Anda di halaman 1dari 44

Presentasi Kasus

PASIEN LAKI-LAKI USIA 70 TAHUN DENGAN


PPOK EKSASERBASI AKUT
DISERTAI CAP PORT 90 KR IV GRADE III
DENGAN MASALAH HIPERGLIKEMIK DAN HIPOKALEMI

Oleh:
Shelly Lavenia S.

G99141127

Daniel Purbo Rinanto G99141132

Clarissa Rayna S. P. G99141128

Mifta Wiraswesti

G99141133

Rizky Saraswati I.

G99141129

Silvia Imnatika F.I.

G99141134

Rizky Masah

G99141130

Muh. Luthfiyanto

G99141135

Muhammad Alfian

G99141131

Diah Nahdliana

G99141136

Pembimbing:
Dr. Reviono, dr., Sp.P (K)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN PARU
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR.MOEWARDI
S U R AK AR TA
2014

BAB I
STATUS PENDERITA
A.

ANAMNESIS
1. Identitas Pasien
Nama Pasien

: Tn. AS

Usia

: 70 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Status

: Menikah

Pekerjaan

: Buruh Tani

Agama

: Islam

Alamat

: Ngringgo RT/RW 9/9 Jaten, Karanganyar,


Jawa Tengah

Tanggal Masuk

: 17 September 2014

Jam Masuk

: 10:15 WIB

Tanggal Pemeriksaan

: 17 September 2014

No. RM

: 00-76-48-07

2. Keluhan Utama
Sesak Napas
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 20 tahun SMRS,
sesak napas dirasakan semakin memberat. Sesak dirasakan terus
menerus dan mengganggu aktivitas selama 15 tahun. Sejak 3 hari
SMRS sesak napas bertambah berat. Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca
dan waktu. tidak berkurang dengan istirahat.
Pasien mengeluhkan batuk (+) bertambah sering sejak 3 hari
SMRS, berdahak (+) warna kuning kental, mengi (+), demam (-),
penurunan berat badan (-), keringat malam (-), penurunan nafsu makan
(-), mual muntah (-), BAB dan BAK dalam batas normal.
4. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat OAT

: (-)

Riwayat Hipertensi

: disangkal

Riwayat Diabetes Melitus

: disangkal

Riwayat Alergi

: disangkal

Riwayat Penyakit Jantung

: disangkal

Riwayat Mondok

: (+) 2009 di RSDM karena


PPOK

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Sesak Napas

: disangkal

Riwayat Hipertensi

: disangkal

Riwayat Penyakit Jantung

: disangkal

Riwayat DM

: disangkal

Riwayat Asma

: disangkal

Riwayat Alergi Obat/makanan

: disangkal

6. Riwayat Kebiasaan dan Gizi


Riwayat Merokok

: (+) dengan IB Berat

Riwayat Minum alkohol

: disangkal

Riwayat Olahraga

: disangkal

7. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang buruh tani. Pasien berobat menggunakan
pelayanan jamkesmas.
B.

PEMERIKSAAN FISIK
1.

Status Generalis
Keadaan umum sakit sedang, compos Mentis E4V5M6, gizi kesan
kurang.

2.

Tanda Vital

3.

T. darah

: 165/100 mmHg

Nadi

: 112x/menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur

Respirasi

: 32 x/menit, irama tidak teratur, tipe thorakal

Suhu

: 36,7oC per aksiler

SiO2

: 88 % dengan O2 3 lpm

Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),
spidernaevi (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).
4.

Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak
beruban semua, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot
(+)

5.

Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan
tak langsung (+/+), pupil isokor, oedem palpebra (-/-), sekret (-/-).

6.

Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).

7.

Telinga
Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).

8.

Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor
(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), stomatitis (-), mukosa pucat (-),
gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).

9.

Leher
Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak
membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-).

10.

Thoraks
Retraksi (-) suprasternal

a.

Jantung
Inspeksi

Palpasi :

Ictus Cordis tidak kuat angkat.


4

Ictus Cordis tidak tampak.

Perkusi

Konfigurasi

jantung

kesan

tidak melebar.
Auskultasi

Bunyi

jantung

dan

II

intensitas normal, reguler, bising (-).


b.

Paru (anterior)
Inspeksi statis :

dinding dada kanan =

kiri
Inspeksi dinamis

pengembangan

dada kanan = kiri


Palpasi :

fremitus raba kanan = kiri

Perkusi :

sonor/sonor

Auskultasi

Suara

dasar

(+/+)

vesikuler, suara tambahan (+/+), RBK (+/


+), Wheezing (+/+)
Paru (posterior)
Inspeksi statis :

dinding dada kanan =

kiri.
Inspeksi dinamis

pengembangan

dada kanan = kiri.


Palpasi :

fremitus raba kanan = kiri

Perkusi :

sonor/sonor.

Auskultasi

Suara dasar (+/

+) vesikuler, suara tambahan (+/+), RBK


(+/+), Wheezing (+/+)
11.

12.

Trunk
Inspeksi

: deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis(-).

Palpasi

: massa (-), nyer itekan (-), oedem (-).

Perkusi

: nyeri ketok kostovertebra (-).

Abdomen
Inspeksi

: dinding perut sejajar dinding dada.


5

13.

Auskultasi

: peristaltik usus (+) normal

Perkusi

: tympani.

Palpasi

: supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.

