Anda di halaman 1dari 22

Kegawatdaruratan ARDS

Melisa Citra Ika Mulya


102013443/A8
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara-Jakarta Barat-Indonesia
citra_melisa@ymail.com
Pendahuluan
Sindrom gangguan pernapasan akut (Acute respiratory distress
syndrome - ARDS) merupakan manifestasi cedera akut paru-paru,
biasanya akibat sepsis, trauma, dan infeksi paru berat. Secara klinis,
hal ini ditandai dengan dyspnea, hipoksemia, fungsi paru-paru yang
menurun, dan infiltrat difus bilateral pada radiografi dada.
Oksigenasi yang adekuat, pengistirahatan paru-paru, dan perawatan
suportif adalah dasar-dasar terapi. Pengelolaan sindrom gangguan
pernapasan akut sering membutuhkan intubasi endotrakeal dan
ventilasi mekanik. Pemberian volume tidal yang rendah dan tekanan
ventilator yang rendah dianjurkan untuk menghindari cedera akibat
ventilator. Koreksi tepat waktu dari kondisi klinis sangat penting
untuk mencegah cedera lebih lanjut. Percobaan eksperimental
menunjukkan penggunaan berbagai obat-obatan yang diberikan
sesuai patofisiologi belum berkhasiat secara klinis. Komplikasi
seperti pneumotoraks, efusi pleura, dan pneumonia fokal harus
diidentifikasi dan segera diobati. Selama dekade terakhir, angka
kematian telah menurun dari lebih dari 50% menjadi 32-45%.
Kematian biasanya terjadi akibat kegagalan organ multisystem
daripada kegagalan pernapasan saja.1
Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu sesi yang penting dalam kita
mengetahui apa yang sedang dirasakan oleh pasien, kita harus

menanyakan

dengan

terperinci

dari

keluhan

terkait.

Adapun

anamnesis yang terkait dengan skenario adalah sebagai berikut:2


1.

Identitas pasien, kita bisa menanyakan dari nama, alamat,


tempat tanggal lahir yang berhubungan dengan identitasnya bisa
secara auto maupun alloanamnesis kalau pasien tak mampu
memberikan

jawaban.

Sesuai

dengan

skenario

didapatkan

seorang laki-laki berusia 30 tahun.


2.

Keluhan utama, kita bisa langsung menanyakan apa yang


dikeluhkan? Didapatkan pasien mengalami sesak nafas.

3.

Riwayat penyakit sekarang, dari keluhan utama ini kita akan


lebih memperinci apa penyebab dari keluhan yang terkait
seperti,

sejak

kapan

sesak

nafas?

Sudah

berapa

lama?

Bagaimana keadaan pasien sebelum maupun sesudah keluhan


ini? Karena hal apa keluhan ini? Apakah sebelumnya sudah ada
penanganan dari sesak nafasnya? Apa ada keluhan lain selain
sesak nafas ini?
4.

Riwayat penyakit dahulu, kita tanyakan penyakit dahulu yang


mungkin berkaitan dengan sistem pernafasannya. Apa ada
riwayat memiliki gangguan pernafasan? Asthma? Alergi terhadap
sesuatu?

5.

Riwayat keluarga, disini riwayat keluarga juga sangat penting


karena ditakutkan penyakit keturunan. Di keluarga adakah yang
memiliki riwayat gangguan pernafasan?

6.

Riwayat sosial, bagaimana suasana di lingkungan rumah


apakah rumahnya berdempetan? Padat penduduk? Dekat dengan
pabrik yang menghasilkan polusi asap, jalan raya? Kebersian
rumah dari debu atau kotoran? Hygiene perorangan?

7.

Riwayat obat, apakah ada riwayat konsumsi obat secara rutin?


Sebelum berobat apakah sesaknya sudah coba diobati terlebih
dahulu?

Pemeriksaan Fisik

1. Kesadaran

dan

Keadaan

umum.

Dalam

memeriksakan

tingkat kesadaran kita bisa menggunakan Glasgow Coma Scale,


scale

ini

juga

berfungsi

untuk

kita

memonitor

dari

perkembangan si pasien itu.3

Table 1. Glasgow Coma Scale (GCS)

Pada keadaan umum kita bisa melihat pasien ini dari tingkat
kesakitannya nampak sakit ringan, sedang atau berat. Penderita
umumnya sangat gelisah dan sesak. Kesadaran bervariasi dari
sedikit berubah sampai koma.
2. Tanda-tanda vital. Pemeriksaan ini meliputi penilaian suhu,
tekanan darah, pernafasan dan nadi. Ini dilakukan wajib pada
awal pemeriksaan

3. Pemeriksaan head to toe ini hanya yang pentingnya saja, jika


keadaan sudah stabil bisa dilanjutkan dengan periksa yang lebih
lengkap.
a. Inspeksi, kita lihat keadaan pasien dari warna kulitnya
apakah tampak sianosis karena sesak nafas? Lihat juga dalam
usaha pernafasannya nampak susah atau biasa? Bagaimana
pola pernafasannya? Jangan lupa juga kita melihat keadaan
menyeluruh dari pasien takut ada gangguan yang lain. Pada
tipe

hiperkapnik,

penderita

mengalami

sakit

kepala,

kebingungan, mengantuk, tertidur sampai koma. Kadangkadang didapatkan gangguan penglihatan terutama pada
asidosis berat, juga dapat terjadi tremor. Pada tipe hipoksik
tampak sianosis dibibir dan jari-jari. Pada sistem pernafasan,
biasanya didapatkan frekuensi nafas menurun, normal atau
meningkat. Pernafasan mungkin sukar atau tenang sehingga
pola pernafasan perlu diamati dengan baik, misalnya nafas
cepat dan dangkal menandakan depresi pernafasan. Takipnea
menunjukan adanya hipokalsemia.
b. Palpasi, kita meraba pada bagian toraksnya simetris atau
tidak, dan dalam melakukan pernafasan apakah mengalami
retraksi atau tidak. Fremitus suara juga dicek ini tergolong
pemeriksaan yang cukup mudah, dimana fremitus akan
meninggi

pada

pneumonia

dan

akan

berkurang

pada

atelektasis, efusi pleura dan obstruksi jalan nafas.


c. Perkusi, suara perkusi paru normal adalah sonor. Bunyi tidak
normal dapat berupa hipersonor atau timpani karena ada
masa udara di pleura, pekak/redup karena konsolidasi paru.
d. Auskultasi, untuk menilai suara nafas dasar dan suara nafas
tambahan.

