35
33
Safrizal raambe. 2003. Pemikikiran politik Tan Malaka. Jogyakarta : Pustaka Pelajar.Hal.1.
Fahsin M. Faal.,Op.,Cit., Hal.15.
35
Harry.A.Poeze, 1988. Tan Malaka :Pergulatan Menuju Republik I, Penerbit Grafiti Pers, Jakarta,.
hal.10
34
Malaka lahir dalam lingkungan keluarga yang menganut agama secara puritan, taat
pada perintah Allah serta senantiasa menjalankan ajaran Islam. Sejak kecil Tan
Malaka dididik oleh tuntunan Islam secara ketat, suatu hal lazim dalam tradisi
masyarakat Minangkabau yang amat religius. Sejak kecil Tan Malaka tumbuh
bersama bocah-bocah sebaya di kampung-nya dan telah menampakkan bakatnya
sebagai seorang anak yang cerdas, periang dan berkemauan keras. Saat saat
menginjak usia remaja Tan Malaka telah mampu berbahasa Arab dan menjadi guru
muda di surau kampungnya. Pendidikan agama Islam ini begitu membekas dalam diri
Tan Malaka sehingga kemudian sedikit banyaknya memberikan warna dalam corak
pemikiran Tan Malaka.
Masa kecil Tan Malaka dilewati sebagaimana anak-anak seusianya pada masa
itu. Ia sering dimarahi ibunya karena bandal dan nakal seperti dikisahkan, Beberapa
tahun dibelakang ketika nafas masih lemas, kaki dan tangan masih lemah, diajak oleh
kanak-kanak teman olahraga berenang menyebrangi sungai Ombilin, maka tewaslah
nafas, kaki dan tangan itu, dan hilanglah ingatan saya diombang-ambingkan ombak
yang deras. Untunglah ada teman yang besar ada disamping dan segera memberi
pertolongan. Setelah ingatan kembali, tiba-tiba saya sudah berada didepan rotannya
ibu yang siap hendak memukul sebagai pelajaran. Ayah yang rupanya tahu benar,
bahwa pukulan ibu sungguh jitu pedih mengajak member pelajaran yang katanya
lebih tepat. Dengan kekang kuda dimulut, saya ditempatkan dipagar pinggir jalan
supaya ditonton anak-anak para Engku yang tidak diperbolehkan bermain dengan
anak kampong seperti saya, bercampur gaul dengan mereka. Tetapi ibu menganggap
itu hanya diplomasi ayah buat menghindarkan saya dari ibu. Sesudah melihat saya
dengan kekang kuda di mulut itu, walau ayah berdiri disamping menjaga, dan banyak
anak-anak berkerumun, ibu tidak merasa puas. Sangka ibu ada lagi otoriteit yang
lebih tinggi yakni Guru-Gadang (Guru Kepala). Atas aduan ibu, maka Guru Gadang
itu menjalankan hukuman pada diri saya, hukuman yang dikenal anak-anak disana
dengan nama pilin pusat ( cabut pusar). Cerita ini menggambarkan betapa Tan
Malaka mendapatkan pendidikan moralitas yang ketat dan penuh dispilin yang tinggi.
Setamat dari sekolah rendah ia menjadi satu-satunya anak muda
dikampungnya yang mendapat kesempatan sekolah pada Kweekschool di Bukit
Tinggi (1908-1913). Kweekschol dikenal sebagai sekolah raja karena tak tergapai
oleh kaum inlanders merupakan satu-satunya sekolah guru untuk anak-anak
Indonesia di Sumatera Barat 36. Ia di kirim bersekolah beradasarkan Keputusan rapat
tetua Nagari Pandan Gadang, Suliki. Dalam keputusan rapat dinyatakan jelas pada
suatu kepercayaan tradisional bahwa Tan Malaka pada akhirnya akan kembali untuk
memperkaya alamnya. Kecerdasan dan keinginannya yang keras serta perangainya
yang sopan mendapatkan perhatian serius dari seorang guru Belanda bernama
Horensma.
