tulang dan nodus limfa. Darah adalah organ khusus yang berbeda dengan organ lain karena
berbentuk cairan.
Darah adalah suspensi dari partikel dalam larutan koloid cair yang mengandung elektrolit.
Peranannya sebagai medium pertukaran antara sel-sel yang terfiksasi dalam tubuh dan
lingkungan luar serta memiliki sifat-sifat protektif terhadap organisme sebagai suatu
keseluruhan dan khususnya terhadap darahnya sendiri.
Unsur seluler darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), beberapa jenis sel darah putih
(leukosit), dan pecahan sel yang disebut trombosit.
1. Sumsum tulang
Sumsum tulang menempati bagian dalam tulang spons dan bagian tengah rongga tulang
panjang. Sumsum merupakan 4 % sampai 5 % berat badan total,sehingga merupakan yang
paling besar dalam tubuh. Sumsum bisa berwarna merah atau kuning. Sumsum merah
merupakan tempat diproduksi sel darah merah aktif dan merupakan organ hematopoetik
(penghasil darah) utama. Sedang sumsum kuning, tersusun terutama oleh lemak dan tidak
aktif dalam produksi elemen darah.
2. Eritrosit
Sel darah merah atau eritrosit dalah merupakan cakram bikonkaf yang tidak berinti yang kirakira berdiameter 8 m, tebal bagian tepi 2m pada bagian tengah tebalnya hanya 1m atau
kurang. Karena sel itu lunak dan lentur maka dalam perjalanannya melalui mikrosirkulasi
konfigurasinya berubah. Stroma bagian luar yang mengandung protein terdiri dari antigen
kelompok A dan B serta faktor Rh yang menentukan golongan darah seseorang. Komponen
utama sel darah merah adalah protein hemoglobin (Hb) yang mengangkut O2 dan CO2 dan
mempertahankan pH normal melalui serangkaian dapar intraseluler. Molekul-molekul Hb
terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida (globin) dan 4 gugus hem, masing-masing
mengandung sebuah atom besi. Konfigurasi ini memungkinkan pertukaran gas yang sangat
sempurna.
Pembentukan hemoglobin terjadi pada sumsum tulang melalui semua stadium pematangan.
Sel darah merah memasuki sirkulasi sebagai retikulosit dari sumsum tulang. Retikulosit
adalah stadium terakhir dari perkembangan sel darah merah yang belum matang dan
mengandung jala yang terdiri dari serat-serat retikular. Sejumlah kecil hemoglobin masih
dihasilkan selama 24 sampai 48 jam pematangan, retikulum kemudian larut dan menjadi sel
darah merah yang matang.
3. Leukosit (sel darah putih)
Leukosit merupakan unit yang mobil/aktif dari sistem pertahanan tubuh. Leukosit ini
sebagian di bentuk di sumsum tulang (granulosit dan monosit serta sedikit limfosit) dan
sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma). Setelah dibentuk, sel-sel ini
diangkut dalam darah menuju bagian tubuh untuk di gunakan. Manfaat sesungguhnya dari sel
darah putih ialah bahwa kebanyakan di transpor secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan
mengalami peradangan serius, jadi menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat terhadap
bahan infeksius yang mungkin ada.
Ada 6 macam sel darah putih yang secara normal di temukan dalam darah. Keenam sel
tersebut ialah netrofil polimorfonuklir, eosinofil polimorfonuklir, basofil polimorfonuklir,
monosit, limfosit, dan kadang-kadang sel plasma. Selain itu terdapat juga sejumlah besar
trombosit, yang merupakan pecahan dari tipe ketujuh sel darah putih yang dijumpai dalam
sumsum tulang, yakni megakariosit. Ketiga tipe dari sel, yaitu sel polimorfonuklir,
seluruhnya mempunyai gambaran granular, karena alasan itu mereka disrbut granulosit atau
dalam terminologi klinis disebut poli karena intinya multipel.