Dilakukan

pada

seluruh

lapang

dada

dan

punggung. Suara nafas normal adalah vesicular dan pada


asma terjadi nafas vesicular dengan ekspirasi memanjang.
Pada thoraks ditemukan gejala-gejala adanya mumur, irama
gallop, disertai dengan ronki menunjukkan adanya gagal

jantung. Bising mengi yang keras menunjukkan adanya asma


berat, ronki basah disertai dengan demam ditemukan pada
kasus infeksi pulmoner.
Pemeriksaan Penunjang
1.

Analisis Gas Darah (AGD)


Jika tekanan parsial oksigen dalam darah arteri pasien (PaO 2)
dibagi oleh fraksi oksigen dalam udara inspirasi (FiO2), hasilnya
adalah 200 atau kurang. Untuk pasien bernafas oksigen 100%,
ini berarti bahwa PaO2 kurang dari 200. Pada cedera paru akut
(ALI), rasio PaO2/FIO2 kurang dari 300. Selain hipoksemia, gas
darah arteri sering awalnya menunjukkan alkalosis pernapasan.
Namun, dalam ARDS terjadi dalam konteks sepsis, asidosis
metabolik dengan atau tanpa kompensasi pernapasan mungkin
ada. Saat kondisi berlangsung dan pekerjaan peningkatan
pernapasan, tekanan parsial karbon dioksida (PCO2) mulai
meningkat dan alkalosis pernapasan memberikan cara untuk
asidosis pernafasan. Pasien pada ventilasi mekanik untuk ARDS
mungkin diperbolehkan untuk tetap hiperkapnia (hiperkapnia
permisif) untuk mencapai tujuan dari volume tidal rendah dan
terbatas

dataran

tinggi

strategi

ventilator

tekanan

yang

bertujuan untuk membatasi ventilator terkait cedera paru-paru. 4


Untuk mengecualikan edema paru kardiogenik, mungkin akan
membantu

untuk

mendapatkan

plasma

B-type

natriuretic

peptide (BNP) nilai dan ekokardiogram. Tingkat BNP kurang dari


100 pg / mL pada pasien dengan infiltrat bilateral dan
hipoksemia nikmat diagnosis ARDS / cedera paru akut (ALI)
daripada

edema

paru

kardiogenik.

Echocardiogram

yang

menyediakan informasi tentang fraksi ejeksi ventrikel kiri,


gerakan dinding, dan kelainan katup.4
2.

Radiograf
ARDS didefinisikan oleh adanya infiltrat paru bilateral.
Infiltrat

mungkin

menyebar

dan

simetris

atau

asimetris,

terutama jika dilapiskan di atas sudah ada sebelumnya penyakit


paru-paru atau jika menyebabkan ARDS adalah proses paru,
seperti aspirasi atau memar paru-paru. Infiltrat paru biasanya
berkembang dengan cepat, dengan tingkat keparahan maksimal
dalam 3 hari pertama. Infiltrat dapat terlihat pada radiografi
dada segera setelah timbulnya kelainan pertukaran gas. Mereka
mungkin interstisial, ditandai dengan pengisian alveolar, atau
keduanya. Untuk pasien yang mulai membaik dan menunjukkan
tanda-tanda

resolusi,

perbaikan

dalam

kelainan

radiografi

umumnya terjadi selama 10-14 hari, namun.4


3.

Computed Tomography
Secara umum, evaluasi klinis dan radiografi dada yang cukup
rutin pada pasien dengan ARDS. Namun, computed tomography
(CT) scanning dapat diindikasikan dalam beberapa situasi. CT
scan lebih sensitif dibandingkan radiografi dada polos dalam
mendeteksi

emfisema

interstisial

paru,

pneumotoraks

dan

pneumomediastinum, efusi pleura, kavitasi, dan limfadenopati


mediastinum. Heterogenitas keterlibatan alveolar sering terlihat
pada CT scan bahkan di hadapan infiltrat difus homogen pada
radiograf dada rutin.4
4.

Echocardiography
Sebagai bagian dari pemeriksaan, pasien dengan ARDS harus
menjalani ekokardiografi 2-dimensi untuk tujuan skrining. Jika
temuan ini sugestif shunting paten foramen ovale, 2-dimensi
ekokardiografi harus ditindaklanjuti dengan transesophageal
echocardiography. Karena pasien dengan ARDS parah sering
membutuhkan posisi rentan berkepanjangan karena hipoksemia
refraktori, sebuah studi dinilai penggunaan transesophageal
echocardiography

(TEE) pada

pasien

dalam

posisi

rawan.

Penelitian menetapkan bahwa TEE dapat dengan aman dan


efisien dilakukan pada pasien dengan ARDS parah dalam posisi
rawan.4
5.

