Oleh:
Shelly Lavenia S.
G99141127
Mifta Wiraswesti
G99141133
Rizky Saraswati I.
G99141129
G99141134
Rizky Masah
G99141130
Muh. Luthfiyanto
G99141135
Muhammad Alfian
G99141131
Diah Nahdliana
G99141136
Pembimbing:
Dr. Reviono, dr., Sp.P (K)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN PARU
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR.MOEWARDI
S U R AK AR TA
2014
BAB I
STATUS PENDERITA
A.
ANAMNESIS
1. Identitas Pasien
Nama Pasien
: Tn. AS
Usia
: 70 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status
: Menikah
Pekerjaan
: Buruh Tani
Agama
: Islam
Alamat
Tanggal Masuk
: 17 September 2014
Jam Masuk
: 10:15 WIB
Tanggal Pemeriksaan
: 17 September 2014
No. RM
: 00-76-48-07
2. Keluhan Utama
Sesak Napas
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 20 tahun SMRS,
sesak napas dirasakan semakin memberat. Sesak dirasakan terus
menerus dan mengganggu aktivitas selama 15 tahun. Sejak 3 hari
SMRS sesak napas bertambah berat. Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca
dan waktu. tidak berkurang dengan istirahat.
Pasien mengeluhkan batuk (+) bertambah sering sejak 3 hari
SMRS, berdahak (+) warna kuning kental, mengi (+), demam (-),
penurunan berat badan (-), keringat malam (-), penurunan nafsu makan
(-), mual muntah (-), BAB dan BAK dalam batas normal.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat OAT
: (-)
Riwayat Hipertensi
: disangkal
: disangkal
Riwayat Alergi
: disangkal
: disangkal
Riwayat Mondok
: disangkal
Riwayat Hipertensi
: disangkal
: disangkal
Riwayat DM
: disangkal
Riwayat Asma
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat Olahraga
: disangkal
PEMERIKSAAN FISIK
1.
Status Generalis
Keadaan umum sakit sedang, compos Mentis E4V5M6, gizi kesan
kurang.
2.
Tanda Vital
3.
T. darah
: 165/100 mmHg
Nadi
Respirasi
Suhu
SiO2
: 88 % dengan O2 3 lpm
Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),
spidernaevi (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).
4.
Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak
beruban semua, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot
(+)
5.
Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan
tak langsung (+/+), pupil isokor, oedem palpebra (-/-), sekret (-/-).
6.
Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
7.
Telinga
Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).
8.
Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor
(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), stomatitis (-), mukosa pucat (-),
gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).
9.
Leher
Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak
membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-).
10.
Thoraks
Retraksi (-) suprasternal
a.
Jantung
Inspeksi
Palpasi :
Perkusi
Konfigurasi
jantung
kesan
tidak melebar.
Auskultasi
Bunyi
jantung
dan
II
Paru (anterior)
Inspeksi statis :
kiri
Inspeksi dinamis
pengembangan
Perkusi :
sonor/sonor
Auskultasi
Suara
dasar
(+/+)
kiri.
Inspeksi dinamis
pengembangan
Perkusi :
sonor/sonor.
Auskultasi
12.
Trunk
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Abdomen
Inspeksi
13.
Auskultasi
Perkusi
: tympani.
Palpasi
Ekstremitas
Oedem _
Akral dingin
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hasil Laboratorium 17 September 2014
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin
: 12,6 gr/dl
(13,5-17,5)
Hematokrit
: 38 %
(33-45)
Antal Eritrosit
: 3,98 x 103/uL
(4,5-5,9)
Antal Leukosit
: 13,7 x 103/uL
(4,5-11,0)
Antal Trombosit
: 348 x 103/uL
(150-450)
Golongan Darah
:A
KIMIA KLINIK
GDS
: 141 mg/dL
(60-140)
SGOT
: 31 u/l
(<35)
SGPT
: 22 u/l
(<45)
Ureum
: 16 mg/dL
(<50)
Creatinin
: 0.6 mg/dL
(0,8-1,3)
Natrium darah
: 136 mmol/L
(136-145)
Kalium darah
: 3.5 mmol/L
(3,7-5,4)
Ion kalsium
: 1.16 mmol/L
(1,17-1,29)
ELEKTROLIT
SEROLOGI HEPATITIS
HbSAg
: non reactive
: 7.417
(7.310-7.420)
BE
: 6.2 mmol/L
(-2 - +3)
PCO2
: 51.0 mmHg
(27.0-41.0)
PO2
: 119.9 mmHg(70.0-100.0)
Hematokrit
: 38%
(37-50)
HCO3
: 29.3 mmol/L
(21.0-28.0)
Total CO2
: 27.8 mmol/L
(19.0-24.0)
O2 Saturasi
: 98.0%
(94.0-98.0)
2. Foto Thorax
D. RESUME
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 20 tahun SMRS,
sesak napas dirasakan semakin memberat. Sesak dirasakan terus menerus dan
mengganggu aktivitas selama 15 tahun. Sejak 3 hari SMRS sesak napas
bertambah berat. Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca dan waktu. tidak
berkurang dengan istirahat.
