Anda di halaman 1dari 27

BAB II

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Menurut Widarno et al., (1995), rajungan (Portunus pelagicus) dalam

dunia perdagangan dimasukkan satu kelompok yang sama dengan kepiting yaitu
kelompok crabs (kepiting), merupakan salah satu jenis komoditas perikanan yang
mempunyai potensi dan prospek yang cukup baik serta mempunyai nilai
ekonomis yang cukup tinggi. Sistim perdagangan rajungan segar mulai
dikembangkan dalam bentuk serpihan daging untuk dikonsumsi langsung maupun
bahan baku pabrik pengalengan.
Pengalengan daging rajungan ini menggunakan teknologi pengolahan
secara pasteurisasi, yaitu suatu proses pengolahan yang mengoptimalkan proses
termal sehingga dapat membunuh sebagian besar mikroba yang bersifat patogen
tapi tidak semua mikroba dan biasanya menggunakan suhu di bawah 100 0C.
Tahapan proses pengalengan rajungan biasanya meliputi penerimaan bahan baku
(receiving), distributor, penyortiran, pemeriksaan akhir (final checking),
pencampuran (mixing), pengisian daging dalam kaleng (filling), penimbangan,
penutupan kaleng (seaming), pengkodean (coding), pasteurisasi, pendinginan
(shock chilling), pengemasan (packing), penyimpanan dingin (chill storage), dan
stuffing (Moeljanto, 1992).
Pada proses pengalengan rajungan tidak terlepas dari perancangan
fasilitas. Perancangan fasilitas menurut Wignjosoebroto, S., (1996), meliputi
perancangan sistem fasilitas, tata letak pabrik dan sistem penanganan material
(pemindahan bahan). Diantara ketiga aktivitas perancangan fasilitas di atas
mempunyai keterkaitan yang sangat erat sehingga dalam proses perancangan perlu
dilakukan secara integral. Tata letak yang baik adalah tata letak yang dapat
menangani sistem material handling secara menyeluruh.
Tata letak fasilitas pabrik memiliki dampak yang cukup significant
terhadap performansi perusahaan seperti ongkos material handling, work-in
process inventory, lead times, produktivitas, dan performansi pengantaran. Desain
fasilitas pabrik yang baik adalah yang mampu meningkatkan keefektifan dan
keefisienan melalui penurunan perpindahan jarak material, dan ongkos material

TATA LETAK PERENCANAAN PABRIK

handling. Perkembangan sistem manufaktur berdampak pada persaingan


perusahaan yang cukup ketat (Susetyo et al., 2010).
Tata letak (layout) atau pengaturan dari fasilitas produksi dan area kerja
yang ada merupakan landasan utama dalam dunia industri. Pada umumnya tata
letak pabrik yang terencana dengan baik akan ikut menentukan efisiensi dan
dalam beberapa hal juga akan menjaga kelangsungan hidup ataupun kesuksesan
kerja suatu industri (Sahroni, 2003).
1.2

Rumusan Masalah
Bagaimana pembuatan produk pengalengan rajungan (Portunus pelagicus)

beserta desain layout pabrik?


1.3

Tujuan
Mengetahui bagaimana proses pengalengan rajungan (Portunus pelagicus)

dan tata letak pabriknya.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Aspek Aspek Dasar Produksi dan Tata Letak Perencanaan Pabrik


Dalam pembuatan produk dan tata letak perencanaan pabrik harus

mengikuti prosedur perencanaan yang mencakup satu kesatuan urutan langkah


yang terstruktur dan tertuang dalam flow chart yang disertai dengan evaluasi
desain secara berkesinambungan.
TATA LETAK PERENCANAAN PABRIK

Prosedur perencanaan terdiri dari tahap perencanaan pendahuluan dan


perencanaan terperinci.
2.1.1 Perencanaan Produksi Pendahuluan
Menurut Apple (1990), Sebelum proses perancangan diawali dengan
pengumpulan data dan informasi yang diperlukan untuk membuat keputusan
harus dikumpulkan, diorganisasi, dan dianalisis untuk digunakan dalam rekayasa
proses dan perencanaan produksi berikutnya dan kegiatan kegiatan lain yang
berhubungan. Tahapan ini terangkum dalam tahapan kebijakan pemimpin dan
kajian kelayakan.
a.

Tahapan Kebijakan Pemimpin


Tahapan kebijakan pemimpin adalah rangkaian konsep dan asas yang

menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan,


kepemimpinan, dan cara bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada
pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, serta individu. Kebijakan
berbeda dengan peraturan dan hukum. Jika hukum dapat memaksakan atau
melarang suatu perilaku (misalnya suatu hukum yang mengharuskan pembayaran
pajak penghasilan), kebijakan hanya menjadi pedoman tindakan yang paling
mungkin memperoleh hasil yang diinginkan. Data terpenting yang dibutuhkan
antara lain :
a. Ramalan penjualan
b. Kepegawaian
c. Pertumbuhan
d. Modal
e. Persediaan
f. Peremajaan peralatan
g. Pemeliharaan dan reparasi
h. Pelayanan pelanggan
i. Persaingan
j. Teknologi
k. Laju pertumbuhan
l. Distribusi
m. Lembur
n. Membuat/membeli

b.

o.
p.
q.
r.
s.

Organisasi
Pendapatan atas modal
Keuntungan bersih
Pelayanan staf
Rencana perubahan produk atau

proses
t. Pergantian buruh
u. Usia angkatan kerja
v. Serikat/bukan serikat buruh
w. Kendala waktu
x. Ketersediaan dana
y. Pelayanan produk
z. Jaminan

Kajian Kelayakan

TATA LETAK PERENCANAAN PABRIK

Kajian kelayakan adalah suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui


layak atau tidaknya suatu usaha tersebut dijalankan. Hal-hal yang harus
diperhatikan adalah variabel biaya yaitu biaya tetap / Total Fix Cost dan biaya
variabel / Total Variabel Cost, yang dapat dihitung menggunakan analisa Revenue
Cost Ratio (R/C Ratio). Jika R/C Ratio > 1 maka usaha tersebut dapat dikatakan
layak, sebaaliknya jika R/C Ratio < 1 maka usaha tersebut dapat dikatakan tidak
layak.
Studi kelayakan mentukan bagaimana menuangkan gagasan bisnis kedalam
statement/gagasan tertulis. Aspek-aspek dalam studi kelayakan antara lain:
a. Aspek primer yang meliputi pabrikan, manufacturing, perdagangan (trading),
maupun jasa (service).
b. Aspek sekunder yang meliputi aspek pelengkap yang diminta oleh lembaga
terkait yang berhubungan dengan objek standart seperti Analisa Mengenai
Dampak Lingkungan.
Menurut Apple (1990), sebuah kajian kelayakan biasanya mencakup :
a. Perkiraan biaya tahunan
b. Perkiraan pendapatan kotor tahunan
c. Penentuan laju pendapatan (ROR) yang dapat diterima atas modal yang
diusulkan
d. Penentuan skala operasi yang diusulkan
e. Kesimpulan akhir jika diperoleh kelayakan yaitu untuk melanjutkan proyek
Setelah menentukan kelayakan perusahaan yang diusulkan atau proyek
susulan, pimpinan harus memperkirakan kebutuhan keuangan. Kegiatan ini
melibatkan:
a. Menentukan organisasi awal

e. Memperkirakan kemungkinan

perusahaan atau proyek


b. Menyelidiki kemungkinan cara

pendapatan
f. Menentukan perencanaan

untuk memperoleh lahan,


bangunan dan pelengkapan
c. Mengembangkan rencana
penjualan
d. Memperkirakan biaya operasi
tahunan

pembiayaan
g. Menentukan sumber modal
h. Menyebarkan prospektus yang
menentukan usulan perusahaan
i. Penjualan saham untuk
mambiayai permulaan perusahaan