Tes Fungsi Paru

Penurunan komlain paru dan volumenya, pirau kanan dan kiri


meningkat.4
Diagnosis Banding
Pneumonia7
Pneumonia adalah infeksi pada salah satu atau kedua paru-paru,
lebih

tepatnya

peradangan

itu

terjadi

pada

kantung

udara

(alveolus). Kantung udara akan terisi cairan atau nanah sehingga


menyebabkan sesak nafas,batuk berdahak, demam, menggigil, dan
kesulitan bernafas. Infeksi tersebut bisa disebabkan oleh bakteri,
virus, atau pun jamur.4
Penyakit pneumonia ini bisa digolongkan berdasarkan usia,berat
atau

ringannya

dari

suatu

penyakit

dan

juga

apa

yang

menyebabkan penyakit ini menjadi sulit atau komplikasi yang


terjadi.
Gejala

penyakit

infeksi

saluran

nafas

pneumonia

ringan

seringkali mirip dengan flu atau common cold (sakit demam, batuk,
pilek), namun tak kunjung sembuh atau bertahan lama.
Ciri-ciri dan gejala pneumonia antara lain:
1. Demam, berkeringat ,menggigil
2. Suhu tubuh lebih rendah dari normal pada usia >65 tahun dan
3.
4.
5.
6.
7.
8.

pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah


Batuk berdahak tebal dan kental
Nyeri dada saat bernafas dalam atau ketika batuk
Sesak nafas (nafas cepat)
Kelelahan dan nyeri otot
Mual, muntah, atau diare
Sakit kepala

Pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,


biasanya >10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada
hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi
peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan
pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat
positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Analisa gas darah

menunjukkan hipoksemia dan hiperkapnia, pada stadium lanjut


dapat terjadi asidosis respiratorik.
Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia
antara lain:
1. Perselubungan homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus
atau segment paru secara anatomis.
2. Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.
3. Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru
mengecil. Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti
pada atelektasis.
4. Pada masa resolusi
(terperangkapnya

sering

udara

tampak Air

pada

Bronchogram

bronkus

karena

Sign

tiadanya

pertukaran udara pada alveolus).


Foto thoraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab
pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi,
misalnya penyebab pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh
Streptococcus

pneumoniae,

Pseudomonas

aeruginosa

sering

memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia


sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukan konsolidasi
yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai
beberapa lobus
Working Diagnosis (Jurnal Anestesi)
Acute lung injury (ALI)/ Acute respiratory disstres syndrome
(ARDS) merupakan penyakit yang mengancam jiwa pada pasien
critical ill di ICU. Kedua hal tersebut merupakan respon inflamasi
akibat adanya kelainan baik langsung atau tidak langsung pada
paru. Menurut penelitian, angka kejadian sekitar 32- 34 kasus per
100.000 penduduk. Angka kematian pasien ARDS di ICU mencapai
34%, hanya 32% yang berhasil survive dan pulang ke rumah.
Perkiraan dari insiden ALI/ARDS tidak mudah karena adanya
keterbatasan

metodologi

penelitian

dan

sistem

pengkodean

penyakit yang tidak akurat. Banyaknya kesulitan ini menyebabkan


penelitian untuk mendeskripsikan penyakit ini mempunyai hasil
yang berbeda-beda.1

Acute respiratory syndrome

(ARDS),

juga dikenal sebagai

Respiratory Disstress syndrome atau Acute Respiratory Disstress


syndrome merupakan reaksi serius terhadap berbagai bentuk cidera
pada paru-paru. ARDS adalah penyakit paru-paru yang disebabkan
oleh masalah baik langsung maupun tidak langsung. Hal ini ditandai
adanya peradangan pada parenkim paru yang menyebabkan
gangguan pertukaran gas, keluarnya mediator inflamasi, hipoksemia
dan

sering

menyebabkan

multiple

organ

failure.

ARDS/ALI

merupakan suatu respons terhadap berbagai macam kerusakan


atau penyakit yang mengenai paru-paru baik itu secara langsung
atau tidak langsung.
Kondisi yang lebih baik dari ARDS disebut Acute lung injury (ALI).
Untuk membedakannya perlu dilakukan pemeriksaan analisa gas
darah arteri, dimana bila rasio PF <200 disebut ARDS dan bila rasio
PF< 300 disebut ALI.1
Etiologi
Penyebab spesifik ARDS masih belum pasti, banyak faktor
penyebab yang dapat berperan pada gangguan ini menyebabkan
ARDS tidak disebut sebagai penyakit tetapi sebagai sindrom. Sepsis
merupakan faktor risiko yang paling tinggi, mikroorganisme dan
produknya (terutama endotoksin) bersifat sangat toksik terhadap
parenkim paru dan merupakan faktor risiko terbesar kejadian ARDS,
insiden sepsis menyebabkan ARDS berkisar antara 30-50%.1
Aspirasi cairan lambung menduduki tempat kedua sebagai faktor
risiko ARDS (30%). Aspirasi cairan lambung dengan pH<2,5 akan
menyebabkan penderita mengalami chemical burn pada parenkim
paru dan menimbulkan kerusakan berat pada epitel alveolar. Faktor
risiko penyebab ARDS dapat dilihat pada tabel di bawah ini:1

Tabel 2. Faktor risiko klinik ARDS


Sumber: J Respir Indo Vol. 32, No. 1, Januari 2012

Yang berasal dari paru

Yang berasal dari luar paru


(proses sistemik)
Sepsis
Major trauma
Transfusi
Pankreatitis
Cardiopulmonary bypass
Pregnancy related

Pneumonia
Aspirasi
Kontusio paru
Toxic inhalation
Tenggelam
Pulmonary vasculitis
Reperfusion injury (lung

Emboli lemak

transplantation)

Tumor lisis
Aspirasi cairan lambung dapat menyebabkan ARDS. Berat
ringannya edema paru berhubungan dengan derajat pH asam
lambung dan volume cairan yang teraspirasi. Asam lambung akan
tersebar di dalam paru dalam beberapa detik saja, dan jaringan
paru akan terdapar (buffered) dalam beberapa menit sehingga
cepat menimbulkan edema paru.5
Tenggelam (near drowning). Edema paru dapat terjadi pada
mereka yang selamat dari tenggelam dari air tawar atau air laut.
Autopsi

penderita

yang

tidak

bisa

diselamatkan

menunjukan

perubahan patologis paru yang sama dengan perubahan pada


edema paru karena sebab lain. Pada saat tenggelam korban
biasanya mengaspirasi sejumlah air. Air tawar adalah hipotonis, dan
air laut adalah hipertonis relatif terhadap darah, yang menyebabkan
pergerakan cairan melalui membran alveolar-kapiler ke dalam darah
atau ke dalam paru. Resultante perubahan konsentrasi elektrolit
dalam darah sebanding dengan volume cairan yang diabsorpsi. 5
Pneumonia. Pemeriksaan histologis dan mikroskop elektron,
edema paru pada infeksi paru menunjukan perubahan yang sama
dengan edema paru karena peningkatan permeabilitas kapiler paru.

