Chapter II PDF
Chapter II PDF
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Vitamin C
2.1.1 Uraian Bahan (Ditjen POM, 1995)
a. Rumus bangun
: C 6 H8 O6
c. Berat molekul
: 176,13
d. Nama kimia
: L-Asam askorbat
e. Pemerian
teroksidasi.
f. Kelarutan
2.1.2 Stabilitas
Asam askorbat merupakan ester siklik. Dalam larutan air mudah
teroksidasi (reaksinya bolak-balik) membentuk asam dehidro-askorbat (Connors,
dkk., 1986).
Asam askorbat bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh-pengaruh luar
yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, pH, oksigen, enzim, dan katalisator
logam (Andarwulan dan Koswara, 1989).
Asam
membentuk
dehidro-askorbat
produk
degradasi
dapat
yang
mengalami
bereaksi
hidrolisis
tidak
lebih
lanjut
bolak-balik
asam
pasien yang diberi vitamin C dengan tanpa vitamin C yaitu 30% lebih cepat
mengalami kesembuhan karena vitamin C membuat pasien merasa lebih baik
sehingga dapat melakukan pekerjaan juga selama masa sakit tersebut (William
and Caliendo, 1984).
Ada indikasi kuat bahwa vitamin C dalam dosis 500-1.000 mg sehari dapat
menurunkan kadar kolesterol darah yang tinggi. Diperkirakan bahwa dasarnya
adalah stimulasi transpor kolesterol dari dinding pembuluh ke hati serta
peningkatan proses pengubahannya menjadi asam kolat dan kortikoteroida.
Vitamin C juga dapat digunakan untuk mempercepat penyembuhan borok dan
luka di kulit akibat tekanan, misalnya pada decubitus (mati jaringan akibat
berbaring lama). Efek ini diperkirakan berdasarkan atas pengubahan prolin
menjadi hidroksiprolin dan sintesa kolagen, khususnya di jaringan granulasi dari
luka (Tjay dan Rahardja, 2002).
Dosis vitamin C 3-10 g sehari bersama dengan megadosis vitamin A, E,
selenium, zinc, dan bioflavonoida kini sering digunakan sebagai obat tambahan
alternatif guna menghambat pertumbuhan sel-sel kanker. Khasiat antikarsinogen
ini diperkirakan berdasarkan sifat antioksidannya (Tjay dan Rahardja, 2002).
Vitamin C dapat mencegah kanker melalui beberapa mekanisme, termasuk
inhibisi terhadap kerusakan oksidatif dari DNA dan mencegah pembentukan
karsinogen nitrosamin akibat reaksi antara nitrit dengan nitrat (biasanya terdapat
dalam makanan dan asap rokok) dengan amina, baik diluar tubuh maupun dalam
saluran pencernaan. Secara in vivo, vitamin C menghalangi reaksi nitrosasi
dengan mengangkap nitrit sehingga pembentukan nitrosamin tidak terjadi.
yang
Asam alginat adalah kopolimer biner yang terdiri dari residu -Dmannuronat (M) dan -L-asam guluronat (G) yang tersusun dalam blok-blok yang
membentuk rantai linear (Grasdalen, dkk, 1979). Kedua unit tersebut berikatan
pada atom C1 dan C4 dengan susunan homopolimer dari masing-masing residu
(MM dan GG) dan suatu blok heteropolimer dari dua residu (MG) (Thom dkk,
1980 ; Son dkk, 2003).
Asam alginat tidak larut dalam air, karena itu yang digunakan dalam
industri adalah dalam bentuk garam natrium dan garam kalium. Salah satu sifat
dari natrium alginat adalah mempunyai kemampuan membentuk gel dengan
penambahan larutan garam-garam kalsium seperti kalsium glukonat, kalsium
tartrat dan kalsium sitrat. Pembentukan gel ini disebabkan oleh terjadinya kelat
antara rantai L-guluronat dengan ion kalsium (Thom dkk, 1980). Gel ini
merupakan jaringan taut silang yang tersusun dari kalsium alginat yang
membentuk konformasi kotak telur (egg box type of conformation) (Belitz dan
Grosch, 1987).
usus buatan (pH 4.5 dan pH 6.8) sehingga dapat digunakan untuk mencegah efek
samping obat dalam lambung. Kapsul ini berbeda dengan kapsul gelatin keras
yang merupakan kapsul yang terdapat diperdagangan yang mudah larut dalam
asam lambung (Bangun, 2005).
2.3 Disolusi
Disolusi adalah proses dimana suatu zat padat menjadi terlarut dalam suatu
pelarut. Kecepatan disolusi obat merupakan tahap pembatas kecepatan sebelum
obat berada dalam darah (Syukri, 2002).
Laju di mana suatu padatan melarut di dalam suatu pelarut telah diajukan
dalam batasan-batasan kuantitatif oleh Noyes dan Whitney pada tahun 1987.
