Anda di halaman 1dari 8

Kriteria dan Syarat Instrumen Tes yang Baik Eureka Pendidikan.

Dalam dunia pendidikan atau dunia kerja sangat sering terdengar istilah tes. Sebagai contoh
tes masuk perguruan tinggi meskipun memiliki nama yang berbeda seperti ujian masuk
perguruan tinggi. Ujian dalam hal ini memiliki makna yang sama dengan tes. Sebuah
Pengantar Penjelasan mengenai tes dan pengukuran Pada saat seseorang ingin mengetahui
apakah dirinya hamil atau tidak maka hal yang paling sederhana yang harus dia lakukan
adalah melakukan sebuah pengukuran. Pengukuran dapat dilakukan dengan cara
membandingkan beberapa indikator atau tanda-tanda wanita hamil seperti tidak mendapatkan
menstruasi atau terjadi mual-mual. Jika kedua indikator ini terpenuhi bisa jadi ada indikasi
kehamilan. Tapi indikator jadi kurang meyakinkan ketika keterlambatan datang bulan hanya
kurang dari 14 hari. Mengapa demikian? Indikator terlambat datang bulang (kurang dan 14
hari) dan munculnya morning sick seperti muntah belum bisa dipastikan adanya proses
pembuahan di dalam rahim. Hal ini disebabkan terlambat datang bulan dan mual bisa jadi
disebabkan pula oleh stress yang berlebih yang mengganggu siklus bulanan wanita. Oleh
karena dibutuhkan indikator yang lebih banyak mengenai kehamilan dan lebih spesifik,
sehingga memiliki pembeda antara hamil atau stress. Sebuah alat tes dibuat atau disusun
untuk mengetahui nilai atau fakta yang sebenarnya. Kembali ke masalah wanita hamil, ada
cara lain untuk mengetahui apakah wanita hamil atau tidak. Cara kedua ini lebih akurat
hingga 80 % lebih yakni dengan melakukan uji urin dengan test Pack. Melakukan uji urin ini
prinsipnya adalah membandingkan hormon yang ada pada urin wanita dengan kondisi urin
standar ketika seorang wanita hamil. Hasil tes akan menunjukkan positif jika urin yang
dimasukkan memiliki indikator yang sama dengan indikator wanita hamil sebelumnya. Selain
dari cara ini masih banyak cara lagi yang lebih komplek yakni dengan melakukan USG yang
tentunya tidak begitu efisien jika dibandingkan dengan tes pack.
Ciri-Ciri Instrumen yang Baik Pada masalah pengukuran manusia, tentu saja tidak sama
dengan proses mengukur kehamilan, oleh karena hal yang paling mungkin dilakukan adalah
dengan cara membandingkan indikator mengenai nilai yang hendak diukur. Instrumen yang
baik paling tidak memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Validitas Tes Secara sederhana validitas adalah ketepatan isntrumen mengukur apa yang
hendak diukur. Kesesuaian indikator dan aspek tercapainya indikator disusun berdasarkan
konstruk secara teoritik dan juga disesuaikan dengan fakta yang ada lapangan. Sebagai
contoh sebuah hasil belajar kognitif hendaknya secara lengkap mencakup secara keseluhuran
aspek C1 sampai C6 atau keselurahn aspek faktual, konseptual, actual dan metakognisi
namun jika pada proses pembelajaran tidak memasukkan ranah C5 dan C6 maka tes disusun
sampai C4 saja. Terdapat 4 (empat) macam validitas tes yang seringkali menjadi perhatian
untuk menguji kualitasnya, yaitu:
(a) validitas isi; (b) validitas susunan (konstruksi); (c) validitas bandingan; dan (d) validitas
ramalan.
a. Validitas Isi Validitas isi merupakan ukuran yang digunakan untuk mengetahui ketepatan
dari suatu instrumen (tes) bila ditinjau dari aspek isi (konten/materi). Pengecekan validitas isi
dapat dilakukan dengan cara membandingkan isi (konten/materi) tes dengan komponenkomponen yang seharusnya diukur.
b. Validitas Susunan (Konstruksi) Sebuah tes (instrumen/alat ukur) dikatakan memenuhi
validitas susunan (konstruksi) yang baik apabila susunan tes tersebut memenuhi syarat-syarat
penyusunan tes yang baik.
c. Validitas Bandingan Validitas bandingan sebuah tes adalah ketepatan suatu tes bila ditelaah
berdasarkan hubungannya (korelasi) terhadap keadaan yang sebenarnya dari siswa saat
pengukuran (assessmen) dilakukan.

