Anda di halaman 1dari 7

Gambaran Umum Pembelajaran Pendidikan Jasmani Di Sekolah

Banyak orang beranggapan bahwa pendidikan jasmani adalah pelajaran yang


sepele karena pendidikan jasmani hanya mengandalkan lutut saja. Anggapan yang
seperti inilah yang membuat pendidikan jasmani selalu dianak tirikan. Padahal tidak
demikian, bila kita mau melihat lebih dalam lagi. Pendidikan jasmani juga memiliki
peran untuk menyampaikan tujuan dari pendidikan tersebut sebagai contoh melalui
pendidikan jasmani dapat dilatih kedisiplinan dan juga kerjasama pada siswa.

A. Identifikasi Masalah Pembelajaran Pendidikan Jasmani Disekolah


Salah satu visi dan misi dari pendidikan nasional adalah menciptakan peserta
didik yang sehat dan juga kuat. Tetapi pada kenyataan dilapangan tidaklah sesuai
dengan visi dan misi yang dibuat oleh pemerintah tersebut, karena perhatian
pemerintah untuk pendidikan jasmani kurang diperhatikan. Kurangnya perhatian
pemerintah pada pendidikan jasmani dapat kita lihat pada penyediaan sarana dan
prasarana untuk pendidikan jasmani disekolah-sekolah yang sangatlah minim, dan
kinerja guru yang belum professional dalam mengajarkan pendidikan jasmani.

B. Faktor Yang Menyebabkan Masalah Yang Diidentifikasi


1. Sarana Dan Prasarana Yang Kurang/ Minim
Dipedesaan penyediaan terhadap prasarana kebugaran jasmani tidaklah menjadi
permasalahan yang berarti, hal ini terjadi karena penyediaan lahan yang ada
disekolah-sekolah desa untuk kegiatan jasmani sangatlah cukup. Tetapi disini yang
menjadi masalah mengenai penyediaan sarana yang dibutuhkan dalam kegiatan
jasmani tersebut.

Sebaliknya dikota kurang memiliki lahan yang cukup untuk melakukan kegiatan
jasmani tersebut. Sehingga sering kita jumpai pada sekolah sekolah yang ada dikota
adanya sebuah lapangan yang multi fungsi yaitu adanya sebuah lapangan yang
digunakan untuk berbagai jenis kegiatan olahraga. Tetapi pada sekolah-sekolah yang
ada dikota memiliki sarana yang lebih lengkap.

Bila kita melihat kriteria yang telah ditetapkan oleh badan pengurus olahraga
yang mana disetiap orang dihitung minimal tiga meter persegi tentulah sekolah yang
ada didesa lebih baik dibandingkan sekolah-sekolah yang ada dikota mengenai
prasarana yang ada tetapi karena kurang tersedianya sarana yang mencukupi tentunya
ini akan menjadi sama saja bila dibandingkan dengan sekolah yang ada dikota.

2. Kinerja Guru Yang Belum Professional Dalam Mengajar Pendidikan Jasmani


Kualitas guru pendidikan jasmani yang ada pada sekolah dasar dan lanjutan pada
umumnya kurang memadai. Mereka kurang mampu dalam melaksanakan profesinya
secara kompeten. Mereka belum berhasil melaksanakan tanggung jawabnya untuk
mendidik siswa secara sistematik melalui pendidikan jasmani. Tampak pendidikan
jasmani belum berhasil mengembangkan kemampuan dan keterampilan anak secara
menyeluruh baik fisik. Mental maupun intelektual (Kantor Menpora, 1983). Hal ini
benar mengingat bahwa kebanyakan guru pendidikan jasmani di sekolah dasar adalah
bukan guru khusus yang secara normal mempunyai kompetensi dan pengalaman yang
terbatas dalam bidang pendidikan jasmani. Mereka kebanyakan adalah guru kelas
yang harus mampu mengajar berbagai mata pelajaran yang salah satunya adalah
pendidikan jasmani.

