Anda di halaman 1dari 5

Inilah Cara Menulis Berita Bagi Jurnalis

Pemula
January 14, 2013 at 10:17am

Akhirnya saya menemukan rujukan yang pas belajar menulis berita bagi wartawan
pemula. Meskipun sebenarnya banyak juga rujukan lain yang bisa dicari di mbah google
Bagi yang selama ini mengalami kesulitan menulis berita, tidak cukup hanya memahani
5 W + 1 H dan piramida terbalik. Latihan menulis terus menurus adalah cara alamiah
untuk meningkatkan kualitas tulisan.
Berikut adalah artikel rujukan yang saya maksud. Berasal dari blog wartawan senior
asal Sumatera Utara, yaitu Jarar Siahaan. Selamat membaca
Menulis Berita Bagi Reporter Pemula :
Beberapa teman seprofesi saya, redaktur di koran lokal terbitan Medan dan juga
suratkabar nasional di Jakarta, dalam kesempatan berkomunikasi via telepon sering
mengeluhkan sulitnya mencari reporter yang mampu menulis berita dengan baik.
Waktu direkrut, dia mengerti dan tahu menjelaskan apa itu 5W1H dan piramida
terbalik, tetapi setelah beritanya ditulis, pusing saya membacanya karena tidak jelas
apa maksudnya, kata seorang teman wartawan yang pernah bekerja sebagai
pemimpin redaksi di sebuah koran harian. Lalu kalau dia tidak mengirim berita,
alasannya karena tidak ada berita yang menarik untuk diliput.
Tidak tahu teknik menulis berita dengan baik, dan tidak mengerti bagaimana cara
mencari berita yang layak-tulis. Masalah ini saya pikir terjadi di semua daerah di
Indonesia, banyak koran mengalaminya. Apalagi jumlah media cetak semakin banyak
sementara orang yang benar-benar terpanggil menjadi wartawan sangatlah sedikit.
Di bawah ini saya bagikan beberapa tips jurnalistik dari pengalaman saya selama 15
tahun lebih menulis berita di koran dan situs Internet. Sekarang untuk level reporter
pemula, dan nanti di kesempatan lain saya akan menulis tips dan teknik jurnalistik
untuk tingkat redaktur agar tidak ditokoh-tokohi reporter.
Tips jurnalistik dasar bagi wartawan pemula: bagaimana menulis berita yang
baik untuk koran
#1: Menulis dengan jujur.
Fakta tidak boleh dipelintir. Opini dan penafsiran harus ditulis dalam alinea
yang berbeda. Boleh tidak netral, tapi harus independen.
Berbohong dalam berita adalah dosa terberat wartawan. Jika jumlah aktivis LSM yang
mendemo bupati hanya puluhan orang, jangan tulis ratusan atau ribuan orang. Berita
bohong seperti ini sangat sering muncul di koran-koran daerah, terutama menyangkut
liputan pilkada.

Jika harus menulis interpretasi atas sebuah fakta, tuliskanlah di paragraf terpisah, dan
tunjukkan secara jelas kepada pembaca supaya mereka tahu mana yang fakta dan
mana opini atau penafsiran si wartawan.
Reporter yang meliput berita di lapangan harus bersikap independen terhadap semua
pihak yang terkait dengan topik tulisannya. Berikan kesempatan yang sama bagi semua
narasumber untuk menjelaskan versi mereka, jangan memvonis kebenaran. Wartawan
boleh tidak netral, misalnya kalau harus memihak pada rakyat yang jadi korban
penindasan penguasa, namun harus selalu independen dengan memberikan
kesempatan pada penguasa untuk berbicara.
#2: Tanda Baca koma dan pola piramida terbalik.
Berhati-hatilah menggunakan tanda baca koma. Bila salah penempatan, maka redaktur
di kantor redaksi bisa salah memahami laporan anda. Amir memukul, Budi ditangkap
polisi (yang memukul ialah si Amir, kok malah Budi yang ditangkap) adalah berbeda
maknanya dengan Amir memukul Budi, ditangkap polisi (ini benar, yang ditangkap
adalah Amir).
Menulis berita biasa haruslah dalam format piramida terbalik. Yang paling penting di
bagian paling atas; alinea-alinea di bawahnya semakin kurang penting. Saya sering
membaca berita koran daerah yang memuat nama-nama pejabat yang menghadiri
sebuah acara seremonial pada alinea kedua atau ketiga, padahal inti beritanya justru di
alinea kelima atau bahkan menjelang akhir.
#3: Catat dengan detail. Dengarkan dengan cermat. Rekam, jangan andalkan
ingatan.
Saya sering melihat reporter koran yang baru beberapa tahun bekerja melakukan
wawancara atau liputan berita di lapangan dengan tidak mencatat sama sekali!
Manusia dengan otak super! Bahkan hanya duduk di warung kopi dengan jarak
seratusan meter dari lokasi demo atau acara seremonial yang akan jadi topik beritanya.
Tapi sepulang meliput, dia bisa dengan santai menulis berita di komputer warnet, tanpa
takut sedikit pun bahwa kemungkinan ada data dan fakta yang salah-tulis.
Wartawan pemula sering malu untuk bertanya, Pak Kadis, ejaan nama Bapak yang
benar Jhonny atau Joni atau bagaimana?
Kalau narasumber mengucapkan kalimat dengan makna ganda atau kurang jelas,
tanyakan kembali dan tegaskan. Jangan sampai yang dia maksud adalah Polisi belum
akan memeriksa dia tapi anda tulis dalam berita sebagai Polisi tidak akan memeriksa
dia.
#4: Tulis dalam kalimat yang jelas, lengkap, dan jernih.