d. Validitas Ramalan Validitas ramalan adalah ketepatan sebuah tes (instrumen) bila dilihat
dari kemampuannya untuk meramalkan keadaan individu (siswa) pada masa yang akan
datang.
2. Reliabelitas Tes Reabilitas tes diartikan sebagai sifat konsistensi (keajegan) & ketelitian
sebuah tes (alat ukur/instrumen). Sifat konsistensi atau keajegan sebuah tes dapat diperoleh
dengan cara memberikan tes yang sama sesudah selang beberapa waktu lamanya siswa yang
sama. Dengan kata lain, reliabilitas tes merujuk pada ketetapan (keajegan) nilai yang
diperoleh sekelompok siswa pada kesempatan yang berbeda dengan tes yang sama, ataupun
tes serupa yang butir-butir soal penyusunnya ekuivalen (sebanding). Sifat reliabilitas tes
merupakan pengecekan terhadap kesalahan yang mungkin terjadi pada nilai tunggal tertentu
sebagai susunan dari suatu kelompok siswa yang mungkin berubah karena tes itu sendiri.
3. Daya Beda dan Tingkat Kesukaran Sifat tes yang berikutnya adalah daya pembeda atau
diferensiasi tes atau tingkat diskriminatif tes. Daya pembeda tes merupakan kemampuan
sebuah tes untuk menunjukkan perbedaan-perbedaan sifat/faktor tertentu yang terdapat pada
siswa yang satu dengan yang lain.
4. Keseimbangan Tes Sebuah tes yang baik mempunyai sifat seimbang. Keseimbangan
merujuk pada tes terdapat semua aspek yang akan diukur. Tidak boleh tes hanya menumpuk
pada suatu aspek tertentu sehingga hasil tes benar-benar dapat mengukur apa yang akan
diukur dan dapat mengungkapkan apa yang sebenarnya harus diungkapkan. Bagian-bagian
pembelajaran yang sifatnya penting mendapat porsi yang lebih banyak bila dibandingkan
dengan bagian-bagian pembelajaran yang sifat kurang penting.
5. Efisiensi atau Daya Guna Tes Sebuah alat ukur atau tes harus memiliki sifat efisien
(berdaya guna). Apakah suatu tes akan memberikan informasi yang cukup bila dibandingkan
dengan waktu yang digunakan oleh guru saat menggali informasi tersebut. Contohnya,
sebuah tes yang dilakukan secara lisan (oral test) tidak efisien bila dilakukan terhadap 100
siswa kalau hanya untuk mencek sejauh mana siswa telah membaca buku tertentu yang
ditugaskan pada mereka.
6. Obyektivitas Tes Tes sebaiknya memiliki obyektivitas yang tinggi. Bilapun non-obyektif,
maka subyektivitas yang mungkin akan muncul harus dapat diminimalkan. Suatu tes
(instrumen) yang memiliki obyektivitas tinggi akan memberikan kemungkinan jawaban siswa
benar atau salah saja. Bila unsur subyektivitas terlalu tinggi, maka berarti guru telah
melakukan tindakan yang kurang jujur (adil) kepada siswanya sendiri.
7. Kekhususan Tes Sifat penting lainnya yang harus dimiliki oleh tes yang baik adalah
kekhususan. Kekhususan bermakna: pertanyaan-pertanyaan yang merupakan komponenkomponen tes tersebut hanya akan dapat dijawab oleh siswa-siswa yang mempelajari bahan
pembelajaran yang diberikan. Sementara, siswa-siswa yang tidak mempelajari bahan
pembelajaran tidak akan dapat menjawabnya.
8. Tingkat Kesulitan Tes Tingkat kesulitan tes perlu diperhatikan jika ingin menyusun sebuah
tes yang berkualitas. Pertanyaan-pertanyaan dirumuskan sesuai dengan taraf kemampuan
siswa untuk menjawabnya. Guru harus pandai mengira, agar tes yang dibuat tidak terlalu
mudah dan juga tidak terlalu sulit (sukar).
10. Keadilan Tes Tes yang diberikan harus dirancang sehingga menganut asas keadilan.
Meskipun pengukuran yang baik dilakukan untuk setiap individu, sangat sulit untuk