2.1.2 Perencanaan Produksi Terperinci


TATA LETAK PERENCANAAN PABRIK

Secara garis besar perencanaan terperinci merupakan jawaban dari lima


pertanyaan yaitu :
1. Apa yang harus diproduksi ?
2. Bagaimana mekanisme produksi produk tersebut ?
3. Kapan produk tersebut diproduksi ?
4. Berapa jumlah yang akan diproduksi ?
5. Dimana produk kita akan diproduksi ?
Menurut Wulansari dan Antoni (2010), secara singkat langkah-langkah yang
diperlukan dalam perencanaan layout pabrik dapat diuraikan sebagai berikut:
a)
Analisa produk
Adalah aktivitas untuk menganalisa macam dan jumlah produk yang harus
dibuat. Dalam langkah ini analisa akan didasarkan pada pertimbangan kelayakan
teknik dan ekonomis.
b)
Analisa proses
Adalah langkah untuk menganalisa macam-macam dan urutan proses
pengerjaan produksi / komponen yang telah ditetapkan untuk dibuat. Dalam
langkah ini akan pula dipilih alternatif-alternatif proses dan macam mesin/
peralatan produksi lainnya yang paling efektif dan paling efisien.
c)
Segi dan analisa pasar
Merupakan langkah penting dalam rangka mengindentifikasikan macam
dan jumlah produk yang dibutuhkan. Informasi tentang volume produk akan
sangat penting dalam rangka menetapkan kapasitas produksi, yang pada
gilirannya akan memberi keputusan tentang banyaknya mesin dan fasilitas
produksi lainnya yang harus dipasang dan diatur letaknya.
d)
Analisis pasar dan jumlah mesin
Dengan memperhatikan volume produk yang harus dibuat, waktu standar
untuk menghasilkan satu unit produk, jam kerja, dan efisiensi mesin, maka jumlah
mesin dan operator yang diperlukan dapat dikalkulasi. Selanjutnya luas area dari
stasiun kerja dapat dipasang. Demikian juga perlu dianalisis kebutuhan area untuk
jalan lintasan (aisle) agar proses pemindahan material bisa berlangsung lancar.
e)
Pengembangan alternatif tata letak (layout)
Merupakan pokok pembahasan dari permasalahan yang ada. Dari mesin
mesin atau fasilitas produksi yang telah dipilih macam, jenis dan dihitung jumlah
yang diperlukan maka persoalan yang dihadapi adalah bagaimana harus diatur tata
letaknya dalam pabrik. Di dalam pengembangan alternatif layout akan dipilih satu
alternatif layout yang terbaik.
f)
Perancangan tata letak mesin dan departemen dalam pabrik

TATA LETAK PERENCANAAN PABRIK

Hasil dari analisis terhadap alternatif layout, selanjutnya dipakai sebagai


dasar pengaturan fasilitas fisik dari pabrik yang terlibat dalam proses produksi
baik secara langsung maupun tidak langsung. Penetapan departemen
departemen penunjang serta pengaturan tata letak departemen masing masing
akan dilaksanakan pada kebutuhan, struktur organisasai yang ada dan derajat
hubungannya.
Pada perencanaan produk terperinci wajib diperhatikan konsep dasar yang
meliputi :
a.
Analisa Produk
Analisis produk merupakan kegiatan terperinci untuk menentukan
rancangan mengenai produk apa yang harus diproduksi. Hal tersebut akan
memberikan gambaran mengenai macam produk yang harus dibuat oleh industri.
Analisa produk ditentukan oleh hasil analisa pasar dan analisa penjualan.
Selanjutnya diperoleh rancangan dari produk yang lengkap dengan spesifikasi
teknisnya. Disini perlu dibuat analisa buat beli (make or buy analysis), pembuatan
gambaran kerja, dan lain-lain. Aspek yang harus diperhatikan dalam merekayasa
produk yaitu:
a. Aspek fungsi, dimana suatu produk harus sanggup berfungsi sesuai kehendak
dari konsumen. Pertimbangan mengenai kebutuhan dan daya tahan harus benar
benar di teliti.
b. Aspek kemudahan, dimana pemilihan bahan baku sampai keperalatan
pembantu harus benar benar diperhatikan. Pemakaian ataupun pembuatan
komponen komponen standar adalah suatu hal yang sangat penting dalam
desain produk.
Menurut Apple (1990), prosedur rekayasa produk antara lain:
a. Kembangkan gagasan produk
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

baru
Konsepsi produk
Penelitian dan perancangan awal
Evaluasi kerekayasaan
Usulan kerekayasaan
Rancangan prototip
Pembuatan prototip
Pengujian dan penilaian prototip

i.
j.
k.
l.

Rancangan akhir
Persetujuan rancangan
Mengumumkan kerekayasaan
Menentukan
data
penjualan
produk,

data

pelayanan

dan

kebijakan
m. Arahkan dan evaluasi produk

Analisa produk menentukan deskripsi produk (nam, ukuran, berat,asal


bahan baku, harga gizi dan kemasan). Bahan baku yang digunakan adalah pada
TATA LETAK PERENCANAAN PABRIK

proses pengalengan ini adalah rajungan (Portunus pelagicus) yang memiliki


kelimpahan yang tinggi. Pengalengan dengan bahan rajungan ini menghasilkan
produk pengalengan yang memenuhi konsep-konsep jaminan produk yang
fungsional, bermutu sesuai, berpenampilan yang diterima pembeli dan
memungkinkan diproduksi secara berkelanjutan. Poin-poin penting yang harus
diperhatikan selain bahan baku diantaranya lokasi pabrik, lokasi alat angkutan,
sumber energi dan lokasi sumber bahan baku. Berdasarkan aspek-aspek dasar
lokasi maka dirancang pabrik pengalengan rajungan, PT Portuna Fortuna yang
akan dibuat ini dilokasikan di daerah Surabaya dimana lokasi ini merupakan titik
pusat Provinsi Jawa Timur dimana populasi penduduknya lebih padat yang
memungkinkan kemudahan perolehan tenaga kerja dan penyebarluasan produk.
Pendirian pabrik diupayakan agar jaraknya tidak begitu jauh dari kota, dekat
dengan jalan raya tetapi cukup jauh dari penduduk sehingga tidk mengganggu
proses produksi dan kegiatan penduduk. Di belakang pabrik terdapat aliran sungai
yang berfungsi sebagai tempat pengaliran air yang berasal dari limbah cair yang
telah dinetralkan oleh unit pengolahan limbah.
b.

