Anda di halaman 1dari 9

Herpes Zoster Oticus pada Pria Usia

27 Tahun

Diporapdwijoyo Sinoputro
102011379
Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6
diposino@yahoo.com
Kelompok F2

Pendahuluan
Pada Problem Based Learning kali ini, kelompok kami mendapat skenario sebagai berikut:
Seorang laki laki usia 27 tahun mengeluh telinga kanan sakit, pada pemeriksaan terdapat
vesikel berkelompok pada telinga bagian luar kanan. Berdasarkan ciri ciri pasien tersebut,
kami menduga bahwa pasien tersebut terkena Herpes zooster yang terletak di telinga atau
Herpes Zooster Ootikum.

Pembahasan
Anamnesis
Dalam melakukan anamnesis, beberapa hal yang mutlak untuk ditanyakan antara lain,
ialah identitas pasien, keluhan utama pasien, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan riwayat sosial.1
Hal yang perlu ditanyakan dari keluhan utama pasien adalah onset nyeri, durasi nyeri,
frekuensi terjadinya nyeri, derajat beratnya nyeri serta faktor yang memperburuk ataupun
memperbaiki gejala dari pasien. Selain itu dapat juga ditanyakan tentang gejala-gejala
penyerta seperti kehilangan pendengaran, adanya sekret yang keluar dari telinga, tinnitus,
ketidakseimbangan baik saat berdiri maupun berjalan, ataupun rasa penuh pada telinga. Pada
pasien ini ditemukan bahwa adanya gejala penyerta vesikel bergerombol di telinga kanan
bagian luar.2
Selain itu juga dapat ditanyakan gejala yang berhubungan dengan daerah sekitar
telinga seperti nyeri mata, lakrimasi, hingga vertigo, mual dan muntah. Onset nyeri biasanya
timbul beberapa jam hingga beberapa hari dengan vesikel yang timbul pada waktu yang tidak
dapat diprediksi, akan tetapi biasanya nyeri timbul sekitar 48-72 jam sebelum timbulnya lesi
kulit. Selain itu juga dapat ditanyakan penanganan yang sudah dilakukan untuk nyeri dan
vesikel sebelum mencari dokter, dan penyakit yang sedang diderita pasien saat ini. Juga dapat
ditanyakan riwayat penyakit pasien di masa dahulu, yang dapat ditanyakan adalah infeksi
varisela, atau infeksi herpes zoster yang pernah terjadi sebelumnya.3,4

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan vesikel bergerombol di telinga kanan bagian luar
pasien. Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan inspeksi untuk melihat secara spesifik letak
gerombolan vesikel tersebut. Biasanya terletak di kanal telinga luar, konka dan pinna. Ruam
juga dapat terlihat pada kulit belakang telinga, dinding nasal lateral, palatum durum, dan
lidah bagian anterolateral. Apabila vesikel ini pecah, akan mengluarkan cairan bening yang
kemudian menjadi krusta. Juga dapat ditemukan limfadenitis dari kelenjar limfa servikal
superior.4,5,6
Vertigo dan kehilangan kemampuan untuk mendengar dapat juga ditemukan.
Kelumpuhan saraf fasial juga dapat ditemukan, maka dari itu pemeriksaan saraf kranialis
terutama N. VII dan N. VIII sebaiknya dilakukan. Kelumpuhan ini membuktikan adanya
keterlibatan nervus facialis dan nervus auditorius. Akan tetapi nervus trigeminus,
hipoglossus, vagus, assesorius dan glossofaringeus juga dapat terlibat

