Anda di halaman 1dari 20

Pentanahan netral

1. 1. Sistem Hubungan Netral TR Kode huruf Internasional Sistem


pembumian terdiri atas hubungan ke bumi dari titik netral sistem suplai
(misalnya : netral sistem TR) , maupun bagian konduktif dari instalasi TR.
2. 2. Kode huruf Internasional Beberapa sistem dari hubungan ke bumi
didefinisikan dengan dua atau tiga huruf Huruf pertama : netral (N) dari
transformer I : terisolir dari bumi T : dihubungkan ke bumi Huruf kedua :
Bagian Konduktif Terbuka (BKT) dari beban T : dihubungkan ke bumi N :
dihubungkan ke penghantar netral
3. 3. Kode huruf Internasional Huruf ketiga (tambahan) S : penghantar
netral (N) dan penghantar pengaman (PE) terpisah C : penghantar netral
(N) dan penghantar pengaman (PE) adalah sama
4. 4. Sistem Pembumian IT
5. 5. Sistem Pembumian TT
6. 6. Sistem Pembumian TT R S T N Zekring Dalam PUIL disebut pentanahan
pengaman (PP)
7. 7. Sistem Pembumian TN
8. 8. Sistem Pembumian TN R S T N Pen Zekring 1. Kawat netral digunakan
sebagai pengaman dan sebagai nol, jadi bekerjanya merangkap.
9. 9. Sistem Pembumian TN R S T N PE Zekring 2. Kawat netral dan kawat
tanah di pasang sendiri-sendiri dan dihubungkan ke masingmasing
komponennya (N dan PE)..
10.10. Sistem Pembumian TN R S T N Zekring PE 3. Sebagian Pen mempunyai
N dan PE. PE : Penghantar pengaman. PEN adalah berfungsi dobel sebagai
netral dan sebagai pengaman.
11.11. TN System (PUIL : PNP) R S N PE Zekring Konsumen 1 Konsumen 2
Harus ada elektrodenya pentanahan
12.12. Keuntungan sistem TN sistem (PNP) : Tegangan sentuh rendah . Arus
gangguan besar (Zekring putus dengan cepat). Ekonomis. persyaratan
pentanahan bagi konsumen ringan. R S T N
13.13. Pemilihan Sistem Pentanahan Pemilihan sistem pentanahan netral
perlu memperhitungkan beberapa hal yaitu : Jumlah atau frekuensi
gangguan tanah Kemampuan isolasi peralatan terhadap tegangan lebih
Tegangan kedip Kecepatan penyelesaian gangguan tanah Kerusakan
peralatan akibat arus gangguan tanah Besar atau luasnya jaringan
distribusi Faktor ekonomi Ketersediaan peralatan proteksi

14.14. Pentanahan Sistem Distribusi Salah satu kunci dalam usaha


pengamanan rangkaian listrik adalah pentanahan. Pentanahan pada
sistem distribusi adalah hubungan ke tanah dari salah satu penghantar
sistem distribusi. Dalam setiap pembicaraan tentang pentanahan hampir
selalu muncul pertanyaan seberapa kecil resistans untuk pentanahan ?.
15.15. Pentanahan Sistem Di beberapa tempat, resistans sebesar 5
mungkin sudah cukup memadai, sedangkan di tempat lain mungkin
sangat sulit dicapai resistans pentanahan yang kurang dari 100 . Pada
suatu sistem distribusi dengan tegangan nominal 0,4 kV 33 kV resistans
pentanahan 25 sudah dapat diterima.
16.16. Beberapa cara untuk menurunkan nilai resistans tanah diantaranya
adalah : Dengan batang paralel Dengan pelat tanam Dengan
penghantar tanam Dengan pasak tanam dalam dengan beberapa pasak.
Dengan perlakuan terhadap kondisi kimiawi tanah Dengan menambahkan
bentonite yang dapat menyerap dan menahan air.
17.17. Bidang kontak antara pasak dengan tanah harus cukup luas, sehingga
nilai resistans tanah sesuai dengan yang direncanakan. Menurut H.B.
Dwight, resistans pasak ke tanah dapat didekati dengan rumus : R 4L ln 1
2 L a dengan : = resistans rata-rata tanah ( -cm) L = panjang pasak
tanah (cm) a = jari-jari penampang pasak (cm) R = resistans pasak ke
tanah ( )
18.18. Hambatan arus melewati sistem elektroda tanah terdiri atas 3
komponen, yaitu : Resistans pasaknya sendiri dan
sambungansambungannya Resistans kontak antara pasak dengan tanah
sekitar Resistans tanah di sekelilingnya
19.19. Sebagai contoh : Ada tegangan sumber 415 Volt dengan resistans 4 .
Misalkan ada gangguan, sehingga kabel dari sumber yang mencatu suatu
beban (misal motor) menyentuh body motor. Hal ini berarti kabel tersebut
menghubungkan ke sistem pentanahan yang mempunyai resistans misal
20 ke tanah.
20.20. Menurut hukum Ohm, akan ada arus sebesar 10 Ampere mengalir
melewati badan motor ke tanah. Apabila seseorang menyentuh badan
motor, maka dia akan menerima tegangan sebesar 200 Volt. Hal ini dapat
berakibat fatal, bergantung pada tahanan orang tsb yang bervariasi
dengan tegangan yang disentuhnya.
21.21. Besarnya arus yang masih dianggap aman bagi manusia umumnya
(menurut IEC 479-1) adalah : 10 mA untuk pria dan 8 mA untuk wanita.
22.22. Pengaruh dari arus listrik pada orang dewasa selama waktu yang
ditentukan (2 menit kontak) adalah : 0 - 0,5 mA : ambang reaksi (biasanya
belum ada reaksi) 10 mA : ambang untuk tersentak(melepaskan).
Biasanya tidak berbahaya secara physiologi. (efek fisik belum ada). 10

