POKJA SANITASI
KOTA BUKITTINGGI
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat, taufik dan hidayah-Nya
sehingga Dokumen Hasil Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan atau Environmental Health Risk Assessment
(EHRA) di Kota Bukittinggi diselesaikan.
Buku ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada kalangan pemerintahan, lembaga profesional,
dunia usaha dan masyarakat luas dalam upaya mendukung Program Pengelolaan Sanitasi guna meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat di Kota Bukittinggi.
Buku ini telah disusun seakurat mungkin dengan melibatkan semua pihak, yang berkompeten, untuk
itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah melakukan survey,
entry data, memberikan saran, pendapat dan kontribusinya sehingga buku dokumen Environmental Health Risk
Assessment (EHRA) Kota Bukittinggi dapat terselesaikan.
Ibarat “tiada gading yang tak retak”, tidak menutup kemungkinan dokumen Environmental Health Risk
Assessment (EHRA) masih terdapat berbagai kekurangan. Kami harap adanya masukan untuk penyempurnaan
dokumen ini, sehingga nantinya mampu memenuhi kebutuhan informasi yang terkait dengan kesehatan
lingkungan di Kota Bukittinggi oleh semua pihak secara lengkap dan akurat.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang… ........................................................................................................................1
1.2 Tujuan dan Manfaat …………… ............................................................................................. …2
1.3 Waktu Pelaksanaan…………… .............................................................................................. …3
BAB II METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA…...........................................................................4
2.1 Penentuan Kebijakan Sampel Pokja Sanitasi Kota Bukittinggi… ........................................... ….4
2.2 Penentuan Kelurahan……....................................................................................................……6
2.3.Penentuan RW/RT Dan Responden Di Lokasi Survey…......................................................... …7
2.4..Karakteristik Enumerator dan Supervisor serta Wilayah Tugasnya…..................................……8
BAB III HASIL STUDI EHRA …… ...........................................................................................................10
3.1. Informasi Responden……........................................................................................................10
3.2..Pengelolaan Sampah Rumah Tangga…… ...............................................................................14
3.3 Pembuangan Air Kotor /Limbah Tinja Manusia dan Lumpur Tinja…… .....................................18
3.4. Drainase Lingkungan/Selokan Sekitar Rumah dan Banjir…................................................. …24
3.5 Pengelolaan Air Minum Dan Air Bersih Rumah Tangga……......................................................32
3.6 Perilaku Higiene dan Sanitasi…. ..............................................................................................37
3.7 Kejadian Penyakit Diare…… ....................................................................................................41
3.8 Indeks Risiko Sanitasi............................................................................................................ …45
BAB IV P E N U T U P………………….....................................................................................................48
KESIMPULAN…………………………… .......................................................................................48
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Environmental Health Risk Assessment Study atau Studi EHRA adalah sebuah survey
partisipatif di tingkat Kota yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta
perilaku-perilaku masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi
termasuk advokasi di tingkat kota sampai ke kelurahan. Kota dipandang perlu melakukan Studi EHRA
karena:
1. Untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku yang beresiko terhadap
kesehatan lingkungan.
2. Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi.
3. Memberikan pemahaman yang sama dalam menyiapkan anggota tim survey yang handal.
4. Menyediakan salah satu bahan utama Sanitasi penyusunan Review Strategi Sanitasi Kota
Bukit Tinggi.
Unit sampling utama (Primary Sampling) adalah RT (Rukun Tetangga). Unit sampling
ini dipilih secara proporsional dan random berdasarkan total RT di semua RW dalam setiap kelurahan
yang telah ditentukan menjadi area survey. Jumlah sampel RT per kelurahan minimal 8 RT dan jumlah
1
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
sampel per RT sebanyak 5 responden. Dengan demikian jumlah sampel per kelurahan adalah 40
responden. Yang menjadi responden adalah Ibu atau anak perempuan yang sudah menikah, dan
berumur antara 18 s/d 60 tahun.
Pelaksanaan pengumpulan data lapangan dan umpan balik hasil EHRA dipimpn dan
dikelola langsung oleh Kelompok Kerja ( Pokja ) Sanitasi Kota Bukit Tinggi terutama Dinas Kesehatan
Kota Bukittinggi. Selanjutnya, data EHRA diharapkan menjadi bahan untuk mengembangkan Review
Kota Bukittinggi dan juga menjadi masukan untuk mengembangkan strategi sanitasi dan program-
program sanitasi Kota Bukittinggi.
1. Gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat yang beresiko terhadap
kesehatan lingkungan
2. Informasi dasar yang valid dalam penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan
3. Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi
Manfaat
Hasil survey digunakan sebagai salah satu bahan penyusunan Review Kota
Bukittinggi dan Strategi Sanitasi Kota Bukittinggi (SSK)
Output
Output yang diharapkan dari pelaksanaan kegiatan ini adalah input untuk Review,
khususnya Bab II dan Bab III Dokumen pemutakhiran SSK Kota Bukittinggi.
2
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
1 2 3 4 5
PERSIAPAN PELATIHAN SUPERVISOR,
STUDI /SURVEI ENUMERATOR DAN PENGOLAHAN,
EHRA PETUGAS ENTRI DATA ANALISISDATA DAN
PENULISAN
LAPORAN
Jadwal pelaksanaan Studi/Survei EHRA direncanakan mulai akhir bulan Maret dan selesai pada akhir bulan Juli.
3
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
BAB II
METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA
EHRA adalah studi yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua )
teknik pengumpulan data, yakni 1) wawancara ( interview ) dan 2) pengamatan (observastion). Pewawancara dan
pelaku pengamatan dalam EHRA adalah Enumerator yang dipilih secara kolaboratif oleh Pokja Sanitasi dan Dinas
Kesehatan Kota Bukittinggi. Sementara sanitarian bertugas menjadi supervisor selama pelaksanaan survey.
Sebelum turun ke Lapangan, para sanitarian dan enumerator diwajibkan mengikuti pelatihan enumerator selama 1
(Satu) hari. Materi pelatihan mencakup dasar-dasar wawancara dan pengamatan, pemahaman tentang instrumen
EHRA, latar belakang konseptual dan praktis tentang indikator-indikator, uji coba lapangan, dan diskusi perbaikan
instrumen. Unit sampling utama (Primary Sampling) adalah RT (Rukun Tetangga). Unit sampling ini dipilih secara
proporsional dan random berdasarkan total RT di semua RW dalam setiap Kelurahan yang telah ditentukan
menjadi area survey. Jumlah sampel RT per Kelurahan minimal 8 RT dan jumlah sampel per RT sebanyak 5
Responden. Dengan demikian jumlah sampel per Kelurahan adalah 40 responden. Yang menjadi responden
adalah Ibu atau anak perempuan yang sudah menikah, dan berumur antara 18 s/d 60 tahun.
Panduan wawancara dan pengamatan dibuat terstruktur dan dirancang untuk dapat diselesaikan
dalam waktu sekitar 30-45 menit. Panduan diuji kembali dalam hari kedua pelatihan enumerator dengan try out ke
lapangan. Untuk mengikuti standart etika, informed consent wajib diabacakan oleh enumerator sehinggan
responden memahami betul hak-haknya dan memutuskan keikutsertaan dengan sukarela dan sadar.
Pekerjaan entry data dikoordinir oleh Tim dari Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi. Sebelum
melakukan entri data, tim data entri terlebih dahulu mengikuti pelatihan singkat data entri EHRA yang difasilitasi
oleh Tim Fasilitator yang telah terlatih dari PIU Advokasi dan Pemberdayaan. Selama pelatihan itu, tim data entri
dikenalkan pada struktur kuesioner dan perangkat lunak yang diguankan serta langkah-langkah untuk uji
konsistensi yakni program EPI info dan SPSS.
Untuk Quality control, tim spot chek mendatangi 5% rumah yang telah disurvey. Tim spot chek
secara individual melakukan wawancara singkat dengan kuesioner yang telah disediakan dan kemudian
meyimpulkan apakah wawancara benar-benar terjadi dengan standart yang ditentukan. Quality control juga
dilakukan di tahap data entri. Hasil entri direcheck kembali oleh tim Pokja Sanitasi. Sejumlah 5% entri quesioner
diperiksa kembali.
