Anda di halaman 1dari 20

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Katarak
2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskuler, tak berwarna dan
hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameter 9 mm.
Dibelakang iris lensa digantung oleh zonula yang menghubungkan dengan korpus
siliaris. Di anterior lensa terdapat humor aquaeus; disebelah posteriornya, vitreus.4
Zonulla zinii

Iri

Capsule

Nukleus

Cortex
Fiber

Epitel lensa

Gambar 2.1 Potongan Melintang Lensa


Dari gambar 2.1 di atas dapat dilihat anatomi dari lensa yang terdiri dari
kapsul, epitel, korteks dan nukleus lensa.
a. Kapsul
Kapsul lensa merupakan membran dasar yang elastis dan transparan
tersusun dari kolagen tipe IV yang berasal dari sel-sel epitel lensa.
Kapsul ini mengandung isi lensa serta mempertahankan bentuk lensa
pada saat akomodasi. Bagian paling tebal kapsul berada di bagian
anterior dan posterior zona preekuator dan bagian paling tipis berada di
bagian tengah kutub posterior.5
b. Epitel Lensa
7

Tepat di belakang kapsul anterior lensa terdapat satu lapis sel-sel epitel.
Sel-sel epitel ini dapat melakukan aktivitas seperti yang dilakukan sel-sel
lainnya,seperti sintesis DNA, RNA, protein dan lipid. Sel-sel tersebut
juga dapat membentuk ATP untuk memenuhi kebutuhan energi lensa.
Sel-sel epitel yang baru terbentuk akan menuju ekuator lalu
berdiferensiasi menjadi serat lensa.5
c. Nukleus dan Korteks
Sel-sel berubah menjadi serat, lalu serat baru akan terbentuk dan akan
menekan serat-serat lama untuk berkumpul di bagian tengah lensa. Seratserat paling tua yang terbentuk merupakan lensa fetus yang diproduksi
pada fase embrionik dan masih menetap hingga sekarang. Serat-serat
yang baru akan membentuk korteks dari lensa.5
Lensa dapat membiaskan cahaya karena indeks bias biasanya sekitar 1,4
pada sentral dan 1,36 pada perifer, hal ini berbeda dari dengan aqueous dan
vitreus yang mengelilinginya. Pada tahap tidak berakomodasi, lensa memberikan
kontribusi sekitar 15-20 dioptri (D) dari sekitar 60 D kekuatan konvergen bias
mata manusia rata-rata. 2
Lensa manusia normal mengandung sekitar 66% air dan 33% protein, dan
jumlah ini mengalami sangat sedikit perubahan dengan proses penuaan. Sekitar
5% dari volume lensa adalah air yang ditemukan di antara serat-serat lensa dalam
ruang ekstraseluler. Konsentrasi natrium dan kalium pada lensa berbeda dengan
konsentrasi humor akuos dan korpus vitreus. 2
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya yang datang dari jauh m. ciliaris berelaksasi, menegangkan
serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukuran
terkecil; dalam posisi ini daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya
akan terfokus pada retina. Sementara untuk cahaya yang berjarak dekat m.ciliaris
berkontrasi sehingga tegangan zonula berkurang, artinya lensa yang elastis
menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerja sama fisiologis
antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk memfokuskan benda jatuh pada
retina dikenal dengan akomodasi. Hal ini berkurang seiring dengan bertambahnya
usia. 4
8

Gangguan pada lensa dapat berupa kekeruhan, distorsi, dislokasi dan


anomali geometri. Keluhan yang di alami penderita berupa pandangan kabur tanpa
disertai nyeri. Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada penyakit lensa adalah
pemeriksaan ketajaman penglihatan dan dengan melihat lensa melalui slit lamp,
oftalmoskop, senter tangan, atau kaca pembesar, sebaiknya dengan pupil dilatasi. 4
2.1.2 Katarak Senilis
a. Definisi
Katarak senilis adalah kondisi kekeruhan lensa yang terjadi pada usia
lanjut biasanya diatas 50 tahun. 6
b. Epidemiologi
Berdasarkan WHO, dikatakan bahwa katarak merupakan penyebab
utama kebutaan dan gangguan penglihatan di seluruh dunia. Pada tahun
2002, WHO memperkirakan katarak adalah penyebab kebutaan yang dapat
dipulihkan pada lebih dari 17 juta penduduk dunia (47,8%) dari 37 juta
penderita kebutaan di seluruh dunia, dan diperkirakan akan mencapai 40
juta penderita pada tahun 2020.2
Survei kesehatan indra penglihatan dan pendengaran di Indonesia
tahun 1993-1996 menunjukkan terjadinya angka kebutaan sebesar 1,5% dan
dikatakan bahwa masyarakat Indonesia cenderung menderita katarak 15
tahun lebih cepat dibandingkan penderita didaerah subtropis. Angka
kebutaan di Indonesia adalah yang paling tinggi bila dibandingkan dengan
Negara-negara regional Asia, yaitu Bangladesh (!%), India (0,7%), dan
Thailand (0,3%). Insidensi katarak di Indonesia berkisar 0,1% (210 ribu
orang) per tahun, sedangkan yang dioperasi baru berkisar 80.000 orang per
tahunnya.2
c. Faktor Resiko
Beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya katarak senilis menurut
Leitman MW tahun 2007 adalah3:
1.

