Anda di halaman 1dari 13

Asam nukleat

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Terkini (belum ditinjau)
Langsung ke: navigasi, cari
Asam nukleat (bahasa Inggris: nucleic acid) adalah makromolekul biokimia yang kompleks,
berbobot molekul tinggi, dan tersusun atas rantai nukleotida yang mengandung informasi
genetik. Asam nukleat yang paling umum adalah Asam deoksiribonukleat (DNA) and Asam
ribonukleat (RNA). Asam nukleat ditemukan pada semua sel hidup serta pada virus.
Asam nukleat dinamai demikian karena keberadaan umumnya di dalam inti (nukleus) sel. Asam
nukleat merupakan biopolimer, dan monomer penyusunnya adalah nukleotida. Setiap nukleotida
terdiri dari tiga komponen, yaitu sebuah basa nitrogen heterosiklik (purin atau pirimidin), sebuah
gula pentosa, dan sebuah gugus fosfat. Jenis asam nukleat dibedakan oleh jenis gula yang
terdapat pada rantai asam nukleat tersebut (misalnya, DNA atau asam deoksiribonukleat
mengandung 2-deoksiribosa). Selain itu, basa nitrogen yang ditemukan pada kedua jenis asam
nukleat tersebut memiliki perbedaan: adenin, sitosin, dan guanin dapat ditemukan pada RNA
maupun DNA, sedangkan timin dapat ditemukan hanya pada DNA dan urasil dapat ditemukan
hanya pada RNA.

Pokok bahasan di dalam bab ini menguraikan struktur molekul dan komponen asam nukleat,
termasuk macam-macam ikatan kimia yang menghubungkan komponen-komponen tersebut.
Selain itu, dijelaskan pula perbedaan struktur antara DNA dan RNA, serta sifat-sifat fisika-kimia
dan spektroskopik-termal asam nukleat, khususnya DNA. Dengan mempelajari pokok bahasan
ini akan diperoleh gambaran mengenai perubahan struktur yang terjadi pada asam nukleat yang
dimanipulasi, dan juga mekanisme manipulasi asam nukleat yang pada dasarnya berkaitan
dengan sifat-sifat fisika-kimianya.
Setelah mempelajari pokok bahasan di dalam bab ini mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan:
1. struktur molekul dan komponen-komponen asam nukleat, termasuk macam-macam
ikatan kimia yang terdapat di dalamnya,

2. perbedaan struktur antara DNA dan RNA,


3. cara pembacaan sekuens suatu molekul asam nukleat,
4. sifat-sifat fisika-kimia asam nukleat, dan
5.

sifat-sifat spektroskopik-termal asam nukleat

Pengetahuan awal yang diperlukan oleh mahasiswa agar dapat mempelajari pokok bahasan ini
dengan lebih baik adalah sejarah penemuan asam nukleat beserta percobaan-percobaan yang
membuktikan bahwa DNA merupakan materi genetik pada sebagian besar organisme dan RNA
merupakan materi genetik pada virus tertentu. Pengetahuan tersebut telah diperoleh melalui mata
kuliah Genetika pada semester VI. Adapun urutan bahasan di dalam bab ini adalah struktur
molekul asam nukleat, sifat-sifat fisika-kimia asam nukleat, dan sifat-sifat spektroskopik-temal
asam nukleat.
Struktur Molekul
Asam nukleat merupakan salah satu makromolekul yang memegang peranan sangat penting
dalam kehidupan organisme karena di dalamnya tersimpan informasi genetik. Asam nukleat
sering dinamakan juga polinukleotida karena tersusun dari sejumlah molekul nukleotida sebagai
monomernya. Tiap nukleotida mempunyai struktur yang terdiri atas gugus fosfat, gula pentosa,
dan basa nitrogen atau basa nukleotida (basa N).
Ada dua macam asam nukleat, yaitu asam deoksiribonukleat atau deoxyribonucleic acid
(DNA) dan asam ribonukleat atau ribonucleic acid (RNA). Dilihat dari strukturnya, perbedaan
di antara kedua macam asam nukleat ini terutama terletak pada komponen gula pentosanya. Pada
RNA gula pentosanya adalah ribosa, sedangkan pada DNA gula pentosanya mengalami
kehilangan satu atom O pada posisi C nomor 2 sehingga dinamakan gula 2-deoksiribosa
(Gambar 2.1.b).
Perbedaan struktur lainnya antara DNA dan RNA adalah pada basa N-nya. Basa N, baik pada
DNA maupun pada RNA, mempunyai struktur berupa cincin aromatik heterosiklik (mengandung
C dan N) dan dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu purin dan pirimidin. Basa

