Anda di halaman 1dari 10

Aspek Sosial Budaya Kalimantan Selatan suku Banjar

ASPEK SOSIAL BUDAYA KEHAMILAN, PERSALINAN, MASA NIFAS

KALIMANTAN SELATAN SUKU BANJAR

Provinsi Kalimantan Selatan didiami oleh berbagai sukubangsa (Melalatoa, 1995). Salah

satu diantaranya adalah sukubangsa Banjar. Mereka mempercayai bahwa kehidupan manusia

selalu diiringi dengan masa-masa kritis, yaitu suatu masa yang penuh dengan ancaman dan

bahaya (Koentjaraningrat, 1985, Keesing, 1992).

Masa-masa itu adalah peralihan dari tingkat kehidupan yang satu ke tingkat kehidupan

lainnya (dari manusia masih berupa janin sampai meninggal dunia). Oleh karena masa-masa

tersebut dianggap sebagai masa yang penuh dengan ancaman dan bahaya, maka diperlukan

adanya suatu usaha untuk menetralkannya, sehingga masa-masa tersebut dapat dilalui dengan

selamat. Usaha tersebut diwujudkan dalam bentuk upacara yang kemudian dikenal sebagai

upacara lingkaran hidup individu yang meliputi: kehamilan, kelahiran, khitanan, perkawinan, dan

kematian. Tulisan ini terfokus pada upacara kehamilan, persalinan, dan masa nifas pada

masyarakat Banjar.

1.Masa Kehamilan

Pada masyarakat di Kalimantan tepatnya di Kalimantan Selatan, ada beberapa pantangan yang

harus dipatuhi oleh ibu hamil maupun suaminya yaitu :

1. Tidak boleh duduk di depan pintu, dikhawatirkan akan susah melahirkan.


2. Tidak boleh keluar rumah pada waktu senja hari menjelang waktu maghrib, dikhawatirkan kalau

diganggu mahluk halus atau roh jahat.


3. Tidak boleh makan pisang dempet, dikhawatirkan anak yang akan dilahirkan akan kembar

dempet atau siam.


4. Jangan membelah puntung atau kayu api yang ujungnya sudah terbakar, karena anak yang

dilahirkan bisa sumbing atau anggota badannya ada yang buntung.


5. Jangan meletakan sisir di atas kepala, ditakutkan akan susah saat melahirkan.
6. Dilarang pergi ke hutan, karena wanita hamil menurut kepercayaan mereka baunya harum

sehingga mahluk-mahluk halus dapat mengganggunya.


7. Dilarang menganyam bakul karena dapat berakibat jari-jari tangannya akan berdempet menjadi

satu.

2. Masa Persalinan

1. Peralatan dan Fungsi

Peralatan dan perlengkapan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upacara kelahiran

pada masyarakat Banjar adalah: upiah pinang (pelepah pinang), kapit (wadah tembikar yang

bentuknya menyerupai pot bunga kecil), sembilu, sarung, kain batik, tepung-tawar, madu, kurma,

garam, kukulih (bubur yang terbuat dari beras ketan), seliter beras, sebiji gula merah, sebiji buah

kelapa, dan rempah-rempah untuk memasak ikan.

Upiah pinang digunakan untuk membungkus tembuni (tali pusat). Kapit digunakan

sebagai tempat menyimpan tembuni. Sembilu digunakan untuk memotong tali pusat. Sedangkan,

sarung atau kain batik digunakan untuk membersihkan tubuh bayi ketika tali pusatnya telah

dipotong. Tepung-tawar digunakan untuk menaburi tubuh bayi agar terlepas dari gangguan roh-

roh jahat. Madu, kurma atau garam lebah digunakan untuk mengoles bibir bayi. Dan, seliter

beras, sebiji gula merah, sebiji buah kelapa, rempah-rempah untuk memasak ikan diberikan

kepada dukun bayi sebagai ungkapan rasa terima kasih.

