
asap rokok dari perokok aktif yang bahayanya hampir sama dengan
perokok aktif.
b.) Seseorang yang mencoba merokok biasanya akan ketagihan karena
rokok bersifat candu yang sulit dilepaskan dalam kondisi apapun.
Seorang perokok berat akan memilih merokok daripada makan jika
uang yang dimilikinya terbatas.
c.) Harga rokok yang mahal akan sangat memberatkan orang yang
tergolong miskin, sehingga dana kesejahteraan dan kesehatan
keluarganya sering dialihkan untuk membeli rokok.
d.) Sebagian perokok biasanya akan mengajak orang lain yang belum
merokok untuk merokok agar dapat menyesuaikan dengan
lingkungan tempat ia bersosialisasi. Sehingga orang lain ikut
merasakan enaknya atau menderitanya dalam menghisap asap rokok
(www.wikipedia/rokok_kretek:11/3/2009).
Perubahan akibat timbulnya sarana baru yang menunjang kehidupan
masyarakat seperti industri rokok kretek Kudus ini sangat besar. Industri rokok
kretek Kudus mengakibatkan : (1) pertumbuhan masyarakat di suatu daerah, (2)
adanya suatu proses pertumbuhan atau kemunduran di bidang sosial ekonomi
serta kesejahteraan masyarakat Kudus. Bagi pemerintah rokok yang diproduksi
oleh perusahaan rokok merupakan sumber pendapatan yang sangat penting
artinya. Berbagai macam pajak dapat ditarik dari industri ini. Mulai dari cukai
tembakau, pajak perseroan, pajak reklame, pajak pekerja, dsb. Selama bertahuntahun jelas dapat dilihat dukungan pemerintah untuk selalu meningkatkan hasil
produksi rokok. Industri rokok memberi kesempatan kerja yang begitu luas
terhadap ribuan masyarakat kelas bawah. Mulai dari pekerja kasar pembuat rokok,
para pedagang besar/kecil yang menjual rokok, para petani tembakau yang

57

mendukung produksi rokok. Perusahaan rokok kretek Kudus juga mempengaruhi


perkembangan pertanian di daerah lain, seperti : di daerah Temanggung, Kedu,
Madura, Bojonegoro, Muntilan, Weleri, dan Magelang. Karena hubungan industri
rokok kretek Kudus tidak dapat dipisahkan dengan petani di daerah tersebut,
khususnya petani tembakau dan petani cengkeh yang menghasilkan bahan baku
utama rokok kretek. Perusahaan rokok kretek Kudus juga memberikan pengaruh
terhadap kesejahteraan masyarakat di pedesaan di daerah Kudus dan sekitarnya.
Wilayah pedesaan sangat berpengaruh, pembangunan di berbagai sektor untuk
mendukung kelancaran sektor produksi dan pemasaran. Daerah penghasil bahan
baku rokok kretek dan daerah asal buruh rokok kretek juga menikmati hasilnya,
terutama naiknya taraf hidup petani bahan baku rokok kretek Kudus serta
keberhasilan daerahnya karena barang hasil pertaniannya dibutuhkan industri
rokok kretek Kudus (wawancara Bapak Afif Masluri : 12 Oktober 2009).
Peran industri rokok tehadap kebanggaan bangsa berupa keberhasilan
mencetak para atlet bulu tangkis yang handal yang membawa harum nama
Indonesia di kancah dunia Internasioal. Di bidang seni industri rokok mendukung
kreativitas musik Indonesia hingga menjadi sangat maju dan bervariasi seperti
saat ini. Di bidang lingkungan, industri rokok berpartisipasi menghijaukan
sekaligus menerangi fasilitas jalan-jalan raya dibeberapa tempat. Perkembangan
industri rokok kretek didukung dengan permintaan konsumen rokok dari golongan
masyarakat kelas bawah semakin meningkat, karena desakan kebutuhan hidup
yang begitu sulit sehingga mengakibatkan stress dan dilampiaskan dengan
merokok untuk sedikit menenangkan pikiran (Amen Budiman & Onghokham,
1987 : 192-201).
Pengaruh positif maupun pengaruh negatif yang merupakan dampak dari
setiap penemuan. Di satu sisi keuntungan besar yang didapat berbagai pihak,
namun di sisi lain kerugian juga menghantui akibat aktivitas merokok. Tuhan
menciptakan segala sesuatu dengan fungsi tertentu, salah satu diantaranya adalah
tembakau yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan rokok.
Sungguh, bila manusia dapat memanfaatkan karunia Tuhan dengan penuh

58

kebijaksanaan maka hal tersebut sangat bermanfaat dan akan memberikan


manfaat bagi tubuh dan manfaat yang terbaik bagi semua pihak dapat diperoleh.

C. Sejarah Awal Pembentukan Industri Rokok Kretek Kudus


1. Penemu Rokok Kretek Kudus Versi Haji Jamahri

Lahirnya industri rokok kretek di Kudus bermula setelah penemuan rokok


kretek oleh Haji Jamahri, seorang warga masyarakat di Kudus. Mulanya Haji
Jamahri menderita penyakit dada. Untuk mengobati penyakitnya yang telah lama
menderanya, Haji Jamahri mencoba memakai minyak cengkeh untuk digosokkan
ke bagian dada dan punggungnya. Usahanya kurang membawa kesembuhan yang
maksimal bagi penyakit dada yang diderita Haji Jamahri. Haji Jamahri mencoba
mengunyah cengkeh, hingga diperoleh suatu kesembuhan yang lebih baik.
Terlintas dalam pikiran Haji Jamahri untuk memakai cengkeh sebagai bahan obat.
Cengkeh dirajang halus, kemudian dicampurkan pada tembakau yang dipakai Haji
Jamahri untuk merokok. Haji Jamahri menghisap asap dari pembakaran rokok
dalam-dalam, sampai masuk ke dalam paru-paru (Solicihin Salam, 1987 : 16).
Hasilnya dipercaya diluar dugaan, karena penyakit dada yang diderita
sembuh secara total. Dari mulut ke mulut pengobatan dengan cara ini menyebar
ke sekitar tempat tinggal Haji Jamahri. Masyarakat sekitar mulai meminta rokok
mujarab yang dipercaya menyembuhkan penyakit dada itu. Masyarakat justru
merasakan suatu kenikmatan yang luar biasa. Rokok yang membawa manfaat dan
dapat memberi kenikmatan pada sebagian orang ini memaksa Haji Jamahri untuk
memproduksi rokok dalam jumlah besar dan mendirikan usaha rokok kecilkecilan (Amen Budiman & Onghokham, 198 : 105-106).
Keberhasilan usaha Haji Jamahri mengakibatkan banyak orang berusaha
mengikuti jejak beliau. Penemuan rokok kretek di akhir abad ke-19 membuka
pintu keberhasilan masyarakat Kudus untuk muncul menjadi pengusaha rokok
kretek. Pada mulanya, jenis rokok temuan Haji Jamahri ini biasa disebut dengan
rokok cengkeh. Lantaran ketika dihisap efek yang ditimbulkan dari pembakaran
rokok yang terbuat dari klobot jagung dan cengkeh ini memunculkan bunyi

59

kretek-kretek atau kumretek dalam bahasa Jawa mengakibatkan orang


menyebutnya dengan rokok kretek (Lance Castle, 1982 : 61).
Secara umum, kebanyakan masyarakat Kudus bermata pencaharian
sebagai pedagang dan petani. Para pedagang biasanya berdagang ke luar kota,
seperti : Semarang, Solo, Jogya, Kediri, Bojonegoro, Surabaya, Malang, Jombang,
dan daerah sekitarnya. Rokok kretek mula-mula hanya menjadi kegemaran
masyarakat Kudus saja. Akan tetapi, lambat laun rokok kretek diminati di daerahdaerah lain, akibat para pedagang Kudus jika pergi berdagang ke luar kota sambil
membawa bekal rokok kretek untuk dijual secara eceran ke wilayah tempat
berdagangnya (Solichin Salam, 1983 : 22). Kegiatan ini berlangsung lama. Jiwa
dagang masyarakat Kudus diturunkan oleh Sunan Kudus, beliau adalah pedagang
ulung

yang

berdagang

antar

benua.

Dalam

bekerja

Sunan

Kudus

menyeimbangkan antara agama dan usaha. Niat yang disertai usaha dan
memaknai kerja itu sebagai suatu ibadah, maka ketiganya merupakan sumber
energi atau pendorong gairah kerja tinggi. Dengan berlandaskan semangat kerja
tinggi dan diseimbangkan dengan ilmu agama, diyakini akan membawa kebaikan
duniawi dan mencapai surgawi dengan indahnya (Suharso, 1994 : 154).
Jasa para pedagang Kudus menjadikan rokok kretek akhirnya kian dikenal.
Namun tidak begitu dengan Haji Jamahri yang diketahui meninggal pada 1890.
Siapa dan bagaimana asal-usul Haji Jamahri masih remang-remang. Hanya
temuan rokok kretek Haji Jamahri yang terus berkembang. Beberapa sumber
mengatakan penemu rokok kretek Kudus adalah Haji Jamahri, namun beberapa
cerita sejarah lisan mengatakan bahwa Haji Jamahri hanya membuat ramuan
rokok untuk obat tidak sepenuhnya rokok kretek seperti yang dikenal dihisap
untuk mendapatkan suatu kenikmatan.

2. Penemu Rokok Kretek Kudus Versi Mbok Nasilah


Penemu rokok oleh beberapa cerita sejarah lisan dipercaya masyarakat
ditemukan oleh Mbok Nasilah. Mbok Nasilah adalah janda kusir delman Kardi.
Sepeninggal suaminya Kardi, Mbok Nasilah berwiraswasta membuka sebuah
warung. Mbok Nasilah, yang juga dianggap sebagai penemu pertama rokok

60

kretek, menemukan rokok kretek untuk menggantikan kebiasaan nginang pada


sekitar tahun 1870. Di warung Mbok Nasilah, yang kini menjadi toko kain
Fahrida di Jalan Sunan Kudus 120, Mbok Nasilah menyuguhkan rokok
temuannya untuk para kusir yang sering mengunjungi warung milik Mbok
Nasilah. Kebiasaan nginang yang sering dilakukan para kusir mengakibatkan
kotor warung Mbok Nasilah, dengan menyuguhkan rokok Mbok Nasilah berusaha
agar warungnya tidak kotor (http://bluedayax.multiply.com/journal/item/177 :
13/3/2009).
Pada

awalnya

Mbok

Nasilah

mencoba

meracik

rokok

dengan

menambahkan cengkeh ke tembakau. Campuran ini kemudian dibungkus dengan


klobot atau daun jagung kering dan diikat dengan benang. Rokok tersebut biasa
disebut dengan rokok klobot. Rokok klobot racikan Mbok Nasilah disukai oleh
para kusir dokar dan pedagang keliling. Salah satu penggemar rokok kretek Mbok
Nasilah adalah Nitisemito yang saat itu menjadi kusir (wawancara Bapak Afif
Masluri : 12 Oktober 2009).
Sampai saat ini, beberapa referensi mengacu pada penemuan rokok kretek
Kudus oleh Haji Jamahri. Tapi Mbok Nasilah sendiri oleh sebagian sumber lisan
juga disebutkan sebagai orang yang dapat dan mahir meracik rokok kretek. Usaha
industri yang dirintis oleh Nitisemito berawal dari perkenalan dengan Mbok
Nasilah yang telah menjual rokok kretek hasil racikan Mbok Nasilah sendiri di
warung miliknya. Dari hasil racikan rokok kretek milik Mbok Nasilah, akhirnya
Nitisemito tertarik dan terus mengembangkan usaha rokok kretek menjadi industri
besar.
Usaha Nitisemito belum dapat dikaitkan dengan jelas bila dihubungkan
dengan penemuan rokok kretek oleh Haji Jamahri. Jika ditilik dari tahun
penemuan rokok kretek, Mbok Nasilah terlebih dahulu meracik rokok kretek
tahun 1870 dan kemudian baru Haji Jamahri menemukan rokok kretek sebagai
obat penyakit dadanya pada tahun 1880. Terjadi selisih waktu dan terlihat Mbok
Nasilah yang terlebih dahulu menemukan rokok kretek.
Bagaimanapun penemuan rokok kretek oleh Mbok Nasilah dan Haji
Jamahri, mereka berdua sangat berperan dalam perkembangan industri rokok

61

kretek di Kudus. Penemuan rokok kretek telah menimbulkan kemajuan pesat bagi
perkembangan daerah industri di Kudus.

3. Golongan Pribumi Pendiri Industri Rokok Kretek Kudus


Akhir abad ke-19 masyarakat pribumi tanah air telah mengenal istilah
rokok, setelah munculnya penemuan rokok. Menghisap rokok telah menjadi
salah satu kebiasaan masyarakat Indonesia. Kalau tidak menghisap rokok badan
rasanya kurang enak, bahkan pikiran sering tidak jalan atau kalut. Rokok kretek
telah menjadi kebutuhan di negara kita Indonesia. Secara otomatis, pasar rokok
kretek telah meluas. Harga rokok kretek yang masih terjangkau oleh konsumen
baik itu kalangan atas, menengah, maupun kalangan bawah, sehingga dengan
mudah masyarakat dapat menemukan rokok kretek di seluruh pelosok negeri.
Tidak banyak yang mengetahui bagaimana sejarah penemuan rokok kretek yang
setiap hari dihisap oleh para perokok, mungkin perokok hanya tahu merk
rokoknya, cita rasa rokoknya, bahan pembuatan rokok kretek, dan sedikit bahaya
merokok atau hanya kenikmatan saat menghisap rokok saja. Rokok kretek yang
telah menjadi salah satu barang kebutuhan negeri ini, memiliki sejarah awal
pembentukan industri rokok kretek yang salah satunya terdapat di Kudus.
Pada masa kolonial tembakau menjadi hal penting bagi usaha perkebunan
yang diusahakan Belanda di Jawa dan Sumatra. Tanaman tembakau hasil
perkebunan awalnya dikhususkan untuk pembuatan cerutu yang hasilnya diekspor
ke Eropa. Pada waktu yang sama produsen yang ada di Indonesia menanam
tembakau yang khusus dikonsumsi dalam negeri. Tembakau dilinting sendiri oleh
para perokok dengan di bungkus daun jagung kering atau selaput sayuran lain.
Tembakau di Jawa Tengah dicampur dengan bermacam rempah-rempah sesuai
dengan selera perokok (Lance Castle, 1982 : 59).
Perokok yang menggulung campuran bahan rokoknya sendiri dengan cara
seperti ini disebut dengan rokok tingwe (linting dhewe). Meluasnya kebiasaan
merokok tersebut, mengakibatkan tembakau mulai menjadi barang yang dicari
dan diusahakan di pasaran (Lance Castle, 1982 : 60).

62

Awal abad ke-20 merupakan fajar menyingsing dunia industri rokok


kretek Kudus. Tahun 1904 setelah penemuan rokok kretek, H.M. Ilyas telah
memproduksi rokok kretek secara masal. Langkah ini diikuti oleh pengusaha
rokok kretek pribumi yang lain. Penemuan rokok kretek awalnya menjadi
dagangan memikat di tangan Nitisemito sebagai perintis industri rokok kretek
pertama di Kudus dari golongan pribumi (Solichin Salam, 1983 : 22).
Tahun 1908, perjuangan pengusaha pabrik kretek pribumi dalam
mengembangkan industri rokok kretek Kudus mulai menampakkan hasil yang
gemilang. Ditandai dengan berdirinya pabrik rokok kretek yang tergolong jenis
industri besar milik Nitisemito dengan merk produksi Bal Tiga. Pabrik rokok
kretek Bal Tiga berkembang menjadi satu-satunya industri rokok kretek terbesar
di Kudus. Pengusaha pabrik kretek pribumi asli Kudus membawa industri rokok
kretek Kudus ke arah kemajuan dengan berbagai strategi perpabrikan yang sudah
mapan. Secara umum pengusaha pabrik kretek pribumi telah berhasil
menggerakkan

orang-orang

memasuki

dunia

industri

(http://bluedayax.

multiply.com/journal/item/177 : 13/3/2009).
Bisnis rokok dimulai oleh Nitisemito pada 1906 dan pada 1908 usahanya
resmi terdaftar dengan merek "Tjap Bal Tiga". Bisa dikatakan langkah Nitisemito
itu menjadi tonggak tumbuhnya industri rokok kretek di Kudus. Beberapa babad
dan legenda yang beredar di Jawa, dicatatkan rokok sudah dikenal sudah sejak
lama bahkan sebelum Haji Jamahri dan Nitisemito merintisnya. Tercatat dalam
Kisah Roro Mendut, yang menggambarkan seorang putri dari Pati yang dijadikan
istri oleh Tumenggung Wiroguno, salah seorang panglima perang kepercayaan
Sultan Agung menjual rokok "klobot" (rokok kretek dengan bungkus daun
jangung kering) yang disukai pembeli terutama kaum laki-laki karena rokok yang
dijajakan telah direkatkan dengan ludah Roro Mendut yang amat cantik jelita
(Amen Budiman & Onghokham, 1987 : 93-94).
Nitisemito sendiri seorang buta huruf, dilahirkan dari rahim Ibu Markamah
dan ayah H. Sulaiman di desa Janggalan dengan nama kecil Rusdi pada tahun
1874 (Arsip PPRK : Almarhum Nitisemito). Ayahnya, Haji Sulaiman adalah
kepala desa Janggalan. Semasa hidupnya Nitisemito tidak pernah mendapatkan

63

pendidikan formal di sekolah. Nitisemito adalah seorang yang cerdas, ulet, dan
religius. Sebagian masa hidup Nitisemito digunakan untuk berdagang. Semasa
muda Nitisemito telah memiliki banyak pengalaman dagang. Beberapa tahun
menjadi carik Kampung Jagalan, kemudian berniaga ke Mojokerto tapi usaha
Nitisemito mengalami kegagalan. Pada usia 17 tahun, Rusdi mengubah namanya
menjadi Nitisemito (Arsip Propinsi Jawa Tengah : M Nitisemito).
Pada usia 17 tahun itu juga, Nitisemito merantau ke Malang, Jawa Timur
untuk bekerja sebagai buruh jahit pakaian. Usaha ini berkembang, hingga
Nitisemito mampu menjadi pengusaha konfeksi. Beberapa tahun kemudian, usaha
tersebut kandas karena terlilit hutang. Nitisemito pulang kampung dan memulai
usaha baru membuat minyak kelapa dengan alasan banyak masyarakat Kudus dan
sekitarnya sering menggunakan minyak kelapa untuk penerangan rumah dan
menggoreng. Kembali usaha Nitisemito mengalami kegagalan, ternyata
masyarakat Kudus lebih senang membuat minyak kelapa sendiri daripada
membeli. Nitisemito bangkit kembali dengan berdagang kerbau karena sapi
dikeramatkan disembelih di daerah Kudus, namun gagal (Amen Budiman &
Onghokham, 1987 : 128).
Awal terbukanya jalan Nitisemito dalam usaha dagangnya, ketika
Nitisemito bekerja menjadi kusir dokar sambil berdagang tembakau. Saat itulah
Nitisemito berkenalan dengan Mbok Nasilah, pedagang rokok klobot di Kudus.
Mbok Nasilah, yang juga dianggap sebagai penemu pertama rokok kretek,
menemukan rokok kretek untuk menggantikan kebiasaan nginang pada sekitar
tahun 1870. Di warung Mbok Nasilah, yang kini menjadi toko kain Fahrida di
Jalan Sunan Kudus 120, Mbok Nasilah menyuguhkan rokok temuannya untuk
para kusir yang sering mengunjungi warungnya. Kebiasaan nginang yang sering
dilakukan para kusir mengakibatkan kotor warung Mbok Nasilah, sehingga
dengan menyuguhkan rokok, Mbok Nasilah berusaha agar warungnya tidak kotor.
Pada awalnya Mbok Nasilah mencoba meracik rokok. Salah satunya
dengan menambahkan cengkeh ke tembakau. Campuran tersebut kemudian
dibungkus dengan klobot atau daun jagung kering dan diikat dengan benang.
Rokok racikan Mbok Nasilah ternyata disukai oleh para kusir dokar dan pedagang