30 mA : biasanya belum sampai merusak organ tubuh. Kemungkinan


terjadi kontraksi otot (kejang-kejang) dan pernapasan menjadi sulit bila
arus yang mengalir > 2 menit. > 30 mA ; jantung. batas ambang
terjadinya fibrilasi pada bilik-bilik
23.23. Pengaruh dari arus listrik pada orang dewasa
24.24. Pengaruh dari arus listrik pada orang dewasa
25.25. Pengaruh dari arus listrik pada orang dewasa
26.26. Standar IEC.TC 64 (working Group/WG) telah mengeluarkan IEC report.
Effects of current passing Through a Body. t msec b c d a 5000 1 2 3 5 4
1000 100 10 0,5 10 1000 mA
27.27. Standar IEC.TC 64 Keterangan : Zone 1 : Usually no reaction effect.
Zone 2 : Usually no pathophysiologically dangerous effect let go current
kira-kira 10 mA; > 10 mA otot-otot tidak dpt digerakan. Zone 3 :
Usually no danger of fibrillation. Zone 4 : fibrilation possible (up to 50 %
probability). Zone 5 : Fibrilation danger (more than 50% probability).
28.28. Sekalipun sistem telah dilindungi dari sentuhan langsung, tetapi jika
tegangan sentuh melebihi dari batas keamanan juga masih berbahaya.
Maksimum tegangan sentuh diklasifikasikan sbb ; 50 V untuk orang
normal dengan resistans kering (dg. memakai sepatu). 25 V untuk
resistans badan yang rendah, kulit basah, tanpa sepatu. Tingkat bahaya
sengatan listrik ditentukan oleh besarnya arus listrik yang mengalir
melalui tubuh. Semakin besar dan lama semakin berbahaya.
29.29. IEC Publication 364 4 41 Table 41 A. Maximum Touch Voltage
Duration Max. Disconnecting Time (sec) ~ 5 1 0,5 0,2 0,1 0,05 0,03
Prospective Touch Voltage AC rms (V) DC (V) < 50 50 75 90 110 150 220
280 < 120 120 140 160 175 200 250 310
30.30. Dengan adanya sistem pentanahan yang baik, setiap peralatan
proteksi yang dipasang baik untuk keselamatan manusia maupun untuk
keamanan sistem distribusi dapat bekerja sesuai setelannya sehingga
dengan cepat dapat mengatasi gangguan yang ada.
31.31. Sedangkan sistem yang tidak ditanahkan, gangguan fase ke tanah
hanya menyebabkan arus yang kecil, sehingga alat-alat proteksi tidak
bekerja, hal ini cukup mengakibatkan kerusakan bila mengalir dalam
waktu yang lama.
32.32. Beberapa cara untuk menentukan titik pentanahan yang baik
antara lain : Tiap level tegangan dari sistem distribusi perlu pentanahan.
Bagian sumber diketanahkan, bukan pada beban. Bila busbar suatu gardu
distribusi terdiri atas beberapa bagian, tiap bagian perlu diberi titik
pentanahan sendiri-sendiri, sebab ada kalanya busbar-busbar tersebut
tidak bekerja bersamasama.

33.33. Keuntungan dari sistem yang ditanahkan antara lain :


Mengurangi besarnya tegangan lebih transien Memperbaiki perlindungan
terhadap petir Memudahkan mencari tempat terjadinya gangguan
Memperbaiki perlindungan terhadap hubung singkat ke tanah Lebih aman
bagi manusia
34.34. Untuk sistem-sistem distribusi tegangan menengah yang mempunyai
arus pengisian lebih besar dari 5,5 ampere harus ditanahkan. Pentanahan
tersebut fungsinya untuk mencegah terjadinya tegangan lebih peralihan
yang besar yang disebabkan oleh busur listrik (arching ground). Dengan
pentanahan tersebut diperoleh arus gangguan tanah yang besarnya
bergantung impedansi pentanahan, sedemikian rupa sehingga alat-alat
pengaman dapat bekerja selektif, tetapi tidak merusak peralatan di titik
gangguan. Bagian yang ditanahkan adalah titik netral sisi tegangan
menengah trafo utama dan kawat netral sepanjang jaringan tegangan
menengah.
35.35. Macammacam Pentanahan Pentanahan netral dengan resistans tinggi
Pentanahan dengan resistans tinggi dimaksudkan untuk memperoleh
hasil optimum dengan mengutamakan keselamatan umum, sehingga lebih
layak untuk SUTM yang memasuki daerah perkotaan. Untuk jaringan
hubung bintang 3 fase, 3 kawat , titik netral sisi TM trafo utama
ditanahkan dengan resistans 500 Besar arus gangguan yang diijinkan :
karena arus lebih ke tanah sangat kecil, maka kerusakan peralatan pada
titik gangguan sangat kecil. Ikt < 25 A.
36.36. Pentanahan netral dengan resistans rendah Pentanahan
dengan resistans rendah dimaksudkan untuk memperoleh hasil optimum
dari kombinasi antar faktor ekonomi, faktor keselamatan umum dan faktor
kelayakan untuk SUTM bagi luar kota maupun SKTM bagi daerah padat
dalam kota. Untuk jaringan hubungan bintang 3 fase 3 kawat. Resistans
pentanahan di titik netral sisi TM trafo utama. 12 untuk SKTM 40 untuk
SUTM Mencegah terjadinya busur listrik yang menimbulkan tegangan lebih
peraliahan yang besar. Karena besar arus gangguan dibatasi, maka
kerusakan peralatan pada titik gangguan dapat dikurangi, sedang
selektivitas dari rele arus lebih masih terjamin.
37.37. Pentanahan netral dengan pentanahan langsung Pentanahan
secara langsung (tanpa resistans) dimaksudkan untuk memperoleh hasil
optimum dengan mengutamakan ekonomi, sehingga dengan SUTM layak
dipakai di daerah luar kota sampai daerah terpencil. Untuk jaringan
hubung bintang 3 fase- 4 kawat yang dipasang sepanjang jaringan.
Biasanya resistans elektroda tanah di setiap pentanahan dibatasi
maksimum 5 . Arus gangguan tanah tidak dibatasi.
38.38. Hubungan Sistem Pentanahan dan Pola Pengamanan Arus a.
Hubungan sistem pentanahan resistans tinggi dengan pola pengaman
arus lebih Sistem ini lebih kebal terhadap gangguan yang bersifat

sementara. Mengingat kecilnya arus gangguan tanah (< 25 A), pengaman


hanya dengan rele arus lebih normal tidak dapat dipergunakan (perlu
dilengkapi dengan rele gangguan tanah terarah yang lebih rumit). Alat
pengaman fase tunggal tidak dapat dipergunakan untuk mengamankan
gangguan fase ke tanah, karena arus gangguannya kecil.
39.39. b. Hubungan sistem pentanahan resistans rendah dengan pola
pengaman arus lebih arus gangguan fase ke tanah pada sistem ini tidak
terlalu besar (maks 1000 A untuk SKTM dan 300 A untuk SUTM), sehingga
gangguan pada lingkungan (misal gangguan pada jaringan
telekomunikasi) akibat arus tanah dapat dibatasi. Demikian pula
penggunaan peralatan (misal PMT) dapat dipilih yang lebih ekonomis.
Karena adanya resistans netral, maka arus gangguan tanah hasilnya kecil
sehingga tidak efektif bagi penggunaan rele arus lebih dengan
karakteristik waktu arus terbalik (invers), sebaliknya dapat dipergunakan
rele dengan karakteristik waktu tetap yang lebih selektif dan mudah
penyetelannya. Alat pengaman fase tunggal tidak dapat dipergunakan
untuk mengamankan gangguan satu fase ke tanah, karena arus
gangguannya kecil.
40.40. c. Hubungan sistem pentanahan langsung dengan pola pengaman
arus lebih Dengan tiadanya resistans netral, maka arus hubung ke
tanah menjadi relatif besar dan berbanding terbalik dengan letak
gangguan tanah. Karena gangguan arus fase ke tanah besar, maka dapat
dilakukan koordinasi antara PMT dengan rele arus lebih atau PBO dengan
fuse atau antara PBO dengan SSO. Pada sistem 3 fase- 4 kawat, maka
peralatan pengaman fase tunggal dapat dimanfaatkan