Herediter

Cukup berperan dalam insidensi, onset, dan kematangan katarak


senilis pada keluarga yang berbeda.
2.

Sinar ultraviolet
Biar lebih banyak terekspos dengan sinar ultraviolet dari matahari
maka berpengaruh pada onset dan kematangan katarak.

3.

Nutrisi
Defisiensi nutrisi seperti protein, asam amino, vitamin (riboflavin,
vitamin E dan C) dan elemen penting lainnya mengakibatkan katarak
senilis lebih cepat timbul dan lebih cepat matur.

4.

Dehidrasi
Terjadinya malnutrisi, dehidrasi dan perubahan ion tubuh juga akan
mempengaruhi katarak

5.

Perokok
Merokok

menyebabkan

akumulasi

molekul

pigmen

hydroxykynurinine dan kromofor yang menyebabkan warna


kekuningan pada lensa. Cyanates pada rokok menyebabkan
denaturasi protein.
d. Patofisiologi
Sejalan dengan usia, lensa bertambah berat dan padat serta daya
akomodasinya menurun. Dengan terbentuknya lapisan baru dari serat
kortikal nukleus lensa menjadi terkompresi dan memadat (sklerosis
nuklear). Modifikasi kimia dan proteolisis dari kristalin (protein lensa)
menghasilkan formasi agregat protein berat molekul besar. Agregat ini
cukup besar untuk menyebabkan terjadinya fluktuasi mendadak dalam
indeks refraktif lokal lensa sehingga menghamburkan cahaya dan
menurunkan transparansi.5
Modifikasi kimia dari protein nuklear lensa juga meningkatkan
pigmentasi, seperti lensa menjadi kuning atau kecoklatan sejalan dengan
pertambahan usia. Hubungan dengan usia lainnya adalah menurunnya
konsentrasi dari glutation dan kalium dan meningkatnya konsentrasi natrium
dan kalsium dalam sitoplasma sel lensa. Penyebab paling sering gangguan

10

penglihatan pada orang tua adalah katarak senilis, patogenesisnya


multifaktorial dan belum sepenuhnya dimengerti. 5

Gambar 2.2 Perubahan Warna lensa Sesuai Usia5


e. Stadium Katarak Senilis
1. Katarak insipien 1,2,6,7
Kekeruhan lensa tahap awal dengan visus relatif masih baik dapat
dikoreksi sampai 6/6. Kekeruhan tampak terutama di bagian perifer
korteks berupa garis-garis yang melebar dan makin ke sentral menyerupai
ruji sebuah roda.
- Tajam penglihatan
menurun/bisa normal
- Kekeruhan dimulai
sbg garis
- Kekeruhan di pinggir
lensa
- Gambaran Jeruji
Pedati
- Daerah sentral lensa
masih jernih
Gambar 2.3 Katarak insipiens5
2. Katarak imatur atau katarak intumesen 1,2,6,7

11

Kekeruhan terutama di bagian posterior nukleus dan belum mengenai


seluruh

lapisan

lensa.

Kekeruhan

mulai

dapat

terlihat

dengan

menggunakan senter, terlihat iris shadow, dengan visus > 1/60.


- Tajam penglihatan 5/6
s/d 1/60
- Fundus reflek (+)
- Kekeruhan belum merata
- Iris Shadow Test (+)

Gambar 2.4 Katarak Imatur


3. Katarak matur 1,2,6,7
Kekeruhan sudah mengenai seluruh lensa dengan warna lensa menjadi
putih keabu-abuan. Stadium ini juga dapat diamati dengan bantuan senter,
tidak terlihat iris shadow, dengan visus 1/300 atau Light Perception
positif.

- Tajam penglihatan 1/60


s/d LP (+)
- Kekeruhan telah rata
- Fundus reflek (-)
- Iris Shadow Test (-)

Gambar 2.5 Katarak Matur


4. Katarak hipermatur 1,2,6,7
Apabila stadium matur dibiarkan dan terjadi pencairan korteks sehingga
nukleus tenggelam ke bawah (Katarak Morgagni), atau lensa akan terus
kehilangan cairan dan mengeriput (Shrunkencataract). Operasi pada
stadium ini tidak menguntungkan karena banyak menimbulkan penyulit.

