Anda di halaman 1dari 5

TUGAS BIOGRAFI

Nama: Naila Syifa Khairunnisa


Kelas: X MIPA 2
Absen: 27
Nama Tokoh: Tan Malaka
Penulis Buku: Anom Whani Wicaksana
1. Ringkasan Buku Biografi:
Tan Malaka merupakan salah satu tokoh pahlawan nasional yang namanya kerap kali dilupakan oleh
Bangsa Indonesia. Beliau ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1963 oleh Pemerintah, namun
rezim Orde Baru berusaha menghapus namanya dari buku-buku sejarah dan buku-buku pelajaran lantaran
pemikirannya yang cukup kontroversial serta bertentangan dengan sistem pemerintahan yang berlaku pada
masa itu. Beliau digadang-gadang sebagai “Musuh Abadi Orde Baru” karena sosoknya sering kali
dihubungkan dengan PKI padahal kenyataannya, jalan hidupnya sangat amat bersebrangan.

Sutan Ibrahim Datuk Tan Malaka, atau akrab dipanggil dengan nama Tan malaka lahir di Pandan
Gadang, Suliki, Sumatera Barat pada tanggal 2 Juni 1897. Ayahnya bernama Rasad Caniago dan ibunya
bernama Sinah Simabur. Orang tuanya adalah bangsawan yang bekerja sebagai pegawai pertanian Hindia
Belanda. Hal ini membuat mereka selangkah lebih maju dibandingan dengan penduduk lainnya.

Tan Malaka mengenyam bangku pendidikan pertama kali pada usia 12 tahun di sekolah yang
didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda yaitu Sekolah Rajo, di Bukittinggi. Beliau sudah menunjukkan
kecerdasannya semenjak usia sekolah, dan membuat gurunya G. H. Horensma amat menyukainya. Beliau
merekomendasikan Tan Malaka untuk melanjutkan pendidikannya di sebuah sekolah bernama
Rijksweekschool (Sekolah Pendidikan Guru Negeri) di Haarlem, Belanda.

Lantaran keterbatasan biaya Tan Malaka tidak dapat melanjutkan pendidikannya. Namun gurunya,G.
H. Horensma tidak menyerah begitu saja. Setelah berdiskusi dengan berbagai pihak, beliau akhirnya
mencetuskan ide yang amat cemerlang. Beliau menyarankan untuk mendirikan sebuah yayasan yang
bergerak mengumpulkan dana sebesar 50 ribu rupiah sebagai modal untuk Tan Malaka belajar di Belanda.
Nama yayasan tersebut adalah Engkufonds. Anggotanya terdiri atas para engku di Suliki, guru-guru di
sekolah guru, dan para pegawai negeri. Tan Malaka berjanji akan mengembalikan uang tersebut setelah
menyelesaikan studinya di Belanda.

Selama kuliah di Belanda, Tan Malaka mengalami perubahan drastis dalam pola pikirnya.
Pengetahuannya tentang dunia luar, khususnya soal revolusi melekat di pikirannya. Pengetahuan ini ia
peroleh setelah membaca buku de Fransche Revolutie. Apalagi saat itu sedang terjadi revolusi di Uni
Soviet (kini Rusia). Sejak itu, ia mulai serius mempelajari paham sosialisme dan komunisme dengan
membaca buku-buku karya Karl Marx, Friedrich Engels, dan Vladimir Lenin. Di sini ia juga bertemu
langsung dengan tokoh tokoh sosialis demokratis.

Pada tahun 1919, Tan akhirnya menyelesaikan studinya di Belanda. Namun sebelum itu, ia
berulang kali gagal menyelesaikan ujian akhir. Banyak faktor yang menyebabkan kegagalan Tan
Malaka, salah satu versi menyebutkan bahwa hal ini dikarenakan politik imperialism Belanda yang
pada masa itu hanya dapat meloloskan satu calon dari daerah jajahan yang akan lulus akta kepala.
Namun berkat kegigihan dan perjuangannya, ia akhirnya dapat kembali ke Indonesia dengan
memperoleh ijazah yang disebut sebagai Hulpactie.

Sekembalinya Tan Malaka ke Indonesia, Ia menjadi guru di sekolah yang didirikan oleh
perusahaan perkebunan Eropa. Disana ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri adanya
ketimpangan sosial antara kaum buruh dan tuan tanah. Lantaran hal ini, ia pun memutuskan untuk
mengakhiri kontraknya dan pindah ke Semarang. Di sana, Tan Malaka bersama teman-teman
sealirannya kembali melanjutkan perjuangan. Aksi pertama Tan Malaka adalah keterlibatan terhadap
pemogokan buruh di Sumatera.

Tan Malaka sangat mendukung aksi-aksi yang dilakukan para buruh terhadap pemerintah Hindia-
Belanda melalui Serikat Staf Kereta Api dan Trem (VSTP) serta aksi-aksi pemogokan lainnya yang disertai
dengan alat propaganda berupa selebaran. Selebaran ini ditujukan kepada rakyat agar mereka dapat melihat
adanya ketimpangan sosial yang terjadi.
Pada masa itu, Tan Malaka juga tergabung sebagai anggota Indische Sociaal Democratische
Vereeniging (ISDV) yang kemudian berubah menjadi PKI (Partai Komunis Indonesia). Pada bulan
Desember 1921, Tan Malaka diangkat menjadi ketua partai secara terpaksa. Pada masa ini, Tan Malaka aktif
menyelenggarakan pendidikan gratis kepada rakyat jelata, menulis pamflet dan mendorong pemogokan.
Akibat dari aktivitas politiknya itu, ia dikenakan sangsi pembuangan oleh pemerintah. Ia memilih Moskow
sebagai tempat tujuannya.

