Anda di halaman 1dari 28

BAB 1

PENDAHULUAN
Spondilitis tuberkulosis atau yang lebih populer disebut Potts Disease (PD)
adalah tuberkulosis diseminata yang mengenai vertebra beserta dengan diskus
intervertebralis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosi. Tuberkulosis masih
menjadi salah satu penyakit paling mematikan di seluruh dunia. World Health
Organization (WHO) memperkirakan bahwa setiap tahun terdapat lebih dari 8
juta kasus baru tuberkulosa dan lebih kurang 3 juta orang meninggal akibat
penyakit ini. Tuberkulosis sering dijumpai di daerah dengan penduduk yang
padat sanitasi yang buruk dan malnutrisi. Walaupun manifestasi tuberkulosis
biasanya terbatas pada paru, penyakit ini dapat mengenai organ apapun, seperti
tulang, traktus genitourinarius dan sistem saraf pusat.1
World Health Organisation (WHO) pada tahun 2009 melaporkan lebih dari
5.8 juta kasus TB baru pulmoner maupun extra-pulmoner. Di Amerika Serikat,
tuberkulosis pada tulang dan sendi diperhitungkan sebanyak 10% dari total kasuskasus infeksi bakteri M.tuberkulosis. Tulang yang sering terinfeksi adalah tulangtulang yang pada umumnya menjadi tumpuan berat (Weight-bearing), antara lain
tulang belakang (pada 40% kasus), tulang pinggul (pada 13% kasus), dan tulang
patella (pada 10% kasus).2 Indonesia menempati peringkat ketiga setelah India
dan China sebagai negara dengan populasi penderita TB terbanyak.Setidaknya
hingga 20 persen penderita TB paru akan mengalami penyebaran TB ekstraparu.3
Spondilitis tuberkulosa merupakan penyakit kronik dan lambat berkembang
dengan gejala yang telah berlangsung lama. Riwayat penyakit dan gejala klinis
pasien adalah hal yang penting, namun tidak selalu dapat diandalkan untuk
diagnosis dini. Nyeri adalah gejala utama yang paling sering. Gejala sistemik
muncul seiring dengan perkembangan penyakit. Gejala lainnya menggambarkan
penyakit kronis, mencakup malaise, penurunan berat badan dan fatigue.

Nyeri punggung persisten dan lokal, keterbatasan mobilitas tulang belakang,


demam dan komplikasi neurologis dapat muncul saat destruksi berlanjut antara
lain: paraplegia, paresis, hipestesia, nyeri radikular dan atau sindrom kauda
equina. Spondilitis TB servikal jarang terjadi, namun manifestasinya lebih
berbahaya karena dapat menyebabkan disfagia dan stridor, tortikollis, suara serak

akibat gangguan n. laringeus. Jika n. Frenikus terganggu, pernapasan terganggu


dan timbul sesak napas (disebut juga Millar asthma), gangguan pernapasan akibat
adanya abses retrofaring. Umumnya gejala awal spondilitis servikal adalah kaku
leher atau nyeri di daerah belakang kepala.2,3
Diagnosis spondilitis tuberkulosa dengan adanya gejala bersama dengan
bukti masa lalu paparan TBC, pencitraan menunjukkan pembentukan abses dan
kompresi sumsum tulang belakang dan dengan tepat respons klinis terhadap
pengobatan anti-TB. Diagnosis ditegakkan dengan mikrobiologi dan pemeriksaan
histopatologi. Pemeriksaan harus terdiri mikroskop ,analisis budaya dan PCR
untuk deteksi cepat spondilitis tuberkulosa.4
Penanganan infeksi Spondylitis TB dapat mencangkup terapi non-operatif
atau terapi operatif. Pemilihan terapi ditentukan dari pemeriksaan fisik kondisi
pasien saat datang dan hasil pemeriksaan penunjang. Semakin berat kondisi
deformitas dari vertebra, maka dibutuhkan terapi operatif, akan tetapi jika belum
ditemukan tanda-tanda kolaps pada tulang vertebra, maka pasien dapat diberikan
terapi secara non-operatif. 4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Tulang belakang manusia adalah pilar atau tiang yang berfungsi
sebagai penyangga tubuh dan melindungi medulla spinalis. Pilar itu terdiri
atas 33 ruas tulang belakang yang tersusun secara segmental yang terdiri atas
7 ruas tulang servikal (vertebra servikalis), 12 ruas tulang torakal (vertebra
torakalis), 5 ruas tulang lumbal (vertebra lumbalis), 5 ruas tulang sakral yang
menyatu (vertebra sakral), dan 4 ruas tulang ekor (vertebra koksigea).6
Tulang belakang juga berfunsi untuk menyangga kepala dan sebagai
titik sambungan terhadap tulang iga, pelivs dan otot-otot punggung. Susunan
tulang

belakang

manusia

terdiri

dari

tulang

vertebra

dan

discus

intervertebralis. Fungsi dari discus intervertebralis di antara tulang vertebra


adalah sebagai bantalan untuk memberikan sifat fleksibel terhadap
pergerakkan tubuh, baik ke arah anterior, posterior, lateral maupun rotasi dan
juga berfungsi agar tulang vertebra tidak bertabrakkan satu dengan yang
lainnya.6

