LAPORAN KEGIATAN
Kunjungan ke Rumah Sakit Kusta Sumber Glagah di laksanakan pada hari
Rabu tanggal 13 Juli 2016. Kegiatan di mulai dari jam 08.00 14.00 WIB. Awal
kegiatan kami menuju kantor administrasi di pandu oleh petugas ibu nunik untuk
bertemu dengan dr.Edi Cahyono.
3. Penularan
Melalui 2 cara yaitu droplet dan kontak langsung yang lama.
4. Gejala
Pada kelainan saraf tepi : sensorik (hipoestesi ataupun anastesi pada lesi kulit
yang terserang), motoric (kelemahan otot biasanya di daerah ekstremitaas
atas, bawah, muka dan otot mata) dan autonomy (kelenjar keringat sehingga
lesi terserang tampak lebih kering). Gejala lain dari pembesaran saraf tepi :
terutam yang dekat dengan permukaan kulit, N. ulnaris, N. aurikularis
magnus, N. peroneus komunis, N. tibialis posterior
Kelainan kulit dan organ kulit : hipopigmentasi ataupun eritematus dengan
adanya gangguan estesi yng jelas. Bila gejala berlanjut dapt timbul fasies
leonine, penebalan cuping telinga, madarosis, anastesi simetris pada kedua
kaki dan tangan.
5. Cardinal sign
-
BTA +
fungsi.
Reaksi tipe 2 : terjadi karena kompleks imun (reaksi antigen antibody yang
melibatkan komplemen) istilah eritema ENL (Eritema Nodusum Leprosum)
digunakan pada lesi kulit yang berupa nodul-nodul eirtematous. Dapat terjadi
sebelum, selama ataupun setelah pengobatan. Gejala terutama pada ENL yaitu
nodul kemerahan yang nyeri, pada perabaan dapat superfisial atau dalam.
Pada reaksi tipe 2 berat, lesi ENL menjadi vesicular atau bula dan pecah,
disebut sebagai eritema nekrotikans. Dapat juga mnyerang mata (iridosiklitis),
testis (orkitis), ginjal ( nefritis), sendi (artritis). Gejala sistemik berupa
malaise, panas badan, sakit kepala dan kelemahan otot.
Tipe TT
Tipe BT
Tipe BB
Tipe BL
Tipe LL
Gambar 3. Tipe-tipe MH
9. Pemeriksaan MH
Pemeriksaan harus dilakukan di tempat yang terkena paparan sinar matahari.
Karena jika tidak, pada beberapa pasien yang diberikan steroid, bercaknya dapat
menjadi kabur.
Berat ringannya penyakit Kusta/MH yang dialami oleh pasien dilihat dari
Prevention of Dissability dari pasien (POD). Beberapa poin POD yang penting
adalah :
- Apakah ada nyeri raba
- Apakah terdapat kemunduran otot sebelum 6 bulan terakhir
- Apakah ada 2 titik mati rasa sebelumnya dalam 6 bulan terakhir
- Apakah terdapat lagoftalmus 6 bulan terakhir
Apakah terdapat bercak aktif di sekitar saraf tepi, yang diperiksa diantaranya
adalah nervus auricularis magnus, n. ulnaris, n. medianus, n. radialis, n.
peroneus communis, n. popliteal lateralis, dan n. tibialis posterior
dilakukan penekanan di salah satu sisi. Saat pemeriksaan tersebut, kaki penderita
diminta menggantung sehingga nervus dapat lebih mudah untuk dicari.
Langkah berikutnya adalah melakukan pemeriksaan POD dengan menekan
menggunakan pulpen pada titik-titik tertentu di telapak tangan dan kaki. Syaratnya
adalah tangan pemeriksa harus menopang seluruhnya tangan penderita dan penderita
diminta untuk rileks serta tidak tegang. Penderita dijelaskan jika nanti saat ditekan
dengan pulpen, penderita menutup mata. Sambil menutup mata, penderita diminta
menunjuk ke titik yang sebelumnya ditekan dengan pulpen menggunakan jari
telunjuk tangan yang tidak diperiksa (jika tangan kiri yang diperiksa, penderita
menunjuk dengan telunjuk tangan kanan). Hal itu berlaku juga untuk pemeriksaan
POD di telapak kaki.
Kemudian, kami diajak oleh dr. Santi untuk menuju kantor ruang melati dan
ruang rawat inap melati. Disana kami diberitahu untuk dapat melihat status pasien
dan setelah itu kami dicarikan sebuah kasus oleh dr. Santi sebagai pembelajaran yang
nantinya akan di anamnesis, pemeriksaan fisik hingga edukasi kepada pasien. Kasus
tersebut disusun dan dibuat di lembar terpisah agar dibuat seperti laporan kasus.
Pasien merupakan pasien baru masuk tanggal 11 Juli 2016.
2. Pemeriksaan Obyektif
3. Pemeriksaan POD
Pemeriksaan POD dilakukan diantaranya saat: pasien datang, saat mengambil
obat, setiap 2 minggu setelah pemberian steroid, setiap 2 minggu kalau sedang
reaksi kusta.
- Pemeriksaan pertama adalah pemeriksaan kekuatan menutup kelopak mata
-
Pemeriksaa nervus medianus dengan cara memegang ibu jari, ibu jari pasien
ditekan/ mencegah ibu jari pasien menekuk. Pemeriksaan nervus ulnaris
dengan gerakan kelingking ke arah lateral dari penderita ditahan oleh
pemeriksa. Pemeriksaan nervus radialis yaitu dengan menahan pergelangan
-
menahannya.
4. Cardinal Sign
- Bercak putih kemerahan disertai hipoestesi/anestesi
- Penebalan saraf tepi disertai dengan gangguan fungsi
- BTA (+)
5. Perbedaan Morbus Hansen Tipe PB dan MB
PB
MB
Bercak < 5
Bercak > 5
Hipopigmentasi
Hiperpigmentasi
Batas
Asimetris
Simetris
BTA (-)
BTA (+)
6. Penatalaksanaan
Pemberian MDT dengan waktu pemberian yang telah ditentukan. Pemberian MDT
bertujuan untuk mengurangi resistensi obat.
7. Monitoring
- POD pasien
- Kalau pasien tampak anemis, cek liver function test dan jangan minum MDT
-
terlebih dulu
Harus minum rifampisin (memfragmentasi 93% bakteri sehingga bakteri cepat
rusak)
8. Edukasi
- Keteraturan minum obat
- Rutin kontrol
- Cara minum obat (saat awal pertama kali di depan petugas)
- Obat lamprene efek sampingnya kulit bisa menjadi hitam
- Obat rifampisin dapat menyebabkan BAK berwarna merah
- Perawatan diri (jangan lupa pakai pelindung kaki, menggunakan sarung
tangan, dan jika terdapat luka harus segera diarawat serta dibersihkan)
9. Rehabilitasi
- Pembuatan sandal khusus
- Menggunakan cruch (tongkat)
- Bedah reonstruksi seperti drop hand atau drop foot
Dengan syarat yaitu : usia produktif, tidak dalam pengobatan kusta/bebas
reaksi selama minimal 6 bulan
Pembahasan selesai pukul 15.15. Lalu kemudian dr. Edy Cahyono meminta untuk
foto bersama dengan staf yang lainnya. Dan acara hari itu ditutup dengan foto
bersama di depan poli rawat jalan kusta.
Gambar 7 foto bersama dengan dr. Edy Cahyono dan Staff Rs Kusta Sumber Glagah