Anda di halaman 1dari 32

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

KONSEP TIDUR
2.1.1

Definisi Tidur
Tidur adalah suatu keadaan relative tanpa sadar yang penuh ketenangan
tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-ulang dan masingmasing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda
(Tarwoto,Wartonah, 2004).
Tidur diefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana orang
tersebut dapat dibangunkan dengan pemberian rangsangan sensorik atau
dengan rangsang lainnya (Athur C. Guyton, 1997).

.1.2

Fisiologi Tidur
Pengaturan tidur dikarenakan adanya hubungan mekanisme serebral
yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan menekan pusat otak agar
dapat tidur dan bangun. Salah satu aktivitas tidur ini diatur oleh system
pengaktifan retikularis yang merupakan system yang mengatur seluruh
tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk pengaturan system
kewaspadaan dan tidur. Pusat pengaturan kewaspadaan dan tidur terletak
dalam mesensefalon dan bagian atas pons. Selain itu, reticular activating
system (RAS) dapat memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri dan
perabaan juga dapat menerima stimulasi dari korteks serebri ternasuk
rangsangan emosi dan prooses pikir. Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS
akan melepasakan katekolamin seperti norepineprin. Demikian juga pada saat
tidur, kemungkinan disebabkan adanya pelepasan serum serotonin dari sel

khusus yang berada di pons dan batang otakk tengah, yaitu bulbar
synchronizing regional (BSR), sedangkan

bangun tergantung dari

keseimbangan impuls yang diterima dipusat otak dan sistem limbik. dengan
demikian, sistem pada batang otak yang mengatur siklus atau perubahan
dalam tidur adalah RAS dan BSR (A. Aziz Alimul, 2008).
2.1.3

Kualitas tidur
Makna dasar tidur adalah suatu keadaan dimana otak dan tubuh diberi
kesempatan untuk beristirahat. Definisi tidur sebenarnya yang diterima umum
adalah kualitas dan kuantitas tidur yang diperlukan untuk menjaga kesigapan
selama bangun tidur (Yolanda Amrita, 2009). Banyak ilmuwan mengatakan
rata-rata tidur yang disyaratkan adalah tujuh sampai dengan delapan jam.
Namun yang menjadi masalah adalah kualitas tidur, bukan kuantitasnya. Enam
jam tidur nyenyak dan terbangun dengan segar jauh lebih baik bagi daripada
delapan jam tidur dengan bantuan obat-obatan atau tidur tidak tenang (Nicol
Rosemary, 1991) . Kualitas tidur menunjukkan adanya kemampuan individu
untuk tidur dan memperoleh jumlah istirahat yang sesuai dengan
kebutuhannya (A. Aziz Alimul, 2008).
Sebagian orang secara genetic tergolong aktif dipagi hari dan lainnya di
malam hari. Ada yang tidurnya pendek dan ada pula yang tidurnya panjang.
Sebagian orang membutuhkan tidur lebih banyak dari rata-rata orang, dan
sebagiannya lagi untuk kembali merasa segar dan bertenaga membutuhkan
tidur kurang dari rata-rata. Dalam tidur bukan hanya sekedar dilihat dari
lamanya seseorang tidur, tetapi kualitasnnya. Kendati tidur lama, belum tentu
orang tersebut merasa cukup tidur. Ketika seseorang terbangun dari tidurnya
dan merasa bugar, hal itu menandakan ia mendapatkan tidur yang berkualitas.
9

2.1.4

Klasifikasi Tidur
Terdapat berbagai tahap dalam tidur, dari tidur yang sangat ringan sampai tidur
yang sangat dalam; para peneliti tidur juga membagi tidur dalam dua tipe yang
secara keseluruhan berbeda, yang memiliki kualitas yang berbeda pula, yaitu:
1. NREM (Non Rapid Eye Movement)
Tahap tidur ini dapat juga disebut sebagai tidur gelombang lambat.
Dinamakan tidur gelombang lambat karena pada tahap ini gelombang otaknya
sangat lambat, yang dapat dihubungkan dengan penurunan tonus, penurunan
darah perifer dan fungsi-fungsi vegeatif tubuh lainnya. Selain itu, tekanan
darah, frekwensi pernapasan, dan kecepatan metabolisme basal akan
berkurang 10- 30 %. Ciri-ciri tidur non-REM yaitu betul-betul istirahat penuh,
tekanan darah menurun, frekwensi napas menurun, pergerakan bola mata
melambat, mimpi berkurang, dan metabolisme menurun.
Perubahan selama proses tidur gelombang lambat adalah melalui
elektroenchephalografi dengan memperlihatkan gelombang otak berada pada
setiap tahap tidur, yaitu: pertama, kewaspadaan penuh dengan gelombang
betha yang berfrekwensi tinggi dan bervoltase rendah; kedua, istirahat tenang
yang diperlihatkan pada gelombang alpha; ketiga, tidur ringan karena terjadi
perlambatan gelombang alpha sejenis tetha atau delta yang bervoltase rendah;
dan ke empat, tidur nyenyak karena gelombang lambat dengan gelombang
delta bervoltase tinggi dengan kecepatan 1-2/detik.
Tahapan tidur jenis gelombang lambat:
a. Tahap I