Pasien mengeluhkan batuk (+) bertambah sering sejak 3 hari SMRS,
berdahak (+) warna kuning kental, mengi (+), demam (-), penurunan berat
badan (-), keringat malam (-), penurunan nafsu makan (-), mual muntah (-),
BAB dan BAK dalam batas normal.
Pasien mulai berobat ke RSDM akibat sesaknya tahun 2006. Pasien
rutin Kontrol di RSDM setiap obatnya habis (Ventolin MDI, Fluhas 125mg,
Kapsul aminophilin100mg, Iobutama 1mg). Pasien pernah mondok di RSDM
pada tahun 2006. Riwayat penggunaan kayu bakar untuk memasak sudah >20
tahun.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tensi 165/100mmHg, nadi
112x/menit, respiration rate 32x/menit, suhu 36,70C per aksiler. Pada
pemeriksaan inspeksi didapatkan dinding dada kanan = kiri, pengembangan
dada kanan = kiri, palpasi didapatkan fremitus raba kanan = kiri, untuk perkusi
didapatkan sonor pada kedua paru, pada auskultasi didapatkan suara dasar
vesikuler paru, suara tambahan, ronki basah kasar, dan wheezing.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan AL 13.7 x 103/uL, GDS
141 mg/dL, Kreatinin 0.6 mg/dL, Kalium darah 3.5 mmol/L, Ion kalsium 1.16
mmol/L. Pada pemeriksaan radiologis pada Pulmo tampak gambaran honey
comb appearance dengan infiltrat di kedua lapang paru. Sinus costophrenicus
kanan dan kiri anterior posterior tumpul. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang hasil pemeriksaan tersebut mengarah ke
diagnosis PPOK.
E. USULAN PEMERIKSAAN
1. Spirometri bila stabil
F. DIAGNOSIS BANDING
1.
2.
3.
G. DIAGNOSIS
PPOK eksaserbasi akut disertai CAP port 90 KR IV GR III dengan masalah
hiperglikemik dan hipokalemi
H. TERAPI
1. Nebulizer 1mg Fenoterol + 0,25 mg Ipratropium Bromida per 6 jam
2. Diet TKTP 1700 kkal
3. O2 3 lpm
4. Infus NaCl 0.9% 20 tpm
5. Injeksi Dexamethasone 5 mg/8jam
6. Injeksi Ceftriakson 2 g/24jam
7. Injeksi Ranitidin 50mg/12jam
8. Azitromisin 1x100 mg
9. NAC 3x200 mg
10. Vit B complex 3x1
11. Aspark 2 x1
I. PROGNOSA
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad sanam
: dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia
J. FOLLOW UP
1. DPH 0 (17 September 2014, 12.30)
S : Sesak napas
O: Keadaan umum sakit sedang, compos Mentis E4V5M6, gizi kesan
kurang.
Tekanan darah : 165/100 mmHg
Nadi
Respirasi
Suhu
SiO2
: 90 % dengan O2 ruangan
Thoraks
Paru (anterior)
Inspeksi statis
kiri
Inspeksi dinamis :
Pengembangan
dada
kanan = kiri
Palpasi
Perkusi
sonor/sonor
Auskultasi :
kiri.
Inspeksi dinamis :
Pengembangan
dada
kanan = kiri.
Palpasi
Perkusi
sonor/sonor.