Pemeriksaan penunjang
Tzanck Smear. Suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk diagnosis cepat selagi
menunggu hasil kultur atau PCR. Untuk pemeriksaan ini, sel dari lesi dikumpulkan dengan
swab, ditempatkan pada kaca objek, diwarnai dengan pewarnaan khusus dan diperiksa
dibawah mikroskop. Sel dapat diambil dari vesikel yang ruptur atau pecah. Hasil smear akan
menunjukkan sel datia berinti banyak. Sel yang terinfeksi menyerap warna dengan cara yang
berbeda dari sel yang tidak terinfeksi. Pemeriksaan ini bukan merupakan pemeriksaan
definitif seperti kultur atau PCR, akan tetapi apabila pemeriksaan ini dilakukan oleh laboran
yang berpengalaman, didukung dengan anamnesis dan gejala klinis, dapat menjadi dasar
diagnosis.4,7
Viral Culture. Spesimen didapatkan dari swab lesi. Pemeriksaan ini rumit dan
membutuhkan sel hewan coba yang kemudian diinjeksi dengan sel pasien untuk pengamatan
perubahan aktivitas sel yang biasanya terjadi pada infeksi Herpes. Pemeriksaan ini memakan
waktu kurang lebih 3-14 hari. Hasil negatif dari pemeriksaan ini dapat menjadi salah satu
hasil false-negative yang biasanya terjadi pada7:

Pengambilan spesimen terlambat akibat lesi yang mengalami proses penyembuhan


Pengambilan spesimen tidak adekuat
Administrasi sampel terlalu lama
Jumlah virus tidak cukup untuk membuat hasilnya menjadi positif

Polymerase Chain Reaction (PCR). Dengan mengamplifikasi jumlah virus yang


didapat dari sampel, dapat dideteksi apakah terdapat virus Herpes pada lesi. Sampel dapat
diambil dari cairan bening yang keluar dari vesikel, selubung nervus facialis maupun dari
cairan serebrospinal atau liquor cerebrospninalis.5,7
Magnetic Resonance Imaging. Ditemukan terdapat enhancement dari kanal auditori
distal dan segmen labirin dari pasien. Juga dapat ditemukan adanya enhancement dari
ganglion genikulatum dan saraf fasial yang terlibat pada proses antigen-antibodi ini.5

Differential Diagnosis
Otitis Eksterna Sirkumskripta. Infeksi liang telinga luar akibat Staphylococcus aureus
atau Staphylococcus albus. Gejalanya ialah rasa nyeri yang hebat, tidak sesuai dengan
besarnya furunkel, yang membedakan juga dengan Herpes, yakni terdapatnya vesikel. Rasa
nyeri juga dapat timbul saat membuka mulut, dan apabila furunkelnya besar, dapat
menyumbat liang telinga yang menjadi gangguan pendengaran.
Bell's Palsy adalah penyakit yang menyerang saraf wajah sehingga menyebabkan
kelumpuhan otot pada salah satu sisi wajah. Terjadi disfungsi syaraf facialis yang berkaitan
dengan motorik wajah. Nama penyakit ini diambil dari nama Sir Charles Bell, dokter ahli
bedah dari Skotlandia yang pertama menemukan dan mempresentasikan di Royal Society of
London pada tahun 1829. Ia menghubungkan kasus tersebut dengan kelainan pada syaraf
wajah. Meski namanya unik, penyakit ini akan mengganggu secara estetika ataupun fungsi
wajah. Jika tidak ditangani maka akan terjadi kecacatan dengan muka miring atau penyok.

Working Diagnosis
Pada kasus didapatkan seorang pria berusia 27 tahun dengan keluhan nyeri pada
telinga kanan. Pada hasil pemeriksaan didapatkan adanya vesikel berkelompok pada telinga
kanan bagian luar. Pemeriksaan fisik belum dilakukan. Pemeriksaan spesifik THT belum
dilakukan. Pemeriksaan penunjang belum dilakukan. Dari keluhan utama dan hasil presentasi
gejala klinis dapat disimpulkan bahwa diagnosis yang paling mungkin dari pasien tersebut
dan dilihat terdapatnya vesikel vesikel kecil adalah Herpes Zoster Otikus Dextra.

