sekunder, jaringan distribusi primer adalah jaringan dari trafo gardu induk (GI)
sampai ke gardu distribusi, sedangkan jaringan distribusi sekunder adalah jaringan
dari gardu distribusi sampai ke pelanggan atau beban. Jaringan distribusi primer
lebih dikenal dengan jaringan tegangan menengah ( JTM 20kV) sedangkan distribusi
sekunder adalah jaringan tegangan rendah ( JTR 220V/380V ).
Dalam
pendistribusian
tenaga
listrik
ke
pelanggan,
terjadinya
gangguan merupakan suatu masalah yang tidak dapat dihindari. Salah satu sumber
gangguan yang terjadi adalah kurang baiknya sistem pentanahan (grounding) pada
trafo distribusi 20kV. Sistem pentanahan (grounding) yang tidak baik atau tidak
mengikuti standar pentanahan yang benar, tidak hanya akan menimbulkan
gangguan pada distribusi energi listrik saja, melainkan juga akan mengancam
keselamatan manusia, baik pekerja PLN maupun masyarakat sekitar. Keandalan
penyaluran energi listrik salah satu faktornya ditentukan oleh keandalan trafo
distribusi, maka pemeliharaan trafo distribusi harus benar benar
diperhatikan darisegala kemungkinan yang dapat mengganggu sistem kerja trafo
distribusi.
3.2. Gambaran Umum Sistem Ketenagalistrikan
Energi listrik sebagai salah satu bentuk energi yang paling efektif dan efisien,
keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan
tenaga listrik bagi para pelanggan, diperlukan berbagai peralatan listrik. Peralatan
tersebut dihubungkan satu sama lain sehingga membentuk suatu sistem tenaga
listrik.
Sistem tenaga listrik didefinisikan sebagai sekumpulan Pusat Listrik dan
Gardu Induk (Pusat Beban) yang satu sama laian saling terhubung oleh Jaringan
Transmisi sehingga merupakan sebuah kesatuan interkoneksi. Masing-masing
bagian mempunyai fungsi yang berbeda-beda, tetapi antar bagian saling bekerja
sama untuk melaksanakan suatu proses operasi sistem tenaga listrik. Gambar 4.1
menunjukkan berbagai bagian dari sistem tenaga listrik dalam skema garis tunggal.
Suatu sistem tenaga listrik pada umumnya terdiri atas empat unsur yaitu,
pembangkitan, transmisi, distribusi dan pemakaian tenaga listrik. Pembangkitan
tenaga listrik terdiri atas berbagai jenis pusat tenaga listrik, seperti pusat listrik
tenaga air (PLTA), pusat listrik tenaga uap (PLTU), pusat listrik tenaga nuklir (PLTN),
pusat listrik tenaga gas (PLTG), dan pusat listrik tenaga diesel (PLTD). Letak pusat
tenaga listrik, dan hal ini terutama berlaku bagi pusat listrik tenaga air, sering jauh
dari pusat-pusat pemakaian tenaga listrik, seperti kota dan industri. Dengan
demikian, energi listrik yang dibangkitkan di pusat tenaga listrik, sering harus
disalurkan, atau ditransmisikan melalui jarak-jarak yang jauh ke pusat-pusat
pemakaian tenaga listrik. Tiba di kota, energi listrik itu harus dibagikan atau
didistribusikan kepada para pemakai atau pelanggan.
Salah satu bagian dari proses sistem tenaga listrik adalah sistem distribusi,
dimana secara garis besar proses operasi sistem tenaga listrik dapat dibagi menjadi
tiga tahap, antara lain :
a) Proses pembangkitan tenaga listrik (PLTA,PLTU, PLTG,PLTD,PLTP, PLTN,dll).
b) Proses transmisi daya listrik dengan tegangan tinggi ( 30 kV, 70kV, 150 kV, 500 kV )
dari pusat-pusat pembangkit ke gardu-gardu induk.
c) Proses pendistribusian tenaga listrik dengan tegangan menengah (6 kV, 12 kV atau
20 kV ) dan tegangan rendah ( 110 V, 220 V dan 380 V ) dari gardu induk ke
konsumen.
