Anda di halaman 1dari 245

CAKRAWALA PENDIDIKAN

Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, Menengah, dan Tinggi


ISSN: 2442-4846
Cakrawala Pendidikan memuat hasil penelitian, gagasan, dan tinjauan ilmiah serta resensi
buku-buku pendidikan. Jurnal ini terbit setahun tiga kali, pada bulan Januari, Mei, dan
September. Redaksi mengundang para guru, dosen, widyaiswara, peneliti, dan praktisi
pendidikan untuk mengirimkan hasil penelitian dan gagasanya ke jurnal ini.

Ketua Penyunting
Sekretaris Penyunting
Penyunting Pelaksana
Mitra Bestari

Anggota Penyunting

Pelaksana Tata Usaha

: Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum.


: Hasan Zainuri, M.Pd.
: Memed Sudaryanto, M.Pd.
: Dr. Kundharu Saddhono, M.Hum. (FKIP Universitas Sebelas Maret)
Sukarmin, M.Si., Ph.D. (FKIP Universitas Sebelas Maret)
Syarifah Inayati, M.Si. (FKIP Universitas Sebelas Maret)
Imam Baehaqi, M.Hum. (Universitas Negeri Semarang)
: Chafit Ulya, M.Pd. (FKIP UNS)
Andi Wicaksono, M.Pd. (IAIN Surakarta)
Muhammad Lahir, M.Pd. (IKIP PGRI Pontianak)
Anang Sudigdo, M.Pd. (PGSD UST Yogyakarta)
Samuel B.T. Simorangkir, M.Pd. (Univ. Nomensen Medan)
: Yuli Kusumawati, S.S.
Muhammad Kavit, A.Md.

Alamat Redaksi:
Graha Yuma Perkasa Group
Jl. Samudra Pasai No. 49, Lt. 2, Kleco RT 02/01, Kadipiro, Surakarta 57136
Email: bpsdm.bj@gmail.com Website: bpsdm-bj.blogspot.com
Narahubung: 081391423540
Diterbitkan:
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Brilian Jaya (BPSDM-BJ)
Kota Surakarta

Langganan tiga edisi dalam satu tahun Rp. 180.000, ditambah biaya pengiriman
sesuai dengan alamat yang dituju, biaya langganan dapat ditransfer
Ke rekening bank BNI cabang nusukan 0338489167 a.n. Muhammad Kavit.

PENGANTAR REDAKSI
Penelitian dalam bidang pendidikan saat ini sudah menjadi kebutuhan bagi guru, dosen,
wisdyaiswara, peneliti, dan praktisi pendidikan dalam mengembangkan profesionalisme.
Sebagai salah satu komponen pendidikan, peran mereka cukup banyak berpengaruh terhadap
kemajuan pendidikan di Indonesia, baik berupa ide, gagasan, maupun temuan berupa alat
peraga, metode pembelajaran, penerapan teknologi pendidikan, dan sebagainya. Maka dari
itu, diperlukan lebih banyak sarana penyaluran ide, gagasan, maupun temuan sebagai bentuk
dukungan pengembangan profesionalitas para guru, dosen, wisdyaiswara, peneliti, dan praktisi
pendidikan demi pendidikan Indonesia yang lebih maju, berkualitas, dan berdaya saing tinggi.
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Brilian Jaya (BPSDM-BJ) Surakarta berkomitmen
untuk mendukung pengembangan profesionalitas tenaga dan praktisi pendidikan melalui
penerbitan Jurnal Cakrawala Pendidikan ini. Berbagai hasil penelitian, gagasan, dan tinjauan
ilmiah serta resensi buku-buku pendidikan yang dihasilkan oleh tenaga maupun praktisi
pendidikan siap kami terima untuk dipublikasikan lebih luas agar bisa menjadi bahan bacaan
dan referensi bagi siapa pun yang ingin membacanya maupun mengaksesnya secara online.
Para pembaca dapat meng-up date artikel dalam jurnal ini setiap empat bulan, yaitu pada
bulan Januari, Mei, dan September. Pada edisi kali ini redaksi menerbitkan jurnal untuk Edisi
Mei 2016. Selamat membaca dan semoga bermanfaat.

Tim Redaksi

DAFTAR ISI
ANALISIS KONFLIK INTERNAL DALAM NOVEL AIR MATA TUHAN KARYA
AGUK IRAWAN M.N.
Rini Agustina............................................................................................................ 553 - 559
KESALAHAN PENERJEMAHAN TEKS DARI BAHASA INGGRIS KE BAHASA
INDONESIA DI UNIKOM
Asih Prihandini, Fenny Febryanti, Nungki Heriyati................................................... 560 - 564
MENYIMAK KOMPREHENSIF DAN KRITIS SEBAGAI ALTERNATIF
PEMBELAJARAN MENYIMAK DI PERGURUAN TINGGI IKIP-PGRI PONTIANAK
Dewi Leni Mastuti..................................................................................................... 565 - 576
PENINGKATAN PEMAHAMAN BELAJAR BAHASA ARAB SISWA MATERI
QIRAAH TENTANG SIYIHAH WAKHALAQUL ALAM MELALUI PENDEKATAN
METODE KOOPERATIF TIPE JIGSAW
Bukhari .................................................................................................................... 577 - 682
NOVEL MERPATI KEMBAR DI LOMBOK KARYA NURIADI (KAJIAN SOSIOLOGI
SASTRA, BUDAYA, RESEPSI SASTRA, DAN NILAI PENDIDIKAN)
Herman Wijaya ........................................................................................................ 583 - 694
HUBUNGAN ANTARA MINAT MEMBACA KARYA SASTRA DAN KEMAMPUAN
MEMAHAMI UNSUR INTRINSIK NOVEL MIHRAB CINTA SISWA KELAS VIII
SMP NEGERI 16 PONTIANAK TAHUN PEMBELAJARAN 2010/2011
Melia......................................................................................................................... 595 - 603
PENINGKATAN PEMAHAMAN BELAJAR FISIKA DALAM MENGANALISIS
PERCOBAAN LISTRIK DINAMIS MELALUI METODE KOOPERATIF LEARNING
PADA SISWA MTSN DELIMA, KABUPATEN PIDIE
Rasimah .................................................................................................................. 604 - 609
TEORI PRAGMATIK DAN SESANTI BUDAYA MASYARAKAT JAWA
Ika Arifianti................................................................................................................ 610 - 615
TINDAK TUTUR ILOKUSI DIREKTIF BAHASA DAYAK KANAYATN (AHE)
KECAMATAN SENGAH TEMILA, KABUPATEN LANDAK
Muhammad Thamimi . ............................................................................................. 616 - 623
PENINGKATAN KEMAMPUAN BELAJAR SISWA DALAM MEMAHAMI
HADIST TENTANG MENJAGA DAN MELESTARIKAN LINGKUNGAN ALAM
MATA PELAJARAN AL QURAN HADIST MELALUI PENDEKATAN METODE
KOOPERATIF TIPE JIGSAW
Zulfina....................................................................................................................... 624 - 630
ANALISIS PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL TIGA CARA MENCINTA
KARYA IRENE DYAH RESPATI
Ramadhan Kusuma Yuda ....................................................................................... 631 - 639

STRATEGI TERJEMAHAN BUDAYA: PADANAN SEMANTIK-PRAGMATIK DAN


GENERIK-SPESIFIK
Retno Purwani Sari, Tatan Tawami ......................................................................... 640 - 647
PENINGKATAN KEMAMPUAN BELAJAR SISWA TENTANG KALIMAT
BERSTRUKTUR PELAJARAN
BAHASA ARAB MELALUI METODE
KOOPERATIF TIPE JIGSAW
Murtanah ................................................................................................................. 648 - 653
OPTIMIZING CLUSTERING TECHNIQUE TO IMPROVE STUDENTS THINKING
SKILL FOR READING COMPREHENSION (A Classroom Action Research at
IKIP PGRI Pontianak in Academic Year 2015/2016)
Sulaiman, Muhammad Iqbal Ripo Putra................................................................... 654 - 659
PENINGKATAN PEMAHAMAN BELAJAR IPA SISWA TENTANG BERBAGAI
SISTEM DALAM KEHIDUPAN MANUSIA MATERI SISTEM EKSKRESI MANUSIA
MELALUI METODE
KOOPERATIF TIPE JIGSAW
Mardhani.................................................................................................................. 660 - 669

ANALISIS KONFLIK INTERNAL DALAM NOVEL AIR MATA TUHAN


KARYA AGUK IRAWAN M.N.
Rini Agustina

Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP PGRI Pontianak


Alamat korespondensi: brentex32@yahoo.co.id

ABSTRACT

This study focuses on internal conflicts in the novel Air Mata Tuhan works Aguk Irawan
M.N. The method in this study uses descriptive method and form of qualitative research .
Psychology literature is used as an approach in this study. Data collection technique used is
the technique of documentary studies to examine how literature. Data collection tool used is
the human instrument with the help of card data recorder. Technique authenticity of data used
are, investigator triangulation , theory triangulation and inspection peers through discussion.
The analysis technique used is the study of the contents.
Keywords: literature, conflict, novel

ABSTRAK

Penelitian ini berfokus pada konflik internal dalam novel Air Mata Tuhan karya Aguk Irawan
M.N.. Penelitan menggunakan metode deskriptif dan bentuk penelitian kualitatif. Psikologi
sastra digunakan sebagai pendekatan dalam penelitian ini. Teknik pengumpul data yang
digunakan, yaitu teknik studi dokumenter dengan cara menelaah karya sastra. Alat pengumpul
data yang digunakan, yaitu human instrument dengan bantuan kartu pencatat data. Teknik
keabsahan data yang digunakan, yaitu, triangulasi penyidik, triangulasi teori, dan pemeriksaan
teman sejawat melalui diskusi. Teknik analisis yang digunakan, yaitu kajian isi.
Kata kunci: sastra, konflik, novel

PENDAHULUAN
Karya sastra merupakan sistem
tanda yang mempunyai makna, yang
mempergunakan medium bahasa. Karya
sastra mencerminkan masyarakat pada
suatu zaman, bisa juga dianggap sebagai
dokumen sosial budaya meskipun unsurunsur imajinasi tidak bisa dilepaskan
begitu saja, sebab tidak mungkin seorang
pengarang dapat berimajinasi jika tidak ada
kenyataan yang melandasinya. Mengkaji
sastra adalah suatu hal yang menarik dan
tidak pernah terhenti selagi karya sastra
itu masih diciptakan. Hal ini karena sastra
memiliki hubungan yang cukup erat dengan
kehidupan, khususnya pengarang dan
pembacanya. Sastra adalah suatu bentuk
kehidupan dan kekayaan yang tidak ternilai
harganya.

Sebagai karya yang bersifat imajinatif,


karya sastra terbagi ke dalam tiga jenis
genre sastra, yaitu prosa, puisi, dan drama.
Prosa dalam pengertian kesusastraan juga
disebut fiksi dan teks naratif. Dalam hal ini,
fiksi menawarkan berbagai permasalahan
manusia dan kehidupan. Namun, karena
fiksi merupakan cerita rekaan atau khayalan
saja, maka berbagai masalah kehidupan
tersebut diolah dengan sungguh-sungguh
sedemikian rupa oleh pengarang sesuai
dengan persepsinya untuk dituangkan ke
dalam karya sastra.
Karya sastra merupakan satu di
antara hasil seni dan ada yang menyebut
sebagai suatu karya fiksi. Cerita rekaan
adalah hasil olahan sastrawan berdasarkan
pandangan dan tataran pengolahan tentang
peristiwa-peristiwa yang berlangsung dalam

553

khayalan saja. Dengan demikian, karya fiksi


merupakan suatu karya naratif yang isinya
tidak menyaran pada kebenaran sejarah
(Nurgiyantoro, 2013: 2).
Satu di antara karya sastra yang
merupakan gambaran kehidupan manusia
yang dituangkan dalam bentuk tulisan oleh
penulis dengan imajinasinya, yaitu novel.
Novel merupakan bentuk karya sastra yang
dapat dengan bebas berbicara tentang
kehidupan yang dialami oleh manusia dengan
berbagai peraturan dan norma-norma dalam
interaksinya dengan lingkungan sehingga
dalam karya sastra, seperti novel terdapat
makna tertentu tentang kehidupan. Novel
adalah cerminan kehidupan sehingga isi dari
novel tersebut juga terdapat konflik layaknya
dalam kehidupan nyata.
Konflik dalam kehidupan sehari-hari
merupakan peristiwa yang sangat tidak
diinginkan kehadirannya untuk menimpa diri
seseorang, sedangkan dalam sebuah karya
sastra, tidak demikian adanya. Konflik dalam
novel merupakan bagian penting untuk
membangun struktur alur. Konflik dalam
sebuah karya sastra justru menjadi sesuatu
yang dibutuhkan pembaca sebagai sebuah
pengalaman hidupnya.
Konflik adalah sesuatu yang dramatik,
mengacu pada pertarungan antara kekuatan
yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi
dan aksi balasan, menurut Wellek & Werren
(Nurgiyantoro, 2013: 179). Konflik dibagi
menjadi dua, yaitu konflik internal dan konflik
eksternal. Konflik internal adalah konflik
yang terjadi dalam hati dan pikiran, dalam
jiwa seorang tokoh (atau tokoh-tokoh) cerita.
Konflik ekternal adalah konflik yang terjadi
antara seorang tokoh dengan sesuatu yang
di luar dirinya, mungkin dengan lingkungan
alam, mungkin lingkungan manusia atau
tokoh lain.
Penelitian ini dikhususkan pada konflik
internal tokoh utama. Alasannya, antara
konflik dan tokoh utama mempunyai hubungan

554

yang erat dan bersifat timbal balik. Konflik


hadir sebagai bayang-bayang perjalanan
hidup tokoh. Konflik merupakan liku yang
harus dilewati tokoh dalam cerita. Semakin
banyak liku itu disediakan pengarang, maka
semakin panjang perjalanan hidup dan
rentang waktu yang dibutuhkan tokoh untuk
akhir cerita. Konflik dalam kehidupan seharihari merupakan peristiwa yang sangat tidak
diinginkan kehadirannya untuk menimpa diri
seseorang, sedangkan dalam sebuah karya
sastra tidak demikian adanya. Konflik dalam
novel merupakan bagian penting untuk
membangun struktur alur. Konflik dalam
sebuah karya sastra justru menjadi sesuatu
yang dibutuhkan pembaca sebagai sebuah
pengalaman hidupnya.
Alasan peneliti memilih novel Air Mata
Tuhun adalah sebagai berikut. Pertama,
novel ini terinspirasi dari kehidupan nyata
dan kisah yang sangat inspiratif. Kedua,
berdasarkan hasil prariset yang dilakukan
penulis, novel Air Mata Tuhan banyak
mengandung konflik tokoh utama, satu di
antaranya, yaitu ketika Fisha mengetahui
bahwa suaminya hendak menikah lagi.
Ketiga, belum ada yang menjadikan novel
ini sebagai bahan penelitian. Keempat,
pengarang novel Air Mata Tuhan, yaitu Aguk
Irawan M.N. merupakan penulis novel best
seller yang sudah terkenal dengan karyakaryanya yang inspiratif. Fokus masalah
dalam artikel ini adalah bagaimanakah
konflik internal dalam novel Air Mata Tuhan
karya Aguk Irawan M.N.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam artikel
ini adalah metode deskriptif kualitatif.
Pendekatan
yang
digunakan
adalah
pendekatan psikologis sastra. Data dalam
penelitian ini berupa kutipan novel yang
mengandung konflik batin. Sumber data
dalam penelitian ini adalah novel Air Mata
Tuhan karya Aguk Irawan M.N.. Teknik

pengumpulan data menggunakan analisis


dokumen dengan alat pengumpulan data
adalah peneliti sendiri sebagai instrumen
kunci. Validitas data dalam penelitian
ini adalah triangulasi teori, ketekunan
pengamatan. dan pemeriksaan teman
sejawat. Teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisis isi
(content analysis).
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Konflik Internal dalam Novel Air Mata
Tuhan karya Aguk Irawan M.N..
Berdasarkan analisis yang dilakukan
oleh peneliti, di dalam novel Air Mata Tuhan
karya Aguk Irawan M.N., terdapat banyak
kutipan yang menggambarkan konflik batin
internal tokoh utama.
a. Harapan-harapan
Ya, Allah, berilah kekuatan pada ku di
hari ini. Cukupkan kesabaran di dadaku.
(hlm.1)
Kutipan
tersebut
mengambarkan
ketabahan dan kesabaran hati Fisha
menghadapi pernikahan suaminya dengan
wanita lain. Konflik batin dalam kutipan
tersebut terlihat dari ketabahan dan
kesabaran Fisha.
Fisha hanya bisa menelan ludah. Dalam
hati, dia pun berujar, Ya Allah. Berilah
kesabaran
padaku.
Bahagiakanlah
suamiku.
Relakan
hatiku
untuk
mendapatkan sahabat baru dalam
rumah tanggaku.... (hlm.6)
Kutipan tersebut menunjukkan harapan
Fisha kepada Allah agar selalu memberikan
kesabaran kepadanya. Agar merelakan
hatinya untuk mendapatkan sahabat baru
di rumahnya dan agar suaminya selalu
bahagia. Walaupun hatinya menangis dan
menjerit menerima kenyataan ini, tapi Fisha
harus bisa merelakan semuanya demi
kebahagiaan suaminya.
Fisha menangis.. Fisha menyesal...
Fisha memohon ampunan Allah..

tercabik-cabik hati dan jiwanya saat


ini, membuatnya letih dan lelah. Dia
kemudian curahkan semua itu pada
laptopnya sebagai curhatan. (hlm.7)
Fisha menangis Fisha ingat bundanya
yang Masyaallah, selama ini belum sempat
dia bahagiakan. Fisha memohon ampunan
kepada Allah. Hati dan jiwanya tercabikcabik dan dia hanya bisa curhat pada
laptopnya. Kutipan tersebut menunjukkan
harapan-harapan Fisha dengan mencatat di
laptopnya.
Kalaulah teringat ayahnya, ia menangis
di hadapan-Nya. Berdoa, memohon
pengampunan kepada Allah untuknya,
untuk adiknya, untuk bundanya, dan
khususnya untuk almarhum ayahnya.
(hm.45)
Kutipan
tersebut
menunjukkan
permohonan ampun kepada Allah untuknya,
adiknya, dan kedua orang tuanya. Fisha
yang selalu menangis dan menangis tak
henti-henti air matanya mengalir di kedua
pipinya.
Fisha masih berharap-harap cemas.
Masih khawatir tiba-tiba saja Fikri tidak
datang dan akhirnya gagal seminar ini.
(hlm.144)
Kutipan
tersebut
menunjukkan
harapan terhadap Fikri agar Fikri menghadiri
undangan untuk menjadi pemateri pada
acara seminarnya.
Hati Fisha masih bimbang, walau dia
telah memohon petunjuk Allah Swt.
Masih ada ragu di sana juga resah.
(hlm.170)
Kutipan tersebut menunjukkan adanya
harapan-harapan Fisha kepada Allah agar
diberi petunjuk kepadanya, Fisha harus
memilih Fikri atau Hamzah.
Apa dosaku? Apa kesalahanku? Kujaga
diriku dengan sebaik-baiknya, setelah
kecerobohan yang telah kuperbuat dulu,
tetapi tetap saja kau angkat bayi dari
rahimku?.(hlm.268-269)

555

Kutipan ini menunjukkan jeritan hati


Fisha. Fisha menangis atas apa yang
terjadi atas dirinya, Fisha menyesal karena
tidak lebih berhati-hati dalam menjaga
kandungannya. Fisha hanya bisa merenungi
nasibnya.
b. Pertentangan Antara Dua Keinginan
Perasaan Fisha bersilang-sengkarut
menyaksikan Fikri, sang suami tercinta,
duduk bersanding dengan Desi. Ada
nafsu yang meneriaki hatinya untuk
menyeru, Jangan lakukan, Ayah.
Jangan! Lihatlah aku, betapa aku sangat
mencintaimu. Oh, hati perempuan
mana yang rela dimadu. Jangan, Ayah.
Kasihani aku dengan cintamu. Beri
kesempatan pada ku untuk memiliki
momongan, buah cinta kita. (Irawan,
2014:5)
Kutipan tersebut menunjukkan adanya
harapan antara dua keinginan. Fisha ikhlas
Fikri menikah dengan wanita lain karena di
dalam agamanya, poligami tidak diharamkan
dan Fisha juga sadar bahwa dia tidak bisa
memberikan momongan kepada suaminya.
Akan tetapi, di dalam hatinya, Fisha sulit
untuk menerima kenyataan yang ada.
Jantung Fisha berdetak semakin
kencang
mendengar
suaminya
mengucapkan qabul atas ucapan ijab
Desi yang diwakili oleh penghulu itu.
Fisha mendesah. Sejenak dia tatap
pandangan itu, sejenak dia menunduk.
Dan sekuat-kuat hatinya, sekuatkuatnya jiwanya yang diwujudkan dalam
senyumannya, tetap saja bola matanya
tak sanggup membendung tumpahnya
air mata. (hlm.4-5)
Kutipan di atas menunjukkan Fisha
berusaha
untuk
tersenyum
padahal
hatinya menangis saat mendengar Fikri
mengucapkan qabul terhadap Desi yang
sebentar lagi akan menjadi teman barunya di
dalam rumah tangganya dengan Fikri.

556

Aku menangis dalam kebisuan.


Pelukannya masih bisa aku rasakan.
(hlm.9)
Kutipan tersebut menunjukkan adanya
pertentangan antara dua keinginan, yang
termasuk dalam konflik batin. Fisha yang
menangis dalam kebisuan karena pelukan
yang dirasakan olehnya saat ini akan hilang
direbut oleh istri baru suaminya. Sedangkan
di hatinya, Fisha hanya ingin dirinya saja
yang merasakan kehangatan pelukan itu dan
tidak ada yang lain.
Kesedihan itu berlarut-larut, walau
hari berbilang minggu, dan minggu pun
berganti bulan. Kehidupan tampak lebih
normal bagi Bunda dan adiknya, tetapi
masih demikian suram bagi Fisha.
(hlm.32)
Kutipan tersebut menunjukkan Fisha
merasa sedih pada saat ayahnya meninggal
dunia. Sedangkan Fisha dan adiknya, Amirah
masih membutuhkan sosok seorang Ayah
berada di sampingnya.
Iya, cahaya hidup seakan pudar diwajah
Fisha. Selama berminggu-minggu dia
tak pernah ke kampus, juga tak pernah
ke pesantrennya. Dia tak mau kemanamana, seolah hanya meratap dalam
kesedihan dan duka lara. Dia hanya
melamun dan melamun. Sering kali, air
matanya membasahi pipi. Pikirannya
selalu melayang-layang pada Ayahnya,
dan hal ini semakin membuatnya kurus.
(hlm.35)
Kutipan tersebut menunjukkan adanya
pertentangan antara dua keinginan, di mana
Fisha hanya bisa menangis dan selalu
merenungi nasibnya. Seringkali air matanya
mengalir bila mengingat kembali sosok
seorang Ayah di kehidupannya. Akan tetapi
kenyataannya, Ayahnya telah berada di sisi
sang pencipta.
Senyum
Fisha
yang
tadinya
mengembang mendadak lenyap. Kedua
matanya menabrak pandangan yang

sepi. Warung makan yang berkaca itu,


yang biasanya buka, tampak tertutup
dengan kain gorden. Pintu warung pun
tertutup. (hlm.57)
Kutipan
tersebut
menunjukkan
adanya pertentangan antara dua keinginan
yang termasuk dalam konflik batin. Fisha
menginginkan warung Padang yang dibuka
oleh bundanya selalu berkembang. Akan
tetapi, kenyatannya warung Padang yang
menjadi satu-satunya mata pencaharian di
keluarganya itu telah tutup.
Kenapa Bunda dijahatin seperti ini?
Fisha bertanya. Fisha mengelenggeleng. Air mata jatuh di kedua pipinya.
(hlm.68)
Kutipan tersebut menunjukkan adanya
pertentangan dua keinginan yang termasuk
dalam konflik batin. Fisha yang merasa
sedih setelah mengetahui mengapa warung
Padang bunda dan ayahnya tiba-tiba ditutup.
Tetapi, Fisha tidak tahu harus berbuat
apa, di sisi lain, dia ingin tetap berkuliah.
Namun, tanpa warung Padang itu, dari mana
bundanya mendapatkan uang untuk biaya
perkuliahannya.
Fisha pun tak tahu harus berbicara apa
lagi, kecuali perasaannya yang dikuasai
rasa sedih kembali, terlebih ketika
Amirah bercerita kejadian lima hari yang
lalu. (hlm.68)
Kutipan menggambarkan Fisha tidak
sanggup untuk berucap, kecuali perasaannya
yang dikuasai rasa sedih setelah mendengar
cerita dari adiknya, Fisha menginginkan
rumah makan Padang bundanya dibuka
kembali. Tetapi, semua itu tidak akan bisa
karena sudah tidak ada orang mau membeli
makanan di warung bundanya.
Isak tangis terdengar lirih dari bibir
Fisha. Dengan suara bergetar, Fisha
berucap lirih pada sang bunda, Aku
sudah tahu, Bunda. Aku mendengarkan
semuanya. Bunda tidak bersalah. Aku
sayang Bunda.... (hlm.91)

Kutipan tersebut menunjukkan Fisha


berusaha tegar dalam menghadapi masalah
yang sedang melanda keluarganya. Fisha,
Bunda dan Amirah menginginkan rumah dan
sawah milik ayahnya kembali. Akan tetapi,
kenyataannya rumah dan sawah tersebut
telah dijual oleh pamannya.
Fisha masih gelisah. Sudah berkalikali dia menelpon Fikri, tetapi HP Fikri
tidak aktif. Fisha kebingungan. Perasaan
gagal tiba-tiba menghantui wajahnya.
(hlm.143)
Kutipan tersebut menunjukkan Fisha
merasa gelisah karena Fikri belum kunjung
datang, sedangkan seminar sebentar lagi
akan dimulai. Perasaan Fisha dihantui dua
pilihan antara gagal atau mencari pemateri
lain.
Terkenang kembali Fisha saat ini, saat
di mana seharusnya sang ayah duduk di
sampingnya, mengapit Fikri dan dirinya.
Rasa sedih dan Nyinyir menghujan
dalam-dalam di dada Fisha, sebab tak
ada satupun keluarga atau kerabat, atau
siapapun yang bisa mewakilinya sebagai
wali nikahnya, kecuali wali hakim yang
sudah disiapkan oleh Pak penghulu itu
sendiri, yang duduk di hadapannya. Fisha
hendak menangis, hendak menitikkan
air mata. (hlm.191)
Kutipan tersebut menunjukkan Fisha
ingin yang menjadi wali nikahnya adalah
ayah kandungnya bukan wali hakim yang
tidak dikenalnya sama sekali.
Dalam situasi kebingungan, keresahan,
dan kegundahan hati yang seperti itu,
Fisha dihadapkan pada kenyataan yang
perih kembali. Ibunya jatuh sakit. Usaha
laundry yang tengah berkembang pesat
mendadak surut sebab munculnya
laundy-laundry baru di sekelilingnya.
(hlm.166)
Kutipan
tersebut
menunjukkan
keluarga Fisha mendapat musibah kembali,
laundry bundanya kini telah sepi padahal

557

Fisha menginginkan laundry-nya terus


berkembang. Akan tetapi, laundry mereka
terkalahkan oleh laundry-laundry baru yang
bermunculan.
Fisha merasa berada pada kondisi yang
paling berat disepanjang hidupnya.
(hlm.166)

Hamzah, jika Hamzah tahu pilihannya adalah


Fikri.
Mendengar nasihat Bunda, Fisha
menunduk. Air matanya mengalir deras.
Fisha pejamkan mata. Pada ketika itu,
yang tampak di pelupuk matanya adalah
wajah ayahnya. (hlm.173)

Kutipan tersebut menunjukkan Fisha


berada dalam kondisi paling berat dalam
hidupnya. Fisha harus berkerja untuk
membantu bundanya mencari uang untuk
biaya sekolah Amirah atau Fisha harus terus
meneruskan kuliahnya.
Fisha belum berani menceritakan dua
surat dari dua pemuda itu. Biarlah Bunda
beristrahat terlebih dahulu. Tentang
laundry, mari kita serahkan kepada
Allah. (hlm.167)

Kutipan tersebut menggambarkan


adanya pertentangan antara dua
keinginan, yang termasuk dalam konflik
batin. Fisha meminta pendapat bundanya
apakah Fikri atau Hamzah yang akan
dipilih untuk menjadi pendamping
hidupnya. Fikri mencintai Fisha karena
Allah semata, akan tetapi Hamzah tidak
pernah mengatakan hal serupa.

Kutipan tersebut menunjukkan Fisha


merasa bingung, dia harus memilih Fikri pria
yang baru saja dikenalnya atau Hamzah pria
yang sudah lama dikenalnya untuk menjadi
pendamping hidupnya.
Fisha semakin tersudut. Adakah
ia memang berarti melukai hati
dan perasaan Hamzah apabila ia
memutuskan untuk memilih Fikri.
(hlm.170)
Kutipan tersebut menggambarkan
bahwa Fisha merasa tersudut dengan dua
pilihan. Fisha merasa dia benar-benar
akan melukai hati dan perasaan Hamzah
apabila dia memutuskan untuk memilih Fikri
dibanding Hamzah. Pertentanagn antara dua
keinginan termasuk dalam konflik batin yang
berupa pertentangan antara dua keinginan.
Bunda, adakah aku salah jika aku
terima Fikri sebagai pedamping hidupku,
Bunda? Adakah aku keliru bila aku
meninggalkan Hamzah demi dia?
Zalimkah aku dengan perasaanku?
Tolong aku bunda. (hlm.172)
Kutipan tersebut Fisha bingung karena
dia akan memutuskan pilihannya kepada
Fikri. Akan tetapi, bagaimana dengan

558

Kabar yang mengagetkan dari adiknya,


Amirah itu teramat mencemaskan Fisha.
Hingga beberapa kali membuat air
matanya menetes. (hlm.210)
Kutipan tersebut menunjukkan Fisha
kaget mendengar kabar dari adiknya
bahwa bunda dan adiknya akan kembali
ke kampung halaman mereka. Sedangkan
Fisha belum sempat bertemu bunda dan
adiknya. Fisha ingin sekali bertemu dengan
bunda dan adiknya, akan tetapi dia juga
tidak mau meninggalkan momen sebagai
pengantin baru.
Maafkan aku, Bunda. Aku tidak tahu,
kenapa ibu dan adik iparku begitu benci
terhadapku. Semua yang kukerjakan,
semua yang kulakukan, di rumah ini,
selalu saja salah di mata mereka. Bunda,
oh bunda aku rindu engkau. (hlm.225226)
Fisha
merasa
sangat
bersalah
kepada bunda dan adiknya karena Fisha
bingung kenapa ibu mertua dan adik iparnya
sangat membencinya. Semua yang Fisha
kerjakan seakan salah di mata mereka dan
Fisha menangis menginggat bundanya
diperlakukan seperti itu.
Fisha mengigit bibir. Dia ingin bangun
dari pembaringan, tetapi dirasakannya

dia lemas sekali. Tak berdaya. Fisha


hanya bisa menangis. Hatinya menjerit.
(hlm.237)

Bahkan, tumpahan air mata itu tak bisa


mengobati kepedihan Fisha. Hatinya
pun menjerit luka. (hlm.268)

Kutipan tersebut menunjukkan Fisha


ingin bangkit dari pembaringannya. Akan
tetapi, rasa sakit itu seakan membuatnya tak
berdaya dan Fisha hanya bisa menangis.
Fisha menggigit bibirnya yang pucat
putih itu. Dia ingin mengatakan hal yang
sebenar-benarnya, tetapi tatapan mata
ibu mertuanya yang berdiri di belakang
Fikri membuatnya terdiam. Sepasang
bibir Fisha yang pucat pasi itu hanya
bisa bergeyar. (hlm.239)

Kutipan
tersebut
menunjukkan
Fisha hanya bisa menangisi semua yang
menimpanya. Padahal Fisha sangat-sangat
menginginkan bayinya, akan tetapi Tuhan
berkendak lain.

Kutipan tersebut menunjukkan Fisha


yang ingin mmengatakan yang sebenarnya
terjadi kepada Fikri. Tetapi, Fisha takut
kepada ibu mertuanya yang menatapnya
dengan tatapan tajam.

PENUTUP
Berdasarkan hasil dan pembahasan
di atas, dapat diambil simpulan sebagai
berikut. Konflik internal yang terdapat dalam
novel Air Mata Tuhan karya Aguk Irawan
M.N. berdasarkan analisis yang peneliti
lakukan, yaitu konflik batin yang berupa
harapan-harapan dan pertentangan antara
dua keinginan.

DAFTAR PUSTAKA
Irawan, M. N., Aguk. 2014. Air Mata Tuhan. Depok: Imania.

Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.

559

KESALAHAN PENERJEMAHAN TEKS


DARI BAHASA INGGRIS KE BAHASA INDONESIA DI UNIKOM
Asih Prihandini, Fenny Febryanti, Nungki Heriyati

Alamat korespondensi: dina_dini34@yahoo.co.id; Nigatsu_79@yahoo.com; nungki.heriyati@yahoo.


com

ABSTRACT

This study aimed to analyze the error text translation from English to Indonesian influenced
by the background of a multicultural society. Indonesia as a multicultural society has diverse
languages and cultures that make up the concept and perspective of a person. This can make
it difficult to understand the causes of errors in the translation from the source language to the
target language. Respondents in this study were students UNIKOM. Selection of respondents
using purposive sampling, with the objective of getting the students who have limited English
skills and come from various regions in Indonesia so that it can be observed fault does.
Moreover, interviews conducted to obtain accurate information from respondents about the
translation process does. The results showed that the errors that often arise due to lack of
vocabulary and understanding of the structure of the English language. This problem can be
solved by formulating learning strategies and structured English vocabulary in a way that most
easily adjusted to the level of students.
Keywords: mistranslation, English and Indonesian, multicultural

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesalahan penerjemahan teks dari bahasa Inggris
ke bahasa Indonesia yang dipengaruhi oleh latar belakang masyarakat yang multikultural.
Indonesia sebagai masyarakat yang multikultural memiliki beragam bahasa dan budaya
yang membentuk konsep dan cara pandang seseorang. Hal ini dapat menyebabkan sulitnya
memahami penyebab dari kesalahan dalam menerjemahkan dari bahasa sumber ke bahasa
sasaran. Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa UNIKOM. Pemilihan responden
menggunakan purposive sampling, dengan tujuan mendapatkan mahasiswa yang memiliki
kemampuan bahasa Inggris tertentu dan berasal dari berbagai daerah di Indonesia sehingga bisa
diamati kesalahan yang dilakukannya. Selain itu, dilakukan juga wawancara untuk mendapat
informasi yang akurat dari responden mengenai proses penerjemahan yang dilakukannya.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kesalahan yang sering muncul disebabkan kurangnya
penguasaan kosakata dan pemahaman struktur bahasa Inggris. Masalah ini dapat diselesaikan
dengan merumuskan strategi pembelajaran kosakata dan struktur bahasa Inggris dengan cara
yang paling mudah disesuaikan dengan tingkat kemampuan mahasiswa.
Kata kunci: kesalahan penerjemahan, bahasa Inggris & Indonesia, multikultural

PENDAHULUAN
Perkembangan pengetahuan dan
pendidikan tidak lepas dari buku sebagai
sumber rujukan utama, yang wajib dijadikan
acuan dalam memaparkan kajian teoretis
untuk memecahkan sebuah permasalahan
dalam lapangan ilmu pengetahuan. Buku
teks yang menjadi bagian utama dari
pengajaran ternyata sebagian besar masih
menggunakan bahasa Inggris. Hal ini cukup

560

menyulitkan
pemahaman
mahasiswa.
Apalagi untuk dapat menerjemahkannya ke
dalam bahasa Indonesia.
Latar belakang budaya yang berbeda
menyebabkan sulitnya memahami dan
menerjemahkan buju teks tersebut. Seperti
halnya pada ilmu pengetahuan humaniora,
misalnya sastra, latar belakang kultural
penulisnya biasanya sangat berpengaruh
terhadap gaya penulisan ataupun thematic

keseluruhan dari buku teks tersebut. Jika


tidak memahami hal-hal di atas, maka akan
terjadi kesalahan dalam penerjemahan.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian
ini
mengangkat
topik
penerjemahan
yang difokuskan pada analisis kesalahan
penerjemahan teks dari bahasa Inggris ke
bahasa Indonesia di lingkungan masyarakat
yang multikultural, khususnya studi kasus
pada para mahasiswa/i UNIKOM Bandung.
Penelitian ini bermaksud untuk
menganalisis kesalahan penerjemahan yang
terjadi yang dilatarbelakangi oleh perbedaan
budaya antara teks yang akan diterjemahkan
dengan
penerjemah.
Penelitian
ini
mempunyai tujuan untuk mengukur tingkat
kesulitan mahasiswa dalam menerjemahkan
buku-buku bahan ajar yang menggunakan
bahasa Inggris. Dengan diadakannya
penelitian ini, diharapkan dapat diketahui
factor-faktor penting penyebab mahasiswa
mengalami kesulitan sehingga dapat
dirumuskan penyelesaian untuk mengatasi
kendala tersebut.
Penelitian
menggunakan
metode
kualitatif yang bertujuan untuk memahami
fenomena yang dialami oleh subjek penelitian
dan dideskripsikan secara menyeluruh.
(Moleong, 2006: 6). Pendekatan yang
digunakan adalah studi kasus (case studies),
di mana dilakukan pendalaman tentang
individu satu kelompok, satu organisasi, satu
program kegiatan, dan sebagainya dalam
waktu tertentu.
Penelitian
mengenai
analisis
kesalahan
berbahasa
ini
mengambil
populasi mahasiswa UNIKOM. Sampel
penelitian diambil berdasarkan metode
purposive sampling. Metode ini diambil agar
mendapatkan data yang tepat sesuai dengan
kebutuhan penelitian, yaitu mahasiswa
UNIKOM yang memiliki kemampuan dasar
bahasa Inggris. Kemampuan dasar ini
dibuktikan dengan setidaknya mahasiswa
tersebut telah mengambil mata kuliah bahasa

Inggris 1 (dasar). Kriteria lainnya, yaitu


asal daerah mahasiswa. Peneliti berusaha
untuk mendapatkan sampel mahasiswa
dari berbagai daerah di Indonesia yang
bisa mewakili kota-kota besar yang ada
di Indonesia, baik dari Sumatra, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi, NTB, dan Papua.
Berdasarkan metode tersebut, kemudian
diambil sampel sebanyak 120 mahasiswa.
Ada dua data yang diambil dari sampel
yang diambil, pertama tes tertulis berupa
terjemahan untuk melihat kesalahan apa
saja yang dilakukan oleh mahasiswa yang
menjadi sampel. Kedua adalah survei
mengenai pendapat para mahasiswa tersebut
mengenai kendala-kendala yang ditemuinya
dalam menerjemahkan dan juga usaha yang
mereka lakukan untuk mengatasinya.
Proses menerjemahkan adalah proses
pemindahan makna dari bahasa sumber ke
bahasa sasaran. Bell (1993: 6) mengutip dari
Malone, menjelaskan bahwa Translation is
the replacement of a text in one language
of an equivalent text in a second language.
Jadi, pada dasarnya penerjemahan adalah
proses untuk menggantikan teks dari satu
bahasa ke teks bahasa yang lainnya. Kata
equivalent di atas tidaklah sederhana
karena setiap teks memiiki derajat equivalent
yang berbeda, baik dari segi bagaimana
bahasa disampaikan (struktur gramatika,
makna, dan pilihan kata) dan perbedaan
tingkatan-tingkatan yang ada dalam struktur
bahasa (kata, frase, klausa, dan kalimat)
bahasa sumber dan bahasa sasaran.
Perbedaan
cara
penyampaian
ataupun perbedaan struktur bahasa juga
dipengaruhi oleh budaya. Menerjemahkan
itu bersifat kultural, bukan individual, karena
seorang individu dipengaruhi oleh budaya
dari mana dia berasal. Jadi, terjemahan itu
merupakan komunikasi antarbudaya. (Rubel
and Rosman, 2003: 15). Jones (2003: 46)
juga menjelaskan dalam teorinya tentang
environmental strategies, sebagai makhluk

561

sosial, kita dipengaruhi oleh kepercayaan


tertentu yang membentuk sikap dan cara
pandang kita. Terkadang jika orang tersebut
tidak sadar dengan pengaruh budayanya
akan menyebabkan terjadinya kesalahan
dalam menerjemahkan. Misalnya, dalam
bahasa Indonesia, bahasa Indonesia tidak
memiliki aturan tentang aspect dan tenses,
hal ini menyebabkan banyak kesalahan
dalam terjemahan kalimat yang terdapat
perbedaan waktu dan perubahan kata kerja.
Memahami perbedaan konsep dalam
suatu budaya tertentu tidaklah mudah.
Seorang
penerjemah
harus
mampu
memahami kebudayaan bahasa sumber dan
bahasa sasaran agar bisa menerjemahkan
dengan baik. Penerjemah harus bisa
memilah apakah mempertahankan atau
mengubah teks tersebut. Seperti yang
dijelaskan oleh Rubel dan Rosman dari Venuti
(2003: 11) bahwa dalam menerjemahkan,
kita mencari persamaan, tetapi tidak
mungkin
menghilangkan
perbedaan
dalam kebudayaan sepenuhnya. Setiap
budaya memiliki caranya sendiri dalam
menggambarkan suatu konsep tertentu.
Jones menambahkan contoh bahwa saat
seseorang mengatakan jharsurugarchu
yang artinya adalah hujan datang tapi
sebenarnya maksudnya adalah badai.
Jika seorang penerjemah tidak mampu
memahami kebudayaan yang berbeda dalam
bahasa sumber dan bahasa sasaran, maka
hasil terjemahannya mungkin tidak akan bisa
mengomunikasikan atau menyampaikan
pesan sebagaimana yang dimaksudkan di
bahasa sumber. Jika kita memperhatikan
lingkungan sekitar penerjemah atau budaya
yang mempengaruhinya, maka kita dapat
memahami kencenderungan kesalahan
yang dilakukannya saat menerjemahkan.
Perbedaan ini ditengarai menjadi salah satu
faktor kesulitan dalam proses penerjemahan.

562

Menurut Moentaha (2006: 1327),


faktor-faktor
kesulitan
dalam
proses
penerjemahan adalah:
1. Sarana Leksikal
Sarana leksikal terbagi menjadi tiga,
yaitu (a) aneka makna, yakni katakata yang mengandung polisemi; (b)
differensiasi/nondifferensiasi, yakni kata
yang mungkin memiliki makna yang lebih
luas atau sempit dalam bahasa tertentu;
dan (3) medan semantik, yakni kata-kata
yang memiliki makna komponen sematik
umum.
2. Sarana Gramatikal
Sarana gramatikal terbagi menjadi tiga,
yaitu (a) bentuk tunggal dan jamak; (b)
kategori aspek (perfect/imperfect); (c)
kategori genus.
3. Sarana Stilistis
Setiap bahasa memiliki sistem fungsional
terkait dengan gaya bahasa/stilistika.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian tentang analisis
kesalahan penerjemahan teks dari bahasa
Inggris ke bahasa Indonesia di UNIKOM
menunjukkan
bahwa
ada
beberapa
kesalahan yang banyak ditemukan pada
proses penerjemahan yang dilakukan oleh
mahasiswa. Kesalahan ini, antara lain
sebagai berikut:
Pertama, aneka makna. Aneka
makna juga menjadi kesalahan terbanyak
yang dilakukan oleh mahasiswa. Hal ini
dimungkinkan kurangnya pemahaman makna
kata bahasa Inggris sehingga diterjemahkan
tidak sesuai dengan maksud dari makna
kata bahasa Inggris dan juga tidak sesuai
dengan konteks bahasa Indonesia. Contoh,
pada kata grocery diartikan toko grosir yang
seharusnya toko bahan makanan/kelontong;
atau kata behave coolly dengan arti bersikap
dingin padahal harusnya diartikan bersikap
tenang; atau kata mortar yang tetap diartikan
mortar; kata a flat tire yang diterjemahkan

menjadi ban yang pecah atau ada juga


menerjemahkannya menjadi ban rata.
Padahal akan lebih baik jika diterjemahkan
sebagai ban kempes agar sesuai dengan
konteks Indonesia.

been asked to accept a bribe yang diartikan


sebelumnya saya tidak pernah disuruh untuk
menerima uang suap yang akan lebih tepat
jika diartikan Belum pernah sebelumnya,
saya diminta untuk menerima suap.

Pada sarana gramatikal, titik kesalahan


terbanyak, yaitu pada aspek dan tenses dalam
bahasa Inggris yang berbeda dengan bahasa
Indonesia. Dalam kalimat I bought rice in the
grocery shop diterjemahkan saya membeli
beras di toko sembako. Terjemahan dalam
bahasa Indonesia ini tidak memperlihatkan
aspek dan tenses yang terdapat dalam
bahasa Inggris, di mana kegiatan membeli
tersebut terjadi di masa lampau dan sudah
selesai dengan digunakannya kata kerja
lampau atau kata kerja bentuk kedua, yaitu
bought.

Hasil survei memperlihatkan masalah


yang sama dengan yang terlihat dari tes
tertulis. Berdasarkan pengisian angket, faktor
terbesar penyebab terjadinya kesalahan
dalam menerjemahkan, yaitu kurangnya
penguasaan kosakata dalam bahasa Inggris.
Mahasiswa kebanyakan tidak memiliki
perbendaharaan yang banyak sehingga tidak
mampu menerjemahkan dengan baik. Selain
itu, kata yang memiliki makna yang lebih dari
satu menyulitkan mereka untuk memahami
bacaan dan memilih padanan kata yang
tepat untuk kalimat yang diterjemahkan.

Kesalahan lain disebabkan oleh


struktur kalimat yang lebih kompleks,
misalnya pada kalimat pengandaian. Hasil
terjemahan tidak memperlihatkan apakah
situasi yang dibicarakan masih mungkin
atau tidak mungkin terjadi. Kesulitan dalam
menentukan aspek ini dapat disebabkan
oleh tidak adanya perbedaan waktu dalam
kata kerja di bahasa Indonesia.

Ketidakmampuan
menganalisis
konteks kalimat menjadi faktor penyebab
berikutnya. Perbedaan struktur bahasa
Inggris pun menyulitkan mereka untuk
dapat memahami makna dari kalimat
yang diterjemahkan, walaupun banyak
di antaranya yang mampu menyebutkan
beberapa perbedaan mendasar bahasa
Inggris dan Indonesia, seperti dalam bahasa
Indonesia, biasanya berpola diterangkanmenerangkan, sedangkan dalam bahasa
Inggris menerangkan-diterangkan. Ada juga
yang mengetahui bahwa dalam bahasa
Indonesia, dimungkinkan ada kalimat yang
tidak memiliki kata kerja, misalnya dalam
kalimat Dia cantik. Hal ini tidak mungkin
dalam bahasa Inggris karena kalimat dalam
bahasa Inggris minimal memiliki subjek dan
predikat.

Pada genus ditemukan kesalahan


penerjemahan, yaitu sebagian besar
mahasiswa menerjemahkan kata she
menjadi dia, tanpa secara spesifik
menyebutkan jika dia itu adalah perempuan.
Hal ini dikarenakan kebiasaan pada bahasa
Indonesia yang tidak menyebutkan seorang
dia itu sebagai laki-laki atau perempuan.
Pada penerjemahan bentuk tunggal
dan jamak juga ditemukan adanya
kesalahan, di mana kata women diartikan
dengan seorang wanita, yang seharusnya
adalah wanita-wanita.
Perbedaan stilistika terlihat pada bentuk
inversi yang digunakan untuk memberikan
penegasan pada action yang dilakukan,
misalnya pada kalimat Never before had I

Survei tentang bagaimana mahasiswa


mengatasi masalah terjemahan yang
ditemuinya memperlihatkan bahwa pertama
adalah penggunaan kamus, baik dalam
bentuk buku ataupun online. Langkah lainnya
adalah mempelajari banyak kosakata bahasa
Inggris, banyak membaca, belajar dari lagu
dan film, ikut les, banyak berlatih berbicara

563

dan mendengar dalam bahasa Inggris.


Ada juga responden yang mempunyai
strategi dalam menerjemahkan kalimat yang
kompleks, yaitu dengan membagi kalimat
tersebut ke dalam kalimat yang lebih pendek.
PENUTUP
Berdasarkan
penelitian,
maka
dapat
disimpulkan
bahwa
kesulitan
terbesar pada proses penerjemahan, yaitu
keterbatasan penguasaan kosakata dan
penguasaan struktur kalimat. Pengetahuan
mengenai aspek dalam bahasa Inggris
juga dapat membantu mahasiswa dalam
menerjemahkan.
Perbedaan
tersebut
disebabkan oleh adanya perbedaan budaya
dari bahasa sumber ke bahasa sasarannya.
Perbedaan
ini
membuat
mahasiswa

melakukan
kesalahan
dalam
proses
penerjemahan. Berdasarkan hal tersebut,
maka perlu adanya rancangan dalam
proses pembelajaran bahasa Inggris yang
memberikan strategi dalam penguasaan
kosakata dan strategi dalam mempelajari
struktur bahasa Inggris.
Adapun saran dari penulis sebagai
berikut: penelitian lapangan, terutama
menggunakan purposive sampling, yaitu
snow ball memerlukan waktu yang cukup
lama dalam mengumpulkan data. Selain itu,
kemungkinan tidak dikembalikannya hasil
survei dan tes membuat waktu pengambilan
data menjadi lebih dari yang direncanakan.
Maka, diperlukan rancangan waktu penelitian
yang lebih cermat.

DAFTAR PUSTAKA
Bell, Roger T.. 1993. Translation and Translating: Theory and Practice. Longman: London and
New York.
Jones, Tood. 2003. Translation and Belief Ascription: Fundamental Barriers in Paula Rubel
and Rosman Abraham (Ed.), Translating Cultures: Perspectives on Translation and
Antropology. New York: Berg.
Moentaha, Salihen. 2006. Bahasa dan Terjemahan. Jakarta: Kesaint Blanc.
Moleong, Lexy J.. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Rubel, Paula and Rosman Abraham (Ed.). 2003. Translating Cultures: Perspectives on
Translation and Antropology. New York: Berg.

564

MENYIMAK KOMPREHENSIF DAN KRITIS SEBAGAI ALTERNATIF


PEMBELAJARAN MENYIMAK DI PERGURUAN TINGGI
IKIP-PGRI PONTIANAK
Dewi Leni Mastuti

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP-PGRI Pontianak


Jalan Ampera Kotabaru Pontianak 78116

ABSTRACT

Learning to listen is one activity that is often overlooked, this happens because the less
productive colleger in listening, the first activity of the colleger to be involved in the learning
process skills listen to speeches and interviews are still lacking, and both the willingness
and seriousness of the colleger to learn in groups is very low, such as colleger just quiet,
annoying friends who discuss, and do not dare to propose. This study aimed to describe: 1)
Implementation of the created lecturer in a comprehensive and critical listening, 2) instructional
media created lecturer in a comprehensive and critical listening. The method used in this
research is descriptive qualitative research method. Sources of data obtained from informants,
events, questionnaires and direct observations. The informant of this study is the lecturer
Training College lecturer PBSI PGRI Pontianak.
Keywords: scrutinize, comprehensive and critical, learning

ABSTRAK

Pembelajaran menyimak merupakan salah satu kegiatan yang sering diabaikan. Hal ini terjadi
karena kurang produktifnya mahasiswa dalam menyimak, pertama, keaktifan mahasiswa
untuk terlibat dalam proses pembelajaran keterampilan menyimak pidato dan wawancara
masih kurang dan kedua, kemauan dan keseriusan mahasiswa untuk belajar berkelompok
sangat rendah, misalnya mahasiswa hanya diam, mengganggu teman yang berdiskusi,
serta tidak berani mengajukan pendapat. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1)
pelaksanaan yang dibuat guru dalam pembelajaran menyimak komprehensif dan kritis, (2)
media pembelajaran yang dibuat guru dalam pembelajaran menyimak komprehensif dan kritis.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif
deskriptif. Sumber data diperoleh dari informan, peristiwa, angket, dan pengamatan langsung.
Informan dari studi ini adalah dosen PBSI IKIP PGRI Pontianak.
Kata kunci: menyimak, komprehensif dan kritis, pembelajaran

PENDAHULUAN
Bahasa
Indonesia
merupakan
pelajaran yang sangat penting dalam
pengembangan potensi diri di perguruan
tinggi. Oleh sebab itu, pendidikan bahasa
Indonesia yang diajarkan di perguruan tinggi
adalah pendidikan bahasa Indonesia yang
dapat menata nalar, membentuk kepribadian,
menanamkan
nilai-nilai,
memecahkan
suatu masalah, dan melakukan tugas
tertentu. Bahasa memiliki peran penting
dalam perkembangan intelektual, sosial,
dan emosional mahasiswa, bahasa juga
merupakan penunjang keberhasilan dalam

mempelajari semua bidang mata kuliah.


Pembelajaran bahasa diharapkan dapat
membantu mahasiswa mengenal dirinya,
baik itu budayanya sendiri dan budaya
orang lain, mengemukakan gagasan dan
perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat
yang menggunakan bahasa tersebut, serta
dapat menemukan dan menggunakan
kemampuan analitis dan imajinatif yang ada
dalam dirinya.
Pembelajaran
Bahasa
Indonesia
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
mahasiswa untuk berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik

565

dan benar, baik secara lisan maupun tulisan.


Menurut Tarigan (2008: 2), Keterampilan
berbahasa (language arts, language skills)
dalam kurikulum di sekolah biasanya
mencakup empat segi, yaitu keterampilan
menyimak (listening skills), keterampilan
berbicara (speaking skills), keterampilan
membaca (reading skills), dan keterampilan
menulis (writing skills). Sehubungan
dengan hal tersebut, dalam membicarakan
pengajaran bahasa Indonesia tidak terlepas
dari kegiatan menyimak komprehensif dan
kritis.
Berdasarkan uraian di atas, kegiatan
menyimak sangat diperlukan dalam mata
kuliah, baik itu mata kuliah Bahasa Indonesia
atau pun mata kuliah yang lainnya, satu dari
beberapa faktor penting yang digunakan
dalam proses pembelajaran di kelas adalah
kegiatan menyimak. Menyimak merupakan
suatu alat untuk mencapai beberapa
tujuan yang dianggapnya penting dan
bila mahasiswa melihat bahwa dari hasil
menyimak akan membawa kemajuan pada
dirinya, maka mahasiswa akan terfokuskan
untuk menyimak apa yang didengarnya.
Keterampilan
menyimak
sebagai
satu dari empat keterampilan berbahasa
yang mempunyai peranan penting dalam
kehidupan manusia. Melalui menyimak,
mahasiswa
dapat
menuangkan,
mengindahkan,
memperhatikan
apa
yang didengarkannya dengan berbicara.
Dalam proses pembelajaran di perguruan
tinggi, setiap dosen sangat menginginkan
mahasiswanya memiliki prestasi belajar yang
baik, dalam arti jika diukur dalam bentuk
kemampuannya diharapkan mahasiswa
dapat
mencapai
standar
ketuntasan
yang diharapkan oleh dosen. Mahasiswa
menganggap mempelajari bahasa Indonesia
itu sangat mudah sehingga mahasiswa
banyak yang meremehkannya. Masalah
prestasi belajar ini adalah masalah klasik
yang akan terus terjadi dalam lembaga

566

pendidikan. Meskipun masalah tersebut tidak


dapat dihilangkan sampai tuntas (100%),
namun akan lebih baik jika permasalahan
tersebut dapat diminimalisasi. Masalahmasalah seperti ini juga terjadi di IKIP PGRI
Pontianak.
Permasalahan itu ditunjukkan dari hasil
praobservasi yang dilakukan peneliti dengan
para mahasiswa IKIP PGRI Pontianak
semester 2 Prodi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia. Mengenai prestasi belajar
mahasiswa terhadap mata pelajaran Bahasa
Indonesia, jawaban yang diberikan adalah
prestasi belajar mahasiswa tergolong
rendah, hal ini ditunjukkan dari hasil ujian
semester mahasiswa yang tidak mencapai
ketuntasan belajar secara klasikal, yaitu 75%
memperoleh nilai 75. Dalam tanya jawab
tersebut, juga diperoleh informasi bahwa
materi menyimak pidato dan wawancara
merupakan salah satu materi yang dianggap
sulit bagi mahasiswa, sehingga peneliti
tertarik untuk memilih materi menyimak
pidato dan wawancara ini sebagai materi
yang akan diteliti.
Berkaitan dengan masalah tersebut,
tentunya harus diberikan suatu solusi yang
dapat membuat suasana belajar yang lebih
aktif dan dapat menimbulkan minat belajar
mahasiswa terhadap pelajaran Bahasa
Indonesia dan tentunya berefek terhadap
hasil belajar mahasiswa. Seorang dosen
merupakan faktor yang sangat penting
dalam menentukan keberhasilan belajar
mahasiswanya. Ini berarti seorang dosen
harus memiliki kiat-kiat khusus untuk
memilih strategi, pendekatan, metode, dan
teknik yang cocok digunakan pada topik
pembelajaran Bahasa Indonesia tertentu,
sehingga akan mempermudah proses
terbentuknya pengetahuan pada mahasiswa.
Penelitian
ini
difokuskan
pada
keterampilan
menyimak
komprehensif
dan kritis pada materi menyimak pidato
dan wawancara. Hal ini tidak terlepas

dari kenyataan yang peneliti temukan


bahwa keterampilan menyimak pidato dan
wawancara pada mahasiswa semester
2 Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia IKIP PGRI Pontianak masih
rendah di bawah nilai KKM, yakni 75. Dalam
hal proses pembelajaran menyimak pidato
dan wawancara, dosen masih mengeluh
atas ketidakmampuan mahasiswa dalam
memahami pidato, wawancara yang dilihat
dan didengarnya. Masalah-masalah tersebut,
yaitu pertama keterampilan mahasiswa
dalam keterampilan menyimak pidato dan
wawancara masih rendah, kedua keaktifan
mahasiswa untuk terlibat dalam proses
pembelajaran
keterampilan
menyimak
pidato dan wawancara masih kurang,
ketiga perhatian mahasiswa terhadap
pembelajaran
keterampilan
menyimak
pidato dan wawancara masih kurang,
dan keempat kemauan dan keseriusan
mahasiswa untuk belajar berkelompok
sangat rendah, misalnya mahasiswa hanya
diam, mengganggu teman yang berdiskusi,
serta tidak berani mengajukan pendapat.
Permasalahan-permasalahan
tersebutlah
yang selalu dihadapi dalam pembelajaran
keterampilan menyimak komprehensif dan
kritis.
Berdasarkan observasi yang dilakukan
oleh peneliti pada 12 Oktober 2015, beberapa
masalah yang muncul dalam proses
pembelajaran
keterampilan
menyimak
komprehensif dan kritis pada semester
2 Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia IKIP PGRI Pontianak disebabkan
oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut
antara lain pelaksanaan pembelajaran dan
penggunaan media pembelajaran yang
belum maksimal.
Kenyataan
di
lapangan
menggambarkan bahwa selama ini dosen
masih menggunakan model ceramah dalam
proses pembelajaran. Penggunaan model
ceramah memang memiliki keunggulan

dalam proses pembelajaran, tetapi juga dapat


menimbulkan permasalahan. Penggunaan
model ceramah dapat menumbuhkan
kejenuhan pada mahasiswa untuk belajar.
Hal itu terjadi karena mahasiswa lebih sering
berada pada posisi sebagai penyimak,
sedangkan dosen sebagai pembicara
sekaligus sebagai satu-satunya pentransfer
ilmu. Kejenuhan itu juga muncul karena
mahasiswa tidak diajak untuk terlibat secara
aktif dalam proses pembelajaran dan materi
yang disampaikan dosen lebih bersifat
teoretis.
Sejalan dengan hal di atas, Tarigan
(2008: 31) mengartikan Menyimak adalah
suatu proses kegiatan mendengarkan
lambang-lambang lisan dengan penuh
perhatian, pemahaman, apresiasi, serta
interpretasi untuk memperoleh informasi,
menangkap isi atau pesan serta memahami
makna komunikasi yang telah disampaikan
oleh sang pembicara melalui ujaran atau
bahasa lisan. Berdasarkan teori pengertian
menyimak di atas, maka dapat dipahami
bahwa menyimak adalah suatu proses
kegiatan mendengarkan bunyi, baik bunyi
nonbahasa dan bunyi bahasa dengan penuh
pemahaman, perhatian, apresiasi, serta
interpretasi dengan menggunakan aktivitas
telinga dalam menangkap pesan yang
diperdengarkan untuk memperoleh informasi
dan memahami isi yang disampaikan bunyi
tersebut.
Menurut Tarigan (2008: 63), ada
lima tahapan dalam menyimak, tahapan
tersebut adalah mendengar, memahami,
menginterpretasi,
mengevaluasi,
dan
menanggapi. Kelima tahap tersebut dapat
peneliti jelaskan secara singkat sebagai
berikut.
1. Tahap mendengar. Tahap ini seseorang
hanya baru mendengar segala sesuatu
yang diujarkan oleh pembicara. Dengan
demikian, ia masih berada di tahap
hearing.