PENGARUH PENTANAHAN (GROUNDING) TERHADAP


TRAFO DISTRIBUSI PADA JARINGAN TEGANGAN
MENENGAH 20kV
BAB III
TEORI DASAR
3.1. Pendahuluan
Saat ini kebutuhan listrik adalah kebutuhan utama bagi semua lapisan
masyarakat, seperti publik, bisnis, industri, maupun sosial. Hampir di semua sector
masyarakat memerlukan energi listrik untuk menjalankan kegiatan untuk masingmasing kepentingan. Agar kebutuhan listrik di semua sector ini dapat dipenuhi maka
diperlukan suatu sistem tenaga listrik yang andal agar pasokan listrik dapat terjaga
dan merata distribusinya untuk semua wilayah yang membutuhkan. PLN adalah
perusahaan di Indonesia yang bertanggung jawab mengemban tugas mulia ini, baik
dari segi pembangkitan, transmisi, dan distribusi. Jaringan distribusi adalah ujung
tombak dari PLN, karena jaringan distribusi ini adalah sisi yang paling dekat dengan
pelanggan atau beban. Jaringan ini dibedakan menjadi jaringan distribusi primer dan

sekunder, jaringan distribusi primer adalah jaringan dari trafo gardu induk (GI)
sampai ke gardu distribusi, sedangkan jaringan distribusi sekunder adalah jaringan
dari gardu distribusi sampai ke pelanggan atau beban. Jaringan distribusi primer
lebih dikenal dengan jaringan tegangan menengah ( JTM 20kV) sedangkan distribusi
sekunder adalah jaringan tegangan rendah ( JTR 220V/380V ).
Dalam
pendistribusian
tenaga
listrik
ke
pelanggan,
terjadinya
gangguan merupakan suatu masalah yang tidak dapat dihindari. Salah satu sumber
gangguan yang terjadi adalah kurang baiknya sistem pentanahan (grounding) pada
trafo distribusi 20kV. Sistem pentanahan (grounding) yang tidak baik atau tidak
mengikuti standar pentanahan yang benar, tidak hanya akan menimbulkan
gangguan pada distribusi energi listrik saja, melainkan juga akan mengancam
keselamatan manusia, baik pekerja PLN maupun masyarakat sekitar. Keandalan
penyaluran energi listrik salah satu faktornya ditentukan oleh keandalan trafo
distribusi, maka pemeliharaan trafo distribusi harus benar benar
diperhatikan darisegala kemungkinan yang dapat mengganggu sistem kerja trafo
distribusi.
3.2. Gambaran Umum Sistem Ketenagalistrikan
Energi listrik sebagai salah satu bentuk energi yang paling efektif dan efisien,
keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan
tenaga listrik bagi para pelanggan, diperlukan berbagai peralatan listrik. Peralatan
tersebut dihubungkan satu sama lain sehingga membentuk suatu sistem tenaga
listrik.
Sistem tenaga listrik didefinisikan sebagai sekumpulan Pusat Listrik dan
Gardu Induk (Pusat Beban) yang satu sama laian saling terhubung oleh Jaringan
Transmisi sehingga merupakan sebuah kesatuan interkoneksi. Masing-masing
bagian mempunyai fungsi yang berbeda-beda, tetapi antar bagian saling bekerja
sama untuk melaksanakan suatu proses operasi sistem tenaga listrik. Gambar 4.1
menunjukkan berbagai bagian dari sistem tenaga listrik dalam skema garis tunggal.
Suatu sistem tenaga listrik pada umumnya terdiri atas empat unsur yaitu,
pembangkitan, transmisi, distribusi dan pemakaian tenaga listrik. Pembangkitan
tenaga listrik terdiri atas berbagai jenis pusat tenaga listrik, seperti pusat listrik
tenaga air (PLTA), pusat listrik tenaga uap (PLTU), pusat listrik tenaga nuklir (PLTN),
pusat listrik tenaga gas (PLTG), dan pusat listrik tenaga diesel (PLTD). Letak pusat
tenaga listrik, dan hal ini terutama berlaku bagi pusat listrik tenaga air, sering jauh
dari pusat-pusat pemakaian tenaga listrik, seperti kota dan industri. Dengan
demikian, energi listrik yang dibangkitkan di pusat tenaga listrik, sering harus
disalurkan, atau ditransmisikan melalui jarak-jarak yang jauh ke pusat-pusat
pemakaian tenaga listrik. Tiba di kota, energi listrik itu harus dibagikan atau
didistribusikan kepada para pemakai atau pelanggan.
Salah satu bagian dari proses sistem tenaga listrik adalah sistem distribusi,
dimana secara garis besar proses operasi sistem tenaga listrik dapat dibagi menjadi
tiga tahap, antara lain :
a) Proses pembangkitan tenaga listrik (PLTA,PLTU, PLTG,PLTD,PLTP, PLTN,dll).

b) Proses transmisi daya listrik dengan tegangan tinggi ( 30 kV, 70kV, 150 kV, 500 kV )
dari pusat-pusat pembangkit ke gardu-gardu induk.
c) Proses pendistribusian tenaga listrik dengan tegangan menengah (6 kV, 12 kV atau
20 kV ) dan tegangan rendah ( 110 V, 220 V dan 380 V ) dari gardu induk ke
konsumen.
Pada suatu sistem yang cukup besar, tegangan yang keluar dari generador
harus dinaikkan dulu dari tegangan menengah (tegangan generator) menjadi
tegangan tinggi atau tegangan ekstra tinggi (tegangan transmisi). Menyalurkan
energi listrik melalui jarak-jarak yang jauh harus dilakukan dengan tegangan yang
tinggi untuk memperkecil kerugian-kerugian yang terjadi, baik rugi-rugi energi
maupun penurunan tegangan. Suatu sistem tenaga listrik harus memenuhi syaratsyarat dasar seperti :
1.setiap saat memenuhi jumlah energi listrik yang diperlukan consumen sewaktuwaktu
2.mempertahankan suatu tegangan yang tetap dan tidak terlampau bervariasi, standar
variasi tegangan Indonesia adalah -10% sampai +5%.
3.mempertahankan suatu frekuensi yang stabil dan tidak bervariasi lebih dari
misalnya 0,2 Hz
4.menyediakan energi listrik dengan harga yang wajar
5.memenuhi standar-standar keamanan dan keselamatan
6.tidak mengganggu lingkungan hidup
Tegangan generator yang biasanya berupa tegangan menengah (TM) di
gardu induk (GI) melalui transformator dinaikkan menjadi tegangan transmisi, berupa
tegangan tinggi (TT) atau tegangan ekstra tinggi (TET). Standar tegangan
menengah di indonesia adalah 20kV. 150kV sampai <500kv style="">. Dan 500 kV
untuk tegangan tegangan ekstra tinggi. Standar ini mengikuti rekomendasi dari
Internacional Electrotechnical Commission (IEC). Standar tegangan menengah
untuk distribusi adalah 20 kV. Standar Tegangan Rendah di Indonesia adalah 230V /
400V.
Sebagaimana terlihat pada gambar 4.1, pada pusat listrik tegangan generator
dinaikkan di gardu induk dari tegangan generator menjadi tegangan transmisi.
Setibanya di pinggir kota, tegangan transmisi diturunkan lagi menjadi tegangan
menengah.
3.2.1