Gambar 2.1 Gambaran segmen normal tulang belakang6

Terdapat 33 tulang vertebra yang dibagi menjadi 5 segmen


berdasarkan morfologi dan lokasi, antara lain:
1. 7 vertebra servikalis yang terletak di antara thorax dan tengkorak,
dengan karakteristik bentuk yang kecil, prosesus spinosus yang
terbagi dua, dan foramen pada prosesus tranversus;
2. 12 vertebra torakalis;
3. 5 vertebra lumbalis yang terletak dibawah vertebra thorakalis,
dimana berfungsi sebagai penyanga bagian posterior dari dinding
abdomen dan dengan karkteristik bentuk yang besar;5 vertebra
sakrum yang tergabung menjadi 1 tulang sakrum;
4. 4 vertebra coccygeal yang tergabung menjadi 1 tulang coccyx yang
terbentuk seperti segitiga kecil.5

Gambar 2.2 Susunan tulang vertebra6

Tulang vertebra pada segmen cervikalis, torakalis maupun lumbalis


memiliki strutur dasar yang sama satu dengan yang lainnya. Pada sisi
anterior terdapat tubuh dari tulang vertebra (vertebrae body) yang berfungsi
untuk menahan berat yang paling banyak. Pada bagian posterior terdapat 3
prosesus, antara lain 1 procesus spinosus pada bagian medial dan 2 prosesus
transversus pada bagian lateral. Bagian anterior dan posterior dari tulang
vertebra digabungkan kaki-kaki yang disebut dengan pedicle. Pada vertebra
torakalis, terdapat yang disebut dengan facet dimana titik pertemuan vertebra
torakalis dengan tulang iga. 6
Foramen vertebralis terletak di tengah-tengah antara bagian anterior
dan posterior dari tulang vertebra. Foramen vertebralis berfungsi sebagai
tempat letaknya medulla spinalis yang dimulai dari dasar basis cranii hingga
vertebra lumbalis 1, yang kemudian diakhiri pada bagian distal dengan
kumpulan ujung saraf spinalis yang disebut dengan cauda equina. 6

Gambar Gambar 2.3 Tulang vertebra6


Kolum vertebralis memiliki 2 kurvatur normal, antara lain:
1. Kurvatur Primer melengkung ke arah anterior (concave
anteriorly): Segmen Torakalis & Sakral
2. Kurvatur Sekunder melengkung ke arah posterior (concave
posteriorly): Segmen Servikalis & Lumbalis

Gambar 2.4 Kurvatur tulang vertebra6

Segmen servikalis dan lumbalis merupakan titik tumpuan garis


gravitasi (weight-bearing point) agar tubuh manusia dapat terletak pada satu
garis vertikal.
Pembuluh darah yang memperdarahi tulang-tulang vertebralis berasal
dari Aorta asenden yang memperdarahi vertebra servikalis dan desenden yang
memperdarahi sisa vertebra lainnya. Aorta asenden akan bercabang menjadi
Brachiocephalic

trunk,

common

carotid

dan

arteri

subklavian.

Brachiocephalic trunk akan terbagi menjadi arteri subklavian dan common


carotid. Aorta desenden berjalan bersamaan dengan kolum vertebralis,
dimana pada setiap vertebralis akan terdapat percabangan dari Aorta
desenden, seperti Thoracic segmental arteries dan Lumbal segmental arteries
yang juga memperdarahi medula spinalis dan tulang iga.6

Gambar 2.5 Arteri yang memperdarahi tulang vertebra. (Henry gray, 2005)

Vena yang memperdarahi tulang vertebra servikalis adalah vena


Jugularis interna dan externa yang merupakan percabangan dari Vena Cava
Superior. Sedangkan vena yang memperdarahi tulang vertebra lainnya
berasal dari Vena Cava Inferior. Selain itu, vena azigos berkomunikasi
dengan plexus Batson yang befungsi sebagai jalur alternatif ketika Vena
Cava Superior teroklusi, maupun secara parsial ataupun total. Batson plexus
berjalan pada foramen vertebralis. Batson plexus merupakan vena yang tidak
memiliki katup.6

Gambar 2.6 Vena yang memperdarahi tulang vertebra5

Gambar 2.7 Batson Plexus pada vertebra5

2.2 Definisi
Spondilitis tuberkulosa atau Potts disease merupakan peradangan
kronik yang dapat menyebabkan destruksi disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosi yang mengenai vertebra beserta dengan diskus intervertebralis.2
Tuberkulosa tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari
fokus di tempat lain dalam tubuh Keterlibatan spinal biasanya merupakan
akibat dari penyebaran hematogen dari lesi pulmonal ataupun dari infeksi
pada sistem genitourinarius. Percivall pot (1779) pertama kali menguraikan
tentang tuberkulosa pada kolumna spinalis dan menyatakan bahwa terdapat
hubungan antara penyakit ini dengan Destruksi pada diskus dan korpus
vertebra yang berdekatan, kolapsnya elemen spinal dan kifosis berat dan
progresif kemudian dikenal sebagai Potts disease.1
2.3 Epidemiologi
Menurut World

Health Organization (WHO)

pada

tahun

2014 terdapat 9 juta kasus TB baru dan 1,5 juta penduduk dunia meninggal
akibat infeksi kuman tuberkulosa. Indonesia menempati peringkat kelima
setelah

India, Tiongkok, Nigeria dan Pakistan sebagai negara yang

memiliki jumlah penderita TB terbanyak, dengan jumlah 410.000 520.000


kasus TB.7
Penyakit tersebut sering ditemukan pada negara berkembang oleh
karena kemiskinan, nutrisi dan tempat tinggal yang buruk. Kondisi akan
diperburuk dengan M. tuberculosis yang bersifat multidrug-resistant, HIV dan
usia tua. Usia rata-rata penderita spondylitis tuberkulosis adalah usia 30-40
dan lebih sering ditemukan pada usia dibawah 40 tahun dibanding diatas 40
tahun. Faktor resiko yang ditemukan pada penyakit spndylitis tuberkulosis
adalah diabetes melitus (5-25%), gagal ginjal (2-31%) dan penggunaan
kortikosteroid jangka (3-13%).8
2.4 Etiologi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
kuman

