Anda di halaman 1dari 7

MEMAHAMI KONSEP PERDESAAN DAN TIPOLOGI DESA

DI INDONESIA
Oleh:
Edi Indrizal

Beberapa Pengertian Konsep Desa


Desa dalam pengertian umum adalah sebagai suatu gejala yang bersifat universal, terdapat dimana pun di
dunia ini, sebagai suatu komunitas kecil, yang terikat pada lokalitas tertentu baik sebagai tempat tinggal (secara
menetap) maupun bagi pemenuhan kebutuhannya, dan yang terutama yang tergantung pada sektor pertanian.
Pengertian Desa secara umum lebih sering dikaitkan dengan pertanian. Misalnya, Egon E. Bergel (1955:
121), mendefinisikan desa sebagai setiap pemukiman para petani (peasants). Sebenarnya, faktor pertanian
bukanlah ciri yang harus melekat pada setiap desa. Ciri utama yang terlekat pada setiap desa adalah fungsinya
sebagai tempat tinggal (menetap) dari suatu kelompok masyarakat yang relatif kecil.
Sementara itu Koentjaraningrat (1977) memberikan pengertian tentang desa melalui pemilahan pengertian
komunitas dalam dua jenis, yaitu komunitas besar (seperti: kota, negara bagian, negara) dan komunitas kecil
(seperti: band, desa, rukun tetangga dan sebagainya). Dalam hal ini Koentjaraningrat mendefinisikan desa sebagai
komunitas kecil yang menetap tetap di suatu tempat (1977:162). Koentjaraningrat tidak memberikan penegasan
bahwa komunitas desa secara khusus tergantung pada sektor pertanian. Dengan kata lain artinya bahwa
masyarakat desa sebagai sebuah komunitas kecil itu dapat saja memiliki ciri-ciri aktivitas ekonomi yang beragam,
tidak di sektor pertanian saja.
Selanjutnya, menurut Paul H. Landis (1948:12-13), seorang sarjana sosiologi perdesaan dari Amerika
Serikat, mengemukakan definisi tentang desa dengan cara membuat tiga pemilahan berdasarkan pada tujuan
analisis. Untuk tujuan analisis statistik, desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan yang penduduknya kurang dari
2500 orang. Untuk tujuan analisa sosial-psikologi, desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan yang penduduknya
memiliki hubungan yang akrab dan serba informal di antara sesama warganya. Sedangkan untuk tujuan analisa
ekonomi, desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan yang penduduknya tergantung kepada pertanian.
Beberapa Konsep Khusus Mendukung Pemahaman Pengertian tentang Desa
Ada sejumlah konsep khusus yang perlu dibahas lebih lanjut guna memahami pengertian desa : rural,
urban, suburban atau rurban, village, town dan city.
Di dalam Kamus Lengkap Inggris-Indonesia Indonesia-Inggris suntingan S. Wojowasito dan W.J.S.
Poerwodarminto (1972), rural diartikan seperti desa, seperti di desa dan urban diartikan dari kota, seperti di kota.

