Anda di halaman 1dari 3

Upacara Kelahiran Daerah Banyumas

Beberapa tradisi dilakukan masyarakat dalam menyambut kelahiran seorang anak


manusia. Upacara selamatan pra-kelahiran pun digelar dengan berbagai harapan positif
terhadap bayi yang hendak lahir. Biasanya upacara itu berupa kenduri, semacam acara
makan bersama masyarakat sekitar dengan hidangan tertentu sesuai usia janin dalam
kandungan. Ketika janin masih berusia tiga bulan dalam kandungan, diadakan selamatan
jenang bening, bubur sumsum, dan nasi punar. Lalu ketika janin berusia empat bulan,
dilakukan selamatan dengan sebutan ngupati. Wujudnya berupa ketupat, gudeg, nasi pecel,
tumpeng, enten-enten dan ketan. Lalu pada masa kehamilan tujuh bulan, ada selamatan lagi
yang disebut mitoni atau ningkebi dengan upacaranya disebut tingkeban. Bahkan ketika usia
kehamilan mencapai sembilan bulan ada selamatan lagi yang disebut mrocoti. Makanan atau
masakan yang diperlukan antara lain: jenang procot, kupat, nasi golong, bulus angrem,
dhawet, dan lain-lain.
Kalau mulai terasa akan lahir, pintu, jendela, panci – panci di buka semua, kecuali
pintu kamar yang untuk melahirkan. Ibu hamil mengunyah sambetan, sambetan terdiri dari
dlingu, blengke dan kunir yang kemudian di kunyah, disembur, dioles keperut. Mengambil
daun talas memarut temu dan dicampur minyak klentik / minyak kelapa. Memarut temu
kemudian diperas, ditambah minyak kelapa kemudian ditaruh di daun talas dan diminum oleh
ibu hamil tersebut sebelum melahirkan. Sedia telur ayam kampung, kalau sudah melahirkan
diminumkan madu dan telur ayam kampung untuk kekuatan.
Setelah bayi lahir, ari – ari bayi dipotong dengan kulit bambu (welad) yang telah
dibaluti kunyit, maupun pisau dan gunting, tali pusat itu dimasukkan ke dalam kendhi (periuk
dari tanah) yang masih baru. Kemudian ditutup dengan daun pisang raja, ditaburi kembang
telon (kantil, mawar, melati), minyak wangi, garam, jarum, benang, gereh pethek (sejenis
ikan asin) dua ikat sirih keris dan jambe serta kemiri. Juga disertakan kertas bertuliskan huruf
abjad Arab hijaiyah ‫ ا‬- ‫ ي‬,a – z, 1 – 10, bunga tujuh macam yaitu bunga mawar merah, putih,
melati, kenanga hijau, kenanga kuning, kanthil putih, bunga sepatu merah, lafadz bismillah,
syahadat, dimasukkan ke dalam anyaman janur dan dimasukkan ke kendhi. Baru di atasnya
ditutup dengan cobek dari tanah yang dilubangi agar ada udaranya, lubang kendhi dihiasi
carangan (batang bambu kecil), yang menurut keyakinan masyarakat sekitar lubang tersebut
bermanfaat ketika anak seang flu, lubang itu ditiup sehingga anak tersebut sembuh dari
flunya. Selanjutnya, kendhi tersebut dihanyutkan di sungai, dengan maksud agar kelak anak
tersebut gemar merantau dan mendapatkan jodoh yang jauh. Ada pula yang digantung di luar
rumah, yaitu untuk kerukunan dan kelak anaknya sendiri yang menghanyutkan. Apabila satu
keturunan ada yang dijadikan satu tempat dengan ari – ari kakaknya. Namun juga ada yang
ditanam (dikubur) oleh ayahnya sendiri dengan maksud supaya mendapatkan jodoh yang
dekat. Saat menanamnya pun mengikuti aturan, harus berpakaian rapi, ari-ari digendong
dengan selendang dan dipayungi. Setiap hari kelahirannya (weton) ari-ari ditaburi bunga
telon.