Pada suatu sistem yang cukup besar, tegangan yang keluar dari generador
harus dinaikkan dulu dari tegangan menengah (tegangan generator) menjadi
tegangan tinggi atau tegangan ekstra tinggi (tegangan transmisi). Menyalurkan
energi listrik melalui jarak-jarak yang jauh harus dilakukan dengan tegangan yang
tinggi untuk memperkecil kerugian-kerugian yang terjadi, baik rugi-rugi energi
maupun penurunan tegangan. Suatu sistem tenaga listrik harus memenuhi syaratsyarat dasar seperti :
1.setiap saat memenuhi jumlah energi listrik yang diperlukan consumen sewaktuwaktu
2.mempertahankan suatu tegangan yang tetap dan tidak terlampau bervariasi, standar
variasi tegangan Indonesia adalah -10% sampai +5%.
3.mempertahankan suatu frekuensi yang stabil dan tidak bervariasi lebih dari
misalnya 0,2 Hz
4.menyediakan energi listrik dengan harga yang wajar
5.memenuhi standar-standar keamanan dan keselamatan
6.tidak mengganggu lingkungan hidup
Tegangan generator yang biasanya berupa tegangan menengah (TM) di
gardu induk (GI) melalui transformator dinaikkan menjadi tegangan transmisi, berupa
tegangan tinggi (TT) atau tegangan ekstra tinggi (TET). Standar tegangan
menengah di indonesia adalah 20kV. 150kV sampai <500kv style="">. Dan 500 kV
untuk tegangan tegangan ekstra tinggi. Standar ini mengikuti rekomendasi dari
Internacional Electrotechnical Commission (IEC). Standar tegangan menengah
untuk distribusi adalah 20 kV. Standar Tegangan Rendah di Indonesia adalah 230V /
400V.
Sebagaimana terlihat pada gambar 4.1, pada pusat listrik tegangan generator
dinaikkan di gardu induk dari tegangan generator menjadi tegangan transmisi.
Setibanya di pinggir kota, tegangan transmisi diturunkan lagi menjadi tegangan
menengah.
3.2.1
Saluran Transmisi
Energi listrik dibawa oleh konduktor, yaitu melalui saluran transmisi dari
pusat-pusat pembangkit tenaga listrik kepada para pemakai. Agar penyediaan
tenaga listrik dapat dilakukan dengan baik, sistem tenaga listrik perlu memenuhi
beberapa persyaratan dasar. Diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Menyediakan setiap saat, di tempat yang diperlukan, daya dan energi sebanyak
yang diinginkan yang diperlukan oleh pelanggan.
2. Mempertahankan suatu tingkat tegangan yang stabil, yang tidak boleh melebihi 5
persen dan kurang dari 10% dari nilai nominal.
3. Memepertahankan suatu tingkat tegangan yang stabil, yang tidak boleh berubah
lebih dari 0,2 Hz.
4. Menyediakan energi listrik dengan harga yang wajar.
5. Memenuhi standar keamanan dan keandalan.
6. Tidak mengganggu lingkungan.
Desain saluran transmisi akan tergantung dari beberapa hal seperti :
a) Jumlah daya yang harus ditransmisikan.
b) Jarak dan jenis lapangan yang harus ditransmisikan.
c) Biaya yang tersedia.
d) Pertimbangan-pertimbangan lain, misalnya masalah-masalah
kemungkinan pertumbuhan beban di waktu mendatang.
urban
dan
adalah 6 kV, 12 kV atau 20 kV, namun sekarang yang banyak dikembangkan oleh
PLN adalah tegangan 20 kV.
Jaringan tegangan distribusi sekunder atau Jaringann Tegangan Rendah
(JTR), salurannya bisa berupa SKTM atau SUTM yang mengubungkan Gardu
Distribusi/sisi sekunder trafo distribusi ke konsumen. Tegangan sistem yang
digunakan adalah 110 Volt, 220 Volt dan 380 Volt.
B. Berdasarkan Konfigurasi Jaringan Primer
Konfigurasi jaringan distribusi primer pada suatu sistem jaringan distribusi sangat
menentukan mutu pelayanan yang akan diperoleh khususnya mengenai kontinyuitas pelayanannya.
2.
3.
4.
Pola jaringan ini mempunyai beberapa rel daya dan antara rel-rel tersebut
dihubungkan oleh saluran penghubung yang disebut tie feeder. Dengan demikian
setiap gardu distribusi dapat menerima atau mengirim daya dari atau ke rel lain. Pola
jaringan grid ditunjukan pada (Gambar 4.4)
Gambar 4.4 Pola Jaringan Grid
Keuntungan dari jenis jaringan ini adalah:
Kontinuitas pelayanan lebih baik dari pola radial atau loop.