Redaktur koran harian akan membiarkan naskah berita reporter yang ditulis dengan
kalimat yang membingungkan, karena dia dikejar tenggat menyelesaikan halamannya.
Kalau anda menulis berita kriminal tentang mencuri, maka sebutkan sejelas-jelasnya
SIAPA yang mencuri, SIAPA yang menjadi korban, dan APA yang dicuri. Jangan anda
malah asyik menulis BAGAIMANA pencurian itu terjadi, atau ajakan kapolsek agar warga
melakukan ronda malam.
Yang paling mendasar dalam sebuah berita biasa ialah APA dan SIAPA, baru kemudian
DI MANA, KAPAN dan yang lainnya. Jangan tulis Menurut Amir, bla-bla-bla tanpa
anda jelaskan siapa itu si Amir; apakah dia demonstran, penonton aksi demo, atau
pendukung pihak yang didemo.
Sering saya melihat pembaca koran menggerutu, Apa maksudnya berita ini, tak jelas.
Berita mesti ditulis dengan kalimat yang jernih. Susunlah kalimat-kalimat tunggal, dan
sebisa mungkin hindari memakai anak kalimat jika hal itu berpotensi membuat
pembaca bingung.
#5: Fokus pada topik berita. Jangan melebar ke sana-sini.
Sejak meliput dan wawancara di lapangan, reporter koran sudah harus tahu apa topik
atau sudut pandang laporannya. Bila memilih nasib guru honorer berupah kecil, maka
temuilah pihak-pihak yang terkait dengan isu tersebut. Selain wawancara dengan guru,
tanyai juga kepala sekolah, pejabat Dinas Pendidikan, anggota DPRD dari komisi yang
membidangi pendidikan, pensiunan guru, dll. Jangan malah anda hanya mengutip
komentar aktivis LSM karena dia punya saudara yang baru diputus-kontrak sebagai guru
honorer.
Kalau misalnya anda kesal melihat seorang pejabat yang suka berindehoi di kafe-kafe
malam, maka liputlah itu secara khusus dan jangan selipkan pada berita bertopik lain,
Ditanya mengenai dugaan korupsi stafnya, Kepala Dinas yang sering berdisko di Tenda
Biru ini mengatakan. Terlalu nampak kali tak dikasih amplop. Malu kita sebagai
wartawan.
#6: Tulis dengan proporsional, jangan berlebihan.
Ini kelemahan banyak reporter koran di daerah. Fakta yang diaperoleh dari
narasumbernya, katakanlah kejaksaan, adalah bahwa Kabag Umum sedang diselidiki
terkait kasus dugaan penggelembungan dana pembelian seprai dan gorden rumah
dinas bupati. Tapi kemudian ditulisnya dalam berita Tapanuli Utara sarang korupsi. Jika
anda ingin menulis berita Tapanuli Utara sebagai sarang korupsi, maka beberkanlah
sekian banyak data kasus korupsi di daerah itu.
Ada wartawan koran menulis berita Dengan arogannya Camat menjawab via telepon
bahwa hanya karena si narasumber berbicara ketus-ketus.
Sebaliknya reporter lain yang baru mendapat amplop tebal dari pejabat mengirim
naskah berita ke redaksinya Bupati yang sangat dicintai rakyatnya ini mengatakan,
padahal si bupati baru saja ditetapkan sebagai tersangka korupsi dan beberapa kali
didemo warga.

