TINJAUAN PUSTAKA
2.1
KONSEP TIDUR
2.1.1
Definisi Tidur
Tidur adalah suatu keadaan relative tanpa sadar yang penuh ketenangan
tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-ulang dan masingmasing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda
(Tarwoto,Wartonah, 2004).
Tidur diefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana orang
tersebut dapat dibangunkan dengan pemberian rangsangan sensorik atau
dengan rangsang lainnya (Athur C. Guyton, 1997).
.1.2
Fisiologi Tidur
Pengaturan tidur dikarenakan adanya hubungan mekanisme serebral
yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan menekan pusat otak agar
dapat tidur dan bangun. Salah satu aktivitas tidur ini diatur oleh system
pengaktifan retikularis yang merupakan system yang mengatur seluruh
tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk pengaturan system
kewaspadaan dan tidur. Pusat pengaturan kewaspadaan dan tidur terletak
dalam mesensefalon dan bagian atas pons. Selain itu, reticular activating
system (RAS) dapat memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri dan
perabaan juga dapat menerima stimulasi dari korteks serebri ternasuk
rangsangan emosi dan prooses pikir. Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS
akan melepasakan katekolamin seperti norepineprin. Demikian juga pada saat
tidur, kemungkinan disebabkan adanya pelepasan serum serotonin dari sel
khusus yang berada di pons dan batang otakk tengah, yaitu bulbar
synchronizing regional (BSR), sedangkan
keseimbangan impuls yang diterima dipusat otak dan sistem limbik. dengan
demikian, sistem pada batang otak yang mengatur siklus atau perubahan
dalam tidur adalah RAS dan BSR (A. Aziz Alimul, 2008).
2.1.3
Kualitas tidur
Makna dasar tidur adalah suatu keadaan dimana otak dan tubuh diberi
kesempatan untuk beristirahat. Definisi tidur sebenarnya yang diterima umum
adalah kualitas dan kuantitas tidur yang diperlukan untuk menjaga kesigapan
selama bangun tidur (Yolanda Amrita, 2009). Banyak ilmuwan mengatakan
rata-rata tidur yang disyaratkan adalah tujuh sampai dengan delapan jam.
Namun yang menjadi masalah adalah kualitas tidur, bukan kuantitasnya. Enam
jam tidur nyenyak dan terbangun dengan segar jauh lebih baik bagi daripada
delapan jam tidur dengan bantuan obat-obatan atau tidur tidak tenang (Nicol
Rosemary, 1991) . Kualitas tidur menunjukkan adanya kemampuan individu
untuk tidur dan memperoleh jumlah istirahat yang sesuai dengan
kebutuhannya (A. Aziz Alimul, 2008).
Sebagian orang secara genetic tergolong aktif dipagi hari dan lainnya di
malam hari. Ada yang tidurnya pendek dan ada pula yang tidurnya panjang.
Sebagian orang membutuhkan tidur lebih banyak dari rata-rata orang, dan
sebagiannya lagi untuk kembali merasa segar dan bertenaga membutuhkan
tidur kurang dari rata-rata. Dalam tidur bukan hanya sekedar dilihat dari
lamanya seseorang tidur, tetapi kualitasnnya. Kendati tidur lama, belum tentu
orang tersebut merasa cukup tidur. Ketika seseorang terbangun dari tidurnya
dan merasa bugar, hal itu menandakan ia mendapatkan tidur yang berkualitas.
9
2.1.4
Klasifikasi Tidur
Terdapat berbagai tahap dalam tidur, dari tidur yang sangat ringan sampai tidur
yang sangat dalam; para peneliti tidur juga membagi tidur dalam dua tipe yang
secara keseluruhan berbeda, yang memiliki kualitas yang berbeda pula, yaitu:
1. NREM (Non Rapid Eye Movement)
Tahap tidur ini dapat juga disebut sebagai tidur gelombang lambat.
Dinamakan tidur gelombang lambat karena pada tahap ini gelombang otaknya
sangat lambat, yang dapat dihubungkan dengan penurunan tonus, penurunan
darah perifer dan fungsi-fungsi vegeatif tubuh lainnya. Selain itu, tekanan
darah, frekwensi pernapasan, dan kecepatan metabolisme basal akan
berkurang 10- 30 %. Ciri-ciri tidur non-REM yaitu betul-betul istirahat penuh,
tekanan darah menurun, frekwensi napas menurun, pergerakan bola mata
melambat, mimpi berkurang, dan metabolisme menurun.
