Anda di halaman 1dari 21

12

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.

Laporan Pendahuluan Pre Eklampsia Berat (PEB)


1. Definisi Pre Eklampsia Berat (PEB)

Pre eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita


hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria
tetapi tidak menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi
sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan
berumur 28 minggu atau lebih (Nanda, 2012).
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai dengan proteinuria (Prawirohardjo, 2008). Pre eklampsia
adalah timbulanya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan setelah usia 20 minggu atau segera setelah persalinan (Mansjoer
dkk, 2006).
Preeklampsia dibagi dalam 2 golongan ringan dan berat. Penyakit
digolongkan berat bila satu atau lebih tanda gejala dibawah ini :
a. Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110

mmHg atau lebih.


b. Proteinuria 5 g atau lebih dalam 24 jam; 3 atau 4 + pada pemeriksaan

kualitatif
c. Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam
d. Keluhan

serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah

epigastrium
e. Edema paru dan sianosis.

(Ilmu Kebidanan : 2005)

Pre Eklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang di


tandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih di sertai
proteiuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.(Asuhan
Kebidanan IV : 2010).

2. Etiologi Pre Eklampsia Berat (PEB)

Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.
Banyak teori teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba
menerangkan penyebabnya. Oleh karena itu disebut penyakit teori namun
belum ada memberikan jawaban yang memuaskan. Tetapi terdapat suatu
kelainan yang menyertai penyakit ini yaitu :
a. Spasmus arteriola
b. Retensi Na dan air
c. Koagulasi intravaskuler
d. Walaupun vasospasme mungkin bukan merupakan sebab primer penyakit

ini, akan tetapi vasospasme ini yang menimbulkan berbagai gejala yang
menyertai eklampsia (Obstetri Patologi, 2010).
Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab
preeklampsia ialah iskemia plasenta. Akan tetapi, dengan teori ini tidak
dapat diterangkan semua hal yang bertalian dengan penyakit itu. Rupanya
tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan
preeklampsia dan eklampsia. Diantara faktor-faktor yang ditemukan sering
kali sukar ditemukan mana yang sebab mana yang akibat (Ilmu Kebidanan :
2005).
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui
secara pasti, sehingga penyakit ini disebut dengan The Diseases of

Theories. Beberapa faktor yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia


adalah :
a. Faktor Trofoblast

Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkina terjadinya


Preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa.
Teori ini didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan
preeklampsia membaik setelah plasenta lahir.1
b. Faktor Imunologik

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul


lagi pada kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan
bahwa pada kehamilan pertama pembentukan Blocking Antibodies
terhadap antigen plasenta tidak sempurna, sehingga timbul respons imun
yang tidak menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada
kehamilan berikutnya, pembentukan Blocking Antibodies akan lebih
banyak akibat respos imunitas pada kehamilan sebelumnya, seperti
respons imunisasi. Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang
mendukung
Eklampsia

adanya
:

sistem imun

Beberapa

wanita

pada
dengan

penderita

Preeklampsia-

Preeklampsia-Eklampsia

mempunyai komplek imun dalam serum. Beberapa studi juga


mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada PreeklampsiaEklampsia diikuti dengan proteinuri. Stirat (1986) menyimpulkan
meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa sistem imun
humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada Preeklampsia-Eklampsia,
tetapi tidak ada bukti bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan
Preeklampsia-Eklampsia.2
c. Faktor Hormonal

Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron


antagonis, sehingga menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yang
menyebabkan retensi air dan natrium, sehingga terjadi Hipertensi dan
Edema.
d. Faktor Genetik

Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia


bersifat diturunkan melalui gen resesif tunggal. 2 Beberapa bukti yang
menunjukkan peran faktor genetic pada kejadian PreeklampsiaEklampsia antara lain:
1) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
2) Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-

Eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita PreeklampsiaEklampsia.


3) Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia

pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat PreeklampsiaEklampsia dan bukan pada ipar mereka.
4) Faktor Gizi

Menurut Chesley (2008) bahwa faktor nutrisi yang kurang


mengandung asam lemak essensial terutama asam Arachidonat
sebagai precursor sintesis Prostaglandin akan menyebabkan Loss
Angiotensin Refraktoriness yang memicu terjadinya preeklampsia.
5) Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel


vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2)
yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan
fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin.
Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi

deposit

fibrin.

Aktivasi

trombosit

menyebabkan

pelepasan

tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan


kerusakan endotel.