12

Gambar 2.6 Katarak Hipermatur


Berdasarkan lokasi, katarak senilis dapat dibagi menjadi :
1.

Sklerosis nuklear
Merupakan perubahan lensa secara perlahan sehingga menjadi keras dan
berwarna kekuningan. Pandangan jauh lebih dipengaruhi daripada
pandangan dekat (pandangan baca), bahkan pandangan baca dapat
menjadi lebih baik. Penderita juga mengalami kesulitan membedakan
warna, terutama warna biru.

2.

Kortikal
Terjadi bila serat-serat lensa menjadi keruh, dapat menyebabkan silau
terutama bila menyetir pada malam hari. Kekeruhan mulai dari tepi
ekuator berbentuk jeruji menuju korteks anterior dan posterior.

3.

Subkapsular posterior
Merupakan terjadinya kekeruhan di sisi belakang lensa. Katarak ini
menyebabkan silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya terang, serta
pandangan baca menurun. Banyak ditemukan pada pasien diabetes, pasca
radiasi dan trauma.

Gambar 2.7 Katarak berdasarkan Lokasi

13

f. Gejala Klinis 6
Kekeruhan lensa mungkin dapat bersifat asimtomatis, namun ada juga
yang menimbulkan gejala, seperti:
1.

2.

Silau
Keluhan silau sering terjadi pada kekeruhan yang terletak di
subkapsuler posterior lensa.
Poliplopia uniokuler
Penglihatan ganda atau lebih dari suatu obyek juga sering terjadi pada
awal dari penyakit yang disebabkan karena refraksi ireguler atau

3.

multipel dari lensa yang mengalami kekeruhan.


Halo
Jika melihat cahaya lampu putih, sebagian penderita akan mengeluh
seperti melihat pelangi (halo), yang disebabkan karena adanya droplet

4.

5.
6.

cair pada lensa.


Titik hitam didepan mata
Titik hitam yang bersifat statis juga dapat dikeluhkan beberapa
penderita.
Gambar kabur, terdistorsi, serta pandangan berkabut dapat terjadi pada
tahap awal katarak
Menurunnya penglihatan
Semakin tebal kekeruhan pada lensa, maka tajam penglihatan akan
semakin menurun. Sama halnya jika kekeruhan terletak di sentral dari
lensa, penderita akan merasa lebih kabur dibandingkan kekeruhan di

7.

perifer.
Myopic Shift
Perkembangan dari katarak dapat meningkatkan kekuatan dioptri dari
lensa, pada umumnya menyebabkan derajat ringan sampai sedang dari
miopi. Penderita akan merasa lebih enak membaca dekat tanpa
kacamata seperti biasanya karena proses miopisasi (second sight).

g. Diagnosis 1
1.

Optotip Snellen: untuk mengetahui tajam penglihatan. Pada


stadium insipien dan imatur bisa dicoba dikoreksi dengan lensa
kacamata terbaik.

14

2.

Lampu senter: reflek pupil terhadap cahaya pada katarak masih


normal. Tampak kekeruhan lensa terutama jika pupil dilebarkan.
Diperiksa proyeksi iluminis pada katarak matur untuk mengetahui
fungsi retina secara garis besar.

3.

Oftalmoskopi: untuk pemeriksaan ini sebaiknya pupil dilebarkan.


Pada stadium insipien dan imatur tampak kekeruhan kehitam-hitaman
dengan latar belakang jingga, sedangkan pada stadium matur
didapatkan reflek fundus negatif.

4.

Slit lamp biomikroskopi: dapat dievaluasi luas, tebal, dan lokasi


kekeruhan lensa.1

5.

Pemeriksaan pencitraan pada mata seperti USG, CT SCAN, dan


MRI diperlukan jika dicurigai terdapat kelainan pada bagian posterior
dan penglihatan yang kabur akibat katarak. Hal ini bermanfaat dalam
pengelolaan pembedahan dan untuk memberikan prognosis pemulihan
penglihatan pasien paska operasi.8

h. Diagnosa Banding 1
1.

Reflek senil: pada orang tua dengan lampu senter tampak pupil warna
keabu-abuan mirip katarak, tetapi pemeriksaan reflek fundus positif.

2.

Katarak komplikata: katarak terjadi sebagai penyulit dari penyakit mata


(misal uveitis anterior), atau penyakit sistemik (misal Diabetus
Mellitus).

3.

