Anda di halaman 1dari 102

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS EKONOMI
MEDAN

SKRIPSI

KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH


TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH
DI PROPINSI SUMATERA UTARA

OLEH:

NAMA

MOHD.RANGGA DIZA

NIM

040503010

DEPARTEMEN

S1-AKUNTANSI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk


Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
2009

Mohd. Rangga Diza : Kontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Di
Propinsi Sumatera Utara, 2010.

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :


KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP
PENDAPATAN ASLI DAERAH DI PROPINSI SUMATERA UTARA.
Adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul dimaksud belum pernah dimuat,
dipublikasikan, atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi level
program S-1 Reguler Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera
Utara.
Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas benar
apa adanya, dan apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia
menerima sanksi yang ditetapkan oleh universitas.

Medan, 26 juni 2009


yang memuat pernyataan,

Mohd. Rangga Diza


NIM 040503010

Mohd. Rangga Diza : Kontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Di Propinsi
Sumatera Utara, 2010.

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb

Alhamdullilahirobbil allamin. Segala puji hanya milik allah yang tidak


pernah memutuskan doa dan harapan hamba-Nya. Nikmat dan karunia yang
diberikanya berupa kesehatan, kemudahan petunjuk serta hidayahnya lah yang
menjadi kekuatan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
Dan tak lupa pula shalawat teiring salam penulis hanturkan kepada junjungan kita
nabi Muhammad SAW yang tak pernah lelah memperjuangkan umatnya menuju
jalan yang penuh ilmu pengetahuan, dan kepada beliau, sahabat serta orang-orang
yang mengikuti beliau hingga hari akhir.
Penulis

menyadari

adanya

keterbatasan,

kekurangan

dan

ketidaksempurnaan dalam penyusunan skripsi ini, baik dari segi isi maupun
penyajiannya. Oleh karena itu penulis selalu berusaha untuk memperbaiki diri
menuju kesempurnaan di masa yang akan datang
Penulis mendapat banyak bantuan dan bimbingan moril maupun materiil
dari berbagai pihak dalam penyelesaiian skripsi ini.Maka dari itu, pada
kesempatan ini,penulis menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan kepada
semua pihak yang telah membantu penulis, terutama kepada :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga,M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi


Universitas

Sumatera Utara

2. Bapak Drs. Arifin Akhmad, Msi Ak selaku ketua Departemen Akuntansi


FE USU dan Bapak Fahmi Natigor Nasution, SE,M.acc, AK selaku
Sekretaris Departemen Akutansi FE USU
3. Ibu Dr. Erlina SE,Msi, Ak selaku dosen pembmbing yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam mebantu dan memberikan
pengarahan kepada penulis dalam proses penyusunan dan penulisa skripsi
ini.

Mohd. Rangga Diza : Kontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Di
Propinsi Sumatera Utara, 2010.

4. Bapak Drs.Syamsul Bahri Trb selaku dosen Penguji I yang telah


membantu penulis melalui kritik dan saran yang diberikan demi
kesempurnaan skripsi ini.
5. Ibu Dra.Naleni Indra, MM, Ak selaku dosen Penguji II yang telah
membantu penulis melalui kritik dan saran yang diberikan demi
kesempurnaan skripsi ini.
6. semua staf karyawan FE USU terkhusus Departemen Akuntansi. Kak
Dame, Kak Wati, Pak Simba, Bang Oyaong, Bang Hairil. Yang telah
membantu menyiapkan segala admistrasi dan keperluan penulis, pegawai
perpustakaan fakultas, serta pegawai Ppak, Bang Katun dan kak Fida
7. Kedua Orangtuaku yang sangat Kusayangi Papa Dr.H.Rizabuana Mphil
dan Mama Dian Anggraini . terimakasih buat segala kasih sayang ,
dukungan , nasehat dan doa yang tulus dari Papa dan mama
8. Kedua Adikku Tersayang, Sitta Thara Rossa dan Mohd. Dandy Goesti
9. Atok dan Nenek Yang merawatku Sejak Kecil
10. Teman-temanku dan Sahabatku di GASU ( Jaka, Ferry, Deddy, Faisal,
Adam)

dan Eric

yang

telah sangat

membantu

penulis

hingga

menghabiskan seluruh waktu dan tenaga. Fricillia yang selalu mendoakan


dan mensupport setiap waktu.
11. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam menyelesaikan skripsi ini.

Usaha terbaik sudah penulis berikan. Penulis berharap skripsi ini


bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, 26 Juni 2009


Penulis

Mohd. Rangga Diza


NIM

040503010

Mohd. Rangga Diza : Kontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Di
Propinsi Sumatera Utara, 2010.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Kontribusi pajak daerah


dan Retribusi Daerah berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Penelitian ini merupakan penelitian replikasi
Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah smpel
17 kabupaten/kota. Data yang dianalisis dalam penelitian ini diolah dari laporan
Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Data diperoleh
melalui situs Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan (www.djpkpd.go.id)
Hasil analisis menunjukan bahwa pajak daerah dan retribusi daerah
memiliki kontribusi signifikan positif terhadap PAD.
Kata Kunci : Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Pendapatan Asli Daerah
(PAD)

iv

ABSTRACT

The objective of this research is to examine the impact of local tax and the
local retribution to own local revenue. This is a replica research
This research was done in north sumatera with 17 regency/ city as the
sample, the data analyzed in this research wee collected through the realization of
region budget of revenue (APBD). The data were taken from the website financial
departemen of the republic Indonesia (www.djpkpd.go.id).
THE RESULT Shows that the local tax and the local retribution has a
positive significant contribution toward the local own revenue

Key word : local tax, local retribution, own local revenue

DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN ..................................................................................................i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ii
ABSTRAK ........................................................................................................iv
ABSTRACT ...................................................................................................... v
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B.Perumusan Masalah ............................................................................ 5
C.Batasan Masalah .................................................................................. 6
D.Tujuan Dan Manfaat Penelitian ........................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis ................................................................................. 8
1. APBD
a. pengertian dan unsur unsur APBD .................................. 8
b. Klasifikasi APBD ............................ ................................ 10
2. PAD
a. Pengertian PAD

.................................................................. 10

b.Klasifikasi PAD

.................................................................. 13

vi

3. PAJAK DAERAH
a. Pengertian dan Kriteria Pajak Daerah

17

b. Jenis-Jenis Pajak Daerah

23

c. Dasar Hukum Pajak Daerah

34

4. RETRIBUSI DAERAH
a. Terminologi Retribusi Daerah

34

b. Defenisi Retribusi Daerah

35

c. Objek Retribusi Daerah

.................................................... 36

d. Jenis Retribusi Daerah

.................................................... 37

e. Sarana dan Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah...................................... 40


f. Perhitungan Retribusi Daerah

41

B. TINJAUAN PENELITI TERDAHULU ............................................ 45


C. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS ............................ 46

BAB III METODE PENELITIAN


A. Jenis Penelitian .............................................................................................. 48
B. Populasi Dan Sampel Penelitian ............................................................... 48
C. Jenis Data51
D. Metode Pengumpulan Data ...................................................................... 51
E. Metode Analisis Data52
F. Jadwal Penelitian56

BAB IV HASIL PENELITIAN


A. Data Penelitian ....................................................................................... 57
B. Daftar Kabupaten/ Kota
1. Retribusi Daerah .................................................................... 66

vii

2. Pajak Daerah68
3. Pendapatan Asli Daerah ......................................................... 69
C. Analisis Hasil Penelitian
1. Uji Asumsi Klasik .................................................................. 73
2) Pengujian Hipotesis .............................................................. 80
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan. 87
B. Keterbatasan ...................................................................................................... 88
C. Saran .................................................................................................................. 88
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 90

viii

Daftar Tabel

Halaman

Tabel 3.1

Daftar Pemerintah Kabupaten/ kota dalam penelitian .................................. 49

Tabel 3.2

jadwal penelitian ......................................................................................... 57

Tabel 4.1

Daftar kabupaten/kota provinsi sumatera utara ............................................ 66

Tabel 4.2

daftar sample penelitian (1) ......................................................................... 68

Tabel 4.3

daftar sample penelitian (2) ......................................................................... 69

Tabel 4.4

daftar sample penelitian (3) ......................................................................... 70

Tabel 4.5

Statistik Deskriptif Data Penelitian ............................................................. 73

Tabel 4.6

Uji Kolmogrof Sminov ............................................................................... 76

Tabel 4.7

Uji Multikolonieritas .................................................................................. 77

Tabel 4.8

Autokorelasi (1) ......................................................................................... 80

Tabel 4.9

Autokorelasi (2) ......................................................................................... 80

Tabel 4.10

Regresi Berganda ........................................................................................ 82

Tabel 4.11

Uji T (1) ..................................................................................................... 83

Tabel 4.12

Uji T (2) ..................................................................................................... 84

Tabel 4.13

Uji F ........................................................................................................... 84

ix

Daftar Gambar

Halaman

Gambar 2.1

kerangka konseptual ................................................................................... 47

Gambar 2.2

normal probality plot (1) ............................................................................ 74

Gambar 2.3

normal probality plot (2) ............................................................................ 74

Gambar 4.3

Scaterplot ................................................................................................... 79

BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang Masalah


Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan
negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan
merata berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut
mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pemerintah dan pelayanan kepada masyarakat.
Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, penyerahan, pelimpahan,
dan penugasan urusan pemerintahan kepada daerah secara nyata dan bertanggung
jawab harus diikuti dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya
nasional secara adil, termasuk perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Penyelenggaraan pemerintah daerah dan pelayanannya
dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas.
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang bertujuan untuk
mewujudkan suatu mayarakat suatu masyarakat adil dan makmur yang merataa
materiil dan spritual berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar 1945
didalam wilayah Negara Kesatuan republik Indonesia. Tujuan ini mencerminkan
upaya untuk menjamin stabilitas pertumbuhan dan pemerataan.

Sejak tanggal 1 januari 2001 telah terjadi perubahan yang cukup


fundamental dalam mekanisme penyelengaraan pemerintahan di indonesia.
Perubahan tersebut terutama terkait dengan dilaksanakannya secara efektif
otonomi daerah sebagaimana yang dimanatkan dalam UU noor 22 tahun 1999
tentang pemerintah daerah yang telah direvisi dengan UU no 32 tahun 2004.
Berlakunya kebijakann otonomi daerah sejak 1 januari 2001, sistem
pemirintahan mengalami perubahan yang mendasar. Penyelengaraan seluruh
bidang pemerintahaan kecuali politik luar negeri. Pertahanan dan keamanan,
keadilan, moneter, dan fiskal menjadi wewenang pemerintah pusat. Pemerintah
kabupaten/kota mendapat kewenangan yang lebih luas untuk menggali sumbersumber penerimaan untuk anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pelaksanaan pembangunan daerah diarahkan untuk memacu pemerataan
pembangunan dalam rangka meningkatkan pendayagunaan potensi-potesi yang
dimiliki secara optimal. Dalam melaksanakan berbagai kegiatan yang berkaitan
dengan pelaksanaan daerah tertentu memerlukan biaya yang cukup besar. Agar
pemerintah daerh dapat mengurus rumah tangganya sendiri dengan sebaikbaiknya, maka diperlukan sumber-sumber pembiayaan yang cukup. Tetapi
mengingat tidak semua sumber-sumber pembiayaan dapat diberikan kepada
daerah, maka pemerintah daerah diwajibkan untuk menggali segala sumbersumber keuanganya sendiri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Agar pendanaan penyelengaran pemerintah dapat terlaksana secara efesien
dan efektif serta untuk mencegah tumpang tindih, maka diatur pendanaan
penyelengaraan

pemerintah.

Penyelengaraan

pemerintah

yang

menjadi

kewenangan daerah dibiayai oleh APBD, sedangkan penyelengaraan kewenangan


pemerintah yang menjadi tanggung jawab pemerintah dibiayai dari APBN, baik
kewenangan pusat yang dikonsentrasikan kepada gubernur atau ditugaskan
kepada pemerintahan daerah dan/ atau desa atau sebutan lainya dalam rangka
tugas pembantuan
Sumber-sumber pendanaan pelaksanaan pemerintah daerah terdiri atas
Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain
pendapatan yang sah. PAD, yang salah satunya berupa pajak daerah, diharapkan
menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan
masyarakat. Dengan demikian, daerah mampu melaksanakan otonomi, yaitu
mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
PAD sebagai salah satu sumber penerimaan daerah sebelumnya kurang
mendapat perhatian, keadaan ini disebabkan ketergantungan pemerintah daerah
kepada pemerintah pusat, sumber dana pembangunan

daerah sebagian besar

diperoleh dari pemerintahan pusat sementara kewenangan pemerintah daerah


dalam mengatur penggunanan dana tersebut relatif terbatas.
Semakin besar pajak dan retribus daerah yang diterima otomatis semakn
meningkatkan PADnya. Kemandirian Pemkab/Pemko dapat dilihat dari besarnya
PAD yang diperoleh Pemkab/Pemko. Semakin besar pajak dan retribusi yang
diperoleh oleh kabupaten dan kota tersebut dalam membiayai pengeluaran untuk
melaksanakn wewenang dan tanggung jawabnya kepada masyarakat seperti
membantu dan memfalitasi sarana dan prasarana masyarakat misalnya, dalam
sector pendidikan, kesehatan, pertanian, dan lain-laim

Pajak dan retribusi daerah merupakan suatu sistem perpajakan Indonesia,


yang pada dasarnya merupakan beban masyarakat sehingga perlu dijaga agar
kebijakan tersebut dapat memberikan beban yang adil. Sejalan dengan sistem
perpajakan nasional, pembinaan pajak daerah dilakukan secara terpadu dengan
pajak nasional. Pembinaan ini dilakukan secara terus menerus, terutama mengenai
objek, tarif pajak dan retribusi, sehingga antara pajak pusat dan pajak daerah
saling melengkapi.
Retribusi daerah merupakan pembayaran wajib dari penduduk kepada
negara dikarenakann ada jasa tertentu yang diberikan oleh pemerintah kepada
individu secara perorangan. Pungutan dari masyarakat ini akan menjadi sumber
pendapatan bagi daerah tersebut, dan bisa dijadikan sumber utama pendapatan
daera selain pajak daerah, bagian laba usaha daerah maupun nilai-nilai PAD yang
sah
Sebagaimana diketahui bahwa retribusi daerah sebagai sumber penerimaan
dalam negeri mempunyai potensi untuk dijadikan sumber pendapatan nasional,
mengingat semakin banyak orang pribadi maupun pihak swasta yang
menggunakan jasa yang disediakan pemerintah sekarang ini. Yang perlu
diperhatikan oleh pemerintah bagaimana cara mengoptimalkan pemungutan
retribusi daerah sehingga memberikan hasil yang maksimal.
Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi terbesar di pulau
Sumatera yang memiliki beraneka ragam sumber jasa yang dapat dikenakan
retribusi. Mulai dari sektor pariwisata sampai dengan jasa-jasa yang disediakan
oleh pihak swasta. Daerah-daerah yang cukup potensial di Sumatera Utara antara
alin Pemerintah Kota Medan, Pemerintah Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten

Tanah Karo, yang banyak memiliki sektor industri dan pariwisata yang dapat
dikenakan tarif retribusi. Dari retribusi inilah yang akan menyumbang ke
Pendapatan Asli Daerah Sumatera Utara.
Melihat pentingnya kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap
pendapatan asli daerah di propinsi Sumatera Utara yang pada akhirnya akan
mempengaruhi total pendapatan daerah masing-masing pemerintah kabupaten
/pemerintah kota dimasa yang akan datang maka dilakukanlah penelitian untuk
melihat seberapa besar kontribusi dari penerimaan pajak daerah dan retribusi
daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan judul: KONTRIBUSI
PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN
ASLI DAERAH DI PROPINSI SUMATERA UTARA

II. Perumusan Masalah


Pajak dan retribusi merupakan sumber dana bagi peningkatan pendapatan
asli daerah. Keberhasilan dari usaha ini tidak hanya terletak pada pihak
pemerintah daerah selaku pemegang hak untuk mengeluarkan kebijakan dan
peraturan-peraturan daerah yang berkaitan dengan pajak dan retribusi ini saja,
tetapi harus didukung oleh peran serta masyarakat dan pihak swasta yang ada.