Ekstremitas
Oedem _

Akral dingin

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hasil Laboratorium 17 September 2014
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin

: 12,6 gr/dl

(13,5-17,5)

Hematokrit

: 38 %

(33-45)

Antal Eritrosit

: 3,98 x 103/uL

(4,5-5,9)

Antal Leukosit

: 13,7 x 103/uL

(4,5-11,0)

Antal Trombosit

: 348 x 103/uL

(150-450)

Golongan Darah

:A

KIMIA KLINIK
GDS

: 141 mg/dL

(60-140)

SGOT

: 31 u/l

(<35)

SGPT

: 22 u/l

(<45)

Ureum

: 16 mg/dL

(<50)

Creatinin

: 0.6 mg/dL

(0,8-1,3)

Natrium darah

: 136 mmol/L

(136-145)

Kalium darah

: 3.5 mmol/L

(3,7-5,4)

Ion kalsium

: 1.16 mmol/L

(1,17-1,29)

ELEKTROLIT

SEROLOGI HEPATITIS
HbSAg

: non reactive

ANALISA GAS DARAH


PH

: 7.417

(7.310-7.420)

BE

: 6.2 mmol/L

(-2 - +3)

PCO2

: 51.0 mmHg

(27.0-41.0)

PO2

: 119.9 mmHg(70.0-100.0)

Hematokrit

: 38%

(37-50)

HCO3

: 29.3 mmol/L

(21.0-28.0)

Total CO2

: 27.8 mmol/L

(19.0-24.0)

O2 Saturasi

: 98.0%

(94.0-98.0)

2. Foto Thorax

Hasil pemeriksaan foto thorax PA Lateral, 17 September 2014


Foto dengan identitas Tn. AS 70 tahun. Foto diambil di ruang
radiologi RSUD Dr.Moewardi. Foto thorax dengan proyeksi PA dan
lateral. Kekerasan cukup, simetris. Trakea di tengah. Sistema tulang baik.
Cor
: besar dan bentuk normal
Pulmo: Tampak honey comb appearance dengan infiltrat di sekitarnya di
kedua lapang paru. Sinus costophrenicus kanan kiri anterior posterior
tumpul. Retrosternal dan retrocardiac space dalam batas normal.
Hemidiaphragma kanan scalloping, kiri normal.
Kesan : Bronchiectasis dengan sekunder infeksi, pleural reaction bilateral

D. RESUME
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 20 tahun SMRS,
sesak napas dirasakan semakin memberat. Sesak dirasakan terus menerus dan
mengganggu aktivitas selama 15 tahun. Sejak 3 hari SMRS sesak napas
bertambah berat. Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca dan waktu. tidak
berkurang dengan istirahat.
Pasien mengeluhkan batuk (+) bertambah sering sejak 3 hari SMRS,
berdahak (+) warna kuning kental, mengi (+), demam (-), penurunan berat
badan (-), keringat malam (-), penurunan nafsu makan (-), mual muntah (-),
BAB dan BAK dalam batas normal.
Pasien mulai berobat ke RSDM akibat sesaknya tahun 2006. Pasien
rutin Kontrol di RSDM setiap obatnya habis (Ventolin MDI, Fluhas 125mg,
Kapsul aminophilin100mg, Iobutama 1mg). Pasien pernah mondok di RSDM
pada tahun 2006. Riwayat penggunaan kayu bakar untuk memasak sudah >20
tahun.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tensi 165/100mmHg, nadi
112x/menit, respiration rate 32x/menit, suhu 36,70C per aksiler. Pada
pemeriksaan inspeksi didapatkan dinding dada kanan = kiri, pengembangan
dada kanan = kiri, palpasi didapatkan fremitus raba kanan = kiri, untuk perkusi
didapatkan sonor pada kedua paru, pada auskultasi didapatkan suara dasar
vesikuler paru, suara tambahan, ronki basah kasar, dan wheezing.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan AL 13.7 x 103/uL, GDS
141 mg/dL, Kreatinin 0.6 mg/dL, Kalium darah 3.5 mmol/L, Ion kalsium 1.16
mmol/L. Pada pemeriksaan radiologis pada Pulmo tampak gambaran honey
comb appearance dengan infiltrat di kedua lapang paru. Sinus costophrenicus
kanan dan kiri anterior posterior tumpul. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang hasil pemeriksaan tersebut mengarah ke
diagnosis PPOK.

E. USULAN PEMERIKSAAN
1. Spirometri bila stabil
F. DIAGNOSIS BANDING
1.
2.
3.

PPOK eksaserbasi akut


CAP port 90 KR IV GR III
Asma

G. DIAGNOSIS
PPOK eksaserbasi akut disertai CAP port 90 KR IV GR III dengan masalah
hiperglikemik dan hipokalemi
H. TERAPI
1. Nebulizer 1mg Fenoterol + 0,25 mg Ipratropium Bromida per 6 jam
2. Diet TKTP 1700 kkal
3. O2 3 lpm
4. Infus NaCl 0.9% 20 tpm
5. Injeksi Dexamethasone 5 mg/8jam
6. Injeksi Ceftriakson 2 g/24jam
7. Injeksi Ranitidin 50mg/12jam
8. Azitromisin 1x100 mg
9. NAC 3x200 mg
10. Vit B complex 3x1
11. Aspark 2 x1
I. PROGNOSA

Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad sanam
: dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia

J. FOLLOW UP
1. DPH 0 (17 September 2014, 12.30)
S : Sesak napas
O: Keadaan umum sakit sedang, compos Mentis E4V5M6, gizi kesan
kurang.
Tekanan darah : 165/100 mmHg
Nadi

: 85x/menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur

Respirasi

: 24 x/menit, irama tidak teratur, tipe thorakal

Suhu

: 36,2oC per aksiler

SiO2

: 90 % dengan O2 ruangan

Thoraks
Paru (anterior)
Inspeksi statis

dinding dada kanan =

kiri
Inspeksi dinamis :

Pengembangan

dada

kanan = kiri
Palpasi

Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi

sonor/sonor

Auskultasi :

Suara dasar (+/+) vesikuler,

Ronki Basah Kasar (+/+), Wheezing (+/+)


Paru (posterior)
Inspeksi statis

dinding dada kanan =

kiri.
Inspeksi dinamis :

Pengembangan

dada

kanan = kiri.
Palpasi

Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi

sonor/sonor.

