Anda di halaman 1dari 33

RESPONSI

GLAUKOMA DAN KATARAK

Pembimbing
dr. Ululil Chusaida W, Sp.M

Disusun Oleh :
Fatin Chaydar

SMF ILMU KESEHATAN MATA


RSU HAJI SURABAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016

LEMBAR PENGESAHAN
RESPONSI
GLAUKOMA DAN KATARAK

Responsi dengan judul Glaukoma dan Katarak telah diperiksa dan disetujui
sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter
Muda di bagian Ilmu Kesehatan Mata

Surabaya,

Agustus 2016

Pembimbing

dr. Ululil Chusaida W, Sp.M

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................1
KATA PENGANTAR.......................................... ..2
DAFTAR ISI...................................................................................................3
BAB 1 RESPONSI KASUUS........................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................9
2.1 Anatomi dan Fisiologi ......................................................................9
2.1.1 Anatomi.......................................................................................9
2.1.2 Fisiologi Akuos Humor..............................................................10
2.1.3 Anatomi dan Fisiologi Lensa......................................................11
2.2 Glaukoma..............................................................................13
2.2.1 Definisi....................................................................13
2.2.2 Klasifikasi...........................................................................14
2.2.3 Faktor Resiko..............................................................17
2.2.4 Manifestasi Klinis.......................................................................17
2.3 POAG....................................................................................18
2.3.1 Definisi................................................................18
2.3.2 Patofisiologi................................................................................18
2.3.3 Diagnosis.....................................................................................19
2.3.4 Epidemiologi................................................................................19
2.3.5 Manifestasi...................................................................................19
2.3.6 Pemeriksaan..................................................................................19
2.3.7 Penatalaksanaan............................................................................19
2.4 Katarak....................................................................................21
2.4.1 Definisi..................................................................21
2.4.2 Epidemiologi.................................................................................22
2.4.3 Klasifikasi......................................................................................22
2.4.4 Etiologi...........................................................................................23
2.4.5 Patofisiologi...................................................................................24
2.4.6 Klasifikasi Katarak Senilis.............................................................24
2.4.7 Gejala Klinis...................................................................................27
2.4.8 Diagnosis........................................................................................28
2.4.9 Diagnosis Banding..........................................................................29
2.4.10 Komplikasi....................................................................................29
2.4.11 Penatalaksanaan............................................................................29
2.4.12 Pencegahan...................................................................................31
BAB 3 PEMBAHASAN.....................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................34

KATA PENGANTAR
Segala puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan responsi dengan judul
glaukoma dan katarak. Penyusunan tugas ini merupakan salah satu tugas yang
penulis laksanakan selama mengikuti kepaniteraan di SMF Ilmu kesehatan Mata
RSU Haji Surabaya.
Penulis mengucapkan terima kepada dr. Ululil Chusaida W, Sp.M selaku
dokter pembimbing dalam penyelesaian tugas responsi ini, terima kasih atas
bimbingan dan waktunya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga responsi ini dapat memberikan
manfaat pada pembaca. Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas ini masih
jauh dari kesempurnaan. Dalam kesempatan ini penulis mengharapkan kritik dan
saran yang dapat membangun demi kesempurnaan laporan ini.

Surabaya, 14 Agustus 2016

BAB 1
RESPONSI KASUS
1.1 Anamnesis
1.1.1 Identitas pasien
Nama
No Reg.
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Suku Bangsa
Pekerjaan
Unit Pelayanan
Pemeriksa
1.1.2

: Tn. Samsir
: 420004
: 77 tahun
: Laki-laki
: Islam
: Jawa / Indonesia
: Pensiunan
: Poli Mata
: Dr. Ululil Chusaida W. Sp.M.

Riwayat Penyakit sekarang


Keluhan Utama : tidak ada keluhan (kontrol)
RPS :
-Pasien kontrol tanpa keluhan saat ini, mata merah (-), kabur (+) namun
sudah sejak 7 th yg lalu, berkabut (-), silau (-), nrocoh (-), pusing (-), jalan
sempoyongan (-), pandangan double (-).
-Pasien pernah didiagnosis glaukoma 9 th yang lalu. Pada saat itu keluhan
kedua mata kabur, kabur dirasakan perlahan, serangan akut (-), silau (-),
nyeri (-), pusing (-), mual muntah (-), seperti melihat pelangi (-).
-Pasien mulai rutin tiap bulan sejak 2 th yg lalu. Saat ini pasien
menggunakan tetes mata xalatan 1x1 dan tetes cendolyteers 4x1 untuk
kedua mata. Tetes xalatan dan cendolyteers pasien saat ini sudah habis dan
pasien kontrol untuk meminta resep obat.

1.1.3

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien menggunakan kacamata sejak usia > 20 th
DM (+) 9 th
HT (-)
Stroke (+)
Riwayat operasi katarak (-)
1.1.4 Rwayat Penyakit Keluarga :
DM (-)
HT (-)
KM (-)
1.1.5 Riwayat Sosial : Pasien seorang pensiunan, merokok (-)
1.2 Pemeriksaan Fisik
1.2.1 Status Present :

Keadaan umum
Kesadaran / GCS
Tanda Vital
Statuus generalis

: cukup
: 456
: TD/N/T/RR : tidak diperiksa
: pemeriksaan kepala, THT, jantung, paru, abdomen,

dan ekstremitas : tidak diperiksa


1.2.2

Status oftalmologikus :
1. Tajam Penglihatan
-VOD: 0,1 CC S -1,00 C -3,00 A 90 0,3 F
-VOS: 0,2 CC C -3,00 A 90 0,5 F
-Add: S +3,00
-PD: 62/60 mm
2. Pergerakan Bola Mata
OD

OS

Baik segala arah

Baik segala arah

3. Tekanan Intra Okuli


-OD: 14,6 mmHg (on therapy)
-OS: 17,3 mmHg (on therapy)
4. Pemeriksaan Segmen Anterior
OD

OS

Agak keruh

OD
Edema (-). Hiperemi (-)
Hiperemi (-)
Jernih (+), edema (-)
Dalam dan jernih
Regular, warna coklat
Bulat, isokor, reflek

Palpebra
Konjungtiva
Kornea
Bilik Mata Depan
Iris
Pupil

cahaya (+)

OS
Edema (-). Hiperemi (-)
Hiperemi (-)
Jernih (+), edema (-)
Dalam dan jernih
Regular, warna coklat
Bulat, isokor, reflek
cahaya (+)

Agak keruh, iris

Lensa

Agak keruh, iris shadow

shadow (+)

(+)