Horensma menggangap Tan Malaka sebagai anak angkatnya sendiri. Atas
anjuran dari Horensma pula ia dipromosikan untuk meneruskan sekolah lanjutan di
negeri Belanda. Atas biaya dan jaminan keuangan yang diupayakan oleh
"Engkufonds" yaitu semacam lembaga keuangan para Engku di Suliki dan juga
bantuan dari Horensma yang menyediakan diri sebagai penjamin bagi Tan Malaka
untuk melakukan perantauan yang nantinya berpengaruh besar pada kehidupannya
kemudian. Bulan Oktober 1913 Tan Malakameninggalkan tanah kelahiranya 37.
Perantauan bagi seorang individu menurut adat Minangkabau merupakan suatu cara
untuk memenuhi panggilan penyerahan diri pada kebebasan dunia. Dengan
meninggalkan nagarinya, seorang individu dapat mengenal kedudukannya sendiri di
36
Inlanders adalah sebutan dalam bahasa Belanda untuk menyebut orang-orang bangsa pribumi,
sebutan iniberkonotasi kasar dan merendahkan
37
dalam alam dan karena pengalaman perantauannya akan dapat berkembang sampai
menjadi anggota dewasa di dalam alam. 38
Tinggal di perantauan merupakan suatu pengorbanan dan menjadi tugas bagi
sang perantau untuk memberikan segala pengetahuan yang diperolehnya dirantau
kepada nagarinya. Keberangkatanya ke Belanda saatitu adalah buah dari politik etis
yang dikembangkan pemerintah kolonial Belanda saat itu. Sebuah gagasan tentang
pentingnya membalas budi pada negara jaiahan yang telah banyak menghasilkan
kemakmuran untuk Belanda. Politik etis diusung oleh seorang tokoh liberal di
Parlemen Belanda bemama Conrad Theodore Van Deventerlewat sebuah tulisan yang
diterbitkan dalam media berkala De Gilds berjudul"Een Eeresschuld" (Hutang Budi)
pada tahun 1899. Conrad terinspirasi karya Multatuli yang berjudul Max Havelar.
Sebelum Van Deventer masih ada tokoh bernama Ir. Hendrikus Hubertus Van Kol
yang pada tahun 1896 menyerukan Geen roof meer ten bate van Nederland
(berhentilah merampok Hindia Belanda untuk kepentingan Nederland). Gagasangagasan progresif muncul sebagai kritik atas kebijakan pemerintah kolonial Belanda
selanjutnya menjadi bahasan dalam Majelis Rendah maupun Majelis Tinggi Belanda.
39
tersebut dapat kambuh setiap saat 41. Sejak itu kondisi sulit terus menerpanya dan
berakibat pada terhambatnya studi Tan Malaka sampai beberapa tahun. Untuk
memulihkan kesehatanya TanMalaka terpaksa pindah kekota kecil yang berhawa
tropis dan sejuk bernama Bussum. Di kota inilah pula awal perkenalan Tan Malaka
dengan wacana-wacana progresif, filsafat serta berbagai peristiwa revolusi di dunia
yang saat itu sedang marak di Eropa.
Tan Malaka mulai berkenalan dengan soal-soal filsafat, ia banyak membaca
karya-karya Nietzsche seorang filsuf Jerman. Hasrat intelektualnya membuatnya
mulai berkenalan dengan karya-karya Marxisme .la pun mempelajari Het Kapital
Karangan Karl Marx dalam bahasa Belanda, Marxtische Ekonomie karya Karl
Kautsky ,surat kabarradikal Hel Volk milik Partai Sosial Demokrat Belanda serta
brusur-brosur yangmenceritakan perjuangan dan kemenangan Revolusi Bolsyhevik
Oktober 1917 42. Pengalaman Revolusi Bolsyevik di Rusia pasca Perang Dunia I
sangat berkesan bagi diri Tan Malaka. Revolusi sosial menumbangkan kediktatoran
Tsar yang dilakukan oleh kaumburuh dan sekaligus membuktikan kebenaran teori
Karl Marx tentang hancurnya dominasi kapitalisme oleh suatu revolusi sosial.