10

Tahap satu merupakan tahap transisi antara bangun dan tidur dengan ciri
rileks, masih sadar dengan lingkungan, merasa mengantuk, bola mata
bergerak dari samping ke samping, frekuensi nadi dan napas sedikit
menurun, dapat bangun segera selama tahap ini berlangsung selama 5
menit.
b. Tahap II
Tahap II merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun
dengan ciri mata pada umumnya menetap, denyut jantung dan frekuensi
napas menurun, temperatur tubuh menurun, metabolisme menurun,
berlangsung pendek dan berakhir 10-15 menit.
c. Tahap III
Tahap III merupakan tahap tidur dengan ciri denyut nadi dan frekuensi
napas dan proses tubuh lainnya lambat, disebabkan oleh adanya dominasi
system saraf parasimpatis dan sulit untuk bangun.
d. Tahap IV
Tahap ini merupakan tahap tidur dalam dengan ciri kecepatan jantung dan
pernapasan turun, jarang bergerak dan sulit dibangunkan, gerakan bola
mata cepat, sekresi lambung menurun, serta tonus otot menurun.
2. REM (Rapid Eye Movement)
Disebut juga sebagai tidur paradoks yang dapat berlangsung pada tidur
malam selama 5-20 menit, dan rata-rata timbul 90 menit. Periode pertama
terjadi selama 80-100 menit, akan tetapi apabila kondisi oang sangat lelah,
maka awal tidur sangat cepat bahkan jenis tidur ini tidak ada. Ciri dari tidur
jenis ini adalah:
a. Biasanya disertai dengan mimpi aktif.

11

b. Lebih sulit dibangunkan daripada selama tidur nyenyak gelombang


lambat.
c. Tonus otot selama tidur nyenyak sangat tertekan, menunjukkan inhibisi
kuat proyeksi spinal atas sistem pengaktifasi retikularis.
d. Frekwensi jantung dan pernapasan menjadi tidak teratur.
e. Pada otot perifer terjadi beberapa gerakan otot yang tidak teratur.
f. Mata cepat menutup dan terbuka, nadi cepat dan irregular, tekanan
darah meningkat atau berfluktuasi, sekresi gaster meningkat, dan
metabolisme meningkat.
g. Tidur ini penting untuk keseimbangan mental, emosi, juga berperan
dalam belajar, memori, dan adaptasi.
FASE TIDUR

NREM I

REM

NREM II

NREM II

NREM III

NREM III

NREM II

NREM IV

Gambar 2.1 Siklus tidur, sumber A. Aziz Alimul (2008)


2.1.5

Fungsi dan Tujuan Tidur (A. Alimul Hidayat, 2006)


Fungsi dan tujuan tidur secara jelas tidak diketahui, akan tetapi diyakini
bahwa tidur dapat digunakan untuk menjaga keseimbangan mental, emosional,
kesehatan, mengurangi stres pada paru, kardiovaskuler, endokrin, dan lain-lain.

12

Energi disimpan selama tidur, sehingga dapat diarahkan kembali pada fungsi
seluler yang penting. Secara umum terdapat dua efek fisiologis dari tidu, yaitur:
1. Efek pada sistem saraf, yang diperkirakan dapat memulihkan kepekaan normal
dan keseimbangan diantara berbagai susunan saraf.
2. Efek pada struktur tubuh, dengan memulihkan kesegaran dan fungsi dalam
organ tubuh, karena selama tidur terjadi penurunan.

2.1.6

Tanda Klinis Gangguan Tidur (A. Aziz Alimul Hidayat, 2006)


1. Hilangnya perasaan segar
2. Gelisah
3. Lesu
4. Apatis
5. Kehitaman daerah sekitar mata
6. Kelopak mata bengkak
7. Konjungtiva mata merah
8. Mata perih
9. Tidak dapat berkonsentrasi penuh
10. Gangguan bicara dan proses pikir.

2.1.7

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tidur


Kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kualitas
dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur dan memperoleh
jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhnya (A. Aziz Alimul Hidayat, 2006).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya adalah:
1. Penyakit