purin mempunyai dua buah cincin (bisiklik), sedangkan basa pirimidin hanya mempunyai satu
cincin (monosiklik). Pada DNA, dan juga RNA, purin terdiri atas adenin (A) dan guanin (G).
Akan tetapi, untuk pirimidin ada perbedaan antara DNA dan RNA. Kalau pada DNA basa
pirimidin terdiri atas sitosin (C) dan timin (T), pada RNA tidak ada timin dan sebagai gantinya
terdapat urasil (U). Timin berbeda dengan urasil hanya karena adanya gugus metil pada posisi
nomor 5 sehingga timin dapat juga dikatakan sebagai 5-metilurasil.
Gambar 2.1. Komponen-komponen asam nukleat
a)

gugus fosfat b)

gula pentosa c)

basa N

Di antara ketiga komponen monomer asam nukleat tersebut di atas, hanya basa N-lah yang
memungkinkan terjadinya variasi. Pada kenyataannya memang urutan (sekuens) basa N pada
suatu molekul asam nukleat merupakan penentu bagi spesifisitasnya. Dengan perkataan lain,
identifikasi asam nukleat dilakukan berdasarkan atas urutan basa N-nya sehingga secara skema
kita bisa menggambarkan suatu molekul asam nukleat hanya dengan menuliskan urutan basanya
saja.
Nukleosida dan nukleotida
Penomoran posisi atom C pada cincin gula dilakukan menggunakan tanda aksen (1, 2, dan
seterusnya), sekedar untuk membedakannya dengan penomoran posisi pada cincin basa. Posisi 1
pada gula akan berikatan dengan posisi 9 (N-9) pada basa purin atau posisi 1 (N-1) pada basa
pirimidin melalui ikatan glikosidik atau glikosilik (Gambar 2.2). Kompleks gula-basa ini
dinamakan nukleosida.
Di atas telah disinggung bahwa asam nukleat tersusun dari monomer-monomer berupa
nukleotida, yang masing-masing terdiri atas sebuah gugus fosfat, sebuah gula pentosa, dan
sebuah basa N. Dengan demikian, setiap nukleotida pada asam nukleat dapat dilihat sebagai
nukleosida monofosfat. Namun, pengertian nukleotida secara umum sebenarnya adalah
nukleosida dengan sebuah atau lebih gugus fosfat. Sebagai contoh, molekul ATP (adenosin
trifosfat) adalah nukleotida yang merupakan nukleosida dengan tiga gugus fosfat.