Katarak karena sebab lain: pemakaian kortikosteroid, radiasi, trauma


mata.

4.

Kekeruhan badan kaca.

5.

Ablasio Retina.

i. Penatalaksanaan
Langkah non-operasi:6
1.

Terapi penyebab katarak


Pada katarak yang didapat, sebaiknya dicari penyebab katarak.
Pengobatan penyakit kausatif, menghentikan progres dan kadang pada
tahap awal dapat menyebabkan regresi dari perubahan katarak dan
dengan demikian menunda operasi, beberapa contohnya seperti:
15

a) Kontrol diabetes mellitus yang adekuat, jika ditemukan.


b) Menghentikan obat kataraktogenik seperti kortikosteroid,
fenotiazen, dan miotik kuat, yang memperlambat atau mencegah
karaktogenesis.
c) Menghilangkan radiasi (infrared atau x-ray) memperlambat dan
mencegah pembentukan katarak.
d) Pengobatan penyakit mata seperti uveitis secara dini dan adekuat
2.

mencegah terjadinya katarak terkomplikasi.


Langkah untuk memperlambat progres
Regimen yang mengandung garam kalsium dan kalium iodida
diresepkan pada pasien dengan tahap awal katarak, khususnya pada
katarak senilis, untuk memperlambat progresnya. Peran vitamin E dan

3.

aspirin juga memperlambat proses karaktogenesis.


Langkah untuk meningkatkan penglihatan dengan adanya katarak
insipien dan katarak imatur :
a) Refraksi, yang sering berubah kecepatannya sebaiknya dikoreksi
secara teratur.
b) Penyusunan iluminasi, karena adanya kekeruhan sentral, dengan
ditempatkan cahaya yang berada di belakang kepala pasien akan
memberikan hasil yang terbaik.
c) Penggunaan kaca mata gelap yang nyaman pada pasien dengan
kekeruhan sentral ketika berada diluar ruangan.
d) Midriatikum memberikan keuntungan bagi pasien dengan katarak
aksis kecil, karena membantu transmisi cahaya, pembentukan
bayangan, dan memfokuskan. Midriatikum seperti fenilefrine 5%
atau tropicamide 1% 2 kali sehari pada mata yang bermasalah.

Manajemen Operasi:
Indikasi operasi6
1. Perbaikan visus
Merupakan indikasi terbanyak dari pembedahan katarak. Jika penurunan
tajam penglihatan pasien telah menurun hingga mengganggu kegiatan
sehari-hari, maka operasi katarak bisa dilakukan.
2. Indikasi medis
Pada beberapa keadaan di bawah ini, katarak perlu dioperasi segera,
bahkan jika prognosis kembalinya penglihatan kurang baik:
Katarak hipermatur
Glaukoma sekunder
16

Uveitis sekunder
Dislokasi/ subluksasio lensa
Benda asing intralentikuler
Retinopati diabetik
Ablasio retina
2. Indikasi kosmetik
Jika penglihatan hilang sama sekali akibat kelainan retina atau nervus
optikus, namun kekeruhan katarak secara kosmetik tidak dapat diterima,
misalnya pada pasien muda, maka operasi katarak dapat dilakukan hanya
untuk membuat pupil tampak hitam walaupun penglihatan tidak akan
kembali.
Persiapan pre operasi:
-

Ukur TIO

Uji anel positif, dimana tidak terjadi obstruksi fungsi ekskresi saluran
lakrimal sehingga tidak ada dakriosistitis.

Tidak ada infeksi disekitar mata seperti keratitis, konjungtivitis,


blefaritis, hordeolum dan kalazion.

Tekanan darah tidak boleh tinggi.

Gula darah telah terkontrol.

Tidak batuk terutama pada saat pembedahan

Jenis operasi
1. ICCE (Intra Capsular Cataract Extraction)
Suatu tindakan mengangkat seluruh lensa bersama kapsulnya dan
jarang dilakukan pada saat ini. Insiden terjadinya ablasio retina paska
operasi intrakapsular jauh lebih tinggi dibandingkan dengan paska
bedah ekstrakapsular. Zonula atau ligamen hialoidea yang telah
berdegenasi dan lemah adalah salah satu dari indikasi dari metode ini.
Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa
subluksatio dan dislokasi. Jika tidak tersedia fasilitas untuk melakukan
2.

bedah ekstrakapsular, dapat dilakukan ICCE.3


ECCE (Extracapsular Cataract Extraction)
- Insisi pada limbus atau kornea perifer pada bagian superior atau
temporal.
- Ostium dibuat pada kapsul anterior, kemudian nukleus dan korteks
lensa diambil, meninggalkan kapsul posterior.
17