3. Patofisiologi Pre Eklampsia Berat (PEB)

Belum diketahui dengan pasti, secara umum pada Preeklampsia


terjadi perubahan dan gangguan vaskuler dan hemostatis. Sperof (2007)
menyatakan bahwa dasar terjadinya. Preeklampsia adalah iskemik
uteroplasentar, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara massa plasenta
yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang
berkurang.
Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga
terjadi penurunan kadar 1 -25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen
(HPL), akibatnya terjadi penurunan absorpsi kalsium dari saluran cerna.
Untuk

mempertahankan

penyediaan

kalsium

pada

janin,

terjadi

perangsangan kelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon


(PTH) disertai penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan peningkatan
absorpsi kalsium tulang yang dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel.
Peningkatan kadar kalsium intra sel mengakibatkan peningkatan kontraksi
pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.
Teori vasospasme dan respons vasopresor yang meningkat menyatakan
prostaglandin berperan sebagai mediator poten reaktivitas vaskuler. Penurunan
sintesis prostaglandin dan peningkatan pemecahannya akan meningkatkan
kepekaan vaskuler terhadap Angiotensin II. Angiotensin II mempengaruhi
langsung sel endotel yang resistensinya terhadap efek vasopresor berkurang,
sehingga terjadi vasospasme. Penyempitan vaskuler menyebabkan hambatan
aliran darah yang menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan
tejadinya hipertensi arterial yang membahayakan pembuluh darah karena
gangguan aliran darah vasavasorum, sehingga terjadi hipoksia dan kerusakan

endotel pembuluh darah yang menyebabkan dilepasnya Endothelin 1 yang


merupakan vasokonstriktor kuat. Semua ini menyebabkan kebocoran antar sel
endotel, sehingga unsur-unsur pembentukan darah seperti thrombosit dan
fibrinogen tertimbun pada lapisan subendotel yang menyebabkan gangguan ke
berbagai sistem organ. Fungsi organ-organ lain :
a. Otak

Pada hamil normal, perfusi serebral tidak berubah, namun pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah otak, penurunan perfusi dan
suplai oksigen otak sampai 20%. Spasme menyebabkan hipertensi
serebral, faktor penting terjadinya perdarahan otak dan kejang /
eklampsia.
b. Hati

Terjadi peningkatan aktifitas enzim-enzim hati pada pre-eklampsia, yang


berhubungan dengan beratnya penyakit.
c. Ginjal

Pada pre-eklampsia, arus darah efektif ginjal berkurang + 20%, filtrasi


glomerulus berkurang + 30%. Pada kasus berat terjadi oligouria, uremia,
sampai nekrosis tubular akut dan nekrosis korteks renalis. Ureumkreatinin meningkat jauh di atas normal. Terjadi juga peningkatan
pengeluaran protein (sindroma nefrotik pada kehamilan).4
d. Sirkulasi uterus , koriodsidua

Perubahan arus darah di uterus, koriodesidua dan plasenta adalah


patofisiologi yang terpenting pada pre-eklampsia, dan merupakan faktor
yang menentukan hasil akhir kehamilan.
e. Terjadi iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan antara

massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi


yang berkurang.
f.

Hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta,


yang mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu. Renin juga
meningkatkan kepekaan vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor lain

(angiotensin, aldosteron) sehingga terjadi tonus pembuluh darah yang


lebih tinggi. Karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi
penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke janin. Akibatnya bervariasi dari
gangguan pertumbuhan janin sampai hipoksia dan kematian janin.

4. Manifestasi Klinis Pre Eklampsia Berat (PEB)

Gejala preeklampsia adalah :


1) Hipertensi
2) Edema
3) Proteinuria
4) Gejala subjektif : sakit kepala, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan.2

Dikatakan preeklampsia berat bila dijumpai satu atau lebih


tanda/gejala berikut :
1) TD 160 / 110 mmHg
2) Proteinuria > 5 gr / 24 jamatau kualitatif 3+ / 4+
3) Oliguria 500 ml / 24 jam
4) Peningkatan kadar enzim hati dan / atau ikterus
5) Nyeri kepala frontal atau gangguan penglihatan
6) Nyeri epigastrium
7) Edema paru atau sianosis
8) Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat (IUFGR)
9) HELLP Syndrom (H = Hemolysis, E = Elevated, L = Liver enzyme,

LP = Low Platelet Counts)


10) Koma

Diagnosis preeklampsia bisa ditegakkan jika terdapat minimal gejala


hipertensi dan proteinuria.