Jika gula pentosanya adalah ribosa seperti halnya pada RNA, maka nukleosidanya dapat berupa
adenosin, guanosin, sitidin, dan uridin. Begitu pula, nukleotidanya akan ada empat macam, yaitu
adenosin monofosfat, guanosin monofosfat, sitidin monofosfat, dan uridin monofosfat.
Sementara itu, jika gula pentosanya adalah deoksiribosa seperti halnya pada DNA, maka (2deoksiribo)nukleosidanya terdiri atas deoksiadenosin, deoksiguanosin, deoksisitidin, dan
deoksitimidin.
Ikatan fosfodiester
Selain ikatan glikosidik yang menghubungkan gula pentosa dengan basa N, pada asam nukleat
terdapat pula ikatan kovalen melalui gugus fosfat yang menghubungkan antara gugus hidroksil
(OH) pada posisi 5 gula pentosa dan gugus hidroksil pada posisi 3 gula pentosa nukleotida
berikutnya. Ikatan ini dinamakan ikatan fosfodiester karena secara kimia gugus fosfat berada
dalam bentuk diester (Gambar 2.2).
Gambar 2.2. Ikatan fosfodiester dan ikatan glikosidik pada asam nukleat
Oleh karena ikatan fosfodiester menghubungkan gula pada suatu nukleotida dengan gula pada
nukleotida berikutnya, maka ikatan ini sekaligus menghubungkan kedua nukleotida yang
berurutan tersebut. Dengan demikian, akan terbentuk suatu rantai polinukleotida yang masingmasing nukleotidanya satu sama lain dihubungkan oleh ikatan fosfodiester.
Kecuali yang berbentuk sirkuler, seperti halnya pada kromosom dan plasmid bakteri, rantai
polinukleotida memiliki dua ujung. Salah satu ujungnya berupa gugus fosfat yang terikat pada
posisi 5 gula pentosa. Oleh karena itu, ujung ini dinamakan ujung P atau ujung 5. Ujung yang
lainnya berupa gugus hidroksil yang terikat pada posisi 3 gula pentosa sehingga ujung ini
dinamakan ujung OH atau ujung 3. Adanya ujung-ujung tersebut menjadikan rantai
polinukleotida linier mempunyai arah tertentu.
Pada pH netral adanya gugus fosfat akan menyebabkan asam nukleat bermuatan negatif. Inilah
alasan pemberian nama asam kepada molekul polinukleotida meskipun di dalamnya juga
terdapat banyak basa N. Kenyataannya, asam nukleat memang merupakan anion asam kuat atau
merupakan polimer yang sangat bermuatan negatif.

Sekuens asam nukleat


Telah dikatakan di atas bahwa urutan basa N akan menentukan spesifisitas suatu molekul asam
nukleat sehingga biasanya kita menggambarkan suatu molekul asam nukleat cukup dengan
menuliskan urutan basa (sekuens)-nya saja. Selanjutnya, dalam penulisan sekuens asam nukleat
ada kebiasaan untuk menempatkan ujung 5 di sebelah kiri atau ujung 3 di sebelah kanan.
Sebagai contoh, suatu sekuens DNA dapat dituliskan 5-ATGACCTGAAAC-3 atau suatu
sekuens RNA dituliskan 5-GGUCUGAAUG-3.
Jadi, spesifisitas suatu asam nukleat selain ditentukan oleh sekuens basanya, juga harus dilihat
dari arah pembacaannya. Dua asam nukleat yang memiliki sekuens sama tidak berarti keduanya
sama jika pembacaan sekuens tersebut dilakukan dari arah yang berlawanan (yang satu 5 3,
sedangkan yang lain 3 5).
Struktur tangga berpilin (double helix) DNA
Dua orang ilmuwan, J.D.Watson dan F.H.C.Crick, mengajukan model struktur molekul DNA
yang hingga kini sangat diyakini kebenarannya dan dijadikan dasar dalam berbagai teknik yang
berkaitan dengan manipulasi DNA. Model tersebut dikenal sebagai tangga berplilin (double
helix). Secara alami DNA pada umumnya mempunyai struktur molekul tangga berpilin ini.
Model tangga berpilin menggambarkan struktur molekul DNA sebagai dua rantai polinukleotida
yang saling memilin membentuk spiral dengan arah pilinan ke kanan. Fosfat dan gula pada
masing-masing rantai menghadap ke arah luar sumbu pilinan, sedangkan basa N menghadap ke
arah dalam sumbu pilinan dengan susunan yang sangat khas sebagai pasangan pasangan basa
antara kedua rantai. Dalam hal ini, basa A pada satu rantai akan berpasangan dengan basa T pada
rantai lainnya, sedangkan basa G berpasangan dengan basa C. Pasangan-pasangan basa ini
dihubungkan oleh ikatan hidrogen yang lemah (nonkovalen). Basa A dan T dihubungkan oleh
ikatan hidrogen rangkap dua, sedangkan basa G dan C dihubungkan oleh ikatan hidrogen
rangkap tiga. Adanya ikatan hidrogen tersebut menjadikan kedua rantai polinukleotida terikat
satu sama lain dan saling komplementer. Artinya, begitu sekuens basa pada salah satu rantai
diketahui, maka sekuens pada rantai yang lainnya dapat ditentukan.

