Anda di halaman 1dari 9

GUBERNUR BALI

PERATURAN GUBERNUR BALI


NOMOR 16 TAHUN 2016
TENTANG
BAKU MUTU LINGKUNGAN HIDUP DAN
KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR BALI,
Menimbang : a. bahwa dengan adanya perubahan Peraturan PerundangUndangan di bidang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlu menetapkan Baku Mutu
Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan
Hidup;
b. bahwa sesuai dengan kewenangannya Gubernur menetapkan
Baku Mutu Air Limbah sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Baku Mutu Air Limbah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan
Gubernur tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria
Baku Kerusakan Lingkungan Hidup;
Mengingat

1. Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan


Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa
Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 1649);
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 22,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2604);
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 65,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3046);

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan


dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
6. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor
5492);
7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali,
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 86, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3853);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang
Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
267, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4068);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor
153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4161);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5285);
12. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05
Tahun 2006 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang
Kendaraan Bermotor Lama;

13. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 07


Tahun 2007 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak
Bergerak Bagi Ketel Uap;
14. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 21
Tahun 2008 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak
Bergerak Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pembangkit Tenaga
Listrik Termal;
15. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08
Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha
dan/atau Kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga Termal;
16. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12
Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran
Udara Di Daerah;
17. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014
tentang Baku Mutu Air Limbah;
18. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2001
tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang;
19. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51
Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut;
20. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2005 tentang
Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup
(Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2005 Nomor 4,
Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 3);
21. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029
(Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2009 Nomor 16,
Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 15);

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN
GUBERNUR
TENTANG
BAKU
MUTU
LINGKUNGAN HIDUP DAN KRITERIA BAKU KERUSAKAN
LINGKUNGAN HIDUP.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan :
1. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk
manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu
sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lain.

2. Pencemaran adalah masuknya atau dimasukkannya


makhluk hidup, zat energi, dan/atau komponen lain ke
dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga
melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah
ditetapkan.
3. Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau
kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada
atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai
unsur lingkungan hidup.

4. Status mutu lingkungan adalah keterangan kondisi mutu


lingkungan hidup yang menunjuk kondisi cemar atau baik
pada suatu lingkungan dalam waktu tertentu bila
dibandingkan dengan baku mutu lingkungan hidup yang
ditetapkan.
5. Air adalah semua air yang terdapat diatas dan dibawah
permukaan tanah, kecuali laut dan air fosil.
6. Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan diuji
berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metoda
tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
7. Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk
hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada
dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya
di dalam air.
8. Status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang
menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu
sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan
baku mutu air yang ditetapkan.
9. Baku mutu air laut adalah ukuran batas atas atau kadar
makhluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau
harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya di dalam air laut.
10. Baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar
zat, energi, dan/atau komponen yang ada atau yang
seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam udara ambien.
11. Status mutu udara ambien adalah keadaan mutu udara di
suatu tempat pada saat dilakukan inventarisasi.
12. Emisi adalah zat, energi dan/atau komponen lain yang
dihasilkan dalam suatu kegiatan yang masuk dan/atau
dimasukkannya ke dalam udara ambien yang mempunyai

dan/atau tidak mempunyai potensi sebagai unsur pencemar.


13. Baku mutu emisi adalah batas kadar maksimal dan/atau
beban emisi maksimum yang diperbolehkan masuk atau
dimasukkan ke dalam udara ambien.
14. Baku mutu tingkat kebauan adalah batas maksimal bau
dalam udara yang diperbolehkan yang tidak mengganggu
kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.
15. Baku mutu tingkat kebisingan adalah batas maksimal
tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke
lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak
menimbulkan
gangguan
kesehatan
manusia
dan
kenyamanan lingkungan.
16. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang
menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung
terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup
sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup.
17. Kerusakan lingkungan adalah perubahan langsung dan/atau
tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati
lingkungan hidup yanh melampaui kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup.
18. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran
batas perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau hayati
lingkungan hidup yang dapat ditenggang oleh lingkungan
hidup untuk dapat tetap melestarikan fungsinya.
19. Kerusakan lingkungan penambangan adalah berubahnya
karakteristik lingkungan penambangan sehingga tidak dapat
berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
20. Kriteria baku kerusakan lingkungan penambangan adalah
berubahnya karakteristik lingkungan penambangan yang
menunjukkan indikatorindikator terjadinya kerusakan
lingkungan.
21. Status kerusakan lingkungan bagi kegiatan penambangan
bahan Galian C adalah kondisi tanah ditempat dan waktu
tertentu yang dinilai berdasarkan kriteria baku kerusakan
lingkungan bagi kegiatan penambangan Galian C.
22. Kriteria baku kerusakan terumbu karang adalah ukuran
batas perubahan sifat fisik dan/atau hayati terumbu karang
yang dapat ditenggang.
23. Status kondisi terumbu karang adalah tingkatan kondisi
terumbu karang pada suatu lokasi tertentu yang dinilai
berdasarkan kriteria tertentu kerusakan terumbu karang
dengan menggunakan prosentase luas tutupan terumbu
karang yang hidup.

24. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.


25. Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan/atau
kegiatan yang berwujud cair.
26. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar
unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan
dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha
dan/atau kegiatan.
27. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan adalah orang
yang melakukan kegiatan menghasilkan limbah yang
berpotensi mencemari dan/atau merusak lingkungan hidup.
BAB II
BAKU MUTU LINGKUNGAN HIDUP DAN KRITERIA BAKU
KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 2
(1) Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan
Lingkungan Hidup meliputi:
a. Baku Mutu Air Berdasarkan Kelas;
b. Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan
Domestik;
c. Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan
Industri Tekstil;
d. Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan
Industri Pelapisan Logam dan Galvanis;
e. Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan
Industri Minuman Ringan;
f. Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan
Fasilitas dan Pelayanan Kesehatan;
g. Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan
Perhotelan;
h. Baku Mutu Air Limbah Untuk Usaha dan/atau Kegiatan
Pengolahan Hasil Perikanan;
i. Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan
Peternakan Sapi dan Babi;
j. Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan
Pengolahan Kedelai;
k. Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan
Pembangkit Listrik Tenaga Termal;
l. Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan
Pulp dan Kertas;
m. Baku Mutu Air Laut untuk Pariwisata dan Rekreasi
(Mandi, Renang dan Selam);
n. Baku Mutu Air Laut untuk Wisata Bahari;
o. Baku Mutu Air Laut untuk Perairan Pelabuhan;
p. Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut;

q.
r.
s.
t.
u.
v.
w.
x.
y.

Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang;


Baku Mutu Udara Ambien;
Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Ketel Uap;
Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha
dan/atau Kegiatan Pembangkit Tenaga Listrik Termal;
Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor
Lama;
Baku Mutu Emisi untuk Kegiatan Lain kecuali Industri
Semen, Industri Pulp Kertas dan Industri Besi Baja;
Baku Mutu Tingkat Kebauan;
Baku Mutu Tingkat Kebisingan;
Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan
Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas di
Daratan.

(2) Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan


Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran I sampai dengan Lampiran XXV
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Gubernur ini.
(3) Dalam hal usaha dan/atau kegiatan belum memiliki baku
mutu air limbah yang ditetapkan, berlaku baku mutu air
limbah sebagaimana tercantum dalam lampiran XXVI yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Gubernur ini.
Pasal 3
(1) Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan
Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) dan ayat (3) dilarang dilampaui setiap saat.
(2) Dalam hal Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku
Kerusakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terlampaui karena keadaan tertentu atau kondisi
cuaca tertentu, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
melaporkan dan menyampaikan kegiatan penanggulangan
pencemaran atau perusakan lingkungan hidup kepada
Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur.
Pasal 4
(1) Baku Mutu Lingkungan Hidup sebagai
menetapkan status mutu lingkungan.

ukuran

untuk

(2) Status mutu lingkungan ditetapkan untuk menyatakan


kondisi cemar dan/atau rusak serta kondisi baik.

(3) Kondisi cemar dan/atau rusak serta kondisi baik


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dibandingkan
dengan Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku
Kerusakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) dan ayat (3).
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 5
(1) Setiap Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
membuang limbah ke lingkungan harus mentaati Baku Mutu
Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan
Pasal 3.
(2) Setiap Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
kegiatannya menimbulkan kerusakan lingkungan harus
mentaati kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
(3) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), mempunyai kewajiban:
a. Melakukan pengelolaan limbah sebelum dibuang ke
lingkungan sehingga tidak melampaui Baku Mutu
Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2;
b. Mencegah terjadinya pencemaran dan/atau
lingkungan;

kerusakan

c. Menyampaikan laporan hasil pemantauan paling lama 6


(enam) bulan sekali kepada Gubernur dan
Instansi
Teknis yang membidangi kegiatan yang bersangkutan.
Pasal 6
Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan
Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
dan ayat (3) ditinjau secara berkala paling singkat dalam 5 (lima)
Tahun.

Pasal 7
Bupati/Walikota dapat menetapkan Baku Mutu Lingkungan
Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup lebih
ketat dari ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini.
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 8

Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, Peraturan


Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 tentang Baku Mutu
Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan
Hidup (Berita Daerah Provinsi Bali Tahun 2007 Nomor 8) dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 9
Peraturan Gubernur
diundangkan.

ini

mulai

berlaku

pada

tanggal

Agar
setiap
orang
mengetahuinya,
memerintahkan
pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya
dalam Berita Daerah Provinsi Bali.

Ditetapkan di Denpasar
pada tanggal 14 Maret 2016
GUBERNUR BALI,

MADE MANGKU PASTIKA

Diundangkan di Denpasar
pada tanggal 14 Maret 2016
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI BALI,

COKORDA NGURAH PEMAYUN

BERITA DAERAH PROVINSI BALI TAHUN 2016 NOMOR 16

Anda mungkin juga menyukai