Tan Malaka kemudianmengga nggap dirinya sebagai seorang Bolsyevik yang
lebih mengerti dan mengutamakan realita bangsanya. Marxisme baginya,bukan
dogma melainkan suatu petunjuk untuk revolusi. Oleh karena itu, sikap seorang
Marxis perlu bersikap kritis terhadap petunjuk itu. Sikap kritis itu antara lain sangat
ditekankan pada kemampuan untuk melihat perbedaan dalam kondisi atau faktor
sosial dari suatu masyarakat disbanding masyarakat-masyarakat lain. Dari situ akan
diperoleh kesimpulan oleh ahli revolusi di Indonesia yang tentulah berlainan sekali
dengan yang diperoleh di Rusia, yang sama hanya cara atau metode berpikirnya.
41
42
43
44
45
46
mengumpulkan
pemuda-pemuda
komunis,
merencanakan
suatu
mengambil tindakan tegas bagi pesertanya. Prestasi kerjanya yang gemilang membuat
Tan Malaka semakin mendapat kepercayaan dikalangan pimpinan PKI. Maka tak
heran ditengah krisis kader dan pemimpin dikalangan PKI tahun 1921 Tan Malaka
dipercaya untuk menjadi Ketua PKI menggantikan Semaun yang sedang melawat ke
Rusia walau hanya untuk beberapa bulan saja sebelum akhimya dibuang.
Awal yang gemilang sekaligus berat ketika ia harus pasang badan dalam
situasi
pergerakan.
Langkah
pertama
yang
dilakukannya
adalah
berusaha
49
Komintern sebagai singkatan dari Komunisme Intemasional adalah pertemuan kaum komunis
sedunia
50
46
bahwasanya kebanyakan orang Islam adalah kaum pekerja dan kaum tani, satu
keberanian sikap dari Tan Malaka. 51
Keterlibatanya dalam gerakan-gerakan melawan kaum kolonial Belanda
seperti yang dilakukan para buruh terhadap pemerintahan Hindia Belanda lewat
Vakcentral. Revolusioner seperti VSTP dan aksi-aksi pemogokan kaum buruh,
disertai selebaran-selebaran sebagai alat propaganda yang ditujukan kepada rakyat
agar rakyat dapat melihat adanya ketidakadilan yang diterima oleh kaum buruh.
Seperti dikatakan Tan Malaka pada pidatonya di depan para buruh"....Semua gerakan
buruh untuk mengeluarkan suatu pemogokan umum sebagai pemyataan simpati,
apabila nanti mengalami kegagalan maka pegawai yang akan di berhentikan akan di
dorongnya untuk berjuang dengan gigih dalam pergerakan revolusioner." 52
Konsekuensi dari aktifitas politiknya adalah hal yang lazim bagi para tokoh
pergerakan saat itu yakni dibunuh, ditangkap ataupun dibuang. Pada tanggal 13
Februari 1922 Tan Malaka ditangkap polisi kolonial dengan alasan melakukan
tindakan-tindakan berbahaya yaitu menggerakan aksi-aksi buruh yang gencar dan
dianggap mengganggu Rest en Orde (keamanan dan ketertiban) bagi pemerintahan
Belanda . Bulan Maret 1922 ia dibuang ke Belanda. 53
Politik pembuangan adalah politik yang dilakukan pemerintah Kolonial
Belanda untuk memisahkan tokoh-tokoh pergerakan dengan massanya. Ini adalah
pembuangan pertama Tan Malaka sebagai seorang aktivis pergerakan. 54
Tempat di mana Tan Malaka mengajar sangat dekat dengan wilayah
perkebunan yang dikelola Belanda. Pada saat itulah ia melihat dengan mata
kepalanya sendiri bagaimana menderitanya para petani yang ditindas oleh tuan tanah
51
dan para pengawas perkebunan milik kompeni tersebut. Dari situ, semangat juangnya
terpanggil. Ia kemudian memutuskan untuk memulai aksi perjuangannya melawan
kolonialis Belanda yang sudah menimbulkan penderitaan bagi rakyat.