5. Pemeriksaan Penunjang Pre Eklampsia Berat (PEB)

Saat ini belum ada pemeriksaan penyaring yang terpercaya dan


efektif untuk preeklampsia. Dulu, kadar asam urat digunakan sebagai
indikator preeklampsia, namun ternyata tidak sensitif dan spesifik sebagai
alat diagnostik. Namun, peningkatan kadar asam urat serum pada wanita
yang menderita hipertensi kronik menandakan peningkatan resiko
terjadinya preeklampsia superimpose.
Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal
kehamilan pada wanita dengan faktor resiko menderita preeklampsia, yang
terdiri dari pemeriksaan kadar enzim hati, hitung trombosit, kadar
kreatinin serum, dan protein total pada urin 24 jam.
Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan
juga pemeriksaan kadar albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta waktu
perdarahan dan pembekuan. Semua pemeriksaan ini harus dilakukan
sesering mungkin untuk memantau progresifitas penyakit

6. Penatalaksanaan Pre Eklampsia Berat (PEB)


1)

Penanganan di Puskesmas
Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di puskesmas, maka

secara prinsip, kasus-kasus preeklampsia berat dan eklampsia harus


dirujuk ke tempat pelayanan kesehatan dengan fasilitas yang lebih
lengkap. Persiapan-persiapan yang dilakukan dalam merujuk penderita
adalah sebagai berikut:
a) Menyiapkan surat rujukan yang berisikan riwayat penderita.
b) Menyiapkan partus set dan tongue spatel (sudip lidah).
c) Menyiapkan

obat-obatan

antara

lain:

valium

injeksi,

antihipertensi, oksigen, cairan infus dextrose/ringer laktat.

d) Pada penderita terpasang infus dengan blood set.


e) Pada penderita eklampsia, sebelum berangkat diinjeksi valium

20 mg/iv, dalam perjalanan diinfus drip valium 10 mg/500 cc


dextrose dalam maintenance drops.
f) Selain itu diberikan oksigen, terutama saat kejang, dan terpasang

tongue spatel.
2)

Penanganan di Rumah Sakit


Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre
eklampsia berat selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi:
a) Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi

ditambah pengobatan medicinal.


Indikasi
- Hasil penilaian kesejahteraan janin jelek
- Adanya gejala-gejala impending eklampsia
- Adanya Sindrom Hellp
- Kehamilan aterm ( > 37 minggu)
- Apabila perawatan konservatif gagal.
b) Pengobatan Medisinal
- Segera rawat di ruangan yang terang dan tenang, terpasang

infus Dx/RL dari IGD.


- Tirah baring miring ke satu sisi.
- Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam.
- Antasida.
- Anti kejang : Sulfas Magnesikus (MgSO4) Syarat-syarat

pemberian MgSO4, Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium


gluconas 10%, 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan
intravenous dalam 3 menit. Refleks patella positif kuat

Frekuensi pernapasan > 16 kali per menit, tanda distress


pernafasan (-). Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam
sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam). Cara Pemberian : Jika ada
tanda impending eklampsi dosis awal diberikan IV + IM, jika
tidak ada, dosis awal cukup IM saja. Dosis awal sekitar 4
gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc) selama 4 menit (1
gr/menit)

atau kemasan

20%

dalam

25

cc

larutan

MgSO4(dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gram di bokong


kiri dan 4 gram di bokong kanan (40 % dalam 10 cc) dengan
jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat
diberikan 1 cc xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin
pada suntikan IM. Dosis ulangan diberikan setelah 6 jam
pemberian dosis awal, dosis ulangan 4 gram MgSO 4 40%
diberikan secara intramuskuler setiap 6 jam, bergiliran pada
bokong kanan/kiri dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi
2-3 hari.
- Penghentian MgSO4 : Ada tanda-tanda keracunan yaitu

kelemahan otot, hipotensi, refleks fisiologis menurun, fungsi


jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya
dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-otot
pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis
adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang
pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi
kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15 mEq/liter
terjadi kematian jantung.
- Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat :

Hentikan pemberian magnesium sulfat, Berikan calcium

gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara IV dalam


waktu 3 menit. Berikan oksigen. Lakukan pernapasan buatan.
Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 6 jam pasca
persalinan sudah terjadi perbaikan (normotensif).
- Diazepam, Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat

pemberian MgSO4 tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10


mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam. Jika dalam dosis 100
mg/24 jam tidak ada perbaikan, rawat di ruang ICU.
- Diuretika

Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda


edema paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka.
Diberikan furosemid injeksi 40 mg/im.
- Anti hipertensi

Tekanan darah sistolis > 180 mmHg, diastolis > 110 mmHg.
Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis < 105 mmHg
(bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi
plasenta.

