PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kuretase bertujuan menghilangkan jaringan granulasi yang terinflamasi kronis
pada dinding lateral poket periodontal. Jaringan granulasi yang terinflamasi
dibatasi oleh epithelium dan deep strand epithelium yang penetrasi ke dalam
jaringan. Epithelium ini dibentuk sebagai pelindung perlekatan serat baru pada
area tersebut. Ketika sumber utama bakteri dapat dihilangkan dan poket patologis
dapat diselesaikan, dengan tidak dibutuhkan mengeliminasi jaringan granulasi
dengan kuretase. Jaringan granulasi diserap dengan lambat; bakteri muncul
dengan tidak adanya penambahan plak poket karena telah dirusak oleh pertahanan
tubuh host, karena itu kebutuhan akan kuretase untuk mengeliminasi jaringan
granulasi perlu diketahui. Telah ditunjukkan bahwa scaling dan root planning
dengan kuretase dapat meningkatkan perkembangan perbaikan kondisi jaringan
periodontal dibandingkan dengan scaling dan root planning sendiri (Carranzas,
2006).
Perikoronitis merupakan istilah yang berkaitan dengan inflamasi pada gingiva
yang disebabkan karena mahkota pada gigi yang erupsi sebagian. Perikoronitis
sering terjadi pada gigi molar tiga. Perikoronitis bisa akut, subakut, atau kronis
(Carranzas, 2006).
Gigi molar tiga yang erupsi sebagian atau impaksi merupakan area yang sering
terjadi perikoronitis. Space antara mahkota gigi dan overlying gingival flap
merupakan tempat yang ideal untuk akumulasi debris makanan dan pertumbuhan
bakteri (Carranzas, 2006). Sehingga perlu dilakukan tindakan perawatan untuk
mencegah terjadinya inflamasi pada perikorona.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana perawatan kuretase
2. Untuk mengetahui bagaimana perawatan perikoronitis
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
KURETASE
2.1 Kuretase
Kuretase dapat dibedakan menjadi dibedakan menjadi dua macam, yaitu
gingival kuretase dan subgingival kuretase. Gingival kuretase bertujuan
menghilangkan inflamasi pada jaringan lunak lateral dinding poket, sedangkan
subgingival kuretase merupakan prosedur yang dilakukan pada apikal sampai ke
epithelial attachment, yang berarti menghilangkan perlekatan jaringan ikat ke
puncak alveolar crest (Carranza, 2006).
Tujuan
kuretase
adalah
menurunkan
kedalaman
poket
dengan
2.
3.
4.
5.
Gambar 2.1 gingival kuretase dengan horizontal stroke kuret (Carranza, 2006).
yang
inadekuat
sering
menyebabkan
teknik
ini
4. Kuretase dapat dilakukan pada poket dengan lebar dan ketebalan jaringan
gingival yang adekua, kontur gingiva relatif baik. (Bathla, S. 2011; Syaify, A)
5. Kuretase dapat dilakukan pada poket yang oedematous, inflamasi, non fibrotik.
(Bathla, S. 2011; Syaify, A)
6. Kuretase dapat dilakukan sebagai perawatan nondefinitif (perawatan alternatif)
untuk menghilangkan atau mengurangi inflamasi sebelum eliminasi poket
dengan teknik bedah lain, atau bagi pasien yang karena alasan usia, penyakit
sistemik, gangguan psikologis, atau faktor lainnya yang dikontraindikasikan
dengan teknik bedah lain yang lebih radikal, seperti bedah flap. Namun, harus
dipahami bahwa pada pasien yang demikian, tujuan eliminasi poket
dikompromikan, dan prognosis menjadi kurang baik. Indikasi yang demikian
hanya berlaku apabila teknik bedah yang sebenarnya diindikasikan, tidak
memungkinkan untuk dilakukan. Baik klinisi maupun pasien harus memahami
keterbatasan dari perawatan nondefinitif ini. (Newman MG, et al. 2011).