Auskultasi :

Suara dasar (+/+) vesikuler,

Ronki Basah Kasar (+/+), Wheezing (+/+)


A: -

PPOK eksaserbasi akut

10

CAP port 90 KR IV GR II

Masalah : hipoglikemi, hipokalemi

P: -

Sputum Mo/Gr/K/R
Cek GDP G2PP

2. DPH 1 (18 September 2014)


S : sesak (berkurang)
O : Keadaan umum baik, compos Mentis E4V5M6, gizi kesan kurang.
Tekanan darah : 130/80mmHg.
Nadi

: 98 x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur.

Respirasi

: 20 x/menit, irama tidak teratur, tipe thorakal.

Suhu

: 36,20C per aksiler

SiO2

: 98% (2 lpm)

Thoraks
Paru (anterior)
Inspeksi statis

dinding dada kanan =

kiri
Inspeksi dinamis :

Pengembangan

dada

kanan = kiri
Palpasi

Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi

sonor/sonor

Auskultasi :

Suara dasar (+/+) vesikuler,

Ronki Basah Kasar (+/+), Wheezing (+/+)


Paru (posterior)
Inspeksi statis

dinding dada kanan =

kiri.
Inspeksi dinamis :

Pengembangan

dada

kanan = kiri.
Palpasi

Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi

sonor/sonor.

11

Auskultasi :

Suara dasar (+/+) vesikuler,

Ronki Basah Kasar (+/+), Wheezing (+/+)


Hasil Laboratorium 18 September 2014 :
Hemoglobin

: 11,3 gr/dl

(12,1-17,6)

Hematokrit

: 32%

(33-45)

Antal Eritrosit

: 3,80 x 103/uL

(4,5-5,90)

Antal Leukosit

: 6,8 x 103/uL

(4,5-11,0)

Antal Trombosit

: 355 x 103/uL

(150-450)

Golongan Darah

:A

GDS

: 93 mg/dL

(60-140)

GDP

: 91 mg/dL

(70-110)

G2PP

: 101 mg/dL

(80-140)

SGOT

: 41 u/l

(<35)

SGPT

: 29 u/l

(<45)

Albumin

: 2,4 g/dL

(3.5 5.2)

Ureum

: 15 mg/dL

(<50)

Creatinin

: 0.5 mg/dL

(0,9-1,3)

Natrium darah

: 133 mmol/L

(136-145)

Kalium darah

: 3.7 mmol/L

(3,3-5,1)

Ion kalsium

: 100 mmol/L

(98-106)

HbSAg

: non reactive

Assesment : - PPOK eksaserbasi akut


-

CAP port 90 KR IV GR III

Terapi :
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Diet TKTP 1700 kkal


O2 2 lpm
Infus NaCl 0.9% 20 tpm
Nebu F : I 1mg: 0,25 ml/6 jam
Injeksi Ceftriaxone 2gr/24 jam
Injeksi Ranitidine 50 mg/12 jam
Injeksi Dexamethason 5 mg/8 jam
Azitromycin 1 x 500 mg
NAC 3 x 200mg
Aspark 2x1
12

Planning : - Sputum Mo/Gr/K/R


-

GDS, GDP, G2PP

13

3. DPH 2 (19 September 2014)


S : Sesak (berkurang)
O : Keadaan umum baik, compos Mentis E4V5M6, gizi kesan kurang.
T. darah

: 120/70mmHg.

Nadi

: 101x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama tidak teratur.

Respirasi

: 20x/menit, irama tidak teratur, tipe thorakal.

Suhu

: 36,20C per aksiler

SiO2

: 95% dengan O2 ruangan

Thoraks
Paru (anterior )
Inspeksi statis

dinding dada kanan =

kiri
Inspeksi dinamis :

Pengembangan

dada

kanan = kiri
Palpasi

Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi

sonor/sonor

Auskultasi :

Suara dasar (+/+) vesikuler,

RBK (+/+), Wheezing (-/-)


Paru (posterior )
Inspeksi statis

dinding dada kanan =

kiri.
Inspeksi dinamis :

Pengembangan

dada

kanan = kiri.
Palpasi

Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi

sonor/sonor.

Auskultasi :

Suara dasar (+/+) vesikuler,

RBK (+/+), Wheezing (-/-)


Assesment : - PPOK eksaserbasi akut
-CAP port 90 KR IV Grade III
Terapi :

14

1. Nebulizer 1mg Fenoterol + 0,25 mg Ipratropium Bromida per 6 jam


2. Diet TKTP 1700 kkal
3. Infus NaCl 0.9% 20 tpm
4. O2 2 lpm
5. Injeksi Dexamethasone 5 mg/8 jam
6. Injeksi Ceftriaxon 2 g
7. Injeksi Ranitidine 1 ampul/12 jam
8. Azitromisin 1x500 mg
9. NAC 3 x200 mg
10. Aspark 2 x1
Planning : - Sputum Mo/Gr/K/R
- Cek GDP G2PP

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)
1. PENGERTIAN
PPOK adalah kependekan dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik
yang merupakan penyakit paru yang bersifat progresif atau memburuk dari
15

waktu ke waktu ditandai oleh adanya hambatan aliran udara dan bersifat
ireversible berkaitan dengan respon onflamasi paru terhadap artikel atau
zat berbahaya dari luar. (NHLBI).
PPOK adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati
ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel
bersifat progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap
artikel atau gas yang beracun / berbahaya, disertai efek ekstraparu yang
berkontribusi terhadap derajat berat penyakit.(PDPI, 2011)
Penyakit Paru Obstruksi Kronis, atau COPD, mengacu pada
sekelompok penyakit yang menyebabkan penyumbatan aliran udara dan
masalah-pernapasan terkait. Ini termasuk didalamnya emfisema, bronkitis
kronis.(NLM)
Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah penyakit yang dapat
dicegah dan diobati yang menyebabkan sulitnya udara keluar dari paru
yang bersifat kronis. (American Thoracic Society. 2005)
2. FAKTOR RISIKO
Faktor Risiko PPOK meliputi berbagai hal yakni (PDPI, 2011) :
a. Asap Rokok
b. Polusi udara baik dalam ruangan maupun luar ruangan
c. Stres Oksidatif
d. Gen
e. Tumbuh Kembang Paru
f. Sosial Ekonomi
3. PATOGENESIS DAN PATOLOGI
a. Patogenesis