Gaya mengajar yang dilakukan oleh guru dalam praktik pendidikan jasmani
cenderung tradisional. Model metode-metode praktik dipusatkan pada guru (Teacher
Centered) dimana para siswa melakukan latihan fisik berdasarkan perintah yang
ditentukan oleh guru. Latihan-latihan tersebut hampir tidak pernah dilakukan oleh
anak sesuai dengan inisiatif sendiri (Student Centered).

Guru pendidikan jasmani tradisional cenderung menekankan pada penguasaan


keterampilan cabang olahraga. Pendekatan yang dilakukan seperti halnya pendekatan
pelatihan olahraga. Dalam pendekatan ini, guru menentukan tugas-tugas ajarnya
kepada siswa melalui kegiatan fisik tak ubahnya seperti melatih suatu cabang
olahraga. Kondisi seperti ini mengakibatkan tidak optimalnya fungsi pengajaran

pendidikan jasmani sebagai medium pendidikan dalam rangka pengembangan pribadi


anak seutuhnya.

C. Kondisi Yang Seharusnya Terjadi/ Dilaksanakan


Penyelesaian untuk masalah-masalah mengenai pendidikan jasmani yang ada
disekolah yaitu sebagai berikut:

Untuk mengatasi lahan sekolah yang sempit dapat dilakukan pembangunan


gedung olahraga yang bertingkat, sehingga lahan untuk kegiatan kesegaran jasmani
dapat diperluas tanpa harus membutuhkan lahan yang terlalu luas. Selain itu juga
dengan cara pengadaan sebuth lapangan yang multi fungsi.

Minimnya sarana yang ada bukanlah masalah yang sepele meskipun dalam
pembelajaran pendidikan jasmani masalah ini dapat disiasati. Guru penjas selaku
pihak yang berhubungan dengan masalah ini hendaknya beliau harus lebih giat lagi
berusaha untuk pengadaan sarana tersebut, misalnya meminta bantuan pada pihak
sekolah atau sponsor-sponsor produk olah raga.

Harusnya tiap sekolah mempunyai guru yang benar-benar khusus untuk


mengajarkan pendidikan jasmani kepada siswa. Guru yang benar-benar berkompeten
mengajarkan pendidikan jasmani kepada siswa. Sehingga apa yang diajarkan dapat
dipahami dan dimengerti oleh siswa dalam mengembangkan minat dan bakatnya
dalam dunia olahraga.

Guru pendidikan jasmani tidak hanya mengajarkan latihan kearah psikomotorik


siswa tetapi guru pendidikan jasmani juga harus mampu mengajarkan siswa kearah
kognitif dan afektif dari pendidikan jasmani sehingga pendidikan jasmani bukan
hanya tentang pendidikan untuk melatih psikomotorik siswa tetapi juga mampu
mengembangkan kognitif dan afektif siswa sebagai pendidikan pengembangan pribadi
anak seutuhnya.

Model-model pembelajaran pendidikan jasmani


1. Model Pendidikan Gerak (Movement Education)
2. Model Pendidikan Kebugaran (Fitness Education)
3. Model Pembelajaran Kooperatif
4. Model Pembelajaran Role Playing

Model Pembelajaran Role Playing


Tujuan pendidikan di sekolah harus mampu mendukung kompetensi tamatan
sekolah, yaitu pengetahuan, nilai, sikap, dan kemampuan untuk mendekatkan dirinya
dengan lingkungan alam, sosial, budaya, dan kebutuhan daerah. Sementara itu,
kondisi pendidikan di negara kita dewasa ini, lebih diwarnai oleh pendekatan yang
menitikberatkan pada model belajar konvensional seperti ceramah,sehingga kurang
mampu merangsang siswa untuk terlibat aktif dalam proses belajar mengajar
(Suwarma, 1991; Jarolimek, 1967). Suasana belajar seperti itu, menjauhkan peran
pendidikan IPS dalam upaya mempersiapkan warga negara yang baik dan
memasyarakat (Djahiri, 1993)

Di sekolah saat ini, ada indikasi bahwa pola pembelajaran bersifatteacher


centered.