Pada tahun 1921 ia pergi ke Semarang dan bertemu dengan para anggota
Sarekat Islam faksi komunis. Sarekat Islam faksi komunis inilah yang kemudian
berubah nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Kedekatannya dengan tokoh
PKI membuat gerak-geriknya masuk daftar pengawasan Belanda. Maklum, PKI pada
saat itu adalah organisasi yang paling keras melawan Belanda.
Di PKI, karirnya meningkat dengan pesat. Kemampuan orasi dan pemahaman
Tan Malaka yang luas di berbagai bidang membuatnya tidak kesulitan untuk meraih
banyak simpati atau pengikut. Ia juga aktif dalam berbagai kegiatan, di antaranya
pemogokan buruh kereta api, pendirian berbagai kursus kepemudaan dan rapat-rapat
umum. Tapi sayangnya, pada Januari 1922, ia kemudian ditangkap oleh Belanda dan
dibuang ke Kupang. Dua bulan kemudian ia dibebaskan tetapi diusir dari Indonesia.
Sejak saat itu petualangannya dimulai. Pertama-tama ia pergi ke Berlin,
Jerman. Di sana ia berusaha menjalin komunikasi dengan para tokoh antiimperialisme dari banyak negara. Kemudian ia diterima bekerja di Komintern, sebuah
federasi partai-partai komunis sedunia yang pada waktu itu berada di bawah kendali
Joseph Stalin, pemimpin tertinggi Uni Soviet.
Banyak petinggi Komintern yang kemudian memusuhinya. Ini karena
perbedaan pandangan antara Tan Malaka dan para petinggi Komintern lain.
Mayoritas tokoh Komintern menilai gerakan Islam sebagai penghalang dan juga sisasisa feodalisme yang harus dibasmi, sedang Tan Malaka sangat tidak setuju. Ia
bahkan menilai gerakan Islam sebagai kawan seperjuangan untuk memusnahkan
kapitalisme dan kolonialisme. Atas perbedaan itulah ia kemudian dipecat dari
Komintern. Selanjutnya ia menjadi buronan, tidak hanya oleh para polisi Belanda,
tetapi juga kaki tangan Komintern. Tan kemudian berpindah dari satu negeri ke
negeri lain dengan lusinan nama samaran. Ia pernah menjadi pengajar di Shanghai,
Cina. kemudian menjadi pengawas sekolah di Singapura. Ia juga turut andil dalam
mendirikan partai komunis Filipina. Hampir setiap hari ia hidup dalam bayangbayang penangkapan. Tetapi karena Tan Malaka seorang yang cerdas dan berani, Ia
selalu dapat meloloskan diri. 55
II.3. Masa Pembuangan dan Pelarian
Setibanya di Belanda bulan April 1922 ia mendapatkan sambutan hangat dari
Partai Komunis Belanda (CPH). Bersamaan dengan waktu pemilihan umum di
Belanda ia di minta untuk ikut berkampanye dan juga dicalonkan sebagai anggota
Parlemen Belanda menempati nomor urut tiga. Sambutan masyarakat Belanda atas
kampanye politik Tan Malaka dilaporkan sangat apresiatif namun karena CPH hanya
mendapatkan jatah suara untuk dua kursi saja maka Tan Malaka gagal menjadi
anggota Parlemen Belanda. 56
Pada tahun yang sama, Tan Malaka menghadiri Kongres Komunis
Intemasional (Komintem) IV di Moskow, la ditugaskan sebagai wakil Komintem
untuk wilayah Asia Tenggara yang meliputi Burma, Siam, Annam, Filipina, Malaysia
dan Indonesia. Selanjutnya hidupnya diwarnai dengan pengembaraan dan pelarian
dari polisi rahasia kaum kolonial dari satu negeri ke negeri lainya. la pun sempat
bertemu dengan berbagai tokoh pergerakan yang disegani di Asia seperti Dr. Sun Yat
Sen yang dinilainya berpikir dengan cara borjuis kecil yang tidak percaya pada
kekuatan massa untuk melakukan perubahan. Di akhir tahun 1924 ia menghadiri
Konferensi Buruh Angkutan Pasifik yang dihadiri oleh sejumlah utusan termasuk
Alimin
dan
Budi
Sutjitro.