Gambaran umum

Herpes Zoster Oticus adalah suatu sindrom dari kelumpuhan akut perifer wajah
dengan otalgia dan lesi kulit yang mirip seperti lesi varicella. Lesi patognomonik biasanya
terdapat pada telinga luar, terutama pada bagian meatal dan kulit preaurikular, kulit pada
kanal telinga, atau palatum molle. Hilangnya pendengaran, hilangnya rasa mengecap, dan
adanya vertigo merupakan gejala terganggunya saraf nomor VIII dan cabang servikal 2, 3 dan
4 yang beranastomosis dengan saraf fasialis.8
Herpes Zoster Oticus merupakan suatu infeksi jarang yang biasanya lebih sering
terjadi pada pasien yang sistem imunnya sudah mengalami surpresi atau lansia yang imunitas
terhadap virusnya sudah menurun. Stimulus lain adalah kondisi fisik dan fisiologik lainnya.5

Etiologi
Herpes Zoster Oticus disebabkan oleh karenat adanya reaktivasi virus Varisela-Zoster
pada sel saraf ganglionik yang dorman pada ganglia sensorik (umumnya ganglia
genikulatum) dari saraf fasial. Individu dengan trauma, infeks saluran napas atas ataupun
setelah menjalani operasi gigi dapat mengalami reaktivasi VZV. Disamping itu, individu
dengan penurunan imunitas yang dapat terjadi akibat carcinoma, terapi radiasi, kemoterapi
atau infeksi HIV juga diduga menjadi salah satu predisposisi terjadinya reaktivasi virus VZV.5
Varisela-Zoster Virus merupakan suatu virus DNA double helix dari famili
Herpesviridae, yang memiliki siklus patogenik mirip dengan HSV. Infeksi primer dimulai
dari traktus respiratorius dan virusnya akan bereplikasi menyebabkan viremia yang pada
awalnya akan ditandai dengan lesi kulit disekujur tubuh. Akan tetapi kemudian virus terkait
akan memiliki masa laten dan berdiam diri di gangia dorsalis dan akan mengalami reaktivasi
pada waktu yang akan datang.

Epidemiologi
Herpes Zoster Otikus atau apabila sudah menginvasi saraf fasialis, disebut sebagai
Ramsay Hunt Syndrome, merupakan kausa dari paralisis fasial periferal atraumatik tersering
kedua. Sebelum 1986, kasusnya dilaporkan sekitar 4.5-8.9% di seluruh dunia. Akan tetapi,
studi retrospektif dari 1507 pasien dengan paralisis fasial parsial, menunjukkan terdapat 185
pasien menderita Ramsay Hunt Syndrome ini (sekitar 12%). Dengan 46 pasien menunjukkan
adanya peningkatan titer VZV. Lebih sering diderita oleh wanita daripada pada pria dengan
perbandingan 3 banding 2. Dan lebih sering diderita oleh pasien berusia 24 tahun daripada
dibawah 24 tahun dengan berbandingan 7 banding 3.

Patofisiologi
Saat terinfeksi varicella, virus varicella zoster melewati lesi masuk ke permukaan
kulit dan mukosa menuju ujungujung saraf sensoris dan di transportasikan oleh seratserat
saraf ke ganglion sensoris. Di gangglion virus menetap dan mejadi infeksi laten sepanjang
hidup. Selama virus laten di gangglion tidak tampak gejala infeksi. Reaktifasi dari varicellazoster virus (VZV) yang terdistribus sepanjang saraf sensoris yang menginervasi telinga,
termasuk didalamnya ganglion genikulatum. Apabila gejala disertai kurang pendengaran dan
vertigo, maka ini adalah akibat penjalaran infeksi virus langsung pada N. VIII pada posisi
sudut serebelo pontin, atau melalui vasa vasorum. Mekanisme yang menyebabkan reaktivasi
virus varicella zoster ini masih belum jelas sering berhubungan dengan orang-orang dengan
daya tahan tubuh yang menurun, stress emosional, suatu keganasan, terapi radiasi,
kemoterapi, atau infeksi HIV mempunyai risiko yang tinggi untuk terjadinya reaktifasi herpes
virus zoster.