Auskultasi :
10
CAP port 90 KR IV GR II
P: -
Sputum Mo/Gr/K/R
Cek GDP G2PP
Respirasi
Suhu
SiO2
: 98% (2 lpm)
Thoraks
Paru (anterior)
Inspeksi statis
kiri
Inspeksi dinamis :
Pengembangan
dada
kanan = kiri
Palpasi
Perkusi
sonor/sonor
Auskultasi :
kiri.
Inspeksi dinamis :
Pengembangan
dada
kanan = kiri.
Palpasi
Perkusi
sonor/sonor.
11
Auskultasi :
: 11,3 gr/dl
(12,1-17,6)
Hematokrit
: 32%
(33-45)
Antal Eritrosit
: 3,80 x 103/uL
(4,5-5,90)
Antal Leukosit
: 6,8 x 103/uL
(4,5-11,0)
Antal Trombosit
: 355 x 103/uL
(150-450)
Golongan Darah
:A
GDS
: 93 mg/dL
(60-140)
GDP
: 91 mg/dL
(70-110)
G2PP
: 101 mg/dL
(80-140)
SGOT
: 41 u/l
(<35)
SGPT
: 29 u/l
(<45)
Albumin
: 2,4 g/dL
(3.5 5.2)
Ureum
: 15 mg/dL
(<50)
Creatinin
: 0.5 mg/dL
(0,9-1,3)
Natrium darah
: 133 mmol/L
(136-145)
Kalium darah
: 3.7 mmol/L
(3,3-5,1)
Ion kalsium
: 100 mmol/L
(98-106)
HbSAg
: non reactive
Terapi :
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
13
: 120/70mmHg.
Nadi
Respirasi
Suhu
SiO2
Thoraks
Paru (anterior )
Inspeksi statis
kiri
Inspeksi dinamis :
Pengembangan
dada
kanan = kiri
Palpasi
Perkusi
sonor/sonor
Auskultasi :
kiri.
Inspeksi dinamis :
Pengembangan
dada
kanan = kiri.
Palpasi
Perkusi
sonor/sonor.
Auskultasi :
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)
1. PENGERTIAN
PPOK adalah kependekan dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik
yang merupakan penyakit paru yang bersifat progresif atau memburuk dari
15
waktu ke waktu ditandai oleh adanya hambatan aliran udara dan bersifat
ireversible berkaitan dengan respon onflamasi paru terhadap artikel atau
zat berbahaya dari luar. (NHLBI).
PPOK adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati
ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel
bersifat progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap
artikel atau gas yang beracun / berbahaya, disertai efek ekstraparu yang
berkontribusi terhadap derajat berat penyakit.(PDPI, 2011)
Penyakit Paru Obstruksi Kronis, atau COPD, mengacu pada
sekelompok penyakit yang menyebabkan penyumbatan aliran udara dan
masalah-pernapasan terkait. Ini termasuk didalamnya emfisema, bronkitis
kronis.(NLM)
Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah penyakit yang dapat
dicegah dan diobati yang menyebabkan sulitnya udara keluar dari paru
yang bersifat kronis. (American Thoracic Society. 2005)
2. FAKTOR RISIKO
Faktor Risiko PPOK meliputi berbagai hal yakni (PDPI, 2011) :
a. Asap Rokok
b. Polusi udara baik dalam ruangan maupun luar ruangan
c. Stres Oksidatif
d. Gen
e. Tumbuh Kembang Paru
f. Sosial Ekonomi
3. PATOGENESIS DAN PATOLOGI
a. Patogenesis
16
tahanan
aliran
udara
yang
meningkat
akibat
fibrosis
serta
17
akan menyebabkan penurunan faal paru antara lain kapasiti vital paksa
(KVP) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1).