- Lensa intraokuler (IOL) ditempatkan pada kapsul posterior yang


intak.4
Keuntungan ECCE dibandingkan dengan ICCE:
ECCE dapat dilakukan pada penderita di semua usia kecuali jika
zonule tidak intak, sedangkan pada ICCE tidak dapat dilakukan pada
penderita usia di bawah 40 tahun.
Pada ECCE dapat dilakukan implantasi IOL sedangkan pada ICCE
tidak dapat dilakukan.
Komplikasi paska operasi yang berhubungan dengan vitreous
(herniasi

pada

bilik

mata

depan,

papillary

blok,

vitreous

touchsyndrome) hanya dapat terjadi pada ICCE, sedangkan pada


ECCE komplikasi tersebut tidak dapat terjadi.
Insiden untuk komplikasi seperti endoftalmitis, cystoid macular
edema, dan ablasi retina lebih kecil pada ECCE dibandingkan
dengan teknik ICCE.
Kemungkinan astigmatisme paska operasi lebih kecil pada ECCE
dibandingkan dengan ICCE karena insisi yang dilakukan lebih kecil.
Keuntungan ICCE dibandingkan dengan ECCE:
Teknik ICCE lebih simpel, mudah dilakukan, lebih murah dan tidak
memerlukan alat yang canggih.
Komplikasi kekeruhan lensa posterior paska operasi sangat mungkin
terjadi pada proses ECCE, tidak dengan teknik ICCE.
ICCE membutuhkan waktu yang relatif singkat, cocok untuk operasi
masal.8
3.

Fakoemulsifikasi
- Merupakan teknik ekstraksi katarak ekstrakapsular yang paling
-

sering digunakan.
Menggunakan getaran gelombang ultrasonik yang memecah
nukleus keras sehingga materi nukleus dan korteks lensa dapat
diaspirasi secara manual atau otomatis melalui insisi sebesar 3

4.

mm.4
Manual SICS ( Small Incision Cataract Surgery)
Manual SICS merupakan teknik operasi katarak modern yang
bertujuan untuk mencapai tajam penglihatan yang lebih bagus dan
komplikasi yang minimal. Ukuran insisi disesuaikan dengan besar
nukleus yang akan dikeluarkan dan tipe lensa tanam yang akan
18

digunakan. Insisi dibuat seperti terowongan (tunnel) pada sklerokornea


5 6,5 mm. Beberapa langkah pada fakoemulsifikasi seperti teknik
kapsulotomi dengan Continous Curveliniar Capsulorhexis (CCC),
hidrodiseksi, dan hidrodelineasi diterapkan pada teknik SICS. Nukleus
lensa diluksasi ke bilik mata depan kemudian dikeluarkan secara
manual tanpa menggunakan mesin bedah.9
Komplikasi pasca operasi 1
1.

2.

Komplikasi Dini Paska Operasi


a. Hifema
b. Prolaps Iris
c. Striae Keratopathy
d. Uveitis anterior
e. Endoftalmitis
Komplikasi Lanjut Paska Operasi
a. Edema makula
b. Endoftalmitis
c. Ablasio Retina
d. Katarak Sekunder
e. Glaukoma

2.2 Kelainan Refraksi


2.2.1 Miopia
a. Definisi
Miopia adalah suatu kelainan refraksi, dimana bayangan yang
terletak jauh difokuskan di depan retina oleh mata yang tidak berakomodasi.
Bila mata berukuran lebih panjang daripada normal, kelainan yang terjadi
disebut miopia aksial. Apabila unsur-unsur pembiasan lebih refraktif
dibandingkan dengan rata-rata, kelainan yang terjadi disebut miopia
kurvatura atau miopia refraktif.4

19

Gambar 2.8 Miopia

b. Klasifikasi2
1. Miopia ringan, yaitu besar miopia S -0.25 sampai dengan S -3.00 dioptri.
2. Miopia sedang, yaitu besar miopia S -3.25 sampai dengan S -6.00
dioptri.
3. Miopia berat, yaitu besar miopia lebih dari S -6.25.
c. Gejala Klinis2
1. Keluhan utama penderita miopia adalah penglihatan jauh yang kabur.
2. Nyeri kepala lebih jarang dikeluhkan daripada pada hipermetropia.
3. Terdapat kecenderungan penderita untuk memicingkan mata saat melihat
jauh.
4. Umumnya penderita miopia suka membaca.
d. Penatalaksanaan2
Koreksi miopia dapat dilakukan dengan pemberian kacamata, lensa
kotak atau bedah refraktif. Prinsip pemberian kacamata pada miopia adalah
diberikan lensa sferis negative atau minus terkecil yang memberikan tajam
penglihatan terbaik.
1. Miopia kurang dari 2-3 dioptri pada bayi dan balita umumnya tidak perlu
dikoreksi, karena umumnya akan hilang dengan sendirinya pada usia 2
tahun.
2. Miopia 1-1,5 dioptri pada anak usia pra sekolah sebaiknya dikoreksi
karena anak pada usia ini mulai berinteraksi dengan benda-benda atau
orang dengan jarak lebih jauh dibandingkan bayi.
3. Untuk anak usia sekolah, miopia kurang dari 1 dioptri tidak perlu
dikoreksi. Namun evaluasi lagi dalam waktu 6 bulan.
4. Untuk dewasa, koreksi diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien.
20