Mycobacterium

tuberculosis

yang

merupakan

anggota

ordo

Actinomicetales dan famili Mycobacteriase. Basil tuberkel berbentuk batang

lengkung, gram positif lemah yaitu sulit untuk diwarnai tetapi sekali berhasil
diwarnai sulit untuk dihapus walaupun dengan zat asam, sehingga disebut
sebagai kuman batang tahan asam. Hal ini disebabkan oleh karena kuman
bakterium memiliki dinding sel yang tebal yang terdiri dari lapisan lilin dan
lemak (asam lemak mikolat). Selain itu bersifat pleimorfik, tidak bergerak
dan tidak membentuk spora serta memiliki panjang sekitar 2-4 m.9

Gambar 2.8 Mycobacterium tuberculosis menggunakan


Scanning Electron Micrograph (SEM)21
2.5 Patogenesis
Paru merupakan port dentree lebih dari 98% kasus infeksi TB, karena
ukuran bakteri sangat kecil 1-5 , kuman TB yang terhirup mencapai alveolus
dan segera diatasi oleh mekanisme imunologis nonspesifik. Makrofag
alveolus akan memfagosit kuman TB dan sanggup menghancurkan sebagian
besar kuman TB. Pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu
menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.
Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang-biak, akhirnya akan
menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan kuman TB membentuk koloni
di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut
primary Ghon fokus. 9
Diawali dari fokus primer kuman TB menyebar melalui saluran limfe
menuju ke kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai
saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya
inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis)
yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar
limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus
primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal.

Kompleks primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe


regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang
(limfangitis). 9
Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu
dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut,
kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 104 yaitu jumlah yang cukup untuk
merangsang respons imunitas selular. Pada saat terbentuk kompleks primer,
infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh
terbentuk hipersensitivitas terhadap protein tuberkulosis, yaitu timbulnya
respons positif terhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin
masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas selular tubuh
terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan sistem
imun yang berfungsi baik, begitu sistem imun selular berkembang, proliferasi
kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup
dalam granuloma. Bila imunitas selular telah terbentuk, kuman TB baru yang
masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan. 9
Setelah imunitas selular terbentuk fokus primer di jaringan paru
biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau
kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar
limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi tetapi
penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru.
Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam
kelenjar tersebut. 9
Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi
pertumbuhannya oleh imunitas selular, kuman tetap hidup dalam bentuk
dorman. Fokus tersebut umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit,
tetapi berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi, disebut sebagai fokus
Simon. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun,
fokus Simon ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di
organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang dan lain-lain. 9
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat
terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen,

10

kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer


sedangkan pada penyebaran hematogen kuman TB masuk ke dalam sirkulasi
darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah
yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.9
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread), kuman TB
menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai
organ di seluruh tubuh. Organ yang dituju adalah organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama
apeks paru atau lobus atas paru. Bagian pada tulang belakang yang sering
terserang adalah peridiskal terjadi pada 33% kasus spondilitis TB dan dimulai
dari bagian metafisis tulang, dengan penyebaran melalui ligamentum
longitudinal. Anterior terjadi sekitar 2,1% kasus spondilitis TB. Penyakit
dimulai dan menyebar dari ligamentum anterior longitudinal. Radiologi
menunjukkan adanya skaloping vertebra anterior, sentral terjadi sekitar 11,6%
kasus spondilitis TB. Penyakit terbatas pada bagian tengah dari badan
vertebra tunggal, sehingga dapat menyebabkan kolap vertebra yang
menghasilkan deformitas kiposis. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan
bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas selular
yang akan membatasi pertumbuhan.9
Penyebaran TBC ke tulang belakang secara hematogen terjadi karena
infeksi traktus urinarius melalui pleksus Batson. Infeksi TBC vertebra
ditandai dengan proses destruksi tulang progresif tetapi lambat di bagian
depan (anterior vertebral body). Penyebaran dari jaringan yang mengalami
perkejuan akan menghalangi proses pembentukan tulang sehingga berbentuk
tuberculos squestra. Sedang jaringan granulasi TBC akan penetrasi ke korteks
dan terbentuk abses paravertebral yang dapat menjalar ke atas atau bawah
lewat ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Sedangkan diskus
intervertebralis karena avaskular lebih resisten tetapi akan mengalami
dehidrasi dan penyempitan karena dirusak oleh jaringan granulasi TBC.
Kerusakan progresif bagian anterior vertebra akan menimbulkan kifosis.10

11

Perjalanan penyakit spondilitis tuberkulosa terdiri dari lima stadium


yaitu:
1. Stadium implantasi
Setelah bakteri berada dalam tulang, apabila daya tahan tubuh penderita
menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung
selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus
dan pada anak-anak pada daerah sentral vertebra.
2. Stadium destruksi awal
Selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra dan penyempitan yang
ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu.
3. Stadium destruksi lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra, dan
terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses, yang tejadi
2-3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk
sekuestrum dan kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk
tulang baji terutama di depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus
vertebra sehingga menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus.
4. Stadium gangguan neurologis
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi
tetapi ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Vertebra torakalis
mempunyai kanalis spinalis yang kecil sehingga gangguan neurologis
lebih mudah terjadi di daerah ini. Apabila terjadi gangguan neurologis,
perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia yaitu:
a.

Derajat I
Kelemahan pada anggota gerak bawah setelah beraktivitas atau
berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris.

b.