567

2. Tahap memahami. Setelah seseorang


mendengar ujaran sang pembicara, maka
perlu untuk mengerti atau memahami
dengan baik. Tahap ini merupakan tahap
understanding.
3. Tahap
menginterpretasi.
Penyimak
yang baik, yang cermat dan teliti belum
merasa puas jika hanya mendengar
dan memahami isi ujaran si pembicara
sehingga ia ingin menafsirkan apa
yang tersirat dalam ujaran permbicara
tersebut. Tahap ini disebut tahap
interpreting.
4. Tahap mengevaluasi. Setelah penyimak
bisa memahami serta dapat menafsirkan
isi pembicaraan, maka mulailah penyimak
menilai apa yang telah diujarkan oleh
pembicara, yaitu tentang keunggulan
dan kelemahan. Dengan demikian,
sampailah pada tahap evaluating.
5. Tahap menanggapi. Tahap ini merupakan
tahap terakhir dalam kegiatan menyimak.
Penyimak bisa menyambut, menyerap,
serta
menerima
gagasan
yang
dikemukakan oleh pembicara. Tahap ini
disebut tahap responding.
Tujuan umum menyimak adalah untuk
memperoleh informasi, menangkap isi,
serta memahami komunikasi yang hendak
disampaikan sang pembicara melalui ujaran.
Hal demikian menyebabkan munculnya
berbagai ragam menyimak. Menurut Tarigan
(2008: 38), ragam menyimak yaitu intensif
dan ekstensif.
Sehubungan dengan pembahasan
mengenai ragam menyimak di atas, pada
penelitian ini, peneliti hanya akan membahas
ragam menyimak intensif yang terbagi
atas: (1) menyimak kritis dan (2) menyimak
komprehensif,. Di bawah ini akan peneliti
jelaskan secara singkat mengenai ragamragam menyimak intensif sebagai berikut
(Tarigan, 2008: 43-53).
1. Menyimak kritis adalah sejenis kegiatan
menyimak berupa pencarian kesalahan

568

atau kekeliruan, bahkan juga butir-butir


yang baik dan benar dari ujaran seorang
pembicara dengan alasan-alasan yang
kuat dan dapat diterima akal sehat
2. Menyimak komprehensif adalah sejenis
kegiatan dalam menyimak yang dapat
mengakibatkan kesenangan rekonstruksi
imajinatif para penyimak terhadap bunyi,
penglihatan, gerakan, serta perasaanperasaan kinestetik yang disarankan
atau dirangsang oleh sesuatu yang
disampaikan (lebih menekankan pada
menyimak menyeluruh).
Keterampilan menyimak perlu dikuasai
seorang mahasiswa dan khalayak pada
umumnya, sebab setiap kegiatan menyimak
yang
dilakukan
akan
memunculkan
tujuan-tujuan yang berbeda. Hal ini berarti
bahwa menyimak memiliki tujuan yang
berbeda-beda tergantung maksud dari
sang penyimak. Secara umum, menyimak
bertujuan untuk memperoleh informasi,
menangkap isi, serta memahami komunikasi
yang hendak disampaikan sang pembicara
melalui ujaran. Oleh karena itu, Tarigan
(2008: 61) menyebutkan bahwa menyimak
memiliki delapan tujuan, yaitu menyimak
untuk belajar, menyimak untuk menikmati,
menyimak untuk mengevaluasi, menyimak
untuk mengapresiasi, menyimak untuk
mengomunikasikan ide-ide, menyimak untuk
membedakan bunyi-bunyi, menyimak untuk
memecahkan masalah, menyimak untuk
menyakinkan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Prodi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
semester 2 IKIP PGRI Pontianak, dengan
alamat Jalan Ampera, Kota Baru, Pontianak
78116. Kelas yang digunakan untuk
penelitian adalah kelas A, B, dan C Pagi,
dengan pertimbangan kelas tersebut
terdapat
permasalahan
pembelajaran
Bahasa Indonesia, khususnya mata kuliah

menyimak komprehensif dan kritis pada


materi menyimak pidato dan wawancara.
Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan,
yaitu pada bulan Oktober-Desember 2015.
Penelitian ini berbentuk penelitian
deskriptif
kualitatif,
bertujuan
untuk
menggambarkan
serta
menjelaskan
kenyataan di lapangan. Kenyataan yang
dimaksud adalah proses pembelajaran
menyimak komprehensif dan kritis pada
materi menyimak pidato dan wawancara.
Sumber data penelitian di antaranya: (1)
peristiwa proses pembelajaran menyimak
komprehensif dan kritis (menyimak pidato
dan wawancara), (2) informan melalui
wawancara, (3) angket, dan (4) pengamatan
langsung. Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini, antara lain
observasi wawancara secara mendalam dan
angket.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Proses Pelaksanaan Pembelajaran
dalam Menyimak Komprehensif dan
Kritis (Pada Materi Menyimak Pidato
dan Wawancara)
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran
adalah upaya yang dilakukan oleh pendidik
untuk merealisasikan rancangan yang
telah disusun, baik di dalam silabus
maupun rencana pembelajaran. Karena
itu, pelaksanaan kegiatan pembelajaran
menunjukkan penerapan langkah-langkah
metode strategi kegiatan belajar-mengajar.
Proses pembelajaran langsung adalah
proses pendidikan, di mana peserta didik
mengembangkan pengetahuan, kemampuan
berpikir, dan keterampilan psikomotorik
melalui interaksi langsung dengan sumber
belajar yang dirancang dalam silabus dan
rencana pembelajaran berupa kegiatankegiatan pembelajaran. Dalam pembelajaran
langsung tersebut, mahasiswa melakukan
kegiatan belajar mengamati, menanya,
mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan

mengomunikasikan apa yang ditemukannya


dalam kegiatan analisis. Proses pembelajaran
langsung adalah menghasilkan pengetahuan
dan keterampilan langsung. Pembelajaran
tidak langsung adalah proses pendidikan
yang terjadi selama proses pembelajaran
langsung, tetapi tidak dirancang dalam
kegiatan khusus. Pembelajaran tidak
langsung berkenaan dengan pengembangan
nilai dan sikap. Berbeda dengan pengetahuan
tentang nilai dan sikap yang dilakukan dalam
proses pembelajaran langsung oleh mata
pelajaran tertentu.
Pelaksanaan atau proses pembelajaran
adalah inti dari penyelenggaraan pendidikan.
Tahap ini merupakan tahap implementasi atau
tahap penerapan atas desain perencanaan
yang telah dibuat guru. Hakikat dari tahap
pelaksanaan adalah kegiatan operasional
pembelajaran itu sendiri. Salah satu
aspek yang mempengaruhi keberhasilan
pembelajaran adalah kemampuan dosen
dalam mengelola pembelajaran. Dalam
prosesnya, pengelolaan tersebut harus
diarahkan hingga menjadi suatu proses
bermakna dan kondusif dalam pembentukan
kemampuan mahasiswa. Oleh karena
itu, kegiatan belajar selain dikembangkan
secara sistematis, efektif dan efisien, juga
perlu variasi kegiatan sebagai alternatif
untuk menumbuhkembangkan motivasi dan
aktivitas mahasiswa dalam belajar.
Dalam
pelaksanaan
proses
pembelajaran, ada tiga tahapan prosedur yang
perlu ditempuh, yaitu (a) awal pembelajaran,
(b) kegiatan inti pembelajaran, dan (c) akhir
atau penutup pembelajaran. Kegiatan dan
prosedur dalam kegiatan awal pembelajaran,
meliputi: (a) menyiapkan mahasiswa secara
psikis dan fisik untuk mengikuti proses
pembelajaran, (b) mengajukan pertanyaanpertanyaan tentang materi yang sudah
dipelajari dan terkait dengan materi yang
akan dipelajari, (c) mengantarkan mahasiswa
kepada suatu permasalahan atau tugas yang

569

akan dilakukan untuk mempelajari suatu


materi dan menjelaskan tujuan pembelajaran
atau KD yang akan dicapai, dan (d)
menyampaikan garis besar cakupan materi
dan penjelasan tentang kegiatan yang akan
dilakukan mahasiswa untuk menyelesaikan
permasalahan atau tugas.
Kegiatan inti dalam pembelajaran
sangat memegang peranan penting untuk
mencapai tujuan pembelajaran maupun
dalam membentuk kemampuan mahasiswa
yang telah ditetapkan. Kegiatan inti dalam
pembelajaran sangat dipengaruhi oleh
desain atau rencana pelajaran yang dibuat
dosen. Pada prinsipnya kegiatan inti dalam
pembelajaran adalah proses pembentukan
pengalaman dan kemampuan mahasiswa
secara terprogram yang dilaksanakan
dalam durasi waktu tertentu. Kegiatan inti
juga merupakan proses pembelajaran
untuk mencapai tujuan yang dilakukan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi mahasiswa untuk
secara aktif menjadi pencari informasi, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan
bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis mahasiswa.
Berikutnya adalah contoh aplikasi dari
kelima kegiatan belajar (learning event).
Langkah kegiatan inti yang perlu dilakukan
dalam pembelajaran adalah (a) mengamati,
dalam kegiatan mengamati, dosen membuka
secara luas dan bervariasi kesempatan
mahasiswa untuk melakukan pengamatan
melalui kegiatan melihat, mendengar, dan
membaca. Dosen memfasilitasi mahasiswa
untuk melakukan pengamatan, melatih
mereka untuk memperhatikan (melihat,
membaca, mendengar) hal yang penting
dari suatu benda atau objek. (b) Menanya,
dalam kegiatan menanya, dosen membuka
kesempatan secara luas kepada mahasiswa
untuk bertanya mengenai apa yang sudah
dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Dosen

570

perlu membimbing mahasiswa untuk dapat


mengajukan pertanyaan, pertanyaan tentang
yang hasil pengamatan objek yang konkret
sampai kepada yang abstrak berkenaan
dengan fakta, konsep, prosedur, ataupun hal
lain yang lebih abstrak.
Selanjutnya, kegiatan inti dalam
pembelajaran (c) mengumpulkan dan (d)
mengasosiasikan, tindak lanjut dari bertanya
adalah menggali dan mengumpulkan
informasi dari berbagai sumber melalui
berbagai cara. Untuk itu, mahasiswa
dapat membaca buku yang lebih banyak,
memperhatikan fenomena atau objek
yang lebih teliti, atau bahkan melakukan
eksperimen. Dari kegiatan tersebut, terkumpul
sejumlah informasi. Informasi tersebut
menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya,
yaitu memroses informasi untuk menemukan
keterkaitan satu informasi dengan informasi
lainnya, menemukan pola dari keterkaitan
informasi dan bahkan mengambil berbagai
kesimpulan dari pola yang ditemukan.
Selanjutnya, (e) mengomunikasikan hasil,
kegiatan berikutnya adalah menuliskan
atau menceritakan apa yang ditemukan
dalam
kegiatan
mencari
informasi,
mengasoasiasikan, dan menemukan pola.
Hasil tersebut disampaikan di kelas dan dinilai
oleh dosen sebagai hasil belajar mahasiswa
atau kelompok mahasiswa tersebut.
Kegiatan akhir dalam pembelajaran
tidak hanya diartikan sebagai kegiatan untuk
menutup pelajaran, tetapi juga sebagai
kegiatan penilaian hasil belajar mahasiswa
dan kegiatan tindak lanjut. Kegiatan tindak
lanjut harus ditempuh berdasarkan pada
proses dan hasil belajar mahasiswa.
Secara umum, kegiatan akhir dan tindak
lanjut pembelajaran yang harus dilakukan
oleh dosen, di antaranya: (a) membuat
rangkuman atau simpulan pelajaran,
melakukan penilaian dan refleksi terhadap
kegiatan yang sudah dilaksanakan secara
konsisten dan terprogram, (b) memberikan

umpan balik terhadap proses dan hasil


pembelajaran, (c) merencanakan kegiatan
tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran
remidi, program pengayaan, layanan
konseling, dan memberikan tugas, baik tugas
individu maupun kelompok sesuai dengan
hasil mahasiswa dan menyampaikan rencana
pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Aspek-aspek yang harus diperhatikan
oleh dosen dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran, yaitu (a) aspek pendekatan
dalam pembelajaran, (b) aspek strategi
dan taktik dalam pembelajaran, (c) aspek
metode dan teknik dalam pembelajaran,
serta (d) prosedur pembelajaran. Dalam
melaksanakan
kegiatan
atau
proses
pembelajaran, seorang dosen harus memiliki
kemampuan sebagai berikut: (a) mampu
membuka pelajaran, (b) mampu menyajikan
materi, (c) mampu menggunakan media/
metode, (d) mampu menggunakan alat
peraga, (e) mampu menggunakan bahasa
yang komunikatif, (f) mampu memotivasi
peserta didik, (g) mampu mengorganisasikan
kegiatan pembelajaran, (h) mampu beriteraksi
dengan peserta didik secara komunikatif, (i)
mampu menyimpulkan pembelajaran, (j)
mampu memberikan umpan balik, (k) mampu
melaksanakan penilaian pembelajaran, dan
(l) mampu menggunakan waktu semaksimal
mungkin.
Sukmara (2003: 3) menyatakan bahwa
pembelajaran adalah proses penciptaan
kondisi dan pengorganisasian berbagai
aspek yang mempengaruhi mahasiswa
dalam menguasai suatu kompetensi.
Dari pendapat-pendapat tersebut,
dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan
pembelajaran (khususnya pembelajaran
menyimak), dosen dan mahasiswa adalah
dua individu yang saling berinteraksi dan
memiliki hubungan timbal balik antara yang
satu dengan yang lainnya. Mahasiswa
adalah pelaksana dalam pembelajaran.
Namun demikian, kegiatan pokok dalam

pembelajaran terletak pada mahasiswa, yaitu


kegiatan belajar. Kegiatan mengajar dosen
adalah kegiatan sekunder. Dosen harus
dapat memainkan perannya dengan baik
untuk menumbuhkan semangat mahasiswa
dalam pembelajaran menyimak.
Secara fungsional, tugas utama
seorang dosen adalah melakukan kegiatan
pembelajaran. Oleh karena itu, untuk
merealisasikan tugas tersebut dengan
baik, dosen harus mengetahui komponenkomponen yang terlibat dalam proses
pembelajaran.
Ada
pun
komponenkomponen tersebut, antara lain; (a) hasil
belajar, (b) karakteristik mahasiswa, (c)
sarana dan prasarana, dan (d) lingkungan.
(Sukmara, 2003: 64-65). Pembelajaran
merupakan proses kegiatan antara dosen
dengan mahasiswa sebagai subjek didik.
Proses pembelajaran memiliki ciri-ciri
sebagai berikut: (a) memiliki tujuan, (b)
adanya prosedur yang sudah direncanakan,
(c) adanya penggarapan materi tertentu
secara khusus sehingga tujuan dapat
tercapai, (d) adanya aktivitas mahasiswa,
(e) dosen berperan sebagai pembimbing, (f)
membutuhkan adanya komitmen terhadap
kedisiplinan, dan (g) adanya batasan waktu
untuk pencapaian tujuan.
Jadi, dalam proses pembelajaran,
harus ada tujuan yang ingin dicapai dan
prosedur pelaksanaan sudah direncanakan,
serta adanya penggarapan materi. Dalam
kegiatan pembelajaran, mahasiswa yang
harus aktif, sedangkan dosen berfungsi
sebagai
pembimbing.
Dalam
proses
pembelajaran, dibutuhkan adanya batasan
waktu dan adanya komitmen terhadap
kedisiplinan. Selain memiliki tujuan yang
harus dicapai, proses pembelajaran yang
dilaksanakan oleh dosen Bahasa dan Sastra
Indonesia juga menggunakan prosedur
yang telah direncanakan. Prosedur tersebut
terlihat dari perencanaan yang telah dibuat
oleh dosen, mulai dari perangkat yang akan

571

digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran


menyimak komprehensif dan kritis mulai dari
SAP, sampai pada Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP).
Hasil temuan di lapangan menunjukkan
bahwa dalam setiap pelaksanaan proses
pembelajaran,
pada
kegiatan
awal
pembelajaran dosen selalu mengabsen
kehadiran mahasiswa, menciptakan suasana
awal pembelajaran yang menyenangkan,
terkadang dosen melakukan penjajakan
(tes awal) tentang materi yang akan
dipelajari. Dari cakupan tersebut, dalam
proses pembelajaran harus ada stimulus
atau rangsangan. Dengan adanya stimulus
atau rangsangan, akan terjadi interaksi
sehingga potensi diri mahasiswa selama
proses pembelajaran menjadi terbentuk dan
pembelajaran lebih bermakna.
Pelaksanaan
kegiatan
inti
pembelajarannya, pelaksanaan atau proses
pembelajaran
menyimak
komprehensif
dan kritis di Prodi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia IKIP PGRI Pontianak
menggunakan sistem saling silang, di mana
untuk minggu petama digunakan untuk
pembahasan teori dan minggu berikutnya
untuk kegiatan praktik. Teori yang diberikan
oleh guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia sangat mendukung pelaksanaan
praktik. Metode yang diberikan, meliputi:
ceramah, diskusi, tanya jawab, penugasan,
discovery
learning,
dan
presentasi.
Mahasiswa cukup bersemangat, terlihat
apabila mengalami kesulitan mahasiswa
bertanya langsung kepada dosen pengampu
atau bertanya terlebih dahulu kepada
teman. Menurut mahasiswa, dosen mampu
memberikan penjelasan materi secara runtut
dari yang termudah sampai yang tersulit. Hal
ini sesuai dengan karakteristik mata kuliah
menyimak komprehensif dan kritis bahwa
materi yang satu terkait dengan materi
yang akan dipelajari pada tahap berikutnya.
Penjelasan materi yang dilakukan dengan

572

bahasa lisan dan tulisan secara jelas


sehingga mudah dimengerti.
2. Penggunaan Media Pembelajaran
dalam Menyimak Komprehensif dan
Kritis (Pada Materi Menyimak Pidato
dan Wawancara)
Media dipersepsikan sebagai alat bantu
kemudahan pemahaman mahasiswa dalam
kegiatan pembelajaran. Maka dari itu, media
merupakan bagian terpenting dalam proses
pembelajaran agar mahasiswa terangsang
dan menumbuhkan minat dalam belajar.
Media pembelajaran dimaknai sebagai alat
komunikasi yang digunakan dalam proses
pembelajaran untuk membawa informasi
berupa materi ajar dari pendidik kepada
mahasiswa sehingga mahasiswa menjadi
lebih tertarik untuk mengikuti kegiatan
pembelajaran.
Di samping penentuan metode atau
model pembelajaran untuk menunjang
percepatan belajar, harus pula memperhatikan
media belajarnya. Media merupakan salah
satu sarana untuk meningkatkan kegiatan
proses belajar-mengajar. Media yang
digunakan dalam proses pembelajaran di
IKIP PGRI Pontianak sesuai materi yang
diajarkan. Kreativitas pendidik dalam
menggunakan media sangat berpengaruh
dalam
keberhasilan
pembelajaran,
memfasilitasi semua sumber belajar sesuai
kemampuan. Ada pun media yang digunakan
oleh dosen tersebut, antara lain: buku paket,
media elektronik/ internet/LCD. Selain itu,
pendidik yang dituntut oleh perguruan tinggi
untuk menciptakan media sendiri yang dapat
memperlancar kegiatan pembelajaran, tidak
hanya bersifat material, melainkan media
yang dapat dijadikan wahana kemudahan,
kelancaran serta keberhasilan proses hasil
belajar. Dengan demikian, pelaksanaan
pembelajaran di kelas tanpa menggunakan
media akan menyulitkan mahasiswa untuk
bisa memahami. Tapi dengan adanya media,

mahasiswa akan menjadi aktif dan terjadinya


interaksi dalam proses pembelajaran
sehingga materi pembelajaran dapat dicerna
dengan mudah. Media untuk pembelajaran
menyimak tidak hanya terbatas yang
bersifat material, melainkan bersifat wahana
kemudahan, kelancaran, serta keberhasilan
proses hasil belajar.
Oleh karena itu, dalam dunia pendidikan
saat ini, perlu adanya media untuk penerapan
pembelajaran, yang harus dikuasai oleh
dosen dalam melaksanakan proses belajarmengajar. Prestasi atau hasil belajar yang
dimaksud berupa kompetensi, yang meliputi:
aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik yang
diharapkan dapat tercapai dengan maksimal
sebagai hasil pembelajaran.
Kurniawan (2011: 135) menyatakan
media adalah penyaluran pesan-pesan
pembelajaran sehingga pesan atau materi
pembelajaran tersebut mampu merangsang
pikiran, perhatian, perasaan, dan minat
siswa sehingga terjadi proses belajar pada
siswa secara efektif. Kemudian, Daryanto
(2013: 5) menyatakan media adalah media
yang digunakan sebagai alat dan bahan
kegiatan pembelajaran. Pendapat lain juga
dikemukakan oleh Berk dalam International
Journal of Technology in Teaching and
Learning dengan judul Multimedia Teaching
With Video Clips; TV, Movies, Youtobe,
and MTV in the College Classroom,
menyatakan bahwa dalam pelaksanaan
pembelajaran dibutuhkan kreativitas dosen
dalam mengelola kelas menjadi kelas yang
mengasyikan dalam pembelajaran, apalagi
didukung dengan media pembelajaran yang
sesuai dengan materi pembelajaran.
Media
video
disajikan
sebagai
media pengajaran untuk mengambil pesan
dari alur cerita sesuai dengan tema dan
subjek pelajaran yang diajarkan sehingga
mahasiswa dengan mudah memahami
dan mengambil pelajaran dari video yang
ditonton. Video merupakan audio visual

yang menyampaikan gerak, semakin lama


semakin populer dalam masyarakat kita,
juga termasuk di perguruan tinggi. Pesan
yang disajikan bisa bersifat fakta (kejadiankejadian atau peristiwa penting, atau berita)
maupun fakta, misalnya cerita, bisa bersifat
informatif edukatif maupun instruksional.
Penggunaan video dalam proses
pembelajaran dapat menarik perhatian
mahasiswa untuk periode-periode yang
singkat dari rangsangan luar lainnya.
Dengan alat video, mahasiswa Prodi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
dapat memperoleh informasi secara khusus
sehingga pada waktu mengajar dosen
bisa memusatkan perhatiannya pada
penyajiannya. Di samping itu, kelebihan dari
media ini adalah dapat menghemat waktu
dan dapat menangkap pesan secara utuh.
Dengan demikian, dosen dapat memutar
ulang video tersebut untuk mengukur tingkat
pemahaman mahasiswa terhadap cerita
yang ditayangkan oleh dosen dalam kelas
dan dapat menambah daya tangkap dan
apresiasi dari mahasiswa.
Media pembelajaran berupa video
dapat
membantu
mahasiswa
untuk
memahami secara jelas setiap pokok
bahasan yang diajarkan dosen sehingga
peserta didik memiliki pengertian-pengertian
yang utuh tentang tujuan-tujuan pengajaran.
Dengan adanya tujuan-tujuan pengajaran,
diharapkan kepada setiap mahasiswa
untuk lebih dinamis dan sistematis
pemanfaatannya dalam kegiatan belajar di
perguruan tinggi. Setiap bagian yang interen
antara dosen dan mahasiswa, maka video
dibutuhkan sikap selektif dari setiap program
pengajaran karena video selain menyajikan
informasi-informasi edukatif dan berita
yang segar, juga ada hal-hal yang bersifat
kekerasan dalam program yang akan
direncanakan. Tanpa adanya sikap hatihati dalam penggunaannya, bisa berakibat
fatal bagi pemakainya yang berimplikasi

573

pada kecenderungan negatif, nakal, dan


penyimpangan-penyimpangan pada tingkah
laku, sikap, dan mental mahasiswa. Oleh
karena itu, kepada dosen dan orang tua
senantiasa diharapkan memperhatikan dan
mengarahkan anak kepada hal-hal positif
sehingga mereka memiliki bekal dalam
setiap siklus perubahan dari proses belajar.

Namun, yang menjadi persoalan adalah


pemilihan media harus sesuai dengan tujuan
pembelajaran, seirama dengan kebutuhan
para mahasiswa, sehingga kelihatannya tidak
terdapat hambatan dalam penggunaannya,
sekali pun media juga mempunyai
keterbatasan-keterbatasan
yang
harus
dipahami oleh dosen yang bersangkutan.

Sehubungan dengan penggunaan


media pembelajaran sebagai salah satu
metode terhadap perubahan perilaku belajar,
maka dalam operasionalnya senantiasa
mengedepankan nilai-nilai normatif sebagai
paradigma esensial dalam mewujudkan
tujuan yang telah dicita-citakan. Untuk itu
institusional, maka peran dosen dalam proses
belajar-mengajar untuk menekankan aspek
afektif sebagai parameter untuk mengontrol
nilai-nilai
sehingga
tidak
mengalami
benturan-benturan yang berarti. Dosen
sebagai motivator dan evaluator seyogianya
mengutakan aspek-aspek moralitas dalam
proses pembelajaran adalah sebuah upaya
edukatif, bahwa dosen sebagai pendidik dan
pembimbing harus melakukan pengawasan
yang efektif terhadap pola perilaku
mahasiswa, baik dalam interaksi belajar di
kelas maupun di luar kelas.

Arsyad (2007: 15-16) menambahkan,


penggunaan media pembelajaran pada
tahap pengenalan pembelajaran akan
sangat membantu keefektifan proses belajarmengajar dan penyampaian pesan dan
minat siswa. Media pembelajaran juga dapat
membantu siswa meningkatkan pemahaman
dan memudahkan penafsiran yang akhirnya
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Media pembelajaran tidak hanya terbatas
pada beberapa macam media seperti yang
telah disebutkan di atas, lebih dari itu, karena
manusia ternyata dapat dimanfaatkan guru
sebagai media dalam pembelajaran.

Lebih lanjut, dikatakan bahwa jikalau


menggunakan media pembelajaran, haruslah
selektif terhadap kemungkinan media mana
yang seharusnya digunakan sehingga
dapat bermanfaat bagi penggunaannya.
Misalnya, pembahasan mata pelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia dengan materi
menyimak komprehensif dan kritis pada
materi menyimak pidato dan wawancara,
harus diperhatikan penggunaan media yang
sesuai sehingga hasil yang diharapkan
dapat tercapai, misalnya video dengan
bantuan LCD tentang wawancara dan pidato.
Dengan adanya media pembelajaran dalam
proses belajar-mengajar, sangat membantu
dalam pencapaian tujuan pembelajaran.
Selain itu, media dapat membantu kesulitan
mengajar yang dialami oleh seorang dosen.

574

Mulyasa (2014: 49-51) menyatakan


ciri-ciri atau karakteristik media pembelajaran
yang baik dilihat dari alat, bahan, dan sumber
belajar adalah yang perlu dikembangkan
dalam mendukung suksesnya implementasi
kurikulum,
antara
lain:
laboratorium,
pusat sumber belajar, dan perpustakaan,
serta tenaga pengelola dan peningkatan
kemampuan pengelolaannya. Sementara
itu, Majid (2012: 170) menyatakan media/
sumber belajar dapat dikategorikan sebagai
berikut: (a) tempat atau lingkungan alam
sekitar, yaitu di mana saja seseorang dapat
melakukan belajar atau proses perubahan
tingkah laku, maka tempat itu dapat
dikategorikan,
misalnya
perpustakaan,
pasar, museum, sungai, gunung, tempat
pembuangan sampah, kolam ikan, dan
sebagainya; (b) benda, dapat dikategorikan
sebagai media atau sumber belajar, misalnya
situs, candi, dan benda peninggalann
lainnya; (c) orang, siapa saja yang memiliki
keahlian tertentu, misalnya guru, ahli geologi,
polisi, dan ahli-ahli lainnya; (d) buku, segala

macam buku yang dapat dibaca secara


mandiri, misalnya buku pelajaran, buku teks,
kamus, ensiklopedi, fiksi, dan lain-lain, dan
(e) peristiwa dan fakta yang sedang terjadi,
misalnya peristiwa kerusuhan, bencana, dan
sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa dosen Bahasa dan
Sastra Indonesia terhadap media yang
digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran
menyimak tersebut sudah sesuai alternatif
dari pembelajaran menyimak komprehensif
dan kritis. Hasil di lapangan menunjukkan
bahwa mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia yang menyatakan
sangat termotivasi dalam penggunaan
media pembelajaran pada mata pelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia materi
pembelajaran menyimak di kelas cukup
baik. Oleh karena itu, sangat diharapkan
bagi dosen lebih profesional agar daya
serap mahasiswa atau hasil yang dicapai
lebih
memuaskan.
Penjelasan
yang
dikemukakan di atas telah mengindikasikan
bahwa terjadinya perubahan pelajaran
menyimak banyak ditentukan penggunaan
media dalam proses belajar pembelajaran.
Karena dengan menggunakan media,
dapat membantu dosen dalam merancang
program pelajaran sesuai dengan keinginan
dan kebutuhan para mahasiswa. Dengan
demikian,
perubahan-perubahan
yang
dihasilkan dengan menggunakan media
pembelajaran dapat memberikan hasil
positif bagi pengembangannya di masamasa mendatang. Demikian perubahan
pembelajaran menyimak yang dihasilkan
melalui penggunaan media pembelajaran
pada Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia IKIP PGRI Pontianak.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan, diberikan simpulan sebagai
berikut: pertama, pelaksanaan pembelajaran

menyimak komprehensif dan kritis (pada


materi menyimak pidato dan wawancara)
di Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia IKIP PGRI Pontianak, yang
dilaksanakan oleh dosen Bahasa dan Sastra
Indonesia sudah mengarah pada aspek
pembinaan menyimak komprehensif dan
kritis. Hal itu terlihat dari (a) metode/model
pembelajaran menyimak yang diterapkan
bervariasi, yaitu metode ceramah, discovery
learning, diskusi, tanya jawab, penugasan,
dan presentasi; (b) materi pembelajaran
yang diajarkan kepada mahasiswa sudah
sesuai dengan Kompetensi Inti yang ingin
dicapai.
Kedua, media pembelajaran menyimak
komprehensif dan kritis (pada materi
menyimak pidato dan wawancara) yang
digunakan dosen Prodi Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia IKIP PGRI Pontianak
adalah media pembelajaran yang efektif
untuk mendukung pembelajaran, media
tersebut adalah media audio visual. Media
yang digunakan oleh dosen tersebut, antara
lain: buku paket, media elektronik/internet/
LCD, power point (slide), internet, dan Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Saran penulis kepada dosen Prodi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
IKIP PGRI Pontianak, yaitu harus ada
persepsi positif, yang akan berpengaruh
terhadap tindakan-tindakan dalam kegiatan
pembelajaran, baik dalam menyusun
perencanaan pembelajaran, strategi, metode,
materi, media, dan evaluasi yang tepat
dalam pembelajaran. Sebagai bahan acuan
untuk menentukan langkah-langkah dan
seterusnya yang tepat sebagai umpan balik
demi pembelajaran menyimak komprehensif
dan kritis, sehingga mendorong dosen untuk
melaksanakan pembelajaran secara integral
dan optimal.

575

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo.
Berk, Ronald. 2009. Multimedia Teaching with Video Clips: TV, Movies, Youtobe, and MTv in
the College Classroom. International Journal of Technology in Teaching and Learning.
The Johns Hopkes University.
Daryanto. 2013. Media Pembelajaran. Yogyakarta: Gava Media.
Kurniawan, Deni. 2011. Pembelajaran Terpadu. Bandung: Pustaka Cendekia Utama.
Majid, Abdul. 2012. Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi
Guru.Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyasa. 2014. Menjadi Guru Profesional. Bandung: RemajaRosdakarya.
Sukmara, Dian. 2003. Implementasi Program Life Skill. Bandung: Mughni Sejahtera.
Tarigan. 2008. Menyimak sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

576

PENINGKATAN PEMAHAMAN BELAJAR BAHASA ARAB SISWA


MATERI QIRAAH TENTANG SIYIHAH WAKHALAQUL ALAM
MELALUI PENDEKATAN METODE KOOPERATIF TIPE JIGSAW
Bukhari

Guru Bahasa Arab MTsN Delima Kabupaten Pidie

ABSTRACT

This study aims to improve the understanding of student learning material on Siyiihah Wakhalqul
Alam qirah. The study lasted for three months, ie from January to March 2016. The method
used is classroom action research consisting of two cycles. The subjects were students of class
IX/3 MTsN Delima, Pidie district, which is 26 students. This research data analysis techniques
using the technique of comparative descriptive analysis, comparing the initial conditions with
the results that have been achieved in each cycle, and a qualitative descriptive analysis of the
results of observations by comparing the results of observation and reflection on the first cycle
and the cycle 2. Through cooperative learning approach Jigsaw basic competence explains
the material qirah, deliberately distributed the teacher to be read by a number of students.
Entering the final stage of the second cycle, an increase in the average grade 24.66%, of the
initial conditions of 56 to 75. While the mastery learning students at the end of the second cycle
has reached 92%, with an increasing percentage of the first cycle of 28.41%, compared with
pre cycle which only reached 27%. Observations researchers also showed increased activity
of students reading in the first cycle and the second cycle when compared to pre cycle. Thus,
most of the students of class IX/3 MTsN Delima, Pidie District has increased the understanding
of learning material qirah.
Keywords: cooperative, jigsaw, qiraah

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman belajar siswa materi Qiraah tentang
Siyiihah Wakhalqul Alam. Penelitian berlangsung selama tiga bulan, yaitu JanuariMaret
2016. Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri atas dua
siklus. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IX/3 MTsN Delima, Kabupaten Pidie, yakni 26
siswa. Teknik analisis data penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif komparatif,
yaitu membandingkan kondisi awal dengan hasil-hasil yang telah dicapai pada setiap siklus,
dan analisis deskriptif kualitatif hasil observasi dengan membandingkan hasil observasi dan
refleksi pada siklus I dan siklus 2. Melalui pendekatan metode pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw pada kompetensi dasar menjelaskan materi Qiraah, secara sengaja dibagikan guru
untuk dibaca oleh sejumlah siswa. Memasuki tahap akhir siklus II, terjadi peningkatan ratarata kelas 24,66%, dari kondisi awal 56 menjadi 75. Sedangkan ketuntasan belajar siswa
pada akhir siklus II telah mencapai 92% dengan persentase peningkatan dari siklus I sebesar
28,41%, jika dibandingkan dengan prasiklus yang hanya mencapai 27%. Hasil pengamatan
peneliti juga menunjukkan aktivitas membaca siswa meningkat pada siklus I dan siklus II jika
dibandingkan dengan prasiklus. Dengan demikian, sebagian besar siswa kelas IX/3 MTsN
Delima, Kabupaten Pidie telah mengalami peningkatan pemahaman belajar materi Qiraah.
Kata kunci: kooperatif, jigsaw, qiraah

PENDAHULUAN
MTsN Delima, Kabupaten Pidie
merupakan suatu lembaga pendidikan
agama yang bernaung di bawah Kementerian
Agama, yang mengajarkan mata pelajaran
umum dan mata pelajaran khusus tentang

agama. Untuk mata pelajaran agama, salah


satunya adalah Bahasa Arab. Dari sinilah,
guru dituntut untuk tepat dalam memilih
metode mengajar agar pemahaman belajar
siswa tercapai. Pada tahun pelajaran
2014/2015 bahan ajar untuk Bahasa Arab

577

disusun oleh guru sehingga guru harus


benar-benar memperhatikan permasalahan
yang dihadapi siswa saat pembelajaran
atau oleh siswa sendiri. Hasil pengajaran
awal di sekolah, ditemukan masalah dalam
proses pembelajaran, yaitu suasana belajar
yang menjenuhkan dikarenakan siswa tidak
aktif saat berlangsung pelajaran Bahasa
Arab di MTsN Delima, Kabupaten Pidie. Hal
ini disebabkan oleh materi pelajaran yang
disampaikan guru menggunakan metode
ceramah sangat menoton.
Sementara itu, ditemukan juga
masalah dalam aspek membaca dan
mengomunikasikan bahasa Arab masih
sangat kurang, hal ini dikarenakan perbedaan
individual, baik mengenai kualitas maupun
latar belakang pendidikannya. Dari dua
permasalahan yang telah dikemukakan di
atas, maka peneliti melakukan penelitian
dengan judul Peningkatan Pemahaman
Belajar Bahasa Arab Siswa Materi Qiraah
tentang Siyihah Wakhalaqul Alam melalui
Pendekatan Metode Kooperatif Tipe Jigsaw.
Berdasarkan latar belakang yang telah
dipaparkan di atas, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian tindakan
ini adalah sebagai berikut: apakah metode
kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan
pemahaman belajar Bahasa Arab materi
Qiraah pada siswa MTsN Delima, Kabupaten
Pidie? Adapun tujuan penelitian ini adalah
untuk meningkatkan pemahaman belajar
Bahasa Arab materi Qiraah pada siswa
MTsN Delima, Kabupaten Pidie.
1. Hakikat Pembelajaran Bahasa Arab
Pembelajaran
pada
hakikatnya
berasal dari kata belajar, yang berarti
proses, pembentukan yang dilakukan secara
terorganisasi. Pembelajaran juga berarti
keseluruhan pertautan sejumlah kegiatan
yang memungkinkan dan berkenaan dengan
terjadinya proses interaksi dunia belajar
mengajar. Pembelajaran lebih menekankan
pada proses yang dilaksanakan di indoor

578

atau outdoor. Pembelajaran Bahasa Arab


merupakan salah satu bagian dari mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam. Sama
halnya dengan segi-segi pendidikan lain,
pendidikan agama juga menyangkut aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ini berarti
bahwa pendidikan agama bukan sekadar
memberi dampak pengetahuan tentang
keagamaan, melainkan yang lebih utama
adalah membiasakan diri untuk taat terhadap
ajaran agamanya (Purwanto, 2003: 158).
2. Peningkatan Pemahaman Belajar
Siswa
Metode belajar yang diterapkan
merupakan suatu bentuk usaha yang
dilakukan dengan sadar, penuh hati-hati,
sungguh-sungguh, oleh setiap manusia dalam
rangka mencapai suatu tujuan yang ingin
diraihya. Belajar adalah sebuah proses yang
ditandai dengan perubahan pada diri siswa
dan perubahan itu merupakan hasil belajar
yang melibatkan segi jasmani dan rohani
yang menghasilkan perubahan-perubahan
dalam hal pengetahuan, pemahaman,
sikap, mentalitas, dan tingkah laku. Belajar
itu sebagai suatu proses perubahan
tingkah laku atau memaknai sesuatu yang
diperoleh. Akan tetapi, apabila kita bicara
tentang pemahaman belajar, maka hal itu
merupakan pemahaman yang telah dicapai
oleh si pebelajar. Belajar merupakan sebuah
proses perubahan perilaku yang dilakukan
secara sadar, baik itu perilaku positif maupun
perilaku negatif yang dipengaruhi oleh nilainilai yang ditanamkan. Proses perubahan
perilaku merupakan permulaan dari tidak
ada menjadi ada atau tidak bisa menjadi
bisa melakukan sesuatu. Proses tersebut
memerlukan waktu yang biasanya tidak
bisa dilakukan secara instan dan proses
juga memerlukan suatu jenis penggunaan
metode yang jelas.
3. Penguasaan Materi Bahasa Arab
Bentuk penguasaan pembelajaran
Bahasa Arab yang diterapkan merupakan

dua sumber komunikasi antarumat muslim


dan nonmuslim. Keduanya mengajarkan
prinsip-prinsip dan tata aturan kehidupan
yang harus dijalankan oleh umatnya, tidak
hanya terkait dengan tata hubungan manusia
dengan Rabb-nya (Hablun Minallah), tetapi
juga tata aturan dalam kehidupan dengan
sesama manusia (Hablun Minannas). Al
quran merupakan wahyu, kalam, atau
firman Allah yang mengandung ajaran
untuk dijadikan pedoman dan tuntunan
dalam tata nilai kehidupan umat manusia
dan seluruh alam, karena pada dasarnya
Al quran diturunkan sebagai rahmat bagi
alam semesta. Ajarannya berlaku sepanjang
masa, sejak diturunkan hingga hari kiamat.
Kebenaran yang terkandung di dalamnya
tidak dapat diragukan lagi karena Allah sendiri
yang akan menjaganya. Allah berfirman di
dalam Al quran surat al-Hijr ayat 9: Artinya:
Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan
adz-Dzikr (al-quran) dan sesungguhnya
Kami benar-benar memeliharanya..
4. Pengertian Qiraah
Qiraah atau membaca, menyajikan
materi pelajaran dengan lebih dulu
mengutamakan membaca, yakni guru
mula-mula
membacakan
topik-topik
bacaan, kemudian diikuti oleh siswa. Target
pembelajaran
keterampilan
membaca
(qiraah) ini adalah mampu membaca teks
arab dengan fasih, mampu menerjemahkan,
dan mampu memahaminya dengan lancar
dan baik.
Tujuan membaca dianggap juga
sebagai modal dalam membaca. Hubungan
antara tujuan membaca dengan kemampuan
membaca sangat signifikan, tujuannya
antara lain:
a. mengenali naskah tulisan suatu
bahasa,
b. memaknai dan menggunakan kosa
kata asing,
c. memahami
informasi
yang
dinyatakan secara ekplisit dan
implisit,

d. memahami makna komunikatif dari


satu kalimat,
e. memahami hubungan dalam kalimat,
antarkalimat, antarparagraf,
f. menginterpretasi bacaan,
g. mengidentifikasikan
informasi
penting dalam bacaan,
h. membedakan antara gagasan utama
dan gagasan penunjang,
i. menentukan hal-hal penting untuk
dijadikan rangkuman.
5. Penggunaan Metode Kooperatif Tipe
Jigsaw
Penggunaan pembelajaran metode
kooperatif tipe Jigsaw merupakan suatu jenis
pendekatan pembelajaran yang menekankan
pada konsep pembelajaran kerja sama, di
mana para siswa diartikan sebagai makhluk
sosial yang membutuhkan sebuah kelompok
dalam belajar atau ditempatkan dalam suatu
komunitas kecil yang berada di dalam kelas.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di MTsN
Delima,
Kabupaten
Pidie.
Penelitian
dilaksanakan selama tiga bulan, terhitung
mulai bulan JanuariMaret 2016. Subjek
penelitian ini adalah siswa kelas IX/3 yang
berjumlah 26 siswa. Adapun sumber data
yang digunakan dalam penelitian tindakan
ini adalah siswa, sebagai subjek penelitian.
Data yang dikumpulkan dari siswa, meliputi:
data hasil observasi, tes tertulis, dan guru
kolaborator. Tes tertulis dilaksanakan pada
setiap akhir pelaksanaan siklus, yang terdiri
atas materi Qiraah pelajaran Bahasa Arab,
MTsN Delima, Kabupaten Pidie, tahun ajaran
2014/2015. Selain siswa sebagai sumber
data, penulis juga menggunakan teman
sejawat, yakni sesama guru kelas yang
dijadikan sebagai sumber data.
Dalam penelitian ini, instrumen yang
digunakan adalah teknik tes dan nontes. Tes
tertulis digunakan pada akhir siklus I dan
siklus II, yang terdiri atas materi Qiraah mata

579

pelajaran Bahasa Arab, Delima, Kabupaten


Pidie, Tahun Ajaran 2014/2015. Sedangkan
teknik nontes, meliputi: teknik observasi data
(outlier) dan dokumentasi. Studi observasi
digunakan pada saat pelaksanaan penelitian
tindakan kelas kemampuan memahami,
mendalami materi Qiraah pelajaran Bahasa
Arab pada siklus I dan siklus II. Sedangkan
teknik dokumentasi, digunakan untuk
meliput dan mengumpulkan data informasi,
khususnya nilai mata pelajaran Bahasa
Arab. Dalam penelitian tindakan ini, alat
pengumpulan data yang digunakan, meliputi:
1. tes tertulis, terdiri atas 5 butir soal,
2. nontes, meliputi: lembar observasi dan
dokumen.
Validasi data pada penelitian ini,
meliputi: validasi hasil belajar dan proses
pembelajaran.
Validasi
hasil
belajar
dikenakan pada instrumen penelitian yang
berupa tes. Validasi ini, meliputi: validasi
teoretis dan validasi empiris. Validasi teoretis
artinya mengadakan analisis instrumen yang
terdiri atas face validity (tampilan tes) dan
content validity (validitas isi). Validitas empiris
artinya analisis terhadap butir-butir tes,
yang dimulai dari pembuatan kisi-kisi soal,
penulisan butir-butir soal, kunci jawaban,
dan kriteria pemberian skor.
Sedangkan untuk memvalidasi proses
pembelajaran, dilakukan dengan teknik
triangulasi data, yang meliputi triangulasi
sumber dan triangulasi metode. Triangulasi
sumber
dilakukan
dengan
observasi
terhadap subjek penelitian, yaitu tetap
berfokus pada siswa kelas XI/3 MTsN Delima,
Kabupaten Pidie, berkolaborasi dengan
guru kelas yang mengajar bidang studi
Bahasa Arab. Triangulasi metode dilakukan
dengan penggunaan metode dokumentasi
selain
metode
observasi.
Metode
dokumentasi digunakan untuk memperoleh
data pendukung yang diperlukan dalam

580

pelaksanaa proses pembelajaran metode


Kooperatif Tipe Jigsaw.
Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif,
yang meliputi:
1. analisis deskriptif komparatif hasil
belajar, dengan cara membandingkan
hasil belajar pada siklus I dan siklus
II dan membandingkan hasil belajar
dengan indikator pada siklus I dan siklus
II.
Adapun
analisis
hasil
dengan
menggunakan
persentase
perumusan
berikut ini:
Keterangan:
P = Persentase yang dicari (%)
F = Frekuensi jawaban siswa
n = Jumlah siswa
Kriteria penilaian hasil belajar siswa
dalam proses pembelajaran adalah 65.
Tabel 1 Kriteria Ketuntasan Hasil Belajar
Siswa
No
1.
2.
3.
4.
5.

Kategori
Keterangan
Penilaian
85100
Sangat baik
Tuntas
7584
Baik
Tuntas
6574
Cukup
Tuntas
5564
Kurang
Tidak tuntas
<54
Sangat kurang
Tidak
Tuntas
Nilai

2. analisis deskriptif kualitatif dalam


penelitian tindakan ini adalah dari hasil
observasi dengan cara membandingkan
hasil observasi dan refleksi pada siklus I
dan siklus II.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Nilai hasil belajar siswa terlihat pada
tabel di bawah ini:

Tabel 2 Nilai Hasil Belajar Siswa


No
1.
2.
3.
4.
5.

Hasil
Lambang
Angka
85-100
75-84
65-74
55-64
<54

Hasil
Evaluasi

Arti
Lambang

A
B
C
D
E

Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat
Kurang

Jumlah
(Sumber: Tabulasi data 2016)
Hasil belajar siswa pada siklus I juga
sangat berbeda dari prasiklus, baik dari
perolehan nilai dan ketuntasan hasil belajar
siswa, serta peningkatan nilai rata-rata yang
diperoleh. Dari 26 siswa di kelas XI/3 MTsN
Delima, Kabupaten Pidie, 21 siswa telah
menuntaskan hasil belajarnya dengan nilai
rata-rata sebesar 70,4 dari sebelumnya
sebesar 6,23. Persentase peningkatan nilai
rata-rata dari prasiklus dan siklus I adalah
sebesar 13%. Selain itu, pada siklus I sudah
ada siswa yang mendapatkan nilai A (sangat
baik) sebanyak 3 siswa (15%).
Hasil/pemahaman belajar pada siklus
II lebih meningkat jika dibandingkan dengan
siklus I. Peningkatan tersebut terlihat jelas
pada perolehan nilai dan juga nilai rata-rata,
yaitu dari sebelumnya 70,4 menjadi 7,4 di
siklus II. Sementara itu, jumlah siswa yang
tuntas pada siklus I sebesar 80% dan pada
siklus II sebesar 92% dengan memperoleh
persentase peningkatan nilai rata-rata
adalah sebesar 5,11%. Secara keseluruhan,
penggunaan model pembelajaran dengan
menggunakan metode kooperatif tipe Jigsaw
dapat meningkatkan pemahaman mengenai
materi Qiraah di kelas XI/3 di MTsN Delima,
Kabupaten Pidie.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian tindakan
ini, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan
pembelajaran dengan menggunakan metode

Pratindakan

Model
Siklus I

Model
Siklus II

13
9
4

5
11
10
-

7
8
10
1
-

26

26

26

kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan


pemahaman belajar siswa, terutama pada
mata pelajaran Bahasa Arab materi qiraah
di kelas XI/3 MTsN Delima, Kabupaten Pidie
Tahun Pelajaran 2014/2015, khususnya
kompetensi dasar mendeskripsikan materi
qiraah. Peningkatan pemahaman belajar
siswa tersebut terlihat dalam hal peningkatan
nilai rata-rata, besarnya ketuntasan siswa,
dan suasana belajar siswa yang berbeda
dari suasana belajar sebelum dilakukan
tindakan. Secara keseluruhan, rata-rata
kelas mencapai kenaikan sebesar 18,7% dan
ketuntasan belajar siswa pada akhir siklus II
mencapai 92% dibandingkan prasiklus yang
hanya mencapai 45%.
Adapun saran yang dapat penulis
ajukan sebagai berikut: (1) dalam penerapan
model pembelajaran menggunakan metode
kooperatif tipe Jigsaw pada materi qiraah
di kelas XI/3 MTsN Delima, Kabupaten
Pidie, siswa yang terpilih harus mampu
memahami dengan baik dan benar agar
hasil belajar tercapai, sehingga guru harus
memilih dan menetapkan secara resmi
terhadap metode ini yang bisa mengajari
siswa lainnya, (2) disarankan bagi para guru
untuk menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw ini untuk meningkatkan
pemahaman belajar siswa, terutama untuk
membantu siswa yang belum mengerti
materi yang diajarkan oleh guru.

581

DAFTAR PUSTAKA
Anita. 2010. Penggunaan Metode Kooperatif.. Jakarta: Inna Publikatama.
Departemen of Education. 2001. Aplication of Cooperative Learning Methode. Dipublikasikan
oleh Yale Univeristy, dimuat dalam Jurnal Nasional Pendidikan, Jakarta.
Djamarah, Saiful Bahri. 1992. Proses Interaksi Belajar antara Guru dan Siswa. Jakarta: PT
Bina Aksara.
Djamarah, Saiful dan Aswin Zain. 1996. Banyak Manfaat Penggunaan Metode Cooperative
Learning. Surakarta: Nuansa Press.
Madjid, Abdul. 2010. Hakikat Pengertian Pembelajaran Quran Hadist. Jakarta: Erlangga.
Purwanto. 2003.Hakikat Pembelajaran Quran Hadist. Jakarta: Rineka Cipta.

582

NOVEL MERPATI KEMBAR DI LOMBOK KARYA NURIADI


(KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA, BUDAYA, RESEPSI SASTRA,
DAN NILAI PENDIDIKAN)
Herman Wijaya

STKIP Hamzanwadi Selong


Wijaya.herman33@yahoo.com

ABSTRACT

This study aimed to describe: (1) the social situation of the author of the novel creation process
Merpati Kembar di Lombok Nuriadi work; (2) cultural society novel Merpati Kembar di Lombok
Nuriadi work; (3) reception of the novel reader Merpati Kembar di Lombok Nuriadi work; and (4)
educational values embodied in the novel Merpati Kembar di Lombok Nuriadi work. This is a
form of qualitative descriptive study using content analysis or content analysis. The data source
is the text of the study, the novel Merpati Kembar di Lombok Nuriadi work and informants. Test
the validity using triangulation credibility test theories and methods. The data was analyzed by
using an interactive model analysis, which includes three components: data reduction, data
presentation, and conclusion. The results showed that the background of the social situation
of authors, including authors educational background, social status authors, the ideology of
the authors, sociocultural background of the authors, and the professionalism of the author.
Cultural society, including culture and customs, employment, education, social conditions,
religious beliefs, place of residence, language, and ethnicity. From interviews with receptors,
novel Merpati Kembar di Lombok making a positive contribution to the reader. The educational
values in the novel Merpati Kembar di Lombok is a social education, moral, cultural, religious,
and historical.
Keywords: sociology of literature, culture, literary reception, the value of education

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) situasi sosial pengarang terhadap proses
penciptaan novel Merpati Kembar di Lombok karya Nuriadi; (2) kultural masyarakat Lombok
novel Merpati Kembar di Lombok karya Nuriadi; (3) resepsi pembaca terhadap novel Merpati
Kembar di Lombok karya Nuriadi; dan (4) nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam novel
Merpati Kembar di Lombok karya Nuriadi. Bentuk penelitian ini adalah kualitatif deskriptif
menggunakan metode content analysis atau analisis isi. Sumber data penelitian ini adalah teks,
yaitu novel Merpati Kembar di Lombok karya Nuriadi dan informan. Uji validitas menggunakan
uji kredibilitas triangulasi teori dan metode. Data-data tersebut dianalisis dengan teknik analisis
model interaktif, yang meliputi tiga komponen, yaitu reduksi data, penyajian data, dan simpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa latar belakang situasi sosial pengarang, meliputi latar
belakang pendidikan pengarang, status sosial pengarang, ideologi pengarang, latar belakang
sosiobudaya pengarang, dan profesionalisme pengarang. Kultural masyarakat, mencakup
budaya dan adat, pekerjaan, pendidikan, kondisi sosial, agama dan kepercayaan, tempat
tinggal, bahasa, dan suku. Dari hasil wawancara dengan reseptor, novel Merpati Kembar di
Lombok memberikan kontribusi yang positif bagi pembaca. Nilai-nilai pendidikan dalam novel
Merpati Kembar di Lombok adalah pendidikan sosial, moral, budaya, agama, dan historis.
Kata kunci: sosiologi sastra, budaya, resepsi sastra, nilai pendidikan

PENDAHULUAN
Sastra dan masyarakat memiliki
kaitan yang sangat erat.1 Sastra menyajikan
sebagian besar kehidupan masyarakat, yang

terdiri dari kenyataan sosial. Sastra bertolak


dari ungkapan perasaan masyarakat. Sastra
mencerminka n dan mengekspresikan hidup
dan kehidupan masyarakat. Fenomenafenomena yang diangkat oleh seorang

583

sastrawan dalam karya sastra meliputi


hampir segala aspek kehidupan yang
dialami oleh masyarakat. Hal tersebut sesuai
dengan apa yang diungkapkan oleh Waluyo
(2002: 51), yang menyatakan bahwa latar
belakang yang ditampilkan, meliputi tata
cara kehidupan, adat-istiadat, kebiasaan,
sikap, upacara adat dan agama, dalam cara
berpikir, cara memandang sesuatu, dan
sebagainya.
Sastra selalu menampilkan gambaran
hidup dan kehidupan itu sendiri, yang
merupakan kenyataan sosial. Dalam hal
ini, kehidupan tersebut akan mencakup
hubungan antarmasyarakat dengan orang
seorang, antarmanusia, manusia dengan
Tuhan, dan antarperistiwa yang terjadi
dalam batin seseorang. Karya sastra lahir
dari konteks sejarah dan sosiokultural suatu
bangsa, yang di dalamnya, sastrawan
merupakan salah satu anggota masyarakat
bangsanya (Pradopo, 2007: 107).
Penentuan novel Merpati Kembar di
Lombok karya Nuriadi sebagai objek yang
dikaji dalam penelitian ini karena novel
tersebut menguak tentang kritik sosial
kehidupan bangsawan, adat perkawian
khas sasak Lombok, dan sosial budaya
masyarakat Lombok. Nuriadi mengupas adat
perkawinan golongan bangsawan dengan
golongan biasa yang masih kental dalam
budaya Lombok. Golongan bangsawan
merasa kehormatanya hilang dan rendah
apabila anak mereka menikah dengan
golongan masyarakat biasa, bahkan tidak
segan-segan mereka akan membuang
anaknya atau tidak mengakui anaknya
apabila menikah dengan bukan golongan
bangsawan. Bagi golongan bangsawan
masyarakat Lombok, kehormatan tidak dilihat
dengan status pendidikannya, tetapi mereka
melihat dari garis keturunan keluarga.
Selain itu, novel Merpati Kembar di
Lombok karya Nuriadi juga mengkritisi status
sosial yang sangat mencolok. Pertentangan

584

itu ditampilkan melalui perjalanan hidup


sepasang saudara kembar asal suku
Sasak yang tinggal jauh di negeri rantau.
Erna dan Erni mengembara ke Yogyakarta
untuk melanjutkan pendidikannya di salah
satu universitas ternama di kota tersebut,
yaitu Universitas Gajah Mada (UGM) dan
Universitas Islam Indonesia (UII). Terkait
dengan
pandangan
tersebut,
dalam
penelitian ini, peneliti hendak mengulas
tentang sosiologi pengarang, sosiokultural
yang dilukiskan pengarang dalam novel,
serta nilai pendidikan yang terkandung
dalam novel Merpati Kembar di Lombok
karya Nuriadi. Pengambilan nilai pendidikan
sebagai salah satu masalah yang hendak
diulas dalam penelitian ini karena setiap
karya pasti mengandung nilai-nilai kehidupan
yang mendidik pembaca. Ulasan terhadap
nilai pendidikan tersebut akan menjadi nilai
tambah penting bagi pembaca.
1. Pengertian Novel
Waluyo (2002: 36) menyatakan bahwa
novel adalah lambang kesenian yang baru,
yang berdasarkan fakta dan pengalaman
pengarangnya. Susunan yang digambarkan
novel adalah suatu yang realistis dan masuk
akal. Kehidupan yang dilukiskan bukan
hanya kehebatan dan kelebihan tokoh (untuk
tokoh yang dikagumi), tetapi juga cacat dan
kekurangannya. Hal ini senada dengan Semi
(1993: 32), yang berpendapat bahwa novel
merupakan ka rya fiksi yang mengungkapkan
aspek-aspek kemanusiaan yang lebih
mendalam dan disajikan dengan halus.
Novel yang diartikan sebagai memberikan
konsentrasi kehidupan yang lebih tegas.
Pengertian yang lebih rinci disampaikan
oleh Sumardjo (1999: 2), yang menyatakan
bahwa novel dalam kesusastraan merupakan
sebuah sistem bentuk. Dalam sistem ini,
terdapat unsur-unsur pembentuknya dan
fungsi.
Novel adalah fiksi yang mengungkapkan
cerita tentang kehidupan tokoh dan nilai-

nilainya. Novel berisi cerita mengenai


tokoh hero yang mengalami problematik
dalam dunia yang dari masing-masing
unsur. Unsur-unsur ini membentuk sebuah
struktur cerita besar yang diungkapkan lewat
materi bahasa tadi. Novel adalah fiksi yang
mengungkapkan cerita tentang kehidupan
tokoh dan nilai-nilainya. Novel berisi cerita
mengenai tokoh hero yang mengalami
problematik dalam dunia yang terdegradasi.
Tokoh hero ini berusaha mencari nilai autentik
dalam dunianya (Wardani, 2009: 16).

Endraswara (2011: 92) menyatakan


bahwa subjek kajian penelitian sastra
sangat luas, jangkuan kajian berkisar pada
sastra sebagai ekspresi wajah sosial. Wajah
sosial tidak selalu tetap, melainkan penuh
perubahan. Di tengah perubahan itulah,
sosiologi sastra akan memasuki wilayahnya.
Perubahan sosial dalam sastra diyakini
menjadi fokus penting dalam menelusuri
subjek kajian. Penentuan subjek kajian
sosiologi sastra harus dikaitkan dengan
objeknya.

Berdasarkan penjelasan di atas,


maka dapat diketahui bahwa novel
merupkan salah satu jenis karya fiksi.
Namun dalam perkembangannya, novel
dianggap bersinonim dengan fiksi sehingga
pengertian fiksi berlaku juga bagi novel.
Selain itu, novel adalah cerita fiksi yang
mengangkat permasalahan yang kompleks
tentang kehidupan dan tersusun atas unsur
intrinsik dan ekstinsik yang padu dan saling
terikat dalam mengungkapkan setiap jalinan
peristiwa yang diceritakan.

Kajian sosiologi sastra harus mampu


mengungkapkan pesan sosial. Subjek kajian
sosiologi sastra adalah pada aspek sastra
sebagai cerminan atau ciptaan sosial yang
berfungsi sebagai pengungkapan kembali
pengalaman manusia dengan khayalan
yang memberikan ajaran, menggerakkan
pembaca, berguna, indah, dan sebagai
cermin masyarakat. Sosiologi sastra harus
memperhatikan kekhasan fakta sastra.
Dengan memberi keuntungan kepada para
professional (home de metier), ia harus
menguntungkan pembaca dengan jalan
membantu ilmu sastra tradisional, sejarah
atau kritik dalam tugas-tugas khusus yang
harus menjadi cakupannya (Escarpit, 2005:
14).

2. Kajian Sosiologi Sastra


Wellek & Warren (1995: 111)
membagi telaah sosiologis menjadi tiga
klasifikasi. Pertama, sosiologi pengarang.
Sosiologi pengarang mempermasalahkan
tentang status sosial, ideologi pengarang,
latar belakang budaya pengarang, posisi
pengarang
dalam
masyarakat,
mata
pencaharian sastrawan, dan prefosionalisme
pengarang. Kedua, sosiologi karya sastra.
Sosiologi karya sastra mempermasalahkan
tentang suatu karya sastra, yang menjadi
pokok telaah adalah tentang apa yang
tersirat dalam karya sastra tersebut dan
apa tujuan atau amanat yang hendak
disampaikannya. Ketiga, sosiologi pembaca.
Sosiologi pembaca mempermasalahkan
tentang pembaca dan pengaruh sosialnya
terhadap masyarakat.

Dalam kajian sosiologi sastra, Junus


(1986: 3) lebih menekankan bahwa yang
menjadi objek sasaran adalah karya sastra
sebagai dokumen dari sosial budaya,
penghasilan dari pemasaran karya sastra,
penerimaan masyarakat terhadap karya
sastra, penerimaan masyarakat terhadap
karya sastra seorang penulis serta sebabsebab penerimaanya, pengaruh sosial
budaya terhadap penciptaan karya sastra,
pendekatan strukturalisme genetik yang
sebagaimana ditekankan oleh Lucien
Goldman, dan melihat fungsi universal seni
umumnya dan sastra khususnya.
Tujuan
sosiologi
sastra
adalah
meningkatkan pemahaman terhadap sastra

585

dalam kaitannya dengan masyarakat,


menjelaskan bahwa rekaan tidak berlawanan
dengan kenyataan. Karya sastra jelas
dikontruksikan secara imajinatif, tetapi
kerangka imajinatifnya tidak bisa dipahami
di lua
dengan konsep tentang sastra yang

dimiliki pembaca. Oleh karena itu, konsep


sastra antara seorang pembaca dengan
pembaca lain tentu akan berbeda-beda. Hal ini
dikarenakan harapan seseorang itu ditentukan
oleh pendidikan, pengalaman, pengetahuan,
dan kemampuan dalam menanggapi karya
sastra. Menurut Teeuw (1984: 62), karya
sastra sangat erat hubungannya dengan
pembaca, yaitu karya sastra ditujukan kepada
pembaca, bagi kepentingan masyarakat
pembaca. Di samping itu, pembacalah yang
menentukan makna dan nilai karya sastra.
Karya sastra tidak mempunyai arti tanpa ada
pembaca yang menanggapinya. Karya sastra
mempunyai nilai karena ada pembaca yang
menilai.
Seorang pembaca mengharapkan
bahwa karya sastra yang dibacanya sesuai
dengan pengertian sastra yang dimilikinya.
Dengan demikian, pengertian mengenai
sastra seseorang dengan orang lain
mungkin berbeda. Perbedaan itu disebut
perbedaan cakrawala harapan. Cakrawala
harapan
seseorang
ditentukan
oleh
pendidikan, pengalaman, pengetahuan, dan
kemampuan menganggapi karya sastra.
Pembaca yang menjadi kajian utama
dalam penelitian ini, terutama sekaitan
dengan estetika keberterimaannya. Dengan
demikian, keseragaman pembaca pun turut
menjadi perhatian para ahli. Segers (2000:
47) membedakan pembaca dalam estetika
resepsi, yaitu pembaca ideal, pembaca
implicit, dan pembaca real. Sedangkan
Endarswara (2011: 152), mengemukakan
tiga kategori pembaca berdasarkan pendapat
ahli, yaitu super reader dari Riffartere,
informed reader dari Fish, dan intended
reader dari Wolf.

586

3. Nilai Pendidikan
Purwanto (1995: 12) berpendapat
bahwa pendidikan adalah segala usaha
orang dewasa dalam pergaulannya dengan
anak-anak untuk memimpin perkembangan
jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.
Selanjutnya,
Soedomo
(2003:
18)
menemukan bahwa nilai pendidikan adalah
bantuan atau tuntunan yang diberikan oleh
orang yang bertanggung jawab kepada
anak didik dalam usaha mendewasakan
manusia melalui pengajaran dan pelatihan
yang dilakukan. Pendidikan berfungsi
mengembangkan manusia, masyarakat, dan
alam sekitar. Fungsi ini dipakai dalam suatu
proses yang berkesinambungan dari suatu
generasi ke generasi.
Proses pendidikan tidak hanya terjadi
di sekolah atau lembaga pendidikan. Akan
tetapi, di keluarga dan masyarakat. Dengan
kata lain, pendidikan berlaku di mana saja
dan kapan saja. Untuk mencapai tujuan
pendidikan, diperlukan alat pendidikan.
Salah satu kekayaan bangsa yang dapat
digunakan sebagai alat pendidikan adalah
karya sastra. Hal itu sesuai dengan pendapat
Teeuw (1984: 71) bahwa karya sastra dapat
berfungsi sebagai dorcere, yang artinya
memberi ajaran, delectare yang berarti
karya sastra memberikan kenikmatan, serta
movere yang artinya karya sastra dapat
menggerakkan pembaca pada kegiatan yang
bertanggung jawab sehingga dipengaruhi
dan digerakkan untuk bertindak.
Sebuah karya sastra, seperti novel
terdapat nilai pendidikan yang dapat
dipetik oleh pembaca. Baribin (1985: 79)
mengemukakan bahwa dari karya sastra,
dapat ditemukan buah pikiran atau renungan
dari penulis dan sanggup menyadari nilainilai yang lebih halus berarti telah dapat
mengapresiasi atau menangkap nilai yang
terkandung dalam karya sastra tersebut. Nilai
pendidikan yang dibungkus dalam kisah,
dialog, atau peristiwa-peristiwa yang terjalin

dalam novel tidak hanya dalam bentuk


deskripsi langsung, tetapi ada juga melalui
tahap analisis pembaca. Ada beberapa nilai
pendidikan yang terdapat dalam sebuah
karya sastra, tetapi sebelumnya akan
dikemukakan terlebih dahulu apa sebenarnya
nilai pendidikan tersebut.
Nilai-nilai yang terkandung di dalam
karya sastra diresapi oleh pembaca dan
secara tidak sadar merekontruksikan sikap
dan keperibadian mereka. Karya sastra
selain sebagai penanaman nilai-nilai
dan karakter, juga merangsang imajinasi
kreativitas pembaca berpikir kritis melalui
rasa penasaran akan jalan cerita dan
metafora-metafora yang ada di dalamnya
(Noor, 2011: 38). Sementara Pradopo
(2007: 82) menyebutkan, ada tiga paham
tentang penilaian karya sastra, yaitu
penilaian relativisme, penilaian absolutisme,
dan penilaian perspektivisme. Penilaian
relativisme adalah paham penilaian yang
menghendaki tidak adanya penilaian lagi
atau penilaian yang dihubungkan dengan
tempat dan zaman terbitnya karya sastra.
Adapun nilai-nilai pendidikan yang
secara umum terdapat dalam novel adalah
nilai pendidikan agama, nilai pendidikan
moral, nilai pendidikan budaya, nilai
pendidikan sosial, dan nilai pendidikan
historis. Mengacu pada uraian tentang
pengertian nilai dan pengertian pendidikan
di atas, maka dapat dinyatakan bahwa nilai
pendidikan merupakan segala hal yang
berguna, yang diberikan oleh seseorang
secara sadar dan tanggung jawab dalam
usaha memberikan perubahan terhadap
sikap dan tingkah laku yang lebih baik. Dalam
dunia sastra (novel), banyak mengandung
nilai sosial dan pendidikan yang perlu kita
resapi dan telaah agar nilai-nilai itu bisa kita
aplikasikan dalam kehidupan kita seharihari, karena nilai yang diangkat dalam novel
sebagian besar realita kehidupan manusia.