13

Sakit dapat mempengaruhi kebutuhan tidur seseorang. Banyak


penyakit yang memperbesar kebutuhan tidur, misalnya penyakit yang
disebabkan oleh infeksi (infeksi limfa) akan memerlukan lebih banyak waktu
tidur untuk mengatasi keletihan. Banyak juga keadaan sakit menjadikan pasien
kurang tidur, bahkan tidak biasa tidur.
2. Latihan dan Kelelahan
Keletihan akibat aktivitas yang tinggi dapat memerlukan lebih banyak
tidur untuk menjaga keseimbangan energi yang telah dikeluarkan. Hal tersebut
terlihat pada seseorang yang telah melakukan aktivitas dan mencapai
kelelahan. Maka, orang tersebut akan lebih cepat untuk dapat tidur karena
tahap tidur gelombang lambatnya diperpendek.
3. Stres Psikologis
Kondisi psikologis dapat terjadi pada seseorang akibat ketegangan
jiwa. Hal tersebut terlihat ketika seseorang yang memiliki masalah psikologi
mengalami kegelisahan sehingga sulit untuk tidur.
4. Obat
Obat dapat juga mempengaruhi proses tidur. Beberapa jenis obat yang
dapat mempengaruhi proses tidur adalah jenis golongan obat diuretic yang
menyebabkan seseorang insomnia, anti depresan dapat menekan REM (Rapid
Eye Movement), kafein dapat meningkatkan saraf simpatis yang menyebabkan
kesulitan untuk tidur, golongan beta bloker dapat berefek pada timbulnya
insomnia, dan golongan narkotik dapat menekan REM (Rapid Eye Movement)
sehingga mudah mengantuk.
5. Nutrisi

14

Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat


trejadinya proses tidur, karena adanya tryptophan yang merupakan asam
amino dari protein yang dicerna. Demikian sebaliknya, kebutuhan gizi yang
kurang dapat juga mempengaruhi proses tidur, bahkan terkadang sulit untuk
tidur.
6. Lingkungan
Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang dapat
mempercepat terjadinya proses tidur.
7. Motivasi
Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang untuk tidur,
yang dapat mempengaruhi proses tidur. Selain itu adanya keinginan untuk
menahan tidak tidur dapat menimbulkan gangguan proses tidur.

2.1.8

Masalah Kebutuhan Tidur (A. Aziz Alimul, 2008)


1. Insomnia
Merupakan suatu keadaan ketidakmampuan mendapatkan tidur yang
adekuat, baik kualitas maupun kuantitas, dengan keadaan tidur yang sebentar
atau susah tidur. Insomnia terbagai menjadi tiga jenis, yaitu initial insomnia
yang merupakan ketidakmampuan untuk jatuh tidur atau mengawali tidur,
intermiten insomnia merupakan ketidakmampuan tetap tidur karena selalu
terbangun pada malam hari, dan terminal insomnia yang merupakan
ketidakmampuan untuk tidur kembali setelah terbangun pada malam hari.
Proses gangguan tidur ini kemungkinan besar disebabkan oleh adanya rasa
khawatir, tekanan jiwa, ataupun stress.
2. Hipersomnia

15

Merupakan gangguan tidur dengan kriteria tidur berlebihan, pada


umumnya lebih dari sembilan jam pada malam hari, disebabkan oleh
kemungkinan adanya masalah psikologis, depresi, kecemasan, gangguan
susunan saraf pusat, ginjal, hati dan gangguan metabolisme.
3. Parasomnia
Merupakan kumpulan beberapa penyakit yang dapat mengganggu pola
tidur, seperti somnambulisme (berjalan-jalan saat tidur) yang banyak terjadi
pada anak-anak, yaitu pada tahap III dan IV dari tidur REM (Rapid Eye
Movement). Somnambulisme ini dapat menyebabkan cedera.
4. Enuresa
Merupakan buang air kecil yang tidak disengaja pada waktu tidur, atau
biasa juga disebut dengan istilah mengompol. Enuresa dibagi dalam dua jenis,
yaitu anuresa nocturnal yang merupakan mengompol di waktu tidur, dan
enuresa diurnal yang merupakan mengompol pada saat bangun tidur. Enuresa
nocturnal umumnya merupakan ganggguan pada tidur NREM (Non-Rapid
Eye Movement).
5. Apnea tidur dan mendengkur
Mendengkur umumnya tidak termasuk dalam gangguan tidur, tetapi
mendengkur disertai dengan keadaan apnea dapat menjadi masalah.
Mendengkur sendiri disebabkan adanya rintangan dalam pengaliran udara di
hidung atau mulut pada waktu tidur, biasanya disebabkan oleh tonsilitis, atau
mengendurnya otot dibelakang multu. Terjadinya apnea dapat mengacaukan
jalannya pernapasan sehingga dapat mengakibatkan henti nafas. Bila kondisi
ini berlangsung lama, maka dapat menyebabkan kadar oksigen dalam darah
menurun dan denyut nadi menjadi tidak teratur.

