Anda di halaman 1dari 16

Case Report Session

Hari/ tanggal: Selasa/ 8 November 2016

NASKAH PSIKIATRI
Gangguan Cemas Menyeluruh

Nama Dokter Muda

: Maya Apriani Karya

Clarissa Fiolly Refieska


Nama Perseptor

P 1943 B3
P 1961 B4

: dr. Rini Gusya Liza, M.Ked (KJ), Sp. KJ

BAGIAN PSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS ANDALAS/ SMF PSIKIATRI
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Perasaan cemas sering dialami oleh hampir semua manusia. Hal ini ditandai
oleh rasa takut yang difus, tidak menyenangkan, dan sering disertai gejala
otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, gelisah, dan sebagainya.
Rasa cemas disebut juga anxietas. Anxietas merupakan gejala yang umum tetapi
non-spesifik yang sering merupakan satu fungsi emosi. Kumpulan gejala tertentu
yang ditemui selama kecemasan cenderung bervariasi, pada setiap orang tidak
sama. Anxietas yang patologik biasanya merupakan kondisi yang melampaui
batas normal terhadap satu ancaman yang sungguh-sungguh dan maladaptif.1,2
Anxietas bisa sebagai gejala yang terdapat pada gangguan psikiatrik,
sebagai sindroma pada neurosis cemas, dan dapat juga sebagai kondisi normal.
Anxietas normal sebenarnya suatu hal yang sehat, karena merupakan tanda bahaya
kondisi jiwa dan tubuh manusia untuk dapat mempertahankan diri. Anxietas juga
dapat bersifat konstruktif, misalnya seorang pelajar yang akan menghadapi ujian,
merasa cemas, maka ia akan belajar secara giat supaya kecemasannya dapat
berkurang.2
Gangguan anxietas memiliki beberapa bentuk, antara lain gangguan anxietas
fobik, gangguan panik, gangguan anxietas menyeluruh, gangguan campuran
anxietas dan depresi, gangguan obsesif-kompulsif dan gangguan stress pasca
trauma. Angka prevalensi untuk gangguan anxietas menyeluruh 3-8% dan rasio
antara perempuan dan laki-laki sekitar 2:1. Pasien gangguan anxietas menyeluruh
sering mengalami komorbiditas dengan gangguan mental lainnya seperti

Gangguan Panik, Gangguan Obsesif Kompulsif, Gangguan Stres Pasca Trauma,


dan Gangguan Depresi Berat.1
Dalam makalah ini, akan dibahas lebih mendetail mengenai gangguan
anxietas menyeluruh, yakni mencakup definisi, epidemiologi, etiologi, gambaran
klinis, diagnosis,diagnosis banding, penatalaksanaan, serta prognosis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

DEFINISI
Gangguan anxietas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD)

merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran


yang berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap
berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari. Kondisi ini dialami hampir sepanjang
hari, berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 bulan. Kecemasan yang dirasakan
sulit untuk dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti
ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan sehingga
menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi
sosial dan pekerjaan.3
GAD ditandai dengan kecemasan yang berlebihan dan khawatir yang
berlebihan tentang peristiwa-peristiwa kehidupan sehari-harinya tanpa alasan yang
jelas untuk khawatir. Kecemasan ini tidak dapat dikontrol sehingga dapat
menyebabkan timbulnya stres dan mengganggu aktivitas sehari-hari, pekerjaan
dan kehidupan sosial.3
Pasien dengan GAD biasanya mempunyai rasa risau dan cemas yang
berlanjut dengan ketegangan motorik, kegiatan autonomik yang berlebihan, dan
selalu dalam keadaan siaga. Beberapa pasien mengalami serangan panik dan
depresi.3

2.2 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi GAD 3-8% dari seluruh gangguan anxietas, dengan wanita usia >
40 tahun sekitar 10%. Rasio antara perempuan dan laki-laki sekitar 2:1. Onset
penyakit biasanya muncul pada usia pertengahan hingga dewasa akhir, dengan
insidens yang cukup tinggi pada usia 35-45 tahun. GAD merupakan gangguan
kecemasan yang paling sering ditemukan pada usia tua.4,5
2.3

ETIOLOGI
Beberapa teori yang menjelaskan faktor diduga penyebab terjadinya

gangguan anxietas menyeluruh, yakni:


a.