Analisa Pasar
Hasil dari penelitian pasar sangat ditentukan oleh profil konsumen sebagai

pihak yang akan menggunakannya. Sumber informasi bisa di bedakan dalam dua
aspek, yakni sumber infomal (dari pelanggan tanpa satuan terstruktur) dan sumber
formal (melalui jaringan sistem informasi terstruktur). Tujuan penelitian pasar
adalah

untuk melakukan identifikasi karakter masyarakat sehingga dapat

mengetahui potensi dalam memasarkan suatu produk. Hasil yang dicapai meliputi:
a. Penetapan strategi produk (manajemen dapat memutuskan kualitas produk
yang akan dibuat)
b. Penetapan stategi pembungkusan (manajemen dapat memutuskan bagaimana
produk tersebut dikemas)
c. Penetapan strategi harga (manajemen membutuhkan informasi yang valid
mengenai kapasitas konsumen untuk membeli produk)
d. Penentuan strategi distribusi (manajemen membutuhkan informasi untuk
memutuskan cara terbaik guna melemparkan produk kepasar)
e. Penentuan strategi promosi (manajemen membutuhkan informasi cara
penyampaian produk ke konsumen)

TATA LETAK PERENCANAAN PABRIK

Tahapan penelitian pasar biasanya dirumuskan sebagai berikut:


a. Memformulasikan permasalahan (mendefinisikan persoalan & penentuan
b.
c.
d.
e.
c.

tujuan khusus).
Penentuan informasi yang dibutuhkan dan sumbernya.
Pemilihan teknik penelitian (observasi, eksperimen dan survey).
Penentuan design sample.
Proses dan analisa data.
Analisa penjualan
Peramalan

penjualan

adalah

pendekatan

terhadap

pasar

yang

menempatkan penjualan dan pemasaran sebagai aktivitas proyek, yang terdiri dari
enam langkah: penelitian pasar, desain produk, penjualan, pembuatan produk,
pengiriman produk dan pelayanan berjalan. Ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi peramalan antara lain:
a. Jika produk mempunyai pola permintaan yang bervariasi, maka pola harus
dibuat mencakup paling sedikit 1 pengulangan siklis.
b. Jika permintaan mempunyai pola jangka panjang yang menaik, maka perlu
peramalan yang mencakup suatu interval waktu.
c. Jika produk mempunyai sifat konstan antar periode, maka peramalan cukup
untuk jangka waktu yang relatif pendek.
Sedangkan fungsi peramalan ada 3, yakni:
a. Menentukan apa yang dibutuhkan untuk perluasan pabrik.
b. Menentukan perencanaan lanjutan bagi produk.
c. Menentukan penjadwalan jangka pendek.
Macam macam peramalan dapat dibedakan dalam 2 macam, yaitu:
a. Peramalan subjektif, adalah peramalan berdasarkan perasaan atau intuisi dari
penyusunnya. Kerugian yang terjadi dari peramalan ini adalah:
Adanya monopoli hasil peramalan oleh salah satu pemegang kekuasaan.
Hasil peramalan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara kualitatif.
b. Peramalan objektif, adalah peramalan berdasarkan data relevan dari masa lalu.
Cara melakukannya antara lain:
Mean dari semua data masa lalu.
Moving average yaitu data yang digunakan hanya dari beberapa periode di
masa lalu.
Menggunakan kebutuhan yang baru saja berlalu untuk perkiraan
kebutuhan di masa mendatang.
Keuntungan dari metode ini adalah:
TATA LETAK PERENCANAAN PABRIK

Kebutuhan di masa mendatang dapat diramalkan secara objektif


berdasarkan data dan perhiungan.
Penyimpangan terjadi lebih kecil.

Kerugian dari metode ini adalah:


d.

Membutuhkan banyak waktu dalam pengumpulan, penganalisaan dan


penyimpulan data.
Membutuhkan biaya besar untuk pendanaan kegiatan.
Analisis Perencanaan Fasilitas
Perencanaan fasilitas merupakan rancangan dari fasilitas-fasilitas industri

yang akan didirikan atau dibangun. Aplikasi perencanaan fasilitas dapat


ditemukan pada perencanaan layout sekolah, rumah sakit, bagian perakitan suatu
pabrik, gudang, ruang bagasi di pelabuhan udara, kantor-kantor, toko-toko dan
sebagainya. Ada dua hal pokok dalam perencanaan fasilitas yaitu, berkaitan
dengan perencanaan lokasi pabrik (plant location) dan perancangan fasilitas
produksi yang meliputi perancangan struktur pabrik, perancangan tata letak
fasilitas dan perancangan sistem penanganan material.
Pengaturan fasilitas produksi, stasiun kerja serta alokasi sumber daya
lainnya di dalam suatu pabrik memegang peranan penting dalam mewujudkan
suatu aliran kerja dan kondisi kerja yang teratur, aman, dan nyaman. Pada
umumnya pengaturan tata letak fasilitas yang terencana dengan baik secara tidak
langsung akan turut menjaga kelangsungan hidup dan kesuksesan kerja dalam
suatu industri. Mengingat arti pentingnya pengaturan tata letak fasilitas tersebut,
maka bagi sebuah pabrik yang akan berdiri atau melakukan ekspansi dan atau
melakukan renovasi perlu melakukan design "Tata Letak Fasilitas Produksi/Tata
Letak Pabrik" (Kessy, 2002).
Untuk memperoleh kenyamanan dan keamanan juga perlu diperhatikan
persyaratan konstruksi yang meliputi :
- Lantai
Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, seperti beton atau genteng tahan
air .Bahan harus tahan lama dengan permukaan yang cukup untuk mencegah
akumulasi dari sampah tetapi tidak terlalu halus atau menyebabkan tergelincir dan
jatuh. Penutup kasar atau penggunaan partikel abrasif yang ditempelkan dapat
mengurangi kecelakaan. Bahan yang sering digunakan adalah suatu bahan yang
TATA LETAK PERENCANAAN PABRIK

memiliki permukaan yang berbasis air epoxy resin acrylic yang memiliki sifat
tahan lama ,nonabsorbent , permukaan mudah untuk dibersihkan yang dapat
melipatgandakan usia lantai beton.
-

Saluran Air
Sebuah saluran drainase harus disediakan di daerah pengolahan untuk

setiap 37 m2. Seperti pabrik pengolahan lainnya, lantai di daerah pengolahan harus
memiliki kemiringan saluran drainase 2%. Keseragaman kemiringan juga harus
diperhatikan, sehingga tidak ada sudut yang menjadi tempat berkumpulnya
sampah dan air. Saluran drainase harus memiliki diameter minimal 10 cm dan
harus dibangun dari besi cor, baja, atau tabung polivinil klorida. Negara bagian
dan kode lokal harus diperiksa untuk memastikan bahwa bahan yang digunakan
telah memiliki izin sehingga menjamin kualitas. Saluran drainase harus memiliki
lubang ke udara luar untuk mengurangi bau dan kontaminasi. Semua ventilasi
harus memiliki saringan untuk mencegah masuknya hama ke dalam pabrik. Untuk
pencegahan kontaminasi lebih lanjut dapat dikurangi dengan menghubungkan
saluran keluar air dari toilet langsung kedalam sistem pembuangan limbah bukan
kedalam saluran drainase.
-

Langit langit atau atap


Langit langit dibangun pada area kerja setidaknya dengan tinggi 3 meter

dengan bahan yang tahan kelembapan. Salah satunya adalah Portland-semen


plester, dengan penyambungan oleh senyawa penyegelan fleksibel. Plafon palsu
dapat mencegah serpihan serpihan dari atas pipa, mesin, dan balok yang
bergelantungan jatuh terkena produk.
-

Dinding dan jendela


Dinding harus halus dan rata serta tidak menyerap seperti keramik,batu

bata, Portland-semen plester atau lainnya yang tidak menyerap serta bahan tidak
beracun. Kusen jendela di buat dengan kemiringan pada sudut 45C untuk
mengurangi akumulasi serpihan-serpihan.
-

Pintu masuk/ jalan masuk

TATA LETAK PERENCANAAN PABRIK

10

Pintu masuk harus dibuat dari bahan tahan karat dengan disolder atau dilas
dengan baik. Pintu masuk ganda harus disediakan saringan untuk di luar pintu
masuk, seperti serta tirai udara
-

Peralatan Pengolahan
Pengolahan peralatan memiliki sifat tahan lama, dan mudah dibersihkan.