16

6. Narcolepsi
Merupakan keadaan tidak dapat mengendalikan diri untuk tidur,
misalnya tertidur dalam keadaan berdiri, mengemudikan kendaraan, atau di
saat sedang membicarakan sesuatu. Hal

ini merupakan suatu gangguan

neurologis.
7. Mengigau
Mengigau dikategorikan dalam gangguan tidur bila terlalu sering dan
diluar kebiasaan. Dari hasil pengamatan, ditemukan bahwa hampir semua
orang pernah mengigau dan terjadi sebelum tidur REM (Rapid Eye
Movement).
8. Gangguan pola tidur secara umum
Gangguan pola tidur secara umum merupakan suatu keadaan di mana
individu megalami atau mempunyai resiko perubahan dalam jumlah dan
kualitas pola istirahat yang menyebabkan ketidaknyamanan atau mengganggu
gaya hidup yang diinginkan (Carpenito, LJ, 1995). Gangguan ini telihat pada
pasien dengan kondisi yang memperlihatkan rasa lelah, mudah

terangsang

dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di daearah sekitar mata, kelopak mata
bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian tepecah-pecah, sakit
kepala, dan sering menguat atau mengantuk. Penyebab gangguann tidur ini
antara lain kerusakan transport oksigen, gangguan metabolisme, kerusakan
eliminasi, pengaruh obat, immobilitas, nyeri pada kaki, takut operasi, faktor
lingkungan yang mengganggu, dan lain-lain.

17

2.2 Konsep ROM (Rage Of Motion)


2.2.1

Definisi
Latihan aktif ROM (Rage of Motion) merupakan gerakan isotonik
(terjadi kontraksi dan pergerakan otot) yang dilakukan klien dengan
menggerakkan masing-masing persendiannya sesuai dengan rentang gerak
yang normal. Selain itu, latihan pasif ROM (Rage of Motion) adalah latihan
pergerakan perawat atau petugas lain yang menggerakkan persendian klien
sesuai dengan rentang geraknya (Eni Kusyati, 2006:236).

2.2.2

Tujuan
1. Meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot.
2. Mempertahankan fungsi jantung dan pernafasan.
3. Mencegah kontraktur
4. Menjaga fleksibilitas dari masing-masing persendian.

2.2.3

Jenis-jenis ROM (Rage Of Motion)


1. ROM (Rage Of Motion) Aktif
ROM (Rage Of Motion) aktif merupakan latihan rentang gerak
yang dilakukan dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendiri secara
aktif. Perawat hanya memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam
melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak
sendi normal (klien aktif)
2. ROM (Rage Of Motion) Pasif
Perawat melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan rentang
gerak yang normal (klien pasif). ROM (Rage Of Motion) Pasif diberikan
pada seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu
dan klien tidak mampu melaksanakannya secara mandiri.

18

2.2.4

Indikasi Pemberian
1. Stroke atau penurunan tingkat kesadaran
2. Kelemahan otot
3. Fase rehabilitasi fisik
4. Klien dengan tirah baring lama

2.2.5

Kontra Indikasi
1. Trombus/emboli pada pembuluh darah
2. Kelainan sendi atau tulang
3. Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit (jantung)

2.2.6

Perhatian Khusus
1. Tanggap terhadap respon ketidak nyamanan klien
2. Ulangi gerakan sebanyak 3 kali
3. Monitor keadaan umum klien dan tanda-tanda vital sebelum dan setelah
latihan

2.2.7

Prosedur Pelaksanaan
1. Prosedur umum:
a. Cuci tangan untuk mencegah transfer organisme.
b. Jaga privasi klien dengan menutup pintu atau memasang sketsel.
c. Beri penjelasan kepada klien mengenai apa yang akan anda kerjaan dan
minta klien untuk dapat bekerjasama.
d. Atur ketinggian tempat tidur yang sesuai agar memudahkan perawat
dalam bekerja, terhindar dari masalah penjajaran tubuh dan pergunakan
selalu prinsip-prinsip mekanika tubuh.

19

e. Posisikan klien dengan posisi supinasi dekat dengan perawat dan buka
bagian tubuh yang akan digerakkan.
f. Rapatkan kedua kaki dan letakkan kedua lengan pada masing-masing
sisi tubuh.
g. Kembalikan pada posisi awal setelah masing-masing gerakan. Ulangi
masing-masing gerakan 3 kali.
h. Selama latihan pergerakan, kaji kemampuan untuk menoleransi
gerakkan dan rentang gerak (ROM/Rage Of Motion) dari masingmasing persendian yang bersangkutan.
i. Setelah latihan pergerakan, kaji denyut nadi dan ketahanan tubuh
terhadap latihan.
j. Catat dan laporkan setiap masalah yang tidak diharapkan atau
perubahan pada gerakan klien, misalnya adanya kekakuan dan
kontrantur.
2. Prosedur Khusus
a. Gerakan bahu
1) Mulai masing-nasing gerakan dari lengan di sisi klien. Pegang
lengan di bawah siku dengan tangan kiri perawat dan pegang
pergelangan tangan klien dengan tangan kanan klien.
2) Fleksi dan ekstensikan bahu.
Gerakkan lengan keatas menuju kepala tempat tidur. kembalikan
keposisi sebelumnya.