Selain itu, dikenal istilah visual hygiene, pedoman dalam upaya


pengendalian laju miopia yang antara lain terdiri atas langkah berikut:
1.
Beristirahat dari membaca atau bekerja dengan jarak dekat setiap
30 menit. Selama istirahat ini usahakan untuk dapat berdiri, berkeliling
2.

ruangan dan melihat jauh keluar candela.


Ambillah posisi duduk tegak namun nyaman selama membaca, dan

3.
4.
5.
6.

duduklah pada kursi dengan sandaran tegak.


Gunakan penerangan yang cukup saat membaca.
Jarak baca yang baik adalah sepanjang lengan siku.
Duduk setidaknya berjarak 6 kaki saat menonton televisi.
Batasi waktu yang dihabiskan untuk menonton televisi atau

bermain game.
7.
Olahraga teratur.
3.2.2 Hipermetropia
a. Definisi4
Hipermetropia (hiperopia, farsightedness) adalah keadaan mata tak
berakomodasi yang memfokuskan bayangan di belakang retina. Hal ini
dapat disebabkan oleh berkurangnya panjang sumbu (hiperopia aksial),
seperti yang terjadi pada kelainan tertentu, atau menurunnya indeks refraksi
(hiperopia refraktif), seperti pada afakia.

Gambar 2.9 Hipermetropia


2

b. Klasifikasi
Dikenal pembagian hipermetropia berdasar kemampuan akomodasi
yaitu:
1. Hipermetropia laten, yaitu hipermetropia yang dapat dikoreksi
sepenuhnya oleh akomodasi penderita.
2. Hipermetropia manifes, yang terbagi atas:

21

a. Hipermetropia fakultatif, yaitu hipermetropia yang dapat dikoreksi


baik oleh kemampuan akomodasi penderita maupun dengan
pemberian koreksi lensa cembung.
b. Hipermetropia absolut, yaitu hipermetropia yang tidak dapat
dikoreksi dengan kemampuan akomodasi penderita, sehingga mutlak
harus dikoreksi dengan lensa cembung.
c. Gejala Klinis2
1. Penglihatan jauh umunya hanya terganggu jika derajat hipermetropia
cukup besar (3 dioptri atau lebih) atau penderita sudah tua, sementara
penglihatan dekat biasanya terganggu lebih dahulu.
2. Sakit kepala di daerah frontal, penglihatan yang tidak nyaman dan
perasaan mata lelah yang dipicu oleh melakukan pekerjaan yang
memerlukan penglihatan dekat dalam waktu lama. Hal ini disebut
asthenopia akomodatif, yang timbul karena akomodasi yang berlebihan.
3. Sensitivitas yang meningkat terhadap cahaya.
4. Spasme akomodasi, yang terjadi karena muskulus siliaris terus menerus
berkontraksi untuk akomodasi.
5. Sensasi mata juling. Hal ini dapat terjadi pada penderita yang sudah
menderita esophoria sebelumnya.
d. Penatalaksanaan2
Seperti halnya miopia, hipermetropia dapat dikoreksi dengan
kacamata, lensa kontak, dan bedah refraktif. Sebagai pedoman pemberian
kacamata pada hipermetropia diberikan lensa sferis positif atau lensa plus
terkuat yang menghasilkan tajam penglihatan terbaik.
1. Pada anak usia dibawah 6 tahun, karena panjang bola matanya relative
lebih pendek dari orang dewasa, umumnya didapatkan hipermetropia
fisiologis. Koreksi hanya diperlukan jika derajat hipermetropianya cukup
besar atau didapatkan strabismus. Untuk anak usia kurang dari 6 tahun
yang diberikan resep kacamata disarankan untuk diperiksa kembali 3
bulan.
2. Pada anak usia di atas 6 tahun, perlu dipertimbangkan kebutuhan
penglihatannya karena aktivitas mereka lebih banyak.
3. Pada penderita dewasa, terdapat beberapa pertimbangan dalam
memberikan resep kacamata yaitu keluhan penderita, pekerjaan,
kebutuhan penglihatan, usia, derajat hipermetropia dan masalah lain
22

yang berkaitan. Hipermetropia kurang dari 3 dioptri dan tidak


didapatkan keluhan asthenopia, maka tidak perlu diberikan resep
kacamata.
3.2.3 Astigmatisme
a. Definisi4
Pada astigmatisme, mata menghasilkan suatu bayangan dengan titik
atau garis fokus multiple. Penyebab umum astigmatisme adalah kelainan
bentuk kornea. Lensa kristalina juga dapat berperan.