Gardu Induk (GI)


Gardu induk adalah merupakan instalasi yang sangat penting dalam
pengoperasian sistem tenaga listrik. Gardu induk pada prinsipnya adalah pusat
penerimaan dan penyaluran tenaga listrik pada tegangan yang berbeda. Gardu
induk terdapat di seluruh sistem tenaga listrik. Dimulai pada pusat tenaga listrik
dengan mempergunakan transformator daya, sebuah GI meningkatkan tenaga
menengah yang dibangkitkan oleh generator menjadi tegangan transmisi yang
diperlukan. Mendekati tempat-tempat pemakaian energi listrik, yaitu kota atau

pemakai besar seperti industri, tegangan transmisi diturunkan kembali menjadi


tegangan menengah.
Sebuah gardu induk pada umumnya terdiri atas peralatan utama berikut :
transformator daya, reaktor pembatas arus, pemutus daya, berbagai peralatan
switching (switch gear), pengamanan terhadap petir, dan peralatan pengukuran
serta proteksi.
Secara umum gardu induk dapat dibedakan dua macam, yaitu :
GI penaik tegangan
GI penurun tegangan
GI penaik tegangan berfungsi sebagai pengumpul daya dan menyalurkannya
melalui suatu tegangan tinggi. GI ini dapat dibangun bersama-sama dengan pusat
pembangkit. Sedangkan GI penurun tegangan ditempatkan pada pusat beban yang
disalurkan melalui distribusi primer, daya disalurkan dengan tegangan yang lebih
rendah daripada tegangan yang masuk.
3.2.2

Saluran Transmisi
Energi listrik dibawa oleh konduktor, yaitu melalui saluran transmisi dari
pusat-pusat pembangkit tenaga listrik kepada para pemakai. Agar penyediaan
tenaga listrik dapat dilakukan dengan baik, sistem tenaga listrik perlu memenuhi
beberapa persyaratan dasar. Diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Menyediakan setiap saat, di tempat yang diperlukan, daya dan energi sebanyak
yang diinginkan yang diperlukan oleh pelanggan.
2. Mempertahankan suatu tingkat tegangan yang stabil, yang tidak boleh melebihi 5
persen dan kurang dari 10% dari nilai nominal.
3. Memepertahankan suatu tingkat tegangan yang stabil, yang tidak boleh berubah
lebih dari 0,2 Hz.
4. Menyediakan energi listrik dengan harga yang wajar.
5. Memenuhi standar keamanan dan keandalan.
6. Tidak mengganggu lingkungan.
Desain saluran transmisi akan tergantung dari beberapa hal seperti :
a) Jumlah daya yang harus ditransmisikan.
b) Jarak dan jenis lapangan yang harus ditransmisikan.
c) Biaya yang tersedia.
d) Pertimbangan-pertimbangan lain, misalnya masalah-masalah
kemungkinan pertumbuhan beban di waktu mendatang.

urban

dan

Komponen-komponen utama saluran transmisi adalah struktur pendukung,


konduktor sebagai penghantar energi, dan isolator. Struktur pendukung terdiri atas
tiang atau menara listrik yang harus memikul konduktor pada suatu tingkat

ketinggian secara aman di atas tanah. Untuk tegangan 70 kV ke bawah dapat


dipergunakan struktur pendukung berbentuk sederhana seperti tiang listrik, terbuat
dari kayu, besi ataupun beton. Untuk tegangan yang lebih tinggi, dan diperlukan
struktur pendukung yang lebih canggih, berupa menara listrik yang dapat terbuat
dari besi ataupun beton.
Konduktor untuk saluran udara tegangan tinggi terbanyak terdiri atas kawat
alumunium diperkuat baja (Alumunium Cable Steel Reinforced, ACSR), karena
memiliki ciri-ciri ekonomi yang baik. Isolator diperlukan untuk mengaitkan konduktor
pada struktur pendukung secara mekanikal yang kuat, dan sekaligus memisahkan
secara elektrikal struktur pendukung dari konduktor. Isolator terbanyak dibuat dari
porselen, gelas, ataupun bahan sintetik. Dari sudut listrik, isolator perlu memiliki
resistansi yang tinggi. Dilihat dari segi bentuk dan pemasangan, terdapat dua jenis
isolator, yaitu isolator tumpu (pintype insulator) dan isolator gantung (suspension
type insulator).
3.3 Distribusi Daya
Listrik merupakan bentuk energi yang paling cocok dan nyaman bagi manusia
modern. Tanpa listrik infra-struktur masyarakat sekarang tidak menyenangkan.
Makin bertambahnya konsumsi listrik per kapita di seluruh dunia menunjukkan
kenaikan standar kehidupan manusia. Pemanfaatan secara optimum bentuk energi
ini oleh masyarakat dapat dibantu dengan sistem distribusi yang efektif.
3.3.1

Klasifikasi Jaringan Distribusi Tegangan Menengah


Sistem distribusi tenaga listrik didefinisikan sebagai bagian dari sistem tenaga
listrik yang menghubungkan gardu induk/pusat pembangkit listrik dengan konsumen.
Sedangkan jaringan distribusi adalah sarana dari sistem distribusi tenaga listrik di
dalam menyalurkan energi ke konsumen.
Dalam menyalurkan tenaga listrik ke pusat beban, suatu sistem distribusi
harus disesuaikan dengan kondisi setempat dengan memperhatikan faktor beban,
lokasi beban, perkembangan di masa mendatang, keandalan serta nilai
ekonomisnya.
A. Berdasarkan Tegangan Pengenal
Berdasarkan tegangan pengenalnya sistem jaringan distribusi dibedakan
menjadi dua macam, yaitu :
Sistem jaringan tegangan primer atau Jaringan Tegangan Menengah (JTM),
yaitu berupa Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM) atau Saluran Udara
Tegangan Menengah (SUTM). Jaringan ini menghubungkan sisi sekunder trafo
daya di Gardu Induk menuju ke Gardu Distribusi, besar tegangan yang disalurkan

adalah 6 kV, 12 kV atau 20 kV, namun sekarang yang banyak dikembangkan oleh
PLN adalah tegangan 20 kV.
Jaringan tegangan distribusi sekunder atau Jaringann Tegangan Rendah
(JTR), salurannya bisa berupa SKTM atau SUTM yang mengubungkan Gardu
Distribusi/sisi sekunder trafo distribusi ke konsumen. Tegangan sistem yang
digunakan adalah 110 Volt, 220 Volt dan 380 Volt.
B. Berdasarkan Konfigurasi Jaringan Primer
Konfigurasi jaringan distribusi primer pada suatu sistem jaringan distribusi sangat
menentukan mutu pelayanan yang akan diperoleh khususnya mengenai kontinyuitas pelayanannya.