HANDOUT 2-3: TIPOLOGI DESA DI INDONESIA


Rural yang secara umum di terjemahkan menjadi Perdesaan bukanlah desa (village).demikian pula urban atau
yang umum diterjemahkan menjadi perkotaan, juga bukan kota (town, city).
Konsep suburban atau rurban sering diberi arti atau diterjemahkan dengan pinggiran kota. Yang lebih
tepat, suburban adalah merupakan bentuk antara (in-beetwewn): antara rural dan urban. Dilihat sebagai suatu
lingkungan daerah, maka daerah suburban merupakan daerah yang berada di antara atau di tengah-tengah daerah
rural dan urban. Jika dilihat sebagai suatu komunitas, maka suburban merupakan kelompok komunitas yang
memiliki sifat tengah-tengah antara rural dan urban. Pinggiran kota dalam arti batas terluar dari sebuah kotapraja
disebut urban fringe atau country side.
Bertolak dari kenyataan umum maupun secara teoritis, untuk memahami pengertian tentang desa
tampaknya juga tidak dapat mengabaikan perspektif evolusi. Dalam hal ini konsep-konsep desa (village), kota
kecil (town) dan kota besar (city) sering dilihat sebagai suatu gejala yang berkaitan satu sama lain dalam bentuk
suatu jaringan atau pola tertentu dalam proses kontinuitas perubahan. Berikut ini Bergel (1955:121-135)
memberikan gambaran yang cukup sistematis tentang hal dimaksud.
Menurut Bergel istilah desa (village) dapat diterapkan untuk dua pengertian. Pertama, desa diartikan
sebagai setiap pemukiman para petani, terlepas dari ukuran besar-kecilnya. Kedua, terdapat juga desa-desa
perdagangan. Yang dimaksud desa perdagangan tidak berarti bahwa seluruh penduduk desa terlibat dalam
kegiatan perdagangan, melainkan hanya sejumlah orang saja dari desa itu yang memiliki mata pencahariaan dalam
bidang perdagangan.
Lalu ada pula kota kecil (town) yang didefinisikan Bergel sebagai suatu pemukiman perkotaan yang
mendominasi lingkungan perdesaan dalam pelbagai segi. Yang perlu mendapat tekanan di sini adalah pengertian
dominasi. Dalam hubungan ini kota kecil bukan sekedar kota karena ukurannya yang lebih besar dari pada desa.
Sebuah desa hanya melayani orang-orang perdesaan. Desa tidak memiliki pengaruh-pengaruh terhadap daerahdaerah pertanian sekitarnya, baik politik, ekonomi, maupun kultural.
Selanjutnya kota besar (city) yang menurut Bergel didefinisikan sebagai suatu pemukiman perkotaan yang
mendominasi sebuah kawasan (region), baik pedesan maupun perkotaan. Dalam banyak hal perbedaan antara kota
kecil dan kota besar hanyalah bersifat gradual. Tetapi satu karakteristik dari kota besar yang tidak dimiliki kota kecil
adalah kompleksitasnya. Kota kecil tidaklah mengandung kompleksitas semacam itu. Kota kecil walaupun dalam
derajat tertentu memiliki fungsi ganda, namun hakekatnya hanya satu fungsi saja yang dikembangkan. Yang lain
tetap dalam taraf elementer. Kota besar di lain pihak meliputi dominasi dalam sistem keagamaan, kebudayaan,
politik, ekonomi dan kegiatan rekreasional yang rumit. Penduduk kota besar terdiferensiasi berdasarkan daerah
asal, agama, status, pendidikan, dan pola-pola tingkah laku. Kota besar merupakan cerminan paling lengkap dari
konsentrasi manusia dalam satu ruang. Artinya, kota besar merupakan tempat yang mengandung diferensiasi
tinggi, yang erat kaitannya dengan proses penggandaan fungsi.

indrizal/XII-06

HANDOUT 2-3: TIPOLOGI DESA DI INDONESIA


Sementara itu ada pula upaya untuk menjelaskan pengertian tentang desa melalui cara membandingkan
karakteristik desa yang kontras dengan karakteristik kota sebagaimana dikemukakan Roucek dan Warren (1962)
dalam tabel berikut ini.
Tabel Perbandingan Karekteristik Desa dan Kota
(Roucek dan Warren, 1962)
Karakterisrik Desa

Karakteristik Kota

1. besarnya peranan kelompok primer.


2. faktor geografik yang menentukan sebagai
dasar pembentukan kelompok/asosiasi.
3. hubungan lebih bersifat intim dan awet.
4. homogen.
5. mobilitas soscial rendah.
6. keluarga lebih ditekankan fungsinya sebagai
unit ekonomi.
7. populasi anak dalam proporsi yang lebih
besar.

1. besarnya peranan kelompok sekunder.