4
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
Kegiatan Studi EHRA memerlukan keterlibatan berbagai pihak dan tidak hanya bisa dilaksanakan
oleh Pokja Kota semata. Agar efektif, Pokja Sanitasi Kota diharapkan bisa mengorganisir pelaksanaan secara
menyeluruh. Adapun susunan Tim EHRA sebagai berikut :
Meliya Sari
Yulia Endriani
Koordinator Lapangan Dr. Silvia Anggraini
Zamzami, SKM
Supervisor Bayu Samudra Sentosa
Vivi Devina
Rahmi, SKM
Sanang
Ayu Aulia
Tim Entry Data Sri Rahmi Eka Putri
Rini Mega Putri
Evi Vinarita
Tim Analisis Data
Eko Suryawan
Rahmi, SKM
Sanang
Meliya Sari
Yulia Endriani
5
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
Jumlah sampel di Kota Bukittinggi adalah sebanyak 960 sampel karena kota Bukittinggi terdiri
dari 24 Kelurahan untuk tiap kelurahan diambil sebesar 40 responden. Sementara itu jumlah sampel RT per
Kelurahan adalah semua RT yang ada di Kota Bukittinggi yang jumlah sampel di masing-masing RT itu adalah
antara 3 sampai 4 sampel per RT. Berdasarkan kaidah statistik, untuk menentukan jumlah sampel minimum dalam
skala kotadigunakan “Rumus Slovin” sebagai berikut:
Dimana:
Namun demikian untuk keperluan keterwakilan kelurahan berdasarkan hasil klastering, Pokja
Sanitasi Kota Bukittinggi metetapkan Semua Kelurahan, yang akan dijadikan target area survey sebanyak 24
Kelurahan sehingga jumlah sampel yang harus diambil sebanyak 24 x 40 = 960 responden.
Untuk menentukan Kelurahan Area Survey adalah semua Kelurahan yang ada di kota Bukittinggi
dilakukan Survei sebanyak 24 Kelurahan. Hasil ke-24 Kelurahan tersebut disajikan pada tabel 2.4 sebagai berikut:
6
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
Tabel 2.4
Kecamatan Dan Kelurahan Untuk Survei EHRA 2015.
Unit sampling primer (PSU = Primary Sampling Unit) dalam EHRA adalah RT. Karena itu, data
RT per RW per kelurahan mestilah dikumpulkan sebelum memilih RT. Jumlah rata-rata RT per kelurahan adalah 8
(delapan) RT. Untuk menentukan RT terpilih, silahkan ikuti panduan berikut.
7
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
Untuk menentukan RT pertama, kocoklah atau ambilah secara acak angka antara 1 – Z (angka random).
Sebagai contoh, angka random (R#1) yang diperoleh adalah 3.
Untuk memilih RT berikutnya adalah 3 + Z= ... dst.
Rumah tangga/responden dipilih dengan menggunakan cara acak (random sampling), hal ini bertujuan
agar seluruh rumah tangga memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Artinya
penentuan rumah itu bukan bersumber dari preferensi enumerator/supervisor ataupun responden itu
sendiri. Tahapannya adalah sbb.
Pergi ke RT terpilih. Minta daftar rumah tangga atau bila tidak tersedia, buat daftar rumah tangga
berdasarkan pengamatan keliling dan wawancara dengan penduduk langsung.
Bagi jumlah rumah tangga (misal 25) dengan jumlah sampel minimal yang akan diambil, misal 5 (lima)
→ diperoleh Angka Interval (AI) = 25/5 = 5
Ambil/kocok angka secara random antara 1 – AI untuk menentukan Angka Mulai (AM), contoh dibawah
misal angka mulai 2
Menentukan rumah selanjutnya adalah 2 + AI, 2 + 5 = 7 dst.
Dengan cara penentuan sampel RT diatas telah dilakukan di Kota Bukittinggi dimana di Kota
Bukittinggi terdiri dari 24 Kelurahan dan 314 RT, yang setiap RT akan dijadikan sampel berdasarkan hal diatas
dengan hasil setiap RT akan dilakukan survey responden rata-rata sebanyak 3 sampai 4 responden pada masing-
masing RT yang ada di Kota Bukittinggi.
Dalam melakukan Studi EHRA ini peran enumerator sangatlah penting guna melakukan survey
sekaligus pengamatan terhadap responden. Seorang enumerator haruslah sangat paham akan setiap pertanyaan
yang akan ditanyakan kepada responden agar waktu yang di gunakan sesuai dengan target sebelumnya yaitu
sekitar 30-45 menit untuk setiap responden. Dalam memberikan pertanyaan dapat seorang enumerator dapat
langsung melakukan pengamatan terhadap keadaaan sanitasi yang ada di sekitar rumah responden. Semetara
untuk supervisor bertugas mengamati hasil dari wawancara yang dilakukan oleh enumerator sebelum dilakukan
entry data. Jika terdapat kesalahan aatu data yang kosong pada quistioner yang dijalankan oleh enumerator
seharusnya supervisor mengisi kekosongan tersebut sampai quistioner terisi semuanya sebelum selanjutnya
diserahkan pada petugasa entry data. Untuk petugas enumerator dan supervisor di Kota Bukittinggi adalah sebagai
berikut :
8
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
Tabel 2.5
Data Petugas Enumerator Ehra Tahun 2015
9
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
BAB III
HASIL STUDI EHRA
Pelaksanaan survey EHRA dilakukan dalam rangka untuk mengidentifikasi kondisi eksisting
sarana sanitasi yang ada ditingkat masyarakat serta perilaku masyarakat terkait dengan perilaku hidup bersih dan
sehat. Indikator penentuan tingkat resiko kesehatan masyarakat didasarkan pada : 1) Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga, 2) Pembuangan Air Limbah Domestik, 3) Drainase Lingkungan Sekitar Rumah dan Banjir, 4) Sumber
Air, 5) Perilaku Higiene dan 6) Kasus Penyakit Diare
Bagian ini memaparkan sejumlah variabel sosio-demografi dan hal-hal yang terkait dengan status
rumah di Kota Bukittinggi. Variabel-variabel yang dimaksud mencakup status responden, jumlah anggota rumah
tangga, usia anak termuda, status rumah. Variabel-variabel sosio-demografis perlu dipelajari karena keterkaitan
yang cukup erat dengan masalah sanitasi. Jumlah anggota rumah tangga berhubungan dengan kebutuhan
kapasitas fasilitas sanitasi. Semakin banyak jumlah anggota rumah tangga, maka semakin besar pula kapasitas
yang dibutuhkan. Usia anak termuda menggambarkan besaran populasi yang memiliki resiko paling tinggi atau
yang kerap dikenal dengan istilah population at risk. Secara umum diketahui bahwa balita merupakan segmen
populasi yang paling rentan terhadap penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air (water borne diseases),
kebersihan diri dan lingkungan. Dengan demikian, rumah tangga yang memiliki balita akan memiliki risiko yang
lebih tinggi terhadap masalah sanitasi dibandingkan rumah tangga yang tidak memiliki balita.
Seperti dipaparkan dalam bagian metodologi, responden dalam studi EHRA adalah ibu atau
perempuan yang telah menikah atau cerai atau janda yang berusia 18 - 60 tahun. Batas usia, khususnya batas-
atas diperlakukan secara fleksibel. Penilaian kader sebagai enumerator banyak menentukan, Bila usia calon
responden sedikit melebihi batas-atas (60 tahun), namun responden terlihat dan terdengar masih cakap untuk
merespon pertanyaan-pertanyaan dari pewawancara, maka calon responden itu dipertimbangkan masuk dalam
daftar prioritas responden. Sebaliknya, meskipun usia responden belum mencapai 55 tahun, namun bila performa
komunikasinya kurang memadai, maka ibu itu dapat dikeluarkan dari daftar calon responden. Berdasarkan hasil
studi EHRA yang telah dilaksanakan diperoleh data-data sebagai berikut seperti yang terlihat dalam tabel dan
grafik dibawah ini.