2. Jalannya Upacara
a.Persiapan Kelahiran

Ketika umur kehamilan seorang ibu telah mencapai 9 bulan1, maka pihak keluarga harus

mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk menyambut kedatangan "warga baru"

(sang jabang bayi), antara lain selembar upih pinang (pelepah pinang) dan sebuah kapit (wadah

yang terbuat dari tembikar yang bentuknya menyerupai pot bunga kecil). Wadah ini pada saatnya

akan digunakan sebagai tempat untuk menyimpan tembuni (potongan tali pusat). Selain itu,

pihak keluarga juga mengadakan selamatan dengan membuat kukulih (bubur yang terbuat dari

beras ketan). Bubur tersebut diberi doa, kemudian diputarkan (dikelilingkan) di atas kepala ibu

yang sedang hamil. Setelah itu bubur baru boleh dimakan oleh seluruh keluarga. Tujuannya

adalah agar proses kelahiran dapat berjalan lancar.

b. Kelahiran

Proses kelahiran itu sendiri dibantu oleh dukun beranak. Setelah bayi lahir, tali pusatnya

dipotong dengan sembilu (bilah bambu yang dibuat sedemikian rupa sehingga tajam). Potongan

tali pusat itu kemudian ditaruh (dimasukkan) ke dalam kapit dan diberi sedikit garam. Kemudian,

ditutup dengan daun pisang yang telah diasap (dilembutkan). Selanjutnya diikat dengan bamban,

lalu ditanam di bawah pohon besar atau di bawah bunga-bungaan atau dihanyutkan di sungai

yang deras airnya. Ini ada kaitannya dengan kepercayaan masyarakat Banjar yang menganggap

bahwa jika tali pusat ditanam di bawah pohon yang besar, kelak bayi yang bersangkutan

(diharapkan) akan menjadi "orang besar". Kemudian, jika di bawah bunga-bungaan maka kelak

namanya akan menjadi harum. Dan, jika dihanyutkan ke sungai, maka akan menjadi pelaut.

Selain itu, ada pula yang mengikatkan tembuni pada sebatang pohon. Maksudnya adalah agar

kelak (setelah dewasa) tidak merantau (keluar kampung). Jadi, penanaman tembuni bergantung

pada apa yang diinginkan oleh orang tua terhadap bayinya dikemudian hari. Sebagai catatan,
tidak seluruh tali pusat yang diputus akan ditanam, dihanyutkan atau diikat pada sebatang pohon

besar, melainkan (sisanya) ada yang disimpan baik-baik untuk dihimpun menjadi satu bersama

tali pusat saudara-saudaranya yang lain. Maksudnya adalah agar kelak (setelah dewasa) tidak

saling bertengkar. Dengan perkataan lain, agar sebagai saudara selalu hidup rukun dan damai.

Setelah pemotongan pusat, maka bayi dibersihkan dengan beberapa lapis sarung atau kain

batik, lalu diletakkan di atas talam yang didasari oleh sarung atau kain batik pula. Selanjutnya,

bayi tersebut, oleh ayahnya, diadzankan dan diqomatkan. Maksudnya agar suara yang pertama

kali didengar adalah kalimat Allah. Dengan demikian, kelak bayi tersebut akan menjadi orang

yang taqwa (menjalani ajaran-ajaran agama Islam dan menjauhi larangan-laranganNya). Setelah

itu, bibir bayi diolesi dengan gula atau kurma dan garam. Maksudnya adalah agar kelak Sang

jabang bayi dapat bermulut manis dan bertutur kata manis (semua kata-katanya diperhatikan dan

diikuti orang).

c. Sesudah Kelahiran

Setelah bayi diadzankan, diqomatkan, dan bibirnya diolesi gula atau kurma, ada satu

upacara lagi yang disebut bapalas-bidan. Sesuai dengan namanya, maka yang berperan dan

sekaligus memimpin upacara ini adalah dukun beranak atau bidan. Dalam hal ini dukun beranak

mengucapkan berbagai mantera dan menepung-tawari sang bayi. Maksudnya adalah agar Sang

jabang bayi selalu didampingi oleh saudaranya yang empat1 dan terhindar dari gangguan-

gangguan roh halus. Selain itu, juga agar ibunya selamat dan sejahtera. Upacara diakhiri dengan

makan bersama. Sedangkan, sebagai ungkapan terima kasih keluarga kepada sang dukun

beranak, ia diberi sasarah berupa: seliter beras, sebiji gula merah, sebiji kelapa, dan rempah-

rempah untuk memasak ikan.