5. Pemeriksaan Segmen Posterior


OD
Fundus reflek
Papil N ll
Retina

Vaskuler
Makula
Vitreous

OS

+
Batas tegas
Warna normal
CDR 0,3-0,4
Perdarahan (-),
eksudat (-),
miroaneurisma (-)

+
Batas tegas
Warna normal
CDR 0,3-0,4
Perdarahan (-),
eksudat (-),
miroaneurisma (-)

Sulit dievaluasi
Reflek fovea (+)
Jernih

Sulit dievaluasi
Reflek fovea (+)
Jernih

1.3 Resume:
1. Laki-laki, 77 th datang ke poli untuk kontrol
2. Saat ini tidak keluhan, mata merah (-), kabur (+) sudah sejak 7 th yg lalu,
penurunan visus perlahan
3. Pasien pernah didiagnosis glaukoma 9 th yg lalu
4. Terapi sebelumnya xalatan 1x1 tetes ODS dan cendolyteers 4x1 tetes ODS
5. VOD: 0,1 CC S -1,00 C -3,00 A 90 0,3 F, VOS: 0,2 CC C -3,00 A 90
0,5 F. ADD: S +3,00, PD: 62/60 mm
6. TIO OD: 14,6 mmHg (on therapy), OS: 17,3 mmHg (on therapy).
7. Pemeriksaan segmen anterior: COA dalam (+/+), lensa agak keruh (+/+),
iris shadow (+/+)
8. Pada pemeriksaan segmen posterior FR (+/+), CDR (0,3-0,4 / 0,3-0,4)
1.4 Diagnosis Kerja :
ODS suspek glaukoma sudut terbuka primer kronik
ODS katarak imatur
1.5 Usulan Pemeriksaan : Gonioskopi, Humphrey
1.6 Penatalaksanaan :
a. Terapi
Xalatan eye drop, 1x1 tetes ODS
b. Monitoring :
Keluhan pasien
Visus
TIO
Segmen anterior dan posterior
6

c. Edukasi :
Menjelaskan pada pasien bahwa pasien selain mengalami

glaukoma juga mengalami katarak (belum diketahui oleh pasien)


Menjelaskan pada pasien untuk terapi glaukoma masih bisa
dikontrol dengan obat-obatan dan harus rutin kontrol untuk
menjaga tekanan intra okulinya tetap normal, apabila sudah tidak

bisa dengan obat disarankan dilakukan tindakan pembedahan


Memberitahu pada pasien apabila penglihatan sudah sangat
terganggu akibat kataraknya maka disarankan pula untuk dilakukan

tindahan pembedahan
Tindakan pembedahan untuk glaukoma bisa dilakukan bersamaan
dengan pembedahan pada katarak apabila penglihatan sudah

merasa sangat terganggu


Memberitahu pada pasien untuk tetap mengontrol DM secara rutin

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi
2.1.1 Anatomi
Anatomi sudut filtrasi terdapat di dalam limbus kornea. Limbus adalah
bagian yang dibatasi oleh garis yang menghubungkan akhir dari membran

Descement dan membran Bowman, lalu ke posterior 0,75 mm, kemudian ke


dalam mengelilingi kanal Schlemn dan trabekula sampai ke coa. Akhir dari
membran Descment disebut garis Schwalbe. 1
Limbus terdiri dari 2 lapisan epitel dan stroma. Epitelnya 2 kali setebal
epitel kornea. Di dalam stromanya terdapat serat-serat saraf dan cabang akhir dari
a. siliaris anterior. Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabekula, yang
terdiri dari :
1. Trabekula korneoskleral, serabutnya berasal dari dalam stroma kornea dan
menuju ke belakang, mengelilingi kanal Schlemn untuk berinsersi pada
sklera.
2. Trabekula uveal, serabut berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke
scleralspur (insersi dari m. Siliaris) dan sebagian ke m. Siliaris meridional.
3. Serabut berasal dari akhir membran Descment (garis Schwalbe), menuju ke
jaringan pengikat m. Siliaris radialis dan sirkularis.
4. Ligamentum pektinatum rudimenter, berasal dari dataran depan iris menuju
ke depan trabekula.
Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, jaringan homogen, elastis dan
seluruhnya diliputi endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang tembus
pandang, sehingga bila ada darah di dalam kanal Schlemn dapat terlihat dari luar.
1

Kanal Schlemn merupakan kapiler yang dimodifikasi yang mengelilingi


kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel, diameternya 0,5 mm. Pada
dindingnya sebelah dalam terdapat lubang-lubang sebesar 2 U, sehingga terdapat
hubungan langsung antara trabekula dan kanal Schlemn. Dari kanal Schlemn,
keluar saluran kolektor 20-30 buah, yang menuju ke pleksus vena di dalam
jaringan sklera dan episklera dan v. Siliaris anterior di badan siliaris.

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
2.1.2

Uveal meshwork
Corneoskleral meshwork
Schwalbe line
Schlemm canal
Collector channels
Longitudinal muscle of ciliary body
Scleral spur 1
Fisiologi Akuos Humor
Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan akuos humor

bola mata oleh badan siliar dan hambatan yang terjadi pada jaringan
trabecularmeshwork. Akuos humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik
mata depan dan belakang. Volumenya adalah sekitar 250 L, dan kecepatannya
pembentukannya, yang memiliki variasi diurnal adalah 2,5 L/mnt. Tekanan
osmotiknya sedikit lebih tinggi dibandingkan plasma. Komposisi akuos humor
serupa dengan plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat,
piruvat dan laktat yang lebih tinggi, protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah.
2

Akuos humor diproduksi oleh korpus siliar. Ultrafiltrat plasma yang


dihasilkan di stroma processus ciliares dimodifikasi oleh fungsi sawar dan
processus sekretorius epitel siliaris. Setelah masuk ke bilik mata belakang, akuos
humor mengalir melalui pupil ke bilik mata depan lalu ke anyaman trabecular di
sudut mata depan. Selama itu, terjadi ertukaran diferensial komponen-komponen
akuos dengan darah di iris. Peradangan atau trauma intraokular menyebabkan
peningkatan kadar protein. Hal ini disebut plasmoid aqueous dan sangat mirip
dengan serum darah. 2