Teori Biologi
Terdapat gangguan pada daerah otak yang diduga berkaitan dengan GAD

yakni, lobus oksipitalis (area otak dengan reseptor benzodiazepine tertinggi), basal
ganglia, sistem limbik, dan korteks frontal. Pada pasien GAD juga ditemukan
sistem serotonergik yang abnormal. Neurotransmiter yang berkaitan dengan GAD
adalah

GABA,

serotonin,

norepinefrin,

glutamate,

dan

kolesistokinin.

Pemeriksaan PET (Positron Emision Tomography) pada pasien GAD ditemukan


penurunan metabolisme di ganglia basal dan massa putih otak.3,4
b. Teori Genetik
Sekitar 25% dari keluarga tingkat pertama penderita GAD juga menderita
gangguan yang sama. Sedangkan penelitian pada pasangan kembar didapatkan
angka 50% pada kembar monozigotik dan 15% pada kembar dizigotik.3,4

c.

Teori Psikoanalitik
Hipotesis teori ini bahawa anxietas adalah gejala dari konflik bawah sadar

yang tidak terselesaikan. Mulai dari masalah perpisahan dengan objek cinta
hingga kehilangan cinta dari objek yang penting. Anxietas kastrasi berhubungan
dengan fase oedipal, sedangkan anxietas superego merupakan ketakutan seseorang
untuk mengecewakan nilai dan pandangannya sendiri (merupakan anxietas yang
paling matang).3,6
d. Teori kognitif-perilaku
Penderita GAD berespon secara salah dan tidak tepat terhadap ancaman,
disebabkan oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal yang negative pada
lingkungan, adanya distorsi pada pemrosesan informasi dan pandangan yang
sangat negative terhadap kemampuan diri untuk menghadapi ancaman.3,6
2.4 GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis dinilai dari 2 hal, yaitu gejala somatik dan gejala
psikologik.3,6
1.

Gejala somatik

Gemetar

Nyeri punggung dan nyeri kepala

Ketegangan otot

Napas pendek, hiperventilasi

Mudah lelah, sering kaget

Hiperaktivitas otonomik (wajah merah dan pucat, takikardia, palpitasi,


tangan rasa dingin, diare, mulut kering, sering kencing)

2.

Parestesia

Sulit menelan

Gejala psikologik

Rasa takut yang berlebihan dan sulit untuk dikontrol

Sulit konsentrasi

Insomnia

Libido menurun

Rasa mual di perut

Hipervigilance (siaga berlebih)

Gangguan anxietas menyeluruh juga memiliki pengaruh terhadap tekanan


darah. Ada dua faktor yang paling berpengaruh pada tekanan darah, yaitu curah
jantung (cardiac output) dan tahanan perifer (peripheral resistance). Anxietas akan
merangsang respon hormonal dari hipotalamus yang akan mengsekresi CRF
(Corticotroprne - Releasing Factor) yang menyebabkan sekresi hormon-hormon
hipofise. Salah satu dari hormon tersebut adalah ACTH (Adreno - Corticotropine
Hormon). Hormon tersebut akan merangsang korteks adrenal untuk mengsekresi
kortisol kedalam sirkulasi darah. Peningkatan kadar kortisol dalam darah akan
mengakibatkan peningkatan renin plasma, angiotensin II dan peningkatan
kepekaan pembuluh darah terhadap katekolamin, sehingga terjadi peningkatan

