Anda di halaman 1dari 23

*Sistem Pentanahan

Dr. Ir. Muhamad Haddin, MT.

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
I. Pendahuluan
*Materi Bahasan
II. Netral Grounding System (Sistem Pentanahan/ Pembumian Titik Netral)
 1.1. Umum/ Pendahuluan
 1.2. Tujuan Pentanahan Titik Netral Sistem
 1.3 Sistem yang tidak ditanahkan/Sistem Delta (Floating Grounding)
 1.4. Metoda Pentanahan Titik Netral
 1.5. Pentanahan Langsung
 1.6. Pentanahan Netral dengan Tahanan
 1.7. Batasan Operasi NGR
 1.8. Pentanahan Titik Netral Melalui Kumparan Petersen
 1.9. Trafo Pentanahan
 1.10. Penetapan Sistem Pentanahan di Indonesia

II. Pentanahan Peralatan (Grounding Equipment)


2.1. Pengertian Pentanahan Peralatan
2.2. Tujuan pentanahan peralatan
2.3. Tahanan Pentanahan
2.4. Exposur Tegangan (Voltage Exposure)
2.5. Pengaruh tahanan pentanahan terhadap system tenaga listrik
2.6. Pengaruh Tahanan Pentanahan Yang Kecil Pada Sistem
2.7. Macam-Macam Elektroda Pentanahan
2.8. Metode/Cara Pentanahan
2.9. Tahanan Jenis Tanah
2.10. Pengukuran Tahanan Pentanahan
Background
 Sampai tahun 1910 sistem tenaga listrik tidak
diketanahkan karena pada saat itu sistem tenaga
listrik masih dalam kondisi kecil.
 Apabila terjadi gangguan fasa ke tanah maka arus
gangguan masih kecil masih kurang dari 5 Ampere.
 Pada umumnya bila arus gangguan fasa ke tanah
kurang dari 5 Ampere busur listrik dapat padam
sendiri.

1.1.
Background
 Tetapi semakin lama sistem tenaga listrik semakin
berkembang (baik panjang saluran, tegangan, arus/beban),
sehingga gejala busur tanah (arching ground) semakin
diperhitungkan, serta arus gangguan tanah semakin
membesar sehingga busur listrik tidak dapat padam dengan
sendirinya.
 Gejala busur tanah adalah suatu proses terjadinya
pemutusan (clearing) dan pukul-ulang (restriking) dari busur
listrik secara berulang-ulang sehingga dapat menimbulkan
tegangan lebih transien yang tinggi yang dapat merusak
peralatan.
 Oleh sebab itu mulai tahun 1910, sistem tenaga listrik mulai
meningkat sistem tidak lagi dibiarkan terapung atau sistem
delta tetapi titik netral sudah mulai diketanahkan.
Metode pengetanahan netral dari sistem
tenaga:
a. Pengetanahan melalui tahanan (resistans grounding)
b. Pengetanahan melalui reaktor (reactor grounding)
c. Pengetanahan tanpa impedansi (solid grounding)
d. Pengetanahan efektif (effective grounding)
e. Pengetanahan dengan reaktor yang impedansinya
dapat berubah-ubah (resonant grounding) atau
pengetanahan dengan kumparan Petersen.
Sistem yang tidak diketanahkan dalam keadaan gangguan kawat-tanah.
𝐼𝐹𝐺 = arus gangguan.

back
Gambar 1.2. Sistem yang diketanahkan dalam keadaan
gangguan kawat/fasa-tanah.
𝐼𝐹𝐺 = arus gangguan.

back
Pada sistem yang tidak diketanahkan, arus
gangguan tergantung dari impedansi kapasitif:
ZA, ZB dan ZC, yaitu impedansi kapasitif masing-
masing kawat fasa terhadap tanah, Gambar 1.1.
tetapi bila sistem itu diketanahkan arus gangguan
tidak lagi tergantung pada impedansi kapasitif
kawat-kawat tetapi juga tergantung pada
impedansi alat pengetanahan dan transformator,
Gambar 2.1.
Kecuali pada pengetanahan dengan
kumparan Petersen, impedansi alat
pengetanahan sangat kecil dibandingkan
dengan impedansi 𝑍𝐺 :

1 1 1 1
( = + + ),
𝑍𝐺 𝑍𝐴 𝑍𝐵 𝑍𝐶

atau dengan kata lain arus gangguan tidak


lagi terganggu pada impedansi ZG.
Jadi dengan pentanahan NETRAL, arus
gangguan menjadi lebih besar
dibandingkan dengan arus gangguan pada
sistem Delta.
Namun sebaliknya membatasi tegangan
pada fasa-fasa yang tidak terganggu.