Oleh karena basa bisiklik selalu berpasangan dengan basa monosiklik, maka jarak antara kedua
rantai polinukleotida di sepanjang molekul DNA akan selalu tetap. Dengan perkataan lain, kedua
rantai tersebut sejajar. Akan tetapi, jika rantai yang satu dibaca dari arah 5 ke 3, maka rantai
pasangannya dibaca dari arah 3 ke 5. Jadi, kedua rantai tersebut sejajar tetapi berlawanan arah
(antiparalel).

3
5
5
3

Gambar 2.3. Model struktur tangga berpilin DNA


P = fosfat

S =gula

A = adenin, G = guanin, C = sitosin, T =timin

Jarak antara dua pasangan basa yang berurutan adalah 0,34 nm. Sementara itu, di dalam setiap
putaran spiral terdapat 10 pasangan basa sehingga jarak antara dua basa yang tegak lurus di
dalam masing-masing rantai menjadi 3,4 nm. Namun, kondisi semacam ini hanya dijumpai
apabila DNA berada dalam medium larutan fisiologis dengan kadar garam rendah seperti halnya
yang terdapat di dalam protoplasma sel hidup. DNA semacam ini dikatakan berada dalam bentuk
B atau bentuk yang sesuai dengan model asli Watson-Crick. Bentuk yang lain, misalnya bentuk
A, akan dijumpai jika DNA berada dalam medium dengan kadar garam tinggi. Pada bentuk A
terdapat 11 pasangan basa dalam setiap putaran spiral. Selain itu, ada pula bentuk Z, yaitu bentuk
molekul DNA yang mempunyai arah pilinan spiral ke kiri. Bermacam-macam bentuk DNA ini
sifatnya fleksibel, artinya dapat berubah dari yang satu ke yang lain bergantung kepada kondisi
lingkungannya.
Modifikasi struktur molekul RNA
Tidak seperti DNA, molekul RNA pada umumnya berupa untai tunggal sehingga tidak memiliki
struktur tangga berpilin. Namun, modifikasi struktur juga terjadi akibat terbentuknya ikatan
hidrogen di dalam untai tunggal itu sendiri (intramolekuler).
Dengan adanya modifikasi struktur molekul RNA, kita mengenal tiga macam RNA, yaitu RNA
duta atau messenger RNA (mRNA), RNA pemindah atau transfer RNA (tRNA), dan RNA
ribosomal (rRNA). Struktur mRNA dikatakan sebagai struktur primer, sedangkan struktur tRNA
dan rRNA dikatakan sebagai struktur sekunder. Perbedaan di antara ketiga struktur molekul RNA
tersebut berkaitan dengan perbedaan fungsinya masing-masing.
Sifat-sifat Fisika-Kimia Asam Nukleat
Di bawah ini akan dibicarakan sekilas beberapa sifat fisika-kimia asam nukleat. Sifat-sifat
tersebut adalah stabilitas asam nukleat, pengaruh asam, pengaruh alkali, denaturasi kimia,
viskositas, dan kerapatan apung.
Stabilitas asam nukleat