Permasalahan yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut


1. Berapa besar kontribusi pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah
terhadap Pendapatan Asli Daerah.
2. Apakah pajak daerah merupakan kontribusi yang lebih besar dari pada
retribusi daerah.

III. Batasan Masalah


Penulis memberikan batasan masalah terhadap penelitian ini yaitu :
1. Variabel independent yang diteliti adah pajak daerah dan retribusi daerah
untuk kabupaten/kota.
2. Objek penelitian adalah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.
3. Data tahun yang digunakan antara tahun 2004-2007 yang merupakan data
time series tahun terakhir yang dapat direkap, dan sehingga dianggap
sebagai data yang resprentif semenjak adanya otonomi daerah.

IV. Tujuan Dan Manfaat Penelitian


A. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukanya penelitian ini adalah untuk mengetahui,
menganalisis dan memberikan bukti empiris besarnya kontribusi pajak dan
retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah dan persentase kontribusi yang
diberikan oleh penerimaan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah pada
pemerintahan kabupaten/ pemerintah di sumatera utara.
B. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian tentang retribusi daerah adalah
sebagai berikut:
a. Bagi penulis, menambah wawasan penulis mengenai sumbangan dari
penerimaan pajak dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah
pada tiap-tiap pemerintah kabupaten/pemerintah kota di sumatera

utara. Selain itu penulis dapat melihat pengaruh retribusi daerah


terhadap pendapatan asli daerah.
b. Bagi pemerintah kota /pemerintah kabupaten, Sumatera Utara
khususnya mengenai penerimaan pajak dan retribusi daerah dan
pendapatan asli daerah
c. Bagi pihak lain, merupakan informasi yang dapat memberikan
gambaran tentang kontribusi dan pengaruh retribusi daerah pendapatan
asli daerah bagi peneliti yang ingin meneliti lebih lanjut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis
1. Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD)
a. Pengertian Dan Unsur-unsurAPBD
APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah yang dibahas dan
disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan
peraturan daerah. APBD merupakan suatu aggaran daerah. Untuk memberikan
informasi mengenai perkembangan pelaksanan APBD, pemerintah daerah perlu
menyampaikan laporan realisasi semester pertama kepada DPRD pada akhir juli
tahun anggaran yang bersangkutan. Informasi tersebutakan menjadi bahan
evaluasi pelaksanaan APBD smeste pertama dan penyesuaian/ perubahan APBD
pada semester berikutnya.
Menurut Mamesah (1995:20), APBD dapat didefenisikan sebagai:
Rencana operasional keuangan Pemerintah Daerah, dimana di
satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggitingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyekproyek daerah dalam satu tahun angaran tertentu, dan di
pihak lain menggambarkan perkiraan penerimaan dan
sumber-sumber penerimaan daerah
guna
menutupi
pengeluaran-pengeluaran dimaksud.
Anggaran Pendapatan da Belanja Daerah adalah dasar dari pengelolaan
keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu, umumnya satu tahun.
Berdasarkan ketentuan dalam UU No. 25 Tahun 1999 yang
kemudian direvisi menjadi UU No. 33 Tahun 2004, pencatatan
atau pembukuan serta pengelolaan keuangan daerah dalam
kerangka
desentralisasi
dilakukan
terpisah
dengan
pengelolaan keuangan daerah dalam kerangka tugas
perbantuan dan dekonsentrasi. Semua bentuk atau jenis

penerimaan dan pengeluaran yang dilakukan oleh Pemda


dalam kerangka tugas desentralisasi dicatat dan dikelola
dalam
APBD.
Sedangkan
pengelolaan
dan
pertanggungjawaban keuangan dalam kerangka tugas
perbantuan dan tugas dekonsentrasi sepenuhnya merupakan
tanggung jawab pemerintah pusat atau provinsi yang diserahi
wewenang dan tanggung jawab kepadanya. Pencatatan dana
dekonsentrasi dan dana tugas perbantuan yang ada di daerah
dilakukan secara terpisah dan tidak dicatat/dimasukkan dalam
APBD (Saragih,2003:126).

Unsur-unsur APBD menurut Halim (2004:15-16) adalah sebagai berikut:


1. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci
2. Adanya sumber penerimaan yang merupaka target minimal
untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas
tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas
maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan.
3. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk
angka.
4. Periode anggaran yang biasanya 1 (satu) tahun.

Menurut Mardiasmo (2000:1-2) agar pengelolaan APBD dapat dilakukan


dengan baik, maka ada beberapa konsep dasar yang harus diperhatikan:
1. Akuntabilitas keuangan daerah, yaitu kewajiban Pemerintah
Daerah untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan,
melaporkan dan mengungkapkan segala aktifitas yang terkait
dengan penerimaan dan pengeluaran serta penggunaan uang
publik kepada pihak yang memberi hak dan kewenangan untuk
meminta pertanggungjawaban tersebut.
2. Kejujuran, yaitu pengelolaan keuangan daerah harus
dipercayakan kepada staff yang memiliki integritas dan
kejujuran yang tinggi, sehingga peluang untuk terjadinya KKN
dapat diminimalisir.
3. Transparansi, yaitu keterbukaan Pemerintah Daerah dalam
membuat kebijakan keuangan daerah sehingga dapat diketahui
dan diawasi oleh DPRD dan masyarakat.
4. Value for money, yaitu pengelolaan keuangan daerah harus
mendasar pada prinsip ekonomi, efisien dan efektivitas.
5. Pengendalian, yaitu penerimaan dan pengeluaran daerah harus
senantiasa dimonitor, yaitu dengan membandingkan antara
jumlah anggaran dengan realisasinya.

10

b. Klasifikasi APBD
Oleh karena penelitian ini menggunakan laporan realisasi APBD yang
memakai format keputusan menteri dalam negeri No. 29 tahun 2002, maka APBD
yang berdasarkan format tersebut terdiri atas 3 bagian, yaitu: pendapatan,belanja,
dan pembiayaan.
Pendapatan dibagi menjadi 3 kategori yaitu Pendapatan Asli
Daerah (PAD), dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan
daerah yang sah. Belanja digolongkan menjadi 4 yakni belanja
apratur daerah, belanja pelayanan publik, belanja bagi hasil
dan bantuan keuangan dan belanja tak tersangka. Belanja
apratur daerah diklasifikasikan menjadi 3 kategori yaitu
belanja umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja
modal/pembangunan. Belanja pelayanan publik dikelompokan
menjadi 3 yaitu belanja admistrasi umum , belanja operasi dan
pemeliharaan, dan belanja modal. Pembiayaan dikelompokkan
menurut sumber-sumber pembiayaan yaitu : sumber
penerimaan daerah dan sumber pengeluaran daerah. Sumber
pembiayaan berupa penerimaan adalah : sisa lebih anggaran
tahun lalu, penerimaan pinjamaan dan obligasi, hasil
penjualan asset daerah yang dipisahkan dan transfer dari dana
cadangan. Sumber pembiayan berupa pengeluaraan daerah
terdiri atas: pembayaraan utang pokok yang telah jatuh
tempo, penyertaan modal, transfer ke dana cadangan, dan sisa
lebih anggaran tahun sekarang (Halim, 2004:18)

2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)


1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari sumbersumberpendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintah daerah.
Pendapatan Asli Daerah merupakan tulang pungung pembiayaan daerah, oleh
karenanya kemampuan melaksanakan ekonomi diukur dari besarnya kontribusi
yang dapat diberikan oleh Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD, semakin besar
kontribusi yang dapat diberikan oleh Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD

11

berarti semakin kecil ketergantungan pemerintah daerah terhadap bantuan


pemerintah pusat.
Pendapatan Asli Daerah hanya merupakan salah satu komponen sumber
penerimaan keuangan negara disamping penerimaan lainnya berupa dana
perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan yang sah juga sisa
anggaran tahun sebelumnya dapat ditambahkan sebagai sumber pendanaan
penyelenggaraan pemerintah di daerah. Keseluruhan bagian penerimaan tersebut
setiap tahun tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Meskipun Pendapatan Asli Daerah tidak seluruhnya dapat membiayai APBD,
namun proporsi Pendapatan Asli Daerah terhadap total penerimaan tetap
merupakan indikasi derajat kemandirian keuangan suatu pemerintah daerah.
Pemerintah daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber
keuangan secara maksimal, namun tentu saja dalam koridor perundang-undangan
yang berlaku khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan
dan pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah. Menurut DR.
Machfud Sidik, MSc, tuntutan Peningkatan Pendapatan Asli Daerah semakin
besar seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerinyahan yang
dilimpahkan kepada daerah itu sendiri. Dalam penggalian dan peningkatan
pendapatan daerah itu sendiri banyak permasalahan yang ditemukan, hal ini dapat
disebabkan oleh:
a. Perannya yang tergolong kecil dalam total penerimaan daerah.
Sebagian besar penerimaan daerah masih berasal dari bantuan
pusat. Dari segi upaya pemungutan pajak, banyak bantuan dan
subsidi ini mengurangi usaha daerah dalam pemungutan
Pendapatan Asli Daerahnya, dan lebih mengandalkan
kemampuan negosiasi daerah terhadap pusat untuk
memperoleh tambahan bantuan.

12

b. Kemampuan administrasi pemungutan di daerah yang masih


rendah.
Hal ini mengakibatkan pemungutan pajak cenderung dibebani
oleh biaya pungut yang besar.
c. Kemampuan perencanaan dan pengawasan keuangan yang lemah.
Hal ini mengakibatkan kebocoran-kebocoran yang sangat berarti
bagi daerah.

Menurut Undang-Undang No 33 tahun 2004, yang dimaksud dengan


Pendapatan Asli Daerah adalah: Pendapatan daerah yang bersumber dari hasil
pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah, yang bertujuan untuk memberikan
keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan
otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi.
Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan daerah yang asli
digali daerah yang digunakan untuk modal dasar pemerintah daerah dalam
membiayai

pembangunan

dan

usaha-usaha

daerah

untuk

memperkecil

ketergantungan dana dari penerimaan pusat.


Menurut Undang-undang No. 33 tahun 2004 pasal 6, Sumber-sumber
Pendapatan Asli Daerah terdiri dari : 1). Pajak daerah, 2). Retribusi Daerah, 3).
Hasil pengelolaaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan 4). Lain-lain
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah.
Menurut Mardiasmo (2002:132), Pendapatan Asli Daerah adalah
penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan
milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
Pendapatan Asli Daerah yang sah.
Dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah pemerintah daerah
dilarang:

13

a.

Menetapkan

Peraturan

Daerah

tentang

pendapatan

yang

menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan


b.

Menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menghambat


mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan
kegiatan eksport/import.

2. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah


Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan,
yaitu: pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil
pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan
Asli Daerah yang sah.
Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Jenis
pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut objek pendapatan
yang sesuai dengan undang-undang tentang pajak daerah dan
retribusi daerah. Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan dirinci menurut objek pandapatan yang mencakup: 1.
Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
daerah/BUMD, 2. Bagian laba atas penyertaan modal pada
perusahaan milik pemerintah/BUMN, 3. Bagian laba atas penyertaan
modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha
msayarakat. Jenis lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah
disediakan untuk mengakuntansikan penerimaan daerah selain yang
termasuk dalam pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut objek pendapatan
yang mencakup hasil penjualan daerah yang tidak dipisahkan, jasa
giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian
daerah, penerimaan komisi, potongan, tatupun bentuk lain sebagai
akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh
daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar Rupiah
terhadap mata uang asing, pendapatan denda atas keterlambatan
pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda
retribusi, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari
pengembalian, fasilitas sosial dan fasilitas umum, pendapatan dari
penyelenggaraan pelatihan dan pendidikan, pendapatan dari
angsuran/cicilan penjualan.

14

a. Pajak Daerah
Pajak daerah yaitu pajak negara yang diserahkan kepada daerah untuk
dipungut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang dipergunakan guna
membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik.
Ciri-ciri yang menyertai pajak daerah dapat diikhtisarkan seperti berikut:
a

Pajak daerah berasal dari pajak negara yang diserahkan kepada daerah
sebagai pajak daerah

Penyerahan dilakukan berdasarkan undang-undang

Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan undangundang dan/atau peraturan hukum lainnya

Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai


penyelenggaraan urusan-urusan rumah tangga daerah atau untuk
membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik

15

b. Retribusi Daerah
Retribusi Daerah yaitu pungutan daerah sebagai pembayaran atas
pemakaian jasa atau karena mendapatkan jasa pekerjaan, usaha atau milik daerah
bagi yang berkepentingan atau karena jasa yang diberikan oleh daerah.

Ciri-ciri pokok retribusi daerah adalah sebagai berikut:


a. Retribusi dipungut oleh daerah
b. Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan daerah yang
langsung dapat ditunjuk
c. Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan, atau
mengenyam jasa yang disediakan daerah.

c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang Dipisahkan


Dalam hal ini, laba perusahaan daerahlah yang diharapkan sebagai sumber
pemasukan bagi daerah. Oleh sebab itu, dalam batas-batas tertentu pengelolaan
perusahaan haruslah bersifat profesional dan harus tetap berpegang pada prinsip
ekonomi secara umum, yakni efisiensi. Dalam penjelasan umum UU No. 5/1974,
pengertian perusahaan daerah dirumuskan sebagai suatu badan usaha yang
dibentuk oleh daerah untuk memperkembangkan perekonomian daerah dan untuk
menambah penghasilan daerah. Dari kutipan diatas tergambar dua fungsi pokok,
yakni sebagai dinamisator perekonomian daerah yang berarti harus mampu
memberikan rangsangan/stimulus bagi berkembangnya perekonomian daerah dan
sebagai penghasil pendapatan daerah. Ini berarti perusahaan daerah harus mampu
memberikan manfaat ekonomis, sehingga terjadi keuntungan yang dapat

16

disetorkan ke kas daerah. Perusahaan daerah merupakan salah satu komponen


yang diharapkan dapat memberikan kontribusinya bagi pendapatan daerah, tapi
sifat utama dari perusahaan daerah bukanlah berorientasi pada profit
(keuntungan), akan tetapi justru dalam memberikan jasa dan menyelenggarakan
kemanfaatan umum. Atau dengan perkataan lain, perusahaan daerah menjalankan
fungsi ganda yang harus tetap terjamin keseimbangannya, yakni fungsi sosial dan
fungsi ekonomi.
Walaupun demikian hal ini tidak berarti bahwa perusahaan daerah tidak
dapat memberikan kontribusi maksimal bagi ketangguhan keuangan daerah.
Pemenuhan fungsi sosial oleh perusahaan daerah dan keharusan untuk mendapat
keuntungan

yang

memungkinkan perusahaan daerah dapat

memberikan

sumbangan bagi pendapatan daerah, bukanlah dua pilihan yang saling bertolak
belakang. Artinya bahwa pemenuhan fungsi sosial perusahaan daerah dapat
berjalan seiring dengan pemenuhan fungsi ekonominya sebagai badan ekonomi
yang bertujuan untuk mendapatkan laba/keuntungan. Hal ini dapat berjalan
apabila profesionalisme dalam pengelolaannya dapat diwujudkan.

d. Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah


Menurut Undang-undang No. 32 Tahun 2004, yang dimaksud dengan
Lain-lain PAD yang sah antara lain penerimaan daerah di luar pajak dan retribusi
daerah seperti jasa giro, hasil penjualan aset daerah. Lain-lain PAD yang sah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No.33 Tahun 2004, meliputi:
a. hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan
b. jasa giro

17

c. pendapatan bunga
d. keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
e. komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.