4. Kawin Lari (Merariq) pada Masyarakat


Adat Suku Sasak Lombok
Salah satu adat yang dipegang
teguh oleh m angsawan karena status
kebangsawanannya akan hilang. Wanita
bangsawan yang kawin dengan lakilaki bukan bangsawan dahulu dibuang
oleh keluargannya dan tidak diakui lagi
sebagai keluarga jika ada perkawinan yang
demikian. Wanita tersebut tidak dibuang,
tetapi penyelesaian adat dan upacara
perkawinan tidak diterima oleh keluarganya.
Akibatnya, akan timbul reaksi dari kasta atau
golongan jajar karang untuk tidak kawin
dengan golongan wanita-wanita bangsawan
karena mendapat kesulitan dalam hubungan
kekerabatan di kemudian hari. Tetapi
keinginan tersebut bukanlah suatu larangan,
sebab masih sering terjadi perkawinan
antara wanita bangsawan dengan laki-laki
bukan bangswan (Depdikbud, 1979: 28).
Setelah seorang gadis dibawa lari,
ia disuruh tinggal di Bale Penyeboaan
(rumah tempat persembunyian). Tindakan
selanjutnya yang akan dilakukan oleh
masyarakat (keluarga kedua mempelai)
adalah proses ikatan perkawinan agar
akhirnya gadis tersebut benar-benar menjadi
istri pemuda tersebut dengan pengakuan
perlindungan keluarga dan masyarakat
(Depdikbud, 1979: 25).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian
kualitatif. Maka, metode yang digunakan
adalah deskriptif kualitatif. Menurut Sutopo
(2006: 40), penelitian kualitatif menekankan
pada catatan dengan deskripsi kalimat
yang rinci, lengkap, dan mendalam, yang
menggambarkan, situasi yang sebenarnya
guna mendukung penyajian data. Metode
kualitatif melibatkan sejumlah besar gejala
sosial yang relevan. Dalam penelitian karya
sastra, akan melibatkan pengarang serta
lingkungan sosial di mana pengarang berada.

587

Sumber data penelitian ini berupa


kutipan-kutipan dalam novel Merpati Kembar
di Lombok karya Nuriadi yang mengandung
unsur sosial dan nilai pendidikan. Teknik yang
digunakan untuk mengumpulkan data adalah
teknik interaktif, meliputi wawancara dengan
pengarang dan reseptor, serta mencatat
dokumen atau arsip (content analysis).
Teknik ini digunakan untuk menelaah isi
dari suatu dokumen. Adapun hal-hal yang
akan dideskripsikan, meliputi situasi sosial
pengarang, sosiokultural, dan menentukan
nilai-nilai pendidikan dalam novel Merpati
Kembar di Lombok.
Teknik yang digunakan dalam proses
validasi data adalah triangulasi, yakni
trianggulasi teori, metode, yang meliputi
teknik pustaka, simak, dan catat, serta
melakukan pembacaan sastra heuristik
dan hermeneutik, serta wawancara dengan
pengarang (Siswantoro, 2011: 79). Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah teknik analisis interaktif, meliputi
pengumpulan data, reduksi data, penyajian
data, dan penarikan simpulan. Prosedur
penelitian ini mengikuti prosedur penelitian
data kualitatif sesuai dengan arahan Sutopo
(2006: 187), meliputi mengumpulkan data,
menentukan objek penelitian, mengumpulkan
referensi relevan dengan penelitian, dan
menganalisis objek penelitian dengan
mendaftar aspek sosiokultural dalam novel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Situasi Sosial Pengarang dalam Novel
Merpati Kembar di Lombok Karya
Nuriadi
a. Latar
Belakang
Pendidikan
Pengarang
Nuriadi adalah sarjana muda sekaligus
sastrawan lulusan Universitas Gadjah Mada
(UGM) di Yogyakarta dengan jurusan Sastra
Inggris. Pendidikan kesarjanaan yang dimiliki
oleh Nuriadi memudahkan dirinya dalam
menghasilkan sebuah karya sastra (novel).

588

Selain menulis novel, ia juga aktif menulis


buku dan artikel ilmiah yang diterbitkan di
jurnal nasional. Dari sisi status sosial, Nuriadi
tidak memiliki status sosial yang tinggi di
masyarakatnya. Ia bukan yang diceritakan
dalam novelnya. Dalam dunia akademis
pun, ia hanya sebagai staf biasa karena baru
diterima menjadi pengajar di Unram Lombok.
Nuriadi memandang bahwa kawin
lari (merariq) yang ditampilkan dalam
novelnya untuk mengkritisi golongan
bangsawan di Lombok yang memegang
kuat adat nenek moyang mereka, yang tidak
memperbolehkan keturunannya (putrinya)
menikah dengan golongan biasa. Padahal
manusia semuanya sama dengan manusia
yang lainnya, yang membedakannya adalah
ketakwaan kepada-Nya. Mereka (golongan
bangsawan) takut akan punahnya keturunan
mereka dan kehilangan kehormatan keluarga
besar mereka di masyarakat. Misi Nuriadi
dalam novelnya adalah mengkritisi secara
membangun atau menggugah masyarakat
pembaca untuk melihat siapa diri kita dan
membangun dalam masyarakat, terutama
masyarakat Lombok. Latar belakang sosiobudaya pengarang adalah asli orang
sasak yang memiliki budaya yang sangat
kental di daerahnya. Budayanya sangat
mempengaruhi hasil karyanya. Dalam
karyanya, ia mengekspresikan budayabudaya Lombok yang masih kental, terutama
kawin lari yang dilakukan oleh orang Sasak.
Dalam budaya Lombok, kawin lari adalah
perkawinan pada suku Sasak yang dikenal
dengan istilah merariq.
Dalam
novelnya,
Nuriadi
mengekspresikan budaya kawin lari yang
lebih unik, yaitu kawin lari yang dilakukan oleh
golongan keluarga bangswan dan golongan
biasa. Dalam budaya Nuriadi, kawin lari yang
dilakukan oleh golongan bangsawan dan
golongan biasa tidak diperbolehkan secara
adat. Kalau kawin lari terjadi antara kaluarga
golongan bangsawan dengan golongan

biasa, maka akan menimbulkan konflik


yang berkepanjangan di masing-masing
keluarga, bahkan juga menimbulkan konflik
di masyarakat.
Nuriadi adalah seorang sastrawan
muda. Ia ingin memperkenalkan dan
melastarikan budaya-budaya lokal Lombok
melalui hasil karyanya (novel). Selain itu,
Nuriadi adalah seorang dosen salah satu
universitas termuka di NTB, yaitu Unram.
Ia sekarang kuliah S3 di Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta. Pekerjaan menulis
merupakan cita-citanya sejak kecil, walaupun
secara produktif, ia belum menghasilkan
karya yang banyak karena ia masih fokus
pada pendidikannya.
2. Latar Belakang Kultural dalam Novel
Merpati Kembar di Lombok Karya
Nuriadi
Budaya Sasak yang masih kental
adalah menikah, yang diawali dengan
penculikan anak gadis orang atau kawin lari,
dalam terminologi sasak disebut merariq.
Pelaksanaan budaya kawin lari atau merariq
memiliki banyak proses, di antaranya adalah
merangkat, yaitu memberikan makan
kepada kedua mempelai pada tengah
malam, kemudian nyongkolan dan serah
dowe. Selain itu, adat yang juga masih kental
dalam budaya Sasak adalah kebanggaan
menjadi
golongan
bangsawan
yang
bergelar Lalu untuk laki-laki, Lale dan Baiq
untuk perempuan di awal nama mereka.
Sementara dari sisi pekerjaan yang tumbuh
dan berkembang dalam masyarakat Lombok,
yang dikisahkan dalam novel Merpati Kembar
di Lombok merupakan pekerjaan-pekerjaan
yang bersifat elit dan tradisional. Pekerjaan
yang digeluti masyarakat lombok adalah
menjadi pebisnis. Selain itu, menjadi guru
juga merupakan pekerjaan orang Sasak, dan
pekerjaan tradisional dan membudaya orang
Sasak adalah menjadi kusir cidomo atau
becaq (Sasak).

Setting pengkisahan pendidikan dalam


novel Merpati Kembar di Lombok adalah
Perguruan Tinggi. Dalam hal ini, dilukiskan
oleh tokoh Erna, Erni, Suparman, dan
Hartono. Mereka semua pernah merasakan
pendidikan di Perguruan Tinggi dan mereka
berasal dari keluarga yang kaya serta
memiliki status sosial yang tinggi di dalam
masyarakat. Berbeda dengan Supraman, ia
bukan golongan bangsawan atau memiliki
status sosial yang tinggi di kampungnya.
Tetapi dengan semangat dan kegigihannya,
ia dapat menyelesaikan tugas akademisnya
dan menjadi guru SMP di desanya. Sedangkan
kondisi sosial yang dipaparkan dalam
novel Merpati Kembar di Lombok adalah
status sosial masing-masing tokoh dalam
masyarakat, baik yang kaitannya dengan
perekonomian maupun posisi tokoh dalam
masyarakat. Golongan keluarga bangsawan
yang diwakili oleh Mamiq Marhaban memiliki
status sosial yang terpandang di masyarakat
dan memiliki materi yang cukup banyak juga
untuk menghidupi kebutuhan keluarganya.
Selain itu, tokoh Suparman yang mewakili
golongan masyarakat biasa. Dia bukan
golongan bangsawan, ia hidup di lingkungan
keluarga yang sederhana.
Masyarakat yang diangkat dalam
novel Merpati Kembar di Lombok mayoritas
merupakan pemeluk agama Islam. Hal ini
dibuktikan dari latar yang dideskripsikan,
semua bernuansa Islam, seperti musalla
dan masjid. Selain itu, pelaku yang ada di
dalamnya adalah orang-orang yang yang
taat dalam menjalankan ajaran agama Islam.
Ketaatan digambarkan dalam menjalankan
ajaran agama, yang dilukiskan oleh tokoh
Erna dan suaminya Suparman. Kepercayaan
masyarakat Lombok yang tertuang dalam
novel Merpati Kembar di Lombok adalah
doa-doa mendapatkan hati seorang wanita,
yakni terkenal dengan istilah senggeger.
Tempat tinggal yang dijadkan sebagai latar
tempat dalam novel Merpati Kembar di

589

Lombok digolongkan menjadi dua, yakni


berdasarkan geografis atau kewilayahan dan
berdasarkan bangunan. Wilayah Lombok
yang banyak diangkat adalah Lombok Barat
dan Tengah, yakni Kecamatan Puji atau
Pujut, Desa Sangkhil, serta di luar Pulau
Lombok, yakni Yogyakarta. Tempat tinggal
berupa bangunan, terdiri atas gedung
kampus Universitas Gadjah Mada (UGM),
Universitas Islam Indonesia (UII), rumah,
sekolah, musalla, dan masjid.
Bahasa yang digunakan dalam
menceritakan setiap kisah dan peristiwa
dalam novel Merpati Kembar di Lombok
selain bahasa utama bahasa Indonesia,
Nuriadi juga menyelipkan bahasa daerah,
yakni bahasa Sasak atau Lombok dan
bahasa Inggris dan bahasa Jawa, serta
beberapa kosakata Arab pengaruh dari
daerah Lombok yang masih religius. Suku
yang dideskripsikan dalam novel Merpati
Kembar di Lombok adalah suku Sasak, yang
merupakan suku asli Pulau Lombok dan suku
pendatang, yakni etnis Jawa. Etnis Jawa
merupakan orang-orang keturunan yang
mendiami Pulau Lombok sejak kedatangan
nenek moyangnya pertama kali ke Lombok
untuk berdagang dan juga berperan dalam
memperkenalkan ajaran Islam.
3. Resepsi Pembaca terhadap Novel
Merpati Kembar di Lombok Karya
Nuriadi
Beragam pendapat yang dikemukakan
oleh para reseptor mengenai hal yang ingin
diungkapkan oleh pengarang melalui novel
Merpati Kembar di Lombok menceritakan
tentang budaya Sasak yang masih kental
sampai sekarang, yakni kawin lari atau dalam
terminologi Sasak, merariq. Tanggapan Dr.
Nugraheni Eko Wardani, M.Hum. (Dosen
PBS FKIP UNS) mengenai kawin lari yang
ada di Lombok adalah kurang baik, karena
bagi beliau, membawa anak orang lari tidak
mencerminkan
kesopanan.
Sebaiknya,

590

anak atau gadis itu diminta saja dengan


baik-baik, jangan sampai budaya lokal yang
ada di daerah diselewengkan sehingga
menimbulkan kesan yang kurang baik.
Selain itu, golongan bangsawan yang tidak
memberikan kebebasan kepada anaknya
(putri) menikah dengan golongan biasa
adalah suatu tindakan yang kurang baik
karena pada hakikatnya manusia itu sama
dan berhak mendapatkan kebebasan dalam
hidupnya sesuai dengan eksistensinya
sebagai manusia yang membutuhkan
kebebasan dalam hidup. Seharusnya,
golongan bangsawan merefleksi kembali
adat mereka dengan kemajuan ilmu dan
teknologi.
Tanggapan pembaca (Zahrizal Akbar,
M.Pd.) tentang novel Merpati Kembar di
Lombok, yaitu novel ini mengandung nilai
pendidikan yang sangat kental. Masingmasing tokoh menampilkan nilai pendidikan
yang berbeda, baik dari sisi positif maupun
negatif yang kita jadikan pelajaran dalam
hidup dalam keluarga dan bermasyarakat.
Salah satu nilai pendidikan yang bisa dipetik
dalam novel Merpati Kembar di Lombok
adalah nilai pendidikan moral. Masingmasing tokoh menampilkan nilai moral,
seperti sosok tokoh Lale Erna yang memiliki
sifat moral yang baik pada suaminya. Ia taat,
patuh, dan jujur pada suaminya, tidak ada
suatu pun yang disembunyikan darinya. Sifat
jujur yang dimilikinya membuat keluarga
kecilnya penuh dengan keberkahan dan
keharmonisan.
Selain
nilai
pendidikan
yang
disampaikan di atas, novel Merpati Kembar
di Lombok juga kental dengan budaya Sasak,
terutama budaya sasak kawin lari atau
merariq. Budaya merariq jarang ditemukan
di daerah lain. Budaya merariq yang
ditampilkan dalam novel Merpati Kembar di
Lombok sangat unik, yakni budaya kawin lari
yang dilakukan oleh golongan bangsawan
dan golongan biasa, yang menimbulkan

konflik di antara kedua keluarga dan konflik


sosial. Golongan bangsawan tidak segansegan membuang anaknya kalau menikah
dengan bukan golongan bangsawan.
Para reseptor bependapat tentang
kawin lari yang ada di Lombok, bahwa
tradisi kawin lari lebih merupakan legalisasi
atas pembangkangan seseorang terhadap
penentu keputusan (orang tua). Tradisi ini
cenderung mengundang reaksi negatif dari
berbagai pihak. Orang tua akan merasa sakit
hati karena pembangkangan anaknya, belum
lagi paksaan harus menerima kehadiran
calon menantu yang belum tentu memenuhi
kriteria yang diinginkan. Lebih buruk lagi, jika
terjadi pertempuran antarsuku hanya karena
penolakan keluarga salah satu pihak calon
pengantin, seperti yang digambarkan dalam
novel Merpati Kembar di Lombok.
4. Nilai-nilai Pendidikan dalam Novel
Merpati Kembar di Lombok Karya
Nuriadi
Manusia dalam kehidupan sosialnya
memerlukan orang lain. Orang bermasyarakat
ada ikatan ketergantungan pada sesama
dalam menjalin komunikasi. Nilai sosial yang
digambarkan dalam novel Merpati Kembar
di Lombok adalah nilai kesabaran, nilai
kesetian seorang istri kepada suami, dan
kasih sayang orang tua kepada anaknya,
serta nilai sosial kekompakan dalam
masyarakat. Selain pendidikan sosial yang
positif, nilai sosial negatif juga disiratkan
dalam novel Merpati Kembar di Lombok,
yang bisa dijadikan contoh untuk pelajaran
dan tidak untuk dikerjakan. Nilai sosial yang
negatif ditampilkan oleh tokoh golongan
bangsawan, yaitu Mamiq Marhaban, yang
memiliki watak keras dan sombong. Nilai
pendidikan, kesabaran, tanggung jawab,
saling menghormati, kekompakan, dan
nilai pendidikan yang lainnya bisa diajarkan
kepada siswa untuk membentuk karakter
siswa. Dengan mempelajari nilai tersebut,

akan mendidik siswa dan merubah sikap dan


moral siswa menjadi lebih baik.
Pendidikan moral yang disajikan
dalam novel Merpati Kembar di Lombok
tidak hanya berkaitan dengan bagaimana
moral kita terhadap sesama keluarga dekat,
tetapi juga terhadap lingkungan sekitar. Nilai
moral yang ditampilkan dalam novel Merpati
Kembar di Lombok adalah menjaga amanah,
nilai tanggung jawab atas perbuatan sendiri,
sopan santun dalam berbahasa dan bersikap,
serta etika atau tabiat yang baik. Nilai moral
yang negatif yang dapat dijadikan pelajaran
dan tidak perlu dilakukan adalah tidak
berduaan di tempat yang sepi karena dalam
ajaran agama, duduk berduaan di tempat
sepi tanpa muhrim tidak diperbolehkan.
Nilai pendidikan moral yang digambarkan
dalam novel Merpati Kembar di Lombok
dapat dijadikan bahan pelajaran bagi siswa
untuk membentuk karakter siswa. Semua
nilai pendidikan moral yang telah dipaparkan
dalam novel merupakan realita yang terjadi
di masyarakat. Dengan mengajarkan nilai
moral pada siswa, akan menjadikan siswa
lebih bermoral dan bertanggung jawab.
Nuriadi dalam novel Merpati Kembar di
Lombok menampilkan budaya-budaya yang
unik yang dimiliki oleh masyarakat Lombok
melalui hasil karyanya. Budaya Sasak yang
ditampilkan adalah perembaq-empucuk
(pemberitahuan), yaitu proses pertama
dalam acara nikah adat Sasak Lombok;
nyongkolan dan serah dowe adalah acara di
mana pihak keluarga perempuan dan laki-laki
bertemu, dipimpin masing-masing juru bicara
atau istilah Sasak pembayaun; dan begawe
adalah acara pesta yang dilangsungkan
dengan sukacita, kemeriahan, dan acara
besar-besaran; serta karma adat atau roah
adalah acara yang dilaksanakan dengan
sederhana, ala kadarnya dan dilaksanakan
bukan niat untuk kemeriahan, tetapi niat untuk
meleburkan kewajiban-kewajiban sebagai
manusia pribadi dan sebagai anggota

591

masyarakat. Nilai pendidikan budaya dan


adat yang digambarkan dalam novel Merpati
Kembar di Lombok dapat dijadikan referensi
pembelajaran untuk peserta didik dalam
meningkatkan jiwa karakternya.
Budaya kawin lari (merariq) terdapat
nilai pendidikan karakter di dalamnya,
yakni keberanian, tanggung jawab, dan
kesungguhan dalam melakukan sesuatu
perbuatan. Keberanian dan kesungguhan
serta tanggung jawab inilah yang harus
ditanamkan kepada peserta didik untuk
menjadikan dirinya lebih optimis dalam
hidupnya. Selain itu, adat yang ada dalam
prosesi kawin lari, misalkan begawa dan
roah, kedua adat ini memiliki nilai sosial yang
tinggi di lingkungan masyarakat. Adat begawe
dan roah adalah acara makan bersama
dengan mengundang para tamu dan diawali
dengan zikir bersama. Di sini, terdapat nilai
kebersamaan dan nilai agama, yakni berzikir
bersama. Semua nilai pendidikan ini memiliki
nilai pendidikan karakter, yakni menanamkan
rasa solidarits siswa dan peduli terhadap
sesama.
Nilai pendidikan agama yang dapat
dipetik dalam novel Merpati Kembar di
Lombok adalah mensyukuri segala nikmat
Allah yang telah diberikan kepada kita,
ketaatan dalam menjalankan agama
seperti yang digambarkan oleh toloh
Erna dan suaminya Suparman, serta nilai
kesabaran terhadap segala cobaan yang
kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Nilai pendidikan agama dalam novel Merpati
Kembar di Lombok bisa dijadikan pedoman
dalam mendidik siswa dan membentuk jiwa
karakternya, yakni terdapat nilai pendidikan
kesabaran, ketaatan menjalankan perintah
agama dan mensyukuri nikmat Allah. Semua
nilai pendidikan ini tentu memiliki peran
dalam membentuk karakter peserta didik.
Nilai kesabaran yang diajarkan pada siswa
akan menjadikan dirinya manusia yang
tabah dan tidak mengeluh dalam menjalani

592

hidupnya. Begitu juga dengan nilai ketataan


beragama, sudah tentu memiliki peran yang
sangat penting dalam membentuk jiwa siswa
agar taat menjalankan perintah agama dan
menjauhi segala larangan Tuhan yang Maha
Kuasa.
Pulau Lombok memiliki banyak nilai
historis. Nilai pendidikan historis yang
dideskripsikan dalam novel Merpati Kembar di
Lombok karya Nuriadi adalah Gunung Rinjani
menurut kepercayaan masyarakat Sasak
merupakan singgasana Dewi Anjani, yang
merupakan ratu para jin. Selain itu, sejarah
asal-usul keluarga bangsawan. Dikatakan
dalam sejarah, nama yang disandang
oleh golongan bangsawan ini berasal dari
Bali. Kerajaan Asem Bali pernah menjajah
dan mengalahkan kerajaan Selaparang,
Lombok. Salah satu warisan dari Bali pada
saat menjajah kerajaan Selaparang, Lombok
adalah
mengklasifikasikan
masyarakat
Lombok dalam golongan-golongan tertentu.
Nilai pendidikan dalam historis dalam novel
Merpati Kembar di Lombok dapat dijadikan
acuan dalam membentuk karakter siswa,
yakni mengingatkan siswa pada sejarah
atau perjuangan pahlawan dalam membela
bangsa Indonesia ini dari penjajah. Selain
itu, guru menamkan sifat patriotisme pada
siswa agar memiliki jiwa kepahlawanan dan
bisa menghargai jasa-jasa para pahlawan
yang membela tanah air Indonesia ini.
PENUTUP
Berdasarkan hasil analisis data yang
telah dilakukan hingga pembahasan, dapat
diambil simpulan sebagai berikut. Pertama,
situasi sosial pengarang dalam novel
Merpati Kembar di Lombok, meliputi latar
belakang pendidikan pengarang, status
sosial pengarang, ideologi pengarang, sosiobudaya pengarang, dan profesionalisme
pengarang. Kedua, kultural dalam novel
Merpati Kembar di Lombok adalah budaya
dan adat, pekerjaan, pendidikan, kondisi

sosial, agama dan kepercayaan, bahasa dan


suku. Ketiga, dari hasil wawancara dengan
reseptor, novel Merpati Kembar di Lombok
memberikan kontribusi yang positif bagi
pembaca dan menambah wawasan pembaca
mengenai budaya Sasak. Keempat, nilai
pendidikan yang ditemukan dalam novel
Merpati Kembar di Lombok adalah nilai
pendidikan sosial, nilai pendidikan moral,
nilai pendidikan budaya, nilai pendidikan
agama, dan nilai pendidikan historis.

Adapun saran yang dapat penulis


berikan sebagai berikut. Pertama, bagi guru
dan dosen Bahasa dan Sastra Indonesia,
hendaknya memperkenalkan novel Merpati
Kembar di Lombok kepada siswa untuk
dijadikan bahan pembelajaran karena novel
ini kental dengan budaya dan adat Lombok
yang mungkin tidak ada di daerah lain. Selain
itu, novel ini banyak mengandung nilai-nilai
pendidikan yang harus ditanamkan kepada
siswa/mahasiswa. Kedua,

DAFTAR PUSTAKA
Baribin, Raminah. 1985. Teori dan Apresiasi Prosa Fiksi. Semarang: IKIP Semarang Press.
Depdikbud. 1979. Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Nusa Tenggara Barat. Depertemen
Pendidikan dan Kebudayaan: Pusat Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah.
Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sosiologi Sastra. Yogyakarta: CAPS.
Escarpit, Robert. 2005. Sosiologi Sastra. (Terjemahan: Ida Sundari Husen). Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
Jabrohim. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.
Junus, Umar. 1986. Sosiologi Sastra: Persoalan Teori dan Metode. Jakarta: Gramedia.
Noor, Rohinah M.. 2011. Pendidikan Karakter Berbasis Sastra. Jakarta: Ar-ruzz Media.
Pradopo, Rachmat Djoko, dkk.. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita
Graha Widya.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2007. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Purwanto. 1995. Kebudayaan Lingkungan dalam Perspektif Antropologi. Yogyakarta: Pustaka
pelajar.
Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Putaka Pelajar.
Segers, Rien. T.. 2000. Evaluasi Teks Sastra. (Terjemahan: Suminto A. Sayuti). Yogyakarta:
Adicita.
Siswantoro. 2011. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Soedomo, Hadi. 2003. Pendidikan Suatu Pengantar. Surakarta: UNS Press.
Sumardjo, Jacob. 1999. Konteks Sosial Novel Indonesia 1920-1977. Bandung: Grasindo.
Sutopo, H.B.. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: University Sebelas Maret.
Teeuw, A.. 1984. Sastra dan Ilmu Pengantar Teori Sastra. (Terjemahan: Dick Hartoko). Jakarta:
Pustaka Jaya.

593

Waluyo, Herman J.. 2002. Apresiasi dan Pengkajian Prosa Fiksi. Salatiga: Widya Sari Press.
Wardani, Nugraheni Eko. 2009. Makna Totalitas dalam Karya sastra. Surakarta: LPPM UNS
dan UNS Press.
Wellek, Rene & Austin Warren. 1995. Teori Kesusatraan. (Terjemahan: Melani Budianta).
Jakarta: Gramedia.

594

HUBUNGAN ANTARA MINAT MEMBACA KARYA SASTRA DAN


KEMAMPUAN MEMAHAMI UNSUR INTRINSIK NOVEL MIHRAB
CINTA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 16 PONTIANAK TAHUN
PEMBELAJARAN 2010/2011
Melia

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP PGRI Pontianak


Jl. Ampera No.88 Pontianak
Alamat korespondensi: melygautama@gmail.com

ABSTRACT

This study aimed to describe the relationship between interest in reading literature and the
ability to understand the intrinsic elements of Mihrab Cinta novel in class VIII SMP Negeri 16
Pontianak. This research uses descriptive method with a form of quantitative research. The
sampling technique using random sampling techniques. Data collection techniques used, the
technique of indirect communication. Data collection tool used, ie questionnaires and tests.
Based on the analysis of the relationship between interest in reading literature and the ability to
understand the intrinsic elements of the novel Mihrab Cinta grade students of SMP Negeri 16
Pontianak, it can be concluded that there is a relationship between interest in reading literature
and the ability to understand the intrinsic elements of the novel Mihrab Cinta students of class
VIII SMP Negeri 16 Pontianak. The results obtained showed that the count r of 0.91. The
results are then interpreted in interpretation table r values between 0.800 up to 1.00 with the
interpretation of high correlation number is 0.91. After analyzing the data using statistical test,
it is known that thitung greater than ttable, namely 14 727> 2.000, the null hypothesis (Ho), which
states there is no correlation between interest in reading literature and the ability to understand
the intrinsic elements of the novel Mihrab Cinta in class VIII SMP Negeri 16 Pontianak rejected.
Thus, the alternative hypothesis (Ha) which states the presence of a relationship between
interest in reading literature and the ability to understand the intrinsic elements of Mihrab Cinta
novel in class VIII SMP Negeri 16 Pontianak accepted.
Keywords: interest in reading, the ability to understand, intrinsic elements, novel

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hubungan antara minat membaca karya sastra
dan kemampuan memahami unsur intrinsik novel Mihrab Cinta pada siswa kelas VIII SMP
Negeri 16 Pontianak. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan bentuk penelitian
adalah kuantitatif. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik random sampling. Teknik
pengumpulan data yang digunakan, yaitu teknik komunikasi tidak langsung. Alat pengumpul
data yang digunakan, yaitu angket dan tes. Berdasarkan hasil analisis data tentang hubungan
antara minat membaca karya sastra dan kemampuan memahami unsur intrinsik novel Mihrab
Cinta pada siswa kelas VIII SMP Negeri 16 Pontianak, dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan antara minat membaca karya sastra dan kemampuan memahami unsur intrinsik
novel Mihrab Cinta pada siswa kelas VIII SMP Negeri 16 Pontianak. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa r hitung sebesar 0,91. Hasil tersebut kemudian diinterpretasikan ke
dalam tabel interpretasi nilai r antara 0,800 sampai dengan 1,00 dengan interpretasi tinggi
dengan angka korelasi adalah sebesar 0,91. Setelah dilakukan analisis data menggunakan
uji statistik, diketahui bahwa thitung lebih besar dari ttabel, yaitu 14.727 > 2.000, maka hipotesis
nol (Ho) yang menyatakan tidak ada hubungan antara minat membaca karya sastra dan
kemampuan memahami unsur intrinsik novel Mihrab Cinta pada siswa kelas VIII SMP Negeri
16 Pontianak ditolak. Dengan demikian, hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan terdapatnya
suatu hubungan antara minat membaca karya sastra dan kemampuan memahami unsur
intrinsik novel Mihrab Cinta pada siswa kelas VIII SMP Negeri 16 Pontianak diterima.
Kata kunci: minat membaca, kemampuan memahami, unsur intrinsik, novel

595

PENDAHULUAN
Minat dan belajar adalah suatu
keinginan dan kemampuan yang berasal dari
diri siswa. Dalam penelitian ini, yang dilihat
adalah minat dan kemampuan terhadap
pelajaran novel. Minat siswa terhadap
pelajaran bahasa Indonesia perlu diketahui
oleh guru maupun oleh siswa itu mengingat
minat pada sastra ini dapat mengarahkan
siswa untuk melakukan pilihan menentukan
cita-citanya. Cita-cita merupakan perwujudan
dari minat dalam proses/jangkauan masa
depan bagi siswa untuk merencanakan dan
menentukan pilihan terhadap pendidikan,
serta
siswa
yang
berminat
dalam
pembelajaran sastra.
Novel merupakan karya sastra yang
dapat dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan
para pembacanya untuk memahami pikiranpikiran yang disampaikan oleh pengarang.
Novel selain dapat dijadikan sebagai media
hiburan, dapat juga dijadikan sebagai
objek penelitian, baik dari segi struktur
maupun dari segi karakter tokoh yang
berperan dalam sebuah novel. Novel tidak
hanya dapat dijadikan sebagai sarana
hiburan bagi pembaca, tetapi dapat pula
dijadikan sebagai media pendidikan dan
objek penelitian. Penelitian terhadap novel
dapat dilakukan dengan meneliti segi
struktur maupun nilai-nilai yang terkandung
di dalamnya. Melalui novel, pembaca
menemukan dan mengetahui berbagai
problematika kehidupan suatu masyarakat
atau golongan tertentu, pandangan, dan
sikap hidup masyarakat yang diceritakan,
serta menawarkan beberapa alternatif nilainilai baru bagi pemecahan persoalan yang
diceritakan di dalamnya. Atas dasar hal
tersebut, peneliti bermaksud mengadakan
penelitian terhadap novel.
Hubungan antara minat membaca
karya sastra dengan kemampuan memahami
unsur intrinsik novel remaja sangat erat.
Dapat dikatakan erat, karena jika kita ingin

596

memahami unsur intrinsik novel, tentunya


kita harus membaca terlebih dahulu baru
bisa menemukan unsur yang terkandung di
dalam novel tersebut.
Membaca
adalah suatu proses yang dilakukan serta
pembaca untuk memperoleh pesan yang
hendak disampaikan oleh penulis melalui
media kata-kata/bahasa tulis dalam sebuah
bacaan.
Tujuan utama dalam membaca adalah
untuk mencari serta memperoleh informasi,
mencakup isi dan memahami makna
bacaan. Suatu informasi akan diperoleh
secara lengkap apabila seorang pembaca
memahami isi bacaan tersebut dengan cara
membaca pemahaman. Untuk mengetahui
kemampuan siswa mengapresiasi bacaan
sastra, khususnya novel, dapat digunakan
beberapa indikator sesuai dengan unsur
yang membangun karya sastra. Salah satu
indikator yang digunakan adalah unsur
intrinsiknya. Kemampuan menafsirkan unsur
intrinsik novel merupakan suatu hal yang
sangat penting bagi siswa dalam upaya
untuk meningkatkan apresiasi terhadap
karya sastra.
Keterampilan membaca terdapat di
dalam silabus Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, yaitu pada standar kompetensi,
kompetensi dasar, dan indikator yang
terdapat di dalamnya. Satu di antara
standar kompetensi di kelas VIII Sekolah
Menengah Pertama semester genap, yaitu
keterampilan membaca dalam memahami
unsur intrinsik novel remaja. Hal tersebut
sesuai dengan indikator yang harus dicapai,
yaitu menjelaskan tema cerita, alur, latar,
serta tokoh dan penokohan novel remaja.
Pemilihan kemampuan memahami unsur
intrinsik novel remaja sebagai objek penelitian
didasari
beberapa
alasan.
Pertama,
pembelajaran menemukan unsur intrinsik
prosa telah didapat siswa pada pembelajaran
sebelumnya, yaitu memahami unsur intrinsik
cerpen dengan hasil yang sangat baik.

Kedua, novel merupakan sebuah prosa yang


memiliki alur yang lengkap atau utuh.
Adapun alasan peneliti memilih
sekolah SMP Negeri 16 Pontianak sebagai
tempat penelitian, yaitu SMP Negeri
16 Pontianak merupakan sekolah yang
kemampuan siswanya dalam belajar
memiliki prestasi yang cukup baik. Jadi,
peneliti ingin mengetahui kemampuan siswa
di SMP Negeri 16 Pontianak berdasarkan
pernyataan tersebut. Sedangkan pemilihan
siswa kelas VIII semester genap sebagai
populasi penelitian didasarkan oleh beberapa
pertimbangan sebagai berikut.
1. Peneliti tertarik untuk mengadakan
penelitian ini karena berdasarkan
informasi yang peneliti ketahui di
sekolah tersebut belum pernah diadakan
penelitian tentang hubungan antara
minat membaca karya sastra dengan
kemampuan memahami unsur intrinsik
novel Mihrab Cinta pada siswa kelas VIII
SMP Negeri 16 Pontianak.
2. Novel Mihrab Cinta menampilkan
kehidupan sosial yang kompleks dan
menarik untuk dikaji.
3. Berdasarkan
observasi
tenaga
pengajar di SMP Negeri 16 Pontianak,
khususnya guru bidang studi Bahasa
dan Sastra Indonesia minimal lulusan
sarjana lebih baik dan berkompetensi
dalam
mengajarkan
pembelajaran
sastra kepada siswa, khususnya
pembelajaran unsur intrinsik novel.
Dalam pembelajaran ini, siswa sangat
bersemangat
dalam
pembelajaran
sastra. Jadi, peneliti ingin mengetahui
kemampuan siswa dalam memahami
unsur intrinsik novel melalui angket dan
tes yang telah disediakan oleh peneliti
dengan cara siswa membaca terlebih
dahulu novel yang telah disediakan oleh
guru bidang studi Bahasa Indonesia dan
peneliti.

4. Siswa kelas VIII SMP Negeri 16 Pontianak


sebelumnya sudah memperoleh materi
pelajaran tentang unsur intrinsik pada
mata pelajaran Bahasa Indonesia,
yaitu pernah dipelajari oleh siswa kelas
VIII semester ganjil tentang standar
kompetensi
membaca
(memahami
teks drama dan novel remaja), butir
7.1 Mengidentifikasi unsur intrinsik
teks drama. Menurut guru bidang
studi Bahasa Indonesia di SMP Negeri
16 Pontianak, sekolah ini memiliki
prestasi yang baik dalam pembelajaran
tentang mengidentifikasi unsur intrinsik
pembelajaran
drama.
Sehubungan
dengan hal tersebut, peneliti ingin
menghubungkan apakah siswa beminat
membaca novel remaja dan apakah
siswa mempunyai kemampuan dalam
memahami unsur intrinsik novel tersebut.
5. Dari uraian di atas, ada dua hal yang
dapat diperhatikan, yaitu minat membaca
karya sastra dengan kemampuan
memahami unsur intrinsik novel Mihrab
Cinta. Sehubungan dengan hal tersebut,
maka timbul pertanyaan terhadap
peneliti mengenai apakah ada hubungan
minat membaca karya sastra dengan
kemampuan memahami unsur intrinsik
novel Mihrab Cinta dan bagaimana
hubungan minat membaca karya
sastra dengan kemampuan memahami
unsur intrinsik novel Mihrab Cinta?
Apakah siswa yang memiliki minat
membaca yang tinggi akan mempunyai
kemampuan memahami unsur intrinsik
novel Mihrab Cinta yang baik pula atau
sebaliknya?
Mihrab Cinta (MC) merupakan sebuah
novel pembangun jiwa untuk memukau
penggemar sastra Islami agar bisa dijadikan
pedoman hidupnya yang berkepanjangan.
Pembaca novel dalam Mihrab Cinta ini biasa
menumbuhkan rasa cintanya kepada Tuhan
yang Maha Esa dan membekali hidupnya

597

yang bermanfaat karena dalam novel


ini mengisahkan seorang pemuda yang
memiliki cita-cita jadi seorang ulama, tetapi
karena fitnah dari seorang temannya, nasib
seorang pemuda itu terabaikan sehingga
ia dikeluarkan dari pesantren, kemudian
memilih merantau ke negara lain sehingga
nasibnya yang malang itu berubah menjadi
lebih baik dan cita- citanya tercapai dan ia
hidup mandiri.
1. Minat Membaca
Menurut Tampubolon (1993) minat
membaca adalah kemana dan keinginan
seseorang untuk mengenali huruf dan dapat
menangkap makna dari tulisan tersebut.
Menurut Lilawati (dalam Sandjaya, 2005)
minat membaca adalah suatu perhatian
yang kuat dan mendalam disertai dengan
perasaan
senang
terhadap
kegiatan
membaca sehingga dapat mengarahkan
seseorang
untuk
membaca
dengan
kemauannya sendiri. Sedangkan menurut
Sinambela (dalam Sandjaya, 2005) minat
membaca adalah sebagai sikap positif dan
adanya rasa keterkaitan dalam diri terhadap
aktifitas membaca dan tertarik terhadap buku
bacaan.
Orang
yang
tidak
berminat
untuk membaca tidak mungkin memiliki
kemampuan membaca yang baik atau
sebaliknya, sedangkan orang yang sudah
berkali-kali melakukan melakukan kegiatan
membaca pun belum bisa memiliki
kemampuan membaca yang baik, apalagi
orang yang belum pernah membaca sama
sekali. Sejalan dengan itu, minat membaca
tidaklah tumbuh dengan sendirinya, tetapi
oleh dorongan keinginan seseorang untuk
mengetahui sesuatu yang ada di luar dirinya.
Sejalan dengan hal itu juga dapat menambah
pengetahuan, dengan membaca apalagi
membaca sebuah karya sastra mereka dapat
menikmati keindahan membaca sastra dan
menikmati isi bacaan.

598

Minat membaca di atas dapat


disimpulkan, bahwa minat membaca
merupakan aktifitas yang dilakukan dengan
penuh ketekunan dan cenderung menetap
dalam rangka membangun pola komunikasi
dengan diri sendiri agar pembaca dapat
menemukan makna tulisan dan memperoleh
informasi sebagai proses tranmisi pemikiran
untuk mengembangkan intelektualitas dan
pembelajaran sepanjang hayat (life-long
learning) serta dilakukan dengan penuh
kesadaran dan mendatangkan perasaan
senang, suka, dan gembira dalam kegiatan
membaca. Minat membaca siswa akan
berhubungan dengan kemampuan membaca
selama ia belajar. Untuk mengetahui tinggi
atau rendahnya minat membaca seseorang
siswa dapat dilihat dari kemampuan
membaca yang dimilikinya.
2. Faktor yang Mempengaruhi Minat
Membaca
a. Faktor intern.
Faktor intern adalah faktor yang terdapat
di dalam diri siswa itu sendiri terhadap
minat membaca yang dimilikinya, baik
yang berupa fisik maupun yang berupa
psikis yang dapat mempengaruhi minat
membaca. Faktor fisik yang dimaksud
adalah proses penerimaan suatu
rangsangan, penglihatan, pendengaran,
dan penciuman. Selain alat indra ini,
masih ada yang mempengaruhi minat
membaca yaitu keadaan jasmani yang
berhubungan
dengan
kesehatan,
apabila kesehatan tergangu maka
akan mempengaruhi konsentrasi dalam
membaca.
b. Faktor Ekstern
Faktor ekstern adalah faktor yang
terdapat di luar diri siswa, seperti faktor
lingkungan, sarana dan prasarana yang
dapat mempengaruhi perkembangan
minat membaca anak. Misalnya di ruang
lingkup tempat tinggal dan situasi rumah
tangga serta sosial ekonomi. Selain

faktor lingkungan ada juga faktor saran


dan sarana juga sangat menentukan
minat membaca siswa. Misalnya meja
belajar, terbatasnya buku bacaan,
ruang lingkup belajar yang sempit dan
sebagainya.
3. Novel
Novel adalah karangan prosa yang
panjangnya, mengandung rangkaian cerita
kehidupan seseorang dengan orangorang sekelilingnya dengan menunjukkan
watak/sifat pelaku Suprapto (1993:31).
Menurut Nurgiyantoro (1995:9) menjelaskan
bahwa novel merupakan karya fiksi yang
mengungkapkan aspek-aspek kemanusian
yang lebih mendalam dan disajikan dengan
tulus. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) (1995:694) dijelaskan bahwa novel
merupakan karangan prosa yang terpanjang
mengandung rangkaian disekelilingnya
dengan menonjolkan watak dan sifat setiap
pelaku.
Novel adalah hasil karya yang
imajinasi dan pengalaman-pengalaman yang
bersumber dari cerminan kehidupan dalam
masyaraka. Peristiwa yang dituangkan baru
menjadi cerita apabila memunculkan konflik,
masalah yang sensasional, bersifat dramatik,
dan menarik untuk diceritakan. Oleh sebab
itu, pengarang sengaja menciptakan konflik
secara imajiner dalam karyanya dengan
tujuan untuk menarik minat pembaca
terhadap hasil karya tersebut. Peneliti memilih
novel Mihrab Cinta karena: pertama, novel
menceritakan suatu kejadian yang luar biasa.
Luar biasa karena dari kejadian ini lahir suatu
konflik, suatu pertikaian, yang menimbulkan
pergolakan jiwa tokoh-tokohnya sehingga
mengubah jalan hidup pelaku; kedua, dalam
novel konflik yang disajika tidak hanya
berupa satu konflik namun terdapat sejumlah
konflik namun terdapat sejumlah konflik yang
dapat diselesaikan.

4. Hubungan antara Minat Membaca


Karya Sastra dan Kemampuan
Memahami Unsur Intrinsik Novel
Remaja
Hubungan antara minat membaca
karya sastra dengan kemampuan memahami
unsur intrinsik novel remaja sangat erat.
Dapat dikatakan erat, karena jika kita ingin
memahami unsur intrinsik novel, tentunya
kita harus membaca terlebih dahulu baru
bisa menemukan unsur yang terkandung
didalam novel tersebut.
Minat dan kemampuan memahami
unsur intrinsik novel remaja dimaksud, ditandai
oleh adanya kebiasaan menyediakan waktu
untuk membaca secara teratur, terarah, dan
terus menerus (mempunyai kebiasaan yang
baik pada waktu membaca, dapat memilih,
mencari buku bacaan yang sesuai dengan
tingkat kemampuan dan kesiapannya serta
mempunyai tujuan khusus yang ingin dicapai
sewaktu membaca).
Membaca sebuah karya sastra, seperti
membaca novel perlu melakukan membaca
pemahaman karena dalam sebuah novel
banyak hal-hal yang harus dihayati.
Dalam memahami isi bacaan pembaca
perlu melakukan membaca intensif, studi
seksama, dan telaah teliti. Tujuan utama
dalam membaca adalah untuk mencari serta
memperoleh informasi, mencangkup isi,
memahami makna bacaan. Membaca karya
sastra adalah sejenis kegiatan membaca
yang dilakukan pembaca untuk mengetahui
penggunaan bahasa dalam karya sastra.
Apabila
seseorang
pembaca
dapat
mengenal serta mengerti seluk beluk bahasa
dalam suatu karya sastra maka semakin
mudahlah memahami isinya serta menikmati
keindahanya.
Pada hakikatnya membaca adalah
kegitan fisik dan mental untuk menemukan
makna dan tulisan walaupun dalam kegiatan
itu terjadi proses pengenalan huruf-huruf.
Dikatakan kegitan mental karena bagian-

599

bagian pikiran, khususnya resepsi dan


ingatan terlibat di dalamnya. Dari definisi
ini, kiranya dapat dilihat bahwa menemukan
makna dari bacaan (tulisan) adalah tujuan
utama membaca dan bukan mengenali
huruf-huruf. Finochiaro dan Bonomo
mendefinisikan membaca adalah memetik
serta memahami makna yang terkandung di
dalam bahan tertulis.
Dari definisi membaca yang telah
dipaparkan di atas, dapat disimpulkan
bahwa membaca adalah kegitan fisik
dan mental yang menuntut seseorang
untuk menginterpretasikan simbol-simbol
tulisan dengan aktif dan kritis sebagai
pola komunikasi dengan diri sendiri agar
membaca dapat menemukan makna tulisan
dan memperoleh informasi sebagai proses
transmisi pemikiran untuk mengembangkan
intelektualitas dan pembelajaran sepanjang
hayat. Dalam penelitian ini, siswa dianjurkan
dapat membaca secara intensif atau sunguhsunguh (berkonsentrasi) pada kegiatan
membaca agar dapat memahami unsur
intrinsik yang terdapat dalam novel Mihrab
Cinta. Pada penelitian ini peneliti hanya
memberikan penilaian berdasarkan ranah
kognitif karena peneliti tidak memberikan
penilaian terhadap sikap dan keterampilanketerampilan yang lain pada siswa.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif
korelasional untuk mengetahui hubungan
antara minat membaca dan kemampuan
memahami unsur intrinsik novel Mihrab
Cinta pada siswa kelas VIII SMP Negeri 16
Pontianak tahun pembelajaran 2010/2011.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua
siswa yang terdaftar di kelas VIII SMP 16
Pontianak tahun pembelajaran 2010/2011.
Banyaknya jumlah populasi dalam penelitian
ini adalah 316 siswa. Untuk mendapatkan
sampel yang representatif, dilakukan teknik

600

random sampling dengan cara undian.


Teknik random sampling adalah teknik
pengambilan sampel yang memberikan
hak yang sama kepada setiap subjek untuk
memperoleh kesempatan menjadi sampel
(Arikunto, 1997:111). Pengambilan sampel
pada penelitian ini sebanyak 15 persen dari
jumlah total populasi, yaitu 15% x 316 = 47.4
orang, dibulatkan menjadi 47 orang. Jadi,
sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebanyak 47 siswa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Data Minat Membaca Karya Sastra
Siswa
Data angket menunjukkan bahwa
minat membaca karya sastra siswa kelas
VIII SMP Negeri 16 Pontianak diperoleh
anggka tertinggi 155 dan terendah 82,
maka terdapat selisih 73. Kemudian angka
73 dibagi 4 dengan hasil 18,25 (dibulatkan
18). Selanjutnya, seluruh skor dimasukkan
ke dalam kelompok masing-masing menjadi
empat kelompok.
a. Minat membaca karya sastra terbaik
dengan skor 139 - 155
b. Minat membaca karya sastra baik
dengan skor 120 - 138
c. Minat membaca karya sastra cukup
dengan skor 101 - 119
d. Minat membaca karya sastra kurang
dengan skor 82 - 100
Skor tertinggi 155 dan terendah 82,
rata rata skor minat membaca karya sastra
adalah 119 atau kategori cukup.
2. Data Kemampuan Siswa dalam
Memahami Unsur Intrinsik pada Novel
Mihrab Cinta
Setelah diperoleh data kuantitatif data
hasil tes kemampuan memahami unsur
intrinsik Mihrab Cinta (dilihat dari tahap
alur, latar, tokoh/penokohan, amanat) pada
siswa kelas VIII SMP Negeri 16 Pontianak
tahun pembelajaran 2010/2011, selanjutnya
dilakukan penghitungan korelasi antara

minat membaca karya sastra (angket)


sebagai variabel bebas (X) dan kemampuan
memahami unsur intrinsik novel remaja
(soal) sebagai variabel terikat (Y). Besarnya
nilai X, yaitu 2930 dengan nilai rata-rata
yaitu 62,34 dan besarnya nilai Y yaitu 3221
dengan nilai rata-rata yaitu 68,53. Sebelum
penghitungan korelasi dilakukan, terlebih
dahulu dibuat tabel persiapan penghitungan
korelasi tersebut.
3. Hubungan antara Minat Membaca
Karya Sastra dan Kemampuan
Memahami Unsur Intrinsik Novel
Mihrab Cinta
Berdasarkan
hasil
perhitungan,
diketahui bahwa koofisien korelasi yang
diperoleh sebesar 0,9092 yang dibulatkan
menjadi 0,91 sesuai dengan kriteria yang
ditentukan, maka 0,91 berada pada skala
0,80 1,00 dengan korelasi sangat tinggi.
Berarti hubungan antara minat membaca
karya sastra dengan kemampuan memahami
unsur intrinsik novel Mihrab Cinta siswa
kelas VIII SMP Negeri 16 Pontianak tahun
pelajaran 2010/2011 mempunyai hubungan
positif dalam kategori tingkat hubungan
sangat tinggi. Mengacu pada Arikunto (1997:
171), koefisien sebesar itu termasuk korelasi
sangat tinggi.
Dalam penelitian ini, dirumuskan dua
hipotesis, yaitu nol (Ho) dan hipotesis alternatif
(Ha) yang akan dibuktikan berdasarkan
perhitungan dan pengolahan data yang
dilakukan secara kuantitatif dengan kriteria
sebagai berikut.
a. Jika hasil perhitungan korelasi (r
hitung) lebih besar dari (r tabel) pada
taraf kepercayaan 95%, maka hasil
penelitian signifikan, dengan kata
lain hipotesis nol (Ho) ditolak dan
hipotesis alternatif (Ha) diterima.
b. Jika hasil perhitungan (r hitung)
lebih kecil dari (r tabel) pada taraf
kepercayaan 95%, maka hasil

penelitian tidak signifikan, dengan


kata lain hipotesis nol (Ho) diterima
dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak.
Analisi
Uji-t
digunakan
untuk
mengetahui keberartian hubungan antara
variabel bebas (minat membaca karya
sastra) dengan variabel terikat (kemampuan
memahami unsur intrinsik novel). Pengujian
hipotesis dalam penelitian ini dilakukan
dengan uji-t. Penggunaan statistik uji ini
didasarkan atas asumsi bahwa koefisien
korelasi r mengikuti distribusi Uji-t. Adapun
rumus yang digunakan sebagai berikut.
t

r n2
1 r

t

0,91 47  2
1  0,8281

t

0,91 45
1  0,1719

t

0,91x6,71
0,414608248

t

6,1061
 14,727
0,414608248

Hasil perhitungan t-tes (uji-t) diketahui


nilai t hitung lebih besar dari nilai kritis
pada tabel atau 14,727 > 2,000. Ini berarti
signifikan.
Dengan
demikian,
antara
variabel bebas (minat membaca karya
sastra) dengan variabel terikat (kemampuan
memahami unsur intrinsik novel) terdapat
suatu hubungan.
Daerah Kritis
Jika thitung (+) > ttabel (+) maka tolak Ho
Jika thitung (-) < ttabel (+) maka tolak Ho
thitung = 14,727
ttabel = t ; n-1
t 0.05; 40
ttabel = 2,000
Bandingkan thitung dengan ttabel : 14.727
> 2.000 maka Ho ditolak. Berdasarkan
uraian di atas, dapat diketahui thitung = 14.727
sedangkan taraf signifikasi dalam penelitian
ini atau ttabel = 2,000. Taraf signifikasi
= 0.05
dalam penelitian ini ditentukan jika jumlah
siswa pada penelitian lebih dari 30 orang

601

menggunakan taraf signifikasi 5% (Arikunto,


1997: 69). Jadi, dari hasil pengujian tersebut
thitung > ttabel atau 14.727 (thitung) lebih besar
daripada 2,000 (ttabel) maka Ho (siswa SMP
Negeri 16 Kota Pontianak tidak mempunyai
hubungan antara minat membaca karya
sastra dan kemampuan memahami unsur
intrinsik novel) ditolak dan Ha (siswa SMP
Negeri 16 Pontianak mempunyai hubungan
antara minat membaca karya sastra dan
kemampuan memahami unsur intrinsik
novel) diterima.
Setelah dilakukan analisis data
mengunakan uji statistik, diketahui dari hasil
pengujian tersebut ternyata thitung dengan
ttabel: 14.727 > 2.000 maka hipotesis nol (Ho)
yang menyatakan tidak adanya hubungan
antara minat membaca karya sastra dan
kemampuan memahami unsur intrinsik novel
Mihrab Cinta siswa kelas VIII SMP Negeri
16 Pontianak ditolak. Dengan demikian,
hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan
terdapatnya suatu hubungan antara minat
membaca karya sastra dan kemampuan
memahami unsur intrinsik novel Mihrab Cinta
siswa kelas VIII SMP Negeri 16 Pontianak
diterima.
PENUTUP
Berdasarkan hasil pengolahan data
sesuai sesuai dengan langkah-langkah
yang dilakukan untuk menganalisis subsubmasalah, peneliti dapat mengambil
kesimpulan tentang hubungan antara minat
membaca karya sastra dengan kemampuan
memahami unsur intrinsik novel Mihrab
Cinta pada siswa kelas VIII SMP Negeri
16 Pontianak tahun pelajaran 2010/2011
sebagai berikut. Pertama, minat membaca
karya sastra siswa kelas VIII SMP Negeri
16 Pontiank tergolong baik. Hal ini dapat
dilihat dari perolehan nilai angket ataupun
dari hasil perhitungan persentase sebesar
2930 dengan nilai rata-rata variabel bebas
(x) yang diperoleh siswa sebesar 62,34 dari

602

nilai tertinggi angket tersebut, yaitu 120.


Kedua, kemampuan memahami unsur
intrinsik novel Mihrab Cinta siswa kelas VIII
SMP Negeri 16 Pontianak tergolong baik.
Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan
pada variabel terikat (Y) yang perolehan
nilai soal sebagai alat pengukur kemampuan
memahami unsur intrinsik novel Mihrab Cinta
siswa sebesar 3221 dan nilai rata-rata yang
diperoleh siswa 68,53 dari nilai tertinggi soal,
yaitu 100.
Ketiga, terdapat hubungan antara
minat
membaca
karya
sastra
dan
kemampuan memahami unsur intrinsik novel
Mihrab Cinta pada siswa kelas VIII SMP
Negeri 16 Pontianak. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa r hitung sebesar
0,91. Lalu hasil yang diperoleh, kemudian
diinterpretasikan ke dalam tabel interpretasi
nilai r antara 0,800 sampai dengan 1,00
dengan interpretasi tinggi dengan besarnya
angka korelasi adalah sebesar 0,91. Hal ini
menunjukkan bahwa hubungan antara minat
membaca karya sastra dengan kemampuan
memahami unsur intrinsik novel Mihrab Cinta
siswa kelas VIII SMP Negeri 16 Pontianak
interpretasinya tinggi dengan besarnya
angka korelasi adalah 0,91.
Berdasarkan hasil dan pembahasan,
serta simpulan yang telah didapat, terdapat
beberapa saran yang berhubungan dengan
hasil penelitian. Pertama, siswa perlu
meningkatkan minat baca, khususnya
novel Mihrab Cinta. Kedua, novel dapat
dijadikan sebagai bacaan siswa agar mereka
termotivasi membaca novel, khususnya novel
Mihrab Cinta. Ketiga, guru yang mengajar
di SMP Negeri 16 Pontianak, khususnya
guru bidang studi Bahasa Indonesia perlu
meningkatkan minat baca siswa, khususnya
terhadap novel Mihrab Cinta.

DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 1995. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Arikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Depdikbud. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Hamalik, Oemar. 1994. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Luxemburg, Jan Van. 1992. Pengantar Ilmu Sastra. (Terjemahan: Dick Hartako). Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Natawijaya, Suparman P.. 1982. Apresiasi Sastra dan Budaya. Jakarta: PT Inter Massa.
Nurgiyantoro, Burhan. 1994. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Sudjana, N.. 1989. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Sudjiman, Panuti. 1991. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sumadi, Suryabrata. 1983. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sumardjo, Jacob & Saini, K.M.. 1988. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Bumi Aksara.
Sumardjo. 2008. Puisi dan Prosa. Jakarta Barat: CV Pamularsih.

603

PENINGKATAN PEMAHAMAN BELAJAR FISIKA DALAM MENGANALISIS


PERCOBAAN LISTRIK DINAMIS MELALUI METODE KOOPERATIF
LEARNING PADA SISWA MTSN DELIMA, KABUPATEN PIDIE
Rasimah

Guru Fisika IPA MTsN Delima Kabupaten Pidie

ABSTRACT

This study aims to improve understanding of student learning about electrical experiment
analyzing the dynamic approach of cooperative learning methods. This research was conducted
in MTsN Delima, Pidie District and lasted for three months, ie from February to April 2014. The
method used was classroom action research (CAR) consisting of two cycles. The subjects
were students of class XI/2 MTsN Delima, Pidie District 2013/2014 school year as many as 28
students. Data analysis using comparative descriptive analysis techniques, by comparing the
initial conditions with the results achieved in each cycle, and a qualitative descriptive analysis
of the results of observations by comparing the results of observation and reflection on the first
cycle and the cycle 2. Through cooperative learning methods learning approach to the basic
competence explain the material on analyzing the experiment of dynamic electricity, at the final
stage of the second cycle is known to have an increase in the average grade 23.66%, from
an average of initial conditions test 60 to 75. While the mastery learning students at the end of
the second cycle was 92% with the percentage increase from the first cycle of 29.41% when
compared to prasiklus which only reached 28%. Observations nontes showed more student
activity increased in the first cycle and the second cycle when compared to prasiklus. Thus,
most of the students of class XI/2 MTsN Delima, Pidie District have improved the understanding
of learning.
Keywords: cooperative learning methods, dynamic electricity, analysis

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman belajar siswa tentang menganalisis
percoban listrik dinamis melalui pendekatan metode kooperatif learning. Penelitian ini
dilaksanakan di MTsN Delima, Kab. Pidie dan berlangsung selama tiga bulan, yaitu Februari
April 2014. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang
terdiri atas dua siklus. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI/2 MTsN Delima, Kab. Pidie tahun
ajaran 2013/2014 sebanyak 28 siswa. Analisis data menggunakan teknik analisis deskriptif
komparatif, yaitu dengan membandingkan kondisi awal dengan hasil yang telah dicapai pada
setiap siklus, dan analisis deskriptif kualitatif hasil observasi dengan membandingkan hasil
observasi dan refleksi pada siklus I dan siklus 2. Melalui pendekatan metode pembelajaran
kooperatif learning pada kompetensi dasar menjelaskan materi tentang menganalisis percoban
listrik dinamis, pada tahap akhir siklus II diketahui telah terjadi peningkatan rata-rata kelas
23,66%, yaitu dari rata-rata tes kondisi awal 60 menjadi 75. Sedangkan ketuntasan belajar
siswa pada akhir siklus II mencapai 92% dengan persentase peningkatan dari siklus I sebesar
29,41% jika dibandingkan dengan prasiklus yang hanya mencapai 28%. Hasil pengamatan
nontes menunjukkan aktivitas siswa lebih meningkat pada siklus I dan siklus II jika dibandingkan
dengan prasiklus. Dengan demikian, sebagian besar siswa kelas XI/2 MTsN Delima, Kab.
Pidie telah mengalami peningkatan pemahaman belajar.
Kata kunci: metode kooperatif learning, listrik dinamis, analisis

PENDAHULUAN
Kenyataan selama ini kegiatan belajar
mengajar (PBM) masih didominasi oleh
guru, yaitu hanya bertumpu pada kegiatan

604

satu arah (one direct), di mana penuangan


sejumlah informasi (berupa pemahaman,
ilmu pengetahuan) dari guru ke siswa hanya
dilaksanakan dan berlangsung hanya di
sekolah, sehingga hasil yang ingin dicapai

siswa hanya mampu menghafal fakta,


konsep, prinsip, hukum-hukum, dan teori
hanya pada tingkat ingatan, sedangkan
pemahaman bereksperimen masih sangat
minim.
Pembelajaran Fisika mengenai sifatsifat bilangan berpangkat dan bentuk
akar dalam pelajaran Fisika merupakan
suatu pembelajaran yang harus diikuti dan
diselesaikan oleh para siswa secara aktif
dengan menggunakan berbagai macam
metode pendekatan yang dirancang oleh
guru dengan maksud dan tujuan adalah
untuk memperoleh kemampuan belajar yang
maksimal sebagaimana yang diharapkan
bersama. Namun, kenyataan yang terjadi
di MTsN Delima, Kabupaten Pidie, realita
yang terjadi justru sebaliknya. Untuk itu,
peneliti melakukan penelitian dengan judul
Peningkatan Pemahaman Belajar Fisika
dalam Menganalisis Percobaan Listrik
Dinamis melalui Metode Kooperatif Learning
pada Siswa MTsN Delima, Kabupaten Pidie.
Berdasarkan latar belakang masalah
yang telah dipaparkan di atas, maka yang
menjadi permasalahan dalam penelitian
tindakan ini sebagai berikut: apakah
pendekatan metode kooperatif learning dapat
meningkatkan pemahaman belajar Fisika
siswa tentang menganalisis percobaan listrik
dinamis di MTsN Delima, Kabupaten Pidie,
Tahun Ajaran 2013/2014? Adapun tujuan
penelitian ini adalah untuk meningkatkan
pemahaman belajar siswa materi tentang
menganalisis percobaan listrik dinamis di
MTsN Delima Kabupaten Pidie, tahun ajaran
2013/2014.
1. Hakikat Pembelajaran Fisika
Hakikat pembelajaran Fisika yang
diajarkan pada tingkat di Madrasah
Tsanawiyah Negeri (MTsN) merupakan
suatu bentuk dalam mengenalkan bentuk
sains/ilmu pengetahuan tentang berbagai
sistem, terutama materi tentang mengalisis
percobaan listrik dinamis. Penjabaran serta

penjelasan
materi-materi
berdasarkan
kurikulum pembelajaran maupun dengan
cara praktikum (bereksperimen) mengenai
materi yang diberikan (Sudjana, 2011: 100101).
2. Hasil Belajar Siswa
Belajar merupakan suatu bentuk usaha
sadar yang dilakukan oleh setiap manusia
dalam rangka mencapai suatu tujuan yang
ingin diraihnya. Belajar adalah sebuah
proses yang ditandai dengan perubahan
pada diri siswa dan perubahan itu merupakan
hasil belajar yang melibatkan segi jasmani
dan rohani yang menghasilkan perubahanperubahan
dalam
hal
pengetahuan,
pemahaman, sikap, mentalitas, dan tingkah
laku. Belajar itu sebagai suatu proses
perubahan tingkah laku atau memaknai
sesuatu yang diperoleh. Akan tetapi, apabila
kita bicara tentang hasil belajar, maka hal
itu merupakan hasil yang telah dicapai oleh
si pebelajar. Belajar merupakan sebuah
proses perubahan perilaku yang dilakukan
secara sadar, baik itu perilaku positif maupun
perilaku negatif yang dipengaruhi oleh nilainilai yang ditanamkan. Proses perubahan
perilaku merupakan permulaan dari tidak
ada menjadi ada atau tidak bisa menjadi
bisa melakukan sesuatu. Proses tersebut
memerlukan waktu yang biasanya tidak
bisa dilakukan secara instan dan proses
juga memerlukan suatu jenis penggunaan
metode yang jelas.
3. Pelajaran Fisika SMP/MTs

Pelajaran Fisika yang diajarkan di level


sekolah menengah mencakup materi tentang
menganalisis percobaan listrik dinamis.
Secara umum, tujuan pembelajaran Fisika
di sekolah menengah adalah siswa mampu
mendeskripsikan materi tentang menganalisis
percobaan listrik dinamis serta penerapannya
di lingkungan sekitarnya. Selain itu,
siswa juga dapat mengenal materi tentang
menganalisis percobaan listrik dinamis.