10
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
Tabel 3.1
Informasi Responden Study EHRA Kota Bukittinggi
Tahun 2015
Kelurahan/Desa
Variabel Kategori AUR KUNING BELAKANG BALOK BENTENG PASAR BIRUGO BUKIK CANGANG BUKIT APIT CAMPAGO GUGUAK TAROK DIPO
n % n % n ATAS % n % n % n % n BULEK % n %
Kelompok Umur Responden <= 20 tahun 0 0 0 0 0 0 1 2,38 0 0 0 0 0 0 0 0
21 - 25 tahun 3 7,5 1 2,5 0 0 1 2,38 2 5 1 2,5 2 5 1 2,5
26 - 30 tahun 1 2,5 3 7,5 3 7,5 8 19,05 4 10 2 5 1 2,5 2 5
31 - 35 tahun 12 30 5 12,5 5 12,5 2 4,76 11 27,5 11 27,5 7 17,5 5 12,5
36 - 40 tahun 10 25 4 10 2 5 6 14,29 2 5 6 15 9 22,5 4 10
41 - 45 tahun 5 12,5 3 7,5 9 22,5 7 16,67 5 12,5 7 17,5 9 22,5 6 15
> 45 tahun 9 22,5 24 60 21 52,5 17 40,48 16 40 13 32,5 12 30 22 55
B2. Apa status dari rumah yang anda tempati saat ini? Milik sendiri 9 22,5 20 50 19 47,5 14 33,33 14 35 16 40 27 67,5 16 40
Rumah dinas 0 0 1 2,5 6 15 1 2,38 1 2,5 1 2,5 1 2,5 4 10
Berbagi dengan
keluarga lain 0 0 1 2,5 1 2,5 0 0 1 2,5 0 0 0 0 1 2,5
11
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
Kelurahan/Desa
Variabel Kategori CAMPAGO IPUH GAREGEH KAYU KUBU KOTO SELAYAN KUBU GULAI KUBU TANJUANG LADANG CAKIAH SAPIRAN
n % n % n % n % n BANCAH % n % n % n %
Kelompok Umur Responden <= 20 tahun 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
21 - 25 tahun 3 7,5 4 10 1 2,5 5 12,5 5 12,5 2 5 1 2,5 2 5
26 - 30 tahun 2 5 3 7,5 3 7,5 5 12,5 5 12,5 7 17,5 5 12,5 8 20
31 - 35 tahun 4 10 8 20 3 7,5 10 25 4 10 7 17,5 7 17,5 4 10
36 - 40 tahun 4 10 5 12,5 5 12,5 4 10 8 20 4 10 5 12,5 13 32,5
41 - 45 tahun 9 22,5 4 10 14 35 5 12,5 6 15 7 17,5 5 12,5 5 12,5
> 45 tahun 18 45 16 40 14 35 11 27,5 12 30 13 32,5 17 42,5 8 20
B2. Apa status dari rumah yang anda tempati saat ini? Milik sendiri 26 65 20 50 17 42,5 25 62,5 14 35 19 47,5 14 35 1 2,5
Rumah dinas 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 31 77,5
Berbagi dengan
keluarga lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
Kelurahan/Desa
Variabel Kategori MANGGIS PAKAN KURAI PAKAN LABUAH PARIT ANTANG PUHUN PINTU PUHUN TEMBOK PULAI ANAK AIA TENGAH SAWAH
nGANTIANG% n % n % n % n KABUN % n % n % n %
Kelompok Umur Responden <= 20 tahun 1 2,5 0 0 0 0 0 0 1 2,5 0 0 0 0 0 0
21 - 25 tahun 1 2,5 1 2,5 1 2,5 2 5 0 0 2 5 1 2,5 1 2,5
26 - 30 tahun 0 0 3 7,5 5 12,5 4 10 3 7,5 5 12,5 4 10 9 22,5
31 - 35 tahun 9 22,5 4 10 5 12,5 6 15 5 12,5 8 20 5 12,5 8 20
36 - 40 tahun 11 27,5 2 5 5 12,5 5 12,5 6 15 10 25 5 12,5 5 12,5
41 - 45 tahun 7 17,5 11 27,5 9 22,5 9 22,5 5 12,5 5 12,5 4 10 10 25
> 45 tahun 11 27,5 19 47,5 15 37,5 14 35 20 50 10 25 21 52,5 7 17,5
B2. Apa status dari rumah yang anda tempati saat ini? Milik sendiri 31 77,5 13 32,5 12 30 8 20 26 65 6 15 22 55 13 32,5
Rumah dinas 1 2,5 8 20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 5
Berbagi dengan
keluarga lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
13
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
Sampah merupakan masalah yang sangat memprihatinkan terutama sampah yang dihasilkan
rumah tangga yang semakin hari semakin komplek permasalahannya dan tidak bisa ditangani dengan sistem
persampahan yang ada. Maka untuk menangani limbah sampah rumah tangga terutama skala Kota perlu adanya
peran serta masyarakat.
Pengelolaan sangat penting dilakukan ditingkat rumah tangga dengan pemilahan sampah dan
pemanfaatan atau penggunaan ulang sampah, misalnya sampah dijadikan bahan baku kerajinan atau dijadikan
kompos. Permasalahan persampahan yang dipelajari dalam survey EHRA antara lain: 1) Kondisi sampah
dilingkungan RT/RW 2) Praktek pengelolaan sampah rumah tangga 3) Praktek pemilahan sampah untuk didaur
ulang 4) Pengangkutan sampah 5) Pembayaran petugas pengangkut sampah dan 6) Biaya yang dikeluarkan
dalam layanan sampah.
Sisi layanan pengangkutan juga dilihat dari aspek frekuensi atau kekerapan dan ketetapan waktu
pengangkutan. Sebuah rumah tangga yang menerima pelayanan pengangkutan sampah, tetap memiliki resiko
kesehatan tinggi bila frekuensi pengangkutan sampah terjadi lebih lama dari satu minggu sekali. Ketepatan
pengangkutan sampah digunakan untuk menggambarkan seberapa konsisten ketetapan tentang frekuensi
pengangkutan sampah yang berlaku.
Enumerator dalam kegiatan survey EHRA diwajibkan untuk mengamati wadah penyimpanan sampah di
rumah tangga. Secara mendetail data yang diperoleh dari cara utama membuang sampah rumah tangga di
kelurahan di Kota BukitTinggi.
14
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
Tabel 3.2
Area Beresiko Persampahan Berdasarkan Studi EHRA
Kota Bukittinggi Tahun 2015
Kelurahan/Desa
KATEGORI AUR KUNI BELAKANG BENTENG BIRUGO BUKIK CA BUKIT AP C. GUGUA CAMPAGO
n % n % n % n % n % n % n % n %
Tidak memadai 2 5 1 2,5 0 0 10 23,8 11 27,5 8 20 1 2,5 0 0
Ya, memadai 38 95 39 97,5 40 100 32 76,2 29 72,5 32 80 39 97,5 40 100
Ya, memadai 0 0 0 0 1 100 0 0 0 0 0 0 3 100 0 0
Tidak tepat waktu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Ya, tepat waktu 0 0 0 0 1 100 0 0 0 0 0 0 3 100 0 0
Tidak diolah 39 97,5 34 85 40 100 41 97,6 40 100 38 95 34 85 40 100
Ya, diolah 1 2,5 6 15 0 0 1 2,4 0 0 2 5 6 15 0 0
Kelurahan/Desa
KATEGORI GAREGEH KAYU KUB KOTO SEL KUBU GUL KUBU TAN LADANG C MANGGIS PAKAN KU
n % n % n % n % n % n % n % n %
Tidak memadai 12 30 6 15 23 59,0 4 10 8 20 5 12,8 1 2,5 2 5
Ya, memadai 28 70 34 85 16 41,0 36 90 32 80 34 87,2 39 97,5 38 95
Ya, memadai 5 100 0 0 1 100 0 0 0 0 1 100 0 0 0 0
Tidak tepat waktu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 100 0 0 0 0
Ya, tepat waktu 5 100 0 0 1 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tidak diolah 30 75 38 95 40 100 35 87,5 38 95 36 90 40 100 40 100
Ya, diolah 10 25 2 5 0 0 5 12,5 2 5 4 10 0 0 0 0
15
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
Kelurahan/Desa
Total
KATEGORI PAKAN LA PARIT AN PUHUN PI PUHUN TE PULAI AN SAPIRAN TAROK DI TENGAH S
n % n % n % n % n % n % n % n % n
Tidak memadai 17 42,5 9 22,5 4 10 6 15,4 6 15 1 2,5 1 2,5 1 2,6 139
Ya, memadai 23 57,5 31 77,5 36 90 33 84,6 34 85 39 97,5 39 97,5 38 97,4 819
Ya, memadai 0 0 1 100 0 0 1 100 0 0 1 100 0 0 1 100 15
Tidak tepat waktu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
Ya, tepat waktu 0 0 1 100 0 0 1 100 0 0 1 100 0 0 1 100 14
Tidak diolah 40 100 34 85 40 100 40 100 36 90 40 100 39 97,5 40 100 912
Ya, diolah 0 0 6 15 0 0 0 0 4 10 0 0 1 2,5 0 0 50
Pengolahan Data Primer Studi EHRA Tahun Sumber : Hasil 2015
Dari Tabel 3.2 dapat diketahui bahwa pengelolaan sampah di setiap kelurahan di Kota Bukittinggiumumnya sangat baik yaitu sekitar 85,5 % sudah memadai, dengan kata lain
hanya dibeberapa daerah pengelolaan sampah masih perlu perhatian seperti pada kelurahan Pakan Labuah pengelolaan Persampahan di Kelurahan ini baru sebesar 57, 5%,
Kelurahan Koto Selalayan Pengelolaan persampahan memadai baru sekitar 41 % dan kelurahan lainnya pengelolaan persampahan sudah diatas 70 %. Untuk pengolahan
sampah oleh rumah tangga di Kota Bukittinggi saat ini sangat rendah sekali yaitu sebesar 5,2 % sampah yang dipilah dan 94,8 % sampah rumah tangga tidak dipilah.