Permukaan harus bebas dari lubang retakan dan kerak air. Peralatan harus
dirancang untuk mencegah kontaminasi produk dari elumas, debu, dan kotoran
lainnya.Tambahan desain higienis untuk mudah membersihkan, peralatan harus
dipasang dan dipelihara untuk memfasilitasi pembersihan permukaan peralatan
dan daerah sekitarnya.
e.

Perencanaan Aliran Material


Analisis aliran material dan proses ditujukan untuk menentukan proses dan

peralatan yang ditentukan dan bagaimana aliran material secara umum


dilaksanakan. Analisis aliran tergantung pada:
a. Bahan atau produk (karakteristik, ukuran lot dan jumlah operasi).
b. Strategi dan peralatan material handling (prinsip pemindahan bahan, satuan
yang dipindah dan peralatan yang dibutuhkan).
c. Tata letak dan konfigurasi bangunan (ukuran, bentuk, jumlah lantai, letak pintu,
letak dan lebar gang, letak departemen).

f. Kapasitas Produksi
Berikut adalah gambaran kapasitas produksi pengalengan rajungan (Portunus
pelagicus)
Input
5000 kg

Proses
Penerimaan bahan baku

4990 kg

(daging dari miniplant)


Pencucian dan Uji CAP

4800 kg
4800 kg
4800
4785 kg
4785 kg

Output
4990 kg
Rendeman 99,8 %

4800 kg
Rendemen 96,19 %
Sortasi
4800 kg
Pencucian
4800 kg
Final checking
4785 kg
Rendemen 99,7%
Mixing
4785 kg
Filling
(penambahan
kg

TATA LETAK PERENCANAAN PABRIK

11

kg
kg
kg
kg
kg
kg
g.

larutan SAPP 15)


Penimbangan
Exhausting
Seaming
Pasteurisasi
Cooling
Packing

kg
kg
kg
kg
kg
kg

Pola Aliran Bahan


Langkah awal dalam merancang faslitas manufaktur adalah menentukan

pola aliran secara umum. Pola aliran ini menggambarkan material masuk sampai
pada produk jadi. Beberapa pola aliran umum serta fungsi dan kegunaannya
adalah :
1. Pola aliran garis lurus digunakan untuk proses produksi yang pendek dan
sederhana.
2. Pola aliran bentuk L. Pola ini hampir sama dengan pola garis lurus, hanya saja
pola ini digunakan untuk mengakomodasi jika pola aliran garis lurus tidak bisa
digunakan dan biaya bangunan terlalu mahal jika menggunakan pola aliran
garis lurus.
3. Pola aliran bentuk U. Pola ini digunakan jika aliran masuk material dan aliran
keluarnya produk pada lokasi yang relatif sama.
4. Pola aliran bentuk O. Pola ini digunakan jika keluar masuknya material dan
produk pada satu tempat/satu pintu. Kondisi ini memudahkan dalam
pengawasan keluar masuknya barang.
5. Pola aliran bentuk S, digunakan jika aliran produksi panjang dan lebih panjang
dari ruangan yang ditempati. Karena panjangnya proses, maka aliran di zig zag.
2.2

Bahan Baku (Rajungan (Portunus pelagicus)) Dan Lokasi Pendirian

Pabrik
Menurut Nontji (1986), rajungan merupakan salah satu jenis dari famili
Portunidae yang habitatnya dapat ditemukan hampir di seluruh perairan pantai
Indonesia, bahkan ditemukan pula pada daerah-daerah subtropis.
Daging rajungan mempunyai nilai gizi tinggi. Kandungan protein rajungan
lebih tinggi daripada kepiting. Kandugan karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi,
vitamin A, dan vitamin B1. Rata-rata per 100 gram daging kepiting dan rajungan
TATA LETAK PERENCANAAN PABRIK

12

berturut-turut sebesar 14,1 gram, 210 mg, 1,1 mg, 200 SI, dan 0,05 mg/100 g
(Anonim, 2007).
Hadiwiyoto (1993), menyatakan bahwa kandungan karbohidrat, kalsium,
besi, phosphor, vitamin A dan vitamin B dari rata-rata kepiting dan rajungan
berturut-turut adalah 14,1 %, 210 mg/100 g, 1,1 mg/100 g, 200 SI, dan 0,05
mg/100 g.
Menurut Philips, (2009) daging rajungan dapat digolongkan menjadi lima
jenis daging yaitu:
a. Jumbo lump atau kolosal (daging putih) yang merupakan jaringan terbesar yang
berhubungan dengan kaki renang.
b. Backfin (daging putih) yang merupakan jumbo kecil dan pecahan dari daging
jumbo.
c. Special (daging putih) yang merupakan daging yang berada disekitar badan
yang berupa serpihan-serpihan.
d. Clawmeat (daging merah) yang merupakan daging dari bagian kaki sampai
capit dari rajungan.
e. Claw Finger (daging merah) yang merupakan bagian dari capit rajungan
bersama dengan bagian shell yang dapat digerakkan.
2.2.1

Pemilihan Bahan Pengemas


Menurut Buckle et.al, (1987) Pengemasan bahan pangan harus

memperlihatkan lima fungsi utama yaitu ; Harus dapat mempertahankan produk


agar bersih dan memberikan perlindungan terhadap kotoran dan pencemaran
lainnya ;Harus memberikan perlindungan pada bahan pangan terhadap kerusakan
fisik, air, oksigen dan sinar ;Harus berfungsi secara benar, efisien, dan ekonomis
dalam proses pengepakan yaitu selama pemasukan bahan pangan ke dalam
kemasan. Hal ini berarti bahan pengemas harus sudah dirancang untuk siap
dipakai pada mesin-mesin yang ada atau baru akan dibeli atau disewa untuk
keperluan tersebut ;Harus mempunyai suatu tingkat kemudahan untuk dibentuk
menurut rancangan dan dapat mempermudah pada tahap selanjutnya selama
pengelolaan di gudang dan selama pengangkutan untuk distribusi. Harus
mempertimbangkan ukuran, bentuk dan beratnya ;Harus memberikan pengenalan,
keterangan dan daya tarik penjualan. Pengepakan harus dapat menjual apa yang
dilindunginya dan melindungi apa yang dijual.