Dosis

antihipertensi

sama

dengan

dosis

antihipertensi pada umumnya. Bila dibutuhkan penurunan


tekanan

darah

secepatnya,

dapat

diberikan

obat-obat

antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi.


Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus
atau press disesuaikan dengan tekanan darah. Bila tidak
tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet
antihipertensi secara sublingual atau oral. Obat pilihan adalah
nifedipin yang diberikan 5-10 mg oral yang dapat diulang
sampai 8 kali/24 jam.

- Kardiotonika, Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus

payah jantung, diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid


- Lain-lain
Konsul bagian penyakit dalam / jantung, dan mata. Obatobat antipiretik diberikan bila suhu rektal > 38,5 oC dapat
dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau
xylomidon 2 cc IM. Antibiotik diberikan atas indikasi.
Diberikan ampicillin 1 gr/6 jam/IV/hari. Analgetik bila
penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus.
Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambatlambatnya 2 jam sebelum janin lahir. Anti Agregasi Platelet:
Aspilet
b)

1x80

mg/hari.

Syarat:

Trombositopenia

(<60.000/cmm)8
Pengobatan obstetrik
Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu :
- Induksi persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai

Bishop 5 atau lebih dan dengan fetal heart monitoring.


- Seksio sesaria bila :
- Fetal assesment jelek
- Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang

dari 5) atau adanya kontraindikasi tetesan oksitosin.


- 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk

fase aktif. Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan


terminasi dengan seksio sesaria.
c)

Perawatan Konservatif
Indikasi perawatan konservatif bila kehamilan preterm kurang
dari 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda inpending eklampsia
dengan keadaan janin baik.

Pengobatan medisinal : Sama dengan perawatan medisinal pada


pengelolaan aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan
intravenous, cukup intramuskuler saja dimana 4 gram pada bokong
kiri dan 4 gram pada bokong kanan. Pengobatan obstetri : Selama
perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi. MgSO4
dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre eklampsia
ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam. Bila setelah 24 jam tidak
ada perbaikan maka dianggap pengobatan medisinal gagal dan harus
diterminasi. Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka
diberi lebih dahulu MgSO4 20% 2 gram intravenous.

d)

Penderita dipulangkan bila


Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsia
ringan dan telah dirawat selama 3 hari. Bila selama 3 hari tetap
berada dalam keadaan pre eklampsia ringan : penderita dapat
dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklampsia ringan (diperkirakan
lama perawatan 1-2 minggu).

7. Komplikasi Pre Eklampsia Berat (PEB)


a.

Solusio plasenta: Biasa terjadi pada ibu dengan hipertensi akut.

b.

Hipofibrinogenemia

c.

Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis


periportal hati pada penderita pre-eklampsia.

d.

Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal


penderita eklampsia.

e.

Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi.


Perdarahan pada retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat
yang menunjukkan adanya apopleksia serebri.

f.

Edema paru

g.

Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme


arteriol umum. Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama
dengan enzim.

h.

Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low


platelet).

i.

Prematuritas

j.

Kelainan

ginjal:

Berupa

endoteliosis

glomerulus

yaitu

pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa


kelainan struktur lainnya. Bisa juga terjadi anuria atau gagal ginjal.\
k.