64

keliling. Salah satu penggemar rokok racikan Mbok Nasilah adalah Nitisemito
yang saat itu bekerja sebagai kusir. Karena sering menyambangi warung Mbok
Nasilah, Nitisemito terbiasa dan menganggap keluarga Mbok Nasilah sebagai
keluarga (Arsip Propinsi Jawa Tengah : M Nitisemito).
Nitisemito

lantas

menikahi

Mbok

Nasilah

tahun

1894

dan

mengembangkan usaha rokok kreteknya menjadi dagangan utama. Di warung


milik bersama Mbok Nasilah dan Nitisemito menyediakan barang kebutuhan
hidup sehari-hari, warung kopi, menjual rokok kretek eceran, dan bahan baku
rokok kretek, seperti : tembakau, cengkeh, klobot, dan jinggo (benang). Tahun
1905, rokok kretek buatan Mbok Nasilah diusahakan oleh Nitisemito dan
rokoknya terkenal sangat enak. Tamu-tamu yang berkunjung dirumah Nitisemito
sangat menggemari rokok kretek buatan Mbok Nasilah. Atas saran sahabatsahabat Nitisemito, rokok klobot diusahakan dan dibuat bungkus bercap
pemiliknya. Rokok klobot yang diperdagangkan diberi nama rokok klobot
Nitisemito. Usaha rokok kretek Nitisemito tumbuh menjadi industri kecil yang
dikelola sendiri oleh Nitisemito, Mbok Nasilah, dan kedua putrinya masingmasing Nahari dan Nafiah (Arsip Propinsi Jawa Tengah : M Nitisemito).
Mulailah Nitisemito membuat rokok klobot berdasarkan pesanan sahabatsahabat. Usaha ini maju pesat, Nitisemito tidak sekedar membuat rokok klobot
berdasarkan pesanan dari sahabat-sahabatnya tapi sudah khusus menjaul rokok
klobot di warungnya. Untuk pertama kalinya rokok klobot dijual tanpa bungkus
dengan harga 2,5 sen seikat untuk 25 batang ukuran kecil dan 3 sen seikat untuk
25 batang ukuran besar. Dari dijajakan eceran di pinggir jalan, dibawa
(dicangking) ketika berdagang di pasar, sampai akhirnya rokok klobot
berkembang di jual ke luar kota : Semarang dan Kendal tapi masih dalam bentuk
eceran. Rokok klobot yang dijual Nitisemito hanya dibungkus pakai kertas koran.
Setiap satu bendel berisi 250 batang. Tahun 1908, industri kecil milik Nitisemito
tersebut berkembang menjadi industri mapan (Arsip Propinsi Jawa Tengah : M
Nitisemito).
Rokok klobot yang diusahakan Nitisemito kemudian diberi bungkus kertas
polos dan dilekati merk Tumpeng Segitiga, Sawer, Soempil, ganti dengan

65

Djeroek. Kemudian Nitisemito memberi label rokoknya "Rokok Tjap Kodok


Mangan Ulo" (Rokok Cap Kodok makan Ular). Nama ini tidak membawa hoki
malah menjadi bahan tertawaan. Nitisemito lalu mengganti dengan Tjap Bulatan
Tiga di bawahnya diberi nama Nitisemito. Lantaran gambar bulatan dalam
kemasan mirip bola, merek ini kerap disebut Bal Tiga. Julukan ini akhirnya
menjadi merek resmi dengan tambahan Nitisemito (Tjap Bal Tiga H.M.
Nitisemito). Mulanya timbul ide untuk menggunakan cap Bal Tiga adalah
berdasarkan pertimbangan, bahwa Nitisemito gemar bermain bola Bal dan
Tiga melambangkan dirinya serta kedua orang menantunya Karmain dan
Oemarsaid (Solichin Salam, 1983 : 25-26).
Bal Tiga resmi berdiri pada 1914 di Desa Jati, Kudus dan menjadi industri
rokok kretek raksasa dengan ribuan tenaga kerja. Munculnya industri rokok kretek
Kudus pertama oleh pengusaha kretek pribumi, secara otomatis membawa
perubahan bagi masyarakat Kudus yang semula bertani menjadi buruh pabrik.
Keberadaan perusahaan rokok kretek Kudus tersebut telah memperbaiki
kesejahteraan penduduk sekitar Kudus (Solichin Salam, 1983 : 25).
Bertindak sebagai pemimpin perusahaan Bal Tiga milik Nitisemito adalah
H. Akwan dan M. Karmain, tapi sang pengatur rasa berada di bawah kuasa
Nitisemito. Usaha rokok kretek bercap Bal Tiga makin berkembang tahun 1924
dengan bungkus (longsong) yang menarik, dimana tiap longsong berisi 25 batang.
Setelah 10 tahun beroperasi, Nitisemito mampu membangun pabrik besar
diatas lahan 6 hektar di Desa jati. Ketika itu, di Kudus telah berdiri 12 perusahaan
rokok besar, 16 perusahaan menengah, dan tujuh pabrik rokok kecil (gurem).
Diantara pabrik besar itu adalah milik M. Atmowidjojo (merk Goenoeng Kedoe),
H.M Muslich (merk Delima), H. Ali Asikin (merk Djangkar), Tjoa Khang Hay
(merk Trio), dan M. Sirin (merk Garbis & Manggis) (http://bluedayax.
multiply.cm/journal/item/177 : 13/3/2009).
Jiwa semangat wiraswasta telah membakar masyarakat pribumi nasional di
daerah Kudus untuk tampil dan maju ke depan dibidang industri rokok kretek
Kudus. Aneka rokok kretek dengan berbagai merk telah bermunculan. Menurut
catatan statistik Kabupaten Kudus dalam tahun 1930, di Kudus terdapat 70

66

perusahaan rokok kretek yang terdiri dari : 14 buah perusahaan besar, dan 56
perusahaan kecil. Tahun 1932 meningkat jumlahnya menjadi 165 buah. Tahun
1933 menjadi 175 buah. Tahun 1934 turun menjadi 152 buah. Dalam
perkembanagannya, industri rokok kretek Kudus dari waktu ke waktu mengalami
masa pasang surut, sesuai dengan pergolakan dan perubahan zaman (Solichin
Salam, 1983 : 17).
Tahun 1930-an produksi rokok kretek mencapai 3 10 juta per hari,
dengan jumlah buruh mencapai 10 ribu orang. Pabrik rokok kretek yang dibangun
di Jati mengubah sistem pengerjaan rokok kretek yang diborongkan kepada abon
menjadi sistem buruh pabrik. Upah buruh batil, linting rokok per seribu buah
adalah sebesar 20 sen. Sedang buruh nyontong memasukkan 4-8 batang rokok
kretek ke longsong mendapat upah 1 sen. Etiket rokok kretek milik Nitisemito
awalnya dicetak di Drukkerij Nimef Malang, dan berubah dicetak di Drukkerij
Masman Semarang (Solichin Salam, 1983 : 26).
Keberuntungan Nitisemito semakin melonjak disertai dengan kelahiran
putra keempatnya M. Soemadji Nitisemito, rokok kreteknya laris luar biasa.
Nitisemito menarik menantunya M. Karmain untuk membantu mengelola industri.
Industri rokok kretek milik Nitisemito ini membawanya menjadi salah satu raja
kretek. Usaha yang dikelola Nitisemito menyerap ribuan buruh pabrik rokok
kretek (Arsip Propinsi Jawa Tengah : M. Nitisemito).
Nitisemito yang tak pernah mengenyam pendidikan formal, tidak berarti
dia terbelakang. Sebagai seorang pedagang yang tangguh, penuh dengan ide-ide
baru, kreatif, inovatif Nitisemito berhasil merintis dan mengelola perusahaan
rokok kretek pertama di Indonesia yang paling besar dan modern milik pribumi.
Semangat kerja yang tinggi dan diimbangi dengan ketaatan beribadah
menjadikan pribumi Kudus menjadi orang-orang yang mandiri di bidang
perekonomian. Berbagai tantangan, harapan dan keinginan menjadikan pengusaha
pribumi industri rokok kretek Kudus semakin semangat untuk memajukan industri
dalam kondisi masih dalam belenggu penjajahan. Kerja keras, tekun, ulet menjadi
jawaban waktu terhadap kesuksesan Nitisemito dan kawan-kawan dalam menata
industri rokok kretek milik pribumi. Munculnya enterpreuner baru dari golongan

67

pribumi menjadi salah satu tonggak penguat bagi kelas menengah untuk terus
berusaha dan sadar akan kemampuan pengusaha pribumi, bahwa pengusaha dari
golongan pribumi bisa menjadi yang terbaik.
Jiwa enterpreuner yang dimiliki Nitisemito seperti : mampu membina
kepercayaan relasi, memiliki semangat dan daya kerja tinggi, memahami makna
laba dalam bentuk uang, bekerja keras, dan mengembangkan naluri bisinisnya.
Kesemuanya itu dalam perkembangannya mengalami pergeseran-pergeseran
membawa kemajuan dalam manajemen perusahaan Nitisemito (Suharso, 1994 :
155).
Sedikit demi sedikit makna kerja dari pribumi mengalami banyak
pergeseran dari penggunaan alat tradisional ke sistem pabrik yang lebih modern.
Para pengusaha pribumi rokok kretek ini mulai menggunakan manajemen modern
untuk mengembangkan usahanya. Untuk mengembangkan usahanya Nitisemito
menyewa tenaga pembukuan asal Belanda untuk membantu menerapkan sistem
manajemen handal dalam usahanya. Pasaran produknya cukup luas, mencakup
kota-kota di Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan bahkan ke Negeri Belanda
sendiri. Nitisemito dengan ide M Karmain kreatif memasarkan produknya,
misalnya dengan menyewa pesawat terbang Fokker seharga 200 gulden saat itu
untuk mempromosikan rokoknya ke Bandung dan Jakarta. Setiap ada pameran di
berbagai wilayah produk rokok kretek Nitisemito ikut serta meramaikan standstand yang ada, hingga meluaslah kabar produksi rokok kretek. Dalam promosi
rokoknya Nitisemito juga menyediakan barang-barang pecah belah sebagai
reward kepada para konsumen rokoknya (Solichin Salam, 1983 : 26).
Industri rokok kretek Kudus yang mayoritas dipegang oleh pribumi mulai
tahun 1880 tersebut merupakan kebanggan bagi pengusaha pabrik kretek pribumi
dan kota Kudus. Pengusaha pabrik kretek pribumi adalah orang-orang yang
mampu memajukan dirinya sendiri, orang yang tadinya tidak berharta, tidak
mempunyai bekal ilmu pengetahuan yang memadai, tetapi berkat keuletan kerja,
dengan

perasaan

dagangnya

yang

cerdik

dan

tajam

mereka

mampu

mengumpulkan kekayaan dengan mendirikan pabrik besar yang dijaga dan


dipeliharanya dari nol. Semangat mempertahankan apa yang telah dibangun oleh

68

pengusaha pribumi sangatlah kuat dan telah tertanam kuat dalam sanubari mereka
(Amen Budiman & Onghokham, 1987 : 107).
Sektor industri merupakan sektor yang paling strategis bagi perekonomian
Kudus, produk unggulan Kudus untuk industri besar atau sedang yaitu industri
rokok kretek. Komoditas industri rokok kretek Kudus memiliki potensi untuk
berkembang, tercermin bahwa industri rokok kretek Kudus : memiliki keunggulan
kompetitif, bahan baku yang cukup, sumber tenaga kerja yang memadai,
tersedianya modal yang cukup, mampu menyerap tenaga kerja terutama tenaga
kerja lokal setempat, memberi kontribusi terhadap perekonomian daerah dan
nasional, mempunyai jaminan mutu produksi yang baik, mampu meningkatkan
pendapatan dan kemampuan sumber daya masyarakat setempat, dan tersedianya
teknik industri yang tidak merusak budaya setempat. Rokok kretek buatan industri
rokok kretek Kudus mampu bersaing, nilai permintaannya tinggi baik bagi
pemasok maupun bagi pembeli, jangkauan pasarnya luas dan memiliki
keunggulan bila disaingkan dengan produk lain. Usaha rokok kretek Kudus juga
dalam perkembangannya mengalami pasang surut produksi, produktivitas tenaga
kerja, dan provitabilitas.

Sayangnya, industri rokok kretek Kudus memiliki

kelemahan : bahan baku rokok kretek masih didatangkan dari luar daerah,
permodalan industri kecil kurang, limbah industri merajalela dan menggangu,
persaingan pasar yang ketat. Untuk mengatasi kelemahan industri rokok kretek
Kudus tersebut diperlukan kerjasama antara pemerintah, pejabat pemerintah,
pengusaha, dan lingkungan dunia usaha mengembangkan industri rokok kretek
dan perekonomian daerah Kudus, atau dengan meningkatkan basis industri dan
meningkatkan kemandirian industri (Pemkab Kudus, 2004 : 90-110).

D. Kondisi Industri Rokok Kretek di Kudus awal Dekade 1900-an


1. Awal Mula Sumber Bahan Baku Industri Rokok Kretek Kudus

Bahan baku rokok kretek Kudus utamanya adalah tembakau dan cengkeh.
Satu hal yang luar biasa, bahwa Kudus bukan merupakan wilayah penghasil bahan

69

baku rokok kretek tersebut, bahkan tanahnya tidak cocok untuk ditanami bahan
baku tembakau ataupun cengkeh.
Dikenalnya tembakau oleh masyarakat Kudus ternyata memiliki hubungan
historis dengan Sunan Kudus. Menurut oral history dari masyarakat Kudus dan
adanya makam atau petilasan Sunan Kedu di desa Gribig, Kecamatan Gebog,
Kabupaten Kudus yang terletak di dekat gudang pabrik-pabrik rokok kretek
Kudus, menyatakan bahwa tembakau diperkenalkan kepada masyarakat Kudus
oleh Sunan Kedu. Hingga akhirnya dapat dimanfaatkan dengan menjadi
penemuan rokok kretek.
Sunan Kedu lahir di Paraan Kabupaten Temanggung (daerah sentra
tembakau). Semasa kecil bernama Abdul Hakim dan menginjak dewasa belajar ke
Mekkah untuk memperdalam ilmu agama dan setelah kembali dari Mekkah diberi
gelar Sunan Kedu atau Syeikh Abdul Basyir (setingkat wali). Sunan Kedu sangat
gigih dalam menjalankan syiar Islam dan pemerintahan. Sunan Kedu datang ke
Kudus terutama ke daerah Gribig sekitar tahun 1576 M. Sunan Kedu datang ke
wilayah Kudus dengan tujuan untuk nyantri di Mbah Sunan Kudus untuk
menjalankan syiar Islam di Kudus dan sekitarnya dan di Gribig pada khususnya.
Selama nyantri di Sunan Kudus, dikalangan santri Sunan Kedu adalah santri yang
berpengetahuan agama Islam sangat luas. Sunan Kedu yang berasal dari
Temanggung diam-diam memiliki keahlian sebagai seorang petani tembakau yang
handal. Keahlian ini yang dibawa Sunan Kedu memperkenalkan tembakau pada
gurunya Sunan Kudus yang seorang pedagang untuk mengusahakan tembakau
sebagai tanaman perdagangan (wawancara bapak Hardi Cahyana : 31 Desember
2009).
Kisah pewayangan tentang peranan Sunan Kedu terhadap penemuan
tembakau dan rokok kretek di Kudus menceritakan suatu kisah yang berbeda.
Kisah Sunan Kedu di Kudus yang berhubungan dengan tembakau dan penemuan
rokok kretek diusahakan untuk menarik dan mempermudah ingatan masyarakat
tentang munculnya tembakau dan pengusahaan rokok kretek Kudus masa
penyebaran Islam. Ketika masa penyebaran Islam, Sunan Kedu dari Magelang
berniat sowan (berkunjung) kepada Sunan Muria. Di tengah perjalanannya, sudah

70

menjadi kebiasaaan masyarakat jaman dahulu untuk saling mengadu kesaktian


yang dimiliki. Sunan Kedu ingin mengadu kesaktiannya dengan Sunan Kudus.
Sunan Kedu bersenjata tampah yang diterbangkan ke wilayah Menara melewati
puncak Menara Kudus dengan tujuan untuk berusaha memancing kemarahan
Sunan Kudus. Kejadian tersebut menjadikan Sunan Kudus merasa tertantang dan
meminta Sunan Kedu untuk adu ayam. Adu ayam jago terjadi di daerah Gunung
Pati Ayam, perbatasan Kudus-Pati. Sunan Kedu menggunakan ayam jago
andalannya dan Sunan Kudus dengan kesaktiannya mengubah gaman kapak
menjadi ayam jago. Perjanjian antara Sunan Kedu dan Sunan Kudus, adalah siapa
yang kalah harus bergantung pada yang menang. Dalam pertarungannya Sunan
Kedu kalah. Sunan Kudus meminta Sunan Kedu membawa bibit tembakau dari
Magelang untuk ditanam. Atas keputusan para Sunan, bibit tembakau harus
ditanam Sunan Kedu di Magelang dan hasilnya dibawa ke Kudus. Tembakau hasil
tanam Sunan Kedu digunakan Sunan Kudus untuk nginang. Ketika itu banyak
masyarakat Kudus Kulon yang berguru kepada Sunan Kudus, maka dari itu
tembakau diupayakan oleh warga di Kudus sebagai salah satu barang dagangan
dan sampai akhirnya dikembangkan menjadi temuan rokok klobot.
Kesaktian Sunan Kudus dalam bahasa Jawa kesedik wali, semua ucapan
Sunan Kudus yang menyatakan bahwa siapa yang kalah harus bergantung kepada
yang menang dalam tradisi lisan masyarakat Kudus ini ada benarnya. Tembakau
Kedu yang dihasilkan wilayah Kedu (Sunan Kedu) hanya dapat digunakan untuk
membuat rokok kretek oleh industri rokok kretek di wilayah Kudus saja, di
wilayah lain tidak dapat digunakan.
Sunan Kedu wafat sekitar tahun 1612 M, di desa Gribig Kecamatan Gebog
Kabupaten Kudus. Beliau dimakamkan di desa Gribig. Dari tembakau yang
dibawa Sunan Kedu menjadi awal perkembangan perdagangan tembakau di
Kudus, sampai akhirnya tercipta rokok klobot. Rokok klobot yang diminati warga
Kudus berkembang pesat menjadi usaha kecil, dan oleh pengusaha pribumi terus
mengembangkannya menjadi suatu industri rokok kretek Kudus yang terkemuka
di dalam maupun di luar negeri. Perusahaan-perusahaan rokok kretek Kudus
masih melestarikan budaya khaul terhadap Sunan Kedu. Setiap tanggal 13 bulan

71

Syuro diadakan penyembelihan kerbau untuk acara khaul yang dikelola


masyarakat sekitar dan dikunjungi masyarakat dari seluruh penjuru Kudus atau
dari sekitar daerah Kudus (wawancara Bapak Masturi : 26 Oktober 2009).

2. Pengadaan Bahan Baku Industri Rokok Kretek Kudus


Penemuan rokok kretek di Kudus oleh Haji Jamahri dan Mbok Nasilah
sekitar tahun 1880-an, membuat banyak orang mengikuti jejak Mbok Nasilah
hingga lahirlah industri rokok kretek di Kudus. Pada mulanya, segala sesuatu
tentang industri rokok kretek dalam pengerjaan dan penjualan produk rokok
kreteknya masih sangat sederhana bahkan belum nampak adanya suatu lapangan
usaha yang menjanjikan. Tahun 1880-an sampai 1980-an industri rokok kretek di
Kudus mulai berkembang. Ditemukannya tembakau berakibat kepada semakin
meningkatnya kegemaran orang mengkonsumsi tembakau. Basic pedagang yang
dikuasai oleh masyarakat Kudus ditambah dengan perkembangan kegemaran
orang mengkonsumsi tembakau menumbuhkan kemampuan masyarakat Kudus
untuk membuat dan memasarkan rokok tradisional atau rokok klobot (Marcel
Boneff, 1990 : 240). Rokok klobot merupakan jenis rokok pertama yang umum
dinikmati masyarakat Kudus. Baru pada tahun 1880 ditemukanlah rokok kretek
sebagai pembaharuan rokok klobot. Bunyi kretek-kretek yang ditimbulkan dari
pembakaran klobot ini membawa perubahan sebutan rokok klobot menjadi rokok
kretek. Pada awal kelahiran rokok kretek di Kudus, perdagangan dan pemenuhan
permintaan rokok kretek hanya terbatas di Kudus saja. Dalam waktu yang sangat
singkat, rokok kretek juga disenangi di daerah lain di luar kota Kudus. Sedikit
demi sedikit pemasaran rokok kretek mengalami peningkatan yang luar biasa.
Apalagi setelah munculnya Nitisemito sebagai pioneer wiraswastawan pribumi
yang sukses mengelola industri rokok kretek miliknya.
Berkat keahlian para pengusaha rokok kretek pribumi dalam perataan
pemakaian cengkeh dan tembakau, serta penentuan syarat-syarat pembuatan
rokok kretek, pengusaha rokok kretek memberi rasa khas terhadap produksi rokok
kreteknya. Apalagi dengan variasi bahan, kadar campuran, dan komposisi saus

72

membuat rokok kretek memiliki rasa khas yang dapat memuaskan permintaan
konsumennya (wawancara Bapak Afif Masluri : 12 Oktober 2009).
Bahan baku utama untuk membuat rokok kretek ada dua macam, yaitu
tembakau dan cengkeh.
a. Tembakau
Pada tahun 1863, Nien Huys pegawai bangsa Belanda mencoba
menanam jenis tanaman baru di daerah Deli. Tanaman ini disebut
dengan tembakau, dan berhasil tumbuh menjadi tanaman komoditi
pembuatan cerutu (Antonie Rieth, 1987 : 98). Tanpa tembakau rokok
tidak dapat diproduksi. Seluruh perusahaan rokok kretek yang ada di
pulau Jawa biasanya menggunakan tembakau yang dihasilkan dari
wilayah pulau Jawa sendiri. Umumnya, perusahaan rokok kretek dari
suatu daerah tertentu belum tentu menggunakan tembakau yang
dihasilkan dari daerahnya sendiri sebab perusahaan rokok kretek tidak
hanya mendatangkan satu jenis tembakau saja untuk produksi rokok
kreteknya.
Dataran Kudus tidak cocok untuk menanam jenis tanaman
tembakau, kalaupun dapat ditanam tembakau yang dihasilkan dari
daerah Kudus rasanya terlalu pahit dan aromanya tidak begitu harum.
Sedang untuk menghasilkan rokok kretek dibutuhkan tembakau yang
mempunyai rasa gurih dan mempunyai aroma harum. Kebutuhan
tembakau untuk perusahaan rokok kretek Kudus didatangkan dari
daerah : Kedu, Weleri, Bojonegoro, Mojokerto, Madura, dan
Temanggung. Tembakau bisa sangat mempengaruhi rokok kretek yang
akan dibuat sesuai dengan rasa dan kaulitas tembakaunya. Rasa dan
kualitas rokok kretek tertentu, juga membutuhkan rasa dan kualitas
tembakau tertentu pula. Rasa dan kualitas tembakau dipengaruhi oleh
iklim dan letak geografi daerah tanam tembakau. Hal inilah yang
menyebabkan adanya perdagangan tembakau, dari daerah-daerah
menuju ke Kudus (Mark Hanusz, 2000 : 78-82).