TATA LETAK PERENCANAAN PABRIK

13

Pada pengalengan rajungan menggunakan kaleng plat timah yang


merupakan pengemas berbahan logam. Plat timah (tin plate) adalah bahan yang
digunakan untuk membuat kemasan kaleng, terdiri dari lembaran baja dengan
pelapis timah. Plat timah ini berupa lembaran atau gulungan baja berkarbon
rendah dengan ketebalan 0,15-0,5 mm dan kandungan timah putih berkisar antara
1,0-1,25% dari berat kaleng. Digunakan untuk produk yang mengalami sterilisasi
(Anonim, 2007). Pengemasan produk daging rajungan kaleng juga menggunakan
kemasan kertas berupa karton lipat sebagai kemasan sekunder. Pengujian mutu
kemasan karton lipat dapat berupa uji jatuh bagi wadah yang sudah diisi,
pengujian tonjolan atau bulge, pengujian kekuatan kompresi dan daya kaku dalam
hubungannya dengan kelembaban udara
2.2.2

Proses Produksi
Diagram alir proses pengolahan daging rajungan kaleng di processing

plant dapat dilihat pada skema kerja berikut.


Miniplant 1

Miniplant 2

Miniplant 3

Daging Rajungan (Portunus pelagicus) (jumbo lump,


back fin, special, claw meat dan claw finger)
Penerimaan
Penimbangan I +
Penambahan es

Uji CAP

Daging basi dan berbau berbau


(reject)

Sortasi (berdasarkan tipe daging)


Pencucian
Penimbangan II +
Penambahan es
Final checking

Air + es + chlorin

Daging terlalu lunak dan basi


(reject)

Mixing
TATA LETAK PERENCANAAN PABRIK

14
Filling

Penambahan SAPP
II + Penimbangan
III

Disortir

+ SAPP
I

Kaleng
tin plate

Exhausting
Seaming Tear Down
(tiap satu jam)

Seaming (double seamer)


()ZZ
Pasteurisasi

Cooling

Packing

Uraian kegiatan

Stuffing
Jarak
Jumlah Waktu
(meter)

Bahan baku masuk

Menuju tempat

penampungan
Tempat

penampungan
Pembongkaran
Penimbangan I
Menuju tempat

1
2
2

1
1
1

pengujian
Pengujian CAP
Pada distributor

1
1

Daging diambil
Didistribusikan ke

3
-

1
1

meja sortir
Sortasi
Menuju tempat

1
-

1
1

pencucian
Penimbangan II
Menuju final

5
4

menunggu hasil
pengujian

TATA LETAK PERENCANAAN PABRIK

15

checking
Final checking
Mixing
Menuju tempat

1
3

1
1
1

mesin
Pengisian
Penimbangan
Exhausting
Seaming
Pengkodean
Pasteurisasi
Menuju tempat

1
2
1
2
2
2
2

1
1
1
1
1
1
1

cooling
Cooling
Diangkut
Disimpan di Chill

2
2

1
1
1

storage
Stuffing

Flow Chart Proses Produksi Pengalengan Rajungan (Portunus pelagicus)


Symbol

Keterangan
Operasi (suatu tugas atau kegiatan
kerja)
Transportasi (pemindahan bahan dari
satu tempat ke suatu tempat lain)
Inspeksi (pemeriksaan kuantitas atau
kualitas produk)
Penundaan atau delay (penundaan
penundaan dalam urutan operasi)
Penyimpanan atau storage (persediaan
atau penyimpanan bahan bahan
menunggu operasi selanjutnya)

18
TATA LETAK PERENCANAAN PABRIK
2

5
16

17

7
8
16

15

14

Desain

Layout

13

pabrik

11

12

pengalengan

10

rajungan

(Portunus

Pelagicus)

PT.Portuna Fortuna
Keterangan :
1. area penerimaan
2. gudang penampungan dan
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

10. ruang penimbangan III


11. ruang exhausting dan

pembongkaran
ruang penimbangan I
ruang uji cap
meja sortasi
ruang pencucian
ruang penimbangan II
ruang final checking
ruang pencampuran ruang

seaming
12. ruang pengkodean
13. ruang pasteurisasi
14. ruang pendinginan ruang
pengepakan
15. ruang penyimpanan
16. area pengeluaran

pengisian
1.

Penerimaan bahan baku (receiving)


Rajungan yang diterima dari nelayan akan lebih baik bila dalam keadaan

masih segar. Rajungan yang tidak segar langsung dipisahkan dari rajungan yang
masih segar, karena dalam rajungan yang telah mati dan tidak segar banyak
mengandung bakteri. Menurut Tonga (2000) beberapa hal yang perlu
mendapatkan perhatian dan penerimaan bahan baku yaitu rajungan yang akan
dijadikan

bahan

baku

harus

tetap

berada

pada

tempat

atau

wadah

penampunggannya. Rajungan yang diperoleh dari nelayan disortir kemudian


dilakukan penimbangan. Ukuran rajungan diusahakan memenuhi standard yaitu
ukuran karapas 10 cm.
TATA LETAK PERENCANAAN PABRIK

17

Bagian receiving menerima bahan baku berupa daging rajungan kupas


yang berasal dari miniplant di berbagai daerah seperti Jakarta, Cirebon,
Pangandaran, Sulawesi, dan Kalimantan. Bahan baku yang datang dikemas
menggunakan wadah toples dan plastik kemudian dimasukkan dalam fiber, blong,
ataupun styrofoam yang tertutup rapat dengan perekat. Penyimpanan daging
dalam fiber, blong, ataupun styrofoam perlu ditambahkan es kedalamnya untuk
mempertahankan suhu selama pengangkutan tetap rendah yaitu 10 0C.
Pengangkutan bahan baku dari tempat asalnya menggunakan truk atau pick-up.
Bahan baku yang datang lebih dulu, dibongkar juga lebih dulu dengan
menerapkan sistem FIFO (First In First Out). Daging ditimbang berdasarkan jenis
daging dan asal suplier yang jumlahnya disesuaikan dengan surat pengiriman
jumlah daging yang dikirim oleh suplier. Setelah penimbangan, petugas quality
control melakukan pengecekan terhadap kesegaran daging berdasarkan parameter
aroma dan diambil sampel untuk dilakukan uji kloramfenikol, Salmonella,
Escherichia coli, Vibrio sp., dan formalin di laboratorium. Area receiving
merupakan area CCP (Critical Control Point) karena jika daging yang datang
kemudian masuk dalan proses produksi mengandung kloramfenikol, maka tidak
dapat dicegah lagi pada tahap pengolahan selanjutnya.
Daging yang segar dalam wadah toples ataupun plastik yang telah
ditimbang dimasukkan dalam keranjang (basket) dengan posisi miring dan tiap
lapisan diberi es. Petugas receiving memberikan label pada tiap keranjang
kemudian dimasukkan ke ruang proses untuk disortir ataupun disimpan dalam
cold storage temporary jika bahan baku yang datang melimpah, sedangkan daging
yang sudah basi ataupun berbau asing (amoniak, minyak tanah, solar, dan lainlain) dipisahkan untuk reject.
2.