16

Sel Inflamasi PPOK ditandai dengan pola tertentu peradangan


yang melibatkan neutrofil, makrofag, dan limfosit. Sel-sel ini
melepaskan mediator inflamasi dan berinteraksi dengan sel struktural
dalam saluran udara dan parenkim paru.
b. Patologi
Keterbatasan aliran udara yang bersifat progresif pada PPOK
disebabkan dua proses patologis, yaitu :
-

Airway remodelling dan penyempitan jalan napas kecil

Destruksi parenkim paru disertai rusaknya jaringan penyangga


alveolar
Kedua proses ini menyebabkan berkurangnya elastic recoil,

tahanan

aliran

udara

yang

meningkat

akibat

fibrosis

serta

meningkatnya air trapping dalam paru. Progresiviti kerusakan paru

17

akan menyebabkan penurunan faal paru antara lain kapasiti vital paksa
(KVP) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1).
4. TANDA DAN GEJALA
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala,
gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan
kelainan jelas dan tanda inflasi paru. Gejala yang sering dijumpai yakni :
sesak nafas yang bersifat kronis dan progresif memberat seiring
berjalannya waktu dan bertambah berat dengan aktivitas. Menetap
sepanjang hari, dan pasien mengeluhkan usaha bernafas. Selain itu
dijumpai pula batuk kronik yang hilang timbul berdahak, serta riwayat
terpajan asap rokok, debu, bahan kimia ataupun asap dapur. (PDPI, 2011)
5. DIAGNOSIS
a. Gambaran Klinis
1) Anamnesis
a) Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa
gejala pernapasan
b) Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
c) Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
d) Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat
badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang,
lingkungan asap rokok dan polusi udara
e) Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
f) Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
2)

2) Pemeriksaan Fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
a) Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah

terkatup

mencucu)
Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal

sebanding)
Penggunaan otot bantu napas
Hipertropi otot bantu napas
Pelebaran sela iga

18

c)

Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena

jugularis i leher dan edema tungkai


- Penampilan pink puffer atau blue bloater
b) Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
c) Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
d) Auskultasi
- Suara napas vesikuler normal, atau melemah
- Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa
atau pada ekspirasi paksa
- Ekspirasi memanjang
- Bunyi jantung terdengar jauh
3) Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan rutin
i.

Faal paru

Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP


-

Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % )


dan atau VEP1/KVP ( % ).

Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80%


VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %

VEP1 merupakan parameter yang paling umum


dipakai

untuk

menilai

beratnya

PPOK

dan

atau

tidak

memantau perjalanan penyakit.


-

Apabila

spirometri

tidak

tersedia

mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang


tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan
memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak
lebih dari 20%

Uji bronkodilator
-

Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila


tidak ada gunakan APE meter.

19

Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak


8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat
perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1
atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml

Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

ii.

Darah rutin : Hb, Ht, leukosit

iii.

Radiologi
Foto

toraks

PA dan

lateral

berguna

untuk

menyingkirkan penyakit paru lain. Pada emfisema terlihat


gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye
drop appearance)
Pada bronkitis kronik :
-

Normal

Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

b) Pemeriksaan khusus (tidak rutin)


i.
-

Faal paru
Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional
(KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF,

VR/KPT meningkat

DLCO menurun pada emfisema

Raw meningkat pada bronkitis kronik

Sgaw meningkat

Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %

ii.

Uji latih kardiopulmoner


-

Sepeda statis (ergocycle)

Jentera (treadmill)

20

iii.

Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal


Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada
sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktiviti bronkus derajat
ringan

iv.

Uji coba kortikosteroid


Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian
kortikosteroid oral (prednison atau metilprednisolon)
sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu
peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal
250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal
paru setelah pemberian kortikosteroid

v.

Analisis gas darah


Terutama untuk menilai :

vi.

Gagal napas kronik stabil

Gagal napas akut pada gagal napas kronik


Radiologi
-

CT - Scan resolusi tinggi


Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis
serta derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi
oleh foto toraks polos

Scan ventilasi perfusi


Mengetahui fungsi respirasi paru

vii.

Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai
oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.

viii.

Ekokardiografi
Menilai funfsi jantung kanan

ix.

Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram
dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola

21

kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi


saluran

napas

berulng

merupakan

penyebab

utama

eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.


x.

Kadar alfa-1 antitripsin


Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema
herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi antitripsin
alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.

(PDPI, 2014)
6. DIAGNOSIS BANDING
Berbagai penyakit dapat memiliki gejala dan tanda yang
menyerupai PPOK. Oleh sebab itu harus didasarkan pada anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Berbagai penyakit yang dapat menjadi diagnosis banding dari
PPOK yakni:
a. Asma : onset awal sering pada anak, gejala bervariasi dari hari ke
hari, disertai atopi, rinitis, riwayat keluarga dengan asma, sebagian
besar reversibel
b. Gagal jantung kongestif : auskultasi terdengar ronki halus dibagian
basal, foto toraks tampak jantung membesar, edema paru, uji faal paru
menunjukkan restriksi, bukan obstruksi.
c. Bronkiektasis : sputum produktif dan purulen, awalnya terkait dengan
infeksi bakteri, auskultasi terdengar ronki kasar, foto toraks
menunjukkan pelebaran bronkus.
d. Tuberkulosis : onset segala usia, foto toraks menunjukkan infiltrat,
konfirmasi mikrobiologi(sputum BTA), prevalensi di daerah endemis.
7. KLASIFIKASI

22

8.