20

Gambar 2.2 : Fleksi dan ekstensi pada bahu (Eny Kusyati, 2006.
Keterampilan dan prosedur laboratorium Dasar)

3) Abduksikan bahu.
Gerakkan lengan menjauhi tubuh dan menuju kepala klien sampai
tangan diatas kepala.
4) Adduksikan bahu.
Gerakkan lengan klien ke atas tubuhnya s ampai tangan yang
bersangkutan menyentuh tangan pada sisi di sebelahnya.
5) Rotasikan bahu internal dan eksternal.
Letakkan lengan di samping tubuh klien sejajar dengna bahu, lalu
siku membentuk sudut 900 dengan kasur. gerakkan lengan ke atas
dan kebawah.
b. Gerakan siku
1) Fleksi dan ekstensikan siku
Bengkokkan siku hingga jai-jari tangan menyentuh dagu, lalu
luruskan kembali ketempat semula.

21

Gambar 2.3 : Gerakkan fleksi dan ekstensi siku (Eny Kusyati,


2006. Keterampilan dan prosedur laboratorium Dasar)
2) Pronasi dan supinasikan siku
Genggam tangan klien seperti orang yang sedang berjabat tangan,
putar telapak tangan klien kebawah dan ke atas, pastikan hanya
terjadi pergerakan siku, bukan bahu.

c. Gerakan pergelangan tangan


1) Fleksikan pergelangan tangan, genggam telapak dengan satu
tangan, tanggan

yang lainnya

menyangga lengan bawah.

bengkokkan pergelangan tangan kedepan.

Gambar 2.4: Gerakkan fleksi pada pergelangan tangan. (Eny


Kusyati, 2006. Keterampilan dan prosedur laboratorium Dasar)
2) Ekstensi pergelangan tangan dari posisi fleksi, tegakkan kembali
pergelangan tangan ke posisi semula.

22

Gambar 2.5 : Gerakan ekstensi pada pergelangan tangan. (Eny


Kusyati, 2006. Keterampilan dan prosedur laboratorium Dasar)
3) Fleksi radial dengan membengkokkan pergelangan tangan secara
lateral menuju ibu jari.

Gambar 2.6 : Gerakan abduksi pergelangan tangan. (Eny Kusyati,


2006. Keterampilan dan prosedur laboratorium Dasar)
4) Fleksi ulnar/ulnar deviation (adduksi)
Bengkokkan pergelangan tangan secara lateral kea rah jai kelima.

Gambar 2.7 : Gerakan adduksi pergelangan tangan. (Eny Kusyati,


2006. Keterampilan dan prosedur laboratorium Dasar)
23

d. Gerakan jari-jari tangan


1) Fleksi
Bengkokkan jari-jai tangan dan ibu jari kearah telapak tangan
(tangan menggenggam).

Gambar 2.8 : Gerakan fleksi jari-jari tangan. (Eny Kusyati, 2006.


Keterampilan dan prosedur laboratorium Dasar)
2) Ekstensi
Dari posisi fleksi, kembalikan keposisi semula (buka genggaman
tangan).
3) Hiperektensi
Bengkokkan jari-jari tangan kebelakang sejauh mungkin.
4) Abduksi
Buka dan pisahkan jari-jari tangan.

24

Gambar 2.9 : Gerakan abduksi jai-jari tangan. (Eny Kusyati, 2006.


Keterampilan dan prosedur laboratorium Dasar)

5) Adduksi
Dari posisi abduksi, kembalikan keposisi semula.
6) Sisi
Sentuhkan masing-masing jari tangan dengan ibu jari.

Gambar 2.10 : Gerakan oposisi. (Eny Kusyati, 2006. Keterampilan


dan prosedur laboratorium Dasar)
e. Gerakan pinggul dan lutut
Untuk melakukan gerakan ini, letakkan satu tangan dibawah lutut
klie, dan tangan yang lainnya dibawah mata kaki klien.
1) Fleksi dan ekstensi lutut dan pinggul
25

Angkat kaki dan bengkokkan lutut, gerakan lutut ke atas menuju


dada sejauh mungkin lalu kembalikan lutut kebawah, tegakkan
lutut dan rendahkan kaki sampai pada kasur.

Gambar 2.11 : Gerakan kaki, A. Fleksi; B. Ekstensi. (Eny Kusyati,


2006. Keterampilan dan prosedur laboratorium Dasar)
2) Abduksi dan adduksi kaki
Gerakan kaki kesamping menjauhi klien dan kembalikan melintas
di atas kaki yang lainnya.

Gambar 2.12 : Gerakan kaki, A. Abduksi; B. Adduksi. (Eny


Kusyati, 2006. Keterampilan dan prosedur laboratorium Dasar)
3) Rotasi panggul interna dan eksternal
Putar kaki ke dalam, kemudian keluar.

26

Gambar 2.13 : Gerakan rotasi kaki. (Eny Kusyati, 2006.


Keterampilan dan prosedur laboratorium Dasar)

f. Gerakan telapak kaki dan pergelangan kaki


1) Dorsofleksi telapak kaki
Letakkan satu tangan di bawah tumit lalu tekan kaki klien dengan
lengan anda utuk menggeakkannya ke arah kaki.