Mekanisme

dikarenakan

terjadinya

reaksi

inflamasi

sehingga

mengakibatkan kerusakan endotel.5


Emboli lemak. Mekanisme terjadinya emboli lemak sampai saat
ini masih belum jelas. Lemak netral yang mengemboli paru jelas
berasal dari lemak dalam sumsum tulang yang dilepaskan oleh
tenaga mekanik. Mungkin triolein dari lemak netral sebagian
dihidrolisis menjadi asam lemak bebas oleh lipoprotein lipase dalam
paru, dan kerusakan utama pada paru disebabkan oleh asam lemak
bebas. Namun demikian, sebagian kerusakan paru mungkin terjadi
melalui hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh embolisasi,
trombositopenia yang diinduksi oleh lemak yang bersirkulasi, atau
koagulasi dan lisis fibrin dalam paru. Apa pun penyebabnya,
gambaran

histologisnya

sama

dengan

edema

paru

karena

peningkatan permeabilitas, dengan gambaran tambahan berupa


globul lemak dalam pembuluh darah kecil dan lemak bebas dalam
ruang alveolar. Emboli lemak banyak ditemukan pada kasus patah
tulang panjang, terutama femur atau tibia.5
Inhalasi bahan kimia toksik. Inhalasi bahan kimia toksik dapat
menyebabkan lesi paru seperti yang disebabkan oleh inhalasi asap.
Edema paru dilaporkan dapat disebabkan akibat paparan terhadap
fosgen, klorin, oksida nitrogen, ozon, sulfur dioksida, oksida metalik,
uap asam, dan uap bahan kimia kompleks lainnya. Fosgen adalah
gas yang sangat reaktif, dan banyak dihasilkan oleh industri-industri
penghasil polimer, pharmaceutical, dan metalurgi. Senyawa induk
fosgen adalah chloroform dan gas fosgen merupakan metabolit
toksiknya. Jika terhisap oleh manusia pada konsentrasi tertentu
menyebabkan

edema

paru-paru

akibat

adanya

gangguan

keseimbangan cairan yang ada dan meningkatkan peroksida lipid


dan permeabilitas pembuluh darah.5
Keracunan oksigen. Oksigen dalam konsentrasi tinggi ternyata
toksik terhadap paru. Edema paru dapat terjadi 24-72 jam setelah
terpapar oksigen 100%. Lesi yang ditimbulkan secara histologis
mirip dengan edema paru yang ditimbulkan akibat peningkatan

permeabilitas kapiler paru. Di bawah mikroskop elektron, perubahan


dini yang terjadi adalah penebalan ruang interstisial oleh cairan
edema yang berisi serat fibrin, leukosit, trombosit, dan makrofag. Ini
terjadi sebelum tampak kerusakan endotel.5
Sepsis.

Septikemia

karena

basil

gram

negatif

infeksi

ekstrapulmonal merupakan faktor penyebab penting edema paru


karena peningkatan permeabilitas kapiler paru.5
Inhalasi asap dan luka bakar saluran napas. Kerusakan saluran
napas telah lama diketahui menjadi penyebab mortalitas utama
pada penderita luka bakar dan sekarang jelas bahwa inhalasi asap
tanpa luka bakar termis juga menjadi penyebab kematian utama.
Jenis kerusakan saluran napas tergantung dari jenis bahan yang
terbakar dan zat kimia yang terkandung di dalam asap yang
ditimbulkan.5
Pankreatitis. Pelepasan zat-zat seperti tripsin, fosfolipase A, dan
kalikrein

selama

pankreatitis

diduga

mendasari

mekanisme

terjadinya edema paru. Tingginya konsentrasi protein cairan edema


menyokong diagnosis ini.5
Gejala Klinis
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) ditandai oleh
perkembangan dispnea akut dan hipoksemia dalam waktu jam dan
beberapa hari , seperti trauma, sepsis, overdosis obat, transfusi
masif, pankreatitis akut, atau aspirasi. Sindroma gawat pernafasan
akut terjadi dalam waktu 24-48 jam setelah kelainan dasarnya. Di
awali penderita akan merasakan sesak nafas, dan biasanya berupa
pernafasan yang cepat dan dangkal. Karena rendahnya kadar
oksigen dalam darah, kulit terlihat pucat atau biru, dan organ lain
seperti jantung dan otak akan mengalami kelainan fungsi. Hilangnya
oksigen karena sindroma ini dapat menyebabkan komplikasi dari
organ

lain

segera

setelah

sindroma

terjadi

atau

beberapa

hari/minggu kemudian bila keadaan penderita tidak membaik.


Kehilangan oksigen yang berlangsung lama bisa menyebabkan

komplikasi serius seperti gagal ginjal. Jika pada stadium awal


pemebrian tambahan oksigen dapat negurnagi gejala sementara.
Selanjutnya
sebagian
hipoksemia

penderita

secara

besar

penderita

dan

hiperkapni

bertahap
mengalami
berat.

dapat

membaik

perburukan

Oksigen

tapi

mneuju

tambahan

gagal

mempebaiki kondisi klinis sehingga diperlukan ventilasi mekanis.


