OLEH:
NAMA
: RIDWAN SOFIAN
NIM
: 16143149011038
HALAMAN PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMONIA DI RUANG 27
RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG
OLEH:
NAMA
: RIDWAN SOFIAN
NIM
: 16143149011038
Malang,
2016
Mengetahui,
Pembimbing Akademik
CI Ruangan
Sesak Nafas
Batuk produktif
Retraksi intercosta
Demam
Ronchii
Cyanosis
Leukositosis
4. Patofisiologi
Pneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh bakteri yang
masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan paru. Bakteri pneumokok ini dapat
masuk melalui infeksi pada daerah mulut dan tenggorokkan, menembus jaringan mukosa lalu
masuk ke pembuluh darah mengikuti aliran darah sampai ke paru-paru dan selaput otak.
Akibatnya timbul peradangan pada paru dan daerah selaput otak. Inflamasi bronkus ditandai
adanya penumpukan sekret sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual.
Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps
alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan
jalan napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru
dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berfungsi untuk melembabkan
rongga pleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak
lanjut dari pembedahan. Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi nafas, hipoksemia,
asidosis respiratorik, sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya
gagal napas (Smeltzer, 2013).
5. Klasifikasi
Pneumonia bakteri/tipikal.
Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia bakterial sering diistilahkan dengan
pneumonia akibat kuman. Pneumonia jenis itu bisa menyerang siapa saja, dari bayi
hingga mereka yang telah lanjut usia. Para peminum alkohol, pasien yang
terkebelakangan mental, pasien pascaoperasi, orang yang menderita penyakit pernapasan
lain atau infeksi virus adalah yang mempunyai sistem kekebalan tubuh rendah dan
menjadi sangat rentan terhadap penyakit itu. Pada saat pertahanan tubuh menurun,
misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan
cepat berkembang biak dan merusak paru-paru (Sudoyo, 2012).
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan
sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru
kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke
seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri Pneumokokus adalah kuman yang paling
umum sebagai penyebab pneumonia bakteri tersebut. Biasanya pneumonia bakteri itu
didahului dengan infeksi saluran napas yang ringan satu minggu sebelumnya. Misalnya,
karena infeksi virus (flu). Infeksi virus pada saluran pernapasan dapat mengakibatkan
pneumonia disebabkan mukus (cairan/lendir) yang mengandung pneumokokus dapat
terisap masuk ke dalam paru-paru. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang
seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada
penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal disebabkan mycoplasma,
legionella, dan chalamydia.
Pneumonia Akibat virus.
Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza (bedakan dengan bakteri
hemofilus influenza yang bukan penyebab penyakit influenza, tetapi bisa menyebabkan
pneumonia juga). Gejala awal dari pneumonia akibat virus sama seperti gejala influenza,
yaitu demam, batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam 12 hingga 36
jam penderita menjadi sesak, batuk lebih parah, dan berlendir sedikit. Terdapat panas
tinggi disertai membirunya bibir. Tipe pneumonia itu bisa ditumpangi dengan infeksi
pneumonia karena bakteri. Hal itu yang disebut dengan superinfeksi bakterial. Salah satu
tanda terjadi superinfeksi bakterial adalah keluarnya lendir yang kental dan berwarna
hijau atau merah tua.
Pneumonia jamur,
Sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya
tahan lemah (immunocompromised).
Berdasarkan morfologi infeksi:
Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar dari
pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada
berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan
sering terjadi pada bayi atau orang tua. Pada penderita pneumonia, kantong udara paruparu penuh dengan nanah dan cairan yang lain. Dengan demikian, fungsi paru-paru, yaitu
menyerap udara bersih (oksigen) dan mengeluarkan udara kotor menjadi terganggu.
Akibatnya, tubuh menderita kekurangan oksigen dengan segala konsekuensinya,
misalnya menjadi lebih mudah terinfeksi oleh bakteri lain (super infeksi) dan sebagainya.
Jika demikian keadaannya, tentu tambah sulit penyembuhannya. Penyebab penyakit pada
kondisi demikian sudah beraneka macam dan bisa terjadi infeksi yang seluruh tubuh
(Smeltzer, 2013).
6. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Wajah terlihat pucat, meringis, lemas, banyak keringat, sesak, adanya PCH, Adanya
takipnea sangat jelas (25-45 kali/menit), pernafasan cuping hidung, penggunaan otot-otot
aksesori pernafasan, dyspnea, sianosis sirkumoral, distensi abdomen, sputum purulen,
berbusa, bersemu darah, batuk : Non produktif produktif, demam menggigil, faringitis.