Ada pun jenis jaringan primer yang biasa digunakan adalah:


1.

Jaringan distribusi pola radial

2.

Jaringan distribusi pola loop

3.

Jaringan distribusi pola grid

4.

Jaringan distribusi pola spindle

1. Jaringan Distribusi Pola Radial.


Pola radial adalah jaringan yang setiap saluran primernya hanya mampu
menyalurkan daya dalam satu arah aliran daya. Jaringan ini biasa dipakai untuk
melayani daerah dengan tingkat kerapatan beban yang rendah.
Keuntungannya ada pada kesederhanaan dari segi teknis dan biaya investasi
yang rendah. Adapun kerugiannya apabila terjadi gangguan dekat dengan sumber,
maka semua beban saluran tersebut akan ikut padam sampai gangguan tersebut
dapat diatasi.
Gambar 4.2. Pola jaringan radial
2. Pola Jaringan Distribusi Loop
Jaringan pola loop adalah jaringan yang dimulai dari suatu titik pada rel daya
yang berkeliling di daerah beban kemudian kembali ke titik rel daya semula. Gambar
(4.3) menunjukan suatu bentuk jaringan distribusi tipe loop.
Pola ini ditandai pula dengan adanya dua sumber pengisian yaitu sumber
utama dan sebuah sumber cadangan. jika salah satu sumber pengisian (saluran
utama) mengalami gangguan, akan dapat digantikan oleh sumber pengisian yang
lain (saluran cadangan). Jaringan dengan pola ini biasa dipakai pada sistem
distribusi yang melayani beban dengan kebutuhan kontinyuitas pelayanan yang baik
(lebih baik dari pola radial).
Gambar 4.3. Pola Jaringan Loop
3. Jaringan Distribusi Pola Grid

Pola jaringan ini mempunyai beberapa rel daya dan antara rel-rel tersebut
dihubungkan oleh saluran penghubung yang disebut tie feeder. Dengan demikian
setiap gardu distribusi dapat menerima atau mengirim daya dari atau ke rel lain. Pola
jaringan grid ditunjukan pada (Gambar 4.4)
Gambar 4.4 Pola Jaringan Grid
Keuntungan dari jenis jaringan ini adalah:
Kontinuitas pelayanan lebih baik dari pola radial atau loop.
Fleksibel dalam menghadapi perkembangan beban.
Sesuai untuk daerah dengan kerapatan beban yang tinggi.
Adapun kerugiannya terletak pada sistem proteksi yang rumit dan mahal dan
biaya investasi yang juga mahal.
4. Jaringan Distribusi Pola Spindel
Jaringan primer pola spindel merupakan pengembangan dari poal radial dan
loop terpisah. Beberapa saluran yang keluar dari gardu induk diarahkan menuju
suatu tempat yang disebut gardu hubung (GH), kemudian antara GI dan GH tersebut
dihubungkan dengan satu saluran yang disebut express feeder
.
Sistem gardu distribusi ini terdapat di sepanjang saluran kerja dan terhubung
secara seri. Saluran kerja yang masuk ke gardu dihubungkan oleh saklar pemisah,
sedangkan saluran yang keluar dari gardu dihubungkan oleh sebuah saklar beban.
Jadi sistem ini dalam keadaan normal bekerja secara radial dan dalam
keadaan darurat bekerja secara loop melalui saluran cadangan dan GH.
Gambar 4.5 Sistem Jaringan Spindel
Keuntungan pola jaringan ini adalah :
a. Sederhana dalam hal teknis pengoperasiannya seperti pola radial.
b. Kontinuitas pelayanan lebih baik dari pada pola radial maupun loop.
c.

Pengecekan beban masing-masing saluran lebih mudah dibandingkan dengan pola


grid.

d. Penentuan bagian jaringan yang teganggu akan lebih mudah dibandingkan dengan
pola grid. Dengan demikian pola proteksinya akan lebih mudah.
e.

Baik untuk dipakai di daerah perkotaan dengan kerapatan beban yang tinggi.

3.4. Sistem Pertanahan Pada Trafo Distribusi 20 kV


Pada sistem tenaga yang semakin besar dengan panjang saluran dan
besarnya tegangan, akan menimbulkan arus gangguan yang semakin besar.
Dengan demikian apabila terjadi gangguan tanah akan semakin besar dan busur
listrik tidak dapat padam dengan sendirinya ditambah gejala-gejala busur tanah
semakin menonjol. Gejala busur tanah adalah suatu proses terjadinya pemutusan
(clearing) dan pukulan balik (restriking) dari busur listrik secara berulang-ulang. Hal
ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan tegangan transient yang lebih
tinggi dan dapat merusak peralatan juga akan membahayakan pekerja atau
masyarakat di sekitarnya karena akan timbul tegangan sentuh. Oleh karena itu,pada

sistem tenaga besar (pada sistem Y)


(digrounding) melalui tahanan atau resitance.

titik

netral

sistem

ditanahkan

Gambar. 1. Sistem dengan grounding


3.4.1. Metode Pertanahan Sistem Distribusi 20 kV
Pada sistem Tegangan Menengah sampai dengan 20 kV harus
selaludiketanahkan karena untuk menjaga kemungkinan terjadinya kegagalan yang
sangat besar oleh tegangan transient yang lebih tinggi yang disebabkan oleh busur
tanah. Kriteria pentanahan adalah sebagai berikut :

Tahanan Langsung / Solid

Pentanahan ini bersifat langsung tanpa impedansi khusus untuk sistem


3phase 4 kawat dengan menggabungkan antara kawat netral dengan grounding.
Begitu pula dengan trafo distribusi 20 kV yang terpasang pada jaringan, titik netral
dari trafo tersebut dihubungkan langsung secara elektris ke tanah dengan tahanan
tanah harus rendah (antara 0.5 5 Ohm). Sistem pentanahan ini mengandalkan nilai
besarnya tahanan pengetahanan (makin kecil tahanan pentanahan makin baik) yang
dipengaruhi oleh bahan dari elektroda pentanahannya. Sistem inibanyak dipakai
PLN wilayah Jawa Tengah.
Gambar.2. Pentanahan di Jateng