Derajat II
Kelemahan pada anggota gerak bawah tetapi penderita masih dapat
melakukan pekerjaannya.

c.

Derajat III

12

Kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak atau


aktivitas penderita disertai dengan hipoestesia atau anestesia.
d.

Derajat IV
Gangguan saraf sensoris dan motoris disertai dengan gangguan
defekasi dan miksi.

TBC paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat
tergantung dari keadaan penyakitnya. Pada penyakit yang masih aktif,
paraplegia terjadi karena tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau
kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi
jaringan. Paraplegia pada penyakit yang tidak aktif atau sembuh terjadi
karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau pembentukan
jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa.
5. Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah stadium implantasi.
Kifosis atau gibbus bersifat permanen karena kerusakan vertebra yang
massif di depan .10
Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk
spondilitis:
a)

Peridiskal / paradiskal
Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise
dibawah ligamentum longitudinal anterior/area subkondral). Banyak
ditemukan pada orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia
dan nekrosis diskus. Terbanyak ditemukan di regio lumbal.

b)

Sentral
Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga
disalahartikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini
sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe
lain 5 sehingga menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat.

c)

Bentuk atipikal
Atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak dapat
diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal
dengan keterlibatan lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di

13

canalis spinalis tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel,


lamina, prosesus transversus dan spinosus, serta lesi artikuler yang berada
di sendi intervertebral posterior. 11,12
2.6 Klasifikasi
Menurut Wilson dan MacDonald, 2003, klasifikasi Spondilitis
Tuberkulosis dibedakan berdasarkan klinis dan gambaran radiologinya adalah
sebagai berikut.13
1.

Klasifikasi Potts Paraplegia

Tabel 2.1 Klasifikasi Potts Paraplegia. 3

Klasifikasi Potts paraplegia disusun untuk mempermudah komunikasi


antar klinisi dan mempermudah deskripsi keparahan gejala klinis pasien
spondilitis TB.
2.

Klasifikasi klinik radiologis

Tabel 2.2 Klasifikasi klinik radiologis. 3

3.

Klasifikasi berdasarkan lesi

14

Tabel 2.3 Klasifikasi berdasarkan lesi.3

Klasifikasi menurut Gulhane Askeri Tip Akademisi (GATA) dibuat


berdasarkan kriteria klinis dan radiologis, antara lain: formasi abses,
degenarasi diskus, kolaps vertebra, kifosis, angulasi sagital, instabilitas
vertebra dan gejala neurologis.
4.

Klasifikasi ASIA
Untuk menilai derajat keparahan, memantau perbaikan klinis dan

memprediksi prognosis pasien spondilitis TB dengan cedera medula spinalis


digunakan klasifikasi American Spinal Injury Association (ASIA)
Tabel 2.4 Klasifikasi ASIA.3

2.7 Manifestasi Klinis

15

Pasien mengeluhkan nyeri lokal tidak spesifik pada daerah vertebra


yang terinfeksi. Demam lama tanpa sebab yang jelas, menggigil, malaise,
berkurangnya berat badan atau berat badan tidak sesuai umur pada anak yang
merupakan gejala klasik TB paru juga terjadi pada pasien dengan spondilitis
TB.3
Spasme otot punggung dirasakan sebagai suatu mekanisme dimana
tubuh menghindari pergerakan pada tulang vertebra yang terinfeksi agar tidak
menimbulkan nyeri yang hebat. Spasme otot akan menghilang ketika anak
sedang berbaring atau tertidur, maka dari itu gejala ini disebut sebagai night
cry, dikarenakan ketika terbangun spasme otot terjadi lagi dan menyebabkan
sakit yang tidak tertahankan. 3
Keluhan deformitas pada tulang belakang (kyphosis) terjadi pada
80%

kasus

disertai oleh

timbulnya

gibbus

yaitu

punggung

yang

membungkuk dan membentuk sudut, merupakan lesi yang tidak stabil


serta dapat berkembang secara progresif. Kelainan yang sudah berlangsung
lama dapat disertaiParaplegia pada pasien spondilitis TB dengan penyakit
aktif atau yang dikenal dengan istilah Potts paraplegi, terdapat 2 tipe defisit
neurologi ditemukan pada stadium awal dari penyakit yaitu dikenal dengan
onsetawal, dan paraplegia pada pasien yang telah sembuh yang biasanya
berkembang beberapa tahun setelah penyakit primer sembuh yaitu dikenal
dengan onset lamba.9
Paraplegia onset cepat terjadi saat akut, biasanya dalam dua tahun
pertama. Paraplegia onset cepat disebabkan oleh kompresi medula spinalis
oleh abses atau proses infeksi. Sedangkan paraplegia onset lambat terjadi saat
penyakit sedang tenang, tanpa adanya tanda-tanda reaktifasi spondilitis,
umumnya disebabkan oleh tekanan jaringan fibrosa/parut atau tonjolantonjolan tulang akibat destruksi tulang sebelumnya. 3