melakukan pengukuran secara individu karena keterbatasan waktu. Proses pelaksanaan test
harus dilakukan terhindar dari sikap subjektivitas atau merugikan pihak tertentu.
11. Alokasi Waktu Tes Alokasi waktu juga bagian terpenting dalam tes. Penetuan waktu tes
harus disesuikan dengan kapasitas manusia mengingat sesuatu secara mendetail. Waktu
pelaksanaan juga harus diatur dalam tenggang yang masih wajar. Jika proses pemberian tes
terlalu lama maka ada kemungkinan daya beda dari instrumen akan berkurang dan juga ada
faktor external seperti kemungkinan untuk mendapatkan inspirasi jawaban secara tidak wajar
lebih besar.
Source: http://www.eurekapendidikan.com/2015/10/kriteria-dan-syarat-instrumen-tesyang.html
Disalin dan Dipublikasikan melalui Eureka Pendidikan
Paling tidak ada 11 syarat tes yang baik yaitu: (1) validitas tes; (2) reliabelitas tes; (3) daya
pembeda atau diferensiasi tes; (4) keseimbangan tes; (5) efisiensi atau daya guna tes; (6)
obyektivitas tes; (7) kekhususan tes; (8) tingkat kesulitan tes; (9) tingkat kepercayaan tes;
(10) keadilan tes; (11) alokasi waktu tes
Berikut kita paparkan satu persatu secara lebih mendetail.

1. Validitas Tes
Validitas tes merupakan sifat terpenting dari tes dalam kaitannya dengan mutu atau kualitas.
Tes yang baik memiliki validitas yang tinggi atau baik. Validitas tes adalah kesesuaian hasil
dengan kriteria-kriteria yang telah dirumuskan serta sejauh mana sebuah tes dapat
mengukurnya. Sebuah alat ukur (tes) dapat dikatakan mempunyai validitas yang baik apabila
tes tersebut tepat mengukur kemampuan siswa dengan benar sesuai kenyataan yang ada
(sesungguhnya).
Ada 4 (empat) macam validitas tes yang seringkali menjadi perhatian untuk menguji
kualitasnya, yaitu: (a) validitas isi; (b) validitas susunan (konstruksi); (c) validitas bandingan;
dan (d) validitas ramalan.
a. Validitas Isi
Validitas isi merupakan ukuran yang digunakan untuk mengetahui ketepatan dari suatu
instrumen (tes) bila ditinjau dari aspek isi (konten/materi). Pengecekan validitas isi dapat
dilakukan dengan cara membandingkan isi (konten/materi) tes dengan komponen-komponen
yang seharusnya diukur.
b. Validitas Susunan (Konstruksi)
Sebuah tes (instrumen/alat ukur) dikatakan memenuhi validitas susunan (konstruksi) yang
baik apabila susunan tes tersebut memenuhi syarat-syarat penyusunan tes yang baik.
c. Validitas Bandingan

Validitas bandingan sebuah tes adalah ketepatan suatu tes bila ditelaah berdasarkan
hubungannya (korelasi) terhadap keadaan yang sebenarnya dari siswa saat pengukuran
(assessmen) dilakukan.
d. Validitas Ramalan
Validitas ramalan adalah ketepatan sebuah tes (instrumen) bila dilihat dari kemampuannya
untuk meramalkan keadaan individu (siswa) pada masa yang akan datang.