605

4. Pendekatan
Learning

Metode

Kooperatif

Kooperatif learning merupakan jenis


pendekatan pembelajaran yang menekankan
pada konsep pembelajaran kerja sama, di
mana para siswa diartikan sebagai makhluk
sosial yang membutuhkan sebuah kelompok
dalam belajar atau ditempatkan dalam suatu
komunitas kecil yang berada di dalam kelas.
Menurut Anita, model pembelajaran
kooperatif learning merupakan salah satu
model pembelajaran yang mendukung
pembelajaran
konstektual.
Sistem
pembelajaran kooperatif learning seperti
didefinisikan oleh (US Departemen of
Education, 2001) sebagai sistem kerja belajar
kelompok yang terstruktur. Yang termasuk ke
dalam struktur ini adalah lima unsur pokok,
yaitu saling ketergantungan positif, tanggung
jawab individual, interaksi personal, keahlian
bekerja sama, dan proses kelompok.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di MTsN
Delima,
Kabupaten
Pidie.
Penelitian
dilaksanakan selama 3 bulan, terhitung mulai
bulan FebruariApril 2014. Subjek penelitian
ini adalah siswa kelas IX/2 tahun pelajaran
2013/2014, yang berjumlah 28 orang siswa.
Sumber data dalam penelitian tindakan ini
adalah siswa, sebagai subjek penelitian.
Data yang dikumpulkan dari siswa, meliputi:
data hasil observasi, tes tertulis, dan guru
kolaborator. Tes tertulis dilaksanakan pada
setiap akhir pelaksanaan siklus yang terdiri
atas materi tentang menganalisis percobaan
listrik dinamis di MTsN Delima, Kabupaten
Pidie, tahun ajaran 2013/2014. Selain
siswa sebagai sumber data, penulis juga
menggunakan teman sejawat, yakni sesama
guru kelas yang dijadikan sebagai sumber
data.
Dalam penelitian ini, pengumpulan
data menggunakan teknik tes dan nontes.
Alat pengumpulan data dalam penelitian

606

tindakan ini, meliputi:


1. tes tertulis, terdiri atas 5 butir soal,
2. nontes, meliputi: lembar observasi dan
dokumen.
Validasi data penelitian ini meliputi
validasi
hasil
belajar
dan
proses
pembelajaran.
Validasi
hasil
belajar
dikenakan pada instrumen penelitian berupa
tes. Validasi ini meliputi validasi teoretis dan
validasi empiris. Validasi teoretis artinya
mengadakan analisis instrumen yang terdiri
atas face validity (tampilan tes) dan content
validity (validitas isi). Validitas empiris artinya
analisis terhadap butir-butir tes, yang dimulai
dari pembuatan kisi-kisi soal, penulisan
butir-butir soal, kunci jawaban, dan kriteria
pemberian skor.
Validasi proses pembelajaran melalui
triangulasi metode yang dilakukan dengan
metode dokumentasi, selain metode
observasi. Metode dokumentasi digunakan
untuk memperoleh data pendukung yang
diperlukan dalam pelaksanaa proses
pembelajaran metode kooperatif type jigsaw.
Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik analisis dekskriptif,
yang meliputi:
1. analisis deskriptif komparatif hasil belajar
dengan cara membandingkan hasil
belajar pada siklus I dengan siklus II dan
membandingkan hasil belajar dengan
indikator pada siklus I dan siklus II.
Adapun
menggunakan
berikut ini:

analisis
hasil
dengan
persentase
perumusan

Keterangan:
P = Persentase yang dicari (%)
F = Frekuensi jawaban siswa
n = Jumlah siswa

Kriteria penilaian hasil belajar siswa


dalam proses pembelajaran adalah 65.
Tabel 1 Kriteria Ketuntasan Hasil Belajar
Siswa
No

Nilai

1.
2.
3.
4.
5.

85100
7584
6574
5564
<54

Kategori
Penilaian
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat
kurang

Keterangan
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tidak tuntas
Tidak tuntas

2. analisis deskriptif kualitatif dalam


penelitian tindakan ini dalah dari hasil
observasi dengan cara membandingkan

hasil observasi dan refleksi pada siklus I


dan siklus II.
Indikator keberhasilan penelitian ini
adalah terjadinya peningkatan nilai rata-rata
hanya sebesar 5%. Penelitian ini merupakan
jenis penelitian tindakan kelas yang ditandai
dengan adanya siklus. Adapun penelitian ini
terdiri atas dua siklus. Setiap siklus terdiri atas
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan,
dan refleksi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Hasil Penelitian
Berikut rekap data hasil penelitian
keseluruhan sebagaimana yang tersaji pada
tabel berikut:

Tabel 2 Hasil Penelitian Keseluruhan


No

Hasil
Lambang
Angka

Hasil
Evaluasi

Arti
Lambang

Pra
Tindakan

Model
Siklus I

Model
Siklus II

1.

85-100

2.
3.
4.
5.

75-84
65-74
55-64
<54

B
C
D
E

Sangat
Baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat
Kurang

15
9
4

12
10
1
-

9
10
2
-

28

28

28

Jumlah
2. Pembahasan
a. Siklus I
Hasil Belajar siswa pada siklus I
juga sangat berbeda dari prasiklus, baik
dari perolehan nilai yang didapat maupun
ketuntasan hasil belajar siswa serta
peningkatan nilai rata-rata yang diperoleh.
Dari 28 siswa di kelas IX/2 MTsN Delima,
Kabupaten Pidie, sejumlah 27 siswa sudah
menuntaskan hasil belajarnya dengan nilai
rata-rata sebesar 70.4 dari sebelumnya
sebesar 6,23. Persen peningkatan nilai ratarata dari prasiklus dan siklus I adalah sebesar

13,0%. Selain itu, pada siklus I sudah ada


siswa yang mendapatkan nilai A (sangat
baik) sebanyak 3 siswa (15%).
b. Siklus II
Berdasarkan hasil observasi pada
siklus II, proses pembelajaran yang terjadi
hampir sama dengan siklus I, di mana
keaktifan dan keterlibatan siswa dalam
proses belajar mengajar di dalam kelas
sudah meningkat. Guru sudah mengurangi
peranannya untuk memberikan berbagai
informasi tentang materi keadaan siswa,

607

akan tetapi guru sudah mendampingi siswa


untuk menggali dan menemukan sejumlah
informasi lewat teman sekelasnya dan
teman-teman lainnya. Pada siklus II terlihat
siswa lebih aktif jika dibandingkan dengan
siklus I. Suasana pembelajaran menjadi cair
dan tidak terlalu kaku, ada proses komunikasi
baik antarsiswa, antarkelompok, maupun
dengan gurunya.
Hasil belajar pada siklus II lebih
meningkat jika dibandingkan dengan siklus
I. Peningkatan tersebut terlihat jelas pada
perolehan nilai dan juga nilai rata-rata,
yaitu dari sebelumnya 70,4 menjadi 7,4 di
siklus II. Sementara itu, jumlah siswa yang
tuntas pada siklus I sebesar 80% dan pada
siklus II sebesar 92% dengan memperoleh
persentase peningkatan nilai rata-rata
adalah sebesar 5,11%. Secara keseluruhan,
penggunaan model pembelajaran dengan
menggunakan metode kooperatif learning
dapat meningkatkan kemampuan memahami
materi tentang menganalisis percobaan listrik
dinamis, siswa kelas IX/2 MTsN Delima,
Kabupaten Pidie.
PENUTUP
Berdasarkan
hasil
penelitian
tindakan ini, maka dapat disimpulkan
bahwa penerapan pembelajaran dengan
menggunakan metode kooperatif learning
dapat meningkatkan pemahaman belajar
siswa, terutama mata pelajaran Fisika tentang
menganalisis percobaan listrik dinamis pada

siswa kelas IX/2 semester I MTsN Delima,


Kabupaten Pidie, tahun pelajaran 2013/2014.
Peningkatan hasil belajar siswa tersebut
terlihat dalam hal peningkatan nilai rata-rata,
besarnya ketuntasan siswa, dan suasana
belajar siswa yang berbeda dari suasana
belajar sebelum dilakukan tindakan. Secara
keseluruhan, rata-rata kelas mencapai
kenaikan sebesar 18,7% dan ketuntasan
belajar siswa pada akhir siklus II mencapai
92% dibandingkan prasiklus yang hanya
mencapai 45%.
Adapun hasil nontes pengamatan
proses belajar menunjukkan adanya suatu
perubahan siswa lebih aktif selama proses
pembelajaran berlangsung pada siklus I dan
siklus II jika dibandingkan dengan suasana
belajar siswa yang pasif dan kaku sebelum
dilakukannya tindakan kelas.
Saran yang dapat penulis ajukan,
antara lain: (1) dalam penerapan model
pembelajaran
menggunakan
metode
kooperatif learning tentang menganalisis
percobaan listrik dinamis, siswa yang terpilih
harus mampu memahami dengan baik dan
benar agar hasil belajar tercapai, oleh karena
itu guru harus memilih dan menetapkan
secara resmi terhadap metode ini yang bisa
mengajari siswa lainnya, (2) disarankan
bagi para guru untuk menggunakan model
ini untuk meningkatkan hasil belajar siswa,
terutama untuk membantu siswa yang belum
mengerti materi yang diajarkan oleh guru.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1992. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bina Aksara.
Dewi, G.. 2008. Pengertian Pendekatan Metode Kooperatif Learning. Surakarta: Nuansa
Press.
Journal of Sciences. 2015. The Sistem Reproduction of Human. Dipublikasikan oleh Yale
Univeristy, dimuat dalam Jurnal Nasional Pendidikan, Jakarta.
Muntasir, M. Saleh. 1995. Pengajaran Terprogram dan Sifat-sifat Muatan Listrik. Jakarta: CV.
Rajawali.
Poerwadarminta, W.J.S.. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PT

608

Gramedia.

Roetiyah, N.K.. 1992. Masalah-masalah Ilmu Keguruan. Jakarta: PT Bina Aksara.


Sowetjadi. 2001. Hakikat Pengertian Pendekatan Metode Realistik. Surakarta: Nuansa Press.
Sudjana, Nana. 2011. Hakikat dan Pengertian Hasil Belajar. Surakarta: Nuansa Press.
Surakhmad, Winarno. 1992. Pengantar Penelitian Ilmiah Pendidikan. Bandung: PT Hadinata.

609

TEORI PRAGMATIK DAN SESANTI BUDAYA MASYARAKAT JAWA


Ika Arifianti

Universitas Pekalongan

ABSTRACT

Javanese culture and behavior associated with the realm of pragmatics which became the
most thorough study in completing the analysis of speech. Field study of linguistic pragmatics
can resolve completely, including the implied word. The essence of the Javanese who are
always polite to speak and ethics contained in the politeness principle and the principle of
cooperation. In addition, the Javanese culture has sesanti or slogan that is capable of burning
passion, the motivation, improve self-esteem, build power of the unconscious, and the binding
unity and solidarity groups.
Keywords: pragmatic, sesanti, Javanese culture

ABSTRAK

Budaya dan perilaku orang Jawa berkaitan dengan ranah pragmatik yang menjadi kajian yang
paling tuntas dalam menyelesaikan analisis tuturan. Bidang pragmatik dapat menyelesaikan
kajian linguistik secara sempurna, termasuk kata yang tersirat. Esensi orang Jawa yang
selalu santun dalam bertutur dan beretika terdapat dalam prinsip kesantunan dan prinsip kerja
sama. Selain itu, kebudayaan Jawa memiliki sesanti atau semboyan yang mampu membakar
semangat, membangkitkan motivasi, meningkatkan rasa percaya diri, membangun kekuatan
bawah sadar, dan mengikat kesatuan serta solidaritas kelompok.
Kata kunci: pragmatik, sesanti, budaya Jawa

PENDAHULUAN
Secara tidak langsung, bahasa
merupakan hasil dari budaya masyarakat
yang beragam. Bahasa kedua adalah
bahasa pendamping atau bahasa asing
yang diajarkan di sekolah dan lingukangan
lain di luar tempat tinggalnya. Bahasa
kedua umumnya bersifat lebih resmi serta
digunakan dalam situasi dan kondisi tertentu.
Fungsi utama bahasa, yakni sebagai
alat komunikasi yang dalam penggunaannya
disesuaikan dengan kepentingan, baik
melalui bahasa lisan maupun bahasa
tulis. Keduanya mempunyai kelebihan dan
kekurangannya. Apabila dilihat dari segi
pendengar (audience), bahasa tulis tidak
terbatas, sedangkan bahasa lisan sangat
terbatas. Bahasa tulis dapat mengungkapkan
perasaan yang tidak dapat diungkapkan
melalui lisan. Namun, dilihat dari kejelasan
maksud,
bahasa
tulis
mempunyai
kelemahan, yaitu pembaca kurang jelas

610

dalam memahami maksud penulis karena


tidak berhadapan secara langsung dengan
penulis.
Beberapa
fungsi
bahasa
dan
penggunaannya akan dipaparkan secara
ringkas dalam kaitan budaya Jawa dan
orang Jawa. Esensi orang Jawa tidak
mengacu pada tempat atau asal, atribut, atau
bahasa Jawa yang digunakan sebagi alat
komunikasi, tetapi lebih dari itu. Seseorang
dianggap sebagai orang Jawa apabila
telah menerapkan prinsip-prinsip kejawaan
dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip-prinsip
tersebut dapat ditunjukkan dengan ciri-ciri
sebagai berikut.
1. Orang Jawa sangat permisif terhadap
berbagai pengaruh dari luar tanpa
mengorbankan
karakter
aslinya.
Misalnya: orang Jawa banyak yang
menganut agama Islam, Kristen, Hindu,
dan Budha, tapi karakternya sebagi
penganut aninisme dan dinamisme

2.

3.

4.

5.

6.

yang dilakukan melalui upacara, seperti


ruwatan, nyadran, slametan orang
meninggal, labuhan, dan jamasan
pusaka masih dilakukan.
Orang Jawa cenderung mengagungkan
seni adiluhung. Misalnya: wayang,
seni batik, kesusastraan, keindahan
orang Jawa bersifat impresif (spiritual)
yang mengarah pada kesadaran
transendental daripada ekspresif (fisikal)
yang cenderung berorientasi pada
materi.
Orang Jawa menyukai olah batin
(cipta, rasa, dan karsa) yang ditempuh
dengan tri brata (tiga laku prihatin),
yakni lelana brata (mengembara dengan
jalan dari satu tempat ke tempat yang
lain), mesu brata (berpuasa mengarah
pada pengendalian nafsu), tapa brata
(bersemedi).
Ketiga
hal
tersebut
dilakukan untuk mendapat ketenangan
batin dan kesempurnaan dalam hidup.
Orang Jawa selalu menyeimbangkan
antara jagat alit dengan jagat ageng, yaitu
tidak pernah lupa menghormati alam
sebagai jagat ageng yang ditunjukan
dengan ritual, lelabuhan, sedekah bumi,
dll.
Orang Jawa selalu bergaul dengan
menerapkan etika dan tata krama, yang
ditunjukkan dengan tradisi ujung, yaitu
orang yang lebih muda mendatangi orang
yang lebih tua untuk sungkem. Orang
Jawa juga mengucapkan kata-kata
permisif ketika melewati sekumpulan
orang yang sedang duduk atau berdiri.
Selain itu, tuturan orang Jawa juga
ditunjukkan dengan tuturan yang halus
dan merendah.
Orang Jawa menyukai musik gamelan.

Budaya dan perilaku orang Jawa


berkaitan dengan ranah pragmatik yang
menjadi kajian paling tuntas dalam
menyelesaikan analisis tuturan. Bidang
pragmatik dapat menyelesaikan kajian

linguistik secara sempurna, termasuk kata


yang tersirat. Teori linguistik struktural tidak
dapat menuntaskan analisis kebahasaan
secara tuntas, namun melalui analisis
pragmatik semua permasalahan kebahasaan
dapat terselesaikan dengan tuntas. Esensi
orang Jawa yang selalu santun dalam
bertutur dan beretika terdapat dalam ranah
prinsip kesantunan Leech (1993) dan prinsip
kerja sama Grice (1975), sementara bagian
tersirat terdapat dalam kajian implikatur,
praanggapan, dan perikutan.
Berikut ini beberapa teori pagmatik
menurut para ahli. Menurut Wijana, pragmatik
adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari
struktur bahasa secara eksternal, yaitu
mengenai penggunaan satuan kebahasaan
dalam peristiwa komunikasi. Berdasarkan
pengertian tersebut dapat dipahami bahwa
pragmatik merupakan ilmu yang mempelajari
makna yang tuturan dalam berkomunikasi.
Sementara itu, Morris (dalam Rustono,
1999: 1) mengungkapkan pragmatik sebagai
cabang semiotik yang mempelajari relasi
tanda dan pemakainya. Pendapat lain
dikemukakan oleh Yule (2006: 5) yang
mendefinisikan pragmatik sebagai studi
tentang hubungan antara bentuk-bentuk
linguistik dengan pemakai bentuk-bentuk itu.
PEMBAHASAN
1. Bidang Pragmatik
Bidang pragmatik dijelaskan oleh
Cruse (dalam Cummings, 2007: 2), yakni
pragmatik dapat dianggap berurusan dengan
aspek-aspek informasi yang disampaikan
melalui bahasa yang diterima secara
umum dalam bentuk-bentuk linguistik yang
digunakan dan muncul secara alamiah dari
makna-makna konvensional dengan konteks
tempat penggunaan. Pragmatik menelaah
hubungan tindak bahasa dengan konteks
tempat, waktu, keadaan pemakaiannya,
dan hubungan makna dengan aneka
situasi ujaran. Pragmatik merupakan telaah

611

mengenai kondisi-kondisi umum penggunaan


komunikasi bahasa. Pengertian pragmatik
juga dijelaskan oleh Leech. Menurutnya,
pragmatik adalah studi tentang makna dalam
hubungannya dengan situasi-situasi ujar.
Perbedaan antara semantik dan
pragmatik adalah semantik mengkaji
hubungan antara bentuk bahasa dan entitas
di dunia, sedangkan pragmatik mengkaji
hubungan antara bentuk bahasa dan
pengguna bahasa. Pragmatik mengkaji
hal-hal yang tidak dikaji oleh tatarantataran linguistik lainnya. Dalam hal ini, ada
kedekatan antara sosiolinguistik dengan
pragmatik. .
Perkembangan pragmatik dipicu oleh
munculnya berbagai pendapat sebagaimana
perkembangan ilmu lainnya. Teori Grice yang
menghasilkan Prinsip Kerja Sama (PKS)
dikritik oleh pakar-pakar lain. Kritikan Sperber
dan Wilson yang paling menonjol. Mereka
berpendapat bahwa maksim atau bidal
terpenting dari Prinsip Kerja Sama (PKS)
Grice adalah bidal hubungan atau relevansi,
sedangkan tiga bidal lainnya (kualitas,
kuantitas, dan cara) boleh diabaikan.
Levison
(1985)
memostulatkan
empat strategi bertutur sebagai berukut. 1)
Bertutur terus terang tanpa basa-basi (bald
on record); 2) Bertutur terus terang dengan
basa-basi yang berupa kesantunan positif; 3)
Bertutur terus terang dengan basa-basi yang
berupa kesantunan negatif; dan 4) Bertutur
tidak secara terang-terangan atau secara
samar-semar (off record).
Jenis tindak tutur tertentu berpotensi
mengancam muka dan memicu timbulnya
implikasi lebih jauh. Tuntutan perlindungan
muka masyarakat Batak tidak seberat
tuntutan masyarakat Jawa. Orang jawa
cenderung berusaha menghindari konflik
terbuka karena ketika konflik terjadi sulit
untuk rujuk kembali karena rendahnya
solidaritas. Dengan demikian, tuntutan
perlindungan muka menjadi berat dan perlu

612

dipenuhi oleh masyarakat Jawa. Salah


satu cara untuk melindungi muka, yakni
dengan pelunakan (mitigasi) daya ilokusi
agar dampak tuturan tidak sekeras dampak
tuturan yang diungkapkan tanpa basa-basi.
Dari sini dapat ditarik inferensi mengapa
ketidaklangsungan tuturan tidak banyak
dilakukan responden Batak. Bagi orang
Batak, perilaku terbuka (bald on record) tidak
berarti jelek, justru perilaku transparan atau
terbuka itu yang dianggap baik.
Gunawan mengkaji relasi tindak tutur
melarang di kalangan masyarakat Batak dan
masyarakat Jawa dengan hipotesis kerja
bahwa pandangan hidup kedua suku ini
berbeda, setidaknya mengenai pandangan
hidup tradisional mereka. Orang Jawa yang
begitu hierarkis dapat diaanggap sebagai
masyarakat nonegaliter. Masyarakat Jawa
itu berlapis-lapis dan setiap lapisnya
menurut pandangan tradisional Jawa sudah
ditentukan dari sana. Berbeda dengan
orang Jawa, solidaritas orang Batak dapat
melintasi batas marga dengan mudah karena
diwajibkan oleh adat supaya anggota suatu
marga membantu anggota marga lain dalam
semangat dalihan na tolu.
2. Pengantar Masyarakat Jawa
Kebudayaan Jawa merupakan salah
satu kebudayaan terbesar di dunia. Daerah
asal orang Jawa adalah pulau jawa, yaitu
pulau yang panjangnya lebih dari 1.200 km
dengan lebar 500 km. Namun, yang dimaksud
orang Jawa adalah orang yang mendiami
bagian tengah dan timur pulau Jawa saja.
Perpektif kosmis masyarakat Jawa sangat
berpengaruh terhadap cara pandang dunia
yang kemudian banyak dituangkan dalam
bahasa tutur, idiom, dan ungkapan. Ungkapan
bahasa Jawa lahir, hidup, dan berkembang
di lingkungan masyarakat Jawa secara lisan,
dari mulut ke mulut, dan sebagian besar
tidak diketahui penciptanya. Isi dan maksud
ungkapan Jawa penuh dengan kesantunan

serta berisi semangat hidup yang sejuk dan


berbudi luhur.
3. Konsep Budaya
Budaya menurut Farr dan Ball
adalah sistem pengetahuan yang dimiliki
bersama oleh sekelompok orang yang
berkaitan dengan perilaku dan dipakai untuk
menafsirkan pengalaman. Definisi ini senada
dengan pendapat Goodenough yang melihat
budaya sebagai segala sesuatu yang perlu
diketahui atau dipercayai agar seseorang
dapat bertingkah laku dengan cara yang
berterima oleh para anggotanya.
Definisi budaya yang demikian
menyiratkan bahwa budaya dikaitkan dengan
cara hidup (ways of living). Dalam hal cara
berkomunikasi, budaya juga dapat dikatakan
menentukan bagaimana para anggota
masyarakat budaya itu berkomunikasi.
Dengan kata lain, dikatakan bahwa budaya
mengatur penggunaan bahasa. Budaya
berkaitan dengan aturan yang harus
diikuti oleh para anggota masyarakat yang
bersangkutan sehingga budaya bersifat
normatif. Budaya menentukan standar
perilaku karena budaya merupakan sistem
norma yang mengatur cara bertindak yang
dikenal dan diikuti oleh para anggotanya.
Penerapan norma-norma kebudayaan
yang mengatur itu akhirnya menjadi kebiasaan
yang mengacu pada cara-cara yang lazim
serta diulang-ulang oleh sekelompok orang
dalam melakukan sesuatu. Kriteria lazim
itu kemudian melahirkan pandangan dalam
masyarakat bersangkutan bahwa ada
hal-hal yang harus diikuti sebagai sopan
santun dalam berperilaku. Dari sinilah timbul
pandangan tentang mana yang salah dan
mana yang baik mengenai kebiasaan hidup,
termasuk kebiasaan dalam berbahasa .
Budaya sering diidentifikasi dalam
berbagai kelompok, meliputi: asal usul/
keturunan, agama, bahasa, sejarah, nilai
nilai, adat kebiasaan, institusi institusi,

etnis, suku, dan sebagainya. Pada masa


perang dingin, berbagai perbedaan tersebut
sebagian besar terpendam oleh perbedaan
ekonomi politis.
Perbedaan
budaya
menjadi
basis tatanan politik global. Huntington
menggunakan istilah civilization (peradaban).
Peradaban mayor kontemporer, yaitu
peradaban Tionghua, peradaban Jepang,
peradaban
Hindu,
peradaban
Islam,
peradaban Ortodoks, dan peradaban Barat
(Amerika Latin dan Afrika).
Ritzer
meringkas
pandangan
peradaban Huntington sebagai berikut. 1)
Perkumpulan manusia yang paling langgeng
meskipun berubah dari waktu ke waktu; 2)
Tingkat identitas budaya yang paling luas;
3) Sumber terluas identifikasi diri subjektif;
4) Biasanya membentang lebih dari satu
negara; 5) Suatu totalitas; dan 6) Bersekutu
erat dengan agama maupun ras.
4. Sesanti Budaya Masyarakat Jawa
Kebudayaan Jawa memiliki sesanti,
yaitu semboyan yanng digunakan untuk
membakar
semangat,
membangkitkan
motivasi, meningkatkan rasa percaya
diri, membangun kekuatan bawah sadar,
dan mengikat kesatuan serta solidaritas
kelompok. Sebagai semboyan, kalimat
sesanti sangat padat dan bermakna,
bahasanya indah, mudah dihafal, dan
mengandung energi.
1. Malang malang putung, rawe rawe
rantas merupakan sesanti semangat
untuk membela kebenaran dan keadilan
dengan menghalau setiap rintangan.
2. Mangan
ora
mangan
ngumpul
merupakan sesanti dalam semangat
rumah tangga antara suami istri dalam
menjalankan hak dan kewajibannya.
Suami istri diusahakan tinggal serumah
untuk menjaga kehormatan masing
masing.

613

3. Mangsah mingising budi merupakan


sesanti mengasah ketajaman budi,
mengasah kepekaan hati, dan kepedulian
terhadap makhluk hidup, memperkuat
pemikiran dan menambah budi pekerti
yang baik. Budi berarti etika, adab, dan
akhlak.
4. Memayu hayuning bawana merupakan
sesanti
yang
memiliki
maksud
membangun
kesejahteraan
dunia.
Semboyan ini cocok dan wajib dimiliki
oleh pimpinan/raja.
5. Mugi rahayu ingkang sami pinanggih
memiliki maksud semoga mendapat
keselamatan. Biasanya digunakan untuk
mengakhiri doa, pidato, dan lain-lain.
6. Sepi ing pamrih rame ing gawe adalah
mengurangi keinginan dan giat bekerja.
Ini adalah contoh abdi dalem yang
bekerja tanpa pamrih, ikhlas lahir batin
demi menjunjung kehormatan kerajaan.
7. Suwarga nunut neraka katut memiliki
makna
suami
yang
jaya
akan
meningkatkan kejayaan istri. Sebaliknya,
suami yang jatuh akan ikut dirasakan
istri. Ini merupakan slogan atau dorongan
bagi suami agar berani berjuang dan
bekerja keras demi membahagiakan
istrinya.
8. Ojo dumeh ayu banjur kemayu/ ojo dumeh
bagus banjur gumagus berarti tidak baik
memamerkan kecantikan/ketampanan
tanpa diimbangi kemampuan lain, seperti
kepandaian dan kesolehan. Kecantikan
dan ketampanan yang sesungguhnya
adalah akhlak dan ilmu serta kuatnya
spiritualitas dan ketakwaan kepada Allah
SWT.
9. Ojo nggege mangsa, alon alon asal
kelakon memiliki arti tidak boleh tergesagesa karena akan berakibat fatal. Setiap
proses ada waktunya, setiap fase ada
ketentuannya, dan setiap kesabaran
akan berbuah manis.

614

10. Ajining dhiri dumunung ing kedaling lathi


memiliki arti harga diri seseorang dinilai
dari ucapannya. Bila ucapanya baik, ia
akan dinilai baik. Namun, bila ucapanya
buruk, ia akan dinilai buruk pula.
11. Ajining sarira dumunung ing busana
memiliki arti harga diri fisikal manusia
kadang kala terletak pada busana atau
bagaimana ia menampilkan diri. Semakin
tinggi kelas sosial sesorang, biasanya ia
berpakaian lebih baik. Namun demikian,
peribahasa ini tidak mutlak.
12. Akal akol berarti akal busuk atau cara
licik untuk mencapai tujuan. Kepandaian
yang digunakan untuk kebaikan namanya
cerdas. Sebaliknya, kepandaian untuk
kejahatan namanya licik.
13. Amemangun karyenak tyasing sesama
berarti manusia tinggal yang dalam
lingkungan masyarakat harus saling
menjaga perasaan jangan sampai
menyakiti hati orang lain.
14. Andhap asor berarti rendah hati bukan
rendah diri. Watak andhap asor tidak
mudah terjerumus oleh pujian. Tidak
gila hormat. Apabila dicela ia tidak
akan marah, justru semakin mawas diri
dan mengadakan perbaikan. Umpatan
dan hinaan dianggap sebagai kritik
konstruktif. Rendah hati bermakna
tidak mau menonjolkan diri meskipun
sebenarnya tidak memiliki kemampuan.
15. Asta brata berarti delapan ajaran
kepemimpinan, yaitu bumi, air, api, angin,
matahari, bulan, bintang, dan awan.
Kewibawan pemimpin yang dituntun
oleh ajaran agama akan terbebas
dari perbuatan aniaya, nista, dan hina
yang dapat meruntuhkan derajat dan
martabat. Prinsip kepemimpinan orang
Jawa menuntut agar pemimpin selain
memimpin secara formal juga menjadi
memimpin agama agar berkah dan
adiluhung di depan pengikutnya.

PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas, dapat
ditarik beberapa simpulan berikut. Pertama,
konsep pragmatik dan budaya masyarakat
Jawa memiliki keterkaitan. Masyarakat
Jawa dikenal sebagai masyarakat yang
nrimo, tidak banyak menuntut, dan selalu
menghormati yang tua. Dalam bertutur,
masyarakat Jawa juga sangat santun,
lembah manah, dan andhap asor. Kedua,
masyarakat Jawa memiliki sesanti atau
semboyan yang dapat membakar semangat,
membangkitkan motivasi, meningkatkan

rasa percaya diri, membangun kekuatan


bawah sadar, dan mengikat kesatuan serta
solidaritas kelompok.
Berdasarkan simpulan di atas, penulis
memberi saran kepada berbagai pihak
sebagai berikut. Masyarakat Jawa sebagai
pemilik kebudayaan Jawa harus menjaga
dan melestarikan kebudayaan tersebut.
Masyarakat Indonesia secara umum juga
harus menjaga kebudayaan daerahnya
masing-masing karena setiap daerah
memiliki identitas tersendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Cummings, Louise. 2007. Pragmatik: Sebuah Perspektif Multidisipliner. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar (Terjemahan: Abdul Syukur Ibrahim, dkk.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Grice, H.P. 1975. Logic and Conversation. New York: Academic Press.
Leech, Geoffrey. 1993. Prinsiple of Pragmatics. London: Longman.
Rustono. 1999. Pokok-pokok Pragmatik. Semarang: IKIP Semarang Press.
Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

615

TINDAK TUTUR ILOKUSI DIREKTIF BAHASA DAYAK KANAYATN (AHE)


KECAMATAN SENGAH TEMILA, KABUPATEN LANDAK
Muhammad Thamimi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP PGRI Pontianak


Jl. Ampera No. 88 Pontianak
Alamat korespondensi: thamibenzema09@gmail.com

ABSTRACT

The purpose of the research describes illocutionary speech acts in the Dayak language
Kanayatn in Sengah Temila of Landak District. The Research is a qualitative descriptive study.
The objects of research are Kanayatn Dayak language (Ahe) from Landak district of West
Kalimantan, primary data and secondary data. Data sources of the researchis native speakers
of Kanayatn (Ahe) in Sengah Temila of Landak District. Data collection using Utterances
methods of simak bebas libat cakap. Technique of data analysis using interactive model that
analyzes in structural means prioritizing on Sequence and Structure of Language Units and
amongs units of language. Results showed directive languages act of Dayak Kanayatn (ahe)
that are booking speeches are 10 utterances, the suggestion speeches are 20 utterances, and
pleading speeches are 16 utterances.
Keywords: illocutionary speech acts, directive, Kanayatn Dayak language (Ahe)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini mendeskripsikan tindak tutur Ilokusi bahasa Dayak Kanayatn di Kecamatan
Sengah Temila, Kabupaten Landak. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif.
Objek penelitian berupa bahasa Dayak Kanayatn (Ahe) yang berasal dari Kabupaten Landak,
Kalimantan Barat serta data berupa data primer dan data sekunder. Sumber data penelitian ini
adalah masyrakat asli penutur bahasa Dayak Kanayatn (Ahe) di Kecamatan Sengah Temila,
Kabupaten Landak. Pengumpulan data menggunakan metode simak atau penyimakan, yaitu
teknik simak bebas libat cakap. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik analisis data model interaktif yang dianalisis secara struktural, artinya mengutamaan
perhatian pada urutan dan susunan unit-unit bahasa dan antarunit bahasa. Hasil penelitian
menunjukkan tindak tutur direktif Bahasa Dayak Kanayatn (Ahe), yaitu tuturan memesan
terdapat 10 tuturan, tuturan menyarankan terdapat 20 tuturan, dan tuturan memohon terdapat
16 tuturan.
Kata kunci: tindak tutur ilokusi, direktif, bahasa Dayak Kanayatn (Ahe)

PENDAHULUAN
Bahasa merupakan sistem tanda bunyi
ujaran yang bersifat arbitrer atau sewenangwenang. Berdasarkan konsep ini, subtansi
bahasa adalah bunyi yang dihasilkan oleh
manusia. Bahasa mempunyai sistem yang
sifatnya mengatur. Bahasa merupakan
suatu lembaga yang memiliki pola-pola atau
aturan-aturan yang dipatuhi dan digunakan
oleh pembicara dalam komunitas saling
memahami.
Bahasa Dayak Kanayatn (Ahe)
merupakan satu di antara bahasa daerah

616

yang yang terdapat di wilayah Indonesia,


khususnya di Kecamatan Sengah Temila,
Kabupaten Landak, Kalimantan Barat.
Bahasa Dayak Kanayatn (Ahe) saat ini
masih digunakan oleh masyarakat di sekitar
lingkungan Kecamatan Sengah Temila.
Bahasa Dayak Kanayatn (Ahe) merupakan
bahasa utama yang dominan dalam
komunikasi sehari-hari. Bahasa Dayak
Kanayatn (Ahe) ini digunakan hampir segala
aspek kegiatan, yaitu di pasar, di ladang, di
sawah, dan di rumah.
Kesantunan
pemakaian
bahasa
berkaitan erat dengan masalah sosial

dan budaya masyarakat bahasa. Dengan


demikian, dalam analisis tindak tutur
ilokusi direktif bahasa Dayak Kanayatn di
Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten
Landak, dapat diasumsikan berkaitan
dengan budaya masyarakat Kabupaten
Landak. Hal ini disebabkan pada dasarnya
bahasa merupakan bagian penting dari
kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat
bahasa. Sebagai bagian yang tidak dapat
terlepas dari masyarakat dan budaya,
bahasa dapat menentukan cara berpikir
anggota masyarakat bahasa bersangkutan.
Dengan demikian, penelitian terhadap
analisis tindak tutur ilokusi direktif bahasa
Dayak Kanayatn, Kecamatan Sengah
Temila, Kabupaten Landak, dapat menjadi
sarana untuk mengenal budaya masyarakat
di Kabupaten Landak.
Berdasarkan latar belakang di atas,
penelitian ini mempunyai tiga tujuan.
Pertama, mendeskripsikan bentuk tindak
tutur ilokusi direktif memesan yang terdapat
pada bahasa Dayak Kanayatn di Kecamatan
Sengah Temila, Kabupaten Landak. Kedua,
mendeskripsikan bentuk tindak tutur ilokusi
direktif memerintah yang terdapat pada
bahasa Dayak Kanayatn di Kecamatan
Sengah Temila, Kabupaten Landak. Ketiga,
mendeskripsikan bentuk tindak tutur ilokusi
direktif memohon yang terdapat pada bahasa
Dayak Kanayatn di Kecamatan Sengah
Temila, Kabupaten Landak.
Tindak tutur (speech act) adalah
gejala individual yang bersifat psikologis
dan
keberlangsungannya
ditentukan
oleh kemampuan bahasa si penutur
dalam menghadapi situasi tertentu Chaer
(Rohmadi, 2010: 32). Pernyataan tersebut
senada dengan pendapat Suwito yang
mengatakan jika peristiwa tutur (speech
event) merupakan gejala sosial, terdapat
interaksi antara penutur dalam situasi
tertentu dan tempat tertentu, maka tindak
tutur (speech acts) lebih cenderung sebagai

gejala individual, bersifat psikologis, dan


ditentukan oleh kemampuan bahasa penutur
dalam menghadapi situasi tertentu.
Rohmadi (2010: 29) mengatakan
bahwa peristiwa tutur adalah satuan
rangkaian tindak tutur dalam satu bentuk
ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak,
yaitu penutur dan lawan tutur dengan satu
pokok tuturan dalam waktu, tempat, dan
situasi tertentu. Terjadinya peristiwa tutur
dalam suatu komunikasi selalu diikuti oleh
berbagai unsur yang tidak terlepas dari
konteks. Sementara itu, menurut Rohmadi
(2010: 30), ada beberapa syarat terjadinya
peristiwa tutur yang terkenal dengan akronim
SPEAKING.
Syarat-syarat
terjadinya
peristiwa tutur adalah (a) Setting and scene,
(b) Participants, (c) Ends, (d) Act Sequance,
(e) Key, (f) Instrumentalies, (g) Norm of
Interaction and interpretation, (h) Genre.
Bentuk tuturan yang diutarakan oleh
penutur dilatarbelakangi oleh maksud dan
tujuan. Dalam hubungan itu, bentuk tuturan
dapat menyatakan suatu tindakan. Yule
(2006: 83) mengatakan tindakan yang
menghasilkan suatu tuturan mengandung
tiga tindak yang saling berhubungan,
yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Segala
situasi yang mendukung penutur dan lawan
tutur pada saat tindak tutur berlangsung.
Segala situasi yang mendukung penutur
dan lawan tutur tersebut adalah kepada
siapa tuturan disampaikan, di mana tuturan
terjadi, masalah apa, dan bagaimana tuturan
tersebut dilakukan.
Berdasarkan pendapat para ahli di
atas, dapat disimpulkan tindak tutur adalah
tindakan yang diungkapkan melalui tuturan
atau interaksi antara penutur dan lawan tutur
sehingga menimbulkan percakapan dari
kedua belah pihak.
Menurut Wijana dan Rohmadi (2011:
23-24), tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur
untuk melakukan sesuatu. Contohnya pada
kalimat (a) dan (b).

617

a. Saya tidak bisa pulang


Aku nana bisa pulang (Kanayatn
Ahe)
b. Saya baru saja membuat kopi
Aku baru manjuat kopi (Kanayatn
Ahe)
Kalimat (a) dan (b) diucapkan untuk
sesuatu, bukan menyatakan sesuatu. Tindak
tutur ilokusi tidak mudah untuk diidentifikasi
karena kita harus mempertimbangkan siapa
penutur, lawan bicara, kapan, dan di mana
tindak tutur. Menurut Tarigan (1984: 4041), tindak ilokusi mempunyai beraneka
ragam fungsi dalam praktik kehidupan
sehari-hari, maka fungsi-fungsi ilokusi dapat
diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu
kompetitif, konvivial, kalaboratif, dan konfiktif.
Menurut Leech (2011: 164-165), tindak
tutur ilokusi ini dikategorikan menjadi lima
macam bentuk tuturan, antara lain:
1. bentuk tutur ilokusi arsetif adalah
bentuk tutur yang mengikat penutur
pada kebenaran proposisi yang sedang
diungkapkannya dalam tuturan itu.
Bentuk tutur arsetif itu, antara lain: (1)
menyatakan, (2) menyarankan, (3)
membual, (4) mengeluh, (5) mengklaim.
2. bentuk tutur ilokusi direktif adalah
bentuk tuturan yang dimaksudkan oleh
si penuturnya untuk membuat pengaruh
agar sang mitra tutur melakukan tindakan
yang kehendakinya, seperti, memesan,
memerintah, memohon, menasihati, dan
merekomendasi.
3. bentuk tutur ilokusi eksperetif adalah
bentuk tutur yang berfungsi menyatakan
atau menunjukan sikap psikologis si
penutur terhadap keadaan tertentu,
seperti berterima kasih, memberi
selamat, meminta maaf, menyalahkan,
memuji dan berbela sungkawa.
4. bentuk tutur ilokusi komisif adalah bentuk
tutur yang digunakan untuk menyatakan
janji atau penawaran tertentu, seperti
berjanji, bersumpah, dan menawarkan
sesuatu.

618

5. bentuk tutur deklarasi adalah bentuk tutur


yang menghubungkan antara isi tuturan
dengan kenyataan, seperti berpasrah,
memecat, membaptis, mengangkat,
mengucilkan, dan menghukum.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa tindak ilokusi berfungsi
untuk menyatakan atau menginformasikan
sesuatu, juga dipergunakan untuk melakukan
sesuatu.
Direktif, yaitu tindak tutur yang
menimbulkan beberapa efek melalui tindakan,
misalnya:
memesan,
memerintahkan,
meminta, memohon, menyarankan dan
menganjurkan. Tindak tutur ini juga
merupakan tidak tutur yang berfungsi untuk
mendorong pendengar melakukan sesuatu,
misalnya: menyuruh, perintah, dan meminta.
Pada waktu menggunakan kalimat direktif,
penutur berusaha menyesuaikan dunia
dengan kata (lewat pendengaran).
Direktif
dimaksudkan
untuk
menimbulkan beberapa efek melalui tindakan
sang penyimak, misalnya: memesan,
memerintahkan,
memohon,
meminta,
menyarankan, menganjurkan, menasihati.
Oleh karena itu, semua ini termasuk ke
dalam kategori kompetitif, yang terdiri
atas suatu kategori ilokusi-ilokusi di mana
kesopansantunan yang negatif menjadi
penting dan tujuannya adalah mengurangi
perselisihan yang tersirat dalam persaingan
antara apa yang ingin dicapai oleh pembicara
dan apa yang merupakan cara atau gaya
yang baik.
Menurut Leech (2011: 164), direktif
adalah ilokusi yang bertujuan menghasilkan
efek berupa tindakan yang dilakukan oleh
penutur, misalnya: memesan, memerintah,
memohon, menuntut, dan memberi nasihat.
Senada dengan itu, menurut Rohmadi
(2010: 35), direktif adalah tindak tutur yang
dilakukan oleh penuturnya dengan maksud
agar lawan tutur melakukan tindakan yang

disebut dalam ujaran, misalnya: menyuruh,


memohon, menuntut, menyarankan, dan
menentang. Sementara itu, Yule (2006: 93)
mengatakan direktif sebagai jenis tindak
tutur yang dipakai oleh penutur untuk
menyuruh orang lain melakukan sesuatu.
Jenis tindak tutur ini menyatakan apa yang
menjadi keinginan penutur. Tindak tutur ini,
meliputi: perintah, pesanan, permohonan,
dan pemberi saran.
1. Jenis-jenis Tindak Tutur Direktif
a. Kalimat Memesan
Kalimat pesan adalah kalimat yang
ditunjukkan
oleh
penutur
untuk
menyampaikan suatu pesan (amanat),
nasihat, dan petunjuk kepada lawan
tutur. Oleh karena itu, informasi yang
disampaikan oleh penutur mengharuskan
mitra
tutur
untuk
mengingatkan,
menjalankan, dan melakukan sesuatu
sesuai dengan apa yang disampaikan
oleh penutur.
b. Kalimat Perintah
Perintah
atau
kalimat
perintah
merupakan tuturan yang mengandung
makna memerintah seseorang untuk
melakukan sesuatu. Arti tuturan perintah
adalah tuturan yang isinya menyuruh
orang lain melakukan sesuatu yang
dikehendaki. Contoh (1) Usir anjing itu,
(2) Buang sampah pada tempatnya.
Kalimat perintah adalah kalimat yang
berfungsi untuk memerintah lawan
bicara tentang sesuatu yang terkandung
dalam kalimat tersebut. Rohmadi
(2010: 45) mengatakan bahwa kalimat
perintah berfungsi untuk menyuruh atau
memerintah lawan bicaranya. Artinya,
penutur
mengharapkan
tanggapan
yang merupakan tindakan dari orang
yang diajak bicara. Rahardi (2005: 95)
mengatakan bahwa kalimat perintah
adalah kalimat yang berfungsi untuk
memerintah lawan bicara tentang

sesuatu seperti yang terkandung dalam


kalimat tersebut.
c. Kalimat Memohon
Kalimat permohonan adalah jika
penutur demi kepentingannya meminta
mitra tutur untuk berbuat sesuatu atau
berharap supaya mendapatkan sesuatu.
Menurut Rahardi (2005: 99), kalimat
permohonan adalah kalimat yang
mengandung makna memohon dan
biasanya ditandai dengan ujaran mohon.
Misalnya: Kami memohon supaya
engkau mengampuni segala dosa kami.
Kalimat permohonan ini juga merupakan
bentuk tuturan ajakan atau perintah yang
diperhaluskan. Biasanya pada tuturan ini
disertai dengan kata-kata mohon atau
harapan. Oleh karena itu, kata-kata
mohon atau harapan adalah kalimat yang
menyatakan mohon atau harapan yang
mengungkapkan keinginan terjadinya
sesuatu. Kalimat ini biasanya didahului
oleh kata ungkapan seperti saya mohon
atau harap, saya berharap, mudahmudahan, dan semoga.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan sebuah
kajian
sosiopragmatik
menggunakan
bentuk penelitian deskriptif kualitatif. Objek
kajian dalam penelitian ini adalah bahasa
Dayak Kanayatn (Ahe) yang berasal dari
Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Data
pada penelitian ini dikumpulkan dengan
metode simak libat cakap dan simak bebas
cakap. Data penelitian ini berupa katakata atau tuturan yang mengandung tindak
tutur ilokusi direktif yang diperoleh dari
percakapan atau berasal dari peristiwa tutur
yang terjadi diantara penutur dan lawan tutur,
yaitu masyarakat Dayak Kanayatn (Ahe),
khususnya di Kecamatan Sengah Temila,
Kabupaten Landak, baik di dalam lingkungan
keluarga maupun di lingkungan kecamatan
tersebut.

619

Teknik analisis data pada penelitian


ini, yaitu teknik observasi langsung, teknik
simak libat cakap, dan wawancara tidak
terstruktur. Ada pun alat pengumpul data
pada penelitian ini adalah catatan lapangan,
tape recorder, dan kamera. Selain teknik
dan alat pengumpul data, peneliti juga
menggunakan teknik validitas data yang
berupa triangulasi sumber dan pemeriksaan
teman sejawat melalui diskusi. Selanjutnya,
langkah terakhir yang peneliti lakukan, yaitu
menganalisis data. Teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis data model interaktif Miles and
Huberman (Sugiyono, 2013: 92). Analisis
hasil data yang dilakukan dalam penelitian
ini bersamaan dengan proses pengumpulan
data, reduksi data, penyajian data, dan yang
terakhir penarikan kesimpulan/verifikasi
data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Tuturan Direktif Memesan
Tuturan direktif memesan berbentuk
secara langsung dalam bahasa Dayak
Kanayatn (Ahe) terdapat tuturan berikut:
a. Panjuatn aku kopi sagalas, ame
talalu manse (bahasa Dayak
Kanayatn/Ahe).
Buatkan saya segelas kopi,jangan
terlalu manis (bahasa Indonesia).
Kalimat di atas merupakan bentuk
tuturan direktif memesan dengan konteks
percakapan antara seseorang pembeli
dengan penjual pada situasi santai. Penutur
secara langsung memesan bahwa minta
buatkan segelas kopi dan jangan terlalu
manis kepada mitra tutur. Dengan demikian,
mitra tutur mengetahui apa yang pesan oleh
penutur. Jadi, kalimat tersebut termaksud ke
dalam ilokusi direktif memesan.
b. Coba ame nyocok arak maan,pikiri
anak bini kak rumah (bahasa Dayak
Kanayatn/Ahe).

620

Coba kamu itu jangan minum terus,


pikirkan anak dan istri kamu di rumah
(bahasa Indonesia)
Kalimat di atas merupakan bentuk
tuturan direktif memesan dengan konteks
percakapan antara seseorang penutur
dengan mitra tutur pada situasi santai.
Penutur secara langsung memesan kepada
mitra tuturnya agar jangan minum arak terus.
Dengan demikian, penutur mengetahui apa
yang dipesan oleh penutur.
c. Teteh panjuatatn nasi goreng pake
talo mata sapi (bahasa Dayak
Kanayatn/Ahe).
Teteh bikinkan nasi goreng hati pakai
telur mata sapi (bahasa Indonesia).
Kalimat di atas merupakan bentuk
tuturan direktif memesan dengan konteks
percakapan antara seseorang pembeli
dengan penjual pada saat situasi santai.
Penutur secara langsung memesan bahwa
minta buatkan nasi goreng hati pakai telur
mata sapi kepada mitra tutur. Dengan
demikian, mitra tutur mengetahui apa yang
pesan oleh penutur.
d. Ame bajudi maan, pikiri baras kak
rumah udah abis (bahasa Dayak
Kanayatn/Ahe).
Coba kamu itu jangan minum terus,
pikirkan anak dan istri kamu di rumah
(bahasa Indonesia).
Kalimat di atas merupakan bentuk
tindak tutur direktif memesan dengan konteks
percakapan antara istri dengan suami pada
situasi santai. Istri sebagai (penutur) secara
langsung memesan bahwa jangan berjudi
terus, beras di rumah sudah habis sehingga
suaminya (mitra tutur) bisa mengetahui
bahwa istrinya berpesan supaya jangan
berjudi terus karena beras di rumah sudah
habis.

2. Tuturan Direktif Menyarankan


Tuturan direktif menyarankan adalah
tuturan yang digunakan oleh penutur untuk
menyarankan atau memberi saran kepada
mitra tutur dalam bahasa Dayak Kanayatn
(Ahe) secara langsung.
a. Ame pades gile nyuman ampahatn
koa, nae sakit parut diri makatn nya
(bahasa Dayak Kanayatn/Ahe).
Jangan terlalu pedas masak
sayurnya nanti sakit perut (bahasa
Indonesia)
Kalimat di atas merupakan bentuk
tuturan direktif menyarankan dengan konteks
percakapan antara seorang ibu dengan
anak perempuanya. Maka yang terkandung
dalam tuturan tersebut ialah ibu (penutur)
secara langsung menyarankan kepada anak
perempuanya (mitra tutur) supaya kalau
masak sayur jangan terlalu banyak cabai
karena dapat menyebabkan sakit perut.
b. Ame kuat ngarokok nae kana
panyakit jantong (bahasa Dayak
Kanayatn/Ahe).
Jangan terlalu sering merokok nanti
mudah terserang penyakit jantung
(bahasa Indonesia)
Kalimat di atas merupakan bentuk
tuturan direktif menyarankan dengan
konteks percakapan antara seorang bapak
dengan anak. Maka yang terkandung dalam
tuturan tersebut ialah bapak (penutur) secara
langsung menyarankan kepada anak lakilakinya (mitra tutur) supaya jangan sering
merokok karena mudah terserang penyakit
jantung.
c. Ame bamotor laju-laju nae kao
jantu (bahasa Dayak Kanayatn/
Ahe).
Jangan menggunakan sepeda motor
terlalu kencang nanti kamu jatuh
(bahasa Indonesia)

Kalimat di atas merupakan bentuk


tuturan direktif menyarankan dengan konteks
percakapan antara seorang anak laki-laki
dengan teman perempuannya. Maka yang
terkandung dalam tuturan tersebut, ialah
anak laki-laki (penutur) secara langsung
menyarankan kepada kawan perempuannya
(mitra tutur) bahwa jangan mengendarai
motor terlalu kencang karena takut jatuh.
Jadi, kalimat tersebut termasuk ke dalam
tindak tutur ilokusi direktif menyarankan.
d. Sanape makatn edonya cuci kokot
doho (bahasa Dayak Kanayatn/
Ahe).
Sebelum makan lebih baik cuci
tangan dulu (bahasa Indonesia)
Kalimat di atas merupakan bentuk
tuturan direktif menyarankan dengan
konteks percakapan antara seorang bapak
dengan anak. Maka yang terkandung dalam
tuturan tersebut, ialah bapak (penutur)
secara langsung menyarankan kepada
anak-anaknya (mitra tutur) bahwa sebelum
makan lebih baik cuci tangan dulu supaya
tangan bersih dan makanan yang dimakan
tidak tercemar oleh kuman.
3. Tuturan Direktif Memohon
Tuturan direktif memohon adalah
kalimat
yang
mengandung
makna
permohonan dan biasanya ditandai dengan
ujaran memohon. Dalam bahasa Dayak
Kanayatn (Ahe), tuturan direktif memohon
secara langsung terdapat pada tuturan
berikut ini:
a. Aku mohon kak kao ame badahant
kata-kataku tadi kak iya (bahasa
Dayak Kanayatn/Ahe)
Jangan bilang kata-kata aku tadi
sama dia (bahasa Indonesia)
Kalimat di atas merupakan bentuk
tuturan direktif memohon dengan konteks
percakapan antara penutur dengan lawan
tuturnya. Penutur secara langsung memohon

621

kepada mitra tuturnya supaya jangan bilang


kata-katanya tadi dengan seseorang yang
dibicarakannya.
b. Aku mohon supaya kao mao
maafkan kasalahatnku (bahasa
Dayak Kanayatn/Ahe)
Aku mohon supaya kamu mau
maafkan
kesalahanku
(bahasa
Indonesia)
Kalimat di atas merupakan bentuk
tuturan direktif memohon dengan konteks
percakapan antara Andi dengan kawan
kumpulnya. Makna yang terkandung
dalam tuturan tersebut ialah Andi (penutur)
secara langsung memohon kepada kawan
kumpulnya (mitra tuturnya) supaya mau
memaafkan kesalahan yang sudah dia
lakukan pada saat ngumpul tadi malam yang
diakibatkan andi mabuk sehingga berkelahi
dengan kawan kumpulnya.
c. Aku mohon kak kao, ahe nang aku
nyuruh nia kao bisa ngarajaatnnya
(bahasa Dayak Kanayatn/Ahe).
Aku mohon sama kamu, semoga apa
yang sudah aku suruh ini kamu bisa
ngerjakannya (bahasa Indonesia)
Kalimat di atas merupakan bentuk
tuturan direktif memohon dengan konteks
percakapan antara kakak dengan adiknya
dalam situasi santai. Makna yang terkandung
dalam tuturan tersebut ialah kakak (penutur)
secara langsung memohon kepada adiknya
(mitra tuturnya) supaya mau melakukan apa
yang sudah kakaknya suruh.
d. Aku mohon kak kao supaya banarbanar kuliah (bahasa Dayak
Kanayatn (Ahe)
Aku mohon supaya kamu benarbenar kuliahnya (bahasa Indonesia)
Kalimat di atas merupakan bentuk
tuturan direktif memohon dengan konteks
percakapan antara bapak dengan anaknya.

622

Makna yang terkandung dalam tuturan


tersebut ialah bapak (penutur) secara
langsung memohon kepada anaknya (mitra
tuturnya) supaya benar-benar kuliah biar
cepat selesai.
PENUTUP
Berdasarkan analisis data peneliti
terhadap berbagai masalah umum dan
masalah khusus yang dibahas dalam
penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa
tindak tutur direktif bahasa Dayak Kanayatn
(Ahe), yaitu tuturan memesan terdapat 10
tuturan, tuturan menyarankan terdapat 20
tuturan dan tuturan memohon terdapat
16 tuturan. Pertama, kalimat tuturan
memesan. Kalimat pesan adalah kalimat
yang ditunjukan oleh penutur untuk
menyampaikan suatu pesan (amanat),
nasihat, petunjuk kepada lawan tutur. Oleh
karena itu, informasi yang disampaikan
oleh penutur yang mengharuskan mitra
tutur untuk mengingatkan, menjalankan,
dan melakukan sesuatu sesuai dengan
apa yang disampaikan oleh penutur.
Kalimat pemesanan ini dituturkan untuk
menyampaikan amanatnya kepada orang
yang dituju. Contohnya: (a) Panjuatn aku
kopi sagalas, ame talalu manse, (b) Coba
ame nyocok arak maan,pikiri anak bini kak
rumah, (c) Teteh panjuatatn nasi goreng
pake talo mata sapi, (d) Ame bajudi maan,
pikiri baras kak rumah udah abis.
Kedua, kalimat tuturan menyarankan.
Kalimat pemberi saran adalah tuturan
yang berisi pemberi saran agar mitra
tutur melakukan sesuatu, penutur tidak
mewajibkan mitra tutur untuk melakukan
apa yang ia inginkan tapi hanya memberikan
sebuah saran atau nasihat. Contohnya: (a)
Ame pades gile nyuman ampahatn koa, nae
sakit parut diri makatn nya, (b) Ame kuat
ngarokok nae kana panyakit jantong, (c)
Ame bamotor laju-laju nae kao jantu, (d)
Sanape makatn edonya cuci kokot doho.

Ketiga, kalimat tuturan memohon.


Kalimat permohonan adalah jika penutur
demi kepentingannya meminta mitra tutur
untuk berbuat sesuatu atau berharap supaya
mendapatkan sesuatu. Kalimat permohonan
ini juga merupakan bentuk tuturan ajakan
atau perintah yang diperhalus. Biasanya
tuturan ini disertai dengan kata-kata mohon
atau harapan. Oleh karena itu, kata-kata
mohon atau harapan adalah kalimat yang
menyatakan mohon atau harapan yang
mengungkapkan
keinginan
terjadinya
sesuatu. Contohnya: (a) Aku mohon kak
kao ame badahant kata-kataku tadi kak iya,
(b) Aku mohon supaya kao mao maafkan
kasalahatnku, (c) Aku mohon kak kao, ahe
nang aku nyuruh nia kao bisa ngarajaatnnya,
(d) aku mohon kak kao supaya banar-banar
kuliah.

Sehubungan dengan pelestarian dan


pengembangan bahasa daerah dalam budaya
bangsa yang beraneka ragam bahasa,
maka peneliti merasa perlu memberikan
saran sebagai berikut: (1) Adanya penelitian
lanjutan tentang tindak tutur direktif bahasa
bahasa Dayak Kanayatn (Ahe), baik dari
bentuk lokusi maupun perlokusi, hal ini untuk
melengkapi data tentang penelitian bahasa
Dayak Kanayatn (Ahe) Kecamatan Sengah
Temila, Kabupaten Landak yang telah ada
serta tetap terjaga kelestariannya dan dikenal
banyak orang.
Melalui hasil penelitian ini diharapkan
masyarakat
menyadari
pentingnya
melestarikan bahasa daerah dalam tindak
tutur, khususnya bahasa Dayak Kanayatn
(Ahe) yang digunakan oleh masyarakat
penutur di Kecamatan Sengah Temila,
Kabupaten Landak.