16

Gambar 2.9 : Gibbus. Tampak penonjolan bagian posterior


tulang belakang ke arah dorsal akibat angulasi kifotik
vertebra3
2.8 Diagnosis
Penegakan diagnosis seperti pada penyakit-penyakit pada umumnya
melalui

anamnesis,

pemeriksaan

fisik,

diikuti

dengan

pemeriksaan

penunjang.Terdapat riwayat kesehatan yang lama dan nyeri punggung. Pada


beberapa kasus tanda deformitas yang dominan. Kadang terdapat abses dingin
di lipatan paha atau paraestesia dan kelemahan pada kaki.3
2.8.1 Anamnesa
Anamnesis bisa didapatkan adanya riwayat TB paru, atau riwayat gejala
gejala klasik (demam lama, diaforesis nokturnal,batuk lama, penurunan
berat badan) jika TB paru belum ditegakkan sebelumnya. Demam lama
merupakan keluhan yang paling sering ditemukan namun cepat menghilang
(satu hingga empat hari) jika diobati secara adekuat. Paraparesis adalah
gejala yang biasanya menjadi keluhan utama yang membawa pasien datang
mencari pengobatan. Gejala neurologis lainnya yang gangguan defekasi dan
miksi. Adanya riwayat batuk lama ( lebih dari 3 minggu) berdahak atau
berdarah disertai dengan nyeri dada.3

17

2.8.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik umum dapat menunjukkan adanya fokus infeksi TB di
paru atau di tempat lain. Pernapasan cepat dapat diakibatkan oleh hambatan
pengembangan volume paru oleh tulang belakang yang kifosis atau infeksi
paru oleh kuman TB. Infiltrat paru akan terdengar sebagai ronkhi, kavitas
akan terdengar sebagai suara amforik atau bronkial dengan predileksi di
apeks paru. Kesegarisan (alignment) tulang belakang harus diperiksa secara
seksama. Infeksi TB spinal dapat menyebar membentuk abses paravertebra
yang

dapat

teraba,

bahkan

terlihat

dari

luar

punggung

berupa

pembengkakan. Suatu tanda khas pada vertebra thorakal adalah kifosis yang
menyudut, pada pasien lanjut pasien bungkuk. 3
Apabila ada keterlibatan vertebra cervical leher menjadi kaku.
Permukaan kulit juga harus diperiksa secara teliti untuk mencari muara
sinus/fistel hingga regio gluteal dan di bawah inguinal (trigonum femorale).
Tidak tertutup kemungkinan abses terbentuk di anterior rongga dada atau
abdomen. Pada pemeriksaan neurologis bisa didapatkan gangguan fungsi
motorik, sensorik, dan autonom. Kelumpuhan berupa kelumpuhan upper
motor neuron (UMN), namun pada presentasi awal akan didapatkan paralisis
flaksid, baru setelahnya akan muncul spastisitas dan refleks patologis yang
positif. Kelumpuhan lower motor neuron (LMN) mononeuropati mungkin
saja terjadi jika radiks spinalis anterior ikut terkompresi. Jika kelumpuhan
sudah lama, otot akan atrofi, yang biasanya bilateral.3
Sensibilitas dapat diperiksa pada tiap dermatom untuk protopatis (raba,
nyeri, suhu), dibandingkan ekstremitas atas dan bawah untuk proprioseptif
(gerak, arah,rasa getar, diskriminasi 2 titik).3
2.8.3 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a.

Laju endap darah meningkat (tidak spesifik) dari 20 sampai lebih


dari 100mm/jam

b.

Tuberculin skin test/ mantoux test/ tuberculine purifed protein


derivative (PPD) positif. Hasil positif dapat timbul pada kondisi
pemaparab dahulu maupun yang baru terjadi oleh mycobacterium.

18

Tuberculin skin test positif jika tampak area indurasi kemerahan


dengan diameter 10 mm disekitar tempat suntikan 48-72 jam
setelah suntikan.
c.

Kultur urin pagi (membantu bila terlihat adanya keterlibatan ginjal),


sputum dan bilas lambung ( hasil positif bila terdapat keterlibatan
paru-paru yang aktif)

d.

Apus darah tepi menunjukkan leukositosis dengan limfositosis yang


bersifat relatif

e.

Tes darah untuk titer anti-staphyloccocal dan anti-strepyolysin


haemolysins, typhoid, paratyphoid dan brucellosis (pada kasus yang
sulit dan pada pusat kesehatan dengan peralatan yang cukup canggih)
untuk menyingkirkan diagnosa banding.

f.

Cairan serebrospinal dapat abnormal (pada kasus dengan meningitis


tuberkulosa). Normalnya cairan serebrospinal tidak mengekslusikan
kemungkinan terinfeksi TBC. Pemeriksaan cairan serebrospinal akan
tampak:
Xantokrom
Bila dibiarkan pada suhu ruangan akan menggumpal,
Pielositosis (dengan dominan limfosit dan mononuklear)
Kandungan protein akan meningkat
Kandungan gula normal pada tahap awal tetapi jika gambaran
klinis sangat kuat mendukung diagnosis, ulangi pemeriksaan
Pada keadaan arachnoiditis tuberkulosa (radicumyelitis). Punksi
lumbal akan menunjukkan guine dry tap. Pada pasien ini adanya
peningkatan terhapa kandungan protein menggambarkan suatu
blok spinal yang mengamcam dan sering diikuti dengan kejadian
paralisis.
Kultur cairan serebrospinal. Adanya basil tuberkel merupakan tes
konfirmasi yang absolut tetapi hal ini tergantung dari pengalaman
pemeriksa dan tahap infeksi.

g.

Pemeriksaan dengan ELISA (Enzyme-Linked Immunoadsorbent


Assay) yang dilaporkan memiliki sensitivitas 60-80%, tetapi

19

pemeriksaan ini menghasilkan negatif palsu pada pasien dengan


alergi.
h.