tekanan darah. Selain itu hipotalamus juga berfungsi sebagi pusat dari system
saraf otonom. Sistem ini terbagi atas sistem simpatis dan sistem parasimpatis.
Pada anxietas terjadi sekresi adrenalin berlebihan yang menyebabkan peningkatan
tekanan darah, sedangkan pada anxietas yang sangat berat dapat terjadi reaksi
yang dipengaruhi oleh komponen parasimpatis sehingga akan mengakibatkan
penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Pada kecemasan yang
kronis, kadar adrenalin terus meninggi, sehingga kepekaan terhadap rangsangan
yang lain berkurang dan akan terlihat tekanan darah meninggi. Pada gangguan
anxietas menyeluruh yang terutama berperan adalah neurotransmiter serotonin.
Pada saat ini telah diidentifikasi tiga reseptor serotonin, yaitu : 5-HT1, 5-HT2 dan
5-HT3. Reseptor 5-HT1 bersifat sebagai inhibitor, sedangkan reseptor 5-HT2 dan
reseptor 5-HT3 bersifat sebagai eksitator. Menurut Gothert, aktivasi reseptor 5HT1 akan mengurangi kecemasan sedangkan aktivasi reseptor 5-HT2 akan
meningkatkan tekanan darah.7
2.5

DIAGNOSIS
Kriteria diagnostik gangguan anxietas menyeluruh menurut DSM IV-TR:8

a.

Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir setiap


hari, sepanjang hari, terjadi selama sekurangnya 6 bulan, tentang sejumlah
aktivitas atau kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas sekolah)

b.

Penderita merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya

c.

Kecemasan atau kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala berikut
ini (dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi dibandingkan

tidak terjadi selama enam bulan terakhir). Catatan : hanya satu nomor yang
diperlukan pada anak :
1.

Kegelisahan

2.

Merasa mudah lelah

3.

Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong

4.

Iritabilitas

5.

Ketegangan otot

6.

Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur gelisah, dan
tidak memuaskan)

d.

Fokus kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada gangguan aksis I,


misalnya kecemasan atau ketakutan adalah bukan tentang menderita suatu
serangan panik (seperti pada gangguan panik), merasa malu pada situasi
umum (seperti pada fobia sosial), terkontaminasi (seperti pada gangguan
obsesif kompulsif), merasa jauh dari rumah atau sanak saudara dekat (seperti
gangguan anxietas perpisahan), penambahan berat badan (seperti pada
anoreksia nervosa), menderita keluhan fisik berganda (seperti pada gangguan
somatisasi), atau menderita penyakit serius (seperti pada hipokondriasis) serta
kecemasan dan kekhawatiran tidak terjadi semata-mata selama gangguan
stres pasca trauma.

e. Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang


bermakna secara klinis, atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau
fungsi penting lain.

f.

Gangguan yang terjadi adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari
suatu zat (misalnya penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi medis umum
(misalnya hipertiroidisme), dan tidak terjadi semata-mata selama suatu
gangguan mood, gangguan psikotik, atau gangguan perkembangan pervasif.

Penegakan diagnosis gangguan anxietas menyeluruh berdasarkan PPDGJ-III


sebagai berikut:9
Pasien harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung
hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak
terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja
(sifatnya free floating atau mengambang)
Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut :
(a) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk,
sulit konsentrasi, dan sebagainya);
(b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai);
dan
(c) Overaktivitas

otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung

berdebar-debar, seska napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut


kering dan sebagainya).
Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan
(reassurance) serta keluhan-keluhan somatic berulang yang menonjol
Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari),
khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan Anxietas

10

Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode
depresif (F32.-), gangguan anxietas fobik (F40.-), gangguan panik (F41.0), atau
gangguan obsesif-kompulsif (F42.-).
2. 6 DIAGNOSIS BANDING
Gangguan anxietas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan akibat
kondisi medis umum maupun gangguan yang berhubungan dengan penggunaan
zat. Diperlukan pemeriksaan medis termasuk tes kimia darah, elektrokardiografi,
dan tes fungsi tiroid. Klinisi harus menyingkirkan adanya intoksikasi kafein,
penyalahgunaan stimulansia, kondisi putus zat atau obat seperti alkohol, hipnotiksedatif dan anxiolitik.3
Kelainan neurologis, endokrin, metabolik dan efek samping pengobatan pada
gangguan panik harus dapat dibedakan dengan kelainan yang terjadi pada
gangguan anxietas menyeluruh. Selain itu, gangguan anxietas menyeluruh juga
dapat