Setelah bayi berumur satu minggu atau lebih, ada upacara yang disebut tasmiah

(pemberian nama), dengan susunan acara sebagai berikut: pembacaan Ayat-ayat Suci Al Quran

(Surat Ali Imran), pemberian nama oleh mualim atau penghulu, dan barjanji. Sebagai catatan,

dalam barjanji itu, ketika dibaca kalimat asyrakal semua hadirin berdiri, kemudian bayi

dikelilingkan. Mereka, termasuk mualim atau penghulu, diminta untuk menepung-tawari si bayi

dengan baburih-likat. Dengan berakhirnya upacara tasmiah ini, maka berakhirlah rangkaian

upacara kelahiran pada masyarakat Banjar.

3. Nilai Budaya

Upacara kelahiran adalah salah satu upacara di lingkaran hidup individu. Upacara

kelahiran yang dilakukan oleh masyarakat Banjar yang berada di Kalimantan Selatan, Indonesia

ini, jika dicermati secara saksama, maka di dalamnya mengandung nilai-nilai yang dapat

dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan bersama. Nilai-nilai itu antara lain: ketaqwaan,

kesopan-santunan dan kewibawaan, dan kerukunan.

Nilai ketaqwaan tercermin dalam perbuatan ayah sang jabang bayi ketika bayi telah

dipotong tali pusatnya, kemudian dimandikan (dibersihkan), lalu diletakkan di atas talam. Pada

tahap ini sang ayah mengucapkan azdan dan qomat. Pengucapan tersebut dimaksudkan agar

suara yang pertama kali didengar oleh bayi adalah kalimat Allah, sehingga diharapkan kelak

akan menjadi seorang muslim yang taat terhadap agama-nya (menjalani ajaran-ajaran agama

Islam dan menjauhi larangan-laranganNya).

Nilai kesopan-santunan dan kewibawaan tercermin pada pemolesan gula atau kurma dan

garam pada bibir bayi, dengan maksud agar kelak sang jabang bayi dapat bermulut manis dan

bertutur kata manis (semua kata-katanya diperhatikan dan diikuti orang).


Nilai kerukunan tercermin pada penyimpanan tali pusat Sang jabang bayi. Dalam hal ini

tali pusat disimpan baik-baik untuk dihimpun menjadi satu dengan tali pusat saudara-saudaranya.

Maksudnya adalah agar kelak (setelah dewasa) tidak bertengkar, selalu hidup rukun dan damai.

(ali gufron)
3. Masa Nifas

1. Macam-macam aspek sosial budaya pada masa nifas pada masyarakat kota :

a. Pada masa nifas dilarang makan telur, daging, udang, ikan laut dan lele, keong, daun

lembayung, buah pare, nenas, gula merah, dan makanan yang berminyak.

Adapun dampak negative akan dilarangnya mengkonsumsi telur, daging, udang, ikan laut

keong, daun lembayung, buah pare, nanas, gula merah dan makanan yang berminyak adalah

dapat merugikan karena pada masa nifas ibu membutuhkan makanan yang bergizi seimbang

agar ibu dan bayi menjadi sehat dan dampak positif dari larangan ini tidak ada.

b. Setelah melahirkan atau setelah operasi

Ibu hanya boleh makan tahu dan tempe tanpa garam atau biasa disebut dengan ngayep,

dilarang banyak makan dan minum, dan makanan harus disangan / dibakar sebelum dikonsumsi.