Pada stadium iini banyak penderita meninggal dunia, sedangkan
yang bertahan hidup memerlukan bantuan pernafasan jangka
panjang.6
Tanpa pengobatan yang tepat, 90% kasus berakhir dengan
kematian. Bila pengobatan yang diberikan sesuai, 50% penderita
akan selamat. Karena penderita kurang mampu melawan infeksi,
mereka biasanya menderita pneumonia bakterial dalam perjalanan
penyakitnya. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan cemas,
merasa ajalnya hampir tiba karena merasakan sesak nafas yang
sangat, tekanan darah rendah atau syok (tekanan darah rendah
disertai oleh kegagalan organ lain), penderita seringkali tidak
mampu mengeluhkan gejalanya karena tampak sangat sakit.6
Patogenesis1
Epitelium alveolar dan endotelium mikrovaskular mengalami
kerusakan pada ARDS.3 Kerusakan ini menyebabkan peningkatan
permeabilitas barier alveolar dan kapiler sehingga cairan masuk ke
dalam ruang alveolar. Derajat kerusakan epithelium alveolar ini
menentukan prognosis.
Epitelium alveolar normal terdiri dari 2 tipe sel, yaitu sel
pneumosit tipe I dan sel pneumosit tipe II. Permukaan alveolar 90%
terdiri dari sel pneumosit tipe I berupa sel pipih yang mudah
mengalami kerusakan. Fungsi utama sel pneumosit tipe I adalah
pertukaran gas yang berlangsung secara difusi pasif. Sel pneumosit
tipe II meliputi 10% permukaan alveolar terdiri atas sel kuboid yang
mempunyai

aktivitas

metabolik

intraselular,

transport

ion,

memproduksi surfaktan dan lebih resisten terhadap kerusakan.

Kerusakan epitelium alveolar yang berat menyebabkan kesulitan


dalam mekanisme perbaikan paru dan menyebabkan fibrosis.
Kerusakan pada fase aku terjadi pengelupasan sel epitel bronkial
dan alveolar, diikuti dengan pembentukan membran hialin yang
kaya protein pada membran basal epitel yang gundul. Neutrofil
memasuki endotel kapiler yang rusak dan jaringan interstitial
dipenuhi cairan yang kaya akan protein.
Keberadaan

mediator

anti

inflamasi,

interleukin-1-receptor

antagonists, soluble tumor necrosis factor receptor, autoantibodi


yang melawan Interleukin/IL-8 dan IL-10 menjaga keseimbangan
alveolar.
Patofsiologi1
Perubahan patofisiologi yang terjadi pada ARDS adalah edema
paru interstistial dan penurunan kapasitas residu fungsional (KRF)
karena atelectasis kongestif difus. Keadaan normal, filtrasi cairan
ditentukan oleh hukum Starling yang menyatakan filtrasi melewati
endotel dan ruang intertisial adalah selisih tekanan osmotik protein
dan hidrostatik.
Perubahan tiap aspek dari hukum Starling akan menyebabkan
terjadinya edema paru. Tekanan hidrostatik kapiler (Pc) meningkat
akibat

kegagalan

fungsi

ventrikel

kiri

akan

menyebabkan

peningkatan filtrasi cairan dari kapiler ke interstitial. Cairan kapiler


tersebut akan mengencerkan protein interstitial sehingga tekanan
osmotik interstitial menurun dan mengurangi pengaliran cairan ke
dalam vena.
Kerusakan endotel kapiler atau epitel alveoli atau keduanya
pada ARDS menyebabkan peningkatan permeabilitas membran
alveoli-kapiler (terutama sel pneumosit tipe I) sehingga cairan
kapiler merembes dan berkumpul didalam jaringan interstitial, jika
telah melebihi kapasitasnya akan masuk ke dalam rongga alveoli
(alveolar

flooding)

sehingga

alveoli

menjadi

kolaps

(mikroatelektasis) dan compliance paru akan lebih menurun.

Merembesnya cairan yang banyak mengandung protein dan sel


darah merah akan mengakibatkan perubahan tekanan osmotik.
Cairan bercampur dengan cairan alveoli dan merusak surfaktan
sehingga paru menjadi kaku, keadaan ini akan memperberat
atelektasis yang telah terjadi. Mikroatelektasis akan menyebabkan
shunting intrapulmoner, ketidakseimbangan (mismatch) ventilasiperfusi (VA/Q) dan menurunnya KRF, semua ini akan menyebabkan
terjadinya hipoksemia berat dan progresivitas yang ditandai dengan
pernapasan

cepat

dan

dalam.

Shunting

intrapulmoner

menyebabkan curah jantung akan menurun 40%.


Hipoksemia diikuti asidemia, mulanya karena pengumpulan
asam laktat selanjutnya merupakan pencerminan gabungan dari
unsur metabolik maupun respiratorik akibat gangguan pertukaran
gas. Penderita yang sembuh dapat menunjukan kelainan faal paru
berupa penurunan volume paru, kecepatan aliran udara dan
khususnya menurunkan kapasitas difusi.
Prinsip Penanganan
Pendekatan terapi terkini untuk ARDS adalah meliputi perawatan
suportif, bantuan ventilator dan terapi farmakologis. Prinsip umum
perawatan suportif bagi pasien ARDS dengan atau tanpa multiple
organ dysfungsi syndrome (MODS) meliputi:8
1. Pengidentifikasian dan terapi penyebab dasar ARDS.
2. Menghindari

cedera

paru

sekunder

misalnya

aspirasi,

barotrauma, infeksi nosokomial atau toksisitas oksigen.