Anyaman trabecular terdiri atas berkas-berkas jaringan kolagen dan elastic


yang dibungkus oleh sel-sel trabecular, membentuk suatu saringan dengan ukuran
pori-pori yang semakin kecil sewaktu mendekati kanal Schlemm. Kontraksi otot
siliaris melalui insersinya ke dalam anyaman trabecular memperbesar ukuran
pori-pori di anyaman tersebut sehingga kecepatan drainase akuos humor juga
meningkat. Aliran akuos humor ke dalam kanal Schlemm bergantung pada
pembentukan saluran-saluran transelular siklik di lapisan endotel. Saluran eferen
dari kanal Schlemm (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena akuos)
menyalurkan cairan ke dalam sistem vena. Sejumlah kecil akuos humor keluar
dari mata antara berkas otot siliaris ke ruang suprakoroid dan ke dalam sistem
vena korpus siliar, koroid, dan sklera (aliran uveoskleral). 2
Tahanan utama aliran keluar aquos humor dari bilik mata depan adalah
jaringan justakanalikular yang berbatasan dengan lapisan endotel kanal Schlemm,
dan bukan sistem vena. Namun, tekanan di jaringan vena episklera menentukan
nilai minimum tekanan itraokular yang dapat dicapai oleh terapi medis. 2

2.1.3

Gambar 2.1 Fisiologis Aliran Aqueous Humor


Anatomi dan Fisiologi Lensa
Lensa termasuk dalam segmen anterior mata dan terletak di bagian tengah

bola mata dibatasi bagian depan oleh iris dan di bagian belakang oleh vitreus.
Lensa dipertahankan posisinya oleh zonula zinni, yang terdiri dari serat-serat
halus kuat yang melekat pada korpus siliaris. 6
Lensa mata bersifat transparan dan berbentuk bikonveks, memiliki fungsi
mempertahankan kejernihan, membiaskan cahaya, dan berakomodasi. Lensa mata
dapat mempertahankan kejernihan mata karena terususn dari surface ectoderm

10

yang mempunyai susunan sel yang teratur sehingga bersifat transparan. Lensa
mata mapu membiaskan cahaya karena memiliki indeks bias sekitar 1,4 di tengah
dan 1,36 di bagian tepinya, berbeda dengan indeks bias humor akuos dan korpus
vitreous yang mengelilinginya. Mata memiliki kekuatan refraksi keseluruhan
sebesar 60 dioptri (D), dalam kondisi tanpa akomodsai lensa memiliki kontribusi
sekitar 15-20 D sedangkan udara dan permukaan kornea memiliki kekuatan
refraksi 43 D. kemampuan akomodasi atau berubah bentuk dikarenakan adanya
otot siliaris. Kemampuan akomodasi ini akan menurun dengan bertambahnya usia
yaitu 8 D pada usia 40 tahun dan 1-2 D pada usia 60 tahun. 6
Lensa terdiri dari kapsul, epitel lensa, korteks dan nucleus. Lensa terus
berkembang sepanjang hidup. Saat lahir memiliki diameter 6,4 mm dan ketebalan
3,5 mm serta berat sekitar 255 mg. Ketebalan relatif dari korteks meningkat
seiring dengan usia. 6
Kapsul lensa berupa membrane basal yang transparan dan elastis, terdiri
dari kolagen tipe IV, dibentuk oleh sel-sel epitel. Ketebalan kapsul bervariasi,
paling tebal di daerah tepi lensa (17-28 m) dan paling tipis di daerah sentral
kutub posterior (2-4 m). Kapsul lensa akan mengalami perubahan ketebalan
sepanjang hidup. 6
Epitel lensa terletak di bawah/ belakang kapsul lensa anterior berupa satu
lapisan sel. Lapisan sel ini memiliki aktivitas metabolisme. Perubahan morfologi
yang paling dramatis terjadi ketika sel-sel epitel memanjang membentuk sel-sel
serat lensa. Perubahan ini dikaitkan dengan peningkatan luas biasa dari massa
protein selular pada membrane setiap sel serat lensa. Pada saat yang sama, sel-sel
kehilangan organel, termasuk inti sel, mitokondria, dan ribosom sehingga
metabolisme tergantung pada glikolisis untuk produksi energy. 6
Bagian terluar lensa adalah korteks sedangkan bagian tengahnya nucleus.
Tidak ada perbedaan morfologi antara korteks dan nucleus kecuali pada kondisi
terdapat kelainan pada lensa mata (katarak) perbedaan antara nucleus, epinukleus,
dan korteks dapat terlihat. Perbedaan antara korteks dan nucleus digunakan juga
dalam menentukan tipe katarak (katarak nuclear, katarak kortikal). 6
Lensa ini didukung oleh serat zonular dari lamina basal epitel
nonepigmented dari pars plana dan pars plicata badan siliar. Serat zonular ini
masuk/menempel pada kapsul lensa daerah ekuator, 1,5 mm kea rah anterior dan
1,25 mm kea rah posterior. Serat zonular berdiameter 5-30 m. 6

11

Lensa manusia normal mengandung sekitar 66% air dan 33% protein, dan
jumlah ini mengalami sangat sedikit perubahan dengan proses penuaan. Sekitar
5% dari volume lensa adalah air yang ditemukan di antara serat-serat lensa dalam
ruang ekstraseluler. Konsentrasi natrium dan kalium pada lensa berbeda dengan
konsentrasi pada humor akuos dan korpus vitreus. 6
Aspek yang paling penting dari fisiologi lensa adalah mekanisme yang
mengontrol keseimbangan air dan elektrolit, yang berperan sangat penting untuk
menjaga transparasi lensa. Karena transparasi sangat bergantung pada komponen
structural dan makromolekul lensa, gangguan dari hidrasi seluler dapat dengan
mudah menyebabkan kekeruhan. Beberapa penelitian menduga bahwa gangguan
keseimbangan elektrolit dan air tidak menimbulkan katarak nuclear akan tetapi
katarak kortikal, dimana kandungan air meningkat secara signifikan. 6
2.2 Glaukoma
2.2.1 Definisi
Menurut American Academy of Ophtalmology (2006) pengertian
glaukoma adalah sekumpulan penyakit yang pada umumnya ditandai dengan
optic neuropathy yang berhubungan dengan kehilangan lapang pandangan
dimana peningkatan tekanan intra okuler (TIO) sebagai salah satu faktor
utama. Tekanan intra okuler normal adalah antara 10-22 mmHg. Ada 3 faktor
yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intra okuler, yaitu :
1. Produksi humor akuos oleh korpus siliaris.
2. Terhambatnya aliran humor akuos melalui kanal sistem trabecular
meshwork-schlemms.
3. Tekanan vena episcleral. 3

Gambar 2.2

Peningkatan tekanan

intra okular
2.2.2 Klasifikasi Glaukoma

12

Klasifikasi glaukoma dibedakan berdasarkan etiologi dan mekanisme


peningkatan tekanan intraokula. 2
Klasifikasi menurut etiologi:
a.
b.
c.
d.
a.