Tahanan Rendah

Pentahanan dengan tahanan rendah yaitu antara 12 Ohm sampai 40 Ohm


yang dipakai pada saluran kabel udara tegangan menengah atau kabel tanah untuk
sistem 3 phase dan 3 kawat dengan arus gangguan maksimum 1000 A. Sistem
pentanahan ini banyak dipakai PLN wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat

Gambar 3. Pentanahan di DKI Jaya dan Jabar

Tahanan Tinggi

Pentanahan dengan tahanan tinggi yaitu sebesar 500 Ohm dan arus
gangguan maksimal 25 A yang dipakai pada saluran tegangan menengah 20 KV
untuk sistem 3 phase dan 3 kawat. Sistem pentanahan ini dipakai PLN wilayah Jawa
Timur.
Gambar.4. Pentanahan di Jatim
3.4.2. Pentanahan atau Pembumian peralatan
Pentanahan peralatan adalah pentanahan bagian dari peralatan yang pada
kerja normal tidak dialiri arus. Bila terjadi hubung singkat suatu penghantar dengan
suatu peralatan akan terjadi beda potensial. Yang dimaksud peralatan disini adalah
bagian-bagian yang bersifat konduktif seperti body trafo.

Tujuan pentanahan peralatan adalah sebagai berikut :


Untuk mencegah terjadinya tegangan kejut listrik yang berbahaya bagi
manusia dalam daerah tersebut.
Untuk memungkinkan timbulnya arus tertentu baik besarnya maupun
lamanya dalam keadaan gangguan tanah tanpa menimbulkan kebakaran atau
ledakan pada peralatan tersebut.
3.5. Trafo Distribusi
Transformator adalah peralatan pada tenaga listrik yang berfungsi untuk
memindahkan/menyalurkan tenaga listrik arus bolak-balik tegangan rendah ke
tegangan menengah atau sebaliknya, pada frekuensi yang sama, sedangkan prinsip
kerjanya melalui kopling magnit atau induksi magnit, dan menghasilkan nilai
tegangan dan arus yang berbeda.
3.5.1. Bagian-Bagian Dari Transformator :
1) Inti Besi
Inti besi tersebut berfungsi untuk membangkitkan fluksi yang timbul karena
arus listrik dalam belitan atau kumparan trafo, sedang bahan ini terbuat dari
lempengan-lempengan baja tipis, hal ini dimaksudkan untuk mengurangi panas yang
diakibatkan oleh arus eddy (eddy current).
2) Kumparan Primer dan Kumparan Sekunder
Kawat email yang berisolasi terbentuk kumparan serta terisolasi baik antar
kumparan maupun antara kumparan dan inti besi. Terdapat dua kumparan pada inti
tersebut yaitu kumparan primair dan kumparan sekunder, bila salah satu kumparan
tersebut diberikan tegangan maka pada kumparan akan membangkitkan fluksi pada
inti serta menginduksi kumparan lainnya sehingga pada kumparan sisi lain akan
timbul tegangan.
3) Minyak Trafo
Belitan primer dan sekunder pada inti besi pada trafo terendam minyak trafo,
hal ini dimaksudkan agar panas yang terjadi pada kedua kumparan dan inti trafo
oleh minyak trafo dan selain itu minyak tersebut juga sebagai isolasi pada kumparan
dan inti besi.
4) Isolator Bushing
Pada ujung kedua kumparan trafo baik primer ataupun sekunder keluar
menjadi terminal melalui isolator yang juga sebagai penyekat antar kumparan
dengan body badan trafo.
5) Tangki dan Konservator
Bagian-bagian trafo yang terendam minyak trafo berada dalam tangki,
sedangkan untuk pemuaian minyak tangki dilengkapi dengan konserfator yang
berfungsi untuk menampung pemuaian minyak akibat perubahan temperature.
6) Katub Pembuangan dan Pengisian

Katup pembuangan pada trafo berfungsi untuk menguras pada penggantian


minyak trafo, hal ini terdapat pada trafo diatas 100kVA, sedangkan katup pengisian
berfungsi untuk menambahkan atau mengambil sample minyak pada trafo.
7) Oil Level
Fungsi dari oil level tersebut adalah untuk mengetahui minyak pada tangki
trafo, oil level inipun hanya terdapat pada trafo diatas 100kVA.
8) Indikator Suhu Trafo
Untuk mengetahui serta memantau keberadaan temperature pada oil trafo
saat beroperasi, untuk trafo yang berkapasitas besar indikator limit tersebut
dihubungkan dengan rele temperature.
9) Pernapasan Trafo
Karena naik turunnya beban trafo maupun suhu udara luar, maka suhu
minyaknya akan berubah-ubah mengikuti keadaan tersebut. Bila suhu minyak tinggi,
minyak akan memuai dan mendesak udara diatas permukaan minyak keluar dari
tangki, sebaliknya bila suhu turun, minyak akan menyusut maka udara luar akan
masuk kedalam tangki. Kedua proses tersebut diatas disebut pernapasan trafo,
akibatnya permukaan minyak akan bersinggungan dengan udara luar, udara luar
tersebut lembab. Oleh sebab itu pada ujung pernapasan diberikan alat dengan
bahan yang mampu menyerap kelembaban udara luar yang disebut kristal zat
Hygrokopis (Clilicagel).
10) Pendingin Trafo
Perubahan temperature akibat perubahan beban maka seluruh komponen
trafo akan menjadi panas, guna mengurangi panas pada trafo dilakukan pendingin
pada trafo, guna mengurangi pada trafo dilakukan pendinginan pada trafo.
Sedangkan cara pendinginan trafo terdapat dua macam yaitu : alamiah/natural
(Onan) dan paksa/tekanan (Onaf). Pada pendinginan alamiah (natural) melalui siripsirip radiator yang bersirkulasi dengan udara luar dan untuk trafo yang besar minyak
pada trafo disirkulasikan dengan pompa. Sedangkan pada pendinginan paksa pada
sirip-sirip trafo terdapat fan yang bekerjanya sesuai setting temperaturnya.
11) Tap Canger Trafo (Perubahan Tap)
Tap changer adalah alat perubah pembanding transformasi untuk
mendapatkan tegangan operasi sekunder yang sesuai dengan tegangan sekunder
yang diinginkan dari tegangan primer yang berubah-ubah. Tiap changer hanya dapat
dioperasikan pada keadaan trafo tidak bertegangan atau disebut dengan Off Load
Tap Changer serta dilakukan secara manual.
3.5.2. Gardu Trafo Tiang
Secara umum komponen utama gardu trafo tiang adalah sebagai berikut :
1. Transformator : berfungsi sebagai trafo daya merubah tegangan menengah (20 kV)
menjadi tegangan rendah (380/220) Volt.