Perubahan selama proses tidur gelombang lambat adalah melalui
elektroenchephalografi dengan memperlihatkan gelombang otak berada pada
setiap tahap tidur, yaitu: pertama, kewaspadaan penuh dengan gelombang
betha yang berfrekwensi tinggi dan bervoltase rendah; kedua, istirahat tenang
yang diperlihatkan pada gelombang alpha; ketiga, tidur ringan karena terjadi
perlambatan gelombang alpha sejenis tetha atau delta yang bervoltase rendah;
dan ke empat, tidur nyenyak karena gelombang lambat dengan gelombang
delta bervoltase tinggi dengan kecepatan 1-2/detik.
Tahapan tidur jenis gelombang lambat:
a. Tahap I
10
Tahap satu merupakan tahap transisi antara bangun dan tidur dengan ciri
rileks, masih sadar dengan lingkungan, merasa mengantuk, bola mata
bergerak dari samping ke samping, frekuensi nadi dan napas sedikit
menurun, dapat bangun segera selama tahap ini berlangsung selama 5
menit.
b. Tahap II
Tahap II merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun
dengan ciri mata pada umumnya menetap, denyut jantung dan frekuensi
napas menurun, temperatur tubuh menurun, metabolisme menurun,
berlangsung pendek dan berakhir 10-15 menit.
c. Tahap III
Tahap III merupakan tahap tidur dengan ciri denyut nadi dan frekuensi
napas dan proses tubuh lainnya lambat, disebabkan oleh adanya dominasi
system saraf parasimpatis dan sulit untuk bangun.
d. Tahap IV
Tahap ini merupakan tahap tidur dalam dengan ciri kecepatan jantung dan
pernapasan turun, jarang bergerak dan sulit dibangunkan, gerakan bola
mata cepat, sekresi lambung menurun, serta tonus otot menurun.
2. REM (Rapid Eye Movement)
Disebut juga sebagai tidur paradoks yang dapat berlangsung pada tidur
malam selama 5-20 menit, dan rata-rata timbul 90 menit. Periode pertama
terjadi selama 80-100 menit, akan tetapi apabila kondisi oang sangat lelah,
maka awal tidur sangat cepat bahkan jenis tidur ini tidak ada. Ciri dari tidur
jenis ini adalah:
a. Biasanya disertai dengan mimpi aktif.
11
NREM I
REM
NREM II
NREM II
NREM III
NREM III
NREM II
NREM IV
12
Energi disimpan selama tidur, sehingga dapat diarahkan kembali pada fungsi
seluler yang penting. Secara umum terdapat dua efek fisiologis dari tidu, yaitur:
1. Efek pada sistem saraf, yang diperkirakan dapat memulihkan kepekaan normal
dan keseimbangan diantara berbagai susunan saraf.
2. Efek pada struktur tubuh, dengan memulihkan kesegaran dan fungsi dalam
organ tubuh, karena selama tidur terjadi penurunan.
2.1.6
2.1.7
13
14
2.1.8
15
16
6. Narcolepsi
Merupakan keadaan tidak dapat mengendalikan diri untuk tidur,
misalnya tertidur dalam keadaan berdiri, mengemudikan kendaraan, atau di
saat sedang membicarakan sesuatu. Hal
neurologis.
7. Mengigau
Mengigau dikategorikan dalam gangguan tidur bila terlalu sering dan
diluar kebiasaan. Dari hasil pengamatan, ditemukan bahwa hampir semua
orang pernah mengigau dan terjadi sebelum tidur REM (Rapid Eye
Movement).
8. Gangguan pola tidur secara umum
Gangguan pola tidur secara umum merupakan suatu keadaan di mana
individu megalami atau mempunyai resiko perubahan dalam jumlah dan
kualitas pola istirahat yang menyebabkan ketidaknyamanan atau mengganggu
gaya hidup yang diinginkan (Carpenito, LJ, 1995). Gangguan ini telihat pada
pasien dengan kondisi yang memperlihatkan rasa lelah, mudah
terangsang
dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di daearah sekitar mata, kelopak mata
bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian tepecah-pecah, sakit
kepala, dan sering menguat atau mengantuk. Penyebab gangguann tidur ini
antara lain kerusakan transport oksigen, gangguan metabolisme, kerusakan
eliminasi, pengaruh obat, immobilitas, nyeri pada kaki, takut operasi, faktor
lingkungan yang mengganggu, dan lain-lain.
17
Definisi
Latihan aktif ROM (Rage of Motion) merupakan gerakan isotonik
(terjadi kontraksi dan pergerakan otot) yang dilakukan klien dengan
menggerakkan masing-masing persendiannya sesuai dengan rentang gerak
yang normal. Selain itu, latihan pasif ROM (Rage of Motion) adalah latihan
pergerakan perawat atau petugas lain yang menggerakkan persendian klien
sesuai dengan rentang geraknya (Eni Kusyati, 2006:236).