Fleksibel dalam menghadapi perkembangan beban.
Sesuai untuk daerah dengan kerapatan beban yang tinggi.
Adapun kerugiannya terletak pada sistem proteksi yang rumit dan mahal dan
biaya investasi yang juga mahal.
4. Jaringan Distribusi Pola Spindel
Jaringan primer pola spindel merupakan pengembangan dari poal radial dan
loop terpisah. Beberapa saluran yang keluar dari gardu induk diarahkan menuju
suatu tempat yang disebut gardu hubung (GH), kemudian antara GI dan GH tersebut
dihubungkan dengan satu saluran yang disebut express feeder
.
Sistem gardu distribusi ini terdapat di sepanjang saluran kerja dan terhubung
secara seri. Saluran kerja yang masuk ke gardu dihubungkan oleh saklar pemisah,
sedangkan saluran yang keluar dari gardu dihubungkan oleh sebuah saklar beban.
Jadi sistem ini dalam keadaan normal bekerja secara radial dan dalam
keadaan darurat bekerja secara loop melalui saluran cadangan dan GH.
Gambar 4.5 Sistem Jaringan Spindel
Keuntungan pola jaringan ini adalah :
a. Sederhana dalam hal teknis pengoperasiannya seperti pola radial.
b. Kontinuitas pelayanan lebih baik dari pada pola radial maupun loop.
c.
d. Penentuan bagian jaringan yang teganggu akan lebih mudah dibandingkan dengan
pola grid. Dengan demikian pola proteksinya akan lebih mudah.
e.
Baik untuk dipakai di daerah perkotaan dengan kerapatan beban yang tinggi.
titik
netral
sistem
ditanahkan
Tahanan Rendah
Tahanan Tinggi
Pentanahan dengan tahanan tinggi yaitu sebesar 500 Ohm dan arus
gangguan maksimal 25 A yang dipakai pada saluran tegangan menengah 20 KV
untuk sistem 3 phase dan 3 kawat. Sistem pentanahan ini dipakai PLN wilayah Jawa
Timur.
Gambar.4. Pentanahan di Jatim
3.4.2. Pentanahan atau Pembumian peralatan
Pentanahan peralatan adalah pentanahan bagian dari peralatan yang pada
kerja normal tidak dialiri arus. Bila terjadi hubung singkat suatu penghantar dengan
suatu peralatan akan terjadi beda potensial. Yang dimaksud peralatan disini adalah
bagian-bagian yang bersifat konduktif seperti body trafo.
2. Fuse Cut Out (FCO) : sebagai pengaman penyulang, bila terjadi gangguan di gardu
(trafo) dan melokalisir gangguan di trafo agar peralatan tersebut tidak rusak. FCO
dipasang disisi tegangan 20 kV.
3. Arrester : sebagai tegangan trafo terhadap tegangan lebih yang disebabkan oleh
sambaran petir dan switcing.
4. NH Fuse : sebagai pengaman trafo terhadap arus lebih yang
terpasang disisi tegangan rendah 220 V disebabkan karena hubung singkat
dijaringan tegangan rendah maupun karena beban lebih.
5. Grounding Arrester : untuk menyalurkan arus ketanah disebabkan oleh tegangan
lebih karena sambaran petir dan switcing.
6. Grounding Trafo : untuk menghindari terjadi tegangan lebih pada phasa yang sehat
bila terjadi gangguan satu phasa ketanah maupun yang disebutkan beban tidak
seimbang.
3.5.3. Standar Pemasangan Trafo Distribusi
Gambar 5. Single Line Standar Pemasangan Trafo 1 phase
Jumper primer 1 ph
Pentanahan
Electrode
Klem body
BC 25 mm
Arrester
X1
X2
X3
X4
Breacker
Bushing sekunder
Bushing primair
Indicator lamp
Jumper sekunder
Hantaran Sekunder
Gambar 6. Standar Pemasangan Trafo 1 phase
3.5.4. Teori Pemeliharaan Trafo Distribusi
Pemeliharaan jaringan distribusi pada hakekatnya merupakan suatu
pekerjaan yang dimaksudkan untuk mendapatkan jaminan bahwa suatu sistem /
peralatan akan berfungsi secara optimal, umur teknisnya meningkat dan aman baik
bagi personil maupun bagi masyarakan umum. Keberhasilan pemeliharaan sangat
tergantung dari perencanaan, pelaksanaan dan ketersediaan dana dan material.