3. Pajak Daerah
a. Pengertian dan Kriteria Pajak Daerah
Menurut Marihot P. Siahaan (2005:7), Pajak Daerah adalah Iuran wajib
yang dilakukan oleh daerah kepada orang pribadi atau badan tanpa imbalan
langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarka peraturan perundangundangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
Menurut Halim (2004:67), Pajak Daerah merupakan pendapatan daerah
yang berasal dari pajak.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan
atas UU nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang
dimaksud dengan Pajak Daerah adalah Iuran wajib yang dilakukan oleh orang
pribadi dan badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang
dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang
digunakan

untuk

membiayai

penyelanggaraan

pemerintah

daerah

dan

pembangunan daerah.
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Pajak Aderah
adalah penerimaan daerah yang berasal dari orang pribadi atau badan yang

18

sifatnya dapat dipaksakan (yuridis) berdasarkan peratuaran perundang-undangan


dan tidak ada kontraprestasi/imbalan secara langsung serta digunakan untuk
membiayai pemerintah dan pembangunan daerah. Wewenang pemungutan pajak
daerah ada pada pemerintah daerah yang pelaksanaannya dilakuka oleh Dinas
Pendapatan Daerah.
Pajak Daerah merupakan komponen dari pendapatan asli daerah, sampai
saat ini. Pajak Daerah memberikan kontribusi daerah terbesar bagi Pendapatan
Asli Daerah. Undang-undang No. 34 Tahun 2000 membaerkan peluang kepada
daerah kabupaten/kota untuk memungut jenis Pajak Daerah lain yang dipandang
memenuhi syarat selain dari jenis Pajak Daerah kabupaten/kota yang telah
ditetapkan. Penetapan jenis pajak leinnya ini harus benar-benar bersifat spesifik
dan potensial di daerah. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan
kepada daerah kabupaten/kota dalam mengantisipasi situasi dan kondisi derta
perkembangan perekonomian daerah pada masa mendatang yang mengakibatkan
perkembangan potensi pajak dengan tetap memperhatikan kesejahteraan jenis
pajak dan aspirasi masyarakat serta memenuhi kriteria yang ditetapkan.
Kriteria pajak daerah yang ditetapkan oleh undang-undang bagi
kabupaten/kota adalah:
1. Bersifat pajak dan bukan retribusi. Maksudnya adalah pajak yang
ditetapkan harus sesuai dengan pegertian yang ditentukan dalam
defenisi pajak daerah.
2. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/kota
yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta
hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupaten/kota yang
bersangkutan.
3. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertantangan dangan
kepentingan umum, maksudnya adalah bahwa pajak etrsebut
dimaksudkan untuk kepentingan bersama yang lebih luas antara
pemerintah dan masyarakat dengan memperhatikan aspek ketentraman,
kestabilan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan.

19

4. Objek pajak bukan merupakan objek pajak provinsi dan atau objek
pajak pusat.
5. Potensinya memadai. Maksudnya adalah bahwa hasil pajak cukup
besar sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dan laju
pertumbuhannya, diperkirakan sejalan dengan laju pertumbuhan
ekonomi.
6. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif. Maksudnya adalah
bahwa pajak tersebut tidak mengganggu alokasi sumber-sumber
ekonomi efisien dan tidak merintangi arus sumber daya ekonomi antar
daerah maupun kegiatan eksport import.
7. Memerhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat. Kriteria
aspek keadilan antara lain objek dan subjek harus jelas sehingga dapat
diawasi pemungutannya, jumlah pembayran pajak dapat diperkirakan
oelh wajib pajak yang bersangkutan, dan tarif pajak ditetapkan dengan
emerhatikan keadaan wajib pajak. Selanjutnya kriteria kemampuan
masyarakat adalah kemampuan subjek pajak untuk memikul tambahan
beban pajak.
8. Menjaga kelestarian lingkungan. Maksudnya adalah bahwa pajak harus
bersifat netral terhadap lingkungan, yang berarti bahwa pengenaan
pajak tidak memberikan peluang kepada pemerintah daerah dan
masyarakat untuk merusak lingkungan yang akan menjdai beban bagi
pemerintah daerah dan masyarakat.

Pajak daerah harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain:


1. Tidak boleh bertentangan atau harus searah dengan kebijaksanaan
pemerintah pusat.
2. Pajak daerah harus sederhana dan tidak terlalu banyak jenisnya.
3. Biaya administrasi harus rendah
4. Tidak mencampuri sistem perpajakn pusat maupun peraturan-peraturan
yang ditetapkan oleh daerah serta dapat dipaksakan
Dengan demikian, penerimaan pajak harus dilakukan secara efektif agar
penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembanguna pemerintah daerah dapat
terlaksana dengan baik. Pajak derah dikatakan efektif jika:
1. Memenuhi kriteria adil
2. Dapat mendorong tindakan ekonomi

20

3. Mampu menstabilkan tingkat kenaikan harga


4. Dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat
5. Biaya untuk administrasi ringan dan terjangkau oleh wajib pajak.

Kebijakan pungutan pajak daerah berdasarkan Peraturan Daerah,


diupayakan tidak berbenturan dengan pungutan pusat (pajak maupun bea dan
cukai), karena hal tersebut akan menimbulkan duplikasi pungutan yang pada
akhirnya akan mendistorsi kegiatan perekonomian. Hal tersebut sebetulnya sudah
diantisipasi dalam UU No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah sebagaimana diubah dengan UU No.34 Tahun 2000, dimana dinyatakan
dalam Pasal 2 ayat (4) yang antara lain menyatakan bahwa objek pajak daerah
bukan merupakan objek pajak pusat.
Sementara itu, apabila kita perhatikan sistem perpajakan yang dianut oleh
banyak negara di dunia, maka prinsip-prinsip umum perpajakan daerah yang baik
pada umumnya tetap sama, yaitu harus memenuhi kriteria umum tentang
perpajakan daerah sebagai berikut:

Prinsip memberikan pendapatan yang cukup dan elastis, artinya dapat


mudah naik turun mengikuti naik/turunnya tingkat pendapatan masyarakat.

Adil dan merata secara vertikal artinya sesuai dengan tingkatan kelompok
masyarakat dan horizontal artinya berlaku sama bagi setiap anggota
kelompok masyarakat sehingga tidak ada yang kebal pajak.

Administrasi yang fleksibel artinya sederhana, mudah dihitung, pelayanan


memuaskan bagi si wajib pajak.

21

Secara politis dapat diterima oleh masyarakat, sehingga timbul motivasi


dan kesadaran pribadi untuk membayar pajak.

Non-distorsi terhadap perekonomian : implikasi pajak atau pungutan yang


hanya menimbulkan pengaruh minimal terhadap perekonomian. Pada
dasarnya setiap pajak atau pungutan akan menimbulkan suatu beban baik
bagi konsumen maupun produsen. Jangan sampai suatu pajak atau
pungutan menimbulkan beban tambahan (extra burden) yang berlebihan,
sehingga akan merugikan masyarakat secara menyeluruh (dead-weight
loss).
Untuk mempertahankan prinsip-prinsip tersebut, maka perpajakan daerah

harus memiliki ciri-ciri tertentu. Adapun ciri-ciri dimaksud, khususnya yang


terjadi di banyak negara sedang berkembang, adalah sebagai berikut:

Pajak daerah secara ekonomis dapat dipungut, berarti perbandingan antara


penerimaan pajak harus lebih besar dibandingkan ongkos pemungutannya.

Relatif stabil, artinya penerimaan pajaknya tidak berfluktuasi terlalu besar,


kadang-kadang meningkat secara drastis dan adakalanya menurun secara
tajam.

Tax basenya harus merupakan perpaduan antara prinsip keuntungan


(benefit) dan kemampuan untuk membayar (ability to pay).

Dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah, maka pemberian


kewenangan untuk mengadakan pemungutan pajak selain mempertimbangkan
kriteria-kriteria perpajakan yang berlaku secara umum, seyogyanya, juga harus
mempertimbangkan ketepatan suatu pajak sebagai pajak daerah. Pajak daerah

22

yang baik merupakan pajak yang akan mendukung pemberian kewenangan


kepada daerah dalam rangka pembiayaan desentralisasi.
Untuk itu, Pemerintah Daerah dalam melakukan pungutan pajak harus
tetap menempatkan sesuai dengan fungsinya. Adapun fungsi pajak dapat
dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu : fungsi budgeter dan fungsi regulator.
1. Fungsi budgeter yaitu bila pajak sebagai alat untuk mengisi kas negara
yang

digunakan

untuk

membiayai

kegiatan

pemerintahan

dan

pembangunan.
2. Fungsi regulator yaitu bila pajak dipergunakan sebagai alat mengatur
untuk mencapai tujuan, misalnya : pajak minuman keras dimaksudkan
agar rakyat menghindari atau mengurangi konsumsi minuman keras, pajak
ekspor dimaksudkan untuk mengekang pertumbuhan ekspor komoditi
tertentu dalam rangka menghindari kelangkaan produk tersebut di dalam
negeri.

b. Jenis-Jenis Pajak Daerah


Berdasarkan Undang-undang No. 34 Tahun 2000 pajak di Indonesia
terbagi menjadi dua, yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. Sementara
itu, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota diberi kewenangan untuk memungut 7
(tujuh) jenis pajak, yaitu :
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;

23

d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C;
g. Pajak Parkir.

Jenis

pajak

Kabupaten/Kota

Kabupaten/Kota diberi peluang

untuk

tidak

bersifat

limitatif,

artinya

menggali potensi sumber-sumber

keuangannya selain yang ditetapkan secara eksplisit dalam UU No.34 Tahun


2000, dengan menetapkan sendiri jenis pajak yang bersifat spesifik dengan
memperhatikan kriteria yang ditetapkan dalam UU tersebut. Kriteria dimaksud
adalah :
a. Bersifat pajak dan bukan retribusi;
b. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah Daerah Kabupaten/Kota yang
bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya
melayani

masyarakat

di

wilayah

Daerah

Kabupaten/Kota

yang

bersangkutan;
c. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan
umum;
d. Objek pajak bukan merupakan objek pajak Propinsi dan/atau objek pajak
Pusat;
e. Potensinya memadai;
f. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif;
g. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat; dan
h. Menjaga kelestarian lingkungan.

24

Besarnya tarif yang berlaku definitif untuk Pajak Kabupaten/Kota


ditetapkan dengan Peraturan Daerah, namun tidak boleh lebih tinggi dari tarif
maksimum yang telah ditentukan dalam UU tersebut. Dengan adanya pemisahan
jenis pajak yang dipungut oleh Propinsi dan yang dipungut oleh Kabupaten/Kota
diharapkan tidak adanya pengenaan pajak berganda.
Dalam rangka pengawasan, Perda-perda tentang pajak dan retribusi yang
diterbitkan oleh Pemerintah Daerah harus disampaikan kepada Pemerintah Pusat
paling lambat 15 (lima belas) hari sejak ditetapkan. Dalam hal Perda-perda
dimaksud bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundangundangan yang lebih tinggi, Pemerintah Pusat melalui Menteri Dalam Negeri
dengan pertimbangan Menteri Keuangan dapat membatalkan perda dimaksud
dalam kurun waktu 1 (satu) bulan sejak diterimanya peraturan dimaksud.
Ketentuan-ketentuan tersebut diatur dalam pasal 5A dan pasal 25A UU No 34
Tahun 2000 juncto Pasal 80 ayat (2) PP No.65 Tahun 2001 dan Pasal 17 ayat (2)
PP No.66 Tahun 2001. Namun demikian, walaupun Perda-perda tersebut sudah
dibatalkan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dapat mengajukan
keberatan kepada Mahkamah Agung (MA) segera setelah mengajukannya kepada
Pemerintah berdasarkan pasal 114 ayat (4) UU No.22 Tahun 1999.
Berdasarkan Undang-undang No. 34 Tahun 2000 pajak di Indonesia
terbagi menjadi dua, yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. Pembagian
ini dilakukan sesuai dengan kewenangan pengenaan dan pemungutan masingmasing pajak daerah pada wilayah administrasi provinsi atau kabupaten/kota yang
bersangkutan.
Pajak kabupaten/kota terdiri dari:

25

Pajak Hotel
Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Pengertian hotel disini
termasuk penginapan yang memungut bayaran. Pengenaan pajak hotel tidak
mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Hal ini
berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten/kota
untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota.
Pada pajak hotel yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau
badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan hotel. Secara sederhana yang
menjadi subjek pajak adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan
yang diberikan oleh pengusaha hotel. Sementara yang menjadi wajib pajak adalah
pengusaha hotel, yaitu orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang di
dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha di bidang
penginapan.
Objek pajak hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan
pembayaran, termasuk pelayanan seperti fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal
jangka pendek, pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan
atau tempat tinggal yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan,
fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel, jasa
penyewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel.
Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran yang dilakukan
kepada hotel. Besarnya tarif pajak hotel ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh
persen

dan

bersangkutan.

ditetapkan

dengan

peraturan

daerah

kabupaten/kota

yang

26

Pajak Terutang

= Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak


= Tarif Pajak x Jumlah Pembayaran yang dilakukan
kepada hotel

Pajak Restoran
Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan restoran. Pengenaan pajak
restoran tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten/kota yang ada di
Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada
pemerintah kabupaten/kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis
pajak kabupaten/kota.
Pada pajak restoran yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau
badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan restoran. Secara sederhana
yang menjadi subjek pajak adalah konsumen yang menikmati dan membayar
pelayanan yang diberikan oleh pengusaha restoran. Sementara yang menjadi wajib
pajak adalah pengusaha restoran, yaitu orang pribadi atau badan dalam bentuk
apapun yang di dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha
di bidang rumah makan.
Objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran
dengan pembayaran, termasuk dalam objek pajak adalah rumah makan, cafe, bar
dan sejenisnya. Pelayanan di restoran/rumah makan meliputi penjualan makanan
dan atau minuman di restoran/rumah makan, termasuk penyediaan penjualan
makanan/minuman yang dianar atau dibawa pulang.
Dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang
dilakukan kepada restoran. Besarnya tarif pajak restoran ditetapkan paling tinggi

27

sebesar sepuluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota


yang bersangkutan.
Pajak Terutang

= Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak


= Tarif Pajak x Jumlah Pembayaran yang dilakukan
kepada restoran

28

Pajak Hiburan
Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan atau pungutan
daerah atas penyelenggaraan hiburan. Pengenaan pajak hiburan tidak mutlak ada
pada seluruh daerah kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan
dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk
mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota.
Pada pajak hiburan yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau
badan yang menonton atau menikmati hiburan. Secara sederhana yang menjadi
subjek pajak adalah konsumen yang menikmati hiburan. Sementara yang menjadi
wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan.
Objek pajak hiburan adalah penyelenggara hiburan denga dipungut
bayaran. Yang dimaksud dengan hiburan antara lain berupa tontonan film,
kesenian, pagelaran musik dan tari, dikotik, karaoke, klab malam, permainan
biliar, permainan ketangkasan, panti pijat, mandi uap dan pertandingan olahraga.
Dasar pengenaan pajak hiburan adalah jumlah pembayaran yang dilakukan
kepada hiburan. Besarnya tarif pajak hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar
sepuluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang
bersangkutan.
Pajak Terutang

= Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak


= Tarif Pajak x Jumlah Pembayaran yang dilakukan
untuk menonton/menikmati hiburan

29

Pajak Reklame
Pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Pengenaan
pajak reklame tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten/kota yang ada di
Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada
pemerintah kabupaten/kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis
pajak kabupaten/kota.
Pada pajak reklame yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau
badan yang menyelenggarakan atau melakukan pemesanan reklame. Sementara
yang menjadi wajib pajak adalah pengusaha reklame, yaitu orang pribadi atau
badan yang menyelengarakan reklame.
Objek

pajak

reklame

adalah

semua

penyelenggaraan

reklame.