KOMPLIKASI
Komplikasi pada PPOK merupakan bentuk perjalanan penyakit
yang progresif dan tidak sepenuhnya reversibel seperti
a. Gagal nafas kronik maupun akut. Gagal nafas kronik ditandai oleh
analisis gas darah PO2 < 60 mmHg dan PCO2 >60mmHg dan pH
normal. Sedangkan gagal nafas akut ditandai oleh sesak nafas dengan
atau tanpa sianosis, sputum bertambah dan purulen, demam,
kesadaran menurun.
b. Infeksi berulang. Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan
menyebabkan terbentuk koloni kuman yang memudahkan terjadinya
infeksi ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah
c. Kor pulmonale. Ditandai oleh gelombang P pulmonal pada EKG,
hematokrit >50% dapat disertai gagal jantung kanan.
9. PENATALAKSANAAN

23

a. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka
panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan
edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang
ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan
keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan fungsi
paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel,
menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi
atau tujuan pengobatan dari asma.Bahan dan cara pemberian edukasi
harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat pendidikan,
lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita. Secara
umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah
1) Pengetahuan dasar tentang PPOK
2) Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
3) Cara pencegahan perburukan penyakit
4) Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5) Penyesuaian aktivitas
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat
dilaksanakan ditentukan skala prioritas bahan edukasi sebagai berikut :
1) Berhenti merokok
2) Pengunaan obat - obatan
3) Penggunaan oksigen
4) Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
5) Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
6) Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
7) Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas
Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit :
1) Ringan
-

Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel

Mencegah

penyakit

menjadi

berat

pencetus, antara lain berhenti merokok

24

dengan

menghindari

Segera berobat bila timbul gejala

2) Sedang
-

Menggunakan obat dengan tepat

Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini

Program latihan fisik dan pernapasan

3) Berat
-

Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi

Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan

Penggunaan oksigen di rumah

b. Obat - obatan
-

Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat
penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser
tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat
berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau
obat berefek panjang ( long acting ).
Macam - macam bronkodilator :

a) Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping
sebagai

bronkodilator

juga

mengurangi

sekresi

lendir

(maksimal 4 kali perhari).


b) Golongan agonis beta - 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak,
peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor
timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya
digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk
nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut,
tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.Bentuk
injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
c) Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2

25

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat


efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja
yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih
sederhana dan mempermudah penderita.
d) Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan
pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan
berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak
( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang
diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
-

Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral
atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi,
dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi
sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji
kortikosteroid

positif

yaitu

terdapat

perbaikan

VEP1

pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.


-

Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang
digunakan :
- Lini I

amoksisilin, makrolid

- Lini II

amoksisilin dan asam klavulanat,

sefalosporin, kuinolon, makrolid baru


Perawatan di Rumah Sakit dapat dipilih:
-

Amoksilin dan klavulanat

Sefalosporin generasi II & III injeksi

Kuinolon per oral

ditambah dengan yang anti pseudomonas:

Aminoglikose per injeksi

Kuinolon per injeksi

26

Sefalosporin generasi IV per injeksi

Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti
hidup, digunakan N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK
dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai
pemberian yang rutin

Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena
akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis
kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada
PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian
rutin.

Antitusif
Diberikan dengan hati hati.

c. Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan
yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi
oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan
oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun
organ - organ lainnya. Indikasi:
-

Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%

Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor


Pulmonal, perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda-tanda gagal
jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain
Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah
sakit. Terapi oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil
derajat berat dengan gagal napas kronik. Sedangkan di rumah sakit
oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat daruraat,
ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita PPOK
yang dirawat di rumah dibedakan :

27

Pemberian oksigen jangka panjang ( Long Term Oxygen Therapy =


LTOT )

Pemberian oksigen pada waktu aktiviti

Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak


Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada

keadaan stabil terutama bila tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian
15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt.
Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang
sering terjadi bila penderita tidur. Terapi oksigen pada waktu aktiviti
bertujuan menghilangkan sesak napas dan meningkatkan kemampuan
aktiviti. Sebagai parameter digunakan analisis gas darah atau pulse
oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas
90%. Alat bantu pemberian oksigen:
-

Nasal kanul

Sungkup venturi

Sungkup rebreathing

Sungkup nonrebreathing
Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi

oksigen dan kondisi analisis gas darah pada waktu tersebut.


d. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi
dengan gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik
atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi
mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah.
e. Nutrisi
Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena
berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan
analisis gas darah.
Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis
tidak akan mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK
tidak dapat mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme

28

karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk


denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan
secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan pipa nasogaster.
Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK
karena berkurangnya fungsi muskulus respirasi sebagai akibat
sekunder dari gangguan ventilasi. Gangguan elektrolit yang terjadi
adalah :
-

Hipofosfatemi

Hiperkalemi

Hipokalsemi

Hipomagnesemi
Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan

pemberian nutrisi dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil


dengan waktu pemberian yang lebih sering.
f. Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi
latihan dan memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK.
B. PNEUMONIA
1. Definisi Pneumonia
Pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).
Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak
termasuk.

Sedangkan

peradangan

paru

yang

disebabkan

oleh

nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obatobatan dan lain-lain) disebut pneumonitis (PDPI, 2014).
Sedangkan pneumonia komunitas adalah peradangan akut pada
parenkim paru yang didapat di masyarakat. Pneumonia komunitas sering
terjadi dan biasanya serius, berhubungan dengan angka kesakitan dan
kematian, khususnya usia lanjut dan pasien dengan komorbid (File et al,
2013).