3. Mempertahankan penghantaran oksigen yang adekuat ke endorgan dengan cara meminimalkan angka metabolik.
4. Mengoptimalkan

fungsi

kardiovaskuler

serta

keseimbangan

cairan tubuh.
5. Dukungan nutrisi.
a. Prinsip pengaturan ventilator pasien ARDS meliputi volume tidal
rendah (4-6 mL/kgBB) dan PEEP yang adekuat, kedua pengaturan
ini dimaksudkan untuk memberikan oksigenasi adekuat (PaO2

>60 mmHg) dengan tingkat FiO2 aman, menghindari barotrauma


(tekanan saluran napas <35cmH2O atau di bawah refleksi dari
kurva pressure-volume) dan menyesuaikan (I:E) rasio inspirasi:
ekspirasi (lebih tinggi atau kebalikan rasio waktu inspirasi
terhadap ekspirasi dan hiperkapnea yang diperbolehkan).1
Selain pengaturan ventilasi dengan cara diatas, masih ada lagi
teknik pengaturan ventilasi untuk ARDS (strategi ventilasi terkini)
meliputi

high

frequency

ventilation

(HVF),

inverse

ratio

ventilation (IRV), airway pressure release ventilation (APRV),


prone position, pemberian surfaktan eksogen, ventilasi mekanik
cair dan extracorporeal membrane oxygenation (ECMO) serta
extracorporeal carbon dioxide removal (ECCO2R).1
Metode HFV dapat mempertahankan ventilasi yang adekuat serta
mencegah kolaps alveoli melalui frekuensi tinggi (300 x/menit)
dan volume tidal

rendah (3-5 ml/kg).

Teknik

ini berhasil

diaplikasikan pada neonatus dengan penyakit membran hialin,


tetapi manfaat HFV pada ARDS dewasa masih belum dipastikan.1
Metode IRV didesain untuk memperpanjang fase siklus ventilasi
inspirasi, yang mengakibatkan peningkatan tekanan saluran
pernapasan, sehingga memperbaiki oksigenasi. Rasio I:E normal
adalah 1:2 dan IRV dapat memperpanjang fase inspirasi menjadi
rasio

I:E

melebihi

1:1.

Manfaat

IRV

pada

ARDS

masih

kontroversial dan ketidaknyamanan yang berkaitan dengan cara


ini sering kali memerlukan sedasi dan paralisis otot yang kuat
bagi pasien.1
Metode APRV didesain untuk menghantarkan volume tidal saat
terjadi

penurunan

mempertahankan

sementara

tekanan

tekanan

inspriasi

yang

intratoraks
konstan

dan

dengan

peningkatan PEEP sehingga memperbaiki oksigenasi pasien


ARDS.1
Metode APRV menggunakan tekanan tinggi secara kontinyu
untuk mendorong recruitment alveolar dan mempertahankan
volume paru yang adekuat. Saat fase pelepasan tekanan akan

menurun dalam ventilasi semenit secara spontan sehingga


memungkinkan terjadinya pernapasan spontan tanpa restriksi
selama siklus ventilator sehingga membuat ventilasi yang lebih
baik pada daerah paru dependent, mengurangi atelektasis dan
memperbaiki volume paru akhir ekspirasi pada cedera paru. Hal
tersebut dapat mengakibatkan perbaikan ventilasi-perfusi serta
oksigenasi yang lebih baik. Metode ECMO didesain dengan
menegakkan sirkuit ekstrakorporal, baik pola vena ke arteri (V-A
ECMO) maupun vena ke vena (V-V ECMO). Pola VAECMO
meningkatkan

oksigenasi

melalui

oksigenator

membran

ekstrakorporeal dan cardiac output dengan sistem pompa, tetapi


V-V ECMO hanya dapat memperbaiki oksigenasi jaringan.1
Metode ECCO2R menggunakan suatu sirkuit venovenosa dan
CO2darah dapat dihilangkan oleh suatu mesin ekstrakorporeal.
Meskipun

beberapa

penelitian

telah

menunjukkan

efek

menguntungkan dari ECMO atau ECCO2R, tetapi terapi tersebut


masih belum direkomendasikan untuk penatalaksanaan rutin
pasien ARDS.1
Ventilasi mekanis cair dengan perfluorocarbon, paru akan terisi
sebagian oleh cairan yang dapat melarutkan lebih banyak
oksigen dan mengkonsumsi lebih sedikit surfaktan dibandingkan
dengan ventilasi konvensional serta memiliki tekanan permukaan
yang lebih rendah dan mengurangi respons inflamasi. Metode ini
digunakan sebagai terapi alternatif baru yang menjanjikan bagi
pasien ARDS.1
b. Obat-obatan. Kortikosteroid pada pasien dengan fase lanjut
ARDS/ALI

atau

fase

fibroproliferatif,

yaitu

pasien

dengan

hipoksemia berat yang persisten, pada atau sekitar hari ketujuh


ARDS. Rekomendasi mengenai hal ini masih menunggu hasil
studi multisenter RCT besar yang sedang berlangsung.8
Inhalasi nitric oxide (NO) memberi efek vasodiltasi selektif pada
area paru yang terdistribusi, sehingga menurunkan pirau
intrapulmoner dan tekanan arteri pulmoner, memperbaiki V/Q

matching dan oksigenasi arterial. Diberikan hanya pada pasien


dengan hipoksia berat yang refrakter.8
c. Posisi pasien. Posisi telungkup meningkatkan oksigenasi, tetapi
tidak mengubah mortalitas. Perhatian utama saat merubah
posisi terlentang ke telungkup, dan mencegah dekubitus pada
area yang menumpu beban.8
d. Cairan. Pemberian cairan harus menghitung keseimbangan
antara kebutuhan perfusi organ yang optimal dan masalah
ekstravasasi cairan ke paru dan jaringan, peningkatan tekanan
hidrostatik

intravaskular

mendorong

akumulasi

cairan

di

alveolus.8
Fokus utama ialah mempertahankan perfusi yang adekuat tanpa
mengorbankan oksigenasi. Restriksi cairan paling baik dimonitor
dengan kateter arteri pulmonal, dan cairan dipertahankan pada
level di mana tekanan hidrostatik intravaskular terendah, tetapi
curah jantung adekuat. Tetapi hal ini tak terbukti memperbaiki hasil
pengobatan.8
Komplikasi
Pasien dengan ARDS sering membutuhkan ventilasi mekanis
intensitas tinggi, termasuk tingginya tingkat positif akhir ekspirasi
tekanan (PEEP) atau terus menerus tekanan saluran udara positif
(CPAP) dan, mungkin, tinggi berarti tekanan jalan napas, dengan
demikian,

barotrauma

dapat

terjadi.