#7: Periksa kalimat kutipan, pernyataan off the record, konfirmasi, dan
ucapan di kedai kopi.
Jangan biarkan beritamu memiliki celah untuk digugat ke pengadilan. Jika harus menulis
kalimat langsung, maka tulislah seperti apa adanya diucapkan oleh narasumber. Bila dia
mengucapkan kalimat dalam bahasa daerah, misalnya bahasa Batak, telitilah saat
menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia.
Saat melihat catatan atau mendengar rekaman wawancara, jika anda bingung atau lupa
mana bagian informasi yang merupakan pernyataan off the record (tidak untuk ditulis)
dan mana yang bukan, tunda dulu menuliskan bagian itu sebelum berhasil
mempertanyakan kembali pada narasumber berita.
Si A menuding si B. Apakah anda sudah melakukan konfirmasi pada si B? Jika belum,
jangan dulu menulis berita itu. Kalaupun harus, karena alasan-alasan tertentu, seperti
deadline atau faktor kemenarikan topik berita, maka samarkanlah secara total identitas
si B. Kalau si A menuding si B dalam tiga hal, maka konfirmasinya tidak boleh hanya
menyangkut satu hal.
Wartawan koran duduk-duduk santai bersama pejabat dan politikus di kedai kopi, lalu
ada seorang pejabat yang melontarkan pernyataan menarik, kemudian si reporter
mengutip kalimat tadi dalam beritanya dengan menuliskan nama si pejabat. Jangan
lakukan yang begini. Anda harus kembali menemui si pejabat untuk meminta izin
apakah kalimatnya itu boleh anda kutipkan ke dalam berita.
#8: Yang terakhir, dan ini sangat mendasar: Patuhilah kode etik jurnalistik
yang melarang wartawan melakukan plagiat atau menjiplak.
Jangan kira jika anda mengutip beberapa kalimat berita dari koran lain, atau menyadur
bahan dari Internet, maka hal itu tidak akan ketahuan. Percayalah, cepat atau lambat
akan ada pembaca yang komplain dan menyampaikannya kepada redaksi anda di
kantor. Jika begitu, karir kewartawanan anda sudah sedang di ujung tanduk. Redaktur
anda akan wanti-wanti untuk menerbitkan berita yang anda laporkan, dan koran lain
pun akan berpikir keras untuk menerima lamaran dari wartawan tukang jiplak.
Saya punya pengalaman soal ini. Dulu di sebuah koran mingguan, di mana saya
menjadi pemimpin redaksi, ada seorang redaktur saya yang menulis ulasan mengenai
ulos Batak sepanjang air sungai mengalir alias sangat-sangat panjang. Tulisan itu
terbit beberapa edisi, dan memakan ruang satu halaman penuh. Pada edisi kedua, ada
seorang pembaca mengirim email kepada saya, dan ada dua orang lainnya yang
menelepon langsung ke ponsel saya. Mereka komplain dan mengatakan bahwa artikel
perihal ulos Batak itu adalah plagiat alias dijiplak dari situs blog di Internet, dan bukan
karya si redaktur.
Memang pada tulisan itu, di bawah judulnya, tertulis oleh (tanda titik-titik adalah
nama si redaktur), tanpa keterangan sedikit pun bahwa karya tersebut dikutip dari

sejumlah blog Internet. Bahkan dengan beraninya si redaktur menulis kredit-foto pada
gambar-gambar ulos: Foto oleh (juga tertulis namanya).
Setelah saya cek dan benar bahwa semua isi artikel dan foto itu adalah karya cipta milik
beberapa blogger di Internet, pada koran edisi berikutnya saya menambahkan
keterangan di bawah judul: Dikutip dari berbagai sumber di Internet. Seharusnya saya
hendak menulis alamat-alamat blog yang dikutip, tapi ada alasan tertentu sehingga
tidak jadi.
Beberapa hari kemudian dalam rapat redaksi, si redaktur malah protes pada saya.
Mengapa Pemred bikin begitu. Itu sama saja telah melecehkan saya. Berhari-hari saya
mencari bahannya dan menggabungkannya menjadi satu tulisan, katanya.
Bah, makjang! Sudah ketahuan menjiplak tapi masih berkelit pula. Yang dilecehkan itu
sebenarnya siapa: dia atau blogger si penulis asli? Tidak lama kemudian, setelah
muncul kesalahan-jurnalistik lain dalam tugasnya sebagai redaktur, akhirnya saya
memecat dia dan mencari redaktur baru. Jarar Siahaan dotcom.

Ditulis oleh Dwiyan Ananda B S (GGM 30.309)

Anda mungkin juga menyukai