7. Kuretase sering juga dilakukan untuk maintenance phase/recall visit, atau pada
kunjungan berkala sesudah perawatan dalam rangka upaya perawatan untuk
pemeliharaan daerah-daerah dengan inflamasi yang persisten atau rekurensi
inflamasi dan pendalaman poket, terutama pada daerah dimana telah dilakukan
bedah poket. Probing untuk menetapkan luasnya root planning dan kuretase
untuk menghindari penyusutan yang tidak perlu, pembentukan poket, atau
keduanya. (Newman MG, et al. 2011)
2.2.3 Kontraindikasi Kuretase (Bathla, S. 2011; Syaify, A)
1. Adanya infeksi akut, seperti necrotizing ulcerative gingivitis (NUG).
2. Adanya fibrous enlargement pada gingival, seperti hyperplasia akibat
phenytoin
3. Jika pasien mengalami gangguan secara medis (immunocompromised), harus
benar-benar dipertimbangkan antara keuntungan dengan resiko melakukan
prosedur pembedahan.
4. Dinding poket fibrotik
5. Keterlibatan percabangan akar
6. Daerah sulit dijangkau atau aksesibilitasnya kurang
2.3 Excisional New Attachment Procedure (ENAP)
jaringan
Perkirakan tepi luka, jika tidak tertutup dengan baik, lakukan rekonstruksi
tulang hingga dicapai adaptasi yang baik pada tepi luka. Lakukan suturing dan
periodontal dressing.
2.3.1 Indikasi ENAP (Anonim; Syaify, A)
Teknik modifikasi perlekatan baru dengan eksisi diindikasikan pada:
1. Indikasi umum sama dengan kuretase
2. Poket supraboni dengan kedalaman dangkal sampai sedang (sampai dengan 5,0
mm) yang mempunyai zona gingiva berkeratin dengan lebar yang adekuat dan
tebal (periodontitis ringan/sedang).
3. Poket pada regio anterior, di mana masalah estetis diutamakan.
2.3.2 Kontra Indikasi ENAP (Anonim; Syaify, A)
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
PERIKORONITIS DAN OPERKULEKTOMI
3.1 Perikoronitis
Perikoronitis merupakan inflamasi jaringan gingiva di sekitar mahkota
(korona) gigi yang mengalami erupsi sebagian (Newman MG, et al. 2006).
Definisi lain menyebutkan bahwa perikoronitis merupakan infeksi akut dari
jaringan lunak dan folikel yang menutupi gigi yang impaksi. (Fragiskos. FD.
2007). Sehingga, perikoronitis paling sering terjadi pada erupsi gigi molar ketiga
yang biasa terjadi pada akhir masa remaja atau dewasa muda pada awal usia 20
tahun. Perikoronitis juga biasa dikenal dengan operkulitis yakni inflamasi pada
flap jaringan gingival (operkuli) dari gigi yang mengalami erupsi sebagian
(Lestari. EN, et al. 2010).
Perikoronitis dapat akut, subakut, atau kronis. (Newman MG, et al. 2006)
Perikoronitis dapat terjadi karena cedera dari operkulum (jaringan lunak yang
menutupi gigi) dari gigi molar tiga antagonis atau karena terjebaknya sisa
makanan dibawah operkulum, yang menyebabkan invasi bakteri dan infeksi pada
area tersebut, atau dapat disebabkan kedua faktor tersebut (Fragiskos. FD. 2007)
Flap yang terbentuk dari jaringan gingiva yang menutupi bagian dari mahkota
gigi, membuat poket yang ideal untuk akumulasi debris dan inkubasi bakteri.
Setelah inflamasi terjadi, hal ini akan terjadi secara permanen dan
menyebabkan episode akut dari waktu ke waktu (Fragiskos. FD. 2007)
Perikoronitis menyebabkan rasa nyeri yang hebat dari regio gigi yang terinfeksi
yang menyebar ke telinga, sendi temporomandibula, dan region submandibula
posterior, dan menyebabkan pembengkakan, dan juga terjadi kontraksi sebagian
dari otot mastikasi menyebabkan kesulitan dalam membuka mulut (trismus),
kesulitan menelan, sakit tenggorokan, limfadenitis submandibular, rubor, dan
edema pada daerah operkulum. (Fragiskos. FD. 2007).
Pembentukan abses pada area ini juga dapat terjadi, yaitu abses perikoronal,
dimana terjadi apabila timbul, sehingga karakteristik dari Perikoronitis adalah saat
operkulum ditekan, akan terasa nyeri dan akan keluar pus. Perikoronitis akut
umumnya menyebabkan penyebaran infeksi ke regio yang bervariasi dari leher
dan area wajah, serta dapat menyebabkan gejala sistemik, umumnya ditandai
dengan malaise dan demam (Fragiskos. FD. 2007).