1. Glaukoma Sudut
Tertutup
Glaukoma
Primer

Akut
Subakut
Kronik
Iris plateau
Glaukoma sudut terbuka
primer (glaukoma simpleks

2. Glaukoma Sudut

kronik, glaukoma sudut

Terbuka

terbuka kronik)
b. Glaukoma tekanan normal
Glaukoma kongenital
primer
a. Sindrom pembelahan BMD

Glaukoma yang berkaitan


Glaukoma
kongenital

(sindrom Axenfeld, sindrom

dengan kelainan
perkembangan mata lain
Glaukoma yang berkaitan
dengan kelainan
perkembangan
ektraokular

Glaukoma
sekunder

Glaukoma pigmentasi
Sindrom eksfoliasi
Akibat kelainan lensa
(fakogenik)
Akibat kelainan traktus
uvea

b.
a.
b.
c.
d.
e.

Reiger, sindrom Peter)


Aniridia
Sindrom Sturge-Weber
Sindrom Marfan
Neurofibromatosis
Sindrom Lovwe
Rubella kongenital

a.
b.
c.
a.
b.
c.
d.

Dislokasi
Intumesensi
Fakolitik
Uveitis
Sinekia posterior
Tumor
Edema corpus ciliare

Sindrom
iridokorneoendotelial
(ICE)
Trauma

a. Hifema
b. Kontusio/ resesi sudut
c. Sinekia anterior perifer (PAS)

13

a. Glaukoma maligna (sumbatan


b.
c.
d.
e.
a.
b.
c.
a.
b.

Pasca operasi

Glaukoma neovaskular
Peningkatan tekanan
vena episklera
Akibat steroid

siliaris)
PAS
Pertumbuhan epitel ke bawah
Pascabedah tandur kornea
Pascabedah ablation retina
DM
CRVO
Tumor intraokular
Fistula karotis karvenosa
Sindrom Sturge-Weber

Glaukoma
absolut
Klasifikasi menurut mekanisme peningkatan tekanan intraokular: 2
Glaukoma sudut

Membran

terbuka

pratrabekular
Kelainan
trabekular

Kelainan

a. Glaukoma neovaskular
b. Pertumbuhan epitel ke bawah
c. Sindrom ICE
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
a.

Glaukoma sudut terbuka primer


Glaukoma kongenital
Glaukoma pigmentasi
Sindrom eksfoliasi
Gaukoma akibat steroid
Hifema
Kontusio atau resesi sudut
Iridosiklitis (uveitis)
Glaukoma fakolitik
Peningkatan tekanan vena episklera

a.
b.
c.
d.
e.
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
a.

Glaukoma sudut tertutup primer


Seklusio pupilae
Intusumensi lensa
Dislokasi lensa anterior
Hifema
Glaukoma sumbatan siliaris
CRVO
Skleritis posterior
Pascabedah ablatio retina
Iris plateau
Intusumensi lensa
Midriasis untuk pemx fundus
Penyempitan sudut kronik

pasca
Glaukoma sudut

trabecular
Sumbatan

tertutup

pupil (iris
bombe)
Pergeseran
lensa ke
anterior
Pendesakan
sudut
Sinekia

14

anterior
perifer

b. Akibat BMD yg datar


c. Akibat iris bombe
d. Kontraksi membrane pratabekularb

Gambar 2.3 glaukoma sudut

terbuka (a)

dan

a sudut tertutup
glaukoma

(b)

2.2.3 Faktor Risiko Glaukoma


1) Peredaran dan regulasi darah yang kurang akan menambah kerusakan
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

nervus opticus
Tekanan darah yang tinggi, penyakit diabetes melitus
Autoimun
Usia lebih dari 45 thn
Keluarga yang punya penyakit riwayat glaukoma
Miopia berbakat untuk terjadinya glaukoma sudut terbuka
Hipermetropia berbakat untuk terjadinya glaukoma sudut tertutup
Paska bedah dengan hifema dan infeksi 3

2.2.4 Manifestasi Klinis Glaukoma


Kebanyakan penderita tidak memberikan gejala pada mata kecuali pada
glaukoma yang bersifat kronis gejala yang paling utama adalah penyempitan
lapangan pandang yang tidak disadari oleh penderita yang ahkirnya terjadi
kebutaan permanen. Untuk glaukoma yang bersifat akut penderita mengeluh mata
merah, visus menurun dan halo, fotofobia, nyeri mata, mual muntah, bradikardia. 4
2.3 Glaukoma Sudut Terbuka Primer (POAG)
2.3.1 Definisi
POAG adalah kelainan mata dengan neuropati optik kronis yang progresif
sacara perlahan ditandai dengan atrofi dan gaung papil saraf optikus (PSO)
disertai gambaran khas hilangnya lapangan pandang dimana TIO tinggi
merupakan faktor resiko yang utama. 4
2.3.2 Patofisiologi Glaukoma Sudut Terbuka Primer

15

Glaukoma sudut terbuka primer terjadi karena hambatan pembuangan


akuos akibat kondisi primer berupa kelainan pada saluran pembuangan humor
akuos yaitu jalinan trabekular mengalami proses degenerasi,

termasuk

pengendapan bahan ekstrasel didalam jalinan trabekular dan kanalis Schlemm.


Akibatnya terjadi hambatan pengeluaran humor akuos yang menyebabkan
peningkatan

tekanan

intraokuler.

Peningkatan

tekanan

intraokuler

akan

menyebabkan gaung pada papil nervus II sehingga mengakibatkan penyempitan


lapangan pandang. 2

Gambar 2.4 Aliran humor akuos pada glaukoma sudut terbuka


primer
2.3.3 Diagnosis Glaukoma Sudut Terbuka Primer
1.TIO tinggi/normal
2.Gaung papil N.II = cupping =excavatio C/D rasio
3.Defek lapangan pandang
4.Sudut bilik mata depan terbuka 4
2.3.4 Epidemiologi Glaukoma Sudut Terbuka Primer
1.Usia = usia tua, bisa juga terjadi pada anak/dewasa.
2.Sex = tidak ada perbedaan.
3.Ras = pada orang kulit hitam prevalensi lebih tinggi.
16

4.Kelainan refraksi = banyak pada penderita miopia.


