Anda di halaman 1dari 5

Nama : Adrian Gibran Mardiansyah

NPM : 170410180045

Kelas : A

Dosen : Dr. Novie Indrawati Sagita, S.IP., M.Si.

Pemikiran Politik Indonesia

Tan Malaka

Tan Malaka adalah seorang aktivis kemerdekaan Indonesia, filsuf kiri, pemimpin Partai


Komunis Indonesia, pendiri Partai Murba, dan Pahlawan Nasional Indonesia. Ia diperkirakan
lahir pada tanggal 2 Juni 1897 di Suliki, Sumatera Barat. Nama asli Tan Malaka adalah Ibrahim,
sedangkan Tan Malaka adalah nama semi-bangsawan yang ia dapatkan dari garis ibu. Ia telah
menulis beberapa buku mengenai pemikiran politiknya tentang negara, terutama tentang
kemerdekaan Indonesia, seperti Menuju Republik Indonesia (1925), GERPOLEK (Gerilya-
Politik-Ekonomi) (1948), Aksi Massa dan Semangat Muda (1926).
Ayahnya bernama HM. Rasad, seorang karyawan pertanian, dan Rangkayo Sinah, putri
orang yang disegani di desa. Tan Malaka mempelajari ilmu agama dan berlatih pencak
silat. Pada tahun 1908, ia didaftarkan ke Kweekschool (sekolah guru negara) di Fort de Kock.
Menurut gurunya GH Horensma, Malaka, meskipun kadang-kadang tidak patuh, adalah murid
yang pintar. Di sekolah ini, ia menikmati pelajaran bahasa Belanda. Ia lulus dari sekolah itu pada
tahun 1913. Setelah lulus, ia ditawari gelar datuk dan seorang gadis untuk menjadi tunangannya.
Namun, ia hanya menerima gelar datuk pada tahun 1913 sedangkan tawaran gadis yang
diperuntukkan menjadi tunangannya tidak ia terima.

Meskipun diangkat menjadi datuk, pada bulan Oktober 1913 ia meninggalkan desanya


untuk belajar di Rijkskweekschool (sekolah pendidikan guru pemerintah), yang didanai oleh
para engku dari desanya. Sesampainya di Belanda, Malaka mengalami kejutan budaya, dan pada
1915, ia menderita pleuritis. Selama kuliah, pengetahuannya tentang revolusi mulai meningkat
setelah membaca de Fransche Revolutie, yang diberikan kepadanya sebelum keberangkatannya
ke Belanda oleh Horensma. Setelah Revolusi Rusia pada Oktober 1917, ia semakin tertarik
pada komunisme dan sosialisme, membaca buku-buku karya Karl Marx, Friedrich Engels,
dan Vladimir Lenin. Friedrich Nietzsche juga menjadi salah satu panutannya. Saat itulah ia mulai
membenci budaya Belanda dan terkesan oleh masyarakat Jerman dan Amerika. Karena
banyaknya pengetahuan yang ia dapat tentang Jerman, ia terobsesi menjadi salah satu angkatan
perang Jerman. Dia kemudian mendaftar ke militer Jerman, Bagaimanapun, ia ditolak
karena Angkatan Darat Jerman tidak menerima orang asing. Saat itulah ia bertemu Henk
Sneevliet, salah satu pendiri Indische Sociaal dari-Democratische Vereeniging (ISDV, pendahulu
dari Partai Komunis Indonesia). Ia juga tertarik bergabung dengan Sociaal Democratische-
Onderwijzers Vereeniging (Asosiasi Demokrat Sosial Guru). Pada bulan November 1919, ia
lulus dan menerima ijazahnya yang disebut hulpactie. 