Granulosit dan monosit melindungi tubuh terhadap organisme penyerang terutama dengan
cara mencernakannya yaitu melalui fagositosis. Fungsi utama limfosit dan sel-sel plasma
berhubungan dengan sistem imun.
4. Trombosit
Trombosit merupakan partikel kecil, berdiameter 2 sampai 4 m, yang terdapat pada sirkulasi
plasma darah. Karena dapat mengalami disintegrasi cepat dan mudah, jumlahnya selalu
berubah antara 150.000 dan 450.000 per mm darah, tergantung jumlah yang dihasilkan,
bagaimana digunakan, dan kecepatan kerusakan. Dibentuk oleh fragmentasi sel raksasa
sumsum tulang, yang disebut megakariosit. Produksi trombosit diatur oleh trombopotein.
Trombosit berperan penting dalam mengotrol pendarahan. Apabila terjadi pendarahan cedera
vascular, trombosit mengumpul pada pada tempat edera tersebut. Subtansi yang dilepaskan
dari granula trombosit dan sel darah lainnya menyebabkan trombosit menempel satu sama
lain dan membentuk tambalan atau sumbatan, yang sementara menghentikan pendarahan.
Subtansi lain dilepaskan dari trombosit untuk mengaktifasi factor pembekuan dalam plasma
darah.
5. Plasma darah
Apabila elemen seluler diambil dari darah, bagian cairan yang tersisa dinamakan plasma
darah. Plasma darah mengandung ion, protein, dan zat lain. Apabila plasma dibiarkan
membeku, sisa cairan yang tertinggal dinamakan serum. Serum mempunyai kandungan yang
sama dengan plasma, keuali kandungan fibrinogen dan beberapa factor pembekuan.
Protein plasma tersusun terutama oleh albumin dan globulin. Globulin tersusun atas fraksi
alfa, beta dan gama yang dapat dilhat dari laboratorium yang dinamakan elektroforesis
protein. Masing-masing kelompok disusun oleh protein tertentu.
Gama globulin, yang tersusun terutama oleh anti bodi, dinamakan immunoglobulin. Protein
ini dihasilkan oleh limfosit dan sel plasma. Protein plasma penting dalam fraksi alfa dan beta
adalah globulin transpor dan nfaktor pembekuan yang dibentuk di hati. Globulin transpor
membawa berbagai zat dalam bentuk terikat sepanjang sirkulasi. Misalnya tiroid terikat
globulin, membawa tiroksin, dan transferin membawa besi. Faktor pembekuan, termasuk
fibrinogen, tetap dalam keadaan tidak aktif dalam plasma darah sampai diaktifasi pada reaksi
pada tahap-tahap pembekuan.
Albumin terutama penting untuk pemeliharaan volume cairan dalam system vaskuler.
Dinding kapiler tidak permeabel terhadap albumin, sehingga keberadaannya dalam plasma
menciptakan gaya onkotik yang menjaga cairan dalam rongga vaskuler. Albumin, yang
dihasilkan oleh hati, memiliki kapasitas mengikat berbagai zat yang ada dalam plasma.
Dalam hal ini, albumin berfungsi sebagai protein transpor untuk logam, asam lemak,
bilirubin, dan obat-obatan, diantara zat lainnya.
B. DEFINISI
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah
rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Nelson,1999).
Anemia berarti kekurangan sel darah merah, yang dapat di sebabkan oleh hilangnya darah
yang terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya produksi sel darah merah. (Guyton,1997).
Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin turun
dibawah normal.(Wong,2003).