5.Genetik = melalui transmisi poligenik/multifaktorial.
6.Penyakit sistemik = diabetes melitus. 5
2.3.5 Gambaran Klinis Glaukoma Sudut Terbuka Primer
Glaukoma sudut terbuka primer sering juga disebut sebagai glaukoma
simpleks atau glaukoma kronik sehingga perjalanan penyakitnya berjalan kronik.
Pada awalnya penderita tidak meyadari karena pada permulaanya tidak
memberikan keluhan, sehingga sering tidak terdiagnosa. Pada akhirnya dengan
bertambahnya usia penderita baru menyadari bahwa penglihatan mulai kabur,
benda yang terletak dibagian sentral masih terlihat jelas akan tetapi yang terletak
diperifer tidak terlihat sama sekali (penyempitan lapangan pandang penglihatan).
Pada keadaan ini terus berlanjut hingga penglihatan akan terus berkurang sampai
menjadi buta. 4
2.3.6 Pemeriksaan Glaukoma Sudut Terbuka Primer
1. Pemeriksaan tonometri schiotz = untuk mengetahui tekanan intraokular.
2. Pemeriksaan oftalmoskop (funduscopi) = melihat excavasio (gaung papil)
3. Pemeriksaan visual field = untuk melihat apakah ada defek lapangan pandang
4. Pemeriksaan Gonioskopi = untuk melihat sudut bilik mata yang terbuka lebar. 5
2.3.7 Penatalaksanaan Glaukoma Sudut Terbuka Primer
Tujuan

: mempertahankan fungsi penglihatan dan kualitas hidup

Strategi

a) Menurunkan TIO
1. Tentukan target TIO :

Perhatikan faktor usia,luasnya kerusakan dan tingginya TIO.

Hasil dari advanced glaukoma intervension study (AIGS)


menunjukkan TIO <18 mmhg terutama bila < 14 mmhg tidak
menunjukkan progresivitas penyakit.

2. Target TIO dapat dicapai melalui :

a. Obat sebagai pilihan utama


Beta antagonis topical: menghambat produksi akueus betaxolol
0,25 %-0,5%;timolol 0,25%-0,5%. Dosis penggunan sehari 2 kali.

17

Kontra indikasi: asma, penyakit obstruksi paru, hipotensi, penyakit

jantung dengan kemungkinan bradikardia.


Prostaglandin analog : melancarkan pembuangan uvea
latanopros

0,0005%;

travoprost

0,0004%=malam

sklera
1

kali,

unoproston 0,12% =sehari 2 kali.


Prostamide : melancarkan pembuangan melalui trabekular dan

melalui uvea sklera. Bimatoprost 0,03% = malam 1 kali.


Alfa 2 selectif agonis : menghambat produksi akueus dan
melancarkan pembuangan uvea skera brimodine 0,15%,0,2% =

sehari 2 kali
Penghambatan carbonic anhidresa topikal : menghambat produksi

akuos. Dorzolamide 2%, brinzolamide 1% = sehari 2-3 kali.


Obat obat kombinasi, seperti timolol + dorzolamide : timolol +

latanoprost.
Pilocarpine 2% sehari 4 tablet, asetazolamide tablet 250 mg. Kedua
ibat ini sudah jarang digunakan karena menggangu kenyaman

penderita.
b. Laser: argon laser trabekuloplasti (ALT) atau laser
c. trabekuloplasti (LTP). Argon laser trebekuloplasti (ALT) = laser
trabekuloplasti (LTP). Berdasar hasil glaukoma laser trial,LTP pada
glaukoma sudut terbuka primer selama 2 tahun pertama sama efektifnya
dengan obat obat. Penderita harus diberi pengertian bahwa LTP dapat
menunda perlunya tindakan bedah dan janganlah menggangap bahwa LTP
dapat menyembuhkan glaukoma yang diderita.
d. Bedah filtrasi : trabekulektomi.
b) Meningkatkan sirkulasi darah pada PSO
Obat-obatan yang dapat meningkatkan sirkulasi darah pada PSO atau
penghambat carbonic anhidrase topikal : dorzolamide; dan beta agonis topical
yang selektif : betaxolol
c) Neuroproteksi
Masih tahap percobaan klinis, khususnya: brimodine, memantine. Dalam
proses penatalaksaan untuk mencapai target TIO maka perlu memperhatikan
faktor penting:
1.

Kualitas hidup : jangan sampai terganggu

2.

Kebutuhan untuk obat, jumlah, dan frekuensi pemakaian harus


sekecil mungkin, jadwal pemakaian, dll.
18

3.

Pada kondisi kondisi tertentu dimana obat obat sukar dicapai


atau sukar menggunakannya atau kontraindikasi ataupun TIO sedemian
tinggi yang dengan obat obat kemungkinan besar tidak dapat mencapai
target maka trabekulektomi dapat merupakan pilihan pertama. 4

2.4 Katarak
2.4.1 Definisi
Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang menyebabkan gangguan
penglihatan.

Definisi lain menyebutkan bahwa katarak merupakan keadaan

dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di dalam kapsul lensa.(2)

Gambar 2.5 Katarak

2.4.2

Epidemologi
Menurut WHO katarak adalah penyebab utama kebutaan dan gangguan

penglihatan di seluruh dunia. Pada tahun 2002, WHO memperkirakan katarak


adalah penyebab kebutaan yang dapat dipulihkan (reversible blindness) pada lebih
dari 17 juta penduduk dunia (47,8%) dari 37 juta penderita kebutaan di seluruh
dunia, dan diperkirakan akan mencapai 40 juta penderita pada tahun 2020. 6
Di Indonesia, survey kesehatan indra penglihatan dan pendengaran tahun
1993-1996, menunjukkan angka kebutaan 1,5%. Selain itu masyarakat Indonesia
memiliki kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan
penderita di daerah subtropis. Dibandingkan dengan angka kebutaan negaranegara di Regional Asia Tenggara, angka kebutaan di Indonesia adalah yang

19

tertinggi (Bangladesh 1%, India 0,7%, Thailand 0,3%). Insiden katarak 0,1% (210
ribu orang) per tahun, sedangkan yang dioperasi baru lebih kurang 80.000 per
tahun. 6
Katarak senilis biasanya terjadi pada usia diatas 50 tahun, tetapi kadang
dijumpai mulai umur 40 tahun. Sebagian besar kasus bersifat bilateral, walaupun
kecepatan perkembangannya masing-masing mata jarang sama. 2
2.4.3

Klasifikasi Katarak
Secara umum, katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut :

1. Katarak senilis (ketuaan), yaitu katarak yang timbul setelah umur 40 tahun,
proses pasti belum diketahui, diduga karena ketuaan.
2. Katarak kongenital, yaitu katarak yang timbul sejak dalam kandungan atau
timbul setelah dilahirkan, umumnya disebabkan karena adanya infeksi dan
kelainan metabolisme pada saat pembentukan janin. Katarak kongenital yang
sering timbul karena infeksi saat ibu mengandung, terutama pada kehamilan 3
bulan pertama.
3. Katarak traumatika, yaitu katarak yang dapat menyerang semua umur,
biasanya karena pasca trauma baik tajam maupun tumpul pada mata terutama
4.