Gambar 3.1 Perikoronitis pada molar tiga rahang bawah sebelah kiri yang mengalami erupsi
sebagian (Lestari. EN, et al. 2010)
10
3.1.1 Etiologi
Perikoronitis merupakan suatu proses infeksi yang sampai saat ini
penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Organisme spesifik yang bertanggung
jawab atas infeksi ini belum teridentifikasi. Beberapa literatur menghubungkan
perikoronitis ini dari flora bakteri. (Topazian RG, Goldberg MH, Hupp JR. 2006)
Salah studi mengungkapkan perikoronitis dapat disebabkan dari infeksi bakteri
(bakteri streptococcus atau staphylococcus, atau keduanya). (Anonymous. 2004)
Walaupun infeksi perikoronitis berhubungan juga dengan bakteri anaerob, tetapi
organisme penyebab utama berbeda dengan yang berperan dalam periodontitis.
(Topazian RG, Goldberg MH, Hupp JR. 2006)
Perikoronitis merupakan suatu proses infeksi yang sampai saat ini
penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Organisme spesifik yang bertanggung
jawab atas infeksi ini belum teridentifikasi. Beberapa literatur menghubungkan
perikoronitis ini dari flora bakteri. (Topazian RG, Goldberg MH, Hupp JR. 2006)
Salah studi mengungkapkan perikoronitis dapat disebabkan dari infeksi bakteri
(bakteri streptococcus atau staphylococcus, atau keduanya). (Anonymous. 2004)
Literatur lainnya menyatakan keterlibatan Streptococcus viridans, campuran flora
rongga mulut, Spirochaeta dan Fussobacteria. Selain itu, penelitian lain
mengatakan adanya keterlibatan bakteri yang berhubungan dengan periodontitis,
seperti Prevotella intermedia, Peptostreptococcus micros, Fusobacterium
nucleatum, Actinomycetes comitans, Veilonella dan Capnosytopaga, pada poket
dari lesi perikoronal akut. Walaupun infeksi perikoronitis berhubungan juga
dengan bakteri anaerob, tetapi organisme penyebab utama berbeda dengan yang
berperan dalam periodontitis. (Topazian RG, Goldberg MH, Hupp JR. 2006)
Akumulasi bakteri ini dapat terjadi pada daerah gigi molar ketiga yang
erupsi sebagian atau impaksi. Ruang antara mahkota gigi dan overlying gingival
11
flap yang terbentuk merupakan daerah ideal untuk akumulasi sisa-sisa makanan
dan pertumbuhan bakteri. (Newman MG, et al. 2006) Kondisi dimana akibat
adanya celah pada perikoronal/flap jaringan gingival/operkulum ini yang
menyebabkan akumulasi plak dan/atau tartar pada gigi, atau sisa makanan yang
terperangkap, menjadi media subur bagi koloni, sehingga akan menyebabkan
terjadinya infeksi dan peradangan. (Anonymous. 2004; Topazian RG, Goldberg
MH, Hupp JR. 2006; Green. JP. 2007)
Inflamasi dan infeksi dapat berkembang dengan cepat. (Green. JP. 2007)
Selain itu, jika molar rahang atas muncul seluruhnya sebelum molar rahang
bawah, molar rahang atas ini dapat menekan flap gingival di bagian bawah, dan
akan menyebabkan trauma dari gigi yang antagonis, yang dapat memicu
eksaserbasi, enlargement, dan memperburuk kondisi dari jaringan tersebut.
(Green. JP. 2007; Lestari. EN, et al. 2010) Faktor lain yang berperan diantaranya
stress emosional, merokok, daya tahan tubuh yang rendah, penyakit sistemik, dan
infeksi saluran pernafasan atas. (Lestari. EN, et al. 2010)
Gambar 3.3 Gigi yang erupsi sebagian, dengan flap gingiva (Green. JP. 2007)
3.1.2 Patofisiologi
Perikoronitis dapat terjadi ketika gigi molar ketiga hanya erupsi sebagian
atau impaksi. (Newman MG, et al. 2006) Perikoronitis terjadi karena terjebaknya
sisa makanan dibawah operkulum, yang menyebabkan invasi bakteri dan infeksi
pada area tersebut, atau karena trauma/cedera operkulum (jaringan lunak yang
menutupi gigi) dari gigi molar tiga antagonis, atau dapat disebabkan kedua faktor
tersebut. (Fragiskos. FD. 2007; Lestari. EN, et al. 2010)
Ruang antara mahkota gigi dan overlying gingival flap membentuk poket
gingiva atau pseudopoket, dan merupakan daerah yang ideal untuk akumulasi
12
sisa-sisa makanan dan pertumbuhan bakteri. (Newman MG, et al. 2006; Topazian
RG, Goldberg MH, Hupp JR. 2006)/ Tidak seperti poket pada bagian lain dari
rongga mulut, area ini dapat terinfeksi akut dan menyebabkan munculnya gejala,
dan disebut sebagai Perikoronitis. (Topazian RG, Goldberg MH, Hupp JR. 2006)
Flap ini terbentuk saat molar mulai bergerak ke permukaan dari jaringan gingival.