16
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
Gambar 3.1
Grafik Pengelolaan Sampah Kota Bukittinggi
Berdasarkan grafik 3.1 Pengolahan Sampah disimpulkan bahwa pengelolaan sampah di Kota Bukittinggi secara
total sudah didominasi dengan dikumpulkan dan di buang ke TPS dengan rata-rata 84,3 %, lalu dilanjutkan dengan
di bakar dengan sebesar 8,1 % dan sebesar 2,5 % sampah masih dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan dan
dibiarkan membusuk, demikian selanjunya untuk setiap kriteria pengelolaan sampah lainnya.
Gambar 3.2
Grafik Perilaku Praktik Pemilahan Sampah oleh Rumah Tangga
Berdasarkan Grafik 3.2 Perilaku Praktik Pemilahan Sampah oleh Rumah Tangga disimpulkan bahwa
pemilahan sampah di Kota Bukittinggi baru bekisar 9% hal ini sangat miris sekali mengingat sampah sudah dapat
dikatakan dikelola dengan baik oleh petugas sampah tetapi sampah yang diangkut tersebut belum dipilah,
mengingat sampah yang tidak dipilah di Kota Bukittinggi adalah sebesar 91 %.
17
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
3.3 Pembuangan Air Kotor /Limbah Tinja Manusia dan Lumpur Tinja
Praktik BAB (Buang Air Besar) di tempat yang tidak aman adalah salah satu faktor risiko bagi turunnya
status kesehatan masyarakat. Selain mencemari tanah (field), praktik semacam itu dapat mencemari sumber air
minum warga. Yang dimaksud dengan tempat yang tidak aman bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka, seperti
di sungai / kali / got / kebun, tetapi juga penggunaan sarana jamban di rumah yang mungkin dianggap nyaman,
namun sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai, misalnya yang tidak kedap air dan berjarak
terlalu dekat dengan sumber air minum.
Bagian ini memaparkan fasilitas sanitasi rumah tangga beserta beberapa perilaku yang terkait
dengannya. Fasilitas sanitasi difokuskan pada fasilitas buang alr besar (BAB) yang mencakup jenis jamban yang
tersedia, penggunaan, pemeliharaan, dan kondisinya.
Untuk jenis jamban, EHRA membaginya ke dalam 3 (tiga) kategori besar, yakni jamban siram/leher
angsa , jamban/non-siram/ tanpa leher angsa, dan tak ada fasilitas. Pilihan-pilihan pada dua kategori pertama
kemudian dispesifikasikan lebih lanjut dengan melihat tempat penyaluran tinja yang mencakup ke pipa
pembuangan khusus (sewerage), tangki septik, cubluk, lobang garian, sungai/ kali/ parit/ got. Sementara, kategori
ketiga, ruang terbuka, pilihannya mencakup sungai, kali, parit atau got.
Karena informasi jenis jamban rumah tangga didapatkan melalui wawancara, maka terbuka
kemungkinan munculnya salah persepsi tentang jenis yang dimiliki, khususnya bila dikaitkan dengan sarana
penyimpanan/ pengolahan. warga seringkali mengklaim bahwa yang dimiliki adalah tangki septik, Padahal, yang
dimaksud adalah tangki yang tidak kedap air atau cubluk, yang isinya dapat merembes ke tanah.
Lebih jauh tentang kondisi jamban, Studi EHRA melakukan sejumlah pengamatan pada bangunan
jamban/ WC/ latrin yang ada di rumah tangga, Ada sejumlah aspek/fasilitas yang diamati oleh kader-kader,
misalnya ketersediaan air, sabun, alat pengguyur atau Gayung, dan handuk. Kader-kader yang berpartisipasi
dalam EHRA juga mengamati aspek-aspek yang terkait dengan kebersihan jamban dengan melihat apakah ada
tinja menempel atau tidak? Selain itu, kader juga mengamati apakah ada lalat beterbangan di jamban atau
sekitarnya dan hal lain. Secara detail tersajikan di dalam grafik sebagai berikut:
18
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
Gambar 3.3
Grafik Persentase Tempat Buang Air Besar
Dari Gambar 3.3 dapat diketahui bahwa anggota keluarga yang sudah dewasa bila ingin buang
air besar yaitu pada jamban pribadi sebesar 95,1%, MCK/ WC umum 3,22%, WC helikopter 0,7%, ke sungai 0,1%,
Lubang galian 0,1%, lainnya 0,6 % dan yang buang air besar sementara mereka tidak mengetahui dimana mereka
BAB yaitu sebesar 0,3 %. Sementara itu tempat penyaluran Buang Air Besar Rumah Tangga di Kota Bukittinggi
dapat dilihat pada gambar 3.4 berikut ini :
Gambar 3.4
Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja
Di Kota Bukittinggi tahun 2015
Dari Gambar 3.4 dapat diketahui bahwa Tempat Penyaluran Akhir Tinja rumah tangga di Kota
Bukittinggi paling banyak adalah pada Tangki Septik yaitu sebesar 73,60 %, ke cubluk dan yang langsung ke
19
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
saluran drainase yaitu sebesar 8,52 % dan masih ada masyarakat yang tidak mengetahui kemana diarahkan
saluran pembuangan air besar di rumah mereka yaitu sebesar 5,41 %. Sebagaimana diketahui bahwa tangki septik
adalah tempat saluran pembuangan buang air besar masyarakat tetapi masyarakat tidak memperhatikan apakan
tangki septik mereka masih tergolong sehat atau tidak. Hal ini dapat dilihat pada gambar 3.5 berikut ini :
Gambar 3.5
Grafik Waktu Terakhir Pengurasan Tangki Septik
Dari 73,60 % rumah tangga yang memiliki saluran Buang Air Besar ke tangki septik hanya 13,6 %
tangki septik tergolong sehat, sementara 86,4 % rumah tangga memiliki tangki septik yang dikuras sudah lebih dari
5 tahun. Sebagaimana kita ketahui jika tangki septik dikuras lebih dari 5 tahun yang lalu sudah bisa dikatakan
bahwa saluran pembuangan tersebut sudah tidak tergolong tangki septik lagi tapi cubluk. sementara jumlah rumah
tangga yang melakukan pengosongan atau pengurasan tangki septik adalah sebesar 28,1 %. Sementara itu tangki
septik yang di kuras di Kota Bukittinggi menggunakan pelayanan mobil tinja atau yang lainnya dapat dilihat pada
gambar 3.6 berikut ini :
20
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
Gambar 3.6
Grafik Praktek Pengurasan Tangki Septik
Di Kota Bukittinggi Tahun 2015
Dari gambar 3.6 diatas terlihat bahwa tangki septik yang dikuras 46 % dilayani oleh mobil sedot
tinja yang di sewa dari Kabupaten 50 Kota Atau Kota Payakumbuh, hal ini disebabkan Kota bukittinggi hanya
mempunyai 1 unit mobil tinja tetapi tidak beroperasi sebagaimana mestinya. Kemudian pengurasan dilakukan
dengan membayar tukang sebesar 6 % dan dikosongkan sendiri sebesar 3 %.
Gambar 3.7
Grafik Persentase Tengki Septik Suspek Aman dan Tidak Aman
Di Kota Bukittinggi tahun 2015
Dari Grafik 3.7 Grafik Persentase Tengki Septik Suspek Aman dan Tidak Aman dapat diketahui
bahwa suspek tidak aman di Kota Bukittinggi adalah sebesar 46 % dan tangki septik Tidak aman sebesar 54 %.
21
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
Tabel 3.3.
Area Beresiko Air Limbah Domestik Berdasarkan Hasil Studi EHRA
22
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
Dari Tabel 3.3 dapat diketahui bahwa Air Limbah Domestik Berdasarkan Hasil Studi EHRA tanki septik suspek tidak aman sebanyak 54% dan suspek
aman sebanyak 46%. Untuk tangki septik yang tidak aman perkelurahan yang paling parah adalah di kelurahan manggis gantiang yaitu sebesar 87,5 % tangki septik
suspek tidak aman, dilanjutkan kelurahan benteng pasar atas sebesar 80 % hal ini disebabkan karena di kelurahan benteng pasar atas ini terdapat banyak permukiman
yang sudah sangat lama sehingga tangki septik mereka pun sudah sangat tua dan tidak begitu memperhitungkan hal-hal yang terkait dengan tangki septik aman dan
tidak aman seperti jarak tangki septik dengan sumber air bersih paling sedikit 10 m dan pengurasan harus dilakukan minimal 3-5 tahun sekali.