Polymerase

Chain

Reaction

(PCR)

dapat

digunakan

untuk

mendeteksi DNA kuman tuberkulosis. Lain halnya dengan kultur


yang memerlukan waktu lama, pemeriksaan ini sangat akurat dan
cepat (24 jam), namun memerlukan biaya yang lebih mahal
dibandingkan pemeriksaan lainnya. Prinsip kerja PCR adalah
memperbanyak segmen DNA spesifik bakteri yang tidak dimiliki
oleh bakteri jenis lainnya. Metode ini sekaligus mengatasi
terbatasnya jumlah bakteri dalam spesimen karena setelah DNA
bakteri diekstraksu maka DNA tersebut akan diperbanyak sampai
miliaran kali dengan bantuan enzim DNA polimerase sehingga
identifikasi lebih mudah dilakukan dan memberikan hasil yang
akurat. PCR memiliki sensitivitas sekitar 80 98 persen dan spesifi
sitas 98 persen.12,15
2. Pemeriksaan gambaran radiologis.
a. Foto polos thorax dilakukan pada seluruh penderita yang dicurigai
terkena infeksi tuberculosis untuk mencari bukti infeksi primer
tuberkulosa pada paru.
b. Foto polos seluruh vertebra diperlukan untuk menguatkan bukti
terdapat kelainan pada struktur vertebra dan sekitarnya yang
mengarah pada infeksi tuberkulosa pada vertebra. Tanda-tanda
radiologis baru dapat terlihat setelah 3-8 minggu onset penyakit. Foto
polos vertebra dilakukan secara antero-posterior dan lateral.
Gambaran yang dapat ditemukan pada foto polos vertebra antara
lain; penyempitan ruang diskus intervertebralis, kolaps corpus
anterior, erosi end-plate vertebra, keterlibatan lebih dari 1 tulang
vertebra, dan pembentukkan cold abcess. Kerugian pada foto polos
vertebra adalah dimana ketika pada fase awal penyakit hasil
gambaran foto vertebra akan tampak normal. Sekitar 1/3 dari kalsium
harus hilang dari suatu bagian agar gambaran osteolisis dapat
tampak. Selain itu, sulit untuk menilai kompresi dari tulang

20

belakang, kelainan pada jaringan ikat dan abses pada foto polos.
Apabila kelainan tampak jelas pada foto polos, maka penyakit
tersebut sudah dalam fase lanjut dimana sudah terdapat kerusakan
pada tulang vertebra dan gangguan neurologis.

Gambar 2.10 X-Ray sacral spondilitis tuberkulosa dan foto thoraks.


(Zuwanda, 2013)
c. Foto Computed Tomography (CT Scan) yang bermanfaat untuk
melihat adanya keterlibatan infeksi pada tulang iga yang tidak
tampak pada foto polos vertebra. Keterlibatan infeksi pada bagian
pedikel akan tampak juga dengan CT-Scan. Foto CT-Scan juga dapat
memberikan gambaran kelainan pada fase awal dari penyakit karena
kerusakan-kerusakan tulang yang minimal akan terlihat lebih jelas
dibandingkan dengan foto polos vertebra. Abses paravertebral juga
akan tampak lebih jelas terlihat.

Gambar 2.11 CT-Scan Spondilitis TB 3

21

d. Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat menunjukkan kelainan


pada jaringan lunak seperti medula spinalis, destruksi/degenerasi
pada tulang vertebra dan diskus intervertebralis, pembentukkan
abscess dan kavitasi pada medula spinalis.

Gambar 2.12 MRI Spondilitis Tuberkulosis3


3.

Patologi anatomi
Spesimen yang cocok untuk dijadikan kultur adalah organ-organ
dalam, tulang, pus, cairan sinovial, atau jaringan sinovial. Pada
pemeriksaan histologi akan ditemukan epithelioid cell granulomas,
nekrotik granular dengan infiltrasi limfositik, dan sebaran multinucleated
Langhans giant cells dan nekrosis kaseosa.16

Gambar 2.13 Pathognomonic Caseating Granulomas3

22

2.9 Diagnosis Banding


Menurut Bohndorf and Imhof (2001), spondilitis tuberkulosa memiliki
beberapa diagnosis banding seperti:
1.

Infeksi

piogenik

(contoh

karena

staphylococcal / suppurative

spondilitis). Adanya sklerosis atau pembentukan tulang baru pada foto


rontgen menunjukkan adanya infeksi piogenik. Selain itu keterlibatan
dua atau lebih korpus vertebra yang berdekatan lebih menunjukkan
adanya infeksi tuberkulosa daripada infeksi bakterial lain.
2.

Infeksi enterik (contoh typhoid, parathypoid). Dapat dibedakan dari


pemeriksaan laboratorium.

3.

Tumor/penyakit keganasan (leukemia, Hodgkin`s disease, eosinophilic


granuloma, aneurysma bone cyst dan Ewing`s sarcoma). Metastase
dapat menyebabkan destruksi dan kolapsnya korpus vertebra tetapi
berbeda dengan spondilitis tuberkulosa karena ruang diskusnya tetap
dipertahankan. Secara radiologis kelainan karena infeksi mempunyai
bentuk yang lebih difus sementara untuk tumor tampak suatu lesi yang
berbatas jelas.

4.

Scheuermanns disease mudah dibedakan dari spondilitis tuberkulosa


oleh karena tidak adanya penipisan korpus vertebra kecuali di bagian
sudut superior dan inferior bagian anterior dan tidak terbentuk abses
paraspinal.17

2.10

Penatalaksanaan
penanganan spondilitis TB secara umum dibagi menjadi dua bagian

yang berjalan dapat secara bersamaan, medikamentosa dan pembedahan.