2. Reliabelitas Tes
Reabilitas tes diartikan sebagai sifat konsistensi (keajegan) & ketelitian sebuah tes (alat
ukur/instrumen). Sifat konsistensi atau keajegan sebuah tes dapat diperoleh dengan cara
memberikan tes yang sama sesudah selang beberapa waktu lamanya siswa yang sama.
Dengan kata lain, reliabilitas tes merujuk pada ketetapan (keajegan) nilai yang diperoleh
sekelompok siswa pada kesempatan yang berbeda dengan tes yang sama, ataupun tes serupa
yang butir-butir soal penyusunnya ekuivalen (sebanding). Sifat reliabilitas tes merupakan
pengecekan terhadap kesalahan yang mungkin terjadi pada nilai tunggal tertentu sebagai
susunan dari suatu kelompok siswa yang mungkin berubah karena tes itu sendiri.

3. Daya Pembeda atau Diferensiasi Tes


Sifat tes yang berikutnya adalah daya pembeda atau diferensiasi tes atau tingkat diskriminatif
tes. Daya pembeda tes merupakan kemampuan sebuah tes untuk menunjukkan perbedaanperbedaan sifat/faktor tertentu yang terdapat pada siswa yang satu dengan yang lain.

4. Keseimbangan Tes
Sebuah tes yang baik mempunyai sifat seimbang. Keseimbangan merujuk pada tes terdapat
semua aspek yang akan diukur. Tidak boleh tes hanya menumpuk pada suatu aspek tertentu
sehingga hasil tes benar-benar dapat mengukur apa yang akan diukur dan dapat
mengungkapkan apa yang sebenarnya harus diungkapkan. Bagian-bagian pembelajaran yang
sifatnya penting mendapat porsi yang lebih banyak bila dibandingkan dengan bagian-bagian
pembelajaran yang sifat kurang penting.

5. Efisiensi atau Daya Guna Tes


Sebuah alat ukur atau tes harus memiliki sifat efisien (berdaya guna). Apakah suatu tes akan
memberikan informasi yang cukup bila dibandingkan dengan waktu yang digunakan oleh
guru saat menggali informasi tersebut. Contohnya, sebuah tes yang dilakukan secara lisan
(oral test) tidak efisien bila dilakukan terhadap 100 siswa kalau hanya untuk mencek sejauh
mana siswa telah membaca buku tertentu yang ditugaskan pada mereka.

6. Obyektivitas Tes
Tes sebaiknya memiliki obyektivitas yang tinggi. Bilapun non-obyektif, maka subyektivitas
yang mungkin akan muncul harus dapat diminimalkan. Suatu tes (instrumen) yang memiliki
obyektivitas tinggi akan memberikan kemungkinan jawaban siswa benar atau salah saja. Bila

unsur subyektivitas terlalu tinggi, maka berarti guru telah melakukan tindakan yang kurang
jujur (adil) kepada siswanya sendiri.

7. Kekhususan Tes
Sifat penting lainnya yang harus dimiliki oleh tes yang baik adalah kekhususan. Kekhususan
bermakna: pertanyaan-pertanyaan yang merupakan komponen-komponen tes tersebut hanya
akan dapat dijawab oleh siswa-siswa yang mempelajari bahan pembelajaran yang diberikan.
Sementara, siswa-siswa yang tidak mempelajari bahan pembelajaran tidak akan dapat
menjawabnya.

8. Tingkat Kesulitan Tes


Tingkat kesulitan tes perlu diperhatikan jika ingin menyusun sebuah tes yang berkualitas.
Pertanyaan-pertanyaan dirumuskan sesuai dengan taraf kemampuan siswa untuk
menjawabnya. Guru harus pandai mengira, agar tes yang dibuat tidak terlalu mudah dan juga
tidak terlalu sulit (sukar).