2. anonimitas merupakan ciri kehidupan
masyarakatnya.
3. heterogen.
4. mobilitas sosial tinggi.
5. tergantung pada spesialisasi.
6. hubungan antara orang satu dengan yang
lebih di dasarkan atas kepentingan dari pada
kedaerahan.
7. lebih banyak tersedia lembaga atau fasilitas
untuk mendapatkan barang dan pelayanan.
8. lebih banyak mengubah lingkungan.

Antara Pengertian Desa dan Perdesaan


Kita juga perlu memahami dalam hal apa istilah desa cocok digunakan dan kapan pula menggunakan
istilah perdesaan. Istilah perdesaan merujuk pada suatu daerah desa dan sekitarnya, atau padanan kata rural di
dalam bahasa Inggris. Dalam pemakaian sehari-hari istilah perdesaan atau rural itu mudah memahaminya. Tetapi,
jika harus didefinisikan, ternyata sukar juga merumuskan pengertiannya secara khusus. Antara istilah desa dan
perdesaan berbeda-beda dalam kedua bahasa tersebut. Perbedaan konsep tersebut dapat ditinjau dari berbagai
tempat berpijak. Desa dan perdesaan misalnya, akan terlihat jelas bila keduanya diperbandingkan dengan kota dan
perkotaan.
Untuk keperluan sensus, misalnya Biro Sensus Amerika Serikat menganggap suatu daerah pemukiman itu
masih rural bila penduduknya kurang dari 2.500 orang (Ford, 1978). Di Jepang, Meksiko, Filipina, di negara-negara
Eropa, di banyak negara Afrika, di dunia Arab, maupun di Amerika Tengah dan Selatan, pengertian konsep dan
indikator statistik tentang desa itu juga berbeda-beda. Biro Pusat Statistik Republik Indonesia yang
menyelenggarakan sensus penduduk setiap sepuluh tahun sekali bahkan tidak secara jelas memberikan definisi
tentang perdesaan itu. Artinya, tidak ada batasan yang jelas pemukiman yang bagaimana yang disebut desa. Paling
tidak, batasan seperti itu tidak terlihat dlam sensus penduduk tahun 1990, kecuali bahwa pemukiman yang bukan
kota (daerah perkotaan) adalah desa (BPS, 1992). Di kota digunakan kategori kelurahan, sedangkan di kabupaten
digunakan kategori desa atau perdesaan.
indrizal/XII-06