Terapi medikamentosa lebih diutamakan, sedangkan terapi pembedahan
melengkapi terapi medikamentosa dan disesuaikan dengan keadaan individual
tiap pasien. Pasien spondilitis TB pada umumnya bisa diobati secara rawat
jalan, kecuali diperlukan tindakan bedah dan tergantung pada stabilitas
keadaan pasien. Tujuan penatalaksanaan spondilitis TB adalah untuk
mengeradikasi kuman TB, mencegah dan mengobati defisit neurologis, serta
memperbaiki kifosis. 3

23

2.10.1 Terapi konservatif


1. Tirah baring (bed rest)
2. Memperbaiki keadaan umum penderita
3.Pemasangan brace pada penderita, baik yang dioperasi maupun yang
tidak dioperasi
4.

Pemakaina obat anti tuberkulosa


World

Health

Organization(WHO) menyarankan OAT

diberikan setidaknya selama 6 bulan.20 British Medical Research


Council menyarankan bahwa spondilitis TB torakolumbal harus
diberikan kemoterapi OAT selama 6 9 bulan. (comican) Untuk
pasien dengan lesi vertebra multipel, tingkat servikal, dan dengan
defi sit neurologis belum dapat dievaluasi, namun beberapa ahli
menyarankan durasi kemoterapi selama 912 bulan. 18
The Medical Research Council Committee for Research for
Tuberculosis in the Tropics menyatakan bahwa isoniazid dan
rifampisin harus selalu diberikan selama masa pengobatan. 19
Selama dua bulan pertama (fase inisial), obat-obat tersebut dapat
dikombinasikan dengan pirazinamid, etambutol dan streptomisin
sebagai obat lini pertama.19
Standart pengobatan di indonesia berdasarkan program P2TB paru
adalah:
1.

Katagori 1
Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA (-)/rongen(+),
diberikan dalam dua tahap:
a.

Tahap I diberikan rifampisin 400 mg, etambutol 750 mg,


INH 300 mg dan pirazinamid 1500 mg. Obat diberikan
setoiap hari selama dua bulan pertama (60x)

b.

Tahap II diberikan rifampisin 450 mg, INH 600 mg. Obat


diberikan 3 kali seminggu (intermiten) selama 4 bulan
(54x)

24

2.

Katagori 2
Penderita baru BTA (+) yang sudah pernah minum obat selama
lebih dari sebulan termasuk dengan penderita BTA + yang
kambuh atau gagal yang diberikan dalam dua tahap yaitu:
a.

Tahap 1, diberikan streptomisin 750 mg (injeksi), INH 300


mg, rifampisin 450mg, prazinamid 1500 mg dan etambutol
750 mg. Obat diberikan setiap hari, streptomisin ineksi
hanya 2 bulan pertama dan obat lainnya selama 3 bulan.

b.

Tahap II, diberikan INH 600 mg, rifampisin 450 mg dan


etambutol 1250 mg. Obat diberikan 3 kali seminggu
(intermiten) selama 5 bulan.

Tabel 2.5 Dosis OAT.3

Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila:


1. Keadaan umum penderita tambah buruk
2. LED menurun dan menetap.
3. Gejala gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang
4. Gambaran radiologis ditemukan adanya union pada
vertebra.
2.10.2 Terapi operatif
Tindakan operatif masih memegang peranan penting dalam
beberapa hal yaitu apabila terdapat cold abses, lesi tuberkulosa, paraplegi
dan kifosis. Abses dingin atau cold abses Cold abses yang kecil tidak
memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi resorbsi spontan

25

dengan pemberian obat tuberkulo statik. Pada abses yang besar dilakukan
drainase.
Ada tiga cara untuk menghilangkan lesi tuberkulosa yaitu:
a. Debridemen lokal
b. Kosto transveresektomi
c. Debridemant fokal radikal yang disertai bone graft di bagian
depan.
1. Paraplegia
Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia yaitu:
a.

Pengobatan dengan kemoterapi

b. Laminektomi
c.

Kosto transveresektomi

d. Operasi radikal
e. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang.
2. Indikasi operasi yaitu:
a)

Bila terapi konservatif tidak mengalami perbaikan paraplegia atau


malah semkain memberat. Biasanya 4 minggu sebelum tindakan
operstisi dilakukakn, setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat
tuberkulostatik

b)

Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara


terbuka dan sekaligus debrideman serta bone graft

c)

Pada pemberian radiologis baik dengan foto polos, mielografi


ataupun pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan
langsung pada medula spinalis

d)

Deformitas tulang belakang yang tidak stabil atau disertai nyeri,


dalam hal ini kifosis progresif (30 untuk dewasa, 15 untuk anak
anak).

3. Operasi kifosis
Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat, kifosis
mempunyai tendensiuntuk bertambah berat terutama pada ank-anak.
Tindakan operatif dapat berupa fusi posterior atau melalui operasi radikal.7

