Anda di halaman 1dari 8

Pada jaman dahulu pulau Madura masih penuh hutan dan semak-semak.

Kampung tempat tinggal penduduk belum banyak. Hubungan antara


kampung yang satu dengan yang lainnya masih sukar. Orang harus
berjalan

menempuh

jalan

sempit

menembus

semak-semak

dan

menyeberangi sungai tanpa jembatan.


Penduduk umumnya senang berburu keluar masuk hutan. Begitu pula
para pemudanya senang mengembara. Bila sawah dan kebun telah
dikerjakan, pergilah pemuda itu berburu sambil mengembara. Bila sudah
waktu

memungut

hasil

sawah

dan

kebun,

mereka

kembali

ke

kampungnya. Mereka mulai lagi bekerja mengumpulkan hasil sawah dan


kebun, lalu mengolah tanah mereka agar dapat ditanami lagi.
Di sebuah kampung tinggallah seorang pemuda bernama Aryo Menak. Ia
kaya, sawah dan kebunnya luas. Aryo Menak pun senang berburu dan
mengembara, dan ingin mendapat pengalaman sebanyak mungkin.
Pada suatu hari Aryo Menak pergi lagi mengembara sambil berburu.
Setelah hari hampir malam sampailah ia pada suatu tempat dekat mata
air. Tempat itu dikelilingi pohon-pohon dan semak-semak. Aryo Menak
mencari tempat untuk merebahkan dirinya.
Ketika ia hampir tertidur, terdengar sayup-sayup suara yang halus. Suara
itu sebentar seakan-akan suara orang menyanyi, kemudian seperti suara
orang bersenda gurau. Lalu
berubah lagi seakan-akan suara orang tertawa gembira dengan terkikihkikih! .
Aryo Menak membuka matanya lebar-lebar. Ia bangkit dan memandang
ke sekelilingnya Tak tampak apa-apa kecuali pohon dan semak-semak.
Sementara itu di langit bulan

purnama tampak seakan-akan tersenyum kepadanya.


Indah sekali malam ini, katanya pada dirinya sendiri. "Malam sepi sekali
dan sinar bulan sangat cerah,
Aryo Menak lalu merebahkan dirinya lagi. Belum sampai tertidur sudah
didengarnya lagi suara tadi. Tapi sekarang makin jelas. Diperhatikannya
dari mana datang suara itu.
Kemudian berjalanlah ia menuju arah datangnya suara itu. Hatinya
berdebar-debar karena ingin tahu, suara apakah itu. Dalam hati ia
merasa agak ngeri juga, kalau-kalau yang dijumpainya nanti adalah
sesuatu yang menakutkan.
Rasa takutnya mulai datang, tetapi bukankah ia ingin mendapat
pengalaman sebanyak mungkin? Ditahannya rasa takutnya, lalu ia
berjalan terus mengikuti arah datangnya
suara itu. Makin lama makin jelas kedengaran suara itu. Seakan-akan
suara beberapa wanita yang sedang bersenda gurau dengan gembira dan
bernyanyi-nyanyi. Aryo Menak
maju terus sambil mengawasi keadaan sekelilingnya.
Tiba-tiba tampak dari jauh sebuah kolam di tengah-tengah taman. Taman
itu bermandikan cahaya bulan dan air kolam berkilau-kilauan
"Inilah barangkali yang disebut Taman Sarasida," kata Aryo Menak dalam
hatinya, taman dengan kolam tempat para bidadari mandi. Dari jauh
Aryo Menak memasang mata dan kupingnya baik-baik. Di bawah sinar
bulan tampak beberapa orang wanita yang sedang mandi dalam kolam.
Ramai mereka bergurau dan bernyanyi. Di tepi kolam tampak jelas
pakaian mereka berserakan.

Perlahan-lahan Aryo Menak berjalan mengendap-endap sambil mengintai


para wanita yang sedang mandi itu.
Sesampainya di suatu tempat yang baik untuk bersembunyi, Aryo Menak
berhenti menyembunyikan dirinya. Dipandangnya para wanita itu satu
persatu. Semua cantik dan
manis serta lincah. Suaranya merdu dan gelak tertawanya berderai-derai.
Timbul niat untuk mencuri pakaian wanita-wanita itu. Dengan sembunyi
ia berjingkat-jingkat sampai
ke tepi kolam tempat baju-baju itu berserakan.
Biar kuambil sebuah!" katanya dalam hati. Dipungutnya sehelai baju,
lalu ia kembali ke tempat persembunyiannya. Ia ingin tahu apa yang akan
terjadi selanjutnya.
Tiba-tiba seekor kelelawar terkejut dan mencicit, sambil menjatuhkan
buah jambu di dekatnya. Aryo Menak terkejut dan bergeser dari tempat
persembunyiannya.