73

Sebagian besar pengusaha rokok kretek sangat merahasiakan


pembelian dan jumlah penggunaan tembakau, hal ini dilakukan untuk
menghindari ramuannya tidak diketahui oleh pihak lain. Cara
perusahaan rokok kretek Kudus menciptakan tembakau dengan
mengangkat seorang agen atau perwakilan perusahaan rokok
kreteknya. Jika tidak, pengusaha rokok kretek di Kudus berusaha
mencari tembakau di daerah-daerah penghasil tembakau yang
dibutuhkan oleh perusahaannya.
Bentuk penjualan tembakau dari petani secara langsung kepada
agen atau pengusaha rokok kretek, antara lain :
1.)

Dijual secara bebas, yaitu tembakau dijual oleh petani


kecil kepada agen pada waktu tembakau masih belum
dipanen. Cara pembelian seperti ini biasanya berlaku
untuk jenis tembakau Virginia dan tembakau Weleri.

2.)

Menjual rajangan kepada tengkulak-tengkulak kecil yaitu


tembakau dipanen kemudian tembakau dikeringkan dan
dirajang, baru kemudian dijual kepada agen atau langsung
kepada pengusaha rokok kretek.

3.)

Tengkulak kecil menjual tembakau kepada tengkulak


besar. Prosesnya sama dengan atas, bedanya tembakau
tersebut diserahkan langsung oleh tengkulak besar kepada
pengusaha rokok kretek tanpa melalui agen.

4.)

Tengkulak menjual langsung kepada pengusaha rokok


kretek dengan mendapat komisi langsung dari pengusaha
rokok kretek di perusahaan. Tengkulak macam ini biasa
disebut dengan makelar tembakau (wawancara Bapak
Afif Masluri : 25 Oktober 2009).

Perbedaan kualitas tembakau ditentukan oleh faktor alam dan


faktor perawatan. Faktor perawatan meliputi : perajangan dan
penyimpanan tembakau yang nantinya sangat mempengaruhi harga
tembakau bila hasilnya baik (Mark Hanusz, 2000 : 87-88).

74

Tembakau yang dijual di daerah Kudus biasanya diambil dari


nama daerah asalnya, seperti : tembakau Temanggung dan tembakau
Madura. Pengusaha rokok kretek Kudus banyak menggunakan
tembakau dari daerah Madura, Temanggung, Weleri, Magelang,
Mojokerto, Muntilan dan Bojonegoro. Jenis tembakau Virginia
terutama tembakau krosok Bojonegoro mempunyai mutu paling baik
untuk membuat rokok kretek. Tembakau krosok juga dihasilkan dari
daerah Wonosobo, Besuki, Lumajang, dan Bojonegoro (wawancara
bapak Afif Masluri : 12 Oktober 2009).
Perusahaan rokok kretek Kudus lebih senang menggunakan
tembakau dari daerah Kedu, hal ini disebabkan tembakau yang
dihasilkan dari daerah Kedu juga sangat cocok untuk memproduksi
rokok kretek. Daerah Kedu menghasilkan tembakau garangan dan
tembakau pepean, jenis tembakau kuning dan rasanya ringan. Harga
tembakau dari Kedu cukup terjangkau dan kualitasnya cukup bagus.
Menurut RJL Kussendrager dalam Amen Budiman & Ong Hok Ham (
1987 : 89) juga menyebutkan ketinggian mutu tembakau dari Kedu :
tembakau Kedu sangat disukai benar yang dipandang sebagai
tembakau yang paling baik di seluruh Pulau Jawa. Orang Belanda
juga memakai tembakau Kedu sebagai bahan pembuatan cerutu
mereka.
Biasanya tembakau yang digunakan dalam rokok kretek lebih
bernilai bila disimpan lebih lama. Beberapa perusahaan rokok kretek
menyimpan tembakau selama lima tahun. Kulaitas rokok yang bagus
akan diperoleh jika tembakau disimpan lebih lama dahulu di dalam
gudang. Rokok buatan pabrik kecil yang murah biasanya cukup
membutuhkan waktu simpan selama tiga bulan. Semakin baik kualitas
tembakau maka terjadi perbaikan mutu hasil produksi rokok kretek.
Agar memperoleh tembakau dengan harga murah biasanya pengusaha
membeli tembakau saat panen sehingga harganya murah. Tembakau

75

untuk rokok klobot perlu disimpan selama enam bulan (Lance Castle,
1982 : 48).
b. Cengkeh
Cengkeh yang digunakan ada dua macam, yaitu :
a) Cengkeh impor dari Zanzibar dan Madagaskar
b) Cengkeh hasil produksi dalam negeri dari daerah Manado,
Maluku, Ambon, Jawa Barat, Jawa Tengah (Mark Hanusz,
2000 : 64).
Perusahaan rokok kretek Kudus lebih senang menggunakan
cengkeh impor daripada menggunakan cengkeh hasil dalam negeri,
sebab kualitas cengkeh impor jauh lebih baik, kadar minyaknya lebih
banyak, rasanya gurih, lebih banyak mengkreteknya (mengeluarkan
suara kretek-kretek) dan rasanya lebih ringan.
Untuk penggunaan cengkeh impor pemerintah mengusahakan
pembagian cengkeh bagi pengusaha rokok kretek di Jawa agar
cengkeh tidak menjadi obyek spekulasi pengusaha rokok kretek.
Pembagian cengkeh impor diatur berdasarkan besar kecilnya
perusahaan rokok kretek dalam membayar pajak pita cukai. Untuk
penggunaan cengkeh dalam negeri tidak diadakan sistem pembagian
sebab harganya jauh lebih murah, rasanya keras (nyegrak), tidak ada
rasa gurihnya, dan kurang mengkreteknya (Mark Hanusz, 2000 : 69).
Semakin banyak penggunaan cengkeh dalam suatu perusahaan
rokok kretek, menunjukkan semakin banyak produksi rokok kretek.
Naik turunnya penggunaan cengkeh di perusahaan rokok kretek
dipengaruhi oleh jumlah impornya. Kondisi negara yang tidak stabil
juga mempengaruhi pasokan impor cengkeh ke Indonesia. Ketika
kondisi negara sedang tidak stabil masa 1950-an, maka terjadi
pembatasan impor cengkeh. Hal ini memaksa pengusaha untuk
berupaya menutup kebutuhan cengkeh pabrik rokok kreteknya dengan
penggunaan cengkeh yang diusahakan di dalam negeri.

76

Harga cengkeh yang selalu mengalami fluktuasi dari tahun ke


tahun, menjadi salah satu persoalan yang sulit bagi pabrik rokok
kretek. Untuk mengatasi masalah harga cengkeh yang melambung
tinggi,

pengusaha

rokok

kretek

pernah

tergoda

untuk

mempergunakan tembakau atau cengkeh yang lebih murah, atau


dengan penggunaan campuran dengan takaran atau perbandingan
campuran cengkeh yang lebih rendah dibanding dengan tembakau,
atau mengurangi upah para abon (Lance Castle, 1982 : 63-64).
Langkah-langkah tersebut dilakukan dengan harapan dapat
menekan biaya, sehingga harga jual rokok dapat dipenuhi oleh para
konsumen yang kebanyakan golongan menengah ke bawah. Mutu dan
campuran tembakau dengan cengkeh merupakan hal yang sangat
penting dalam pabrik kretek.
Untuk cengkeh tidak perlu disimpan dalam waktu lama untuk
mendapatkan aroma khas, tetapi karena naik turunnya harga dan
kadang terjadi perhentian penawaran serta kesulitan pembagian dari
pemerintah kolonial maka perusahaan rokok kretek sebaiknya
mempunyai persediaan cengkeh yang cukup (Lance Castle, 1982 : 48).
Bahan baku pendukung untuk memproduksi rokok kretek dan rokok
klobot, antara lain :
a. Daun Jagung atau klobot sebagai pembungkus rokok klobot
Klobot yang digunakan dalam industri rokok kretek masa itu,
digunakan istilah ombyok, uter, ontong. Setiap satu ombyok klobot
terdiri dari 20 buah ontong jagung, tiap 25 ombyok berisi 500 ontong
dan disebut satu uter. Dan setiap satu ontong klobot dapat dijadikan
kira-kira sebanyak 5 batang rokok. Kira-kira satu uter klobot dapat
dijadikan 2500 buah batang rokok (Solichin Salam, 1983 : 18).
Biasanya klobot yang digunakan dalam industri rokok kretek
Kudus berasal dari daerah Undaan (pinggiran kota Kudus yang
berbatasan dengan Grobogan, Purwodadi). Kualitas klobot jagung dari
daerah Undaan tersebut baik, tapi kwantitas atau jumlah pemenuhan

77

bahan produksinya tidak mencukupi. Untuk menutupi kekurangan


kebutuhan bahan

baku klobot

industri

rokok kretek Kudus

mempergunakan klobot dari daerah Purwodadi (dari desa Plendungan


dan Kuwu), memang kualitasnya tidak sebagus klobot dari daerah
Undaan tapi kwantitasnya mencukupi (Solichin Salam, 1983 : 18).
b. Tali pengikat atau jinggo, untuk mengikat rokok klobot
c.

Saus, bahan pewangi rokok kretek.


Saus digunakan sebagai bahan pemberi rasa khas pada aroma
rokok kretek yang membedakan rokok yang satu dengan yang lain.
Rasa atau aroma dari rokok kretek tiap perusahaan berbeda-beda.
Penggunaan saus sangat mempengaruhi rasa rokok kretek. Hal ini
mengakibatkan saus sebagai bahan misterius dalam mengahasilkan
rokok kretek. Perusahaan rokok kretek besar biasanya menggunakan
saus yang didatangkan dari Inggris dan Amerika. Tiap daerah biasanya
memiliki permintaan berbeda-beda terhadap rasa atau aroma rokok
kretek : di Jawa Barat lebih menyukai rasa pedas, di Jawa Tengah
lebih menyukai rasa manis, dan di Jawa Timur menyukai rasa asin
(Mark Hanusz, 2000 : 90-96).

d. Lem dari tepung aci, untuk mengelem kertas sigaret kretek dan kertas
kemasan luar (kertas selop luar)
e. Kertas
Kegunaan kertas pada industri rokok kretek Kudus, ada beberapa
macam :
a) pembungkus rokok (kertas papir)
b) pengepak terdiri dari jenis kertas cassing, HVS, syllovan, dan
kertas minyak.
c) mencetak pita cukai
d) pengepres dan pembungkus luar (selop)
e) pembuatan merk luar (wawancara Bapak Afif Masluri : 25 Oktober
2009).

78

Jumlah penduduk yang kian bertambah dan jumlah perusahaan


yang menggunakan kertas bertambah mengakibatkan kelangkaan
kertas. Kelangkaan kertas sering mengakibatkan kerugian besar bagi
industri rokok kretek Kudus. Apabila kekurangan jenis kertas pita
cukai yang dibuat oleh pemerintah, pengusaha rokok kretek Kudus
mengalami kerugian yang tidak sedikit. Rokok yang sudah dibungkus
tidak dapat dipasarkan, kondisi tersebut dapat menghentikan
perputaran modal dan bahkan dapat mengakibatkan rokok kretek yang
telah jadi dan disimpan digudang akan rusak dimakan ulat atau terkena
udara lembab, sehingga tidak dapat dipasarkan lagi.
Kebutuhan kertas tidak dapat dipenuhi hanya dari dalam negeri,
produksi kertas Padalarang dan Leces tidak dapat memenuhi hampir
semua jenis kertas kebutuhan perusahaan rokok kretek Kudus hanya
kertas pengepak jenis pembungkus luar yang dapat dipenuhi.
Sedangkan kebutuhan kertas yang lain, seperti : kertas pita cukai yang
dicetak pemerintah, kertas papir, kertas pembungkus selop luar, harus
didatangkan dari Inggris dan Jerman.
Kebutuhan kertas perusahaan rokok kretek Kudus memunculkan
ide pembuatan industri kertas di Kudus. Tahun 1952 pemerintah dan
panitia pengelola rencana pembuatan kertas industri rokok kretek
Kudus telah berhasil mengupayakan penanaman pohon pinus di Jawa
sebagai bahan pembuatan kertas. Tahun 1958, perusahaan kertas
didirikan di Kudus. Mulai tahun 1960, kebutuhan kertas industri rokok
kretek Kudus sudah dapat dipenuhi oleh perusahaan kertas yang telah
didirikan di Kudus dan tidak lagi mengimpor kertas dari luar negeri.
Penyediaan bahan baku rokok kretek bagi industri rokok kretek Kudus
masih sangat bergantung dari daerah lain di luar kota Kudus, bahkan dari luar
negeri. Diperlukan hubungan timbal balik dan interaksi yang baik dengan daerahdaerah penunjang bahan baku industri rokok kretek Kudus. Agar proses
pendistribusian bahan baku rokok kretek dari daerah-daerah tersebut ke Kudus
berjalan dengan lancar.

79

3. Produksi Rokok Kretek Kudus


Pada awal pembentukan indstri rokok kretek Kudus cara produksi yang
diterapkan masih sangat tradisional, yaitu : klobot dibesut (dihaluskan), kemudian
campuran tembakau dan cengkeh dibungkus dengan klobot secara hati-hati agar
klobot tidak sobek oleh batang cengkeh. Salah satu ujung rokok klobot diikat
dengan tali atau serat, terakhir rokok klobot dijajakan di warung, kampungkampung,

dan

dipasar-pasar.

Kemajuan

industri

rokok

kretek

Kudus

memungkinkan munculnya sejumlah merk Indonesia yang pemiliknya dikenal


sebagai raja kretek. Hal ini merupakan teladan yang baik bagi penduduk pribumi
untuk menunjukkan kekuatan diri pada masa kolonial Belanda. Masa Kolonial, di
Kudus telah berdiri 12 perusahaan rokok besar, 16 perusahaan menengah, dan
tujuh pabrik rokok kecil (gurem) (Lance Castle, 1982 : 46).
Pada tahun 1920-an, rokok kretek yang beredar adalah rokok kretek yang
masih sederhana sistem pengerjaannya belum ada mesin modern hanya perlu
keahlian khusus dari para buruhnya. Pengusaha rokok kretek memperoleh
tembakau dan cengkeh dengan kualitas super dari berbagai daerah penyuplai
tembakau dan cengkeh. Pihak pabrik mencampurkan sendiri tembakau, cengkeh,
serta saus rahasia yang menjamin mutu produksi rokok kreteknya. Kegiatan
mencampur bahan pembuat rokok kretek dilakukan di dalam pabrik oleh
pengusaha sendiri untuk menjamin rahasia kenikmatan khas dari masing-masing
rokok kretek

yang dibuat, agar tidak

sering merubah aturan dalam

pencampurannya. Pengusaha rokok kretek harus benar-benar memikirkan


produksi rokok kreteknya. Rasa dan perbandingan bahan harus benar-benar
dipikirkan untuk menjaga kepercayaan konsumen. Cengkeh dan tembakau terdiri
dari beraneka jenis, masing-masing memiliki keistimewaan dan rasa yang khas.
Seorang pengusaha rokok kretek harus mempunyai pengalaman luas di bidang
pertembakauan, serta percampuran cengkeh dan saus. Pengusaha yang
berpengalaman dapat meramu tembakau dan melakukan pencampuran dengan
komposisi yang tepat sehingga menjadi rokok kretek sesuai yang diinginkan untuk
konsumen. Ahli mencampur bahan rokok kretek tersebut dinamakan master.
Masing-masing kemampuan atau selera pengusaha memberikan ciri tersendiri

80

pada jenis rokok kretek yang dihasilkan. Pengolahan bahan rokok kretek Kudus
sebagai kunci rahasia dari masing-masing perusahaan, jangan sampai diketahui
perusahaan lain bahkan diketahui umum (wawancara Bapak Afif Masluri : 25
Oktober 2009).
Berhubung dengan bentuk rokok yang diproduksi yang lancip di salah satu
ujungnya pada waktu itu, dan bungkus yang digunakan untuk membungkus
tembakau dan cengkeh dari daun klobot, maka butuh ketrampilan khusus dalam
membuat lintingan rokok kretek. Membesut klobot tidak mudah, apalagi dengan
campuran tembakau dan cengkeh harus diusahakan agar rajangan cengkeh
tersebut tidak merusak atau merobek klobot pembungkusnya. Ribuan tangan
terampil dibutuhkan untuk memenuhi permintaan rokok kretek Kudus. Pekerja
rokok kretek selain bekerja di pabrik biasanya mengerjakan pekerjaan di rumahrumah. Pekerja yang rumahnya jauh tidak perlu meninggalkan rumah,
menghabiskan uang transport, dan tetap bisa melaksanakan kegiatan rumah
tangga, serta pekerjaannya dapat dibantu oleh seisi rumah (Arsip PNRI :
Peroesahaan Rokok Kretek di Koedoes).
Pekerja yang bekerja di pabrik biasanya bagian sortir (bagian pemilah),
pembungkus rokok kretek dalam pack, dan pengirim hasil produksi untuk
didistribusikan pada agen dan pemesan rokok kretek. Sebagian besar kegiatan
melinting rokok dilakukan di rumah-rumah. Bahan-bahan pembuat rokok kretek
dibagikan dari pabrik kepada para abon yaitu orang yang menjadi perantara antara
majikan dalam pabrik dengan buruh-buruh. Bahan-bahan pembuat rokok biasanya
diambil secara keseluruhan terlebih dahulu oleh para abon pada salah satu pabrik
rokok kretek Kudus, kemudian abon membagi-bagikan bahan-bahan tersebut
kepada buruh atau kornet. Jumlah abon ditaksir sekitar 30.000orang lebih.
Abon ini berasal dari lingkungan kampung sekitar district Kudus yang
datang ke pabrik rokok kretek, dan meminta campuran bahan rokok kretek yang
telah siap dari para pengusaha untuk diedarkan kepada para buruh linting rokok
rumahan dan dilinting di rumah mereka masing-masing yang disebut kornet.
Rokok kretek yang telah dilinting oleh para kornet diserahkan kembali kepada
para abon untuk dikumpulkan. Setelah terkumpul dalam jangka waktu seminggu,

81

para abon mengembalikan rokok kretek yang telah jadi kepada pengusaha pabrik
dan mereka mendapatkan upah sesuai jumlah yang telah mereka kerjakan (Lance
Castle, 1982 : 61-63).
Para abon harus menjaga dengan baik hasil produksi rokok selama dalam
pengangkutan dengan menggunakan gerobak kuda dari desa-desa disekitar Kudus
ke pabriknya, dan biaya keseluruhan dari produksi dan pengangkutan ditanggung
oleh perusahaan. Biasanya para abon menerima pekerjaan dari seorang pengusaha
dan menerima dari pengusaha yang bersangkutan semacam abonnemen rokok
yang mereka hasilkan. Oleh karena itu, mereka disebut sebagai abonne yang
artinya langganan (Amen Budiman & Ong Hok Ham, 1987 : 113).
Sistem abon diterapkan berdasar pada beberapa pertimbangan, masa
kelahiran industri rokok kretek Kudus telah mendapatkan buruh pelinting rokok
dari kota Kudus sendiri. Untuk mencapai tingkat produksi yang mereka inginkan,
pengusaha rokok kretek kemudian mengambil pekerja-pekerja baru dari daerah di
sekitar kota Kudus. Untuk mendatangkan pekerja yang letaknya jauh dari pabrik,
butuh biaya transportasi yang banyak. Biaya transportasi tidak mungkin
dibebankan terhadap harga jual kepada konsumen, karena konsumen yang
sebagian rakyat berpenghasilan rendah tidak mungkin harga jual rokok dinaikkan.
Masalah lain adalah tempat bagi ribuan pekerja ketika itu belum memungkinkan,
biaya pembangunan pabrik masih sangat mahal. Oleh karena itu, digunakan
sistem abon agar produksi rokok yang diinginkan terpenuhi tanpa harus repot
memikirkan biaya transport yang harus dikeluarkan bagi pekerja yang jauh, dan
tempat bagi pekerja untuk memproduksi rokok kretek (Amen Budiman & Ong
Hok Ham, 1987 : 112).
Umumnya pengusaha besar pabrik rokok kretek mempunyai sekitar 100
abon. Abon memiliki anak buah atau buruh-buruhnya sendiri dalam kampungnya
yang disebut kornet sekitar delapan sampai sepuluh kornet. Sistem abon ini
merupakan sistem yang masih tradisional, di mana pekerja mengerjakan produksi
rokok kretek di rumah masing-masing. Biasanya dalam satu rumah satu keluarga
dapat ikut membantu mengerjakan produksi rokok kretek. Selain itu, produksi
rokok kretek ini dapat dikerjakan pada waktu luang setelah pekerjaan rumah