didiagnosis

banding

dengan

fobia,

gangguan

obsesif-kompulsif,

hipokondriasis, gangguan somatisasi, dan gangguan stres post-trauma.3

Fobia
Pada fobia, kecemasan terjadi terhadap objek/hal tertentu sehingga pasien

berusaha untuk menghindarinya, sedangkan pada GAD, tidak terdapat objek


tertentu yang menimbulkan kecemasan.3

Gangguan obsesif kompulsif

11

Pada gangguan obsesif kompulsif, pasien melakukan tindakan berulang-ulang


(kompulsi) untuk menghilangkan kecemasannya, sedangkan pada GAD, pasien
sulit untuk menghilangkan kecemasannya, kecuali pada saat tidur.3

Hipokondriasis
Pada hipokondriasis maupun somatisasi, pasien merasa cemas terhadap

penyakit serius ataupun gejala-gejala fisik yang menurut pasien dirasakannya dan
berusaha datang ke dokter untuk mengobatinya, sedangkan pada GAD, pasien
merasakan gejala-gejala hiperaktivitas otonomik sebagai akibat dari kecemasan
yang dirasakannya.3

Gangguan stres pasca trauma


Pada gangguan stres pasca trauma, kecemasan berhubungan dengan sutau

peristiwa ataupun trauma yang sebelumnya dialami oleh pasien, sedangkan pada
GAD kecemasan berlebihan berhubungan dengan aktivitas sehari-hari.3
2.7 PENATALAKSANAAN
1.

Farmakoterapi
a. SSRI ( Selective serotonin re-uptake Inhibitor)
Sertraline dan paroxetin merupakan pilihan yang lebih baik daripada fluoxetin.

Pemberian fluoxetin dapat meningkatkan ansietas sesaat. SSRI efektif terutama


pada pasien GAD dengan riwayat depresi.
b. SNRI ( Serotonin norepinephrine reuptake inhibitor )
Venlafaxine dan duloxetin dapat digunakan untuk gangguan cemas menyeluruh.
2.

Psikoterapi

12

a.

Terapi kognitif perilaku


Teori Cognitive Behavior pada dasarnya meyakini bahwa pola pemikiran

manusia terbentuk melalui proses rangkaian stimulus-kognisi-respon, dimana


proses kognisi akan menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana
manusia berpikir, merasa dan bertindak. Terapi kognitif perilaku diarahkan kepada
modifikasi fungsi berpikir, merasa dan bertindak, dengan menekankan peran otak
dalam menganalisa, memutuskan, bertanya, berbuat dan memutuskan kembali.
Dengan mengubah arus pikiran dan perasaan, klien diharapkan dapat mengubah
tingkah lakunya, dari negatif menjadi positif. Tujuan terapi kognitif perilaku ini
adalah untuk mengajak pasien menentang pikiran (dan emosi) yang salah dengan
menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang
masalah yang dihadapi. Pendekatan kognitif mengajak pasien secara kangsung
mengenali distorsi kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik
secara langsung. Teknik utama yang digunakan pada pendekatan behavioral
adalah relaksasi dan biofeedback.5,10
b. Terapi suportif
Pasien diberikan re-assurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang
ada dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal
dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.5
c.