Palpasi
Denyut nadi meningkat dan bersambungan (bounding), nadi biasanya meningkat sekitar 10
kali/menit untuk setiap kenaikan satu derajat celcius, turgor kulit menurun, peningkatan
taktil fremitus di sisi yang sakit, hati mungkin membesar.
Perkusi
Perkusi pekak bagian dada dan suara redup pada paru yang sakit.
Auslkutasi
Terdengar stridor, bunyi nafas bronkovesikuler atau bronkial, egofoni (bunyi mengembik
yang terauskultasi), bisikan pektoriloquy (bunyi bisikan yang terauskultasi melalui dinding
dada), ronchii pada lapang paru. Perubahan ini terjadi karena bunyi ditransmisikan lebih
baik melalui jaringan padat atau tebal (konsolidasi) daripada melalui jaringan normal.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Sinar X
Mengidentifikasikan distribusi strukstural (misal: Lobar, bronchial); dapat juga
menyatakan abses luas/infiltrat, empiema (stapilococcus); infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bacterial); atau penyebaran/perluasan infiltrat nodul (lebih sering virus). Pada
pneumonia mikroplasma, sinar x dada mungkin bersih.
GDA (Gas Darah Arteri)
Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru
yang ada
Pemeriksaan darah.
Pada kasus pneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis (meningkatnya jumlah
netrofil) (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
10. Komplikasi
Bila tidak ditangani secara tepat, akan mengakibatkan komplikasi. Komplikasi dari
pneumonia / bronchopneumonia adalah :
Otitis media akut (OMA) terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang berlebihan akan
masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi masuknya udara ke telinga
tengah dan mengakibatkan hampa udara, kemudian gendang telinga akan tertarik ke
dalam dan timbul efusi.
Efusi pleura
Abses otak
Endokarditis
Osteomielitis
Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat
di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
Infeksi sitemik.
Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
Pengkajian
Data Subjektif
a)
b) Klien mengatakan merasa nyeri di daerah dada yang terasa tertusuk-tusuk, terutama
saat bernafas atau batuk
c)
d) Klien mengatakan sering mengeluarkan dahak yang kental, berbusa dan berwarna
Klien mengatakan lebih merasakan nyaman saat duduk tegak di tempat tidur dengan
condong ke arah depan tanpa mencoba untuk batuk atau nafas dalam.
f)
Suhu tubuh klien teraba panas, lebih dari 37,5 0C dan klien tampak menggigil.
f)
g) Tampak area solid (konsolidasi) pada lobus-lobus paru dalam hasil rontgen dada.
h) Terjadi peningkatan taktil fremitus saat dilakukan palpasi.
i)
j)
Terdengar bunyi nafas bronkovesikuler atau bronkial, egofoni (bunyi mengembik yang
terauskultasi), dan bisikan pektoriloquy (bunyi bisikan yang terauskultasi melalui
dinding dada).
Diagnosis Keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya eksudat pada alveoli
akibat infeksi
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-capiler
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologikal
Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolik.
Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan kerusakan transportasi
oksigen melewati membran kapiler dan atau alveolar
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual muntah.
Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan gangguan aliran darah ke
otak dan penurunan suplai O2 ke serebral ditandai dengan penurunan kesadaran,
adanya riwayat kejang.
Kerusakan ventilasi spontan berhubungan dengan faktor metabolik tubuh
C.
Intervensi Keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya eksudat pada
alveoli akibat infeksi
Tujuan:
Setelah diberikan askep selama ... x ... jam, diharapkan bersihan jalan nafas klien kembali
efektif dengan kriteria hasil:
Respiratory status: airway patency (status pernapasan: kepatenan jalan napas)
- Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-20x/mnt) (skala 5 = no deviation from
normal range)
- Irama pernapasn normal (skala 5 = no deviation from normal range)
- Kedalaman pernapasan normal (skala 5 = no deviation from normal range)
- Klien mampu mengeluarkan sputum secara efektif (skala 5 = no deviation from
normal range)
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli.