Penyelenggaraan reklame yang ditetapkan menjadi objek pajak reklame antara


lain reklame papan/billboard, reklame megatron/videotron/large electronik
display, reklame kain, reklame stiker, reklame selebaran, reklame berjalan,
reklame udara, reklame suara, reklame fim/slide, reklame peragaan.
Dasar pengenaan pajak reklame adalah nilai sewa reklame. Besarnya tarif
pajak reklame ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan
dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.
Pajak Terutang

= Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak


= Tarif Pajak x nilai sewa reklame

30

Pajak Penerangan Jalan


Pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik,
dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan,
yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. Pengenaan pajak penerangan
jalan tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten/kota yang ada di Indonesia.
Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah
kabupaten/kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak
kabupaten/kota.
Pada pajak penerangan jalan yang menjadi subjek pajak adalah orang
pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik. Secara sederhana yang
menjadi subjek pajak adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan
yang diberikan oleh pengusaha penerangan jalan. Sementara yang menjadi wajib
pajak adalah orang pribadi atau badan yang menjadi pelanggan dan atau pengguna
tenaga listrik.
Objek pajak penerangan jalan adalah semua penggunaan tenaga listrik di
wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh
pemerintah daerah.
Dasar pengenaan pajak penerangan jalan adalah nilai jual tenaga listrik.
Besarnya tarif pajak penerangan jalan ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh
persen

dan

ditetapkan

dengan

peraturan

daerah

kabupaten/kota

bersangkutan.
Pajak Terutang

= Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak


= Tarif Pajak x nilai jual tenaga listrik

Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C

yang

31

Pajak pengambilan bahan galian golongan C adalah pajak atas kegiatan


pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Bahan galian golongan C terdiri dari:
a. nitrat-nitrat, fosfat, garam batu
b. asbes, talk, mika,grafit, magnetis
c. yarosit, leusit,tawas (alum), oker
d. batu permata, batu setengah permata
e. pasir kwarsa, kaolin, feldspar, gips, bentonit
f. batu apung, tras, obsidian, perlit, tanah diatome, tanah serap
g. marmer, batu tulis
h. batu kapur, dolomit, kalsit
i.

granit, andesit,basal, trakhit, tanah liat, dan pasir sepanjang tidak


mengandung unsur-unsur mineral golongan A maupun golongan B.

Pada pajak pengambilan bahan galian golongan C yang menjadi subjek


pajak adalah orang pribadi atau badan yang mengambil bahan galian golongan C.
Sementara yang menjadi wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang
menyelenggarakan pengambilan bahan galian golongan C. Dengan demikian,
pada pajak pengambilan bahan galian golongan C subjek pajak sama dengan
wajib pajak
Objek pajak pengambilan bahan galian golongan C adalah kegiatan
pengambilan bahan galian golongan C dari sumber alam di dalam dan atau
permukaan bumi untuk dimanfaatkan
Dasar pengenaan pajak pengambilan bahan galian golongan C adalah nilai
jual hasil pengambilan bahan galian golongan C. Besarnya tarif pajak penerangan

32

jalan ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan dengan
peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.
Pajak Terutang

= Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak


= Tarif Pajak x nilai jual hasil pengambilan bahan
galian golongan C

Pajak Parkir
Pajak parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan
jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok
usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat
penitipan kendaraan bermotor yang memungut bayaran. Pengenaan pajak parkir
tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Hal
ini

berkaitan

dengan

kewenangan

yang

diberikan

kepada

pemerintah

kabupaten/kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak


kabupaten/kota.
Pada pajak parkir yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau
badan yang melakukan pembayaran atas tempat parkir. Pajak parkir dibayar oleh
pengusaha yang menyediakan tempat parkir dengan dipungut bayaran. Pengusaha
tersebut otomatis ditetapkan sebagai wajib pajak yang harus membayar pajak
parkir yang terutang.
Objek pajak parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir di luar badan
jalan yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan
sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor
dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. Klasifikasi tempat parkir

33

di luar badan jalan yang dikenakan pajak parkir adalah, gedung parkir, pelataran
parkir, garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran, dan tempat penitipan
kendaraan bermotor.
Dasar pengenaan pajak parkir adalah jumlah pembayaran atau yang
seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir. Besarnya tarif pajak
penerangan jalan ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan
dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.
Pajak Terutang

= Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak


= Tarif Pajak x jumlah pembayaran untuk pemakaian
tempat parkir

c. Dasar Hukum Pajak Daerah


Setiap jenis pajak daerah yang diberlakukan di Indonesia harus
berdasarkan dasar hukum yang kuat untuk menjamin kelancaran pengenaan dan
pemungutannya. Adapun yang menjadi dasar hukum pajak daerah adalah
sebagaimana di bawah ini:
1. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah
3. Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Dalam Negeri, Keputusan Menteri
Keuangan, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
di bidang Pajak Daerah

4. Retribusi Daerah

34

a. Terminologi Retribusi Daerah


Pemungutan Retribusi Daerah yang saat ini didasarkan pada UndangUndang Nomor 34 Tahun 2000 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 18
Tahun 1997 mengatur beberapa istilah yang umum digunakan, sebagaimana
disebutkan di bawah ini:
a. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
b. Peraturan daerah adalah peraturan yang ditetapkan oleh kepala daerah
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
c. Retribusi daerah, yang selanjutnya disebut retribusi, adalah pungutan
daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang
khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan.
d. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari perhimpunan
data objek dan subjek retribusi yang terutang, sampai dengan kegiatan
penagihan retribusi atau retribusi yang terutang kepada wajib retribusi
yang terutang serta pengawasan penyetorannya.
e. Masa retribusi adalah suatu jangka tertentu yang merupakan batas
waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan
tertentu dari pemerintah daerah yang bersangkutan.

35

b. Defenisi Retribusi Daerah


Retribusi daerah sebagaimana halnya pajak daerah merupakan salah satu
pendapatan asli daerah yang diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan
penyelenggaraan daerah dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan
meratakan kesejahteraan masyarakat. Menurut Ahmad Yani (2002:55) Daerah
provinsi, kabupaten/kota diberi peluang dalam menggali potensi sumber-sumber
keuangannya dengan menetapkan jenis retribusi selain yang telah ditetapkan,
sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi
masyarakat.
Menurut Marihot P. Siahaan (2005:6) retribusi daerah adalah pungutan
daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberiaan izin tertentu yang khusus
disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang
pribadi atau badan. Jasa adalah kegiatan pemerintah daerah berupa usaha dan
pelayanan yang menyebabkan barang atau fasilitas, atau kemanfaatan lainnya,
dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan, dengan demikian bila seseorang
ingin menikmati jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah, ia harus membayar
retribusi yang ditatapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Ciri-ciri retribusi daerah:
a. Retribusi dipungut oleh pemerintah daerah
b. Dalam pemungutan terdapat paksaan secara ekonomis
c. Adanya kontraprestasi yang secara langsung dapat ditunjuk
d. Retribusi dikenakan pada setiap orang/badan yang menggunakan atau
mengenyam jasa-jasa yang disiapkan negara

36

Menurut Dirjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Departemen


Keuangan

RI

(2004:60),

Kontribusi

retribusi

terhadap

penerimaan

Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kabupaten/ Pemerintah Kota yang


relatif tetap perlu mendapat perhatian serius bagi daerah. Karena secara
teoritis terutama untuk kabupaten/kota retribusi seharusnya mempunyai
peranan/kontribusi yang lebih besar terhadap Pendapatan Asli Daerah.

c. Objek Retribusi Daerah


Yang menjadi objek dari Retribusi daerah adalah berbentuk jasa. Jasa yang
dihasilkan terdiri dari:
a. Jasa Umum, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan
oleh pemerintah daerah (pemda) untuk tujuan kepentingan dan
kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau
badan;
b. Jasa Usaha, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan oleh

pemda

dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula


disediakan oleh sektor swasta; dan
c. Perizinan Tertentu, yaitu retribusi atas kegiatan tertentu pemda dalam
rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang
dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan
pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber
daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna
melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

37

d. Jenis Retribusi Daerah


Retribusi daerah menurut UU No. 18 Tahun 1997 tentang pajak daerah
dan retribus daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 34 Tahun
2000 dan Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2001 tentang retribusi daerah dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
a. Retribusi Jasa Umum, adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan
oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum
serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

Sesuai dengan Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat 3 hurup


a, retribusi jasa umum ditentukan berdasarkan kriteria berikut ini:
1) Retribusi Jasa Umum bersifat bukan pajak dan bersifat Retribusi Jasa Usaha
atau perizinan tertentu
2) Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka
pelaksanaan asas desentralisasi
3) Jasa tersebut memberikan manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang
diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan atau
kemanfaatan umum
4) Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi
5) Retribusi tersebut tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai
penyelenggaraannya
6) Retribusi tersebut dapat dipungut secara efektif dan efisien serta merupakan
satu sumber pendapatan daerah yang potensial

38

7) Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat


dan atau kualitas pelayanan yang lebih baik.

Jenis-jenis Retribusi Jasa Umum terdiri dari:


1) Retribusi Pelayanan Kesahatan
2) Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan
3) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte Catatan
Sipil
4) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat
5) Retribusi Pelayanan Parkir di tepi Jalan Umum
6) Retribusi Pelayanan Pasar
7) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor
8) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran
9) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta
10) Retribusi Pengujian Kapal Perikanan

b. Retribusi Jasa Usaha, adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan
oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada
dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta

Kriteria Retribusi Jasa Usaha adalah:


1) Retribusi Jasa Usaha bersifat bukan pajak dan bersifat Retribusi Jasa Umum
atau perizinan tertentu

39

2) Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya
disediakan oleh sektor swasta, tetapi belum memadai atau terdapatnya harta
yang dimiliki/dikuasai oleh pemerintah daerah

Jenis-jenis Retribusi Jasa Usaha terdiri dari:


1) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
2) Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan
3) Retribusi Tempat Pelelangan
4) Retribusi Terminal
5) Retribusi Tempat Khusus Parkir
6) Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggahan/Villa
7) Retribusi Penyedotan Kakus
8) Retribusi Rumah Potong Hewan
9) Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal
10) Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga
11) Retribusi Penyeberangan di Atas Air
12) Retribusi Pengolahan Limbah Cair
13) Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah

c. Retribusi Perizinan Tertentu, adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah


daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang
dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan
atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang,

40

prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum


dan menjaga kelestarian lingkungan.

Kriteria Retribusi Perizinan Tertentu antara lain:


1) Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan
kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi
2) Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan
umum
3) Biaya yang menjadi beban pemerintah dalam penyelenggaraan izin tersebut
dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut
cukup besar sehingga layak dibiayai dari perizinan tertentu

Jenis-jenis Retribusi Perizinan Tertentu terdiri dari:


1) Retribusi Izin mendirikan Bangunan
2) Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol
3) Retribusi Izin Gangguan
4) Retribusi Izin Trayek

e. Sarana dan Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah


Pemungutan retribusi daerah tidak dapat diborongkan, artinya seluruh
proses kegiatan pemungutan retribusi tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga.
Namun, dalam pengertian ini tidak berarti bahwa pemerintah daerah tidak boleh
bekerja sama dengan pihak ketiga. Dengan sangat selektif dalam proses
pemungutan retribusi, pemerintah daerah dapat mengajak bekerja sama badan-

41

badan tertentu yang karena profesionalismenya layak dipercaya untuk ikut


melaksanakan sebagian tugas pemungutan jenis retribusi tertentu secara lebih
efisien. Kegiatan pemungutan retribusi yang tidak dapat dikerjasamakan dengan
pihak ketiga adalah kegiatan perhitungan besarnya retribusi yang terutang,
pengawasan penyetoran retribusi, dan penagihan retribusi.
Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi
Daerah (SKRD) atau dokumen lain yang dipersamakan. SKRD adalah surat
ketetapan retribusi yang menentukan besarnya pokok retribusi. Dokumen lain
yang dipersamakan antara lain, berupa karcis masuk, kupon dan kartu langganan.
Jika wajib retribusi tertentu tidak membayar retribusi tepat pada waktunya atau
kurang membayar, ia dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar dua
persen setiap bulan dari retribusi terutang yang tidak atau kuang dibayar dan
ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD). STRD
merupakan surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi
berupa bunga dan atau denda. Tata cara pelaksanaan pemungutan retribusi daerah
ditetapkan oleh kepala daerah.

f. Perhitungan Retribusi Daerah


Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung dengan cara mengalikan tarif
retribusi dengan tingkat pengguna jasa. Dengan demikian, besarnya retribusi yang
terutang dihitung berdasarkan tarif retribusi dan tingkat pengguna jasa.
a. Tingkat Pengguna Jasa

42

Tingkat pengguna jasa dapat dinyatakan sebagai kuantitas penggunaan jasa


sebagai dasar alokasi beban biaya yang dipikul daerah untuk penyelenggaraan
jasa yang bersangkutan, misalnya beberapa kali masuk tempat rekreasi, berapa
kali/berapa jam parkir kendaraan, dan sebagainya. Akan tetapi, ada pula
pengguna jasa yang tidak dapat dengan mudah diukur. Dalam hal ini tingkat
penggunaan jasa mungkin perlu ditaksir berdasarkan rumus tertentu yang
didasarkan atas luas tanah, luas lantai bangunan, jumlah tingkat bangunan, dan
rencana penggunaan bangunan.
b. Tarif Retribusi Daerah
Tarif retribusi daerah adalah nilai rupiah atau persentase tertentu yang
ditetapkan untuk menghitung besarnya retribusi daerah yang terutang. Tarif
dapat ditentukan seragam atau dapat diadakan perbedaan mengenai golongan
tarif sesuai dengan sasaran dan tarif tertentu, misalnya perbedaan Retribusi
Tempat Rekreasi antara anak dan dewasa.
Tarif retribusi ditinjau kembali secara berkala dengan memperhatikan prinsip
dan

sasaran penetapan tarif retribusi,

hal

ini dimaksudkan untuk

mengantisipasi perkembangan perekonomian daerah berkaitan dengan objek


retribusi yang bersangkutan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahu n
2001 ditetapkan bahwa tarif retribusi ditinjau kembali paling lama lima tahun
sekali.