DAFTAR PUSTAKA
Leech, Geoffrey. 2011. Prinsip-prinsip Pragmatik: Jakarta: Universitas Indonesia.
Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:
Erlangga.
Rohmadi, Muhammad. 2010. Pragmatik: Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Wijana, I Dewa Putu dan Rohmadi, Muhammad. 2011. Semantik: Teori dan Analisis. Surakarta:
Yuma Pustaka.
Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

623

PENINGKATAN KEMAMPUAN BELAJAR SISWA DALAM MEMAHAMI


HADIST TENTANG MENJAGA DAN MELESTARIKAN LINGKUNGAN ALAM
MATA PELAJARAN AL QURAN HADIST MELALUI PENDEKATAN METODE
KOOPERATIF TIPE JIGSAW
Zulfina

Guru Al quran Hadist MTsN Delima Kabupaten Pidie

ABSTRACT

This study aims to improve the understanding of students in understanding the hadith of
maintaining and preserving the natural environment. The study lasted for three months, ie from
February to April 2015. The method used was classroom action research (CAR) consisting of
two cycles. The subjects were students of class IX-3 MTsN Delima, Pidie District, a number
of 26 students. Data were analyzed using descriptive comparative analysis by comparing the
initial conditions with the results that have been achieved in each cycle, and a qualitative
descriptive analysis of the results of observations by comparing the results of observation
and reflection on the first cycle and cycle approach 2. Through cooperative learning methods
Jigsaw method, deliberately distributed the teacher to be read by a number of students. At the
final stage of the second cycle is known to have an increase in the average grade 24.66%, from
an average of initial conditions test 56 to 75. While the mastery learning students at the end of
the second cycle has reached 92%, with an increasing percentage of the first cycle of 28,41%
when compared pre cycle is only 27%. Observations researchers showed increased activity
reading more students in the first cycle and the second cycle when compared to pre cycle.
Thus, most of the students of class IX-3 MTsN Delima, Pidie District has increased the ability to
learn to understand the maintaining and preserving the natural environment..
Keywords: Jigsaw type of cooperative, ability, short letter

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman belajar siswa dalam memahami
hadist tentang menjaga dan melestarikan lingkungan alam. Penelitian berlangsung selama
tiga bulan, yaitu FebruariApril 2015. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian
tindakan kelas (PTK) yang terdiri atas 2 siklus. Subjek penelitian adalah siswa kelas IX-3
MTsN Delima, Kabupaten Pidie sejumlah 26 siswa. Teknik analisis data menggunakan
analisis deskriptif komparatif dengan cara membandingkan kondisi awal dengan hasil-hasil
yang telah dicapai pada setiap siklus, dan analisis deskriptif kualitatif hasil observasi dengan
membandingkan hasil observasi dan refleksi pada siklus I dan siklus 2. Melalui pendekatan
metode pembelajaran metode kooperatif tipe Jigsaw, secara sengaja dibagikan guru untuk
dibaca oleh sejumlah siswa. Pada tahap akhir siklus II diketahui telah terjadi peningkatan ratarata kelas 24,66%, yaitu dari rata-rata tes kondisi awal 56 menjadi 75. Sedangkan ketuntasan
belajar siswa pada akhir siklus II telah mencapai 92% dengan persentase peningkatan dari
siklus I sebesar 28,41% jika dibandingkan prasiklus yang hanya 27%. Hasil pengamatan
peneliti menunjukkan aktivitas membaca siswa lebih meningkat pada siklus I dan siklus II jika
dibandingkan dengan prasiklus. Dengan demikian, sebagian besar siswa kelas IX-3 MTsN
Delima, Kabupaten Pidie telah mengalami peningkatan kemampuan belajar memahami hadist
tentang menjaga dan melestrikan lingkungan alam.
Kata kunci: kooperatif tipe Jigsaw, kemampuan, surat pendek

PENDAHULUAN
Pedalaman
materi
tentang
pentingnya Al quran dan Hadist, maka
dalam pembelajaran Quran dan Hadist di

624

sekolah, guru harus mempu memilih metode


mengajar yang tepat dan sesuai dengan
perkembangan pola pikir siswa, jangan
sampai dikarenakan ketidaktepatan dalam
pemilihan metode mengajar, proses belajar

mengajar pun menjadi terhambat sehingga


dapat menurunkan motivasi belajar siswa.
MTsN Delima, Kabupaten Pidie
merupakan suatu lembaga pendidikan
agama yang bernaung di bawah Departemen
Agama, yang mana mata pelajaran yang
diajarkan adalah mata pelajaran umum
dan mata pelajaran khusus tentang agama.
Untuk mata pelajaran agama, salah satunya
adalah Al quran dan Hadist. Maka dari
sinilah, guru dituntut untuk tepat dalam
memilih metode mengajar dalam mencapai
pemahaman belajar siswa. Sedangkan pada
tahun pelajaran 2014/2015, bahan ajar untuk
Al quran dan Hadist disusun oleh guru.
Guru harus benar-benar memperhatikan
permasalahan yang dihadapi siswa saat
pembelajaran atau oleh siswa sendiri. Hasil
pengajaran awal di lapangan, ditemukan
masalah dalam proses pembelajaran,
yaitu suasana belajar yang menjenuhkan
dikarenakan siswa tidak aktif pada saat mata
pelajaran Quran dan Hadist di MTsN Delima,
Kabupaten Pidie. Hal ini disebabkan oleh
materi pelajaran yang diberikan oleh guru
dengan metode ceramah dianggap sangat
menoton, sehingga membuat siswa tidak
memotivasi untuk mengikuti pembelajaran
dengan baik.
Selain itu, ditemukan juga masalah
dalam membaca dan memahami hadist
dikarenakan perbedaan individual, baik
mengenai kualitas maupun latar belakang
pendidikannya yang masih sangat minim.
Dari dua permasalahan sebagaimana
yang telah dikemukakan di atas, peneliti
melakukan
penelitian
dengan
judul
Peningkatan Kemampuan Belajar Siswa
dalam Memahami Hadist tentang Menjaga
dan Melestarikan Lingkungan Alam Mata
Pelajaran Al quran Hadist melalui Pendekatan
Metode Kooperatif Tipe Jigsaw.
Berdasarkan latar belakang masalah
yang telah dipaparkan di atas, maka yang
menjadi permasalahan dalam penelitian

tindakan ini sebagai berikut: apakah


pendekatan metode kooperatif tipe Jigsaw
dapat meningkatkan kemampuan belajar
siswa dalam memahami hadist tentang
menjaga dan melestarikan lingkungan alam,
mata pelajaran Quran Hadist di MTsN Delima,
Kabupaten Pidie tahun ajaran 2014/2015?
Tujuan penelitian ini adalah untuk
meningkatkan kemampuan belajar siswa
dalam memahami hadist tentang menjaga
dan melestrikan lingkungan alam mata
pelajaran Quran Hadist di MTsN Delima,
Kabupaten Pidie tahun ajaran 2014/2015.
1. Menjaga Kelestarian Alam
Al quran hadist merupakan salah
satu bagian dari mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam. Sama halnya dengan segisegi pendidikan lain, pendidikan agama
juga menyangkut dengan aspek kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Ini berarti bahwa
pendidikan agama bukan sekadar memberi
dampak pengetahuan tentang keagamaan,
melainkan yang lebih utama adalah
membiasakan diri untuk taat terhadap ajaran
agamanya (Purwanto, 2003: 158).
Begitu juga pemerintah Indonesia
yang memandang pendidikan sebagai
upaya tonggak yang sangat penting dalam
rangka mengisi kemerdekaan yang telah
menjadi cita-cita seluruh bangsa Indonesia,
sehingga masalah pendidikan dicantumkan
dalam tujuan Negara Indonesia yang
tertuang dalam pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 alinea keempat, berbunyi: ....
kemudian dari pada itu untuk membentuk
suatu pemerintah Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa yang adil
dan berdaulat ... (UUD 1945).
Di samping itu, model pembelajaran
agama yang tersedia dan diajari di sekolah
masih sangat jauh dari mapan atau boleh
dikatakan masih kurang inovatif, hal ini

625

dapat dilihat dari kualitas pengajaran yang


masih dilaksanakan secara manual dan
inilah salah satu aspek pengkajian yang
resmi membutuhkan suatu perubahan
dan kemudian dikembangkan dengan
menggunakan metode pengajaran aktif,
inovatif, dan menyenangkan. Maka di
sinilah, peran penting guru agama untuk
ikut andil dalam mengenalkan sekaligus
sebagai pelaku pengupayaan pengenalan
pembelajaran melalui pengajaran yang
dianggap mudah diterima oleh peserta didik.
2. Hadist tentang Menjaga Kelestarian
Alam
Berikut ini beberapa isi kandungan
hadist tentang tata cara menjaga dan
melestarikan
alam:
Barang
siapa
menghidupkan suatu bumi mati, maka bumi
itu baginya (miliknya) (Ibrahim dan Darsono,
2015). Barang siapa menggali suatu sumur,
maka ia berhak empat puluh hasta sebagai
kandang ternaknya. (H.R Ibnu Majah dari
Abdul bin Mugaffal, No.2477). Rasulullah
SAW., secara resmi melarang mengebiri kuda
dan binatang-binatang lainnya. (H.R Ahmad
dari Ibnu Umar). Sesunggunya Nabi SAW.
melarang seseorang mengurung setiap yang
bernyawa dan mengebiri binatang-binatang
dengan suatu larangan keras. (H.R. AlBazzar dari Ibnu Abbas).
Kandungan
isi
hadist
tersebut,
yang pertama merupakan terdapat dua
kemungkinan yang dimaksud dengan
bumi mati. Pertama adalah bumi tersebut
kering dan tidak berair sehingga tidak
dapat menumbuhkan tanaman. Kedua,
bumi tersebut tidak terawat sehingga tidak
memberi suatu dampak asas manfaat
(Ibrahim dan Darsono, 2015).
Ada dua keuntungan yang dapat
diambil dengan dihidupkannya bumi, di
antaranya adalah: (a) memperoleh hasil dari
tanamannya dan (b) memperkecil terjadinya
erosi,
pengikisan
tanah.
Pernyataan

626

Rasulullah tersebut sebagai bukti autentik


kepedulian beliau terhadap lingkungan
berupa tanah (Ibrahim dan Darsono, 2015).
Pernyataan Rasulullah SAW. tersebut
merupakan suatu bukti kepedulian beliau
terhadap lingkungan, yakni berupa tanah.
Hadist kedua, ada dua pokok yang perlu
dipahami, yakni masalah penggalian sumur
dan tanah seluas empat puluh hasta untuk
kepentingan kandang ternak.
3. Kapasitas dan Minat Belajar Siswa
Belajar merupakan sebuah proses
perubahan perilaku yang dilakukan secara
sadar, baik itu perilaku positif maupun perilaku
negatif yang dipengaruhi oleh nilai-nilai yang
ditanamkan. Proses perubahan perilaku
merupakan permulaan dari tidak ada menjadi
ada atau tidak bisa menjadi bisa melakukan
sesuatu. Proses tersebut memerlukan waktu
yang biasanya tidak bisa dilakukan secara
instan dan proses juga memerlukan suatu
jenis penggunaan metode yang jelas.
Hasil belajar siswa merupakan
perolehan
dari
pembelajaran.
Hasil
belajar dapat diklasifikasi ke dalam tiga
ranah (domain), yaitu: (a) domain kognitif
(pengetahuan
atau
yang
mencakup
kecerdasan bahasa dan kecerdasan
logikamatematika), (b) domain afektif
(sikap dan nilai atau yang mencakup
kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan
intrapribadi, dengan kata lain kecerdasan
emosional), dan (c) domain (keterampilan
atau yang mencakup kecerdasan kinestetik,
kecerdasan visualspasial, dan kecerdasan
musikal).
4. Pendekatan Metode Kooperatif Tipe
Jigsaw
Model
pendekatan
pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw merupakan suatu jenis
pendekatan pembelajaran yang menekankan
pada konsep pembelajaran kerja sama, di
mana para siswa diartikan sebagai makhluk

sosial yang membutuhkan sebuah kelompok


dalam belajar atau ditempatkan dalam suatu
komunitas kecil yang berada di dalam kelas.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di MTsN
Delima,
Kabupaten
Pidie.
Penelitian
dilaksanakan selama 3 bulan, terhitung
mulai bulan FebruariApril 2015. Dalam
penelitian ini, yang menjadi subjek penelitian
adalah siswa kelas IX-3 berjumlah 26 siswa.
Adapun sumber data yang digunakan
dalam penelitian tindakan ini adalah siswa.
Data yang dikumpulkan dari siswa meliputi
data hasil observasi, tes tertulis, dan guru
kolaborator. Tes tertulis dilaksanakan pada
setiap akhir pelaksanaan siklus yang terdiri
atas materi tentang memahami hadist tentang
menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
Selain siswa sebagai sumber data, penulis
juga menggunakan teman sejawat, yakni
sesama guru kelas yang dijadikan sebagai
sumber data.
Dalam penelitian ini, pengumpulan
data menggunakan teknik tes dan nontes.
Alat pengumpulan data dalam penelitian
tindakan ini, meliputi:
1. tes tertulis, terdiri atas 5 butir soal,
2. non tes, meliputi lembar observasi dan
dokumen.
Validasi data penelitian ini, meliputi:
validasi hasil belajar dan validasi proses
pembelajaran.
Validasi
hasil
belajar
dikenakan pada instrumen penelitian yang
berupa tes. Validasi ini, meliputi: validasi
teoretis dan validasi empiris. Validasi teoretis
artinya mengadakan analisis instrumen yang
terdiri atas face validity (tampilan tes) dan
content validity (validitas isi). Validitas empiris
artinya analisis terhadap butir-butir tes,
yang dimulai dari pembuatan kisi-kisi soal,
penulisan butir-butir soal, kunci jawaban,
dan kriteria pemberian skor.
Validasi proses pembelajaran melalui
triangulasi metode dilakukan dengan

metode dokumentasi, selain metode


observasi. Metode dokumentasi digunakan
untuk memperoleh data pendukung yang
diperlukan dalam pelaksanaa proses
pembelajaran metode kooperatif tipe Jigsaw.
Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik analisis dekskriptif,
yang meliputi:
1. analisis deskriptif komparatif hasil belajar
dengan cara membandingkan hasil
belajar pada siklus I dengan siklus II dan
membandingkan hasil belajar dengan
indikator pada siklus I dan siklus II.
Adapun
analisis
hasil
dengan
menggunakan
persentase
perumusan
berikut ini:
Keterangan:
P = Persentase yang dicari (%)
F = Frekuensi jawaban siswa
n = Jumlah siswa
Kriteria penilaian hasil belajar siswa
dalam proses pembelajaran adalah 65.
Tabel 1 Kriteria Ketuntasan Hasil Belajar
Siswa
No

Nilai

1.

85
100
7584
6574
5564
<54

2.
3.
4.
5.

Kategori
Penilaian
Sangat baik

Keterangan

Baik
Cukup
Kurang
Sangat
kurang

Tuntas
Tuntas
Tidak tuntas
Tidak Tuntas

Tuntas

2. analisis deskriptif kualitatif dalam


penelitian tindakan ini dalah dari hasil
observasi dengan cara membandingkan
hasil observasi dan refleksi pada siklus I
dan siklus II.
Indikator keberhasilan penelitian ini
adalah terjadinya peningkatan nilai rata-rata
hanya sebesar 5%. Penelitian ini merupakan
jenis penelitian tindakan kelas yang ditandai
dengan adanya siklus. Adapun penelitian ini

627

terdiri atas dua siklus. Setiap siklus terdiri atas


perencanaan, pelaksanaan, pengamatan,
dan refleksi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Hasil Penelitian
Berikut rekap data hasil penelitian
keseluruhan, sebagaimana yang tersaji pada
tabel berikut:

Tabel 2 Hasil Penelitian Keseluruhan

1.

Hasil Lambang
Angka
85-100

Hasil
Evaluasi
A

2.
3.
4.
5.

75-84
65-74
55-64
<54

B
C
D
E

No

Sangat Baik

Pra
Tindakan
-

Model
Siklus I
3

Model
Siklus II
7

Baik
Cukup
Kurang
Sangat Kurang

10
12
4

11
12
-

8
10
1
-

26

26

26

Arti Lambang

Jumlah
2. Pembahasan
a. Siklus I
Proses pembelajaran pada siklus I
terlihat sangat berbeda dari prasiklus,
di mana sudah terjadi interaksi antara
siswa dan juga adanya komunikasi dan
penggalian materi secara bersamasama. Siswa terlihat lebih cair dalam
suasana belajarnya dan merasa tidak
kaku. Selain itu, siswa terlihat lebih aktif
dalam bertanya dan mencari jawaban
dari tugas yang diberikan oleh guru
bersama dengan teman-temannya.
Walaupun masih ada sebagian kecil
siswa yang kurang terlibat dalam proses
pembelajaran ini, tapi secara umum
sudah terlihat perbedaan yang sangat
jelas dari pada suasana pembelajaran
pada prasiklus.
Hasil belajar siswa pada siklus I
juga sangat berbeda dari prasiklus,
baik dari perolehan nilai yang didapat
dan juga ketuntasan hasil belajar siswa
serta peningkatan nilai rata-rata yang
diperoleh. Dari jumlah 26 siswa di kelas
IX-3 MTsN Delima, Kabupaten Pidie,
24 siswa telah berhasil menuntaskan

628

hasil belajarnya dengan nilai rata-rata


sebesar 70,4 dari sebelumnya sebesar
6,23. Persentase peningkatan nilai ratarata dari prasiklus dan siklus I adalah
sebesar 13,0%. Selain itu, pada siklus
I sudah ada siswa yang mendapatkan
nilai A (sangat baik) sebanyak 3 siswa
(15%).
b. Siklus II
Berdasarkan hasil observasi pada
siklus II, proses pembelajaran yang
terjadi hampir sama dengan siklus I,
di mana keaktifan dan keterlibatan
siswa dalam proses belajar mengajar
di dalam kelas sudah meningkat. Guru
sudah mengurangi peranannya untuk
memberikan berbagai informasi tentang
materi keadaan siswa, akan tetapi
guru sudah mendampingi siswa untuk
menggali dan menemukan sejumlah
informasi lewat teman sekelasnya dan
juga dengan teman-teman lainnya. Pada
siklus II terlihat siswa lebih aktif jika
dibandingkan dengan siklus I. Suasana
pembelajaran menjadi cair dan tidak
terlalu kaku, adanya proses komunikasi
baik antarsiswa, antarkelompok, maupun
dengan gurunya.

Hasil/pemahaman belajar pada siklus


II lebih meningkat jika dibandingkan
dengan siklus I. Peningkatan tersebut
terlihat jelas pada perolehan nilai dan
nilai rata-rata, yaitu dari sebelumnya
70,4 menjadi 7,4 di siklus II. Sementara
itu, jumlah siswa yang tuntas pada siklus
I sebesar 80% dan pada siklus II sebesar
92% dengan persentase peningkatan
nilai rata-rata sebesar 5,11%. Secara
keseluruhan,
penggunaan
model
pembelajaran dengan menggunakan
metode kooperatif tipe Jigsaw dapat
meningkatkan kemampuan memahami
hadist tentang menjaga dan melestarikan
lingkungan alam pelajaran Quran Hadist
di kelas IX-3 MTsN Delima, Kabupaten
Pidie.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian tindakan
ini, maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran dengan menggunakan metode
kooperatif tIpe Jigsaw dapat meningkatkan
kemampuan belajar siswa, terutama
pada mata pelajaran Quran Hadist materi
memahami hadist tentang menjaga dan
melestarikan lingkungan alam di kelas IX-3
MTsN Delima, Kabupaten Pidie, khususnya
kompetensi dasar mendeskripsikan materi
memahami hadist tentang menjaga dan
melestarikan lingkungan alam. Peningkatan
hasil belajar siswa tersebut terlihat dari nilai
rata-rata yang telah diperoleh, besarnya
ketuntasan siswa, dan suasana belajar siswa

yang berbeda dari suasana belajar sebelum


dilakukan tindakan. Secara keseluruhan,
rata-rata kelas mencapai kenaikan sebesar
19,7% dan ketuntasan belajar siswa pada
akhir siklus II mencapai 93% dibandingkan
prasiklus yang hanya mencapai 45%.
Adapun hasil nontes pengamatan
proses belajar menunjukkan adanya suatu
perubahan siswa lebih aktif selama proses
pembelajaran berlangsung pada siklus I
dan siklus II dibandingkan dengan suasana
belajar siswa yang pasif dan kaku sebelum
dilakukannya tindakan kelas.
Saran yang dapat peneliti ajukan
sebagai berikut: (1) dalam pembelajaran
menggunakan metode kooperatif tipe Jigsaw
pada materi memahami hadist tentang
menjaga dan melestarikan lingkungan
pelajaran Quran Hadist di kelas IX-3 MTsN
Delima, Kabupaten Pidie, tentunya siswa
yang terpilih harus mampu memahami
dengan baik dan benar agar hasil belajar
tercapai, oleh karena itu guru harus memilih
dan menetapkan secara resmi terhadap
metode ini yang bisa mengajari siswa
lainnya, (2) disarankan bagi para guru
sudah waktunya untuk menggunakan model
pembelajaran kooperative tipe Jigsaw ini
dengan harapan dapat meningkatkan hasil
belajar siswa, terutama untuk membantu
siswa yang belum mengerti materi yang
diajarkan oleh guru.

DAFTAR PUSTAKA
Anita. 2010. Penggunaan Metode Kooperatif Learning. Jakarta: Inna Publikatama.
Departemen of Education. 2001. Aplication of Cooperative Learning Methode. Dipublikasikan
oleh Yale Univeristy, dimuat dalam Jurnal Nasional Pendidikan, Jakarta.
Djamarah, Saiful Bahri. 1992. Proses Interaksi Belajar antara Guru dan Siswa. Jakarta: PT
Bina Aksara.
Djamarah, Saiful dan Aswin Zain. 1996. Banyak Manfaat Penggunaan Metode Cooperative
Type Jigsaw. Surakarta: Nuansa Press..

629

Ibrahim, T. dan H. Darsono. 2015. Pemahaman Al quran dan Hadist untuk Kelas IX Madrasah
Tsanawiyah. Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Madjid, Abdul. 2010. Hakikat Pengertian Pembelajaran Quran Hadist. Jakarta: Erlangga.
Purwanto. 2003.Hakikat Pembelajaran Quran Hadist. Jakarta: Rineka Cipta.

630

ANALISIS PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL TIGA CARA MENCINTA


KARYA IRENE DYAH RESPATI

Ramadhan Kusuma Yuda

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


IKIP-PGRI Pontianak Jl. Ampera No.88 Pontianak 78116
Alamat korespondensi: yudaramadhan783@yahoo.co.id

ABSTRACT

This study aimed to describe the image of women in the novel Tiga Cara Cinta Irene Dyah Respati
work. This research method is descriptive qualitative approach sastra.Teknik psychological
analysis of data using content analysis with the documentary studies. The results showed that
the female characters in the novel Tiga Cara Mencinta Irene works Dyah Respati namely: (1)
Aliyah: love God, kind and humble and responsibilities. Overall less mature and easy fragile
in the face of married life. (2) Maya: Self, leadership, good, love peace, unity, confidence,
creativity, hard work and abstinence menyerahn. Ajeng judge men evil that he did not want to
easily flattered. (3) Miyu: Well, humble, honest, respectful and polite. Miyu is not so expert on
youth keeps to himself.
Keywords: analysis, character education, novels

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan citra wanita dalam novel Tiga Cara Mencinta
karya Irene Dyah Respati. Metode penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan
pendekatan psikologi sastra. Teknik analisis data menggunakan analisis isi dengan studi
dokumenter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter wanita dalam novel Tiga Cara
Mencinta karya Irene Dyah Respati, yaitu: (1) Aliyah: cinta Tuhan, baik dan rendah hati dan
tanggung jawab. Secara keseluruhan kurang dewasa dan mudah rapuh dalam menghadapi
kehidupan berumah tangga. (2) Ajeng: mandiri, kepemimpinan,baik, cinta damai, persatuan,
percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah. Ajeng menilai laki-laki itu jahat hingga
ia tak ingin mudah jatuh hati. (3) Miyu: baik, rendah hati, jujur, hormat, dan santun. Miyu tak
begitu ahli menyimpan perasaannya pada pemuda.
Kata kunci: analisis, pendidikan karakter, novel

PENDAHULUAN
Novel merupakan salah satu karya
sastra yang di dalamnya terdapat unsurunsur pembangun, seperti plot, tema,
penokohan, dan latar belakang. Menurut
Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010: 9),
novel dan cerita pendek merupakan dua
bentuk karya sastra yang sekaligus disebut
fiksi. Bahkan dalam perkembangannya
yang kemudian, novel dianggap bersinonim
dengan fiksi. Novel berasal dari bahasa Itali
novella (yang dalam bahasa Jerman novelle),
diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk
prosa. Dewasa ini, istilah novella dan novelle
mengandung pengertian yang sama dengan

istilah Indonesia novelet (Inggris: novellette),


yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang
panjangnya tidak terlalu panjang, namun juga
tidak terlalu pendek. Menurut Abrams (dalam
Nurgiyantoro, 2002: 4), novel sebagai karya
fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang
berisi model kehidupan yang diidealkan,
dunia imajinatif, yang dibangun melalui
berbagai unsur intrinsik, seperti peristiwa,
plot, tokoh (dan penokohan), latar belakang,
sudut pandang, dan hal lain yang juga
bersifat imajinatif. Setiap novel mempunyai
tiga unsur pokok sekaligus merupakan unsur
terpenting, yaitu tokoh utama, konflik utama,
dan tema utama. Ketiga unsur tersebut
saling berkaitan erat dan membentuk satu

631

kesatuan yang padu, kesatuan organisme


cerita. Ketiga unsur inilah yang terutama
membentuk dan menunjukkan sosok cerita
dalam sebuah karya fiksi.
Novel Tiga Cara Mencinta karya
Irene Dyah Respati menceritakan tentang
kehidupan tiga perempuan, tiga tokoh utama
memiliki cara mencinta yang berbeda.
Aliyah merupakan satu-satunya yang sudah
menikah di antara Ajeng dan Miyu. Pernikahan
beda latar belakang agama dan budaya
menjadi konflik utama. Porsi cerita kehidupan
Aliyah lebih banyak dibandingkan dua tokoh
lain karena konflik utamanya menyangkut
kehidupan rumah tangga Aliyah dan Takuma.
Kehadiran Ajeng dan Miyu menjadi sosok
penyokong bagi Aliyah sekaligus membantu
Aliyah melihat permasalahan kehidupan
rumah tangganya dari sudut pandang yang
berbeda. Melalui novel ini, pengarang
berusaha menyampaikan kepada pembaca
kondisi perempuan tentang persahabatan
dan percintaan yang ditambah dengan
bumbu penghianatan.
Pada novel ini, penulis membawa
pembaca berkeliling ke tiga negara sekaligus,
Indonesia (khususnya Kota Solo), Bangkok,
dan Jepang. Menampilkan ciri khas dari
masing-masing tempat juga pemaparan
budaya tiap-tiap negara dengan baik. Lewat
novel ini, kita mendapat seputaran perbedaan
orang Jepang dan orang Indonesia. Jika
orang Indonesia memang lebih terbuka
mengungkapkan isi hati dan pikiran dibanding
orang Jepang. Kalau bukan dengan orang
yang dikenal betul, orang Jepang jarang mau
menunjukkan keasliannya. Lebih tertutup
dan menjauhi konflik. Kalau orang Indonesia
justru selalu terbuka, mau mencampuri
urusan orang lain. Kebanyakan orang
Jepang sangat mahir membaca dan menulis
bahasa Inggris, tapi tidak percaya diri
menggunakannya saat berbicara lantaran
pengucapan mereka yang kagok. Bahasa
Jepang hampir tidak menggunakan bunyi

632

konsonan atau huruf mati sehingga sulit bagi


mereka mengakrobatkan lidah mengucapkan
bahasa Inggris.
Cerita pada novel ini mengisahkan cinta
tiga wanita, yaitu, Aliyah, Ajeng dan Miyu,
tiga sosok wanita dengan perbedaan latar
belakang, status, budaya, dan asal tempat.
Tanpa disengaja, ketiga wanita ini bertemu
dan berkenalan pertama kalinya di Bangkok,
yaitu di festival Loy Krathong pada november,
disebut sebagai momentum tradisional
paling indah. Penulis memaparkan tiga
tokoh utama dengan tiga sifat dominan yang
berbeda. Ada tokoh yang karakternya labil
seperti Aliyah, ada tokoh yang karakternya
bijaksana seperti Miyu, dan ada karakter
perempuan metropolis seperti Ajeng. Sifatsifat dari semua tokohnya dengan porsinya
masing-masing.
Tidak semua yang tampak baik
dari luar, bagus juga dalamnya. Begitu
pula sebaliknya. Contohnya Aliyah, yang
tampilannya terlihat baik, bukan pula
sosok yang berpikiran rasional. Ini pulalah
yang menjadi kunci permasalahan rumah
tangganya. Aliyah kerap kali menuntut
Takuma untuk belajar salat, mengaji, dan
meninggalkan barang haram. Tapi Aliyah
sendiri tidak mencontohkannya pada
Takuma. Dia masih sering meninggalkan
salat, bahkan nekat berhubungan intim
dengan pria yang bukan suaminya. Hal itu
justru dikemukakan oleh Miyu, yang tidak
jelas menganut agama apa. Tapi Miyu jelas
lebih bisa berpikir logis dan manusiawi.
Miyu memaparkan masalah rumah
tangga Aliyah dari sudut pandangnya
yang sama sekali berbeda dengan Aliyah.
Miyu membukakan pikiran bahwa Aliyah
juga punya andil dalam hubungan rumah
tangganya dengan Takuma, bukan total
kesalahan Takuma seperti yang selama
ini dikeluhkan Aliyah. Pada kejadian
hamilnya Aliyah, di situlah terlihat sifat asli
ketiga tokohnya. Ajeng terang-terangan

menyarankan Aliyah untuk aborsi. Hal itu


ditentang habis-habisan oleh Miyu dan juga
Aliyah. Miyu menganggap aborsi bukan jalan
pintas masalah Aliyah, bertentangan dengan
hati nurani. Miyu menyarankan Aliyah untuk
berterus terang pada Takuma, apapun
hasilnya. Justru Miyu yang membimbing
Aliyah supaya Aliyah meminta petunjuk pada
Yang Maha Kuasa untuk mencari jalan keluar
masalah ini.
Cara bercerita yang paralel antara
satu tokoh dengan tokoh lainnya membuat
pembacanya serasa dipaksa keluar-masuk
ruangan yang berbeda-beda. Terlebih alur
cerita yang maju-mundur dengan tiga sudut
pandang yang berbeda. Novel ini lebih cocok
disebut cerita berbingkai bila melihat ada tiga
cerita dari tiga tokohnya. Namun, porsi cerita
Aliyah yang lebih banyak, membuat cerita
Miyu dan Ajeng hanya jadi pendamping
semata dan menyisakan banyak pertanyaan
mengenai kehidupan Miyu dan Ajeng
sebelum pertemuan di Bangkok. Bahkan,
saya masih menyimpan tanda tanya
mengenai bagaimana Aliyah yang seorang
pembantu rumah tangga bisa diperistri oleh
anak majikannya yang kaya raya. Padahal
seharusnya Ajeng dan Miyu juga punya
porsi yang sama bila melihat dari judulnya
yang mengangkat kehidupan percintaan
tiga wanita. Jadi, terkesan novel panjang
yang dipadatkan menjadi 186 halaman.
Bila dikembangkan lagi, mungkin novel ini
bisa menjadi tiga cerita yang serasi dengan
porsi cerita tiap tokohnya yang sama rata.
Terlepas dari itu, di dalam novel ini terdapat
pesan moral, hikmah, dan pelajaran, baik
bagi lajang yang akan menikah maupun bagi
yang sudah berumah tangga.
Secara keseluruhan, novel ini menarik.
Cara bercerita dengan alur campuran,
sudut pandang bercerita yang beragam,
tema yang diangkat, serta latar tempat yang
disajikan. Dalam novel ini, penulis membawa
pembaca berkeliling ke tiga negara

sekaligus, Indonesia (khususnya Kota


Solo), Bangkok, dan Jepang. Menampilkan
ciri khas dari masing-masing tempat juga
pemaparan budaya tiap-tiap negara dengan
baik. Pengalaman penulis sebagai traveler
benar-benar diaplikasikan ke dalam novel ini
sehingga tidak berkesan asal tahu. Ada satu
paragraf yang benar-benar membuat saya
tersentuh sebagai orang Indonesia.
Berdasarkan keunggulan novel Tiga
Cara Mencinta karya Irene Dyah Respati,
masalah umum dalam penelitian ini, yaitu:
Bagaimanakah pendidikan karakter dalam
novel Tiga Cara Mencinta karya Irene Dyah
Respati?. Adapun yang menjadi fokus
dalam rumusan masalah penelitian ini, yaitu:
1) bagaimanakah karakter dalam novel Tiga
Cara Mencinta karya Irene Dyah Respati?;
2) bagaimanakah relevansi dalam novel Tiga
Cara Mencinta karya Irene Dyah Respati?
Kata karakter secara etimologis,
seperti termuat dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, diartikan sebagai sifat-sifat
kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dari yang lain.
Sedangkan dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia, kata karakter berarti tabiat,
watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau
budi pekerti yang membedakan seseorang
dengan orang lain. Karakater menunjukkan
bagaimana seseorang bertingkah laku.
Apabila seseorang berperilaku tidak jujur,
kejam, atau rakus, dapatlah dikatakan orang
tersebut memanisfestasikan perilaku buruk.
Sebaliknya, apabila seseorang berperilaku
jujur, bertanggung jawab, suka menolong,
tentulah orang tersebut memanifestasikan
karakter mulia.
Pada intinya istilah karakter sama
dengan kepribadian dalam pandangan
psikologi. Sama halnya istilah akhlak
dalam Islam, yang internalisasinya adalah
perbuatan manusia dalam aspek moral dan
berbeda pemaknaannya ketika akhlak atau
pekerti tersebut menjadi satu kesatuan

633

pikiran dan perbuatan (Syakhsiyyah), maka


interpretasi dari kesatuan tersebut adalah
kepribadian.
Menurut
Thomas
Lickona,
sebagaimana yang dikutif oleh Akhmad
Muhaimin Azzet, pendidikan karakter adalah
pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang
melibatkan aspek pengetahuan (cognitive),
pendidikan karakter tidak akan efektif. Jadi,
yang diperlukan dalam pendidikan karakter,
tidak cukup dengan pengetahuan lantas
melakukan tindakan yang sesuai dengan
pengetahuannya saja. Hal ini karena
pendidikan karakter terkait erat dengan
nilai dan norma. Oleh karena itu, harus juga
melibatkan aspek perasaan.
Pendidikan karakter adalah suatu
sistem penanaman nilai-nilai karakter
kepada segenap pendidik, peserta didik, dan
staf yang bekerja di sekolah, yang meliputi
komponen kognitif, psikomotorik, dan afektif,
untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik
terhadap Tuhan yang Maha Esa, diri sendiri,
sesama, lingkungan, maupun kebangsaan
sehingga menjadi manusia insan kami.
Adapun pengertian yang lainnya, pendidikan
karakter merupakan proses pengembangan
nilai-nilai karakter pada diri peserta didik
sehingga terinternalisasi dan tercermin
dalam kehidupan dirinya sebagai anggota
masyarakat dan warga negara yang religius,
nasionalis, produktif, dan kreatif.
METODE PENELITIAN

Penelitian deskriptif menggambarkan


perilaku, pemikiran, atau perasaan suatu
kelompok atau individu. Contoh umum
dari penelitian deskriptif adalah jajak
pendapat, yang menggambarkan sikap
suatu kelompok orang. Dalam penelitian
deskriptif, peneliti kecil upayanya
untuk
menghubungkan
perilaku
yang diteliti dengan variabel lainnya
ataupun menguji atau menjelaskan
penyebab
sistematisnya.
Seperti

634

namannya, penelitian deskriptif hanya


mendeskripsikan. Tujuan
penelitian
deskriptif
adalah
menggambarkan
karakteristik atau perilaku suatu populasi
dengan cara yang sistematis dan akurat.
Biasanya penelitian deskriptif tidak
didesain untuk menguji hipotesis, tetapi
lebih pada upaya menyediakan informasi
seputar karakter fisik, sosial, perilaku,
ekonomi, atau psikologi dari sekelompok
orang.
Metode penelitian ini adalah
metode
deskriptif
kualitatif,
yaitu
mendeskripsikan sifat dan karakter tiga
tokoh wanita yang tekandung dalam
novel Tiga Cara Mencinta karya Irene
Dyah Respati dalam bentuk kata-kata,
kalimat, dan paragraf sehingga akan
tercermin sifat dan karakter tiga tokoh
wanitanya. Adapun pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan psikologi sastra, yaitu sebuah
pendekataan yang digunakan untuk
mengkaji karya sastra dengan melihat
psikologi tiga tokoh wanitanya sehingga
akan tercermin sifat dan karakter tiga
wanita yang berbeda yang terkandung
dalam novel Tiga Cara Mencinta karya
Irene Dyah Respati. Sumber data
mencakup data objektif berupa novel Tiga
Cara Mencinta karya Irene Dyah Respati.
Teknik pengumpulan data dengan studi
documenter. Validitas data menggunakan
triangulasi teori, ketekunan pengamatan,
dan pemeriksaan teman sejawat. Teknik
analisis menggunakan analisis isi
(content analysis).
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Relevansi Novel Tiga Cara Mencinta
dengan Pendidikan Karakter
Nilai-nilai yang terkandung dalam
novel Tiga Cara Mencinta dapat digolongkan
menjadi tiga bagian, yaitu: 1) nilai pendidikan
terhadap Tuhan yang Maha Esa; 2) nilai
pendidikan terhadap diri sendiri, 3) nilai

pendidikan terhadap lingkungan. Adapun


penjelasan dari setiap penggolongan nilai
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Nilai pendidikan terhadap Tuhan
yang Maha Esa
1) Cinta kepada Tuhan yang Maha Esa
Cinta kepada Tuhan yang Maha Esa
dapat diwujudkan dengan melaksanakan
segala perintahnya dan menjauhi segala
larangannya.
Aliyah mengalaminya. Lima tahun
berumah tangga dengan Takuma,
memintanya untuk belajar agama tidak
semudah saat menyuruhnya masuk
Islam.
Masuk islam saat menikah itu justru
starting point. Perjuangan terbesar
itu bukan saat kita menarik pasangan
pindah
keyakinan,
melainkan
setelahnya. (Respati, 2014: 7)
Aliyah terus menuntut suaminya untuk
konsisten dalam menjalankan Islam,
tapi hal itu justru membuat Takuma
tidak betah di rumah dan lebih memilih
menghabiskan
waktunya
untuk
pekerjaan dan bergaul dengan temantemannya. Takuma semakin jauh dari
genggaman
Aliyah.
Norma-norma
agama yang ditanamkan Aliyah semasa
awal menikah semakin terlupakan.
Nampaknya,
pemahaman
Takuma
tentang agama berbeda jauh dengan
harapan Aliyah.
Toh agama itu kan semata-mata
sarana, jalan, cara menyembah
Tuhan serta berperikehidupan yang
baik agar bahagia sekarang dan
nanti. Aku juga sudah bertuhan.
Aku tidak mencuri, tidak menipu,
tidak menyakiti siapapun, selalu
berkelakuan
baik.
Nah,
apa
bedanya? (Respati, 2014: 71)

2) Tawakal dan taubat (mohon ampun)


Memohon ampun terhadap segala
kesalahan yang dilakukannya, sujud dia
memohon ampun kepada Tuhan yang
Maha Esa.
Pada kejadian hamilnya Aliyah, di
situlah terlihat sifat asli ketiga tokohnya.
Ajeng terang-terangan menyarankan
Aliyah untuk aborsi. Praktis, tidak akan
ketahuan Takuma, tidak akan berefek
kemana-mana. Hal itu ditentang habishabisan oleh Miyu dan juga Aliyah.
Miyu menganggap aborsi bukan jalan
pintas masalah Aliyah, bertentangan
dengan hati nurani. Miyu menyarankan
Aliyah untuk berterus terang pada
Takuma, apapun hasilnya. Malah, Miyu
yang membimbing Aliyah supaya Aliyah
meminta petunjuk pada yang Maha
Kuasa untuk jalan keluar masalah ini.
Aliyah, cobalah banyak berdialog
dengan Tuhanmu. Mungkin ada
jawaban yang tidak bisa dikeluarkan
manusia biasa seperti kita, tapi
bisa Dia berikan. Aku yakin kalau
kita melakukan sesuatu dengan
niat baik, semesta alam pasti akan
membantu. Barangkali akan terbuka
jalan baru yang saat ini belum terlihat
oleh kita. (Respati, 2014: 137)
3) Syukur
Berterimakasih kepada Tuhan yang
Maha Esa atas nikmat-nikmat yang telah
dianugerahkan-Nya, yang dalam novel
ini Aliyah mengucap syukur kepada
Tuhan karena kandungannya telah gugur
dengan sendirinya, tanpa aborsi yang
telah mereka rencanakan dan suaminya
Takuma telah mengetahui semuanya dan
memaafkan semua kesalahan Aliyah.
Takuma ingin memulai hidup dengan
lebih baik lagi bersama Aliyah. Aliyah
percaya Tuhan telah menjawab doanya
sehingga ia diberikan jalan keluar dari
masalah-masalah yang ia hadapi.

635

b. Nilai Pendidikan
Sendiri

terhadap

Diri

1) Tanggung jawab
Merupakan sikap melakukan tugas
ataupun kewajiban yang harus dipenuhi,
baik terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan negara, dan Tuhan yang
Maha Esa.
Aliyah hidup di Jepang dengan suami
orang Jepang dan hidup sebagai
penganut agama minoritas ternyata
sangat sulit dijalani di sana. Dia berjuang
untuk membuat suaminya yang masuk
Islam karena ingin menikahinya menjadi
penganut agama Islam tidak sekadar
Islam buku nikah. Namun, ternyata ini
bukan hal yang mudah. Lebih mudah
membuat Takuma masuk Islam daripada
menyuruhnya belajar Islam.
Aliyah merasa bertanggung jawab
terhadap Takuma, suaminya, karena ia
yang telah membuat suaminya masuk
Islam dan Aliyah pula yang harus
tetap mengajarkan dan membimbing
suaminya dalam suatu iman yang ada
dalam keluarganya.
Masuk Islam saat menikah itu justru
starting point. Perjuangan terbesar
itu bukan saat kita menarik pasangan
pindah
keyakinan,
melainkan
setelahnya. (Respati, 2014: 74)
2) Jujur
Mengatakan segala sesuatu sesuai
dengan fakta empirik.
Dalam novel ini, diceritakan ketiga
wanita ini tampak menikmati pertemuan
dan jalinan persahabatan mulai terjalin
lewat obrolan ringan yang perlahan
berubah serius karena mereka mulai
menceritakan rahasia dan isi hati masingmasing. Aliyah mempunya affair dengan
teman satu kantornya. Kemudian, Miyu
yang tergoda dengan pria beristri. Lalu,
Ajeng yang tak ingin menikah.

636

Kenapa yang dilarang selalu justru


membuat kita ingin melakukannya?
Kenapa aku justru tidak bisa membenci
orang ini, yang merayu bertubi-tubi
sementara kutahu telah beristri? Kenapa
benang pengikat hatiku harus datang dari
dia yang tak boleh kusentuh? (Respati,
2014: 51)
Ketertarikan Aliyah pada Je membuat
masalah
baru,
Aliyah
hamil.
Ajeng menyarankan Aliyah untuk
menggugurkan
kandungannya,
sedangkan Miyu tidak menyetujui opsi
yang diajukan Ajeng, Miyu menyarankan
agar mengaku dan bicara baik-baik
dengan Takuma.
Ajeng: Hhh ini kenapa jadi gue
yang kayak bad-guy ya, nyaranin
Aliyah gugurin kandungan. Miyu
yang orang Jepang, yang semestinya
logis dan praktis, malah mendadak
jadi malaikat religius. Kamu juga jadi
takut Tuhan, ya, Miyu? Miyu: Bukan
begitu, Jeng. Aku cuma merasa tidak
nyaman dengan solusi jalan pintas
seperti itu. Bertentangan dengan
hati nurani. Entah ada hubungannya
atau tidak dengan takut kepada
Tuhan, aku merasa ini salah. Itu
yang membuatku ragu. (Respati,
2014: 134)
3) Hormat dan santun
Merupakan sikap menghargai dan
menghormati sesama manusia sehingga
tidak menimbulkan perselisihan di antara
sesama.
Mereka bertiga bertemu pertama kali
di Thailand saat festival Loy Krathong.
Kejadian Aliyah yang terpleset membuat
Ajeng tak sengaja latah meniru kata seru
Aliyah. Seorang wanita lain bernama
Miyu tampak membantu membawakan
Kratong milik Ajeng karena Ajeng
berusaha menolong Aliyah.

4) Percaya diri
Melakukan segala hal sesuai dengan
potensi yang dimilikinya.
Miyu mencoba meyakinkan kedua
sahabatnya dengan idenya untuk tidak
menggugurkan kandungan Aliyah.
Aku yakin kalau kita melakukan
sesuatu dengan niat baik, semesta
alam pasti akan membantu.
(Respati, 2014: 137)
5) Teguh pendirian/konsisten
Sikap memegang teguh prinsip atau
ideologi yang diyakini dan selalu mencoba
menjaga untuk tetap melaksanakan
prinsip tersebut.
Ajeng, wanita metropolis ini tampak
menikmati hidupnya. Dia begitu terbuka,
namun enggan untuk menjalin hubungan
serius dengan pria dan anti dengan kata
nikah.
Saya terbuka kepada semua
orang, termasuk urusan tabu
menurut wanita normal. Bahkan
ibuku sudah tahu, menyuruhku
menikah itu seperti menyuruh
preman perang jihad, alias mustahil.
Aku sudah terlalu nyaman dengan
hidupku yang sekarang. (Respati,
2014: 59)
c. Nilai Pendidikan Karakter terhadap
Lingkungan
1) Peduli terhadap sesama
Perilaku menyimpan rasa empatik
terhadap sesama manusia sehingga
dapat menimbulkan hubungan yang
harmonis.
Mereka bertiga bertemu pertama kali
di Thailand saat Festival Loy Krathong.
Kejadian Aliyah yang terpleset membuat
Ajeng tak sengaja latah meniru kata seru
Aliyah. Seorang wanita lain bernama
Miyu tampak membantu membawakan
Kratong milik Ajeng, karena Ajeng
berusaha menolong Aliyah.
Kemudian, perkenalan dimulai. Mereka

menertawakan apa yang terjadi pada


mereka. Miyu orang Jepang malah
tinggal di Solo. Ajeng yang orang Solo
malah berdomisili di Jakarta. Sedangkan,
Aliyah yang orang Jakarta, sekarang
menetap di Jepang.
Mereka tampak menikmati pertemuan
itu, dan jalinan persahabatan mulai
terjalin lewat obrolan ringan yang
perlahan berubah serius karena mereka
mulai menceritakan rahasia dan isi hati
masing-masing.
2. Sikap-sikap Pendidikan Karakter
dalam novel Tiga Cara Mencinta
karya Irene Dyah Respati
a. Keimanan yang kuat kepada
Tuhan yang Maha Esa, artinya
memiliki kepercayaan yang kuat
kepada Tuhan yang Maha Esa
dan rela untuk memberikan segala
sesuatunya kepada Tuhan. Seperti
yang tergambar pada novel tersebut
bahwa
tokoh
Aliyah
mampu
memegang teguh kepercayaannya
kepada Tuhan yang Maha Esa ketika
dalam hidup di Jepang, dengan
suami orang Jepang, dan hidup
sebagai penganut agama minoritas,
ternyata sangat sulit dijalani di sana.
Dia yang berjuang untuk membuat
suaminya yang masuk Islam karena
ingin menikahinya menjadi penganut
agama Islam tidak sekadar Islam
buku nikah.
b. Pengungkapan kelemahan seorang
hamba di hadapan Sang Pencipta
dan selalu mencoba meyakinkan diri
bahwa Tuhan selalu ada di sisinya
dalam setiap keadaan. Seperti
yang tergambar dalam novel bahwa
Miyu mencoba menasihati dan
meyakinkan Aliyah.
Aliyah, cobalah banyak
berdialog dengan Tuhanmu.
Mungkin
ada
jawaban

637

yang tidak bisa dikeluarkan


manusia biasa seperti kita,
tapi bisa Dia berikan. Aku
yakin kalau kita melakukan
sesuatu dengan niat baik,
semesta alam pasti akan
membantu. Barangkali akan
terbuka jalan baru yang saat
ini belum terlihat oleh kita.
(Respati, 2014:137)
1) Menyerahkan
segalanya
pada
Tuhan semata.
2) Berterimakasih
kepada
Tuhan
atas nikmat-nikmat yang telah
dianugerahkan-Nya.
3) Bersungguh-sungguh
dalam
mengatasi berbagai hambatan dalam
kehidupan dan menyelesaikanya
dengan baik, dalam artian mengatasi
masalah tanpa masalah.
4) Memberikan rasa kasih sayang
terhadap sesama.
5) Belajar dari kesalahan agar tidak
mengulangi kesalahan yang sama
dan berpikir terlebih dahulu sebelum
bertindak.
6) Berpikir kreatif dalam menghadapi
segala perkara sehingga dapat
menimbulkan
tindakan-tindakan
yang positif.
Terdapat nilai pendidikan karakter
dalam novel Tiga Cara Mencinta, karya Irene
Diyah Respati, yaitu religius, jujur, toleransi,
kerja keras, kreatif, mandiri, bersahabat,
peduli lingkungan, peduli sosial, dan
tanggung jawab.
Jadi, berdasarkan pemaparan di atas,
kita dapat melihat nilai-nilai atau karakter
dari ketiga tokoh. Novel ini membuat

638

pembaca semakin dewasa menjalani hidup.


Tak sekadar cinta dan cinta yang menjadi
fokusnya, namun memberikan banyak
sekali petuah berharga di setiap tingkah
kehidupan para tokohnya yang terkadang
tampak ekstrim. Kita dapat memahami tiga
karakter yang berbeda tanpa menggunakan
penjelasan secara deskriptif. Cerita pada
novel ini memberikan gambaran secara
tersirat dari cara berbicara dan tingkah laku
tokohnya.
PENUTUP
Pada
akhirnya
kami
dapat
menyimpulkan bahwa pendidikan karakter
itu sangat penting dan berpengaruh terhadap
kepribadian sesorang dalam menuntut ilmu
seperti tergambar dalam novel Tiga Cara
Mencinta karya Irene Diyah Respati yang
mengedepankan nilai-nilai agama dalam
segala aspek kehidupan.
Nilai-nilai yang terkandung dalam
novel Tiga Cara Mencinta dapat digolongkan
menjadi tiga bagian, yaitu nilai pendidikan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, nilai
pendidikan terhadap diri sendiri, dan nilai
pendidikan terhadap lingkungan. Terdapat
nilai pendidikan karakter dalam novel Tiga
Cara Mencinta, karya Irene Dyah Respati,
yaitu religius, jujur, toleransi, kerja keras,
kreatif, mandiri, bersahabat, peduli
lingkungan, peduli sosial, dan tanggung
jawab.
Pendidikan
karakter
sangat
dibutuhkan untuk melindungi eksistensi
sebuah bangsa sehingga dapat menjaga
karakterketimuranyang mulai luntur terkikis
gelombang globalisasi dan modernisasi. Hal
ini dapat kita lihat dan sering kita jumpai
dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Respati, Irene Dyah. 2014. Tiga Cara Mencinta. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

639

STRATEGI TERJEMAHAN BUDAYA:


PADANAN SEMANTIK-PRAGMATIK DAN GENERIK-SPESIFIK
Retno Purwani Sari, Tatan Tawami

Fakultas Sastra, Universitas Komputer Indonesia, Bandung-Indonesia


Alamat korespondensi: purwanisastra@yahoo.com dan tatantawami@yahoo.com

ABSTRACT

The research discusses translation of culture argued the involvement of cognitive process,
which is the inference of semantic representation of source language, to achieve communicative
translation equivalence. The translation equivalence, a central focus of translation, implies
translation strategies and strategies of choosing textual representation of target language.
Answering the challenges, the research aims to analyze: (1) what translation strategies apply in
translation of culture, and (2) what strategies are used to choose textual representation of target
language. In the research, Tourys descriptive translation study is implemented, embedded within
BSC technique to collect data, and techniques of analytic descriptive qualitative identification,
analysis, and description to present data. As a result of the research, translation equivalence
mechanism of culture provides semantic-pragmatic equivalence and generic-specific words to
impose semantic limitations triggering culture.
Keywords: culture, translation, translation equivalence, and translation strategies

ABSTRAK

Penelitian ini mengkaji terjemahan budaya yang diargumentasikan melibatkan proses


kognitif berupa inferensi representasi semantis teks bahasa sumber guna memperoleh
padanan terjemahan komunikatif. Upaya pemerolehan padanan, yang merupakan fokus dari
penerjemahan, mengimplikasikan adanya strategi penerjemahan dan strategi pengungkapan
representasi semantis teks bahasa sumber ke dalam representasi tekstual bahasa sasaran.
Guna menjawab tantangan penelitian tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji:
(1) strategi terjemahan apa yang diaplikasikan dalam terjemahan budaya, dan (2) strategi
pengungkapan representasi semantis apa yang diterapkan dalam pilihan representasi
tekstual bahasa sasaran. Kajian penerjemahan deskriptif ancangan Toury diimplementasikan
sebagai metode penelitian dengan menggunakan teknik BSC dalam pengumpulan data dan
teknik analisis berupa pengidentifikasian, penganalisisan, dan penguraian yang merupakan
karakteristik metode analisis deskriptif analitis. Adapun hasil dari penelitian ini adalah
mekanisme pemerolehan padanan terjemahan budaya, yakni suatu upaya mengatasi batasan
representasi semantis melalui padanan semantis-pragmatis dan generik-spesifik.
Kata kunci: budaya, terjemahan, padanan dan strategi terjemahan

PENDAHULUAN
Bahasa merepresentasikan budaya
yang hidup dan berkembang di suatu
komunitas
masyarakat.
Pada
studi
terjemahan yang merupakan cabang dari
studi linguistik, fokus penelitian sudah banyak
mengalami perkembangan yang signifikan
dengan menambahkan unsur budaya dalam
pemerolehan padanan terjemahan. Unsur
budaya diasumsikan menjadi faktor penentu
pilihan padanan terjemahan setelah proses
pemahaman semantis linguistis.

640

Setiap bahasa memiliki caranya


sendiri dalam mengemas informasi dalam
representasi tekstualnya. Hal ini karena
pengalaman atau cara pandang yang
berbeda dari komunitas masyarakat yang
berbeda (Larson, 1984). Pengetahuan
individu yang berasal dari pengalaman riil
ataupun pengalaman membaca, misalnya
menjadi budaya ketika pengetahuan tersebut
menjadi sesuatu yang dipercayai dan
diyakini oleh suatu komunitas. Contohnya,
padanan terjemahan bahasa Inggris, As

a bent twig so grows the tree adalah mati


satu tumbuh seribu. Pemberian padanan
ini diargumentasikan diberikan berdasarkan
pengalaman hidup penutur bahasa. Penutur
bahasa Inggris, berdasarkan pengalaman
hidupnya, melihat bahwa ketika ranting patah
dan jatuh ke tanah, selang beberapa hari ia
melihat muncul tunas baru dari ranting yang
patah tersebut. Sementara penutur bahasa
Indonesia, menyoroti pengalaman ketika
semangat seseorang diredam, semangatnya
tidaklah mati, tetapi akan semakin
besar, bahkan semangat-semangat baru
bermunculan. Pemikiran penutur bahasa
Indonesia ini lahir dipicu oleh peristiwa
perjuangan bangsa Indonesia melawan
penjajah. Sampai saat ini, sturuktur sintaksis
yang berupa representasi tekstual linguistik
bahasa Indonesia tersebut kerap dipakai
guna mengobarkan semangat juang bangsa
Indonesia. Dengan demikian, faktor kognitif
yang diidentifikasi sebagai unsur budaya
berupa pola perilaku dan tindakan sosial
memberikan pengayaan pada representasi
semantis yang berujung pada pemilihan
representasi tekstual linguistik.
Karena studi linguistik dipercayai
sebagai studi yang sangat tua setelah
filsafat, begitu banyaknya studi telah
dilakukan oleh peneliti terdahulu. Penelitian
ini dapat dikatakan sebagai pengembangan
dari penelitian Guo (2012) yang menyoroti
pengaruh budaya terhadap suatu hasil
terjemahan bahasa Inggris dalam bahasa
Cina. Selanjutnya, pada penelitian ini
rekonstruksi pemikiran Guo diwujudkan
dalam
upaya
pengidentifikasian
dan
pemaparan proses kognitif yang terlibat dalam
pencarian padanan terjemahan sehingga
proses semantik kognitif dapat dipaparkan
lebih terperinci; bagaimana proses semantik
kognitif ini dipengaruhi faktor budaya
sebagai salah satu faktor penentu. Hal ini
ditujukan guna memberikan mekanisme
pemerolehan padanan terjemahan terbaik

dan berterima. Dengan menyoroti luaran


yang ditargetkan, permasalahan penelitian
ini dapat dirumuskan: (1) representasi
tekstual linguistik apa saja yang diidentifikasi
memiliki representasi semantis sarat
akan keterlibatan unsur budaya bahasa
Inggris sebagai bahasa sumber dan unsur
budaya bahasa Indonesia sebagai bahasa
sasaran?; (2) padanan terjemahan apa saja
yang diberikan guna menyiasati perbedaan
unsur budaya, sebagai manifestasi dari
proses kognitif semantic?; dan (3) strategi
pengungkapan representasi semantis apa
saja yang diterapkan guna memperoleh
padanan terjemahan terbaik dan berterima,
berkaitan dengan unsur budaya bahasa
yang terlibat.
1. Terjemahan Budaya
Padanan Terjemahan

dan

Strategi

Budaya dan bahasa bersifat eksklusif


pada suatu komunitas masyarakat tertentu.
Bourdieu (1990: 52) menyoroti keberadaan
bahasa sebagai habitus linguistik yang
sistemnya ditentukan melalui proses sosial
politik di suatu komunitas masyarakat.
Melalui argumentasinya ini, bahasa tidak
hanya diimplikasikan sebagai sistem tata
bahasa tetapi juga perwujudan kekuasaan
simbolik fungsi komunikasi dari komunitas
sosial tertentu. Dengan kalimat lain, bahasa
merefleksikan cara penuturnya memandang
realitas dunianya dan cara mereka
menentukan standar perilaku berkehidupan
bermasyarakat,
sebagaimana
yang
disepakati Durdureanu (2011: 52) mengenai
definisi budaya. Karena setiap komunitas
memiliki caranya sendiri dalam berperilaku
dan dalam mengungkapkan gagasan
melalui ekspresi bahasanya, sebagaimana
yang diargumentasikan Newmark (1988:
94), setiap komunitas memiliki budayanya
sendiri. Akibatnya, budaya dan bahasa yang
dimilikinya pun bersifat spesifik dan khas
bagi setiap komunitas.

641

Berkaitan
dengan
proses
penerjemahan, Nida dan Taber (1982)
berpendapat bahwa pesan dan style bahasa
sumber dapat tersampaikan dengan baik
apabila representasi semantis bahasa
sumber dipahami. Bersepakat dengan
gagasan tersebut, Durdureanu (2011: 53)
berargumentasi bahwa representasi semantis
merupakan aspek pertama yang harus
dipertimbangkan ketika menerjemahkan.
Karena representasi semantis mencakup
unsur linguistik dan unsur budaya, aktivitas
penerjemahan menghasilkan inovasi dan
pandangan baru dalam sudut pandang
kekhasan setiap bahasa, sebagaimana
yang diimplikasikan dari pendapat Torop
(2002: 593). Bahkan, Venuti (1991: 68)
berargumentasi
bahwa
penerjemahan
berkontribusi dalam pembentukan identitas
budaya sasaran.
Mengkaji begitu besarnya kekuatan
representasi budaya, pencarian atau
pemerolehan padanan terjemahan sebagai
representasi tekstual teks bahasa sasaran
tidaklah mudah. Larson (1984: 153)
menyatakan bahwa dalam memilih padanan
terjemahan, ada tiga hal yang harus dicermati,
yakni: (a) ada konsep teks sumber yang
sudah dikenal dalam bahasa sasaran, tetapi
yang harus diterjemahkan dengan padanan
yang tidak harfiah; (b) ada konsep bahasa
sumber yang tidak dikenal dalam bahasa
sasaran; dan (c) ada unsur leksikal dalam
teks yang merupakan kata kunci, yaitu katakata penting untuk tema dan perkembangan
teks dan memerlukan perlakukan khusus.
Karena pilihan representasi tekstual
sebagai padanan terjemahan menentukan
pemahaman pembaca teks bahasa sasaran
dan karena pesan teks yang diharapkan
adalah pesan teks bahasa sumber yang paling
akurat, strategi terjemahan diterapkan dalam
prosesnya. Berfokus pada fungsi komunikasi
bahasa, House (1977) mengidentifikasi
mekanisme pencarian padanan terjemahan

642

melalui
pendekatan
semantik
dan
pragmatik; padanan semantis (semantic
equivalence) dan padanan pragmatis
(pragmatic equivalence). Padanan semantis
dihipotesiskan sebagai apa yang dikatakan,
what is said. Padanan ini menitikberatkan
pada tekstur teks guna memenuhi
pemahaman
pembaca
teks
bahasa
sasaran, tujuan penerjemahan, dan jenis
teks. Berbeda dengan padanan semantis,
padanan pragmatis mengakomodasi unsur
konteks yang dibagi antara penerjemah dan
pembaca teks bahasa sasaran. Pengetahuan
yang dibagi tersebut berkontribusi dalam
membangun praanggapan dan berimplikasi
pada pemahaman. Konsekuensi logis dari
argumentasi tersebut, padanan pragmatis
mempertimbangkan
implikatur
pilihan
representasi tekstual dan strategi linguistik
selama proses penerjemahan (Baker, 1992;
Leonardi, 2000).
Setelah proses kognitif pemahaman
representasi semantis teks bahasa sumber
selesai, strategi pengungkapan representasi
semantis melalui pilihan representasi tekstual
bahasa sasaran menjadi isu penting dalam
tahapan penerjemahan. Sebagaimana yang
dipaparkan Larson (1984: 154), meskipun
konsep dari representasi semantis pada
teks ditemukan dalam bahasa sasaran, cara
pengungkapan konsep mungkin berbeda.
Dengan kalimat lain, ada sejumlah komponen
makna yang dimiliki bahasa-bahasa, tetapi
tidak akan ada keselarasan mutlak.
Dengan adanya perbedaan cara
bahasa
mengungkapkan
gagasannya,
seorang penerjemah harus dapat memilih
padanan yang paling komunikatif bagi
pembaca teks bahasa sasaran. Berkenaan
dengan strategi pengungkapan representasi
teks bahasa sumber, Larson (1984: 154)
menawarkan
strategi
pengungkapan
representasi semantis teks bahasa sumber,
salah satunya adalah kata generik-spesifik.
Padanan yang berupa kata generik-

spesifik terjadi dalam tiga kondisi (Larson,


1984: 157-159). Pertama, teks bahasa
sumber menggunakan kata generik, tetapi
teks bahasa sasaran mempunyai kata
yang lebih spesifik dalam dimensi semantis
yang dimilikinya. Kedua, bahasa sumber
menggunakan kata spesifik, tetapi bahasa
sasaran hanya mempunyai kata generik
dalam dimensi semantisnya. Terakhir,
kata yang digunakan dalam penerjemahan
dimaksudkan sebagai makna generik, tetapi
ditafsirkan penutur bahasa sasaran sebagai
makna spesifik.
Berkaitan
dengan
penggunaan
kata generik-spesifik, Larson (1984: 159)
mengingatkan bahwa seorang penerjemah
harus memberikan konteks yang cukup
untuk menunjukkan pemakaiannya yang

benar guna mencegah ambiguitas. Dengan


demikian, dapat diimplikasikan bahwa strategi
generik-spesifik, pada implementasinya
kerap digabungkan dengan strategi frasa
deskriptif.
2. Strategi Padanan Semantis-Pragmatis
dan Generik-Spesifik
Berdasarkan data, dihasilkan dua
klasifikasi, yakni: (a) padanan semantis,
yang terbagi menjadi dua subklasifikasi, yaitu
spesifik-generik dan generik-spesifik; dan
(b) padanan pragmatis, yang juga terbagi
menjadi dua subklasifikasi, yaitu generikspesifik dan spesifik-generik. Berikut adalah
beberapa data yang merepresentasikan
temuan tersebut:

Representasi
Semantis
Data
Even in the white rage his Dalam
geram,
meski Attack = serangan
1
fathers attack had provoked
terpancing oleh kemarahan
ayahnya,
Bahasa Sumber

Representasi tekstual linguistik yang


diidentifikasi pada bahasa sumber (Inggris)
dalam data ini adalah leksikal attack yang
menempati kategori Nomina. Dalam bahasa
Inggris, Nomina attack secara literal dan
sederhana memiliki representasi semantis
serangantanpa mengindikasikan bentuk
serangannyayang merupakan gagasan
yang dikenal dalam bahasa sumber. Lebih
jauh, kata ini dipahami sebagai the act of
attacking with physical force or unfriendly
words (tindakan menyerang dengan kekuatan
fisik atau kata-kata kasar). Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa bentuk serangan
dalam bahasa Inggris diindikasikan dalam
dua bentuk, yaitu serangan fisik dan serangan
verbal. Di sisi lain, dalam budaya bahasa
sasaran (Indonesia), kata attack dipadankan
dengan representasi tekstual linguistik
kemarahan yang secara tidak langsung
telah mengalami proses adaptasi melalui

Bahasa Sasaran

unsur budaya bahasa Indonesia. Dalam hal


ini, unsur budaya yang diadaptasi adalah
sudut pandang yang berbeda sebagaimana
diindikasikan oleh padanannya.
Dalam bahasa Indonesia, kata
attack dipadankan dengan kemarahan
yang merupakan gagasan yang tidak
dikenal dalam bahasa sumber karena
memiliki padanan langsung angeryang
mengindikasikan bahwa dalam representasi
kemarahan terdapat bentuk emosi marah.
Meski begitu, dalam bahasa Inggris, tidak
diindikasikan bentuk emosinya seperti apa,
hanya bentuk serangannya saja. Hal ini
memperlihatkan bahwa penutur bahasa
Indonesia memahami attack sebagai salah
satu bentuk emosi marah, artinya bahwa
serangan yang dilakukan merupakan salah
satu bentuk emosi. Secara tidak langsung,
penutur bahasa Indonesia cenderung
memperlihatkan
emosinya
(marah)

643

ketika melakukan serangan. Di sisi lain,


penutur bahasa Inggris diindikasikan lebih
memperlihatkan bentuk serangannya saja,
tanpa memperlihatkan emosinya.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat
diindikasikan bahwa representasi semantis
attack-dalam bahasa Inggrisyang secara
literal berarti seranganmerupakan konsep
general yang dipadankan menjadi suatu

bentuk emosi marahgagasan yang dikenal


dalam bahasa sumbersecara spesifik
dalam bahasa Indonesia. Secara singkat,
dapat dikatakan bahwa strategi terjemahan
yang digunakan dalam data ini adalah
pemadanan representasi tekstual linguistik
generik menjadi representasi tekstual
linguistik spesifik guna mengadaptasi sudut
pandang penutur bahasa sasaran.

Representasi
Semantis
The demand of skill is growing Permintaan
akan Demand = Tuntutan
Data
even if (there are increased keterampilan terus tumbuh
2
member of educated labors). meskipun peningkatan stok
tenaga kerja terdidik telah
terjadi.
Demand menjadi representasi tekstual
permintaan,
spesifikasi
representasi
linguistik yang diidentifikasi pada bahasa
semantis tuntutan tidak diakomodasi. Artinya
sumber (Inggris) dalam data ini. Leksikal
bahwa representasi semantis dari tuntutan
demand pada data ini menempati kategori
yang diwakili oleh gagasan permintaan yang
Nomina. Dalam bahasa Inggris, Nomina
mendesak menjadi gagasan yang tidak
demand secara literal memiliki representasi
dikenal dalam bahasa Indonesia sehingga
semantis
tuntutanyang
merupakan
dipadankan langsung dengan permintaan
gagasan yang dikenal dalam bahasa sumber.
yang merupakan konsep general dari
Di sisi lain, dalam budaya bahasa sasaran
representasi tekstual linguistik demand.
(Indonesia), kata demand dipadankan
Berdasarkan pemaparan di atas,
dengan representasi tekstual linguistik
dapat diindikasikan bahwa representasi
permintaan yang secara tidak langsung
semantis demand-dalam bahasa Inggris
telah mengalami proses adaptasi melalui
yang secara literal memiliki arti tuntutan
unsur budaya bahasa Indonesia. Dalam hal
merupakan konsep spesifik bahasa sumber
ini, unsur budaya yang diadaptasi adalah
yang dipadankan menjadi permintaanyang
sudut pandang yang berbeda sebagaimana
merupakan konsep generik bahasa sasaran.
diindikasikan oleh padanannya.
Secara singkat, dapat dikatakan bahwa strategi
Bahasa Sumber

Bahasa Sasaran

Dalam bahasa Indonesia, kata


demand dipadankan dengan permintaan
yang merupakan gagasan yang tidak
dikenal dalam bahasa sumber karena
memiliki padanan langsung request. Hal ini
mengindikasikan bahwa dalam representasi
Bahasa Sumber
The interdict would,
Data however, banish him from
3
all family land.

644

terjemahan yang digunakan dalam data ini


adalah pemadanan representasi tekstual
linguistik spesifik menjadi representasi
tekstual linguistik generik guna mengadaptasi
sudut pandang penutur bahasa sasaran.

Bahasa Sasaran
Representasi Semantis
Wasiatnya, meski begitu, Banish
=
terbuang
membuat dia terbuang dari mencoretnya
sebagai
semua tanah keluarga
penerima waris.

Pada data ini representasi tekstual


linguistik yang diidentifikasi adalah banish
yang berkategori kata kerja. Representasi
ini diindikasikan memiliki representasi
semantis dengan nuansa yang kuat, yaitu
menghilangkan. Dalam bahasa sumber,
representasi tekstual ini digunakan untuk
memberikan ketegasan akan suatu sikap
yang telah diambil sehingga tindakan tersebut
mengarah pada gagasan menghilangkan
suatu entitas dari komunitas/kewenangan
tertentu. Gagasan ini merupakan gagasan
yang tidak dikenal dalam bahasa sasaran
karena memiliki representasi semantis
yang
berpadanan
langsung
dengan
menghilangkan yang merupakan konsep
generik. Dengan demikian, konsep ini
dianggap tidak sepadan dengan representasi
semantis yang dimaksud oleh banish karena
digunakan dalam konteks ini wasiat keluarga.
Gagasan inilah yang secara jelas menjadi
gagasan yang tidak dikenal dalam bahasa
sasaran.
Secara penggunaan, dalam bahasa
sasaran, untuk konteks wasiat keluarga,

representasi semantis yang lebih tepat


digunakan untuk representasi tekstual
linguistik banish adalah mencoret (-nya
dari semua tanah keluarga, warisan). Hal
ini dianggap lebih memadai karena nuansa
semantis dari banish bisa diakomodasi oleh
gagasan hilangnya dia dari penerima waris
yang merupakan gagasan yang dikenal
dalam bahasa sasaran.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat
dilihat bahwa dalam proses pemadanan
representasi tekstual linguistik ini, penerjemah
mengadaptasi representasi semantis secara
literal terhadap konsep generik banish
dalam bahasa sumber. Setelah dianalisis,
pemadanan tersebut diubah menjadi konsep
spesifik bahasa sasaran, yang merupakan
gagasan yang dikenal dalam konteks sosial
bahasa sasaran. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa strategi yang digunakan
dalam penerjemahan ini adalah strategi
pemadanan pragmatis konsep generik
bahasa sumber ke dalam konsep spesifik
bahasa sasaran.