Kecenderungan

pembelajaran

demikian,

mengakibatkan

lemahnya

pengembangan potensi diri siswa dalam pembelajaran sehingga prestasi belajar yang
dicapai tidak optimal. Kesan menonjolnya verbalisme dalam pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar di kelas masih terlalu kuat. Hasil penelitian Rofiuddin (1990)
tentang interaksi kelas di sekolah dasar menunjukkan bahwa 95% interaksi kelas
dikuasai oleh guru. Pertanyaan-pertanyaan yang digunakan oleh guru dalam interaksi
kelas berupa pertanyaan-pertanyaan dalam kategori kognisi rendah.

Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat dikembangkan untuk


memenuhi tuntutan tersebut adalah model belajar role playing. Menurut Zuhaerini
(1983), model ini digunakan apabila pelajaran dimaksudkan untuk: (a) menerangkan
suatu peristiwa yang didalamnya menyangkut orang banyak, dan berdasarkan

pertimbangan didaktik lebih baik didramatisasikan daripada diceritakan, karena akan


lebih jelas dan dapat dihayati oleh anak; (b) melatih anak-anak agar mereka mampu
menyelesaikan masalah-masalah sosial-psikologis; dan (c) melatih anak-anak agar
mereka dapat bergaul dan memberi kemungkinan bagi pemahaman terhadap orang
lain beserta masalahnya.

Sementara itu, Davies (1987) mengemukakan bahwa penggunaan role playing


dapat membantu siswa dalam mencapai tujuan-tujuan afektif. Esensi role playing,
menurut Chesler dan Fox (1966) adalah the involvement of participant and observers
in a real problem situation and the desire for resolution and understanding that this
involvement engender.

Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa penggunaan model ini dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Ada empat asumsi yang
mendasari model ini memiliki kedudukan yangsejajar dengan model-model
pengajaran lainnya. Keempat asumsi tersebut ialah: Pertama, secara implisit bermain
peran mendukung suatu situasi belajar berdasarkan pengalaman dengan menekankan
dimensi di sini dan kini (here and now) sebagai isi pengajaran. Kedua, bermain
peran memberikan kemungkinan kepada para siswa untuk mengungkapkan perasaanperasaannya yang tak dapat mereka kenali tanpa bercermin kepada orang lain. Ketiga,
model ini mengasumsikan bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf kesadaran
untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Keempat, model mengajar ini
mengasumsikan bahwa proses-proses psikologis yang tersembunyi (covert) berupa
sikap-sikap nilai-nilai, perasaan-perasaan dan sistem keyakinan dapat diangkat ke
taraf kesadaran melalui kombinasi pemeranan secara spontan dan analisisnya.

Untuk dapat mengukur sejauh mana bermain peran memberikan manfaat kepada
pemeran dan pengamatnya ditentukan oleh tiga hal, yakni (1) kualitas pemeranan; (2)
analisis yang dilakukan melalui diskusi setelah pemeranan; (3) persepsi siswa

terhadap peran yang ditampilkan dibandingkan dengan situasi nyata dalam kehidupan.

Pembelajaran dengan model role playing dilaksanakan menjadi beberapa tahap,


yaitu sebagai berikut: (1) tahap memotivasi kelompok; (2) memilih pemeran; (3)
menyiapkan pengamat; (4) menyiapkan tahap-tahap permainan peran; (5) pemeranan;
(6) diskusi dan evaluasi; (7) pemeranan ulang; (8) diskusi dan evaluasi kedua; (9)
membagi pengalaman dan menarik generalisasi.

Kemampuan guru dalam performa pembelajaran merupakan seperangkat perilaku


nyata guru pada waktu memberikan pelajaran kepada siswanya (Johnson, dalam
Natawidjaya, 1996). Menurut Sunaryo (1989) dan Suciati (1994), performansi guru
dalam melaksanakan proses pembelajaran mencakup tiga aspek, yaitu membuka
pelajaran, melaksanakan pelajaran, dan menutup pelajaran.