Sebelum gigi erupsi melalui gingival, jaringan gingival menutupi keseluruhan
area tersebut, tetapi saat molar erupsi, dan terdapat sebagian dari gigi yang
tertutupi jaringan gingiva. (Green. JP. 2007) Jaringan lunak yang menutupi
permukaan oklusal dari molar tiga rahang bawah yang erupsi sebagian ini disebut
juga operkulum. Dengan demikian, selama makan, partikel kecil dari makanan
dapat terselip pada poket antara operkulum dan gigi impaksi ini. (Peterson, et al.
2003)
Akumulasi dari plak dan sisa-sisa makanan di poket gingiva perikorona
bakteri dapat dengan mudah terjebak, tetapi sulit diraih saat membersihkan gigi.
(Lestari. EN, et al. 2010; Green. JP. 2007) Hal ini memungkinkan bakteri untuk
berakumulasi di sekitar gigi dan menyebabkan iritasi pada gingiva infeksi, dan
menyebabkan perikoronitis, terutama saat adanya gangguan pertahanan tubuh.
(Newman MG, et al. 2006; Peterson, et al. 2003) Jika pertahanan tubuh host
terganggu (misalnya selama mengalami penyakit ringan, seperti influenza atau
infeksi saluran pernafasan atas, atau mengalami kelelahan berat), infeksi dapat
terjadi. Sehingga, meskipun gigi impaksi dan populasi flora normal rongga mulut
telah ada, jika pertahanan tubuh dan bakteri mencapai keseimbangan tidak terjadi
infeksi, Perikoronitis terjadi jika pasien mengalami penurunan pertahanan tubuh
sementara yang ringan, tetapi pertahanan tubuh tetap tidak dapat mengeliminasi
bakteri. (Peterson, et al. 2003)
Proses inflamasi terjadi karena terkumpulnya debris, plak dan bakteri (flora
normal rongga mulut) di poket gingiva perikorona gigi yang sedang erupsi atau
impaksi tersebut, disertai adanya gangguan pertahanan tubuh, sehingga flora
normal dapat menjadi bakteri yang bersifat patogen. (Lestari. EN, et al. 2010;
Peterson, et al. 2003)
13
14
ke bagian wajah, sudut mandibula, telinga, tenggorokan, dan dasar mulut. Pasien
akan merasa sangat tidak nyaman, karena rasa nyeri, rasa tidak enak di mulut
(foul taste), gangguan mengunyah, dan bahkan tidak mampu untuk membukamenutup rahang dengan baik (trismus yaitu ketidakmampuan untuk membuka
mulut lebih dari 20mm) (Newman MG, et al. 2006).
Gambar 3.5 Perikoronitis, dengan tanda gingiva berwarna kemerahan, mengalami pembengkakan
(Anonymous. 2004)
Jaringan yang terinfeksi dapat pada gingiva, mukosa, atau keduanya. Pada
molar rahang bawah, jaringan lunak dari permukaan fasial dan lingual, dan
jaringan seperti pedicle (operkulum), serta daerah dari retromolar hingga ke
permukaan oklusal juga dapat terinfeksi. Konfigurasi ini umumnya ditemukan
saat gigi dalam posisi tegak, dan bagian distal tertutupi oleh jaringan lunak dari
bagian anterior ramus. Dengan impaksi mesioangular, jaringan biasanya menutupi
permukaan fasial, lingual, distal dan oklusal gigi. (Topazian RG, Goldberg MH,
Hupp JR. 2006)
Pemeriksaan lesi umumnya menunjukkan akumulasi plak dan debris dari
daerah gigi yang terinfeksi, dan pada daerah tetangga. Dengan palpasi ringan, pus
dapat keluar dari bagian bawah dan pinggir jaringan perikorona. Perikoronitis
dapat menyebabkan perdarahan. Drainase terjadi saat terbukanya ruang
perikoronal, tetapi jika ruang ini tertutup dapat terbentuk abses akut atau infeksi
dapat menyebar ke jaringan yang berdekatan.