HANDOUT 2-3: TIPOLOGI DESA DI INDONESIA


Beberapa Tipologi Desa dan Hubungannya dengan Perundangan di Indonesia
Di dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 22/1948 dijelaskan bahwa desa adalah bentuk
daerah otonom yang terendah sesudah kota. Pada tahun 1969, Menteri Dalam Negeri RI ketika itu juga sudah
pernah merumuskan pembagian bentuk desa-desa di Indonesia melalui Surat Keputusan No.42/1969. Konsep ini
kemudian berubah lagi bersamaan dengan lahirnya Undang-Undang No. 5/1975. Undang-undang ini menciptakan
tipologi desa di Indonesia yang cukup lama diberlakukan hingga berkahirnya masa rezim pemerintahan Orde Baru.
Pola desa yang baru ini didasarkan pada perubahan atau pemekaran berbagai desa sebagai permukiman.
Tipologi desa menurut Undang-Undang No.5/1975 tersebut dimulai dengan bentuk (pola) yang paling
sederhana sampai bentuk permukiman yang paling kompleks namun masih tetap dikategorikan sebagai
permukiman dalam bentuk desa. Bentuk yang paling sederhana disebut sebagai permukiman sementara, misalnya
hanya tempat persinggahan dalam satu perjalanan menurut kebiasaan orang-orang yang sering berpindah-pindah.
1. Pradesa (Pra-Desa) merupakan tipologi desa paling sederhana disebut juga sebagai permukiman
sementara, misalnya hanya dijadikan sebagai tempat persinggahan dalam satu perjalanan menurut
kebiasaan orang-orang yang sering berpindah-pindah. Tempat tersebut, pada saatnya akan ditinggalkan
lagi. Pola permukiman seperti ini mempunyai ciri yang khas. Hampir tidak ada orang atau keluarga yang
tinggal menetap (permanen) di sana. Semua penghuni akan berpindah lagi pada saat panen selesai, atau
lahan sebagai sumber penghidupan utama tidak lagi memberikan hasil yang memadai. Sifat permukiman
ini tidak memungkinkan tumbuh dan berkembangnya berbagai tata kehidupan dan organisasi atau
lembaga-lembaga sosial penunjang kehidupan bermasyarakat, termasuk pendidikan, ekonomi, hukum,
adat, dan hubungan sosial di samping tata kehidupan kemasyarakatan yang mantap.
2. Desa Swadaya merupakan tipe atau bentuk desa yang berada pada tingkat yang lebih berkembang dari
tipe pra-desa. Desa ini bersifat sedenter, artinya sudah ada kelompok (keluarga) tertentu yang bermukim
secara menetap di sana. Permukiman ini umumnya masih bersifat tradisional dalam arti bahwa sumber
kehidupan utama warganya masih berkaitan erat dengan usaha tani, termasuk meramu hasil hutan dan
berternak yang diiringi dengan pemeliharaan ikan di tambak-tambak kecil tradisional. Jenis usaha tani
cenderung bersifat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Teknologi pertanian yang dipakai masih
rendah, tenaga hewan dan manusia merupakan sumber utama energi teknologi usaha taninya. Hubungan
antar personal dan atau kelompok (masyarakat) sering didasarkan dan diikat atas adat istiadat yang ketat.
Pengendalian atau pengawasan sosial (social control) dilaksanakan atas dasar kekeluargaan dan
kebanyakan desa seperti ini berlokasi jauh dari pusat-pusat kegiatan ekonomi. Tingkat pendidikan sebagai
salah satu indikator tipologi desa belum berkembang, jarang ada penduduk yang telah menyelesaikan
pendidikan sekalipun tingkat sekolah dasar saja.

indrizal/XII-06

HANDOUT 2-3: TIPOLOGI DESA DI INDONESIA


3. Desa Swakarya merupakan tipe desa ketiga yang tingkatannya dianggap lebih berkembang lagi
dibandingkan desa swadaya. Adat yang merupakan tatanan hidup bermasyarakat sudah mulai
mendapatkan perubahan-perubahan sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam aspek kehidupan sosial
budaya lainnya. Adopsi teknologi tertentu sering merupakan salah satu sumber perubahan itu. Adat tidak
lagi terlalu ketat mempengaruhi pola kehidupan anggota masyarakat.
4. Desa Swasembada merupakan tipe desa keempat yakni pola desa yang terbaik dan lebih berkembang
dibandingkan tipe-tipe desa terdahulu. Prasarana desa sudah baik, beraspal dan terpelihara pula dengan
baik. Warganya telah memiliki pendidikan setingkat dengan sekolah menengah lanjuatan atas. Mata
pencaharian sudah amat bervariasi dan tidak lagi berpegang teguh pada usaha tani yang diusahakan
sendiri. Masyarakat tidak lagi berpegang teguh dengan adatnya tetapi ketaatan kepada syariat agama
terus berkembang sejalan dengan perbaikan pendidikan.
Sementara itu di dalam peraturan perundangan RI Indonesia yang lebih baru, dapat dijumpai dalam dalam
PP No. 72 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Desa yang dapat pula diperbandingkan dengan PP No. 73 Tahun
2005 tentang Pemerintahan Kelurahan. Di dalam PP No. 72 Tahun 2005 yang antara lain didasarkan atas
penerapan UU otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, dinyatakan bahwa: ... desa atau disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut dengan desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Atas
dasar ini pulalah maka di masing-masing daerah kemudian dapat menyesuaikan dengan keadaan-keadaan
setempat, misalnya di Provinsi Sumatra Barat, mengaturnya sendiri dengan menerapkan istilah kenagarian
(nagari) yang terdapat di daerah kabupatennya.
Perbandingan dengan Kota dan Perkotaan
Tipologi desa dan perdesaan sebenarnya dapat juga dilihat dari sudut perbandingannya dengan kota dan
perkotaan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa setiap permukiman yang bukan kota atau yang berada di luar
kota adalah desa. Tetapi kota sendiri bervariasi model dan bentuknya.
Di Indonesia, kota merupakan permukiman yang terdiri dari berbagai karakteristik, terutama yang formal
dan dapat dibedakan antara satu kota dengan tipe kota yang lain. Ada kota yang disebut sebagai berikut:
1. Kotapraja atau Kotamadya. Di samping sejumlah tipe kota lainnya, paling umum ditemui kota-kota yang
menjadi ibukota propinsi di seluruh Indonesia adalah kotamadya. Secara administratif ia setingkat dengan
daerah kabupaten (dahulu dikenal juga istilah daerah tingkat dua). Tipe kota ini dipimpin oleh seorang
walikota yang dipilih oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kotamadya bersangkutan.