4. TANDA DAN GEJALA
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala,
gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan
kelainan jelas dan tanda inflasi paru. Gejala yang sering dijumpai yakni :
sesak nafas yang bersifat kronis dan progresif memberat seiring
berjalannya waktu dan bertambah berat dengan aktivitas. Menetap
sepanjang hari, dan pasien mengeluhkan usaha bernafas. Selain itu
dijumpai pula batuk kronik yang hilang timbul berdahak, serta riwayat
terpajan asap rokok, debu, bahan kimia ataupun asap dapur. (PDPI, 2011)
5. DIAGNOSIS
a. Gambaran Klinis
1) Anamnesis
a) Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa
gejala pernapasan
b) Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
c) Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
d) Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat
badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang,
lingkungan asap rokok dan polusi udara
e) Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
f) Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
2)
2) Pemeriksaan Fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
a) Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah
terkatup
mencucu)
Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal
sebanding)
Penggunaan otot bantu napas
Hipertropi otot bantu napas
Pelebaran sela iga
18
c)
Faal paru
untuk
menilai
beratnya
PPOK
dan
atau
tidak
Apabila
spirometri
tidak
tersedia
Uji bronkodilator
-
19
ii.
iii.
Radiologi
Foto
toraks
PA dan
lateral
berguna
untuk
Normal
Faal paru
Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional
(KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF,
VR/KPT meningkat
Sgaw meningkat
ii.
Jentera (treadmill)
20
iii.
iv.
v.
vi.
vii.
Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai
oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.
viii.
Ekokardiografi
Menilai funfsi jantung kanan
ix.
Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram
dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola
21
napas
berulng
merupakan
penyebab
utama
(PDPI, 2014)
6. DIAGNOSIS BANDING
Berbagai penyakit dapat memiliki gejala dan tanda yang
menyerupai PPOK. Oleh sebab itu harus didasarkan pada anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Berbagai penyakit yang dapat menjadi diagnosis banding dari
PPOK yakni:
a. Asma : onset awal sering pada anak, gejala bervariasi dari hari ke
hari, disertai atopi, rinitis, riwayat keluarga dengan asma, sebagian
besar reversibel
b. Gagal jantung kongestif : auskultasi terdengar ronki halus dibagian
basal, foto toraks tampak jantung membesar, edema paru, uji faal paru
menunjukkan restriksi, bukan obstruksi.
c. Bronkiektasis : sputum produktif dan purulen, awalnya terkait dengan
infeksi bakteri, auskultasi terdengar ronki kasar, foto toraks
menunjukkan pelebaran bronkus.
d. Tuberkulosis : onset segala usia, foto toraks menunjukkan infiltrat,
konfirmasi mikrobiologi(sputum BTA), prevalensi di daerah endemis.
7. KLASIFIKASI
22
8.
KOMPLIKASI
Komplikasi pada PPOK merupakan bentuk perjalanan penyakit
yang progresif dan tidak sepenuhnya reversibel seperti
a. Gagal nafas kronik maupun akut. Gagal nafas kronik ditandai oleh
analisis gas darah PO2 < 60 mmHg dan PCO2 >60mmHg dan pH
normal. Sedangkan gagal nafas akut ditandai oleh sesak nafas dengan
atau tanpa sianosis, sputum bertambah dan purulen, demam,
kesadaran menurun.
b. Infeksi berulang. Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan
menyebabkan terbentuk koloni kuman yang memudahkan terjadinya
infeksi ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah
c. Kor pulmonale. Ditandai oleh gelombang P pulmonal pada EKG,
hematokrit >50% dapat disertai gagal jantung kanan.
9. PENATALAKSANAAN
23
a. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka
panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan
edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang
ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan
keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan fungsi
paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel,
menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi
atau tujuan pengobatan dari asma.Bahan dan cara pemberian edukasi
harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat pendidikan,
lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita. Secara
umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah
1) Pengetahuan dasar tentang PPOK
2) Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
3) Cara pencegahan perburukan penyakit
4) Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5) Penyesuaian aktivitas
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat
dilaksanakan ditentukan skala prioritas bahan edukasi sebagai berikut :
1) Berhenti merokok
2) Pengunaan obat - obatan
3) Penggunaan oksigen
4) Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
5) Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
6) Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
7) Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas
Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit :
1) Ringan
-
Mencegah
penyakit
menjadi
berat
24
dengan
menghindari
2) Sedang
-
3) Berat
-
b. Obat - obatan
-
Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat
penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser
tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat
berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau
obat berefek panjang ( long acting ).