2.2.2
Tujuan
1. Meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot.
2. Mempertahankan fungsi jantung dan pernafasan.
3. Mencegah kontraktur
4. Menjaga fleksibilitas dari masing-masing persendian.
2.2.3
18
2.2.4
Indikasi Pemberian
1. Stroke atau penurunan tingkat kesadaran
2. Kelemahan otot
3. Fase rehabilitasi fisik
4. Klien dengan tirah baring lama
2.2.5
Kontra Indikasi
1. Trombus/emboli pada pembuluh darah
2. Kelainan sendi atau tulang
3. Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit (jantung)
2.2.6
Perhatian Khusus
1. Tanggap terhadap respon ketidak nyamanan klien
2. Ulangi gerakan sebanyak 3 kali
3. Monitor keadaan umum klien dan tanda-tanda vital sebelum dan setelah
latihan
2.2.7
Prosedur Pelaksanaan
1. Prosedur umum:
a. Cuci tangan untuk mencegah transfer organisme.
b. Jaga privasi klien dengan menutup pintu atau memasang sketsel.
c. Beri penjelasan kepada klien mengenai apa yang akan anda kerjaan dan
minta klien untuk dapat bekerjasama.
d. Atur ketinggian tempat tidur yang sesuai agar memudahkan perawat
dalam bekerja, terhindar dari masalah penjajaran tubuh dan pergunakan
selalu prinsip-prinsip mekanika tubuh.
19
e. Posisikan klien dengan posisi supinasi dekat dengan perawat dan buka
bagian tubuh yang akan digerakkan.
f. Rapatkan kedua kaki dan letakkan kedua lengan pada masing-masing
sisi tubuh.
g. Kembalikan pada posisi awal setelah masing-masing gerakan. Ulangi
masing-masing gerakan 3 kali.
h. Selama latihan pergerakan, kaji kemampuan untuk menoleransi
gerakkan dan rentang gerak (ROM/Rage Of Motion) dari masingmasing persendian yang bersangkutan.
i. Setelah latihan pergerakan, kaji denyut nadi dan ketahanan tubuh
terhadap latihan.
j. Catat dan laporkan setiap masalah yang tidak diharapkan atau
perubahan pada gerakan klien, misalnya adanya kekakuan dan
kontrantur.
2. Prosedur Khusus
a. Gerakan bahu
1) Mulai masing-nasing gerakan dari lengan di sisi klien. Pegang
lengan di bawah siku dengan tangan kiri perawat dan pegang
pergelangan tangan klien dengan tangan kanan klien.
2) Fleksi dan ekstensikan bahu.
Gerakkan lengan keatas menuju kepala tempat tidur. kembalikan
keposisi sebelumnya.
20
Gambar 2.2 : Fleksi dan ekstensi pada bahu (Eny Kusyati, 2006.
Keterampilan dan prosedur laboratorium Dasar)
3) Abduksikan bahu.
Gerakkan lengan menjauhi tubuh dan menuju kepala klien sampai
tangan diatas kepala.
4) Adduksikan bahu.
Gerakkan lengan klien ke atas tubuhnya s ampai tangan yang
bersangkutan menyentuh tangan pada sisi di sebelahnya.
5) Rotasikan bahu internal dan eksternal.
Letakkan lengan di samping tubuh klien sejajar dengna bahu, lalu
siku membentuk sudut 900 dengan kasur. gerakkan lengan ke atas
dan kebawah.
b. Gerakan siku
1) Fleksi dan ekstensikan siku
Bengkokkan siku hingga jai-jari tangan menyentuh dagu, lalu
luruskan kembali ketempat semula.
21
yang lainnya
22
24
5) Adduksi
Dari posisi abduksi, kembalikan keposisi semula.
6) Sisi
Sentuhkan masing-masing jari tangan dengan ibu jari.
26
27
28
3) Gerakkan hiperektensi
Bantu klien merubah posisi pronasi disisi tempat tidur, dekat
dengan perawat.
4) Hiperektensi leher
Letakkan satu tangan diatas dahi, tangan yang lainnya pada kepala
bagian bekang, lalu gerakkan kepala kebagian belakang.
5) Hiperektensi bahu
Letakkan satu tangan diatas bahu klien dan tangan yang lainnya
dibawah siku klien lalu tarik lengan atas keatas dan kebelakang.