Berdebar-debar

jantungnya.

Apakah

yang

akan

terjadi sekarang?
Tiba-tiba terdengar suara ribut-ribut. Aryo Menak memandang ke kolam.
Para wanita tampak keluar dari dalam kolam, lalu mengambil pakaiannya
masing-masing. Setelah
mengenakan pakaian, mereka lari terbang ke angkasa. Tercengang Aryo
Menak melihat kejadian itu.
Rupanya mereka bidadari yang turun mandi, kata Aryo Menak pada
dirinya sendiri. Kemudian ia teringat kepada baju yang dipegangnya. Lalu
ia memandang ke tengah

kolam. Dalam kolam masih ada seorang wanita yang berendam dalam air.
Rupanya bidadari itulah pemilik baju yang dipegangnya. Ia tidak dapat
turut terbang bersama temantemannya

karena

tidak

menemukan

bajunya.

Maka

tinggallah

ia

berendam dalam kolam karena tidak berani keluar. Ia tampak malu dan
takut. Aryo Menak menyembunyikan
baju itu dalam sabuknya, lalu berjalan mendekati kolam. Ketika melihat
Aryo Menak, bidadari itu memalingkan mukanya lalu menangis. Ia sedih
karena

ditinggalkan

teman-temannya

dan

khawatir

akan

nasib

selanjutnya. Apa yang harus dilakukannya sekarang?


Aryo Menak mendekat ke tepi kolam. Ia berbuat seakan-akan tidak tahu
apa-apa. Kemudian ia bertanya.
Tuan putri, mengapa menangis?
Bidadari itu sama sekali tidak menoleh. Ia menangis terus. Dari mana
tuan putri datang?" tanya Aryo Menak lagi. Dan mengapa ada di tengah
hutan malam begini?
Bidadari itu tetap diam saja.
Aryo Menak berkata lagi sambil membujuk, "Sudahlah, jangan menangis
Memang sudah kehendak dewata nasib tuan putri begini. Marilah ikut
saya ke desa.
Bidadari itu berpikir dalam hati, Apa yang harus kulakukan sekarang?
Bajuku hilang dan aku tak dapat kembali ke kayangan. Biarlah aku turut
dengan orang ini. Daripada aku tinggal kedinginan di sini."

"Baiklah saya turut dengan tuan? kata bidadari itu. Aryo Menak
memberikan destarnya untuk penutup badan bidadari, lalu diajaknya
pergi ke kampungnya.
Siapa nama tuan putri?" tanya Aryo Menak. "Ni Peri 'l'unjung Wulan,"
sahut bidadari itu.
Aryo Menak membawa Ni Peri Tunjung Wulan ke kampungnya, lalu
dijadikan istrinya. Demikianlah Aryo Menak dengan istrinya Ni Peri
Tunjung Wulan hidup dengan bahagia, rukun, dan damai di rumah Aryo
Menak. Sejak kedatangan Ni Peri Tunjung Wulan, Aryo Menak bertambah
kaya. Hartanya bertambah banyak dan padinya melimpah-limpah seakanakan tidak berkurang sama sekali. Dalam hatinya Aryo Menak heran
sekali. Padinya tidak pernah berkurang, malah bertambah banyak,
padahal mereka makan nasi setiap hari. Ia pun heran karena selama ini
belum pernah ia melihat istrinya menumbuk padi, tetapi selalu menanak
nasi.
Dari perkawinan Aryo Menak dengan Ni Peri Tunjung Wulan lahirlah
seorang anak laki-laki. Anak ini tidak berpusar dan diberi nama Aryo
Kedot. Aryo Menak dan Ni Peri
Tunjung Wulan mengasuh anaknya baik-baik dengan penuh kasih
sayang. Aryo Kedot ini yang kemudian hari menurunkan raja-raja
Madura. Keturunan Aryo Kedot adalah raja-raja yang cakap dan tangkas.
Aryo Menak yang tak habis heran memikirkan keadaan lumbung padinya
yang melimpah-limpah itu ingin mengetahui rahasia istrinya yang tidak
pernah menumbuk padi, tetapi selalu dapal menanak nasi.
Makin besar rasa ingin tahunya ketika diingatnya bahwa istrinya selalu
melarang ia masuk ke dapur. Kalau ia akan keluar rumah, selalu ia