Distribusi
Petugas distribusi mendapatkan informasi bahan baku yang datang dari

tiap supplier layak diolah atau tidak menunggu hasil uji kloramfenikol (CAP) dari
petugas laboratorium. CAP merupakan penilaian organoleptik berdasarkan
parameter aroma, warna, tekstur, rasa dan penampakan serta kadar air yang
terkandung dalam produk. Jika hasil tidak sesuai (melebihi 0,5 ppb) maka
dilakukan penelusuran kode produksi untuk menarik seluruh produk yang
diproduksi pada saat bersamaan untuk diuji keabsahan hasil pengujian
TATA LETAK PERENCANAAN PABRIK

18

sebelumnya. Jika hasil uji CAP negatif, maka petugas distribusi membagikan
daging pada tiap meja sortir dan menentukan kode supplier.
3.

Sortasi
Dalam penyortiran ada beberapa hal yang perlu diperhatikan selain size

atau ukuran daging rajungan dan memilih serta memisahkan daging rajungan yang
tidak layak untuk dikemas dalam kaleng. Dalam sortir ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan selain size dan ukuran yaitu penampilan warna, kesegaran
daging, konformasi atau ketegaran daging tidak pecah, daging padat dan kenyal,
perlemakan dan kotoran tidak banyak. Selain itu sortasi dilakukan untuk
memisahkan cangkang rajungan dan benda asing (rambut, batu, benang jaring,
dan bahan pengotor lainnya) yang masih terdapat pada daging sehingga
diharapkan hanya daging rajungan murni yang masuk proses selanjutnya.
Penyortiran dilakukan berdasarkan jenis daging, hal ini

untuk

memudahkan tahap pengisian daging dalam kaleng. Jenis daging yang disortasi
langsung dipisahkan berdasarkan tipe daging, yaitu collosal, jumbo, backfin,
flower lump, spesial dan claw meat. Pemisahan daging ini dimaksudkan untuk
mengefisienkan kerja serta supaya memastikan daging tidak tercampur, karena
daging pada masing-masing bagian tersebut mempunyai harga yang berbeda
Selama kegiatan sortasi, benda asing terlihat dengan bantuan lampu neon
sedangkan cangkang rajungan dapat terlihat karena berpendar dibawah lampu
sinar UV. Daging yang telah disortir kemudian dilakukan penimbangan untuk
mengetahui hasil sortir yang diperoleh.
4.

Pengecekan akhir (Final checking)


Tahap akhir dari sortasi adalah final checking untuk memastikan daging

yang akan dimasukkan dalam kaleng bebas dari cangkang dan benda asing. Pada
tahap ini juga dilakukan pengecekan kesegaran daging. Daging yang lunak, basi,
berbau asing segera dipisahkan dan reject. Pengecekan akhir termasuk CCP area
karena jika cangkang dan benda asing lolos pada tahap pengecekan akhir maka
sulit diperbaiki pada tahap selanjutnya dan dapat mempengaruhi kualitas daging
yang dikalengkan.
Operator sortir memberikan hasil sortir ke bagian final checking, jika
masih terdapat cangkang dan benda asing maka dilakukan pengembalian. Petugas
quality control melakukan pengecekan kesegaran daging berdasarkan aroma,
TATA LETAK PERENCANAAN PABRIK

19

warna dan penampakan. Daging yang lolos dilakukan penimbangan untuk


membandingkan hasil sortir, jumlah cangkang dan benda asing, serta berat awal
daging ketika penerimaan. Data penimbangan dimasukkan dalam dokumen
Laporan Hasil Sortir (LHS) yang digunakan untuk mendokumentasikan kecepatan
kerja para karyawan dalam penyortiran dan sebagai bukti atau acuan bagi
pembayaran ke pemasok daging rajungan.
5.

Pencampuran (Mixing)
Proses pencampuran daging rajungan dari semua miniplant (suplier) untuk

mendapatkan kualitas daging yang seragam berdasarkan parameter aroma, warna,


tekstur, dan penampakan. Mixing merupakan pencampuran daging rajungan dari
satu pemasok dengan daging rajungan dari pemasok lain untuk memperoleh
kualitas daging yang baik. Pencampuran daging tidak hanya berasal dari dua
pemasok, tetapi dapat lebih dari dua pemasok. Pencampuran daging berdasarkan
juga pada jenis daging yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Formulasi daging
yang dicampur telah ditetapkan berdasarkan jenis daging dan standar yang
ditentukan oleh buyer (pembeli).
6.

Pengisian daging dalam kaleng (Filling)


Daging yang telah mengalami pencampuran kemudian dimasukkan ke

dalam wadah kaleng tin plate berukuran (401 x 301) inch. Sebelum dilakukan
pengisian, kaleng terlebih dahulu disortir dan dicuci di gudang kemudian diberi
larutan SAPP (sodium acid pyrophosphate) yang berfungsi sebagai pencegah
terbentuknya warna biru (blueing) pada daging.
SAPP atau disodium pyrophosphate (Na2H2P2O7) dengan berat molekul
221,94 g/mol merupakan bahan tambahan pangan yang digunakan dalam proses
pengalengan daging rajungan. SAPP merupakan bahan tambahan pangan yang
berwujud bubuk berwarna putih, licin dan larut dalam air. Pemakaian bahan
tambahan ini merupakan bahan tambahan pangan yang telah diizinkan
pemakaiannya berdasarkan peraturan Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988
tentang Bahan Tambahan Pangan. SAPP memiliki dua fungsi sebagai bahan
tambahan pangan. Fungsi SAPP yang pertama sebagai sequestrant yaitu phospat
pada SAPP memiliki kemampuan untuk mengkelat logam Cu dan Fe pada lapisan
kaleng. Kemampuan mengkelat ini dapat mencegah terjadinya reaksi Cu dan Fe
TATA LETAK PERENCANAAN PABRIK

20

yang terdapat pada lapisan kaleng dengan lemak pada daging rajungan. Cu dan Fe
yang terdapat pada lapisan kaleng dapat sebagai katalis oksidasi lemak pada
daging rajungan sehingga dapat mengkompleks dan merubah warna daging
menjadi biru atau biasa disebut dengan blueing.
Fungsi SAPP yang kedua menurut Mar-Less yaitu mencegah terjadinya
pembentukan struvites. Struvites adalah rasa seperti berpasir yang terkadang dapat
dirasakan pada daging rajungan. Hal ini disebabkan oleh komponen magnesium
pada daging rajungan yang dapat mengkristal. Kristal yang tebentuk disebabkan
oleh perlakuan panas yang tinggi pada saat proses pasteurisasi. SAPP dapat
mengkompleks magnesium dan mencegah terjadinya pembentukan kristal-kristal
yang menyebabkan struvites (Anonim, 2007).
Pada filling ini juga dilakukan penataan bentuk daging di dalam kaleng
supaya terlihat rapi dan menarik ketika konsumen membuka kemasannya. Setelah
daging tertata rapi lalu ditambahkan larutan SAPP untuk kedua kalinya.
Penambahan larutan SAPP yang kedua ini dimaksudkan untuk meratakan larutan
tersebut ke seluruh isi kaleng. Jumlah SAPP yang ditambahkan disesuaikan
dengan permintaan buyer (tiap merek produk memiliki jumlah SAPP yang
berbeda-beda).
7.

Penimbangan
Daging yang sudah dimasukkan dalam kaleng dilakukan penimbangan

akhir untuk mencapai berat 453,6 gram. Penimbangan akhir dilakukan untuk
menentukan berat bersih dari produk sebelum dilakukan penutupan kaleng dan
mencegah terjadinya overweight atau underweight pada produk akhir yang dapat
menimbulkan masalah economic fraud.
8.