Ketika kita melihat struktur tangga berpilin molekul DNA atau pun struktur sekunder RNA,
sepintas akan nampak bahwa struktur tersebut menjadi stabil akibat adanya ikatan hidrogen di
antara basa-basa yang berpasangan. Padahal, sebenarnya tidaklah demikian. Ikatan hidrogen di
antara pasangan-pasangan basa hanya akan sama kuatnya dengan ikatan hidrogen antara basa
dan molekul air apabila DNA berada dalam bentuk rantai tunggal. Jadi, ikatan hidrogen jelas
tidak berpengaruh terhadap stabilitas struktur asam nukleat, tetapi sekedar menentukan spesifitas
perpasangan basa.
Penentu stabilitas struktur asam nukleat terletak pada interaksi penempatan (stacking
interactions) antara pasangan-pasangan basa. Permukaan basa yang bersifat hidrofobik
menyebabkan molekul-molekul air dikeluarkan dari sela-sela perpasangan basa sehingga
perpasangan tersebut menjadi kuat.
Pengaruh asam
Di dalam asam pekat dan suhu tinggi, misalnya HClO4 dengan suhu lebih dari 100C, asam
nukleat akan mengalami hidrolisis sempurna menjadi komponen-komponennya. Namun, di
dalam asam mineral yang lebih encer, hanya ikatan glikosidik antara gula dan basa purin saja
yang putus sehingga asam nukleat dikatakan bersifat apurinik.
Pengaruh alkali
Pengaruh alkali terhadap asam nukleat mengakibatkan terjadinya perubahan status tautomerik
basa. Sebagai contoh, peningkatan pH akan menyebabkan perubahan struktur guanin dari bentuk
keto menjadi bentuk enolat karena molekul tersebut kehilangan sebuah proton. Selanjutnya,
perubahan ini akan menyebabkan terputusnya sejumlah ikatan hidrogen sehingga pada akhirnya
rantai ganda DNA mengalami denaturasi. Hal yang sama terjadi pula pada RNA. Bahkan pada
pH netral sekalipun, RNA jauh lebih rentan terhadap hidrolisis bila dibadingkan dengan DNA
karena adanya gugus OH pada atom C nomor 2 di dalam gula ribosanya.
Denaturasi kimia

Sejumlah bahan kimia diketahui dapat menyebabkan denaturasi asam nukleat pada pH netral.
Contoh yang paling dikenal adalah urea (CO(NH2)2) dan formamid (COHNH2). Pada konsentrasi
yang relatif tinggi, senyawa-senyawa tersebut dapat merusak ikatan hidrogen. Artinya, stabilitas
struktur sekunder asam nukleat menjadi berkurang dan rantai ganda mengalami denaturasi.
Viskositas
DNA kromosom dikatakan mempunyai nisbah aksial yang sangat tinggi karena diameternya
hanya sekitar 2 nm, tetapi panjangnya dapat mencapai beberapa sentimeter. Dengan demikian,
DNA tersebut berbentuk tipis memanjang. Selain itu, DNA merupakan molekul yang relatif kaku
sehingga larutan DNA akan mempunyai viskositas yang tinggi. Karena sifatnya itulah molekul
DNA menjadi sangat rentan terhadap fragmentasi fisik. Hal ini menimbulkan masalah tersendiri
ketika kita hendak melakukan isolasi DNA yang utuh.
Kerapatan apung
Analisis dan pemurnian DNA dapat dilakukan sesuai dengan kerapatan apung (bouyant density)nya. Di dalam larutan yang mengandung garam pekat dengan berat molekul tinggi, misalnya
sesium klorid (CsCl) 8M, DNA mempunyai kerapatan yang sama dengan larutan tersebut, yakni
sekitar 1,7 g/cm3. Jika larutan ini disentrifugasi dengan kecepatan yang sangat tinggi, maka
garam CsCl yang pekat akan bermigrasi ke dasar tabung dengan membentuk gradien
kerapatan. Begitu juga, sampel DNA akan bermigrasi menuju posisi gradien yang sesuai dengan
kerapatannya. Teknik ini dikenal sebagai sentrifugasi seimbang dalam tingkat kerapatan
(equilibrium density gradient centrifugation) atau sentrifugasi isopiknik.
Oleh karena dengan teknik sentrifugasi tersebut pelet RNA akan berada di dasar tabung dan
protein akan mengapung, maka DNA dapat dimurnikan baik dari RNA maupun dari protein.
Selain itu, teknik tersebut juga berguna untuk keperluan analisis DNA karena kerapatan apung
DNA () merupakan fungsi linier bagi kandungan GC-nya. Dalam hal ini, = 1,66 + 0,098%
(G + C).
Gambar 2.4. Sentrifugasi seimbang dalam tingkat kerapatan