Representasi
Semantis
Data
Almost every entrepreneur Hampir seluruh pengusaha Entrepreneur
=
4
consider that the need of skill menganggap bahwa kebutuhan Wirausahawan
is increasing
keterampilan akan meningkat
Bahasa Sumber

Pada data ini representasi tekstual


linguistik
yang
diidentifikasi
adalah
entrepreneur yang berkategori Nomina.
Representasi ini memiliki representasi
semantis
orang
yang
menjalankan,
mengatur, dan memprediksi risiko akan
suatu bidang usaha. Dalam bahasa
sumber, konsep ini merupakan gagasan
yang dikenal, namun merupakan gagasan
yang tidak dikenal dalam bahasa sasaran
sehingga pemadanan representasi tekstual
linguistik ini menjadi pengusaha. Dalam
bahasa sasaran, pengusaha diindikasikan

Bahasa Sasaran

sebagai orang yang telah berhasil merintis


usaha sehingga dianggap memiliki asistenasisten untuk menjalankan usahanya. Dalam
sudut pandang penutur bahasa sasaran,
pengusaha diasumsikan sebagai seorang
bos, bukan sebagai orang yang berusaha
secara mandiri sebagaimana diindikasikan
dalam konsep bahasa sumber. Bahasa
sumber tidak mengindikasikan entrepreneur
sebagai bos, dan konsep ini merupakan
gagasan yang tidak dikenal dalam bahasa
sasaran. Sebaliknya, konsep bos dalam
bahasa sasaran merupakan gagasan yang

645

tidak dikenal dalam bahasa sumber karena


memiliki padanan langsung dengan boss/
director.
Secara penggunaan, dalam bahasa
sasaran, untuk konteks bidang sosial
ekonomi ini, representasi semantis yang
lebih tepat digunakan untuk representasi
tekstual linguistik entrepreneur adalah
wirausaha. Hal ini dianggap lebih memadai
karena nuansa semantis dari entrepreneur
bisa diakomodasi oleh konsep orang yang
berusaha secara mandiri yang merupakan
gagasan yang dikenal dalam bahasa
sasaran.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat
dilihat bahwa dalam proses pemadanan
representasi tekstual linguistik ini, penerjemah
mengadaptasi representasi semantis secara
literal terhadap konsep spesifik entrepreneur
dalam bahasa sumber. Setelah dianalisis,
pemadanan tersebut diubah menjadi konsep
generik bahasa sasaran pengusaha
padanan yang kurang sesuai, yang
merupakan gagasan yang dikenal dalam

konteks sosial bahasa sasaran. Dengan


demikian, dapat dikatakan bahwa strategi
yang digunakan dalam penerjemahan ini
adalah strategi pemadanan pragmatis
konsep spesifik bahasa sumber ke dalam
konsep generik bahasa sasaran.
PENUTUP
Menyoroti pengaruh unsur budaya
terhadap
suatu
hasil
terjemahan,
pemahaman representasi semantis bahasa
sumber pada proses kognitif menghendaki
diterapkannya strategi terjemahan dalam
pemerolehan padanan terjemahan terbaik
dan berterima. Strategi terjemahan yang
diargumentasikan pada penelitian ini adalah
padanan terjemahan semantis dan padanan
terjemahan pragmatis. Untuk mengatasi
batasan semantis yang dimiliki bahasa,
strategi generik-spesifik dan spesifikgenerik diterapkan untuk mengungkapkan
representasi semantis teks bahasa sumber
ke dalam representasi tekstual teks bahasa
sasaran.

DAFTAR PUSTAKA
Baker, Mona. 1992. In Other Words: A Coursebook on Translation. London: Routledge.
Bourdieu, P.. 1990. The Logic of Practice (R. Nice, Trans.). Stanford: Stanford University Press
(Original work Le sens pratique, published 1980 Paris: Minuit).
Durdureanu, Ioana Irina. 2011. Translation of Cultural Terms: Possible or Impossible?.
Journal of Linguistic and Intercultural Education,1(4): 5163.
House, Juliane. 1977. A Model for Translation Quality Assessment. Tubingen: Gunter Narr.
Larson, Mildred L.. 1984. Meaning-based Translation: A Guide to Cross-language Equivalence.
USA: University Press of America.
Leonardi, Vanessa. 2000. Equivalence in Translation: Between Myth and Reality. Translation
Journal, 4(4).
Newmark, Peter. 1988. Textbook of Translation. Oxford: Pergamon Press.
Nida, Eugene A., dan C.R. Taber. 1982. The Theory and Practice of Translation. Leiden: E.J.
Brill
Torop. Peeter. 2002. Translation as Translating as Culture. Sign Systems Studies, 30(2).

646

Toury, Gideon. 2012. Descriptive Translation Studies and Beyond. Edisi Revisi. Amsterdam:
John Benjamin Publishing Company.
Venuti, L.. 1991. Translation as a Social Process, or The Violence of Translation. Paper
presentend at Conference, Humanistic Dilemmas: Translation in the Humanities and
Social Sciences, 2628 September 1991, at SUNY Binghamton, NY.

647

PENINGKATAN KEMAMPUAN BELAJAR SISWA


TENTANG KALIMAT BERSTRUKTUR PELAJARAN BAHASA ARAB
MELALUI METODE KOOPERATIF TIPE JIGSAW
Murtanah

Guru Bahasa Arab MTsN Delima Kabupaten Pidie

ABSTRACT

This study aims to improve understanding of student learning about sentence structure. The
study lasted for three months, ie from February to April 2015. The method used is classroom
action research, which consists of two cycles. The subjects were students of class VIII/4 MTsN
Delima number of 32 students. Data analysis technique using a comparative descriptive analysis
by comparing the initial conditions with the results achieved in each cycle and qualitative
descriptive analysis comparing the results of observations with observations and reflections
on the first cycle and the cycle 2. Through the approach of cooperative learning methods
Jigsaw basic competence explain about the sentence structure intentionally distributed the
teacher to be read by a number of students. At the final stage of the second cycle is known to
have an increase in the average grade 25.66%, from an average of initial conditions test 60
to 75. While the mastery learning students at the end of the second cycle has reached 92%,
with an increasing percentage of the first cycle of 28 , 41% when compared to pre cycle which
only reached 27%. The results of observations conducted by researchers through non test
technique also shows students reading activity further increased when compared between
cycle I and cycle II with pre cycle. Thus, most of the students of class VIII/4 MTsN Delima
has been increased understanding of the learning material about sentence structure Arabic
lessons.
Keywords: cooperative, jigsaw, sentence structure

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman belajar siswa tentang kalimat
berstruktur. Penelitian berlangsung selama tiga bulan, yaitu FebruariApril 2015. Metode
yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK), yang terdiri atas dua siklus. Subjek
penelitian adalah siswa kelas VIII/4 MTsN Delima sejumlah 32 siswa. Adapun teknik analisis
data menggunakan analisis deskriptif komparatif dengan cara membandingkan kondisi awal
dengan hasil yang telah dicapai pada setiap siklus dan analisis deskriptif kualitatif hasil
observasi dengan membandingkan hasil observasi dan refleksi pada siklus I dan siklus 2.
Melalui pendekatan metode pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada kompetensi dasar
menjelaskan tentang kalimat berstruktur secara sengaja dibagikan guru untuk dibaca oleh
sejumlah siswa. Pada tahap akhir siklus II diketahui telah terjadi peningkatan rata-rata kelas
25,66%, yaitu dari rata-rata tes kondisi awal 60 menjadi 75. Sedangkan ketuntasan belajar siswa
pada akhir siklus II telah mencapai 92% dengan persentase peningkatan dari siklus I sebesar
28,41% jika dibandingkan dengan prasiklus yang hanya mencapai 27%. Hasil pengamatan
yang dilakukan peneliti melalui teknik nontes juga menunjukkan aktivitas membaca siswa lebih
meningkat jika dibandingkan anatara siklus I dan siklus II dengan prasiklus. Dengan demikian,
sebagian besar siswa kelas VIII/4 MTsN Delima telah mengalami peningkatan pemahaman
belajar materi tentang kalimat berstruktur pelajaran Bahasa Arab.
Kata kunci: kooperatif, jigsaw, kalimat berstruktur

PENDAHULUAN
MTsN Delima, Kabupaten Pidie
merupakan suatu lembaga pendidikan
agama yang bernaung di bawah Kementerian
Agama, yang mengajarkan mata pelajaran

648

umum dan mata pelajaran khusus tentang


agama. Untuk mata pelajaran agama, salah
satunya adalah Bahasa Arab. Dari sinilah,
guru dituntut untuk tepat dalam memilih
metode mengajar agar pemahaman belajar

siswa tercapai. Pada tahun pelajaran


2014/2015 bahan ajar untuk Bahasa Arab
disusun oleh guru sehingga guru harus
benar-benar memperhatikan permasalahan
yang dihadapi siswa saat pembelajaran
atau oleh siswa sendiri. Hasil pengajaran
awal di sekolah, ditemukan masalah dalam
proses pembelajaran, yaitu suasana belajar
yang menjenuhkan dikarenakan siswa tidak
aktif saat berlangsung pelajaran Bahasa
Arab di MTsN Delima, Kabupaten Pidie. Hal
ini disebabkan oleh materi pelajaran yang
disampaikan guru menggunakan metode
ceramah sangat menoton.
Sementara itu, ditemukan juga
masalah dalam aspek membaca dan
mengomunikasikan bahasa Arab masih
sangat kurang, hal ini dikarenakan perbedaan
individual, baik mengenai kualitas maupun
latar belakang pendidikannya. Dari dua
permasalahan yang telah dikemukakan di
atas, maka peneliti melakukan penelitian
dengan judul Peningkatan Kemampuan
Belajar Siswa tentang Kalimat Berstruktur
Pelajaran Bahasa Arab melalui Metode
Kooperatif Tipe Jigsaw.
Berdasarkan latar belakang masalah
yang dipaparkan di atas, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian tindakan
ini adalah sebagai berikut: apakah metode
kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan
kemampuan belajar siswa tentang kalimat
berstruktur pelajaran Bahasa Arab di MTsN
Delima, Kabupaten Pidie? Tujuan penelitian
ini adalah untuk meningkatkan pemahaman
belajar siswa materi tentang kalimat
berstruktur pelajaran Bahasa Arab di MTsN
Delima, Kabupaten Pidie.
1. Hakikat Pembelajaran Bahasa Arab
Pembelajaran
Bahasa
Arab
merupakan salah satu bagian dari mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam. Sama
halnya dengan segi-segi pendidikan lain,
pendidikan agama juga menyangkut aspek

kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ini berarti


bahwa pendidikan agama bukan sekadar
memberi dampak pengetahuan tentang
keagamaan, melainkan yang lebih utama
adalah membiasakan diri untuk taat terhadap
ajaran agamanya (Purwanto, 2003: 158).
Beberapa hari yang ditentukan itu ialah
bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al quran sebagai
petunjuk bagi segenap umat manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk
itu dan pembeda antara yang hak dan yang
batil, kesemuanya dalam bahasa Arab.
Dalam bingkai Negera Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), mayoritas masyarakatnya
adalah memeluk agama islam sudah
selayaknya mempelajari Al quranulakrim,
bahasa Arab dan hadist merupakan suatu
kewajiban bagi setiap umat muslimin.
2. Peningkatan
Siswa

Kemampuan

Belajar

Metode belajar yang diterapkan


merupakan suatu bentuk usaha yang
dilakukan dengan sadar, penuh hati-hati,
dan sungguh-sungguh oleh setiap manusia
dalam rangka mencapai suatu tujuan yang
ingin diraihnya. Belajar adalah sebuah proses
yang ditandai dengan perubahan pada diri
siswa dan perubahan itu merupakan hasil
belajar yang melibatkan segi jasmani, rohani
yang menghasilkan perubahan-perubahan
dalam hal pengetahuan, pemahaman, sikap,
mentalitas, dan tingkah laku. Belajar itu
sebagai suatu proses perubahan tingkah
laku atau memaknai sesuatu yang diperoleh.
Akan tetapi, apabila kita bicara tentang
hasil belajar, maka hal itu merupakan hasil
yang telah dicapai oleh si pebelajar. Belajar
merupakan sebuah proses perubahan
perilaku yang dilakukan secara sadar, baik itu
perilaku positif maupun perilaku negatif yang
dipengaruhi oleh nilai-nilai yang ditanamkan.
Proses perubahan perilaku merupakan
permulaan dari tidak ada menjadi ada atau

649

tidak bisa menjadi bisa melakukan sesuatu.


Proses tersebut memerlukan waktu yang
biasanya tidak bisa dilakukan secara instan
dan proses juga memerlukan suatu jenis
penggunaan metode yang jelas.
3. Penguasaan Materi Bahasa Arab
a. Pelajaran Bahasa Arab
Bentuk
penguasaan
pembelajaran
Bahasa Arab yang diterapkan selama
ini merupakan dua sumber komunikasi
antarumat muslim maupun nonmuslim.
Keduanya mengajarkan prinsip-prinsip
dan tata aturan kehidupan yang harus
dijalankan oleh umatnya, tidak hanya
terkait tata hubungan manusia dengan
Rabb-nya (Hablun minallah), tetapi juga
tata aturan dalam kehidupan dengan
sesama manusia (Hablun minannas). Al
quran merupakan wahyu, kalam, atau
firman Allah yang mengandung ajaran
untuk dijadikan pedoman dan tuntunan
dalam tata nilai kehidupan umat manusia
dan seluruh alam karena pada dasarnya
Al quran diturunkan sebagai rahmat
bagi alam semesta. Ajarannya berlaku
sepanjang masa, sejak diturunkan
hingga hari kiamat. Kebenaran yang
terkandung di dalamnya tidak dapat
diragukan lagi karena Allah sendiri
yang akan menjaganya. Allah berfirman
di dalam Al quran surat al-Hijr ayat 9:
Artinya: Sesungguhnya Kamilah yang
menurunkan adz-Dzikr (Al quran) dan
sesungguhnya
Kami
benar-benar
memeliharanya.. Ayat ini memberikan
jaminan tentang kesucian dan kemurnian
Al quran selama-lamanya. Walaupun
demikian umat Islam harus tetap
berkewajiban untuk menjaga kemurnian
Al quran. Diantara upaya untuk menjaga
kemurnian Al quran adalah dengan
cara membaca dan menghafalnya.
Sebagaimana yang pernah ditempuh
oleh para sahabat Nabi. Urusan yang
mulia tersebut dilakukan oleh pesantren

650

dan juga lembaga pendidikan Islam,


baik yang formal ataupun nonformal.
Ini semakin penting, apalagi di masa
sekarang, di mana kondisi masyarakat
yang semakin jarang mengamalkan
nilai-nilai Al quran.
4. Pendekatan Metode Kooperatif Tipe
Jigsaw
Model
pendekatan
pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw merupakan suatu jenis
pendekatan pembelajaran yang menekankan
pada konsep pembelajaran kerja sama, di
mana para siswa diartikan sebagai makhluk
sosial yang membutuhkan sebuah kelompok
dalam belajar atau ditempatkan dalam suatu
komunitas kecil yang berada di dalam kelas.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di MTsN
Delima,
Kabupaten
Pidie.
Penelitian
dilaksanakan selama 3 bulan, mulai
FebruariApril 2015. Subjek penelitian ini
adalah siswa kelas III/4 berjumlah 32 siswa.
Adapun sumber data yang digunakan dalam
penelitian tindakan ini adalah siswa, sebagai
subjek penelitian. Data yang dikumpulkan
dari siswa meliputi data hasil observasi, tes
tertulis, dan guru kolaborator. Tes tertulis
dilaksanakan pada setiap akhir pelaksanaan
siklus, yang terdiri atas materi tentang
kalimat berstruktur pelajaran Bahasa Arab,
MTsN Delima, Kabupaten Pidie, Tahun
Ajaran 2014/2015. Selain siswa sebagai
sumber data, penulis juga menggunakan
teman sejawat yakni sesama guru kelas
yang dijadikan sebagai sumber data.
Dalam penelitian ini, pengumpulan
data menggunakan teknik tes dan nontes.
Alat pengumpulan data dalam penelitian
tindakan ini, meliputi:
1. tes tertulis, terdiri atas 5 butir soal,
2. nontes, meliputi: lembar observasi dan
dokumen.

Validasi data meliputi validasi hasil


belajar dan proses pembelajaran. Validasi
hasil belajar dikenakan pada instrumen
penelitian yang berupa tes. Validasi ini,
meliputi: validasi teoretis dan validasi empiris.
Validasi teoretis artinya mengadakan analisis
instrumen yang terdiri atas face validity
(tampilan tes) dan content validity (validitas
isi). Validitas empiris artinya analisis terhadap
butir-butir tes, yang dimulai dari pembuatan
kisi-kisi soal, penulisan butir-butir soal, kunci
jawaban, dan kriteria pemberian skor.
Validasi proses pembelajaran dilakukan
melalui triangulasi metode. Triangulasi
metode dilakukan dengan penggunaan
metode
dokumentasi
selain
metode
observasi. Metode dokumentasi digunakan
untuk memperoleh data pendukung yang
diperlukan dalam pelaksanaan proses
pembelajaran metode kooperatif tipe Jigsaw.
Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik analisis dekskriptif,
yang meliputi:
1. analisis deskriptif komparatif hasil belajar
dengan cara membandingkan hasil
belajar pada siklus I dengan siklus II dan
membandingkan hasil belajar dengan
indikator pada siklus I dan siklus II,
Adapun
analisis
hasil
dengan
menggunakan
persentase
perumusan
berikut ini:
Keterangan:
P = Persentase yang dicari (%)
F = Frekuensi jawaban siswa
n = Jumlah siswa

Kriteria penilaian hasil belajar siswa


dalam proses pembelajaran adalah 65.
Tabel 1 Kriteria Ketuntasan Hasil Belajar
Siswa
No

Nilai

1.
2.
3.
4.
5.

85100
7584
6574
5564
<54

Kategori
Penilaian
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat
kurang

Keterangan
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tidak tuntas
Tidak tuntas

2. analisis deskriptif kualitatif dalam


penelitian tindakan ini adalah dari hasil
observasi dengan cara membandingkan
hasil observasi dan refleksi pada siklus I
dan siklus II.
Indikator keberhasilan penelitian ini
adalah terjadinya peningkatan nilai rata-rata
hanya sebesar 5%. Penelitian ini merupakan
jenis penelitian tindakan kelas, yang ditandai
dengan adanya siklus. Adapun penelitian ini
terdiri atas 2 siklus. Setiap siklus terdiri atas
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan,
dan refleksi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Hasil Penelitian
Berikut rekap data hasil penelitian
keseluruhan, sebagaimana yang tersaji pada
tabel berikut:

651

Tabel 2 Hasil Penelitian Keseluruhan

No

Hasil
Lambang
Angka

Hasil
Evaluasi

Arti
Lambang

1.
2.
3.
4.
5.

85-100
75-84
65-74
55-64
<54

A
B
C
D
E

Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat
Kurang

Jumlah
2. Pembahasan
b. Siklus I
Proses pembelajaran pada siklus I
terlihat sangat berbeda dari prasiklus,
di mana sudah terjadi interaksi antara
siswa dan juga adanya komunikasi dan
penggalian materi secara bersamasama. Siswa terlihat lebih cair dalam
suasana belajarnya dan merasa tidak
kaku. Selain itu, siswa terlihat lebih aktif
dalam bertanya dan mencari jawaban
dari tugas yang diberikan oleh guru
bersama dengan teman-temannya.
Walaupun masih ada sebagian kecil
siswa yang kurang terlibat dalam proses
pembelajaran ini, tapi secara umum
sudah terlihat perbedaan yang sangat
jelas daripada suasana pembelajaran
pada prasiklus.
Hasil belajar siswa pada siklus I
juga sangat berbeda dari prasiklus, baik
dari perolehan nilai yang didapat dan
juga ketuntasan hasil belajar siswa,
serta peningkatan nilai rata-rata yang
diperoleh. Dari jumlah 32 siswa di kelas
VIII/4 MTsN Delima, Kabupaten Pidie, 31
siswa telah menuntaskan hasil belajarnya
dengan nilai rata-rata sebesar 70,4 dari
sebelumnya sebesar 6,23. Persentase
peningkatan nilai rata-rata dari prasiklus
dan siklus I adalah sebesar 13,0%.
Selain itu, pada siklus I sudah ada siswa

652

Pratindakan

Model
Siklus I

Model
Siklus II

14
14
4

3
14
15
-

4
12
15
1
-

32

32

32

yang mendapatkan nilai A (sangat baik)


sebanyak 3 siswa (15%).
c. Siklus II
Hasil/pemahaman belajar pada siklus
II lebih meningkat jika dibandingkan
dengan siklus I. Peningkatan tersebut
terlihat jelas pada perolehan nilai
dan juga nilai rata-rata, yaitu dari
sebelumnya 70,4 menjadi 7,4 di siklus
II. Sementara itu, jumlah siswa yang
tuntas pada siklus I sebesar 80% dan
pada siklus II sebesar 92% dengan
memperoleh persentase peningkatan
nilai rata-rata adalah sebesar 5,11%.
Secara keseluruhan, penggunaan model
pembelajaran dengan menggunakan
metode kooperatif tipe Jigsaw dapat
meningkatkan kemampuan memahami
materi tentang kalimat berstruktur di
kelas VIII/4 di MTsN Delima, Kabupaten
Pidie.
PENUTUP
Berdasarkan
hasil
penelitian
tindakan ini, maka dapat disimpulkan
bahwa penerapan pembelajaran dengan
menggunakan metode kooperatif tipe Jigsaw
dapat meningkatkan hasil belajar siswa,
terutama pada mata pelajaran Bahasa
Arab tentang kalimat berstruktur di kelas
VIII/4 MTsN Delima, Kabupaten Pidie,
tahun pelajaran 2014/2015. Peningkatan

hasil belajar siswa tersebut terlihat dalam


hal peningkatan nilai rata-rata, besarnya
ketuntasan siswa, dan suasana belajar siswa
yang berbeda dari suasana belajar sebelum
dilakukan tindakan. Secara keseluruhan,
rata-rata kelas mencapai kenaikan sebesar
18,7% dan ketuntasan belajar siswa pada
akhir siklus II mencapai 92% dibandingkan
prasiklus yang hanya mencapai 45%.
Adapun hasil nontes pengamatan
proses belajar menunjukkan adanya suatu
perubahan, siswa lebih aktif selama proses
pembelajaran berlangsung pada siklus I
dan siklus II dibandingkan dengan suasana
belajar sebelum dilakukannya tindakan kelas
yang cenderung pasif dan kaku.

Saran yang dapat peneliti ajukan,


antara lain: (1) dalam penerapan model
pembelajaran
menggunakan
metode
kooperatif tipe Jigsaw materi tentang kalimat
berstruktur di kelas VIII/4 MTsN Delima,
Kabupaten Pidie, tentunya siswa yang terpilih
harus mampu memahami dengan baik dan
benar agar hasil belajar tercapai, oleh karena
itu guru harus memilih dan menetapkan
secara resmi terhadap metode ini yang bisa
mengajari siswa lainnya, (2) disarankan
bagi para guru untuk menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini untuk
meningkatkan hasil belajar siswa, terutama
untuk membantu siswa yang belum mengerti
materi yang diajarkan oleh guru.

DAFTAR PUSTAKA
Anita. 2010. Penggunaan Metode Kooperatif.. Jakarta: Inna Publikatama.
Departemen of Education. 2001. Aplication of Cooperative Learning Methode. Dipublikasikan
oleh Yale Univeristy, dimuat dalam Jurnal Nasional Pendidikan, Jakarta.
Djamarah, Saiful Bahri. 1992. Proses Interaksi Belajar antara Guru dan Siswa. Jakarta: PT
Bina Aksara.
Djamarah, Saiful dan Aswin Zain. 1996. Banyak Manfaat Penggunaan Metode Cooperative
Learning. Surakarta: Nuansa Press.
Madjid, Abdul. 2010. Hakikat Pengertian Pembelajaran Quran Hadist. Jakarta: Erlangga.
Purwanto. 2003.Hakikat Pembelajaran Quran Hadist. Jakarta: Rineka Cipta.

653

OPTIMIZING CLUSTERING TECHNIQUE TO IMPROVE


STUDENTS THINKING SKILL FOR READING COMPREHENSION
(A Classroom Action Research at IKIP PGRI Pontianak in Academic Year
2015/2016)
Sulaiman, Muhammad Iqbal Ripo Putra

Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris IKIP-PGRI Pontianak


Jalan Ampera No. 88, Kotabaru Pontianak Kalimantan Barat 78116
Alamat korespondensi: sulaiman_0987@yahoo.com

ABSTRACT

This research reveals about whether and to what extent the optimizing of Clustering can improve
students thinking skill in reading comprehension;and the difficulties of the implementation of
Clustering to improve students thinking skill in reading comprehension. The research findings
show that Clustering can improve students thinking skill in reading comprehension such as: (1)
the mean score of the students thinking skill was increased from 80,7 to 96,6 and all of students
scores were above the passing grade; (2) the total of students right answer of each thinking
skill indicator was increased such as: part-whole relation from 192 to 228, conclusion from 131
to 192, similarities from 172 to 200 and differences from 181 to 203; (3) in the implementation
of Clustering, the students got some difficulties such as: the students were confused when
they cannot find supporting statements in all of their articles, they were confused to choose the
key words or shorten the sentences for the Clustering, and they were confused to put the key
words in Clustering, It was needed 2 meeting to do all the Clustering process that means the
Clustering technique is time consuming.
Keywords:clustering, thinking skill, reading comprehension, action research.

INTRODUCTION
Reading is one of the important skill
that should be acquired in language teaching
learning. Reading leads another subjects
or materials in language teaching learning
process. Without reading the material
first, students are not able to study about
another subjects material. It is difficult for
the students to understand and to process
the information related to subject material
that they learnt without read it first. As Hyde
(2006: 5) defines that reading is a thinking
process of understanding the meaning of
written language that need a connection
between the readers experiences and prior
knowledge.
From the elaboration above, it is
obvious that reading is important for students.
However, there are many students neglect
this activity. Usually they read when they are
assigned by their teachers, or they read only

654

the page they like and be passive. In short,


students tend to read only when then they
feel that the reading is interested for them.
To be successful students, reading has to
be a must. The effort of making students to
make reading as student habit is the thing
that is now being tried by the researcher of
this study to be implemented in IKIP PGRI
Pontianak.
There are reading 1 up to reading
3 in IKIP PGRI Pontianak. In reading 3
class of IKIP PGRI Pontianak, the students
are taught about the micro skill of reading
comprehension. This class is emphasizing
micro skills of reading comprehension. The
micros skill is about recognize a core of
words, and interpret word order patterns and
their significance. This micro skill is related
to thinking skill in which the students need
little outside knowledge and they should be
able to guess the rights answer of the context

inside the exercise (Mickulecky and Jeffries,


1986: 281). In guessing the right context
inside thinking skill exercise, the students
should be able to identify the core words,
interpret word order and their significance to
obtain the right answer. According to result
of interview with the lecturer of reading class
in IKIP PGRI Pontianak on August 21st 2015,
thinking skill exercises are provided for the
students to be done before they continue to
reading 3 material. An interview with reading
3 lecturer shows that before the students
study in reading 3 class, they have to do
thinking skill test in the 3rd semester or in
Reading 3 class. The goal of this test is to
identify the students thinking skill through a
text or English text, because in this reading 3
class, the students not only read 1 or 2 texts
but in many sheets or even in a form of book.
If the students thinking skills are weak, it can
be sure that the student cannot comprehend
the text well, that means the students need a
special treatment. This exercises provided as
the requirement in entering reading 3 class to
know the students thinking skill ability.
Thinking skills is about the readers
way to think about their reading material
(Mickulecky and Jeffries, 1986: 10). Thinking
skills test is a test done at the end of the third
semester of Reading 3 subject. It works as
a prerequisite for entering the next reading
class given in the third semester. It is
necessary for students to take this test before
joining the reading 3 class since the thinking
skills test shows how they understand simple
texts. It is assumed when students are not
able to understand a simple text they will
not be able to understand the more complex
texts in reading 3 class. There are four
indicators of thinking skills. Mickulecky and
Jeffries (1997: 163) state that in thinking
skill exercises, the students should be able
to identify the (1) synonyms, (2) opposites,
(3) part-whole relationship, and (4) drawn
conclusion based on evidence to solve the

problems in exercises. As a matter of fact,


many students have failed meeting the
four indicators in thinking skills in the form
of thinking skill test that held in the end of
Reading 3 class (Intensive Reading class) in
IKIP PGRI Pontianak. In making conclusion;
students were not able to choose the correct
answer of the question given but they should
find the key word of the question first. For
example, The key words are Biggest and tiny
that categorized as opposite of each other.
The problems of the students in doing
the thinking skill exercises are caused by the
students of IKIP PGRI Pontianak have less
motivation in reading. It is indicated through
the less hours students use for reading.
Students possibly feel bored and difficult
in reading comprehension process. This
problem is illustrated by a circle of frustration
with four points whichever those points start
in the circle (Nuttal, 1982: 167). Those four
points mean the unknowing, the bad and
slow of reading technique, the weakness of
the students who cannot enjoy the reading
activity and the habit of the students who do
not make reading activity as their habit.
In addition, most of reading teachers
are fluent readers for themselves. As fluent
readers, it does not mean that they can
explain the reading process or how they read
and struggle with reading to the students
(Farrell, 2012: 2). Most of English lecturers
in IKIP PGRI Pontianak also have this kind of
difficulty. They can read fluently but they find
it difficult to explain the way they read to the
student. This phenomenon leads the students
back to the cycle of frustration again. Then,
the lecturers make it worse by giving reading
materials with high level of difficulties without
any brainstorming and guiding.
From the interview done by the
researcher students mostly read various
articles without focus. As a result, their
reading quality is low since they read because
the reading is offered to them not that they

655

need to read it. Consequently when students


do not read a lot it affects their thinking skills.
Usually students find it difficult when they
have to inform what information they have got
from their reading. It happens because they
cannot conclude what they have read due to
the unfamiliar vocabulary and lack of ability
in reading between and beyond the line. The
students lack of reading finally results a bad
score in thinking skills test. To overcome this
problem, the researcher offers Clustering
reading techniques for her reading 3 class.
Before entering the reading 3 class the
researcher feels it necessary for the students
to read a lot of writings in English since the
aim of the reading 3 class is the students can
understand articles, journals, and books they
read that later the materials they read may
be a help in their thesis writing. According to
(Mickulecky and Jeffries, 1986: 10) When
the goal of the students is to be able to read
English well, then the students should think
in English. Richards (2001; 5) supports The
goal of foreign language study is to learn a
language in order to read its literature or in
order to benefits from the mental discipline
and intellectual development that results
from foreign language study. Based on this
statement, the researcher asks students to
read at least three articles in English with
the same topics but from different sources.
To ease their understanding toward what
they are reading, students can make use
of Clustering. Clustering is a diagram of
brainstorming based on central idea or image
which usually used to aid organization,
solving the problems, and making decision.
(Farrel, 2012: 3).
The statement about the characters
of Clustering make the researcher has
a strong belief that Clustering is able to
improve students thinking skill. Therefore,
the researcher is interested to conduct a
research entitled Optimizing Clustering to
Improve Students Thinking Skill for Reading

656

Comprehension. The implementation of


this technique will be conducted in 3C class
of Reading 3 class using Collaborative
Research. Activities in the class will not just
do the weekly documents but also following
with discussion and consultation about
difficulties faced by the students.
It is hoped that this research will make
the students to have a high motivation in
reading, to interact with reading materials
habitually, to be able to conclude the content
of reading material that have the same theme
and combine those idea of the materials
in a form of structured explanation. So this
technique will make the students interact
with reading material that they learnt in
other subject deeply, even with every single
English text that comes from other science
can be handled by them in the future.
Therefore, the objective of this study
are: (1) to identify whether Clustering
technique can improve students English
thinking skill in reading subject. (2) to
describe the difficulties of the implementation
of Clustering in reading class.
RESEARCH METHODOLOGY
In this research, the researcher used
action research. Action research is defined
as a research and any systematic inquiry that
is handled by teacher, researcher, principals,
school counselors, or other stakeholders
in teaching or learning environment to get
information about teaching and learning
process in the school and the school operation
(Mills ,2000: 6). The goal of this research is
to develop, improve and give a positive effect
for the students outcomes, teaching learning
process and school operation.
There are two kinds of action research
based on the result, those are critical and
practical action research (Mills, 2000: 25).
Critical action research is aimed to liberate
the knowledge gathering. Practical action
research is a research which is emphasising

in the process of the research. This


research is categorized as practical action
research which has goal to improve and get
informations about the students difficulties in
3A class.
In analyzing the quantitave data, in this
case, the writer used descriptive statistics
that consist of means, highest and lowest
score. This quantitative data was used to
compare the result of the students Thinking
Skill score in pre thinking skill test and post
thinking skill test. The formula can be seen
as follows:

x

x
N

y

y
N

in which:
x = means of pre thinking skill test scores
y = means of post thinking skill test scores
N = the number of students
In analyzing the qualitative data, I used
interactive model As Huberman and Miles
(in Berg, 2009: 53), data analysis can
be defined as consisting of three concurrent
flows of action: data reduction, data display,
and conclusion and verification.
a. Data Reduction
This step is needed when I classify the
data. In classifying the data, I needed
to reduce unused data of the analyzed
subject to find the valid data to be shown
in the data display. Data reduction is
used in interview result where I only
put the important conversation that can
support the data of this research.
b. Data Display
After doing the data reduction step,
the researcher did the data displaying
process that classify the similar useful
data into one category to be displayed
in order to give clear and structuring
description about the research. The field
notes, diary, the test data, interview data
and documentation data related to the
participants activity was displayed.

c. Conclusion Drawing or Verification


This research used three steps or
techniques of collecting data called data
triangulation to verify that the data gotten
are valid. As seen in the data collecting
techniques above, the researcher
used field notes, diary, documentation,
questionnaire and interview. The step
of conclusion drawing was done after
the data reduction and data display
process have done. In this final step, the
conclusion based on the data was made.
Based on the explanation above, it could
be said that to get the valid data in the
research, the researcher should did
three steps of analyzing the data, such
as: reducing the data, displaying the data
and also concluding the data.
RESULT AND DISCUSSION
The details of the findings are discussed
as follows.
1. Clustering Can Improve the Students
Thinking Skill.
The implementations of Clustering
to 3A class of IKIP PGRI Pontianak can
improve the students thinking skill, it can be
seen through:
a. The amount right answer of each
indicator was increased.
b. The mean score of the students
thinking skill was increased. The
improvement of students vocabulary
collection as seen in interview result.
c. The improvements of students
motivation in reading as shown in
attachment.
d. The implementation of Clustering
increased the students reading
experience. Clustering made the
students active to read and think
more about what they had read.
This situation can be seen from the
observation result and research
diary that the students are getting
active in asking question, discussing,

657

consulting and responding the


questions as shown in attachment.
2. The Research Showed the Difficulties
During the Teaching Thinking Skill
Using Clustering Process.
a. The students were confused
when they cannot find supporting
statements in all of their articles
b. They were confused to choose the
key words or shorten the sentences
for the Clustering.
c. They were confused to put the key
words in Clustering.
d. It was quite difficult to find articles
with the same topic but comes from
different resources that consist of the
same subtopics inside it as seen in
the interview result in attachment.
e. It was needed 2 meeting to do all
the Clustering process that means
the Clustering technique is time
consuming. . It spends too much
time to be applied. This problem
happened because there are many
steps in Clustering.
According to all of the findings, it can
be concluded that Clustering was successful
in improving students thinking skill. It works
in improving the students understanding of
each indicator of thinking skill such as; partwhole relation, conclusion, similarities and
differences.
CONCLUSION AND SUGGESTION
Researcher categorized the conclusion
of this action research into strong and weak
points. Those strong points of optimizing
Clustering to improve students thinking skill
are:
1. Clustering is successful in improving
students thinking skill. It can be seen
from the amount of right answer of each
indicator that was getting better from
cycle to cycle.

658

2. The improvement of students vocabulary


collection as seen in interview result.
3. The improvements of the students
motivation in reading as shown in
attachment.
4. The implementation of Clustering
increased
the
students
reading
experience. Clustering made the
students active to read and think more
about what they had read. This situation
can be seen from the observation result
and research diary that the students
are getting active in asking question,
discussing, consulting and responding
the questions as shown in attachment.
Meanwhile, the weak points of the
implementation of Clustering are:
1. The students were confused when they
cannot find supporting statements in all
of their articles
2. They were confused to choose the key
words or shorten the sentences for the
Clustering.
3. They were confused to put the key words
in Clustering.
4. It was quite difficult to find articles
with the same topic but comes from
different resources that consist of the
same subtopics inside it as seen in the
interview result in attachment.
5. It was needed 2 meetings to do all the
Clustering process that means the
Clustering technique is time consuming.
Besides the conclusion and the
implication, the researcher also proposes
some suggestion related to teaching reading.
The suggestions are:
1. For Teachers
As the teachers, we all know that
students need variations in learning.
It also happens in learning reading
comprehension.
Therefore,
it
is
important for the teachers to decide an
effective to be applied in their classes.

The implementation of Clustering in


this research is one of alternative that
can be used by the teachers to improve
the students thinking skill in reading
comprehension. The teachers can also
use this kind of Clustering in their classes.
The teachers may adopt and modify this
kind of Clustering to be applied in their
classes to teach other language skills.
2. For Students
Reading is a basis for other language
skills. That is why reading becomes very
important. Without reading, the students
will not able to understand anything.
Therefore, the students need to be able
to read and comprehend their reading
materials well. But sometimes, students
find difficulties in concluding and quoting
what they have read. Applying Clustering
can be the solution of their difficulties.
Clustering can be act as a bridge to

combine the articles that they have read.


3. For Institution IKIP PGRI Pontianak
Clustering is one of popular technique
that can be used in any kind of subject
materials. But doing it in multiple steps
is rare. It will be a good contribution for
the institution if the other lecturer if they
want to make another research about
Clustering, especially lecturer of IKIP
PGRI Pontianak.
4. For Readers
Talking about Clustering is always
interesting. Thus, there are many
researches about Clustering have been
conducted. But, it cannot stop us to
make another research about Clustering.
Therefore, by reading this research
report, it is hoped that the readers will get
more inspiration in modifying Clustering
to be more useful techniques.

REFERENCES
Farrell, Thomas S.C.. 2012. Reflecting on Teaching the Four Skills: 60 Strategies for
Professional Development. Available on: http://www.press.umich.edu/titleDetailDesc.
do?id=4745438. Accesed on March 2015.
Hyde, Arthur. 2006. Comprehending Math: Adapting Reading Strategies to Teach Mathematics,
K-6. Portsmouth, NH: Heinemann.
Mickulecky, Beatrice S. and Jeffries, Linda. 1986. Reading Power.USA: Addison-Wesley
Publishing Company.
______. 1997. Basic Reading Power.New York: Addison Wesley Longman.
Mills, G.E.. 2000. Action Research: A Guide for the Teacher Researcher. New Jersey: Prentice
Hall.
Nuttall, Christine. 1982. Teaching Reading Skills in a Foreign Language. London: Heinemann
Educational Book.
Richards, J.C. & T. Rodgers. 2001. Approaches and Methods in Language Teaching.
Cambridge: Cambridge University Press.

659

PENINGKATAN PEMAHAMAN BELAJAR IPA SISWA


TENTANG BERBAGAI SISTEM DALAM KEHIDUPAN MANUSIA
MATERI SISTEM EKSKRESI MANUSIA MELALUI METODE
KOOPERATIF TIPE JIGSAW
Mardhani

Guru Ilmu Pengetahuan Alam MTsN Delima Kabupaten Pidie

ABSTRACT

This study aims to improve the understanding of student learning, especially in classes
IX-3 on a science lesson on the different systems in the human life of the human excretory
system materials. The study lasted for three months, ie September-November 2015. This
research method is classroom action research (CAR) consisting of two cycles. The subjects
were students of class IX-3 MTsN Delima Pidie District 2014/2015 school year as many as
26 students. The data analysis technique used is comparative descriptive analysis, means
comparing the initial conditions with the results that have been achieved in each cycle, and
a qualitative descriptive analysis of the results of observations by comparing the results of
observation and reflection on the first cycle and 2. Using Jigsaw type of cooperative methods
can improve understanding of science students learn about the various systems of the human
life, material human excretory system, then at the final stage of the second cycle is known to
have an increase in the average grade 24.66%, from an average of initial conditions test 60
to 75. While the mastery learning students at the end of the second cycle was 92%, with an
increasing percentage of the first cycle of 34.61% compared with pre cycle which only reached
24.13%. Observations non test also showed increased activity more students in the first cycle
and the second cycle when compared to pre cycle. Thus, most of the students of class IX-3
has improved learning outcomes.
Keywords: learning, cooperative, jigsaw, excretory system

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman belajar siswa, terutama pada kelas
IX-3 terhadap pelajaran IPA tentang berbagai sistem dalam kehidupan manusia materi sistem
ekskresi manusia. Penelitian berlangsung selama tiga bulan, yaitu September-November
2015. Metode penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri atas dua siklus.
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IX-3 MTsN Delima Kab. Pidie tahun ajaran 2014/2015
sebanyak 26 siswa. Analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif komparatif,
artinya membandingkan kondisi awal dengan hasil-hasil yang telah dicapai pada setiap siklus,
dan analisis deskriptif kualitatif hasil observasi dengan membandingkan hasil observasi dan
refleksi pada siklus I dan 2. Penggunaan metode kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan
pemahaman belajar IPA siswa tentang berbagai sistem dalam kehidupan manusia, materi
sistem ekskresi manusia, kemudian pada tahap akhir siklus II diketahui telah terjadi peningkatan
rata-rata kelas 24,66%, yaitu dari rata-rata tes kondisi awal 60 menjadi 75. Sedangkan
ketuntasan belajar siswa pada akhir siklus II mencapai 92%, dengan persentase peningkatan
dari siklus I sebesar 34,61% dibandingkan dengan prasiklus yang hanya mencapai 24,13%.
Hasil pengamatan nontes juga menunjukkan aktivitas siswa lebih meningkat pada siklus I dan
siklus II jika dibandingkan dengan prasiklus. Dengan demikian, sebagian besar siswa kelas
IX-3 telah mengalami peningkatan hasil belajar.
Kata kunci: pembelajaran, kooperatif, jigsaw, sistem ekskresi

PENDAHULUAN
Realitas selama ini kegiatan belajar
mengajar (PBM) masih didominasi oleh
guru, yaitu hanya bertumpu pada kegiatan

660

satu arah (one direct), di mana penuangan


sejumlah informasi (berupa pemahaman,
ilmu pengetahuan) dari guru ke siswa hanya
dilaksanakan dan berlangsung di sekolah

saja, sehingga hasil yang ingin dicapai siswa


hanya mampu menghafal fakta, konsep,
prinsip, hukum-hukum, dan teori, hanya pada
tingkat ingatan, sedangkan pemahaman
bereksperimen masih sangat minim.
Pembelajaran IPA mengenai berbagai
sistem dalam kehidupan manusia merupakan
suatu pembelajaran yang harus diikuti oleh
siswa secara aktif, dengan menggunakan
berbagai macam metode yang dirancang
oleh guru dengan maksud dan tujuan untuk
memperoleh hasil belajar yang maksimal
sebagaimana yang diharapkan bersama.
Namun, kenyataan yang terjadi pada siswa
kelas IX-3 di MTsN Delima Kabupaten Pidie
justru sebaliknya. Maka, peneliti melakukan
penelitian tidakan kelas dengan judul
Peningkatan Pemahaman Belajar IPA Siswa
tentang Berbagai Sistem dalam Kehidupan
Manusia Materi Sistem Ekskresi Manusia
melalui Metode Kooperatif Tipe Jigsaw.
Berdasarkan latar belakang masalah
yang telah dipaparkan di atas, maka yang
menjadi permasalahan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut: apakah metode
kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan
hasil belajar siswa tentang berbagai sistem
dalam kehidupan manusia mengenai materi
sistem ekskresi manusia di MTsN Delima
Kabupaten Pidie, tahun ajaran 2014/2015?
Dari permasalahan di atas, maka
yang menjadi tujuan utama dalam penelitian
tindakan ini adalah meningkatkan pemahaman
belajar siswa tentang pendekatan metode
kooperatif tipe Jigsaw yang dianggap dapat
meningkatkan pemahaman belajar siswa
tentang berbagai sistem dalam kehidupan
manusia mengenai sistem ekskresi manusia
di MTsN Delima Kabupaten Pidie, Tahun
Ajaran 2014/2015.

pengenalan sains/ilmu pengetahuan tentang


berbagai sistem, terutama konsep kelistrikan
serta hubungannya dengan kehidupan
hari-hari manusia ditinjau dari berbagai
segmen, baik dari segi muatan listrik negatif
dan muatan listrik positif. Penjabaran serta
penjelasan
materi-materi
berdasarkan
kurikulum pembelajaran maupun dengan
cara praktikum (bereksperimen) mengenai
materi yang diberikan (Sudjana, 2011: 100
101).
2. Hasil Belajar Siswa

Belajar merupakan sebuah proses


perubahan perilaku yang dilakukan secara
sadar, baik itu perilaku positif maupun perilaku
negatif yang dipengaruhi oleh nilai-nilai
yang ditanamkan. Proses perubahan perilaku
merupakan permulaan dari tidak ada menjadi
ada atau tidak bisa menjadi bisa melakukan
sesuatu. Proses tersebut memerlukan waktu
yang biasanya tidak bisa dilakukan secara
instan dan proses juga memerlukan metode
yang jelas.
3. Hasil Belajar IPA
Pada tingkat sekolah yang lebih tinggi
pembelajaran IPA termasuk pada tiga aspek,
yaitu aspek biologis, aspek khemis, dan
aspek fisis. Ketiga aspek tersebut dikaji
secara simultan sehingga menghasilkan
konsep utuh yang menggambarkan konsepkonsep dalam bidang kajian IPA dalam
penerapannya memiliki peranan penting
dalam perkembangan peradaban manusia,
baik dalam hal manusia mengembangkan
berbagai teknologi yang dipakai untuk
menunjang kehidupannya, maupun dalam
hal menerapkan konsep IPA dalam kehidupan
bermasyarakat.

1. Hakikat Pembelajaran IPA

4. Memahami
Berbagai
Kehidupan Manusia

Sistem

Pembelajaran IPA yang diajarkan di


tingkat Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN)
atau sedarajat merupakan suatu bentuk

Setiap makhluk sebagai ciptaan


Tuhan yang Maha Kuasa, akan senantiasa
memerlukan tempat tinggal, bangunan,

661

apartemen (sarang) yang layak, sistem


renderasi yang bagus dan lain sebagainya
demi kelangsungan hidupnya. Demikan juga
halnya dengan manusia, dilengkapi dengan
sistem ekskresi (sistem pengeluaran) serta
korelasinya dengan kesehatan manusia.
Begitu juga dengan organ-organ penyusun
sistem pengeluaran tersebut.
5. Pendekatan Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw

Metode

Pendekatan pembelajaran metode


kooperatif
tipe
Jigsaw
merupakan
jenis pendekatan pembelajaran yang
menekankan pada konsep pembelajaran
yang lebih mengutamakan kerja sama, di
mana para siswa diartikan sebagai makhluk
sosial yang membutuhkan sebuah kelompok
dalam belajar atau ditempatkan dalam suatu
komunitas kecil yang berada di dalam kelas
(Dewi G, 2008: 230).
Menurut Anita, model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw merupakan salah
satu model pembelajaran yang mendukung
pembelajaran
konstektual,
kooperatif
learning. Sistem pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw seperti didefinisikan oleh (US
Departemen of Education, 2001) sebagai
sistem kerja belajar kelompok yang
terstruktur. Yang termasuk ke dalam struktur
ini adalah lima unsur pokok, yaitu saling
ketergantungan positif, tanggung jawab
individual, interaksi personal, keahlian
bekerja sama, dan proses kelompok.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di MTsN
Delima, Kabupaten Pidie, tahun ajaran
2014/2015. Penelitian ini dilaksanakan selama
tiga bulan, terhitung mulai bulan September
November 2015. Subjek penelitian ini adalah
siswa kelas IX-3 tahun pelajaran 2014/2015
yang berjumlah 26 siswa. Sumber data
dalam penelitian tindakan ini adalah siswa,
sebagai subjek penelitian. Data yang
dikumpulkan dari siswa, meliputi data hasil

662

observasi, tes tertulis, dan guru kolaborator.


Tes tertulis dilaksanakan pada setiap akhir
pelaksanaan siklus, yang terdiri atas materi
berbagai sistem dalam kehidupan manusia,
materi mengenai konsep kelistrikan dan
penerapannya dalam kehidupan manusia
mengenai sistem ekskresi manusia di MTsN
Delima Kabupaten Pidie, Tahun ajaran 2014/
2015. Selain siswa sebagai sumber data,
penulis juga menggunakan teman sejawat,
yakni sesama guru kelas yang dijadikan
sebagai sumber data.
Penelitian
ini
merupakan
jenis
penelitian tindakan kelas (the classroom
action research) yang ditandai dengan
adanya siklus. Adapun penelitian ini terdiri
atas dua siklus. Setiap siklus terdiri atas
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan,
dan refleksi.
Siklus I
1. Perencanaan (planning), terdiri atas
kegiatan:
a. penyusunan rencana dan perangkat
pelaksanaan pembelajaran (RPP),
b. penyiapan skenario pembelajaran.
2. Pelaksanaan (acting), terdiri atas
kegiatan:
c. pelaksanaan program pembelajaran
sesuai dengan jadwal,
d. proses
pembelajaran
dengan
menerapkan pembelajaran metode
kooperatif
tipe
Jigsaw
pada
kompetensi dasar mengenai sistem
ekskresi manusia serta korelasinya
dengan kesehatan manusia.
3. Pengamatan
(observing),
yaitu
mengamati proses pembelajaran dan
menilai hasil tes serta hasil praktik
sehingga diketahui hasilnya,
4. Refleksi (reflecting), yaitu menyimpulkan
pelaksanaan hasil tindakan pada siklus I
sebagai refleksi siklus II.

Siklus II
1. Perencanaan (planning), terdiri atas
kegiatan:
a. penyusunan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP),
b. menyiapkan skenario pembelajaran.
2. Pelaksanaan (acting), terdiri atas
kegiatan:
a. pelaksanaan program pembelajaran
dilaksanakan sesuai dengan jadwal,
b. proses
pembelajaran
dengan
menerapkan pembelajaran dengan
menggunakan metode kooperatif
tipe Jigsaw kompetensi dasar
mendeskripsikan mengenai sistem
ekskresi manusia serta korelasinya
dengan kesehatan manusia.
c. siswa
menerapkan
strategi
pembelajaran dengan menggunakan
metode kooperatif tipe Jigsaw,
kemudian diikuti kegiatan kuis:
1) mengadakan
observasi
tentang pelaksanaan proses
pembelajaran,
2) mengadakan tes tertulis,
3) penilaian hasil tes tertulis.
d. pengamatan
(observing),
yaitu
mengamati proses pembelajaran
dan menilai hasil tes serta hasil
praktik sehingga diketahui hasilnya,
e. refleksi
(reflecting),
yaitu
menyimpulkan pelaksanaan hasil
tindakan yang telah diterapkan pada
siklus II.
Dalam penelitian ini, pengumpulan
data menggunakan teknik tes dan nontes.
Alat pengumpulan data dalam penelitian
tindakan ini, meliputi:
1. tes tertulis, terdiri atas 5 butir soal,
2. nontes, meliputi: lembar observasi dan
dokumen.
Validasi data penelitian ini terdiri
dari validasi hasil belajar dan proses
pembelajaran.
Validasi
hasil
belajar

dikenakan pada instrumen penelitian yang


berupa tes. Validasi ini, meliputi: validasi
teoretis dan validasi empiris. Validasi teoretis
artinya mengadakan analisis instrumen yang
terdiri atas face validity (tampilan tes) dan
content validity (validitas isi). Validitas empiris
artinya analisis terhadap butir-butir tes,
yang dimulai dari pembuatan kisi-kisi soal,
penulisan butir-butir soal, kunci jawaban,
dan kriteria pemberian skor. Sedangkan
validasi proses pembelajaran, triangulasi
metode dilakukan dengan penggunaan
metode
dokumentasi
selain
metode
observasi. Metode dokumentasi digunakan
untuk memperoleh data pendukung yang
diperlukan dalam pelaksanaan proses
pembelajaran metode demonstrasi.
Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif,
yang meliputi:
1. analisis deskriptif komparatif hasil belajar
dengan cara membandingkan hasil
belajar pada siklus I dengan siklus II dan
membandingkan hasil belajar dengan
indikator pada siklus I dan siklus II,
Adapun
analisis
hasil
dengan
menggunakan
persentase
perumusan
berikut ini:
Keterangan:
P = Persentase yang dicari (%)
F = Frekuensi jawaban siswa
n = Jumlah siswa
Kriteria penilaian hasil belajar siswa
dalam proses pembelajaran adalah 65.
Tabel 1 Kriteria Ketuntasan Hasil Belajar
Siswa
No Nilai
Kategori
Keterangan
Penilaian
1.
85
Sangat baik
Tuntas
100
2. 7584
Baik
Tuntas
3. 6574
Cukup
Tuntas
4. 5564
Kurang
Tidak tuntas
5.
<54
Sangat
Tidak Tuntas
kurang

663

2. analisis deskriptif kualitatif dalam


penelitian tindakan ini adalah dari hasil
observasi dengan cara membandingkan
hasil observasi dan refleksi pada siklus I
dan siklus II.
Indikator keberhasilan penelitian ini
adalah terjadinya peningkatan nilai rata-rata
hanya sebesar 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Hasil Penelitian

a. Deskripsi Kondisi Awal


Sebelum dilaksanakannya suatu model
pembelajaran dengan menggunakan

metode kooperatif tipe Jigsaw, suasana


pembelajaran selama ini cenderung
tidak efektif (kaku dan monoton), artinya
para siswa tidak begitu aktif dan kreatif
dalam menerima penjelasan dari guru
yang sedang mengajar. Hal ini justru
berdampak pada kurang bergairahnya
siswa
dalam
melaksanakan
dan
menerima sejumlah pembelajaran dan
berakibat pada rendahnya nilai hasil
belajar siswa seperti yang terlihat pada
tabel di bawah ini:

Tabel 2 Rekap Hasil Tes Prasiklus Siswa


Hasil
Arti Lambang
(Huruf)
1.
85-100
A
Sangat baik
2.
75-84
B
Baik
3.
65-74
C
Cukup
4.
55-64
D
Kurang
5.
<54
E
Sangat Kurang
Jumlah
(Sumber: Tabulasi data bulan Oktober 2015)
No

Hasil (Angka)

b. Deskripsi Hasil Siklus I


1) Perencanaan Tindakan
Perencanaan (planning), terdiri
atas kegiatan:
a) penyusunan
rencana
pelaksanaan pembelajaran
(RPP),
Materi yang dipilih dalam
penelitian
ini
adalah
mengenai sistem ekskresi
manusia serta korelasinya
dengan kesehatan manusia
dengan kompetensi mampu
menjelaskan
tentang
sistem ekskresi manusia.
Berdasarkan materi yang
dipilih tersebut, kemudian
disusun ke dalam rencana
pelaksanaan pembelajaran

664

Jumlah Siswa
11
12
3
26

Persen
%
42,30%
46,15%
11,53%
100%

(RPP).
Masing-masing
RPP diberikan kesempatan
dengan ketentuan alokasi
waktu sebanyak 3 x 40 menit
(2 x pertemuan), artinya
setiap RPP disampaikan
dalam 1 kali tatap muka.
Dengan demikian, selama
pelaksanaan siklus I terjadi
dua kali tatap muka (Silabus
dan RPP dilampirkan).
b) penyiapan
skenario
pembelajaran,
Penentuan
metode
pendekatan
konstektual
sebanyak 4 siswa yang
terpilih dan pembentukan
kelompok-kelompok
kecil
sebanyak
4
kelompok

yang terdiri dari 4 siswa


dengan
memperhatikan
heterogenitas,
baik
kemampuan
maupun
gender.
2) Pelaksanaan (acting), terdiri
atas kegiatan:
a) pelaksanaan
program
pembelajaran
sesuai
dengan jadwal,
b) proses
pembelajaran
dengan
menerapkan
pembelajaran
dengan
menggunakan pendekatan
metode
kooperatif
tipe
Jigsaw pada kompetensi
dasar mengenai sistem
ekskresi manusia serta
korelasinya
dengan
kesehatan manusia,
c) secara
klasikal,
menjelaskan strategi dalam
pembelajaran
dengan
menggunakan pendekatan
kooperatif tipe Jigsaw pada
kompetensi dasar mengenai
sistem ekskresi manusia
serta korelasinya dengan
kesehatan manusia yang
dilengkapi lembar kerja
siswa (LKS),
d) memodelkan strategi dan
langkah-langkah
model
pembelajaran
dengan
menggunakan pendekatan
metode
kooperatif
tipe
Jigsaw pada kompetensi
dasar mengenai sistem
ekskresi manusia serta
korelasinya
dengan
kesehatan manusia,
e) mengadakan observasi.

1) Observasi proses pembelajaran


Observasi dilaksanakan pada
keseluruhan kegiatan tatap
muka, dalam hal ini observasi
dilakukan oleh 2 (dua) observer,
yaitu guru bidang studi dan guru
kelas (teman sejawat) yang
dilaksanakan di MTsN Delima,
Kabupaten Pidie.
Observasi dilaksanakan untuk
mengetahui
secara
detail
mengenai keaktifan, kerja sama,
kecepatan,
dan
ketepatan
siswa dalam memahami materi
tentang
konsep
kelistrikan
dan
penerapannya
dalam
kehidupan sehari-hari. Hasil
observasi digunakan sebagai
bahan kajian, refleksi, dan
untuk merencanakan rencana
tindakan pada siklus II.
2) Observasi hasil pembelajaran
(a) mengadakan tes tertulis,
(b) penilaian hasil tes tertulis.
3) Pengamatan (Observing)
Tabel 3 seperti yang terpampang
di bawah ini menunjukkan
perolehan nilai hasil tes siklus
I, yaitu sebanyak 5 siswa
(19,23%) mendapatkan nilai A
(sangat baik), 4 siswa (15,38%)
mendapat nilai B (baik), 12
siswa (46,15%) mendapat nilai
C (cukup), dan 5 siswa (18,23%)
mendapat nilai D (kurang), tidak
ada siswa yang mendapat nilai
E (sangat kurang).

665

Tabel 3 Hasil Rekap Nilai Tes Siklus I


Hasil
Arti Lambang
( Huruf)
1.
85100
A
Sangat baik
2.
7584
B
Baik
3.
6574
C
Cukup
4.
5564
D
Kurang
5.
<54
E
Sangat Kurang
Jumlah
(Sumber: Tabulasi data bulan per November 2015)
No

Hasil (Angka)

4) Refleksi
Nilai rata-rata kelas meningkat
dari 6,23 kemudian menjadi
7,03.
c. Deskripsi Hasil Siklus II
Berdasarkan hasil refleksi pada
pelaksanaan
siklus
I,
maka
memasuki
tahap
pelaksanaan
tindakan pada siklus II, dapat
dideskripsikan tindakan sebagai
berikut:
1) Perencanaan Tindakan
Perencanaan (planning), terdiri
atas kegiatan:
a) Penyusunan
Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP)
Masing-masing
RPP
diberikan
kesempatan
dengan
alokasi
waktu
sebanyak 3 x 40 menit, artinya
setiap RPP disampaikan
dalam 1 kali tatap muka.
Dengan demikian, selama
siklus I terjadi 2 kali tatap
muka (Silabus dan RPP
dilampirkan).
b) Penyiapan
Skenario
Pembelajaran
Penentuan tutor sebaya
sebanyak 4 siswa yang
terpilih dan pembentukan
kelompok-kelompok kecil

sebanyak

666

kelompok,

Jumlah Siswa

Persen %

5
4
12
5
26

19,23%
15,38%
46,15%
18,23%
99,99%

yang terdiri dari 4 siswa


dengan
memperhatikan
heterogenitas,
baik
kemampuan dan gender.
2) Pelaksanaan (acting),
atas kegiatan:

terdiri

a) pelaksanaan
program
pembelajaran
sesuai
dengan jadwal,
b) proses
pembelajaran
dengan
menerapkan
pembelajaran
dengan
menggunakan pendekatan
metode
kooperatif
tipe
Jigsaw pada kompetensi
dasar mengenai sistem
ekskresi manusia serta
korelasinya
dengan
kesehatan manusia,
c) secara klasikal, menjelaskan
strategi dalam pembelajaran
dengan
menggunakan
pendekatan
metode
kooperatif
type
jigsaw
pada kompetensi dasar
mengenai sistem ekskresi
manusia serta korelasinya
dengan kesehatan manusia,
dilengkapi dengan lembar
kerja siswa,
d) memodelkan strategi dan
langkah-langkah
model
pembelajaran
dengan

menggunakan pendekatan
metode
kooperatif
tipe
Jigsaw,
e) mengadakan observasi.
(1) Observasi
proses
pembelajaran
Observasi dilaksanakan
pada
keseluruhan
kegiatan tatap muka,
dalam hal ini observasi
dilakukan oleh 2 (dua)
orang observer, yaitu
guru bidang studi dan
guru
kelas
(teman
sejawat)
di
MTsN
Delima,
Kabupaten
Pidie.
Observasi dilaksanakan
untuk
mengetahui
secara detail mengenai
keaktifan, kerja sama,
kecepatan,
dan
ketepatan siswa dalam
memahami
materi
dengan menggunakan

pendekatan
metode
kooperatif tipe Jigsaw
pada
kompetensi
dasar mengenai sistem
ekskresi manusia serta
korelasinya
dengan
kesehatan
manusia.
Hasil
observasi
digunakan
sebagai
bahan kajian dan refleksi
untuk
merencanakan
rencana tindakan.
(2) Observasi
hasil
pembelajaran
(a) mengadakan
tes
tertulis,
(b) penilaian hasil tes
tertulis.
3) Hasil
Pengamatan
Penelitian Tindakan

dalam

Hasil pengamatan pada siklus


II dapat dideskripsikan seperti
pada tabel berikut ini:

Tabel 4 Rekap Hasil Nilai Tes Siklus II


No

Hasil
(Angka)

1.
2.
3.
4.
5.

85-100
75-84
65-74
55-64
<54

Hasil
(Huruf)

Arti Lambang

A
Sangat Baik
B
Baik
C
Cukup
D
Kurang
E
Sangat Kurang
Jumlah
(Sumber: Tabulasi data bulan per November 2015)
Hasil pemaparan tabel di
atas memperlihatkan perolehan
nilai hasil tes siklus II, sebanyak
6 siswa (23,07%) mendapatkan
nilai A artinya (sangat baik), 10
siswa (38,46%) mendapatkan
nilai B artinya (baik), 9 siswa

Jumlah
Siswa

Persen
%

6
10
9
1
26

23,07%
38,46%
34,61%
3,84%
99,99%

(34,61%) mendapatkan nilai


C (cukup), dan hanya 1 siswa
(3,84%) yang memperoleh nilai
D.