Di tahun 1922, Tan Malaka mewakili Indonesia dalam Kongres Keempat Komintem (Komunis
Internasional). Di sana, Ia ditunjuk sebagai agen komitmen untuk Asia Tenggara dan Australia. Setelah
kongres berakhir, Tan Malaka sempat dilema. Dimana ia akan menetap selanjutnya? Tak mungkin ia
kembali ke Belanda, apalagi ke Indonesia. Atas saran Radek, Tan akhirnya menulis buku untuk mengisi
waktu luangnya. Buku itu berhasil diterbitkan sebanyak 5000 eksemplar pada tahun 1925.

Tan Malaka hidup berpindah-pindah dari suatu negara ke negara lainnya. Hampir separuh masa
perjuangannya dilewatkan di luar negeri. Selama 20 tahun ia hidup dalam pengembaraan,
pengasingan, atau persembunyian, pindah dari satu penjara ke penjara lainnya. Namun, penjara hanya
dapat menahan fisiknya saja, tetapi jiwa dan pemikirannya tidak dapat dibelenggu.

Di masa pelariannya, ia banyak menorehkan gagasan tentang Indonesia. Yang paling utama
dicatat pada masa itu adalah sebuah brosur yang diterbitkan di Canton pada tahun 1924 yaitu Naar
Repoebliek Indonesia (Menuju Republik Indonesia). Buku ini diterbitkan dalam Bahasa Melayu dan
Belanda yang kemudian diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia. Para Founding Fathers juga
menerima brosur ini dan menjadikannya sebagai inspirasi.

Pada tahun 1926, Tan Malaka menentang pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI), ia
disalahkan pendukungnya atas kegagalan pemberontakan. Kemudian di tahun berikutnya, ia mengorganisir
sebuah kelompok di Bangkok yang disebut sebagai Partai Republik Indonesia (PARI). Tujuannya
mengembangkan kader bawah tanah yang akan bekerja di Indonesia. Partai ini memperoleh kekuatan, tetapi
sayangnya hanya sedikit keberhasilan yang terlihat dalam melemahkan pemerintah kolonial.

Tan Malaka memiliki pemikirannya sendiri mengenai cara memerdekakan Indonesia. Dibandingkan
dengan pahlawan-pahlawan nasional lainnya yang memilih jalur diplomasi, Tan Malaka memilih jalur
revolusi. Hal ini juga yang memelopori terbentuknya Koalisi Persatuan Perjuangan yang ditujukan untuk
menentang setiap diplomasi dengan Belanda di tahun 1964.  Koalisi ini disebut-sebut sebagai otak dari
penculikan Sutan Syahrir yang saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri.  Karena kejadian itu, Tan pun
dijebloskan ke dalam penjara tanpa pernah diadili selama dua setengah tahun. 

Pada September 1948, terjadi pemberontakan FDR/PKI di Madiun dipimpin oleh Musso dan Amir
Sjarifuddin.  Saat pemberontakan terjadi, Tan dikeluarkan begitu saja dari penjara.  Pertempuran pun dapat
ditumpas pada akhir November 1948.  Tan Malaka menuju ke Kediri untuk mengumpulkan sisa-sisa
pemberontak FDR/PKI dan membentuk pasukan Gerilya Pembela Proklamasi.

Salah satu bentuk pemikiran Tan Malaka tertuang dalam sebuah buku yang berjudul Madilog
(Materialisme, Dialektika, dan Logika) yang ia tulis di Rajawati, dekat pabrik sepatu Kalibata,
Cililitan, Jakarta. Karya terbesar dari Tan Malaka ini diniatkan untuk merombak sistem berpikir
bangsa Indonesia dari pola berpikir yang penuh mistik menjadi pola berpikir yang rasional.

Naas, perjuangan Tan Malaka harus berakhir ketika ia ditembak mati pada tanggal 21 Februari 1949.
Penembakan tersebut atas perintah Letda Soekotjo dari Batalyon Sikatan, Divisi Brawijaya.
2. Keteladanan Tokoh:
No Kutipan Teks Biografi Kepribadian Unggul Keteladanan
1.
Tan Malaka menjadi guru yang
mengajar di Sekolah SI tanpa
Sifat ini sangat penting
meminta imbalan apapun. Ia hanya
Berbuat baik kepada untuk kita miliki sebagai
ingin mengabdi agar kelak bangsa
sesama manusia karena dengan
Indonesia dapat menjadi bangsa
sikap ini kita dapat
yang beradab, berilmu, dan mampu
meningkatkan derajatnya

2.
Kenyataan yang dihadapi di
perkebunan Deli sangat memilukan
dan menggugah nurani Tan Rasa senasib
Malaka. Ia semakin yakin bahwa ia sepenanggungan
harus membela rakyat yang
tertindas

3.
Di Belanda, Tan Malaka
menghadapi tantangan berat dalam
hidupnya. Ia harus membagi waktu
antara belajar dan bertahan hidup Pantang menyerah walau
karena tidak memiliki banyak hidup dalam keterbatasan
uang. Ia harus mencari uang untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya
dengan mengajar Bahasa Melayu.

4.
Tan Malaka mendedikasikan
seluruh hidupnya untuk
kepentingan bangsa. Bahkan ia rela
dipenjara dan dibuang oleh
Rela berkorban
pemerintah kolonial Belanda ke
luar negeri pada tahun 1922 karena
tindakannya dinilai mengancam
kepentingan kolonial di Indonesia

5.
3. Peristiwa Penting yang dialami tokoh:
No Kutipan Teks Biografi Peristiwa Penting

Anda mungkin juga menyukai