43

c. Prinsip dan Sasaran Penetapan Tarif Retribusi Daerah


Tarif

retribusi

daerah

ditetapkan

oleh

pemerintah

daerah

dengan

memperhatikan prinsip dan sasaran penetapan tarif yang berbeda antar


golongan retribusi daerah.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 21 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 Pasal 8-10 prinsip dan sasaran
penetapan tarif retribusi daerah ditentukan sebagai berikut:
1) Tarif retribusi jasa umum ditetapkan berdasarkan kebijakan daerah dengan
mempertimbangkan

biaya

penyediaan

jasa

yang

bersangkutan,

kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan


2) Tarif retribusi jasa usaha ditetapkan berdasarkan pada tujuan utama untuk
memperoleh keuntungan yang layak, yaitu keuntungan yang dapat
dianggap memadai jika jasa yang bersangkutan diselenggarakan oleh
swasta.
3) Tarif retribusi perizinan tertentu ditetapkan berdasarkan pada tujuan untuk
menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin
yang bersangkutan. Biaya penyelenggaraan pemberian izin

yang

bersangkutan meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan,


penegakan hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari
pemberian izin tersebut.
Menurut Kesit Bambang Prakosa (2003:49-52) prinsip dasar untuk
mengenakan retribusi biasanya didasarkan pada total cost dari pelayananpelayanan yang disediakan. Akan tetapi akibat adanya perbedaan-perbedaan

44

tingkat pembiayaan mengakibatkan tarif retribusi tetap di bawah tingkat biaya


(full Cost). Ada empat alasan utama mengapa hal ini terjadi:
a) Apabila suatu pelayanan pada dasarnya merupakan suatu public good yang
disediakan karena keuntungan kolektifnya, tetapi retribusi dikenakan
untuk mendisiplinkan konsumsi. Misalnya retribusi air minum.
b) Apabila suatu pelayanan merupakan bagian dari swasta dan sebagian lagi
merupakan good public. Misalnya tarif kereta api atau bis disubsidi guna
mendorong masyarakat menggunakan angkutan umum dibandingkan
angkutan swasta, guna mengurangi kemacetan.
c) Pelayanan seluruhnya merupakan privat good yang dapat disubsidi jika hal
ini merupakan permintaan terbanyak dan penguasa enggan menghadapi
masyarakat dengan full cost. Misalnya fasilitas rekreasi dari kolam renang.
d) Privat good yang dianggap sebagai kebutuhan dasar manusia dan groupgroup berpenghasilan rendah. Misalnya perumahan untuk tunawisma.
d. Cara Penghitungan Retribusi
Besarnya retribusi daerah yang harus dibayar oleh orang pribadi atau badan
yang menggunakan jasa yang bersangkutan dihitung dari perkalian antara tarif
dan tingkat penggunaan jasa dengan rumus sebagai berikut:
Retribusi Terutang = Tarif Retribusi x Tingkat Penggunaan Jasa

45

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu


Abdullah dan Halim (2003) melakukan penelitian untuk menguji pengaruh
pajak daerah dan PAD terhadap belanja daerah di Indonesia dengan mengunakan
smapel kabupaten dan kota di provinsi jawa barat, jawa tengah, jawa timur, daerah
Istimewa Jogjakarta dan Bali. Data yang digunakkan dalam penelitian iniadalah
data tahun 2001 dan 2002 nari data laporan APBD pemda yang diperoleh dari
situs departemen dalam negeri dan departemen keuangan. Hipotesis yang
diunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda. Hasil penelitian
menunjukkan secara bersam-sama pajak daerah dan PAD berpengaruh signifikan
positif terhadap belanja daerah.
Monika Siagian (2008) melakukan penelitian untuk menguji pengaruh
Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan pendapatan
lain-lain yang sah terhadap belanja pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi
Sumatera Utara dengan menggunakan sampel sebanyak 12 kabupaten/kota. Data
yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data time series yakni data tahun 20042006 dari laporan APBD (anggaran) yang diperoleh melalui situs Departemen
Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier sederhana
dengan uji t dan regresi linier berganda dengan uji F. regeresi sederhana
digunakan untuk melihat pengaruh jumlah DAU, PAD dan pendapatan lain-lain
yang secara terpisah terhadap jumlah total belanja. Regresi berganda digunakan
untuk dengan tujuan untuk memprediksi apakah komponen-komponen pendapatan
daerah tersebut secara serentak mempengaruhi belanja daerah. Hasil penelitian
Monika Siagian (2008) menunjukkan bahwa baik secara terpisah dan atau secara

46

bersama-sama Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
pendapatan lain-lain yang dianggap sah berpengaruh siginifikan positif terhadap
belanja daerah.
C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis
A. Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang masalah, tinjauan teoritis, dan tinjauan
penelitian terdahulu, maka peneliti membuat kerangka konseptual penelitian
sebagai berikut:
Gambar 2.1
Variabel Independen

Variabel Dependen

Pajak Daerah
(X1)

H1

Retribusi Daerah
(X2)

H2

Pendapatan
Asli
Daerah
(PAD)

H3
Sumber, Penulis 2009

B. Hipotesis Penelitian
Hipotesis menurut Erlina dan Sri Mulyani (2007:41), menyatakan
hubungan yang diduga secara logis antara dua variabel atau lebih dalam rumusan
preposisi yang dapat diuji secara empiris. Hipotesis pada penelitian ini adalah

47

H1 : Pajak Daerah berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)


H2 : Retribusi Daerah berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)
H3 : Pajak Daerah dan Retribusi Daerah secara simultan berpengaruh terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD)

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Peneliti menggunakan penelitian assosiatif, merupakan peneliltian
yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih
(Sugiyono, 2006: 11). Hubungan yang diteliti pada penelitian ini adalah hubungan
sebab akibat (kausal) antara variabel independen dengan variabel dependen.
Hubungan ini bertujuan untuk melihat berapa besar kontribusi yang
diberikan retribusi daerah dan pajak daerah sebagai variable independent terhadap
pendapatan asli daerah sebagai variable dependen serta mengukur besarnya
pengaruh retribusi daerah dan pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006 : 55).
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kabupaten/kota di provinsi
Sumatera Utara, dalam hal ini kabupaten/kota yang telah membuat dan
mempublikasikan laporan APBDnya.
Menurut

Erlina

dan

Mulyani

(2007:73-74)

populasi

adalah

sekelompokorang, kejadian, sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu


sample adalah bagian populasi yang digunakan untuk memperkirakan
karakteristik populasi berdasarkan definisi diatas maka menjadi populasi

56

57

penelitian adalah laporan relisasi Anggaran Pemerintah Kabupaten/ pemerintah


Kota Sumatera Utara
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2006 : 56). Penelitian ini menggunakan sampel yang
ditentukan dengan menggunakan teknik pengambilan sampel bertujuan (purposive
sampling), yaitu dilakukan dengan mengambil sampel dari populasi berdasarkan
suatu kriteria tertentu (Jogiyanto, 2004 : 79). Pertimbangan yang ditetapkan
peneliti adalah:
1. Kabupaten/ kota di provinsi sumatera utara yang mempublikasikan
laporan realisasi APBD dalam situs Departemen Keuangan Republik
Indonesia

Direktorat

Jenderal

Perimbangan

Keuangan

(www.djpk.depkeu.go.id)
2. Kabupaten/kota di provinsi sumatera utara yang mempublikasikan
laporan realisasi APBDnya selama periode 2004-2007
Berdasarkan
pemerintah kota

kriteria

tersebut,

maka

pemerintahan

kabupaten/

yang menjadi sampel pada penelitian ini berjumlah 14

Kabupaten/Kota, yang tercantum di bawah ini

58

DAFTAR PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA


DALAM PENELITIAN
Tabel 3.1
PEMERINTAH
NO
KABUPATEN/PEMERINTAHAN KOTA
1

Kab Toba Samosir

Kota Binjai

Kota Medan

Kota Sibolga

Kota Tanjung Balai

Kota Tebing Tinggi

Kab Humbang Hasundutan

Kab Tapanuli Utara

Kab Tapanuli Tengah

10

Kab Asahan

11

Kab Deli Serdang

12

Kab Tanah Karo

13

Kab Langkat

14

Kab Simalungun

15
16
17

kab. Dairi
Kota Pematang siantar
Kota Padang Sidempuan

59

C. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Menurut Umar (2003: 60) Data sekunder merupakan data primer yang telah
diolah lebih lanjut, misalnya dalam bentuk tabel, grafik, diagram, gambar dan
sebagainya, sehingga lebih informatif jika digunakan oleh pihak lain.
Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data time series dan
cross section. Data time series atau disebut juga data deret waktu merupakan
sekumpulan data dari suatu fenomena tertentu yang didapat dalam beberapa
interval waktu tertentu, misalnya dalam waktu mingguan, bulanan, atau tahunan.
Sedangkan data cross section atau sering disebut data satu waktu merupakan
sekumpulan data suatu fenomena tertentu dalam satu kurun waktu saja. (Umar,
2003 61).

D. Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang
dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Tujuan yang diungkapkan
dalam bentuk hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap pertanyaan
penelitian. Jawaban itu masih perlu diuji secara empiris, dan untuk maksud itulah
dibutuhkan pengumpulan data.
Data yang digunakan adalah data eksternal. Data eksternal adalah data
yang dicari secara manual dengan cara mendapatkannya dari luar perusahaan
(Umar,2001 : 70).

60

Pada penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan dua tahap,


tahap pertama dilakukan melalui studi pustaka, yakni jurnal dan buku-buku yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti.
Pada tahap kedua, pengumpulan data sekunder. Untuk mendapatkan
data sekunder, teknik pengumpulan data yang dapat digunakan adalah teknik
pengumpulan data dari basis data (Jogiyanto, 2004 82) yang diperoleh dari media
internet dengan cara mendownload melalui situs untuk memperoleh data
mengenai laporan keuangan yang telah dipublikasikan.

E. Metode Analisis Data


Dalam penelitian ini, data dianalisis statistik dengan menggunakan
SPSS 16. Pengujian hipotesis pada penelitian dilakukan setelah melakukan
pengujian asumsi klasik.
1. Pengujian Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas Data
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozalli, 2005:
110). Jika terdapat normalitas, maka residual akan terdistribusi secara normal dan
independen yaitu perbedaan antara nilai prediksi dengan skor yang sesungguhnya
atau error akan terdistribusi secara simetri di sekitar nilai means sama dengan nol.
Pengujian normalitas dilakukan dengan uji non-parametrik Kolmogorov-Smirnov,
dimana data yang berdistribusi normal akan memiliki nilai yang lebih besar dari

61

0,05. Selain itu, uji normalitas dapat juga dilihat melaui grafik histogram dan
grafik normal plot.
b. Uji Multikolinieritas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independent). Model yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen (Ghozali,
2005:91). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas dapat dilihat dari
(1) nilai tolerance dan lawannya (2) variance inflation factor (VIF).

Kedua

ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh
variabel independen lainnya.

Tolerance mengukur variabilitas variabel

independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya,
jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF=
1/Tolerance).

Batasan yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya

multikolonieritas adalah nilai Tolerance <0.10 atau sama dengan nilai VIF >10.
c. Uji Heteroskedastisitas
Regresi linear dapat terjadi bila terjadi homokedastisitas bukan
heterokedastisitas. Menguji apakah dalam sebuah model regresi telah terjadi
ketidaksamaan varian dari residual atas suatu pengamatan lainnya adalah penting.
Jika yang terjadi bahwa variansnya tetap, maka ia disebut berada dalam kondisi
homokedastisitas (Umar, 2003:137). Pada penelitian ini diuji dengan melihat
grafik Scatterplot.
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke

62

pengamatan yang lain.

Jika variance dari residual satu pengamatan ke

pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut
heteroskedastisitas. Model yang baik adalah homokedastisitas atau tidak terjadi
heteroskedastisitas (Ghozali, 2005:105).
Cara yang dipakai dalam penelitian ini untuk mendeteksi ada atau
tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan melihat grafik Plot antara nilai
prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID.
Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada atau
tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana
sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi
Y sesungguhnya) yang telah di-studentized. Dasar analisis yang dapat
digunakan untuk menentukan heteroskedastisitas, antara lain:
a) jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu
yang

teratur

(bergelombang,

melebar

kemudian

menyempit),

mengindikasikan telah terjadi heterokedastisitas,


b) jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y, tidak terjadi heteroskedastisitas atau terjadi
homoskedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Uji ini berguna untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode saat ini dengan kesalahan
pengganggu. Masalah ini timbul karena variabel pengganggu tidak bebas dari satu
observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data time series.

63

Menurut Ghozali (2005:95) Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam


model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t
dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Pada penelitian ini,
autokorelasi diuji dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW test).
a. Jika 0 < dw < dl berarti ada autokorelasi positif
b. Jika dl dw du berarti tidak dapat mengambil ke putusan apakah
autokorelasi positif terjadi atau tidak
c. Jika 4-dl < dw < 4 berarti ada autokorelasi negatif
d. Jika 4-du d w 4 -dl berarti tidak dapat mengambil keputusan
apakah autokorelasi negatif terjadi atau tidak.
e. Jika du < dw < d-dl berarti tidak ada autokorelasi baik positif
maupun negatif.
2. Pengujian Hipotesis
Untuk hipotesis H1 sampai dengan H4 menggunakan analisis regresi
linear sederhana. Hipotesis ini diuji dengan menggunakan uji t.
Kriteria yang digunakan untuk hipotesis H1 sampai dengan H4 adalah:
Ho diterima apabila t* < t tabel ()
Ha diterima apabila t* > t tabel ()
Untuk hipotesis H5 menggunakan analisis regresi ganda. Analisis
regresi ganda digunakan oleh peneliti bila peneliti bermaksud meramalkan
bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel dependen (kriterium), bila dua atau
lebih variabel independen sebagai prediktor dimanipulasi (dinaik-turunkan
nilainya) (Sugiyono, 2006:250). Pengujian hipotesis ini menggunakan uji f.