Dalam menentukan impedansi


pengetanahan itu harus diperhatikan
hubungan antara besar arus gangguan dan
tegangan yang timbul.
Tujuan Pengetanahan:

1. Pada sistem yang besar yang tidak


diketanahkan arus gangguan relatif besar
(> 5A) sehingga busur listrik yang timbul
tidak dapat padam sendirinya, dan dapat
menimbulkan busur tanah. Pada sistem
yang diketanahkan gejala tersebut tidak
ada.
2. Untuk membatasi tegangan-tegangan pada
fasa-fasa yang tidak terganggu (sehat).
Pada sistem di bawah 115 KV banyak
dipakai pengetanahan melalui kumparan
Petersen.
Terutama di Eropa, sistem pengetanahan
ini telah dimulai sejak 1900-an, dan di
Amerika Serikat tahun 1930-an.
Pada sistem yang tegangannya lebih tinggi
( >115 kV) ada kecenderungan
menggunakan pengetanahan tanpa
impedansi atau pengetanahan
Pengetanahan effektif:
Pengetanahan dimana perbandingan
antara reaktansi urutan nol dan
reaktansi urutan positif lebih kecil atau
sama dengan tiga (𝑿𝟎 Τ𝑿𝟏 ≤ 𝟑),
dan perbandingan tahanan urutan nol
dan reaktansi urutan positif lebih kecil
atau sama dengan satu (𝑹𝟎 Τ𝑿𝟏 ≤ 𝟏),
untuk tiap titik.
 Dalam sistem tenaga listrik, bagian yang paling
sering terkena gangguan adalah kawat transmisi
(kira-kira 70-80% dari seluruh gangguan).
 Hal ini disebabkan luas dan panjangnya kawat
transmisi yang terbentang dan yang beroperasi
pada kondisi udara yang berbeda-beda.
 Pada transmisi, suatu gangguan dapat terjadi
disebabkan kesalahan mekanis, thermis dan
tegangan lebih atau karena material yang cacat
atau rusak, misalnya gangguan hubung singkat,
gangguan ke tanah atau konduktor yang putus.
Busur tanah yang menetap merupakan
gangguan yang sangat ditakuti, sebab busur
tanah yang padam dan menyala merupakan
sumber gelombang berjalan yang
mempunyai muka yang curam yang dapat
membahayakan isolasi dari alat-alat instalasi
walaupun letaknya jauh dari titik gangguan.
Gangguan yang sering terjadi ialah gangguan
hubung singkat.
Besar arus hubung singkat tergantung dari:
 Jenis dan sifat gangguan hubung singkat,
kapasitas dari sumber daya,
 Konfigurasi dari sistem,
 Metoda hubungan netral dari trafo,
 Jarak gangguan dari unit pembangkit,
 Angka pengenal dari peralatan utama & alat-
alat pembatas arus,
 Lama waktu terjadinya hubung singkat,
 Kecepatan beraksi dari alat-alat proteksi.
Gangguan hubung singkat tidak hanya
dapat merusak peralatan atau elemen-
elemen sirkuit, tetapi juga dapat
menyebabkan jatuhnya tegangan dan
frekuensi sistem, sehingga kerja paralel
dari unit-unit pembangkit menjadi
terganggu pula.
Efek terjadinya Gangguan:
1. Menginterupsi kontinuitas pelayanan daya, apabila
gangguan itu sampai menyebabkan terputusnya
suatu rangkaian (sirkuit) atau menyebabkan
keluarnya suatu unit pembangkit.
2. Penurunan tegangan yang cukup besar menyebabkan
rendahnya kualitas tengaga listrik dan merintangi
kerja normal pada peralatan konsumen.
3. Pengurangan stabilitas sistem dan menyebabkan
jatuhnya generator.
4. Merusak peralatan pada daerah terjadinya gangguan
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
gangguan pada Transmisi Tegangan Tinggi:
1. Surja petir atau Surja hubung.
2. Burung atau daun-daun.
3. Polusi (debu).
4. Pohon-pohon yang tumbuh di dekat saluran
transmisi.
5. Retak-retak pada isolator.
Klasifikasi Gangguan:
1. Gangguan Menurut Macamnya:
a. Gangguan dua fasa atau tiga fasa melalui tahap
hubung tanah.
b. Gangguan fasa ke fasa.
c. Gangguan dua fasa tanah.
d. Gangguan satu fasa ke tanah atau gangguan
tanah.
2. Gangguan Menurut Lamanya waktu gangguan :
a. Gangguan permanen.
b. Gangguan temporer.
Gangguan temporer yaitu apabila
gangguan terjadi dalam hanya waktu yang
singkat saja di mana kemudian sistem
kembali pada keadaan normal. Misalnya
gangguan yang disebabkan oleh petir atau
burung, di mana terjadi loncatan api pada
isoIasi udara atau minyak.
Gangguan permanent baru dapat
dihilangkan atau diperbaiki setelah bagian
yang terganggu itu diisolir dengan
bekerjanya pemutus daya.
Berdasarkan Experience:
 Semakin tinggi tegangan sistem, frekuensi
terjadinya gangguan makin kecil,
 Gangguan hubung singkat yang paling banyak
terjadi adalah gangguan satu fasa ke tanah, di
mana faktor penyebabnya yang paling sering
adalah petir.
 Tetapi untuk sistem transmisi di atas 380 KV
penyebab utama gangguan biasanya adalah
surja hubung.

Anda mungkin juga menyukai