Pasien

datang

dengan

pneumomediastinum, pneumotoraks, atau keduanya. Komplikasi


potensial lainnya yang mungkin terjadi pada pasien ini ventilasi
mekanik termasuk ekstubasi kecelakaan dan intubasi mainstem
benar.8
Jika ventilasi mekanis yang lama diperlukan, pasien mungkin
akhirnya

membutuhkan

trakeostomi.

Dengan

intubasi

berkepanjangan dan trakeostomi, komplikasi saluran udara bagian


atas dapat terjadi, terutama edema laring postextubation dan
stenosis

subglottic.8

Karena pasien dengan ARDS sering membutuhkan ventilasi mekanis


yang

berkepanjangan

mereka

berisiko

dan

untuk

pemantauan

infeksi

hemodinamik

nosokomial

serius,

invasif,

termasuk

ventilator-associated pneumonia (VAP) dan sepsis baris. Insiden VAP


pada pasien ARDS mungkin setinggi 55% dan tampaknya lebih
tinggi dari itu pada populasi lain yang membutuhkan ventilasi
mekanis. Strategi pencegahan termasuk elevasi kepala tempat
tidur,

penggunaan

tabung

hisap

subglottic

endotrakeal,

dan

dekontaminasi oral.8
Infeksi potensial lainnya termasuk infeksi saluran kemih (ISK)
yang berkaitan dengan penggunaan kateter urin dan sinusitis yang
berhubungan dengan penggunaan makanan hidung dan tabung
drainase. Pasien juga dapat mengembangkan kolitis Clostridium
difficile sebagai komplikasi spektrum luas terapi antibiotik. Pasien
dengan ARDS, karena unit perawatan diperpanjang intensif (ICU)
tinggal dan pengobatan dengan antibiotik ganda, juga dapat
mengembangkan infeksi yang resistan terhadap obat organisme
seperti methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dan
vancomycin-resistant Enterococcus (VRE).8
Dalam sebuah studi yang selamat dari ARDS, gangguan
fungsional yang signifikan tercatat pada 1 tahun, terutama terkait
dengan pengecilan otot dan kelemahan pengobatan kortikosteroid
dan penggunaan blokade neuromuskuler. Merupakan faktor risiko
untuk kelemahan otot dan pemulihan fungsional miskin. Pasien
mungkin mengalami kesulitan menyapih dari ventilasi mekanis.
Strategi untuk memfasilitasi penyapihan, seperti gangguan harian
sedasi, lembaga awal terapi fisik, perhatian untuk mempertahankan
nutrisi, dan penggunaan protokol menyapih, dapat menurunkan
durasi ventilasi mekanis dan memfasilitasi pemulihan.8
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering ARDS, terutama
dalam konteks sepsis. Gagal ginjal mungkin berhubungan dengan
hipotensi,

obat-obatan

nefrotoksik,

atau

penyakit

yang

mendasarinya. Manajemen cairan rumit dalam konteks ini, terutama

jika

pasien

kegagalan

oliguria.
pernafasan

Kegagalan
saja,

organ

biasanya

multisistem,
merupakan

daripada
penyebab

kematian pada ARDS. Komplikasi potensial lainnya termasuk ileus,


gastritis stres, dan anemia. Stres profilaksis ulkus diindikasikan
untuk pasien ini. Anemia dapat dicegah dengan penggunaan faktor
pertumbuhan (epopoietin).8
Prognosis
Mortalitas sekitar 40%. Prognosis dipengaruhi oleh:8
1.

Faktor risiko, ada tidaknya sepsis, pasca trauma, dan lain-lain

2.

Penyakit dasar

3.

Adanya keganasan

4.

Ada atau timbulnya disfungsi organ multipel

5.

Usia

6.

Riwayat penggunaan alkohol


7. Ada atau tidaknya perbaikan dalam indeks pertukaran gas,
seperti rasio PaO2/FiO2 dalam 3-7 hari pertama.
Pasien yang membaik akan mengalami pemulihan fungsi paru
dalam 3 bulan dan mencapai fungsi maksimum yang dapat dicapai
pada bulan keenam setelah ekstubasi. 50% pasien tetap memiliki
abnormalitas, termasuk gangguan restriksi dan penurunan kapasitas
difusi. Juga terjadi penurunan kualitas hidup.8
Pencegahan
1. Meskipun faktor risiko untuk ARDS diketahui, tidak ada tindakan
pencegahan yang sukses telah diidentifikasi. Cairan manajemen
hati dalam pasien berisiko tinggi dapat membantu. Karena
pneumonitis aspirasi merupakan faktor risiko untuk ARDS,
mengambil tindakan yang tepat untuk mencegah aspirasi
(misalnya, mengangkat kepala tempat tidur dan mengevaluasi
mekanik menelan sebelum memberi makan pasien berisiko
tinggi) juga dapat mencegah beberapa kasus ARDS.7

2. Pada pasien tanpa ARDS pada ventilasi mekanik, penggunaan


volume pasang surut yang tinggi tampaknya menjadi faktor
risiko untuk pengembangan ARDS, dan, karenanya, penggunaan
volume tidal rendah pada semua pasien pada ventilasi mekanik
dapat mencegah beberapa kasus pada ARDS.7
3. Konsultasi.

Pengobatan

pasien

dengan

ARDS

memerlukan

keahlian khusus dengan ventilasi mekanis dan pengelolaan


penyakit

kritis.