64

Data dianalisis dengan model regresi berganda sebagai berikut:


Y = + 1x1 + 2x2 +
Keterangan;
Y

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

X1

Pajak Daerah

X2

Retribusi daerah

konstanta

1, 2

koefisien regresi yang menunjukkan angka peningkatan atau


penurunan

variabel

dependen

berdasarkan

pada

independen

error

F. Jadwal Penelitian
Penelitian ini dijadwalkan sebagai berikut:

Tahapan Penelitian

Tabel 3.2
Jan
Feb

Pengajuan Judul

Penyelesaian Proposal

Pengumpulan Data

Seminar Proposal

Penulisan Laporan
Penyelesaian Laporan

Mar

Apr

Mei

variabel

65

BAB IV
HASIL PENELITIAN

I. Data Penelitian
A. Gambaran Umum Sumatera Utara
1. Kondisi Geografis
Sumatera Utara adalah sebuah provinsi yang terletak di Pulau Sumatera,
dengan ibukota Medan, berbatasan dengan Aceh di sebelah utara dan dengan
Sumatera Barat serta Riau di sebelah sebelah selatan. Provinsi Sumatera Utara
terletak pada 1o-4o Lintang Utara dan 98o-100o Bujur Timur merupakan bagian
dari wilayah pada posisi silang di kawasan Palung Pasifik Barat, yang saat ini
memiliki 22 Kabupaten dan 7 Kota dan terdiri dari 328 Kecamatan. Secara
keseluruhan Provinsi Sumatera Utara mempunyai 5.086 desa dan 382 kelurahan.
Luas daratan Provinsi Sumatera Utara adalah 71.680 km2.
Sumatera Utara tersohor karena luas perkebunannya, hingga kini
perkebunan tetap menjadi primadona provinsi ini. Perkebunan tersebut dikelola
oleh

perusahaan

swasta

maupun

negara.

Perkebunan

Sumatera

Utara

menghasilkan karet, coklat, teh, kelapa sawit, kopi, cengkeh, kelapa, kayu manis
dan tembakau. Perkebunan tersebut tersebar di Deli Serdang, Langkat,
Simalungun, Asahan, Labuhan Batu, dan Tapanuli Selatan. Komoditas tersebut
telah diekspor ke berbagai negara dan memberikan sumbangan devisa yang sangat
besar bagi Indonesia.

66

Selain komoditas perkebunan, Sumatera Utara juga dikenal sebagai


penghasil komoditas holtikultura (sayur mayur dan buah-buahan); misalnya Jeruk
Medan, Jambu Deli, Sayur Kol, Tomat, Kentang dan Wortel yang dihasilkan oleh
Kabupaten Karo, Simalungun dan Tapanuli Utara. Produk holtikultura tersebut
telah diekspor ke Malaysia dan Singapura. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
juga sudah membangun berbagai prasarana dan infrastruktur untuk memperlancar
perdagangan baik antar Kabupaten di Sumatera Utara maupun antara Sumatera
Utara dengan provinsi lainnya. Sektor swasta juga terlibat dengan mendirikan
berbagai properti untuk perdagangan, perkantoran, hotel, dan lain-lain. Tentu saja
sektor lain, seperti koperasi, pertambangan dan energi, industri, pariwisata, pos
dan telekomunikasi, transmigrasi, dan sektor sosial kemasyarakatan juga ikut
dikembangkan.
Sumatera Utara pada dasarnya dapat dibagi atas:
1) Pesisir timur
2) Pegunungan Bukit Barisan
3) Pesisir Barat
4) Kepulauan Nias
5) Kepulauan Batu
6) Kepulauan Samosir di Danau Toba
Sebagai dataran rendah wilayah pantai timur yang memiliki luas 26.360
km2 atau 36,8% merupakan wilayah yang subur dengan kelembaban dan curah
hujan yang relatif tinggi. Dengan keadaan seperti itu, daerah ini memiliki potensi
ekonomi yang cukup tinggi, sehingga cenderung semakin padat karena arus

67

migrasi dari wilayah pantai barat dan dataran tinggi. Namun demikian banjir
sering melanda wilayah tersebut akibat berkurangnya pelestarian hutan, erosi dan
pendangkalan sungai. Sedangkan pada musim kemarau terjadi pula kekurangan
persediaan air dengan kondisi hutan yang kritis. Pesisir timur merupakan wilayah
di dalam provinsi yang paling cepat perkembangannya karena persyaratan
infrastrukturnya yang relatif lebih lengkap dearipada daerah lainnya. Wilayah
pesisir timur

juga merupakan wilayah yang relatif padat

konsentrasi

pendudukannya dibandingkan daerah lain.


Di daerah tengah provinsi berjajar Pegunungan Bukit Barisan. Di
pegunungan ini ada beberapa dataran tinggi yang merupakan kantong-kantong
konsentrasi penduduk. Daerah di sekitar Danau Toba dan Pulau Samosir juga
menjadi tempat tinggal penduduk yang menggantungkan hidupnya kepada danau
ini. Di pesisir barat relatif tertinggal dan merupakan titik berat pembangunan sejak
pemerintahan Gubernur Raja Inal Siregar dengan program pembangunannya yang
terkenal, Marsipature Hutana Be disingkat Martabe atau MHB. Pesisir barat biasa
dikenal sebagai daerah Tapanuli. Terdapat 419 pulau di Provinsi Sumatera Utara.
Pulau-pulau terluar adalah Pulau Simuk (Kepulauan Nias), dan Pulau Berhala di
Selat Malaka. Kepulauan Nias terdiri dari Pulau Nias sebagai pulau utama dan
pulau-pulau kecil lain di sekitarnya. Kepulauan Nias terletak di lepas pantai
pesisir barat di Samudera Hindia. Pusat pemerintahan terletak di Gunung Sitoli.
Kepulauan Batu terdiri dari 51 pulau dengan 4 pulau besar: Sibuasi, Pini,
Tanahbala, Tanahmasa. Pusat pemerintahan di Pulautelo di Pulau Sibuasi.
Kepulauan Batu terletak di tenggara Kepulauan Nias. Pulau-pulau lain di

68

Sumatera Utara: Imanna, Pasu, Bawa, Hamutaia, Batumakalele, Lego, Masa, Bau,
Simaleh, Maloke, jake, Sigata dan Wunga.
Di sisi lain, wilayah dataran tinggi dan pantai barat yang memiliki luas
45.320 km2 atau 63,2% dari wilayah Sumatera Utara merupakan daerah
pegunungan, dan memiliki variasi dalam tingkat kesuburan tanah, iklim, topografi
dan kontur serta struktur tanahnya yang labil. Beberapa danau, sungai, air terjun
dan gunung berapi dijumpai di wilayah ini serta sebagian lainnya tercatat sebagai
daerah gempa tektonik dan vulkanik.

2. Kondisi Sumber Daya Alam


Sumatera Utara kaya akan Sumber Daya Alam berupa gas alam di daerah
Tandam, Binjai dan minyak bumi di Pangkalan Brandan, Kabupaten Langkat
yang telah dieksplorasi sejak zaman Hindia Belanda. Selain itu di Kuala Tanjung,
Kabupaten Asahan juga terdapat PT. Inalum yang bergerak di bidang
penambangan bijih dan peleburan aluminium yang merupakan satu-satunya di
Asia Tenggara. Sungai-sungai yang berhulu di pegungungan sekitar Danau Toba
juga merupakan Sumber Daya Alam yang cukup berpotensi untuk dieksploitasi
menjadi sumber daya pembangkit listrik tenaga air. PLTA asahan yang
merupakan PLTA terbesar di Sumatera terdapat di Kabupaten Toba Samosir.
Selain itu, di kawasan pegungungan terdapat banyak sekali titik-titik panas
geoternal yang sangat berpotensi dikembangkan sebagai sumber energi panas
maupun uap yang selanjutnya dapat ditransformasikan menjadi energi listrik.

69

3. Kondisi Demografi
Sumatera Utara merupakan provinsi keempat yang terbesar jumlah
penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990, penduduk
Sumatera Utara pada tanggal 31 Oktober 1990 (hari sensus) berjumlah 10,81 juta
jiwa, dan pada tahun 2002 jumlah penduduk Sumatera Utara diperkirakan sebesar
11,85 juta jiwa per km2, pada bulan April tahun 2003 dilakukan Pendaftaran
Pemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan (P4B). Dari hasil pendaftaran
tersebut diperoleh jumlah penduduk sebesar 11.890.399 jiwa. Selanjutnya dari
hasil estimasi jumlah penduduk keadaan Juni 2005 diperkirakan sebesar
12.326.678 jiwa. Kepadatan penduduk Sumatera Utara tahun 1990 adalah 143
jiwa per km2 dan tahun 2005 meningkat menjadi 172 jiwa per km2. sedangkan laju
pertumbuhan penduduk Sumatera Utara selama kurun waktu tahu 1990-2000
adalah 1,20% per tahun.
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2000, jumlah penduduk
Sumatera Utara yang menganut agama Islam adalah sebesar 65,45%, Kristen
Katolik sebesar 4,78%, Kristen Protestan sebesar 26,62%, Hindu sebesar 0.19%,
Budha sebesar 2,82% dan agama lainnya sebesar 0,14%. Sedangkan jika ditinjau
dari sehi ethnik, penduduk Sumatera Utara sangat heterogen yang terdiri atas:
Suku Jawa (33,40%), disusul Suku Batak Tapanuli dan Toba (25,62%), dan
penduduk Suku Mandailing dan Angkola (11,27%). Suku-suku lain yang
persentasenya relatif sama adalah Suku Nias, Melayu dan Karo dengan persentase
masing-masing sekitar 5-6%. Suku Cina, Minang dan Simalungun masing-masing

70

sekitar 2%. Dilihat dari persentase penduduk beragama maupun bersuku, jelas ini
menggambarkan bahwa keragaman menjadi ciri masyarakat Sumatera Utara.

4. Kondisi Tenaga Kerja


Pada tahun 2002 angkatan kerja di Sumatera Utara mencapai 5.276.102
orang. Jumlah itu naik 4,72% dari tahun sebelumnya. Kondisi angkatan kerja itu
juga ikut naik pada tahun 2002 mencapai 13.355.467 orang, mengalami kenaikan
57,82% dari tahun sebelumnya. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di
Sumatera Utara naik menjadi 4,47% pada tahun 2001, dan menjadi 6,74% pada
tahun 2002. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tertinggi terjadi di Kota Medan
mencapai 13,28% diikuti Kota Sibolga (11,71%), Kabupaten Langkat (11,06%)
dan Kotamadya Tebing Tinggi (10,91%). Penduduk yang tergolong angkatan
kerja berjumlah 5,1 juta jiwa, sekitar 34% berstatus sebagai majikan, bekerja
sendiri (20%), dan pekerja keluarga (23%). Skala usaha tergambar pada
komposisi yang didominasi oleh usaha kecil sekitar 99,8% dan hanya sekitar 0,2%
yang tergolong usaha besar.
Besarnya jumlah penduduk di provinsi ini berdampak langsung dengan
besarnya jumlah tenaga kerja (usia 15 tahun ke atas) yang tersedia. Pada Agustus
2007, jumlah tenaga kerja di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 8.378.148 orang,
dan pada Agustus 2006 sebanyak 8.208.651 orang. Dengan demikian, terjadi
penambahan tenaga kerja sebanyak 169.497 orang dalam kurun waktu satu tahun
di provinsi ini.

71

Penambahan tenaga kerja menuntut ketersediaan lapangan kerja agar


mereka dapat terserap pada lapangan kerja tersebut. Penyerapan tenaga kerja di
provinsi Sumatera Utara cukup baik, sebab dalam kurun waktu Agustus 2006Agustus 2007 penduduk yang bekerja bertambahnsebanyak 223.150 orang. Pada
Agustus 2006 jumlah penduduk Sumatera Utara yang bekerja sebanyak 4.859.647
orang, dan pada Agustus 2007 naik menjadi 5.082.797 orang.
Sejalan dengan penambahan jumlah penduduk yang bekerja tersebut di
atas, jumlah pengangguran turun sebanyak 60.715 orang. Pada Agustus 2006,
jumlah pengangguran terbuka sebanyak 632.049 orang, dan pada Agustus 2007
turun menjadi 517.334 orang. Dengan demikian, Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) turun dari 11,51% pada Agustus 2006 menjadi 10,10% pada Agustus 2007.

5. Kondisi Sarana dan Prasarana


Pemerintah Provinsi Sumatera Utara juga sudah membangun berbagai
prasarana dan infrastruktur untuk memperlancar perdagangan baik antar
Kabupaten di Sumatera Utara maupun antara Provinsi Sumatera Utara dengan
provinsi lainnya. Sektor swasta juga terlibat dalam penyediaan prasarana dan
infrastruktur

dengan

mendirikan

berbagai

properti

untuk

perdagangan,

perkantoran, hotel dan lain-lain. Tentu saja sektor lain seperti koperasi,
pertambangan dan energi, industri, penerbangan, pariwisata, perikanan, pos dan
telekomunikasi, transmigrasi, dan sektor sosial kemasyarakatan juga ikut
dikembangkan. Untuk memudahkan koordinasi pembangunan, maka Sumatera
Utara dibagi ke dalam empat wilayah pembangunan.

72

6. Kondisi Perekonomian
Dari tahun ke tahun, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Sumatera Utara terus meningkat.
2004 Rp. 1.440.238.069.000
2005 Rp. 1.645.876.354.000
2006 Rp. 2.204.084.729.000
2007 Rp. 2.462.184.000.000
APBD 2006 memberi alokasi belanja publik sebesar Rp. 1.577.946.416.580
(71,59%), sedangkan untuk belanja aparatur Rp. 626.138.312.420 (28,41%). Pos
anggarannya antara lain:
Bidang pertanian

Rp.

54.544.588.580

Bidang kesehatan

Rp. 131.338.927.000

Bidang pendidikan dan kebudayaan Rp. 139.744.257.000


Pada tahun 2006 ditargetkan Rp. 2,087 Triliun. Angka tersebut diperoleh dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp. Rp. 1,354 Triliun, dana perimbangan 723,65
miliar, dan pendapatan lain-lain. Pendapatan yang sah sebesar Rp. 23,915 Miliar.
Khusus sektor PAD terdiri dari pajak daerah Rp. 1,270 Triliun, retribusi daerah
Rp. 10,431 Miliar, laba BUMD sebesar Rp. 48,075 Miliar, dan pendapatan lainlain Rp. 25,963 Miliar. Perolehan dari dana perimbangan meliputi Bagi Hasil
Pajak dan Bagi Hasil Bukan Pajak sebesar Rp. 183,935 Miliar dan Dana Alokasi
Umum (DAU) Rp. 539,718 Miliar. Sedangkan perolehan dari pendapatan lain-lain
yang sah diperoleh dari iuran jasa air Rp. 8,917 Miliar.