Macam - macam bronkodilator :
a) Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping
sebagai
bronkodilator
juga
mengurangi
sekresi
lendir
25
Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral
atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi,
dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi
sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji
kortikosteroid
positif
yaitu
terdapat
perbaikan
VEP1
Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang
digunakan :
- Lini I
amoksisilin, makrolid
- Lini II
26
Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti
hidup, digunakan N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK
dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai
pemberian yang rutin
Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena
akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis
kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada
PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian
rutin.
Antitusif
Diberikan dengan hati hati.
c. Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan
yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi
oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan
oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun
organ - organ lainnya. Indikasi:
-
27
keadaan stabil terutama bila tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian
15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt.
Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang
sering terjadi bila penderita tidur. Terapi oksigen pada waktu aktiviti
bertujuan menghilangkan sesak napas dan meningkatkan kemampuan
aktiviti. Sebagai parameter digunakan analisis gas darah atau pulse
oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas
90%. Alat bantu pemberian oksigen:
-
Nasal kanul
Sungkup venturi
Sungkup rebreathing
Sungkup nonrebreathing
Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi
28
Hipofosfatemi
Hiperkalemi
Hipokalsemi
Hipomagnesemi
Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan
Sedangkan
peradangan
paru
yang
disebabkan
oleh
nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obatobatan dan lain-lain) disebut pneumonitis (PDPI, 2014).
Sedangkan pneumonia komunitas adalah peradangan akut pada
parenkim paru yang didapat di masyarakat. Pneumonia komunitas sering
terjadi dan biasanya serius, berhubungan dengan angka kesakitan dan
kematian, khususnya usia lanjut dan pasien dengan komorbid (File et al,
2013).
29
2. Etiologi
Pneumonia
dapat
disebabkan
oleh
berbagai
macam
permukaan
epitel
saluran
30
napas.
Ada
beberapa
cara
sitoplasmik
mengelilingi
bakteri
tersebut
kemudian
dimakan. Pada waktu terjadi peperangan antara host dan bakteri maka
akan tampak 4 zona pada daerah parasitik terset yaitu :
1. Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema.
2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi
sel darah merah.
31
nosokomial
(hospital-acqiured
pneumonia
nosocomial pneumonia).
3) Pneumonia aspirasi.
4) Pneumonia pada penderita Immunocompromised pembagian ini
penting untuk memudahkan penatalaksanaan.
b. Berdasarkan bakteri penyebab
1) Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia.
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang
peka,
misalnya
Klebsiella
pada
penderita
alkoholik,
pada
penderita
dengan
daya
tahan
lemah
(immunocompromised).
c. Berdasarkan predileksi infeksi
1) Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada
bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau
segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus
misalnya : pada aspirasi benda asing atau proses keganasan.
32
klinik
biasanya
ditandai
dengan
demam,
redup,
pada
auskultasi
terdengar
suara
napas
pneumoniae,
Pseudomonas
aeruginosa
sering
33
Batuk-batuk bertambah
Perubahan karakteristik dahak / purulen
Suhu tubuh > 380C (aksila) / riwayat demam
Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas
Karakteristik penderita
Faktor demografi
34
Jumlah point
Usia : laki-laki
perempuan
Perawatan di rumah
Penyakit penyerta
Keganasan
Penyakit hati
Gagal jantung kongestif
Penyakit serebrovaskuler
Penyakit ginjal
Pemeriksaan fisis
umur (tahun) 10
+10
+30
+20
+10
+10
umur (tahun)
+10
+20
+20
+20
+15
+10
+30
+20
+20
+10
+10
+10
+10
Tabel 1. Sistem skor pada pneumonia komuniti berdasarkan PORT
Menurut American Thoracic Society (ATS), kriteria pneumonia
berat bila dijumpai 'salah satu atau lebih' kriteria di bawah ini.
Kriteria minor :
Frekuensi napas > 30/menit
Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg
Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
Tekanan sistolik < 90 mmHg
Tekanan diastolik < 60 mmHg
35
Kriteria mayor :
Membutuhkan ventilasi mekanik
Infiltrat bertambah > 50%
Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)
Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada
penderita riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang
membutuhkan dialisis
Berdasarkan kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk
indikasi rawat inap pneumonia komuniti adalah :
1. Skor PORT lebih dari 70
2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap
bila dijumpai salah satu dari kriteria dibawah ini.