Gambar 2.10 Astigmatisme

b. Klasifikasi
Berdasarkan bentuknya, astigmat dibagi menjadi:4
1. Astigmatisme regular, terdapat dua meridian utama, dengan orientasi dan
kekuatan konstan disepanjang lubang pupil sehingga terbentuk dua garis
fokus. Apabila meridian-meridian terletak dalam 20 derajat horizontal
dan vertikal, astigmatisme dibagi menjadi:
a. Astigmatism with the rule, dengan daya bias lebih besar terletak di
meridian verrikal. Biasanya pada orang muda.
b. Astigmatism against the rule, dengan daya bias yang lebih besar
terletak di meridian horizontal. Biasanya pada orang tua.

Gambar 2.11 Astigmatisme Reguler

23

2. Astigmatisme iregular, daya atau orientasi meridian-meridian utamanya


berubah di sepanjang pupil.
Berdasarkan tipenya, astigmatisme terbagi atas:2
1. Astigmatisme hipermetropia simplek, yaitu salah satu meridian
utama emetropia dan meridian utama lainnya hipermetropia.
2. Astigmatisme miopia simplek, yaitu salah satu meridian utama
emetropia dan meridian utama lainnya miopia.
3. Astigmatisme hipermetropia kompositus, yaitu kedua meridian
utama hipermetropia dengan derajat yang berbeda.
4. Astigmatisme miopia kompositus, yaitu kedua meridian utama
miopia dengan derajat yang berbeda.
5. Astigmatisme miktus, yaitu satu meridian utama hipermetropia dan
meridian utama yang lain miopia.
c. Gejala Klinis2
1. Astigmatisme ringan
a. Keluhan yang sering timbul adalah mata lelah khusunya jika pasien
melakukan pekerjaan terus menerus pada jarak tetap.
b. Transient blurred vision pada jarak penglihatan dekat yang hilang
dengan mengucek mata
2. Astigmatisme berat
a. Mata kabur
b. Keluhan asthenopia atau nyeri kepala jarang didapat tapi dapat
timbul setelah pemberian koreksi astigmatisme yang tinggi
c. Memiringkan kepala (tilting of the head), umumnya pada
astigmatisme oblik
d. Memutar kepala (turning of the head), biasanya pada astigmatisme
yang tinggi
e. Memicingkan mata untuk mendapatkan efek pinhole
f. Mendekatkan bahan bacaan ke mata dengan tujuan mendapatkan
bayangan yang lebih besar meskipun kabur
d. Penatalaksanaan2
Koreksi astigmatisme dapat dilakukan dengan pemberian kacamata,
lensa kontak atau dengan bedah refraktif. Pemberian kacamata untuk
astigmatisme regular diberikan sesuai kelainan yang didapatkan yaitu
silinder negatif atau positif dengan atau tanpa kombinasi lensa sferis.
Sedangkan untuk astigmatisme ireguler, jika ringan dapat diberikan lensa
kontak keras, dan untuk yang berat dapat dilakukan keratoplasti.
3.2.4 Presbiopia
24

a. Definisi2
Presbiopia yang berarti mata tua berasal dari bahasa Yunani yang
menggambarkan kondisi refraksi yang berhubungan dengan usia tua, yang
kompleks lensa dan muskulus siliaris kehilangan fleksibilitasnya untuk
mempertahankan akomodasi sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan
dekatnya. Jadi presbiopia adalah suatu kondisi normal yang berhubungan
dengan peningkatan usia dan hilangnya akomodasi secara gradual.

Gambar 2.12 Presbiopia

b. Klasifikasi2
1. Presbiopia borderline atau insipient, bila pasien memerlukan koreksi
lensa sferis positif untuk melihat dekat yang timbulnya hanya kadangkadang saja.
2. Presbiopia fungsional adalah bila pasien selalu mengeluh kabur untuk
melihat dekat, dan dengan pemberian lensa sferis positif keluhan akan
hilang atau membaik.
c. Gejala Klinis2
Gejala klinis presbiopia dimulai setelah usia 40 tahun, biasanya
antara 40-45 tahun dimana tergantung pada kelainan refraksi sebelumnya,
depth of focus (ukuran pupil), kebutuhan visus dari pasien dan variabel
yang lain. Gejala klinis yang sering ditemukan adalah sebagai berikut:
1. Kabur melihat dekat
Hal ini karena penurunan akomodasi sehingga pasien tidak bisa
2.

mempertahankan penglihatan dekatnya.