2. Fuse Cut Out (FCO) : sebagai pengaman penyulang, bila terjadi gangguan di gardu
(trafo) dan melokalisir gangguan di trafo agar peralatan tersebut tidak rusak. FCO
dipasang disisi tegangan 20 kV.
3. Arrester : sebagai tegangan trafo terhadap tegangan lebih yang disebabkan oleh
sambaran petir dan switcing.
4. NH Fuse : sebagai pengaman trafo terhadap arus lebih yang
terpasang disisi tegangan rendah 220 V disebabkan karena hubung singkat
dijaringan tegangan rendah maupun karena beban lebih.
5. Grounding Arrester : untuk menyalurkan arus ketanah disebabkan oleh tegangan
lebih karena sambaran petir dan switcing.
6. Grounding Trafo : untuk menghindari terjadi tegangan lebih pada phasa yang sehat
bila terjadi gangguan satu phasa ketanah maupun yang disebutkan beban tidak
seimbang.
3.5.3. Standar Pemasangan Trafo Distribusi
Gambar 5. Single Line Standar Pemasangan Trafo 1 phase
Jumper primer 1 ph
Pentanahan
Electrode
Klem body
BC 25 mm
Arrester
X1
X2

X3
X4

Breacker
Bushing sekunder
Bushing primair
Indicator lamp

Pipa pralon 5/8


Plaat pengikat
Body trafo

Jumper sekunder
Hantaran Sekunder
Gambar 6. Standar Pemasangan Trafo 1 phase
3.5.4. Teori Pemeliharaan Trafo Distribusi
Pemeliharaan jaringan distribusi pada hakekatnya merupakan suatu
pekerjaan yang dimaksudkan untuk mendapatkan jaminan bahwa suatu sistem /
peralatan akan berfungsi secara optimal, umur teknisnya meningkat dan aman baik
bagi personil maupun bagi masyarakan umum. Keberhasilan pemeliharaan sangat
tergantung dari perencanaan, pelaksanaan dan ketersediaan dana dan material.
Kinerja peralatan jaringan distribusi yang telah beroperasi dalam kurun waktu
tertentu pada umumnya akan menurun. Penurunan kinerja ini dapat disebabkan oleh
faktor eksternal seperti cuaca, polusi , pengaruh lingkungan, dan lain-lain.

Sedangkan faktor internal antara lain adalah faktor penuaan serta penurunan
kualitas komponen akibat beban lebih atau arus hubung singkat .
Berdasarkan sifat pekerjaan, jenis pemeliharaan peralatan dan jaringan
distribusi dikelompokkan menjadi dua,yaitu :
1.

Pemeliharaan rutin ( Prefentive Maintenance)

Pemeliharaan rutin adalah pemeliharaan untuk mencegah terjadinya


kerusakan peralatan tiba-tiba dan mempertahankan unjuk kerja jaringan agar selalu
beroperasi dengan keadaan dan efisiensi yang tinggi. Kegiatan pokok pemeliharaan
rutin ini ditentukan berdasarkan periode/waktu pemeliharaan: triwulan, semesteran
atau tahunan.
Berdasarkan tingkat kegiatannya pemeliharaan preventif dapat dibedakan
atas :

Pemeriksaaan rutin
Pemeriksaan rutin adalah pekerjaan pemeriksaan peralatan jaringan secara
visual (inspeksi) untuk kemudian diikuti dengan pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan
pemeliharaan sesuai dengan saran-saran (rekomendasi) dari hasil inspeksi.
Contohnya pemeriksaan kondisi trafo.

Pemeriksaan sistematis

Pemeriksaan sistematis adalah pekerjaan pemeliharaan yang dimaksudkan


untuk menemukan kerusakan atau gejala kerusakan yang tidak ditemukan/diketahui
pada saat pelaksanaan inspeksi yang kemudian disusun saran-saran untuk
perbaikan.
2.

Pemeliharaan korektif ( Corrective Maintenance).

Pemeliharaan korektif
merupakan pekerjaaan pemeliharaan yang
dimaksudkan untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi pada jaringan maupun
peralatannya. Untuk pemeliharaan secara korektif, sebisa mungkin dihindarkan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Trafo distribusi merupakan suatu peralatan yang sangat dibutuhkan dalam
penyaluran tenaga listrik. Hal ini dikarenakan trafo distribusi berfungsi sebagai alat
pemindahan energi dari tegangan menengah (20 kV) ke tegangan rendah (380/220
Volt). Memperbaiki kerusakan trafo pada umumnya memerlukan biaya yang tinggi.
Seperti halnya kondisi sistem distribusi (khususnya untuk wilayah APJ Yogyakarta)
saat ini dimana adanya beban tidak seimbang yang akan menimbulkan adanya arus
pada netral dan sistem pentanahan tidak berfungsi (tidak sempurna/tidak ada
pentanahan). Maka tidak akan ada jalur keluar bagi arus dari ketiga phasa dan netral
untuk kembali ke sumber. Akibatnya arus tersebut hanya berputar-putar didalam
phasa-phasa trafo distribusi atau phasa-phasa beban, dimana arus dari suatu phasa
akan mempengaruhi phasa lain, dan bila jumlah arus pada suatu phasa melebihi

kapasitasnya maka akan timbul panas dan akan merusak trafo, apalagi jika terjadi
gangguan misalnya : gangguan 2 phase ketanah, gangguan akibat petir dan
gangguan lainnya.

(7a)
(7b)
mbar 7a dan 7b. Single line trafo 1 dan 3 phase dimana netral tersambung dengan pentanahan.

(8a)
(8b)
ar 8a dan 8b Single line trafo 1 dan 3 phase dimana netral dan pentanahan tidak tersambung.
Kegagalan pentanahan selain dapat menyebabkan lifetime trafo berkurang dapat
juga membahayakan keselamatan manusia.
APJ Yogyakarta meliputi 8 UPJ, 8 Gardu Induk dengan jumlah penyulang
sebanyak 59 penyulang. Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah trafo distribusi
yang terpasang di wilayah APJ Yogyakarta tahun 2010 adalah sebagai berikut :
Jumlah Trafo
s.d Desember
No
UPJ
Total
2010
I
3
1 Jogja Selatan
988
254
1242
2 Jogja Utara
899
237
1136
3 Sleman
1095
147
1242
4 Kalasan
877
107
984
5 Bantul
1276
103
1379
6 Sedayu
990
121
1111
7 Wates
1398
41
1439
Tabel 1. Jumlah Trafo Distribusi
8 Wonosari
2148
77
2225
APJ Yogyakarta Tahun 2010
9661 1087
10748