Hasil
dari
konferensi
ini
adalah
bagaimana
55
kemudian menetap di Canton untuk beberapa waktu. Namun lagi-lagi dengan alasan
kesehatan Tan Malaka disarankan untuk tinggal didaerah khatulistiwa yang hawanya
cocok untuk tubuhnya.
Bulan Juni 1925 , ia masuk menyusup ke Filipina menumpang kapal samudra.
Disana Tan Malaka tinggal disekitar Manila tepatnya di Santa Mesa menetap disalah
seorang kenalannya dengan nama samaran Elias Fuentes. 59
Walaupun menetap di negeri orang totalitas perjuangan Tan Malaka pada
masalah-masalah pergerakan nasional untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia
tidak diragukan sejak awal. Pada esensinya pemikiran-pemikiran dan perjuangan Tan
Malaka terpusat kepada tujuan bagaimana memerdekakan bangsanya sekaligus
merombak secara total seluruh tatanan ekonomi, politik, sosial dan budaya. Jauh hari
sebelum Sukarno menulis Indonesia Menggugat tahun 1932 yang berisi arti penting
kemerdekaan bagi bangsa Indonesia atau Hatta dengan Ke arah Indonesia Merdeka
tahun 1930, Tan Malaka sudah menulis pamflet berjudul Naar De Republic (Menuju
Republik Indonesia) sebagai satu konsepsi menuju kemerdekaan Indonesia yang
terbit pertama kali di Kowloon Cina, April 1925 semasa pembuanganya.
Dalam buku ini ia menuliskan progam-program untuk mencapai atau
berdirinya Republik Indonesia yang menyangkut berbagai macam bidang seperti
politik, ekonomi, sosial, pendidikan bahkan militer. Program-program itu
57
sesungguhnya diperuntukan untuk PKI yang dianggap sebagai partai yang mampu
menjadi pelopor penggerak revolusioner cita-cita kemerdekaan Indonesia. 60
Ketegasan sikapnya terhadap praktek kolonialisme Belanda tercermin dalam
buku tersebut : ".....Kami kaum Komunis Indonesia tak akan dapat menggantungkan
politik kami melulu pada pengharapan, agar negeri-negeri kapitalis di dunia runtuh
terlebih dahulu. "Jika kapitalisme kolonial di Indonesia besok atau lusa jatuh, kita
harus mampu menciptakan tata tertib baru yang lebih kuat dan sempurna di
Indonesia"
Dalam konsepsi Menuju Republik Indonesia adalah revolusi kelas sebagai
jalan yang dipilih menuju kemerdekaan Indonesia adalah bukan tanpa sebab.