Psikoterapi Berorientasi Tilikan


Terapi ini mengajak pasien ini untuk mencapai penyingkapan konflik bawah

sadar, menilik egostrength, relasi objek, serta keutuhan self pasien. Dari
pemahaman akan komponen-komponen tersebut, dapat diperkirakan sejauh mana

13

pasien dapat diubah untuk menjadi lebih matur, bila tidak tercapai, minimal kita
memfasilitasi

agar pasien

dapat

beradaptasi

dalam fungsi sosial dan

pekerjaannya.5
2.8 PROGNOSIS
Gangguan anxietas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang
mungkin berlangsung seumur hidup. Prognosis dipengaruhi oleh usia, onset,
durasi gejala dan perkembangan komorbiditas gangguan cemas dan depresi.
Karena tingginya insidensi gangguan mental komorbid pada pasien dengan
gangguan kecemasan menyeluruh, perjalanan klinis dan prognosis gangguan
cemas menyeluruh sukar untuk ditentukan. Namun demikian, beberapa data
menyatakan bahwa peristiwa kehidupan berhubungan dengan onset gangguan
kecemasan umum. Terjadinya beberapa peristiwa kehidupan yang negatif secara
jelas meningkatkan kemungkinan akan terjadinya gangguan cemas menyeluruh.
Menurut definisinya, gangguan kecemasan umum adalah suatu keadaan kronis
yang mungkin seumur hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya mengalami
gangguan panik, juga dapat mengalami gangguan depresi mayor.3
Dalam menentukan prognosis dari gangguan cemas menyeluruh, perlu diingat
bahwa banyak segi yang harus dipertimbangkan. Hal ini berhubung dengan
dinamika terjadinya gangguan cemas serta terapinya yang begitu kompleks.
Keadaan penderita, lingkungan penderita, dan dokter yang mengobatinya ikut
mengambil peran dalam menentukan prognosis gangguan cemas menyeluruh.3
Ditinjau dari kepribadian premorbid, jika penderita sebelumnya telah
menunjukkan kepribadian yang baik di sekolah, di tempat kerja atau dalam

14

interaksi sosialnya, maka prognosisnya lebih baik daripada penderita yang


sebelumnya banyak menemui kesulitan dalam pergaulan, kurang percaya diri, dan
mempunyai sifat tergantung pada orang lain. Kematangan kepribadian juga dapat
dilihat dari kemampuan seseorang dalam menanggapi kenyataan-kenyataan,
keseimbangan dalam memadukan keinginan-keinginan pribadi dengan tuntutantuntutan

masyarakat,

integrasi

perasaan

dengan

perbuatan,

kemampuan

menyesuaikan diri dengan lingkungan dan lain sebagainya. Semakin matang


kepribadian premorbidnya, maka prognosis gangguan cemas menyeluruh juga
semakin baik.11
Mengenai hubungan dengan terapi, semakin cepat dilakukan terapi pada
gangguan kecemasan menyeluruh, maka prognosisnya menjadi lebih baik.
Demikian pula dengan situasi tempat pengobatan, semakin pasien merasa nyaman
dan cocok dengan situasinya, maka hasilnya akan lebih baik dan akan
mempengaruhi prognosisnya. Pengobatan sebaiknya dilakukan sebelum gejalagejala menjadi alat untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan sampingan
misalnya untuk mendapatkan simpati, perhatian, uang, dan peringanan dari
tanggung jawabnya. Jika gejala-gejala sudah merupakan alat untuk mendapatkan
keuntungan-keuntungan tersebut, maka kemauan pasien untuk sembuh berkurang
dan prognosis akan menjadi lebih jelek.11
Faktor stres juga ikut menentukan prognosis dari gangguan cemas menyeluruh.
Jika stres yang menjadi penyebab timbulnya gangguan cemas menyeluruh relatif
ringan, maka prognosis akan lebih baik karena penderita akan lebih mampu
mengatasinya. Kalau dilihat dari lingkungan hidup penderita, sikap orang-orang di
sekitarnya juga berpengaruh terhadap prognosis. Sikap yang mengejek akan

15

memperberat penyakitnya, sedangkan sikap yang membangun akan meringankan


penderita. Demikian juga peristiwa atau masalah yang menimpa penderita
misalnya kehilangan orang yang dicintai, rumah tangga yang kacau, kemunduran
finansial yang besar akan memperjelek prognosisnya.11

16

Anda mungkin juga menyukai