82

selesai dikerjakan. Jadi buruh rokok ini masih dapat melakukan aktivitas sehariharinya tanpa harus keluar jauh dari rumah.
Selama sepuluh sampai lima belas tahun sebelum pendudukan Jepang,
sistem abon digantikan dengan sistem pabrik. Alasan utama penggantian sistem
ini adalah untuk memenuhi kebutuhan penguasaan yang lebih besar karena
industri rokok kretek mengalami persaingan menghadapi tantangan baru dari
tahun 1925 sampai 1933. Karena mutu rokok kretek sangat ditentukan oleh
campuran tembakau dan cengkeh, maka pengadaan bahan baku menjadi satu hal
yang cukup penting bagi usaha rokok kretek. Untuk mendapatkan kualitas rokok
kretek yang baik maka perlu diimpor cengkeh dari Zanzibar. Harga cengkeh
sendiri selalu mengalami fluktuasi harga, tahun 1928 harga cengkeh melambung
tinggi hingga begitu menyulitkan industri rokok kretek. Karena sebagian besar
perokok adalah golongan miskin maka beberapa kebijakan harus dikeluarkan oleh
para pengusaha rokok kretek. Pengusaha rokok kretek tergoda untuk
menggunakan tembakau atau cengkeh yang lebih murah atau perbandingan
tembakau dan cengkeh dikurangi, atau mungkin mengurangi jumlah tenaga abon.
Dengan tujuan untuk menekan biaya, sehingga konsumen tidak lekas kabur
(Lance Castle, 1982 : 63-64).
Kebijakan mengurangi upah para abon, mendapat respon negatif dari para
abon. Abon yang membenci kebijakan tersebut membalas dendam dengan
memalsukan cengkeh yang rendah mutunya ke dalam campuran tembakau saat
menggulung rokok tersebut. Tahun 1930-an pengusaha rokok kretek mulai
membangun

pabrik-pabrik

dan

meninggalkan

kebiasaan

memborongkan

pekerjaan menggulung kepada para abon. Dibukanya pabrik, secara otomatis


modal kerja dapat dihemat dalam satu lingkungan kerja. Biaya produksi yang
melambung dapat ditutup dengan masuknya modal kerja yang diperoleh, sehingga
pengusaha rokok kretek masih bisa menguasai merk kesetiaan bagi konsumennya
(Lance Castle, 1982 : 64).
Pekerjaan membuat rokok kretek ini membutuhkan kesabaran, tenaga
buruh rokok kretek mendapat gaji borongan sesuai dengan berapa banyak dia
menghasilkan rokok kretek hari itu pula. Sebagian besar pekerjaan membuat

83

rokok kretek ini dilakukan oleh wanita. Wanita-wanita Jawa agaknya sudah
terbiasa mencari pekerjaan di luar rumah. Daerah Jawa sendiri notabennya sudah
kelebihan jumlah penduduk, produksi rokok kretek telah menarik penduduknya
menjadi buruh industri rokok kretek. Banyak dari pekerja merupakan wanita,
mereka bekerja untuk menambah penghasilan suami atau keluarga mereka yang
kebanyakan hanya sebagai petani dan pengrajin. Upah buruh rokok dahulu masih
kecil, maka sumber penghidupan harus ditutupi dengan pertanian yang dahulu
mereka miliki. (Lance Castle, 1982 : 52)
Mayoritas buruh memang merupakan wanita yang berasal dari kampungkampung, namun di dalam satu pabrik besar ada sejumlah karyawan yang digaji
besar dengan kedudukan tertentu. Karyawan yang digaji besar biasanya
berkedudukan sebagai juru tulis atau pengawas. Kehidupan karyawan lebih terikat
pada pabrik sebagai sumber penghasilan utama. Karyawan yang mendapat hak
istimewa ini paling sedikit merupakan anggota kultural yang sama atau keluarga
dari pemilik pabrik (Lance Castle, 1982 : 92).
Industri rokok kretek secara teknis memang sederhana, tapi di dalamya
banyak kerumitan. Pengusaha dan mereka yang bekerja di dalam perusahaan
harus pandai-pandai membeli bahan baku, menjalankan proses produksi dan
pengawasan proses produksi dan memasarkan hasil produksi haruslah
mempergunakan ketrampilan yang sungguh-sungguh untuk mendapatkan laba dan
mempertahankan kepercayaan konsumen, serta kelangsungan usaha rokok kretek.
Proses produksi rokok kretek Kudus secara garis besar dibagi menjadi tiga
bagian :
a. Proses Pengerjaan
Beberapa jenis tembakau rajangan dicampur menjadi satu dengan
perbandingan tertentu. Campuran tersebut dimasukkan dalam mesin
pencampuran untuk dibersihkan dari tanah dan kotoran. Cengkeh
direndam dalam air supaya minyaknya hilang, agar rasanya tidak terlalu
pedas. Cengkeh yang sudah direndam dimasukkan dalam mesin
perajang cengkeh. Kemudian tembakau dan cengkeh yang sudah siap
dicampur menjadi satu dalam perbandingan tertentu kira-kira dua

84

banding satu. Dua untuk tembakau dan satu untuk cengkeh. Setelah
selesai baru diberi saus atau biang wangi-wangian yang biasanya
diimpor. Agar perbandingan bahan-bahan tersebut meresap ke dalam
tembakau, campuran tersebut disimpan dalam waktu satu sampai dua
malam (wawancara bapak Afif Masluri : 25 Oktober 2009). Setiap
pabrik biasanya mempunyai rahasia campuran jenis-jenis tembakau,
cengkeh, dan saus. Hal ini bertujuan untuk menjaga kesetiaan konsumen
rokoknya dan berusaha mempertahankan rasa yang khas dari masingmasing produksi pabrik rokok kretek. (Lance Castle, 1982 : 45)
b. Proses pembuatan
Rokok yang dihasilkan ada dua macam, yaitu rokok klobot dan
sigaret kretek.
1.) Rokok Klobot
Seperti yang telah diterakan diatas, pembuatan rokok
klobot masih sangat sederhana. Pengerjaannya hanya butuh
keahlian tangan buruhnya. Tembakau dan cengkeh dicampur
dengan perbandingan rata-rata dua (tembakau) banding satu
(cengkeh). Klobot dibesut (dihaluskan) dengan setrika, formula
yang telah jadi dimasukkan dan dilinting, diikat dengan benang
(jinggo) (Lance Castle, 1982 : 42).
Proses

penggulungan

rokok

klobot

benar-benar

membutuhkan ketrampilan dan keahlian tangan pembuatnya,


dalam sehari pembuatam rokok klobot hanya mampu mencapai
2000 batang. Untuk membesut klobot biasanya buruh membawa
pulang seikat klobot ke rumah untuk disetrika, sebagai bekal
besok membuat rokok klobot berikutnya (Lance Castle, 1982 :
46).
2.) Sigaret Kretek
Setelah proses pengerjaan, formula yang sudah jadi
dibagikan kepada buruh penggulung. Buruh duduk menghadap
mesin penggulung. Mesin penggulung terdiri dari kayu, kain,

85

dan logam. Buruh penggulung

yang jumlahnya banyak

berkumpul dalam satu ruangan, tidak ada usaha diantara mereka


saling membantu ataupun berbicara pada saat bekerja. Setiap
buruh berusaha mengejar target produksi sebanyak mungkin,
karena upah yang diterimanya tergantung dari besar kecilnya
buruh menggulung rokok kretek. Pembuatan sigaret kretek
memerlukan

gerakan

berbeda

pada

setiap

penggulung

membentangkan formula dengan jumlah tertentu di atas kain,


kemudian membubuhi kertas papir dengan sedikit lem yang
telah ada barulah buruh penggulung menggerakkan tuas logam
mesin yang menghasilkan sigaret kretek. Sisa tembakau yang
mencuat keluar dari ujung sigaret kretek, dipindahkan dari buruh
penggulung kepada buruh mbatil untuk dirapikan (Lance Castle,
1982 : 45-46).
Untuk dua orang buruh penggulung diperlukan satu orang
buruh mbatil. Rokok kretek yang telah dirapikan, kemudian
diikat dengan benang sebanyak 25 buah setiap ikat. Rokok yang
sudah dibendel, dikeringkan dengan sinar matahari. Setelah
kering, dicelup ke dalam air yang telah dicampur dengan
campuran sakarin agar salah satu ujung rokok terasa manis.
Setelah selesai, bisa dibungkus dengan pembungkus luar
(selop) dan diberi nama sesuai pemilik pabrik, dan diberi pita
cukai dengan tujuan agar terlihat pajak cukai rokok kretek telah
dibayar lunas oleh perusahaan rokok kretek Kudus (Lance
Castel, 1982 : 45-46).
c. Proses Pembungkusan
Satu bungkus atau satu pack berisi beberapa batang rokok kretek
banyaknya tergantung dari permintaan konsumen dan kebijaksanaan
pengusaha. Satu bungkus bisa berisi 8, 10, 12, 16 batang rokok kretek,
dan sebagainya.

86

Beberapa pack rokok kretek, biasanya dibungkus satu pres.


Biasanya satu pres berisi 20 unit dan proses pembungkusannya
dikerjakan dengan cetakan yang terbuat dari kayu. Setiap 10 pres dapat
dikemas kembali menjadi satu bos rokok kretek. Ukuran kemasan bos
biasanya digunakan untuk memenuhi pesanan rokok di daerah sekitar
Pulau Jawa. Setiap 10 bos bisa dikemas kembali menjadi satu peti.
Biasanya kemasan peti digunakan untuk pesanan dalam jumlah besar di
daerah luar Jawa (wawancara Bapak Afif Masluri : 25 Oktober 2009).
Dapat kita lihat segala aktivitas produksi rokok kretek mulai dari :
mencampur tembakau, menggiling cengkeh, menggulung rokok, sortir,
memasang banderolnya, membungkus serta memasukkan dalam
bungkusan besar untuk dikirim kepada seluruh agen semuanya
dikerjakan oleh pribumi. Dari tuan sampai kuli rokok kretek di pegang
oleh pribumi. Sebenarnya bangsa kita bangsa yang besar, seharusnya
dapat berkembang sama dengan bangsa-bangsa yang lainnya (Parada
Harahap, 1952 : 240).
Proses produksi rokok kretek Kudus mulai dari yang tradisional sampai
yang modern, kesemuanya membutuhkan tenaga manusia atau buruh dalam
menunjang

proses

produksi.

Pengusaha

industri

rokok

kretek

Kudus

membutuhkan tenaga kerja sebagai pendukung produksi terbaik rokok kreteknya.


Buruh yang bekerja juga mendapatkan kesejahteraan yang lebih terjamin selama
bekerja pada industri rokok kretek Kudus. Personalia dari pengusaha hendaknya
memahami kebutuhan pekerjanya. Sedangkan, pekerja yang mendapat jaminan
kesejahteraan akan memberikan loyalitas kerja yang tinggi bagi industri rokok
kretek Kudus yang mereka jadikan gantungan hidup.

4. Tantangan Industri Rokok Kretek Kudus Masa Penjajahan


Dari tahun ke tahun perkembangan perusahaan rokok kretek Kudus
semakin mengalami kemajuan yang pesat. Ketika masa kolonial perusahaanperusahaan rokok kretek di Kudus diwajibkan membuat ijin usaha sehingga dapat
diketahui jenis usaha, pengusaha, dan tempat usaha. Hal ini dilakukan agar

87

kolonial mengetahui dengan pasti jumlah pabrik rokok yang beroperasi terutama
di wilayah Kudus. Pemerintah kolonial memberlakukan ijin usaha dengan cukup
ketat. Ijin usaha dalam jangka waktu tertentu wajib lapor. Bagi perusahaan yang
belum lapor akan mendapatkan surat peringatan dan apabila surat peringatan
tersebut tidak mendapat respon dari pengusaha maka ijin usahanya dianggap tidak
ada atau dicabut. Pemerintah kolonial akan memberhentikan perusahaan yang
beroperasi. Bila pengusaha rokok kretek ingin melanjutkan usahanya, harus
mengurus kembali ijin dari awal (Arsip Propinsi Jawa Tengah : Surat ijin
berusaha dari pemerintah Belanda. No. 619/TA di Jakrta 13 Mei 2603).
Kedudukan orang pribumi yang masih diletakkan pada strata paling bawah
mengakibatkan mereka harus tunduk pada kekuasaan kolonial, sekalipun pribumi
itu adalah seorang pengusaha yang telah menghidupi ribuan buruh dan
menyumbangkan income yang banyak bagi kas kolonial. Kedudukan para
pengusaha pribumi industri rokok kretek Kudus di depan penguasa sama sekali
tidak sesuai dengan sumbangan mereka dalam bidang perekonomian. Pengusaha
rokok kretek bila ada keperluan atau diundang datang ke rumah Regent masih
disuruh duduk di lantai (Parada Harahap, 1952 : 144).
Tidaklah menjadi sesuatu yang berlebihan jika para pengusaha pabrik
kretek pribumi tersebut sudah seharusnya mendapatkan tempat yang layak
dihadapan penguasa pada waktu itu (kolonial), karena keberhasilannya di bidang
ekonomi. Sayangnya, kondisi tersebut tidak terjadi entah karena pengaruh
kedudukan pribumi yang selalu ditempatkan pada struktur sosial terendah, para
pengusaha pabrik kretek pribumi ini harus tunduk pada penguasa dan golongan
yang ada diatasnya. Perjuangan untuk memperbaiki kondisi pengusaha pabrik
kretek pribumi ini sebagai seorang usahawan besar nampaknya masih mengalami
kesulitan. Walaupun demikian, semangat pengusaha pabrik kretek pribumi untuk
mengembangkan industri rokok kretek Kudus tetap berkobar kuat didalam
sanubari mereka.
Kesalutan terhadap usaha pengusaha pribumi dapat terlihat dalam
besarnya pabrik dan rumah pemilik pabrik. Kemewahan yang terlihat dari luar
menunjukkan banyaknya keuntungan yang didapat dari penjualan rokok, sehingga

88

menumpukkan pundi-pundi harta. Pribumi harusnya merasa bangga dengan


contoh yang dilihat di depan mata tersebut. Pabrik rokok milik bangsa sendiri,
dari kuli sampai pembukuan, dari mandor sampai direktur semuanya terdiri dari
golongan pribumi. Masing-masing pembagian pekerjaan tersebut dapat berjalan
dengan baik. Apa yang diperoleh individu pribumi terutama pengusaha industri
rokok kretek telah ditujukan bagi kesejahteraan dan kemajuan bangsa Indonesia.
Apabila orang-orang pribumi mau bekerja dan berusaha dengan keras tidak
mustahil, kesuksesan setara dengan orang Eropa akan tercapai.
Tahun 1932 pemerintah kolonial menetapkan pemungutan pajak
tembakau, banyak pengusaha rokok kretek Kudus memutuskan mundur sejenak.
Akibatnya banyak para abon yang tidak bekerja. Sebagian dari mereka
mendirikan perusahaan rokok kecil. Pengaruh malaise juga mengakibatkan
penurunan pendapatan pengusaha rokok kretek. Pabrik rokok kretek kecil dirasa
dapat memberikan tambahan pendapatan, maka dari itu ketika terjadi malaise
banyak pabrik rokok kecil bermunculan (Amen Budiman & Ong Hok Ham, 1987
: 137).
Kehidupan perusahaan rokok kretek pada masa pendudukan Jepang
mengalami kesulitan yang cukup parah. Penanaman tembakau dibatasi oleh bala
tentara Jepang, karena lahan pertanian digunakan untuk menanam tumbuhan jarak
sebagai kebutuhan permesinan dan transportasi mereka. Cengkeh susah didapat,
impor dibatasi dan cengkeh dalam negeri susah didapat. Kesulitan mendapatkan
bahan baku pengusaha rokok kretek menutup perusahaan rokok mereka. Armada
angkutan perusahaan rokok kretek dirampas tentara Jepang, gudang penyimpanan
tembakau dijadikan tempat latihan militer dan asrama tentara Jepang (Amen
Budiman & Ong Hok Ham, 1987 : 175-176).
Sama halnya dengan pemerintah kolonial pihak Jepang juga mewajibkan
pengusaha pribumi untuk mendaftarkan ijin usahanya. Menurut pasal 22 P.P 1932
No.517 Jepang memberikan ijin bagi para pengusaha untuk menjalankan
perusahaan atau pabrik dari hasil tembakau. Surat ijin berusaha dari pemerintah
Jepang (Arsip Propinsi Jawa Tengah : Gunseikan Zamubutyo. No. 10421/F di
Jakarta 19 Oktober 2603).

89

Selain mewajibkan mengurus ijin usaha para pengusaha pabrik rokok


kretek pribumi juga diwajibkan melaporkan penggunaan cap/merk dan bungkus
rokok kretek untuk masing-masing pabrik rokok kretek. Dalam ijin tersebut
diterakan merk/cap, jenis rokok, dan isi masing-masing bungkus eceran serta
beberapa gambar pengajuan atau sample bungkus rokok. Sample atau cap rokok
akan diseleksi dan dicap sebagai tanda persetujuan dari pemerintah kolonial.
Laporan persetujuan kemudian ditembusi kepada masing-masing pengusaha untuk
kemudian dijalankan dalam usahanya. Pajak perang yang dipungut oleh
pemerintah kolonial juga memberatkan pengusaha pribumi (Arsip Propinsi Jawa
Tengah : Surat Pemberitahuan tentang tjap dan boengkoes etjeran rokok kretek
No 3/drie/26/149 di Kudus 1949).
Tahun 1932 semua bungkus rokok harus disegel dengan kertas bandrol
yang menunjukkan harga eceran, bandrol ini harus diperoleh sebelumnya dari
Dinas Bea dan Cukai Jakarta dengan proporsi pembayaran sesuai pajak.
Penetapan peraturan ini menyebabkan ketakutan bagi para pengusaha rokok
kretek. Pemungutan pajak yang lebih rendah terjadi pada rokok buatan tangan
tangan daripada rokok buatan mesin. Pada tahun 1935, pemerintah juga
menetapkan harga eceran minimum rokok putih (Lance Castle, 1982 : 65).
Di masa revolusi fisik industri rokok kretek Kudus tetap bertahan dan
bermunculan, sekalipun dalam ukuran kecil. Sesudah pengakuan kedaulatan, masa
berproduksi rokok-rokok cap Nojorono, Jambu Bol, Gunung, dan Delima. Masa
ini bermunculan new comers, seperti rokok cap : Anggur, Sukun dan Djarum. Di
masa orde lama, rokok besar tercatat 6 buah, yaitu : Nojorono, Anggur, Djambu
Bol, Djarum, Sukun, Sri Hesti (Solichin Salam, 1983 : 31).