Menurutnya revolusi adalah jalan terbaik untuk mengusir kolonialisme dan
imperialisme dari Indonesia. Selain itu pula bangsa Indonesia belum memiliki
riwayat sendiri selain riwayat perbudakan baik perbudakan dalam bentuk feodalisme
(oleh bangsa sendiri) ataupun perbudakan oleh bangsa asing lewat penjajahan. Maka
revolusi dianggap sebagai jalan terbaik, karena itu Revolusi Indonesia karena
memiliki dua tujuan yaitu mengusir Imperialisme Barat dan mengikis sisa-sisa
feodalisme. Implikasinya, jika revolusi tersebut berhasil di wujudkan maka Indonesia
akan memiliki sejarah baru. 61
Buku kecil ini segera menjadi bahasan oleh studi-studi klub, kelompokkelompok debat termasuk studi klub yang dipimpin Sukamo dan Ir. Anwari. Di
katakan saat itu Sukamo selalu membolak-balik, mencorat-caret dan membawa kedua
buku itu, kenang Sayuti Melik yang saat itu bersama Sukarno. Gagasan-gagasan
visioner Tan Malaka memberikan inspirasi luas di kalangan aktifis pergerakan saat itu
dan menguatkan keyakinan bahwasanya kemerdekaan 100% bukanlah hal yang
mustahil. Sebagai seorang tokoh Komintem ia punya peranan yang cukup signifikan
60
61
Tan Malaka. 2000Menuju Republik Indonesia, Jakarta. Komunitas Bambu. Jakarta. hal10
Tan Malaka, 1962 Menudju RepublikIndonesia, DJakarta, Jajasan Massa, Hal. 40.
tanggung-jawabnya sebagai
wakil
Komintem lebih
berat
dari
keanggotaannya di PKI.
Namun perbedaan pendapat mengenai soal rencana pemberontakan PKI yang
diputuskan dalam Konferensi Prambanan pada 25 Desember 1925 menyebabkan
tegangnya hubunganya dengan para pimpinan teras PKI. Menyikapi proposal
pimpinan teras PKI yang memutuskan untuk segera melakukan pemberontakan
kontan ditanggapi Tan Malaka dengan ketidak sepakatan. Ketidak sepakatan Tan
Malaka didasarkan pada pendapat bahwasanya kesadaran kelas buruh belum cukup
tinggi dan masih terlalu dini untuk berhadapan secara frontal. Pendeknya ia
mengungkapkan bahwa kondisi subyektif partai belum cukup kuat dan kondisi
obyektif yang belum mendukung. Disamping itu pula rencana tersebut belum
dikonsultasikan dengan Komintern sebagai sentral kepemimpinan komunis sedunia.
Kecelakaan sejarah tak dapat dihindarkan, apa yang terjadi pada akhir tahun
1926- awal 1927, merupakan suatu perlawanan umum pertama terhadap diktator
Belanda, perjuangan bersenjata pertama yang bertujuan bukan lagi untuk mencegah
kekuasaan kolonial bercokol, tapi untuk menggulingkan dan menggantikannya
dengan suatu kekuasaan baru yang berasal dari rakyat yang terhisap. Kendati
pemberontakan itu telah dipersiapkan selama beberapa bulan oleh PKI, namun
akhimya pemberontakan itu gagal atau tepatnya merupakan kegagalan total dari para
pimpinan partai.
Sampai disitu apa yang diramalkan oleh Tan Malaka benar-benar terbukti,
pemberontakan PKI 1926 yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia dalam waktu
singkat dapat dipatahkan oleh Belanda. 62 Akibatnya sekitar 13.000 pejuang politik
ditangkap dan ditahan, dengan 5.000 diantaranya di adili dan dihukum (16 orang
diantaranya di hokum mati dan digantung), serta sekitar 1.000 orang dibuang tanpa di
adili ke Irian Barat dalam suatu kamp konsentrasi yang khusus dibuat untuk itu.
Namun yang terberat adalah segera dilarangnya PKI oleh pemerintah kolonial
Belanda . Perjuangan nasional mendapat pukulan yang sangat berat serta pelajaran
berharga tentang perjuangan mengusir kolonialisme. Ditubuh PKI pun mengalami
kehancuran serius yang diakibatkan ditangkapnya hampir semua tokoh utama PKI.