23
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
Bagian ini menyajikan drainase lingkungan/selokan sekitar rumah dan banjir. Dua hal yang diukur
mencakup 1) Saluran pembuangan air limbah dan 2) Genangan air di dekat rumah. Drainase merupakan salah
satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan
komponen penting dalam perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Secara umum, drainase
didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan
air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.
Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan
salinitas, dimana drainase merupakan suatu cara pembuangan kelebihan air yang tidak diinginkan pada suatu
daerah, serta cara-cara penangggulangan akibat yang ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut.
Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah salah satu unsur dari prasarana umum yang
dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka menuju kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat.
Prasarana drainase disini berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan air (sumber air permukaan dan
bawah permukaan tanah) dan atau bangunan resapan. Selain itu juga berfungsi sebagai pengendali kebutuhan air
permukaan dengan tindakan untuk memperbaiki daerah becek, genangan air dan banjir.
Mengeringkan daerah becek dan genangan air sehingga tidak ada akumulasi air tanah.
Menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal.
Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan yang ada.
Mengendalikan air hujan yang berlebihan sehingga tidak terjadi bencana banjir.
Terkait dengan risiko kesehatan lingkungan, telah diketahui luas bahwa mereka yang tinggal di
perumahan padat, misalnya di gang-gang sempit, akan memiliki risiko kesehatan lingkungan yang lebih besar
ketimbang mereka yang tinggal di lingkungan yang kurang padat. Penyakit-penyakit seperti TBC, diare dan
influenza adalah contoh penyakit-penyakit yang mudah menyebar di antara warga yang tinggal di rumah-rumah
padat dan berdempetan. Dalam studi EHRA, lebar jalan diukur dengan menggunakan langkah kaki kader di mana
satu langkah kaki dikonversikan menjadi setengah (1/2) meter.
Bagian ini menyediakan informasi mengenai kondisi saluran air rumah tangga di Kota Bukittinggi.
Saluran air merupakan salah satu objek yang diperhatikan EHRA karena saluran yang tidak memadai berisiko
memunculkan berbagai penyakit.
Kader-kader EHRA mengamati keberadaan saluran air di sekitar rumah terpilih. Saluran yang
dimaksud adalah saluran yang digunakan untuk membuang air bekas penggunaan rumah tangga (grey water),
24
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
seperti air dapur (bekas cuci piring/ bahan makanan), air cuci pakaian maupun air bekas mandi. Seperti
kebanyakan terjadi di kota-kota di lndonesia, saluran grey water dapat pula berfungsi menjadi saluran bagi
pengaliran air hujan (drainage),
Bila suatu rumah didapati memiliki saluran, kader-kader akan mengamati lebih dekat apakah air di
saluran itu mengalir, warna airnya, dan melihat apakah terdapat tumpukan sampah di dalam saluran air itu. Saluran
yang memadai ditandai dengan aliran airnya yang lancar atau tidak ada air warna airnya yang cenderung bening
atau bersih, dan tidak adanya tumpukan sampah di dalamnya.
Gambar 3.8
Grafik Persentase Rumah Tangga yang Pernah Mengalami Banjir.
Di Kota Bukittinggi Tahun 2015
Untuk kondisi drainase di Kota Bukittinggi berdasarkan Grafik 3.8 diatas dapat diketahui bahwa secara total
Persentase Rumah Tangga yang pernah mengalami banjir hanya 7,80 % tidak pernah, 92,20%. Dengan kata lain di
Kota Bukittinggi saat ini kondisi drainase sudah baik karena hanya 6 kelurahan saja yang saat ini masih terdapat
genangan jika terjadi hujan yang cukup lama yaitu di kelurahan aur kuning, Birugo, Bukit Apik Puhun, puhun
tembok, pulai anak aia dan tarok dipo. Genangan hanya terjadi di bagian-bagian kecil setiap kelurahan.
25
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
Gambar 3.9
Grafik Persentase Rumah Tangga yang Mengalami Banjir Rutin
Di Kota Bukittinggi Tahun 2015
Sebagaimana di ketahui bahwa kondisi drainase dikota Bukittinggi saaat ini sudah baik hal ini terlihat bahwa boleh
dikatakan tidak ada rumah tangga yang mengalami banjir rutin di Kota Bukittinggi hal ini ditunjukkan di grafik 3.9
diatas persentase rumah tangga yang terkena banjir rutin hanya sebesar 0,01 % saja.
Gambar 3.10
Grafik Lama Air Menggenang Jika Terjadi Banjir
Di Kota Bukittinggi Tahun 2015
26
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
Pada kelurahan yang telah disebutkan diatas tadi jika terjadi genangan maka lama genangan
yang terjadi adalah sekitar 43,5 % genangan terjadi 1 jam – 3 jam, 26,1 % genangan terjadi kurang dari 1 jam.
Biasanya genangan yang terjadi di Kota Bukittinggi disebabkan adanya tumpukan sampah di dalam drainase
primer yang tertutup atau adanya sedimentasi baik pada drainase primer, skunder ataupun tersier.
Gambar 3.11
Grafik Lokasi Genangan di Sekitar Rumah
Di Kota Bukittinggi
Dari grafik 3.11 diperoleh data bahwa jika terjadi genangan di kawasan permukiman dan
perumahan lokasi genangan di sekitar rumah adalah di halaman rumah sebesar 66,3 % di dekat dapur 10,8% di
dekat kamar mandi 8,4% dan di dekat bak penampungan sebesar 10,8 % dan lainnya sebesar 3.6%.
Gambar 3.12
Grafik Persentase Kepemilikan SPAL
Di Kota Bukittinggi
27
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
Dari grafik 3.12 Persentase Kepemilikan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) diperoleh data bahwa
100% rumah tangga Kota Bukittinggi tidak memiliki saluran pembuangan air limbah, dimana seperti Kota atau
Kabupaten lain yang ada di Indonesia saluran pembuangan limbah bercampur dengan saluran drainase.
Gambar 3.13
Grafik Akibat Tidak Memiliki SPAL Rumah Tangga (Berdasarkan Kelurahan)
Di Kota Bukittinggi Tahun 2015
Tidak ada data EHRA yang terkait akibat tidak memeiliki SPAL
Gambar 3.14
Grafik Persentase SPAL yang berfungsi (Berdasarkan Hasil Pengamatan)
Di Kota Bukittinggi Tahun 2015
Dari grafik 3.14 Persentase SPAL yang berfungsi berdasarkan hasil pengamatan diperoleh data
sebagai berikut: 100% responden tidak ada saluran SPAL di rumah mereka masing-masing.
28
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
Gambar 3.15
Grafik Pencemaran SPAL (Berdasarkan Hasil Pengamatan)
Di Kota Bukittinggi Tahun 2015
Dari grafik 3.15 Berdasarkan pengamatan, Pencemaran karena SPAL terjadi sekitar 53,12 %. Pencemaran ini
disebabkan karena bercampurnya saluran SPAL dengan saluran Drainase. Pencemaran terjadi misalnya adanya
banyak jentik nyamuk yang hidup di saluran drainase skunder dan tersier warga yang nantinya dapat menimbulkan
berbagai penyakit yang berakibat fatal untuk orang tua dan anak-anak sekitar rumah tangga.
29
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
Tabel 3.4.
Area Beresiko Genangan Air Berdasarkan Hasil Studi EHRA
4. GENANGAN AIR.
Kelurahan/Desa
VARIABEL KATEGORI
AUR KUNI BELAKANG BENTENG BIRUGO BUKIK CA BUKIT AP C. GUGUA CAMPAGO
n % n % n % n % n % n % n % n %
4.1 Adanya genangan air Ada genangan air (banjir) 4 10 0 0 0 0 7 16,7 8 20 10 25 1 2,5 4 10
Tidak ada genangan air 36 90 40 100 40 100 35 83,3 32 80 30 75 39 97,5 36 90
4. GENANGAN AIR.
Kelurahan/Desa
VARIABEL KATEGORI
GAREGEH KAYU KUB KOTO SEL KUBU GUL KUBU TAN LADANG C MANGGIS PAKAN KU
n % n % n % n % n % n % n % n %
4.1 Adanya genangan air Ada genangan air (banjir) 15 37,5 5 12,5 10 25 8 20 1 2,5 0 0 0 0 7 17,5
Tidak ada genangan air 25 62,5 35 87,5 30 75 32 80 39 97,5 40 100 40 100 33 82,5
30
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
4. GENANGAN AIR.
Kelurahan/Desa Total
VARIABEL KATEGORI
PAKAN LA PARIT AN PUHUN PI PUHUN TE PULAI AN SAPIRAN TAROK DI TENGAH S
n % n % n % n % n % n % n % n % n %
4.1 Adanya genangan air Ada genangan air (banjir) 4 10 1 2,5 14 35 7 17,5 10 25 2 5 8 20 7 17,5 133 13,83
Tidak ada genangan air 36 90 39 97,5 26 65 33 82,5 30 75 38 95 32 80 33 82,5 829 86,17
Pengolahan Data Primer Studi EHRA Tahun Sumber : Hasil 2015
Dari Tabel 3.4 dapat diketahui bahwa Persentase Rumah Tangga yang pernah mengalami genangan hanya 8 % dan tidak mengalami genangan sebesar 92%. Dengan kata lain
di Kota Bukittinggi saat ini kondisi drainase sudah baik. Genangan biasa terjadi di halaman warga hal ini disebabkan karena rumah warga berada jauh dibawah badan jalan dan
tersumbatnya saluran drainase oleh sampah plastik di sekitar rumah yang mengalami genangan.