Sifat-sifat Spektroskopik-Termal Asam Nukleat


Sifat

spektroskopik-termal

asam

nukleat

meliputi

kemampuan

absorpsi

sinar

UV,

hipokromisitas, penghitungan konsentrasi asam nukleat, penentuan kemurnian DNA, serta


denaturasi termal dan renaturasi asam nukleat. Masing-masing akan dibicarakan sekilas berikut
ini.
Absorpsi UV
Asam nukleat dapat mengabsorpsi sinar UV karena adanya basa nitrogen yang bersifat aromatik;
fosfat dan gula tidak memberikan kontribusi dalam absorpsi UV. Panjang gelombang untuk
absorpsi maksimum baik oleh DNA maupun RNA adalah 260 nm atau dikatakan maks = 260 nm.
Nilai ini jelas sangat berbeda dengan nilai untuk protein yang mempunyai maks = 280 nm. Sifatsifat absorpsi asam nukleat dapat digunakan untuk deteksi, kuantifikasi, dan perkiraan
kemurniannya.
Hipokromisitas
Meskipun maks untuk DNA dan RNA konstan, ternyata ada perbedaan nilai yang bergantung
kepada lingkungan di sekitar basa berada. Dalam hal ini, absorbansi pada 260 nm (A260)
memperlihatkan variasi di antara basa-basa pada kondisi yang berbeda. Nilai tertinggi terlihat
pada nukleotida yang diisolasi, nilai sedang diperoleh pada molekul DNA rantai tunggal
(ssDNA) atau RNA, dan nilai terendah dijumpai pada DNA rantai ganda (dsDNA). Efek ini
disebabkan oleh pengikatan basa di dalam lingkungan hidrofobik. Istilah klasik untuk
menyatakan perbedaan nilai absorbansi tersebut adalah hipokromisitas. Molekul dsDNA
dikatakan relatif hipokromik (kurang berwarna) bila dibandingkan dengan ssDNA. Sebaliknya,
ssDNA dikatakan hiperkromik terhadap dsDNA.
Penghitungan konsentrasi asam nukleat
Konsentrasi DNA dihitung atas dasar nilai A260-nya. Molekul dsDNA dengan konsentrasi 1mg/ml
mempunyai A260 sebesar 20, sedangkan konsentrasi yang sama untuk molekul ssDNA atau RNA