Penghampaan (Exhausting)
Menghilangkan oksigen, karena gas ini dapatbereaksi dengan bahan

pangan atau bagiandalam kaleng sehingga akan mempengaruhi mutu, nilai gizi
dan umur simpan produk kalengan. dilakukan dengan memasukkan kaleng yang
telah diisi dalam keadaan terbuka (setelah operasi pengisian) ke dalam suatu
terowongan (tunnel exhaust) yang dialiri stim. Meletakkan kaleng yang telah diisi

TATA LETAK PERENCANAAN PABRIK

21

dalam keadaanterbuka di dalam suatu penangas air. Waktu dan suhu exhausting
tergantung pada jenis produk yang dikalengkan.
9.

Penutupan kaleng (Seaming)


Penutupan kaleng dilakukan secara hermetis menggunakan mesin double

seamer. Kaleng yang telah diisi dengan daging diberi tutup dengan label atau
merek sesuai dengan jenis dagingnya. Mutu dari produk juga sangat ditentukan
oleh efisiensi dari mesin seamer tersebut. Untuk menjaga efisiensi dari mesin,
maka setiap 1 jam diambil satu kaleng untuk dilakukan pengecekan terhadap
dimensi kaleng (seaming teardown evaluation). Dimensi kaleng yang diukur yaitu
tinggi kaleng, lebar seam, ketebalan seam, counter sink, kait depan, kait badan,
bebas kerut dan overlap kaleng. Jika dimensi kaleng tidak sesuai dengan standar
dari perusahaan, maka dilakukan penyetingan kembali mesin double seamer.
Pengecekan dari dimensi kaleng ini bertujuan untuk mencegah terjadinya
kebocoran pada produk akibat seaming.
Proses penutupan kaleng termasuk CCP area, yaitu jika terjadi
penyimpangan seam yang tidak terdeteksi dapat menyebabkan kebocoran kaleng
berukuran mikroskopis dan rekontaminasi pada produk (kerusakan makanan
dalam kaleng). Oleh karena itu, operator seaming melakukan pemeriksaan secara
visual pada tiap kaleng hasil seaming. Pada kaleng yang mengalami seam vee,
seam cut, seam drop ataupun patah karena operasi alat seamer yang tidak baik,
dilakukan re-pack pada kaleng dan diganti menggunakan kaleng yang baru untuk
dilakukan seaming ulang.
10.

Pengkodean (Coding)
Pengkodean dilakukan setelah kaleng ditutup. Pemberian kode dilakukan

pada bagian bawah kaleng dengan menggunakan mesin coding jet print. Tujuan
dari pengkodean adalah untuk mempermudah pelacakan atau recall produk jika
terjadi masalah. Dalam kode tersebut terdapat informasi kode perusahaan, jenis
daging, kode mixing, nomor basket, tanggal produksi (Julian date), dan tahun
produksi. Pemberian kode harus sesuai dengan kode produksi yang berlangsung
serta posisi kode yang tepat dan jelas. Jika terjadi kesalahan pemberian kode maka

TATA LETAK PERENCANAAN PABRIK

22

hasil coding yang salah dihapus menggunakan tinner dan dilakukan pemeriksaan
visual pada tiap kaleng.
11.

Pasteurisasi
Proses pasteurisasi merupakan proses pemasakan daging dalam kaleng

pada suhu 80-850C selama 155 menit. Kaleng yang telah ditutup dan diberi kode
dimasukkan ke dalam basket untuk selanjutnya dipasteurisasi. Tiap basket berisi
60-75 kaleng. Pasteurisasi dilakukan pada bak pasteurisasi yang telah terisi air
bersih. Sumber panas pasteurisasi berasal dari uap panas yang dihasilkan oleh
boiler dan disalurkan dengan pipa khusus ke bak pasteurisasi. Di dalam bak
pasteurisasi juga dialiri gas yang menimbulkan gelembung udara yang berasal dari
kompresor dan bertujuan untuk meratakan panas. Pasteurisasi dilakukan selama
155 menit pada suhu 84,4 85,5 oC.
Selama proses pasteurisasi berlangsung, suhu air dan produk dipantau
secara terus menerus tiap 5 menit dengan menggunakan temperature recorder,
termometer manual, dan sensor suhu. Hasil rekaman suhu digunakan untuk
menentukan f-value produk. Tiap merek produk memiliki kisaran f-value yang
berbeda-beda sesuai permintaan buyer (pembeli). Informasi f-value ditentukan
untuk mengetahui tingkat kematangan produk. Selain suhu, waktu pasteurisasi
juga menentukan mutu produk yang dihasilkan yaitu daya simpan produk yang
diinginkan.
12.

Pendinginan (Cooling)
Proses pendinginan merupakan perlakuan thermal shock pada produk

dengan pendinginan pada suhu 00C selama 2 jam menggunakan air bersih yang
ditambahkan es curai. Proses ini dilakukan segera setelah produk diangkat dari
bak pasteurisasi. Pada tahap pendinginan juga dilakukan pemantauan secara
berkala terhadap suhu air dan produk menggunakan termometer manual dan
sensor suhu. Hasil rekaman suhu digunakan untuk menentukan nilai f-value
produk. F-value menunjukkan tingkat kematangan produk dan tingkat
keberhasilan proses pasteurisasi dan pendinginan dalam kemampuan proses untuk
mematikan organisme target (bakteri pembentuk spora yang tahan panas). Selama
TATA LETAK PERENCANAAN PABRIK

23

pendinginan, suhu dipertahankan pada kisaran 0 4 oC selama 120 menit. Bak


pendingin juga dialiri gas yang menimbulkan gelembung udara yang berasal dari
kompresor dan bertujuan untuk meratakan suhu. Proses ini ditujukan untuk
membunuh bakteri thermofilik yang belum mati saat pasteurisasi.
13.

Pengemasan (Packing)
Proses pengemasan menggunakan master carton yang dilapisi lilin yang

dapat memuat 12 kaleng dengan suhu ruangan berkisar antara 0 0C- 40C. Proses
pengemasan dilakukan secara manual oleh operator. Kaleng yang telah dilakukan
proses cooling, diletakkan di meja pengemasan untuk dibersihkan dari kSAotoran
daging yang masih menempel dan dikeringkan menggunakan lap. Kaleng
dimasukkan ke dalam master carton sebanyak 12 kaleng yang sebelumnya pada
bagian bawah master carton telah diberi pelapis berupa corrugated sheet, begitu
pula pada bagian atas kaleng. Pengisian kaleng sesuai berdasarkan jenis produk
dengan label pada master carton kemudian master carton direkat menggunakan
lakban yang berlabel merk buyer. Selama proses pengemasan dilakukan
pengecekan terhadap timbulnya karat pada kaleng, kesesuaian kode produksi pada
kaleng, dan kesesuaian label pada master carton yang digunakan dengan produk.
Kesalahan-kesalahan yang terjadi pada tahap pengkodean dapat dicegah pada
tahap pengemasan, selain itu kaleng yang terdapat karat dalam proporsi yang
besar dan mengalami kerusakan fisik seperti penyok segera dipisahkan kemudian
direkam dalam form packing report.
2.1.4 Proses Penyimpanan dan Distribusi Produk Akhir
a.