Setelah lulus, ia kembali ke desanya. Ia kemudian menerima tawaran Dr. C. W. Janssen


untuk mengajar anak-anak kuli di perkebunan teh di Sanembah, Tanjung Morawa, Deli,
Sumatera Utara. Ia tiba di sana pada Desember 1919; dan mulai mengajar anak-anak itu bahasa
Melayu pada Januari 1920. Selain mengajar, Tan Malaka juga menulis beberapa propaganda
subversif untuk para kuli, dikenal sebagai Deli Spoor. Selama masa ini, dia belajar dari
kemerosotan dan keterbelakangan hidup kaum pribumi di Sumatera. Ia juga berhubungan dengan
ISDV dan terkadang juga menulis untuk media massa. Salah satu karya awalnya adalah "Tanah
Orang Miskin", yang menceritakan tentang perbedaan mencolok dalam hal kekayaan antara
kaum kapitalis dan pekerja, yang dimuat di Het Vrije Woord edisi Maret 1920. Ia juga menulis
mengenai penderitaan parakuli kebun teh di Sumatera Post. Tan Malaka menjadi calon
anggota Volksraad dalam pemilihan tahun 1920, mewakili kaum kiri. Ia memutuskan untuk
mengundurkan diri pada 23 Februari 1921.

2. Tan Malaka adalah termasuk salah seorang cendikiawan Minangkabau yang menerima
visi atau idealisasi adat dan falsafah hidup masyarakat minangkabau. Sikap tingkah laku politik
serta jalan pemikirannya sangat diwarnai oleh konsep rantau. Rantau yang dimaksud di sini
adalah dalam falsafah Minangkabau yaitu membuka mata warganya untuk mengenal dunia luar
yang luas di mana mereka akan menemui hal-hal baru yang nanti akan dibawanya pulang ke
kampong halaman.
Cara berpikir yang dikembangkan Tan Malaka sesuai dengan visi rantau: Thesis-
antithesis-syntesis. Tan malaka adalah antithesis yang berkonflik dengan thesis ( alam sebagai
referensi asal). Dari situ lahirlah synthesis hasil pemikiran atau idealisme baru yang mendorong
setiap manusia untuk mengadakan perubahan-perubahan perbaikan nasibnya.
Selanjutnya Tan Malaka juga mengembangkan cara berpikir secara luas dalam bukunya
Madilog (Materialisme, Dialektika, dan Logika). Madilog ini sebagaimana dijelaskan Tan
Malaka mengajak untuk mempergunakan pikiran “rasional” sebab pengetahuan dan cara berpikir
yang begitu adalah tingkatan tertinggi dalam peradaban manusia dan tingkatan pertama buat
masa depan. Pada intinya, madilog adalah cara berpikir baru yang dapat dipakai untuk
memerangi cara berpikir lama yang sangat dipengaruhi oleh dunia mistik atau takhayul yang
menyebabkan orang menyerah kepada alam.
Secara singkat Tan Malaka menjelaskan bahwa negara sosialis terbentuk karena adanya
pertentangan kelas. Pertentangan tersebut terjadi karena perkembangan sebuah negara dengan
adanya hukum dialektika yakni sebagai thesis, antithesis, dan synthesis. Sebagai thesis Tan
Malaka menyebutnya masyarakat yang berada atas dasar kepemilikan bersama atas alat-alat serta
hasil produksi. Antithesisnya adalah masyarakat kapitalis yang mulai terpecah karena
kepemilikan hanya pada sekelompok orang. Sebagai synthesisnya adalah ia menyebut
masyarakat di seluruh dunia yang berjuang menuju masyarakat komunis modern.
Tan malaka mengemukakan pandangannya tentang revolusi dalam kehidupan politik.
Dalam pemikirannya Tan Malaka mengemukakan pendapat, bahwa suatu revolusi bukanlah
sebuah ide yang istimewa dan luar biasa serta bukan lahir atas perintah seorang manusia yang
luar biasa. Kecakapan dan sifat luar biasa dari seseorang yang memiliki ide revolusi untuk
membangun suatu Negara, melaksanakannya atau memimpinnya menuju kemenangan, tidak
dapat diciptakan dengan otaknya sendiri.