Penatalaksanaan
Medika Mentosa
Penatalaksanaan medikamentosa meliputi pemberian antivirus dan steroid untuk
menghilangkan rasa sakit.
Antiviral yang digunakan untuk kasus Herpes Zoster Otikus adalah Acyclovir, suatu
analog 2OH-deoksiguanosin. Merupakan suatu prodrug yang baru memiliki efek antivirus
setelah dimetabolisme menjadi asiklovir trifosfat. Mekanisme kerjanya adalah asiklovir akan
dikatalisa oleh timidin kinase virus menjadi asiklovir monofosfat. Kemudian enzim seluler
akan menambahkan gugus fosfat untuk membentuk asiklovir difosfat dan asiklovir
trifosfat.asiklovir trifosfat menghambat sintesis DNA virus dengan cara berkompetisi dengan
2OH-deoksiguanosin trifosfat sebagai substrat DNA Polimerase virus. Jika asiklovir (bukan
2OH-deoksigunaosin) yang masuk ke tahap replikasi DNA virus, sintesis berhenti.
Inkorporasi asiklovir monofosfat ke DNA virus bersifat ireversibel karena enzim
eksonuklease tidak dapat memperbaikinya. Pada proses ini, DNA polimerase virus menjadi
inaktif.
Dosis untuk herpes zoster adalah 5 kali 800 miligram sehari. Atau dalam intravena
250 miligram per hari. Asiklovir pada umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Efek

sampingnya dapat berupa mual, diare, ruam kulit atau sakit kepala dan sangat jarang dapat
menyebabkan insufisiensi renal dan neurotoksisitas.
Obat lain yang dapat digunakan adalah Famsiklovir. Famsiklovir merupakan prodrug
dari pensiklovir yang memiliki akan diubah melalui proses hidrolisis pada dua gugus
asetilnya dan oksidasi pada posisi 6-, kemudian bekerja seperti pensiklovir yang pada
prinsipnya bekerja sama seperti asiklovir. Dosisnya diminum per oral 750 mg per hari dibagi
dalam 3 dosis atau 1500 mg per hari dibagi dalam 3 dosis. Famsiklovir umumnya dapat
ditoleransi dengan baik, namun dapat juga menyebabkan sakit kepala, diare dan mual.
Urtikaria, ruam sering terjadi pada pasien lanjut dan juga pernah dilaporkan kejadian
halusinasi dan confusional state.
Pemberian kortikosteroid dapat diberikan untuk penghilang rasa nyeri, mengurangi
gejala vertigo dan membatasi terjadinya posthepatic neuralgia. Steroid diberikan sebagai
terapi tambahan, dengan terapi utama tetap penggunaan antiviral dosis tinggi. Pemberian
kortikosteroid seperti prednison dapat menimbulkan efek henti obat, yakni timbulnya kembali
inflamasi secara tiba-tiba, maka dari itu untuk menghindari efek ini, dilakukan taperring off
selama 10-14 hari. Pemberian oral prednison dengan dosis 1 mg/kg/hari dibagi menjadi 3
dosis untuk 7-10 hari. Setelah itu dihentikan secara perlahan-lahan selama 10 hari. Apabila
diberikan secara intravena, metilprednisolon diberikan 1 gram per hari dibagi menjadi 3 dosis
selama 3-7 hari dan kemudian dihentikan perlahan-lahan selama 10 hari.8,13
Efek samping dari penggunaan steroid adalah reaksi hiperglikemik, gejala psikotik,
gangguan air dan elektrolit, jerawat, peningkatan tekanan intra-okular dan iritasi
gastrointestinal. Dan harus dikonsumsi secara hati-hati pada pasien dengan infeksi bakteri
lain serta pasien immunocompromised.8
Non Medika Mentosa
Penanganan non-medikamentosa dapat dilakukan fisioterapi, yakni stimulasi elektrik.
Stimulasi ini dilakukan untuk menjaga konduktivitas membran dan mengurangi atrofi
muskular. Terutama digunakan untuk pasien dengan gangguan persarafan akibat adanya defek
pada nervus VII seperti pada Ramsay Hunt Syndrome.8