N
o

1
2
3
4
5
6
7
8

UPJ
Jogja
Selatan
Jogja Utara
Sleman
Kalasan
Bantul
Sedayu
Wates
Wonosari

Jumlah Trafo
s.dAgustus201
1
I
3
975
1000
830
911
1272
1088
1405
2153
9634

250
279
175
110
110
130
58
77
1189

Total

1225
1279
1005
1021
1382
1218
1463
2230
10823

N
o
1
2
3
4
5
6
7
8

UPJ

Jogja Selatan
Jogja Utara
Sleman
Kalasan
Bantul
Sedayu
Wates
Wonosari

TrafoRusak
s.d
Desember
2010
I
3
13
3
32
10
20
1
13
5
21
4
17
8
14
1
17
1
147
33

Total

16
42
21
18
25
25
15
18
180

Tabel 2. Jumlah trafo distribusi APJ Yogyakarta Tahun 2011


Jumlah trafo distribusi yang rusak sampai bulan Desember 2010 untuk masingmasing UPJ di wilayah APJ adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Jumlah trafo rusak tahun 2010

N
o
1
2
3
4
5
6
7
8

UPJ
Jogja
Selatan
Jogja
Utara
Sleman
Kalasan
Bantul
Sedayu
Wates
Wonosari

TrafoRusak s.dAgus
tus2011
I
3

Total

5
12
8
8
10
3
11
60

4
3
2
1
1
1
0
17

9
15
10
9
11
4
11
77

Tabel 4. Jumlah trafo rusak tahun


2011
Sebagai contoh data pentanahan
trafo distribusi dari 1 penyulang
yaitu Penyulang Bantul 3.

4.1.
-

Data Penyulang UPJ Yogya Utara :


Wilayah Kerja
: UPJ Yogya Utara
Panjang Penyulang
: 29.315 Kms
Jumlah Gardu
: 186 gardu
Jumlah Trafo 1 Phase : 148 Bh
Jumlah Trafo 3 Phase : 38 Bh
Jumlah Pelanggan
: 11.933
4.2.
Data Pentanahan Trafo Distribusi 20 kV Penyulang UPJ Yogya Utara
4.2.1. Data Trafo dengan Pentanahan yang Sempurna
4.2.2. Data Trafo dengan Pentanahan Kurang Sempurna

4.2.3. Data Trafo Yang Tidak Tersambung ke Pentanahan


4.2.4. Data Prosentase Pentanahan Trafo
N Resistance Pentanahan
Persent
o
(Ohm)
Qty
age
1
6%
Baik (0 - 5 Ohm)
11
2
33%
Kurang Baik (>5 Ohm)
61
3
61%
Tidak Ada
114
TOTAL
186
100%

Dari data di atas dapat diketahui persentase pentanahan yang masih ada dan yang
tidak ada.Trafo distribusi yang tidak terpasang pentanahannya sekitar
61%, selain itu tahanan pentanahan yang ada pun rata-rata diatas 5 Ohm dengan
persentase 33%.
Dari data yang didapat dilapangan selain data pentanahan, diambil juga data
pembebanan (arus phasa dan arus netral). Dapat dilihat dari data tersebut pengaruh
sistem pentanahan terhadap arus netral. Jika sistem pentanahan trafonya tidak
sempurna/tidak ada maka arus netral akan besar dan jika sistem pentanahannya
sempurna arus netral tersebut akan lebih kecil dibandingkan dengan trafo yang
sempurna.
Berikut data perbandingan sebelum sistem pentanahan diperbaiki dan sesudah
diperbaiki :
Dari kondisi tersebut dapat kita lihat bahwa jika pentanahan sempurna akan
berpengaruh terhadap sirkulasi arus phasa dan netral, tidak akan terjadi perputaran
arus hanya didalam rangkaian trafo saja, tetapi arus akan terus mengalir ke
rangkaian saluran dan beban baru kemudian akan kembali kekumparan trafo.
Sebaliknya pada saat pentanahan tidak sempurna atau sama sekali tidak ada
pentanahannya pada trafo maka akan terjadi sirkulasi arus atau perputaran arus
phasa didalam rangkaian trafo, sehingga arus-arus akan saling mempengaruhi
diantara phasa-phasanya kemudian jika arus tersebut melebihi kapasitasnya akan
menimbulkan panas dan dapat merusak trafo tersebut.
4.3. Foto Kondisi Trafo Dilapangan
- Foto pentanahan (grounding) trafo yang tidak terpasang
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Dari data yang diambil di lapangan untuk penyulang masih ada trafo distribusi yang
tidak digrounding dengan prosentase : 61% trafo tidak ada sistem pentanahan (tidak
digrounding), 33% trafo dengan tahanan pentanahan tanah yang kurang sempurna
dan 6% trafo yang digrounding dengan tahanan pertanahan tanah yang sesuai
standar.
2. Pentingnya system pentanahan pada trafo distribusi adalah untuk memproteksi trafo
tersebut dari kerusakan yang disebabkan oleh arus sirkulasi didalam rangkaian trafo
ataupun kerusakan yang ditimbulkan karena gangguan lainnya seperti : gangguan
phasa ketanah ataupun gangguan yang ditimbulkan oleh sambaran petir. Sehingga
pasokan listrik tidak akan terganggu dan keandalannya pun terjaga.

3. Kerusakan trafo pun bisa ditimbulkan karena konstruksi pemasangan trafo tidak
sesuai standar misalnya ada sebagian trafo yang tidak terhubung dengan
arrester. Dimana arrester tersebut berfungsi untuk mencegah kerusakan trafo yang
disebabkan sambaran petir.
5.2. Saran
1. Memasang kembali pentanahan trafo yang tidak terpasang dengan tahanan
pentanahan sesuai standar yang ada.
2. Melakukan pemeliharaan preventif secara berkala selain memelihara trafonya juga
untuk memeriksa rangkaian kelengkapan system proteksi misalnya jika trafo
tersebut tidak digrounding maka bisa langsung dipasang.
3. Perlu diperhatikan juga standar konstruksi gardu trafo tiang misalnya pemasangan
arrester yang terhubung dengan bushing trafo dan grounding supaya arrester dapat
berfungsi dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.

5.

Artono Arismunandar, DR, M.A.Sc DR Susumu Kuwahara.1975. Buku Pegangan


Teknik Tenaga Listrik Jilid I. Jakarta: PT. Pradnya Paramitha
Artono Arismunandar, DR, M.A.Sc DR Susumu Kuwahara.1975. Buku Pegangan
Teknik Tenaga Listrik Jilid II. Jakarta: PT. Pradnya Paramitha
Standar Nasional Indonesia. 2000.Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000.
Jakarta: Yayasan PUIL.
4.
www.ApjYogyakarta.co.id
www.google.com/transformator Distribusi 20 kV.htm

Anda mungkin juga menyukai