pembengkakan pada pipi pada regio sudut rahang, pembengkakan wajah, dan
limfadenitis, pembesaran dan rasa nyeri pada kelenjar getah bening, dan nyeri atau
kesulitan menelan. Pada kasus yang lebih parah pasien juga dapat mengalami
komplikasi sistemik, seperti demam, leukositosis, malaise, rasa lelah atau
penyebaran infeksi ke daerah fasial lainnya. (Topazian RG, Goldberg MH, Hupp
JR. 2006; Newman MG, et al. 2006; Anonymous. 2004)
Perikoronitis biasanya terjadi secara unilateral. Pembagian tanda dan gejala
klinis dari perikoronitis berdasarkan tahapan inflamasinya, adalah sebagai berikut:
(Lestari. EN, et al. 2010)
a. Perikoronitis Akut:
Rasa sakit menusuk yang hilang timbul.
Trismus dan disfagia.
Operkulum gingiva di daerah infeksi bengkak, hiperemis, dan disertai
supurasi.
Limfadenopati submandibular.
Rasa sakit yang pada mulanya lebih terlokalisasi dan selanjutnya menyebar
ke bagian telinga, tenggorokan, serta dasar mulut.
Sakit pada palpasi.
Rasa tidak enak (foul taste).
b. Perikoronitis subakut:
Peradangan dan supurasi di operkulum berkurang.
Rasa sakit tumpul yang terus menerus.
Gambaran sistemik seperti peningkatan suhu, nadi, frekuensi pernapasan, dan
sakit pada nodul submandibular.
c. Perikoronitis kronik:
Rasa sakit tumpul yang kambuh secara periodik.
Pemeriksaan radiologis menunjukkan gambaran kawah yang radiolusen.
Pembentukkan kista paradental.
3.1.4 Terapi Perikoronitis
16
Pertama yaitu membersihkan semua plak yang ada, dan faktor iritan lain pada
gigi.
Lalu, angkat semua jaringan yang rusak dan mati.
Membilas area tersebut dengan air garam hangat secara rutin, untuk
mengurangi nyeri dan akan membantu daerah tersebut tetap bersih
(campurkan 1 sendok teh garam dalam 1 cangkir air hangat, dan kumur
dengan lembut).
Jika terdapat selulitis, perlu sekali untuk diberikan terapi antibiotik sesegera
mungkin.
Manajemen perikoronitis pada kasus lokal: berkumur dengan air garam
maka
operkulektomi
sebaiknya
18
tidak
dilakukan
dulu.
keadaan
dievaluasi
untuk
dapat
melakukan
operkulektomi
b.Teknik :
Menentukan perluasan dan keparahan struktur jaringan yangterlibat serta
komplikasi toksisitas sistemik yang ditimbulkan.
1. Menghilangkan debris dan eksudat yang terdapat pada permukaan
operkulum dengan aliran air hangat atau aquades steril.
2. Usap dengan antiseptic, anestesi, dan insisi.
3. Operkulum/pericoronal flap diangkat dari gigi dengan menggunakan
scaler dan debris di bawah operkulum dibersihkan.
4. Irigasi dengan air hangat/aquades steril.
5. Pada kondisi akut sebelum dilakukan pembersihan debris dapat diberikan
anastesi topikal. Pada kondisi akut juga tidak boleh dilakukan kuretase
maupun surgikal. Bila operkulum membengkak dan terdapat fluktuasi,
lakukan insisi guna mendapatkan drainase. Bila perlu pasang drain dan
pasien diminya datang kembali setelah 24 jam guna melepas/mengganti
drainnya. Jika kondisi akut, maka perawatan selanjutnya diberikan di
kunjungan kedua. Pasien diinstruksikan agar :
a. Kumur-kumur air hangat tiap 1 jam
b. Banyak istirahat
c. Makan yang banyak dan bergizi
d. Menjaga kebersihan mulutnya
6. Pemberian antibiotik dapat dilakukan jika diperlukan (bila ada gejalagejala konstisional dan kemungkinan adanya penyebaran infeksi).
Demikian pula analgesik dapat diberikan kepada pasien jika diperlukan.