mengenai lensa.
Katarak komplikata, yaitu katarak yang terjadi akibat kelainan sistemik yang
akan mengenai kedua mata seperti diabetes melitus atau kelainan lokal yang

akan mengenai satu mata seperti uveitis dan glaukoma. 2


2.4.4 Etiologi
Penyebab katarak senilis belum diketahui secara pasti. Menurut Duke
Elder penyebab-penyebab yang dapat menimbulkan katarak sebagai berikut :
1. Sebab-sebab biologik :
-Karena usia tua. Seperti juga pada seluruh makhluk hidup, maka lensa pun
mengalami proses tua dimana dalam keadaan ini ia menjadi katarak.
-Pengaruh genetik. Pengaruh genetik dikatakan berhubungan dengan proses
degenerasi yang timbul pada lensa.
2. Sebab-sebab imunologik :
Badan manusia mempunyai kemampuan membentuk antibodi spesifik
terhadap salah satu dari protein-protein lensa. Oleh sebab-sebab tertentu dapat
terjadi sensitisasi secara tidak disengaja oleh protein lensa yang menyebabkan

20

terbentuknya antibodi tersebut. Bila hal ini terjadi maka dapat menimbulkan
katarak.
3. Sebab-sebab fungsional :
Akomodasi yang sangat kuat mempunyai efek yang buruk terhadap
serabut-serabut lensa dan cenderung memudahkan terjadinya kekeruhan pada
lensa. Ini dapat terlihat pada keadaan-keadaan seperti intoksikasi ergot, keadaan
tetani dan aparathyroidisme.
a. Gangguan yang bersifat lokal terhadap lensa, berupa :
i. Gangguan nutrisi pada lensa.
ii. Gangguan permeabilitas kapsul lensa.
iii. Efek radiasi dari cahaya matahari.
b. Gangguan metabolisme umum :
Defisiensi vitamin dan gangguan endokrin dapat menyebabkan katarak
misalnya seperti pada penyakit diabetes melitus atau hyperparathyroid. 7
2.4.5

Patofisiologi
Pada katarak senilis terdapat beberapa konsep penuaan sehubungan

dengan penyebab dari katarak senilis yaitu teori putaran biologik, konsep dimana
jaringan embrio manusia yang dapat membelah diri 50 kali dan kemudian mati,
teori mutasi spontan, teori a-free radical, teori a-cross-link dan teori imunologis
(dengan bertambah usia akan bertambah cacat imunologik yang mengakibatkan
kerusakan sel). 7
Katarak senilis terjadi akibat perubahan pada protein lensa dan agregasi
menjadi protein dengan berat molekul tinggi sehingga mengakibatkan terjadinya
fluktuasi indeks refraksi lensa, pemendaran cahaya dan mengurangi kejernihan
lensa. Perubahan kimia pada protein inti lensa ini mengakibatkan pigmentasi
progresif menjadi kuning atau kecoklatan.
Dengan bertambahnya usia ini terjadi juga penurunan konsentrasi glutation
dan kalium, peningkatan konsentrasi natrium dan kalsium serta peningkatan
hidrasi lensa sehingga lensa menjadi cembung dan bengkak. Dengan adanya
penumpukan kalsium maka menyebabkan terjadinya sklerosis pada lensa dimana
kapsul menebal dan kurang elastis, serat lensa lebih ireguler dan korteks tidak
berwarna. Faktor-faktor lain yang dapat berperan untuk menimbulkan katarak

21

senilis ini adalah proses oksidasi dari radikal bebas, paparan sinar ultraviolet dan
malnutrisi. 7
2.4.6

Klasifikasi Katarak Senilis


Berdasarkan tebal dan tipisnya kekeruhan lensa, katarak senilis dibagi

menjadi 4 stadium :
1. Stadium Insipien
Kekeruhan lensa tampak terutama dibagian perifer korteks berupa garisgaris yang melebar dan makin ke sentral menyerupai jeruji sebuah roda. Biasanya
pada stadium ini tidak menimbulkan gangguan tajam pengelihatan dan masih bisa
dikoreksi mencapai 6/6. Pada stadium ini bisa stasioner. 2,8

Gambar 2.6 Katarak insipien


2. Stadium Imatur atau Intumesen
Kekeruhan terutama di bagian posterior nukleus dan belum mengenai
seluruh lapisan lensa. Terjadi pencembungan lensa karena lensa menyerap cairan,
akan mendorong iris ke depan yang menyebabkan bilik mata depan menjadi
dangkal dan bisa menimbulkan glaukoma sekunder. Lensa menjadi cembung akan

22

meningkatkan daya bias, sehingga kelainan refraksi menjadi lebih miopi. Pada
pemeriksaan uji bayangan iris atau iris shadow test akan terlihat bayangan iris
pada lensa disebut iris shadow test positif. 2,4

Gambar 2.7 Katarak imatur


3. Stadium Matur
Kekeruhan sudah mengenai seluruh lensa akibat deposisi kalsium yang
menyeluruh, warna menjadi putih keabu-abuan sehingga iris shadow menjadi
negatif dan fundus refleks menjadi negatif. Tajam penglihatan penderita akan
sangat menurun tinggal melihat gerakan tangan atau persepsi cahaya. Bila katarak
imatur tidak dikeluarkan maka lensa menjadi kehilangan cairan sehingga lensa
mengkerut sehingga kamera okuli anterior kembali normal kembali. Pada stadium
ini adalah sangat baik untuk melakukan operasi karena lensa dengan mudah dapat
dilepas.2,4

Gambar 2.8 Katarak matur


4. Stadium Hipermatur
Apabila stadium matur dibiarkan akan terjadi 2 kemungkinan yaitu korteks
lensa mencair dan melunak sehingga nukleus lensa tenggelam di dalam korteks

23

lensa Katarak Morgagni atau lensa akan terus kehilangan cairan sehingga
mengkerut dan menipis Shrunken Cataract. 2,4,8

Gambar 2.9 Katarak hipermatur


Berdasarkan lokasi, katarak senilis dapat dibagi menjadi :
1.

Sklerosis nuklear
Merupakan perubahan lensa secara perlahan sehingga menjadi keras dan

berwarna kekuningan. Pandangan jauh lebih dipengaruhi daripada pandangan


dekat (pandangan baca), bahkan pandangan baca dapat menjadi lebih baik.
Penderita juga mengalami kesulitan membedakan warna, terutama warna biru.
2.

Kortikal
Terjadi bila serat-serat lensa menjadi keruh, dapat menyebabkan silau

terutama bila menyetir pada malam hari. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator
berbentuk jeruji menuju korteks anterior dan posterior.
3.