Anemia adalah penurunan dibawah normal dadam jumlah eritrosit, banyaknya hemoglobin,
atau volume sel darah merah, sistem berbagai jenis penyakit dan kelainan (Dorlan, 1998)
C. PATOFISIOLOGI
1. Jumlah efektif eritrosit berkurang menyebabkan jumlah O2 ke jaringan berkurang
2. Kehilangan darah yang mendadak (> 30%) mengakibatkan pendarahan menimbulkan
simtomatologi sekunder hipovolemi dan hipoksia
3. Tanda dan gejala: gelisah, diaforesis (keringat dingin), takikardi,dyspne, syok
4. Kehilangan darah dalam beberapa waktu (bulan) sampai dengan 50% terdapat kompensasi
adalah:
a. Peningkatan curah jantung dan pernafasan
b. Meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin
c. Mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan
d. Redistribusi aliran darah ke organ vital
Salah satu tanda yang sering di kaitkan dengan anemia adalah pucat, ini umumnya sering di
kaitkan dengan volume darah, berkurangnya hemoglobin dan vasokontriksi untuk
memperbesar pengiriman O2 ke organ-organ vital. Karena faktor-faktor seperti pigmentasi
kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit maka warna
kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan dan
membran mukosa mulut serta konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai
kepucatan.
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Pucat oleh karena kekurangan volume darah dan Hb, vasokontriksi
2. Takikardi dan bising jantung (peningkatan kecepatan aliran darah) Angina (sakit dada)
3. Dispnea, nafas pendek, cepat capek saat aktifitas (pengiriman O2 berkurang)
4. Sakit kepala, kelemahan, tinitus (telinga berdengung) menggambarkan berkurangnya
oksigenasi pada SSP
5. Anemia berat gangguan GI dan CHF (anoreksia, nausea, konstipasi atau diare)
E. KLASIFIKASI ANEMIA
1. Anemia pasca-pendarahan (post hemorrhagi)
a. Etiologi
Kehilangan darah karena kecelakaan, operasi, pendarahan usus, ulkus peptikum, pendarahan
karena kelainan obstetric, hemoroid, ankilostomiasis. Jadi umumnya karena kehilangan darah
yang mendadak atau menahun
1). Kehilangan darah mendadak
a). Pengaruh yang timbul segera
Akibat kehilangan darah yang cepat, terjadi reflek kardiovaskular yang fisiolgis berupa
kontraksi arteriola, pengurangan aliran darah atau komponennya ke organ tubuh yang kurang
vital (anggota gerak, ginjal dan sebagainya) dan penambahan alran darah ke organ vital (otak
dan jantung)
Gejala yang timbul tergantung dari cepat dan banyaknya darah yang hilang dan apakah tubuh
masih dapat mengadakan kompensasi.
Kehilangan darah sebanyak 12-15 % akan memperlihatkan gejala pucat, transpirasi,
takikardi, tekanan darah normal atau merendah. Kehilangan sebanyak 15-20 % akan
mengakibatkan tekanan darah menurun dan dapat terjadi renjatan (shock) yang masih
reversibel. Kehilangan lebih dari 20% akan menimbulkan renjatan yang ireversibel dengan
angka kematian yang tinggi.
Pengobatan yang terbaik ialah dengan transfusi darah. Pilihan kedua adalah plasma (plasma
expanders atau plasma substitute). Dalam pemberian darurat cairan intravena dengan cairan
infus apa saja yang tersedia
b). Pengaruh lambat
Beberapa jam setelah pendarahan, terjadi pergeseran cairan ekstravaskular ke intravaskular
yaitu agar isi intravaskular dan tekanan osmotik dapat dipertahankan, tetapi akibatnya terjadi
hemodilusi.
Gejala yang ditemukan ialah leukositosis (15.000-20.000/mm3). Nilai hemoglobin, erirosit
dan hematokrit merendah akibat hemodilusi. Untuk mempertahankan metabolisme, sebagai
kompensasi sistem eritropoetik menjadi hiperaktif. Kadang-kadang terlihat gejal gagal
jantung
e. Pengobatan
Pemberian preparat 60 mg/hari dapat menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr% per bulan. Kini
program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 500 g asam folat. (Saiffudin
2002). Selain itu dapat pula diberikan preparat besi parenteral. Obat ini lebih mahal harganya
dan penyuntikannya harus intra muscular dalam atau ada pula yang dapat diberikan secara
intravena. Preparat besi parenteral hanya diberikan bila pemberian peporal tidak berhasil
Tranfusi darah hanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 5 g% dan disertai dengan keadaan
umum yang tidak baik, misalnya gagal jantung, bronkopneumonia dan sebagainya.
Umumnya jarang diberikan transfusi darah karena perjalanan penyakitnya menahun
3. Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik secara umum mempunyai abnormalitas morfologi dan pematangan
eritrosit tertentu. Morfologi megaloblastik dapat dijumpai pada sejumlah keadaan.
a. Defisiensi asam folat
Folat berlimpah dalam berbagai makanan termasuk sayuran hijau, buah dan orgn binatang
(ginjal, hati).
Defisiensi dalam makanan biasanya disertai pertumbuhan cepat atau infeksi yang dapat
menaikan kebutuhan asam folat.
Kebutuhan atas dasar berat badan pada anak lebih besar dibandingkan pada orang dewasa.
Karena kebutuhan yang meningkat untuk pertumbuhan. Kebutuhan juga meningkat sejalan
dengan pergantian (turnover) jaringan. Susu manusia dan binatang memberi pasokan asam
folat dalam jumlah yang memadai. Susu domba jelas defisien, suplementasi asam folat harus
diberikan bila susu domba merupakan makanan pokok. Jika tidak diberi suplemen, susu
bubuk juga mungkin sumber yang miskin asam folat.
Terapi
Bila diagnosis telah ditegakkan dengan sakit berat, anemia diberikan secara oral atau
parenteral dengan dosis 1-5 mg/24 jam. Jika diagnosis spesifik belum diragukan 50-100
g/24 jam folat dapat diberikan selam 1 minggu sebagai uji diagnostic, atau 1 g/ 24 jam
sianokobalamin parenteral untuk kecurigaan defisiensi vitamin B12. karena respon
hematology dapat diharapkan dalam waktu 72 jam, transfusi hanya terindikasi jika anemia
berat atau anak sakit berat. Terapi asam folat harus diteruskan sampai 3-4 minggu.
b. Defisiensi B12 (kobalamin)
Vitamin B12 dihasilkan dari kobalamin dalam makanan, terutama sumber hewani, produksi
skunder oleh mikiroorganisne.
Defisiensi vitamin B12 dapat disebabkan karena kurang masukan, pembedahan lambung,
konsumsi atau inhibisi kompleks B12- factor intrinsic, abnormalitas yang melibatkan sisi
reseptor di ileum terminal, atau abnormalitas TCII. Meskipun TCI mengikat 80% kobalamin
serum, defisiensi protein ini menyebabkan kadar penurunan B12 tetapi tidak pada anemia
megaloblastik.
Kasus defisiensi terdapat pada bayi minum ASI yang ibunya mempunyai diet kurang atau
yang menderita anemia pernisiosa.
Terapi
Respon hematologist segera akan mengikut pemberian parenteral vitamin B12 (1 mg),
biasanya dengan retikulositosis dalam 2-4 hari, bila tidak ada penyakit peradangan yang
menyertai. Kebutuhan fisiologis vitamin B12 adalah 1-5 g/ 24 jam, dan respon hematologist
telah diamati dengan dosis kecil ini, ini menunjukan bahwa pemberian minim dosis dapat
digunakan sebagai uji terapeutik bila diagnosis defisiensi vitamin B12 diragukan. Jika ada
bukti keterlibatan neurologis, 1 mg harus disuntikkan intramuscular harian selama 2 minggu.
Terapi rumatan perlu selama hidup penderita, pemberian bulanan intramuscular vitamin B12
cukup.
4. Anemia hemolitik
Pada anemia hemolitik, umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur eritrosit 100-120
hari)
Penyakit ini dapat dibagi menjadi dalam 2 golongan besar yaitu:
Golongan dengan penyebab hemolisis yang terdapat dalam eritrosit sendiri. Umumnya
penyebab hemolisis dalam golongan ini ialah kelainan bawaan (konginetal)
Golongan dengan penyebab hemolisis ekstraseluler. Biasanya penyebabnya merupakan
faktor yang didapat (acquired)
a. Gangguan intrakorpuskuler (konginetal)
Kelainan ini umumnya disebabkan oleh karena adanya gangguan metabolisme dalam eritrosit
itu sendiri
Keadaan ini dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
Gangguan pada struktur dinding eritrosit
Gangguan enzim yang mengakibatkan kelainan metabolisme dalam eritrosit
Hemoglobinopatia
b. Gangguan struktur dinding eritrosit
Sferositosis
Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh kelainan membran eritrosit.
Kadang-kadang penyakit ini berlangsung ringan sehingga sukar dikenal. Pada anak gejala
anemianya lebih menyolok daripada dengan ikterusnya, sedangkan pada orang dewasa
sebaliknya. Suatu infeksi yang ringan saja sudah dapat menimbulkan krisis aplastik
Pengobatan
Transfusi darah terutama dalam keadaan krisis. Pengangkatan limpa pada keadaan yang
ringan dan anak yang agak besar (2-3 tahun). Sebaiknya diberikan roboransia
Ovalositosis (eliptositosis)
Pada penyakit ini 50-90% dari eritrositnya berbentuk oval (lonjong). Dalam keadaan normal
bentuk eritrosit ini ditemukan kira-kira 15-20% saja. Penyakit ini diturunkan secara dominan
menurut hukum mendel. Hemolisis biasanya tidak seberat sferositosis. Kadang-kadang
ditemukan kelainan radiologis tulang. Splenektomi biasanya dapat mengurangi proses
hemolisis dari penyakit ini.
A-beta lipropoteinemia
Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang menyebabkan umur eritrosit tersebut
menjadi pendek. Diduga kelainan bentuk eritrosit tersebut disebabkan oleh kelainan
komposisi lemak pada dinding sel
Gangguan pembentukan nukleotida
Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya pada panmielopatia
tipe fanconi
Anemia hemolitik oleh karena kekurangan enzim
Definisi glucose-6- phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)
Defisiensi Glutation reduktase
Defisiensi Glutation
Defisiensi Piruvatkinase
Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI)
Defisiensi difosfogliserat mutase
Defisiensi Heksokinase
terjadi pada satu, dua atau ketiga sistem hemopoetik (eritropoetik, granulopoetik dan
trombopoetik)
Aplasia yang hanya mengenai sistem eritropoetik disebut eritroblastopenia (anemia
hipoplastik), yang hanya mengenai sistem granulopoetik saja disebut agranulositosis
(penyakit schultz), sedangkan yang hanya mengenai sistem trombopoetik disebut
amegakariostik trombositopenik purpura (ATP). Bila mengenai sistem disebut panmiel optisis
atau lazimnya disebut anemia aplastik.
Panmieloptisis (anemia aplastik)
Kecuali jenis kongenital, anemia aplastik biasanya terdapat pada anak berumur lebih dari 6
tahun. Depresi sumsum tulang oleh obat atau bahan kimia, meskipun ,dengan dosis rendah
tetapi berlangsung sejak usia muda secara terus-menerus, baru akan terlihat pengaruhnya
setelah beberapa tahun kemudian. Misalnya pemberian kloramfenikol yang terlampau sering
pada bayi (sejak umur 2-3 bulan), baru akan menyebabkan gejala anemia aplastik setelah ia
berumur lebih dari 6 tahun. Disamping itu pada beberapa kasus gejala sudah timbul hanya
beberapa saat setelah ia kontak dengan gen penyebabnya.
a. Etiologi
Faktor konginetal
Sindrom fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus,
anomali jari, kelainan ginjal dan sebagainya.
Faktor didapat
Bahan kimia: benzene, insektisida, senyawa As, Au, Pb.
Obat: kloramfenikol, mesantoin (antikonvulsan), piribenzamin (antihistamin), santoninkalomel, obat sitostatika (myleran, methrotrexate, TEM, vincristine, rubidomycine, dan
sebagainya)
Radiasi: sinar, rontgen, radioaktif
Faktor individu: alergi terhadap obat, bahan kimia dan lain-lain
Infeksi: tuberkolosis milier, hepatitis dan sebagainya
Lain-lain: keganasan, penyakit ginjal, gangguan endokrin
Idiopatik: merupakan penyebab yang paling sering. Akhir-akhir ini faktor imunologis telah
dapat menerangkan etiologi golongan idiopatik ini.
b. Gejala klinis dan Hematologis
Pada prinsipnya berdasarkan gambaran sumsum tulang yang berupa aplasia sistem
eritropoetik, granulopoetik dan trompoetik, serta aktifitas relatif sistem limfopoetik dan RES
Aplasia sistem eritropoetik dalam darah tepi akan terlihat sebagai retikulositopenia yang
disertai dengan merendahnya kadar Hb, hematrokit dan hitung eritrosit. Klinis klien akan
terlihat pucat dan berbagai gejala anemia lainya seperti anoreksia, lemah, palpitasi, sesak
karena gagal jantung dan sebagainya.
c. Pengobatan
Prednison dan testosteron
Prednison diberikan dengan dosis 2-5 mg/kgbb/hari peroral, sedangkan testosteron dengan
dosis 1-2 mg/kgbb/hari sebaiknya secara parenteral. Penyelidikan terakhir menunjukkan
bahwa testosteron lebih baik diganti dengan oksimetolon yang mempunyai daya anabolik dan
merangsng sistem. Hematopoetik lebih kuat dan diberikan dengan dosis 1-2 mg/kgbb/hari
peroral. Pada pemberian oksimetolon ini hendaknya diperhatikan fungsi hati.
Pengobatan biasanya berlangsung berbulan-bulan, bahkan dapat sampai bertahun-tahun. Bila
telah terdapat remisi, dosis obt diberikan separuhnya dan jumblah sel darah diawasi setiap
minggu. Kemudian jika terjadi relaps, dosis obat harus diberikan penuh kembali.
Transfusi darah
Transfusi darah diberikan jika hanya diperlukan. Pada keadaan yang sangat gawat
(pendarahan masif, pendarahan otak dan sebagainya) dapat diberikan suspensi trombosit
Pengobatan terhadap infeksi sekunder
Untuk menghindarkan dari infeksi, sebaiknya diisolasi dalam ruangan yang suci hama.
Pemberian obat antibiotika hendaknya dipilih yang tidak menyebabkan depresi sumsum
tulang. Kloramfenikol tidak boleh diberikan.
Makanan
Disesuaikan dengan keadaan, umumnya diberikan makanan lunak. Hati-hati pada pemberian
makanan melalui pipa lambung karena mungkin menyebabkan luka/pendarahan pada waktu
pipa dimasukkan
Istirahat
Untuk mencegah terjadinya pendarahan, terutama pendarahan otak.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi umum anemia meliputi:
1. Gagal jantung
Gagal jantung adalah pemberhentian sirkulasi normal darah dikarenakan kegagalan dari
ventrikel jantung untuk berkontraksi secara efektif pada saat systole. Akibat kekurangan
penyediaan darah, menyebabkan kematian sel dari kekurangan oksigen. Cerebral hypoxia,
atau kekurangan penyediaan oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan
berhenti bernafas dengan tiba-tiba.
2. Kejang
Gerakan yang tidak dikendalikan karena ada masalah di otak disebut kejang.