29

2. Etiologi
Pneumonia

dapat

disebabkan

oleh

berbagai

macam

mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari


kepustakaan pneumonia komuniti yang diderita oleh masyarakat luar
negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan pneumonia di
rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan
pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir
ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri
yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti
adalah bakteri Gram negatif (PDPI, 2014).
Pada pasien penyakit paru kronik seperti bronkiektasis, fibrosis
kistik dan PPOK bila terjadi infeksi biasanya berhubungan dengan kuman
Gram negative seperti Pseudomonas aeruginosa. Faktor risiko yang
berkaitan dengan infeksi pseudomonas menurut ATS/IDSA 2007 adalah
pemakaian kortikosteroid 10mg perhari, riwayat penggunaan antibiotic
spectrum luas 7 hari pada bulan sebelumnya dan malnutrisi. Factor
risiko yang berhubungan dengan infeksi Gram negative lainnya adalah
keganasan, penyakit kardiovaskular dan merokok (File et al,2013).
3. Patogenesis
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme
di paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila
terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat
berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru
sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan
merusak

permukaan

epitel

saluran

mikroorganisme mencapai permukaan :


a. Inokulasi langsung
b. Penyebaran melalui pembuluh darah
c. Inhalasi bahan aerosol
d. Kolonisasi dipermukaan mukosa

30

napas.

Ada

beberapa

cara

Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara


Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme
atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5
-2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan
selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran
napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas
bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan
infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret
orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga pada keadaan
penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse).
Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml,
sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat
memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.
Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau
aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian
atas sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada
beberapa penelitian tidak di temukan jenis mikroorganisme yang sama
(PDPI, 2014).
4. Patologi
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli
menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan
infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan
fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri
ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui
psedopodosis

sitoplasmik

mengelilingi

bakteri

tersebut

kemudian

dimakan. Pada waktu terjadi peperangan antara host dan bakteri maka
akan tampak 4 zona pada daerah parasitik terset yaitu :
1. Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema.
2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi
sel darah merah.

31

3. Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi fagositosis yang


aktif dengan jumlah PMN yang banyak.
4. Zona resolusi E : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri
yang mati, leukosit dan alveolar makrofag.
Red hepatization ialah daerah perifer yang terdapat edema dan
perdarahan 'Gray hepatization' ialah konsolodasi yang luas.
5. Klasifikasi Pneumonia
a. Berdasarkan klinis dan epideologis :
1) Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
2) Pneumonia

nosokomial

(hospital-acqiured

pneumonia

nosocomial pneumonia).
3) Pneumonia aspirasi.
4) Pneumonia pada penderita Immunocompromised pembagian ini
penting untuk memudahkan penatalaksanaan.
b. Berdasarkan bakteri penyebab
1) Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia.
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang
peka,

misalnya

Klebsiella

pada

penderita

alkoholik,

Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.


2) Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia.
3) Pneumonia virus.
4) Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama

pada

penderita

dengan

daya

tahan

lemah

(immunocompromised).
c. Berdasarkan predileksi infeksi
1) Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada
bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau
segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus
misalnya : pada aspirasi benda asing atau proses keganasan.

32

2) Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada


lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus.
Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan
obstruksi bronkus.
3) Pneumonia interstisial.
6. Diagnosis
a. Gambaran klinis
1) Anamnesis
Gambaran

klinik

biasanya

ditandai

dengan

demam,

menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 400C, batuk


dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah,
sesak napas, dan nyeri dada.
2) Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di
paru. Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal
waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada
perkusi

redup,

pada

auskultasi

terdengar

suara

napas

bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki


basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada
stadium resolusi.
b. Pemeriksaan penunjang
1) Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang
utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat
berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan "air broncogram",
penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto
toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab
pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi,
misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh
Steptococcus

pneumoniae,

Pseudomonas

aeruginosa

sering

memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia

33

sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi


yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai
beberapa lobus.
2) Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan
jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang
mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat
pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk
menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak,
kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25%
penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan
hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik.
Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala
klinis pemeriksaan fisis, foto toraks dan labolatorium. Diagnosis pasti
pneumonia komuniti ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat
baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah
ini :

Batuk-batuk bertambah
Perubahan karakteristik dahak / purulen
Suhu tubuh > 380C (aksila) / riwayat demam
Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas

bronkial dan ronki


Leukosit > 10.000 atau < 4500

Penilaian Derajat Keparahan penyakit


Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia komuniti dapat
dilakukan dengan menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian
Pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT) seperti tabel di
bawah ini :

Karakteristik penderita
Faktor demografi

34

Jumlah point

Usia : laki-laki
perempuan
Perawatan di rumah
Penyakit penyerta
Keganasan
Penyakit hati
Gagal jantung kongestif
Penyakit serebrovaskuler
Penyakit ginjal

Pemeriksaan fisis

umur (tahun) 10
+10
+30
+20
+10
+10

Perubahan status mental


Pernapasan > 30 kali/menit
Tekanan darah sistolik < 90 mmHg
- Suhu tubuh < 35o atau > 40o C
- Nadi > 125 kali/menit

Hasil laboratorium / radiologi

umur (tahun)

+10
+20
+20
+20

- Analisa gas darah arteri : pH < 7,35


- BUN > 30 mg/dL
- Natrium < 130 mEq/liter
- Glukosa > 250 mg/dL
- Hematokrit < 30%
- PO2 < 60 mmHg
Efusi pleura

+15
+10
+30
+20
+20
+10
+10
+10

+10
Tabel 1. Sistem skor pada pneumonia komuniti berdasarkan PORT
Menurut American Thoracic Society (ATS), kriteria pneumonia
berat bila dijumpai 'salah satu atau lebih' kriteria di bawah ini.
Kriteria minor :
Frekuensi napas > 30/menit
Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg
Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
Tekanan sistolik < 90 mmHg
Tekanan diastolik < 60 mmHg