Saat sisa usus bayi yang melekat pada pusar mengering dan lepas, sering disebut
puput puser. Menurut adat, bila bayi laki-laki, lubang pusernya disumbat dengan dua buah
mrica agar kelak menjadi lelaki sejati. Bila bayinya perempuan, lubang pusar disumbat
dengan ketumbar. Sore harinya biasanya diadakan upacara selamatan dengan hidangan terdiri
dari nasi dan janganan (sayuran), jenang merah putih, baro-baro dan jajan pasar. Sedangkan
sesajinya berupa golong lima yaitu ikan, padupan, bunga cempaka dan uang logam,
ditempatkan di takir (daun pisang dibentuk bundar).
Setelah selesai dengan urusan ari – ari sekarang giliran ibu bayi dimandikan (mandi
wiladah), setelah melahirkan ibu diharuskan memakai stagen/benting di bengkung selama
100 hari. Perut ibu diberi pupuk yang terdiri dari jeruk nipis, kapur sirih, minyak kayu putih
dioleskan dengan tujuan untuk mengembalikan kondisi perut agar kembali seperti semula
(ramping). Duduknya ibu diharuskan dengan abu hangat yang diletakkan didaun pisang
kemudian dibungkus dengan kain, diatasnya pakai sapu oman ( tangkai padi) dengan tujuan
agar darah dalam perut tidak membeku, bisa lancar dan keluar. Mata ibu dipupuhi, pilis
dikening bertujuan untuk darah putih tidak kemata. Seperti kutipan wawancara kami dengan
mbah patmi (dukun bayi) hari Sabtu, 14 April 2013 jam 16.15 WIB.
Pewawancara : “mbah keuntungane mupuhi mripat niku nopo mbah?”
Mbah patmi : “mripate ki ben orak cepet blawur nok, delokko saiki cah2 nom seng wes do
gendong anak, akeh seng wes ngenggo kocomoto, yo kui mergone rak pupuhan”.
Posisi tidur ibu harus lurus, tidak boleh nekuk, itu bertujuan untuk posisi perut
kembali seperti semula, dan juga tidak mengakibatkan farises. Ibu harus meminum jamu
setiap hari. Ibu melahirkan ditunggui sesepuh dari pihak laki-laki 1 dan perempuan 1 selama
40 hari atau sampai nifas berakhir.
Bayi ditidurkan, diberi sambetan yang digantungkan dibaju sebagai (ilag-ilag)
penjagaan untuk mengusir bibit penyakit. Didepan kasur ada lentera yang dimana bambu
sebagai tiang diatasnya di letakkan sentir dan diletakkan persis di tengah bayi agar pandangan
bayi lurus. Stelah pusar bayi mengering, anak dinamai. Jaman dulu nama disesuaikan
perhitungan tanggal jawa, contohnya jumat 6, wage 4, untuk bayi perempuan diberi nama
berakhiran em, supaya anaknya pendiam. Sedangkan anak laki-laki tidak diberi nama yang
bagus-bagus supaya tidak sombong. Makanan yang disajikan untuk slametan memberi nama
itu biasanya diberi makanan yang tidak pedas juga tidak keras bertujuan agar anak menjadi
calm down (tidak suka marah) dan keras. Yang sudah islami biasanya dibarengi dengan
marhabanan.
Sepasaran yaitu bayi yang berumur 35 hari di slameti dibuatkan tumpeng yang
dikepung oleh anak-anak kecil dengan lauk yang tidak pedas. Setiap hari bayi didadah atau
dipijet sebelum mandi oleh eyang dukun begitu juga ibunya.

ANALISIS KASUS
Doa adalah perisai orang beriman (al-du’a silah al mu,min). Oleh karena itu, doa
termasuk salah satu komponen penting dalam islam. Demikian juga yang terkait dengan
jabang bayi, dianjurkan untuk didoakan agar memperoleh kebaikan keimanan dan islamnya,
kebahagiaan dunia dan akhiratnya.1

1
K.H. Muhammad Sholikhin. ISLAM JAWA. Yogyakarta:

Anda mungkin juga menyukai