Subkapsular posterior
Merupakan terjadinya kekeruhan di sisi belakang lensa. Katarak ini

menyebabkan silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya terang, serta


pandangan baca menurun. Banyak ditemukan pada pasien diabetes, pasca radiasi
dan trauma.2
2.4.7 Gejala Klinis Katarak Senilis

Subyektif

1. Kemunduran visus. Tajam penglihatan akan menurun, penglihatan buram atau


berkabut. Tergantung tebal tipisnya kekeruhan serta lokalisasi kekeruhan, makin
tebal kekeruhan lensa, tajam penglihatan makin mundur, jika kekeruhan terletak
di sentral maka penderita akan merasa kabur dibandingkan dengan kekeruhan di
perifer.

24

2. Tampak adanya bercak putih pada lapang pandang yang tidak ikut bergerak
dengan pergerakan mata (stasioner), yang mana harus dibedakan dengan
kekeruhan di korpus vitreus (bercak bergerak-gerak).
3. Pada stadium permulaan terjadi artificial myope sehingga penderita melihat
jauh kabur dan akan merasa lebih enak membaca dekat tanpa kacamata. Hal ini
terjadi karena proses pembentukan katarak sehingga lensa menjadi cembung dan
kekuatan refraksi mata meningkat, akibatnya bayangan jatuh di depan retina.
4. Kekeruhan di subkapsular posterior menyebabkan penderita mengeluh silau dan
penurunan penglihatan pada keadaan terang.
5. Penderita akan mengeluh melihat dua bayangan atau lebih. Keluhan ini
disebabkan adanya refraksi ireguler dari lensa. Akibat kelainan ini penderita
mengeluh silau dan pusing.2,6,8

Obyektif

1. Leukokoria : pupil berwarna putih pada katarak matur.


2. Test iris shadow : positif pada katarak imatur dan negatif pada katarak
matur.
3. Refleks fundus warna jingga akan menjadi gelap (refleks fundus negatif)
pada katarak matur.
4. Pada lensa tidak ada tanda-tanda inflamasi.2,6,8
2.4.8

Diagnosis Katarak Senilis 2,3,4

a. Optotip snellen
Untuk mengetahui tajam penglihatan. Pada stadium insipien dan imatur
bisa dicoba dikoreksi dengan lensa kacamata terbaik.
b. Lampu senter
Reflek pupil terhadap cahaya pada katarak masih normal. Tampak
kekeruhan lensa terutama jika pupil dilebarkan, berwarna keabu-abuan yang harus
dibedakan dengan refleks senil. Diperiksa proyeksi iluminasi dari segala arah
pada katarak matur untuk mengetahui fungsi retina secara garis besar.
c. Oftalmoskopi

25

Untuk pemeriksaan ini sebaiknya pupil dilebarkan. Pada stadium insipien


dan imatur tampak kekeruhan kehitam-hitaman dengan latar belakang jingga,
sedangkan pada stadium matur didapatkan reflek fundus negatif.
d. Slit lamp biomikroskopi
Dengan alat ini dapat dievaluasi luas, tebal dan lokasi kekeruhan lensa. 2,4,6,8
2.4.9

Diagnosis Banding Katarak Senilis 4,8

1. Reflek senil : pada orang tua dengan lampu senter tampak pupil warna keabuabuan mirip katarak, tetapi pemeriksaan reflek fundus positif.
2. Katarak komplikata : katarak terjadi sebagai penyulit dari penyakit mata (misal :
uveitis anterior) atau penyakit sistemik (misal : Diabetes melitus).
3. Katarak karena sebab lain : pemakaian obat-obatan (kortikosteroid), radiasi dan
trauma mata.
4. Kekeruhan badan kaca.
5. Ablasio retina.
2.4.10 Komplikasi 4,6
1. Glaukoma sekunder (Glaukoma fakomorfik)
Terjadi pada katarak intumesen/ imatur, karena pencembungan lensa.
2. Uveitis patotoksik atau glaukoma fakolitik
Terjadi pada stadium hipermatur akibat massa lensa yang keluar dan
masuk ke bilik mata depan.
2.4.11 Penatalaksanaan
Pengobatan yang paling baik dan tepat saat ini adalah katarak ekstraksi
dengan operasi. Bila katarak masih dalam stadium intumesen/ insipien, mata
sebaiknya diperiksa secara baik dan bila ada kelainan refraksi yang masih dapat
dikoreksi maka diberikan kacamata terbaik. Pembedahan/ operasi dilakukan bila
kemunduran tajam penglihatan penderita telah mengganggu pekerjaan sehari-hari
dan tidak dapat dikoreksi dengan kacamata. Pada umumnya visus 1/300 hingga
1/~.4,6

Macam operasi :

1. Ekstraksi katarak intrakapsuler (EKIK) atau ICCE (Intra capsular cataract


extraction).

26

Teknik operasi ini sekarang jarang dilakukan lagi, adalah mengangkat


lensa dan kapsul secara intoto, yakni dalam kapsulnya melalui insisi limbus
superior 140 sampai 160 derajat. Dapat dilakukan pada zonula zinii yang telah
rapuh atau berdegenerasi dan mudah putus. Ekstraksi katarak ini tidak boleh
dilakukan atau kontraindikasi pada pasien usia kurang dari 40 tahun yang masih
mempunyai ligamen hialoidea kapsuler. 2,6
2. Ekstraksi katarak ekstrakapsuler (EKEK) atau ECCE (Extra capsular cataract
extraction).
Massa lensa dikeluarkan dengan merobek bagian anterior kapsul dan
meninggalkan kapsul bagian posterior. Dilakukan insisi limbus superior, bagian
anterior kapsul dipotong dan diangkat, nukleus diekstraksi dan korteks lensa
dibuang dari mata dengan irigasi dengan atau tanpa aspirasi menyisakan kapsul
posterior. 2,6
3. Small Incisi
Small incisi disini dengan cara fakoemulsifikasi. Fakoemulsifikasi yaitu
tehnik operasi dengan menggunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi untuk
memperlunak lensa sehingga memudahkan pengambilan lensa melalui sayatan
kecil yaitu melalui insisi limbus yang kecil (2-5mm). Keunggulan teknik ini
adalah : luka operasi sangat pendek, dengan alat yang disebut fako seluruh lensa
dapat dihancurkan dan kemudian disedot/ dihisap keluar, penggunaan lensa tanam
hanya cukup ditutup dengan 1 atau 2 jahitan, atau pada kondisi tertentu tidak
memerlukan jahitan sama sekali, masa penyembuhan lebih singkat dan biaya lebih
murah. 6

27

Gambar 2.10 Tehnik operasi

Persiapan pre operasi :


1.