indrizal/XII-06

HANDOUT 2-3: TIPOLOGI DESA DI INDONESIA


2. Kota administratif yaitu tipe kota yang secara administratif sudah mempunyai walikota sendiri yang
diangkat oleh pejabat berwenang, namun tidak memiliki dewan legislatif sendiri. Kota ini merupakan kota
peralihan.
3. Kota kabupaten. Semua ibukota daerah kabupaten, kecuali yang berstatus kotamadya.
4. Kota kecamatan, yaitu permukiman yang menjadi ibu negeri (kota) wilayah kecamatan.
5. Permukiman yang karena fungsinya dapat dianggap sebagai kota seperti pasar harian dan atau pekan
(mingguan).
Dari segi perbandingan ini artinya, daerah permukiman lainnya dapat dikelompokkan sebagai desa.
Daerah desa atau kawasan desa disebut perdesaan.
Catatan untuk Studi Antropologis
Berbagai definisi dan diskusi konseptual tentang desa serta perbandingannya dengan kategori lainnya
yang dijelaskan di atas dapat membantu pengertian operasional bagi peneliti, tidak terkecuali untuk ahli antropologi.
Namun demikian tidak hanya itu saja, sebagian para ilmuwan ada pula yang merasa kurang puas misalnya tentang
definisi konsep perdesaan yang menekankan hanya pada jumlah penduduk, letak georafis dan ciri pemerintahan.
Hal ini bertolak dari kenyataan adanya heterogenitas antara desa atau masyarakat perdesaan yang satu
dibandingkan dengan yang lainnya. Misalnya, suatu desa di Sumatrea Utara, seperti kuta atau buat biasanya
mempunyai penduduk yang berjumlah lebih dari 10.000 orang (Sugihan,1980), walaupun sekarang berdasarkan
undang-undang telah dijadikan beberapa unit (desa). Hingga memasuki tahun 1990an desa Kuala Enok di
Kabupaten Indragiri Hilir Riau, memiliki penduduk lebih dari 12.000 jiwa (Indrizal, 1989). Desa Namu Mbelin di
kabupaten Langkat Sumatera Selatan berpenduduk lebih dari 3000 di tahun 1962 (Penny dan Singarimbun,1967).
Sementara itu penduduk suatu desa (gampong) di Aceh mungkin hanya terdiri dari 50 orang atau kurang.
Para antropolog bahkan lebih cenderung untuk menjelaskan secara ilmiah dan sistematis tentang gejalagejala perilaku orang desa dalam hubungannya dengan lingkungannya (sosial, biologi, alam dan transidental,
termasuk teknologi yang diciptakannya sendiri). Bertolak dari pandangan bahwa antara kebudayaan dan lingkungan
itu saling memberi pengaruh dalam pembentukan perilaku sosial, maka para antropolog sering memberikan
batasan, paling kurang batasan kerja (konsep operasional) yang kerap kali berbeda dengan batasan formal yang
diterima umum. Batasan atau definisi seperti ini amat dibutuhkan agar penjelasan yang diberikan tidak dipahami
berbeda dengan yang dimaksudkan. Pemahaman seperti ini merupakan salah satu tiang penyangga utama dalam
menumbuhkan suatu teori atau dalam penelitian ilmiah.
Di antara pandangan antropolog ataupun ilmuan sosial lain misalnya membuat tipologi desa berdasarkan
karakterisktik ekologi desa dan menghubungkannya dengan pola mata pencaharian utama penduduk desa. Geertz