DIC (Disseminated Intravascular Coagulation): Dapat terjadi bila


telah mencapai tahap eklampsia.4

B. SC (SECTIO CAESARIA)
1. Defenisi Sectio Caesaria (SC)

Seksio secaria merupakan prosedur operatif, yang di lakukan di bawah


anestesia sehingga janin, plasentadan ketuban di lahirkan melalui insisi
dinding abdomendan uterus. Prosedurini biasanya di lakukan setelah
viabilitas tercapai ( mis, usia kehamilan lebih dari 24 minggu ) (Mansjoer,
2002).
Sectio sesarea adalah pengeluaran janin melalui insisi abdomen.
Teknik ini digunakan jika kondisi ibu menimbulkan distres pada janin atau
jika telah terjadi distres janin. Sebagian kelainan yang sering memicu
tindakan ini adalah malposisi janin, plasenta previa, diabetes ibu, dan
disproporsi sefalopelvis janin dan ibu. Sectio sesarea dapat merupakan
prosedur elektif atau darurat .Untuk sectio caesarea biasanya dilakukan
anestesi spinal atau epidural. Apabila dipilih anestesi umum, maka persiapan
dan pemasangan duk dilakukan sebelum induksi untuk mengurangi efek
depresif obat anestesi pada bayi (Sarwono, 2005)
Sectio caesarea adalah melahirkan janin melalui insisi pada dinding
abdomen (laparotomi)dan dinding uterus (histerotomi).Definisi ini tidak
mencakup pengeluaran janin dari rongga abdomen pada kasus rupture uteri
atau pada kasus kehamilan abdomen (Sutiyatini, 2009).
Kesimpulan dari ketiga pengertian diatas yaitu, Sectio caesarea adalah
pengeluaran janin melalui insisi dinding abdomen. Teknik ini digunakan jika

kondisi ibu menimbulkan distres pada janin atau jika telah terjadi distres
janin. Sebagian kelainan yang sering memicu tindakan ini adalah malposisi
janin, plasenta previa, diabetes ibu, dan disproporsi sefalopelvis janin dan
ibu.

1. Etiologi Sectio Caesaria (SC)


a. Indikasi untuk seksio sesaria menurut Rustam Mochtar,2002 :
1) Indikasi untuk ibu
a) Plasenta previa, Distocia serviks, Ruptur uteri mengancam,
b) Disproporsi cepalo pelviks, Pre eklamsi dan eklamsi, Tumor,

Partus lama.
2) Indikasi untuk janin
a) Mal presentasi janin
1) Letak lintang
2) Letak bokong
3) Gawat Janin
b. Kontra indikasi
c. Janin mati atau berada dalam keadaan kritis, kemungkinan janin

hidup kecil. Dalam hal ini tidak ada alasan untuk melakukan
operasi.
d. Janin lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk

sectio caesarea ekstra peritoneal tidak ada.


e. Kurangnya pengalaman dokter bedah dan tenaga medis.

2. Patofisiologi Sectio Caesaria (SC)

Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang


menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi
cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju,
pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio
Caesarea (SC) (Sarwono, 2005).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan
kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan
aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah
defisit

perawatan

pembedahan,

diri.

Kurangnya

penyembuhan,

dan

informasi

perawatan

mengenai
post

operasi

proses
akan

menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses


pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen
sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh
darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang
pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa
nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi
akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat
dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi (Sarwono, 2005).

3. Pemeriksaan Diagnostik Sectio Caesaria (SC)

a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari

kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada


pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d. Urinalisis / kultur urine
e. Pemeriksaan elektrolit.

4. Penatalaksanaan Post Sectio Caesaria (SC)


a. Pemberian cairan

Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian


cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit
agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ
tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam
fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung
kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.
b. Diet

Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus


lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 8 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :


1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah operasi.
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur

telentang sedini mungkin setelah sadar.

3) Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5

menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskan.


4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi

setengah duduk (semifowler).


5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan

belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian


berjalan sendiri, dan pada hari ke-3 pasca operasi.pasien bisa
dipulangkan
d. Kateterisasi

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan.Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1. Antibiotik

Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda


setiap institusi
2. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a. Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b. Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c. Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita
dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C.
f. Perawatan luka

Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah
dan berdarah harus dibuka dan diganti.

g. Perawatan rutin

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah


suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan.

5. Komplikasi Sectio Caesaria (SC)


a. Infeksi Puerperalis

Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama


beberapa hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat,
misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi
apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi
intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi
terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah,
tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan
pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali,
terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC
transperitonealis profunda.
b. Perdarahan

Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika


cabang arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
c. Komplikasi - komplikasi lain seperti :
1) Luka kandung kemih
2) Embolisme paru paru
3) Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang

kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan


berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih
banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.