Sebuah revolusi disebabkan oleh pergaulan hidup sebagai akibat tertentu dari tindakan-
tindakan masyarakat dalam kata-kata yang sangat dinamis yang berdampak terhadap
pertentangan kelas yang semakin menajam dan berakibat tertentu yang tak dapat terhindarkan.
Faktor-faktor seperti ekonomi, sosial, politik, dan psikologis dapat membuat ketajaman
pertentangan yang menimbulkan pertempuran.

Pemikiran yang menyoroti tentang revolusi di atas memiliki makna bahwa suatu
peubahan yang sangat mendasar sangat memerlukan adanya komitmen bersama antara
pemerintah dengan yang di perintah. Selain itu, di dalam sebuah Negara demokrasi yang
memiliki kekuasaan harus menyadari sepenuhnya bahwa kekuasaan yang dia miliki merupakan
mandat yang diberikan oleh rakyat yang berdaulat. Hal ini dapat dimaknai pula bahwa kondisi
yang ideal dalam sebuah Negara sebaiknya terhindar dari ketimpangan atau kesenjangan dari
aspek sosial, ekonomi, politik, dan psikologis.

3. pemikiran politik dari Tan Malaka yang masih relevan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara saat ini adalah konsep Madilog (Materialisme, Dialektika, dan Logika). Materialisme
menurut Tan Malaka yaitu cara berpikir yang terpusat pada masalah bagaimana memperbaiki
atau mengubah kehidupan duniawi secara realistis dan pragmatis. Konsep dialektika yaitu
dimaksudkan untuk memerangi cara berpikir yang pasif atau dogmatis. Cara berpikir atau
dogmatis ini berkaitan dengan kepercayaan masyarakat yang masih percaya terhadap kekuatan
mistik dan itu menyebabkan mereka tidak percaya kepada kemampuan intelektual dan kekuatan
mereka sendiri untuk mengubah dunia materi. Sedangkan logika yang dijelaskan Tan Malaka
adalah berpikir aktif atau dinamis. Mengapa konsep Madilog tersebut masih relevan dengan
kehidupan bangsa Indonesia saat ini? karena menurut penulis bangsa Indonesia jika berkeinginan
untuk maju sebagai bangsa yang terpandang harus berpikir dinamis, tidak percaya pada hal-hal
mistik atau takhayul, dan harus berpikir pragmatis serta fleksibel. Dengan demikian madilog
merupakan cara berpikir yang realistis, pragmatis, dan fleksibel. Sehingga bisa dikatakan juga
cara berpikir yang lebih logis dan rasional dalam kehidupan dan masih relevan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara di Indonesia. Melihat fenomena saat ini tercermin adanya tarik menarik
kepentingan politik, sangat dimungkinkan masyarakat tidak lagi menggunakan pemikiran secara
rasional. Di sinilah konsep yang dikembangkan Tan Malaka menjadi solusi alternatif untuk
menangkal hal itu. Artinya, masyarakat Indonesia saat ini harus mampu berpikir secara rasional
terbebas dari friksi-friksi yang berkembang yang akan mengarahkan keutuhan bangsa menjadi
terbelah atau terpecah.

Daftar Pustaka

Rahman, Masykur Arif. 2013. Tan Malaka, Pahlawan Besar yang di lupakan Sejarah.
Jogjakarta: PALAPA

Malaka, Tan. 1974. Madilog (Materialisme, Dialitika, Logika). Jakarta : Lembaga Penelitian &
Pengembangan Masyarakat

A, Kholik. 2006. Pemikiran Politik Tan Malaka Tentang Revolusi dan Islam di Indonesia. 80.

Malaka, Tan. 2001. Merdeka 100 %. Tanggerang : Marjin Kiri

Anda mungkin juga menyukai