Frekuensi napas > 30/menit
Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg
Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
- Tekanan sistolik < 90 mmHg
- Tekanan diastolik < 60 mmHg
3. Pneumonia pada pengguna NAPZA
Kriteria perawatan intensif
Penderita yang memerlukan perawatan di Ruang Rawat Intensif
adalah penderita yang mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor
tertentu [membutuhkan ventalasi mekanik dan membutuhkan vasopressor
> 4 jam (syok septik)] atau 2 dari 3 gejala minor tertentu (PaO2/FiO2
kurang dari 250 mmHg, foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral,
dan tekanan sistolik < 90 mmHg). Kriteria minor dan mayor yang lain
bukan merupakan indikasi untuk perawatan Ruang Rawat Intensif.
7. Penatalaksanaan
Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan
keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat
dapat diobati di rumah. Juga diperhatikan ada tidaknya faktor modifikasi
yaitu
keadaan
yang
dapat
meningkatkan
risiko
infeksi
dengan
36
37
Evaluasi pengobatan
Jika setelah diberikan pengobatan secara empiris selama 24 - 72
jam tidak ada perbaikan, kita harus meninjau kernbali diagnosis, faktorfaktor penderita, obat-obat yang telah diberikan dan bakteri penyebabnya.
8. Prognosis
Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor
penderita, bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta
adekuat. Perawatan yang baik dan intensif sangat mempengaruhi
prognosis penyakit pada penderita yang dirawat. Angka kematian
penderita pneumonia komuniti kurang dari 5% pada penderita rawat jalan ,
sedangkan penderita yang dirawat di rumah sakit menjadi 20%. Menurut
Infectious Disease Society Of America (IDSA) angka kematian pneumonia
komuniti pada rawat jalan berdasarkan kelas yaitu kelas I 0,1% dan kelas
II 0,6% dan pada rawat inap kelas III sebesar 2,8%, kelas IV 8,2% dan
kelas V 29,2%. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya risiko kematian
penderita pneumonia komuniti dengan peningkatan risiko kelas. Di RS
Persahabatan pneumonia rawat inap angka kematian tahun 1998 adalah
13,8%, tahun 1999 adalah 21%, sedangkan di RSUD Dr. Soetomo angka
kematian 20 35%.
9. Pencegahan
38
39
BAB III
ANALISA KASUS
Pada kasus ini pasien didiagnosis sebagai PPOK eksaserbasi akut.
Adapun dasar diagnosis pasien ini adalah :
1
Anamnesis :
Dari anamnesis didapatkan pasien datang dengan keluhan utama sesak
nafas yang dirasakan sejak 20 tahun yang lalu. Sesak nafas dirasakan semakin
bertambah berat dan mengganggu aktivitas mulai tahun 2000. Pasien mulai
memeriksakan sesak nafasnya pada tahun 2006 ke RSDM. Pasien rutin
mengontrol sesaknya ke RSDM setiap obat habis.
Pasien merasakan sesak yang semakin berat 3 hari SMRS. Sesak tidak
dipengaruhi oleh cuaca dan waktu. Sesak tidak berkurang dengan istirahat.
Pasien juga merasakan batuk yang bertambah sering akhir-akhir ini, berdahak
(+) warna kuning kental. Demam (-), penurunan berat badan (-), penurunan
nafsu makan (-), mual (-), muntah (-), BAB dan BAK dbn.
Pemeriksaan Fisik :
a. Tekanan darah
: 165/100 mmHg
b. Nadi
c. Respirasi
d. Suhu
e. Saturasi
: 88 % dengan O2 3 lpm
Paru (anterior )
Inspeksi statis
Inspeksi dinamis
Palpasi
Perkusi
40
Paru (posterior )
Inspeksi statis
kiri.
Inspeksi dinamis
Pengembangan
kanan = kiri.
Palpasi
:
Perkusi
:
Auskultasi :
dada
Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan rontgen thorax :
Hasil pemeriksaan foto thorax PA Lateral, 17 September 2014 :
Foto dengan identitas Tn.AS 70 tahun. Foto diambil di ruang radiologi RSUD
Dr. Moewardi Surakarta. Foto thorax dengan proyeksi PA dan lateral.
Kekerasan cukup, simetris. Trakea terletak di tengah. Sistema tulang baik.