35

Kriteria mayor :
Membutuhkan ventilasi mekanik
Infiltrat bertambah > 50%
Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)
Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada
penderita riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang
membutuhkan dialisis
Berdasarkan kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk
indikasi rawat inap pneumonia komuniti adalah :
1. Skor PORT lebih dari 70
2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap
bila dijumpai salah satu dari kriteria dibawah ini.
Frekuensi napas > 30/menit
Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg
Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
- Tekanan sistolik < 90 mmHg
- Tekanan diastolik < 60 mmHg
3. Pneumonia pada pengguna NAPZA
Kriteria perawatan intensif
Penderita yang memerlukan perawatan di Ruang Rawat Intensif
adalah penderita yang mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor
tertentu [membutuhkan ventalasi mekanik dan membutuhkan vasopressor
> 4 jam (syok septik)] atau 2 dari 3 gejala minor tertentu (PaO2/FiO2
kurang dari 250 mmHg, foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral,
dan tekanan sistolik < 90 mmHg). Kriteria minor dan mayor yang lain
bukan merupakan indikasi untuk perawatan Ruang Rawat Intensif.
7. Penatalaksanaan
Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan
keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat
dapat diobati di rumah. Juga diperhatikan ada tidaknya faktor modifikasi
yaitu

keadaan

yang

dapat

meningkatkan

risiko

infeksi

dengan

mikroorganisme patogen yang spesifik misalnya S. pneumoniae yang


resisten penisilin. Yang termasuk dalam faktor modifikasis adalah :
a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin

36

Umur lebih dari 65 tahun


Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhir
Pecandu alkohol
Penyakit gangguan kekebalan
Penyakit penyerta yang multipel
b. Bakteri enterik gram negatif
Penghuni rumah jompo
Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru
Mempunyai kelainan penyakit yang multipel
Riwayat pengobatan antibiotik
Pseudomonas aeruginosa
Bronkiektasis
Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari
Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir
Gizi kurang
Penatalaksanaan pneumionia komuniti dibagi menjadi :

37

Evaluasi pengobatan
Jika setelah diberikan pengobatan secara empiris selama 24 - 72
jam tidak ada perbaikan, kita harus meninjau kernbali diagnosis, faktorfaktor penderita, obat-obat yang telah diberikan dan bakteri penyebabnya.

8. Prognosis
Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor
penderita, bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta
adekuat. Perawatan yang baik dan intensif sangat mempengaruhi
prognosis penyakit pada penderita yang dirawat. Angka kematian
penderita pneumonia komuniti kurang dari 5% pada penderita rawat jalan ,
sedangkan penderita yang dirawat di rumah sakit menjadi 20%. Menurut
Infectious Disease Society Of America (IDSA) angka kematian pneumonia
komuniti pada rawat jalan berdasarkan kelas yaitu kelas I 0,1% dan kelas
II 0,6% dan pada rawat inap kelas III sebesar 2,8%, kelas IV 8,2% dan
kelas V 29,2%. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya risiko kematian
penderita pneumonia komuniti dengan peningkatan risiko kelas. Di RS
Persahabatan pneumonia rawat inap angka kematian tahun 1998 adalah
13,8%, tahun 1999 adalah 21%, sedangkan di RSUD Dr. Soetomo angka
kematian 20 35%.
9. Pencegahan
38

Pola hidup sebut termasuk tidak merokok


Vaksinasi (vaksin pneumokokal dan vaksin influenza). Sampai saat ini
masih perlu dilakukan penelitian tentang efektivitinya.

39

BAB III
ANALISA KASUS
Pada kasus ini pasien didiagnosis sebagai PPOK eksaserbasi akut.
Adapun dasar diagnosis pasien ini adalah :
1

Anamnesis :
Dari anamnesis didapatkan pasien datang dengan keluhan utama sesak
nafas yang dirasakan sejak 20 tahun yang lalu. Sesak nafas dirasakan semakin
bertambah berat dan mengganggu aktivitas mulai tahun 2000. Pasien mulai
memeriksakan sesak nafasnya pada tahun 2006 ke RSDM. Pasien rutin
mengontrol sesaknya ke RSDM setiap obat habis.
Pasien merasakan sesak yang semakin berat 3 hari SMRS. Sesak tidak
dipengaruhi oleh cuaca dan waktu. Sesak tidak berkurang dengan istirahat.
Pasien juga merasakan batuk yang bertambah sering akhir-akhir ini, berdahak
(+) warna kuning kental. Demam (-), penurunan berat badan (-), penurunan
nafsu makan (-), mual (-), muntah (-), BAB dan BAK dbn.

Pemeriksaan Fisik :
a. Tekanan darah

: 165/100 mmHg

b. Nadi

: 112x/menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur

c. Respirasi

: 32 x/menit, irama tidak teratur, tipe thorakal

d. Suhu

: 36,7oC per aksiler

e. Saturasi

: 88 % dengan O2 3 lpm

Pada pemeriksaan pulmo :


-

Paru (anterior )
Inspeksi statis
Inspeksi dinamis
Palpasi
Perkusi

: Dinding dada kanan = kiri


: Pengembangan dada kanan = kiri
: Fremitus raba kanan = kiri
: Sonor/sonor
Auskultasi :
Suara dasar vesikuler (+/
+),suara tambahan (+/+), RBK (+/+), Wheezing
(+/+)

40

Paru (posterior )
Inspeksi statis

Dinding dada kanan =

kiri.
Inspeksi dinamis

Pengembangan

kanan = kiri.
Palpasi
:
Perkusi
:
Auskultasi :

Fremitus raba kanan = kiri


Sonor/sonor.
Suara dasar vesikuler (+/

dada

+),suara tambahan (+/+), RBK (+/+), Wheezing


(+/+).
3

Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan rontgen thorax :
Hasil pemeriksaan foto thorax PA Lateral, 17 September 2014 :
Foto dengan identitas Tn.AS 70 tahun. Foto diambil di ruang radiologi RSUD
Dr. Moewardi Surakarta. Foto thorax dengan proyeksi PA dan lateral.
Kekerasan cukup, simetris. Trakea terletak di tengah. Sistema tulang baik.
Cor

: Besar dan dalam bentuk normal

Pulmo : Tampak honey comb appearance dengan infiltrat di sekitar kedua


lapang paru. Sinus costophrenicus kanan kiri anterior posterior tumpul.
Retrosternal space dan retrocardiac space dalam batas normal. Hemidiafragma
kanan scaloping, kiri normal.
Kesan

: Bronchiectasis dengan sekunder infeksi, pleural reaction bilateral.