73

B. Daftar Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota yang dapat dijadikan sampel penelitian berdasarkan
pertimbangan yang telah ditentukan dalam kriteria pengambilan sampel, maka ada
sebanyak 17 kabupaten/kota yang dijadikan sampel dalam penelitian ini.
Kabupaten/Kota yang dimaksud adalah sebagai berikut:

No

Tabel 4.1
Daftar Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara
Nama Kabupaten/Kota
Sampel

Kota Medan

Kota Pematang Siantar

Kota Binjai

Kota Tanjung Balai

Kota Tebing Tinggi

Kota Sibolga

Kota Padang Sidempuan

Kabupaten Samosir

Kabupaten Simalungun

10

Kabupaten Karo

11

Kabupaten Toba Samosir

12

Kabupaten Humbang Hasundutan

13

Kabupaten Nias Selatan

14

Kabupaten Pakpak Barat

15

Kabupaten Serdang Bedagai

74

16

Kabupaten Tapanuli Utara

17

Kabupaten Deli Serdang

18

Kabupaten Langkat

19

Kabupaten Labuhan Batu

20

Kabupaten Nias

21

Kabupaten Mandailing Natal

22

Kabupaten Tapanuli Selatan

23

Kabupaten Tapanuli Tengah

24

Kabupaten Asahan

25

Kabupaten Dairi

Sumber: www.djpkpd.go.id

2. Retribusi Daerah
Pada tahun 2004 kota Medan merupakan penyumbang terbesar retribusi
daerah yaitu sebesar 103.285,29, untuk daerah penyumbang terkecil yaitu
Kabupaten Tapanuli Utara yaitu sebesar 987,02. Tahun 2005 retribusi Kota
Medan mengalami kenaikan dan tetap menjadi penyumbang terbesar yaitu sebesar
112.271,80, demikian uga untuk tahun 2006, Pemerintah Kota Medan tetap
menjadi penghasil retribusi daerah terbesar. Hal ini terkait dengan potensi yang
dimiliki oleh Kota Medan yang dapat dikenakan tarif retribusi.
Data

realisasi

retribusi

daerah

pada

masing-masing

pemerintah

kabupaten/pemerintah kota di Sumatera Utara sepanjang tahun 2004-2006 dapat


dilihat pada tabel di bawah ini:

75

TABEL 4.2
REALISASI RETRIBUSI DAERAH DI PEMERINTAH
KABUPATEN/PEMERINTAH KOTA
SUMATERA UTARA TAHUN 2004-2007
2004

2005

2006

Pemerintah
Kabupaten/
Pemerintah Kota
Kota Binjai

3.404,06

3.907,70

3.912,90

Kota Medan

103.285,29 112.271,80 122.519,81

Kota Sibolga

2.951,02

3.214,13

3.539,52

Kota Tanjung Balai

2.421,43

2.639,53

2.214,36

Kota Tebing Tinggi

2.128,74

2.548,99

3.314,97

Kab. Toba Samosir

1.191,46

730,19

1.206,53

3.280,30

1.045,31

911,63

987,02

1.031,50

1.487,58

No

Retribusi Daerah
2007
4.248

128.796
3.505
3.494
3.619
2.218
2.059

Kab. Humbang
Hasundutan
Kab. Tapanuli Utara

Kab. Asahan

4.594,65

5.248,16

5.711,82

10

Kab. Deli Serdang

7.485,69

10.184,55

10.565,22

11

Kab. Karo

4.317,85

4.755,73

6.209,66

12

Kab. Labuhan Batu

9.141,72

9.866,30

9.768,69

13

Kab. Langkat

4.339,50

4.284,08

4.344,63

14

Kab. Simalungun

3.219,36

2.871,46

3.502,04

kab. Dairi

1.889.91

2,365.16

3,904.00

3.556

Kota Padang
Sidempuan

2243,19

2852,22

3061,19

4.697

Kota Pematang siantar

6250,38

5752,88

6861,22

8.764

15
16
17

* www.djpkpd.go.id dan www.bpk.go.id


* Dalam jutaan rupiah
* Data olahan: 2009

0,0007.358
15.006
7.611
11.316
5.462
5.011

76

3. Pajak Daerah
Data

realisasi

pajak

daerah

pada

masing-masing

pemerintah

kabupaten/pemerintah kota di Sumatera Utara sepanjang tahun 2004-2006 dapat


dilihat pada tabel di bawah ini:
TABEL 4.3
REALISASI PAJAK DAERAH DI PEMERINTAH
KABUPATEN/PEMERINTAH KOTA
SUMATERA UTARA TAHUN 2004-2007
No

Pemerintah
Kabupaten/
Pemerintah Kota

Pajak Daerah
2004

2005

2006
4.995,64

2007

Kota Binjai

5.350,65

4.512,09

5.841

Kota Medan

145.585,45

178.113,36 181.047,77 181.084

Kota Sibolga

4.212,05

1.586,27

1.298,68

1.698

Kota Tanjung Balai

3.389,71

3.753,31

3.449,31

3.932

Kota Tebing Tinggi

3.810,05

4.016,12

4.521,79

4.588

Kab. Toba Samosir

1.730,66

1.352,78

1.661,77

3.635

Kab. Humbang
Hasundutan

546,97

2.131,63

981,66

1.091

Kab. Tapanuli Utara

1.843,17

1.573,49

4.132,70

Kab. Asahan

13.514,98

12.355,31

12.173,77

10

Kab. Deli Serdang

37.024,81

37.463,92

45.650,90

11

Kab. Karo

4.388,35

4.853,39

5.809,64

12

Kab. Labuhan Batu

8.968,83

10.082,23

10.014,82

13

Kab. Langkat

9.431,13

10.192,65

9.640,26

14

Kab. Simalungun

7.969,88

9.292,43

9.616,76

0
9.567
55.151
6.432
11.075
11.743
10.825

77

15
16
17

kab. Dairi

1.889.91

2,365.16

3,904.00

3.556

Kota Padang
Sidempuan
Kota Pematang
siantar

2243,19

2852,22

3061,19

4.697

6250,38

5752,88

6861,22

8.764

* www.djpkpd.go.id dan www.bpk.go.id


* Dalam jutaan rupiah
* Data olahan: 2009

4. Pendapatan Asli Daerah


Data realisasi Pendapatan Asli Daerah pada masing-masing pemerintah
kabupaten/pemerintah kota di Sumatera Utara sepanjang tahun 2004-2006 dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
TABEL 4.4
REALISASI PENDAPATAN ASLI DAERAH DI PEMERINTAH
KABUPATEN/PEMERINTAH KOTA
SUMATERA UTARA TAHUN 2004-2007
Pemerintah
No

Pendapatan Asli Daerah

Kabupaten/
2004

2005

2006

8.965,29

8.890,59

10.308,30

2007

Pemerintah Kota
1

Kota Binjai

Kota Medan

257.989,89

303.383,07

312.862,35

Kota Sibolga

7.972,80

5.467,17

7.831,43

Kota Tanjung Balai

8.840,19

9.530,90

10.362,78

Kota Tebing Tinggi

9.701,88

9.457,10

8.765,95

Kab. Toba Samosir

12.006,30

13.596,92

13.596,24

13.021
316.22

7.637

11.568

10.207

8.841

78

4.578

Kab. Humbang
7

1.768,12

4.653,01

6.332,87

8.381,59

6.375,90

14.100,31

Hasundutan
8

Kab. Tapanuli Utara

Kab. Asahan

22.876,08

22.624,38

29.143,50

10

Kab. Deli Serdang

46.169,04

52.540,86

66.750,15

11

Kab. Karo

9.151,94

11.379,87

17.007,16

12

Kab. Labuhan Batu

27.500,45

25.178,21

32.162,85

13

Kab. Langkat

15.751,20

15.884,49

18.640,50

14

Kab. Simalungun

14.204,12

16.899,37

26.803,26

kab. Dairi

4.489.02

4,512.20

7,996.45

16

Kota Padang
Sidempuan

5.236,21

5.485,30

7.262,13

17

Kota Pematang
siantar

13.603,65

13.517,78

17.394,79

15

24.565

77.651

17.491

38.671

21.72

33.953

6.564

10.081

19.859

* www.djpkpd.go.id dan www.bpk.go.id


* Dalam jutaan rupiah
* Data olahan: 2009

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa total realisasi yang diterima oleh
masing-masing pemerintah kabupaten/pemerintah kota setiap tahunnya tidak
selamanya mengalami kenaikan. Ada beberapa pemerintah kabupaten dan
pemerintah kota yang mengalami fluktuasi, dan bahkan ada yang mengalami

79

penurunan terus menerus selama periode tiga tahun yaitu Kabupaten Tebing
Tinggi. Pemerintah kabupaten/pemerintah kota yang mengalami kenaikan terus
menerus dan signifikan yaitu pemerintah Kota Medan. Tahun 2005 persentase
peningkatannya sebesar 14,96% dan untuk tahun 2006 sebesar 3%. Kabupaten
Deli Serdang juga mengalami peningkatan sebesar 12,2% di tahun 2005 dan
21,3% untuk tahun 2006.

B. Analisis Hasil Penelitian


Permasalahan retribusi atau retribusi daerah lebih tepatnya diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2001 dimana yang dimaksud dengan retribusi
atau retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah
daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Sedangkan retribusi jasa
umum adalah pelayanan yang diberikan atau disediakan oleh pemerintah daerah
untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh
orang pribadi atau badan.

80

1. Statistik Deskriptif
Tabel 4.5 berikut menyajikan statistik deskriptif data penelitian.
Tabel 4.5
Statistik Deskriptif Data Penelitian
Descriptive Statistics
N
PAJAK_DAERAH

RETRIBUSI_DAERAH

PENDAPATAN_ASLI_DAER
AH
Valid N (listwise)

Minimum Maximum
72

.00

1.81E5

72

.00

1.29E5

72

.00

3.16E5

Mean
1.7228
E4
1.0456
E4
3.1721
E4

Std. Deviation

Variance

39457.99295

1.557E9

26216.21622

6.873E8

66722.66882

4.452E9

72

Sumber Olahan : SPSS 16, 2009

Berdasarkan tabel 4.1 di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut :

81

1. Uji Asumsi Klasik


a. Uji Normalitas Data
1) Grafik
Gambar 4.7

Sumber Olahan : SPSS 16, 2009

Dengan melihat tampilan grafik histogram maupun grafik normal plot


dapat disimpulkan bahwa grafik histogram memberikan pola distribusi yang
menceng ke kiri dan tidak normal. Sedangkan pada grafik normal plot terlihat
titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal. Kedua grafik tersebut menunjukkan
bahwa model regresi menyalahi asumsi normalitas.

82

Gambar 4.8

Sumber Olahan : SPSS 16, 2009

2) Kolmogorov-Smirnov
Dari hasil uji normalitas di atas, dapat dilihat bahwa variabel (Retribusi
daerah, Pajak daerah, PAD) memiliki data yang tidak terdistribusi dengan normal
karena nilai signifikannya < 0,05. Oleh karena itu dilakukan transformasi data
terhadap data yang tidak terdistribusi dengan normal tersebut untuk menormalkan.
Caranya adalah dengan melakukan LN terhadap semua variabel yang tidak
terdistribusi dengan normal tersebut.
Hasil uji normalitas setelah dilakukan transformasi data yang tidak normal
tersebut dapat dilihat pada grafik histo

83

gram, normal probability plot dan tabel Kolmogorov-Smirnov tes berikut ini:
Tabel 4.10
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N
Normal Parameters

69

Most Extreme Differences

Mean

.0000000

Std. Deviation

.41388079

Absolute

.112

Positive

.098

Negative

-.112

Kolmogorov-Smirnov Z

.930

Asymp. Sig. (2-tailed)

.353

a. Test distribution is Normal.


Sumber Olahan : SPSS 16, 2009

Dari grafik histogram dan Normal Probability Plot pada gambar di atas
terlihat bahwa setelah dilakukan transformasi data menggunakan LN, grafik
histogram menggambarkan pola distribusi yang normal dan grafik PP-Plot
memperlihatkan titik-titik menyebar di sekitar/mengikuti arah garis diagonal yang
menunjukkan pola distribusi normal.
Dari tabel Kolmogorov-Smirnov di atas dapat dilihat bahwa setelah
dilakukan transformasi data dengan LN, semua data variabel yang diuji menjadi
normal, sebagaimana yang dapat dilihat pada tabel Kolmogorov-Smirnov tersebut
nilai signifikan untuk semua tabel > 0,05.

b. Uji Multikolonieritas

84

Tabel 4.11
Coefficient Correlationsa
LNRETRIBUSI_ LNPAJAK_DAE
Model
1

DAERAH
Correlations

Covariances

RAH

LNRETRIBUSI_DAERAH

1.000

-.859

LNPAJAK_DAERAH

-.859

1.000

.009

-.006

-.006

.006

LNRETRIBUSI_DAERAH
LNPAJAK_DAERAH

a. Dependent Variable: LNPENDAPATAN_ASLI_DAERAH


Sumber Olahan : SPSS 16, 2009

Melihat hasil besaran korelasi antar variabel indepen tampak bahwa


variabel pajak daerah mempunyai korelasi yang cukup tinggi dengan variabel
retribusi daerah sebesar -0,859 atau sekitar 86%.oleh karena korelasi ini masih
dibawah 95% maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolonieritas yang serius.

Tabel 4.12
a

Coefficients

Standardize
Unstandardized

Collinearity

Coefficients

Coefficients

Statistics

Std.
Model

2.341

(Constant)

Error
.399

Beta

t
5.870

Sig.
.000

Tolerance VIF

85

LNPAJAK_DAERAH

.455

.079

.547

5.774

.000

.263 3.804

LNRETRIBUSI_DAERAH

.394

.092

.405

4.270

.000

.263 3.804

a. Dependent Variable:
LNPENDAPATAN_ASLI_DAERAH
Sumber Olahan : SPSS 16, 2009

Hasil perhitungan nilai Tolerance juga menunjukkan tidak ada variabel


independen yang memiliki nilai Tolerance kurang dari 0.10 yang berarti tidak ada
korelasi antar variabel independen. Hasil perhitungan nilai Variance Inflation
Factor (VIF) juga menunjukkan hal yang sama tidak ada satu variabel independen
yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada
multikolonieritas antar variabel independen dalam model regresi.

c. Uji Heterokendastisitas
Heterokendastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model
regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi
heterokedastisitas. Menurut Ghozali (2005:105), uji heterokedastisitas dilakukan
dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik Scatterplot antara SRESID
dan ZPRED dimana dasar analisisnya adalah: (1) jika titik-titik yang ada
membentuk suatu pola tertentu yang teratur, bergelombang, melebar kemudian
menyempit maka terjadi heterokedastisitas, dan (2) jika tidak ada pola yang jelas,
titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y maka tidak terjadi
heterokedastisitas. Dari grafik Scatterplot penelitian ini terlihat titik-titik
menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada

86

sumbu Y. Hal ini menunjukkan tidak terjadi heterokedastisitas pada model


regresi, sehingga model regresi layak dipakai untuk memprediksi Pendapatan Asli
Daerah berdasarkan masukan variabel independennya retribusi daerah dan pajak
daerah.
Gambar 4.13

Sumber Olahan : SPSS 16, 2009

d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first
order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam
model regresi dan tidak ada variabel lagi diantara variabel independen. Hipotesis
yang akan diuji:
Ho : tidak ada autokorelasi (r=0)
Ha : ada autokorelasi (r0)

87

Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi:


TABEL 4.14
Hipotesis Nol
Tidak ada autokorelasi positif
Tidak ada autokorelasi positif
Tidak ada autokorelasi negatif
Tidak ada autokorelasi negatif
Tidak ada autokorelasi positif
atau negatif

Keputusan
Tolak
No desicison
Tolak
No desicison
Tidak ditolak

Jika
0 < d < dl
dl d du
4 dl < d < 4
4 du d 4 dl
du < d < 4 du

Hasil dari uji autokorelasi dapat dilihat dari tabel berikut:


Tabel 415
Model Summaryb

Model
1

R
.919a

R Square
.844

Adjusted R

Std. Error of the

Square

Estimate
.839

Durbin-Watson

.42010

1.951

a. Predictors: (Constant), LNRETRIBUSI_DAERAH, LNPAJAK_DAERAH


b. Dependent Variable: LNPENDAPATAN_ASLI_DAERAH
Sumber Olahan : SPSS 16, 2009

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa nilai DW sebesar 1,951 Nilai ini
dibandingkan dengan nilai tabel dengan menggunakan nilai signifikan 5%, jumlah
variabel independen 2 (k=2) dan jumlah observasi sebanyak 72 (n=72) maka deri
tabel Durbin Watson akan didapatkan nilai DL sebesar 1,571 dan nilai DU sebesar
1,680 oleh karena nilai DW ) 1,951 lebih besar dari batas atas (DU) 1,680 dan
kurang dari 4 1,680 = 3,320 (4 DU), berarti DU<d<4-DU (1,680 <1,951
<3,320) maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi.