Prognosis

Paralisis fasial dalam jangka waktu lama atau mungkin permanen dapat terjadi.
Kebanyakan pasien dengan paralisis parsial dapat sembuh total, akan tetapi pasien dengan
gejala yang berat dapat mengalami paralisis fasial yang menetap. Herpes Zoster tidak hanya
dapat menyebabkan paralisis fasial permanen, tapi juga dapat menyebabkan neuropati
polikranial. Disabilitas yang umum ditemukan termasuk kehilangan pendengaran, vertigo,
tidak dapat menutup mata dengan sempurna sehingga mata menjadi kering, serta gangguan
berbicara.4
Diplopia dan gangguan menelan dapat menjadi salah satu sekuaelae, akan tetapi
merupakan gejala yang jarang, apabila muncul, biasanya menjadi pertanda buruknya
prognosis. Penemuan gejala ini dapat menjadi prediktor bahwa adanya polineuropati yang
lebih tersebar dengan adanya kemungkinan brainstem yang terkena Zoster Virus. Penemuan
umum seperti sensorineural hearing loss dan gangguan vestibular tidak signifikan dalam
menentukan prognosis Herpes Zoster Otikus.4

Komplikasi
Postherpetic Neuralgia. Adalah suatu kondisi dimana tetap bertahannya rasa nyeri
selama lebih dari 3 bulan walaupun lesi kulit sudah mengalami resolusi. Rasa nyeri
dideskripsikan sebagai rasa terbakar, ditusuk dan perih. Rasa nyeri dirasakan sesuai seperti
dermatom terjadinya Herpes Zoster Otikus.

Kesimpulan
Berdasarkan ciri ciri yang disebutkan di dalam skenario, seperti terdapatnya vesikel
vesikel kecil, hasil dari pemeriksaan fisik dimana terdapat vertigo, tuli sensorineureal
membuat kemungkinan pasien tersebut menderita Herpes Zoster Oticus semakin besar. Jika
pengobatan diberikan secara cepat dan tepat niscaya pasien bisa sembuh dan dapat
menghindari komplikasinya.

Daftar Pustaka

1. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga;


2003.h.10-20
2. Roland PS, Marple BF, Meyerhoff WL. Hearing loss. New York: Thieme Medical
Publishers; 1997.p.107-8.
3. Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser, Jameson JL, Loscalzo J, editor. Harrison's
manual medicine. 18th ed. USA: Tim McGraw-Hill Companies; 2013.p.393.
4. Bloem C, Harriott AJN, Doty CI, Hirshon JM, Diaz MM, Hemphill RR, et al. Herpes
zoster oticus. Diunduh dari Medscape for iPad. 15 Maret 2014.
5. Flint PW, Haughey BH, Lund VJ, Niparko JK, Richardson MA, Robbins KT, editor.
Cummings otolaryngology head and neck surgery. 5th ed. Philadelphia; Mosby
Elsevier; 2010.p.1948,2159-60.
6. Probst R, Grevers G, Iro H, editor. Basic otorhinolaryngology: a step-by-step learning
guide. 2nd ed. New York: Georg Thieme Verlag Stuttgart; 2004.p.219-20.
7. Warren T. Herpes: everything you need to know. Oakland: New Harbringer
Publishers; 2009.p.48-51.
8. Lalwani AK, editor. Current diagnosis and treatment otolaryngology: head and neck
surgery. USA: Tim McGraw-Hill Companies; 2008.p.847-60.

Anda mungkin juga menyukai