Gambar 2.14 : Gerakan dorsofleksi. (Eny Kusyati, 2006.


Keterampilan dan prosedur laboratorium Dasar)
2) Fleksi plantar telapak kaki
Letakkan satu tangan pada punggung dan tangan yang lainnya pada
tumit dan dorong kaki lainnya menjauh dari.

Gambar 2.1: Gerakan plantar fleksi telapak kaki. (Eny Kusyati,


2006. Keterampilan dan prosedur laboratorium Dasar).

27

3) Fleksi dan ekstensi jari-jari kaki


Letakkan satu tangan pada punggung kaki klien, letakkan tangan
yang lainnya pada pergelangan kaki. Bengkokkan jari-jari ke bawah
lalu kembalikan lagi pada posisi semula.

Gambar 2.16: Gerakan jari-jari kaki, A. Fleksi, B. Ekstensi Eny


Kusyati, 2006. (Eny Kusyati, 2006. Keterampilan dan prosedur
laboratorium Dasar)
4) Inversi dan eversi
Letakkan satu tangan dibawah tumit dan tangan lainnya diatas
punggung kaki. Putar telapak kaki kedalam dan keluar.
g. Gerakkan leher.
Ambil bantal dari dari kepala klien
1) Fleksi dan ekstensi leher
Letakkan satu tangan dibawah kepala klien, dan tangan yang
lainnya diatas dagu klien. gerakkan kepala ke depan sampai
menyentuh dada, kemudian kembalikan ke posisi semula tanapa
disanggah oleh bantal.
2) Fleksi lateral leher
Letakkan kedua tangan pada pipi klien lalu gerakkan kepala klien
kearah kanan dan kiri.

28

3) Gerakkan hiperektensi
Bantu klien merubah posisi pronasi disisi tempat tidur, dekat
dengan perawat.

4) Hiperektensi leher
Letakkan satu tangan diatas dahi, tangan yang lainnya pada kepala
bagian bekang, lalu gerakkan kepala kebagian belakang.
5) Hiperektensi bahu
Letakkan satu tangan diatas bahu klien dan tangan yang lainnya
dibawah siku klien lalu tarik lengan atas keatas dan kebelakang.
6) Hiperektensi pinggul
Letakkan satu tanagan diatas pinggul, dan tangan yang lainnya
menyangga kaki bagian

bawah. kemuadian gerakkan kaki

kebelakang dari persendian pinggul.


2.3 Konsep Diabetes Melitus
2.3.1

Definisi
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan
atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari
kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada
metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme
lemak dan proteins ( Askandar, 2000 ).

29

2.3.2

Tanda & Gejala


1. Gejala
a. Polifahia
b. Poliuria
c. BB menurun
d. Sering merasa lelah dan mengantuk
e. Mudah timbul bisul dan lama sembuhnya.
f. Gatal-gatal terutama pada bagian luar alat kelamin.
g. Nyeri otot
h. Penglihatan kabur
i. Kesemutan dan baal.
2. Tanda
a. Tes urine reduksi dan sedimen positif.
b. Kadar gula darah puasa > 120 mg/dl
c. Glukosa darah 2 jam post puasa lebih dari 200 mg/dl

2.3.3

Patofisiologi
Diabetes militus disebabkan oleh penurunan kecepatan insulin oleh sel-sel
pulau langerhans. Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat di
hubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel sel tubuh yang mengakibatkan
naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 1200 mg/dl.
2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang
menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai
dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.

30

Pasien pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat


mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi
sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal
normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 180 mg/100 ml ), akan
timbul glikosuria karena tubulus tubulus renalis tidak dapat

menyerap

kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik


yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan
pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat
glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami
keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi
polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga
pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya
atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat
untuk energi.

31

Hiperglikemia yang lama

akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan

membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan
terjadinya gangren.
2.3.4

Hubungan Diabetes Mellitus Dengan Tidur


Akademi Pengobatan Tidur Amerika (American Academy of Sleep
Medicine /AASM) melaporkan bertambahnya bukti berkaitan dengan
kurangnya tidur dan gangguan tidur dapat berkembang bahkan memperburuk
diabetes.
Dr Lawrence Epstein, Direktur Medis Pusat Kesehatan Tidur, seorang
instruktur pengobatan di Fakultas Kedokteran Harvard, seorang mantan
presiden AASM dan anggota dewan direktur AASM, mengatakan Beberapa
studi besar menunjukkan bahwa orang yang tidak tidur dengan cukup memiliki
risiko yang lebih besar terkena diabetes. Hal ini dikarenakan, kurangnya tidur
memiliki

efek

yang

signifikan

terhadap

sistem

endokrin,

yang

bertanggungjawab untuk pelepasan dan penghambatan beberapa substansi


termasuk insulin. Kurangnya tidur juga mempengaruhi aktivitas kelenjar
pituitary yaitu pengendali kelenjar endokrin di seluruh tubuh. Mekanismenya
terjadi melalui 2 jalan, yaitu sistem saraf otonom dan kelenjar pituitary. Sistem
saraf otonom disusun oleh sistem aktivasi atau pengeluaran yang disebut
sistem saraf simpatis dan penghambat sistem disebut sistem parasimpatis
(Sriwerdati, 2009).
2.3.5