5. Munculnya Aneka Pabrik Rokok Kretek Kudus


Awal abad ke-20 merupakan fajar Kebangkitan Nasional, lahirnya
berbagai organisasi pergerakan nasional mempengaruhi semangat masyarakat
Indonesia termasuk di kota Kudus. Para pribumi merasakan adanya angin segar
dan semangat nasionalisme mendorong mereka untuk berani tampil ke depan
berusaha dengan jiwa dan semangat percaya pada kekuatan sendiri. Jiwa

90

semangat wiraswasta telah membakar semangat masyarakat pribumi terutama di


daerah Kudus untuk tampil dan maju ke depan dibidang industri rokok kretek.
Pembangunan ekonomi memerlukan kelompok pengusaha yang kompetitif
dan otonom. Golongan pengusaha belum nampak terbentuk masa kebangkitan
nasional sampai pasca kemerdekaan. Selama masa penjajahan Belanda struktur
perekonomian didominasi oleh perusahaan asing Belanda dan para pedagang
Cina. Perusahaan besar berada di tangan orang-orang Belanda dan orang-orang
Cina bergerak disektor menengah. Orang-orang Cina sebagai perantara antara
orang Asing dengan orang pribumi. Kebijaksanaan kolonial Belanda telah
memberikan orang-orang Cina kedudukan penting dalam perekonomian.
Pedagang Cina menguasai industri kecil, menampung hasil para petani kecil dan
menguasai sebagian besar lalu lintas pedagang kecil. Orang-orang pribumi berada
pada lapisan paling bawah yang bergerak hanya pada sektor pertanian substitusi
dan perdagangan kecil. Sedikit sekali orang pribumi yang terlibat dalam kegiatan
kewiraswastaan atau dunia bisnis. Karena alasan historis menjadikan orang
Indonesia pada waktu itu tidak memiliki jiwa wiraswasta (Yahya Muhaimin, 1990
: 2-3).
Kondisi Kudus menunjukkan setelah keberhasilan Nitisemito, mendorong
kelompok pengusaha pribumi lain mengadu nasib dalam industri rokok kretek
Kudus. Beberapa industri rokok kretek yang bermunculan di kota Kudus :
a. H.M. Muslich
H.M. Muslich seorang pedagang yang selalu melewati kota
Kudus, selama perjalanan selalu dibekali istrinya dengan rokok kretek
buatan istrinya sendiri. Lambat laun, rokok buatannya dititipkan pada
pedagang Cina (pedagang es keliling) untuk dijualkan ternyata
rokoknya laku keras. Menerima pesanan dan akhirnya membuat rokok
kretek dalam jumlah besar. Tahun 1914 membuka pabrik rokok kretek
dengan merk De Klauw, beberapa tahun kemudian diganti menjadi
cap Tebu dan Tjengkeh. Dimasa kolonial tercatat pernah memiliki
buruh tetap/lepas sebanyak 4000 orang. Rata-rata tiap orang
memproduksi 500 batang rokok klobot tiap harinya. Pemasaran

91

rokoknya sampai ke : Jawa Timur, Madura, Gorontalo, Banjarmasin,


pontianak, Balikpapan, Ambon, Lombok, Sabang, Medan, Bengkulu,
dan Palembang.
b. H.M. Maroef
H.M. MaRoef memulai usaha rokok kecil-kecilan tahun 1937,
dengan bermodal kemauan dan kejujuran (manajemen tradisional).
Modal awal sekitar f.125,-- gulden. Cap rokok yang mula-mula dipakai
adalah cap Sawo, kemudian diganti menjadi cap Djambu Bol dan
pada tahun 1937 mendirikan pabrik di desa Ngembal Rejo Kudus.
Jenis produksi rokoknya adalah rokok klobot, dengan buruh awal
sebanyak 15 orang. Daerah pemasarannya, antara lain : Semarang,
Tegal, Pekalongan, Batang, Rembang, Jepara, Surabaya dan Kudus.
Selama 8 tahun berdiri Djambu Bol belum begitu stabil. Baru ketika
tahun 1949, Djambu Bol memproduksi rokok kretek, tanpa
meninggalkan rokok klobot. Tahun 1950-an pemasaran rokok Djambu
Bol melebar sampai ke Lampung. Buruh rokoknya pun kian
meningkat, bahkan terspesifikasi menjadi : buruh borongan tetap,
buruh borongan lepas, dan staf kantor. Jiwa sosial H.M. Maroef
sangat besar terbukti dalam pengalokasian dana keuntungan usahanya
untuk pendirian masjid dan sekolah di berbagai daerah di sekitar
Kudus yang diakui sangat bermanfaat (Solichin Salam, 1983 : 33).
c. Atmowidjojo
Atmowidjojo mendirikan pabrik rokok kretek dengan merk
Goenoeng Kedoe. Tercatat pabriknya pernah memiliki buruh
sebanyak 6000 orang, produksinya tergolong besar dan ternama di
bawah Niitisemito.
d. H.M. Ashadi
H.M. Ashadi, tahun 1918 mendirikan pabrik rokok kretek dengan
cap Delima. Produksinya juga cukup besar, memiliki sekitar 5000
orang buruh pabrik. Pemasaran rokok klobotnya sampai ke daerah
Jember, Banyuwangi, dan Kudus. Sedang rokok sigaret kreteknya

92

sampai ke Jepara dan daerah lain disekitar Kudus. Rokok klobot dan
sigaretnya sampai ke Semarang, Jakarta, dan Lampung.
e. Rusjdi
Pabrik rokok kretek cap Sogo merupakan pecahan rokok cap
Gunung Kedu milik Atmowidjojo. Tahun 1938 Rusjdi mendirikan
pabrik rokok kretek cap Sogo. Pemasaran rokok kretek Sogo meliputi
daerah Pati, Lasem, Tuban, Surabaya, Sidoarjo, Bangil, Pasuruan,
Lumajang, Malang dan Mojokerto. Mengalami masa kejayaan ketika
tahun 1942 dan mengalami penurunan produksi mulai tahun 1943
sampai dengan 1946.
f. Mabruri
Mabruri melanjutkan usaha ayahnya H M Djoefrij pengusaha
rokok klobot merk Sepeda Motor. Tahun 1923 membuat rokok
klobot dengan cap Bola Dunia, 1924 diganti menjadi rokok klobot
cap Mustafa Kemal, kemudian cap Autosedan dan Lampoe Magic
Tiga. Produksi rokok klobotnya cukup pesat tahun 1935. Bahan
pembuat rokok klobotnya, seperti tembakau diambil dari daerah
Muntilan, Magelang dan Temanggung. Sedang cengkehnya diimpor
dari Zanzibar. Buruh rokok klobotnya ada 100 orang dan produksinya
sebanyak 500.000 per hari. Daerah pemasarannya, meliputi :
Kertosono, Jombang, Pare, Malang, Surabaya, Pasuruan, Probolinggo,
Banyuwangi, Balikpapan, Samarinda, Lahat, Palembang, Gorontalo.
g. Mc. Wartono
Mc. Wartono mendirikan pabrik rokok Siyem tahun 1947 di
desa Gondosari Gebog. Ketika itu buruh yang dimiliki baru 10 orang.
Produksi rokok klobotnya per hari mencapai 6000 batang. Tahun 1949,
berganti merk menjadi rokok cap Sukun. Produksi rokoknya
dipasarkan di daerah Gebog dan sekitarnya. Produksi rokok kretek
menyusul dibuatnya, pembuatannya menggunakan tangan (tenaga
kerja manusia). Bahan baku tembakau yang digunakan berasal dari
daerah Temanggung, Muntilan, Weleri, Bojonegoro, dan Madura.

93

Cengkeh dari Purwokerto, Lampung, Padang, Ambon, dan Menado,


serta sebagian kecil dari Zanzibar. Pemasaran rokok kreteknya sampai
ke daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jakarta, Sumatra Utara, Sumatra
Timur, Lampung dan Bali. Jiwa sosial Mc. Wartono terhadap
masyarakat sekitar juga cukup besar, terbukti andilnya memberikan
bantuan pada pembangunan dan kemajuan daerah sekitar (Solichin
Salam, 1983 : 30-35).
Aneka rokok kretek dengan berbagai merk mulai bermunculan. Sekian
banyak perusahaan rokok kretek Kudus berdiri, selang 1908-1964 tercatat 11
tokoh pembesar industri rokok kretek Kudus, yaitu :
1. M Nitisemito (PR Bal Tiga)
2. M Atmowijoyo (PR Goenoeng Kedoe)
3. H M Muslich (PR Teboe & Tjengkeh)
4. Tjoa Kong Hay (PR Tiro)
5. H M Ashadi (PR Delima)
6. H Ali Asikin (PR Djangkar)
7. M Sirin (PR Garbis & PR Manggis)
8. H A Maruf (PR Djambu Bol)
9. Koe Djie Siong (PR Nojorono)
10. Oei Wie Gwan (PR Djarum)
11. Mc Wartono (PR Sukun) (Arsip Museum Kretek Kudus).
Setelah Belanda mengakui kedaulatan RI, sekitar tahun 1950-an diadakan
perbaikan perekonomian dengan cara merubah sistem perekonomian dari
perekonomian kolonial menjadi perekonomian nasional. Hasrat untuk memegang
peranan perekonomian mulai dimiliki oleh kalangan pribumi. Idealnya
perekonomian nasional merupakan perekonomian yang stabil dan beraneka,
berkembang dan makmur, pemilikan pengawasan dan pengelolaan ekonomi
berada di tangan pribumi dan pemerintahan nasional. Namun, keinginan
memegang peranan perekonomian rakyat pribumi mendapat beberapa kendala.
Sumber daya manusia yaitu orang-orang terlatih yang sudah berpengalaman
dalam dunia usaha masih sangat sedikit. Selain ketrampilan yang masih terbatas,

94

modal menjadi faktor utama mengembangkan usaha juga masih sangat kecil.
Orang-orang pribumi hanya bisa menguasai sektor ekonomi tradisional, dan
orang-orang Belanda serta Cina menguasai ekonomi modern. Belum ada
perubahan besar dalam pengambilalihan perekonomian nasional. Apalagi
ditambah adanya pertentangan dalam pemerintah yang menginginkan lepas dari
ketergantungan asing dan di lain pihak menganggap bahwa bangsa kita dalam
mengembangkan perekonomiannya tidak dapat lepas dari pengaruh asing. Dalam
perkembangannya perekonomian asing dapat masuk dengan aturan yang cukup
ketat (Yahya Muhaimin, 1990 : 4-6).
Pemerintah dengan program Bentengnya berusaha mengembangkan dan
melindungi golongan pengusaha pribumi, menekan persaingan dengan pihak
asing dan Cina, memperkecil ketergantungan pengusaha pribumi terhadap
pengusaha asing dan pedagang Cina. Pembentukan modal besar yang diusahakan
oleh pemerintah belum berhasil, justru praktek jual beli kemudahan kebijakan
dalam birokrasi mendominasi. Para pengusaha pribumi yang ingin berusaha
mandiri kesulitan untuk mengembangkan diri karena pejabat birokrasinya telah
membuat berbagai rencana dan kebijaksanaan yang tidak semata untuk
mendorong kewiraswastaan (Yahya Muhaimin, 1990 : 5).
Industri besar menjadi determinan terhadap industri kecil, usaha
menggalakkan pengusaha mampu mengadakan impor barang telah gagal. Kendala
semula yang telah dihadapi, ditambah dengan kondisi pemerintah yang
mengalami keterpurukan keuangan mengakibatkan sangat sulitnya membentuk
usahawan pribumi.

E. Sistem Pemasaran Rokok Kretek Industri Rokok Kretek Kudus awal


Dekade 1900-an
1. Sistem Pemasaran Rokok Kretek Kudus awal Dekade 1900-an

Laku tidaknya suatu produk, tidak hanya bergantung pada kualitas produk
tersebut tetapi juga ditentukan oleh strategi pemasaran yang diterapkan agar dapat
menjaring konsumennya. Dalam perkembangan industri rokok kretek Kudus,

95

tercatat bahwa Nitisemito sebagai pelopor sistem pemasaran modern industri


rokok kretek di Kudus. Perkembangan perusahaannya kian maju karena
Nitisemito mengadakan sistem promosi berhadiah sejak 1930. Pada setiap
bungkus rokok kretek Bal Tiga di belakangnya diberi keterangan : setiap bungkus
rokok kretek harus disimpan setelah mencapai jumlah tertentu dapat ditukar
dengan hadiah menarik. Hadiahnya, antara lain : sepeda, arloji, gelas, piring, Tshirt. Semua barang hadiah diberi cap rokok kretek Bal Tiga. Untuk menunjang
promosi ini perusahaan mempunyai bus khusus yang berkeliling dari kota ke kota
yang lain untuk membawa contoh-contoh hadiah. Bus ini dibuat khusus dengan
kaca lebar, hadiah digantungkan dalam jendela kaca tersebut sehingga dapat
terlihat dengan jelas benda promosi itu dari luar. Selain itu, orang-orang dapat
menukarkan hadiah di bus tersebut (Arsip foto dan benda-benda promosi milik
perusahaan Bal Tiga di Museum Kretek Kudus).
Setiap ada pekan raya, pasar malam, Sekatenan, rokok kretek cap Bal Tiga
membuka stand dengan mempergunakan sistem hadiah atau loterij. Hadiahnya
bahkan kadang berupa mobil sedan baru dan hadiah lain yang menarik. Penjualan
ketika mengikuti pasar malam bisa mencapai 500.000 batang habis (Solichin
Salam, 1983 : 26).
Sistem hadiah dapat diberlakukan karena : (1) jika pembelian melalui
agen tentu ada korting bila membeli dalam jumlah banyak, (2) jika rokok kretek
dijual eceran berarti ada extra profit, (3) dan dari keuntungan yang diperoleh
inilah dipergunakan sebagai hadiah oleh pabrik rokok kretek Bal Tiga (wawancara
Bapak Afif Masluri : 25 Oktober 2009).
Setiap tahun diadakan pasar malam di Surabaya (Jaarmarkt), Solo
(Sekatenan), dan di Semarang pabrik rokok kretek Nitisemito selalu ikut serta
membuat stand untuk mempromosikan dan menjual rokok kreteknya. Selain itu,
sistem periklanan melalui reklame juga telah dilakukan oleh perusahaan rokok
kretek milik Nitisemito. Di Jakarta dan Bandung rokok kretek Bal Tiga
menyebarkan selebaran melalui udara dengan menyewa pesawat jenis Fokker
baling-baling seharga 150-200 Gulden. Untuk menarik perhatian pembeli

96

digunakan banyak taktik. Rokok menggunakan jinggo hijau diganti menjadi


jinggo merah (Solichin Salam, 1983 : 26).
Sandiwara keliling juga dibentuk dalam rangka menjalankan promosi.
Sandiwara keliling biasanya mendatangkan lakon terkenal. Industri rokok kretek
sebagai sponsor, ikut membentangkan spanduk atau reklame promosi perusahaan
rokok kretek. Penonton sandiwara keliling biasanya tidak dipungut biaya karcis,
cukup dengan menukar bekas pembungkus rokok kretek Bal Tiga Nitisemito
untuk dapat menyaksikan sandiwara keliling tersebut (wawancara Bapak Afif
Masluri : 25 Oktober 2009).
Ketika tahun 1937 rokok kretek Bal Tiga mendirikan R.V.K Radio
Vereniging Koedoes. Sekalipun zender radio ini tidak boleh secara resmi
digunakan sebagai reklame pabrik. Tapi setiap siaran disebutkan radio Bal Tiga
Kudus maka dengan sendirinya rokok Bal Tiga dikenal dimana-mana (Solichin
Salam, 1983 : 26).
Pemasaran rokok kretek melalui berbagai pedagang perantara, antar lain :
asongan, kaki lima, toko kelontong, pedagang keliling sebagai media promosi,
setiap ada pameran di berbagai daerah selalu mendirikan stand rokok kretek,
media penyebaran melalui kumpul-kumpul para pesepeda ontel, ngopi-ngopi,
malalui seni (pementasan drama, musik, teatrical) (Arsip foto Propinsi Jawa
Tengah : promosi pabrik Bal Tiga Nitisemitos).
Pasar perdagangan industri rokok kretek Kudus masa 1900-an berkembang
dikalangan para agen, warung, pedagang asongan. Masa 1920-an, disetiap
kampung/desa ataupun dikota sudah terdapat banyak penjual rokok. Di kota
khususnya penjual rokok tersebar di berbagai penjuru, mulai dari kios-kios kecil
penjual rokok, warung penjual barang kelontong, sampai kedai nasi dimana
biasanya para konsumen rokok sering membeli rokok sebatang sebagai pelengkap
setelah makan nasi.
Pemasaran rokok kretek Kudus tidak hanya terbatas di wilayah pulau Jawa
saja, tapi sampai keluar Jawa. Pada masa jayanya rokok kretek milik Nitisemito,
hampir tersebar ke seluruh Jawa bahkan sampai Lampung. Berdasarkan kondisi
geografis, adat istiadat, dan minat, setiap daerah pemasaran rokok kretek Kudus

97

memiliki perbedaan permintaan konsumsi rokok kretek. Pemasaran rokok klobot


di daerah Jawa Barat sepi, karena masyarakat Jawa Barat tidak menyukai rokok
yang dibungkus dengan daun jagung kering (klobot masih asing) dan mereka
lebih menyukai daun kawung. Masyarakat Jawa Barat lebih menyukai sigaret
kretek karena telah terbiasa menghisap rokok putih yang diproduksi daerah
tersebut. Untuk daerah Jawa Tengah, daya beli masyarakat terhadap rokok klobot
dan rokok kretek seimbang. Rokok klobot telah membudaya di masyarakat
lingkungan keraton sampai pedesaan. Rokok kretek biasanya digemari masyarakat
daerah perkotaan. Untuk pasaran Jawa Timur masyarakatnya menyukai jenis
rokok keras, seperti : rokok siong, rokok klembak, rokok klobot. Konsumen rokok
kretek untuk daerah Jawa Timur hanya terbatas bagi yang berusia muda dan
tinggal di daerah perkotaan (wawancara Bapak Afif Masluri : 25 Oktober 2009).
Pemasaran rokok kretek di Pulau Sumatra karena sebagian masyarakatnya
terdiri atas transmigran dari Pulau Jawa, maka hampir sama dengan minat rokok
kretek terutama Jawa Barat. Daerah pemasarannya terbatas sekitar propinsi
Sumatra Selatan, Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Lampung. Hal ini tidak jauh
beda dengan wilayah pemasaran di Kalimantan dan Nusa Tenggara (Arsip
Propinsi Jawa Tengah : surat permintaan dan tembusan rokok kretek Bal Tiga
Nitisemito).
Ramai tidaknya pasaran hasil produksi rokok kretek Kudus dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
(1) Musim
Konsumen rokok kretek Kudus yang masa itu para petani
mempengaruhi ramai tidaknya pasaran rokok kretek Kudus. Adanya
musim dalam dunia pertanian sangat mempengaruhi ramai tidaknya
pemasaran produksi rokok kretek Kudus. Kalau musim sesudah
panen, pemasaran rokok kretek Kudus sangat ramai. Kantong para
petani setelah panenan juga masih tebal. Bila musim hujan tiba
pemasaran rokok kretek Kudus menjadi sepi. Banyak petani musim
hujan kembali bekerja ke sawah. Bila musim tandur seperti itu,

98

kebanyakan petani lebih senang membuat rokok kretek sendiri atau


tingwe karena biayanya lebih murah.
(2) Bulan Besar
Pada bulan Besar banyak masyarakat yang menyelenggarakan
pesta sunatan dan perkawinan. Rokok kretek sangat dibutuhkan
sebagai suguhan bagi para tamu undangan dan orang-ornag yang
membantu dalam penyelenggaraan hajat tersebut (Wawancara Bapak
Afif Masluri : 25 Oktober 2009).
Selama perkembangannya 1970-an, pasar perdagangan industri rokok
kretek Kudus tidak hanya terbatas dalam negeri dan baru meluas ke berbagai
negara (Amen Budiman & Onghokham : 1987, 196). Sistem pemasaran hasil
produksi rokok kretek Kudus dari perusahaan ke perantara adalah dengan
mengangkat agen-agen penjualan di berbagai daerah. Agen-agen tersebut
bertanggung jawab terhadap kelancaran penjualan rokok kretek. Agen perusahaan
rokok kretek diangkat langsung oleh pengusaha rokok kretek. Agen-agen dalam
memperoleh hasil produksi rokok kretek tidak langsung dari pusat, tapi harus
melalui Tempat Pemasaran Rokok (TPR). Kalau daerah tempat agen berada tidak
ada TPR maka agen dapat memperoleh rokok langsung dari pusat.
TPR didirikan oleh pengusaha rokok kretek dengan tujuan untuk
memudahkan pengontrolan pemasaran di daerah-daerah yang jauh dari pusat
perusahaan. TPR diberi wewenang penuh oleh perusahaan rokok kretek untuk
mengangkaat pegawai, membeli alat inventaris, dan mengatur jalannya pemasaran
dengan mengkoordinir agen-agen di wilayah kekuasaannya. TPR diberi komisi
2% oleh perusahaan dari rokok kretek yang terjual. Sedangkan, agen mendapat
komisi langsung dari perusahaan rokok kretek.
Kunci keberhasilan pemasaran rokok kretek terletak pada kecakapan
pegawai TPR dan agen perusahaan. Peran agen dan TPR diberbagai daerah amat
penting bagi kelangsungan perusahaan. TPR dan agen dapat menjatuhkan
perusahaan rokok kretek dengan menjual hasil produksi yang telah rusak ke
pasaran bebas. Hubungan baik antara perusahaan rokok kretek, TPR, dan agen

99

harus dijaga dengan baik agar tidak terjadi kejatuhan perusahaan (wawancara
Bapak Afif Masluri : 25 Oktober 2009).
Pada dasarnya, pemasangan iklan dan promosi perusahaan rokok kretek
terutama perusahaan besar sangat efektif dilakukan dan akan semakin
berkembang berkat adanya penyebarluasan dari satu orang ke orang lain secara
lisan. Pembicaraan demi pembicaraan dimana rokok kretek tersebut terkenal di
suatu daerah secara tidak langsung akan menyebarluaskan kualitas rokok kretek
dan merk rokok kretek secara lisan akan menarik konsumen satu ke konsumen
yang lain (Lance Castle, 1982 : 47).