Tujuan:
Setelah diberikan askep selama ... x ... jam diharapkan pola napas klien efektif dengan
kriteria hasil:
Status pernapasan: ventilasi
- Kedalaman pernapasan normal (skala 5 = no deviation from normal range)
- Tidak tampak penggunaan otot bantu pernapasan (skala 5 = no deviation from normal
range)
- Tidak tampak retraksi dinding dada (skala 5 = no deviation from normal range)
Tanda-tanda vital
- Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-20x/mnt) (skala 5 = no deviation from
normal range)
Intervensi :
Monitoring respirasi
Pantau RR, irama dan kedalaman pernapasan klien.
a)
Pantau adanya penggunaan otot bantu pernapasan dan retraksi dinding dada pada
b)
klien
Memfasilitasi ventilasi
a)
b)
c)
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x ... jam diharapkan perfusi jaringan
perifer klien adekuat dengan kriteria hasil :
Tissue Perfusion : Peripheral
Suhu pada ekstremitas (5= no deviation from normal range)
Kekuatan nadi kaki (5= no deviation from normal range)
CRT (5= no deviation from normal range, <2 detik)
Tekanan darah sitolik (5= no deviation from normal range)
Tekanan darah diastolik (5= no deviation from normal range)
Tissue Integrity : Skin
Sensasi (not compromised : 5)
Elastisitas (not compromised : 5)
Intervensi :
Ciculation Precaution
1)
2)
Auskultasi frekuensi dan irama jantung. Catat terjadinya bunyi jantung ekstra.
3)
4)
5)
Tinggikan kaki/ telapak bila di tempat tidur/ kursi. Dorong pasien untuk latian kaki
dengan fleksi/ ekstesi kaki pada pergelangan kaki. Hindari penyilangkan kaki dan
duduk atau berdiri terlalu lama. Pakai/ tunjukkan bagaimana menggunakan atau
melepas stocking bila digunakan.
Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan gangguan aliran darah
ke otak dan penurunan suplai O2 ke serebral ditandai dengan penurunan kesadaran,
adanya riwayat kejang.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x ...jam diharapkan tercapai keefektifan
perfusi jaringan serebral, dengan kriteria hasil:
Tissue perfusion : Cerebral (Perfusi jaringan serebral)
- Tekanan darah sistolik normal (120 mmHg) (skala 5 = no deviation from normal
range)
- Tekanan darah diastolik normal (80 mmHg) (skala 5 = no deviation from normal
-
range)
Tidak ada sakit kepala (skala 5 = none)
Tidak ada agitasi (skala 5 = none)
Tidak ada syncope (skala 5 = none)
Tidak ada muntah (skala 5 = none)
Seizure Control
- Pasien tidak mengalami kejang (skala 5 = Consistenly Demonstrated)
- Lingkungan sekitar pasien dalam keadaan aman (skala 5 = Consistenly Demonstrated)
Intervensi :
Cerebral Perfusion Promotion
1) Pantau tingkat kerusakan perfusi jaringan serebral, seperti status neurologi dan
adanya penurunan kesadaran.
2) Konsultasikan dengan dokter untuk menentukan posisi kepala yang tepat (0, 15, atau
30 derajat) dan monitor respon klien terhadap posisi tersebut.
3) Monitor status respirasi (pola, ritme, dan kedalaman respirasi; PO 2, PCO2, PH, dan
level bikarbonat)
4) Monitor nilai lab untuk perubahan dalam oksigenasi
Oxygen Therapy
1) Pertahankan kepatenan jalan nafas.
2) Monitor aliran oksigen.
Vital Signs Monitoring
1) Monitor tanda-tanda vital
2) Ukur tekanan darah setelah klien mendapatkan medikasi/terapi.
Seizure management
1) Monitor secara langsung mata dan kepala selama kejang
2) Monitor status neurologik
3) Monitor TTV
4) Dokumentasikan informasi tentang kejadian kejang
5) Berikan antikonvulsan Phenytoin 3x100 mg/IV dan neuroprotektor Citicolin 3x250
mg/IV
Seizure Precaution
1) Hindarkan barang-barang yang berbahaya dari sekitar pasien
2) Jaga ikatan di samping tempat tidur
3) Pasang tiang pengaman
4) Gunkan paddle pada sisi tempat tidur
DAFTAR PUSTAKA
Keliat Budi, Windarwati Heni. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 20152017, Edisi 10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Kumar V, Cotran R.S, Robbins S.L., 2007, Buku Ajar Patologi, Alih Bahasa : Asrorudin,
Huriawati Hartono, Nurwany Darmaniah. Ed.7. Vol. 2. Jakarta: EGC.
Nanda. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnose Medis dan Nanda, Jilid 2.
Jogjakarta: MediAction
Smeltzer, S. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2
Edisi 8. Jakarta : EGC.
Sudoyo. 2012. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Pathway