Anda mungkin juga menyukai

  • Metabolisme Lipid For Tarbiyah
    Metabolisme Lipid For Tarbiyah
    Dokumen19 halaman
    Metabolisme Lipid For Tarbiyah
    Rama Dewa
    Belum ada peringkat
  • Biodata
    Biodata
    Dokumen1 halaman
    Biodata
    Putri Yolla Dwi Meydani
    Belum ada peringkat
  • Waham
    Waham
    Dokumen14 halaman
    Waham
    Putri Yolla Dwi Meydani
    Belum ada peringkat
  • Metabolisme Lipid For Tarbiyah
    Metabolisme Lipid For Tarbiyah
    Dokumen19 halaman
    Metabolisme Lipid For Tarbiyah
    Rama Dewa
    Belum ada peringkat
  • Rencana Harian
    Rencana Harian
    Dokumen2 halaman
    Rencana Harian
    Putri Yolla Dwi Meydani
    Belum ada peringkat
  • LP RBD
    LP RBD
    Dokumen7 halaman
    LP RBD
    Putri Yolla Dwi Meydani
    Belum ada peringkat
  • Makalah PK
    Makalah PK
    Dokumen15 halaman
    Makalah PK
    Putri Yolla Dwi Meydani
    Belum ada peringkat
  • LP BBL
    LP BBL
    Dokumen31 halaman
    LP BBL
    Putri Yolla Dwi Meydani
    Belum ada peringkat
  • Blanko Resuma Kasus
    Blanko Resuma Kasus
    Dokumen3 halaman
    Blanko Resuma Kasus
    Putri Yolla Dwi Meydani
    Belum ada peringkat
  • LP Inc
    LP Inc
    Dokumen24 halaman
    LP Inc
    Putri Yolla Dwi Meydani
    Belum ada peringkat
  • LP
    LP
    Dokumen28 halaman
    LP
    Putri Yolla Dwi Meydani
    Belum ada peringkat
  • Format Evaluasi Sikap
    Format Evaluasi Sikap
    Dokumen5 halaman
    Format Evaluasi Sikap
    Putri Yolla Dwi Meydani
    Belum ada peringkat
  • Post SC Peb
    Post SC Peb
    Dokumen7 halaman
    Post SC Peb
    Putri Yolla Dwi Meydani
    Belum ada peringkat
  • Seminar Adhf
    Seminar Adhf
    Dokumen10 halaman
    Seminar Adhf
    Putri Yolla Dwi Meydani
    Belum ada peringkat
  • Seminar Peb
    Seminar Peb
    Dokumen5 halaman
    Seminar Peb
    Putri Yolla Dwi Meydani
    Belum ada peringkat
  • LP Inc
    LP Inc
    Dokumen24 halaman
    LP Inc
    Putri Yolla Dwi Meydani
    Belum ada peringkat
  • ICCU
    ICCU
    Dokumen10 halaman
    ICCU
    Putri Yolla Dwi Meydani
    Belum ada peringkat
  • Obat Digestan
    Obat Digestan
    Dokumen20 halaman
    Obat Digestan
    Putri Yolla Dwi Meydani
    Belum ada peringkat
  • Infark Miokard Akut
    Infark Miokard Akut
    Dokumen26 halaman
    Infark Miokard Akut
    rudi-audia-1968
    Belum ada peringkat
  • LP Adhf 3
    LP Adhf 3
    Dokumen20 halaman
    LP Adhf 3
    Putri Yolla Dwi Meydani
    Belum ada peringkat
  • Askep Lansia Kardiovaskuler
    Askep Lansia Kardiovaskuler
    Dokumen28 halaman
    Askep Lansia Kardiovaskuler
    Putri Yolla Dwi Meydani
    Belum ada peringkat
  • Askep Hernia Inguinalis
    Askep Hernia Inguinalis
    Dokumen5 halaman
    Askep Hernia Inguinalis
    Julian_Cristy
    Belum ada peringkat
  • ASKEP Amputasi
    ASKEP Amputasi
    Dokumen13 halaman
    ASKEP Amputasi
    Rahmatul Fajra
    Belum ada peringkat
  • Askep Cedera Otak Berat
    Askep Cedera Otak Berat
    Dokumen14 halaman
    Askep Cedera Otak Berat
    Putri Yolla Dwi Meydani
    Belum ada peringkat
  • Askep Isk
    Askep Isk
    Dokumen12 halaman
    Askep Isk
    Dwi Abdul Rohman
    Belum ada peringkat
  • ASKEP CA Colon
    ASKEP CA Colon
    Dokumen17 halaman
    ASKEP CA Colon
    mitra dwi
    Belum ada peringkat
  • Materi Perawatan Kateter
    Materi Perawatan Kateter
    Dokumen2 halaman
    Materi Perawatan Kateter
    ixanz
    Belum ada peringkat
  • BPH-TIPS
    BPH-TIPS
    Dokumen14 halaman
    BPH-TIPS
    Ayu Zibolobolo
    Belum ada peringkat
  • Askep Batu Ginjal
    Askep Batu Ginjal
    Dokumen9 halaman
    Askep Batu Ginjal
    Putri Yolla Dwi Meydani
    Belum ada peringkat