31
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
merupakan kebutuhan utama dari setiap individu dan masyarakat. Kecukupan air dan kualitasi air akan
sangat berpengaruh terhadap individu masyarakat dan kesehatan lingkungan. Jenis-jenis sumber air memiliki
tingkat keamanannya tersendiri terutama sumber air minum yang secara global dinilai sebagai sumber yang relatif
aman, seperti air ledeng/PDAM, sumur bor, sumur gali terlindungi, mata air terlindungi dan air hujan (yang
ditangkap, dialirkan dan disimpan secara bersih dan terlindungi). Sumber-sumber air minum yang dianggap
memiliki resiko yang lebih tinggi sebagai media transmisi pathogen ke dalam tubuh manusia yaitu sumur atau mata
air yang tidak terlindungi dan air permukaan seperti air kolam, sungai, parit ataupun irigasi.
Menurut pakar higinitas bahwa suplay air yang memadai merupakan salah satu faktor yang
mengurangi resiko terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare. Dari sejumlah studi yang telah
dilakukan oleh beberapa pakar menginformasikan bahwa mereka yang memiliki suplai air yang memadai
cenderung memiliki resiko terkena diare yang lebih rendah, hal ini disebabkan karena sumber air yang memadai
cenderung memudahkan kegiatan higinitas secara lebih teratur, dan sebaliknya kelangkaan air dapat dimasukkan
sebagai salah satu faktor resiko (tidak langsung) bagi terjadinya kesakitan-kesakitan seperti gejala diare atau
kesakitan yang disebabkan oleh air lainnya.
Secara umum, sumber air yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Kota Bukittinggi berasal dari 3
(tiga) sumber air minum utama yaitu 1) sumur yang terdiri dari sumur dalam dan sumur gali, dan sumur pompa
tangan 2) air ledeng PDAM, dan 4) mata air yang sudah dialirkan melalui perpipaan .
32
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
Gambar 3.16
Grafik Akses Terhadap Air Bersih
Di Kota Bukittinggi Tahun 2015
Gambar 3.17
Grafik Sumber Air Minum dan Memasak
Di Kota Bukittinggi Tahun 2015
Dari ke dua grafik diatas Sumber terbanyak yang di gunakan oleh rumah tangga untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari baik itu untuk minum, mencuci pakaian, mencuci piring dan gelas dan untuk
33
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
memasak adalah sumur gali terlindungi yaitu berupa sumur yang dibuat warga dengan menggunakan cicin yang
terbuat dari semen. Selain itu warga masih mengandalkan air dari PDAM Kota Bukittinggi meskipun air terkadang
hanya hidup pada malam hari. Pada malam hari itulah warga menampung air pada wadah yang terkadng wadah
tersebut tidak tertutup yang nantinya digunakan untuk keperluan sehari-hari.
Untuk minum dan memasak warga sangat mengandalkan air isi ulang yaitu sebesar 51,4%, dilanjutkan
oleh air yang bersumber dari PDAM sebesar 24 %, selanjutnya air sumur gali terlindungi 15 %, sumur pompa
tangan 12,6%.
34
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
Tabel 3.5.
Area Beresiko Sumber Air Berdasarkan Hasil Studi EHRA
1. SUMBER AIR
Kelurahan/Desa
VARIABEL KATEGORI
AUR KUNI BELAKANG BENTENG BIRUGO BUKIK CA BUKIT AP C. GUGUA CAMPAGO
n % n % n % n % n % n % n % n %
1.1 Sumber air terlindungi Tidak, sumber air berisiko tercemar 7 17,5 9 22,5 0 0 13 31,0 0 0 5 12,5 3 7,5 0 0
Ya, sumber air terlindungi 33 82,5 31 77,5 40 100 29 69,0 40 100 35 87,5 37 92,5 40 100
1.2 Penggunaan sumber air tidak terlindungi. Tidak Aman 33 82,5 26 65 35 87,5 34 81,0 16 40 27 67,5 9 22,5 2 5
Ya, Aman 7 17,5 14 35 5 12,5 8 19,0 24 60 13 32,5 31 77,5 38 95
1.3 Kelangkaan air Mengalami kelangkaan air 8 20 3 7,5 0 0 7 16,7 10 25 19 47,5 0 0 0 0
Tidak pernah mengalami 32 80 37 92,5 40 100 35 83,3 30 75 21 52,5 40 100 40 100
1. SUMBER AIR
Kelurahan/Desa
VARIABEL KATEGORI
GAREGEH KAYU KUB KOTO SEL KUBU GUL KUBU TAN LADANG C MANGGIS PAKAN KU
n % n % n % n % n % n % n % n %
1.1 Sumber air terlindungi Tidak, sumber air berisiko tercemar 11 27,5 1 2,5 11 27,5 11 27,5 13 32,5 9 22,5 1 2,5 10 25
Ya, sumber air terlindungi 29 72,5 39 97,5 29 72,5 29 72,5 27 67,5 31 77,5 39 97,5 30 75
1.2 Penggunaan sumber air tidak terlindungi. Tidak Aman 21 52,5 15 37,5 28 70 29 72,5 27 67,5 21 52,5 0 0 25 62,5
Ya, Aman 19 47,5 25 62,5 12 30 11 27,5 13 32,5 19 47,5 40 100 15 37,5
1.3 Kelangkaan air Mengalami kelangkaan air 0 0 11 27,5 1 2,5 7 17,5 0 0 0 0 0 0 4 10
Tidak pernah mengalami 40 100 29 72,5 39 97,5 33 82,5 40 100 40 100 40 100 36 90
35
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
1. SUMBER AIR
Kelurahan/Desa Total
VARIABEL KATEGORI
PAKAN LA PARIT AN PUHUN PI PUHUN TE PULAI AN SAPIRAN TAROK DI TENGAH S
n % n % n % n % n % n % n % n % n %
1.1 Sumber air terlindungi Tidak, sumber air berisiko tercemar 20 50 6 15 4 10 4 10 13 32,5 2 5 7 17,5 11 27,5 171 17,8
Ya, sumber air terlindungi 20 50 34 85 36 90 36 90 27 67,5 38 95 33 82,5 29 72,5 791 82,2
1.2 Penggunaan sumber air tidak terlindungi. Tidak Aman 30 75 18 45 29 72,5 10 25 7 17,5 27 67,5 16 40 29 72,5 514 53,4
Ya, Aman 10 25 22 55 11 27,5 30 75 33 82,5 13 32,5 24 60 11 27,5 448 46,6
1.3 Kelangkaan air Mengalami kelangkaan air 3 7,5 4 10 4 10 6 15 2 5 3 7,5 5 12,5 5 12,5 102 10,6
Tidak pernah mengalami 37 92,5 36 90 36 90 34 85 38 95 37 92,5 35 87,5 35 87,5 860 89,4
Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer Studi EHRA Tahun 2015
Dari Tabel 3.5 dapat diketahui bahwa Area Beresiko Sumber Air Berdasarkan Hasil Studi EHRA Sumber air terlindungi 17,8 % tercemar dan 82,2 % sumber air
terlindungi. Sementara penggunaan sumber air tidak terlindungi 53,4 % tidak aman dan 46,6 % aman. Penggunaan sumber air tidak terlindungi ini terjadi di kelurahan aur
kuning sebesar 82,5 %, dikelurahan benteng pasar atas 87,5%, di Kelurahan Birugo 81 %, di kelurahan Bukit apik 67,5 %, di kelutrahan garegeh sebesar 52,5 %.