Kinerja peralatan jaringan distribusi yang telah beroperasi dalam kurun waktu
tertentu pada umumnya akan menurun. Penurunan kinerja ini dapat disebabkan oleh
faktor eksternal seperti cuaca, polusi , pengaruh lingkungan, dan lain-lain.
Sedangkan faktor internal antara lain adalah faktor penuaan serta penurunan
kualitas komponen akibat beban lebih atau arus hubung singkat .
Berdasarkan sifat pekerjaan, jenis pemeliharaan peralatan dan jaringan
distribusi dikelompokkan menjadi dua,yaitu :
1.
Pemeriksaaan rutin
Pemeriksaan rutin adalah pekerjaan pemeriksaan peralatan jaringan secara
visual (inspeksi) untuk kemudian diikuti dengan pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan
pemeliharaan sesuai dengan saran-saran (rekomendasi) dari hasil inspeksi.
Contohnya pemeriksaan kondisi trafo.
Pemeriksaan sistematis
Pemeliharaan korektif
merupakan pekerjaaan pemeliharaan yang
dimaksudkan untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi pada jaringan maupun
peralatannya. Untuk pemeliharaan secara korektif, sebisa mungkin dihindarkan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Trafo distribusi merupakan suatu peralatan yang sangat dibutuhkan dalam
penyaluran tenaga listrik. Hal ini dikarenakan trafo distribusi berfungsi sebagai alat
pemindahan energi dari tegangan menengah (20 kV) ke tegangan rendah (380/220
Volt). Memperbaiki kerusakan trafo pada umumnya memerlukan biaya yang tinggi.
Seperti halnya kondisi sistem distribusi (khususnya untuk wilayah APJ Yogyakarta)
saat ini dimana adanya beban tidak seimbang yang akan menimbulkan adanya arus
pada netral dan sistem pentanahan tidak berfungsi (tidak sempurna/tidak ada
pentanahan). Maka tidak akan ada jalur keluar bagi arus dari ketiga phasa dan netral
untuk kembali ke sumber. Akibatnya arus tersebut hanya berputar-putar didalam
phasa-phasa trafo distribusi atau phasa-phasa beban, dimana arus dari suatu phasa
akan mempengaruhi phasa lain, dan bila jumlah arus pada suatu phasa melebihi
kapasitasnya maka akan timbul panas dan akan merusak trafo, apalagi jika terjadi
gangguan misalnya : gangguan 2 phase ketanah, gangguan akibat petir dan
gangguan lainnya.
(7a)
(7b)
mbar 7a dan 7b. Single line trafo 1 dan 3 phase dimana netral tersambung dengan pentanahan.
(8a)
(8b)
ar 8a dan 8b Single line trafo 1 dan 3 phase dimana netral dan pentanahan tidak tersambung.
Kegagalan pentanahan selain dapat menyebabkan lifetime trafo berkurang dapat
juga membahayakan keselamatan manusia.
APJ Yogyakarta meliputi 8 UPJ, 8 Gardu Induk dengan jumlah penyulang
sebanyak 59 penyulang. Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah trafo distribusi
yang terpasang di wilayah APJ Yogyakarta tahun 2010 adalah sebagai berikut :
Jumlah Trafo
s.d Desember
No
UPJ
Total
2010
I
3
1 Jogja Selatan
988
254
1242
2 Jogja Utara
899
237
1136
3 Sleman
1095
147
1242
4 Kalasan
877
107
984
5 Bantul
1276
103
1379
6 Sedayu
990
121
1111
7 Wates
1398
41
1439
Tabel 1. Jumlah Trafo Distribusi
8 Wonosari
2148
77
2225
APJ Yogyakarta Tahun 2010
9661 1087
10748
N
o
1
2
3
4
5
6
7
8
UPJ
Jogja
Selatan
Jogja Utara
Sleman
Kalasan
Bantul
Sedayu
Wates
Wonosari
Jumlah Trafo
s.dAgustus201
1
I
3
975
1000
830
911
1272
1088
1405
2153
9634
250
279
175
110
110
130
58
77
1189
Total
1225
1279
1005
1021
1382
1218
1463
2230
10823
N
o
1
2
3
4
5
6
7
8
UPJ
Jogja Selatan
Jogja Utara
Sleman
Kalasan
Bantul
Sedayu
Wates
Wonosari
TrafoRusak
s.d
Desember
2010
I
3
13
3
32
10
20
1
13
5
21
4
17
8
14
1
17
1
147
33
Total
16
42
21
18
25
25
15
18
180
N
o
1
2
3
4
5
6
7
8
UPJ
Jogja
Selatan
Jogja
Utara
Sleman
Kalasan
Bantul
Sedayu
Wates
Wonosari
TrafoRusak s.dAgus
tus2011
I
3
Total
5
12
8
8
10
3
11
60
4
3
2
1
1
1
0
17
9
15
10
9
11
4
11
77
4.1.