6) Hiperektensi pinggul
Letakkan satu tanagan diatas pinggul, dan tangan yang lainnya
menyangga kaki bagian
Definisi
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan
atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari
kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada
metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme
lemak dan proteins ( Askandar, 2000 ).
29
2.3.2
2.3.3
Patofisiologi
Diabetes militus disebabkan oleh penurunan kecepatan insulin oleh sel-sel
pulau langerhans. Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat di
hubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel sel tubuh yang mengakibatkan
naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 1200 mg/dl.
2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang
menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai
dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
30
menyerap
31
membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan
terjadinya gangren.
2.3.4
efek
yang
signifikan
terhadap
sistem
endokrin,
yang
Klasifikasi
1. Diabetes tipe 1
Diabetes tipe I ditandai dengan sekresi insulin oleh pankreas tidak ada dan
sering terjadi pada orang muda. Secara normal, insulin
32
bekerja untuk
Komplikasi
1. Komplikasi metabolik akut.
a. Nafsu makan menurun, haus, banyak minum dan banyak kencing
sebagai gejala adanya hiperglikemia.
b. Ketoasidosis diabetik.
2. Komplikasi metabolik kronik
a. Kelainan sirkulasi: hipertensi, IMA, isufisiensi koroner.
b. Kelainan mata: retinopati diabetika, katarak dll.
c. Kelainan saraf: neuropati diabetikum
d. Kelainan pernafasan : TBC
e. Kelainan ginjal: Urolitiasis, pyelonefritis, glomerulonekrosis.
33
Penatalaksanaan
1. Diit diabetes Melitus
Diit diberikan sesuai dengan kondisi klien, dimana jumlah kalori dihitung
dengan:
a. Berat badan ideal = (TB cm 100) kg-10 % pada waktu istirahat, dan
diperlukan 25 kal/kg BB ideal
b. Aktivitas: kerja ringan ditambah 10-20%, kerja sedang ditambah 30%,
kerja berat ditambah dengan 50%, dan kerja berat sekali misalnya
buruh kasar ditambah 75%.
c. Stres (infeksi, operasi): ditambah dengan 20-30%, karbohidrat
diberikan sesuai dengan menu orang Indonesia rata-rata sehingga bisa
lebih murah yaitu: 60-70% dari kalori lebih baik diberikan karbohidrat
berupa tepung daripada bentuk gula, karena gula terlalu cepat diserap
sehingga dapat menyebabkan perubahan cepat dalam sistem di tubuh,
sedangkan tepung dicerna dulu baru diserap perlahan-lahan.
d. Protein harus cukup yaitu sedikitnya 1 gr/kgBB untuk orang dewasa
dan 2-3 gr/kgBB untuk anak-anak.
Lemak sebaiknya dikurangi terutama yang banyak mengandung
lemak jenuh dan kolesterol, yang baik adalah lemak jenuh yang
terkandung dalam jenis makanan seperti: lemak hewan, kuning telur,
coklat, kream, sedangkan yang banyak mengandung lemak tidak jenuh:
minyak jagung, minyak kapas dan minyak bunga matahari.
34
35
36
tidur klien, terutama pengaruh yang positif adalah latihan fisik dan kelelahan. ROM
(Rage of Motion) merupakan gerakan isotonic (terjadi kontraksi dan pergerakan otot)
yang dilakukan klien dengan menggerakkan masing-masing persendiannya sesuai
dengan rentang gerak yang normal (Eni Kusyati, 2006). Kontraksi dan relaksasi otot
berirama mengurangi ketegangan dan menyiapkan tubuh untuk beristirahat (Hoch dan
Reynolds, 1986). Hal ini dikarenakan keadaan lelah akan meningkatkan relaksasi
(Fundamental Keperawatan Vol. 2, 2005). Relaksasi memberi respon melawan mass
discharge (pelepasan
merangsang
kelenjar
pituitary
untuk
meningkatkan
produksi
37
Faktor yang
mempengaruhi tidur:
Penyakit fisik
Latihan dan kelelahan.
Stress psikologis
Obat
Nutrisi
Lingkungan
Produksi insulin
oleh pankreas
Hipotalamus
(CRF)
Pituitary
(POMC)
endorphin
Medula Adrenal
Enkephalin
Keterangan:
: Diteliti
: Tidak diteliti
: Ada hubungan
Gambar 3.1
38
2.5
Hipotesis Penelitian
HI : Ada pengaruh pemberian ROM (Rage Of Motion) terhadap perubahan kualitas
tidur pasien DM.
H0: Tidak ada pengaruh pemberian ROM (Rage Of Motion) terhadap perubahan kualitas
tidur pasien DM.
39