Dengan

demikian,

adalah

tepat

untuk

berkonsultasi dengan dokter yang mengkhususkan diri dalam


pengobatan paru atau perawatan kritis atau ICU.7

Kesimpulan
ARDS adalah penyakit paru-paru yang disebabkan oleh masalah
baik langsung maupun tidak langsung. Hal ini ditandai adanya
peradangan pada parenkim paru yang menyebabkan gangguan
pertukaran gas, keluarnya mediator inflamasi, hipoksemia dan
sering menyebabkan multiple organ failure.
Daftar Pustaka
1. Susanto YS, Sari FR. Penggunaan ventilasi mekanis invasif pada
acute respiratory distress syndrome (ards). J Respir Indo. 2012.
Vol. 32. 1: 44-50.
2. Djojodibroto D. Respirologi (respiratory medicine). Jakarta: EGC;
2009. hal.236.
3. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: EMS; 2005. hal. 22-3.
4. Piantadosi CA , Schwartz DA. The acute respiratory distress
syndrome. Ann Intern Med; 2004.p.141;460-70.
5. Huldani. Edem paru akut. Banjarmasin: Universitas lambung
mangkurat; 2014. hal.7-10.

6. Kisara A, Harahap MS, Budiono U. Heparin intravena terhadap


rasio pf pada pasien acute lung injury (ali) dan acute respiratory
distress syndrom (ards). J Anes Indo. 2012. Vol. 4. 3: 136-8.
7. Dahlan Z. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Pneumonia. Edisi 4.
Jilid 1. Jakarta; FKUI: 2006. hal. 974-8.
8. Amin Z, Purwoto J. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Dalam: Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Acute
respiratory distress syndrome (ards). Edisi 4. Jilid 1. Jakarta; FKUI:
2006. hal. 181-2.

Anda mungkin juga menyukai

  • Kepada
    Kepada
    Dokumen1 halaman
    Kepada
    Melisacitra
    Belum ada peringkat
  • Tiket Mexico
    Tiket Mexico
    Dokumen2 halaman
    Tiket Mexico
    Melisacitra
    Belum ada peringkat
  • Surat Perjanjian Kontrak
    Surat Perjanjian Kontrak
    Dokumen2 halaman
    Surat Perjanjian Kontrak
    Melisacitra
    Belum ada peringkat
  • Slamet
    Slamet
    Dokumen1 halaman
    Slamet
    Melisacitra
    Belum ada peringkat
  • Surat Kuasa
    Surat Kuasa
    Dokumen1 halaman
    Surat Kuasa
    Melisacitra
    Belum ada peringkat
  • Visa Amerika
    Visa Amerika
    Dokumen1 halaman
    Visa Amerika
    Melisacitra
    Belum ada peringkat
  • Farmakokinetik
    Farmakokinetik
    Dokumen3 halaman
    Farmakokinetik
    Melisacitra
    Belum ada peringkat
  • Peran Dokter Dalam Kasus Pemeriksaan Teroris
    Peran Dokter Dalam Kasus Pemeriksaan Teroris
    Dokumen37 halaman
    Peran Dokter Dalam Kasus Pemeriksaan Teroris
    Melisacitra
    Belum ada peringkat
  • Jurding
    Jurding
    Dokumen5 halaman
    Jurding
    Melisacitra
    Belum ada peringkat
  • Case Tonsilofaringitsis-Alvin
    Case Tonsilofaringitsis-Alvin
    Dokumen21 halaman
    Case Tonsilofaringitsis-Alvin
    Melisacitra
    Belum ada peringkat
  • Case Tonsilofaringitsis
    Case Tonsilofaringitsis
    Dokumen22 halaman
    Case Tonsilofaringitsis
    Melisacitra
    Belum ada peringkat
  • Pembatas Jilid Visum
    Pembatas Jilid Visum
    Dokumen36 halaman
    Pembatas Jilid Visum
    Melisacitra
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan Kejang Demam
    Penyuluhan Kejang Demam
    Dokumen12 halaman
    Penyuluhan Kejang Demam
    Melisacitra
    Belum ada peringkat
  • Jur Ding
    Jur Ding
    Dokumen5 halaman
    Jur Ding
    Melisacitra
    Belum ada peringkat
  • Farmakokinetik
    Farmakokinetik
    Dokumen3 halaman
    Farmakokinetik
    Melisacitra
    Belum ada peringkat
  • Pptblok 25
    Pptblok 25
    Dokumen20 halaman
    Pptblok 25
    Melisacitra
    Belum ada peringkat
  • Laporan SL Pleno
    Laporan SL Pleno
    Dokumen7 halaman
    Laporan SL Pleno
    Melisacitra
    Belum ada peringkat
  • Activity Daily Living
    Activity Daily Living
    Dokumen7 halaman
    Activity Daily Living
    Melisacitra
    Belum ada peringkat
  • Rhinitis Alergi
    Rhinitis Alergi
    Dokumen3 halaman
    Rhinitis Alergi
    Melisacitra
    Belum ada peringkat
  • Spss Fix
    Spss Fix
    Dokumen6 halaman
    Spss Fix
    Melisacitra
    Belum ada peringkat
  • Skripsi Melisa
    Skripsi Melisa
    Dokumen45 halaman
    Skripsi Melisa
    Melisacitra
    Belum ada peringkat
  • PPT
    PPT
    Dokumen18 halaman
    PPT
    Melisacitra
    Belum ada peringkat
  • Makalah PBL 27
    Makalah PBL 27
    Dokumen12 halaman
    Makalah PBL 27
    Melisacitra
    Belum ada peringkat
  • PPTSL
    PPTSL
    Dokumen24 halaman
    PPTSL
    Melisacitra
    Belum ada peringkat
  • Plenosken 1
    Plenosken 1
    Dokumen23 halaman
    Plenosken 1
    Melisacitra
    Belum ada peringkat
  • PPTPBL
    PPTPBL
    Dokumen18 halaman
    PPTPBL
    Melisacitra
    Belum ada peringkat
  • Makalah PBL
    Makalah PBL
    Dokumen20 halaman
    Makalah PBL
    Melisacitra
    Belum ada peringkat
  • Makalah
    Makalah
    Dokumen1 halaman
    Makalah
    Melisacitra
    Belum ada peringkat
  • PPTSL
    PPTSL
    Dokumen24 halaman
    PPTSL
    Melisacitra
    Belum ada peringkat