26

2.11Pencegahan
Vaksin Bacillus Calmette-Guerin (BCG) merupakan suatu strain
Mycobacterium bovis yang dilemahkan sehingga virulensinya berkurang.
BCG akan menstimulasi immunitas, meningkatkan daya tahan tubuh tanpa
menimbulkan hal-hal yang membahayakan. Vaksinasi ini bersifat aman tetapi
efektifitas untuk pencegahannya masih kontroversial. Percobaan terkontrol di
beberapa negara Barat, dimana sebagian besar anakanaknya cukup gizi, BCG
telah menunjukkan efek proteksi pada sekitar 80% anak selama 15 tahun
setelah pemberian sebelum timbulnya infeksi pertama. Akan tetapi percobaan
lain dengan tipe percobaan yang sama di Amerika dan India telah gagal
menunjukkan keuntungan pemberian BCG. Sejumlah kecil penelitian pada
bayi di negara miskin menunjukkan adanya efek proteksi terutama terhadap
kondisi tuberkulosa milier dan meningitis tuberkulosa.
National health services merekomendasikan vaksinasi BCG pada bayi,
anak-anak dan orang dewasa di bawah usia 35 yang dianggap berisiko
penangkapan tuberkulosis (TB). Vaksin BCG tidak diberikan kepada siapa
pun yang berusia di atas 35.
vaksinasi BCG dianjurkan bagi orang yang berusia 16 sampai 35
tahun yang beresiko kerja pajanan TB, termasuk:
1. Staf laboratorium yang berada dalam kontak dengan darah, urin dan
sampel jaringan
2. Staf hewan dan pekerja hewan lain, seperti pekerja rumah potong
hewan, yang bekerja dengan hewan yang rentan terhadap TB, seperti
sapi atau monyet
3. Staf penjara yang bekerja secara langsung dengan tahanan
4. Staf yang bekerja di fasilitas untuk pengungsi dan pencari suaka
5. Petugas kesehatan dengan peningkatan risiko terkena TB
Sebelum melakukan vaksinasi BCG untuk dewasa dan anak anak,
maka akan dinilai apakah berisiko tinggi terhadap TB. Jika tidak berisiko,
tidak akan memenuhi syarat untuk vaksinasi BCG. Tes kulit tuberkulin, atau
tes Mantoux, akan dilakukan sebelum vaksinasi BCG jika ;
1. Usia enam tahun atau lebih
2. Adalah bayi atau anak di bawah enam tahun dengan riwayat tinggal
atau tinggal berkepanjangan (lebih dari tiga bulan) di negara dengan
tingkat tinggi TB

27

3. Telah memiliki kontak dekat dengan seseorang dengan TB


4. Memiliki riwayat keluarga TB dalam lima tahun terakhir.
Jika hasil Mantoux positif, harus dirujuk ke tim spesialis TB
untuk penilaian lebih lanjut. Jika tes Mantoux negatif, dapat
dilakukan vaksinasi BCG.
2.12

Komplikasi
1. Cedera corda spinalis (spinal cord injury). Dapat terjadi karena adanya
tekanan ekstrsdural sekunder karena pus tuberkulosa, sekustra tulang,
sekustra dari diskus intervertebralis.
2. Empyema Tuberkulosa karena rupturnya abses paravertebral di torakal ke
dalam pleura.17

2.13

Prognosa
Prognosis pasien spondilitis TB dipengaruhi oleh: usia, deformitas

kifotik, letak lesi, defisit neurologis, diagnosis dini, kemoterapi, fusi spinal,
komorbid, tingkat edukasi dan sosioekonomi. Diagnosis dini sebelum terjadi
destruksi badan vertebra yang nyata dikombinasi dengan kemoterapi yang
adekuat menjanjikan pemulihan yang sempurna pada semua kasus. Adanya
resistensi terhadap OAT memperburuk prognosis spondilitis TB. Komorbid
lain seperti AIDS berkaitan dengan prognosis yang buruk.3

28

Anda mungkin juga menyukai

  • Morning Report 5 Mei 2017
    Morning Report 5 Mei 2017
    Dokumen14 halaman
    Morning Report 5 Mei 2017
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Pomr KPP 04-04-2017
    Pomr KPP 04-04-2017
    Dokumen4 halaman
    Pomr KPP 04-04-2017
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Resume KPP 04-04-2017
    Resume KPP 04-04-2017
    Dokumen2 halaman
    Resume KPP 04-04-2017
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Tonsilitis Kronis
    Tonsilitis Kronis
    Dokumen25 halaman
    Tonsilitis Kronis
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen2 halaman
    Kata Pengantar
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Demam Berdarah
    Demam Berdarah
    Dokumen42 halaman
    Demam Berdarah
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen2 halaman
    Bab 2
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • DD Tinea Korporis
    DD Tinea Korporis
    Dokumen4 halaman
    DD Tinea Korporis
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen19 halaman
    Bab 1
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Glukoma Dan Katarak
    Glukoma Dan Katarak
    Dokumen33 halaman
    Glukoma Dan Katarak
    Azilu Fala
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen1 halaman
    Bab 1
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • ISI LK Demam Tifoid
    ISI LK Demam Tifoid
    Dokumen30 halaman
    ISI LK Demam Tifoid
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen20 halaman
    Bab 2
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Dehidrasi Dan Syok
    Dehidrasi Dan Syok
    Dokumen4 halaman
    Dehidrasi Dan Syok
    Billy Shan LastKagerooboro
    0% (1)
  • Cover
    Cover
    Dokumen7 halaman
    Cover
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Lembar Pengesahan
    Lembar Pengesahan
    Dokumen1 halaman
    Lembar Pengesahan
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen4 halaman
    Daftar Isi
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Saraf Optik Atrofi
    Saraf Optik Atrofi
    Dokumen27 halaman
    Saraf Optik Atrofi
    Ivanlibrian Rubens Husandy
    Belum ada peringkat
  • Responsi Fatin
    Responsi Fatin
    Dokumen73 halaman
    Responsi Fatin
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Will Dan
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen5 halaman
    Bab 1
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Bab I - III Responsi Katarak Azilu
    Bab I - III Responsi Katarak Azilu
    Dokumen41 halaman
    Bab I - III Responsi Katarak Azilu
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Daftar Obat PDF
    Daftar Obat PDF
    Dokumen1 halaman
    Daftar Obat PDF
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Tumor Tasya
    Tumor Tasya
    Dokumen11 halaman
    Tumor Tasya
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Mata
    Mata
    Dokumen24 halaman
    Mata
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Radiologi
    Laporan Kasus Radiologi
    Dokumen8 halaman
    Laporan Kasus Radiologi
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat