Anda di halaman 1dari 97

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Puskesmas Gending sebelumnya bernama PUSKESMAS TERMINAL
Beralamat di jalan Veteran no 1. Dinamakan Puskesmas Terminal
terletak diterminal Gresik

(waktu itu)

karena

dan lokasinya didesa Singosari,

sebelah timur dari perempatan Mc D. tempat itu sekarang sudah beralih


fungsi menjadi pertokoan dan perkantoran.
Sejak pindah lokasi di jalan Veteran no 175A Kebomas Gresik pada
tahun

1998, Puskesmas Terminal berubah nama menjadi

PUSKESMAS

GENDING. Dinamakan Puskesmas Gending karena terletak didesa Gending.


Pindahnya Puskesmas tidak
mempengaruhi
system administrasi
maupun wilayah kerja.

Wilayah binaan tetap meliputi 10 desa/kelurahan

yang ada di sebelah Timur dan selatan dari peta wilayah

kecamatan

Kebomas. Yang berubah pada awal kepindahan adalah jumlah kunjungan


menjadi melorot tajam. Hal ini dimungkinkan karena lokasi baru ini jauh dari
pemukiman penduduk dan rawan terjadi kecelakaan.
Tahun berikutnya puskesmas Gending mengalami perubahan yang
significan. Mulai macam
puskesmas.

pelayanan hinggga Program inovatif pendukung

Contoh : semula hanya ada Poli Umum, Poli Gigi dan KIA.

Tahun 2005 ada Poli Anak, tahun 2007 ada fasilitas UGD, tahun 2008 ada
Poli Deteksi Dini Kanker, tahun 2009 ada pelayanan Persalinan (Ruang
Bersalin),tahun 2010 ada rintisan : Ruang Konsultasi Gizi Balita, Ruang
Konseling, Ruang Deteksi Dini Tumbuh Kembang , R. Pelayanan Haji. Meski
ada beberapa Program pelayanan yang belum optimal, namun semua itu
membuat Puskesmas Gending menjadi lebih mampu menjawab kebutuhan
masyarakat sekitar.
Puskesmas gending mulai mengadakan pembenahan lokasi yang semula
hanya kecil (Bangunan induk berbentuk U) diperluas. Pertama kali diperluas
untuk bangunan kantor dibelakang sendiri, menggunakan dana anggaran
pemda th 2003. Tahun 2008 kembali mendapat anggaran pembangunan, kali
ini untuk renovasi rumah dinas dan bangunan baru di samping kiri dari
bangunan induk puskesmas.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka didapatkanlah rumusan


masalah sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Bagaimana konsep patien safety ?


Bagaimana konsep dasar mutu pelayanan kesehatan atau keperawatan?
Bagaimana konsep perencanaan kebutuhan kerja?
Bagaimana konsep penilaian kerja?
Bagaimana konsep menajemen perubahan?
Bagaimana konsep komunikasi dalam organisasi?
g. Bagaimana konsep manajemen metode fungsional tim primer dan

modifikasi tim primer ?


1.3 Tujuan
1.1.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat memahami apa yang yang menjadi tolak
ukur dalam konsep manajemen keperawatan di puskesmas
1.1.2

gending .
Tujuan Khusus
Untuk Mengetahui konsep patien safety
Untuk Mengetahui konsep dasar mutu pelayanan kesehatan

atau keperawatan
Untuk Mengetahui konsep perencanaan kebutuhan kerja
Untuk Mengetahui konsep penilaian kerja
Untuk Mengetahui konsep menajemen perubahan
Untuk Mengetahui konsep komunikasi dalam organisasi
Untuk Mengetahui konsep manajemen metode fungsional tim

primer dan modifikasi tim primer


1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat bagi Mahasiswa
Dapat di jadikan salah satu refrensi untuk belajar,selain itu
makalah ini dapat di jadikan sebagai salah satu refrensi dalam
melakukan alam konsep manajemen keperawatan tentang tolak
1.4.2

ukur di puskesmas gending .


Bagi Institusi
a) Dapat di jadikan salah satu karya tulis ilmiah dapat di jadikan
referensi dalam acuan belajar.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Standar Keselamatan Pasien


Standar Keselamatan Pasien Standar keselamatan pasien menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Pasal 7 ayat (2) meliputi:

2.1.1 Hak pasien Standarnya adalah pasien & keluarganya mempunyai hak
untuk mendapatkan informasi tentang rencana & hasil pelayanan
termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).
Kriterianya adalah sebagai berikut:
a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib

membuat

rencana pelayanan
c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan
penjelasan yang jelas dan benar kepada pasien dan keluarga
tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau
prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya
KTD
2.1.2 Mendidik pasien dan keluarga Standarnya adalah RS harus mendidik
pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien
dalam asuhan pasien. Kriterianya adalah keselamatan dalam
pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien
adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada
sistim dan mekanisme mendidik pasien & keluarganya tentang
kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan
pendidikan tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:
a.
b.
c.
d.
e.

Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur


Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan

RS

f.

Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa g.


Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
2.1.3 Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan; Standarnya
adalah RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin
koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan dengan kriteri
sebagai berikut:
a. Koordinasi pelayanan secara menyeluruh
b. Koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan
sumber daya
c. Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
d. Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
2.1.4. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi
dan program peningkatan keselamatan pasien. Standarnya adalah

RS harus mendisain proses baru atau memperbaiki proses yang ada,


memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif KTD, & melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta KP dengan kriteria sebagai berikut:
a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design)
yang baik, sesuai dengan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan
Pasien Rumah Sakit.
b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi
hasil analisis
2.1.5 Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
1. Pimpinan dorong & jamin implementasi program KP melalui
penerapan 7 Langkah Menuju KP RS.
2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi
risiko KP & program mengurangi KTD.
3. Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit
& individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang KP
4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk
mengukur, mengkaji, & meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan
KP.
5. Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja RS & KP, dengan criteria sebagai berikut:
a)

Terdapat

tim

antar

disiplin

untuk

mengelola

program

keselamatan pasien.
b) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan
dan program meminimalkan insiden,
c) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua
komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
d) Tersedia prosedur cepat-tanggap terhadap insiden, termasuk
asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi
risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar
dan jelas untuk keperluan analisis.
e) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan
dengan insiden,
f) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden

g) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela


antar unit dan antar pengelola pelayanan
h) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
i) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi
menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas
perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien
2.1. 6 Mendidik staf tentang keselamatan pasien
a. RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap
jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.
b. RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan
untuk meningkatkan & memelihara kompetensi staf serta
mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien,
dengan kriteria sebagai berikut:
1) Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang
memuat topik keselamatan pasien
2) Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap
kegiatan inservice training dan memberi pedoman yang jelas
tentang pelaporan insiden.
3) Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
2.1.7 Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien Standarnya adalah:
a. RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP
untuk memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal.
b. Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat, dengan
criteria sebagai berikut:
1) Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain
proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi
tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.
2)

Tersedia

mekanisme

identifikasi

masalah

dan

kendala

komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada.


2.1.8 Medical Error
Medication

error adalah

suatu

kesalahan

dalam

proses

pengobatan yang masih berada dalam pengawasan dan tanggung

jawab profesi kesehatan, pasien atau konsumen, dan seharusnya


dapat dicegah (Cohen, 1991, Basse & Myers, 1998). Dalam Surat
Keputusan Menteri Kesehatan RINomor1027/MENKES/SK/IX/2004
disebutkan bahwa pengertian medication error adalah kejadian yang
merugikan pasien, akibat pemakaian obat selama dalam penanganan
tenaga

kesehatan,

yang

sebetulnya

dapat

dicegah.

Kejadian Medication Error dibagi dalam 4 fase, yaitu fase prescribing,


fase transcribing, fase dispensing dan fase administration oleh pasien.
Medication error pada fase prescribing adalah error yang terjadi pada
fase penulisan resep. Fase ini meliputi: obat yang diresepkan tidak
tepat indikasi, tidak tepat pasien atau kontraindikasi, tidak tepat obat
atau ada obat yang tidak ada indikasinya, tidak tepat dosis dan aturan
pakai. Pada fase transcribing, error terjadi pada saat pembacaan resep
untuk prosesdispensing. Error pada fase dispensing terjadi pada saat
penyiapan

hingga

penyerahan

Sedangkan error pada

resep

oleh

petugas

fase administration adalah error yang

apotek.
terjadi

pada proses penggunaan obat. Fase ini dapat melibatkan petugas


apotek dan pasien atau keluarganya.

Menurut Cohen (1991) dari fase-fase medication error di atas,


dapat dikemukakan bahwa faktor penyebabnya dapat berupa:
1. Komunikasi yang buruk, baik secara tertulis (dalam resep) maupun
secara lisan (antar pasien, dokter dan apoteker).
2. Sistem

distribusi

obat

yang

kurang

mendukung

(sistem

komputerisasi, sistem penyimpanan obat, dan lain sebagainya).


3. Sumber daya manusia (kurang pengetahuan, pekerjaan yang
berlebihan).
4. Edukasi kepada pasien kurang.

5. Peran pasien dan keluarganya kurang.


Hasil cohort study oleh Kozer, et al (2005) melibatkan 1532
peresepan pasien anak-anak di ICU 12 Rumah Sakit di Amerika yang
disampling

secara

random,

mengalami medication

sekitar

error yang

10%

terinci

di

antaranya

menjadi prescribing

error (10.1%) dan drug administration error (3,9%). Medication error pada
anak-anak merupakan kejadian yang penting, jika dibandingkan dengan
kejadian pada dewasa maka potensi merugikannya tiga kali lipat. Dari
studi

terhadap

terjadi error.

10788

Sejumlah

peresepan
120

pediatri,

(19,5%)

616

termasuk

potensial
kategori

untuk
sangat

membahayakan, 115 (18,7%) potensial terjadi ADR(Adverse Drug


Reaction), 5 kasus (0,8%) adalah ADR yang dapat dicegah. Sehubungan
dengan

hal

tsb.,

ada

tiga

cara

yang

dinyatakan

dapat

mencegah medication error yaitu:


1) Penulisan resep oleh dokter secara komputerisasi (76%).
2) Ward clinical pharmacist (81%).
3) Peningkatan komunikasi antar dokter, apoteker/perawat dan pasien
(86%) (Fortescue et al, 2003).
Berdasarkan

laporan

dari USP Medication

Error

Reporting

Program, beberapa hal berikut dapat dilakukan ketika dokter menulis


resep untuk mencegah salah interpretasi terhadap penulisan resep, yaitu:
1) Mencantumkan identitas dokter yang tercetak dalam kertas resep.
2) Menuliskan nama lengkap obat (dianjurkan dalam nama generik),
kekuatan, dosis dan bentuk sediaan.
3) Nama pasien, umur dan alamat, juga berat badan dan nama orang
tua untuk pasien anak (Katzung and Lofholm, 1997).
Dalam

Surat

Keputusan

Menteri

Kesehatan

RI

Nomor

1027/MENKES/SK/IX/2004 disebutkan bahwa Apoteker harus memahami


dan

menyadari

kemungkinan

terjadinya

kesalahan

pengobatan

(medication error) dalam proses pengobatan. Dalam pelayanan resep


Apoteker harus melakukan skrining resep yang meliputi:
1) Persyaratan administratif
a. nama, SIP dan alamat dokter,
b. tanggal penulisan resep,
c. tanda tangan / paraf dokter penulis resep,
d. nama, alamat, umur jenis kelamin dan berat badan pasien,
e. nama obat, potensi, dosis dan jumlah yang diminta,
f. cara pemakaian yang jelas,
g. informasi lainnya).
2) Kesesuaian farmasetika
a. bentuk sediaan,
b. dosis,
c. potensi,
d. stabilitas,
e. inkompatibilitas,
f. cara dan lama pemberian).
3) Pertimbangan klinis
a. efek samping,
b. alergi,
c. interaksi,

d. kesesuaian indikasi, dosis, pasien, dan lain-lain).


2.1.9 Indikator Patient Safety
Indikator patient safety merupakan ukuran yang digunakan untuk
mengetahui tingkat keselamatan pasien selama dirawat di rumah sakit.
Indikator ini dapat digunakan bersama dengan data pasien rawat inap
yang sudah diperbolehkan meninggalkan rumah sakit. Indikator patient
safety bermanfaat untuk menggambarkan besarnya masalah yang
dialami pasien selama dirawat di rumah sakit, khususnya yang
berkaitan

dengan

berbagai

tindakan

medik

yang

berpotensi

menimbulkan risiko di sisi pasien. Dengan mendasarkan pada IPS ini


maka rumah sakit dapat menetapkan upaya-upaya yang dapat
mencegah timbulnya outcome klinik yang tidak diharapkan pada
pasien (Mulyati dan Sufyan, 2008).
Secara umum indikator patient safety terdiri atas 2 jenis, yaitu
indikator patient safety tingkat rumah sakit dan indikator patient safety
tingkat area pelayanan.
1. indikator tingkat rumah sakit (hospital level indicator) digunakan untuk
mengukur potensi komplikasi yang sebenarnya dapat dicegah saat
pasien mendapatkan berbagai tindakan medik di rumah sakit.
Indikator

ini hanya

mencakup

kasus-kasus yang

merupakan

diagnosis sekunder akibat terjadinya risiko pasca tindakan medik.


2. Indikator tingkat area mencakup semua risiko komplikasi akibat
tindakan medik yang didokumentasikan di tingkat pelayanan
setempat (kabupaten/kota). Indikator ini mencakup diagnosis utama
maupun diagnosis sekunder untuk komplikasi akibat tindakan
medik.Indikator patient safety bermanfaat untuk mengidentifikasi
area-area pelayanan yang memerlukan pengamatan dan perbaikan
lebih lanjut, seperti misalnya untuk menunjukkan:
a. Adanya penurunan mutu pelayanan dari waktu ke waktu.
b. bahwa suatu area pelayanan ternyata tidak memenuhi standar
klinik atau terapi sebagaimana yang diharapkan
c. tingginya variasi antar rumah sakit dan antar pemberi pelayanan
d. disparitas geografi antar unit-unit pelayanan kesehatan
(pemerintah vs swasta atau urban vs rural) (Dwiprahasto, 2008).

Selain penjelasan diatas metode tim perlu menjadi strategi dalam


penanganan patient safety karena metode tim merupakan metode
pemberian asuhan keperawatan, yaitu seorang perawat professional
memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan
asuhan

keperawatan

pada

sekelompok

pasien

kooperatif dan kolaboratif. Pada metode ini juga

melalui

upaya

memungkinkan

pelayanan keperawatan yang menyeluruh. Adanya pemberian asuhan


keperawatan terhadap sekelompok pasien. Jadi dengan pemberian
asuhan keperawatan yang menyeluruh kepada pasien diharapkan
keselamatan pasien dapat diperhatikan, sehingga dapat meningkatkan
mutu pelayanan
Patient safety merupakan masalah kesehatan global yang serius.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di negara maju satu dari sepuluh
pasien yang mendapatkan cidera selama mendapatkaan perawatan di
rumah sakit. Di negara berkembang, pasien yang dirugikan selama
proses perawatan di rumah sakit kemungkinan lebih tinggi jika
dibandingkan dengan negara-negara maju. Risiko kesehatan terkait
dengan infeksi di negara-negara berkembang sebanyak 20 kali dari
pada negara maju. Dalam beberapa tahun terakhir ini, negara telah
menyadari pentingnya meningkatkan patient safety. Menurut Peraturan
Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

1691/Menkes/Per/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah


Sakit, keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi
asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi
untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Depkes,
2011).
2.1.10 Tujuan Indikator pasien safety
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS
2. Meningkatnya akun tabilitas rumah sakit terhadap pasien dan
masyarakat.

3. Menurunnya kejadian tidak diinginkan di RS


4. Terlaksananya program-program pencegahan shg tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diinginkan.

2.1.11 Tolak ukur

INDIKATOR PENILAIAN SASARAN KESELAMATAN PASIEN


( PATIENT SAFETY )
1. Ketepatan identifikasi pasien
NO
1

SKP

NILAI
2
3

Pasien diidentifikasi menggunakan dua


identitas pasien, tidak boleh menggunakan

lokasi kamar atau nomor pasien.


Pasien diidentifikasi sebelum pemberian

obat, darah, atau produk darah.


Pasien diidentifikasi sebelum darah dan

spesimen lain untuk pemeriksaan klinis.


Pasien diidentifikasi sebelum pemberian

pengobatan dan tindakan/prosedur.


Kebijakan dan prosedur mengarahkan
pelaksanaan identifikasi yang konsisten
pada semua situasi dan lokasi.
Total

Prinsip
1. Semua pasien rawat inap, IGD, dan yang akan menjalani suatu proedur harus
diindentifikasi dengan benar saat masuk rumah sakit dan selama masa
perawatannya
2. Kapanpun dimungkinkan, pasien rawat inap harus menggunakan gelang
pengenal dengan minimal 2 data (nama pasien, tanggal lahir)
3. Tujuan utama tanda pengenal ini adalah untuk mengidentifikasi pemakainya.

4. Tanda pengenal ini digunakan pada proses untuk mengudentifikasi pasien


ketika pemberian obat, darah, atau produk darah : pengambilan darah dan
spesimen lain untuk pemeriksaan klinis atau pemberian pengobatan atau
tindakan lain.

2. Peningkatan komunikasi yang efektif


N
O
1

SKP

NILAI
2
3

Perintah lengkap secara lisan dan yang


melalui

telefon

atau

hasil

pemeriksaan

dituliskan secara lengkap oleh penerima


2

pemerintah
Perintah lengkap lisan dan telepon atau hasil
pemeriksaan

kembali

secara

lengkap oleh pemerntah.


Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi
oleh

dibacakan

pemberi

perintah

atau

yang

menyampaikan hasil pemeriksaan


Kebijaka
dan
prosedur
mengarahkan
pelaksanaan ferifikasi keakuratan komunikasi
lisan atau melalui telepon secara konsisten
Total

3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high alert)


N
O
1

SKP
Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan
agar memuat proses identifikasi, menetapkan
lokasi, pemberian label, dan penyimpanan

2
3

elektrolit konsentrat
Implementasi kebijakan dan prosedur
Elektrolit konsentrat tidak berada di unit
pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan
secara klinis dan tindakan diambil untuk

NILAI
2
3

mencegah pemberian yang kurang hati hati di


area tersebut sesuai kebijakan
Total
4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi
N
O
1

SKP

NILAI
2
3

NILAI
2
3

Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang


jelas dan dimengerti untuk identifikasi lokasi
operasi dan melibatkan pasien dalam proses

penandaan
Rumah sakit menggunakan suatu checklist
atau proses lain untuk memferikasi saat
preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan
tepat pasien dan semua dokumen serta
peralatan yang diperlukan tersedia, tempat
dan fungsional

Tim operasi Yang lengkap menerapkan


dan mencatat prosedur sebelum insisi
tepat
sebelum
dimulainya
suatu
prosedur/tindakan pembedahan

Kebijaka

dan

prosedur

mengarahkan

pelaksanaan ferifikasi keakuratan komunikasi


lisan atau melalui telepon secara konsisten
Total
5. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
N
O
1

SKP
Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi
hand hygiene terbaru yang diterbitkan dan
sudah diterima secara umum (al.dari WHO

Patient safety)
Rumah sakit menerapkan program hand
hygiene yang efektif.

Kebijakan
dan
atau
prosedur
dikembangkan
untuk
mengarahkan
pengurangan
secara
berkelanjutan
resiko dari infeksi yang terkait dari
pelayanan kesehatan.

Total
6. Pengurangan resiko pasien jatuh
N
O
1

SKP

NILAI
2
3

Rumah sakit menerapkan proses asesmen


awal atas pasien terhadap resiko jatuh dan
melakukan

asesmen

ulang

pasien

bila

diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau


2

pengobatan, dan lain-lain.


Langkah-langkah
diterapkan

untuk

mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang


pada hasil asesmen dianggap berisiko jatuh
3

Langkah-langkah dimonitor hasinya,


baik keberhasilan pengurangan cedera
akibat jatuh dan dampak dari kejadian
diharapan.

Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan


untuk

mengarahkan

pengurangan

berkelanjutan risiko pasien cedera akibat


jatuh di rumah sakit.
Total

STANDAR PERLENGKAPAN PUSKESMAS


No
1
2

Sarana/Alat
Stetoskop
Tensi meter

Nilai
1

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Kelengkapan obat
Termometer
Timbangan
Standar infus
Bad pasien
Sterilisator
Stok handscoon
Stok oksigen
Stok masker
handscrub
handwash
Wastafel
Tissue
Kursi roda
Kebersihan lantai
Kebersihan kamar mandi

2.2 Konsep Dasar Mutu Pelayanan Kesehatan


2.1.1 Pengertian
Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa
pelayanan

yang

berhubungan

dengan

kemampuanya

untuk

memberikan kebutuhan kepuasan (American Society for Quality


Control).
Mutu adalah kesesuaian terhadap permintaan persyaratan (The
Conformance of Requirements - Philip B. Crosby). Mutu pelayanan
kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan
setiap jasa pemakai pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat
kepuasan rata- rata penduduk serta penyelenggaraannya sesuai
dengan standar dan kode etik profesi (Asrul Azwar,1996).
Mutu pelayanan kesehatan adalah penampilan yang pantas atau
sesuai (yang berhubungan dengan standar-standar) dan suatu

intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan hasil kepada


masyarakat

yang

bersangkutan

dan

yang

telah

mempunyai

kemampuan untuk menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan,


ketidakmampuan dan kekurangan gizi (Djoko Wijono, 2000).
Definisi mutu menurut pakar utama dalam manajemen mutu terpadu
(totalquality management) adalah sebagai berikut:
1. Menurut Juran (V. Daniel Hunt, 1993:32), mutu produk adalah
kecocokanpenggunaan produk (fitneess for use) untuk memenuhi
kebutuhan dan kepuasanpelanggan.
2. Crosby (1979:58) menyatakan mutu adalah conformance to
requirement, yaitusesuai dengan yang disyaratkan atau di
standarkan.
3. Menurut Deming (1986:7), mutu adalah kesesuaian dengan
kebutuhan pasar ataukonsumen.
4. Mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan
produk,manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan
yang memenuhi ataumelebihi harapan pelanggan atau konsumen.
5. Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa
pelayanan

yangberhubungan

memberikan

kebutuhan

dengan

kemampuan

kepuasanpelanggan

(ASQC

untuk
dalam

Wijoyo,1999)
6. Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau
jasa yangdihasilkan, didalamnya terkandung sekaligus pengertian
akan adanya rasa amandan terpenuhinya kebutuhan para
pengguna barang atau jasa yang dihasilkantersebut (Din ISO
8402, 1986).
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa mutu pelayanan
kesehatan

adalah

kesesuaian

pelayanan

kesehatan

dengan

kebutuhanklien/konsumen/pasar atau melebihi harapan.


Meskipun tidak ada definisi mutu yang diterima secara universal,
namun daridefinisi di atas dapat diambil beberapa elemen sebagai
berikut:
a. Mutu

mencakup

usaha

memenuhi

atau

melebihi

harapan

pelanggan dalampelayanan kesehatan.


b.
Mutu mencakup produk, jasa manusia, proses dan lingkungan.
c.
Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah
2.2.2 Persepsi Mutu Pelayanan Kesehatan
Setiap mereka yang terlibat dalam layanan kesehatan seperti
pasien,masyarakat

dan organisasi masyarakat,

profesi layanan

kesehatan, dinas kesehatan,dan pemerintah daerah, pasti mempunyai


persepsi yang berbeda tentang unsurpenting dalam menentukan mutu
layanan kesehatan. Perbedaan ini antara laindisebabkan oleh
terdapatnya

perbedaan

latar

belakang,

pendidikan,

pengetahuan,pekerjaan, pengalaman, lingkungan dan kepentingan.


1. Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan/masyarakat
Pasien/masyarakat (konsumen) melihat layanan kesehatan yang
bermutusebagai suatu layanan kesehatan yang dapat memenuhi
kebutuhan dandiselenggarakan dengan cara yang sopan dan
santun,

tepat

keluhannya

waktu,

serta

tanggap

mencegah

danmampu

menyembuhkan

berkembangnya

ataumeluas

penyakitnya.Pandangan pasien ini sangat penting karena pasien


yang merasa puas akanmematuhi pengobatan dan mau datang
berobat

kembali.

kesehatan

dan

yangdilayaninya

Pemberi

layanan

harusmemahami

kebutuhan

layanan

kesehatan

dan

mendidik

masyarakat

status

masyarakat

tentang

layanan

kesehatan dasar danmelibatkan masyarakat dalam menentukan


bagaimana cara yang paling efektif menyelenggarakan layanan
kesehatan, sehingga diperlukan suatu hubungan yangsaling
percaya antara pemberi layanan kesehatan atau provider dengan
pasien/masyarakat.
2. Bagi pemberi layanan kesehatan
Pemberi layanan kesehatan (provider)

mengaitkan

layanan

kesehatan yangbermutu dengan ketersediaan peralatan, prosedur


kerja atau protokol, kebebasanprofesi dalam melakukan setiap
layanan kesehatan sesuai dengan teknologikesehatan mutakhir,
dan bagaimana keluaran (outcome) atau hasil layanankesehatan
tersebut.Komitmen dan motivasi pemberi layanan kesehatan
bergantung pada kemampuannya dalam melaksanakan tugas
dengan

cara

membutuhkan

yang
dan

optimal.

Profesilayanan

mengaharapkan

kesehatan

adanya

dukungan

teknis,administratif, dan layanan pendukung lainnya yang efektif


serta efisien dalam menyelenggarakan layanan kesehatan yang
bermutu tinggi.
3. Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan
Penyandang dana atau asuransi kesehatan menganggap bahwa
layanan

kesehatan

yang

bermutu

sebagai

suatu

layanan

kesehatan yang efektif dan efisien. Pasien diharapkan dapat


disembuhkan dalam waktu yang sesingkat mungkin sehingga biaya
pengobatan dapat menjadi efisien. Kemudian upaya promosi
kesehatandan pencegahan penyakit akan ditingkatkan agar
layanan kesehatan penyembuhan semakin berkurang.
4. Bagi pemilik sarana layanan kesehatan
Pemilik sarana layanan kesehatan berpandangan bahwa layanan
kesehatan yangbermutu merupakan layanan kesehatan yang
menghasilkan

pendapatan

yangmampu

menutupi

biaya

operasional dan pemeliharaan, tetapi dengan tarif yangmasih


terjangkau oleh pasien/masyarakat, yaitu pada tingkat biaya yang
tidakmendapat keluhan dari pasien dan masyarakat.
5. Bagi administrator layanan kesehatan
Administrator walau tidak langsung memberikan

layanan

kesehatan pada masyarakat, ikut bertanggung jawab dalam


masalah mutu layanan kesehatan.Administrator dapat menyusun
prioritas dalam menyediakan apa yang menjadi kebutuhan dan
2.2.3

harapan pasien serta pemberi layanan kesehatan.


Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan
Menurut Robert dan Prevost (1987) perbedaan dimensi tersebut
adalah:
1. Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan
petugasdalam

memenuhi

kebutuhan

pasien,

kelancaran

komunikasi antara petugas dengan pasien, keprihatinan serta


keramah-tamahan

petugas

dalam

melayanipasien,

atau

kesembuhan penyakit yang sedang diderita oleh pasien.


2. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian
pelayanan yang diselenggarakan dengan ilmu dan teknologi
kesehatan, standar dan etika profesi, dan adanya otonomi profesi
pada waktu menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan kebutuhan pasien.
3. Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi efesiensi
pemakaian

sumber

dana,

kewajaran

pembiayaan,

atau

kemampuan dari pelayanan kesehatan mengurangi kerugian Untuk


memberikan pelayanan kesehatan yang optimal, banyak syarat
yangharus dipenuhi, syarat yang dimaksud mencakup delapan hal

pokok

yakni:tersedia

(available),

wajar

(appropriate),

berkesinambungan (continue), dapat diterima (acceptable), dapat


dicapai (accesible), dapat dijangkau (affordable),efisien (efficient)
serta bermutu (quality).
Menurut Parasuraman dkk (1985) ada lima dimensi untuk menilai mutu
pelayanan kesehatan yaitu :
1. Kehandalan (Reliability)
Yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan
sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya, kinerja harus
sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu,
pelayanan yang sama untuk semuapelanggan tanpa kesalahan,
sikap sempati dan dengan akurasi yang tinggi, memberikan
informasi

yang

akurat,

sehingga

ketrampilan,

kemampuan

danpenampilan dalam menyelesaikan pekerjaan yang diberikan


sesuai denganapa yang ditetapkan sehingga menimbulkan rasa
percaya pasien terhadap pelayanan yang diberikan.
2. Empati (Emphaty)
Meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang
baik,perhatian pribadi dan memahami kebutuhan para pasien.
Disamping ituempati dapat diartikan sebagai harapan pasien yang
dinilai berdasarkan kemampuan petugas dalam memahami dan
menempatkan diri pada keadaanyang dihadapi atau dialami
pasien.Empati diyakini berpengaruh terhadap hasil komunikasi
dalam berbagaitipe dari hubungan-hubungan sosial kita sehari-hari,
tanpa empati komunikasi diantara petugas kesehatan dengan
pasien akan mengurangi kualitas pelayanan kesehatan. Empati
yakni peduli, memberi perhatian pribadi dengan pasien ataudengan
kata lain kemampuan untuk merasakan dengan tepat perasaan
oranglain dan untuk mengkomunikasikan pengertian ini kapada
orang trsebut.Sikap petugas yang sabar dan telaten dalam
menghadapi pasien cukupmemberikan harapan yang baik kepada
pasien, disamping itu petugas memiliki rasa hormat, bersahabat,
memahami keadaan yang dialami pasiendengan baik merupakan
harapan para pasien.
3. Berwujud (Tangibles)
Kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan aksistensinya
kepada pihak ekseternal, dimana penampilan dan kemampuan
sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan

sekitarnya adalah bukti nyata pelayanan yang diberikan oleh


pemberi jasa yaitu meliputi fasilitas fisik (gedung), perlengkapan
dan peralatan yang digunakan (teknologi), dan penampilan
pegawai serta media komunikasi.
4. Ketanggapan (Responsiveness)
Yaitu suatu kemampuan untuk membantu dan memberikan
pelayanan yang tepat pada pasien, dengan menyampaikan
informasi yang jelas, jangan membiarkan pasien menunggu tanpa
adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang
negatif dalam kualitas pelayanan.
5. Jaminan Kepastian (Assurance)
Yaitu mencakup pengetahuan,

kesopanan

dan

sifat

dapat

dipercaya yang dimiliki petugas kesehatan, bebas dari bahaya,


resiko atau keragu-raguan.Asuransi diartikan sebagai salah satu
kegiatan menjaga kepastian atau menjamin keadaan dari apa yang
dijamin atau suatu indikasi menimbulkan rasa kepercayaan selain
itu dimensi mutu pelayanan kesehatan meliputi:
a. Kompetensi Teknis (Technical Competence)
Keterampilan, kemampuan dan penampilan petugas, manajer
dan stafpendukung dalam memberikan pelayanan kepada
pasien sehinggamenimbulkan kepuasan pasien. Kompetensi
teknis berhubungan denganbagaimana cara petugas mengikuti
standar pelayanan yang telah ditetapkan
b. Akses terhadap pelayanan (Accessibility)
Akses atau jalan dalam memberikan pelayanan kepada pasien
tidak terhalangoleh keadaan geografis, sosial ekonomi, budaya,
organisasi maupun hambatanyang terjadi karena perbedaan
bahasa.
6. Geografis
Dalam hal ini keadaan geografis merupakan keadaan daerah yang
akanmendapat pelayanan, dapat diukur dengan jenis tansportasi
yang digunakanuntuk menuju tempat pasien, jarak / jauh dan
tidaknya tempat yang dituju,waktu perjalanan.
7. Akses ekonomi
Berkaitan dengan kemampuan memberikan pelayanan kesehatan
yangpembiayaannya

terjangkau

pasien.

Pelayanan

yang

diberikanmemperhatikan keadaan ekonomi pasien, apabila pasien


kurang mampubukan berarti tidak diberikan pelayanan yang
maksimal. Dalam hal ini yangdimaksud memberikan pelayanan

kesehatan yang pembiayaan terjangkauyaitu pasien diberi jalan


lain untuk tetap mendapat pelayanan kesehatanmelalui bantuan
misalnya dari pemerintah dengan menggunakan ASKESKIN.
8. Akses sosial atau budaya
Berkaitan dengan diterimanya pelayana yang dikaitkan dengan
nilai budaya,kepercayaan dan perilaku dari masyarakat setempat.
9. Akses organisasi
Berkaitan dengan sejauh mana pelayanan diatur untuk
kenyamanan pasien,jam kerja klinik, waktu tunggu.
10. Akses bahasa
Pelayanan diberikan dalam bahasa atau dialek setempat yang
dipahami pasien.
a. Efektifitas (Effectiveness)
Kualitas pelayanan kesehatan tergantung dari efektifitas yang
menyangkutnorma pelayanan kesehatan dan petunjuk klinis
sesuai dengan standar yangada.
b. Hubungan Antar Manusia (Interpersonal Relation)
Berkaitan dg interaksi antara petugas kesehatan dengan
pasien, manajer danpetugas, dan antara tim kesehatan dengan
masyarakat.
c. Efisiensi (Efficiency)
Pelayanan yang efisien akan memberikan perhatian yang
optimal daripadamemaksimalkan pelayanan kepada pasien dan
masyarakat. Petugas akanmemberikan pelayanan yang terbaik
dengan sumber daya yang dimiliki
d. Kelangsungan pelayanan (Continuity)
Pasien akan menerima pelayanan

yang

lengkap

yang

dibutuhkan termasukrujukan tanpa interupsi, berhenti atau


mengulangi prosedur, diagnosa danterapi yang tidak perlu.
e. Keamanan (Safety)
Berarti mengurangi risiko cedera, infeksi, efek samping, atau
bahaya lain yangberkaitan dengan pelayanan.
f. Kenyamanan (Amnieties)
Berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang tidak berhubungan
langsungdengan

efektifitas

klinis,

tetapi

dapat

mempengaruhi

kepuasan pasien danbersedianya untuk kembali ke fasilitas kesehatan


untuk memperoleh pelayananberikutnya (L.D. Brown et al, op.cit., hlm
2-6).
Demi tercapainya kualitas pelayanan keperawatan dengan
standar rumah sakit kelas dunia atau bertaraf internasional, maka
pelayanan keperawatan didasarkan pada profesionalisme,

ilmu

pengetahuan, aspek legal dan etik. Untuk itu diselenggarakan program


penerapan SP2KP untuk mendukung sistem pelayanan kesehatan
secara komprehensif (Kemenkes RI, 2012). SP2KP sebagai salah satu
upaya dalam peningkatan indikator mutu pelayanan keperawatan
2.2.4

(Depkes RI, 2009)


Manfaat Program Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan
Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang dilakukan secara
berkesinambungan,

sistematis,

objektif

dan

terpadu

dalam

menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan


kesehatan berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan
dan

melaksanakan

cara

penyelesaian

masalah

sesuaidengan

kemampuan yang tersedia, serta menilai hasil yang dicapai dan


menyusunsaran-saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu
pelayanan.Program menjaga mutu dapat dilaksanakan, sehingga
banyak manfaat yang akan diperoleh. Secara umum beberapa
manfaat yang dimaksudkan adalah:
Dapat lebih meningkatkan efektifitas

pelayanan

kesehatan.

Peningkatan efektifitas yang dimaksud di sini erat hubungannya


dengan dapat diselesaikannya masalah yang tepat dengan cara
penyelesaian

masalah

diselenggarakannya

program

yang

benar.

menjaga

mutu

Karena
dapat

dengan
diharapkan

pemilihan masalah telah dilakukan secara tepat serta pemilihan dan


pelaksanaan cara penyelesaian masalah telah dilakukan secara benar.
a. Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan.
Peningkatan efesiensi yang dimaksudkan disini erat hubungannya
dengan dapat dicegahnya penyelenggaraan pelayanan yang
berlebihan atau yang dibawah standar. Biaya tambahan karena
pelayanan yang berlebihan atau karena harus mengatasi berbagai
efek samping karena pelayanan yang dibawah standar akan dapat
dicegah.
b. Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap
pelayanan

kesehatan.

Peningkatan

penerimaan

ini

erat

hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan kesehatan yang


diselenggarakan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat
sebagai pemakai jasa pelayanan.Apabila peningkatan penerimaan
2.2.5

ini dapat diwujudkan, pada gilirannyapasti akan berperan.


Program Penjaga Mutu
Sejarah perkembangan program menjaga mutu:

1. Sebelum Tahun 1950 Program menjaga mutu belum menonjol


2. Program lebih banyak bersifat menyusun standar tenaga,
pelayanan atau sarana saja
3. Tahun 1950 sd tahun 1970
Program menjaga mutu mulai tampak lebih aktif diselenggarakan
1952,

berhasil

disusun

standar

pelayanan

1953,

mulai

dilaksanakannya kegiatan akreditasi RS atas dasar standar yang


telah ditetapkan 1956, mulai dilaksanakan audit medis
4. Setelah tahun 1970
5. Program menjaga mutu berkembang dengan pesat
A. Program menjaga mutu perspektif
Program menjaga mutu perspektif adalah program menjaga mutu
yang

dilaksanakan

sebelum

pelayanan

kesehatan

diselenggarakan. Pada bentuk ini, perhatian utama lebih ditujukan


pada

unsur

masukan

serta

lingkungan.

Untuk

menjamin

terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, perlulah


diupayakan unsur masukan dan lingkungan yang sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan. Prinsip pokok program menjaga
mutu perspektif sering dimanfaatkan dalam menyusun peraturan
perundang-undangan.
Beberapa diantaranya yang terpenting adalah :
1) Standarisasi (standardization)
Untuk dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan
yang bermutu, ditetapkanlah standarisasi institusi kesehatan. Izin
menyelenggarakan pelayanan kesehatan hanya diberikan kepada
institusi kesehatan yang memenuhi standar yang telah ditetapkan.
Dengan adanya ketentuan tentang standarisasi, yang lazimnya
mencakup tenaga dan saran, dapatlah dihindarinya berfungsinya
institusi kesehatan yang tidak memenuhi syarat. Standarisasi
adalah suatu pernyataan tentang mutu yang diharapkan yaitu yang
menyangkut masukan proses dari system pelayanan kesehatan.
2) Perizinan (licensure)
Sekalipun standarisasi telah terpenuhi, bukan lalu berarti mutu
pelayanan kesehatan selalu dapat dipertanggung jawabkan. Untuk
mencegah pelayanan kesehatan yang tidak bermutu, standarisasi
perlu diikuti dengan perizinan yang lazimnya ditinjau secara
berkala. Izin menyelenggarakan pelayanan kesehatan hanya
diberikan kepada institusi kesehatan dan atau tenaga pelaksana
yang memenuhi persyaratan. Lisensi adalah proses administasi

yang dilakukan oleh pemerintah atau yang berwewenang berupa


surat izin praktik yang diberikan kepada tenaga profesi yang telah
teregistrasi untuk pelayanan mandiri.
Tujuan lisensi adalah sebagai berikut:
Tujuan umum lisensi: Melindungi masyarakat dari pelayanan

profesi.
Tujuan khusus lisensi: Memberi kejelasan batas wewenang dan
menetapkan sarana dan prasarana. Lisensi (perizinan) pada
tenaga kesehatan ini juga tercantum pada peraturan pemerintah
Republik Indonesia Nomor 32 tahun 1996 Bab III Pasal 4, yaitu:
a) Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan upaya
kesehatan yang bersangkutan memiliki ijin dari Menteri.
b) Dikecualikan dari pemilikan ijin sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) bagi tenaga kesehatan masyarakat.


3) Sertifikasi (certification)
Sertifikasi adalah tindak lanjut dari perizinan,yakni memberikan
sertifikat (pengakuan) kepada institusi kesehatan dan atau tenaga
pelaksanan yang benar-benar memenuhi persyaratan.
4) Akreditasi (accreditation)
Akreditasi adalah bentuk lain dari sertifikasi yang nilainya
dipandang lebih tinggi. Lazimnya akreditasi tersebut dilakukan
secara bertingkat, yakni yang sesuai dengan kemampuan institusi
kesehatan dan atau tenaga pelaksana yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan. Akreditasi adalah kegiatan yang dilakukan
untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada
jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan
2.2.6

jenis pendidikan berdasarkan kriteria yang terbuka.


Manfaat Program Menjaga Mutu
Apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan, banyak manfaat
yang akan diperoleh. Secara umum beberapa manfaat yang
dimaksudkan adalah:
1. Dapat lebih meningkatkan

efektifitas

pelayanan

kesehatan

berhubungannya dengan dapat diselesaikannya masalah yang


tepat dengan cara penyelesaian masalah yang benar. Karena
dengan

diselenggarakannya

program

menjaga

mutu

dapat

diharapkan pemilihan masalahtelah dilakukan secara tepat serta


pemilihan dan pelaksanaan cara penyelesaian masalah telah
dilakukan secara benar.
2. Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan.

Peningkatan efesiensi yang dimaksudkan disini erat hubungannya


dapat dicegahnya pnyelenggaraan pelayanan yang berlebihan
atau yang dibawah standar. Biaya tambahan karena pelayanan
yang berlebihan atau karena harus mengatasi berbagai efek
samping karena pelayanan yang dibawah standar akan dapat
dicegah.
3. Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan.
Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah
sesuainya pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan
kebutuhan dan tuntutan masyarakat sebagai pemakai jasa
pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan,
pada

gilirannya

pasti

akan

berperan

besar

dalam

turut

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.


4. Dapat melindungi pelaksana pelayanan kesehatan dari
kemungkinan munculnya gugatan hukum. Pada saat ini sebagai
akibat makin baiknya tingkat pendidikan dan keadaan sosial
ekonomi masyarakat serta diberlakukannya berbagai kebijakan
perlindungan publik, tampak kesadaran hukum masyarakat makin
meningkat pula. Untuk melindungi kemungkinan munculnya
gugatan hukum dari masyarakat yang tidak puas terhadap
pelayanan kesehatan, tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan
kecuali berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang
terjamin mutunya. Dalam kaitan itu peranan program menjaga
mutu jelas amat penting, karena apabila program menjaga mutu
dapat

dilaksanakan

dapatlah

diharapkan

terselenggaranya

pelayanan kesehatan yang bermutu, yang akan berdampak pada


2.2.7

peningkatan kepuasan para pemakai jasa pelayanan kesehatan.


Total Quality manajemen
1. Definisi TQM
Mendefinisikan mutu / kualitas memerlukan pandangan yang
komprehensif. Ada beberapa elemen bahwa sesuatu dikatakan
berkualitas, yakni;
a. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan
pelanggan
b. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan
lingkungan

c. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (apa yang


dianggap berkualitas saat ini mungkin dianggap kurang
berkualitas pada saat yang lain).
d. Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan
dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan.
Mutu terpadu atau disebut juga Total Quality Management (TQM)
dapat didefinisikan dari tiga kata yang dimilikinya yaitu: Total
(keseluruhan), Quality (kualitas, derajat/tingkat keunggulan barang
atau

jasa),

Management

(tindakan,

seni,

cara

menghendel,

pengendalian, pengarahan). Dari ketiga kata yang dimilikinya, definisi


TQM adalah: sistem manajemen yang berorientasi pada kepuasan
pelanggan (customer satisfaction) dengan kegiatan yang diupayakan
benar sekali (right first time), melalui perbaikan berkesinambungan
(continous improvement) dan memotivasi karyawan (Kid Sadgrove,
1995).
Total Quality Manajemen (manajemen kualitas menyeluruh)
adalah suatu cara meningkatkan performansi secara terus menerus
pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap area fungsional
dari suatu organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya
manusia dan modal yang tersedia dan berfokus pada kepuasan
pasien dan perbaikan mutu menyeluruh. Seperti halnya kualitas, Total
Quality Management dapat diartikan sebagai berikut;
1. Perpaduan semua fungsi dari perusahaan ke dalam falsafah
holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork,
produktivitas,

dan

pengertian

serta

kepuasan

pelanggan

(Ishikawa, 1993, p.135).


2. Sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi
usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan
melibatkan seluruh anggota organisasi (Santosa, 1992, p.33).
3. Suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba
untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan
terus

menerus

atas

produk,

jasa,

manusia,

proses,

dan

lingkungannya.
Pengertian lain dikemukakan oleh Drs. M.N. Nasution, M.S.c., A.P.U.
mengatakan bahwa Total Quality Management merupakan suatu

pendekatan

dalam

menjalankan

usaha

yang

mencoba

untuk

memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terusmenerus atas produk, jasa, tenaga kerja, proses, dan lingkungannya.
2.2.8 Unsur-unsur utama TQM
a) Fokus pada pelanggan.
b) Obsesi terhadap kualitas.
c) Pendekatan ilmiah.
d) Komitmen jangka panjang.
e) Kerja sama tim.
f) Perbaikan sistem secara berkesinambungan.
g) Pendidikan dan pelatihan.
h) Kebebasan yang terkendali.
i) Kesatuan tujuan.
j) Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan.
2.2.9 Prinsip-prinsip TQM
Ada beberapa tokoh yang mengemukakan prinsip-prinsip TQM. Salah
satunya adalah Bill Crash, 1995, mengatakan bahwa program TQM
harus mempunyai empat prinsip bila ingin sukses dalam penerapannya.
Keempat prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
a) Program TQM harus didasarkan pada kesadaran akan kualitas dan
berorientasi pada kualitas dalam semua kegiatannya sepanjang
program, termasuk dalam setiap proses dan produk.

b) Program TQM harus mempunyai sifat kemanusiaan yang kuat


dalam

memberlakukan

karyawan,

mengikutsertakannya,

dan

memberinya inspirasi.

c) Progran TQM harus didasarkan pada pendekatan desentralisasi


yang memberikan wewenang disemua tingkat, terutama di garis
depan, sehingga antusiasme keterlibatan dan tujuan bersama
menjadi kenyataan.

d) Program TQM harus diterapkan secara menyeluruh sehingga


semua prinsip, kebijaksanaan, dan kebiasaan mencapai setiap
sudut dan celah organisasi.
Lebih lanjut Bill Creech, 1996, menyatakan bahwa prinsip-prinsip dalam
sistem TQM harus dibangun atas dasar 5 pilar sistem yaitu; Produk,
Proses, Organisasi, Kepemimpinan, dan Komitmen. Lima Pilar TQM :
1.
2.
3.
4.
5.

Produk
Proses
Organisasi
Pemimpin
Komitmen

Produk adalah titik pusat untuk tujuan dan pencapaian organisasi.


Mutu dalam produk tidak mungkin ada tanpa mutu di dalam proses.
Mutu di dalam proses tidak mungkin ada tanpa organisasi yang tepat.
Organisasi yang tepat tidak ada artinya tanpa pemimpin yang memadai.
Komitmen yang kuat dari bawah ke atas merupakan pilar pendukung
bagi semua yang lain. Setiap pilar tergantung pada keempat pilar yang
lain, dan kalau salah satu lemah dengan sendirinya yang lain juga
lemah.
Pendapat lain dikemukakan oleh Hensler dan Brunnell (dalam
Scheuing dan Christopher, 1993: 165-166) yang dikutip oleh Drs. M.N.
Nasution, M.S.c., A.P.U. dalam bukkunya yang berjudul Manjemen Mutu
Terpadu, mengatakan bahwa TQM merupakan suatu konsep yang
berupaya, melaksanakan sistem manajemen kualitas kelas dunia. Untuk
itu, diperlukan perubahan besar dalam budaya dan sistem nilai suatu
organisasi. ada empat prinsip utama dalam TQM, yaitu :
1. Kepuasan pelanggan.
2. Respek terhadap setiap orang.
3. Manajemen berdasarkan fakta.
4. Perbaikan berkesinambungan.
2.2.10 Manfaat Program TQM
TQM sangat bermanfaat baik bagi pelanggan, institusi, maupun bagi
staf organisasi.
a. Manfaat TQM bagi pelanggan adalah:
1. Sedikit atau bahkan tidak memiliki masalah dengan produk
atau pelayanan.
2. Kepedulian terhadap pelanggan lebih baik atau pelanggan
lebih diperhatikan.
3. Kepuasan pelanggan terjamin.
b. Manfaat TQM bagi institusi adalah:
1. Terdapat perubahan kualitas produk dan pelayanan
2. Staf lebih termotivasi
3. Produktifitas meningkat
4. Biaya turun
5. Produk cacat berkurang
6. Permasalahan dapat diselesaikan dengan cepat.
c. Manfaat TQM bagi staf Organisasi adalah:
1. Pemberdayaan
2. Lebih terlatih dan berkemampuan
3. Lebih dihargai dan diakui
d. Manfaat lain dari implementasi TQM yang mungkin dapat
dirasakan oleh institusi di masa yang akan datang adalah:
1. Membuat institusi sebagai pemimpin (leader) dan bukan
hanya sekedar pengikut (follower)
2. Membantu terciptanya tim Works

3. Membuat institusi lebih sensitif terhadap kebutuhan pelanggan


4. Membuat institusi siap dan lebih mudah beradaptasi terhadap
perubahan
5. Hubungan antara staf departemen yang berbeda lebih mudah
2.2.11 Persyaratan Implementasi TQM
Agar implementasi program TQM berjalan sesuai dengan yang
diharapkan diperlukan persyaratan sebagai berikut:
1. Komitmen yang tinggi (dukungan penuh) dari menejemen
puncak.
2. Mengalokasikan waktu secara penuh untuk program TQM
3. Menyiapkan dana dan mempersiapkan sumber daya manusia
yang berkualitas
4. Memilih koordinator (fasilitator) program TQM
5. Melakukan banchmarking pada perusahaan

lain

yang

menerapkan TQM
6. Merumuskan nilai (value), visi (vision) dan misi (mission)
7. Mempersiapkan mental untuk menghadapi berbagai bentuk
hambatan
8. Merencanakan mutasi program TQM.
2.2.12 Progam Jaminan mutu Keperawatan
Penjaminan mutu pelayanan kesehatan

adalah

upaya

yang

sistematis danberkesinambungan dalam memantau dan mengukur


mutu serta melakukanpeningkatan mutu yang diperlukan agar mutu
layanan kesehatan senantiasa sesuaidengan standar layanan
kesehatan yang disepakati.
Program menjaga mutu dapat dilaksanakan, sehingga banyak
manfaat yangakandiperoleh. Secara umum beberapa manfaat yang
dimaksudkan adalah sebagaiberikut: dapat lebih meningkatkan
efektifitas pelayanan kesehatan, dapat lebih meningkatkan efesiensi
pelayanan kesehatan, dan dapat lebih meningkatkan penerimaan
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, serta dapat melindungi
tenaga kesehatan terhadap gugatan hukum.Pengertian program
menjaga mutu banyak macamnya, beberapa diantaranya yang
dipandang cukup penting adalah:
1. Program menjaga mutu

adalah

suatu

upaya

yang

berkesinambungan, sistematis dan objektif dalam memantau


dan menilai pelayanan yang diselenggarakan dibandingkan
dengan standar yang telah ditetapkan, serta menyelesaikan
masalah yang ditemukan untuk memperbaiki mutu pelayanan
(Maltos & Keller, 1989).

2. Program

menjaga

mutu

adalah

suatu

proses

untuk

memperkecil kesenjangan antara penampilan yang ditemukan


dengan keluaran yang diinginkan dari suatu sistem, sesuai
dengan batas-batas teknologi yang dimiliki oleh sistem tersebut
(Ruels & Frank, 1988).
3. Program menjaga mutu adalah suatu upaya terpadu yang
mencakup identifikasi dan penyelesaian masalah pelayanan
yang diselenggarakan, serta mencari dan memanfaatkan
berbagai peluang yang ada untuk lebih meningkatkan mutu
pelayanan (The American Hospital Association, 1988).
4. Program menjaga mutu adalah suatu program berlanjut yang
disusun secara objektif dan sistematis dalam memantau dan
menilai

mutu

dan

kewajaran

pelayanan,

menggunakan

berbagai peluang yang tersedia untuk meningkatkan pelayanan


yang diselenggarakan serta menyelesaikan berbagai masalah
yang ditemukan (Joint Commission on Acreditation of Hospitals,
1988).
Keempat pengertian

program

menjaga

mutu

ini

meskipun

rumusannya tidak sama namun pengertian pokok yang terkandung


didalamnya tidaklah berbeda. Pengertian pokok yang dimaksud
paling tidak mencakup tiga rumusan utama, yakni rumusan kegiatan
yang akan dilakukan, karakteristik kegiatan yang akan dilakukan,
serta tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan tersebut.
Tujuan program menjaga mutu mencakup dua hal yang bersifat
pokok, yang jika disederhanakan dapat diuraikan sebagai berikut:.
1. Tujuan antara yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu
ialah diketahuinya mutu pelayanan.Jika dikaitkan dengan
kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai
apabila

masalah

serta

prioritas

masalah

mutu berhasil

ditetapkan.

2. Tujuan akhir.
Tujuan akhir yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu
ialah makin meningkatnya mutu pelayanan.Jika dikaitkan
dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini dapat

dicapai apabila masalah dan penyebab masalah mutu berhasil


diatasi.
Istilah jaminan mutu layanan kesehatan ini mencakup semua
kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu. Contoh istilah
tersebut meliputi total qualitymanagement (TQM) atau manajemen
mutu terpadu, continous quality improvementatau peningkatan mutu
berkesinambungan, quality management atau manajemen mutu.
Dengan demikian jaminan mutu layanan kesehatan mencakup
kegiatan :
1. Mengetahui kebutuhan dan harapan pasien/masyarakat yang
menjadi pelanggan eksternal
2. Menggunakan semua kemampuan dan bakat orang yang
terdapat dalam instansipelayanan kesehatan.
3. Membuat keputusan berdasarkan fakta atau data, bukan
perkiraan atau dugaan.
4. Bekerja dalam kelompok yang terdiri dari setiap orang yang
terlibat denganpengakuan bahwa semua tenaga kesehatan
merupakan sumber daya mutu danproduktivitas sehingga
setiap

tenaga

kesehatan

akan

merasa

bahwa

kontrbusinyakepada instansi pelayanan kesehatan layanan


kesehatan dihargai.
5. Menghindarkan pemborosan setiap bagian instansi pelayanan
kesehatan layanankesehatan, termasuk waktu, karena waktu
adalah uang.
6. Mengelola semua proses untuk menghasilkan apa yang
dianggap

penting,

tetapipada

saat

yang

sama

harus

mendorong orang menjadi inovatif dan kreatif.


7. Semua kegiatan itu harus selalu dikerjakan, karena mutu
adalah doing the right.
8.
SURVEI KEPUASAN PELANGGAN BERDASARKAN PENILAIAN TINGKAT
KEPENTINGAN DAN KINERJA SEBAGAI METODE PENILAIAN MUTU
PELAYANAN KESEHATAN
A. Pengukuran

Kepuasan

Pelanggan

Berdasarkan

Penilaian Tingkat

Kepentingan dan Kinerja


Produk (barang dan jasa) yang bermutu tinggi adalah yang mampu

memuaskan
pelanggan
harapan

pelanggan.
terhadap

mereka

Sedangkan

kinerja

terhadap

kepuasan

produk
produk

yang
itu.

adalah selisih penilaian

mereka

Jika

rasakan

kinerja

menyamai atau

melebihi harapan, maka mereka puas. Kenyataannya,


mengukur

dengan

tidak

mudah

harapan terhadap produk atau expected quality (EQ). Jika

peneliti tidak jeli terhadap profil pelanggan, maka EQ dapat ditafsirkan


salah oleh pelanggan.
deserved

level,

Harapan

yang

seharusnya

diukur

adalah

atau harapan yang sepadan dengan pengorbanan yang

dikeluarkan oleh pelanggan.


Ungkapan
produk

konsumen

baik

kesehatan

barang

harus

adalah

raja

maupun

memberikan

menunjukkan

jasa,

bahwa penyedia

termasuk

pelayanan sesuai

jasa

pelayanan

dengan

harapan

konsumen supaya kebutuhan mereka dapat terpuaskan. Namun,


juga

harus bijaksana

kita

dalam menyikapi ungkapan tersebut. Meskipun

penyedia pelayanan harus mengikuti harapan konsumen, namun harus


diperjelas batas-batas harapan yang dapat

dipenuhi

oleh

penyedia

pelayanan (deserved level), karena tidak jarang jika konsumen diminta


untuk

mengungkapkan

harapan, ternyata yang diungkapkan adalah

harapan-harapan yang terlalu tinggi, yang tidak sesuai dengan apa yang
telah mereka korbankan untuk memperoleh pelayanan. Sebagai contoh,
para pelanggan rumah sakit

dari berbagai kelas

dengan biaya

berbeda, ternyata mengungkapkan harapan yang sama

misalnya

yang
ingin

ruang yang paling nyaman, fasilitas yang paling lengkap, petugas yang
paling ramah dan simpatik, peralatan yang paling canggih, pelayanan
yang paling cepat, obat yang paling manjur dan seterusnya. Jika ini
yang mereka ungkapan, tentu saja sulit untuk memenuhi harapan tersebut.
Terjadinya

kesalahan

penafsiran

tentang

harapan

tersebut dapat

dihindari dengan mengungkapkan harapan sebagai tingkat kepentingan.


Artinya,

pelanggan

diminta

masing-masing atribut.

Jika

untuk
sebuah

menilai
atribut

tingkat kepentingan dari


dinilai memiliki

tingkat

kepentingan yang tinggi oleh pelanggan, berarti pelanggan berharap


besar terhadap atribut tersebut. Sebaliknya, pelanggan
menilai

sebuah

pelanggan

atribut

tersebut

dengan

tidak

tentu

akan

tingkat kepentingan yang rendah jika

berharap banyak

terhadap

atribut

yang

dimaksud. Sebagai contoh, seorang pelanggan balai pengobatan berharap

untuk dilayani dengan cepat, dia tidak peduli apakah biayanya mahal
ataukah ataukah murah, fasilitas pendukungnya lengkap ataukah tidak.
Ketika dia diminta untuk menilai tingkat kepentingan dari atribut kecepatan
pelayanan, ternyata

dia

memilih

skor

(sangat

penting).

Atribut

kelengkapan fasilitas diberi skor 4 (penting) olehnya, sedangkan biaya diberi


skor 3 (cukup).
Untuk selanjutnya, metode pengukuran kepuasan ini kita sebut sebagai
importance and performance analysis (analisis tingkat kepentingan
kinerja). Dengan

demikian diperlukan 2 paket kuesioner yaitu kuesioner

tingkat kepentingan dan kuesioner kinerja dari


diukur

mutunya.

disediakan
penting

dan

Pada

setiap

opsi jawaban

sampai dengan

pelayanan

item kuesioner

yang

tingkat

akan

kepentingan

secara bertingkat mulai dari sangat tidak


sangat penting.

Item

dapat

berupa

skala

berjenjang, diferensial semantik dan sebagainya. Sebagai contoh, mungkin


digunakan opsi jawaban skala berjenjang dengan lima pilihan yaitu:
1) sangat tidak penting,
2) tidak penting,
3) cukup,
4) penting
5) sangat penting.
Demikian pula pada setiap item kuesioner kinerja pelayanan juga
diberikan lima opsi senada dengan tingkat kepentingan yaitu:
1) sangat buruk,
2) buruk,
3) cukup,
4) baik
5) sangat baik
Biasanya analisis tingkat kepentingan dan kinerja ini banyak digunakan
untuk pengukuran secara multi atribut. Atribut bisa berupa dimensidimensi mutu jasa yang diajukan oleh para ahli, bisa juga

atribut

yang

ditentukan oleh pelanggan melalui FGD, brainstorming, iterasi dan


lain-lain.

Setelah

atribut

ditentukan, selanjutnya dapat dihitung skor

tingkat kepentingan, skor kinerja dan skor


(perbandingan

antara

skor

tingkat

kepuasan

tingkat kepentingan dan skor kinerja)

untuk masing-masing atribut tersebut.

Selain

tingkat

kepuasan

terhadap masing-masing atribut

dapat

dihitung pula tingkat kepuasan secara keseluruhan yang merupakan


penghitungan total dari seluruh item tanpa dikelompokkan peratribut.
B. Contoh

Aplikasi

Pengukuran

Kepuasan Pelanggan Berdasarkan

Penilaian Tingkat Kepentingan dan Kinerja


Berikut

ini

disajikan

mengenai

contoh

pengukuran

kepentingan

dan

kinerja.

yang

kepuasan
Seorang

didaptasi

dari

Nugroho (2011)

berdasarkan
peneliti

penilaian tingkat

ingin

mengukur tingkat

kepuasan pelanggan terhadap pelayanan Puskesmas S.


Atribut ditentukan berdasarkan hasil penelitian Pohan dkk. (1998) dalam
Pohan (2007), yaitu:
1)
2)
3)
4)
5)

Kesembuhan
Ketersediaan obat puskesmas
Privasi sewaktu berada di dalam kamar periksa
Kebersihan puskesmas
Mendapat informasi yang menyeluruh (nama
perawatan

6)

di

rumah,

informasi

penyakit,

tanda-tanda bahaya

cara
untuk

segera membawa berobat kembali)


kMendapat jawaban yang dimengerti terhadap pertanyaan pasien
(apakah pasien mengerti terhadap jawaban yang diberikan oleh

7)

petugas kesehatan)
Memberikan
kesempatan

8)

memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya)


Penggunaan
bahasa
daerah
(apakah
petugas

bertanya

(apakah petugas
kesehatan

menggunakan bahasa daerah ketika memberikan pelayanan kepada


9)

pasien)
Kesinambungan petugas

kesehatan (apakah setiap kali pasien

berkunjung ke puskesmas akan dilayani oleh petugas yang sama)


10) Waktu tunggu (waktu yang diperlukan sebelum kontak dengan
petugas kesehatan, bukan dengan petugas kartu atau rekam
medik)
11) Tersedianya toilet (apakah di puskesmas terdapat toilet yang dapat
digunakan oleh pasien dan airnya tersedia)
12) Biaya pepelayanan (seluruh biaya yang dikeluarkan oleh pasien jika
berobat ke puskesmas)
13) Tersedianya tempat duduk atau

bangku

untuk

pasien di ruang

tunggu.
Item-item

pada

kuesioner

tingkat

kepentingan

maupun

kinerja

menggunakan skala berjenjang, dengan lima opsi jawaban. Skor jawaban

untuk kuesioner tingkat kepentingan adalah:


1: sangat tidak penting,
2: tidak penting,
3: cukup,
4: penting,
5: sangat penting.
Sedangkan skor untuk kuesioner kinerja adalah:
1: sangat tidak baik,
2: tidak baik,
3: cukup,
4: baik,
5: sangat baik.
Susunan kedua paket kuesioner tersebut disajikan sebagai berikut.
Kuesioner importance (tingkat kepentingan)
Berikan penilaian Anda dengan memberi tanda centang pada pilihan yang
tersedia, mengenai tingkat kepentingan dari pelayanan puskesmas berikut
ini !
Keterangan:
STP: Sangat tidak penting
TP: Tidak penting
C: Cukup
P: Penting,
SP: Sangat penting

2.3. Perencanaan Kebutuhan Tenaga Kerja.


2.1.1 Pengertian
George R.Terry mengatakan bahwa perencanaan adalah memilih dan
menghubungkan fakta dan membuat serta menggunakan asumsiasumsi

mengenai

masa

yang

akan

datang

dengan

jalan

menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan


untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Perencanaan sumber daya manusia atau perencanaan tenaga kerja
merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi

permintaan-permintaan bisnis dan lingkungan pada organisasi di waktu


yang akan datang dan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tenaga
kerja yang ditimbulkan oleh kondisi-kondisi tersebut. Handoko(1997).
Perencanaan tenaga

atau staffing merupakan

salah satu fungsi

utama seorang pemimpin organisasi, termasuk organisasi keperawatan.


Keberhasilan suatu organisasi salah satunya ditentukan oleh kualitas
sumber daya manusianya. Hal ini berhubungan erat bagaimana
pimpinan merencanakan ketenagaan di unit kerjanya.
2.1.2

Langkah Perencanaan Tenaga Keperawatan .


Langkah perencanaan tenaga keperawatan menurut Drucicter dan
Gillines ( 1994 ) meliputi hal hal sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi bentuk dan beban pelayanan keperawatan yang
akan diberikan.
b. Menentukan kategori

perawat

yang

akan

ditugaskan

untuk

melaksanakan pelayanan keperawatan.


c. Menentukan jumlah masing masing kategori perawat yang
dibutuhkan.
d. Menerima dan menyaring untuk mengisi posisi yang ada.
e. Menentukan tenaga perawat sesuai dengan unit atau shifi.
f.
Memberikan tanggung jawab untuk melaksanakan tugas
pelayanan keperawatan.
Penentuan tenaga keperawatan dipengaruhi oleh keinginan untuk
menggunakan tenaga keperawatan yang sesuai. Untuk lebih akuratnya
dalam perencanaan tenaga .keperawatan , maka pimpinan keperawatan
harus mempunyai keyakinan tertentu dalam organisasinya , seperti :
a. Rasio antara perawat dan klien didalam keperawatan intensif
adalah 1:1 atau 1:2.
b. Perbandingan perawat ahli dan keterampilan diruang medical
bedah, kebidanan, anak dan psikiatri adalah 2:1 atau 3:1.
c. Rasio anatara perawat dan iclien sant shiff pagi atau sore adalah
1:5, untuk malah hari diruang rawat dan lain lain.
Jumlah tenaga terampil ditentukan oleh tingkat ketergantunagn
klien. Menurut Abdullah & Levine ( 1965) dalam Gillies ( 1994 ),
seharusnyadalam suatu unit ada 55 % , tenaga ahli dan terampil 45
%.

2.1.3

1.

Prinsip Perencanaan.
Menurut Siagian ( 1983 ), perencanaan yang baik harus memiliki
prinsip prinsip sebagai berikut :
Mengetahui sifat atau ciri suatu rencana yang baik yaitu :
a. Mempermudah tercapainya tujuan organisasi

karena

rencana merupakan suatu keputusan yang menentukan


kegiatan yang akan dilakukan dalam rangkah mencapai
tujuan.
b. Dibuat oleh orang benar benar memahami tujuan
organisasi.
c. Dibuat oleh orang yang sungguh sungguh mendalami
tehnik perencanaan.
d. Adanya suatu perincian yang diteliti, yang berarti rencana
harus segera diikuti oleh program kegiatan terinci.
e. Tidak boleh terlepas dari pemikiran pelaksanaan, artinya
f.

harus tergambar bagaimana rencana tersebut dilaksanakan.


Bersifat sederhana, yang berarti disusun secara sistematis

dan prioritasnya jelas terlihat.


g. Bersifat luwes yang berarti bisa diadakan penyesuaian bila
ada perubahan.
h. Terdapat tempat pengambilan resiko karena tidak ada
seorangpun yang mengetahui apa yang akan terjadi dimasa
yang
i.

akan

datangBersifat

praktis

yang

berarti

bisa

dilaksanakan sesuai dengan kondisi organisasi.


Merupakan perkiraan atau peramalan atas keadaan yang

mungkin terjadi.
2. Memandang proses perencanaan sebagai suatu rangkaian
kegiatan yang harus dijawab dengan memuaskan menggunakan
pendekatan 5 W 1H.
a. What
: kegiatan apa yang harus dijalankan dalam
b.
c.
d.
e.
f.

rangkapencapaian tujuan yang telah disepakati ?


Where : dimana kegiatan akan dilakukan ?.
When : kapan kegiatan tersebut akan dilakukan ?
Who : siapa yang harus melaksanakan kegiatan tersebut ?
Why : mengapa kegiatan tersebut laksanakan ?
How : bagaimana cara melaksanakan kegiatan tersebut

kearah pencapaian tujuan ?


3. Memandang proses perencanaan sebagai suatun masalah yang
harus diselesaikan dengan menggunakan tehnik ilmiah, artinya
harus disusun dengan cara sistematis dan didasarkan pada
langkah sebagai berikut :
a. Mengetahui sifat hakiki dan masalah yang dihadapi.

b. Mengetahui data yang akurat sebelum menyusun rencana.


c. Menganalisis dan menginterpretasi data yang telah
d.
e.
f.
g.
Jika

terkumpul.
Menetapkan beberapa altermatif pemecahan masalah.
Memilih cara yang terbaik untuk menyelesaikan masalah.
Melaksanakan rencana yang telah tersusun.
Menilai hasil yang telah dicapai.
ketiga prinsip tersebut dilaksanakan, maka dapat tersusun

suatu perencanaan yang terbaik termasuk perencanaan tenaga


keperawatan.

2.1.4. Metode pemberian asuhan keperawatan.


Asuhan keperawatan merupakan serangkaian kegiatan dalam
praktik keperawatan yang diberikan kepada pasien di berbagai tatanan
pelayanan kesehatan,berdasarkan kepada kaidah keperawatan secara
ilmu dan secara manusiawi diberikan berdasarkan kebutuhan obyektif
pasien untuk mengatasi masalahnya (Alimul, 2003). Dalam melakukan
kegiatan keperawatan, ada beberapa model pemberian asuhan
keperawatan, diantaranya menurut Gartinah (1995), yaitu:
1. Model Fungsional
Merupakan sebuah
dilakukan

secara

model

asuhan

keperawatan

yang

terpisah-pisah. Tugas keperawatan secara

berbeda-beda dibebankan kepada setiap tenaga keperawatan


yang dianggap kompeten untuk dilakukan secara
prosedural yang ditetapkan.
2. Model Kasus
Merupakan sebuah model

asuhan

rutin sesuai

keperawatan

yang

dilakukan secara menyeluruh untuk satu orang pasien. Untuk


melakukan model ini, sebaiknya tenaga keperawatan memiliki
kompetensi yang sesuai dengan kasus yang dimiliki pasien,
sehingga pasien dapat ditangani dengan baik.
3. Model Tim
Merupakan sebuah model asuhan keperawatan,
sekelompok perawat

memiliki

tanggungjawab

atas

dimana
setiap

individu dari sekelompok pasien. Dalam melakukan model ini,

perawat berkelompok menjadi sebuah tim

yang

terkoordinasi

dan kooperatif satu sama lain untuk memberikan perawatan.


4. Model Primer
Merupakan model asuhan keperawatan yang memiliki primary
nurse, yaitu perawat yang bertugas secara primer atas pasien dari
mulai pasien masuk (berdasarkan

kepada

kebutuhan

pasien

atas masalah keperawatan) sampai pasien keluar. Tugas dari


primary nurse disesuaikan dengan kemampuan dari primary
nurse itu sendi.

2.1.5 Analisa situasi tenaga RS


Pada dasarnya semua metoda ataupun formula yang telah
dikembangkan untuk menghitung tenaga keperawatan di rumah sakit
berakar pada beban kerja dan personal yang bersangkutan. Hal ini telah
banyak dilakukan penelitian-penelitian oleh pakar keperawatan. Analisis
kebutuhan tenaga keperawatan harus betul-betul direncanakan dengan
baik agar tidak dilakukan berulang- ulang karena akan membutuhkan
waktu, biaya, dan tenaga sehingga tidak efektif dan efisien.Ada
beberapa situasi yang dapat dipertimbangkan dalam kita melakukan
analisis ketenagaan ini antara lain :
1. Adanya

perluasan

rumah

sakit

sehingga

berdampak

pada

penambahan atau perubahan kapasitas tempat tidur hal ini akan


berdampak pada perubahan ratio kebutuhan tenaga keperawatan.
2. Adanya berbagai perubahan jenis pelayanan dan fasilitas rumah
sakit, yang akan berdampak pada peningkatan Bed Occupancy
Rate (BOR), yang pada akhirnya perlu analisa situasi dan
kebutuhan tenaga. Hal ini perlu diantisipasi sebelumnya sehingga
pelayanan dapat terlaksana dengan optimal.
3. Adanya penurunan motivasi, penurunan prestasi kerja seperti :
sering tidak masuk, datang terlambat, penyelesaian pekerjaan
semakin lambat. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya perhatian
pimpinan, tidak ada reward, beban kerja yang berat serta tenaga
yang kurang. Bila hal ini telah terjadi perlu segera dialkukan analisa
ketenagaan.
4. Adanya keluhan klien tentang pelayanan yang diterima. Apakah
klien mengeluh tentang tentang pelayanan dengan mengatakan

puas stau tidak puas. Biasanya klien mengeluh tentang tenaga


keperawatan, biaya perawatan, dan fasilitas yang diterima. Apabila
keluhan ini telah teridentifikasi maka perlu dilakukan analisa
ketenagaan. Keluhan dapat terjadi di unit rawat jalan maupun unit
rawat inap.
Dengan mengelompokkan klien menurut jumlah dan kompleksitas
pelayanan keperawatan yang dibutuhkan klien, pimpinan keperawatanh
dapat memperhitungkan jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan
untuk masing-masing unit. Metode perhitungan yang digunakan, yaitu
metode rasio, metode Gillies, metode lokakarya keperawatan, metode di
thailand dan filipina, dan metode perhitungan ISN ( Indicator Staf Need).
2.1.6 Kebutuhan Tenaga
Perhitungan kebutuhan tenaga keperawatan dapat diterapkan berapa
formula yaitu:
(1) Rasio (2) douglas (3) Gillies
a. Metode rasio
1) Rumah sakit Y tipe B dengan jumlah tempat tidur 200 buah,
maka seseorang pimpinan tenaga keperawatan akan
memperhitungkan jumlah tenaga keperawatan adalah : 1/1
x 200 = 200
Jumlah tenaga perawata yang dibutuhkan untu rumah sakit
tersebut adalah 200 orang
2) Bila rumah sakit tipec vc vfv C dengan jumlah tempat tidur
100 buah, maka jumlah tenagan perawat yang dibutuhkan
adalah : 2/3 x 100 = 67, maka jumlah tenaga perawat yang
dibutuhkan adalah 100 orang.
3) Bila rumah sakit tipe D dengan jumlah tempat tidur 75
buah , maka jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan
adalah :

x 75 = 37,5 maka jumlah tenaga perawata yng

dibutuhkan adalah 40 orang.

b. Douglas
Kualifikasi Pasien
Tingkat
Ketergantungan

Jumlah Kebutuhan Tenaga


Jumlah Pasien

Minimal

30

Persial
Total
Jumlah

4
2
36

pagi

Sore
30 x 0,14 =

malam

30 x 0,17 = 51

4,2

30 x 0,07 = 3
4 x 0,10 =

4 x 0,27 = 1,08 4 x 0,14 = 0,6


2 x 0,36 = 0,72 2 x 0,3 = 0,6
6,9
5,4
7
5
Diruang X RS Y dirawat 36 orang pasien dengan kategori

0,28
2 x 0,20 = 0,4
3,68
4

sebagai berikut : 30 pasien dengan perawatan minimal, 4


pasien dengan perawatan persial 2 pasien dengan perawatan
total. Maka kebutuhan tenaga keperawatan adalah sebagai
berikut:
Total tenaga perawat :
Pagi
:7 orang
Sore
: 5 orang
Malam
: 4 orang
15 orang
Jumlah tenaga lepas dinas per hari :
86 x 15 = 4,62 (dibulatkan 5 orang )
279

Keterangan : angka 86 merupakan


jumlah hari tak kerja dalam 1 tahun,
sedangkan 279 adalah jumlah hari
kerja efektif dalam 1 tahun.

Jadi, jumlah perawat yang dibutuhkan untuk bertugas per hari di


ruang X adlah 15 orang + 5 orang lepas dinas + 2 orang tenaga ;
Kepala ruang dan wakil = 22 orang.
c. Metode Gillies
Dur Ruang X RS Y berkapasitas tempat tidur, jumlah rata-rata
pasien yang dirawat 30 orang per hari. Kriteria pasien yang

dirawat tersebut adalah 20 orang dapat melakukan perawatan


mandiri, 5 orang perlu diberikan perawatan sebagian, dan 5 orang
harus diberikan perawata total. Tingkat pendidikan perawat yaitu,
S-1

dan D -3 Keperwatan. Hari

keraja efektif adalah 6 hari

perminggu. Berdasarkan situasi tersebut maka dapat dihitung


jumlah kebutuhan tenaga perawat diruang tersebut adalah
sebagai berikut.
1) Menentukan terlebih dahulu jam keperawatan

yang

dibutuhkan pasien perhari yaitu :


a. Keperawatan langsung
Keperawatan mandiri 20 orang pasien 20 x 2 jam
= 40 jam
Keperawatan sebagian 5 orang pasien 5 x 3 jam
= 15 jam
Keperawatan total 5 orang pasien 5 x 6 jam
= 30 jam
Jumlah
85 jam
b. Keperawatan tidak langsung : 30 orang pasien x 1 jam
= 30 jam.
c. Penyuluhan kesehatan = 30 orang pasien x 0,25 jam =
7,5 jam. Total jam secara keseluruhan adalah 122,5
2).

jam
Menentukan

jumlah

dibutuhkan per pasien

total

jam

keperawatan

yang

per hari adalah 122,5 jam + 30

pasien = 4 jam.
3). Menentukan jumlah kebutuhan tenaga keperawatan pada
ruangan tersebut adalah langsung dengan menggunakan
rumus Gillies diatas, sehingga didapatkan hasil sebagai
berikut .
4 jam / pasien / hari x 30 pasien / hari x 265 hari =
43800 = 22 orang
( 365 hari 76 ) x 7 jam
2023
20 % x 20 = 40
Jadi jumlah tenaga yang dibutuhkan secara keseluruhan 22
+ 4 = 26 orang / hari.
4). Menentukan jumlah kebutuhan tenaga keperawatan yang
dibutuhkan per hari, yaitu :
30 orang x 4 jam
7 jam

= 17 orang.

5). Menentukan jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan

a.
b.

per sif , yaitu dengan ketentuan menurut Eastler .


a. Sif pagi 47 % = 7,9 orang ( 8 orang ).
b. Sif sore 36 % = 6,1 orang ( 6 orang ).
c. Sif malam 17 % = 2,9 orang ( 3 orang ).
6 ). Kombinasi menurut Abdellah dan Levinne adalah :
55 % = 14,3 ( 14 orang ) tenaga profesional.
45 % = 11,7 ( 12 orang ) tenaga nonprofesional.

2.1.7 Analisa Persedian.


Istilah persediaan ( Inventory ) adalah suatu istilah umum yang
menunjukkan segala sesuatu atau sumber daya sumber daya
organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan
permintaan. Permintaan akan sumber daya mungkin internal ataupun
eksternal. Ini meliputi persediaan bahan mentah, barang dalam proses,
barang jadi atau produk akhir, bahan pembantu atau pelengkap, dan
komponen lain yang menjadi keluaran produk perusahaan (Handoko,
1997).
Sedangkan menurut Herjanto (1999) Persediaan adalah bahan
atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi
tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan, untuk
dijual kembali, dan untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin.
Persediaan dapat berupa bahan mentah, bahan pembantu, barang
dalam proses, barang jadi, ataupun suku cadang. Setiap perusahaan
perlu mengadakan persediaan untuk menjamin kelangsungan hidup
usahanya. Untuk mengadakan persediaan, dibutuhkan sejumlah uang
yang diinvestasikan dalam persediaan tersebut. Oleh karena itu, setiap
perusahaan haruslah dapat mempertahankan suatu jumlah persediaan
optimum yang dapat menjamin kebutuhan bagi kelancaran kegiatan
perusahaan dalam jumlah dan mutu yang tepat dengan biaya yang
serendah-rendahnya.

Untuk

mengatur

tersedianya

suatu

tingkat

persediaan yang optimum, maka diperlukan suatu sistem pengawasan


persediaan. Tujuan dari pengawasan persediaan ini adalah (Assauri,
1998):
a. Menjaga

jangan

sampai

kehabisan

mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi.

persediaan

yang

b. Menjaga agar pembentukan persediaan tidak terlalu besar atau


berlebih, sehingga biaya yang timbul oleh persediaan tidak terlalu
besar.
c. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari
karena mengakibatkan meningkatnya biaya pemesanan
Jenis Persediaan.

2.1.8

Persediaan dapat dikelompokkan menurut jenis dan posisi barang


tersebut di dalam urutan pengerjaan produk, yaitu (Assauri, 1998):

a. Persediaan Bahan Baku (Raw Material Stock)


Merupakan persediaan dari barang-barang yang dibutuhkan
untuk proses produksi. Barang ini bisa diperoleh dari sumbersumber alam, atau dibeli dari supplier yang menghasilkan barang
tersebut.

b. Persediaan Bagian Produk (Purchased Parts)


Merupakan persediaan barang-barang yang terdiri dari parts
yang diterima dari perusahaan lain, yang secara langsung
diassembling dengan parts lain tanpa melalui proses produksi.

c. Persediaan Bahan-Bahan Pembantu (Supplies Stock)


Merupakan persediaan barang-barang yang diperlukan dalam
proses produksi untuk membantu kelancaran produksi, tetapi

d.

tidak merupakan bagian dari barang jadi.


Persediaan Barang Setengah Jadi (Work in Process)
Merupakan barang-barang yang belum berupa barang jadi, akan
tetapi masih diproses lebih lanjut sehingga menjadi barang jadi.

e. Persediaan Barang Jadi (Finished Good)


Merupakan barang-barang yang selesai diproses atau diolah dalam
pabrik dan siap untuk disalurkan kepada distributor, pengecer, atau
2.1.9

langsung dijual ke pelanggan.


Jenis Jenis Persediaan
Efesiensi operasional suatu organisasi dapat ditingkatkan karena
berbagai fungsi penting persediaan. Pertama, harus diingat bahwa
persediaan adalah sekumpulan produk fisikal pada berbagai tahap
proses transformasi dari bahan mentah ke barang dalam proses, dan

kemudian barang jadi. Fungsi fungsi dari persediaan antara lain:


1. Fungsi Decoupling
Fungsi penting persediaan adalah memungkinkan operasi
operasi perusahaan internal dan eksternal mempunyai kebebasan.

Persediaan decouples ini memungkinkan perusahaan dapat


memenuhi langganan tanpa terganggu supplier.
Persediaan bahan mentah diadakan agar perusahaan tidak akan
sepenuhnya tergantung pada pengadaannya dalam hal kuantitas
dan waktu pengiriman. Persediaan barang dalam proses diadakan
agar departemen departemen dan proses proses individual
perusahaan

terjaga

kebebasannya.

Persediaan

barang

jadi

diperlukan untuk memenuhi permintaan produk yang tidak pasti dari


para langganan. Persediaan yang diadakan untuk menghadapi
fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diperkirakan atau
2.

diramalkan disebut fluctuation stock.


Fungsi Economic Lot Sizing
Melalui
penyimpanan
persediaan,

perusahaan

dapat

memproduksi dan membeli sumber daya sumber daya dalam


kuantitas yang dapat mengurangi biaya per unit. Persediaan Lot
Size

ini

perlu

mempertimbangkan

penghematan

dalam

hal

pembelian, biaya pengangkutan per unit lebih murah karena


perusahaan melakukan pembelian dalam kuantitas yang lebih besar,
dibandingkan dengan biaya biaya yang timbul karena besarnya
persediaan ( biaya sewa gedung, investasi, resiko dan sebagainya ).
3. Fungsi Antisipasi
Sering perusahaan menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat
diperkirakan dan diramalkan berdasar pengalaman atau data data
masa lalu, yaitu permintaan musiman. Dalam hal ini perusahaan
dapat mengadakan persediaan musiman.
Disamping itu, perusahaan juga sering menghadapi ketidakpastian
jangka waktu pengiriman dan permintaan akan barang selama
periode permintaan kembali, sehingga memerlukan kuantitas
persediaan ekstra yang sering disebut persediaan pengaman. Pada
kenyataannya, persediaan pengaman merupakan pelengkap fungsi
decoupling yang telah diuraikan diatas. Persediaan antisipasi ini
penting agar kelancaran proses produksi tidak terganggu.
2.1.4 Hal Hal yang Perlu Diperhatikan.
1. Struktur biaya persediaan.
a. Biaya per unit (item cost)

b. Biaya penyiapan pemesanan (ordering cost)


Biaya pembuatan perintah pembelian (purchasing order)
Biaya pengiriman pemesanan
Biaya transportasi
Biaya penerimaan (Receiving cost)
Jika diproduksi sendiri maka akan ada biaya penyiapan (set
up cost): surat menyurat dan biaya untuk menyiapkan
perlengkapan dan peralatan
c. Biaya pengelolaan persediaan (Carrying cost)
d. Biaya yang dinyatakan dan dihitung sebesar peluang yang hilang
apabila nilai persediaan digunakan untuk investasi (Cost of
capital).
e. Biaya yang meliputi biaya gudang, asuransi, dan pajak (Cost of
storage).
Biaya ini berubah sesuai dengan nilai persediaan
2.1.10 Analisa Kebutuhan Tenaga Kerja
Metode yang digunakan dalam menentukan kebutuhan tenaga
kerja adalah berupa analisis kebutuhan tenaga kerja (work force
analysis). Menurut Martoyo (1996:26) bahwa: yang dimaksud dengan
analisis kebutuhan tenaga kerja adalah melakukan analisis terhadap
kemampuan tenaga kerja yang sekarang untuk memenuhi kebutuhan
jumlah karyawan, dan menurut Komaruddin (1996:41) bahwa:
analisis kebutuhan tenaga kerja bertujuan untuk menetapkan
kebutuhan

akan

personalia

yang

digunakan

untuk

dapat

mempertahankan kesinambungan norma suatu perusahaan.


1. Analisis Beban Kerja (Work Load Analysis)
Analisis beban kerja (work load analysis) menurut
Ranupandojo dan Suad Husnan (1990) serta oleh Komarrudin
(1996 ) diformulasikan sebagai berikut:
Rumus : WLA = (TMH/MHU) x1 man
keterangan
TMH = Total man hour
WLA = Work load analysis
MHU = Man hour per unit
Hasil langsung dari analisi beban kerja adalah penetapan
bilangan jumlah karyawan yang diperlukan untuk melaksanakan
sejumlah pekerjaan tertentu selama waktu tertentu.
2. Analisis Kebutuhan Tenaga Kerja ( Work Force Analysis )
Menurut Martoyo (1996: 26) menyatakan bahwa analisis
kebutuhan tenaga kerja adalah untuk mengetahui tenaga kerja

senyatanya yang diperlukan, ikut diperhitungkan juga tingkat


absensi dan tingkat perputaran tenaga kerja (labour turn over).
Rumus : WFA = WLA + (% Ab x WLA + % LTO x WLA)
Keterangan
WFA = Work force analysis = analisa kebutuhan tenaga kerja
WLA = work load analysis = analisa jumlah beban kerja
%Ab = %absence = % ketidakhadiran tenaga kerja dalam periode
tertentu
LTO = labour turn over = perputaran tenaga kerja dalam periode
tertentu
Menurut Gorda (1994: 39) tingkat absensi dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Rumus :% absensi = (HKH/HKT) x 100%
Keterangan :
HKH = Hari kerja yang hilang = hari karyawan tidak bekerja dlm
periode

tertentu

HKT = Hari kerja karyawan yang tersedia


Persentase

perputaran

karyawan

(labour

turn

over)

oleh

Komaruddin (1996:4)
Rumus : % PK = (JGK/RKP) x 100%
keterangan :
JGK = Jumlah pergantian karyawan = jumlah karyawan yg keluar
dalam periode tertente
PK = Perputaran karyawan
RKP = Rata-rata karyawan satu periode = total jumlah karyawan
satu
periode dibagi periode tersebut
2.4 Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh
manajer perawat dalam mengotrol sumber daya manusia dan produktivitas
(swanburg, 1987).Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif
dalam mengarahkan perilaku pegawai, dalam rangka menghasilkan jasa
keperawatan dalam kualitas dan volume yang tinggi. Perawat manajer dapat
menggunakan proses operasional kinerja untuk mengatur arah kerja dalam
memilih,

melatih,

membimbing

perencanaan

penghargaan kepada perawat yang berkompeten.

karier,

serta

memberi

Satu ukuran pengawasan yang di gunakan oleh manajer perawatan guna


mencapai hasil organisasi adalah sistem pelaksanaan kerja perawat. Melalui
evaluasi reguler dari setiap pelaksanaan kerja pegawai, manajer harus dapat
mencapai beberapa tujuan. Hal ini berguna untuk membantu kepuasan
perawat dan untuk memperbaiki pelaksanaan kerja mereka, memberitahu
perawat, bahwa kerja mereka kurang memuaskan, serta mempromosikan
jabatan dan kenaikan gaji, mengenal pegawai yang memenuhi syarat
penugasan khusus, memperbaiki komunikasi antara atasan dan bawahan,
serta menentukan pelatihan dasar untuk pelatihan karyawan yang
memerlukan bimbingan khusus.
2.4.1 Konsep Dasar
Penilaian kinerja yang baik adalah yang mampu untuk menciptakan
gambaran yang tepat mengenai kinerja pegawai yang dinilai.
Penilaian tidak hanya ditujukan untuk menilai

dan memperbaiki

kinerja yang buruk, namun juga untuk mendorong para pegawai


untuk bekerja lebih baik lagi. Berkaitan dengan hal ini, penilaian
kinerja

membutuhkan

standar pengukuran,

cara penilaian dan

analisa data hasil pengukuran, serta tindak lanjut atas hasil


pengukuran. Elemen-elemen utama dalam sistem penilaian kinerja
Werther dan Davis (1996:344) adalah:
A. Performance Standard
Penilaian kinerja sangat membutuhkan standar yang jelas yang
dijadikan tolok ukur atau patokan terhadap kinerja yang akan
diukur. Standar yang dibuat tentu saja harus berhubungan
dengan jenis pekerjaan yang akan diukur dan hasil yang
diharapkan akan terlihat dengan adanya penilaian kinerja ini.
Ada empat hal yang harus diperhatikan dalam menyusun standar
penilaian kinerja yang baik dan benar yaitu validity, agreement,
realism, dan objectivity.
B. Validity adalah keabsahan standar tersebut sesuai dengan jenis
pekerjaan yang dinilai. Keabsahan yang dimaksud di sini adalah
standar tersebut memang benar-benar sesuai atau relevan
dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai tersebut.
1. Agreement berarti persetujuan, yaitu standar

penilaian

tersebut disetujui dan diterima oleh semua pegawai yang akan


mendapat penilaian. Ini berkaitan dengan prinsip validity di
atas.

2. Realism berarti standar penilaian tersebut bersifat realistis,


dapat

dicapai

oleh

para pegawai dan sesuai dengan

kemampuan pegawai.
3. Objectivity berarti standar tersebut bersifat obyektif, yaitu adil,
mampu mencerminkan keadaan yang sebenarnya tanpa
menambah atau mengurangi kenyataan dan sulit untuk
dipengaruhi oleh bias -bias penilai
C. Kriteria Manajemen Kinerja (Criteria for Managerial Performance)
Kriteria penilaian kinerja dapat dilihat melalui beberapa
dimensi,
keabsahan

yaitu kegunaan fungsional


(validity),

(sensitivity),

empiris

pengembangan

(functional

(empirical

base),

sistematis

utility),

sensitivitas
(systematic

development), dan kelayakan hukum (legal appropriateness).


1) Kegunaan fungsional bersifat krusial, karena hasil penilaian
kinerja dapat digunakan
kompensasi,

untuk

melakukan

seleksi,

dan pengembangan pegawai, maka hasil

penilaian kinerja harus valid, adil, dan berguna sehingga


dapat diterima oleh pengambil keputusan.
2) Valid atau mengukur apa yang sebenarnya hendak diukur
dari penilaian kinerja tersebut.
3) Bersifat empiris, bukan berdasarkan perasaan semata.
4) Sensitivitas kriteria. Kriteria itu menunjukkan hasil yang
relevan saja, yaitu kinerja, bukan hal-hal lainnya yang tidak
berhubungan dengan kinerja.
5) Sistematika kriteria. Hal ini tergantung dari kebutuhan
organisasi dan lingkungan organisasi. Kriteria yang sistematis
tidak selalu baik. Organisasi yang berada pada lingkungan
yang cepat berubah mungkin justru lebih baik menggunakan
kriteria yang kurang sistematis untuk cepat menyesuaikan diri
dan begitu juga sebaliknya.
6) Kelayakan hukum yaitu kriteria itu harus sesuai dengan
hukum yang berlaku.
D. Pengukuran Kinerja (Performance Measures)
Pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan
system penilaian (rating) yang relevan. Rating
mudah digunakan
mencerminkan

tersebut harus

sesuai dengan yang akan diukur, dan

hal-hal

yang

Werther dan Davis (1996:346).

memang

menentukan

kinerja

Pengukuran kinerja juga berarti membandingkan antara


standar yang telah ditetapkan dengan kinerja sebenarnya yang
terjadi. Pengukuran kinerja dapat bersifat subyektif atau obyektif.
Obyektif

berarti

pengukuran

kinerja

dapat

juga

diterima,

diukur oleh pihak lain selain yang melakukan penilaian dan


bersifat

kuantitatif. Sedangkan pengukuran yang bersifat

subyektif berarti pengukuran yang berdasarkan pendapat pribadi


atau standar pribadi orang yang melakukan penilaian dan sulit
untuk diverifikasi oleh orang lain.
E. Analisa Data Pengukuran
Setelah menetapkan standar

pengukuran,

mulailah dikumpulkan data-data yang diperlukan.


dapat

kemudian
Data-data

dikumpulkan dengan melakukan wawancara, survei

langsung,

atau

meneliti

catatan

pekerjaan

dan

lain

sebagainya. Data-data tersebut dikumpulkan dan dianalisa


apakah ada perbedaan antara standar kinerja dengan kinerja
aktual.
2.4.2

Tujuan penilaian kerja


Penilaian kinerja menurut Werther dan Davis (1996:342) mempunyai
beberapa tujuan dan manfaat bagi organisasi dan pegawai yang
dinilai, yaitu:
1. Performance Improvement. Yaitu memungkinkan pegawai dan
manajer untuk mengambil tindakan yang berhubungan dengan
peningkatan kinerja.
2. Compensation adjustment. Membantu para pengambil keputusan
untuk menentukan siapa saja yang berhak menerima kenaikan
gaji atau sebaliknya.
3. Placement decision.

Menentukan

promosi,

transfer,

dan

demotion.
4. Training and development needs mengevaluasi kebutuhan
pelatihan dan pengembangan bagi pegawai agar kinerja mereka
lebih optimal.
5. Carrer planning and development. Memandu untuk menentukan
jenis karir dan potensi karir yang dapat dicapai.
6. Staffing process deficiencies. Mempengaruhi

prosedur

perekrutan pegawai.
7. Informational inaccuracies and job-design errors. Membantu
menjelaskan apa saja kesalahan yang telah terjadi dalam

manajemen
informasi

sumber

job-analysis,

daya

manusia

job-design,

terutama

dan

sistem

di bidang
informasi

manajemen sumber daya manusia.


8. Equal employment opportunity. Menunjukkan bahwa placement
decision tidak diskriminatif.
9. External challenges. Kadang-kadang

kinerja

pegawai

dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti keluarga, keuangan


pribadi, kesehatan, dan lain-lainnya. Biasanya faktor ini tidak
terlalu kelihatan, namun dengan melakukan penilaian kinerja,
faktorfaktor eksternal ini akan kelihatan sehingga membantu
departemen sumber daya manusia untuk memberikan bantuan
bagi peningkatan kinerja pegawai.
10. Feedback. Memberikan umpan balik bagi urusan kepegawaian
2.4.3

maupun bagi pegawai itu sendiri.


Prinsip prinsip penilaian
Menurut Gillies (1996), untuk mengevaluasi bawahan secara tepat
adil manajer sebaiknya mengamati prinsip-prinsip tertentu.
1) Evaluasi pekerja sebaiknya didasarkan pada

standar

pelaksanaan kerja, dan orientasi tingkah laku untuk posisi yang


ditempati (Romber, 1986 dikutip Gillies, 1996). Karena deskripsi
dan standar pelaksanaan kerja di sajikan ke pegawai selama
orientasi sebagai tujuan yang harus di usahakan, pelaksanaan
kerja sebaiknya di evaluasi berkenan dengan sasaran-sasaran
yang sama
2) Sampel tingkah perawat yang cukup representatif sebaiknya
diamati

dalam

rangka

evaluasi

pelaksanaan

kerjanya.

Perhatian harus di berikan untuk mengevaluasi tingkah laku


umum atau tingkah laku konsistennya, serta guna menghindari
hal-hal yang tidak di inginkan.
3) Perawat sebaiknya diberi salinan deskriptif kerjanya, standar
pelaksanaan kerja, dan bentuk evaluasi untuk peninjauan ulang
sebelum pertemuan evaluasi, sehingga baik perawat maupun
supervisor dapat mendiskusikan dari kerangka kerja yang sama
4) Di dalam menuliskan penilaian pelaksanaan kerja pegawai,
manajer

sebaiknya

menunjukkan

segi-segi

dimana

pelaksanaan kerja itu bisa memuaskan dan perbaikan apa yang


di perlukan. Suprvisor sebaiknya merujuk pada contoh-contoh
khusus menenai tingkah laku yang memuaskan maupun yang

tidak memuaskan, supaya dapat menjelaskan dasar-dasar


komentar yang bersifat evaluatif.
5) Jika di perlukan, manajer sebaiknya menjelaskan area mana
yang akan diprioritaskan, seiring dengan usaha perawatuntuk
meningkatkan pelaksanaan kerja.
6) Pertemuan evaluasi sebaiknya dilakukan pada waktu yang
cocok bagi perawat dan manajer, dan diskusi evaluasi
sebaiknya dilakukan dalam waktu yang cukup bagi keduanya.
7) Baik laporan evaluasi maupun pertemuan sebaiknya disusun
dengan terencana, sehingga perawat tidak merasa kalau
pelaksanaan kerjanya sedang di anlisis (Simpson, 1985).
Seorang pegawai dapat bertahan dari kecaman seorang
manajer yang menunjukkan pertimbangan atas perasaannya,
2.4.4

serta menawarkan bantua


Manfaat yang dapat di capai dalam penilaian kerja
Manfaat penilaian kerja dapat dijabarkan menjadi 6 yaitu:
1) Meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara individu atau
kelompok, dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk
memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dalam kerangka pencapaian
tujuan pelayanan RS.
2) Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan
pada gilirannya akan mempengaruhi atau mendorong SDM
secara keseluruhannya.
3) Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan
meningkatkan hasil karya dan prestasi, dengan cara memberikan
umpan balik kepada mereka tentang prestasinya.
4) Membantu RS untuk dapat menyusun program pengembangan
dan pelatihan staf yang lebih tepat guna.sehingga, RS akan
mempunyai tenaga yang cakap dan tampil untuk pengembangan
pelayanan keperawatan dimasa depan.
5) Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi
kerja dengan meningkatkan gaji atau sistem imbalan yang baik.
6) Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk
mengeluarkan perasaannya tentang pekerjaannya,atau hal lain
ada kaitannya melalui jalur komonikasi dan dialog, sehingga

2.4.5

dapat mempererat hubungan antara atasan dan bawahan.


Proses kegiatan penilaian kerja
Penialain presentasi kerja merupakan suatu pemikiran sistematis
atau individu karyawan mengenai prestasinya dalam pekerjaan dan

potensinya untuk pengembangan (dale S.Beach, 1970, p 257 alih


bahasa achmad S 2001).
Proses kegiatan meliputi:
1) Memutuskan tanggung jawab dan tugas yang harus di capai oleh
staf

keperawatan.rumusan

atasannya,

sehingga

tersebut

langkah

telah

perumusan

disepakati

oleh

tersebut

dapat

memberikan kontribusi berupa hasil.


2) Menyepakati sasaran kerja tertentu dalam bentuk hasil yang
harus di capai oleh karyawan untuk kurun waktu tertentu, dengan
penepatan standar prestasi dan tolak ukur yang telah di tetapkan.
3) Melakukan monitoring, koreksi, dan memberikan kesempatan
serta bantuan yang di perlukan oleh stafnya.
4) Menilai prestasi kerja staf dengan cara membandingkan prestasi
yang di capai dengan standar atau tolak ukur yang telah di
tetapkan.
5) Memberikan umpan balik kepada staf/karyawan yang dinilai.
Dalam proses pemberian umpan balik ini, atasan dan bawahan
perlu membicarakan cara-cara unutuk memperbaiki kelemahan
yang telah di ketahui untuk meningkatkan prestasi pada periode
2.4.6

berikutnya.
Alat ukur
Memberikan macam alat ukur telah di gunakan dalam penelitian
pelaksanaan kerja karyawan keperawatan. Agar efektif, alat evaluasi
sebaiknya di rancang untuk mengurangi bias,

meningkatkan

objektivitas, serta menjamin seabsahan dan ketahanan. setiap


supervesior biasanya menilai pelaksanaan kerja perawat laki-laki
terlalu tinggi, dan beberapa supervisor yang lain biasanya juga
meremehkan pelaksanaan kerja perawat asing. Beberapa di
antaranya, menaksir terlalu tinggi pengetahuan dan keterampilan dari
setiap perawat itu, termasuk juga dalam hal kerapian dan kesopanan.
Objektivitas yaitu kemampuan untuk mengalihkan diri sendiri
secara emosional dari suatu keadaan untuk mempertimbangkan
fakta,

tanpa

adanya

penyimpangan

oleh

perasaan

pribadi.

Keabsahan di artikan sebagai tingkatan alat pengukur pokok isi, serta


apa yang harus di ukur. alat pengukur yang di gunakan dalam
penilaian pelaksanaan kerja dan tugas-tugas yang ada

dalam

deskripsi kerja dari kepala perawat, perlu di rinci satu demi satu dan
di laksanakan secara akurat.

Jenis alat evaluasi pelaksanaan kerja perawat yang umum


digunakan ada lima, yaitu: laporan bebas, pengurutan yang
sederhana,

checklist

pelaksanaan

kerja,

penilain

grafis,

dan

perbandingan pilihan yang di buat-buat (henderson, 1984)


A. Laporan tanggapan bebas
Pimpinan atau atasan di minta memberikan komentar tentang
kualitas pelaksanaan kerja bawahan dalam jangka waktu tertentu.
karena tidak adanya petunjuk yang harus di evaluasi, sehingga
penilaian cenderung menjadi tidak sah. alat ini kurang objektif
karena mengabaikan satu atau lebih aspek penting di mana
B.

penilaian hanya berfokus pada salah satu aspek.


Checklist pelaksanaan kerja
Checklist terdiri atas daftar kreteria pelaksaan kerja untuk tugas
yang paling penting dalam deskripsi kerja karyawan, dengan
lampiran formolir dimana penilaian dapat menyatakan apakah
bawahan dapat memperlihatkan tingkah laku yang di inginkan atau

2.4.7

tidak.
Standart instrumen penilaian kerja perawat dalam melaksanakan
asuhan keperawatan kepada klien
Dalam menulis kualitas pelayanan keperawatan kepada klien, di
gunakan standar praktek asuhan keperawatan. Standart praktik
keperawatan telah di jabarkan oleh PPNI (2000) yang mengacu
dalam tahapan proses keperawatan, yang meliputi: (1) pengkajian,
(2) Diagnosis keperawatan, (3) perencanaan, (4) implementasi, (5)
evaluasi.
1) Standar 1 : Pengkajian keperawatan
Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien
secara

sistematis

menyeluruh,

akurat,

singkat,

dan

berkesinambungan.
Kriteria pengkajian keperawatan, meliputi:
a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis,
observasi,

pemerksaan

fisik,

serta

dari

pemeriksaan

penunjang.
b. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang
terkait,tim kesehatan, rekam medis, dan catatan lain.
c. Data yang di kumpulkan, di fokuskan untuk mengidentifikasi:
a) Status kesehatan klien masa lalu
b) Status kesehatan klien saat ini
c) Status biologis psikologis social spiritual
d) Respon terhadap terapi
e) Hatapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal

f) Resiko-resiko tinggi masalah


d. Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB (lengkap,
akurat, relevan, dan baru)
1. Standar 2 : Diagnosis keperawatan
Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis
keperawatan. Kriteria proses
a. Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi
masalah klien, dan perumusan diagnosis keperawatan.
b. Diagnosis keperawatab terdiri atas : masalah (P), penyebab (E),
dan tanda atau gejala (S)
Atau terdiri atas masalah dan penyebab (PE).
c. Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk
memvalidasi diagnosis keperawatan.
d. Melakukan pengkajian ulang, dan merevisi diagnosis bedasarkan
data terbaru.
2. Standart 3 : perencanaan keperawatan
Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi
masalah dan meningkatkan kesehatan klien.
Kriteria proses, meliputi:
a. Perencanaan terdiri atas penetapan prioritas masalah, tujuan, dan
rencana tindakan keperawatan
b. Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan
keperawatan
c. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau
kebutuhan klien
d. Mendokumentasikan rencana keoerawatan
3. Standart 4 : Implimentasi
Perawat mengimplimentasikan tindakan yang telah diindentifikasi dalam
rencana asuhan keperawatan.
Kriteria proses, meliputi:
a. Bekerjasama dengan

klien

dalam

pelaksanaan

tindakan

keperawatan
b. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan
klien
d. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai
konsep,

keterampilan

asuhan

diri

serta

membantu

klien

memodifikasi lingkungan yang digunakan


e. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan
berdasarkan respons klien.

FORMAT PENILAIAN KINERJA PERAWAT


STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG
No.
I.

Uraian
Standar Pengkajian
pengumpulan data dilakukan dengan
anamnesa
Observasi
pemeriksaan fisik
sumber data adalah pasien
data meliputi status kesehatan klien masa
lalu,masa sekarang,

II.

Diagnosa keperawatan
analisis data
interpretasi data
identifikasi masalah klien
penetapan diagnosa
ada kerja sama dengan petugas kesehatan
lain

III.

rencana asuhan
masalah diprioritaskan
ada tujuan
rencana tindakan
sesuai dengan kondisi klien

IV.

Implementasi
kerjasama dengan klien
kolaborasi dengan tim lain
melakukan tindakan
ada HE

V.

Evaluasi
SOAP

dilaksanakan

tdk dilaksanakan

ada revisi rencana sesuai dengan respon klien

Mengetahui,

Supervisor

Kabid. Keperawatan

Kasie. Askep dan


Logistik

..

2.5 Manajemen Perubahan


Perubahan pelayanan

keperawatan

merupakan

kesatuan

dalam

perkembangan dan perubahan keperawatan di Indonesia. Bahkan, menjadi


hal yang aneh atau tidak semestinya terjadi, apabila masyarakat umum dan
lingkunganya terus menerus berubah, sedangkan keperawatan yang
merupakan bagian masyarakat tersebut tidak berubah dalam menata
kehidupan profesi keperawatan (Nursalam, 2011).
Perubahan adalah cara keperawatan mempertahankan diri sebagai
profesi dan berperan aktif dalam menghadapi era global (milenium III).
Masyarakat ilmuwan dan profesional keperawatan Indonesia melihat dan
mempersiapkan proses profesionalisasi pada era globalisasi ini bukan
sebagai suatu ancaman untuk di takuti atau dihindari, tetapi merupakan
tantangan untuk berupaya lebih keras memacu proses profesionalisasi
keperawatan di Indonesia serta menyejajarkan diri dengan keperawatan di
negara-negara lain (Nursalam, 2011).
2.5.1

Teori-teori Perubahan
1. Teori Kurt Lewin (1951)
Lewin (1951) mengungkapkan

bahwa

perubahan

dapat

dibedakan menjadi 3 tahapan, yaitu unfreezing, moving dan

refreezing (Kurt Lewin, 1951 dari Lacaster, J,. Lancaster, W.


1982). Perubahan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Pencarian (unfreezing), yaitu motivasi yang kuat untuk
beranjak dari keadaan semula dan keseimbangan yang ada.
Pada tahapan ini, perubahan mulai dirasakan perlu sehingga
muncul kesepian untuk berubah, menyiapkan diri dan upaya
melakukan perubahan.
b. Bergerak (moving), yaitu bergerak menuju keadaan yang
baru atau tingkat atau tahap perkembangan baru karena
memiliki cukup informasi, memiliki sikap dan kemampuan
untuk berubah, memahami masalah yang di hadapi dan
mengetahui langkah-langkah penyelesaian yang harus
dilakukan. Setelah hal-hal ini dimiliki, perlu dilakukan
langkah nyata untuk berubah dalam mencapai tingkat atau
tahap baru tersebut.
c. Pembekuan (refreezing), yaitu keadaan disaat motivasi telah
mencapai

tingkat

atau

tahap

baru

atau

mencapai

keseimbangan baru. Tingkat baru yang telah dicapai harus


dijaga agar tidak mengalami kemunduran pada tingkat atau
tahap perkembangan semula. Oleh karena itu, selalu
diperlukan umpan balik dan kritik yang membangun dalam
upaya pembinaan (reinforcement) yang terus menerus dan
berkelanjutan.
Lewin (1951) mengidentifikasi beberapa hal dan alasan yang
harus dilaksanakan oleh seorang manajer dalam merencanakan
suatu perubahan, yaiu:
a. Perubahan hanya boleh dilaksanakan untuk alasan yang
baik
b. Perubahan harus secara bertahan
c. Semua perubahan harus harus direncanakan dan tidak
secara drastis atau mendadak
d. Semua individu yang terkena perubahan harus dilibatkan
dalam perencanaan perubahan
Alasan perubahan Lewin tersebut di perkuat oleh pendapat
Sullivan dan Decker (1988) hanya ada alasan yang dapat
diterapkan pada setiap situasi, yaitu:
a. Perubahan ditujukan untuk menyelesaikan masalah

b. Perubahan ditujukan untuk membuat prosedur kerja lebih


efisien
c. Perubahan ditujukan untuk mengurangi pekerjaan yang tidak
penting
2. Teori Roger (1962)
Roger (1962) mengembangkan teori dari Lewin (1951)
tentang tiga tahap perubahan dengan menekankan latar
belakang individu yang terlibat dalam perubahan dan lingkungan
dimana

perubahan

tersebut

dilaksanakan.

Roger

(1962)

menjelaskan lima tahap dalam perubahan, yaitu: kesadaran,


keinginan, evaluasi, mencoba dan penerimaan atau dikenal juga
sebagai awareness, interest, evaluation, trial, adoption (AIETA).
Roger percaya bahwa proses penerimaan terhadap perubahan
lebih kompleks daripada tiga tahap yang dijabarkan Lewin
(1951). Setiap individu yang terlibat dalam proses perubahan
dapat menerima atau menolaknya. Meskipun perubahan dapat
diterima, mungkin saja suatu saat akan ditolak setelah
perubahan tersebut dirasakan sebagai hal yang menghambat
keberadaannya.
Roger mengatakan

bahwa

perubahan

yang

efektif

bergantung pada individu yang terlibat, tertarik dan berupaya


untuk selalu berkembang dan maju serta mempunyai suatu
komitmen untuk bekerja dan melaksanakannya (Nursalam,
2011).
3. Teori Lipitts (1973)
Lipitts (1973) mendefinisikan perubahan sebagai sesuatu yang
direncakan atau tidak direncanakan terhadap status quo dalam
individu, situasi atau proses dan dalam perencanaan perubahan
yang diharapkan, disusun oleh individu, kelompok, organisasi
atau sistem sosial yang mempengaruhi secara langsung tentang
status quo, organisasi lain, atau situasi lain. Lipits (1973)
menekankan bahwa tidak seorangpun bisa lari dari perubahan.
Pertanyaannya

adalah

bagaimana

seorang

mengatasi

perubahan tersebut? Kunci untuk menghadapi perubahan


tersebut menurut Lipitts (1973) adalah mengidentifikasi tujuh
tahap dalam proses perubahan. Tujuh tahap tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Menentukan masalah

Pada tahap ini, setiap individu yang terlibat

dalam

perubahan harus membuka diri dan menghindari keputusan


sebelum semua fakta dapat dikumpulkan. Individu an terlibat
juga harus seriing memikirkan dan meneahui apa

yang

salah serta berusaha menghindari data data yang


dianggap tidak sesuai. Setiap orang mempunyai tanggung
jawab untuk selalu menginformasikan

tentang fenomena

yang terjadi. Semakin banyak informasi tentan perubahan


yang dimiliki seorang manajer, maka semakin akurat data
yang dapat diidentifikasi sebagai masalah semua orang
yang mempunyai kekuasaan harus diikutkan sedini mungkin
dalam proses peubahan tersebut.
2. Mengkaji motivasi dan kapasitas peubahan.
Perubahan merupakan sesuatu yang mudah,

tetapi

keberhasilan perubahan dalam mencapai tujuan yang lebih


baik akan memerlukan kerja keras dan komitmen yaang tingi
dari semua orang yang terlibat didalamnya. Pada tahap ini,
semua orang yang terlibat dn lingkungan yang tersedia
harus dikaji tentang kemampuan, hambat yang mungkin
timbul, dan dukungan yang akan diberikan. Mengingat
mayoritas

praktek

keperawatan

berada

pada

suatu

organisasi / instansi, maka struktur organisasi harus dikaji


apakah peraturan yang ada, kebijakan, budaya organisasi,
dan orang yang terlibat akan membantu proses perubahan
proses atau justru menghambatnya. Fokus perubahan pada
tahap ini adalah mengidentifikasi faktor faktor

yang

mendukung dan menghambat terhadap proses perubahan


tersebut.
3. Mengkaji motivasi agen perubahan dan sarana yang
tersedia.
Pada tahap ini,

diperlukan suatu komitmen dn motivasi

manajer dalam proses perubahan. Pandangan manajer


tentang perubahan harus dapat diterima oleh staf dan dapat
dipecaa. Manajer harus mampu menunjukkan motivasi yang
tinggi

dan keseriusan dalam pelaksanaan perubahan

dengan selalu mendengarkan masukan masukan dai staf


dan selalu mencari solusi yang terbaik.

4. Menyeleksi tujuan perubahan.


Pada tahap ini, perubahan harus sudah disusun sebagai
suatu kegiatan secara operasional, teroranisasi, berurutan,
kepada siapa perubahan akan berdampak, dan kapan waktu
yang tepat untuk dilaksanakan. Untuk itu diperlukan suatu
target waktu dan perlu dilakukan uji coba sebelum
menentukan efektivitas perubahan.
5. Memilih peran yang sesuai dilaksanakan oleh agen
pembaru.
Pada tahap ini, perlu ada suatu pemilihan seorang pemimpin
atau manajer tersebut akan dapat memberikan masukan
dan solusi dibidangnya. Manajer tersebut akan dapat
memberikan masukan dan solusi

yang terbaik dalam

perubahan serta dia bisa berperan sebagai seoran mentor


yang baik. Perubahan akan berhasil denan baik apabila
antara manajer dan staf

mempunyai pemahaman yang

sama dan memiliki kemampuan dalam melaksanakan


perubahan tersebut.
6. Mempertahankan perubahan yang telah dimulai.
Sekali perubahan sudah dilaksanakan, maka

harus

dipertahankan dengan komitmen yang ada. Komunikasi


harus terbuka dan terus diinformasikan supaa setiap
pertanyaan yang masuk dan permasalahan yang terjadi
dapat diambil solusi yang terbaik oleh kedua belah pihak.
7. Mengakhiri bantuan
Selama proses mengakhiri perubahan, maka harus selalu
diikuti oleh perencanaan yang berkelanjutan dari seorang
manajer. Hal ini harus dilaksanakan secara bertahap
supaya individu yang terliba mempunyai peningkatan
tanggung jawab dan dapat mempertahankan perubahan
yang telah terjadi. Manajer harus terus - menerus bersedia
menjadi konsultan dan secara aktif terus terlibat dalam
2.5.2

perubahan.
Strategi membuat perubahan
Perubahan dalam organisasi dalam 3 tingkat yang berbeda, yaitu:
individu yang bekerja di organisasi tersebut, perubahan struktur dan
sistem dan perubahan hubungan interpersonal. Strategi membuat
perubahan dapat di kelompokkan menjadi 4 hal yakni:
1. Memiliki visi yang jelas

Visi ini merupakan hal yang sederhana dan utama, karena visi
dapat mempengaruhi pandangan orang lain. Misalnya visi J.F
Kennedy, menempatkan seseorang di bulan sebelum akhir abad
ini. Visi harus disusun secara jelas, ringkas, mudah dipahami dan
dapat dilaksanakan oleh setiap orang (Nursalam, 2011).
2. Menciptakan budaya organisasi tentang nilai-nilai moral dan
percaya kepada orang lain
Menciptakan iklim yang kondusif dan rasa saling percaya adalah
hal yang penting. Perubahan akan lebih baik jika mereka percaya
seseorang dengan kejujuran nilai-nilai yang diyakininya. Orang
akan berani mengambil suatu resiko terhadap perubahan, apabila
mereka dapat berpikir jernih dan tidak emosional dalam
menghadapi perubahan. Setiap perubahan harus diciptakan
suasana ketebukaan, kejujuran dan secara langsung.
Menurut Potter & OGrady (1986) upaya yang harus ditanamkan
dalam menciptakan iklim yang kondusif adalah:
a. Kebebasan untuk berfungsi secara efektif
b. Dukungan dari sejawat dan pimpinan
c. Kejelasan harapan tentang lingkungan kerja
d. Sumber yang tepat untuk praktik secara efektif
e. Iklim organisasi yang terbuka
3. Sistem komunikasi yang jelas, singkat dan bekesinambungan
4. Komunikasi merupakan unsur yang penting dalam peubahan.
Setiap

orang

perlu

dijelaskan

tentang

perubahan

untuk

menghindari rumor atau informasi yang salah. Semakin banyak


orang mengetahui tentang keadaan, maka mereka akan semakin
baik dan mampu dalam memberikan pandangan ke depan dan
mengurangi kecemasan serta ketakutan tehadap perubahan.
Menurut Silber (1993), komunikasi satu arah (top-down) tidak
cukup dan sering menimbulkan kebingungan karena orang tidak
mengetahui apa yang akan tejadi. Petanyaan yang perlu
disampaikan pada tahap awal perubahan menurut Doerge &
Hagenow (1995) adalah:
a. Apakah yang sedang terjadi sudah benar?
b. Apa yang lebih baik
c. Jika anda bertanggung jawab dalam perubahan, apa yang
akan anda lakukan?
5. Keterlibatan orang yang tepat
Perubahan perlu disusun oleh orang-orang yang kompeten.
Begitu rrencana sudah tersusun, maka segeralah melibatkan

orang lain pada setiap jabatan di organisasi, karena keterlibatan


akan berdampak tehadap dukungan dan advokasi (Nursalam,
2.5.3

2011).
Tingkat perubahan
Sejumlah target perubahan yang terencana normal ditunjukan kearah
upaya memperbaiki kinerja pada salah satu diantara tingkatan berikut
(yang berbeda-beda):
a. Tingkat sumber daya manusia
Kegiatannya meliputi: mempersiapkan karyawan atau guru
dalam melakukan perubahan, menjadikan SDM yang cerdas,
mencapai keunggulan, pelibatan dan pemberdayaan karyawan
atau guru, dan mengubah pola pikir.
b. Tingkat kemampuan teknologi
Salah satu rumus yang berlaku dalam perkembangan teknologi
mutakhir dan canggih adalah perkembangan tersebut harus bisa
dimanfaatkan oleh manajemen dalam proses menghasilkan
sesuatu yang bermutu tinggi. Akan tetapi hal tersebut tidak
mudah karena disamping rumit mungkin juga mahal. Meskipun
demikian, tampaknya tidak ada pilihan lain bagi manajemen
kecuali memanfaatkan dalam batas-batas kemampuan adalah
menguasai satu bentuk atau jenis teknologi tertentu yang
terjangkau oleh sekolah dikaitkan dengan faktor keberhasilan
sekolah yang bersifat kritikal.
C. Tingkat kemampuan keorganisasian
Organisasi didirikan untuk mencapai tujuan yang diinginkan dan
sesuai dengan perjalanan waktu organisasi pembelajaran. Dalam
lingkungan yang makin kompetitif, organisasi harus melakukan
perubahan dan selalu melakukan inovasi untuk mencapai
keunggulan bersaing. Perubahan itu sendiri mulai diperlukan
ketika lingkungan mengalami perubahan fundamental, dan
organisasi selalu di dorong untuk mempunyai nilai yang sangat
tinggi. Demikian

juga apabila organisasi menjadi sangat

kompetitif dan lingkungan berubah cepat atau dapat pula terjadi


2.5.4

dalam organisasi menjadi semakin jelek, atau sebaliknya.


Perencanaan dan pelaksanaan perubahan
Untuk melakukan suatu proses dalam perubahan atau transformasi
secara berhasil membutuhkan sejumlah tahapan antara lain sebagai
berikut:
a) Membangun kebutuhan untuk melakukan perubahan

Artinya suatu perubahan tidak akan berhasil tanpa ditopang


oleh sebuah kebutuhan yang jelas. Dalam tahap ini kita perlu
memberikan sejumlah alasan

untuk bisa

menumbuhkan

kesadaran untuk berubah.


b) Menciptakan visi dan tujuan perubahan
Kita sadar bahwa perubahan merupakan suatu kebutuhan yang
perlu dilakukan, maka untuk itu dalam fase berikutnya kita
mesti membangun tujuan dari perubahan itu sendiri secara
jelas. Karena visi dan tujuan dari perubahan ini akan
memberikan arahan yang jelas bagi proses transformasi yang
tengah dilakukan.
c) Mengelola implementasi proses perubahan
Tekad dan tujuan perubahan yang sudah dideklarasikan hanya
akan sia-sia jika tidak di dukung dengan implementasi yang
jelas dan sistematis.
d) Memelihara momentum perubahan
Hal ini perlu dilakukan agar proses perubahan yang telah
dijalankan tetap berada on track, dan tidak mundur lagi
kebelakang. Beberapa tindakan konkrit yang dapat dilakukan
disini antara lain adalah membangun

support system

bagi

para change agent. Selain itu juga perlu dikembangkan


kompetensi dan perilaku baru yang lebih sesuai dengan tujuan
2.5.5

perubahan yang hendak diraih.


Standar Mutu Pelayanan Keperawatan
Sesuai dengan peranan yang dimiliki oleh masing-masing unsur
pelayanan kesehatan, standar dalam program menjaga mutu
secara umum dapat dibedakan atas dua macam yakni:
1. Standar Pelayanan Minimal
Standar persyaratan minimal adalah keadaan minimal yang
harus

dipenuhi

untuk

dapat

menjamin

terselenggaranya

pelayanan kesehatan yang bermutu. Standar persyaratan


minimal terdiri dari :
a. Standar Masukan (stuktur)
Dalam standar masukan ditetapkan persyaratan minimal
unsur

masukan

yang

diperlukan

untuk

dapat

menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu


terdiri dari :
1) Jenis, jumlah dan kualifikasi tenaga pelaksana;
2) Jenis, jumlah dan spesifikasi sarana;
3) Jumlah dana (modal);

Jika standar masukan merujuk pada tenaga pelaksana


disebut dengan nama standar ketenagaan (standard of
personnel). Sedangkan jika standar masukan merujuk
pada sarana dikenal dengan nama standar sarana
(standard

of

facilities).

Untuk

dapat

menjamin

terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu,


standar masukan tersebut haruslah dapat ditetapkan.
b. Standar Lingkungan
Dalam standar lingkungan ditetapkan persyaratan minimal
unsur

lingkungan

yang

diperlukan

untuk

dapat

meyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu,


terdiri dari :
1) Garis-garis besar kebijakan (policy);
2) Pola organisasi (organization);
3) Sistem manajemen (management) yang harus dipatuhi
oleh setiap pelaksana pelayanan kesehatan;
Standar lingkungan ini populer dengan sebutan standar organisasi
dan manajemen (standard organization and management). Sama
halnya dengan masukan, untuk dapat menjamin terselenggaranya
pelayanan kesehatan yang bermutu, maka standar lingkungan
harus ditetapkan.
a. Standar Proses
Dalam standar proses ditetapkan persyaratan minimal unsur
proses yang harus dilakukan untuk dapat menyelenggarakan
pelayanan kesehatan yang bermutu, terdiri dari :
1) Tindakan medis;
2) Tindakan non medis;
Standar proses dikenal dengan nama standar tindakan
(standar of conduct). Pada dasarnya baik tidaknya mutu
pelayanan kesehatan sangat ditentukan oleh kesesuaian
tindakan dengan standar proses, maka haruslah dapat

FORMAT MANAJEMEN PERUBAHAN

NO

1.

PERTANYAAN

Semua orang
dalam organisasi
peradilan memiliki
kesadaran yang
baik terhadap
lingkungan atau
tuntutan
lingkungan di luar

2.

organisasi
Orang dapat
mengartikulasikan
atau menyebutkan
3-5 faktor yang
akan mendorong
perubahan paling
tidak dalam 3-5

3.

tahun ke depan
Organisasi.............
bekerja secara
fleksibel dan
kooperatif
melintasi batas-

4.

batas fungsional.
Organisasi.............
bekerja secara
fleksibel dan
kooperatif
melintasi batasbatas hirarkhi atau

SKALA PILIHAN
(3)
(4)

(1)

(2)

Sangat

Tidak

Kurang

tidak

setuj

setuju

setuju

(5)

(6)

Cukup

Setuj

Sangat

setuju

setuju

birokrasi (birokrasi
5.

tidak ketat)
Ada komunikasi
terbuka atau
komunikasi dua
arah yang aktif di

6.

semua tingkatan
Semua orang
dapat menjelaskan
arahan masa
depan organisasi
dalam waktu 3

7.

menit atau kurang


Orang memahami
perbedaan antara
kepemimpinan dan

8.

manajemen
Pimpinan
memotivasi dan
menginspirasi
keterlibatan dalam
inisiatif-inisiatif

9.

perubahan
Kami, secara rutin
merayakan dan
mengapresiasi

10.

setiap pencapaian
Pimpinan
pada
semua

tingkatan

secara

konsisten

menjadi

model

(contoh)

perilaku

yang
11.

diinginkan

dari perubahan
Visi, tujuan-tujuan
dan

strategi-

strategi perubahan

didiskusikan dalam
pertemuanpertemuan
12.

atau

rapat-rapat
Kami, secara
teratur menguji
pemikiranpemikiran dan
asumsi-asumsi
yang digunakan
dalam proses

13.

perubahan
Kami terlibat
dalam diskusi
berkelanjutan
dengan semua
pemangku
kepentingan,
seperti: dari
instansi
pemerintah lain,
pengacara,
akademisi, LSM,

14.

dll
Ada rasa percaya
yang sangat tinggi
dalam hubungan
kerja di seluruh

15.

organisasi
Ada iklim kerja
yang positif dalam

organisasi kami
2.6 konsep komunikasi dalam organisasi
Komunikasi di definisikan sebagai suatu pertukaran fikiran, perasaan
pendapat dan pemberin nasihat yang terjadi antara dua orang atau lebih
yang bekerja sama. Komunikasi juga merupakan suatu seni untuk dapat

menyusun dan mengantarkan suatu pesan dengan cara yang gampang


sehingga orang lain dapat mengerti dan menerima.
2.6.1

Pola komunikasi dalam struktur organisasi


Aktivitas komunikasi dalam suatu organisasi tidak terlepas
dari bentuk komunikasi internal dan eksternal. Komunikasi internal
adalah pertukaran gagasan di antara para administrator dan karyawan
mereka dalam suatu perusahaan atau organisasi tersebut, lengkap
dengan strukturnya yang khas dan pertukaran gagasan secara
horizontal dan vertical di dalam suatu perusahaan atau organisasi
yang menyebabkan pekerjaan berlangsung (operasi dan manajemen).
Upaya yang dilakukan dalam menyampaikan pesan, ide,
gagasan serta informasi lainnya dapat terjadi dalam konteks secara
vertikal, horizontal, maupun secara diagonal di dalam suatu organisasi
Sedangkan komunikasi eksternal merupakan komunikasi antara
pimpinan atau anggota organisasi dengan khalayak di luar organisasi.
Desain

organisasi

harus

memungkinkan

terjadinya

komunikasi ke empat arah yang berbeda yaitu ke bawah, ke atas,


horizontal, dan diagonal. Keempat arah komunikasi ini merupakan
kerangka komunikasi dalam tubuh organisasi. Pola komunikasi antara
lain:
a)

Komunikasi ke Bawah (Downward Communication)


Komunikasi ke bawah mengalir dari individu tingkat atas hierarki
kepada orang-orang di tingkat bawah. Bentuk komunikasi ke
bawah yang paling umum adalah instruksi kerja, memo resmi,
pernyataan kebijakan, prosedur, buku pedoman, dan publikasi

perusahaan
b) Komunikasi ke Atas (Upward Communication)
Komunikasi ke atas mengalir dari tingkat bawah ke tingkat atas
organisasi. Komunikator berada di tingkat bawah organisasi,
sedangkan penerima berada di tingkat atas. Beberapa arus
komunikasi ke atas yang paling umum adalah kotak saran,
c)

pertemuan kelompok, dan prosedur naik banding.


Komunikasi Horizontal
Komunikasi horizontal mengalir melintasi berbagai fungsi dalam
organisasi.

Bentuk

komunikasi

ini

perlu

dilakukan

untuk

mengkoordinasi

dan

mengintegrasikan

berbagai

fungsi

organisasi. Komunikasi horizontal misalnya, komunikasi antar


departemen dalam suatu organisasi.
d) Komunikasi Diagonal
Komunikasi diagonal bersilang melintasi fungsi dan tingkatan
dalam organisasi, serta penting dalam situasi di mana anggota
tidak dapat berkomunikasi lewat saluran ke atas, ke bawah,
ataupun horizontal.
2.6.2 Faktor yang mempengaruhi komunikasi dalam organisasi
a. Credibility (Keterpercayaan)
Proses komunikasi sangat dipengaruhi oleh faktor kepercayaan.
Dalam hal ini, komunikasi terjadi karena antara komunikator dan
komunikan ada hubungan saling mempercayai dan saling
membutuhkan. Apabila tidak ada sedikitpun rasa kepercayaan
maka komunikasi tidak akan berjalan lancar.
b. Context (Perhubungan)
Proses komunikasi dipengaruhi oleh faktor perhubungan. Apabila
tidak terjadi kontak atau hubungan maka komunikasi tidak akan
terjadi. Keberhasilan siatu komunikasi berhubungan erat dengan
situasi dan kondisi atau sering disebut dengan sikon ketika
komunikasi berlangsung. Sebagai contoh, misalnya keadaan
disuatau tempat sedang kacau maka komunikasi tidak akan terjadi
c. Content (Kepuasan)
Pada dasarnya, komunikasi harus menimbulkan rasa puas antara
kedua belah pihak (komunikator dan komunikan). Kepuasan akan
dicapai

apabila

pesan

atau

informasi

yang

disampaikan

komunikator dapat diterima dan dimengerti dengan baik dan ada


umpan balik dari komunikan.
d. Clarity (Kejelasan)
Faktor kejelasan sangat penting dalam proses komunikasi.
Kejelasan itu meliputi kejelasan berita, kejelasan tujuan yang akan
dicapai, dan kejelasan kata-kata yang dipergunakan, serta
kejelasan dalam menggunakan bahasa tubuh
e. Continuity and consistency (Kesinambungan dan Konsisten)
Komunikasi akan berlangsung lancar jika terjadi kesinambungan
dan konsisten hubungan antar kedua belah pihak. Dalam hal
semacam ini, komunikasi perlu dilakukan secara terus menerus
dan konsisten. Selain itu pesan atau informasi yang disampaikan
jangan saling bertentangan

2.7 Hambatan dalam komunikasi


Hambatan - hambatan yang dapat terjadi dalam berkomunikasi
antara perawat dengan kalien dapaat teratasi apabila perawat
mengetahui beberapa ucapan yang perlu di hindari dalam kondisi
seperti di bawah ini:
1. Memberi nasihat atau memberi tahu cara pemecahan masalah
keperawatan yang menunjukkan seakan-akan klien tidak mampu
emlakukan sendiri.
Contoh : Mengapa anda tidak melakukan
Bila saya adalah anda maka saya akan "
Akan lebih baik anda..
2. Berupaya untuk menenteramkan hati ,di mana

perawat

memberikan informasi tidak berdasarkan fakta tetapi lebih


bertujuan untuk memberikan perasaan senang.
Contoh: Tidak perlu cemas tidak apa-apa kok..
Jangan bersedih ,semua orang dapat mengalami ..
3. Mengalihkan pembicaraan mengenai hal-hl yang emngancam
pada hal-hal yang kurang mengancam.Hal ini dapat terjdi karena
perawat tidak bersedia atau tidak siap untuk mendengarkan
ungkapan perasaan menyakitkan yang di alami klien .
Contoh : Kita bicara soal ini lain kali saja ..
4. Membuat penilian terhdap perilaku klien berdasarkan sistem nilai
yang anut oleh perawat
Contoh : Anda slah ,Anda malas untuk berobat ..
5. Menunjukkan perilaku yang berfokus pada diri perawat
Contoh : Dapatkah anda ulangi ,saya tidak mendengar ..
6. Memberikan pengarahan atau petunjuk yang harus di ikuti dengan
mengabaikan kemampuan klien ,dan menganggap klien tidak
mampu untuk mengatasi masalahnya
Contoh : Bukan begitu caranya mestinya anda melakukan ..
7. Mengajukan pertanyaan yang berlebihan tanpa memperhatikan
perasaan klien
8. Memberi komentar klise atau stereotype ,yauitu member komentar
dengan kata-kata secara spontan tanpa tujuan yang jelas.
Contoh : Hati-hati kalau tidak teratur makan ..
Disuntik ya, tidak sakit kok ..
KONSIONER KOMUNIKASI ORGANISASI MANAGEMENT
Sangat setuju : SS
Setuju : S
Kurang Setuju : KS

Tidak Setuju : TS
Sangat Tidak Setuju : STS
NO
1.

PPERTANYAAN
Pimpinan memberi petunjuk kerja dengan
jelas

2.
Saya mampu merespon setiap komunikasi
dengan baik
3.
Saya memahami setiap yang didengar
4.
Saya memahami setiap apa yang dibaca
5.
bahasa yang digunakan dalam percakapan
cukup jelas
6.
7.

Rumah sakit menyampaikan pesan melalui


media
Perantara telepon dalam menjalankan tugas
rumah sakit menyampaikan pesan secara
langsung

8.

9.

dalam menjalankan tugas


Pemimpin memberikan tugas sesuai jabatan
Pemimpin selalu memberi perintah disaat

10.

yang tepat
Kebijakan dalam rumah sakit telah

11.

dilaksanakan
Hubungan yang baik antar karyawan sangat

12.

Diperlukan

13.

Saling memahami termasuk dalam proses


komunikasi

14.

Pemimpin memiliki rasa tanggung jawab

SS

KS

TS

STS

15.
Karyawan bertanggung jawab atas
pekerjaannya
Proses Komunikasi dalam rumah sakit dalam
melaksanakan tugas menciptakan hasil yang
maksimal
2.7 konsep manajemen metode fungsional tim primer dan modifikasi tim
primer
2.7.1

Macam metode penugasan


Model praktek keperawatan profesional merupakan suatu sistem,
baik menyangkut struktur, proses dan nilai-nilai professional, yang
memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan
keperawatan termasuk lingkungan untuk mendukung pemberian
asuhan

keperawatan.Dalam

rangka

mendayagunakan

tenaga

keperawatan yang tersedia di rumah sakit, ada beberapa metode yang


dapat di implementasikan dengan metode penugasan dalam bentuk
metode pemberian asuhan keperawatan. Ada lima metode pemberian
asuhan keperawatan yang dikenal, antara lain metode fungsional, tim,
2.7.2

keperawatan primer, modular, dan menejemen kasuskeperawatan.


Metode Fungsional
Model pemberian asuhan keperawatan ini berorientasi pada
penyelesaian tugas dan prosedur keperawatan. Perawat ditugaskan
untuk melakukan tugas tertentu untuk dilaksanakan kepada semua
pasien yang dirawat di suatu ruangan. Model ini digambarkan sebagai
keperawatan yang berorientasi pada tugas dimana fungsi keperawatan
tertentu ditugaskan pada setiap anggota staff. Setiap staff perawat
hanya melakukan 1-2 jenis intervensi keperawatan pada semua pasien
dibangsal. Misalnya seorang perawat bertanggung jawab untuk
pemberian obat-obatan, seorang yang lain untuk tindakan perawatan
luka, seorang lagi mengatur pemberian intravena, seorang lagi
ditugaskan pada penerimaan dan pemulangan, yang lain memberi
bantuan mandi dan tidak ada perawat yang bertanggung jawab penuh
untuk perawatan seorang pasien.
Seorang perawat bertanggung jawab kepada manajer perawat.
Perawat senior menyibukan diri dengan tugas manajerial, sedangkan

perawat pelaksana pada tindakan keperawatan. Penugasan yang


dilakukan pada model ini berdasarkan kriteria efisiensi, tugas
didistribusikan

berdasarkan

tingkat

kemampuan

masing-masing

perawat dan dipilih perawat yang paling murah. Kepala ruangan


terlebih

dahulu

mengidentifikasm

tingkat

kesulitan

tindakan,

selanjutnya ditetapkan perawat yang akan bertanggung jawab


mengerjakan tindakan yang dimaksud. Model fungsional ini merupakan
metode praktek keperawatan yang paling tua yang dilaksanakan oleh
perawat dan berkembang pada saat perang dunia kedua.
a. Kelebihan :
Efisien karena dapat menyelesaikan banyak pekerjaan dalam
waktu singkat dengan pembagian tugas yang jelas dan

pengawasan yang baik


Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga
Perawat akan trampil untuk tugas pekerjaan tertentu saja
Mudah memperoleh kepuasan kerja bagi perawat setelah

selesai kerja.
Kekurangan tenaga ahli dapat diganti dengan tenaga yang

kurang berpengalaman untuk tugas sederhana.


Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staf atau
peserta didik yang melakukan praktek untuk ketrampilan

tertentu.
b. Kelemahan :
Pelayanan keperawatan

2.7.3

terpisah-pisah

atau

tidak

total

sehingga kesulitan dalam penerapan proses keperawatan.


Perawat cenderung meninggalkan klien setelah melakukan

tugas pekerjaan.
Persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan

dengan ketrampilan saja.


Tidak memberikan kepuasan pada pasien ataupun perawat

lainnya.
Menurunkan tanggung jawab dan tanggung gugat perawat
Hubungan perawat dank klien sulit terbentuk
Metode Tim
Metode tim adalah pengorganisasian pelayanan keperawatan
dengan menggunakan tim yang terdiri atas kelompok klien dan
perawat. Kelompok ini dipimpin oleh perawat yang berijazah dan
berpengalaman

kerja

serta

memiliki

pengetahuan

dibidangnya

(Regestered Nurse). Pembagian tugas dalam kelompok dilakukan oleh


pimpinan kelompok/ ketua group dan ketua group bertanggung jawab

dalam mengarahkan anggota group / tim. Selain itu ketua group


bertugas memberi pengarahan dan menerima laporan kemajuan
pelayanan keperawatan klien serta membantu anggota tim dalam
menyelesaikan tugas apabila menjalani kesulitan dan selanjutnya
ketua tim melaporkan pada kepala ruang tentang kemajuan pelayanan
/ asuhan keperawatan terhadap klien. Keperawatan Tim berkembang
pada awal tahun 1950-an, saat berbagai pemimpin keperawatan
memutuskan bahwa pendekatan tim dapat menyatukan perbedaan
katagori perawat pelaksana dan sebagai upaya untuk menurunkan
masalah yang timbul akibat penggunaan model fungsional. Pada
model tim, perawat bekerja sama memberikan asuhan keperawatan
untuk sekelompok pasien di bawah arahan/pimpinan seorang perawat
profesional (Marquis & Huston, 2000).
Dibawah pimpinan perawat professional, kelompok perawat akan
dapat bekerja bersama untuk memenuhi sebagai perawat fungsional.
Penugasan terhadap pasien dibuat untuk tim yang terdiri dari ketua tim
dan anggota tim. Model tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap
anggota kelompok mempunyai kontriibusi dalam merencanakan dan
memberikan asuhan keperawatan sehingga timbul motivasi dan rasa
tanggung jawab perawat yang tinggi. Setiap anggota tim akan
merasakan kepuasan karena diakui kontribusmnya di dalam mencapai
tujuan bersama yaitu mencapai kualitas asuhan keperawatan yang
bermutu. Potensi setiap anggota tim saling melengkapi menjadi suatu
kekuatan yang dapat meningkatkan kemampuan kepemimpinan serta
menimbulkan rasa kebersamaan dalam setiap upaya dalam pemberian
asuhan keperawatan. Pelaksanaan konsep tim sangat tergantung
pada filosofi ketua tim apakah berorientasi pada tugas atau pada klien.
Perawat yang berperan sebagai ketua tim bertanggung jawab untuk
mengetahui kondisi dan kebutuhan semua pasien yang ada di dalam
timnya dan merencanakan perawatan klien. Tugas ketua tim meliputi:
mengkaji anggota tim, memberi arahan perawatan untuk klien,
melakukan pendidikan kesehatan, mengkoordinasikan aktivitas klien.
Menurut Tappen (1995), ada beberapa elemen penting yang
harus diperhatikan :
Pemimpin tim didelegasikan/diberi

otoritas

untuk

membuat

penugasan bagi anggota tim dan mengarahkan pekerjaan timnya.

Pemimpin

demokratik atau partisipatif dalam berinteraksi dengan anggota tim.


Tim bertanggung jawab terhadap perawatan total yang diberikan

kepada kelompok pasien.


Komunikasi di antara anggota tim adalah penting agar dapat

diharapkan

menggunakan

gaya

kepemimpinan

sukses. Komunikasi meliputi: penu!isan perawatan klien, rencana


perawatan klien, laporan untuk dan dari pemimpin tim, pentemuan
tim untuk mendiskusikan kasus pasien dan umpan balik informal di
antara anggota tim.
a. Kelebihan :
Dapat memfasilitasi pelayanan keperawatan secara komprehensif.
Memungkinkan pelaksanaan proses keperawatan.
Konflik antar staf dapat dikendalikan melalui rapat dan efektif

untuk belajar.
Memberi kepuasan anggota tim dalam berhubungan interpersonal.
Memungkinkan meningkatkan kemampuan anggota tim yang

berbeda-beda secara efektif.


Peningkatan kerja sama dan komunikasi di antara anggota tim
dapat menghasilkan sikap moral yang tinggi, memperbaiki fungsi
staf secara keseluruhan, memberikan anggota tim perasaan
bahwa

ia

mempunyai

kontribusi

terhadap

hasil

asuhan

keperawatan yang diberikan.


Akan menghasilkan kualitas asuhan keperawatan yang dapat

dipertanggungjawabkan
Metode ini memotivasi perawat untuk selalu bersama klien selama

bertugas
b. Kelemahan :
Ketua tim menghabiskan banyak waktu untuk koordinasi dan
supervisi anggota tim dan harus mempunyai keterampilan yang

tinggi baik sebagai perawat pemimpin maupun perawat klinik.


Keperawatan tim menimbulkan fragmentasi keperawatan bila

konsepnya tidak diimplementasikan dengan total


Rapat tim membutuhkan waktu sehingga pada situasi sibuk rapat

tim ditiadakan, sehingga komunikasi antar angota tim terganggu.


Perawat yang belum trampil dan belum berpengalaman selalu

tergantung staf, berlindung kepada anggota tim yang mampu.


Akontabilitas dari tim menjadi kabur.
Tidak efisien bila dibandingkan dengan model fungsional karena
membutuhkan tenaga yang mempunyai keterampilan tinggi.

c. Tanggung jawab Kepala Ruang


Menetapkan standar kinerja yang diharapkan sesuai dengan

standar asuhan keperawatan.


Mengorganisir pembagian tim dan pasien
Memberi kesempatan pada ketua tim untuk mengembangkan

kepemimpinan.
Menjadi nara sumber bagi ketua tim.
Mengorientasikan tenaga keperawatan

metode/model tim dalam pemberian asuhan keperawatan.


Memberi pengarahan kepada seluruh kegiatan yang ada di

ruangannya.
Melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan yang ada di

ruangannya.
Memfasilitasi kolaborasi tim dengan anggota tim kesehatan yang

lainnya.
Melakukan

ruangannya, kemudian menindak lanjutinya


Memotivasi staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset

audit

asuhan

dan

yang

pelayanan

baru

tentang

keperawatan

di

keperawatan.
Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka dengan semua staf.
d. Tanggung jawab ketua tim :
Mengatur jadual dinas timnya yang dikoordinasikan dengan kepala

ruangan.
Membuat perencanaan berdasarkan tugas dan kewenangannya

yang didelegasikan oleh kepala ruangan.


Melakukan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi

asuhan keperawatan bersama-sama anggota timnya.


Mengkoordinasikan rencana keperawatan dengan tindakan medik.
Membuat penugasan kepada setiap anggota tim dan memberikan

bimbingan melalui konferens.


Mengevaluasi asuhan keperawatan baik proses ataupun hasil

yang diharapkan serta mendokumentasikannya.


Memberi pengarahan pada perawat pelaksana

pelaksanaan asuhan keperawatan


Menyelenggarakan konferensi
Melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya dalam

pelaksanaan asuhan keperawatan


Melakukan
audit
asuhan
keperawatan

yang

tentang

menjadi

tanggungjawab timnya
Melakukan perbaikan pemberian asuhan keperawatan
e. Tanggung jawab anggota tim
Melaksanakan tugas berdasarkan rencana asuhan keperawatan.

2.7.4

Mencatat dengan jelas dan tepat asuhan keperawatan yang telah

diberikan berdasarkan respon klien.


Berpartisipasi dalam setiap memberiikan

meningkatkan asuhan keperawatan


Menghargai bantuan dan bimbingan dan ketua tim.
Melaporkan perkembangan kondisi pasien kepada ketua tim.
Memberikan laporan

Metode Primer
Model primer
menggunakan

dikembangkan

beberapa

konsep

pada
dan

awal

masukan

tahun

perawatan

total

untuk

1970-an,
pasien.

Keperawatan primer merupakan suatu metode pemberian asuhan


keperawatan di mana perawat primer bertanggung jawab selama 24
jam terhadap perencanaan pelaksanaan pengevaIuasi satu atau
beberapa klien dan sejak klien masuk rumah sakit sampai pasien
dinyatakan pulang. Selama jam kerja, perawat primer memberikan
perawatan langsung secara total untuk klien. Ketika perawat primer
tidak sedang bertugas, perawatan diberikan/didelegasikan kepada
perawat asosiet yang mengikuti rencana keperawatan yang telah
disusuni oleh perawat primer. Pada model ini, klien, keluarga,
stafmedik dan staf keperawatan akan mengetahui bahwa pasien
tertentu akan merupakan tanggung jawab perawat primer tertentu.
Setiap perawat primer mempunyai 4-6 pasien. Seorang perawat primer
mempunyai kewenangan untuk melakukan rujukan kepada pekerja
sosial, kontak dengan lembaga sosial masyarakat membuat jadual
perjanjian klinik, mengadakan kunjungan rumah, dan lain sebagainya.
Dengan

diberikannya

kewenangan

tersebut,

maka

dituntut

akontabilitas yang tinggi terhadap hasil pelayanan yang diberikan.


Tanggung jawab mencakup periode 24 jam, dengan perawat kolega
yang memberikan perawatan bila perawat primer tidak ada. Perawatan
yang yang diberikan direncanakan dan ditentukan secara total oleh
perawat primer. Metode keperawatan primer mendorong praktek
kemandirian perawat, yang ditandai dengan adanya keterkaitan kuat
dan terus menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk
merencanakan, melakukan dan koordinasi asuhan keperawatan
selama pasien dirawat. Perawat primer bertanggung jawab untuk
membangun komunikasi yang jelas di antara pasien, dokter, perawat

asosiet, dan anggota tim kesehatan lain. Walaupun perawat primer


membuat rencana keperawatan, umpan balik dari orang lain diperlukan
untuk pengkoordinasian asuhan keperawatan klien.
Dalam menetapkan seseorang menjadi perawat primer perlu
berhati-hati karena memerlukan beberapa kriteria, di antaranya dalam
menetapkan kemampuan asertif, self direction kemampuan mengambil
keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinik, akuntabel serta
mampu berkolaborasi dengan baik antar berbagai disiplin ilmu. Di
negara maju pada umumnya perawat yang ditunjuk sebagai perawat
primer adalah seorang perawat spesialis klinik yang mempunyai
kualifikasi master dalam bidang keperawatan.
Karakteristik modalitas keperawatan primer adalah :
Perawat primer mempunyai tanggung jawab untuk asuhan
keperawatan pasien selama 24 jam sehari, dari penerimaan

sampai pemulangan
Perawat primer melakukan
keperawatan,

kolaborasi

pengkajian

dengan

pasien

kebutuhan
dan

asuhan

professional

kesehatan lain, dan menyusun rencana perawatan.


Pelaksanaan rencana asuhan keperawatan didelegasikan oleh

perawat primer kepada perawat sekunder selama shift lain.


Perawat primer berkonsultasi dengan perawat kepala dan

penyelia.
Autoritas, tanggung gugat dan autonomi ada pada perawat primer

a. Kelebihan :
Perawat primer mendapat akontabilitas yang tinggi terhadap hasil

dan memungkinkan untuk pengembangan diri.


Memberikan peningkatan autonomi pada pihak perawat, jadi

meningkatkan motivasi, tanggung jawab dan tanggung gugat.


Bersifat kontinuitas dan komprehensif sesuai dengan arahan
perawat primer dalam memberikan atau mengarahkan perawatan

sepanjang hospitalisasi.
Membebaskan manajer perawat klinis untuk melakukan peran
manajer operasional dan administrasi

Kepuasan kerja perawat tinggi karena dapat memberiikan asuhan


keperawatan secara holistik. Kepuasan yang dirasakan oleh
perawat primer adalah memungkinkan pengembangan diri melalui

penerapan ilmu pengetahuan.


Staf medis juga merasakan kepuasan karena senantiasa informasi
tentang kondisi klien selalu mutakhir dan komprehensif serta
informasi dapat diperoleh dari satu perawat yang benar-benar

mengetahui keadaan kliennya.


Perawat ditantang untuk bekerja total sesuai dengan kapasitas

mereka.
Waktu yang digunakan lebih sedikit dalam aktivitas koordinasi dan
supervisi dan lebih banyak waktu untuk aktivitas langsung kepada

klien.
Pasien terlihat lebih menghargai. Pasien merasa dimanusiakan

karena terpenuhi kebutuhannya secara individu.


Asuhan keperawatan berfokus pada kebutuhan klien.
Profesi lain lebih menghargai karena dapat berkonsultasi dengan

perawat yang mengetahui semua tentang kliennya.


Menjamin kontinuitas asuhan keperawatan.
Meningkatnya hubungan antara perawat dan klien.
Metode ini mendukung pelayanan profesional.
Rumah sakit tidak harus mempekerjakan terlalu banyak tenaga

keperawatan tetapi harus berkualitas tinggi.


b. Kelemahan :
Hanya dapat dilakukan oleh perawat profesional.
Tidak semua perawat merasa siap untuk bertindak mandiri,
memiliki akontabilitas dan kemampuan untuk mengkaji serta

merencanakan asuhan keperawatan untuk klien.


Akontabilitas yang total dapat membuat jenuh.
Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan

dasar yang sama.


Biaya relatif tinggi dibanding metode penugasan yang lain.
c. Ketenagaan metode primer
Setiap perawat primer adalah perawat bedside
Beban kasus pasien 4-6 orang untuk satu perawat primer
Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal
Perawat primer dibantu oleh perawat professional lain maupun
non professional sebagai perawat asisten
d. Tanggung jawab Kepala Ruang dalam metode primer
Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer
Mengorganisir pembagian pasien kepada perawat primer

Menyusun jadual dinas dan memberi penugasan pada perawat

asisten
Orientasi dan merencanakan karyawan baru
Merencanakan dan menyelenggarakan pengembangan staff
e. Tanggung jawab perawat primer :
Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara

2.7.5

komprehensif
Membuat tujuan dan rencana keperawatan
Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama ia dinas
Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan yang

diberikan oleh disiplin lain maupun perawat lain


Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai
Menyipakan penyuluhan untuk pulang
Melakukan rujukan kepada pekarya sosial, kontak dengan

lembaga sosial dimasyarakat


Membuat jadwal perjanjian klinis
Mengadakan kunjungan rumah

Metode Kasus
Metode kasus adalah metode dimana perawat bertanggung jawab
terhadap pasien tertentu yang didasarkan pada rasio satu perawat
untuk satu pasien dengan pemberian perawatan konstan untuk periode
tertentu. Metode penugasan kasus biasa diterapkan untuk perawatan
khusus seperti isolasi, intensive care, perawat kesehatan komunitas.
a. Kelebihan :
Perawat lebih memahami kasus per kasus
Sistem evaluasi
b. Kekurangan :
Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanngung jawab
Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan

2.7.6

dasar yang sama


Metode Modifikasi
Metode modifikasi

adalah

penggunaan

metode

asuhan

keperawatan dengan modifikasi antara tim dan primer. Menurut


Sudarsono (2000), MPKP dikembangkan beberapa jenis sesuai
dengan kondisi sumber daya manusia yang ada, antara lain adalah :
a. Model Praktek Keperawatan Profesional III
Melalui pengembangan model PKP III dapat berikan asuhan
keperawatan profesional tingkat III. Pada ketenagaan terdapat
tenaga perawat dengan kemampuan doktor dalam keperawatan
klinik yang berfungsi untuk melakukan riset dan membimbing para

perawat melakukan riset serta memanfaatkan hasil-hasil riset dalam


memberikan asuhan keperawatan.
b. Model Praktek Keperawatan Profesional II
Pada model ini akan mampu memberikan asuhan keperawatan
profesional tingkat II. Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat
dengan kemampuan spesialis keperawatan yang spesifik untuk
cabang

ilmu

tertentu.

Perawat

spesialis

berfungsi

untuk

memberikan konsultasi tentang asuhan keperawatan kepada


perawat primer pada area spesialisnya. Disamping itu melakukan
riset dan memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan
keperawatan. Jumlah perawat spesialis direncanakan satu orang
untuk 10 perawat primer pada area spesialisnya. Disamping itu
melakukan

riset

dan

memanfaatkan

hasil-hasil

riset

dalam

memberikan asuhan keperawatan. Jumlah perawat spesialis


direncanakan satu orang untuk 10 perawat primer (1:10)
c. Model Praktek Keperawatan Profesional I.
Pada model ini perawat mampu memberikan asuhan keperawatan
profesional tingkat I dan untuk itu diperlukan penataan 3 komponen
utama yaitu: ketenagaan keperawatan, metode pemberian asuhan
keperawatan yang digunakan. Pada model ini adalah kombinasi
metode keperawatan primer dan metode tim disebut tim primer.
d. Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula
Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula (MPKP)
merupakan tahap awal untuk menuju model PKP. Model ini mampu
memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat pemula. Pada
model

ini

terdapat

keperawatan,

metode

komponen
pemberian

utama
asuhan

yaitu:

ketenagaan

keperawatan

dan

dokumentasi asuhan keperawatan.


Menurut Ratna S. Sudarsono (2000), bahwa penetapan
sistem model MAKP ii diasarkan pada beberapa alasan, yaitu :
a. Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat
primer harus mempunyai latar belakang pendidikan SI keperawatan
atau setara.
b. Keperawatan tim tidak digunakan secara murni , karena tanggung
jawab asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai
tim.
c. Melalui kombinasi kedua model ini diharapkan komunitas asuhan
keperawatan dan akountabilitasnya terdapat pada primer.

Disamping itu karena saat ini perawat yang ada di rumah sakit
sebagaian besar adalah lulusan SPK, maka akan mendapat
bimbingan dari perawat primer atau ketua tim tentang asuhan
keperawatan. Nilai-nilai profesional dari penatalaksanaan kegiatan
keperawatan
a.
b.
c.
d.

diaplikasikan

dalam

bentuk

aktifitas

pelayanan

profesional yang dipaparkan dalam 4 pilar sebagai berikut :


Pendekatan Manajemen (Management Approach )
Penghargaan karir ( compensatory rewards )
Hubungan Profesional ( professional relationship)
Sistem pemberian asuhan pasien ( patient care delivery system )

Kuesioner Manajemen Profesi


FORMAT KUESIONER MANAJEMEN KEPERAWATAN
Kuesioner untuk Kepala Ruangan
Managementapproch
A.

Perencanaan
1. Apakah visi-misi ruangan telah dirumuskan?
a. Iya
b. tidak
2. Apakah ada filosofi ruangan?
a.
Ada
b. tidak
3. Apakah rencana jangka pendek (harian, bulanan, tahunan) ada
disusun?
a.
Sudah
b. tidak
4. Apakah ada diadakan rapat bulanan dengan semua perawat di
ruangan?
a. Sudah
b. tidak
5. Apakah karu merencanakan dan melaksanakan evaluasi mutu
asuhan keperawatan?
a.
Sudah
b. tidak
6.
Apakah rencana kebutuhan ketenagakerjaan ruangan telah

disusun?
a.

Sudah
b. tidak
Apakah indikator mutu pelayanan telah disusun?
a.
Ada
b. tidak
8. Apakah karu ada mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien setiap
7.

hari?
a.
Sudah
B.

b. tidak

Pengorganisasian
1.Apakah ada struktur organisasi di ruangan?
a.
Ada
b. tidak
2.Apakah Karu ada membagi jadwal dinas staf perawat bersama Katim?
a.
Ada
b. Tidak

C.

3.Apakah Karu ada membuat daftar pasien bersama Katim?


a.
Ada
b. tidak
Pengarahan
1.
Apakah karu ada memimpin operan ?
a.
Ada
b. tidak
2.
Apakah karu ada mengawasi dan mengarahkan kegiatan

3.

preconference?
a.
Ada
b. tidak
Apakah karu ada mengawasi dan mengarahkan kegiatan

6.

postconference?
a.
Ada
b. tidak
Apakah karu ada memberi motivasi pada tim perawat di ruangan?
a.
Ada
b. tidak
Apakah karu mendelegasikan tugas dengan jelas
a.
Ada
b. tidak
Apakah karu ada menfasilitasi kolaborasi dengan anggota tim

7.

kesehatan yang lain dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan?


a.
Ada
b. tidak
Apakah karu ada mengawasi perawat dalam mengelola pasien

4.
5.

melalui komunikasi lansung


a.
Ada
b. tidak
8.
Apakah karu ada melakukan supervisi?
a.
Ada
b. tidak
9.
Apakah karu ada mengecek kedisiplinan staf perawat?
a.
Ada
b. tidak
10. Apakah karu ada membimbing mahasiswa di ruangan?
a.
Ada
b. tidak
D. Pengendalian
1.

Apakah ada pengawasan dan pengendalian kebersihan dan

2.

ketertiban ruangan?
a.
Ada
b. tidak
Apakah ada dilakukan diskusi bersama untuk memecahkan

5.

masalah di ruangan?
a.
Ada
b. tidak
Apakah indikator mutu pelayanan telah ditetapkan?
a.
Ada
b. tidak
Apakah ada dilakukan audit dokumentasi?
a.
Ada
b. tidak
Apakah ada dilakukan survey kepuasan terhadap pasien atau dan

6.

dokter?
a.
Ada
b. tidak
Apakah ada dilakukan pemeriksaan kelengkapan persediaan

3.
4.

status watan minimal 5 set setiap hari


a.
Ada
b. tidak
Compensatorireward

1.
2.
3.
4.
5.

Apakah ada dilakukan rekruitmen tenaga perawat?


a.
Ada
b. tidak
Apakah ada dilakukan seleksi tenaga perawat?
a.
Ada
b. tidak
Apakah ada melakukan orientasi untuk staf baru?
a.
Ada
b. tidak
Apakah ada dilakukan penilaian kinerja?
a.
Ada
b. tidak
Apakah karu ada mengusulkan pengembangan staf?
a.
Ada
b. tidak

Hubungan professional
1.
2.
3.

Apakah ada diadakan rapat keperawatan di ruangan?


a.
Ada
b. tidak
Apakah ada diadakan konferensi kasus di ruangan?
a.
Ada
b. tidak
Apakah ada diadakan rapat tim keperawatan di ruangan?
a.

4.

Ada

b. tidak

Apakah karu ada mengawasi pelaksanaan visite dokter?


a.

Ada

b. tidak

Asuhan Keperawatan
1.

Apakah karu ada melakukan asuhan keperawatan secara lansung ke


pasien?
a.

ada

b. tidak
Kuesioner untuk KATIM

Managementapproch
A. Perencanaan
1.

Apakah katim melakukan pengkajian terhadap klien baru ?


a. Ada

b. tidak

2. Apakah katim menetapkan renpra berdasarkan analisis standar


renpra sesuai dengan hasil pengkajian?
a. Ada
b. tidak
3.

Apakah

katim

bekerja

sama

dengan

CCM

dengan

mengindentifikasikan issue yang memerlukan pembuktian sehingga


tercipta evidence based practice (EBP)?
a.
Ada
b. tidak
4.

Apakah katim membuat perencanaan pulang ?


a.
Ada
b. tidak

B. Pengorganisasian
1.

Apakah katim membuat jadwal dinas bersama kepala ruangan ?


a.

2.

Ada

Apakah katim membuat daftar pasien bersama kepala ruangan ?


a.

3.

b. tidak

Ada

b. tidak

Apakah katim menetapkan PA yang bertanggung jawab pada setiap


klien ?
a.

4.

Ada

b. tidak

Apakah katim menjelaskan renpra yang sudah ditetapkan kepada PA


di bawah tanggung jawabnya sesuai klien yang dirawat (pre
conference) ?
a.

Ada

b. tidak

C. Pengarahan
1.

Apakah katim memimpin kegiatan ronde keparawatan, konfrensi ?


a.

2.

Ada

b. tidak

Apakah katim memberikan pengarahan pada perawat pelaksana


secara individual ?
a.

3.

Ada

Apakah

katim

b. tidak
memberi

motivasi

kepada

perawat

pelaksana

(terutama alam timnya) ?


a.
4.

Ada

b. tidak

Apakah katim mendelegasikan tugas kepada perawat pelaksana


secara jelas ?
a.

Ada

b. tidak

Compensatory reward
1.
a.

apakah katim melakukan orientasi kepada perawat baru ?


Ada

b. tidak

2.

Apakah katim melakukan penilaian kinerja ?

a.

Ada

b. tidak

Hubungan professional
1.

Apakah katim memimpin konfrensi kasus ?


a.

2.

Ada

b. tidak

Apakah katim mendampingi dokter visite klien di bawah tanggung ?


a.

Ada

b. tidak

Asuhan keperawatan
Menguasai asuhan keperawatan
1.

Apakah katim melakukan kontrak dengan klien/ keluarga pada awal


masuk ruangan sehingga tercipta hubungan terapeutik?

a.

Ada
2.

b. tidak

Apakah katim Melakukan bimbingan dan evaluasi PA dalam


melakukan tindakan keperawatan, apakah sesuai dengan SOP ?

a. Ada
3.

Apakah katim memonitor dokumentasi yang dilakukan oleh PA ?


a. Ada

4.

b. tidak

b. tidak

Apakah katim Membantu dan memfasilitasi terlaksananya kegiatan


PA ?
a. Ada

b. tidak

5.

Apakah katim Melakukan tindakan keperawatan yang bersifat terapi


keperawatan dan tindakan keperawata yang tidak dapat dilakukan
oleh PA ?
a. Ada

6.

b. tidak

Apakah katim mengatur pelaksanaan konsul dan pemeriksaan


laboratorium ?
a. Ada

7.

b. tidak

Apakah katim melakukan kegiatan serah terima klien dibawah ung


jawabnya bersama dengan perawat pelaksana ?
a. Ada

8.

b. tidak

Apakah katim melakukan evaluasi ASKEP dan membuat catatan


angan klien setiap hari?
a. Ada

9.

b. tidak

Apakah katim melakukan pertemuan dengan klien/keluarga minimal


setiap 2 hari untuk membahas kondisi keperawatan klien (bergantung
pada kondisi klien) ?
a. Ada

10.

b. tidak

Bila PP cuti/libur, tugas-tugas PP didelegasikan kepada PA yang


telah (wakil PP) dengan bimbingan kepala ruangan atau CCM ?
a. Ada

11. Apakah

b. tidak
katim

Memberikan

klien/keluarga ?
a. Ada

b. tidak

pendidikan

kesehatan

kepada

Kuesioner perawat
1.

Apakah perawat membaca renpra yang telah ditetapkan katim/pj


shift ?
a. Ada

2.

b. tidak

Membina hubungan terapeutik dengan klien/keluarga?


a.

3.

Ada

b. tidak

Apakah saat perawat menerima klien baru memberikan informasi


dasarkan format orientasi klien/keluarga?
a.

4.

Ada

b. tidak

Apakah perawat melakukan tindakan keperawatan pada kliennya


erdasarkan renpra?
a. Ada

5.

b. tidak

Apakah perawat melakukan evaluasi terhadap tindakan yang telah


lakukan dan mendokumentasikanya pada format yang tersedia?
a.

6.

Ada

b. tidak

Apakah perawat mengikuti visite dokter bila katim tidak di tempat ?


a.

Ada

7.

b. tidak

Apakah perawat memeriksa kerapian dan kelengkapan status


erawatan ?
a.

Ada

8.

b. tidak

Apakah perawat membuat laporan pergantian dinas dan setelah ai


diparaf?
a.

9.

Ada

b. tidak

Apakah perawat mengkomunikasikan kepada PP/Pj dinas bila


mukan masalah yang perlu diselesaikan ?
a.

10.

Ada

b. tidak

Apakah perawat menyiapkan klien untuk pemeriksaan diagnostic,


laboratorium, pengobatan, dan tindakan ?
a.

Ada

b. tidak

11. Apakah perawat berperan serta dalam memberikan pendidikan


sehatan pada klien/keluarga?
a.
12.

b. tidak

Apakah perawat melakukan inventarisasi fasilitas yang tersedia?


a.

13.

Ada

Ada

b. tidak

Apakah perawat membantu tim lain yang membutuhkan?


a.

14.

Ada

b. tidak

Apakah perawat memberikan resep dan menerima obat dari

keluarga?
a.

Ada

b. tidak

Penerapan Komunikasi di Ruangan


PETUNJUK PENGISIAN
Isilah titik-titik dibawah ini dengan jawaban terbuka sesuai dengan kondisi yang
ada.
A. Operan
1.

Jika di ruangan saudara menggunakan metode tim, bersediakah


saudara untuk operan?
a.

2.

Bersedia.

Tidak bersedia

Jika bersedia kapan waktu yang tepat untuk melakukan operan?


a.

Setiap ada permasalahan yang perlu diselesaikan dengan


segera.

3.

b.

Setelah operan

c.

Sebelum operan ke shift berikutnya

d.

Setiap pertukaran shift dinas.

Jika tidak bersedia, apa alasannya?

4.

5.

a.

tidak terlalu penting

b.

pengaturan waktu belum efisien

c.

tidak tahu

Berapa lama sebaiknya waktu untuk operan?


a.

10 15 menit

b.

15 20 menit

c.

20 30 menit

d.

Sesuai kebutuhan

Jika diadakan operan, siapa yang sebaiknya memimpin?


a.

KARU/PJ Shift

b. KATIM/PJ Tim
B.

Preconference
1.

Jika di ruangan saudara menggunakan metode tim, bersediakah


saudara untuk preconference?

2.

a.

Bersedia

b.

Tidak bersedia

Jika

bersedia

kapan

waktu

yang

tepat

untuk

melakukan

preconference?
a.

Setiap ada permasalahan yang perlu diselesaikan dengan

segera.

3.

3.

4.

b.

Setelah operan

c.

Sebelum operan ke shift berikutnya

d.

Setiap pertukaran shift dinas.

Jika tidak bersedia, apa alasannya?


a.

tidak terlalu penting

b.

pengaturan waktu belum efisien

c.

tidak tahu

Berapa lama sebaiknya waktu untuk preconference?


a.

10 15 menit

b.

15 20 menit

c.

20 30 menit

d.

Sesuai kebutuhan

Jika diadakan preconference, siapa yang sebaiknya memimpin?

C.
1.

a.

KARU/PJ Shift

b.

KATIM/PJ Tim

Postconference
Jika di ruangan saudara menggunakan metode tim, bersediakah saudara

untuk postconference?

2.

3.

3.

4.

a.

Bersedia

b.

Tidak bersedia

Jika bersedia kapan waktu yang tepat untuk melakukan postconference?


a.

Setiap ada permasalahan yang perlu diselesaikan dengan segera.

b.

Setelah operan

c.

Sebelum operan ke shift berikutnya

a.

Setiap pertukaran shift dinas.

Jika tidak bersedia, apa alasannya?


a.

tidak terlalu penting

b.

pengaturan waktu belum efisien

c.

tidak tahu

Berapa lama sebaiknya waktu untuk postconference?


a.

10 15 menit

b.

15 20 menit

c.

20 30 menit

d.

Sesuai kebutuhan

Jika diadakan postconference, siapa yang sebaiknya memimpin?


a.

KARU/PJ Shift

b. KATIM/PJ Tim
5.

Menurut anda, bagaimanakah tahapan operan yang benar?

6.

Menurut anda, bagaimanakah tahapan preconference yang benar?

7.

Menurut anda, bagaimanakah tahapan postconference yang benar?

LEMBAR OBSERVASI
TIMBANG TERIMA
No
1
2
3
4
5
6
7
8
7

Tindakan yang Diobservasi


Mengadakan timbang terima/overan
tepat pada saat pergantian shift
Timbang terima dipimpin oleh kepala
ruangan
Karu meminta laporan dari pj shift
sebelumnya
Karu memklarifikasi atau persilahkan
anggota mengklarifikasi laporan
yang disampaikan
Timbang terima diikuti oleh semua
perawat yang telah dan akan dinas
selanjutnya
Karu memimpin ronde ke bed pasien
Karu merangkum informasi operan
dan memberi saran tindak lanjut
Berdoa dan memutup acara
Bersalaman

Tanggal :
Ya
Tidak

Hari ke :
Ya
Tidak

Hari ke :
Ya
Tidak

Preconference
No
1
2
3
4
5

Tindakan yang Diobservasi

Tanggal :
Ya
Tidak

Hari ke :
Ya
Tidak

Hari ke:
Ya
Tidak

Katim membuka dan memimpin


preconference
Katim menanyakan rencana harian
perawat masing-masing perawat
Katim memberikan masukan dan
tindak lanjut terkait asuhan
Katim memberi reinforcement
Katim
menutup
acara
dan
mengucapkan selamat bekerja

Postconference
No

Tindakan yang Diobservasi

Katim membuka acara dengan


salam
Katim
menanyakan
hasil
asuhan masing-masing pasien
Katim menanyakan kendala
dalam asuhan yang telah
diberikan
Katim
menanyakan
tindak
lanjut asuhan pasien yang
harus
dioperkan
kepada
perawat shift berikutnya
Katim menutup acara dengan
salam

2
3
4

Tanggal :
Ya Tidak

Hari ke :
Ya Tidak

Hari ke :
Ya
Tidak

D. FUNGSI MANAJERIAL
I. Perencanaan
1.
Apakah dalam memberikan pelayanan keperawatan pada pasien, perawat
pelaksana didampingi oleh ketua tim.
a.
ya
b.
tidak
c.
kadang
Jika tidak didampingi apa alasannya?.
a.
Ketua tim percaya dengan kemampuan perawat pelaksanaan
b.
Karena metode tim belum terlaksana
c.
Ketua tim sibuk dengan pekerjaannya sendiri.
2.

Apakah setiap ketua tim membawahi 2-3 perawat


a)
ya
b)
tidak
Jika tidak apa alasannya
a. Tenaga kurang
b.
Dan lain-lain

3.

Menurut saudara/i dalam pembagian tenaga perawat, faktor-faktor apa saja

yang perlu dipertimbangkan ?

4.

a.

Tingkat ketergantungan klien

b.

Resiko tempat dinas

c.

Skill tenaga perawat

d.

Dan lain-lain

Menurut saudara/i siapa yang harus hadir pada saat visite dokter ?

a.

Kepala ruangan

b.

Pasien, keluarga, perawat

c.

Kepala ruangan, staff gizi, ketua tim, perawat pelaksana

5. Apakah dalam memberikan pelayanan keperawatan ada uraian yang jelas


tentang tugas-tugas ketua tim dan perawat pelaksana ?
a.
ya
b.
tidak
Jika tidak apa alasannya
a.

Waktu yang kurang

b.

Metode tim belum terlaksana dengan baik

c.

Terbiasa dengan pekerjaan rutinitas

II. Pengorganisasian
1.
Apakah ada pendelegasian tugas yang jelas dari kepala ruang kepada
ketua tim saat kepala ruang tidak berada di tempat..?
a.
ya
b.
tidak
Jika tidak apa alasannya
a.
Lupa
b.
Tidak mau mengikuti prosedur pendelegasian
c.
Merasa percaya bahwa ketua tim dapat melaksanakan tugas
walaupun tanpa pendelegasian
2.
Jika ada permasalahan, apa yang saudara/i lakukan untuk mencari
solusinya
a.
Dilaporkan pada atasan
b.
Dibiarkan saja
c.
Mencari penyebab masalah dan jalan keluarnya

III. Pengarahan
1.
Apakah ada penghargaan atau reward terhadap hasil kerja saudara/i
a.
ya
b.
tidak
2.
Materi apa saja yang pernah saudara/i dapatkan khususnya untuk
meningkatkan asuhan keperawatan ?
a.
Materi pendokumentasian askep
b.
Materi timbang terima / overran
c.
Materi metoda pemberian askep
d.
Tidak ada
3.
Apakah ada dilakukan rapat ruangan?
a.
Ada
b.
Tidak
4. Jika ada berapa kali dalam satu bulan ?.
a.
1 kali
b.
2 kali
c.
Lebih dari dua kali
5. Jika tidak, apa kendalanya.
a.
Staf malas mengikuti rapat
b.
Rapat tidak ada hasilnya
c.
Rapat tidak menarik bagi staf
IV. Pengawasan
1.
Apakah ada evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang telah diberikan.
a.
Ya
b.
Tidak
2.

Apakah ada pengecekan langsung terhadap kehadiran petugas?.


a.
ada
b.
tidak

DAFTAR PUSTAKA
Anonim,

2004,

KepMenKes

Nomor

1027/MENKES/SK/IX/2004, Standar

Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.


Cohen,

M.R.,,

1991,

Causes

of

Medication

Error,

in:

Cohen.

M.R.,

(Ed), Medication Error, American Pharmaceutical Association, Washington, DC


Kozer, E. , et al, 2005, Variables Associated With Medication Errors in Pediatric
Emergency Medicine, Pediatrics, American Academy of Pediatrics, March 4, p.
737-743 Fortescue, E.B., et al, 2003, Prioritizing Strategies for Preventing
Medication Errors and Adverse Drug Events in Pediatric Inpatients, Pediatrics,
American Academy of Pediatrics, Vol. III. No. 4 April, p.722-729.

Katzung, B.G., and Lofholm, P.W., 1997, Peresepan Rasional dan Penulisan
Resep, dalam: Katzung, B.G., Basic & Clinical Pharmacology, diterjemahkan oleh
Agoes, H.A., (ed), Edisi VI, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, hal: 1010 1021
(Trochim, 2003).
Titin, dkk, et al, 2005, Kajian kelengkapan resep pediatri yang berpotensi
menimbulkan medication error di 2 rumah sakit dan 10 apotek di Yogyakarta,
Fakultas

Farmasi,

Universitas

Sanata

Dharma,

Yogyakarta.

World Heatlh Organization, 2012, 10 facts on patient safety, http://www.who.int


Mulyati, L. dan Sufyan. A. 2008. Pengembangan Budaya Patient Safety Dalam
Praktik

Keperawatan.

http://www.stikku.ac.id

Departemen Kesehatan RI. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 1691/Menkes/Per/VII/2011 Tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit,

Anda mungkin juga menyukai