indrizal/XII-06

HANDOUT 2-3: TIPOLOGI DESA DI INDONESIA


(1976 (1963)) misalnya membagi kategori desa di Indonesia berdasarkan penggolongan Indonesia Dalam dan
Indonesia Luar berdasarkan karakteristik ekologi budayanya yang berbeda yakni ekologi Budaya sawah dan
ekologi budaya ladang. Tidak jauh berbeda dengan itu ada pula para ahli yang menggunakan pembagian tipologi
desa menurut kategori: desa dataran rendah (sawah), desa dataran tinggi (ladang-perkebunan) dan desa pantai
(nelayan) (Lihat: juga Sajogjo et. al.; Mubyarto et. al.)..
Demikianlah batasan konsep operasional menghubungkan pengertian perdesaan dengan suatu lingkungan
sosial dan geografi tertentu, termasuk individu-individu yang bermukim di sana. Dengan merumuskan berbagai
variabel yang dapat diukur ataupun kriteria yang dapat diamati dalam perilaku orang desa dengan karakteristik
perdesaannya dapat dibedakan dari perilaku orang-orang di perkotaan. Perbedaan itu terkait dengan faktor
geografis, kesempatan untuk mengembangkan diri, tingkat pencapaian pendidikan, jenis mata pencaharian, agama,
struktur hubungan keluarga, tipe permukiman, mobilitas sosial, dan lain-lainnya.
Seringkali para ahli ilmu sosial yang meminati kajian masalah-masalah perdesaan tertarik untuk
mempelajari perilaku kehidupan orang desa atau masyarakat perdesaan dalam kaitannya dengan kelompoknya
maupun hubungannya dengan orang atau kelompok lain di luar mereka. Jadi, desa dilihat sebagai suatu tipe atau
bentuk masyarakat dalam arti komunitas kecil yang mempunyai karakteristik yang khas dibandingkan penduduk
kota. Penduduk desa misalnya, hidup dari berburu, meramu hasil hutan, mencari ikan, berternak, berkebun,
berladang, bercocok tanam, berdaqgang dan sebagainya. Umumnya mereka tinggal menetap dan mempunyai
sistem masyarakat, adat istiadat, orientasi nilai budaya dan karakteristik mentalitas yang khas perdesaan.

Bahan Bacaan
Boeke, J.H. 1983 (1948). Prakapitalisme di Asia. Jakarta: Sinar Harapan.
Cliford Geertz. 1976 (1963). Involusi Pertanian Proses Perubahan Ekologi di Indonesia. Bhratara KA. Jakarta.
Husken, Frans. 1998. Masyarakat Desa dalam Perubahan Zaman: Sejarah Diferensiasi Sosial di Jawa 1830-1980. Jakarta:
Grasindo.
Indrizal, E. et.al. 2006. Penyusunan Rekomendasi Teknis Pembangunan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Sekitar Hutan
Tesso Nilo. Pekanbaru: WWF AREAS Riau Conservation Program.
Koentjaraningrat (ed.). Masyarakat Desa di Indonesia. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Rahardjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Sosiologi Pertanian. Yogyakarta: UGM Press.
UU No. 5 Tahun 1975 tentang Pemerintahan Desa
PP No. 72 Tahun 2005 Tentang Pemerintahan Desa
PP No. 72 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Desa

PP No. 73 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Kelurahan

indrizal/XII-06

Anda mungkin juga menyukai