Membuka pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk menciptakan


suasana kesiapan mental dan menumbuhkan perhatian siswa terhadap hal-hal yang
akan dipelajari. Dasar kesiapan mental yang dimaksud, menurut Sumaatmadja (1984)
antara lain minat, dorongan untuk mengetahui kenyataan, dan dorongan untuk
menemukan sendiri gejala-gejala kehidupan. Menurut pendapat Connel (1988),
kesiapan belajar siswa meliputi kesiapan afektif dan kesiapan kognitif. Sedangkan
menurut Bruner (dalam Maxim, 1987), kesiapan merupakan peristiwa yang timbul
dari lingkungan belajar yang kaya dan bermakna, dihadapkan kepada guru yang
mendorong siswa dalam berbagai peristiwa belajar yang menggugah.

Berdasarkan kutipan pendapat di atas, aktivitas membuka pelajaran pada


hakikatnya merupakan upaya guru menarik perhatian siswa, menimbulkan motivasi,
memberi acuan, dan membuat keterkaitan. Menarik perhatian siswa dapat dilakukan
antara lain dengan gaya mengajar, penggunaan alat-bantu mengajar, dan pola interaksi
yang bervariasi. Kemampuan melaksanakan proses pengajaran menunjuk kepada
sejumlah aktivitas yang dilakukan oleh guru ketika ia menyajikan bahan pelajaran.

Pada tahap ini berlangsung interaksi antara guru dengan siswa, antarsiswa, dan antara
siswa dengan kelompok belajarnya.

Selanjutnya, Oregon (1977) mengemukakan pula mengenai cakupan pelaksanaan


pengajaran seperti aspek tujuan pengajaran yang dikehendaki, bahan pelajaran yang
disajikan, siswa yang belajar, metode mengajar yang digunakan, guru yang mengajar,
dan alokasi waktu dalam mengajar.

Kemampuan mengakhiri atau menutup pelajaran merupakan kegiatan guru baik


pada akhir jam pelajaran maupun pada setiap penggalan kegiatan belajar mengajar.
Kegiatan ini dilakukan dengan maksud agar siswa memperoleh gambaran yang utuh
mengenai pokok-pokok materi yang dipelajarinya. Menutup pelajaran secara umum
terdiri atas kegiatan-kegiatan meninjau kembali dan mengevaluasi. Meninjau kembali
pelajaran mencakup kegiatan merangkum inti pelajaran dan membuat ringkasan,
sedangkan mengevaluasi pelajaran merupakan kegiatan untuk mengetahui adanya
pengembangan wawasan siswa setelah pelajaran atau penggal kegiatan belajar
berakhir.