667

4) Refleksi
Hal ini terlihat dari peningkatan
nilai rata-rata yang didapatkan
oleh siswa, yaitu pada siklus I
sebesar 7,03 dan meningkat
pada siklus II sebesar 7,4
dengan perolehan nilai yang
bervariasi.
2. Pembahasan
a. Siklus I
Walaupun masih ada sebagian kecil
siswa yang kurang begitu terlibat dalam
proses pembelajaran ini, tapi secara umum
sudah terlihat perbedaan yang sangat jelas
daripada suasana pembelajaran pada
prasiklus.
Dari jumlah 20 siswa di kelas IXB, 19
siswa sudah menuntaskan hasil belajarnya
dengan nilai rata-rata sebesar 70,4 dari
sebelumnya sebesar 6,23. Persentase
peningkatan nilai rata-rata dari prasiklus
dan siklus I adalah sebesar 13,0%. Selain
itu, pada siklus I sudah ada siswa yang
mendapatkan nilai A (sangat baik) sebanyak
3 siswa (15%).
b. Siklus II
Hasil belajar pada siklus II lebih
meningkat jika dibandingkan dengan siklus
I. Peningkatan tersebut terlihat jelas pada
perolehan nilai dan juga nilai rata-rata, yaitu
dari sebelumnya 70,4 menjadi 7,4 di siklus
II. Sementara itu, jumlah siswa yang tuntas
pada siklus I sebesar 80% dan pada siklus II
sebesar 92% dengan memperoleh persentase
peningkatan nilai rata-rata adalah sebesar
5,11%. Secara keseluruhan, penggunaan
model pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan metode kooperatif tipe Jigsaw
pada kompetensi dasar mengenai sistem

668

ekskresi manusia serta korelasinya dengan


kesehatan manusia siswa kelas IX-3 MTsN
Delima, Kabupaten Pidie.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian tindakan
ini, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan
pembelajaran
dengan
menggunakan
pendekatan metode kooperatif tipe Jigsaw
pada kompetensi dasar mengenai sistem
ekskresi manusia serta korelasinya dengan
kesehatan manusia dapat meningkatkan hasil
belajar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam materi tentang sistem ekskresi manusia
serta korelasinya dengan kesehatan
manusia siswa kelas IX-3 Semester I MTsN
Delima, Kabupaten Pidie, tahun pelajaran
2014/2015. Peningkatan hasil belajar siswa
tersebut terlihat dalam hal peningkatan nilai
rata-rata, besarnya ketuntasan siswa dan
juga suasana belajar siswa yang berbeda
dari suasana belajar sebelum dilakukan
tindakan. Secara keseluruhan, rata-rata
kelas mencapai kenaikan sebesar 18,7% dan
ketuntasan belajar siswa pada akhir siklus II
mencapai 92% dibandingkan prasiklus yang
hanya mencapai 45%.
Adapun hasil nontes pengamatan
proses belajar menunjukkan adanya suatu
perubahan siswa lebih aktif selama proses
pembelajaran berlangsung pada siklus I
dan siklus II dibandingkan dengan suasana
belajar siswa yang pasif dan kaku sebelum
dilakukannya tindakan kelas.
Beradasarkan simpulan di atas,
disarankan
bagi
para
guru
untuk
menggunakan model ini untuk meningkatkan
pemahaman belajar siswa, terutama untuk
membantu siswa yang belum mengerti
materi yang diajarkan oleh guru.

DAFTAR PUSTAKA
Anita. 2008. Definisi Pendekatan Pembelajaran Metode Kooperatif Learning. Surakarta: PT
Nuansa Press.
Arikunto, Suharsimi. 1992. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bina Aksara.
Ganawati, Dewi. 2008. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA): Terpadu dan Konstektual
Learning IX SMP/ MTs. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.
Journal of Sciences. 2015. The Sistem Reproduction of Human. Dipublikasikan oleh Yale
Univeristy, dimuat dalam Jurnal Nasional Pendidikan, Jakarta.
Martowijoyo, Soewardi. 1994. Studi tentang Pengaruh Pengajaran Tutorial Sebaya pada
Pokok Ilmu Pengetahuan Alam di Klasifikasikan Tumbuhan. Malang: tp.
Muntasir, M. Saleh. 1995. Pengajaran Terprogram. Jakarta: CV Rajawali.
Poerwadarminta, W.J.S.. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.
Roetiyah, N.K.. 1992. Masalah-masalah Ilmu Keguruan. Jakarta: PT Bina Aksara.
Sudjana, Nana. 2011. Hakikat dan Pengertian Hasil Belajar. Surakarta: PT Nuansa Press.
Surakhmad, Winarno. 1992. Pengantar Penelitian Ilmiah Pendidikan. Bandung: PT Hadinata.
US Departement of Educational. 2001. Pendekatan Metode Konstektual. New York: Harvard
Press.
Wariyono, Sukis. 2008. Mari Belajar Ilmu Pengetahuan Alam Sekitar 3: Panduan Belajar IPA
Terpadu untuk Kelas IX SMP/ MTs. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.

669

PETUNJUK PENULISAN
1. Naskah berupa artikel penelitian dan artikel pemikiran konsep yang bertemakan pendidikan
2. Naskah belum pernah dipublikasikan di media lain, ditulis dalam bahasa Indonesia/Inggris,
diketik spasi 1,5 kecuali abstrak 1 spasi dalam bahasa Inggris pada kertas A4, Font Times
New Roman jumlah halaman 15-20.
3. Artikel diserahkan paling lambat dua bulan sebelum diterbitkan. Artikel dapat dikirim via
email ke bpsdm.bj@gmail.com
4. Artikel hasil penelitian
Judul di tengah halaman, huruf kapital dan diikuti 2) untuk catatan kaki status penulis
(mis:1) artikel penelitian)
Nama penulis lengkap, tanpa gelar
Abstrak ditulis dalam bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia kurang lebih sampai 50-70
kata. Keyword ditulis dalam bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia maksimal 15 deskriptor.
Pendahuluan (tanpa subjudul, meliputi latar belakang, masalah/penelitian, dan sedikit
kajian teori)
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Simpulan dan Saran
Daftar Pustaka (berisi pustaka yang dirujuk dalam uraian saja)
5. Artikel pemikiran konseptual.
Judul
Nama Penulis
Alamat Korespondensi, E-mail, dan Hp.
Abstrak dalam Bahasa Indonesia dan Inggris
Keyword
Pendahuluan (tanpa subjudul)
Subjudul (sebanyak kebutuhan)
Simpulan dan Saran
Daftar Pustaka
6. Daftar Pustaka yang ditulis hanya pustaka yang dikutip dan diurutkan secara alfabetis dan
kronologis.
Contoh: Kridalaksana, Harimurti. 1994. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
7. Setiap naskah yang masuk dikaji oleh Tim Penyunting Ahli sesuai dengan kepakarannya.
Jika diterima, naskah dapat diubah oleh tim penyunting tanpa mengubah esensi isinya.
8. Kepastian penerimaan atau penolakan artikel akan diberitahukan secara tertulis/lewat
e- mail. Penulis yang artikelnya dimuat akan mendapat nomor bukti penerbitan. Artikel
yang tidak dimuat tidak akan dikembalikan, kecuali atas permintaan penulis.
9. Melampirkan biodata penulis yang dibuat secara naratif maksimal 100 kata. memuat
nama lengkap dan gelar, tempat dan tanggal lahir, jabatan/golongan/pekerjaan dan tempat
kerja, hasil penelitian dan publikasi ilmiah 3 tahun terakhir, dan alamat korespondensi
lengkap dengan telp/fax/email.

670

CAKRAWALA PENDIDIKAN

Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, Menengah, dan Tinggi


ISSN: 2442-4846
Cakrawala Pendidikan memuat hasil penelitian, gagasan, dan tinjauan ilmiah serta resensi
buku-buku pendidikan. Jurnal ini terbit setahun tiga kali, pada bulan Januari, Mei, dan
September. Redaksi mengundang para guru, dosen, widyaiswara, peneliti, dan praktisi
pendidikan untuk mengirimkan hasil penelitian dan gagasanya ke jurnal ini.

Ketua Penyunting
Sekretaris Penyunting
Penyunting Pelaksana
Mitra Bestari

Anggota Penyunting

Pelaksana Tata Usaha

: Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum.


: Hasan Zainuri, M.Pd.
: Memed Sudaryanto, M.Pd.
: Dr. Kundharu Saddhono, M.Hum. (FKIP Universitas Sebelas Maret)
Sukarmin, M.Si., Ph.D. (FKIP Universitas Sebelas Maret)
Syarifah Inayati, M.Si. (FKIP Universitas Sebelas Maret)
Imam Baehaqi, M.Hum. (Universitas Negeri Semarang)
: Chafit Ulya, M.Pd. (FKIP UNS)
Andi Wicaksono, M.Pd. (IAIN Surakarta)
Muhammad Lahir, M.Pd. (IKIP PGRI Pontianak)
Anang Sudigdo, M.Pd. (PGSD UST Yogyakarta)
Samuel B.T. Simorangkir, M.Pd. (Univ. Nomensen Medan)
: Yuli Kusumawati, S.S.
Muhammad Kavit, A.Md.

Alamat Redaksi:
Graha Yuma Perkasa Group
Jl. Samudra Pasai No. 49, Lt. 2, Kleco RT 02/01, Kadipiro, Surakarta 57136
Email: bpsdm.bj@gmail.com Website: bpsdm-bj.blogspot.com
Narahubung: 081391423540
Diterbitkan:
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Brilian Jaya (BPSDM-BJ)
Kota Surakarta

Langganan tiga edisi dalam satu tahun Rp. 180.000, ditambah biaya pengiriman
sesuai dengan alamat yang dituju, biaya langganan dapat ditransfer
Ke rekening bank BNI cabang nusukan 0338489167 a.n. Muhammad Kavit.

PENGANTAR REDAKSI
Penelitian dalam bidang pendidikan saat ini sudah menjadi kebutuhan bagi guru, dosen,
wisdyaiswara, peneliti, dan praktisi pendidikan dalam mengembangkan profesionalisme.
Sebagai salah satu komponen pendidikan, peran mereka cukup banyak berpengaruh terhadap
kemajuan pendidikan di Indonesia, baik berupa ide, gagasan, maupun temuan berupa alat
peraga, metode pembelajaran, penerapan teknologi pendidikan, dan sebagainya. Maka dari
itu, diperlukan lebih banyak sarana penyaluran ide, gagasan, maupun temuan sebagai bentuk
dukungan pengembangan profesionalitas para guru, dosen, wisdyaiswara, peneliti, dan praktisi
pendidikan demi pendidikan Indonesia yang lebih maju, berkualitas, dan berdaya saing tinggi.
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Brilian Jaya (BPSDM-BJ) Surakarta berkomitmen
untuk mendukung pengembangan profesionalitas tenaga dan praktisi pendidikan melalui
penerbitan Jurnal Cakrawala Pendidikan ini. Berbagai hasil penelitian, gagasan, dan tinjauan
ilmiah serta resensi buku-buku pendidikan yang dihasilkan oleh tenaga maupun praktisi
pendidikan siap kami terima untuk dipublikasikan lebih luas agar bisa menjadi bahan bacaan
dan referensi bagi siapa pun yang ingin membacanya maupun mengaksesnya secara online.
Para pembaca dapat meng-up date artikel dalam jurnal ini setiap empat bulan, yaitu pada
bulan Januari, Mei, dan September. Pada edisi kali ini redaksi menerbitkan jurnal untuk Edisi
Mei 2016. Selamat membaca dan semoga bermanfaat.

Tim Redaksi

DAFTAR ISI
ANALISIS KONFLIK INTERNAL DALAM NOVEL AIR MATA TUHAN KARYA
AGUK IRAWAN M.N.
Rini Agustina............................................................................................................ 553 - 559
KESALAHAN PENERJEMAHAN TEKS DARI BAHASA INGGRIS KE BAHASA
INDONESIA DI UNIKOM
Asih Prihandini, Fenny Febryanti, Nungki Heriyati................................................... 560 - 564
MENYIMAK KOMPREHENSIF DAN KRITIS SEBAGAI ALTERNATIF
PEMBELAJARAN MENYIMAK DI PERGURUAN TINGGI IKIP-PGRI PONTIANAK
Dewi Leni Mastuti..................................................................................................... 565 - 576
PENINGKATAN PEMAHAMAN BELAJAR BAHASA ARAB SISWA MATERI
QIRAAH TENTANG SIYIHAH WAKHALAQUL ALAM MELALUI PENDEKATAN
METODE KOOPERATIF TIPE JIGSAW
Bukhari .................................................................................................................... 577 - 682
NOVEL MERPATI KEMBAR DI LOMBOK KARYA NURIADI (KAJIAN SOSIOLOGI
SASTRA, BUDAYA, RESEPSI SASTRA, DAN NILAI PENDIDIKAN)
Herman Wijaya ........................................................................................................ 583 - 694
HUBUNGAN ANTARA MINAT MEMBACA KARYA SASTRA DAN KEMAMPUAN
MEMAHAMI UNSUR INTRINSIK NOVEL MIHRAB CINTA SISWA KELAS VIII
SMP NEGERI 16 PONTIANAK TAHUN PEMBELAJARAN 2010/2011
Melia......................................................................................................................... 595 - 603
PENINGKATAN PEMAHAMAN BELAJAR FISIKA DALAM MENGANALISIS
PERCOBAAN LISTRIK DINAMIS MELALUI METODE KOOPERATIF LEARNING
PADA SISWA MTSN DELIMA, KABUPATEN PIDIE
Rasimah .................................................................................................................. 604 - 609
TEORI PRAGMATIK DAN SESANTI BUDAYA MASYARAKAT JAWA
Ika Arifianti................................................................................................................ 610 - 615
TINDAK TUTUR ILOKUSI DIREKTIF BAHASA DAYAK KANAYATN (AHE)
KECAMATAN SENGAH TEMILA, KABUPATEN LANDAK
Muhammad Thamimi . ............................................................................................. 616 - 623
PENINGKATAN KEMAMPUAN BELAJAR SISWA DALAM MEMAHAMI
HADIST TENTANG MENJAGA DAN MELESTARIKAN LINGKUNGAN ALAM
MATA PELAJARAN AL QURAN HADIST MELALUI PENDEKATAN METODE
KOOPERATIF TIPE JIGSAW
Zulfina....................................................................................................................... 624 - 630
ANALISIS PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL TIGA CARA MENCINTA
KARYA IRENE DYAH RESPATI
Ramadhan Kusuma Yuda ....................................................................................... 631 - 639

STRATEGI TERJEMAHAN BUDAYA: PADANAN SEMANTIK-PRAGMATIK DAN


GENERIK-SPESIFIK
Retno Purwani Sari, Tatan Tawami ......................................................................... 640 - 647
PENINGKATAN KEMAMPUAN BELAJAR SISWA TENTANG KALIMAT
BERSTRUKTUR PELAJARAN
BAHASA ARAB MELALUI METODE
KOOPERATIF TIPE JIGSAW
Murtanah ................................................................................................................. 648 - 653
OPTIMIZING CLUSTERING TECHNIQUE TO IMPROVE STUDENTS THINKING
SKILL FOR READING COMPREHENSION (A Classroom Action Research at
IKIP PGRI Pontianak in Academic Year 2015/2016)
Sulaiman, Muhammad Iqbal Ripo Putra................................................................... 654 - 659
PENINGKATAN PEMAHAMAN BELAJAR IPA SISWA TENTANG BERBAGAI
SISTEM DALAM KEHIDUPAN MANUSIA MATERI SISTEM EKSKRESI MANUSIA
MELALUI METODE
KOOPERATIF TIPE JIGSAW
Mardhani.................................................................................................................. 660 - 669

ANALISIS KONFLIK INTERNAL DALAM NOVEL AIR MATA TUHAN


KARYA AGUK IRAWAN M.N.
Rini Agustina

Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP PGRI Pontianak


Alamat korespondensi: brentex32@yahoo.co.id

ABSTRACT

This study focuses on internal conflicts in the novel Air Mata Tuhan works Aguk Irawan
M.N. The method in this study uses descriptive method and form of qualitative research .
Psychology literature is used as an approach in this study. Data collection technique used is
the technique of documentary studies to examine how literature. Data collection tool used is
the human instrument with the help of card data recorder. Technique authenticity of data used
are, investigator triangulation , theory triangulation and inspection peers through discussion.
The analysis technique used is the study of the contents.
Keywords: literature, conflict, novel

ABSTRAK

Penelitian ini berfokus pada konflik internal dalam novel Air Mata Tuhan karya Aguk Irawan
M.N.. Penelitan menggunakan metode deskriptif dan bentuk penelitian kualitatif. Psikologi
sastra digunakan sebagai pendekatan dalam penelitian ini. Teknik pengumpul data yang
digunakan, yaitu teknik studi dokumenter dengan cara menelaah karya sastra. Alat pengumpul
data yang digunakan, yaitu human instrument dengan bantuan kartu pencatat data. Teknik
keabsahan data yang digunakan, yaitu, triangulasi penyidik, triangulasi teori, dan pemeriksaan
teman sejawat melalui diskusi. Teknik analisis yang digunakan, yaitu kajian isi.
Kata kunci: sastra, konflik, novel

PENDAHULUAN
Karya sastra merupakan sistem
tanda yang mempunyai makna, yang
mempergunakan medium bahasa. Karya
sastra mencerminkan masyarakat pada
suatu zaman, bisa juga dianggap sebagai
dokumen sosial budaya meskipun unsurunsur imajinasi tidak bisa dilepaskan
begitu saja, sebab tidak mungkin seorang
pengarang dapat berimajinasi jika tidak ada
kenyataan yang melandasinya. Mengkaji
sastra adalah suatu hal yang menarik dan
tidak pernah terhenti selagi karya sastra
itu masih diciptakan. Hal ini karena sastra
memiliki hubungan yang cukup erat dengan
kehidupan, khususnya pengarang dan
pembacanya. Sastra adalah suatu bentuk
kehidupan dan kekayaan yang tidak ternilai
harganya.

Sebagai karya yang bersifat imajinatif,


karya sastra terbagi ke dalam tiga jenis
genre sastra, yaitu prosa, puisi, dan drama.
Prosa dalam pengertian kesusastraan juga
disebut fiksi dan teks naratif. Dalam hal ini,
fiksi menawarkan berbagai permasalahan
manusia dan kehidupan. Namun, karena
fiksi merupakan cerita rekaan atau khayalan
saja, maka berbagai masalah kehidupan
tersebut diolah dengan sungguh-sungguh
sedemikian rupa oleh pengarang sesuai
dengan persepsinya untuk dituangkan ke
dalam karya sastra.
Karya sastra merupakan satu di
antara hasil seni dan ada yang menyebut
sebagai suatu karya fiksi. Cerita rekaan
adalah hasil olahan sastrawan berdasarkan
pandangan dan tataran pengolahan tentang
peristiwa-peristiwa yang berlangsung dalam

553

khayalan saja. Dengan demikian, karya fiksi


merupakan suatu karya naratif yang isinya
tidak menyaran pada kebenaran sejarah
(Nurgiyantoro, 2013: 2).
Satu di antara karya sastra yang
merupakan gambaran kehidupan manusia
yang dituangkan dalam bentuk tulisan oleh
penulis dengan imajinasinya, yaitu novel.
Novel merupakan bentuk karya sastra yang
dapat dengan bebas berbicara tentang
kehidupan yang dialami oleh manusia dengan
berbagai peraturan dan norma-norma dalam
interaksinya dengan lingkungan sehingga
dalam karya sastra, seperti novel terdapat
makna tertentu tentang kehidupan. Novel
adalah cerminan kehidupan sehingga isi dari
novel tersebut juga terdapat konflik layaknya
dalam kehidupan nyata.
Konflik dalam kehidupan sehari-hari
merupakan peristiwa yang sangat tidak
diinginkan kehadirannya untuk menimpa diri
seseorang, sedangkan dalam sebuah karya
sastra, tidak demikian adanya. Konflik dalam
novel merupakan bagian penting untuk
membangun struktur alur. Konflik dalam
sebuah karya sastra justru menjadi sesuatu
yang dibutuhkan pembaca sebagai sebuah
pengalaman hidupnya.
Konflik adalah sesuatu yang dramatik,
mengacu pada pertarungan antara kekuatan
yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi
dan aksi balasan, menurut Wellek & Werren
(Nurgiyantoro, 2013: 179). Konflik dibagi
menjadi dua, yaitu konflik internal dan konflik
eksternal. Konflik internal adalah konflik
yang terjadi dalam hati dan pikiran, dalam
jiwa seorang tokoh (atau tokoh-tokoh) cerita.
Konflik ekternal adalah konflik yang terjadi
antara seorang tokoh dengan sesuatu yang
di luar dirinya, mungkin dengan lingkungan
alam, mungkin lingkungan manusia atau
tokoh lain.
Penelitian ini dikhususkan pada konflik
internal tokoh utama. Alasannya, antara
konflik dan tokoh utama mempunyai hubungan

554

yang erat dan bersifat timbal balik. Konflik


hadir sebagai bayang-bayang perjalanan
hidup tokoh. Konflik merupakan liku yang
harus dilewati tokoh dalam cerita. Semakin
banyak liku itu disediakan pengarang, maka
semakin panjang perjalanan hidup dan
rentang waktu yang dibutuhkan tokoh untuk
akhir cerita. Konflik dalam kehidupan seharihari merupakan peristiwa yang sangat tidak
diinginkan kehadirannya untuk menimpa diri
seseorang, sedangkan dalam sebuah karya
sastra tidak demikian adanya. Konflik dalam
novel merupakan bagian penting untuk
membangun struktur alur. Konflik dalam
sebuah karya sastra justru menjadi sesuatu
yang dibutuhkan pembaca sebagai sebuah
pengalaman hidupnya.
Alasan peneliti memilih novel Air Mata
Tuhun adalah sebagai berikut. Pertama,
novel ini terinspirasi dari kehidupan nyata
dan kisah yang sangat inspiratif. Kedua,
berdasarkan hasil prariset yang dilakukan
penulis, novel Air Mata Tuhan banyak
mengandung konflik tokoh utama, satu di
antaranya, yaitu ketika Fisha mengetahui
bahwa suaminya hendak menikah lagi.
Ketiga, belum ada yang menjadikan novel
ini sebagai bahan penelitian. Keempat,
pengarang novel Air Mata Tuhan, yaitu Aguk
Irawan M.N. merupakan penulis novel best
seller yang sudah terkenal dengan karyakaryanya yang inspiratif. Fokus masalah
dalam artikel ini adalah bagaimanakah
konflik internal dalam novel Air Mata Tuhan
karya Aguk Irawan M.N.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam artikel
ini adalah metode deskriptif kualitatif.
Pendekatan
yang
digunakan
adalah
pendekatan psikologis sastra. Data dalam
penelitian ini berupa kutipan novel yang
mengandung konflik batin. Sumber data
dalam penelitian ini adalah novel Air Mata
Tuhan karya Aguk Irawan M.N.. Teknik

pengumpulan data menggunakan analisis


dokumen dengan alat pengumpulan data
adalah peneliti sendiri sebagai instrumen
kunci. Validitas data dalam penelitian
ini adalah triangulasi teori, ketekunan
pengamatan. dan pemeriksaan teman
sejawat. Teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisis isi
(content analysis).
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Konflik Internal dalam Novel Air Mata
Tuhan karya Aguk Irawan M.N..
Berdasarkan analisis yang dilakukan
oleh peneliti, di dalam novel Air Mata Tuhan
karya Aguk Irawan M.N., terdapat banyak
kutipan yang menggambarkan konflik batin
internal tokoh utama.
a. Harapan-harapan
Ya, Allah, berilah kekuatan pada ku di
hari ini. Cukupkan kesabaran di dadaku.
(hlm.1)
Kutipan
tersebut
mengambarkan
ketabahan dan kesabaran hati Fisha
menghadapi pernikahan suaminya dengan
wanita lain. Konflik batin dalam kutipan
tersebut terlihat dari ketabahan dan
kesabaran Fisha.
Fisha hanya bisa menelan ludah. Dalam
hati, dia pun berujar, Ya Allah. Berilah
kesabaran
padaku.
Bahagiakanlah
suamiku.
Relakan
hatiku
untuk
mendapatkan sahabat baru dalam
rumah tanggaku.... (hlm.6)
Kutipan tersebut menunjukkan harapan
Fisha kepada Allah agar selalu memberikan
kesabaran kepadanya. Agar merelakan
hatinya untuk mendapatkan sahabat baru
di rumahnya dan agar suaminya selalu
bahagia. Walaupun hatinya menangis dan
menjerit menerima kenyataan ini, tapi Fisha
harus bisa merelakan semuanya demi
kebahagiaan suaminya.
Fisha menangis.. Fisha menyesal...
Fisha memohon ampunan Allah..

tercabik-cabik hati dan jiwanya saat


ini, membuatnya letih dan lelah. Dia
kemudian curahkan semua itu pada
laptopnya sebagai curhatan. (hlm.7)
Fisha menangis Fisha ingat bundanya
yang Masyaallah, selama ini belum sempat
dia bahagiakan. Fisha memohon ampunan
kepada Allah. Hati dan jiwanya tercabikcabik dan dia hanya bisa curhat pada
laptopnya. Kutipan tersebut menunjukkan
harapan-harapan Fisha dengan mencatat di
laptopnya.
Kalaulah teringat ayahnya, ia menangis
di hadapan-Nya. Berdoa, memohon
pengampunan kepada Allah untuknya,
untuk adiknya, untuk bundanya, dan
khususnya untuk almarhum ayahnya.
(hm.45)
Kutipan
tersebut
menunjukkan
permohonan ampun kepada Allah untuknya,
adiknya, dan kedua orang tuanya. Fisha
yang selalu menangis dan menangis tak
henti-henti air matanya mengalir di kedua
pipinya.
Fisha masih berharap-harap cemas.
Masih khawatir tiba-tiba saja Fikri tidak
datang dan akhirnya gagal seminar ini.
(hlm.144)
Kutipan
tersebut
menunjukkan
harapan terhadap Fikri agar Fikri menghadiri
undangan untuk menjadi pemateri pada
acara seminarnya.
Hati Fisha masih bimbang, walau dia
telah memohon petunjuk Allah Swt.
Masih ada ragu di sana juga resah.
(hlm.170)
Kutipan tersebut menunjukkan adanya
harapan-harapan Fisha kepada Allah agar
diberi petunjuk kepadanya, Fisha harus
memilih Fikri atau Hamzah.
Apa dosaku? Apa kesalahanku? Kujaga
diriku dengan sebaik-baiknya, setelah
kecerobohan yang telah kuperbuat dulu,
tetapi tetap saja kau angkat bayi dari
rahimku?.(hlm.268-269)

555

Kutipan ini menunjukkan jeritan hati


Fisha. Fisha menangis atas apa yang
terjadi atas dirinya, Fisha menyesal karena
tidak lebih berhati-hati dalam menjaga
kandungannya. Fisha hanya bisa merenungi
nasibnya.
b. Pertentangan Antara Dua Keinginan
Perasaan Fisha bersilang-sengkarut
menyaksikan Fikri, sang suami tercinta,
duduk bersanding dengan Desi. Ada
nafsu yang meneriaki hatinya untuk
menyeru, Jangan lakukan, Ayah.
Jangan! Lihatlah aku, betapa aku sangat
mencintaimu. Oh, hati perempuan
mana yang rela dimadu. Jangan, Ayah.
Kasihani aku dengan cintamu. Beri
kesempatan pada ku untuk memiliki
momongan, buah cinta kita. (Irawan,
2014:5)
Kutipan tersebut menunjukkan adanya
harapan antara dua keinginan. Fisha ikhlas
Fikri menikah dengan wanita lain karena di
dalam agamanya, poligami tidak diharamkan
dan Fisha juga sadar bahwa dia tidak bisa
memberikan momongan kepada suaminya.
Akan tetapi, di dalam hatinya, Fisha sulit
untuk menerima kenyataan yang ada.
Jantung Fisha berdetak semakin
kencang
mendengar
suaminya
mengucapkan qabul atas ucapan ijab
Desi yang diwakili oleh penghulu itu.
Fisha mendesah. Sejenak dia tatap
pandangan itu, sejenak dia menunduk.
Dan sekuat-kuat hatinya, sekuatkuatnya jiwanya yang diwujudkan dalam
senyumannya, tetap saja bola matanya
tak sanggup membendung tumpahnya
air mata. (hlm.4-5)
Kutipan di atas menunjukkan Fisha
berusaha
untuk
tersenyum
padahal
hatinya menangis saat mendengar Fikri
mengucapkan qabul terhadap Desi yang
sebentar lagi akan menjadi teman barunya di
dalam rumah tangganya dengan Fikri.

556

Aku menangis dalam kebisuan.


Pelukannya masih bisa aku rasakan.
(hlm.9)
Kutipan tersebut menunjukkan adanya
pertentangan antara dua keinginan, yang
termasuk dalam konflik batin. Fisha yang
menangis dalam kebisuan karena pelukan
yang dirasakan olehnya saat ini akan hilang
direbut oleh istri baru suaminya. Sedangkan
di hatinya, Fisha hanya ingin dirinya saja
yang merasakan kehangatan pelukan itu dan
tidak ada yang lain.
Kesedihan itu berlarut-larut, walau
hari berbilang minggu, dan minggu pun
berganti bulan. Kehidupan tampak lebih
normal bagi Bunda dan adiknya, tetapi
masih demikian suram bagi Fisha.
(hlm.32)
Kutipan tersebut menunjukkan Fisha
merasa sedih pada saat ayahnya meninggal
dunia. Sedangkan Fisha dan adiknya, Amirah
masih membutuhkan sosok seorang Ayah
berada di sampingnya.
Iya, cahaya hidup seakan pudar diwajah
Fisha. Selama berminggu-minggu dia
tak pernah ke kampus, juga tak pernah
ke pesantrennya. Dia tak mau kemanamana, seolah hanya meratap dalam
kesedihan dan duka lara. Dia hanya
melamun dan melamun. Sering kali, air
matanya membasahi pipi. Pikirannya
selalu melayang-layang pada Ayahnya,
dan hal ini semakin membuatnya kurus.
(hlm.35)
Kutipan tersebut menunjukkan adanya
pertentangan antara dua keinginan, di mana
Fisha hanya bisa menangis dan selalu
merenungi nasibnya. Seringkali air matanya
mengalir bila mengingat kembali sosok
seorang Ayah di kehidupannya. Akan tetapi
kenyataannya, Ayahnya telah berada di sisi
sang pencipta.
Senyum
Fisha
yang
tadinya
mengembang mendadak lenyap. Kedua
matanya menabrak pandangan yang

sepi. Warung makan yang berkaca itu,


yang biasanya buka, tampak tertutup
dengan kain gorden. Pintu warung pun
tertutup. (hlm.57)
Kutipan
tersebut
menunjukkan
adanya pertentangan antara dua keinginan
yang termasuk dalam konflik batin. Fisha
menginginkan warung Padang yang dibuka
oleh bundanya selalu berkembang. Akan
tetapi, kenyatannya warung Padang yang
menjadi satu-satunya mata pencaharian di
keluarganya itu telah tutup.
Kenapa Bunda dijahatin seperti ini?
Fisha bertanya. Fisha mengelenggeleng. Air mata jatuh di kedua pipinya.
(hlm.68)
Kutipan tersebut menunjukkan adanya
pertentangan dua keinginan yang termasuk
dalam konflik batin. Fisha yang merasa
sedih setelah mengetahui mengapa warung
Padang bunda dan ayahnya tiba-tiba ditutup.
Tetapi, Fisha tidak tahu harus berbuat
apa, di sisi lain, dia ingin tetap berkuliah.
Namun, tanpa warung Padang itu, dari mana
bundanya mendapatkan uang untuk biaya
perkuliahannya.
Fisha pun tak tahu harus berbicara apa
lagi, kecuali perasaannya yang dikuasai
rasa sedih kembali, terlebih ketika
Amirah bercerita kejadian lima hari yang
lalu. (hlm.68)
Kutipan menggambarkan Fisha tidak
sanggup untuk berucap, kecuali perasaannya
yang dikuasai rasa sedih setelah mendengar
cerita dari adiknya, Fisha menginginkan
rumah makan Padang bundanya dibuka
kembali. Tetapi, semua itu tidak akan bisa
karena sudah tidak ada orang mau membeli
makanan di warung bundanya.
Isak tangis terdengar lirih dari bibir
Fisha. Dengan suara bergetar, Fisha
berucap lirih pada sang bunda, Aku
sudah tahu, Bunda. Aku mendengarkan
semuanya. Bunda tidak bersalah. Aku
sayang Bunda.... (hlm.91)

Kutipan tersebut menunjukkan Fisha


berusaha tegar dalam menghadapi masalah
yang sedang melanda keluarganya. Fisha,
Bunda dan Amirah menginginkan rumah dan
sawah milik ayahnya kembali. Akan tetapi,
kenyataannya rumah dan sawah tersebut
telah dijual oleh pamannya.
Fisha masih gelisah. Sudah berkalikali dia menelpon Fikri, tetapi HP Fikri
tidak aktif. Fisha kebingungan. Perasaan
gagal tiba-tiba menghantui wajahnya.
(hlm.143)
Kutipan tersebut menunjukkan Fisha
merasa gelisah karena Fikri belum kunjung
datang, sedangkan seminar sebentar lagi
akan dimulai. Perasaan Fisha dihantui dua
pilihan antara gagal atau mencari pemateri
lain.
Terkenang kembali Fisha saat ini, saat
di mana seharusnya sang ayah duduk di
sampingnya, mengapit Fikri dan dirinya.
Rasa sedih dan Nyinyir menghujan
dalam-dalam di dada Fisha, sebab tak
ada satupun keluarga atau kerabat, atau
siapapun yang bisa mewakilinya sebagai
wali nikahnya, kecuali wali hakim yang
sudah disiapkan oleh Pak penghulu itu
sendiri, yang duduk di hadapannya. Fisha
hendak menangis, hendak menitikkan
air mata. (hlm.191)
Kutipan tersebut menunjukkan Fisha
ingin yang menjadi wali nikahnya adalah
ayah kandungnya bukan wali hakim yang
tidak dikenalnya sama sekali.
Dalam situasi kebingungan, keresahan,
dan kegundahan hati yang seperti itu,
Fisha dihadapkan pada kenyataan yang
perih kembali. Ibunya jatuh sakit. Usaha
laundry yang tengah berkembang pesat
mendadak surut sebab munculnya
laundy-laundry baru di sekelilingnya.
(hlm.166)
Kutipan
tersebut
menunjukkan
keluarga Fisha mendapat musibah kembali,
laundry bundanya kini telah sepi padahal

557

Fisha menginginkan laundry-nya terus


berkembang. Akan tetapi, laundry mereka
terkalahkan oleh laundry-laundry baru yang
bermunculan.
Fisha merasa berada pada kondisi yang
paling berat disepanjang hidupnya.
(hlm.166)

Hamzah, jika Hamzah tahu pilihannya adalah


Fikri.
Mendengar nasihat Bunda, Fisha
menunduk. Air matanya mengalir deras.
Fisha pejamkan mata. Pada ketika itu,
yang tampak di pelupuk matanya adalah
wajah ayahnya. (hlm.173)

Kutipan tersebut menunjukkan Fisha


berada dalam kondisi paling berat dalam
hidupnya. Fisha harus berkerja untuk
membantu bundanya mencari uang untuk
biaya sekolah Amirah atau Fisha harus terus
meneruskan kuliahnya.
Fisha belum berani menceritakan dua
surat dari dua pemuda itu. Biarlah Bunda
beristrahat terlebih dahulu. Tentang
laundry, mari kita serahkan kepada
Allah. (hlm.167)

Kutipan tersebut menggambarkan


adanya pertentangan antara dua
keinginan, yang termasuk dalam konflik
batin. Fisha meminta pendapat bundanya
apakah Fikri atau Hamzah yang akan
dipilih untuk menjadi pendamping
hidupnya. Fikri mencintai Fisha karena
Allah semata, akan tetapi Hamzah tidak
pernah mengatakan hal serupa.

Kutipan tersebut menunjukkan Fisha


merasa bingung, dia harus memilih Fikri pria
yang baru saja dikenalnya atau Hamzah pria
yang sudah lama dikenalnya untuk menjadi
pendamping hidupnya.
Fisha semakin tersudut. Adakah
ia memang berarti melukai hati
dan perasaan Hamzah apabila ia
memutuskan untuk memilih Fikri.
(hlm.170)
Kutipan tersebut menggambarkan
bahwa Fisha merasa tersudut dengan dua
pilihan. Fisha merasa dia benar-benar
akan melukai hati dan perasaan Hamzah
apabila dia memutuskan untuk memilih Fikri
dibanding Hamzah. Pertentanagn antara dua
keinginan termasuk dalam konflik batin yang
berupa pertentangan antara dua keinginan.
Bunda, adakah aku salah jika aku
terima Fikri sebagai pedamping hidupku,
Bunda? Adakah aku keliru bila aku
meninggalkan Hamzah demi dia?
Zalimkah aku dengan perasaanku?
Tolong aku bunda. (hlm.172)
Kutipan tersebut Fisha bingung karena
dia akan memutuskan pilihannya kepada
Fikri. Akan tetapi, bagaimana dengan

558

Kabar yang mengagetkan dari adiknya,


Amirah itu teramat mencemaskan Fisha.
Hingga beberapa kali membuat air
matanya menetes. (hlm.210)
Kutipan tersebut menunjukkan Fisha
kaget mendengar kabar dari adiknya
bahwa bunda dan adiknya akan kembali
ke kampung halaman mereka. Sedangkan
Fisha belum sempat bertemu bunda dan
adiknya. Fisha ingin sekali bertemu dengan
bunda dan adiknya, akan tetapi dia juga
tidak mau meninggalkan momen sebagai
pengantin baru.
Maafkan aku, Bunda. Aku tidak tahu,
kenapa ibu dan adik iparku begitu benci
terhadapku. Semua yang kukerjakan,
semua yang kulakukan, di rumah ini,
selalu saja salah di mata mereka. Bunda,
oh bunda aku rindu engkau. (hlm.225226)
Fisha
merasa
sangat
bersalah
kepada bunda dan adiknya karena Fisha
bingung kenapa ibu mertua dan adik iparnya
sangat membencinya. Semua yang Fisha
kerjakan seakan salah di mata mereka dan
Fisha menangis menginggat bundanya
diperlakukan seperti itu.
Fisha mengigit bibir. Dia ingin bangun
dari pembaringan, tetapi dirasakannya

dia lemas sekali. Tak berdaya. Fisha


hanya bisa menangis. Hatinya menjerit.
(hlm.237)

Bahkan, tumpahan air mata itu tak bisa


mengobati kepedihan Fisha. Hatinya
pun menjerit luka. (hlm.268)

Kutipan tersebut menunjukkan Fisha


ingin bangkit dari pembaringannya. Akan
tetapi, rasa sakit itu seakan membuatnya tak
berdaya dan Fisha hanya bisa menangis.
Fisha menggigit bibirnya yang pucat
putih itu. Dia ingin mengatakan hal yang
sebenar-benarnya, tetapi tatapan mata
ibu mertuanya yang berdiri di belakang
Fikri membuatnya terdiam. Sepasang
bibir Fisha yang pucat pasi itu hanya
bisa bergeyar. (hlm.239)

Kutipan
tersebut
menunjukkan
Fisha hanya bisa menangisi semua yang
menimpanya. Padahal Fisha sangat-sangat
menginginkan bayinya, akan tetapi Tuhan
berkendak lain.

Kutipan tersebut menunjukkan Fisha


yang ingin mmengatakan yang sebenarnya
terjadi kepada Fikri. Tetapi, Fisha takut
kepada ibu mertuanya yang menatapnya
dengan tatapan tajam.

PENUTUP
Berdasarkan hasil dan pembahasan
di atas, dapat diambil simpulan sebagai
berikut. Konflik internal yang terdapat dalam
novel Air Mata Tuhan karya Aguk Irawan
M.N. berdasarkan analisis yang peneliti
lakukan, yaitu konflik batin yang berupa
harapan-harapan dan pertentangan antara
dua keinginan.

DAFTAR PUSTAKA
Irawan, M. N., Aguk. 2014. Air Mata Tuhan. Depok: Imania.

Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.

559

KESALAHAN PENERJEMAHAN TEKS


DARI BAHASA INGGRIS KE BAHASA INDONESIA DI UNIKOM
Asih Prihandini, Fenny Febryanti, Nungki Heriyati

Alamat korespondensi: dina_dini34@yahoo.co.id; Nigatsu_79@yahoo.com; nungki.heriyati@yahoo.


com

ABSTRACT

This study aimed to analyze the error text translation from English to Indonesian influenced
by the background of a multicultural society. Indonesia as a multicultural society has diverse
languages and cultures that make up the concept and perspective of a person. This can make
it difficult to understand the causes of errors in the translation from the source language to the
target language. Respondents in this study were students UNIKOM. Selection of respondents
using purposive sampling, with the objective of getting the students who have limited English
skills and come from various regions in Indonesia so that it can be observed fault does.
Moreover, interviews conducted to obtain accurate information from respondents about the
translation process does. The results showed that the errors that often arise due to lack of
vocabulary and understanding of the structure of the English language. This problem can be
solved by formulating learning strategies and structured English vocabulary in a way that most
easily adjusted to the level of students.
Keywords: mistranslation, English and Indonesian, multicultural

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesalahan penerjemahan teks dari bahasa Inggris
ke bahasa Indonesia yang dipengaruhi oleh latar belakang masyarakat yang multikultural.
Indonesia sebagai masyarakat yang multikultural memiliki beragam bahasa dan budaya
yang membentuk konsep dan cara pandang seseorang. Hal ini dapat menyebabkan sulitnya
memahami penyebab dari kesalahan dalam menerjemahkan dari bahasa sumber ke bahasa
sasaran. Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa UNIKOM. Pemilihan responden
menggunakan purposive sampling, dengan tujuan mendapatkan mahasiswa yang memiliki
kemampuan bahasa Inggris tertentu dan berasal dari berbagai daerah di Indonesia sehingga bisa
diamati kesalahan yang dilakukannya. Selain itu, dilakukan juga wawancara untuk mendapat
informasi yang akurat dari responden mengenai proses penerjemahan yang dilakukannya.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kesalahan yang sering muncul disebabkan kurangnya
penguasaan kosakata dan pemahaman struktur bahasa Inggris. Masalah ini dapat diselesaikan
dengan merumuskan strategi pembelajaran kosakata dan struktur bahasa Inggris dengan cara
yang paling mudah disesuaikan dengan tingkat kemampuan mahasiswa.
Kata kunci: kesalahan penerjemahan, bahasa Inggris & Indonesia, multikultural

PENDAHULUAN
Perkembangan pengetahuan dan
pendidikan tidak lepas dari buku sebagai
sumber rujukan utama, yang wajib dijadikan
acuan dalam memaparkan kajian teoretis
untuk memecahkan sebuah permasalahan
dalam lapangan ilmu pengetahuan. Buku
teks yang menjadi bagian utama dari
pengajaran ternyata sebagian besar masih
menggunakan bahasa Inggris. Hal ini cukup

560

menyulitkan
pemahaman
mahasiswa.
Apalagi untuk dapat menerjemahkannya ke
dalam bahasa Indonesia.
Latar belakang budaya yang berbeda
menyebabkan sulitnya memahami dan
menerjemahkan buju teks tersebut. Seperti
halnya pada ilmu pengetahuan humaniora,
misalnya sastra, latar belakang kultural
penulisnya biasanya sangat berpengaruh
terhadap gaya penulisan ataupun thematic

keseluruhan dari buku teks tersebut. Jika


tidak memahami hal-hal di atas, maka akan
terjadi kesalahan dalam penerjemahan.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian
ini
mengangkat
topik
penerjemahan
yang difokuskan pada analisis kesalahan
penerjemahan teks dari bahasa Inggris ke
bahasa Indonesia di lingkungan masyarakat
yang multikultural, khususnya studi kasus
pada para mahasiswa/i UNIKOM Bandung.
Penelitian ini bermaksud untuk
menganalisis kesalahan penerjemahan yang
terjadi yang dilatarbelakangi oleh perbedaan
budaya antara teks yang akan diterjemahkan
dengan
penerjemah.
Penelitian
ini
mempunyai tujuan untuk mengukur tingkat
kesulitan mahasiswa dalam menerjemahkan
buku-buku bahan ajar yang menggunakan
bahasa Inggris. Dengan diadakannya
penelitian ini, diharapkan dapat diketahui
factor-faktor penting penyebab mahasiswa
mengalami kesulitan sehingga dapat
dirumuskan penyelesaian untuk mengatasi
kendala tersebut.
Penelitian
menggunakan
metode
kualitatif yang bertujuan untuk memahami
fenomena yang dialami oleh subjek penelitian
dan dideskripsikan secara menyeluruh.
(Moleong, 2006: 6). Pendekatan yang
digunakan adalah studi kasus (case studies),
di mana dilakukan pendalaman tentang
individu satu kelompok, satu organisasi, satu
program kegiatan, dan sebagainya dalam
waktu tertentu.
Penelitian
mengenai
analisis
kesalahan
berbahasa
ini
mengambil
populasi mahasiswa UNIKOM. Sampel
penelitian diambil berdasarkan metode
purposive sampling. Metode ini diambil agar
mendapatkan data yang tepat sesuai dengan
kebutuhan penelitian, yaitu mahasiswa
UNIKOM yang memiliki kemampuan dasar
bahasa Inggris. Kemampuan dasar ini
dibuktikan dengan setidaknya mahasiswa
tersebut telah mengambil mata kuliah bahasa

Inggris 1 (dasar). Kriteria lainnya, yaitu


asal daerah mahasiswa. Peneliti berusaha
untuk mendapatkan sampel mahasiswa
dari berbagai daerah di Indonesia yang
bisa mewakili kota-kota besar yang ada
di Indonesia, baik dari Sumatra, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi, NTB, dan Papua.
Berdasarkan metode tersebut, kemudian
diambil sampel sebanyak 120 mahasiswa.
Ada dua data yang diambil dari sampel
yang diambil, pertama tes tertulis berupa
terjemahan untuk melihat kesalahan apa
saja yang dilakukan oleh mahasiswa yang
menjadi sampel. Kedua adalah survei
mengenai pendapat para mahasiswa tersebut
mengenai kendala-kendala yang ditemuinya
dalam menerjemahkan dan juga usaha yang
mereka lakukan untuk mengatasinya.
Proses menerjemahkan adalah proses
pemindahan makna dari bahasa sumber ke
bahasa sasaran. Bell (1993: 6) mengutip dari
Malone, menjelaskan bahwa Translation is
the replacement of a text in one language
of an equivalent text in a second language.
Jadi, pada dasarnya penerjemahan adalah
proses untuk menggantikan teks dari satu
bahasa ke teks bahasa yang lainnya. Kata
equivalent di atas tidaklah sederhana
karena setiap teks memiiki derajat equivalent
yang berbeda, baik dari segi bagaimana
bahasa disampaikan (struktur gramatika,
makna, dan pilihan kata) dan perbedaan
tingkatan-tingkatan yang ada dalam struktur
bahasa (kata, frase, klausa, dan kalimat)
bahasa sumber dan bahasa sasaran.
Perbedaan
cara
penyampaian
ataupun perbedaan struktur bahasa juga
dipengaruhi oleh budaya. Menerjemahkan
itu bersifat kultural, bukan individual, karena
seorang individu dipengaruhi oleh budaya
dari mana dia berasal. Jadi, terjemahan itu
merupakan komunikasi antarbudaya. (Rubel
and Rosman, 2003: 15). Jones (2003: 46)
juga menjelaskan dalam teorinya tentang
environmental strategies, sebagai makhluk

561

sosial, kita dipengaruhi oleh kepercayaan


tertentu yang membentuk sikap dan cara
pandang kita. Terkadang jika orang tersebut
tidak sadar dengan pengaruh budayanya
akan menyebabkan terjadinya kesalahan
dalam menerjemahkan. Misalnya, dalam
bahasa Indonesia, bahasa Indonesia tidak
memiliki aturan tentang aspect dan tenses,
hal ini menyebabkan banyak kesalahan
dalam terjemahan kalimat yang terdapat
perbedaan waktu dan perubahan kata kerja.
Memahami perbedaan konsep dalam
suatu budaya tertentu tidaklah mudah.
Seorang
penerjemah
harus
mampu
memahami kebudayaan bahasa sumber dan
bahasa sasaran agar bisa menerjemahkan
dengan baik. Penerjemah harus bisa
memilah apakah mempertahankan atau
mengubah teks tersebut. Seperti yang
dijelaskan oleh Rubel dan Rosman dari Venuti
(2003: 11) bahwa dalam menerjemahkan,
kita mencari persamaan, tetapi tidak
mungkin
menghilangkan
perbedaan
dalam kebudayaan sepenuhnya. Setiap
budaya memiliki caranya sendiri dalam
menggambarkan suatu konsep tertentu.
Jones menambahkan contoh bahwa saat
seseorang mengatakan jharsurugarchu
yang artinya adalah hujan datang tapi
sebenarnya maksudnya adalah badai.
Jika seorang penerjemah tidak mampu
memahami kebudayaan yang berbeda dalam
bahasa sumber dan bahasa sasaran, maka
hasil terjemahannya mungkin tidak akan bisa
mengomunikasikan atau menyampaikan
pesan sebagaimana yang dimaksudkan di
bahasa sumber. Jika kita memperhatikan
lingkungan sekitar penerjemah atau budaya
yang mempengaruhinya, maka kita dapat
memahami kencenderungan kesalahan
yang dilakukannya saat menerjemahkan.
Perbedaan ini ditengarai menjadi salah satu
faktor kesulitan dalam proses penerjemahan.

562

Menurut Moentaha (2006: 1327),


faktor-faktor
kesulitan
dalam
proses
penerjemahan adalah:
1. Sarana Leksikal
Sarana leksikal terbagi menjadi tiga,
yaitu (a) aneka makna, yakni katakata yang mengandung polisemi; (b)
differensiasi/nondifferensiasi, yakni kata
yang mungkin memiliki makna yang lebih
luas atau sempit dalam bahasa tertentu;
dan (3) medan semantik, yakni kata-kata
yang memiliki makna komponen sematik
umum.
2. Sarana Gramatikal
Sarana gramatikal terbagi menjadi tiga,
yaitu (a) bentuk tunggal dan jamak; (b)
kategori aspek (perfect/imperfect); (c)
kategori genus.
3. Sarana Stilistis
Setiap bahasa memiliki sistem fungsional
terkait dengan gaya bahasa/stilistika.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian tentang analisis
kesalahan penerjemahan teks dari bahasa
Inggris ke bahasa Indonesia di UNIKOM
menunjukkan
bahwa
ada
beberapa
kesalahan yang banyak ditemukan pada
proses penerjemahan yang dilakukan oleh
mahasiswa. Kesalahan ini, antara lain
sebagai berikut:
Pertama, aneka makna. Aneka
makna juga menjadi kesalahan terbanyak
yang dilakukan oleh mahasiswa. Hal ini
dimungkinkan kurangnya pemahaman makna
kata bahasa Inggris sehingga diterjemahkan
tidak sesuai dengan maksud dari makna
kata bahasa Inggris dan juga tidak sesuai
dengan konteks bahasa Indonesia. Contoh,
pada kata grocery diartikan toko grosir yang
seharusnya toko bahan makanan/kelontong;
atau kata behave coolly dengan arti bersikap
dingin padahal harusnya diartikan bersikap
tenang; atau kata mortar yang tetap diartikan
mortar; kata a flat tire yang diterjemahkan

menjadi ban yang pecah atau ada juga


menerjemahkannya menjadi ban rata.
Padahal akan lebih baik jika diterjemahkan
sebagai ban kempes agar sesuai dengan
konteks Indonesia.

been asked to accept a bribe yang diartikan


sebelumnya saya tidak pernah disuruh untuk
menerima uang suap yang akan lebih tepat
jika diartikan Belum pernah sebelumnya,
saya diminta untuk menerima suap.

Pada sarana gramatikal, titik kesalahan


terbanyak, yaitu pada aspek dan tenses dalam
bahasa Inggris yang berbeda dengan bahasa
Indonesia. Dalam kalimat I bought rice in the
grocery shop diterjemahkan saya membeli
beras di toko sembako. Terjemahan dalam
bahasa Indonesia ini tidak memperlihatkan
aspek dan tenses yang terdapat dalam
bahasa Inggris, di mana kegiatan membeli
tersebut terjadi di masa lampau dan sudah
selesai dengan digunakannya kata kerja
lampau atau kata kerja bentuk kedua, yaitu
bought.

Hasil survei memperlihatkan masalah


yang sama dengan yang terlihat dari tes
tertulis. Berdasarkan pengisian angket, faktor
terbesar penyebab terjadinya kesalahan
dalam menerjemahkan, yaitu kurangnya
penguasaan kosakata dalam bahasa Inggris.
Mahasiswa kebanyakan tidak memiliki
perbendaharaan yang banyak sehingga tidak
mampu menerjemahkan dengan baik. Selain
itu, kata yang memiliki makna yang lebih dari
satu menyulitkan mereka untuk memahami
bacaan dan memilih padanan kata yang
tepat untuk kalimat yang diterjemahkan.

Kesalahan lain disebabkan oleh


struktur kalimat yang lebih kompleks,
misalnya pada kalimat pengandaian. Hasil
terjemahan tidak memperlihatkan apakah
situasi yang dibicarakan masih mungkin
atau tidak mungkin terjadi. Kesulitan dalam
menentukan aspek ini dapat disebabkan
oleh tidak adanya perbedaan waktu dalam
kata kerja di bahasa Indonesia.

Ketidakmampuan
menganalisis
konteks kalimat menjadi faktor penyebab
berikutnya. Perbedaan struktur bahasa
Inggris pun menyulitkan mereka untuk
dapat memahami makna dari kalimat
yang diterjemahkan, walaupun banyak
di antaranya yang mampu menyebutkan
beberapa perbedaan mendasar bahasa
Inggris dan Indonesia, seperti dalam bahasa
Indonesia, biasanya berpola diterangkanmenerangkan, sedangkan dalam bahasa
Inggris menerangkan-diterangkan. Ada juga
yang mengetahui bahwa dalam bahasa
Indonesia, dimungkinkan ada kalimat yang
tidak memiliki kata kerja, misalnya dalam
kalimat Dia cantik. Hal ini tidak mungkin
dalam bahasa Inggris karena kalimat dalam
bahasa Inggris minimal memiliki subjek dan
predikat.

Pada genus ditemukan kesalahan


penerjemahan, yaitu sebagian besar
mahasiswa menerjemahkan kata she
menjadi dia, tanpa secara spesifik
menyebutkan jika dia itu adalah perempuan.
Hal ini dikarenakan kebiasaan pada bahasa
Indonesia yang tidak menyebutkan seorang
dia itu sebagai laki-laki atau perempuan.
Pada penerjemahan bentuk tunggal
dan jamak juga ditemukan adanya
kesalahan, di mana kata women diartikan
dengan seorang wanita, yang seharusnya
adalah wanita-wanita.
Perbedaan stilistika terlihat pada bentuk
inversi yang digunakan untuk memberikan
penegasan pada action yang dilakukan,
misalnya pada kalimat Never before had I

Survei tentang bagaimana mahasiswa


mengatasi masalah terjemahan yang
ditemuinya memperlihatkan bahwa pertama
adalah penggunaan kamus, baik dalam
bentuk buku ataupun online. Langkah lainnya
adalah mempelajari banyak kosakata bahasa
Inggris, banyak membaca, belajar dari lagu
dan film, ikut les, banyak berlatih berbicara

563

dan mendengar dalam bahasa Inggris.


Ada juga responden yang mempunyai
strategi dalam menerjemahkan kalimat yang
kompleks, yaitu dengan membagi kalimat
tersebut ke dalam kalimat yang lebih pendek.
PENUTUP
Berdasarkan
penelitian,
maka
dapat
disimpulkan
bahwa
kesulitan
terbesar pada proses penerjemahan, yaitu
keterbatasan penguasaan kosakata dan
penguasaan struktur kalimat. Pengetahuan
mengenai aspek dalam bahasa Inggris
juga dapat membantu mahasiswa dalam
menerjemahkan.
Perbedaan
tersebut
disebabkan oleh adanya perbedaan budaya
dari bahasa sumber ke bahasa sasarannya.
Perbedaan
ini
membuat
mahasiswa

melakukan
kesalahan
dalam
proses
penerjemahan. Berdasarkan hal tersebut,
maka perlu adanya rancangan dalam
proses pembelajaran bahasa Inggris yang
memberikan strategi dalam penguasaan
kosakata dan strategi dalam mempelajari
struktur bahasa Inggris.
Adapun saran dari penulis sebagai
berikut: penelitian lapangan, terutama
menggunakan purposive sampling, yaitu
snow ball memerlukan waktu yang cukup
lama dalam mengumpulkan data. Selain itu,
kemungkinan tidak dikembalikannya hasil
survei dan tes membuat waktu pengambilan
data menjadi lebih dari yang direncanakan.
Maka, diperlukan rancangan waktu penelitian
yang lebih cermat.

DAFTAR PUSTAKA
Bell, Roger T.. 1993. Translation and Translating: Theory and Practice. Longman: London and
New York.
Jones, Tood. 2003. Translation and Belief Ascription: Fundamental Barriers in Paula Rubel
and Rosman Abraham (Ed.), Translating Cultures: Perspectives on Translation and
Antropology. New York: Berg.
Moentaha, Salihen. 2006. Bahasa dan Terjemahan. Jakarta: Kesaint Blanc.
Moleong, Lexy J.. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Rubel, Paula and Rosman Abraham (Ed.). 2003. Translating Cultures: Perspectives on
Translation and Antropology. New York: Berg.

564

MENYIMAK KOMPREHENSIF DAN KRITIS SEBAGAI ALTERNATIF


PEMBELAJARAN MENYIMAK DI PERGURUAN TINGGI
IKIP-PGRI PONTIANAK
Dewi Leni Mastuti

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP-PGRI Pontianak


Jalan Ampera Kotabaru Pontianak 78116

ABSTRACT

Learning to listen is one activity that is often overlooked, this happens because the less
productive colleger in listening, the first activity of the colleger to be involved in the learning
process skills listen to speeches and interviews are still lacking, and both the willingness
and seriousness of the colleger to learn in groups is very low, such as colleger just quiet,
annoying friends who discuss, and do not dare to propose. This study aimed to describe: 1)
Implementation of the created lecturer in a comprehensive and critical listening, 2) instructional
media created lecturer in a comprehensive and critical listening. The method used in this
research is descriptive qualitative research method. Sources of data obtained from informants,
events, questionnaires and direct observations. The informant of this study is the lecturer
Training College lecturer PBSI PGRI Pontianak.
Keywords: scrutinize, comprehensive and critical, learning

ABSTRAK

Pembelajaran menyimak merupakan salah satu kegiatan yang sering diabaikan. Hal ini terjadi
karena kurang produktifnya mahasiswa dalam menyimak, pertama, keaktifan mahasiswa
untuk terlibat dalam proses pembelajaran keterampilan menyimak pidato dan wawancara
masih kurang dan kedua, kemauan dan keseriusan mahasiswa untuk belajar berkelompok
sangat rendah, misalnya mahasiswa hanya diam, mengganggu teman yang berdiskusi,
serta tidak berani mengajukan pendapat. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1)
pelaksanaan yang dibuat guru dalam pembelajaran menyimak komprehensif dan kritis, (2)
media pembelajaran yang dibuat guru dalam pembelajaran menyimak komprehensif dan kritis.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif
deskriptif. Sumber data diperoleh dari informan, peristiwa, angket, dan pengamatan langsung.
Informan dari studi ini adalah dosen PBSI IKIP PGRI Pontianak.
Kata kunci: menyimak, komprehensif dan kritis, pembelajaran

PENDAHULUAN
Bahasa
Indonesia
merupakan
pelajaran yang sangat penting dalam
pengembangan potensi diri di perguruan
tinggi. Oleh sebab itu, pendidikan bahasa
Indonesia yang diajarkan di perguruan tinggi
adalah pendidikan bahasa Indonesia yang
dapat menata nalar, membentuk kepribadian,
menanamkan
nilai-nilai,
memecahkan
suatu masalah, dan melakukan tugas
tertentu. Bahasa memiliki peran penting
dalam perkembangan intelektual, sosial,
dan emosional mahasiswa, bahasa juga
merupakan penunjang keberhasilan dalam

mempelajari semua bidang mata kuliah.


Pembelajaran bahasa diharapkan dapat
membantu mahasiswa mengenal dirinya,
baik itu budayanya sendiri dan budaya
orang lain, mengemukakan gagasan dan
perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat
yang menggunakan bahasa tersebut, serta
dapat menemukan dan menggunakan
kemampuan analitis dan imajinatif yang ada
dalam dirinya.
Pembelajaran
Bahasa
Indonesia
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
mahasiswa untuk berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik

565

dan benar, baik secara lisan maupun tulisan.


Menurut Tarigan (2008: 2), Keterampilan
berbahasa (language arts, language skills)
dalam kurikulum di sekolah biasanya
mencakup empat segi, yaitu keterampilan
menyimak (listening skills), keterampilan
berbicara (speaking skills), keterampilan
membaca (reading skills), dan keterampilan
menulis (writing skills). Sehubungan
dengan hal tersebut, dalam membicarakan
pengajaran bahasa Indonesia tidak terlepas
dari kegiatan menyimak komprehensif dan
kritis.
Berdasarkan uraian di atas, kegiatan
menyimak sangat diperlukan dalam mata
kuliah, baik itu mata kuliah Bahasa Indonesia
atau pun mata kuliah yang lainnya, satu dari
beberapa faktor penting yang digunakan
dalam proses pembelajaran di kelas adalah
kegiatan menyimak. Menyimak merupakan
suatu alat untuk mencapai beberapa
tujuan yang dianggapnya penting dan
bila mahasiswa melihat bahwa dari hasil
menyimak akan membawa kemajuan pada
dirinya, maka mahasiswa akan terfokuskan
untuk menyimak apa yang didengarnya.
Keterampilan
menyimak
sebagai
satu dari empat keterampilan berbahasa
yang mempunyai peranan penting dalam
kehidupan manusia. Melalui menyimak,
mahasiswa
dapat
menuangkan,
mengindahkan,
memperhatikan
apa
yang didengarkannya dengan berbicara.
Dalam proses pembelajaran di perguruan
tinggi, setiap dosen sangat menginginkan
mahasiswanya memiliki prestasi belajar yang
baik, dalam arti jika diukur dalam bentuk
kemampuannya diharapkan mahasiswa
dapat
mencapai
standar
ketuntasan
yang diharapkan oleh dosen. Mahasiswa
menganggap mempelajari bahasa Indonesia
itu sangat mudah sehingga mahasiswa
banyak yang meremehkannya. Masalah
prestasi belajar ini adalah masalah klasik
yang akan terus terjadi dalam lembaga

566

pendidikan. Meskipun masalah tersebut tidak


dapat dihilangkan sampai tuntas (100%),
namun akan lebih baik jika permasalahan
tersebut dapat diminimalisasi. Masalahmasalah seperti ini juga terjadi di IKIP PGRI
Pontianak.
Permasalahan itu ditunjukkan dari hasil
praobservasi yang dilakukan peneliti dengan
para mahasiswa IKIP PGRI Pontianak
semester 2 Prodi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia. Mengenai prestasi belajar
mahasiswa terhadap mata pelajaran Bahasa
Indonesia, jawaban yang diberikan adalah
prestasi belajar mahasiswa tergolong
rendah, hal ini ditunjukkan dari hasil ujian
semester mahasiswa yang tidak mencapai
ketuntasan belajar secara klasikal, yaitu 75%
memperoleh nilai 75. Dalam tanya jawab
tersebut, juga diperoleh informasi bahwa
materi menyimak pidato dan wawancara
merupakan salah satu materi yang dianggap
sulit bagi mahasiswa, sehingga peneliti
tertarik untuk memilih materi menyimak
pidato dan wawancara ini sebagai materi
yang akan diteliti.
Berkaitan dengan masalah tersebut,
tentunya harus diberikan suatu solusi yang
dapat membuat suasana belajar yang lebih
aktif dan dapat menimbulkan minat belajar
mahasiswa terhadap pelajaran Bahasa
Indonesia dan tentunya berefek terhadap
hasil belajar mahasiswa. Seorang dosen
merupakan faktor yang sangat penting
dalam menentukan keberhasilan belajar
mahasiswanya. Ini berarti seorang dosen
harus memiliki kiat-kiat khusus untuk
memilih strategi, pendekatan, metode, dan
teknik yang cocok digunakan pada topik
pembelajaran Bahasa Indonesia tertentu,
sehingga akan mempermudah proses
terbentuknya pengetahuan pada mahasiswa.
Penelitian
ini
difokuskan
pada
keterampilan
menyimak
komprehensif
dan kritis pada materi menyimak pidato
dan wawancara. Hal ini tidak terlepas

dari kenyataan yang peneliti temukan


bahwa keterampilan menyimak pidato dan
wawancara pada mahasiswa semester
2 Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia IKIP PGRI Pontianak masih
rendah di bawah nilai KKM, yakni 75. Dalam
hal proses pembelajaran menyimak pidato
dan wawancara, dosen masih mengeluh
atas ketidakmampuan mahasiswa dalam
memahami pidato, wawancara yang dilihat
dan didengarnya. Masalah-masalah tersebut,
yaitu pertama keterampilan mahasiswa
dalam keterampilan menyimak pidato dan
wawancara masih rendah, kedua keaktifan
mahasiswa untuk terlibat dalam proses
pembelajaran
keterampilan
menyimak
pidato dan wawancara masih kurang,
ketiga perhatian mahasiswa terhadap
pembelajaran
keterampilan
menyimak
pidato dan wawancara masih kurang,
dan keempat kemauan dan keseriusan
mahasiswa untuk belajar berkelompok
sangat rendah, misalnya mahasiswa hanya
diam, mengganggu teman yang berdiskusi,
serta tidak berani mengajukan pendapat.
Permasalahan-permasalahan
tersebutlah
yang selalu dihadapi dalam pembelajaran
keterampilan menyimak komprehensif dan
kritis.
Berdasarkan observasi yang dilakukan
oleh peneliti pada 12 Oktober 2015, beberapa
masalah yang muncul dalam proses
pembelajaran
keterampilan
menyimak
komprehensif dan kritis pada semester
2 Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia IKIP PGRI Pontianak disebabkan
oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut
antara lain pelaksanaan pembelajaran dan
penggunaan media pembelajaran yang
belum maksimal.
Kenyataan
di
lapangan
menggambarkan bahwa selama ini dosen
masih menggunakan model ceramah dalam
proses pembelajaran. Penggunaan model
ceramah memang memiliki keunggulan

dalam proses pembelajaran, tetapi juga dapat


menimbulkan permasalahan. Penggunaan
model ceramah dapat menumbuhkan
kejenuhan pada mahasiswa untuk belajar.
Hal itu terjadi karena mahasiswa lebih sering
berada pada posisi sebagai penyimak,
sedangkan dosen sebagai pembicara
sekaligus sebagai satu-satunya pentransfer
ilmu. Kejenuhan itu juga muncul karena
mahasiswa tidak diajak untuk terlibat secara
aktif dalam proses pembelajaran dan materi
yang disampaikan dosen lebih bersifat
teoretis.
Sejalan dengan hal di atas, Tarigan
(2008: 31) mengartikan Menyimak adalah
suatu proses kegiatan mendengarkan
lambang-lambang lisan dengan penuh
perhatian, pemahaman, apresiasi, serta
interpretasi untuk memperoleh informasi,
menangkap isi atau pesan serta memahami
makna komunikasi yang telah disampaikan
oleh sang pembicara melalui ujaran atau
bahasa lisan. Berdasarkan teori pengertian
menyimak di atas, maka dapat dipahami
bahwa menyimak adalah suatu proses
kegiatan mendengarkan bunyi, baik bunyi
nonbahasa dan bunyi bahasa dengan penuh
pemahaman, perhatian, apresiasi, serta
interpretasi dengan menggunakan aktivitas
telinga dalam menangkap pesan yang
diperdengarkan untuk memperoleh informasi
dan memahami isi yang disampaikan bunyi
tersebut.
Menurut Tarigan (2008: 63), ada
lima tahapan dalam menyimak, tahapan
tersebut adalah mendengar, memahami,
menginterpretasi,
mengevaluasi,
dan
menanggapi. Kelima tahap tersebut dapat
peneliti jelaskan secara singkat sebagai
berikut.
1. Tahap mendengar. Tahap ini seseorang
hanya baru mendengar segala sesuatu
yang diujarkan oleh pembicara. Dengan
demikian, ia masih berada di tahap
hearing.