Adapun dampak negative pada ibu apabila setelah melahirkan atau di operasi hanya dapat

mengkonsumsi tahu dan tempe tanpa garam dan makanan harus dibakar sebelum di konsumsi

adalah dapat merugikan karena dapat menghambat penyembuhan luka karena pada dasarnya
makanan yang sehat akan mempercepat penyembuhan luka dan dampak positif dari larangan ini

tidak ada.

c. Pada masa nifas ibu dilarang tidur siang

Adapun dampak negative dari dilarangnya seorang ibu tidur siang, ibu menjadi kurang

istirahat sedangkan pada masa ini seorang ibu harus cukup istirahat dan mengurangi kerja berat

karena tenaga yang tersedia sangat bermanfaat untuk kesehatan ibu dan bayi dan dampak akan

dilarangnya seorang ibu untuk tidur siang tidak ada.

d. Pada masa nifas dan saat menyusui, ibu harus puasa, tidak makan makanan yang padat

setelah waktu maghrib.

Dampak positif : Hal ini dibenarkan karena dalam faktanya masa nifas setelah maghrib dapat

menyebabkan badan masa nifas mengalami penimbunan lemak,disamping itu organ-organ

kandungan pada masa nifas belum pulih kembali.

Dampak negative : ibu menjadi kurang nutrisi sehingga produksi ASI menjadii berkurang

e. Masa nifas tidak boleh keluar rumah sebelum 40 hari.

Dampak positif : tidak ada

Dampak negative : Hal ini tidak perlu karena masa nifas dan bayi baru lahir (pemberian

imunisasi) harus periksa kesehatannya sekurang-kurangnya 2 kali dalam bulan pertama yaitu

umur 0-7 hari dan 8-30 hari

f. Ibu setelah melahirkan dan bayinya harus dipijat/ diurut, diberi pilis / lerongan dan tapel.

Dampak positif : jika pijatannya benar maka peredaran darah ibu dan bayi menjadii lancar

Dampak negative : pijatan yang salah sangat berbahaya karena dapat merusak kandungan. Pilis

dan tapel dapat merusak kulit bagi yang tidak kuat / menyebabkan alergi.
g. Masa nifas harus minum abu dari dapur dicampur air, disaring, dicampur garam dan asam

diminumkan supaya ASI banyak.

Dampak positif : tidak ada

Dampak negative : karena abu, garam dan asam tidak mengandung zat gizi yang diperlukan oleh

ibu menyusui untuk memperbanyak produksi ASI nya.

h. Masa nifas tidak diperbolehkan berhubungan intim

Dampak positif : dari sisi medis, sanggama memang dilarang selama 40 hari pertama usai

melahirkan. Alasannya, aktivitas yang satu ini akan menghambat proses penyembuhan jalan lahir

maupun involusi rahim, yakni mengecilnya rahim kembali ke bentuk dan ukuran semula.

Contohnya infeksi atau malah perdarahan. Belum lagi libido yang mungkin memang belum

muncul ataupun pengaruh psikologis, semisal kekhawatiran akan robeknya jahitan maupun

ketakutan bakal hamil lagi.

dampak negative : tidak ada

Aspek social budaya pada masa nifas pada daerah yang lain :

1. Harus pakai sandal kemana pun Bufas pergi, selama 40 hari.

2. Harus memakai Stagen/udet/centing. (positif).

3. Minum jamu, agar rahim cepat kembali seperti semula.

4. Pakai lulur param kocok seluruh badan, biar capek pada badannya cpat ilang.

5. Tidak boleh bicara dengan keras-keras

6. Tiap pagi harus mandi keramas, biar badannya cepat segar dan peredaran darah lancar.

7. Kalau tidur/duduk kaki harus lurus. Tidak boleh di tekuk/posisi miring, hal itu dapat

mempengaruhi posisi tulang, cos tulang bufas seperti bayi baru melahirkan/mudah terkena

Varises.
8. Harus banyak makanan yang bergizi atau yang mengandung sayur-sayuran.

9. Tidak usah memakai perhiasan, karena dapat mengganggu aktifitas Bayi.

Anda mungkin juga menyukai