berpesan agar suaminya jangan masuk ke dapur. Makin lama keinginan


Aryo Menak hendak mengetahui rahasia istrinya makin besar.
Pada suatu hari Ni Peri Tunjung Wulan akan pergi mencuci ke sungai.
Kepada suaminya ia berpesan, Tolong jaga anak kita, saya akan mencuci
ke sungai. Selama saya pergi, janganlah masuk ke dapur. Saya sedang
menanak nasi."
Baiklah," jawab Aryo Menak.
Setelah Ni Peri Tunjung Wulan pergi, Aryo Menak menimang-nimang
anaknya sambil berpikir, lstriku melarang lagi aku masuk ke dapur.
Tentu ada apa-apa yang di rahasiakannya.
Sambil berpikir demikian ia masuk ke dapur. Tampak olehnya periuk
tempat menanak nasi terjerang di atas api. Dibukanya tutup periuk itu
dan apa yang tampak olehnya? la terkejut dan heran karena dalam periuk
itu bukannya beras yang dimasak, melainkan sebutir padi. Tahulah Aryo
Menak sekarang mengapa padinya tak pernah berkurang.
Sekarang

aku

tahu

rahasia

istriku.

Tetapi

mengapa

ia

tidak

menceriterakannya kepadaku? Biarlah aku berpura-pura tak tahu apaapa." Aryo Menak duduk di depan rumah memangku anaknya sambil
menunggui istrinya pulang, seakan-akan tak terjadi apa-apa.
Sesampai Ni Peri Tunjung Wulan di rumah ia langsung ke dapur melihat
masakannya. Tampak olehnya dalam periuk masih tetap ada sebutir padi.
"Aduh, celaka! Mungkin
apinya kurang besar," pikirnya. Ia menambah kayu api, supaya lebih
besar nyalanya. Tetapi butir padi itu tetap tak berubah.

Tahulah ia sekarang bahwa suaminya tadi masuk ke dapur dan membuka


tutup periuk. Muka Ni Peri Tunjung Wulan muram karena sedih.
Sekarang ia harus bekerja berat seperti wanita-wanita lain. Sejak
kejadian itu ia harus menumbuk padi seperti ibu-ibu lainnya.
"Biarlah," katanya dalam hatinya. "Memang sudah kehendak dewata aku
harus bekerja berat seperti wanita-wanita lain. Tak ada gunanya aku
mengeluh dan menyesali suamiku.
Ni Peri Tunjung Wulan pergi ke lumbung padi mengambil padi untuk
ditumbuk. Tangannya yang halus kini bekerja keras menumbuk padi di
lesung dengan alu. la hanya menumbuk untuk keperluan sehari-hari
saja. Dengan demikian setiap hari padi di lumbungnya makin berkurang
dan menjelang setahun kemudian hampir habislah padi dalam lumbung.
Ketika hendak mengambil tumpukan padi yang terakhir, tampak oleh Ni
Peri Tunjung Wulan sesuatu di bawah tumpukan padi. Rupanya pakaian
bidadarinya yang dicuri Aryo Menak dan disembunyikan di dalam
lumbung! Berdebar-debar hatinya ketika mengambil baju itu. Teringat
kembali ia kepada kejadian bertahun-tahun yang lalu. Ia ingat pula
kepada masa ia tinggal di kayangan bersama teman-temannya. Wajah Ni
Peri Tunjung Wulan berseri-seri. Dipandangnya pakaiannya sambil
tersenyum, lalu dikenakannya. Seketika ia dapat terbang lagi. Ia ingin
terbang keangkasa, kembali ke kayangan, ke tempat asalnya!
Sebelum pergi Ni Peri Tunjung Wulan berkata pada suaminya, Memang
sudah kehendak dewata aku menemukan bajuku dan terbang kembali ke
kayangan. Jagalah anak kita baik- baik dan bila rindu kepadaku,
pandanglah bulan bila sedang penuh. Karena di sanalah tempat saya
sekarang!

Ni Peri Tunjung Wulan kemudian terbang ke angkasa dan hilang dari


pandangan, meninggalkan suami dan anakya.

Anda mungkin juga menyukai