Anda mungkin juga menyukai

  • Memorandum of Understanding
    Memorandum of Understanding
    Dokumen2 halaman
    Memorandum of Understanding
    elhaz
    Belum ada peringkat
  • Tiga Pondasi
    Tiga Pondasi
    Dokumen24 halaman
    Tiga Pondasi
    SaifulMujabSutanPermato
    Belum ada peringkat
  • Pengenalan Petrel
    Pengenalan Petrel
    Dokumen12 halaman
    Pengenalan Petrel
    Aidul Fauzi Amri
    Belum ada peringkat
  • AMPLOP
    AMPLOP
    Dokumen11 halaman
    AMPLOP
    Ega Mega
    Belum ada peringkat
  • Readle Shear
    Readle Shear
    Dokumen8 halaman
    Readle Shear
    Huzaely Latief Sunan
    100% (1)
  • Langkah Petrel
    Langkah Petrel
    Dokumen24 halaman
    Langkah Petrel
    Fadjrin Faisal
    Belum ada peringkat
  • JURNAL
    JURNAL
    Dokumen17 halaman
    JURNAL
    Aidul Fauzi Amri
    Belum ada peringkat
  • Pertanyaan Umum
    Pertanyaan Umum
    Dokumen12 halaman
    Pertanyaan Umum
    Aidul Fauzi Amri
    Belum ada peringkat
  • Langkah Petrel
    Langkah Petrel
    Dokumen24 halaman
    Langkah Petrel
    Fadjrin Faisal
    Belum ada peringkat
  • Analisi Hasil Evaluasi Belajar
    Analisi Hasil Evaluasi Belajar
    Dokumen2 halaman
    Analisi Hasil Evaluasi Belajar
    Aidul Fauzi Amri
    Belum ada peringkat
  • Peta Geologi
    Peta Geologi
    Dokumen1 halaman
    Peta Geologi
    Aidul Fauzi Amri
    Belum ada peringkat
  • Regional Geology Sulawesi Tengah
    Regional Geology Sulawesi Tengah
    Dokumen62 halaman
    Regional Geology Sulawesi Tengah
    Aidul Fauzi Amri
    Belum ada peringkat
  • Ling Karan
    Ling Karan
    Dokumen1 halaman
    Ling Karan
    Aidul Fauzi Amri
    Belum ada peringkat
  • Batuan Beku Ultrabasa
    Batuan Beku Ultrabasa
    Dokumen4 halaman
    Batuan Beku Ultrabasa
    Aidul Fauzi Amri
    Belum ada peringkat
  • Sedimen
    Sedimen
    Dokumen17 halaman
    Sedimen
    Aidul Fauzi Amri
    Belum ada peringkat
  • Metamorf
    Metamorf
    Dokumen9 halaman
    Metamorf
    Aidul Fauzi Amri
    Belum ada peringkat
  • Paleo Sulawesi
    Paleo Sulawesi
    Dokumen63 halaman
    Paleo Sulawesi
    Aidul Fauzi Amri
    Belum ada peringkat
  • Chapter II
    Chapter II
    Dokumen13 halaman
    Chapter II
    Aidul Fauzi Amri
    Belum ada peringkat
  • Teori Bilangan
    Teori Bilangan
    Dokumen19 halaman
    Teori Bilangan
    Ackmad Zheal
    Belum ada peringkat
  • Proposal
    Proposal
    Dokumen49 halaman
    Proposal
    Aidul Fauzi Amri
    Belum ada peringkat
  • Contoh Daftar Riwayat Hidup
    Contoh Daftar Riwayat Hidup
    Dokumen2 halaman
    Contoh Daftar Riwayat Hidup
    Aidul Fauzi Amri
    Belum ada peringkat
  • Bertamu Dan Menerima Tamu
    Bertamu Dan Menerima Tamu
    Dokumen8 halaman
    Bertamu Dan Menerima Tamu
    Aidul Fauzi Amri
    Belum ada peringkat
  • Agenda Harian
    Agenda Harian
    Dokumen1 halaman
    Agenda Harian
    Aidul Fauzi Amri
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen12 halaman
    Bab Iv
    Aidul Fauzi Amri
    Belum ada peringkat
  • Document 1
    Document 1
    Dokumen12 halaman
    Document 1
    Aidul Fauzi Amri
    Belum ada peringkat
  • Penemuan Terbimbing PDF
    Penemuan Terbimbing PDF
    Dokumen11 halaman
    Penemuan Terbimbing PDF
    Imha Kirei Mondo
    Belum ada peringkat
  • Tgs Sosiologi
    Tgs Sosiologi
    Dokumen14 halaman
    Tgs Sosiologi
    Aidul Fauzi Amri
    Belum ada peringkat
  • Sosiologi
    Sosiologi
    Dokumen10 halaman
    Sosiologi
    Aidul Fauzi Amri
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen46 halaman
    Bab Iv
    Aidul Fauzi Amri
    Belum ada peringkat
  • Kendal A
    Kendal A
    Dokumen7 halaman
    Kendal A
    Aidul Fauzi Amri
    Belum ada peringkat