Tan Malaka yang sejak awal tidak sepakat dengan pemberontakan tersebut
dianggap sebagai pengkhianat, dicap Trotskys dan dituduh sebagai biang keladi
kegagalan pemberontakan. Berbagai kecaman dialamatkan pada Tan Malaka dan hal
tersebut membuat Tan Malaka memutuskan untuk keluar dari PKI. Tan Malaka pun
kemudian menulis sebuah Pamflet berjudul Massa Actie yang menjelaskan tentang
pentingnya peranan massa yang terdidik dan sadar untuk melahirkan kemerdekaan
Indonesia. Tan Malaka amat menekankan bahwa Revolusi Indonesia hanya mungkin
terjadi dan berhasil jikalau didukung oleh massa rakyat yang tersusun atau
terorganisasi. 63
Pamflet yang sesungguhnya merupakan kritik terhadap pemberontakan PKI
yang gagal ini ditulis dan dicetak pertama kali di Manila tahun 1926 dan segera
disusul dengan pamflet lainya berjudul Semangat Muda yang dicetak di Singapura
pada tahun yang sama. Tan Malaka yang saat itu berada diluar negeri, berkumpul
dengan beberapa temannya di Bangkok Thailand. Bersama Soebakat dan
Djamaludddin Tamin, Juni 1927 Tan Malaka mendirikan Partai Republik Indonesia
(PARI) yang menolak berkoordinasi dengan Komintern.
62
Jacques,Leclerc, Aliran Komunis Sejarah dan Penjara,Makalah diterbitkan dalam Majalah Prisma
tahun 1983, Hal. 4.
63
Tan Malaka,Menuju Republik Indonesia,op.cit hal 40
64
65
Tentang Tan Malaka,PARI dan perjalananya ditahun-tahun tersebut, lihat Poeze,op cit Bab X dan XI
Jacques, Leclerc, op cit, Hal. 13.
informasi-informasi
terbaru
dan
perkembangan
perjuangan
datanglah seorang tua berpakaian kumuh, bercelana hitam pendek dan topi
ditanganya ke rumah Sukarni. Ia memperkenalkan diri sebagai wakil pemuda dari
Bayah-Banten dan mengajak Sukarni berdiskusi panjang situasi intemasional pada
waktu itu. Sukarni yang terkejut karena pandangan-pandangan yang diberikan amat
sesuai dan sejalan dengan semangat revolusioner dikalangan kaum muda saat itu.
Orang tua yang dikemudian hari membuka identitasnya tersebut ternyata
adalah Tan Malaka. Ia menekankan agar para pemuda untuk bersiap bersama rakyat
menghadapi peperangan dan segala konsekuensi dari kemerdekaan. Tanggal 17
Agustus 1945, Soekarno dan Hatta memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia
dalam suatu upacara yang singkat dan terburu-buru di pekarangan rumah Soekarno di
Jakarta, Hadirinnya terbatas pada sejumlah kecil perintis. Langkah ini dianggap tepat
setelah mendapat desakan dari kaum muda untuk memproklamasikan kemerdekaan
setelah mendengar kabar tentang menyerahnya Jepang kepada sekutu. Setelah
proklamasi bukan berarti Indonesia telah merdeka sepenuhnya, Belanda kembali
ingin menguasai Indonesia. Berbagai perundingan politik dan perang masih terus
berlangsung. Namun perkembangan politik saat itu dimana Pemerintahan Kabinet
Syahrir lebih memilih jalan diplomasi dengan Belanda menyebabkanya kecewa.
Ketidak setujuannya didasarkan pada konsepsi bahwa untuk mencapai
kemerdekaan adalah hasil jerih payah perjuangan rakyat bukan atas konsesi hasil
diplomasi dan proses diplomasi hanya akan membuat pihak sekutu lebih leluasa
untuk mengkonsolidasikan kekuatanya di Indonesia. Pamflet Syahrir yang berjudul
Perdjoeangan Kita yang diterbitkan oleh Kementrian Penerangan pada tanggal 10
November 1945 langsung dibahas lewat tulisan Tan Malaka yang berjudul Moeslihat,
Politik dan Rentjana Ekonomi yang berisi tentang Trilogi Revolusi Indonesia sebagai
panduan praktis dari konsep awal Menuju Indonesia Merdeka 100% yang dicitacitakannya.