Penyimpanan dingin (Chill Storage)


Produk yang telah dikemas dimasukan dalam chill storage dengan suhu

ruangan 0020C. Penyimpanan dilakukan dengan menerapkan sistem FIFO (First


In First Out), dan diletakkan secara teratur berdasarkan merek produk dan jenis
produk yang disusun berdasarkan abjad. Penyimpanan produk akhir dengan
ketinggian yang tidak melebihi garis pembatas (tidak melebihi ketinggian alat
pendingin), dan diberi jarak dengan dinding serta produk tidak bersentuhan

TATA LETAK PERENCANAAN PABRIK

24

langsung dengan lantai sehingga penumpukan menggunakan alat penunjang yaitu


pallet.
Penggunaan blast freezer sebagai penyimpanan dingin pada ruang
penyimpanan produk akhir tergantung pada tipe dan volume produk yang
disimpan sebagai kunci utama untuk menentukan kecepatan pendinginan yang
dibutuhkan selama penyimpanan. Suhu rendah yang diperlukan pada blast freezer
dimana infiltrasi panas harus terjaga pada level yang sangat rendah dengan tujuan
mengurangi kristal es yang terbentuk. Oleh karena itu, digunakan pintu ruangan
pendingin berinsulator yang dirancang dengan baik untuk mencegah terjadinya
kebocoran suhu yang dikombinasikan dengan konstruksi ruangan berinsulator
yang sesuai agar aplikasi mesin blast freezer dapat efektif (Anonim 2007).
Pola penyusunan penyimpanan produk akhir dapat dengan menggunakan
Pallet Racking System, agar produk disusun dan disimpan secara sistematis
sehingga memudahkan ketika pembongkaran ataupun ketika pengambilan sampel.
Pallet racking system disesuaikan dengan tipe dan volume produk, kapasitas
ruangan, bagaimana produk disimpan, dan frekuensi penyusunan secara
perputaran ataupun urutan untuk akses penyimpanan produk. Penggunaan fasilitas
ruang pendingin sebagai gudang penyimpanan produk akhir harus memperhatikan
tipe produk dan toleransinya terhadap perubahan suhu secara fluktuatif yang
mungkin terjadi selama penyimpanan dalam chill storage. Penentuan penggunaan
pintu berinsulator berdasarkan tipe, ukuran, lokasi ruang pendingin juga dapat
menambah efisiensi operasi ruang pendingin (Anonim, 2007).
b.

Stuffing
Stuffing merupakan proses pengangkutan produk akhir dari chill storage

ke container untuk ekspor. Stuffing dilakukan dengan memperhatikan parameter


suhu selama pengangkutan. Suhu dipertahankan berkisar antara 00C-70C. Selama
proses stuffing produk dimasukkan dalam container dengan penyusunan
berdasarkan jenis produk dan nomor urut master carton. Jenis produk dimasukkan
secara berurut dari awal hingga akhir yaitu claw meat, spesial, lump, super lump,
jumbo, dan collosal dengan produk claw meat dibagian paling dalam container
diikuti spesial, lump, super lump, dan jumbo kemudian produk collosal diletakkan
TATA LETAK PERENCANAAN PABRIK

25

paling akhir sehingga ketika produk dikeluarkan dari container untuk diuji yang
paling mudah diambil adalah produk collosal . Metode penyimpanan seperti ini
akan membantu petugas quality control untuk memeriksa kesesuaian jumlah
produk yang akan dikirim dengan permintaan pembeli serta kemudahan
melakukan traceabillity produk jika terjadi masalah. Persiapan dokumen ekspor
juga dilakukan sebelum proses stuffing, seperti surat keterangan jalan untuk
ekspor dan hasil pengujian laboratorium terhadap mutu produk akhir seperti
kandungan kloramfenikol dan mikrobiologi.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam proses penentuan tata letak perencanaan pabrik secara keseluruhan
terangkum dalam proses yang terstruktur yang mencakup perencanaan proses
pendahuluan (tahapan kebijakan pemimpin dan uji kelayakan) dan perencanaan
proses terperinci

(analisa produk, analisa pasar, analisa penjualan, analisa

fasilitas, kapasitas produksi dan pola aliran material). Selanjutnya perencanaan


tersebut dituangkan dalam flow chart dan dilakukan evaluasi desain untuk
memperoleh output yang optimal.
3.2 Saran
Dalam perancangan pembuatan pabrik yang melibatkan peta proses dan
rancangan produk hendaknya tahap pertimbangan awal lebih diperhatikan arena
sewaktu-waktu dapat dipngaruhi oleh faktor yang lebih kompleks. Dalam hal ini
diperlukan serangkaian kegiatan monitoring dan evaluasi untuk mengantisipasi
kemungkinan adanya kegagalan.

TATA LETAK PERENCANAAN PABRIK

26

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2007.Manfaat rajungan. (http://www.cyberforums.com). Diakses 25
Maret 2015
Apple, M. J. 1990. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Institut Pertanian
Bogor: Bogor.
Kessy, A. G. 2002. Analisa Algoritma Heuristik Untuk Meminimasi Total Material
Handling dalam Perencanaan Tata Letak Fasilitas. Optimum Vol.3, No. 1:
22-32.
Moeljanto, 1992, Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan, Jakarta : Penebar
Swadaya.
Sahroni, 2003. Perencanaan Ulang Tata Letak Fasilitas Produksi Dengan Metode
Algoritma Craft Optimum Volume 4, Nomor l, Februari -Aguslus 2003:72
-82.
Susetyo, J., Risma, A. D. S., dan Joao, M. R. 2010. Perancangan Ulang Tata Letak
Fasilitas Produksi dengan Pendekatan Group Technology dan Algoritma
Blocplan Untuk Meminimasi Ongkos Material Handling. Jurnal
Teknologi, Vol. 3, No. 1: 75-84
Widarno, N. Djazuli, Sunarya. 1995. Pengaruh Teknik Pengambilan Daging.,
Ukuran, Jenis Kelamin Dan Waktu Penangkapan Terhadap Rendmen
Daging Kepiting dan Rajungan. Makalah Hasil Perikanan. Balai
Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan. Direktorat Jenderal
Perikanan. Jakarta. ISBN 979-893-00-7 : 25-30.
Wignjosoebroto, S. 1996. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Surabaya:
Guna Widya.
Wulansari, A., dan Antonni, Y. 2010. Perencanaan Ulang Tata Letak Fasilitas
Produksi Untuk Penanganan Masalah Material Handling dan Tata Ruang
di PT. Jamu Indonesia Simona. Dinamika Teknik, Vol. 4, No. 2: 13-23.
Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Hasil Perikanan. Liberty, Yogyakarta.
Nontji, A. 1986. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta. 105 hlm.
Buckle. et al., 1987 Ilmu Pangan. Jakarta. Penerbit : Universitas Indonesia
Philips
Seafood.
2005.
Grades
of
Crab
Meat.
(http,,whirlwind.phillipsseafood.net.index.cfm)
Tonga T.P. 2000. Production Standard Operational Procedure Canned Crab Meat,
PT. Tonga Tiur Putra. Cirebon.

TATA LETAK PERENCANAAN PABRIK

27

Anda mungkin juga menyukai