F. Perubahan Manajemen Industri Rokok Kretek Kudus Dekade 1920-an


1. Latar Belakang Masuknya Golongan Tionghoa dalam
Industri Rokok Kretek Kudus

Pada awalnya industri rokok kretek di Kudus berada di tangan pengusaha


pribumi dan mengalami kemajuan yang pesat. Banyak para pengusaha
memperoleh keuntungan yang berlimpah, prospek usaha yang ditawarkan industri
rokok kretek Kudus sangat bagus. Nasib baik para pengusaha pabrik kretek
pribumi pada waktu itu memunculkan kepercayaan orang untuk beradu nasib di
bidang industri rokok kretek. Keberhasilan pengusaha pabrik kretek pribumi
tersebut menarik golongan lain di luar pribumi yaitu etnis Tionghoa untuk beradu
nasib pada industri rokok kretek. Akibat kesulitan fiskal (baik sebelum maupun
sesudah kemerdekaan), kesukaran untuk mendapatkan cengkeh yang sebagian
besar didatangkan dari daerah luar, serta persaingan dengan pusat-pusat produksi
rokok kretek di luar wilayah Kudus menjadi penyebab kegagalan pabrik kecil
milik pengusaha pribumi dan menguntungkan munculnya perusahaan bermodal
besar. Dalam waktu yang relatif singkat, pengusaha pabrik kretek Tionghoa
berusaha mengikuti jejak keberhasilan pengusaha kretek pribumi. (Charles A
Coppel : 1994, 39).
Golongan Tionghoa dengan kelebihannya, mengikuti jejak pengusaha
pribumi dalam industri rokok kretek tersebut. Di Kudus, kelompok Tionghoa

100

menunjukkan keunggulan dalam usahanya ketimbang pribumi. Masyarakat


keturunan Tionghoa di Kudus yang mempunyai modal, tidak mau kalah terhadap
masyarakat pribumi Kudus dalam mendirikan perusahaan rokok kretek.
Keuntungan golongan Tionghoa yang telah terkenal dengan stereotip kemapanan
manajemen ekonominya membawa mereka melesat bagaikan roket dalam
berbagai bidang ekonomi. Selain itu, sejak pemerintahan kolonial dalam struktur
sosial mereka ditempatkan pada golongan kedua yang memungkinkan mereka
menjadi kekuatan ekonomi dominan. Etnis Tionghoa dengan kekhasannya yang
cenderung mengeksklusifkan diri, memandang rendah golongan pribumi asli,
hanya mementingkan kepentingan kelompoknya sendiri khususnya kepentingan
ekonomi (Charles A Coppel : 1994, 39).
Pada masa kolonial jelas masyarakat digolongkan menjadi tiga yaitu : (1)
golongan priyayi atau pegawai, seperti : guru, dokter, dsb; (2) golongan pedagang;
(3) golongan wong cilik, termasuk buruh, pelayan rumah tangga, dsb. Golongan
orang Cina merupakan saatu golongan berbeda dalam fungsi ekonomi sama
dengan wong dagang, tetapi secara kultural perbedaannya sangat menyolok
(Lance Castle, 1982 : 88).
Berdirinya industri rokok kretek milik Tionghoa, secara tidak langsung
berdampak negatif terhadap industri rokok kretek pribumi. Persaingan antara
kedua pihak berlangsung dalam kondisi yang cukup berat. Industri rokok kretek
pribumi banyak mengalami kerugian secara ekonomi, karena kekuatan modal
Tionghoa yang dirasa cukup berat untuk diimbangi oleh pengusaha pribumi yang
hanya mengandalkan modal kecil.
Munculnya industri rokok kretek milik Tionghoa mengakibatkan industri
rokok kretek pribumi di Kudus mengalami kemunduran. Sebaliknya pengusaha
Tionghoa industri rokok kretek Kudus berhasil memperkuat posisinya.
Kebanyakan diantara mereka berhasil membangun pabrik-pabrik yang lebih besar
daripada setiap pabrik milik pribumi yang pernah dibangun sebelumnya.
Permodalan yang dimiliki pengusaha Tionghoapun lebih besar daripada milik
pengusaha pribumi.

101

Dalam bidang perdagangan dan perusahaan, pribumi harus menghadapi


kekuatan usaha Tionghoa yang lebih banyak jumlahnya dan berkedudukan kuat.
Kelompok Tionghoa banyak menarik keuntungan dari sistem kolonial, ketika itu
di Kudus pesaing usahanya adalah kelompok pengusaha pribumi terutama dalam
persaingan pembuatan rokok kretek spesialisasi Kudus.

2. Kerusuhan 1918 di Kudus


Berdirinya industri rokok kretek milik Tionghoa, secara tidak langsung
berdampak negatif terhadap industri rokok kretek pribumi. Persaingan antara
kedua pihak berlangsung dalam kondisi yang cukup berat. Industri rokok kretek
pribumi banyak mengalami kerugian secara ekonomi, karena kekuatan modal
Tionghoa yang cukup berat untuk diimbangi oleh pengusaha pribumi yang hanya
mengandalkan modal kecil.
Pada tahun 1918, persaingan pengusaha pabrik kretek pribumi dan
pengusaha pabrik kretek Tionghoa mencapai puncaknya, hingga menjadi salah
satu faktor penting penyebab munculnya kerusuhan hebat yang meledak di Kudus
pada tanggal 31 Oktober 1918. Korban berjatuhan di antara kedua belah pihak,
sejumlah rumah dan pabrik terbakar. Sekitar 50 rumah dihancurkan, 8 orang
Tionghoa dibunuh dan sebagian besar mati karena dibakar, kira-kira 2000 orang
Tionghoa di Kudus melarikan diri ke Semarang. Polisi dan tentara dikerahkan
untuk menindak para perusuhnya. Dua orang perusuh meninggal dan 60 lainnya
luka-luka. Sejumlah 75 orang ditangkap dan diinterogasi, kemudian 61 orang
dijatuhi hukuman 9 bulan sampai 15 tahun. Laporan dari kedua pihak pribumi dan
Tionghoa mengenai penyebab perusuhan sangat kontras. Laporan dari pihak
pribumi mengatakan bahwa perusuhan terjadi karena orang Tionghoa memancing
kemarahan karena membawa naga arak-arakan mereka melewati masjid Sunan
ketika masjid dalam proses renovasi dan cara-cara Tionghoa lain yang dianggap
pribumi menghina Nabi dan agama Islam. Selain itu alasan dari pihak Tionghoa,
bahwa munculnya industri rokok kretek Tionghoa diduga memancing huru-hara
karena pengusaha rokok kretek pribumi mengalami kerugian besar dalam
pengusaha rokok kretek Tionghoa. Laporan dari pihak Tionghoa tersebut

102

menduga keras perusuhan tersebut didalangi oleh pengusaha rokok kretek pribumi
(Lance Castle, 1982 : 103-104).
Pengusaha-pengusaha pribumi yang dicurigai berperan terhadap aksi
tersebut diajukan ke muka pengadilan dan dijatuhi hukuman. Kondisi tersebut
semakin memperburuk kedudukan pengusaha kretek pribumi yang telah kalang
kabut dibuat karena kekuatan pengusaha pabrik kretek Tionghoa, hingga harus
mengalami kemunduran. Berlawanan dengan kondisi pengusaha kretek pribumi,
pengusaha kretek Tionghoa berhasil memperkuat posisi mereka dalam industri
rokok kretek Kudus akibat peristiwa tersebut (Lance Castle : 1982, 103).
Terjadi ketidakseimbangan antara jumlah pengusaha dan jenis usaha yang
dimiliki antara pribumi dan Tionghoa dalam industri rokok kretek Kudus.
Pengusaha rokok kretek pribumi yang jumlahnya banyak memiliki perusahaan
kecil dan menengah. Sedangkan pengusaha Tionghoa yang jumlahnya sedikit
mempunyai perusahaan besar.
Perusahaan rokok kretek Kudus milik pribumi tidak mampu menyaingi
perusahaan Tionghoa dalam kemajuan perusahaannya. Generasi muda pribumi
jauh berbeda dengan golongan Tionghoa. Generasi muda pribumi tidak penah
dibimbing dalam teknik perdagangan sesuai dengan tuntutan pasar yang semakin
kompleks. Modal yang dimiliki pribumi masih kecil. Ketika pengusaha pribumi
mencapai keberhasilan, mereka lebih memilih memboroskan harta merek auntuk
kepentingan prestise semata (Marcell Bonneff, 1983 : 242).
Bagi golongan Tionghoa, semangat pembaharuan mereka tinggi.
Kemampuan mereka untuk menyesuaikan diri dengan keadaan terkontrol berkat
kemampuan mengelola keuangannya. Hubungan kekerabatan amat solid,
kekerabatan secara turun-temurun bila ada saudaranya yang kesusahan maka akan
saling bantu (Marcel Bonneff, 1983 : 243).
Keunggulan yang dimiliki golongan Tionghoa dan ketertarikan melihat
keberhasilan golongan pribumi menarik mereka untuk ikut beradu nasib dalam
industri rokok kretek Kudus.

103

2. Lahir dan Berkembangnya Industri Rokok Kretek Kudus Milik Tionghoa


Perusahaan rokok kretek pertama milik Tionghoa tahun 1930 yang
didirikan di Pati adalah pabrik rokok kretek Minak Djinggo milik Tionghoa Kho
Djie Siong. Kho Djie Siong lahir di Kudus tahun 1910. Kho Djie Siong adalah
anak seorang pedagang keliling Cina. Ketika usianya 15 tahun, Kho Djie Siong
sudah bekerja kepada orang tuanya. Kho Djie Siong adalah pemuda cerdas
terbukti usaha ayahnya maju pesat ketika Kho Djie Siong ikut mengelola usaha
ayahnya. Namun, usahan ayah Kho Djie Siong mengalami ganjalan karena
usahanya tertangkap oleh polisi rahasia Belanda yang mencium ketidakberesan
toko yang dimilikinya (toko candu ilegal). Usaha toko milik keluarga Kho Djie
Siong kemudian ditutup dan kekayaannya disita oleh Belanda (wawancara bapak
Afif Masluri : 25 Oktober 2009).
Pada masa-masa itu Kho Djie Siong menganggur, dan akhirnya berkenalan
dengan Karmaen yang pada waktu itu bekerja di perusahaan rokok kretek Bal
Tiga milik mertuanya Nitisemito. Kho Djie Siong dan Karmaen adalah teman
lama, ketika mereka masih sama-sama sekolah di HIS Semarang. Melihat nasib
sahabat lamanya yang tak menentu, Karmaen mengajaknya untuk ikut bekerja di
perusahaan rokok kretek Nitisemito (http://bluedayax.multiply.com/journal/item :
13/3/2009).
Pekerjaan pertamanya di perusahaan rokok kretek Bal Tiga adalah sebagai
petugas pengontrol pemasaran rokok kretek di berbagai daerah di seluruh Jawa.
Pekerjaan tersebut dikerjakan dengan tekun dan jujur selama 2 tahun. Ketekunan
Kho Djie Siong membuatnya diangkat sebagai agen perusahaan rokok kretek di
daerah Pati. Jabatan kepercayaan ini digunakan, Kho Djie Siong sebagai titik
tolaknya untuk menjalin kerjasama dengan sesama rekannya agen di seluruh Jawa
Tengah untuk berusaha mendatangkan tembakau dan cengkih untuk dijual kepada
perusahaan rokok kretek Bal Tiga melalui Karmaen.
Jabatan yang dipegang Kho Djie Siong sebagai agen secara resmi,
merangkap pedagang tembakau di perusahaan rokok kretek Bal Tiga dan
hubungannya semakin baik dengan Karmaen menumbuhkan keinginan untuk
membunjuk Karmaen agar mau memberi bocoran mengenai seluk beluk

104

pembuatan rokok kretek beserta sistem pemasarannya. Rahasia berupa keterangan


dari Karmaen diketahui oleh Nitisemito, yang berakibat dipecatnya Kho Djie
Siong oleh Nitisemito (http://bluedayax.multiply.com/journal/item : 13/3/2009).
Tahun 1929, Kho Djie Siong memutuskan kembali ke Pati untuk
membuka kembali usaha ayahnya. Atas saran dari rekan-rekan agen rokok kretek
Bal Tiga, Kho Djie Siong diminta untuk mencoba membuat perusahaan rokok
kretek di daerah Pati dengan bekal rahasia pembuatan rokok kretek Bal Tiga yang
telah diperoleh Kho Djie Siong dari Karmaen.
Akhirnya, perusahaan rokok kretek Kho Djie Siong berdiri 1930 di Pati
yang diberi cap Minak Jinggo. Berdasar dari kesenangannya terhadap satriya dari
Blambangan Minakjinggo dan asal daerah istrinya dari Blambangan, maka Kho
Djie Siong memberikan label Minak Jinggo pada produksi rokok kreteknya. Jenis
produksi rokok klobot dengan cap : Auto Sedan, Kimar, Cabang (Trisula). Jumlah
tenaga kerjanya baru sekitar 50 orang. Pemasarannya masih terbatas ke daerah :
Jawa Tengah dan Jawa Barat (Solichin Salam, 1983 : 33).
Tahun 1932, perusahaan rokok kretek Minak Jinggo dipindah ke Kudus
jalan A.B.C (jalan dondong), karena tenaga kerja susah didapat di daerah Pati.
Selain memproduksi rokok klobot, usahanya mulai memproduksi rokok jenis
sigaret kretek. Masyarakatnya lebih tertarik untuk bekerja membatik, upah buruh
cukup tinggi, biaya transportasi mahal. Alasan tersebut dipilih untuk memindah
perusahaan rokok kretek Minak Jinggo ke Kudus untuk menghindari kerugian
yang makin besar pada perusahaan yang baru saja berdiri (Solichin Salam, 1983 :
33).
Tahun 1932, perusahaan rokok kretek Bal Tiga mengalami perselisihan
mengenai rencana penghibahan perusahaan rokok kretek kepada Sumadji
Nitisemito, putra ke-empat Nitisemito yang ditentang oleh Karmaen menantu
Nitisemito yang telah banyak memberikan sumbangsih. Kondisi yang memanas
dalam tubuh intern keluarga Nitisemito ini, dimanfaatkan oleh Kho Djie Siong
untuk memproduksi rokok kretek Minak Jinggo sebanyak mungkin untuk mengisi
kekosongan stok rokok kretek Bal Tiga yang produksinya semakin menurun.
Politik Kho Djie Siong memanfaatkan kondisi berhasil dengan baik, berkat

105

dukungan Karmaen dan dukungan sebagian rekan-rekan Kho Djie Siong yang
masih menjadi agen rokok kretek Bal Tiga. Rokok kretek Minak Jinggo dengan
cepat menguasai pasaran karena harganya lebih murah dan rasanya sama dengan
rokok kretek Bal Tiga. Rahasia sistem pencampuran tembakau dan cengkeh
diperoleh dari Karmaen, dengan alasan agar perusahaan rokok kretek Bal Tiga
tidak jatuh ke tangan Sumadji. Karmaen adalah seorang yang ahli pula
mencampur bahan tembakau dan cengkeh di perusahaan rokok kretek Bal Tiga
selain Nitisemito (wawancara bapak Afif Masluri : 25 Oktober 2009).
Tahun 1935, perusahaan rokok kretek Minak Jinggo pindah lokasi di Jalan
Nganguk No.11 Kudus. Sampai tahun 1940, pemasaran hasil produksi rokok
kretek Bal Tiga mendapat saingan rokok kretek Minak Jinggo. Tahun 1940,
perusahaan rokok kretek Minak Jinggo mengalami perkembangan pesat, dan
mengeluarkan produksi baru yang dikenal dengan nama Nojorono. Tahun 1960,
perusahaan rokok kretek Minak Jinggo terus berkembang menjadi salah satu
perusahaan rokok kretek terbesar di Kudus. Pemasaran rokok klobotnya
melingkupi pulau Jawa, bahkan luar Jawa (Solichin Salam, 1983 : 34).
3. Ambruknya Industri Rokok Kretek Kudus Milik Pribumi Bal Tiga
Pasang surut dalam dunia industri rokok kretek merupakan suatu hal yang
lazim terjadi dalam industri rokok kretek Kudus baik pribumi maupun Tionghoa.
Khusus untuk perusahaan rokok kretek Bal Tiga konflik keluarga sangat
mencolok. Ketika masa kolonial Hindia Belanda, akibat perselisihan hebat
akhirnya diketahui bahwa perusahaan rokok kretek Bal Tiga memiliki pembukuan
ganda. Hal ini sebenarnya dikatakan sudah lazim dikalangan pengusaha rokok
kretek baik pribumi maupun non-pribumi. Pemerintah Hindia Belanda menuduh
perusahaan rokok kretek Bal Tiga milik Nitisemito ini belum membayar pajak
yang harus disetorkan kepada pemerintah kolonial. Rumah dan mobil Nitisemito
disita. Kebaikan hati penguasa kolonial, melihat jasa Nitisemito yang telah banyak
membayar pajak kepada pemerintah sehingga sangat membantu keuangan
pemerintah, maka perusahaan rokok kretek Bal Tiga diperbolehkan beroperasi
kembali. Keputusan penguasa ini diambil dengan persetujuan dan pertimbangan

106

bahwa apabila pabrik diberikan kelonggaran beroperasi maka hutang pajak yang
ditanggung mereka akan terbayar dan ribuan buruh tetap bisa menggantungkan
kehidupannya pada industri rokok kretek Kudus. Setelah mengalami vakum
beberapa saat industri rokok kretek Nitisemito harus memulai dari awal lagi
membangun, karena banyak agen rokok kretek yang sudah beralih ke perusahaan
rokok kretek yang lain (Amen Budiman & Ong Hok Ham, 1987 : 130).
Terjadinya perselisihan intern antar anggota keluarga Nitisemito semakin
memanas

ketika

Nitisemito

yang

sudah

sepuh

berniat

menghibahkan

perusahaannya kepada salah satu anggota keluarganya. Perselisihan intern


keluarga harus dibayar mahal dengan kerugian perusahaan dan hancurnya
perusahaan rokok kretek Bal Tiga Nitisemito. Ahwan Markum cucu Nitisemito
yang diberi jabatan sebagai direktur perusahaan; Sumaji Nitisemito anak laki-laki
(anak nomer empat) Nitisemito diberi jabatan kasir; M Karmaen menantu
Nitisemito yang diberi jabatan kepala kantor. Ketiga orang ini adalah orang
kepercayaan Nitisemito untuk mengelola perusahaan rokok kretek Bal Tiga milik
Nitisemito (Arsip Propinsi Jawa Tengah : M Nitisemito).
Nitisemito berencana menghibahkan perusahaan rokok kretek Bal Tiga
miliknya kepada anak laki-lakinya Sumaji Nitisemito. Sumaji dianggap telah
mampu dan lebih menonjol dibanding dua orang kepercayaannya yang lain.
Sumaji telah menamatkan sekolah MULO-nya di Belanda.

Alasan ini yang

memantapkan keputusan Nitisemito menghibahkan perusahaan kepada Sumaji


Nitisemito.

Terlalu

percaya

kepada

diploma

Handelsschool,

Nitisemito

menyerahkan kekuasaaan kepada Sumaji Niitsemito. Ahwan Markum dan M


Karmaen hanya boleh bantu-bantu saja di dalam perusahaan (wawancara Bapak
Afif Masluri : 25 Oktober 2009).
Ahwan Markum dan M Karmaen tidak menyetujui keputusan tersebut
karena mengetahui bahwa Sumaji Nitisemito, belum berpengalaman sama sekali
untuk mengelola perusahaan sebesar Bal Tiga. Dilihat dari pengalaman memang
M Karmaenlah yang sudah sangat berpengalaman dalam mengelola perusahaan.
Semua ide kemajuan perusahaan Bal Tiga, seperti : manajemen hadiah,
pemasaran, master peracik bahan baku rokok kretek, hubungan dengan agen

107

rokok kretek juga telah dikuasai. Sebelum menjadi mantu Nitisemito Karmaen
juga telah bekerja lama dalam perusahaan rokok kretek Bal Tiga milik Nitisemito
(Solichin Salam, 1983 : 26). Dikeluarkannya surat hibah perusahaan kepada
Sumaji Nitisemito, mengakibatkan dipecatnya M Karmaen dan Ahwan Markum
dari perusahan rokok kretek Bal Tiga. Keluarnya dua orang berpengalaman ini,
diikuti oleh banyaknya buruh yang mengundurkan diri, bahkan buruh bagian
promosi keliling, buruh pemasaran, dan sebagian agen perusahaan rokok kretek
Bal Tiga dari beberapa daerah ikut mengundurkan diri. Mundurnya buruh-buruh
penting yang memegang peran maju tidaknya industri rokok kretek Bal Tiga, akan
membawa dampak buruk bagi perusahaan. Sumaji dianggap kurang cakap
mengelola perusahaan dalam memberantas kasus pemalsuan hasil produksi rokok
kretek Bal Tiga di pasaran (wawancara bapak Afif Masluri : 25 Oktober 2009).
Omset pemasaran hasil produksi perusahaan rokok kretek Bal Tiga di
berbagai daerah selain disebabkan oleh faktor di atas, juga disebabkan banyaknya
rokok kretek hasil produksi yang sudah lama di agen dijual lagi karena agen telah
mengalami kesukaran untuk meminta kiriman rokok kretek baru. Keadaan
semakin memburuk ketika bangsa ini berada di bawah jajahan Jepang, banyak
aset perusahaan rokok kretek Bal Tiga disita oleh Jepang untuk memenuhi
keperluan

perang

dan

penjajahan

mereka

(http://bluedayax.multiply.

com/journal/item/177 : 13/3/2009).
Ambruknya perusahaan rokok kretek Bal Tiga dipercepat dengan
meninggalnya Nitisemito tahun 1952. Sumaji terbukti kurang cakap dalam
mengelola perusahaan warisan orang tuanya, sebagai langkah selanjutnya karena
sudah tidak ada keluarga yang cakap yang mampu mengelola perusahaan rokok
kretek, maka harta yang tersisa dibagi rata kepada seluruh keluarga tahun 1955.
Hasil sekolah tinggi saja tidak menjadikan garansi seseorang cakap memimpin
suatu, terutama dalam hal ini perusahaan rokok kretek (Arsip Propinsi Jawa
Tengah : pembagian aset keluarga Nitisemito).