36
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
Perilaku Higiene/Sehat seperti mencuci tangan pakai sabun di waktu yang tepat dapat memblok
transmisi patogen penyebab diare. Pencemaran tinja/kotoran manusia (feces) adalah sumber utama dari virus,
bakteri, dan patogen lain penyebab diare. Jalur pencemaran yang diketahui sehingga cemaran dapat sampai ke
mulut manusia, termasuk balita, adalah melalui 4F (Wagner & Lanoix, 1958) yakni fluids (air), fields (tanah), flies
(lalat), dan fingers (jari/tangan). Cuci tangan pakai sabun adalah prevensi cemaran yang sangat efektif dan efisien
khususnya untuk memblok transmisi melalui jalur fingers.
waktu cuci tangan pakai sabun yang perlu dilakukan seorang ibu/pengasuh untuk mengurangi risiko
balita terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare mencakup 5 (lima) waktu pentingyakni, 1)
sesudah buang air besar (BAB), 2) sesudah menceboki pantat anak, 3) seberum menyantap makanan, 4) sebelum
menyuapi anak, dan terakhir adalah 5) sebelum menyiapkan makanan bagi keluarga.
Untuk menelusuri perilaku-perilaku cuci tangan yang dilakukan ibu sehari-harinya, EHRA terlebih
dahulu memastikan penggunaan sabun di rumah tangga dengan pertanyaan apakah si lbu menggunakan sabun
hari ini atau kemarin. Jawabannya menentukan kelanjutan pertanyaan berikutnya dalam wawancara. Mereka yang
peilakunya didalami oleh EHRA terbatas pada mereka yang menggunakan sabun hari ini atau kemarin.
Gambar 3.18
Grafik CTPS di Lima Waktu Penting
Di Kota Bukittinggi Tahun 2015
Dari grafik 3.18 Grafik CTPS di Lima Waktu Penting diketahui bahwa di Kota Bukittinggi hanya
23 % rumah tangga yang melakukan CTPS dilima waktu penting dan 77 % lainnya tidak melakukan CTPS.
37
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
Gambar 3.19
Grafik Waktu Melakukan CTPS
Di Kota Bukittinggi Tahun 2015
grafik 3.19 menjelaskan bahwa Waktu Melakukan CTPS secara total tertinggi adalah setelah dari buang air besar
87,7 %, sebelum menyiapkan makanan 49,3%, setelah memegang hewan 56,8%, setelah menceboki bayi 55,1%,
sebelum makan 55 % sebelum sholat 45,2%, sebelum memberi menyuapi anak 38,6% dan sebelum ketoilet 18 %.
Sementara itu penduduk Kota bukittinggi yang masih melakukan BABS dapat di katakan masih banyak karena ada
sekitar 34 % penduduk masih melakukan BABS. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada grafik di bawah ini :
Gambar 3.20
Grafik Prosentase Penduduk yang Melakukan BABS
Di Kota Bukittinggi
38
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
Tabel 3.6
Area Beresiko Prilaku Higiene dan Sanitasi Berdasarkan Study EHRA
39
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
Dari Tabel 3.6 dapat diketahui Area Beresiko Perilaku Higiene dan Sanitasi Berdasarkan Hasil Studi EHRA yang melakukan CTPS di lima waktu penting pada adalah
sebesar 23 % sementara 77% lainnya tidak melakukan CTPS dilima waktu penting. Sedangkan Keberfungsian penggelontor di Kota Bukittinggi sudah baik yaitu sebesar
94,7 % Sedangkan yang terlihat ada sabun di dalam atau di dekat jamban adalah sebesar 86,3 % dan ini cukup baik, Sedangkan Perilaku BABS di Kota Bukittinggi
masih ada lebih kurang 23 % lagi rumah tangga yang masih melakukan BABS
40
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
41
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
Tabel 3.7.
Area Beresiko Kejadian Diare Pada Penduduk Berdasarkan Hasil Studi EHRA
Di Kota Bukittinggi Tahun 2015
42
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
43
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
Dari Tabel 3.7 dapat diketahui Area Beresiko Kejadian Diare Pada Penduduk Berdasarkan Hasil Studi EHRA waktu paling dekat anggota keluarga ibu terkena
diare secara total prosentase yang paling besar adalah tidak pernah terkena diare sebesar 79,5 %, dan 3,6 % terkena diare sekitar 3 bulan terakhir, 3,1 % terjadi 1 bulan
terakhir.
44
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
Melihat proporsi masing-masing kelurahan terlihat bahwa tingkat risiko sanitasi dari kelurahan di
Kota Bukitttinggi relatif tidak terlalu tinggi. Selengkapnya, indeks risiko sanitasi desa/kelurahan di Kota Bukittinggi
berdasarkan 4 (empat) kriteria : 1).kepadatan penduduk, 2). tingkat kemiskinan, 3). Adanya banjir/genangan, 4).
dilalui aliran sungai, adalah sebagai berikut :
Berdasarkan indeks resiko sanitasi, maka keluraha yang ada di Kota Bukittinggi yang terwakili oleh sampel yang
telah dilakukan, pembagian kategori adalah sebagai berikut :
Tabel 3.8
Kategori Daerah Beresiko Sanitasi
Adapun berdasarkan hasil skoring kumulatif, Indeks Risiko Sanitasi masing-masing kelurahan adalah diperoleh
gambaran sebagai berikut:
45
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
Tabel 3.8
Hasil Scoring Studi EHRA berdasarkan Indeks Resiko
Di Kota Bukittinggi Tahun 2015
Dari tabel diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa berdasarkan klastering kelurahan Kota Bukittinggi , terdapat 3
kelurahan yang mempunyai tingkat risiko sanitasi sangat tinggi dan hanya 8 kelurahan yang mempunyai tingkat
risiko tinggi, 10 kelurahan yang mempunyai tingkat resiko sedang dan 3 kelurahan yang mempunyai resiko rendah
Hasil indeks resiko sanitasi Kota Bukittinggi hasil studi EHRA berdasarkan 5 variabel yaitu sumber air, air limbah
domestik, persampahan, genangan air dan perilaku hidup bersih sehat dapat dilihat pada grafik di bawah ini :
46
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
Gambar 3.21
Grafik Indek Resiko Sanitasi (IRS)
Kota Bukittinggi Tahun 2015
47
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
BAB IV
KESIMPULAN
Dari hasil uraian data data hasil kegian studi EHRA di Kota Bukitttinggi diatas dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengelolaan sampah di setiap kelurahan di Kota Bukittinggi umumnya sangat baik yaitu sekitar 85,5 %
sudah memadai, dengan kata lain hanya dibeberapa daerah pengelolaan sampah masih perlu perhatian
seperti pada kelurahan Pakan Labuah pengelolaan Persampahan di Kelurahan ini baru sebesar 57, 5%,
Kelurahan Koto Selalayan Pengelolaan persampahan memadai baru sekitar 41 % dan kelurahan lainnya
pengelolaan persampahan sudah diatas 70 %. Untuk pengolahan sampah oleh rumah tangga di Kota
Bukittinggi saat ini sangat rendah sekali yaitu sebesar 5,2 % sampah yang dipilah dan 94,8 % sampah
rumah tangga tidak dipilah.
2. Pengolahan sampah di Kota Bukittinggi secara total sudah didominasi dengan dikumpulkan dan di buang
ke TPS dengan rata-rata 84,3 %, lalu dilanjutkan dengan di bakar dengan sebesar 8,1 % dan sebesar 2,5
% sampah masih dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk, demikian selanjunya
untuk setiap kriteria pengelolaan sampah lainnya.
3. Perilaku Praktik Pemilahan Sampah oleh Rumah Tangga disimpulkan bahwa pemilahan sampah di Kota
Bukittinggi baru bekisar 9% hal ini sangat miris sekali mengingat sampah sudah dapat dikatakan dikelola
dengan baik oleh petugas sampah tetapi sampah yang diangkut tersebut belum dipilah, mengingat
sampah yang tidak dipilah di Kota Bukittinggi adalah sebesar 91 %.
4. Anggota keluarga yang sudah dewasa bila ingin buang air besar yaitu pada jamban pribadi sebesar
95,1%, MCK/ WC umum 3,22%, WC helikopter 0,7%, ke sungai 0,1%, Lubang galian 0,1%, lainnya 0,6 %
dan yang buang air besar sementara mereka tidak mengetahui dimana mereka BAB yaitu sebesar 0,3 %.
5. Tempat Penyaluran Akhir Tinja rumah tangga di Kota Bukittinggi paling banyak adalah pada Tangki Septik
yaitu sebesar 73,60 %, ke cubluk dan yang langsung ke saluran drainase yaitu sebesar 8,52 % dan masih
ada masyarakat yang tidak mengetahui kemana diarahkan saluran pembuangan air besar di rumah
mereka yaitu sebesar 5,41 %.