Kabur melihat jauh
Hal ini ada hubungannnya dengan menurunnya kemampuan relaksasi

3.

pada muskulus siliaris.


Astenopia
Pasien mengeluh matanya seperti menonjol, mata lelah, mata berair dan
sangat tidak nyaman setelah pemakaian mata untuk melihat dekat dalam
waktu lama. Hal ini terjadi karena adanya pemakaian akomodasi yang
berlebihan.
25

4.

Sakit sekitar mata dan sakit kepala


Biasanya mengeluh nyeri di belakang kepala dan nyeri sekitar mata.
Hal ini karena kontraksi muskulus orbikularis dan oksipitofrontalis

5.

supaya penglihatan dekatnya tetap baik.


Kemampuan membaca yang lebih baik pada siang hari disbanding

malam hari.
d. Koreksi Presbiopia2
Koreksi presbiopia adalah dengan menambah akomodasi dengan
cara memberi lensa sferis positif untuk melihat dekat. Perbedaan dioptri
antara koreksi melihat jauh dan melihat dekat disebut addisi.
Tabel 3.1 Koreksi Presbiopia
Umur (tahun)
40
45
50
55
60

Addisi
+0.25 sampai +0.75
+1.00 sampai +1.25
+1.50 sampai +1.75
+2.00 sampai +2.25
+2.50 sampai +3.00

26

Anda mungkin juga menyukai

  • Morning Report 5 Mei 2017
    Morning Report 5 Mei 2017
    Dokumen14 halaman
    Morning Report 5 Mei 2017
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Pomr KPP 04-04-2017
    Pomr KPP 04-04-2017
    Dokumen4 halaman
    Pomr KPP 04-04-2017
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Resume KPP 04-04-2017
    Resume KPP 04-04-2017
    Dokumen2 halaman
    Resume KPP 04-04-2017
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Tonsilitis Kronis
    Tonsilitis Kronis
    Dokumen25 halaman
    Tonsilitis Kronis
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen2 halaman
    Kata Pengantar
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Demam Berdarah
    Demam Berdarah
    Dokumen42 halaman
    Demam Berdarah
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen2 halaman
    Bab 2
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • DD Tinea Korporis
    DD Tinea Korporis
    Dokumen4 halaman
    DD Tinea Korporis
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen19 halaman
    Bab 1
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Responsi Fatin
    Responsi Fatin
    Dokumen73 halaman
    Responsi Fatin
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen1 halaman
    Bab 1
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • ISI LK Demam Tifoid
    ISI LK Demam Tifoid
    Dokumen30 halaman
    ISI LK Demam Tifoid
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen5 halaman
    Bab 1
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Dehidrasi Dan Syok
    Dehidrasi Dan Syok
    Dokumen4 halaman
    Dehidrasi Dan Syok
    Billy Shan LastKagerooboro
    0% (1)
  • Glukoma Dan Katarak
    Glukoma Dan Katarak
    Dokumen33 halaman
    Glukoma Dan Katarak
    Azilu Fala
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Will Dan
    Belum ada peringkat
  • Lembar Pengesahan
    Lembar Pengesahan
    Dokumen1 halaman
    Lembar Pengesahan
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Daftar Obat PDF
    Daftar Obat PDF
    Dokumen1 halaman
    Daftar Obat PDF
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Bab I - III Responsi Katarak Azilu
    Bab I - III Responsi Katarak Azilu
    Dokumen41 halaman
    Bab I - III Responsi Katarak Azilu
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen7 halaman
    Cover
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen4 halaman
    Daftar Isi
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Radiologi
    Laporan Kasus Radiologi
    Dokumen8 halaman
    Laporan Kasus Radiologi
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Tumor Tasya
    Tumor Tasya
    Dokumen11 halaman
    Tumor Tasya
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Mata
    Mata
    Dokumen24 halaman
    Mata
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Referat Spondilitis TB
    Referat Spondilitis TB
    Dokumen28 halaman
    Referat Spondilitis TB
    Idza Fariha Afri
    Belum ada peringkat
  • Saraf Optik Atrofi
    Saraf Optik Atrofi
    Dokumen27 halaman
    Saraf Optik Atrofi
    Ivanlibrian Rubens Husandy
    Belum ada peringkat