-
Dari data di atas dapat diketahui persentase pentanahan yang masih ada dan yang
tidak ada.Trafo distribusi yang tidak terpasang pentanahannya sekitar
61%, selain itu tahanan pentanahan yang ada pun rata-rata diatas 5 Ohm dengan
persentase 33%.
Dari data yang didapat dilapangan selain data pentanahan, diambil juga data
pembebanan (arus phasa dan arus netral). Dapat dilihat dari data tersebut pengaruh
sistem pentanahan terhadap arus netral. Jika sistem pentanahan trafonya tidak
sempurna/tidak ada maka arus netral akan besar dan jika sistem pentanahannya
sempurna arus netral tersebut akan lebih kecil dibandingkan dengan trafo yang
sempurna.
Berikut data perbandingan sebelum sistem pentanahan diperbaiki dan sesudah
diperbaiki :
Dari kondisi tersebut dapat kita lihat bahwa jika pentanahan sempurna akan
berpengaruh terhadap sirkulasi arus phasa dan netral, tidak akan terjadi perputaran
arus hanya didalam rangkaian trafo saja, tetapi arus akan terus mengalir ke
rangkaian saluran dan beban baru kemudian akan kembali kekumparan trafo.
Sebaliknya pada saat pentanahan tidak sempurna atau sama sekali tidak ada
pentanahannya pada trafo maka akan terjadi sirkulasi arus atau perputaran arus
phasa didalam rangkaian trafo, sehingga arus-arus akan saling mempengaruhi
diantara phasa-phasanya kemudian jika arus tersebut melebihi kapasitasnya akan
menimbulkan panas dan dapat merusak trafo tersebut.
4.3. Foto Kondisi Trafo Dilapangan
- Foto pentanahan (grounding) trafo yang tidak terpasang
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Dari data yang diambil di lapangan untuk penyulang masih ada trafo distribusi yang
tidak digrounding dengan prosentase : 61% trafo tidak ada sistem pentanahan (tidak
digrounding), 33% trafo dengan tahanan pentanahan tanah yang kurang sempurna
dan 6% trafo yang digrounding dengan tahanan pertanahan tanah yang sesuai
standar.
2. Pentingnya system pentanahan pada trafo distribusi adalah untuk memproteksi trafo
tersebut dari kerusakan yang disebabkan oleh arus sirkulasi didalam rangkaian trafo
ataupun kerusakan yang ditimbulkan karena gangguan lainnya seperti : gangguan
phasa ketanah ataupun gangguan yang ditimbulkan oleh sambaran petir. Sehingga
pasokan listrik tidak akan terganggu dan keandalannya pun terjaga.
3. Kerusakan trafo pun bisa ditimbulkan karena konstruksi pemasangan trafo tidak
sesuai standar misalnya ada sebagian trafo yang tidak terhubung dengan
arrester. Dimana arrester tersebut berfungsi untuk mencegah kerusakan trafo yang
disebabkan sambaran petir.
5.2. Saran
1. Memasang kembali pentanahan trafo yang tidak terpasang dengan tahanan
pentanahan sesuai standar yang ada.
2. Melakukan pemeliharaan preventif secara berkala selain memelihara trafonya juga
untuk memeriksa rangkaian kelengkapan system proteksi misalnya jika trafo
tersebut tidak digrounding maka bisa langsung dipasang.
3. Perlu diperhatikan juga standar konstruksi gardu trafo tiang misalnya pemasangan
arrester yang terhubung dengan bushing trafo dan grounding supaya arrester dapat
berfungsi dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
5.