3. Perestesia
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Lakukan pengkajian fisik
b. Dapatkan riwayat kesehatan, termasuk riwayat diet
c. Observasi adanya manifestasi anemia
Manivestasi umum
Kelemahan otot
Mudah lelah
Kulit pucat
Manivestasi system saraf pusat
Sakit kepala
Pusing
Kunang-kunang
Peka rangsang
Proses berpikir lambat
Penurunan lapang pandang
Apatis
Depresi
Syok (anemia kehilangan darah)
Perfusi perifer buruh
4. Pilih teman sekamar yang sesuai dengan usia dan minat yang sama.
5. Pertahankan posisi fowler tinggi.
6. Ukur tanda vital selama istirahat.
3. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan sistem pertahanan tubuh Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam mampu untuk mengidentifikasi perilaku
untuk mencegah menurunkan infeksi.
Kriteria Hasil:
1. Klien.
2. Klien tidak menunjukkan bukti infeksi. 1. Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi
perawatan dan klien.
2. Pertahankan teknik aseptik ketat pada prosedur perawatan.
3. Berikan perawatan kulit.
4. Lindungi anak dari kontak dengan individu yang terinfeksi.
5. Pantau suhu.
1. Mencegah terjadinya kontaminasi bakterial.
2. Menurunkan resiko infeksi bakteri.
3. Menurunkan resiko kerusakan kulit atau jaringan.
4. Untuk meminimalkan pemejanan pada organisme infektif.
5. Adanya bukti infeksi dan membutuhkan pengobatan.
4. Resiko perdarahan b/d penurunan faktor pembekuan darah
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 24 jam diharapkan klien dapat mnurunkan
resiko perdarahan.
Kriteria hasil:
1. mempertahankan homeastasis dengan tanpa perdarahan.
2. menunjukkan perilaku penurunan resiko perdarahan.
Mandiri
1. Awasi nadi, TD, dan CVP bila ada.
2. Catat perubahan mental atau tngkat kesadaran
3. Dorong menggunakan sikat gigi halus
4. Gunakan jarum kecil untuk injeksi, tekan lebih lama pada bagian bekas suntikan.
5. Hindarkan penggunaan produk yang mengandung aspirin
kolaborasi
6. Awasi Hb/Ht dan faktor pembekuan
7. Berikan obat sesuai indikasi. Vitamin tambahan (contoh: vit K, D, C)
1. Peningkatan nadi dengan penurunan TD dan CVP dapat menunjukkan kehilangan volume
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah
rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Nelson,1999).
Anemia berarti kekurangan sel darah merah, yang dapat di sebabkan oleh hilangnya darah
yang terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya produksi sel darah merah. (Guyton,1997).
Macam-macam atau klasifikasi dari anemia berdasarkan etiolognya yaitu: anemia pasca
pendarahan (kehilangan darah mendadak, kehilangan darah menahun), anemia defisiensi besi,
anemia megaloblastik (defisiensi asam folat dan B12), anemia hemolitik dan anemia aplastik
DAFTAR PUSTAKA
Abdulrrahman, dkk. 1995. Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Unifersitas. Jakarta
Behrman, Ricard E et all. Ilmu Kesehatan Anak. Vol 2. Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C. 1997. Fisiologi Kedokteran. Ed 9. Jakarta: EGC.
Price & Wilson. 1995. Patofisiologi. Jakarta: EGC
Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik/ Donna L. Wong: alih bahasa
Monika ester, editor edisi bahasa indonesia, Sari kurniasih. Ed 4. Jakarta: EGC
Diposkan oleh aziz awaludin di 00:35
Label: laporan pendahuluan
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
ASUHAN KEPERAWATAN
aziz awaludin
Pengikut
Arsip Blog
2011 (15)
2010 (9)
o Februari (9)
LIMFADENINTIS TUBERKULOSIS
LP GE Pada Anak
askep GGK
Info
aziz awaludin
Lihat profil lengkapku
Template Ethereal. Diberdayakan oleh Blogger.