2. Pengujian Hipotesis

88

Model analisis data yang digunakan adalah model regresi berganda untuk
melihat pengaruh retribusi daerah dan pajak daerah terhadap Pendapatan Asli
Daerah.
Adapun formula regresi berganda adalah:
Y = + 1x1 + 2x2 +
Keterangan;
Y

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

X1

Pajak Daerah

X2

Retribusi daerah

konstanta

1, 2

koefisien regresi yang menunjukkan angka peningkatan atau


penurunan

variabel

dependen

berdasarkan

pada

variabel

independen

error

Hasil pengujian regresi berganda untuk melihat pengaruh retribusi daerah


dan pajak daerah dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 4.16
Model Summaryb

Model
1

R
.919a

R Square
.844

Adjusted R

Std. Error of the

Square

Estimate
.839

Durbin-Watson

.42010

a. Predictors: (Constant), LNRETRIBUSI_DAERAH, LNPAJAK_DAERAH


b. Dependent Variable: LNPENDAPATAN_ASLI_DAERAH
Sumber Olahan : SPSS 16, 2009

1.951

89

Berdasarkan tabel di atas, angka R adalah sebesar 91,9 % menunjukkan


bahwa korelasi atau hubungan antara PAD dengan retribusi daerah dan pajak
daerah sangat erat. Dasar untuk mengatakan hubungan ini kuat adalah nilai R
diatas 50%. Sedangkan koefisien determinasi (R Square) sebesar 84,4%
menunjukkan seberapa besar kemampuan model dalam menjelaskan variasi
variabel dependen. Artinya hanya 84,4 % variasi atau perubahan dalam PAD
dapat dijelaskan oleh retribusi daerah dan pajak daerah. Jika indevenden lebih dari
satu maka dianalisis data edjustment R kuadrat. Sedangkan sisanya sebesar 15,6%
dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian.

a. Uji t
Untuk mengetahui apakah variabel Retribusi Daerah dan Pajak Daerah
berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah dilakukan uji analisis t.

Tabel 4.17
Coefficientsa

Model
1

(Constant)

Unstandardized

Standardized

Collinearity

Coefficients

Coefficients

Statistics

Std. Error

Beta

Sig. Tolerance

VIF

2.341

.399

5.870 .000

LNPAJAK_DAERAH

.455

.079

.547 5.774 .000

.263

3.804

LNRETRIBUSI_DAERAH

.394

.092

.405 4.270 .000

.263

3.804

90

Coefficientsa

Model
1

Unstandardized

Standardized

Collinearity

Coefficients

Coefficients

Statistics

(Constant)

Std. Error

Beta

Sig. Tolerance

VIF

2.341

.399

5.870 .000

LNPAJAK_DAERAH

.455

.079

.547 5.774 .000

.263

3.804

LNRETRIBUSI_DAERAH

.394

.092

.405 4.270 .000

.263

3.804

a. Dependent Variable:
LNPENDAPATAN_ASLI_DAERAH
Sumber Olahan : SPSS 16, 2009

Menurut Ghozali (2005), uji t dilihat dari tingkat signifikasi. Jika nilai sig
dibawah 0,05, maka masing-masing variabel independen berpengaruh terhadap
variabel dependen. Dari tabel diatas dapat dilihat nilai sig < 0,05 (.000 < 0,05)
artinya variabel retribusi daerah dan pajak daerah berpengaruh signifikan terhadap
variabel pendapatan asli daerah.
Tabel 4.18
Coefficientsa

Model
1 (Constant)

Unstandardized

Standardized

Collinearity

Coefficients

Coefficients

Statistics

Std. Error

Beta

Sig. Tolerance

VIF

2.341

.399

5.870 .000

LNPAJAK_DAERAH

.455

.079

.547

5.774 .000

.263

3.804

LNRETRIBUSI_DAERAH

.394

.092

.405

4.270 .000

.263

3.804

a. Dependent Variable:
LNPENDAPATAN_ASLI_DAERAH
Sumber Olahan : SPSS 16, 2009

Berdasarkan tabel diatas, dapat dibentuk persamaan linear sebagai berikut:

91

Y = + 1x1 + 2x2 +
Artinya, bila retribusi daerah dan pajak daerah bertambah Rp 1,-, maka
nilai PAD akan bertambah sebesar 0,547 dan apabila tidak ada retribusi dan pajak
daerah maka nilai PAD sebesar:

Y = 2,341 + 0,455X1 + 0,394X2 +

Untuk melihat kecenderungan penerimaan PAD d tahun 2007 mengalami


keneikan atau penurunan, dapat dilihat dari table di atas. Dalam hal ini digunakan
angka pada bagian Predicted Value. Cara melihat apakah kecenderungan
penerimaan PAD naik atau turun dengan membandingkan antara data penerimaan
PAD tahun 2006 dengan data penjualan hasil prediksi.
Berdasarkan data pada table 4.18 dapat disimpulkan bahwa secara
keseluruhan penerimaan PAD yang diprediksi mengalami kenaikan dan
penurunan. Sekalipun demikian, secara umum prediksi penerimaan PAD untuk
tahun 2007 akan mengalami kenaikan.

b. Kontribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah


Dalam era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberi kewenangan yang
lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Sejalan
dengan kewenangan tersebut, pemerintah daerah diharapkan lebih mampu
menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kegiatan
pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui PAD.

92

Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat


melaksanakan otonomi maka sumbe-sumber penerimaan daerah yang potensial
harus digali secara maksimal dan tentu saja di dalam koridor peraturan
perundang-undangan yang berlaku termasuk di dalamnya retribusi daerah dan
pajak daerah.
Data kontribusi retribusi daerah dan pajak daerah terhadap total PAD
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.19
b

ANOVA
Model
1

Sum of Squares

Df

Mean Square

Regression

63.038

31.519

Residual

11.648

66

.176

Total

74.686

68

F
178.589

Sig.
a

.000

a. Predictors: (Constant), LNRETRIBUSI_DAERAH, LNPAJAK_DAERAH


b. Dependent Variable: LNPENDAPATAN_ASLI_DAERAH
Sumber Olahan : SPSS 16, 2009

Adapun faktor yang menyebabkan belum optimalnya PAD


khususnya retribusi daerah dan pajak daerah di Pemerintah Kabupaten/Pemerintah
Kota Sumatera Utara dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:
1. Faktor Penyebab Langsung
Faktor penyebab langsung adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
secara langsung terhadap pencapaian sasaran. Oleh karena itu, apabila faktor ini
dapat diatasi maka akan berpengaruh langsung terhadap keberhasilan pencapaian
sasaran. Faktor-faktor ini meliputi:

93

a. Masih belum realistisnya di dalam penentuan target PAD khususnya


retribusi daerah dan pajak daerah
b. Masih tingginya tingkat kebocoran dan kelolosan
c. Berkurangnya objek penerimaan
2. Faktor Penyebab Tidak Langsung
Faktor Penyebab Tidak Langsung adalah faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi secara tidak langsung terhadap pencapaian sasaran. Faktor ini
meliputi:
a. Sistem penentuan target yang didasarkan pada data historis,
b. Belum efektifnya pemberlakuan sanksi
c. Pelayanan optimal di lapangan belum dilakukan secara prima
d. Terbatasnya sumber daya atau petugas pelaksanaan operasional di
lapangan
e. Banyaknya birokrasi dalam pelayanan pemungutan retribusi daerah dan
pajak daerah
f. Kurangnya sarana dan prasarana untuk operasional di lapangan
g. Belum efektifnya sistem pengendalian dan pengawasan di lapangan

Sesuai dengan faktor penyebab langsung dan tidak langsung di atas, maka
upaya yang dapat dilakukan untuk dapat mengoptimalkan penerimaan PAD
khususnya retribusi daerah dan pajak daerah adalah:
1. Terhadap Faktor Langsung

94

a. Lebih realistis dalam menargetkan PAD khususnya retribusi daerah dan


pajak daerah
b. Meminimalisir kebocoran dan kelolosan
c. Meningkatkan kembali objek penerimaan
2. Terhadap Faktor Tidak Langsung
a. Metode dalam penentuan target tidak berdasarkan pada data historis,
b. Mengefektifkan sanksi
c. Mengupayakan pelayanan yang prima terhadap masyarakat
d. Meminimalkan atau menghilangkan birokrasi dalam pemungutan
e. Menyediakan sarana dan prasarana yang memadai
f. Mengefektifkan sistem pengendalian dan pengawasan
Selain itu dapat dilakukan upaya:
1. Intensifikasi
Intensifikasi merupakan upaya yang dilakukan dengan cara melakukan
pemungutan lebih giat, ketat dan teliti. Dalam hal ini mencakup aspek
pelaksanaan dan personalianya yang meliputi:
a. Memperbaiki dan menyesuaikan perangkt yang terkait sesuai kebutuhan
b. Memperbaiki administrasi maupun operasional yang meliputi:
1) Penyesuaian/penyempurnaan administrasi pungutan
2) Penyesuaian tarf
3) Penyesuaian sistem pelaksanaan pungutan
c. Pengawasan dan pengendalian terhadap teknis dan penatausahaan

95

d. Peningkatan smber daya manusia pengelola, meliputi pelatihan, kursus,


dan program pendidikan
e. Meningkatkan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat
2. Ekstensifikasi
Ekstensifikasi merupakan usaha untuk menggali sumber-sumber PAD
khususnya retribusi daerah dan pajak daerah yang baru, namun tidak bertentangan
dengan kebijakan pokok nasional, yaitu pungutan retribusi daerah dan pajak
daerah yang dilaksanakan tidak semata-mata untuk menggali pendapatan daerah
berupa sumber yang memadai, tetapi juga melaksanakan fungsi fiskal lainnya agar
tidak memberatkan masyarakat.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah
dilakukan antara lain sebagai berikut:
1. Periode tahun 2004-2007 Pemerintah Kota Medan merupakan penyumbang
retribusi

daerah

dan

PAD

terbesar

dibandingkan

pemerintah

kabupaten/pemerintah kota lainnya.


2. Hasil pengujian regresi sederhana menunjukkkan nilai R Square sebesar
84,4% Angka ini menunjukkan bahwa sebesar 84,4% retribusi daerah sebagai
variabel independen mampu menjelaskan variasi PAD sebagai variabel
dependen dan sisanya sebesar 15,6% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
termasuk dalam model penelitian ini. Nilai R Square yang kecil, menunjukkan
rendahnya kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi varibel
dependen.
3. Melalui uji t dapat diketahui bahwa retribusi daerah berpengaruh sangat
signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah. Hal ini dilihat dari nilai Sig
retribusi daerah sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05. artinya variabel retribusi
daerah berpengaruh signifikan terhadap variabel PAD.
4. Penerimaan PAD untuk tahun 2007 diprediksikan secara keseluruhan akan
mengalami kenaikan dan penurunan, namun secara umum PAD tahun 2007
diprediksikan akan mengalami kenaikan.

87

88

5. Rata-rata kontribusi retribusi daerah periode 2004-2007 yaitu masing-masing


senilai 15,6% menunjukkan bahwa belum optimalnya penerimaan retribusi
daerah di pemerintah kabupaten/pemerintah kota di Sumatera Utara.
6. Faktor yang menyebabkan belum optimalnya penerimaan retribusi daerah
terdiri dari faktor penyebab langsung dan penyebab tidak langsung.

B. Keterbatasan
Adapun yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini hanya menggunakan data jangka waktu 4 (empat) tahun yang
diperoleh dari situs penyedia

data, tidak

berasal dari pemerintah

kabupaten/pemerintah kota yang diteliti secara langsung.


2. Penelitian ini hanya menggunakan 17 pemerintah kabupaten/pemerintah kota
sebagai sampel.

C. Saran
Dalam penulisan ini penulis sudah berusaha menyajikan yang terbaik
sesuai dengan kemampuan penulis, akan tetapi penulis menyadari masih banyak
kelemahan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis menyarankan beberapa hal
demi kesempurnaan penelitian selanjutya:
1. Penelitian selanjutnya dapat menambah periode waktu yang digunakan, agar
hasil yang diperoleh lebih valid. Selain itu dapat mengukur pengaruh dan
melihat besarnya kontribusi dari elemen-elemen PAD yang lain serta dengan

89

analisis yang berbeda, sehingga bisa memperoleh perbandingan dari penelitian


ini.
2. Bagi pemerintah kabupaten/pemerintah kota Provinsi Sumatera Utara
khususnya pos retribusi daerah diharapkan untuk lebih dapat mengeliminasi
faktor penyebab langsung dan tidak langsung seperti yang telah dibahas dalam
penelitian

ini,

serta diharapkan untuk

melakukan

intensifikasi dan

ekstensifikasi terhadap sumber-sumber penerimaan pajak dan retribusi daerah


yang akan mempengaruhi PAD sehingga akan lebih mengoptimalkan
penerimaan PAD khususnya pajak dan retribusi daerah di Sumatera Utara.
Dengan demikian Provinsi Sumatera Utara dapat melaksanakan otonomi
daerah seperti yang dituangkan dalam kebijakan otonomi yang dikeluarkan
tanggal 1 Januari 2001.

DAFTAR PUSTAKA

Asnirawati, 2008. Kontribusi Penerimaan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan


Asli Daerah (PAD) pada Pemkab/Pemko di Sumatera Utara. Tidak
Dipublikasikan
Erlina, Sri Mulyani, 2007. Metedologi Penelitian Bisnis, USU press, Medan
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Jurusan Akuntansi,2004. Buku
Petunjuk Teknis Penulisan Proposal Penelitian dan Penulisan Skripsi,
Medan
Ghozali, Imam, 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS,
Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang
Halim, Abdul, 2005. Akuntansi Keuangan Daerah, Salemba 4, Jakarta.
Jogiyanto, 2004. Metode Penelitian Bisnis Salah Kaprah dan Penglamanpengalaman, cetakan pertama, BPFE Yogyakarta, Yogyakarta
Kuncoro, Mudrajad, 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi, Penerbit
Salemba Empat, Jakarta.
Siahaan, Marihot p, 2005. Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Edisi 1, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta
Sugiyono, 2006. Statistika untuk Penelitian, cetakan kesembilan, Alfa Beta,
Bandung
Sugiyono, 2006. Statistika untuk Penelitian, Cetakan Kesembilan, Penerbit
Alfabeta, Bandung.
Sularso, Sri, 2003. Metode Penelitian Akuntansi: Sebuah Pendekatan Replikasi,
BPFE UGM, Yogyakarta.
Tunggal, Hadi Setia. 1999, Tanya Jawab: Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah,
penerbit Harvarind, Jakarta
Umar, Husein, 2003. Metode Riset Akuntansi Terapan, cetakan pertama, Ghalia
Indonesia, Jakarta

90

Anda mungkin juga menyukai