Cor
41
terhadap respon inflamasi yang persisten. Epitel saluran nafas yang dibentuk oleh
sel skuamous akan mengalami metaplasia, sel-sel silia mengalami atropi dan
kelenjar mukus menjadi hipertropi. Proses ini akan direspon dengan terjadinya
remodeling saluran nafas tersebut, hanya saja proses remodeling ini justru akan
merangsang dan mempertahankan inflamasi yang terjadi dimana CD8+ dan
limfosit B menginfiltrasi lesi tersebut. Saluran nafas yang kecil akan memberikan
beragam lesi penyempitan pada saluran nafasnya, termasuk hiperplasia sel goblet,
infiltrasi sel-sel radang pada mukosa dan submukosa, peningkatan otot polos.
Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK merupakan suatu respon
inflamasi yang diperkuat terhadap iritasi kronik seperti asap rokok. Mekanisme ini
yang terdapat pada bronkitis kronis, sedangkan pada emfisema paru,
ketidakseimbangan pada protease dan anti protease serta defisiensi -1 antitripsin
menjadi dasar patogenesis PPOK. Proses inflamasi yang melibatkan netrofil,
makrofag dan limfosit akan melepaskan mediator-mediator inflamasi dan akan
berinteraksi dengan struktur sel pada saluran nafas dan parenkim. Secara umum,
perubahan struktur dan inflamasi saluran nafas ini meningkat seiring derajat
keparahan penyakit dan menetap meskipun setelah berhenti merokok. Peningkatan
netrofil, makrofag dan limfosit T di paru-paru akan memperberat keparahan
PPOK. Sel-sel inflamasi ini akan melepaskan beragam sitokin dan mediator yang
berperan dalam proses penyakit, diantaranya adalah leukotrien B4, chemotactic
factors seperti CXC chemokines, interleukin 8 dan growth related oncogene ,
TNF , IL-1 dan TGF. Selain itu ketidakseimbangan aktifitas protease atau
inaktifitas antiprotease, adanya stres oksidatif dan paparan faktor risiko juga akan
memacu proses inflamasi seperti produksi netrofil dan makrofag serta aktivasi
faktor transkripsi seperti nuclear factor sehingga terjadi lagi pemacuan dari
faktor-faktor inflamasi yang sebelumnya telah ada.
Hipersekresi mukus menyebabkan batuk produktif yang kronik serta
disfungsi
silier
mempersulit
proses
ekspektorasi,
pada
akhirnya
akan
menyebabkan obstruksi saluran nafas pada saluran nafas yang kecil dengan
diameter < 2 mm dan air trapping pada emfisema paru. Proses ini kemudian akan
berlanjut kepada abnormalitas perbandingan ventilasi : perfusi yang pada tahap
42
43
DAFTAR PUSTAKA
ATS Statement. Standars for the diagnostic and care of patient with chronic
obstructive disease. Am J Respir crit Care Med 1995; 152:S77-120.
BTS. Guidelines for the management of chronic obstructive pulmonary disease.
Thorax 1997;52:S1-25.
COPD International. COPD Statistical Information. 2004.
COPD: Working towards a greater understanding. Chest 2000;117:325S-01S.
Mechanisme and management of COPD. Chest 1998;113;233S-87S.
COPD:Clearing the air. Chest 2000;117:1S-69S.
Snow V,Lascher S. Pilson CH. The evidence base for management of acute
exacerbations of COPD. Chest 2001;119:118-9.
Global Initiative for Chronic obstructive lung Disease (GOLD). Global strategy
for the diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive
pulmonary disease. National Institute of health. National Heart, Lung, and
Blood Insitute, Update 2003.
Global Initiative for Chronic obstructive lung Disease (GOLD). Pocket guide to
COPD diagnosis, management and prevention. . National Institute of health.
National Heart, Lung, and Blood Insitute, Update July, 2003.
Global Initiative for Chronic obstructive lung Disease (GOLD). Global strategy
for the diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive
pulmonary disease. National Institute of health. National Heart, Lung, and
Blood Insitute, Update 2009.
File TM, Bartlett JG, Thomer A. Treatment of Community-aqcuired pneumonia in
adults
who
require
hospitalization
2013,
diunduh
dari
44