mempunyai A260 lebih kurang sebesar 25. Nilai A260 untuk ssDNA dan RNA hanya merupakan
perkiraan karena kandungan basa purin dan pirimidin pada kedua molekul tersebut tidak selalu
sama, dan nilai A260 purin tidak sama dengan nilai A260 pirimidin. Pada dsDNA, yang selalu
mempunyai kandungan purin dan pirimidin sama, nilai A260 -nya sudah pasti.
Kemurnian asam nukleat
Tingkat kemurnian asam nukleat dapat diestimasi melalui penentuan nisbah A260 terhadap A280.
Molekul dsDNA murni mempunyai nisbah A260 /A280 sebesar 1,8. Sementara itu, RNA murni
mempunyai nisbah A260 /A280 sekitar 2,0. Protein, dengan maks = 280 nm, tentu saja mempunyai
nisbah A260 /A280 kurang dari 1,0. Oleh karena itu, suatu sampel DNA yang memperlihatkan nilai
A260 /A280 lebih dari 1,8 dikatakan terkontaminasi oleh RNA. Sebaliknya, suatu sampel DNA yang
memperlihatkan nilai A260 /A280 kurang dari 1,8 dikatakan terkontaminasi oleh protein.
Denaturasi termal dan renaturasi
Di atas telah disinggung bahwa beberapa senyawa kimia tertentu dapat menyebabkan terjadinya
denaturasi asam nukleat. Ternyata, panas juga dapat menyebabkan denaturasi asam nukleat.
Proses denaturasi ini dapat diikuti melalui pengamatan nilai absorbansi yang meningkat karena
molekul rantai ganda (pada dsDNA dan sebagian daerah pada RNA) akan berubah menjadi
molekul rantai tunggal.
Denaturasi termal pada DNA dan RNA ternyata sangat berbeda. Pada RNA denaturasi
berlangsung perlahan dan bersifat acak karena bagian rantai ganda yang pendek akan
terdenaturasi lebih dahulu daripada bagian rantai ganda yang panjang. Tidaklah demikian halnya
pada DNA. Denaturasi terjadi sangat cepat dan bersifat koperatif karena denaturasi pada kedua
ujung molekul dan pada daerah kaya AT akan mendestabilisasi daerah-daerah di sekitarnya.
Suhu ketika molekul asam nukleat mulai mengalami denaturasi dinamakan titik leleh atau
melting temperature (Tm). Nilai Tm merupakan fungsi kandungan GC sampel DNA, dan berkisar
dari 80 C hingga 100C untuk molekul-molekul DNA yang panjang.

DNA yang mengalami denaturasi termal dapat dipulihkan (direnaturasi) dengan cara
didinginkan. Laju pendinginan berpengaruh terhadap hasil renaturasi yang diperoleh.
Pendinginan yang berlangsung cepat hanya memungkinkan renaturasi pada beberapa
bagian/daerah tertentu. Sebaliknya, pendinginan yang dilakukan perlahan-lahan dapat
mengembalikan seluruh molekul DNA ke bentuk rantai ganda seperti semula. Renaturasi yang
terjadi antara daerah komplementer dari dua rantai asam nukleat yang berbeda dinamakan
hibridisasi.

Superkoiling DNA
Banyak molekul dsDNA berada dalam bentuk sirkuler tertutup atau closed-circular (CC),
misalnya DNA plasmid dan kromosom bakteri serta DNA berbagai virus. Artinya, kedua rantai
membentuk lingkaran dan satu sama lain dihubungkan sesuai dengan banyaknya putaran
heliks (Lk) di dalam molekul DNA tersebut.
Sejumlah sifat muncul dari kondisi sirkuler DNA. Cara yang baik untuk membayangkannya
adalah menganggap struktur tangga berpilin DNA seperti gelang karet dengan suatu garis yang
ditarik di sepanjang gelang tersebut. Jika kita membayangkan suatu pilinan pada gelang, maka
deformasi yang terbentuk akan terkunci ke dalam sistem pilinan tersebut. Deformasi inilah yang
disebut sebagai superkoiling.
Interkalator
Geometri suatu molekul yang mengalami superkoiling dapat berubah akibat beberapa faktor
yang mempengaruhi pilinan internalnya. Sebagai contoh, peningkatan suhu dapat menurunkan
jumlah pilinan, atau sebaliknya, peningkatan kekuatan ionik dapat menambah jumlah pilinan.
Salah satu faktor yang penting adalah keberadaan interkalator seperti etidium bromid (EtBr).
Molekul ini merupakan senyawa aromatik polisiklik bermuatan positif yang menyisip di antara
pasangan-pasangan basa. Dengan adanya EtBr molekul DNA dapat divisualisasikan
menggunakan paparan sinar UV.

Anda mungkin juga menyukai