9. Tingkat Kepercayaan Tes


Tes harus dibuat sedemikian rupa sehingga siswa-siswa yang berada pada tingkat kemampuan
yang sama akan memperoleh hasil yang sama. Tingkat kepercayaan terhadap sebuah tes
dikatakan rendah atau tidak baik apabila justru siswa-siswa yang memiliki kemampuan bagus
memperoleh nilai jelek dan sebaliknya siswa-siswa berkemampuan kurang bagus
memperoleh nilai yang baik.

10. Keadilan Tes


Tes harus dirancang sedemikian rupa sehingga setiap siswa yang mengikutinya
(mengerjakannya) mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh nilai yang baik.
Semua siswa harus mempunyai kesempatan untuk menunjukkan pengetahuan, keterampilan,
dan sikap apa saja yang telah mereka kuasai setelah mengikuti pembelajaran.

11. Alokasi Waktu Tes


Saat menggunakan sebuah tes (alat ukur), guru harus menyediakan alokasi waktu yang wajar
(memadai). Tidak kurang, tidak lebih.
http://penelitiantindakankelas.blogspot.co.id/2013/04/syarat-tes-yang-baik.html

Syarat-syarat dan Langkah-langkah Menyusun Tes


09.36.00 Mustofa Rafael
Syarat-Syarat

Penyusunan

Tes

Obyektif

Dalam pembahasan ini dipilih tentang syarat penyusunan tes obyektif sebab tes

obyektif adalah tes yang paling banyak di gunakan dalam dunia pendidikan.
Selain itu, tes obyektif adalah tes yang dianggap rumit dalam penyusunannya
disbanding dengan tes lain dan te ini juga yang paling sering digunakan dalam
Ujian
Nasional.
Secara umum syarat-syarat penyusunan tes objektif ,dapat dirangkum sebagai
berikut:[1]
1. Tiap bentuk tes objektif harus di dahului dengan petunjuk bagaimana cara
mengerjakan
tiap
soal
dari
tes
yang
bersangkutan.
2. Jumlah dan jenis hendaklah berdasarkan tabel spesifikasi atau kisi-kisi yang
telah dibuat atau direncanakan sebelumnya.

Sumber Gambar: www.kaliakbar.com

3. Deskripsi masalah yang dikemukakan sebagai pernyataan (statement) harus


jelas, terungkap dengan bahasa dan tata kalimat yang baik.
4. Sebisa mungkin menggunakan kalimat positif, dan jika menggunakan kalimat
negatif, maka tulislah kata negative seperti: TIDAK, BUKAN, dan KECUALI dengan
huruf
besar.
5. Dalam mengungkapkan permasalahan, hindari penggunaan kata yang
bersifat tidak tentu seperti: kebanyakan, pada umumnya, dan kadang-kadang,
agak tidak menimbulkan tafsiran yang membingungkan atau bahkan bersifat
subjektif
bagi
responden.
6. Dalam menyusun soal hendaknya tidak terdapat ungkapan atau susunan
kalimat yang yang jelas memberikan petunjuk tentang jawaban.
7. Kata-kata atau ungkapan yang digunakan sebagai pilihan jawaban hendaknya
homogen, dalam arti seimbang makana maupun susunan katanya.
8. Usakahan kunci jawaban tidak selalu terletak pada urutan yang sama, tetapi
dikacau sedemikian rupa sehingga sulit bagi responden untuk menerkanya.

9. Distribusi jawaban hendaknya diusahakan agar merata dan seimbang


jumlahnya.
10. Hindari alternatif jawaban yang tidak ada hubungannya permasalahan yang
ditanyakan.
11.

Hindari

soal

yang

saling

berhubungan

satu

dengan

yang

lain.