PPOK Eksaserbasi Akut


Perubahan patologi pada PPOK mencakup saluran nafas yang besar dan
kecil bahkan unit respiratori terminal. Secara umum, terdapat kondisi pada PPOK
yang menjadi dasar patologi yaitu bronkitis kronis dengan hipersekresi mukus dan
emfisema paru yang ditandai dengan pembesaran permanen dari ruang udara yang
ada, mulai dari distal bronkiolus terminalis, diikuti destruksi dindingnya tanpa
fibrosis yang nyata. Penyempitan saluran nafas tampak pada saluran nafas yang
besar dan kecil yang disebabkan oleh perubahan konstituen normal saluran nafas

41

terhadap respon inflamasi yang persisten. Epitel saluran nafas yang dibentuk oleh
sel skuamous akan mengalami metaplasia, sel-sel silia mengalami atropi dan
kelenjar mukus menjadi hipertropi. Proses ini akan direspon dengan terjadinya
remodeling saluran nafas tersebut, hanya saja proses remodeling ini justru akan
merangsang dan mempertahankan inflamasi yang terjadi dimana CD8+ dan
limfosit B menginfiltrasi lesi tersebut. Saluran nafas yang kecil akan memberikan
beragam lesi penyempitan pada saluran nafasnya, termasuk hiperplasia sel goblet,
infiltrasi sel-sel radang pada mukosa dan submukosa, peningkatan otot polos.
Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK merupakan suatu respon
inflamasi yang diperkuat terhadap iritasi kronik seperti asap rokok. Mekanisme ini
yang terdapat pada bronkitis kronis, sedangkan pada emfisema paru,
ketidakseimbangan pada protease dan anti protease serta defisiensi -1 antitripsin
menjadi dasar patogenesis PPOK. Proses inflamasi yang melibatkan netrofil,
makrofag dan limfosit akan melepaskan mediator-mediator inflamasi dan akan
berinteraksi dengan struktur sel pada saluran nafas dan parenkim. Secara umum,
perubahan struktur dan inflamasi saluran nafas ini meningkat seiring derajat
keparahan penyakit dan menetap meskipun setelah berhenti merokok. Peningkatan
netrofil, makrofag dan limfosit T di paru-paru akan memperberat keparahan
PPOK. Sel-sel inflamasi ini akan melepaskan beragam sitokin dan mediator yang
berperan dalam proses penyakit, diantaranya adalah leukotrien B4, chemotactic
factors seperti CXC chemokines, interleukin 8 dan growth related oncogene ,
TNF , IL-1 dan TGF. Selain itu ketidakseimbangan aktifitas protease atau
inaktifitas antiprotease, adanya stres oksidatif dan paparan faktor risiko juga akan
memacu proses inflamasi seperti produksi netrofil dan makrofag serta aktivasi
faktor transkripsi seperti nuclear factor sehingga terjadi lagi pemacuan dari
faktor-faktor inflamasi yang sebelumnya telah ada.
Hipersekresi mukus menyebabkan batuk produktif yang kronik serta
disfungsi

silier

mempersulit

proses

ekspektorasi,

pada

akhirnya

akan

menyebabkan obstruksi saluran nafas pada saluran nafas yang kecil dengan
diameter < 2 mm dan air trapping pada emfisema paru. Proses ini kemudian akan
berlanjut kepada abnormalitas perbandingan ventilasi : perfusi yang pada tahap

42

lanjut dapat berupa hipoksemia arterial dengan atau tanpa hiperkapnia.


Progresifitas ini berlanjut kepada hipertensi pulmonal dimana abnormalitas
perubahan gas yang berat telah terjadi. Faktor konstriksi arteri pulmonalis sebagai
respon dari hipoksia, disfungsi endotel dan remodeling arteri pulmonalis
(hipertropi dan hiperplasi otot polos) dan destruksi Pulmonary capillary bad
menjadi faktor yang turut memberikan kontribusi terhadap hipertensi pulmonal.

43

DAFTAR PUSTAKA
ATS Statement. Standars for the diagnostic and care of patient with chronic
obstructive disease. Am J Respir crit Care Med 1995; 152:S77-120.
BTS. Guidelines for the management of chronic obstructive pulmonary disease.
Thorax 1997;52:S1-25.
COPD International. COPD Statistical Information. 2004.
COPD: Working towards a greater understanding. Chest 2000;117:325S-01S.
Mechanisme and management of COPD. Chest 1998;113;233S-87S.
COPD:Clearing the air. Chest 2000;117:1S-69S.
Snow V,Lascher S. Pilson CH. The evidence base for management of acute
exacerbations of COPD. Chest 2001;119:118-9.
Global Initiative for Chronic obstructive lung Disease (GOLD). Global strategy
for the diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive
pulmonary disease. National Institute of health. National Heart, Lung, and
Blood Insitute, Update 2003.
Global Initiative for Chronic obstructive lung Disease (GOLD). Pocket guide to
COPD diagnosis, management and prevention. . National Institute of health.
National Heart, Lung, and Blood Insitute, Update July, 2003.
Global Initiative for Chronic obstructive lung Disease (GOLD). Global strategy
for the diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive
pulmonary disease. National Institute of health. National Heart, Lung, and
Blood Insitute, Update 2009.
File TM, Bartlett JG, Thomer A. Treatment of Community-aqcuired pneumonia in
adults

who

require

hospitalization

2013,

diunduh

dari

http://www.uptodate.com/contents/treatment-of-community-acquiredpneumonia-in-adults-who-require-hospitalization pada tanggal 21 September


2014.
PDPI. 2014. Pneumonia Komunitas Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Ed 2. Jakarta : PDPI

44

Anda mungkin juga menyukai