Klasifikasi
1. Diabetes tipe 1
Diabetes tipe I ditandai dengan sekresi insulin oleh pankreas tidak ada dan
sering terjadi pada orang muda. Secara normal, insulin

32

bekerja untuk

menurunkan kadar glukosa darah dengan membolehkan glukosa masuk


kedalam sel untuk di metabolisme. Caranya dengan mengikat dirinya
secara kuat pada tempat reseptor pada membran sel. Efek utama metabolik
insulin

adalah di otot dan jaringan adiposa.

Pada orang diabetes,

kekurangan atau ketiadaan insulin menimbulkan kelaparan pada jaringan


ini dan ini menjelaskan mengapa pasien menjadi lelah dan berat badan
menurun.
2. Diabetes tipe II
Pada diabetes ini, terjadi kelainan reseptor insulin pada sel, sehingga terjadi
resistensi insulin yang disertai dengan penurunan reaksi intrasel.
3. Diabetes Gestasional
Jadi, ada wanita yang tidak mengalami atau menderita diabetes militus
sebelum kehamilannya. Hiperglikemia dikarenakan sekresi hormonhormon plasenta.
2.3.6

Komplikasi
1. Komplikasi metabolik akut.
a. Nafsu makan menurun, haus, banyak minum dan banyak kencing
sebagai gejala adanya hiperglikemia.
b. Ketoasidosis diabetik.
2. Komplikasi metabolik kronik
a. Kelainan sirkulasi: hipertensi, IMA, isufisiensi koroner.
b. Kelainan mata: retinopati diabetika, katarak dll.
c. Kelainan saraf: neuropati diabetikum
d. Kelainan pernafasan : TBC
e. Kelainan ginjal: Urolitiasis, pyelonefritis, glomerulonekrosis.

33

f. Kelainan kulit: gangren, ulkus kaki (distribusi tekanan abnormalpada


neuropati diabetikum).
g. Asidosis
2.3.7

Penatalaksanaan
1. Diit diabetes Melitus
Diit diberikan sesuai dengan kondisi klien, dimana jumlah kalori dihitung
dengan:
a. Berat badan ideal = (TB cm 100) kg-10 % pada waktu istirahat, dan
diperlukan 25 kal/kg BB ideal
b. Aktivitas: kerja ringan ditambah 10-20%, kerja sedang ditambah 30%,
kerja berat ditambah dengan 50%, dan kerja berat sekali misalnya
buruh kasar ditambah 75%.
c. Stres (infeksi, operasi): ditambah dengan 20-30%, karbohidrat
diberikan sesuai dengan menu orang Indonesia rata-rata sehingga bisa
lebih murah yaitu: 60-70% dari kalori lebih baik diberikan karbohidrat
berupa tepung daripada bentuk gula, karena gula terlalu cepat diserap
sehingga dapat menyebabkan perubahan cepat dalam sistem di tubuh,
sedangkan tepung dicerna dulu baru diserap perlahan-lahan.
d. Protein harus cukup yaitu sedikitnya 1 gr/kgBB untuk orang dewasa
dan 2-3 gr/kgBB untuk anak-anak.
Lemak sebaiknya dikurangi terutama yang banyak mengandung
lemak jenuh dan kolesterol, yang baik adalah lemak jenuh yang
terkandung dalam jenis makanan seperti: lemak hewan, kuning telur,
coklat, kream, sedangkan yang banyak mengandung lemak tidak jenuh:
minyak jagung, minyak kapas dan minyak bunga matahari.

34

Kebutuhan kalori/hari untuk menuju berat badan normal :


a. Berat Badan Kurang ( BBR < 90 % ) kebutuhan kalori sehari : 40
60 kalori / kg BB.
b. Berat Badan Normal ( BBR 90 100 % ) kebutuhan kalori sehari :
30 kalori / kg BB.
c. Berat Badan Lebih ( BBR > 110 % ) kebutuhan kalori sehari : 20
kalori / kg BB.
d. Gemuk = obesitas ( BBR > 120 % ) kebutuhan kalori sehari : 15
kalori / kg BB.
2. Latihan fisik atau olahraga
Sudah lama diketahui bahwa olah raga dapat menimbulkan
penurunan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh karena peningkatan
penggunaan glukosa dalam pembuluh darah perifer, hal ini berlaku pada
orang normal maupun pada penderita diabetes militus ringan. Tetapi jika
kadar glukosa darah tinggi yaitu 32 mg% atau lebih dan apabila ada
ketosis, olahraga sebaliknya akan menyebabkan keadaan menjadi semakin
parah, gula darah dan ketonemia akan semakin meninggi.
3. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat
Penyuluhan kesehatan pada pasien Diabetes Militus dapat dilakukan
dengan beberapa cara atau melalui beberapa media misalnya: TV, kaset
video, diskusi kelompok, poster, leaflet dan lain sebagainya.
Penyuluhan kesehatan ini sangat penting agar regulasi Diabetes
Militus mudah tercapai, dan komplikasi Diabetes Militus dapat dicegah
peningkatan jumlah dan frekwensinya. Adapun beberapa hal yang perlu
dijelaskan pada penderita Diabetes Militus adalah:

35

a. Apakah penyakit Diabetes Militus itu ?


b. Cara diit yang benar
c. Latihan ringan, sedang, teratur, setiap hari tidak boleh latihan berat
yang berat seperti berenang dan lain-lain
d. Menjaga kebersihan bagian bawah (daerah berbahaya pada tungkai,
ujung kaki)
e. Tidak boleh menahan kencing (karena retensi urine dapat memudahkan
infeksi saluran kemih)
f. Komplikasi-komplikasi yang dapat timbul
4. Obat Hipoglikemik/Anti Diabetes (OAD dan Insulin)

2.4 PENGARUH PEMBERIAN AKTIVITAS ROM (Rage of Motion) TERHADAP


PERUBAHAN KUALITAS TIDUR PASIEN DIABETES MELITUS DI RUANG
RSUP NTB
Tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua manusia untuk
dapat berfungsi secara optimal baik yang sehat maupun yang sakit. Banyak sekali
faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas tidur. Faktor fisik meliputi rasa nyeri,
sedangkan faktor psikologis meliputi depresi, kecemasan, ketakutan dan tekanan jiwa.
Klien dengan hospitalisasi seringkali sulit beristirahat karena ketidakpastiaan tentang
status kesehatan/penyakit fisik dan prosedur diagnostik yang mereka jalani (Priharjo,
1996). Klien yang sakit seringkali membutuhkan lebih banyak tidur dan istirahat
dibandingkan dengan klien yang sehat. Dalam keadaan sakit apabila mengalami
kurang tidur dapat memperpanjang waktu pemulihan sakit (Hudak & Gallo, 1997).
Pada pasien DM, tidur mempunyai efek yang sangat erat teradap aktifitas pangkreas
dalam menghasilkan insulin. Salah satu faktor yang memberikan pengaruh terhadap

36

tidur klien, terutama pengaruh yang positif adalah latihan fisik dan kelelahan. ROM
(Rage of Motion) merupakan gerakan isotonic (terjadi kontraksi dan pergerakan otot)
yang dilakukan klien dengan menggerakkan masing-masing persendiannya sesuai
dengan rentang gerak yang normal (Eni Kusyati, 2006). Kontraksi dan relaksasi otot
berirama mengurangi ketegangan dan menyiapkan tubuh untuk beristirahat (Hoch dan
Reynolds, 1986). Hal ini dikarenakan keadaan lelah akan meningkatkan relaksasi
(Fundamental Keperawatan Vol. 2, 2005). Relaksasi memberi respon melawan mass
discharge (pelepasan

impuls secara massal). Pada respon stres dari sistem saraf

simpatis, perasaan rileks akan diteruskan ke hipotalamus untuk menghasilkan


Corticotropin Releasing Factor (CRF). Selanjutnya CRF (Corticotropin Releasing
Factor)

merangsang

kelenjar

pituitary

untuk

meningkatkan

produksi

Proopioidmelanocortin (POMC) sehingga produksi enkephalin oleh medulla adrenal


meningkat. Kelenjar pituitari juga menghasilkan endorphin sebagai neurotransmiter
yang mempengaruhi suasana hati menjadi rileks (Mellysa, 2004).

37

2.5 Kerangka Konseptual


Pasien DM

Faktor yang
mempengaruhi tidur:
Penyakit fisik
Latihan dan kelelahan.
Stress psikologis
Obat
Nutrisi
Lingkungan
Produksi insulin
oleh pankreas

Hipotalamus
(CRF)

Pituitary
(POMC)

Pemberian aktivitas dan


kelelahan (ROM)

endorphin

Medula Adrenal
Enkephalin

Pemenuhan Kebutuhan Tidur


(kualitas)

Keterangan:
: Diteliti
: Tidak diteliti
: Ada hubungan
Gambar 3.1

Kerangka Konseptual Pengaruh pemberian aktivitas ROM


(Rage Of Motion) Terhadap Perubahan Kualitas Tidur Pasien
DM di Ruang Mawar RSUP NTB dengan menggunakan
Konsep Psikoneuroimunologi (Norma Risnasari, 2005).

38

2.5

Hipotesis Penelitian
HI : Ada pengaruh pemberian ROM (Rage Of Motion) terhadap perubahan kualitas
tidur pasien DM.
H0: Tidak ada pengaruh pemberian ROM (Rage Of Motion) terhadap perubahan kualitas
tidur pasien DM.

39

Anda mungkin juga menyukai