Kondisi pasien kemudian dievaluasi di kunjungan berikutnya dan dapat
dilanjutkan ke tahap selanjutnya bila kondisi pasien telah membaik dan
keadaan akut telah reda.
7. Cek pocket periodontal yang ada untuk mengetahui apakah tipe pocket
(false pocket atau true pocket). Lakukan probing debt pada semua sisi.
19
20
21
BAB 4
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Berdasarkan studi pustaka yang telah disusun diketahui bahwa kuretase
menghilangkan jaringan granulasi yang terinflamasi kronis pada dinding lateral
poket periodontal. selain kuretase terdapat perawatan bedah lain seperti:
excisional new attachment procedure (ENAP), kuretase ultrasonic, dan
penggunaan caustic drugs, yang disesuaikan dengan indikasi agar dicapai
keberhasilan dalam perawatan.
Perikoronitis dapat akut, subakut, atau kronis. Perikoronitis dapat terjadi
karena cedera dari operkulum (jaringan lunak yang menutupi gigi) dari gigi molar
tiga antagonis atau karena terjebaknya sisa makanan dibawah operculum.
Sehingga diperlukan tindakan perawatan yang tepat untuk perikoronitis.
4.2 SARAN
Pemahaman lebih mendalam tentang perawatan kuretase dan perikoronitis
baik indikasi kontraindikasi dan teknik yang benar sangat membantu dalam
kesuksesan tindakan perawatan periodontal.
DAFTAR PUSTAKA
22
Tersedia
di:
http://www.scribd.com/doc/62143179/RESUS-
PERIO
Bathla, S. 2011. Periodontics Revisited. India: Jaypee Brothers Medical
Publishers. Hal. 343-4.
Cawson RA, Odell E.W. 2006. Cawsons Essential of Oral Pathology and Oral
Medicine. 7th edition. Churcill livingstone. Hal. 82-3.
Charles M. 2012. Pericoronitis Infection and Wisdom Tooth Pericoronitis.
Sumber: http://knol.google.com. Diakses tanggal 11 Maret 2012. Hal1
Dental Health Educators Newsletter (eds). 2010. Dental Health Educators
Newsletter. DH Methods of Education, Inc. Hal.2.
Fragiskos. FD. 2007. Oral Surgery. New York: Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
Hal.122. http://www.dentiadental.com/
Green. JP. 2007. Perikoronitis. Patterson Dental Supply-Green Dental.
Hendrawan, C. Gingival Surgical Techniques.
Tersedia
di:
http://www.scribd.com/doc/55141760/Gingival-Surgical-
Techniques-Cindy
Kevin, S. 2004. Pericoronitis. Minnesota: Patterson Dental Supply. Hal. 1-2
Lestari. EN, et al. 2010. Clinical Report Session (CRS)-Impaksi Gigi,
Perikoronitis, dan Operkulitis. Fakultas Kedokteran Universitas Islam.
Maxillofacialcenter.
2001.
Pericoronitis.
Sumber:
Saunders
Elsevier.
Hal.
http://armymedical.tpub.com/MD0511/MD05110023.htm
23
400-401.
Nguyen DH dan Martin JT. 2008. Common Dental Infections in The Primary
Care Setting. Am Fam Physician 77:797-806.
Oxford University Press. 2010. Oxford Dictionary for Dentistry. New York:
Oxford University Press Inc http://drkarthik.com/2011/08/pericoronitis/
Peterson, et al. 2003. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 4th ed. New
Delhi, India: Elsevier. Hal. 186-8.
http://dentaldad.com/dnn/OralDiseases/Pericoronitis/tabid/82/language/enUS/Default.aspx
Sixou. JL, et al. Microbiology of Mandibular Third Molar Perikoronitis:
Incidence of -Lactamase-Producing Bacteria. Oral Surgery, Oral medicine,
Oral pathology, Oral radiology, and Endodontology. 2003; 95: Hal. 655-9.
Syaify, A. Bedah Periodontal.
Tersedia
di:
http://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=kuretase+gingiva&source=web&cd=3&ved=0CCkQFjAC&ur
l=http%3A%2F%2Ffkgugm06.files.wordpress.com
%2F2010%2F06%2Fbedah-perio1.ppt&ei=JId0T5DqOo3PrQfD88zgDQ&usg=AFQjCNGTqZL7JPfvQ8PFN1
TERyi6SAkmxQ
Topazian RG, Goldberg MH, Hupp JR. 2006. Oral and Maxillofacial Infection. 4th
ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company. Hal. 142-3.
24