6. Sebagaimana diketahui bahwa tangki septik adalah tempat saluran pembuangan buang air besar
masyarakat tetapi masyarakat tidak memperhatikan apakan tangki septik mereka masih tergolong sehat
atau tidak.
7. Dari 73,60 % rumah tangga yang memiliki saluran Buang Air Besar ke tangki septik hanya 9,98 % tangki
septik tergolong sehat, sementara 63,62 % rumah tangga memiliki tangki septik yang dikuras sudah lebih
dari 5 tahun. Sebagaimana kita ketahui jika tangki septik dikuras lebih dari 5 tahun yang lalu sudah bisa
dikatakan bahwa saluran pembuangan tersebut sudah tidak tergolong tangki septik lagi tapi cubluk.
sementara jumlah rumah tangga yang melakukan pengosongan atau pengurasan tangki septik adalah
sebesar 28,1 %.
48
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
8. Tangki septik yang dikuras 46 % dilayani oleh mobil sedot tinja yang di sewa dari Kabupaten 50 Kota Atau
Kota Payakumbuh, hal ini disebabkan Kota bukittinggi hanya mempunyai 1 unit mobil tinja tetapi tidak
beroperasi sebagaimana mestinya. Kemudian pengurasan dilakukan dengan membayar tukang sebesar
1,6 % dan dikosongkan sendiri sebesar 0,7 %.
9. Persentase Tengki Septik Suspek Aman dan Tidak Aman dapat diketahui bahwa suspek tidak aman di
Kota Bukittinggi adalah sebesar 46 % dan tangki septik Tidak aman sebesar 54 %.
10. Air Limbah Domestik Berdasarkan Hasil Studi EHRA tenki septik suspek tidak aman sebanyak 54% dan
suspek aman sebanyak 46%. Untuk tangki septik yang tidak aman perkelurahan yang paling parah
adalah di kelurahan manggis gantiang yaitu sebesar 87,5 % tangki septik suspek tidak aman, dilanjutkan
kelurahan benteng pasar atas sebesar 80 % hal ini disebabkan karena di kelurahan benteng pasar atas ini
terdapat banyak permukiman yang sudah sangat lama sehingga tangki septik mereka pun sudah sangat
tua dan tidak begitu memperhitungkan hal-hal yang terkait dengan tangki septik aman dan tidak aman
seperti jarak tangki septik dengan sumber air bersih paling sedikit 10 m dan pengurasan harus dilakukan
minimal 3-5 tahun sekali.
11. Untuk kondisi drainase di Kota Bukittinggi secara total Persentase Rumah Tangga yang pernah
mengalami banjir hanya 7,80 % tidak pernah, 92,20%. Dengan kata lain di Kota Bukittinggi saat ini kondisi
drainase sudah baik karena hanya 6 kelurahan saja yang saat ini masih terdapat genangan jika terjadi
hujan yang cukup lama yaitu di kelurahan aur kuning, Birugo, Bukit Apik Puhun, puhun tembok, pulai anak
aia dan tarok dipo.
12. Sebagaimana di ketahun bahwa kondisi drainase dikota Bukittinggi saaat ini sudah baik hal ini terlihat
bahwa boleh dikatakan tidak ada rumah tangga yang mengalami banjir rutin di Kota Bukittinggi hal ini
ditunjukkan di grafik 3.9, Persentase rumah tangga yang terkena banjir rutin hanya sebesar 0,01 % saja.
13. Diperoleh data bahwa jika terjadi genangan di kawasan permukiman dan perumahan lokasi genangan di
sekitar rumah secara adalah di halaman rumah 14,3 % di dekat dapur 2,3% di dekat kamar mandi 1,8%
dan di dekat bak penampungan sebesar 2,3 %.
14. Persentase Kepemilikan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) diperoleh data bahwa 100% rumah
tangga Kota Bukittinggi tidak memiliki saluran pembuangan air limbah.
15. Persentase SPAL yang berfungsi berdasarkan hasil pengamatan diperoleh data sebagai berikut: 100%
responden tidak ada saluran SPAL di rumah mereka masing-masing.
16. Berdasarkan pengamatan, Pencemaran karena SPAL terjadi sekitar 53,12 %. Pencemaran ini disebabkan
karena bercampurnya saluran SPAL dengan saluran Drainase. Pencemaran terjadi misalnya adanya
banyak jentik nyamuk yang hidup di saluran drainase skunder dan tersier warga yang nantinya dapat
menimbulkan berbagai penyakit yang berakibat fatal untuk orang tua dan anak-anak sekitar rumah tangga.
17. Persentase Rumah Tangga yang pernah mengalami genangan hanya 8 % dan tidak mengalami
genangan sebesar 92%.
49
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
18. Untuk minum dan memasak warga sangat mengandalkan air isi ulang yaitu sebesar 51,4%, dilanjutkan
oleh air yang bersumber dari PDAM sebesar 25,2 %, selanjutnya air sumur gali terlindungi 15,7 %, sumur
pompa tangan 12,6%.
19. Area Beresiko Sumber Air Berdasarkan Hasil Studi EHRA Sumber air terlindungi 17,8 % tercemar dan
82,2 % sumber air terlindungi. Sementara penggunaan sumber air tidak terlindungi 53,4 % tidak aman dan
46,6 % aman. Penggunaan sumber air tidak terlindungi ini terjadi di kelurahan aur kuning sebesar 82,5 %,
dikelurahan benteng pasar atas 87,5%, di Kelurahan Birugo 81 %, di kelurahan Bukit apik 67,5 %, di
kelutrahan garegeh sebesar 52,5 %.
20. CTPS di Lima Waktu Penting diketahui bahwa di Kota Bukittinggi hanya 23 % rumah tangga yang
melakukan CTPS dilima waktu penting dan 77 % lainnya tidak melakukan CTPS.
21. Waktu Melakukan CTPS secara total tertinggi adalah setelah dari buang air besar 87,7 %, sebelum
menyiapkan makanan 49,3%, setelah memegang hewan 56,8%, setelah menceboki bayi 55,1%, sebelum
makan 55 % sebelum sholat 45,2%, sebelum memberi menyuapi anak 38,6% dan sebelum ketoilet 18 %.
Sementara itu penduduk Kota bukittinggi yang masih melakukan BABS dapat di katakan masih banyak
karena ada sekitar 34 % penduduk masih melakukan BABS.
22. Area Beresiko Perilaku Higiene dan Sanitasi Berdasarkan Hasil Studi EHRA yang melakukan CTPS di
lima waktu penting pada adalah sebesar 23 % sementara 77% kaninnya tidak melakukan CTPS dilima
waktu penting. Sedangkan Keberfungsian penggelontor di Kota Bukittinggi sudah baik yaitu sebesar 94,7
% Sedangkan yang terlihat ada sabun di dalam atau di dekat jamban adalah sebesar 86,3 % dan ini
cukup baik, Sedangkan Perilaku BABS di Kota Bukittinggi masih ada lebih kurang 23 % lagi rumah
tangga yang masih melakukan BABS
23. Area Beresiko Kejadian Diare Pada Penduduk Berdasarkan Hasil Studi EHRA waktu paling dekat
anggota keluarga ibu terkena diare secara total prosentase yang paling besar adalah tidak pernah
terkena diare sebesar 79,5 %, dan 3,6 % terkena diare sekitar 3 bulan terakhir, 3,1 % terjadi 1 bulan
terakhir.
24. Berdasarkan klastering kelurahan Kota Bukittinggi , terdapat 3 kelurahan yang mempunyai tingkat risiko
sanitasi sangat tinggi dan hanya 8 kelurahan yang mempunyai tingkat risiko tinggi, 10 kelurahan yang
mempunyai tingkat resiko sedang dan 3 kelurahan yang mempunyai resiko rendah
Survey Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan atau Survey Environmental Health Risk
Assessment (EHRA) adalah sebuah survey yang digunakan dalam mengidentifikasikan kondisi sanitasi yang
ada di Kelurahan. Dengan diketahuinya kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku
masyarakat, akan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk promosi atau advokasi
kesehatan lingkungan di Kota Bukittinggi sampai ke kelurahan. Dokumen hasil Studi EHRA akan dijadikan
dasar dalam pelaksanaan pembangunan sanitasi di Kota Bukittinggi. Perlunya pembangunan dan perbaikan
sarana dan prasarana sanitasi di masyarakat serta pentingnya advokasi dan promosi kesehatan lingkungan
kepada masyarakat diharapkan akan menjadi salah satu target perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
sanitasi di Kota Bukittinggi.
50
Laporan Studi EHRA Kota Bukittinggi Th 2015
LAMPIRAN
51