Uji anel positif, dimana tidak terjadi obstruksi fungsi ekskresi

saluran lakrimal sehingga tidak ada dakriosistitis.


2.

Tidak ada infeksi disekitar mata seperti keratitis, konjungtivitis,

blefaritis, hordeolum dan kalazion.

3.

Tekanan darah tidak boleh tinggi.

4.

Gula darah telah terkontrol.

5.

Tidak batuk terutama pada saat pembedahan.

Komplikasi pasca operasi : 6,8

1.

Prolaps vitreous, jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama


operasi, maka gel vitreous masuk kedalam bilik anterior yang merupakan resiko
terjadinya glaukoma atau traksi pada retina.

2.

Prolaps iris.

3.

Endoftalmitis.

4.

Astigmatisme paska operasi.


11

Pencegahan 8

28

Umumnya katarak terjadi bersamaan dengan bertambahnya umur sehingga


tidak dapat dicegah. Pemeriksaan mata secara teratur sangat perlu untuk
mengetahui adanya katarak. Pada saat ini kecepatan berkembangnya katarak
masih dapat dijaga dengan :
-Tidak merokok, karena merokok mengakibatkan peningkatan radikal bebas
dalam tubuh, sehingga resiko katarak akan bertambah.
-Pola makan yang sehat, memperbanyak konsumsi buah dan sayur.
-Lindungi mata dari sinar matahari, karena sinar UV mengakibatkan katarak pada
mata.
-Menjaga kesehatan tubuh seperti kencing manis dan penyakit lainnya.

BAB 3
PEMBAHASAN
Hasil pemeriksaan pada pasien ini, penulis mendiagnosis
pasien menderita katarak imatur dan suspek glaukoma sudut terbuka
primer kronik. Diagnosis ini berdasarkan dari resume yang didapatkan
yaitu laki-laki usia 77 tahun datang ke poli mata untuk kontrol tanpa
keluhan. Pasien hanya masih merasakan kabur yang sudah sejak 7 tahun
yang lalu. Keluhan kabur tersebut masih ada hingga sekarang namun
pasien tidak mempermasalahkan keluhan tersebut. Kabur untuk melihat
jauh maupun dekat, tidak ada pandangan berkabut. Pasien pernah
didiagnosis glaukoma 9 tahun yang lalu dengan keluhan kabur dan
penglihatan menurun perlahan, tidak disertai keluhan yang lainnya. Selain
itu keluhan atau tanda-tanda riwayat glaukoma akut (mata merah, visus
menurun, halo, fotofobia, nyeri mata, mual muntah, dan bradikardia) pada
pasien juga tidak ditemukan dari anamnesis. Data riwayat penyakit dahulu
ditemukan pasien memiliki DM 9 tahun dan pernah stroke.
29

Pada pemeriksaan didapatkan VOD: 0,1 CC S -1,00 C -3,00 A 90


0,3 F dan VOS: 0,2 CC C -3,00 A 90 0,5 F. Hasil pemeriksaan tajam
penglihatan menunjukkan bahwa pasien juga telah mengalami kelainan organik.
Pada pemeriksaan slitlamp didapatkan pada lensa agak karuh dan iris shadow (+/
+) sedangka dari pemeriksaan segmen posterior fundus refleks (+/+).
Pada pasien ini, penulis mendiagnosis pasien menderita
katarak imatur dan suspek glaukoma sudut terbuka primer kronik. Untuk
mendiagnosis pasien pada dasarnya dibedakann terlebih dahulu keluhan
mata merah atau mata putih. Pada pasien ini didapatkan mata putih. Lalu,
mata putih dibagi lagi menjadi mata putih dengan penurunan visus
perlahan atau mendadak. Pada kasus ini pasien merasakan penurunan
visus secara perlahan.
Dari anamnesis

tersebut

berarti

termasuk

dalam

differential diagnosis mata putih tanpa mata merah (mata kabur)


dengan penurunan visus perlahan yaitu kelainan refraksi, katarak,
glaukoma kronik, dll. Pasien ini bukan termasuk kelainan refraksi
karena dari pemeriksaan visus dengan koreksi sudah tidak bisa mencapai
6/6 pada kedua mata. Sedangkan untuk clue mata kabur penglihatan
turun perlahan tanpa mata merah yang lain yaitu katarak dan glaukoma
kronik telah ditemukan dari anamnesis dan pemeriksaan pada pasien
tersebut.
Penulis masih curiga untuk glaukoma pada pasien ini merupakan
glaukoma sudut terbuka primer kronik karena pemeriksaan gonioskopi
untuk mengetahui termasuk glaukoma sudut tertutup atau sudut terbuka
belum dilakukan, namun dari pemeriksaan segmen anterior didapatkan
bilik mata depan dalam. Penulis curiga untuk etiologi glaukoma
kemungkinan bukan disebabkan oleh penyakit atau keadaan lain yang
mendasari.

Glaukoma

sekunder

bisa

disebabkan

karena

ada

neovaskularisasi pada penderita DM dengan mikroangiopati dan katarak.


Namun dari hasil pemeriksaan segmen posterior tidak ada hasil yang
mendukung untuk kelainan di segmen anterior seperti rubeosis iridis dan

30

atau segmen posterior seperti retinopati diabetik atau oklusi vena centralis
retina sehingga penulis belum curiga ke arah galukoma sekunder.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Lang, G. K. 2006. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas 2 nd

Edition. Thieme. Stuttgart-New York.


2.
Riordan, P., Whitcher, J. P. 2014. Glaukoma dalam Vaughan &
3.

Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17. EGC. Jakarta. Hal. 212-229.


American Academy Of Ophthalmology, 2007. Glaucoma. San

Fransisco: American Academy Of Ophthalmology.


4.
Nurwasis. 2006. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Bagian/Smf Ilmu
Penyakit Mata Edisi III. Balai Penerbit FKUNAIR: Surabaya. Hal. 1-22.
5.
Bell, Jerald A. 2014. Primary Open-Angle Glaucoma. Medscape.
Diakses

tanggal

10

Agustus

2016.

(http://emedicine.medscape.com/article/1206147-overview)
6.
Budiono, Sjamsu dkk. 2013. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata.

7.

Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 55-76


Akmam, S.M. Azhar, Zainal. Katarak dan Perkembangan
Operasinya.

Diakses

tanggal

(www.portalkalbe/files/ckd/06.1971).

31

10

Agustus

2016.

Ocampo, Vicente Victor D. 2016. Senile Cataract. Medscape.

8.

Diakses

tanggal

10

(http://emedicine.medscape.com/article/1210914)

32

Agustus

2016.

Anda mungkin juga menyukai