Anda di halaman 1dari 3

BANCAKAN PADA ACARA SELAPANAN DALAM

TRADISI JAWA
by Mellyani Hambali August 10, 2016

Masyarakat Jawa mengenal berbagai macam jenis selamatan, salah satunya adalah upacara
selamatan untuk bayi yang telah berumur 35 hari yang disebut selapanan. Upacara selamatan
ini merupakan upacara yang masih cukup sering ditemukan, berbeda halnya dengan jenis
upacara dan tradisi Jawa lain yang semakin jarang dilakukan.
Acara selamatan ini dilakukan tepat saat sang bayi berusia 35 hari atau selapan. Perhitungan
ini dilakukan berdasarkan kalendar Jawa, dimana masyarakat Jawa menghitung hari dalam
hitungan minggu sebanyak 7 hari (Senin Minggu) dan hitungan pasaran dimana satu
pasaran berjumlah 5 hari (Pahing, Pon, Wage, Kliwon, dan Legi).
Perhitungan selapan berasal dari perkalian antara 7 dan 5 yang menghasilkan 35 hari. Pada
hari ke 35 ini didapatkan pertemuan angka kelipatan antara 7 dan 5. Pada hari ini juga, hari
weton si bayi akan berulang. Sebagai contoh, bila sang bayi lahir pada Kamis Pahing, maka
selapanannya akan jatuh tepat pada hari Kamis Pahing pula.
Upacara selapanan ini sendiri merupakan bentuk rasa syukur atas berkat dan keselamatan
yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada sang bayi dan juga ibunya. Pada acara ini,
sang bayi akan dicukur rambutnya dan juga dipotong kukunya.
Berdasarkan aturan yang terdapat dalam primbon Jawa, ada beberapa hal yang perlu dipatuhi
dalam pelaksanaan selapanan. Salah satunya adalah keyakinan bahwa rambut dan kuku bayi
yang telah dipotong harus disimpan bersama dengan tali pusar serta kotoran kelelawar, yang
nantinya bisa dimanfaatkan untuk tujuan tertentu.
Selain itu, terdapat juga syarat-syarat yang perlu dipenuhi dalam hal persiapan bancakan
untuk acara selapanan. Dalam acara selapanan, harus tersedia beberapa jenis makanan yaitu:

Tumpeng weton

7 jenis sayuran, yaitu kacang panjang, kangkung dan 5 jenis sayuran bebas. Semua
sayuran ini akan direbus dan dipotong-potong, kecuali kacang panjang dan kangkung.
Jenis sayur yang dipilih memiliki makna dan simbol tersendiri, sebagai contoh kacang
panjang sebagai simbol harapan agar sang bayi panjang umur dan sayur bayam agar
hidup sang bayi akan tentram.

Telur ayam yang telah direbus dan dikupas kulitnya berjumlah 7, 11 atau 17 buah

Bumbu urap atau gudangan yang dibuat tidak pedas, untuk membedakan antara acara
bancakan weton untuk anak bayi dan orang dewasa

7 jenis buah-buahan dimana salah satu diantaranya adalah pisang raja

Cabai dan bawang merah yang nantinya akan dipasang di puncak tumpeng weton

7 jenis bubur, dimana 6 diantaranya merupakan bubur kombinasi berupa bubur gurih
(putih) dan bubur manis (merah) serta satu bubur baro-baro yang merupakan bubur
gurih yang ditaburi kelapa parut dan potongan gula kelapa

Saringan santan yang terbuat dari bambu

Kembang setaman yang terdiri dari mawar merah dan putih, melati, kanthil, dan
bunga kenanga

Berdasarkan tradisi, tumpeng weton beserta semua perlengkapannya harus diletakkan di


dalam kamar, diatas tempat tidur sang bayi. Setelah dibacakan doa, barulah hidangan tadi
bisa dimakan oleh semua orang.
Jumlah dan jenis makanan yang disajikan dalam bancakan pada upacara selapanan
merupakan angka ganjil, karena angka ganjil dipercaya sebagai angka keberuntungan.
Kepercayaan angka ganjil ini juga muncul pada jumlah orang yang akan mengkonsumsi
bancakan tersebut. Masyarakat Jawa mempercayai bahwa bancakan ini sebaiknya dikonsumsi
oleh minimal 7 orang, 11, 17 atau lebih banyak lagi. Angka 7 (pitu) merupakan harapan agar
mendapatkan pertolongan (pitulungan) dari Tuhan YME, sementara angka 11 (sewelas)
merupakan harapan agar mendapatkan belas kasih (kawelasan) dari Tuhan YME dan
seterusnya. Semua hal tersebut merupakan salah satu nilai budaya Jawa yang masih sangat
kental dan penuh dengan makna filosofis yang sebaiknya tidak diabaikan begitu saja.

Anda mungkin juga menyukai