108

4. Manajemen Kelompok Tionghoa dalam Industri Rokok Kretek Kudus


Dalam mengelola perusahaan rokok kretek pengusaha rokok kretek
Tionghoa, selalu memberi prioritas kepada kelompok masyarakat keturunan
Tionghoa di sekitar mereka untuk bekerja di perusahaan yang dikelolanya. Ikatan
kelompok yang begitu kuat antara kelompok Tionghoa, usaha pengusaha rokok
kretek Tionghoa mendapat tanggapan yang baik dari masyarakat Tionghoa. Tidak
hanya keturunan Tionghoa dari daerah Kudus tapi meluas ke daerah lainnya. Hal
ini terbukti dengan adanya buruh-buruh keturunan Tionghoa dari daerah
Semarang, Pekalongan, Magelang, Surabaya yang bekerja pada perusahaan rokok
kretek Minak Jinggo.
Sistem kekeluargaan juga diterapkan di kalangan masyarakat Tionghoa di
daerah Kudus. Caranya dilakukan suatu sistem peminjaman modal kepada
masyarakat Tionghoa atau pegawai perusahaan khususnya keturunan Tionghoa
yang ingin mendirikan usaha rokok kretek. Pinjaman modal ini biasanya diberikan
kepada buruh keturunan Tionghoa yang sudah duduk sebagai staf ahli. Sistem
pengembalian pinjaman modal diatur berdasarkan sistem bagi hasil dan menjual
hasil produksi rokok kretek ke perusahaan tempat ia dipinjami modal. Atau modal
pinjaman dikembalikan bila perusahaannya telah sukses meraup keuntungan dari
pemasaran rokok kretek yang telah diproduksi. Seandainya usaha yang dipinjami
modal itu gagal, maka pihak yang mendapat pinjaman modal dapat kembali
bekerja dalam perusahaan rokok kretek tempat semula ia bekerja.
Sistem tersebut berkembang dengan baik, terbukti bermunculan beberapa
perusahaan rokok kretek Kudus milik keturunan Tionghoa. Beberapa perusahaan
rokok kretek Kudus milik Tionghoa yang berhasil berdiri karena sistem ini, antara
lain : perusahaan rokok kretek Gentong Gotri (1940) oleh Kho Ciang Hai,
perusahaan rokok kretek Laras Hati (1940) oleh Lim Siong Hong, perusahaan
rokok kretek Dami (1942) oleh Ngo Tik San.
Minak Djinggo melesat jauh disusul dengan kemajuan pabrik rokok kretek
Tionghoa yang didirikan masyarakat Tionghoa dengan modal sendiri, antara lain :
(1) perusahaan rokok kretek Kaki Tiga (1948) oleh Ong Tik San, (2) perusahaan
rokok kretek Muria (1948) milik Sam Ling Tho, (3) perusahaan rokok kretek

109

Pompa (1950) oleh Ngo Tik San, (4) perusahaan rokok kretek Sri Hesti (1950)
oleh Lim Sin Hong, (5) perusahaan rokok kretek Jarum (1951) oleh Oei Wie
Gwan, (6) perusahaan rokok kretek Supiah (1952) oleh Kim Liong Wan
(wawancara bapak Afif Masluri : 25 Oktober 2009).
Keberhasilan pengusaha Tionghoa dalam persaingan industri rokok kretek
Kudus dengan golongan pribumi, disebabkan oleh beberapa faktor :
a) Orang Cina mempunyai bekal ilmu perusahaan yang lebih banyak.
b) Orang Cina lebih mampu untuk membaca pasar rokok kretek.
c) Orang Cina dalam mengadakan hubungan kerja berprinsip pada
rasa saling percaya.
d) Orang Cina lebih terikat pada usaha sebagai cara hidupnya.
e) Orang Cina punya kekuatan modal yang besar.
f) Orang Cina lebih suka menerapkan sistem usaha kooperatif
daripada sistem kekeluargaan agar mencegah perbuatan harta kelak
nantinya.
g) Orang Cina lebih menguasai teknik yang lebih maju dalam industri
rokok kretek Kudus (Lance Castle, 1982 : 143-144).
Dengan berbagai sistem pabrik modern mereka berhasil mengembangkan
industri rokok kretek Kudus, hingga mampu bersaing dengan industri rokok
kretek daerah lain. Djarum yang berdiri 1950 oleh Oei Wie Gwan menjadi pabrik
rokok kretek Kudus terbesar dan terkemuka di Indonesia, bahkan di mancanegara.
Pabrik rokok Djarum milik pengusaha pabrik kretek Tionghoa ini berkembang
pesat sampai dengan pewarisan industri ini oleh generasi kedua tahun 1964,
dengan mengembangkan kombinasi kerja padat karya yang mempekerjakan
ratusan tenaga kerja dan padat modal yang dioperasikan tenaga profesional.
Dalam pengolahan limbah, Djarum berhasil membangun saluran limbah ramah
lingkungan. Dalam upaya mengembangkan usaha, peningkatan kesejahteraan
pekerja, dan peningkatan kinerja, Djarum merekrut tenaga profesional dan terus
melakukan pelatihan rutin pada mereka. Djarum juga menyediakan jasa
transportasi untuk sarana antar jemput buruh. Penetapan standar upah bagi pekerja
disesuaikan dengan kemampuan dan kepentingan seluruh anggota. Djarum juga

110

memberikan perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan buruhnya. Sukses


sistem pabrik kretek milik Tionghoa dengan kemantapan sistem perpabrikan
membawa pengusaha pabrik rokok kretek Tionghoa berada kekayaan tertinggi
warga Kudus (Arin Astuti : 2003, 42).
Keberhasilan sistem managerial modern industri rokok kretek Kudus dapat
dikatakan bahwa pribumi banyak mendukung keberhasilan industri rokok kretek
Kudus milik Tionghoa. Semua jabatan dari buruh, pemegang pembukuan, mandor
dipegang oleh orang-orang pribumi. Orang Cina sebagai golongan minoritas di
tanah air ini, dalam penguasaan industrinya masih sangat bergantung pada
kemurahan hati pelindung pribumi yang memegang kekuasaan di bidang politik
dan pemerintahan. Keberhasilan pengusaha Tionghoa disatu sisi membuka
peluang bagi rakyat pribumi dan membawa kemajuan bagi industri rokok kretek
di Kudus. Namun, disisi lain di bidang ekonomi pengusaha Tionghoa sedikit
menutup pertumbuhan yang lebih baik bagi industri milik golongan menengah
milik pribumi di Kudus. Industri rokok kretek kecil milik pengusaha pribumi pada
akhirnya harus puas melayani konsumsi suatu daerah atau menyokong usaha
Tionghoa dalam menyuplai produk, sedangkan Tionghoa berhasil memperoleh
keuntungan yang lebih dominan ketimbang pengusaha pribumi. Kelemahan
pengusaha rokok kretek pribumi adalah terlalu menjaga kerahasiaan perusahaan,
rahasia pencampuran tembakau baik itu kepada keluarga, atau kepada siapapun.
Akibatnya, ketika pengusaha yang menguasai rahasia perusahaan tersebut telah
meninggal, maka habis pulalah perusahaan rokok kretek yang dikelolanya. Tidak
ada generasi penerus yang diwarisi keahlian mengelola industri perusahaan secara
utuh. Generasi penerus tidak cakap, mengakibatkan ambruknya perusahaan rokok
kretek Kudus milik pribumi

G. Perubahan Sosial Akibat Industri Rokok Kretek Kudus

Kudus sebagai sentral industri membentuk ekonomi kapitalis. Daerah di


sekitar Kudus penyedia buruh tenaga kerja menjadi daerah semi peri-peri. Begitu

111

pula dengan daerah penghasil bahan baku rokok kretek Kudus menjadi daerah
periferal atau daerah peri-peri.
Kudus menjadi daerah agen setelah penemuan industri rokok kretek
Kudus. Perusahaan rokok kretek berkembang menjadi perusahaan besar, banyak
sekali menyerap tenaga kerja. Pencarian buruh tenaga kerja pabrik rokok kretek
Kudus, biasanya menyerap tenaga petani dari daerah pedesaan. Petani-petani
meninggalkan mata pencahariannya, karena pertimbangan resiko bekerja di
perusahaan lebih kecil ketimbang resiko yang akan diterima bila menjadi petani.
Penghasilan dari bertani (petani penggarap) sangat kecil, dibanding upah yang
akan diterima bila bekerja di perusahaan besar. Di samping itu fasilitas kesehatan,
pendidikan, dan jaminan sosial disediakan perusahaan bila mereka bekerja di
perusahaan tersebut. Apalagi lahan peetanian makin sempit akibat jumlah
penduduk yang terus meningkat.
Perusahaan rokok kretek menyerap banyak buruh yang berasal dari
pedesaan. Perusahaan rokok kretek meluaskan perusahaannya ke wilayah pelosok
pedesaan, alasannya perusahaan rokok kretek Kudus mencari tenaga kerja yang
murah dan produktif, dan memperoleh lokasi tanah untuk didirikan perusahaan
baru yang harga tanahnya masih murah. Hal ini mengakibatkan menyempitnya
lahan persawahan di pedesaan. Tempat di mana perusahaan rokok kretek
meluaskan usahanya biasanya mendapat kompensasi khusus dari perusahaan
rokok kretek kepada masyarakat sekitar ataupun pemerintahan daerah tersebut.
Sektor pertanian tembakau di beberapa wilayah mendapat pengaruh besar
dengan berkembangnya perusahaan rokok kretek Kudus. Rakyat di daerah
pertanian tembakau Kedu, Magelang, Temanggung, Madura, Parakan, Weleri, dan
Bojonegoro justru berkembang dengan pesat. Hal ini dikarenakan, petani
tembakau hidupnya sangat tergantung dari perusahaan rokok kretek Kudus.
Alasan petani menanam tanaman tembakau di daerah tersebut karena : (1)
tanaman tembakau panennya lebih sering, (2) daerah tersebut beriklim dingin dan
mendapat sedikit sinar matahari yang sangat cocok untuk tanaman tembakau, (3)
harga tembakau jauh lebih mahal dibanding dengan tanaman jenis lain.
Berkembangnya perusahaan rokok kretek di Kudus mengakibatkan perbaikan

112

nasib petani tembakau. Petani-petani tembakau dari daerah-derah tersebut dapat


menunaikan ibadah haji dan menyekolahkan anak-anaknya sampai ke perguruan
tinggi (wawancara Bapak Dhani PPRK : 13 September 2009).
Sturktur masyarakat di daerah pedesaan meningkat, baik itu di wilayah
sekitar Kudus maupun di luar Kudus. Daerah-daerah penghasil tembakau di luar
kota Kudus dapat membangun fasilitas pendukung usaha dan kehidupan seharihari mereka. Dari hasil penjualan tembakau, swadana petani tembakau berhasil
membangun fasilitas, seperti : jalan raya, irigasi, masjid dan sarana pendidikan.
Permintaan tembakau yang kian pesat dari perusahaan rokok kretek, mendukung
perubahan

daerah-daerah

tersebut

terutama

pembangunan

jalan

yang

menghubungkan desa-desa penghasil tembakau dengan pusat kota. Perusahaan


rokok kretek Kudus beserta sebagian petani tembakau di daerah-daerah tersebut
berusaha membangun infrastruktur transportasi. Hal ini dilakukan untuk
memudahkan pengangkutan hasil tembakau dari pedesaan ke agen-agen tembakau
di pusat kota. Sarana jalan ini juga digunakan masyarakat untuk kelancaran arus
perekonomian sehari-hari mereka.
Ekonomi daerahnya maju, maka muncul pedagang yang menawarkan
barang penunjang usaha pertanian, barang elektronik, bahan bangunan dan
sebagainya. Adanya listrik masuk desa, karena perusahaan rokok kretek Kudus
banyak yang mendirikan gudang penyimpanan tembakau di wilayah pedesaan
tersebut. Perusahaan atau daerah luar negeri yang menyuplai cengkeh dan sos ke
perusahaan rokok kretek di Kudus, dapat melebarkan sayap usahanya sampai di
Indonesia yang bertempat di ibu kota negara.
Kesadaran masyarakat juga meningkat akan pentingnya pendidikan.
Kebiasaan menikahkan anak pada usia muda mulai berkurang, sarana kesehatan
dan fasilitas keagamaan semakin diperhatikan dan ditingkatkan. Perluasan
perusahaan di wilayah pedesaan sekitar Kudus disebut dengan brak. Brak adalah
gudang tempat produksi atau gudang yang berfungsi sebagai pencampur
tembakau. Lokasi pembangunan brak mengambil daerah tanah pertanian subur.
Daerah subur banyak dihuni penduduk, maka akan mudah mencari tenaga kerja.
Untuk mendukung produktivitas brak biasanya akan dibangun fasilitas

113

penerangan dan transportasi, fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan


(wawancara Bapak Afif Mulari : 25 Oktober 2009).
Pemerintah juga memperoleh keuntungan besar dengan adanya perusahaan
rokok kretek. Adanya pajak cukai, menjadikan pemasukan besar bagi pemerintah
pusat. Pembangunan daerah juga tercukupi, pemasukan terhadap pemerintah
daerah juga ada. Partisipasi pengusaha rokok kretek dapat dilihat dari sumbangansumbangan di lingkungan sekitar lokasi tempat perusahaan berada. Lampu jalan
disekitar kota Kudus, penghijauan kota Kudus, pembangunan infrastruktur
modern, bantuan pendidikan, bantuan terhadap olahraga, pagelaran musik, dan
sebagainya merupakan andil besar swasta termasuk pabrik-pabrik rokok kretek
Kudus dalam memajukan kualitas bangsa.

BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian tentang Perkembangan Industri Rokok Kretek Kudus


1908-1964, dapat diambil kesimpulan :
1. Pembentukan industri rokok kretek Kudus diawali dengan penemuan rokok
kretek Kudus oleh Haji Jamahri dan Mbok Nasilah sekitar tahun 1880-an.
Industri rokok kretek Kudus berdiri sejak 1908. Nitisemito, pioneer pengusaha
pribumi yang membangun industri rokok kretek Kudus dengan mendirikan
pabrik rokok kretek Bal Tiga. Usaha rokok kretek yang dikelola Nitisemito
berkembang pesat.
Tahun 1914, usaha rokok kretek Nitisemito telah mampu mendirikan
sebuah pabrik rokok kretek besar di desa Jati Kudus. Semangat dagang dan
keberhasilan Nitisemito mengelola perusahaan rokok kretek Bal Tiga menarik
warga pribumi untuk ikut beradu nasib dalam usaha rokok kretek.
2. Kudus bukan merupakan wilayah penghasil bahan baku rokok kretek, tapi
mampu untuk menghasilkan produksi rokok kretek. Tembakau menjadi
barang dagangan industri rokok kretek Kudus karena diperkenalkan oleh
Sunan Kedu. Bahan baku produksi rokok kretek Kudus, terdiri dari : (1)
tembakau didatangkan dari wilayah : Kedu, Weleri, Bojonegoro, Mojokerto,
Madura, Temanggung; (2) cengkeh diimpor dari Zanzibar, Madagaskar; (3)
Klobot didatangkan dari wilayah Undaan (Kudus) dan Purwodadi (Grobogan);
(4) saus didatangkan dari Amerika dan Inggris yang memberikan aroma khas
masing-masing produksi rokok kretek Kudus.
Proses produksi industri rokok kretek Kudus tahun 1900-an, masih sangat
sederhana. Industri rokok kretek Kudus menerapkan sistem abon. Proses
pengerjaan rokok klobot masih sangat sederhana, campuran cengkeh dan
tembakau dilinting dalam daun jagung kering (klobot). Tahun 1930-an sistem
abon dihapuskan dan diganti dengan sistem pabrik untuk menghemat produksi

114

115

dan memudahkan pengawasan. Proses pengerjaan rokok kretek berkembang


menggunakan alat produksi tradisional.
3. Perkembangan industri rokok kretek Kudus didukung oleh sistem pemasaran
yang modern. Nitisemito dan menantunya M. Karmaen telah berhasil
membuat inovasi sistem pemasaran dengan promosi, iklan, pendirian stand
dalam setiap event di berbagai daerah, memasarkan rokok kretek lewat seni
dan pemberian hadiah. Industri rokok kretek Kudus menerapkan sistem agen
dalam mendistribusikan produksi rokok kretek ke berbagai wilayah. Agen
mendistribusikan rokok kretek kepada pedagang besar. Pedagang besar
menjual rokok kretek kepada pedagang asongan, pedagang kelontong,
warung, sampai kedai nasi. Kenikmatan rokok kretek Kudus tersebar luas ke
berbagai wilayah, permintaanpun berdatangan dari berbagai wilayah di
seluruh pelosok negeri.
4. Keberhasilan pengusaha pabrik kretek pribumi menarik etnis Tionghoa untuk
beradu nasib pada industri rokok kretek. Pada tahun 1918, terjadi persaingan
pengusaha pabrik kretek pribumi dan pengusaha pabrik kretek Tionghoa,
hingga menjadi salah satu faktor penting penyebab munculnya kerusuhan di
Kudus pada tanggal 31 Oktober 1918. Perubahan kepemilikan industri rokok
kretek Kudus pribumi, bermula ambruknya pasaran Bal Tiga yang mendapat
saingan rokok Minak Djinggo milik Tionghoa. Kho Djie Siong mendirikan
pabrik rokok kretek milik Tionghoa yang pertama kali pada tahun 1930, yang
diberi nama Minak Djinggo. Keberhasilan industri rokok kretek milik
Tionghoa, melemahkan posisi pengusaha pribumi dalam industri rokok kretek
Kudus. Industri rokok kretek Kudus memberikan pengaruh besar tehadap
perubahan sosial dan ekonomi masyarakat yang mendukung industri rokok
kretek Kudus.

116

B. Implikasi

1. Teoritis
Secara teoritis implikasi dari hasil penelitian tentang Perkembangan
Industri Rokok Kretek Kudus 1908-1964 adalah penemuan rokok kretek Kudus
mendukung berdirinya industri rokok kretek Kudus. Terbentuknya industri rokok
kretek Kudus, mengakibatkan terjadi pergeseran dari masyarakat agraris ke
masyarakat modern. Pergeseran dari masyarakat petani ke masyarakat industri di
daerah Kudus dan di sekitar Kudus terutama para petani penghasil bahan baku
rokok kretek di luar wilayah Kudus. Adanya industri mengakibatkan kemakmuran
dan kesejahteraan bagi masyarakat. Pembangunan di wilayah kota Kudus dan di
sekitar penghasil bahan baku rokok kretek mengalami kemajuan pesat.
Pemerintah mendapatkan keuntungan dengan pemungutan pajak cukai rokok,
pajak sebagai income terbesar pemerintah pusat dalam pembangunan bangsa salah
satunya berasal dari industri rokok kretek Kudus. Selain itu, industri rokok kretek
Kudus mendukung berkembangnya kemajuan di berbagai bidang dengan peran
swasta seperti : olahraga, seni, teknik, otomotif, pendidikan, dan sebagainya.
Perkembangan industri rokok kretek Kudus oleh pengusaha pribumi maupun
pengusaha Tionghoa telah menunjukkan pengaruh positif bagi kemajuan
masyarakat.

2. Praktis
Implikasi praktis dari hasil penelitian tentang Perkembangan Industri
Rokok Kretek Kudus 1908-1964 adalah adanya kemajuan kehidupan ekonomi.
Adanya industri rokok kretek Kudus memberikan nilai positif bagi pengusaha,
pemerintah, dan rakyat. Secara tidak langsung kemajuan kehidupan ekonomi
berdampak luas bagi semua aspek kehidupan masyarakat.
Implikasi praktis dari hasil penelitian ini terhadap pendidikan adalah
memperkaya khasanah sejarah nasional yang bidang kajiannya multidimensional.
Sejarah lokal dari Kudus ini dapat memberikan pengetahuan asal mula dan sejarah

117

rokok kretek yang selama ini telah membudaya pada masyarakat Indonesia dan
mengambil manfaat positif dari fakta sejarah rokok kretek Kudus.

3. Metodologis
Sesuai dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
historis. Pemilihan metode historis didasarkan pada pokok-pokok permasalahan
yang dikaji yaitu peristiwa masa lalu untuk direkonstruksikan menjadi cerita
sejarah berdasarkan fakta sejarah yang didapatkan. Pengumpulan bahan
menggunakan arsip, dokumen/buku perpus, dan wawancara.
Kesulitan yang dihadapi dalam pengumpulan data adalah data yang
tersebar di beberapa kota mengakibatkan ekstra tenaga khusus untuk mencari di
berbagai kota. Beberapa sumber berbahasa Belanda dan Inggris mengakibatkan
penulis harus menelaah data dengan seksama agar tidak terjadi penyelewengan
fakta.

C. Saran

1. Pemerintah
Pemerintah sebagai pihak penguasa yang ikut andil dalam pengaturan
usaha terutama industri rokok kretek Kudus hendaknya bersikap bijaksana.
Pemerintah sebagai penerima income terbesar hasil pembayaran cukai rokok
diharapkan dapat bertindak adil dalam pembagian hasil dengan daerah lokal
industri rokok kretek Kudus. Kerjasama yang baik antara pemerintah daerah
Kabupaten Kudus, pengusaha rokok kretek Kudus, masyarakat Kudus dan
pemerintah

pusat

akan

mewujudkan

pembangunan

daerah

Kudus

dan

pembangunan bangsa yang seutuhnya. Ribuan buruh, puluhan petani tembakau


dan cengkeh menggantungkan hidupnya pada industri rokok kretek Kudus.
Keberlangsungan dan kemajuan industri rokok kretek Kudus bergantung pada
kemantapan pengelolaan seluruh aspek pendukung industri rokok kretek Kudus
yang didukung kebijakan pemerintah. Kerjasama antara pemerintah dan

118

pengusaha yang baik, akan menjamin kesejahteraan masyarakat dan kemajuan


perekonomian bangsa.