Persamaan tersebut dituliskan sebagai berikut :
dC / dt = KS (C s C t )
dimana, dC/dt adalah kecepatan disolusi, K adalah konstanta secara proporsional,
C s adalah konsentrasi kejenuhan (kelarutan maksimal), C t adalah konsentrasi pada
waktu t dan (C s C t ) adalah gradien konsentrasi. Konstanta secara proporsional,
K disebut juga konstanta disolusi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi laju disolusi, yaitu :
a. Faktor yang berkaitan dengan sifat fisikokimia obat
Sifat fisika dan kimia partikel-partikel obat padat mempunyai pengaruh yang
besar pada kinetika pelarutan. Karena pelarutan terjadi pada permukaan solut,
maka makin besar luas permukaan makin cepat laju pelarutan (Shargel, 1988).
Beberapa sifat-sifat fisikokimia lain seperti : bentuk kristal, kelarutan, bentuk
hidrat solvasi juga turut berpengaruh terhadap laju disolusi.
suhu dalam wadah pada 37 0,5C selama pengujian berlangsung dan menjaga
agar gerakan air dalam tangas air halus dan tetap.
b. Metode Dayung
Alat ini menggunakan dayung yang terdiri dari daun dan batang sebagai
pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih
dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus
tanpa goyangan yang berarti. Jarak 25 mm 2 mm antara daun dan bagian dalam
dasar wadah dipertahankan selama pengujian berlangsung. Sediaan dibiarkan
tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung mulai berputar. Sepotong kecil bahan
yang tidak bereaksi seperti kawat berbentuk spiral dapat digunakan untuk
mencegah mengapungnya sediaan.
2.4 Lambung
2.4.1 Anatomi Lambung
Lambung merupakan sebuah kantong dengan panjang sekitar 25 cm dan
10 cm pada saat kosong, volume 1 1,5 liter pada dewasa normal. Terletak persis
di bawah diafragma, terdiri dari kardia, fundus, korpus, antrum dan pylorus
(Aiache, et al, 1993).
lipatan-lipatan yang disebut rugae, yang bersifat sementara dan dibentuk oleh
kontraksi lapisan otot polos, yaitu muskularis mukosa. Pada saat lambung terisi,
rugae ini menghilang dan mukosa tampak licin (di Fiore, 1989).
Submukosa adalah lapisan tebal langsung di bawah muskularis mukosa.
Pada lambung kosong lapis ini meluas ke dalam lipatan-lipatan atau rugae.
Submukosa mengandung jaringan ikat yang lebih padat tidak teratur, disertai lebih
banyak serat kolagen daripada lamina propia. Selain jaringan ikat yang biasa
terdapat, pada submukosa terdapat banyak pembuluh limf, kapiler, arteriol besar,
dan venul (di Fiore, 1989).
Muskularis eksterna terdiri atas tiga lapisan otot polos, masing-masing
tersusun dalam bidang berbeda : lapis oblik dalam, lapis sirkular tengah, dan lapis
longitudinal luar (di Fiore, 1989).
Lapisan terluar dari dinding lambung adalah serosa. Lapis tipis jaringan
ikat ini melapisi mukosa eksterna . diluarnya, lapis ini dibungkus oleh selapis
mesotel gepeng dan peritoneum viseral. Jaringan ikat yang dibungkus peritoneum
viseral itu dapat mengandung banyak sel lemak (di Fiore, 1989).
(Ganiswara, 1995). Iritasi ini disebabkan oleh pelepasan obat dari sediaan secara
serentak dan terlarut dan menyebabkan konsentrasinya tinggi di suatu area
(Groves, 1989).
2.5 Sistem Gastric Delivery
Salah satu cara untuk mengatasi efek samping sediaan yang mengiritasi
lambung adalah dengan formulasi sediaan sediaan obat tersebut dengan sistem
gastric delivery. Sistem ini dimaksudkan untuk memperlambat pelepasan obat
ketika obat berada di dalam lambung. Selain itu, sediaan ini juga mengurangi
frekuensi pemberian obat setiap hari.
2.6 Penetapan Kadar Vitamin C Secara in vitro
Berdasarkan titrasi dengan 2,6-diklorofenolindofenol, dimana terjadi
reaksi reduksi 2,6- diklorofenolindofenol dengan adanya vitamin C dalam larutan
asam. (Hashmi, 1986).
Larutan 2,6-diklorofenolindofenol dalam suasana netral atau basis akan
berwarna biru sedang dalam suasana asam akan berwarna merah muda. Apabila
2,6-diklorofenolindofenol direduksi oleh asam askorbat maka akan menjadi tidak
berwarna,
dan
bila
semua
asam
askorbat
sudah
mereduksi
2,6-