12. Usahakan agar soal dalam tes yang tersusun mencakup berbagai aspek
penalaran seperti pengetahuan hafalan, pemahaman, aplikasi, sintesis, dan
evaluasi.
13. Alternatif jawaban terutama untuk pilihan ganda sebaiknya disusun vertikal.
Langkah-Langkah

Penyusunan

Tes

Dalam menyusun tes perlu memperhatikan tipe hasil belajar atau tingkat
kemampuan berpikir mana saja yang akan diukur atau dinilai. Untuk menentukan
hal tersebut, penyusun tes dapat berpedoman kepada tujuan intruksional yang
akan dinilai atau kepada tujuan evaluasi itu sendiri. Selain itu, dalam
mengembangkan atau menyusun sebuah tes hasil belajar, supaya tes tersebut
memiliki karakteristik tes yang baik, berikut langkah-langkah yang harus
ditempuh:[2]
1. Menetapkan tujuan penilaian atau tujuan tes. Setiap orang yang akan
melakukan kegiatan penilaian harus sadar tujuan akan penilaian tersebut.
2. Menguraikan materi tes dan kompetensi. Dalam menguraikan isi tes harus
menjaga agar tes yang ditulis itu tidak keluar lingkup materi yang telah
ditentukan oleh batasan kawasan ukur tetapi juga menjaga agar tidak ada
bagian isi yang penting yang terlewatkan dan tidak tertuang dalam tes. Materi
tes haruslah komprehensif dan berisi butir-butir yang relevan. Dalam hal ini yang
perlu
dilakukan
antara
lain:[3]
a. Penguraian materi berdasarkan bagian-bagiannnya, yakni penguraian
disandarkan pada topic-topik dalam kurikulum atau bab-bab buku acuan
pengajaran atau berdsarkan bahasan selama proses pembelajaran.
b. Pemberian bobot tes sesuai dengan kepentingannya. Semakin tinggi bobot
bagian suatu materi semakin banyak ia harus dituangkan dalam bentuk itemdan
semakin rendah nsuatu bobot maka semakin sedikit ia harus dituangkan dalam
bentuk
item.
3. Mengembangkan kisi-kisi. Kisi-kisi adalah matrik atau format yang memuat
informasi yang dapat dijadikan pedoman oleh penulis soal untuk menulis soal
menjadi tes. Dalam kisi-kisi terdapat 2 komponen utama, yaitu: [4]
a. Identitas, yakni mencakup aspek jenis sekolah atau jenjang sekolah, mata
pelajaran, kurikulum yang diacu, tingkat kelas, alokasi waktu, dan jumlah soal.
b. Matriks, yakni mencakup komponen yang ingin di ungkap, indikator hasil

belajar, tema/konsep/pokok bahasan/sub pokok bahasan, pokok materi soal,


bentuk
soal,
dan
nomor
soal.
Adapun langkah-langkah penyusunan kisi-kisi untuk menentukan proporsi materi
dan
kompetensi
adalah
sebagai
berikut:
a. Mengidentifikasi pokok-pokok materi yang akan diujikan dengan memebrikan
imbangan
bobot
untuk
masing-masing
bahasan.
b. Mengidentifikasi tingkatan ranah kognitif yang termuat dalam rumusan
indikator dam memberikan imbangan bobot untuk masing-masing tingkatan
ranah.
c. Memasukkan ranah dan pokok-pokok materi yang telah teridentifikasi ke
dalam
table
spesifikasi.
d. Memperinci banyaknya butir soal dalam setiap pokok materi dan ranah yang
akan
di
capai.
4. Pemilihan bentuk tes. Pimilihan ini didasarkan pada beberapa faktor seperti:
tujuan tes, jumlah peserta tes, waktu yang tersedia untuk memeriksa lembar
jawaban tes, cakupan materi tes, dan karakteristik mata pelajaran yang diujikan.
5. Panjang tes. Yang dimaksudkan dalam hal ini adalah jumlah soal yang akan
diujikan dalam suatu ujian. Ada 3 hal utama yang perlu diperhatikan dalam
menentukan jumlah soal yang diujikan, yaitu: bobot masing-masing bagian yang
telah ditentukan dalam kisi-kisi, keandalan yang diinginkan dan waktu yang
tersedia. Analisis rasional adalah menganalisis kembali soal yang telah
dirumuskan, ditimbang, baik oleh sendiri maupun orang lain dengan
berpedoman pada kisi-kisi dan aturan penulisan soal.

Anda mungkin juga menyukai