2. Pengusaha
Pengusaha sebagai produsen rokok kretek yang memproduksi dan
memperoleh banyak keuntungan dari usaha merokok hendaknya memperhatikan
para pendukung berlangsung lancarnya industri rokok kretek Kudus. Tidak hanya
pengaruh negatif saja yang diambil dari barang yang diproduksi oleh mereka tapi
pengaruh positif bagi masyarakat harus terus mereka ciptakan untuk memajukan
sumber daya manusia Indonesia yang handal.
Kesejahteraan buruh, para agen rokok, para konsumen, masyarakat sekitar
tempat produksi harus diperhatikan dengan baik. Dukungan swasta terhadap
kemajuan bangsa harus terus ditingkatkan, demi mencapai masyarakat Indonesia
yang berkompetensi global. Lingkungan juga membutuhkan perhatian pengusaha,
di mana industri yang baik adalah industri yang dapat memelihara kelestarian
lingkungannya.

3. Masyarakat
Masyarakat

sebagai

konsumen

rokok

kretek

hendaknya

mampu

mengambil manfaat sebaik mungkin dari hasil ciptaan rokok kretek tersebut.
Budaya merokok boleh saja, asal kita tahu kekuatan diri sejauh mana diri kita
mampu menghisap asap rokok tersebut dan jangan sampai dari kegiatan merokok
tersebut menimbulkan kerugian besar pada diri sendiri atau bahkan kepada orang
lain.
Budaya merokok masyarakat Indonesia sudah merambah berbagai
golongan, hendaknya kontrol terhadap generasi penerus bangsa diperketat.
Kesadaran terhadap konsumsi rokok yang berbahaya bagi kesehatan hendaknya
menjadi perhatian bagi masyarakat, demi terciptanya generasi baru Indonesia
yang lebih baik.

119

DAFTAR PUSTAKA

Amen Budiman dan Onghokham. 1987. Rokok Kretek Lintasan Sejarah dan
Artinya Bagi Pembangunan Bangsa dan Negara. Kudus : PT Djarum
Arin Astuti. 2003. Eksistensi Industri Rokok Kretek PT Djarum Kudus dan
Pengaruhnya Terhadap Perubahan Sosial Ekonomi Penduduk Desa
Gribig, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus. Uns
Aritasius Sugiya. 2001. Profil Daerah Kabupaten dan Kota Jilid I. Kompas
Astrid Susanto. 1999. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Bandung :
Putra A Bardin
Bonneff, Marcel. 1983. Islam di Jawa dilihat dari Kudus. Jakarta
Castle, Lance. 1982. Tingkah Laku Agama, Politik dan Ekonomi di Jawa :
Industri Rokok Kudus. Jakarta : Sinar Harapan
Charles A Coppel. 1994. Tionghoa Indonesia Dalam Krisis. Jakarta : Pustaka
Sinar Harapan
Dudung Abdurrahman. 1999. Metodologi Penelitian Sejarah. Jakarta : Logos
Wacana Ilmu
Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia. Jakarta : Erlangga
Ensiklopedia Nasional Indonesia. Jilid III. 1998
Gottschalk, Louis. 1975. Mengerti Sejarah. Jakarta : UI Press
Hanuzs, Mark. 2000. Kretek The Culture and Heritage of Indonesia Clove
Cigarretes. Jakarta : Equinox Publishing (Asia) Pte Ltd
Helius Sjamsudin. 1996. Metodologi Sejarah. Jakarta : Pakarti
______________. 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta : Ombak
Hendriyani M.M. 2002. Akulturasi Kebudayaan Jawa dan Tionghoa. Uns
Jamuin Maarif. 2001. Memupus Silang Sengkarut Relasi Jawa-Tionghoa :
Panduan Advokasi Untuk Membangun Rekonsiliasi. Surakarta : Ciscore
Koentjaraningrat. 1983. Metodologi Penelitian Sejarah. Jakarta : Gramedia
Kotler, Phillip. 1994. Manajemen Pemasaran. Jakarta : Erlangga
Kuntowijoyo. 1994. Metodologi Sejarah. Yogyakarta : PT Tiara Wacana
Yogyakarta
Lawrence R Jauch & William F G. 1997. Manajemen Strategi dan Kebijaksanaan
Perusahaan. Jakarta : Gelora Aksara Pratama
Litbanglahtasibda Kabupaten Kudus. 2004. Indentifikasi Produk Andalan
Unggulan Kabupaten Kudus. Kudus : Pemkab Kudus
Lukas Setiatmaja. 1994. Manajemen Keuangan. Jakarta : Andi

120

M Iqbal Hasan. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasi.


Jakarta : GI
Malayu P Hasibuan. 1996. Organisasi dan Motivasi Dasar Peningkatan
Produktivitas. Jakarta : Bumi Aksara
Mardalis. 2002. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta : Bumi
Aksara
Moekijat. 1989. Dasar-dasar adminidtrasi dan Manajemen Perusahaan. Bandung
: Mandar Maju
Mubyarto. 1987. Peluang Kerja dan Berusaha di Pedesaan. Yogyakarta : BPFE
Parada Harahap. 1952. Indonesia Sekarang. Jakarta : Bulan Bintang
Polak, Mayor. 1966. Sosiologi Suatu Buku Pengantar Ringkas. Jakarta : Ikhtiar
R Bintarto. 1993. Interaksi Desa Kota. Jakarta : Ghalia Indonesia
Ried, Anthony. 1987. Perjuangan Rakyat : Revolusi dan Hancurnya Kerajaan
Islam. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan
Sartono Kartodirdjo. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah.
Jakarta : Gramedia
Sarwoko & Abdul Hakim. 1989. Manajemen Keuangan. Yogyakarta : BPFE
Schermerhorn. 1987. Masyarakat dan Kekuasaan. Jakarta : Rajawali Press
Scoot, James C. 1983. Moral Ekonomi Petani. Jakarta : LP3ES
Sidi Gazalba. 1981. Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu. Jakarta : Bathara
Selo Soemardjan. 1964. Setangkai Bunga Sosiologi. Yogyakarta : UGM Press
Soerjono Soekanto. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada
_______________. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali
Sofia. 1992. Pengaruh Perusahaan Rokok Kretek Djarum Terhadap Sosial
Ekonomi Masyarakat di Kudus Tahun 1960-1985. Semarang : UNDIP
Solichin Salam. 1983. Kudus dan Sejarah Rokok Kretek. Kudus : PPRK
_____________. 1977. Kudus Purbakala dalam Perjuangan Islam. Kudus :
Menara
_____________. 1988. Sunan Kudus-Menara Kudus-Kudus. Kudus : Menara
R Suharso. 1994. Masyarakat Kudus Kulon dalam Pembangunan Ekonomi.
Jakarta : IKIP Jakarta
Weiner, Myron. 1989. Modernisasi Dinamika Pertumbuhan. Yogyakarta : UGM
Press
Yahya Muhaimin. 1990. Bisnis dan Politik. Jakarta : LP3ES

121

T Hani Handoko. 2003. Manajemen. Yogyakarta : UGM


Terry, George R. 1986. Asas-asas Menejemen. Bandung : Alumni
Majalah :
Suharyanto BP. Museum Kretek Ing Kudus. Djoko Lodang. No.1009. Januari.
1991. hal : 36
Arsip :
1. Arsip Propinsi Jawa Tengah :
Surat ijin berusaha dari pemerintah Jepang. Gunseikan Zamubutyo. No.
10421/F di Jakarta 19 Oktober 2603
Balasan keputusan Gunseikan Zamubutyo. No. TAI/16/19 di Jakarta 19
Oktober 2603
Surat ijin berusaha dari pemerintah Belanda. No. 619/TA di Jakrta 13 Mei 2603
Surat Pemberitahuan tentang tjap dan boengkoes etjeran rokok kretek No
3/drie/26/149 di Kudus 1949
Surat laporan adanya pendapatan uang rokok Bulan Oktober 1934 di Kudus
oleh M Karmaen
Artikel M Nitisemito yanmg disarikan dari buku Der Kretek Koening
2. Arsip PNRI :
Artikel tentang Peroesahaan Rokok Kretek di Koedoes
Rapport Van der Reijden. 1935. Betreffende Eene Gehouden Enquete Naar De
Arbeids to Estanden in de Industrie Van Stroojes en inheemsche Sigaretten of
Java. Bandung : Dukkerij Stragevangenis Soekamiskin
3. Arsip PPRK :
Artikel tentang Asal-Usul Tembakau
Artikel tentang Almarhum Nitisemito
Artikel tentang Asal Mula Rokok
Internet :
http://bluedayax.multiply.com/journal/item/177 : 13/3/2009
www.demirtas.com : 11/3/09
www.wikipedia/rokok_kretek : 11/3/2009
http://roykesiahainenia.i8.com/materi_sospol/materi_5.html : 14/7/2009.

122

http://www.geocities.com : 14/7/2009
http://roykesiahainenia.18.com/materi_sospol/materi-5.html : 14/7/2009

123

Daftar Informan
1. Nama
Pekerjaan
Usia
Alamat
Informasi
Tanggal
2. Nama

: Bapak Dani
: Humas PPRK
: 35 tahun
: Demaan, Kudus
: Sejarah dan perkembangan industri rokok kretek Kudus
: 22 Agustus 2009
: Bapak Afif Masluri

Pekerjaan

: Pemerhati/Sejarawan Industri Rokok Kretek Kudus

Usia

: 50 tahun

Alamat

: Kedung paso, Kudus

Informasi
Tanggal
3. Nama

: Sejarah industri rokok kretek Kudus dari pemilikan pribumi


sampai pemilikan Tionghoa
: 25 Oktober 2009
: Bapak Nawang

Pekerjaan

: Kepala Museum Kretek Kudus

Usia

: 49 tahun

Alamat

: Pedawang, Kudus

Informasi

: Manajemen pengusaha pribumi dan pengusaha Tionghoa


industri rokok kretek Kudus

Tanggal

: 20 Agustus 2009

4. Nama

: Bapak Masturi

Pekerjaan

: Juru Kunci Makam Sunan Kedu

Usia

: 73 tahun

Alamat

: Gribig, Kudus

Informasi

: Sejarah Sunan Kedu memperkenalkan tembakau ke Kudus


sebagai bahan baku rokok kretek Kudus

Tanggal

: 26 Oktober 2009

124

5. Nama
Pekerjaan

: Bapak Hardi Cahyana


: Ketua Pengurus Makam Sunan Kedu dan Pubilc Affairs
Officer PT Djarum Kudus

Usia

: 35 tahun

Alamat

: Gribig, Kudus

Infromasi

: Riwayat hidup Sunan Kedu dan perjalanan hidup Sunan


Kedu yang dikenal jago bertani tembakau

Tanggal

: 12 Desember 2009

125

126

Letak Geografis Dati II Kudus


No

Kondisi/Keadaan
(1)
Letak

Uraian
(2)
1
Kabupaten Dati II Kudus terletak diantara 3,50 dan
4,20BT serta 6,30 dan 7,00 LS (disebelah Selatan
Gunung Muria, disuatu dataran rendah bukan pantai)
2
Batas
Sebelah Utara : Kabupaten Dati II Jepara dan Kabupaten
Dati II Pati
Sebelah Timur : Kabupaten Dati II Pati
Sebelah Selatan : Kabupaten Dati II Grobogan dan
Kabupaten Dati II Pati
Sebalah Barat : Kabupaten Dati II Demak dan
Kabupaten Dati II Jepara
3
Tinggi
Sekitar 55 m dari permukaan air laut
4
Iklim
Tropis dan bertemperatur sedang
5
Hujan
Relatif rendah
Rata-rata di awah 3000 mm/th
Per hari hujan rata-rata di bawah 150mm/th
Sumber Data : KSS.Kabupaten Dati II Kudus
Jarak
1.) Jarak Terjauh daerah Kudus
1.1 Dari Barat ke Timur : 22,50 Km
1.2 Dari Utara ke Selatan : 39,00 Km
2.) Jarak dari Kudus
2.1 Ke Kota-Kota
Jakarta
: 536 Km
Bandung
: 418 Km
Cirebon
: 288 Km
Semarang
: 51 Km
Surakarta
: 153 Km
Purwokerto
: 262 Km
Yogyakarta
: 170 Km
Surabaya
: 261 Km
2.2 Ke Ibu Kota Kecamatan
Kaliwungu
: 6 Km
Kota
: 2 Km
Jati
: 4 Km
Undaan
: 13 Km
Mejobo
: 7 Km
Jekulo
: 8 Km
Bae
: 5 Km
Gebog
: 12 Km

127

Dawe

: 9 Km

3.) Jarak dari Pusat Pemerintah Dati II Kudus ke Obyek Wisata :


3.1 Peninggalan Sejarah
Menara Kudus
: 1,5 Km
Makam Sunan Muria : 18 Km
3.2 Peristirahatan
Colo : 18 Km
Sumber : KSS Kabupaten Dati II Kudus

Luas Daerah Kabupaten Dati II Kudus Menurut Kecamatan


No

Kecamatan
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9

Kaliwungu
Kecamatan Kota
Jati
Undaan
Mejobo
Jekulo
Bae
Gebog
Dawe
Jumlah
Sumber : KSS Dati II Kudus

Luas Wilayah
(Km2)
(2)
32,66
10,34
26,16
71,01
36,01
84,91
22,67
57,62
80,83
422,21

Prosentase Luas
Kecamatan (%)
(3)
7,73
2,45
6,20
16,82
8,53
20,11
5,37
13,65
19,14
100,00

128

Grafik Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Kudus 1905-1964

Jumlah Penduduk (ribu)

450,000

392,752 395,202
373,598 383,706

400,000
350,000

309,273

410,203

329,696

278,294

300,000
250,000
200,000
150,000
100,000

90,000

50,000
0
1905

1915

1930

1953

1958

1961

1962

1963

1964

(Tahun)

(Sumber : BPS Kabupaten Kudus tahun 1961-1964 dan Solichin Salam, 1983 : 8
dari tahun 1905-1958)

(Jumlah Perusahaan besar /kecil)

Grafik Peningkatan Jumlah Perusahaan Industri Rokok Kretek Kudus


(1914-1934)

200
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0

165

175
156

70
35

1914-1924

1930

1932
(Tahun)

(Sumber : Solichin Salam, 1983 : 7)

1933

1934

129

Daerah Penghasil Tembakau Rakyat


(seribu hektar)
Daerah
Priangan
Semua Jawa Barat
Pekalongan
Banyumas
Kedu
Semarang
Jepara-Rembang
Solo
Yogyakarta
Semua Jawa Tengah
Madiun
Kediri
Bojonegoro
Surabaya
Malang
Besuki
Madura
Seluruh Jawa Timur
Seluruhnya Jawa dan
Madura
(Sumber : Lance Castle, 1982 : 166)

1939
6,1
(8,0)
3,8
8,4
31,2
7,0
2,1
5,0
5,8
(63,8)
7,2
7,3
20,1
1,3
5,6
12,3
12,8
(67,5)
139,2

1958
12,5
(15,7)
3,3
6,6
24,7
6,8
2,5
10,9
4,2
(59,0)
4,4
7,9
28,9
8,2
4,3
16,0
6,0
(75,6)
150,2

Impor Cengkeh dan Produksi Kretek 1921-1940

Tahun

Impor Cengkeh

1921
1922
1923
1924
1925
1926
1927
1928
1929
1930
1931

(Seribu ton
metrik)
0,48
0,60
0,57
0,82
1,33
1,95
3,03
3,11
2,27
3,08
5,19

Produksi Kretek
Sebenarnya
(Juta)

Perkiraan
Produksi Kretek
Tahunan
(Juta)
1.145

1.929

5,724
7.111
7.271
6.949

7.110

130

1932
2,07
1933
3,56
1934
5,05
1935
4,36
1936
5,43
1937
4,42
1938
5,70
1939
8,66
1940
7,06
(Sumber : Lance Castle, 1982 : 168)

6.082
8.428
11.468

8.677

10.049

15.137

Cengkeh Impor dan Produksi ; Produksi Kretek, Tahun 1949-1963


Tahun

Impor

Cengkeh
Produksi

Impor dan
Produksi

Seribu ton metrik


1949
7,7
?
8,7
1950
11,0
?
12,0
1951
14,4
1,2
15,6
1952
6,2
6,1
12,3
1953
3,3
3,2
6,5
1954
7,7
6,5
14,2
1955
6,8
2,5
9,3
1956
12,7
4,0
16,7
1957
7,2
5,1
12,3
1958
8,3
3,8
12,2
1959
6,3
5,6
11,9
1960
6,9
7,3
14,1
1961
9,0
7,4
16,4
1962
5,0
7,6
12,6
1963
4,0
(Sumber : Lance Castle, 1982 : 171)

Kretek
Perkiraan
produksi
tahunan
Seribu rokok
16.102

Produksi
sebenarnya

14,637
17.356
18.293
21.218
21.356
20,222
19.300
20,711

Konsumsi Tembakau untuk Firma-firma Kretek Daerah Kudus, 1963


Firma Besar Cina (25)
Firma Besar Pribumi (6)
Arab dan Gabungan
Total Firma Besar
Firma Kecil Cina, Diperkirakan (25)
Firma Kecil Pribumi, Diperkirakan

Persen
45
26
6
(77)
8
15

131

(165)
100
41
59

Total Firma Pribumi


Total Firma Nonpribumi dan Gabungan
(Sumber : Lance Castle, 1982 : 181)

Produksi Rokok Kretek, 1929 1934


1929
1930
Karesidenan
3.675
3.495
JeparaRembang
(terutama
Kudus)
Karesidenan
2.100
2.310
Kediri
(Lembah
Brantas)
Seluruhnya
7.111
7.271
Jawa
(Sumber : Lance Castle, 1982 : 168)

1931
2.875

1932
2.165

1933
3.500

1934
5.300

2.560

2.500

2.730

3.715

6.949

6.082

8.482

11.468

Produksi Kretek dari Karisidenan-karisidenan, 1934 -1961


(juta)
Karesidenan
1934
Jepara-Rembang
5.300
(termasuk Kudus)
Kediri
3.715
Semarang
510
Surabaya
395
Kedu
400
Pekalongan
317
Yogyakarta dan Solo
310
Madiun
208
Bojonegoro
125
Malang
105
Sumatra Timur
?
Bali dan Lombok
?
Total Nasional
11.468
(Sumber : Lance Castle, 1982 : 170)

1961
5.755
3.148
2.116
1.427
306
277
893
1.340
204
3.020
630
979
20.222

132

Produsen-produsen Kretek di Daerah Kudus, 1963


Merek

Golongan (Etnis)

Sedan (Noyorono)
Cina
Jambu
Pribumi
Srihesti
Pribumi
Gentong
Cina
Jarum
Cina
Pompa
Cina
Anggur
Pribumi
Pak Tani
Cina
SAB
Arab
Sukun
Pribumi
Supiah
Gabungan
Larasati
Cina
Tapel Kuda
Cina
Delima
Pribumi
Kale
Pribumi
Trisno
Cina
Dami
Cina
Djoharmanik
Cina
Tapen
Cina
Kakitiga
Cina
(Sumber : Lance Castle, 1982 : 180)

Jumlah Buruh
Desember 1963
1.653
1.755
1.021
815
1.230
700
622
376
640
1.432
296
279
351
315
311
569
290
300
192
362

Tembakau yang
dipergunakan
(ton metrik)
877
592
480
438
398
387
344
262
233
184
184
152
144
139
119
117
114
112
106
105

133

134

135

136

137

138

139

140

Peralatan Tradisional Industri Rokok Kretek Kudus

141

142

(Sumber : Foto-foto Museum Kretek Kudus)

143

Makam Sunan Kedu sebagai tokoh yang memperkenalkan tembakau di Kudus

(Sumber Dokumentasi Pribadi Penulis)

144

Bahan Baku Industri Rokok Kretek Kudus


1. Macam-macam Tembakau

2. Macam-macam Cengkeh

145

3. Klobot

(Sumber : Foto-foto Museum Kretek Kudus)

146

147

148

149

Proses Pengerjaan Rokok Klobot secara Tradisional

(Sumber : Foto-foto Museum Kretek Kudus)

150

Sistem Promosi Pemasaran Tradisional Industri Rokok Kretek Kudus

Sistem Pemasaran melalui agen

sistem pemasaran melalui pameran

Sistem promosi melalui drama

sistem promosi melalui stand pameran

Sistem promosi melalui pesawat Fokker untuk wilayah Bandung dan Jakarta
(Sumber : Foto-foto Museum Kretek Kudus)

151

152

153

Barang-barang Hadiah Promosi Industri Rokok Kretek Kudus

(Sumber : Foto-foto Museum Kretek Kudus)

154

Bentuk-bentuk Produksi Rokok Klobot dan Rokok Kretek Industri Rokok di


Kudus

(Sumber : Foto-foto Museum Kretek Kudus)

155

Pabrik-Pabrik Rokok Kretek Kudus

156

(Sumber : Foto Museum Kretek Kudus dan Dokumentasi Pribadi Penulis)

157

158

159

160

161

162

163

164

165

166

167

168

169

170

171

172

Anda mungkin juga menyukai