567

2. Tahap memahami. Setelah seseorang


mendengar ujaran sang pembicara, maka
perlu untuk mengerti atau memahami
dengan baik. Tahap ini merupakan tahap
understanding.
3. Tahap
menginterpretasi.
Penyimak
yang baik, yang cermat dan teliti belum
merasa puas jika hanya mendengar
dan memahami isi ujaran si pembicara
sehingga ia ingin menafsirkan apa
yang tersirat dalam ujaran permbicara
tersebut. Tahap ini disebut tahap
interpreting.
4. Tahap mengevaluasi. Setelah penyimak
bisa memahami serta dapat menafsirkan
isi pembicaraan, maka mulailah penyimak
menilai apa yang telah diujarkan oleh
pembicara, yaitu tentang keunggulan
dan kelemahan. Dengan demikian,
sampailah pada tahap evaluating.
5. Tahap menanggapi. Tahap ini merupakan
tahap terakhir dalam kegiatan menyimak.
Penyimak bisa menyambut, menyerap,
serta
menerima
gagasan
yang
dikemukakan oleh pembicara. Tahap ini
disebut tahap responding.
Tujuan umum menyimak adalah untuk
memperoleh informasi, menangkap isi,
serta memahami komunikasi yang hendak
disampaikan sang pembicara melalui ujaran.
Hal demikian menyebabkan munculnya
berbagai ragam menyimak. Menurut Tarigan
(2008: 38), ragam menyimak yaitu intensif
dan ekstensif.
Sehubungan dengan pembahasan
mengenai ragam menyimak di atas, pada
penelitian ini, peneliti hanya akan membahas
ragam menyimak intensif yang terbagi
atas: (1) menyimak kritis dan (2) menyimak
komprehensif,. Di bawah ini akan peneliti
jelaskan secara singkat mengenai ragamragam menyimak intensif sebagai berikut
(Tarigan, 2008: 43-53).
1. Menyimak kritis adalah sejenis kegiatan
menyimak berupa pencarian kesalahan

568

atau kekeliruan, bahkan juga butir-butir


yang baik dan benar dari ujaran seorang
pembicara dengan alasan-alasan yang
kuat dan dapat diterima akal sehat
2. Menyimak komprehensif adalah sejenis
kegiatan dalam menyimak yang dapat
mengakibatkan kesenangan rekonstruksi
imajinatif para penyimak terhadap bunyi,
penglihatan, gerakan, serta perasaanperasaan kinestetik yang disarankan
atau dirangsang oleh sesuatu yang
disampaikan (lebih menekankan pada
menyimak menyeluruh).
Keterampilan menyimak perlu dikuasai
seorang mahasiswa dan khalayak pada
umumnya, sebab setiap kegiatan menyimak
yang
dilakukan
akan
memunculkan
tujuan-tujuan yang berbeda. Hal ini berarti
bahwa menyimak memiliki tujuan yang
berbeda-beda tergantung maksud dari
sang penyimak. Secara umum, menyimak
bertujuan untuk memperoleh informasi,
menangkap isi, serta memahami komunikasi
yang hendak disampaikan sang pembicara
melalui ujaran. Oleh karena itu, Tarigan
(2008: 61) menyebutkan bahwa menyimak
memiliki delapan tujuan, yaitu menyimak
untuk belajar, menyimak untuk menikmati,
menyimak untuk mengevaluasi, menyimak
untuk mengapresiasi, menyimak untuk
mengomunikasikan ide-ide, menyimak untuk
membedakan bunyi-bunyi, menyimak untuk
memecahkan masalah, menyimak untuk
menyakinkan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Prodi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
semester 2 IKIP PGRI Pontianak, dengan
alamat Jalan Ampera, Kota Baru, Pontianak
78116. Kelas yang digunakan untuk
penelitian adalah kelas A, B, dan C Pagi,
dengan pertimbangan kelas tersebut
terdapat
permasalahan
pembelajaran
Bahasa Indonesia, khususnya mata kuliah

menyimak komprehensif dan kritis pada


materi menyimak pidato dan wawancara.
Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan,
yaitu pada bulan Oktober-Desember 2015.
Penelitian ini berbentuk penelitian
deskriptif
kualitatif,
bertujuan
untuk
menggambarkan
serta
menjelaskan
kenyataan di lapangan. Kenyataan yang
dimaksud adalah proses pembelajaran
menyimak komprehensif dan kritis pada
materi menyimak pidato dan wawancara.
Sumber data penelitian di antaranya: (1)
peristiwa proses pembelajaran menyimak
komprehensif dan kritis (menyimak pidato
dan wawancara), (2) informan melalui
wawancara, (3) angket, dan (4) pengamatan
langsung. Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini, antara lain
observasi wawancara secara mendalam dan
angket.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Proses Pelaksanaan Pembelajaran
dalam Menyimak Komprehensif dan
Kritis (Pada Materi Menyimak Pidato
dan Wawancara)
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran
adalah upaya yang dilakukan oleh pendidik
untuk merealisasikan rancangan yang
telah disusun, baik di dalam silabus
maupun rencana pembelajaran. Karena
itu, pelaksanaan kegiatan pembelajaran
menunjukkan penerapan langkah-langkah
metode strategi kegiatan belajar-mengajar.
Proses pembelajaran langsung adalah
proses pendidikan, di mana peserta didik
mengembangkan pengetahuan, kemampuan
berpikir, dan keterampilan psikomotorik
melalui interaksi langsung dengan sumber
belajar yang dirancang dalam silabus dan
rencana pembelajaran berupa kegiatankegiatan pembelajaran. Dalam pembelajaran
langsung tersebut, mahasiswa melakukan
kegiatan belajar mengamati, menanya,
mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan

mengomunikasikan apa yang ditemukannya


dalam kegiatan analisis. Proses pembelajaran
langsung adalah menghasilkan pengetahuan
dan keterampilan langsung. Pembelajaran
tidak langsung adalah proses pendidikan
yang terjadi selama proses pembelajaran
langsung, tetapi tidak dirancang dalam
kegiatan khusus. Pembelajaran tidak
langsung berkenaan dengan pengembangan
nilai dan sikap. Berbeda dengan pengetahuan
tentang nilai dan sikap yang dilakukan dalam
proses pembelajaran langsung oleh mata
pelajaran tertentu.
Pelaksanaan atau proses pembelajaran
adalah inti dari penyelenggaraan pendidikan.
Tahap ini merupakan tahap implementasi atau
tahap penerapan atas desain perencanaan
yang telah dibuat guru. Hakikat dari tahap
pelaksanaan adalah kegiatan operasional
pembelajaran itu sendiri. Salah satu
aspek yang mempengaruhi keberhasilan
pembelajaran adalah kemampuan dosen
dalam mengelola pembelajaran. Dalam
prosesnya, pengelolaan tersebut harus
diarahkan hingga menjadi suatu proses
bermakna dan kondusif dalam pembentukan
kemampuan mahasiswa. Oleh karena
itu, kegiatan belajar selain dikembangkan
secara sistematis, efektif dan efisien, juga
perlu variasi kegiatan sebagai alternatif
untuk menumbuhkembangkan motivasi dan
aktivitas mahasiswa dalam belajar.
Dalam
pelaksanaan
proses
pembelajaran, ada tiga tahapan prosedur yang
perlu ditempuh, yaitu (a) awal pembelajaran,
(b) kegiatan inti pembelajaran, dan (c) akhir
atau penutup pembelajaran. Kegiatan dan
prosedur dalam kegiatan awal pembelajaran,
meliputi: (a) menyiapkan mahasiswa secara
psikis dan fisik untuk mengikuti proses
pembelajaran, (b) mengajukan pertanyaanpertanyaan tentang materi yang sudah
dipelajari dan terkait dengan materi yang
akan dipelajari, (c) mengantarkan mahasiswa
kepada suatu permasalahan atau tugas yang

569

akan dilakukan untuk mempelajari suatu


materi dan menjelaskan tujuan pembelajaran
atau KD yang akan dicapai, dan (d)
menyampaikan garis besar cakupan materi
dan penjelasan tentang kegiatan yang akan
dilakukan mahasiswa untuk menyelesaikan
permasalahan atau tugas.
Kegiatan inti dalam pembelajaran
sangat memegang peranan penting untuk
mencapai tujuan pembelajaran maupun
dalam membentuk kemampuan mahasiswa
yang telah ditetapkan. Kegiatan inti dalam
pembelajaran sangat dipengaruhi oleh
desain atau rencana pelajaran yang dibuat
dosen. Pada prinsipnya kegiatan inti dalam
pembelajaran adalah proses pembentukan
pengalaman dan kemampuan mahasiswa
secara terprogram yang dilaksanakan
dalam durasi waktu tertentu. Kegiatan inti
juga merupakan proses pembelajaran
untuk mencapai tujuan yang dilakukan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi mahasiswa untuk
secara aktif menjadi pencari informasi, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan
bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis mahasiswa.
Berikutnya adalah contoh aplikasi dari
kelima kegiatan belajar (learning event).
Langkah kegiatan inti yang perlu dilakukan
dalam pembelajaran adalah (a) mengamati,
dalam kegiatan mengamati, dosen membuka
secara luas dan bervariasi kesempatan
mahasiswa untuk melakukan pengamatan
melalui kegiatan melihat, mendengar, dan
membaca. Dosen memfasilitasi mahasiswa
untuk melakukan pengamatan, melatih
mereka untuk memperhatikan (melihat,
membaca, mendengar) hal yang penting
dari suatu benda atau objek. (b) Menanya,
dalam kegiatan menanya, dosen membuka
kesempatan secara luas kepada mahasiswa
untuk bertanya mengenai apa yang sudah
dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Dosen

570

perlu membimbing mahasiswa untuk dapat


mengajukan pertanyaan, pertanyaan tentang
yang hasil pengamatan objek yang konkret
sampai kepada yang abstrak berkenaan
dengan fakta, konsep, prosedur, ataupun hal
lain yang lebih abstrak.
Selanjutnya, kegiatan inti dalam
pembelajaran (c) mengumpulkan dan (d)
mengasosiasikan, tindak lanjut dari bertanya
adalah menggali dan mengumpulkan
informasi dari berbagai sumber melalui
berbagai cara. Untuk itu, mahasiswa
dapat membaca buku yang lebih banyak,
memperhatikan fenomena atau objek
yang lebih teliti, atau bahkan melakukan
eksperimen. Dari kegiatan tersebut, terkumpul
sejumlah informasi. Informasi tersebut
menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya,
yaitu memroses informasi untuk menemukan
keterkaitan satu informasi dengan informasi
lainnya, menemukan pola dari keterkaitan
informasi dan bahkan mengambil berbagai
kesimpulan dari pola yang ditemukan.
Selanjutnya, (e) mengomunikasikan hasil,
kegiatan berikutnya adalah menuliskan
atau menceritakan apa yang ditemukan
dalam
kegiatan
mencari
informasi,
mengasoasiasikan, dan menemukan pola.
Hasil tersebut disampaikan di kelas dan dinilai
oleh dosen sebagai hasil belajar mahasiswa
atau kelompok mahasiswa tersebut.
Kegiatan akhir dalam pembelajaran
tidak hanya diartikan sebagai kegiatan untuk
menutup pelajaran, tetapi juga sebagai
kegiatan penilaian hasil belajar mahasiswa
dan kegiatan tindak lanjut. Kegiatan tindak
lanjut harus ditempuh berdasarkan pada
proses dan hasil belajar mahasiswa.
Secara umum, kegiatan akhir dan tindak
lanjut pembelajaran yang harus dilakukan
oleh dosen, di antaranya: (a) membuat
rangkuman atau simpulan pelajaran,
melakukan penilaian dan refleksi terhadap
kegiatan yang sudah dilaksanakan secara
konsisten dan terprogram, (b) memberikan

umpan balik terhadap proses dan hasil


pembelajaran, (c) merencanakan kegiatan
tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran
remidi, program pengayaan, layanan
konseling, dan memberikan tugas, baik tugas
individu maupun kelompok sesuai dengan
hasil mahasiswa dan menyampaikan rencana
pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Aspek-aspek yang harus diperhatikan
oleh dosen dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran, yaitu (a) aspek pendekatan
dalam pembelajaran, (b) aspek strategi
dan taktik dalam pembelajaran, (c) aspek
metode dan teknik dalam pembelajaran,
serta (d) prosedur pembelajaran. Dalam
melaksanakan
kegiatan
atau
proses
pembelajaran, seorang dosen harus memiliki
kemampuan sebagai berikut: (a) mampu
membuka pelajaran, (b) mampu menyajikan
materi, (c) mampu menggunakan media/
metode, (d) mampu menggunakan alat
peraga, (e) mampu menggunakan bahasa
yang komunikatif, (f) mampu memotivasi
peserta didik, (g) mampu mengorganisasikan
kegiatan pembelajaran, (h) mampu beriteraksi
dengan peserta didik secara komunikatif, (i)
mampu menyimpulkan pembelajaran, (j)
mampu memberikan umpan balik, (k) mampu
melaksanakan penilaian pembelajaran, dan
(l) mampu menggunakan waktu semaksimal
mungkin.
Sukmara (2003: 3) menyatakan bahwa
pembelajaran adalah proses penciptaan
kondisi dan pengorganisasian berbagai
aspek yang mempengaruhi mahasiswa
dalam menguasai suatu kompetensi.
Dari pendapat-pendapat tersebut,
dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan
pembelajaran (khususnya pembelajaran
menyimak), dosen dan mahasiswa adalah
dua individu yang saling berinteraksi dan
memiliki hubungan timbal balik antara yang
satu dengan yang lainnya. Mahasiswa
adalah pelaksana dalam pembelajaran.
Namun demikian, kegiatan pokok dalam

pembelajaran terletak pada mahasiswa, yaitu


kegiatan belajar. Kegiatan mengajar dosen
adalah kegiatan sekunder. Dosen harus
dapat memainkan perannya dengan baik
untuk menumbuhkan semangat mahasiswa
dalam pembelajaran menyimak.
Secara fungsional, tugas utama
seorang dosen adalah melakukan kegiatan
pembelajaran. Oleh karena itu, untuk
merealisasikan tugas tersebut dengan
baik, dosen harus mengetahui komponenkomponen yang terlibat dalam proses
pembelajaran.
Ada
pun
komponenkomponen tersebut, antara lain; (a) hasil
belajar, (b) karakteristik mahasiswa, (c)
sarana dan prasarana, dan (d) lingkungan.
(Sukmara, 2003: 64-65). Pembelajaran
merupakan proses kegiatan antara dosen
dengan mahasiswa sebagai subjek didik.
Proses pembelajaran memiliki ciri-ciri
sebagai berikut: (a) memiliki tujuan, (b)
adanya prosedur yang sudah direncanakan,
(c) adanya penggarapan materi tertentu
secara khusus sehingga tujuan dapat
tercapai, (d) adanya aktivitas mahasiswa,
(e) dosen berperan sebagai pembimbing, (f)
membutuhkan adanya komitmen terhadap
kedisiplinan, dan (g) adanya batasan waktu
untuk pencapaian tujuan.
Jadi, dalam proses pembelajaran,
harus ada tujuan yang ingin dicapai dan
prosedur pelaksanaan sudah direncanakan,
serta adanya penggarapan materi. Dalam
kegiatan pembelajaran, mahasiswa yang
harus aktif, sedangkan dosen berfungsi
sebagai
pembimbing.
Dalam
proses
pembelajaran, dibutuhkan adanya batasan
waktu dan adanya komitmen terhadap
kedisiplinan. Selain memiliki tujuan yang
harus dicapai, proses pembelajaran yang
dilaksanakan oleh dosen Bahasa dan Sastra
Indonesia juga menggunakan prosedur
yang telah direncanakan. Prosedur tersebut
terlihat dari perencanaan yang telah dibuat
oleh dosen, mulai dari perangkat yang akan

571

digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran


menyimak komprehensif dan kritis mulai dari
SAP, sampai pada Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP).
Hasil temuan di lapangan menunjukkan
bahwa dalam setiap pelaksanaan proses
pembelajaran,
pada
kegiatan
awal
pembelajaran dosen selalu mengabsen
kehadiran mahasiswa, menciptakan suasana
awal pembelajaran yang menyenangkan,
terkadang dosen melakukan penjajakan
(tes awal) tentang materi yang akan
dipelajari. Dari cakupan tersebut, dalam
proses pembelajaran harus ada stimulus
atau rangsangan. Dengan adanya stimulus
atau rangsangan, akan terjadi interaksi
sehingga potensi diri mahasiswa selama
proses pembelajaran menjadi terbentuk dan
pembelajaran lebih bermakna.
Pelaksanaan
kegiatan
inti
pembelajarannya, pelaksanaan atau proses
pembelajaran
menyimak
komprehensif
dan kritis di Prodi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia IKIP PGRI Pontianak
menggunakan sistem saling silang, di mana
untuk minggu petama digunakan untuk
pembahasan teori dan minggu berikutnya
untuk kegiatan praktik. Teori yang diberikan
oleh guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia sangat mendukung pelaksanaan
praktik. Metode yang diberikan, meliputi:
ceramah, diskusi, tanya jawab, penugasan,
discovery
learning,
dan
presentasi.
Mahasiswa cukup bersemangat, terlihat
apabila mengalami kesulitan mahasiswa
bertanya langsung kepada dosen pengampu
atau bertanya terlebih dahulu kepada
teman. Menurut mahasiswa, dosen mampu
memberikan penjelasan materi secara runtut
dari yang termudah sampai yang tersulit. Hal
ini sesuai dengan karakteristik mata kuliah
menyimak komprehensif dan kritis bahwa
materi yang satu terkait dengan materi
yang akan dipelajari pada tahap berikutnya.
Penjelasan materi yang dilakukan dengan

572

bahasa lisan dan tulisan secara jelas


sehingga mudah dimengerti.
2. Penggunaan Media Pembelajaran
dalam Menyimak Komprehensif dan
Kritis (Pada Materi Menyimak Pidato
dan Wawancara)
Media dipersepsikan sebagai alat bantu
kemudahan pemahaman mahasiswa dalam
kegiatan pembelajaran. Maka dari itu, media
merupakan bagian terpenting dalam proses
pembelajaran agar mahasiswa terangsang
dan menumbuhkan minat dalam belajar.
Media pembelajaran dimaknai sebagai alat
komunikasi yang digunakan dalam proses
pembelajaran untuk membawa informasi
berupa materi ajar dari pendidik kepada
mahasiswa sehingga mahasiswa menjadi
lebih tertarik untuk mengikuti kegiatan
pembelajaran.
Di samping penentuan metode atau
model pembelajaran untuk menunjang
percepatan belajar, harus pula memperhatikan
media belajarnya. Media merupakan salah
satu sarana untuk meningkatkan kegiatan
proses belajar-mengajar. Media yang
digunakan dalam proses pembelajaran di
IKIP PGRI Pontianak sesuai materi yang
diajarkan. Kreativitas pendidik dalam
menggunakan media sangat berpengaruh
dalam
keberhasilan
pembelajaran,
memfasilitasi semua sumber belajar sesuai
kemampuan. Ada pun media yang digunakan
oleh dosen tersebut, antara lain: buku paket,
media elektronik/ internet/LCD. Selain itu,
pendidik yang dituntut oleh perguruan tinggi
untuk menciptakan media sendiri yang dapat
memperlancar kegiatan pembelajaran, tidak
hanya bersifat material, melainkan media
yang dapat dijadikan wahana kemudahan,
kelancaran serta keberhasilan proses hasil
belajar. Dengan demikian, pelaksanaan
pembelajaran di kelas tanpa menggunakan
media akan menyulitkan mahasiswa untuk
bisa memahami. Tapi dengan adanya media,

mahasiswa akan menjadi aktif dan terjadinya


interaksi dalam proses pembelajaran
sehingga materi pembelajaran dapat dicerna
dengan mudah. Media untuk pembelajaran
menyimak tidak hanya terbatas yang
bersifat material, melainkan bersifat wahana
kemudahan, kelancaran, serta keberhasilan
proses hasil belajar.
Oleh karena itu, dalam dunia pendidikan
saat ini, perlu adanya media untuk penerapan
pembelajaran, yang harus dikuasai oleh
dosen dalam melaksanakan proses belajarmengajar. Prestasi atau hasil belajar yang
dimaksud berupa kompetensi, yang meliputi:
aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik yang
diharapkan dapat tercapai dengan maksimal
sebagai hasil pembelajaran.
Kurniawan (2011: 135) menyatakan
media adalah penyaluran pesan-pesan
pembelajaran sehingga pesan atau materi
pembelajaran tersebut mampu merangsang
pikiran, perhatian, perasaan, dan minat
siswa sehingga terjadi proses belajar pada
siswa secara efektif. Kemudian, Daryanto
(2013: 5) menyatakan media adalah media
yang digunakan sebagai alat dan bahan
kegiatan pembelajaran. Pendapat lain juga
dikemukakan oleh Berk dalam International
Journal of Technology in Teaching and
Learning dengan judul Multimedia Teaching
With Video Clips; TV, Movies, Youtobe,
and MTV in the College Classroom,
menyatakan bahwa dalam pelaksanaan
pembelajaran dibutuhkan kreativitas dosen
dalam mengelola kelas menjadi kelas yang
mengasyikan dalam pembelajaran, apalagi
didukung dengan media pembelajaran yang
sesuai dengan materi pembelajaran.
Media
video
disajikan
sebagai
media pengajaran untuk mengambil pesan
dari alur cerita sesuai dengan tema dan
subjek pelajaran yang diajarkan sehingga
mahasiswa dengan mudah memahami
dan mengambil pelajaran dari video yang
ditonton. Video merupakan audio visual

yang menyampaikan gerak, semakin lama


semakin populer dalam masyarakat kita,
juga termasuk di perguruan tinggi. Pesan
yang disajikan bisa bersifat fakta (kejadiankejadian atau peristiwa penting, atau berita)
maupun fakta, misalnya cerita, bisa bersifat
informatif edukatif maupun instruksional.
Penggunaan video dalam proses
pembelajaran dapat menarik perhatian
mahasiswa untuk periode-periode yang
singkat dari rangsangan luar lainnya.
Dengan alat video, mahasiswa Prodi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
dapat memperoleh informasi secara khusus
sehingga pada waktu mengajar dosen
bisa memusatkan perhatiannya pada
penyajiannya. Di samping itu, kelebihan dari
media ini adalah dapat menghemat waktu
dan dapat menangkap pesan secara utuh.
Dengan demikian, dosen dapat memutar
ulang video tersebut untuk mengukur tingkat
pemahaman mahasiswa terhadap cerita
yang ditayangkan oleh dosen dalam kelas
dan dapat menambah daya tangkap dan
apresiasi dari mahasiswa.
Media pembelajaran berupa video
dapat
membantu
mahasiswa
untuk
memahami secara jelas setiap pokok
bahasan yang diajarkan dosen sehingga
peserta didik memiliki pengertian-pengertian
yang utuh tentang tujuan-tujuan pengajaran.
Dengan adanya tujuan-tujuan pengajaran,
diharapkan kepada setiap mahasiswa
untuk lebih dinamis dan sistematis
pemanfaatannya dalam kegiatan belajar di
perguruan tinggi. Setiap bagian yang interen
antara dosen dan mahasiswa, maka video
dibutuhkan sikap selektif dari setiap program
pengajaran karena video selain menyajikan
informasi-informasi edukatif dan berita
yang segar, juga ada hal-hal yang bersifat
kekerasan dalam program yang akan
direncanakan. Tanpa adanya sikap hatihati dalam penggunaannya, bisa berakibat
fatal bagi pemakainya yang berimplikasi

573

pada kecenderungan negatif, nakal, dan


penyimpangan-penyimpangan pada tingkah
laku, sikap, dan mental mahasiswa. Oleh
karena itu, kepada dosen dan orang tua
senantiasa diharapkan memperhatikan dan
mengarahkan anak kepada hal-hal positif
sehingga mereka memiliki bekal dalam
setiap siklus perubahan dari proses belajar.

Namun, yang menjadi persoalan adalah


pemilihan media harus sesuai dengan tujuan
pembelajaran, seirama dengan kebutuhan
para mahasiswa, sehingga kelihatannya tidak
terdapat hambatan dalam penggunaannya,
sekali pun media juga mempunyai
keterbatasan-keterbatasan
yang
harus
dipahami oleh dosen yang bersangkutan.

Sehubungan dengan penggunaan


media pembelajaran sebagai salah satu
metode terhadap perubahan perilaku belajar,
maka dalam operasionalnya senantiasa
mengedepankan nilai-nilai normatif sebagai
paradigma esensial dalam mewujudkan
tujuan yang telah dicita-citakan. Untuk itu
institusional, maka peran dosen dalam proses
belajar-mengajar untuk menekankan aspek
afektif sebagai parameter untuk mengontrol
nilai-nilai
sehingga
tidak
mengalami
benturan-benturan yang berarti. Dosen
sebagai motivator dan evaluator seyogianya
mengutakan aspek-aspek moralitas dalam
proses pembelajaran adalah sebuah upaya
edukatif, bahwa dosen sebagai pendidik dan
pembimbing harus melakukan pengawasan
yang efektif terhadap pola perilaku
mahasiswa, baik dalam interaksi belajar di
kelas maupun di luar kelas.

Arsyad (2007: 15-16) menambahkan,


penggunaan media pembelajaran pada
tahap pengenalan pembelajaran akan
sangat membantu keefektifan proses belajarmengajar dan penyampaian pesan dan
minat siswa. Media pembelajaran juga dapat
membantu siswa meningkatkan pemahaman
dan memudahkan penafsiran yang akhirnya
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Media pembelajaran tidak hanya terbatas
pada beberapa macam media seperti yang
telah disebutkan di atas, lebih dari itu, karena
manusia ternyata dapat dimanfaatkan guru
sebagai media dalam pembelajaran.

Lebih lanjut, dikatakan bahwa jikalau


menggunakan media pembelajaran, haruslah
selektif terhadap kemungkinan media mana
yang seharusnya digunakan sehingga
dapat bermanfaat bagi penggunaannya.
Misalnya, pembahasan mata pelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia dengan materi
menyimak komprehensif dan kritis pada
materi menyimak pidato dan wawancara,
harus diperhatikan penggunaan media yang
sesuai sehingga hasil yang diharapkan
dapat tercapai, misalnya video dengan
bantuan LCD tentang wawancara dan pidato.
Dengan adanya media pembelajaran dalam
proses belajar-mengajar, sangat membantu
dalam pencapaian tujuan pembelajaran.
Selain itu, media dapat membantu kesulitan
mengajar yang dialami oleh seorang dosen.

574

Mulyasa (2014: 49-51) menyatakan


ciri-ciri atau karakteristik media pembelajaran
yang baik dilihat dari alat, bahan, dan sumber
belajar adalah yang perlu dikembangkan
dalam mendukung suksesnya implementasi
kurikulum,
antara
lain:
laboratorium,
pusat sumber belajar, dan perpustakaan,
serta tenaga pengelola dan peningkatan
kemampuan pengelolaannya. Sementara
itu, Majid (2012: 170) menyatakan media/
sumber belajar dapat dikategorikan sebagai
berikut: (a) tempat atau lingkungan alam
sekitar, yaitu di mana saja seseorang dapat
melakukan belajar atau proses perubahan
tingkah laku, maka tempat itu dapat
dikategorikan,
misalnya
perpustakaan,
pasar, museum, sungai, gunung, tempat
pembuangan sampah, kolam ikan, dan
sebagainya; (b) benda, dapat dikategorikan
sebagai media atau sumber belajar, misalnya
situs, candi, dan benda peninggalann
lainnya; (c) orang, siapa saja yang memiliki
keahlian tertentu, misalnya guru, ahli geologi,
polisi, dan ahli-ahli lainnya; (d) buku, segala

macam buku yang dapat dibaca secara


mandiri, misalnya buku pelajaran, buku teks,
kamus, ensiklopedi, fiksi, dan lain-lain, dan
(e) peristiwa dan fakta yang sedang terjadi,
misalnya peristiwa kerusuhan, bencana, dan
sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa dosen Bahasa dan
Sastra Indonesia terhadap media yang
digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran
menyimak tersebut sudah sesuai alternatif
dari pembelajaran menyimak komprehensif
dan kritis. Hasil di lapangan menunjukkan
bahwa mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia yang menyatakan
sangat termotivasi dalam penggunaan
media pembelajaran pada mata pelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia materi
pembelajaran menyimak di kelas cukup
baik. Oleh karena itu, sangat diharapkan
bagi dosen lebih profesional agar daya
serap mahasiswa atau hasil yang dicapai
lebih
memuaskan.
Penjelasan
yang
dikemukakan di atas telah mengindikasikan
bahwa terjadinya perubahan pelajaran
menyimak banyak ditentukan penggunaan
media dalam proses belajar pembelajaran.
Karena dengan menggunakan media,
dapat membantu dosen dalam merancang
program pelajaran sesuai dengan keinginan
dan kebutuhan para mahasiswa. Dengan
demikian,
perubahan-perubahan
yang
dihasilkan dengan menggunakan media
pembelajaran dapat memberikan hasil
positif bagi pengembangannya di masamasa mendatang. Demikian perubahan
pembelajaran menyimak yang dihasilkan
melalui penggunaan media pembelajaran
pada Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia IKIP PGRI Pontianak.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan, diberikan simpulan sebagai
berikut: pertama, pelaksanaan pembelajaran

menyimak komprehensif dan kritis (pada


materi menyimak pidato dan wawancara)
di Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia IKIP PGRI Pontianak, yang
dilaksanakan oleh dosen Bahasa dan Sastra
Indonesia sudah mengarah pada aspek
pembinaan menyimak komprehensif dan
kritis. Hal itu terlihat dari (a) metode/model
pembelajaran menyimak yang diterapkan
bervariasi, yaitu metode ceramah, discovery
learning, diskusi, tanya jawab, penugasan,
dan presentasi; (b) materi pembelajaran
yang diajarkan kepada mahasiswa sudah
sesuai dengan Kompetensi Inti yang ingin
dicapai.
Kedua, media pembelajaran menyimak
komprehensif dan kritis (pada materi
menyimak pidato dan wawancara) yang
digunakan dosen Prodi Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia IKIP PGRI Pontianak
adalah media pembelajaran yang efektif
untuk mendukung pembelajaran, media
tersebut adalah media audio visual. Media
yang digunakan oleh dosen tersebut, antara
lain: buku paket, media elektronik/internet/
LCD, power point (slide), internet, dan Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Saran penulis kepada dosen Prodi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
IKIP PGRI Pontianak, yaitu harus ada
persepsi positif, yang akan berpengaruh
terhadap tindakan-tindakan dalam kegiatan
pembelajaran, baik dalam menyusun
perencanaan pembelajaran, strategi, metode,
materi, media, dan evaluasi yang tepat
dalam pembelajaran. Sebagai bahan acuan
untuk menentukan langkah-langkah dan
seterusnya yang tepat sebagai umpan balik
demi pembelajaran menyimak komprehensif
dan kritis, sehingga mendorong dosen untuk
melaksanakan pembelajaran secara integral
dan optimal.

575

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo.
Berk, Ronald. 2009. Multimedia Teaching with Video Clips: TV, Movies, Youtobe, and MTv in
the College Classroom. International Journal of Technology in Teaching and Learning.
The Johns Hopkes University.
Daryanto. 2013. Media Pembelajaran. Yogyakarta: Gava Media.
Kurniawan, Deni. 2011. Pembelajaran Terpadu. Bandung: Pustaka Cendekia Utama.
Majid, Abdul. 2012. Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi
Guru.Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyasa. 2014. Menjadi Guru Profesional. Bandung: RemajaRosdakarya.
Sukmara, Dian. 2003. Implementasi Program Life Skill. Bandung: Mughni Sejahtera.
Tarigan. 2008. Menyimak sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

576

PENINGKATAN PEMAHAMAN BELAJAR BAHASA ARAB SISWA


MATERI QIRAAH TENTANG SIYIHAH WAKHALAQUL ALAM
MELALUI PENDEKATAN METODE KOOPERATIF TIPE JIGSAW
Bukhari

Guru Bahasa Arab MTsN Delima Kabupaten Pidie

ABSTRACT

This study aims to improve the understanding of student learning material on Siyiihah Wakhalqul
Alam qirah. The study lasted for three months, ie from January to March 2016. The method
used is classroom action research consisting of two cycles. The subjects were students of class
IX/3 MTsN Delima, Pidie district, which is 26 students. This research data analysis techniques
using the technique of comparative descriptive analysis, comparing the initial conditions with
the results that have been achieved in each cycle, and a qualitative descriptive analysis of the
results of observations by comparing the results of observation and reflection on the first cycle
and the cycle 2. Through cooperative learning approach Jigsaw basic competence explains
the material qirah, deliberately distributed the teacher to be read by a number of students.
Entering the final stage of the second cycle, an increase in the average grade 24.66%, of the
initial conditions of 56 to 75. While the mastery learning students at the end of the second cycle
has reached 92%, with an increasing percentage of the first cycle of 28.41%, compared with
pre cycle which only reached 27%. Observations researchers also showed increased activity
of students reading in the first cycle and the second cycle when compared to pre cycle. Thus,
most of the students of class IX/3 MTsN Delima, Pidie District has increased the understanding
of learning material qirah.
Keywords: cooperative, jigsaw, qiraah

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman belajar siswa materi Qiraah tentang
Siyiihah Wakhalqul Alam. Penelitian berlangsung selama tiga bulan, yaitu JanuariMaret
2016. Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri atas dua
siklus. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IX/3 MTsN Delima, Kabupaten Pidie, yakni 26
siswa. Teknik analisis data penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif komparatif,
yaitu membandingkan kondisi awal dengan hasil-hasil yang telah dicapai pada setiap siklus,
dan analisis deskriptif kualitatif hasil observasi dengan membandingkan hasil observasi dan
refleksi pada siklus I dan siklus 2. Melalui pendekatan metode pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw pada kompetensi dasar menjelaskan materi Qiraah, secara sengaja dibagikan guru
untuk dibaca oleh sejumlah siswa. Memasuki tahap akhir siklus II, terjadi peningkatan ratarata kelas 24,66%, dari kondisi awal 56 menjadi 75. Sedangkan ketuntasan belajar siswa
pada akhir siklus II telah mencapai 92% dengan persentase peningkatan dari siklus I sebesar
28,41%, jika dibandingkan dengan prasiklus yang hanya mencapai 27%. Hasil pengamatan
peneliti juga menunjukkan aktivitas membaca siswa meningkat pada siklus I dan siklus II jika
dibandingkan dengan prasiklus. Dengan demikian, sebagian besar siswa kelas IX/3 MTsN
Delima, Kabupaten Pidie telah mengalami peningkatan pemahaman belajar materi Qiraah.
Kata kunci: kooperatif, jigsaw, qiraah

PENDAHULUAN
MTsN Delima, Kabupaten Pidie
merupakan suatu lembaga pendidikan
agama yang bernaung di bawah Kementerian
Agama, yang mengajarkan mata pelajaran
umum dan mata pelajaran khusus tentang

agama. Untuk mata pelajaran agama, salah


satunya adalah Bahasa Arab. Dari sinilah,
guru dituntut untuk tepat dalam memilih
metode mengajar agar pemahaman belajar
siswa tercapai. Pada tahun pelajaran
2014/2015 bahan ajar untuk Bahasa Arab

577

disusun oleh guru sehingga guru harus


benar-benar memperhatikan permasalahan
yang dihadapi siswa saat pembelajaran
atau oleh siswa sendiri. Hasil pengajaran
awal di sekolah, ditemukan masalah dalam
proses pembelajaran, yaitu suasana belajar
yang menjenuhkan dikarenakan siswa tidak
aktif saat berlangsung pelajaran Bahasa
Arab di MTsN Delima, Kabupaten Pidie. Hal
ini disebabkan oleh materi pelajaran yang
disampaikan guru menggunakan metode
ceramah sangat menoton.
Sementara itu, ditemukan juga
masalah dalam aspek membaca dan
mengomunikasikan bahasa Arab masih
sangat kurang, hal ini dikarenakan perbedaan
individual, baik mengenai kualitas maupun
latar belakang pendidikannya. Dari dua
permasalahan yang telah dikemukakan di
atas, maka peneliti melakukan penelitian
dengan judul Peningkatan Pemahaman
Belajar Bahasa Arab Siswa Materi Qiraah
tentang Siyihah Wakhalaqul Alam melalui
Pendekatan Metode Kooperatif Tipe Jigsaw.
Berdasarkan latar belakang yang telah
dipaparkan di atas, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian tindakan
ini adalah sebagai berikut: apakah metode
kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan
pemahaman belajar Bahasa Arab materi
Qiraah pada siswa MTsN Delima, Kabupaten
Pidie? Adapun tujuan penelitian ini adalah
untuk meningkatkan pemahaman belajar
Bahasa Arab materi Qiraah pada siswa
MTsN Delima, Kabupaten Pidie.
1. Hakikat Pembelajaran Bahasa Arab
Pembelajaran
pada
hakikatnya
berasal dari kata belajar, yang berarti
proses, pembentukan yang dilakukan secara
terorganisasi. Pembelajaran juga berarti
keseluruhan pertautan sejumlah kegiatan
yang memungkinkan dan berkenaan dengan
terjadinya proses interaksi dunia belajar
mengajar. Pembelajaran lebih menekankan
pada proses yang dilaksanakan di indoor

578

atau outdoor. Pembelajaran Bahasa Arab


merupakan salah satu bagian dari mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam. Sama
halnya dengan segi-segi pendidikan lain,
pendidikan agama juga menyangkut aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ini berarti
bahwa pendidikan agama bukan sekadar
memberi dampak pengetahuan tentang
keagamaan, melainkan yang lebih utama
adalah membiasakan diri untuk taat terhadap
ajaran agamanya (Purwanto, 2003: 158).
2. Peningkatan Pemahaman Belajar
Siswa
Metode belajar yang diterapkan
merupakan suatu bentuk usaha yang
dilakukan dengan sadar, penuh hati-hati,
sungguh-sungguh, oleh setiap manusia dalam
rangka mencapai suatu tujuan yang ingin
diraihya. Belajar adalah sebuah proses yang
ditandai dengan perubahan pada diri siswa
dan perubahan itu merupakan hasil belajar
yang melibatkan segi jasmani dan rohani
yang menghasilkan perubahan-perubahan
dalam hal pengetahuan, pemahaman,
sikap, mentalitas, dan tingkah laku. Belajar
itu sebagai suatu proses perubahan
tingkah laku atau memaknai sesuatu yang
diperoleh. Akan tetapi, apabila kita bicara
tentang pemahaman belajar, maka hal itu
merupakan pemahaman yang telah dicapai
oleh si pebelajar. Belajar merupakan sebuah
proses perubahan perilaku yang dilakukan
secara sadar, baik itu perilaku positif maupun
perilaku negatif yang dipengaruhi oleh nilainilai yang ditanamkan. Proses perubahan
perilaku merupakan permulaan dari tidak
ada menjadi ada atau tidak bisa menjadi
bisa melakukan sesuatu. Proses tersebut
memerlukan waktu yang biasanya tidak
bisa dilakukan secara instan dan proses
juga memerlukan suatu jenis penggunaan
metode yang jelas.
3. Penguasaan Materi Bahasa Arab
Bentuk penguasaan pembelajaran
Bahasa Arab yang diterapkan merupakan

dua sumber komunikasi antarumat muslim


dan nonmuslim. Keduanya mengajarkan
prinsip-prinsip dan tata aturan kehidupan
yang harus dijalankan oleh umatnya, tidak
hanya terkait dengan tata hubungan manusia
dengan Rabb-nya (Hablun Minallah), tetapi
juga tata aturan dalam kehidupan dengan
sesama manusia (Hablun Minannas). Al
quran merupakan wahyu, kalam, atau
firman Allah yang mengandung ajaran
untuk dijadikan pedoman dan tuntunan
dalam tata nilai kehidupan umat manusia
dan seluruh alam, karena pada dasarnya
Al quran diturunkan sebagai rahmat bagi
alam semesta. Ajarannya berlaku sepanjang
masa, sejak diturunkan hingga hari kiamat.
Kebenaran yang terkandung di dalamnya
tidak dapat diragukan lagi karena Allah sendiri
yang akan menjaganya. Allah berfirman di
dalam Al quran surat al-Hijr ayat 9: Artinya:
Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan
adz-Dzikr (al-quran) dan sesungguhnya
Kami benar-benar memeliharanya..
4. Pengertian Qiraah
Qiraah atau membaca, menyajikan
materi pelajaran dengan lebih dulu
mengutamakan membaca, yakni guru
mula-mula
membacakan
topik-topik
bacaan, kemudian diikuti oleh siswa. Target
pembelajaran
keterampilan
membaca
(qiraah) ini adalah mampu membaca teks
arab dengan fasih, mampu menerjemahkan,
dan mampu memahaminya dengan lancar
dan baik.
Tujuan membaca dianggap juga
sebagai modal dalam membaca. Hubungan
antara tujuan membaca dengan kemampuan
membaca sangat signifikan, tujuannya
antara lain:
a. mengenali naskah tulisan suatu
bahasa,
b. memaknai dan menggunakan kosa
kata asing,
c. memahami
informasi
yang
dinyatakan secara ekplisit dan
implisit,

d. memahami makna komunikatif dari


satu kalimat,
e. memahami hubungan dalam kalimat,
antarkalimat, antarparagraf,
f. menginterpretasi bacaan,
g. mengidentifikasikan
informasi
penting dalam bacaan,
h. membedakan antara gagasan utama
dan gagasan penunjang,
i. menentukan hal-hal penting untuk
dijadikan rangkuman.
5. Penggunaan Metode Kooperatif Tipe
Jigsaw
Penggunaan pembelajaran metode
kooperatif tipe Jigsaw merupakan suatu jenis
pendekatan pembelajaran yang menekankan
pada konsep pembelajaran kerja sama, di
mana para siswa diartikan sebagai makhluk
sosial yang membutuhkan sebuah kelompok
dalam belajar atau ditempatkan dalam suatu
komunitas kecil yang berada di dalam kelas.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di MTsN
Delima,
Kabupaten
Pidie.
Penelitian
dilaksanakan selama tiga bulan, terhitung
mulai bulan JanuariMaret 2016. Subjek
penelitian ini adalah siswa kelas IX/3 yang
berjumlah 26 siswa. Adapun sumber data
yang digunakan dalam penelitian tindakan
ini adalah siswa, sebagai subjek penelitian.
Data yang dikumpulkan dari siswa, meliputi:
data hasil observasi, tes tertulis, dan guru
kolaborator. Tes tertulis dilaksanakan pada
setiap akhir pelaksanaan siklus, yang terdiri
atas materi Qiraah pelajaran Bahasa Arab,
MTsN Delima, Kabupaten Pidie, tahun ajaran
2014/2015. Selain siswa sebagai sumber
data, penulis juga menggunakan teman
sejawat, yakni sesama guru kelas yang
dijadikan sebagai sumber data.
Dalam penelitian ini, instrumen yang
digunakan adalah teknik tes dan nontes. Tes
tertulis digunakan pada akhir siklus I dan
siklus II, yang terdiri atas materi Qiraah mata

579

pelajaran Bahasa Arab, Delima, Kabupaten


Pidie, Tahun Ajaran 2014/2015. Sedangkan
teknik nontes, meliputi: teknik observasi data
(outlier) dan dokumentasi. Studi observasi
digunakan pada saat pelaksanaan penelitian
tindakan kelas kemampuan memahami,
mendalami materi Qiraah pelajaran Bahasa
Arab pada siklus I dan siklus II. Sedangkan
teknik dokumentasi, digunakan untuk
meliput dan mengumpulkan data informasi,
khususnya nilai mata pelajaran Bahasa
Arab. Dalam penelitian tindakan ini, alat
pengumpulan data yang digunakan, meliputi:
1. tes tertulis, terdiri atas 5 butir soal,
2. nontes, meliputi: lembar observasi dan
dokumen.
Validasi data pada penelitian ini,
meliputi: validasi hasil belajar dan proses
pembelajaran.
Validasi
hasil
belajar
dikenakan pada instrumen penelitian yang
berupa tes. Validasi ini, meliputi: validasi
teoretis dan validasi empiris. Validasi teoretis
artinya mengadakan analisis instrumen yang
terdiri atas face validity (tampilan tes) dan
content validity (validitas isi). Validitas empiris
artinya analisis terhadap butir-butir tes,
yang dimulai dari pembuatan kisi-kisi soal,
penulisan butir-butir soal, kunci jawaban,
dan kriteria pemberian skor.
Sedangkan untuk memvalidasi proses
pembelajaran, dilakukan dengan teknik
triangulasi data, yang meliputi triangulasi
sumber dan triangulasi metode. Triangulasi
sumber
dilakukan
dengan
observasi
terhadap subjek penelitian, yaitu tetap
berfokus pada siswa kelas XI/3 MTsN Delima,
Kabupaten Pidie, berkolaborasi dengan
guru kelas yang mengajar bidang studi
Bahasa Arab. Triangulasi metode dilakukan
dengan penggunaan metode dokumentasi
selain
metode
observasi.
Metode
dokumentasi digunakan untuk memperoleh
data pendukung yang diperlukan dalam

580

pelaksanaa proses pembelajaran metode


Kooperatif Tipe Jigsaw.
Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif,
yang meliputi:
1. analisis deskriptif komparatif hasil
belajar, dengan cara membandingkan
hasil belajar pada siklus I dan siklus
II dan membandingkan hasil belajar
dengan indikator pada siklus I dan siklus
II.
Adapun
analisis
hasil
dengan
menggunakan
persentase
perumusan
berikut ini:
Keterangan:
P = Persentase yang dicari (%)
F = Frekuensi jawaban siswa
n = Jumlah siswa
Kriteria penilaian hasil belajar siswa
dalam proses pembelajaran adalah 65.
Tabel 1 Kriteria Ketuntasan Hasil Belajar
Siswa
No
1.
2.
3.
4.
5.

Kategori
Keterangan
Penilaian
85100
Sangat baik
Tuntas
7584
Baik
Tuntas
6574
Cukup
Tuntas
5564
Kurang
Tidak tuntas
<54
Sangat kurang
Tidak
Tuntas
Nilai

2. analisis deskriptif kualitatif dalam


penelitian tindakan ini adalah dari hasil
observasi dengan cara membandingkan
hasil observasi dan refleksi pada siklus I
dan siklus II.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Nilai hasil belajar siswa terlihat pada
tabel di bawah ini:

Tabel 2 Nilai Hasil Belajar Siswa


No
1.
2.
3.
4.
5.

Hasil
Lambang
Angka
85-100
75-84
65-74
55-64
<54

Hasil
Evaluasi

Arti
Lambang

A
B
C
D
E

Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat
Kurang

Jumlah
(Sumber: Tabulasi data 2016)
Hasil belajar siswa pada siklus I juga
sangat berbeda dari prasiklus, baik dari
perolehan nilai dan ketuntasan hasil belajar
siswa, serta peningkatan nilai rata-rata yang
diperoleh. Dari 26 siswa di kelas XI/3 MTsN
Delima, Kabupaten Pidie, 21 siswa telah
menuntaskan hasil belajarnya dengan nilai
rata-rata sebesar 70,4 dari sebelumnya
sebesar 6,23. Persentase peningkatan nilai
rata-rata dari prasiklus dan siklus I adalah
sebesar 13%. Selain itu, pada siklus I sudah
ada siswa yang mendapatkan nilai A (sangat
baik) sebanyak 3 siswa (15%).
Hasil/pemahaman belajar pada siklus
II lebih meningkat jika dibandingkan dengan
siklus I. Peningkatan tersebut terlihat jelas
pada perolehan nilai dan juga nilai rata-rata,
yaitu dari sebelumnya 70,4 menjadi 7,4 di
siklus II. Sementara itu, jumlah siswa yang
tuntas pada siklus I sebesar 80% dan pada
siklus II sebesar 92% dengan memperoleh
persentase peningkatan nilai rata-rata
adalah sebesar 5,11%. Secara keseluruhan,
penggunaan model pembelajaran dengan
menggunakan metode kooperatif tipe Jigsaw
dapat meningkatkan pemahaman mengenai
materi Qiraah di kelas XI/3 di MTsN Delima,
Kabupaten Pidie.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian tindakan
ini, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan
pembelajaran dengan menggunakan metode

Pratindakan

Model
Siklus I

Model
Siklus II

13
9
4

5
11
10
-

7
8
10
1
-

26

26

26

kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan


pemahaman belajar siswa, terutama pada
mata pelajaran Bahasa Arab materi qiraah
di kelas XI/3 MTsN Delima, Kabupaten Pidie
Tahun Pelajaran 2014/2015, khususnya
kompetensi dasar mendeskripsikan materi
qiraah. Peningkatan pemahaman belajar
siswa tersebut terlihat dalam hal peningkatan
nilai rata-rata, besarnya ketuntasan siswa,
dan suasana belajar siswa yang berbeda
dari suasana belajar sebelum dilakukan
tindakan. Secara keseluruhan, rata-rata
kelas mencapai kenaikan sebesar 18,7% dan
ketuntasan belajar siswa pada akhir siklus II
mencapai 92% dibandingkan prasiklus yang
hanya mencapai 45%.
Adapun saran yang dapat penulis
ajukan sebagai berikut: (1) dalam penerapan
model pembelajaran menggunakan metode
kooperatif tipe Jigsaw pada materi qiraah
di kelas XI/3 MTsN Delima, Kabupaten
Pidie, siswa yang terpilih harus mampu
memahami dengan baik dan benar agar
hasil belajar tercapai, sehingga guru harus
memilih dan menetapkan secara resmi
terhadap metode ini yang bisa mengajari
siswa lainnya, (2) disarankan bagi para guru
untuk menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw ini untuk meningkatkan
pemahaman belajar siswa, terutama untuk
membantu siswa yang belum mengerti
materi yang diajarkan oleh guru.

581

DAFTAR PUSTAKA
Anita. 2010. Penggunaan Metode Kooperatif.. Jakarta: Inna Publikatama.
Departemen of Education. 2001. Aplication of Cooperative Learning Methode. Dipublikasikan
oleh Yale Univeristy, dimuat dalam Jurnal Nasional Pendidikan, Jakarta.
Djamarah, Saiful Bahri. 1992. Proses Interaksi Belajar antara Guru dan Siswa. Jakarta: PT
Bina Aksara.
Djamarah, Saiful dan Aswin Zain. 1996. Banyak Manfaat Penggunaan Metode Cooperative
Learning. Surakarta: Nuansa Press.
Madjid, Abdul. 2010. Hakikat Pengertian Pembelajaran Quran Hadist. Jakarta: Erlangga.
Purwanto. 2003.Hakikat Pembelajaran Quran Hadist. Jakarta: Rineka Cipta.

582

NOVEL MERPATI KEMBAR DI LOMBOK KARYA NURIADI


(KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA, BUDAYA, RESEPSI SASTRA,
DAN NILAI PENDIDIKAN)
Herman Wijaya

STKIP Hamzanwadi Selong


Wijaya.herman33@yahoo.com

ABSTRACT

This study aimed to describe: (1) the social situation of the author of the novel creation process
Merpati Kembar di Lombok Nuriadi work; (2) cultural society novel Merpati Kembar di Lombok
Nuriadi work; (3) reception of the novel reader Merpati Kembar di Lombok Nuriadi work; and (4)
educational values embodied in the novel Merpati Kembar di Lombok Nuriadi work. This is a
form of qualitative descriptive study using content analysis or content analysis. The data source
is the text of the study, the novel Merpati Kembar di Lombok Nuriadi work and informants. Test
the validity using triangulation credibility test theories and methods. The data was analyzed by
using an interactive model analysis, which includes three components: data reduction, data
presentation, and conclusion. The results showed that the background of the social situation
of authors, including authors educational background, social status authors, the ideology of
the authors, sociocultural background of the authors, and the professionalism of the author.
Cultural society, including culture and customs, employment, education, social conditions,
religious beliefs, place of residence, language, and ethnicity. From interviews with receptors,
novel Merpati Kembar di Lombok making a positive contribution to the reader. The educational
values in the novel Merpati Kembar di Lombok is a social education, moral, cultural, religious,
and historical.
Keywords: sociology of literature, culture, literary reception, the value of education

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) situasi sosial pengarang terhadap proses
penciptaan novel Merpati Kembar di Lombok karya Nuriadi; (2) kultural masyarakat Lombok
novel Merpati Kembar di Lombok karya Nuriadi; (3) resepsi pembaca terhadap novel Merpati
Kembar di Lombok karya Nuriadi; dan (4) nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam novel
Merpati Kembar di Lombok karya Nuriadi. Bentuk penelitian ini adalah kualitatif deskriptif
menggunakan metode content analysis atau analisis isi. Sumber data penelitian ini adalah teks,
yaitu novel Merpati Kembar di Lombok karya Nuriadi dan informan. Uji validitas menggunakan
uji kredibilitas triangulasi teori dan metode. Data-data tersebut dianalisis dengan teknik analisis
model interaktif, yang meliputi tiga komponen, yaitu reduksi data, penyajian data, dan simpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa latar belakang situasi sosial pengarang, meliputi latar
belakang pendidikan pengarang, status sosial pengarang, ideologi pengarang, latar belakang
sosiobudaya pengarang, dan profesionalisme pengarang. Kultural masyarakat, mencakup
budaya dan adat, pekerjaan, pendidikan, kondisi sosial, agama dan kepercayaan, tempat
tinggal, bahasa, dan suku. Dari hasil wawancara dengan reseptor, novel Merpati Kembar di
Lombok memberikan kontribusi yang positif bagi pembaca. Nilai-nilai pendidikan dalam novel
Merpati Kembar di Lombok adalah pendidikan sosial, moral, budaya, agama, dan historis.
Kata kunci: sosiologi sastra, budaya, resepsi sastra, nilai pendidikan

PENDAHULUAN
Sastra dan masyarakat memiliki
kaitan yang sangat erat.1 Sastra menyajikan
sebagian besar kehidupan masyarakat, yang

terdiri dari kenyataan sosial. Sastra bertolak


dari ungkapan perasaan masyarakat. Sastra
mencerminka n dan mengekspresikan hidup
dan kehidupan masyarakat. Fenomenafenomena yang diangkat oleh seorang

583

sastrawan dalam karya sastra meliputi


hampir segala aspek kehidupan yang
dialami oleh masyarakat. Hal tersebut sesuai
dengan apa yang diungkapkan oleh Waluyo
(2002: 51), yang menyatakan bahwa latar
belakang yang ditampilkan, meliputi tata
cara kehidupan, adat-istiadat, kebiasaan,
sikap, upacara adat dan agama, dalam cara
berpikir, cara memandang sesuatu, dan
sebagainya.
Sastra selalu menampilkan gambaran
hidup dan kehidupan itu sendiri, yang
merupakan kenyataan sosial. Dalam hal
ini, kehidupan tersebut akan mencakup
hubungan antarmasyarakat dengan orang
seorang, antarmanusia, manusia dengan
Tuhan, dan antarperistiwa yang terjadi
dalam batin seseorang. Karya sastra lahir
dari konteks sejarah dan sosiokultural suatu
bangsa, yang di dalamnya, sastrawan
merupakan salah satu anggota masyarakat
bangsanya (Pradopo, 2007: 107).
Penentuan novel Merpati Kembar di
Lombok karya Nuriadi sebagai objek yang
dikaji dalam penelitian ini karena novel
tersebut menguak tentang kritik sosial
kehidupan bangsawan, adat perkawian
khas sasak Lombok, dan sosial budaya
masyarakat Lombok. Nuriadi mengupas adat
perkawinan golongan bangsawan dengan
golongan biasa yang masih kental dalam
budaya Lombok. Golongan bangsawan
merasa kehormatanya hilang dan rendah
apabila anak mereka menikah dengan
golongan masyarakat biasa, bahkan tidak
segan-segan mereka akan membuang
anaknya atau tidak mengakui anaknya
apabila menikah dengan bukan golongan
bangsawan. Bagi golongan bangsawan
masyarakat Lombok, kehormatan tidak dilihat
dengan status pendidikannya, tetapi mereka
melihat dari garis keturunan keluarga.
Selain itu, novel Merpati Kembar di
Lombok karya Nuriadi juga mengkritisi status
sosial yang sangat mencolok. Pertentangan

584

itu ditampilkan melalui perjalanan hidup


sepasang saudara kembar asal suku
Sasak yang tinggal jauh di negeri rantau.
Erna dan Erni mengembara ke Yogyakarta
untuk melanjutkan pendidikannya di salah
satu universitas ternama di kota tersebut,
yaitu Universitas Gajah Mada (UGM) dan
Universitas Islam Indonesia (UII). Terkait
dengan
pandangan
tersebut,
dalam
penelitian ini, peneliti hendak mengulas
tentang sosiologi pengarang, sosiokultural
yang dilukiskan pengarang dalam novel,
serta nilai pendidikan yang terkandung
dalam novel Merpati Kembar di Lombok
karya Nuriadi. Pengambilan nilai pendidikan
sebagai salah satu masalah yang hendak
diulas dalam penelitian ini karena setiap
karya pasti mengandung nilai-nilai kehidupan
yang mendidik pembaca. Ulasan terhadap
nilai pendidikan tersebut akan menjadi nilai
tambah penting bagi pembaca.
1. Pengertian Novel
Waluyo (2002: 36) menyatakan bahwa
novel adalah lambang kesenian yang baru,
yang berdasarkan fakta dan pengalaman
pengarangnya. Susunan yang digambarkan
novel adalah suatu yang realistis dan masuk
akal. Kehidupan yang dilukiskan bukan
hanya kehebatan dan kelebihan tokoh (untuk
tokoh yang dikagumi), tetapi juga cacat dan
kekurangannya. Hal ini senada dengan Semi
(1993: 32), yang berpendapat bahwa novel
merupakan ka rya fiksi yang mengungkapkan
aspek-aspek kemanusiaan yang lebih
mendalam dan disajikan dengan halus.
Novel yang diartikan sebagai memberikan
konsentrasi kehidupan yang lebih tegas.
Pengertian yang lebih rinci disampaikan
oleh Sumardjo (1999: 2), yang menyatakan
bahwa novel dalam kesusastraan merupakan
sebuah sistem bentuk. Dalam sistem ini,
terdapat unsur-unsur pembentuknya dan
fungsi.
Novel adalah fiksi yang mengungkapkan
cerita tentang kehidupan tokoh dan nilai-

nilainya. Novel berisi cerita mengenai


tokoh hero yang mengalami problematik
dalam dunia yang dari masing-masing
unsur. Unsur-unsur ini membentuk sebuah
struktur cerita besar yang diungkapkan lewat
materi bahasa tadi. Novel adalah fiksi yang
mengungkapkan cerita tentang kehidupan
tokoh dan nilai-nilainya. Novel berisi cerita
mengenai tokoh hero yang mengalami
problematik dalam dunia yang terdegradasi.
Tokoh hero ini berusaha mencari nilai autentik
dalam dunianya (Wardani, 2009: 16).

Endraswara (2011: 92) menyatakan


bahwa subjek kajian penelitian sastra
sangat luas, jangkuan kajian berkisar pada
sastra sebagai ekspresi wajah sosial. Wajah
sosial tidak selalu tetap, melainkan penuh
perubahan. Di tengah perubahan itulah,
sosiologi sastra akan memasuki wilayahnya.
Perubahan sosial dalam sastra diyakini
menjadi fokus penting dalam menelusuri
subjek kajian. Penentuan subjek kajian
sosiologi sastra harus dikaitkan dengan
objeknya.

Berdasarkan penjelasan di atas,


maka dapat diketahui bahwa novel
merupkan salah satu jenis karya fiksi.
Namun dalam perkembangannya, novel
dianggap bersinonim dengan fiksi sehingga
pengertian fiksi berlaku juga bagi novel.
Selain itu, novel adalah cerita fiksi yang
mengangkat permasalahan yang kompleks
tentang kehidupan dan tersusun atas unsur
intrinsik dan ekstinsik yang padu dan saling
terikat dalam mengungkapkan setiap jalinan
peristiwa yang diceritakan.

Kajian sosiologi sastra harus mampu


mengungkapkan pesan sosial. Subjek kajian
sosiologi sastra adalah pada aspek sastra
sebagai cerminan atau ciptaan sosial yang
berfungsi sebagai pengungkapan kembali
pengalaman manusia dengan khayalan
yang memberikan ajaran, menggerakkan
pembaca, berguna, indah, dan sebagai
cermin masyarakat. Sosiologi sastra harus
memperhatikan kekhasan fakta sastra.
Dengan memberi keuntungan kepada para
professional (home de metier), ia harus
menguntungkan pembaca dengan jalan
membantu ilmu sastra tradisional, sejarah
atau kritik dalam tugas-tugas khusus yang
harus menjadi cakupannya (Escarpit, 2005:
14).

2. Kajian Sosiologi Sastra


Wellek & Warren (1995: 111)
membagi telaah sosiologis menjadi tiga
klasifikasi. Pertama, sosiologi pengarang.
Sosiologi pengarang mempermasalahkan
tentang status sosial, ideologi pengarang,
latar belakang budaya pengarang, posisi
pengarang
dalam
masyarakat,
mata
pencaharian sastrawan, dan prefosionalisme
pengarang. Kedua, sosiologi karya sastra.
Sosiologi karya sastra mempermasalahkan
tentang suatu karya sastra, yang menjadi
pokok telaah adalah tentang apa yang
tersirat dalam karya sastra tersebut dan
apa tujuan atau amanat yang hendak
disampaikannya. Ketiga, sosiologi pembaca.
Sosiologi pembaca mempermasalahkan
tentang pembaca dan pengaruh sosialnya
terhadap masyarakat.

Dalam kajian sosiologi sastra, Junus


(1986: 3) lebih menekankan bahwa yang
menjadi objek sasaran adalah karya sastra
sebagai dokumen dari sosial budaya,
penghasilan dari pemasaran karya sastra,
penerimaan masyarakat terhadap karya
sastra, penerimaan masyarakat terhadap
karya sastra seorang penulis serta sebabsebab penerimaanya, pengaruh sosial
budaya terhadap penciptaan karya sastra,
pendekatan strukturalisme genetik yang
sebagaimana ditekankan oleh Lucien
Goldman, dan melihat fungsi universal seni
umumnya dan sastra khususnya.
Tujuan
sosiologi
sastra
adalah
meningkatkan pemahaman terhadap sastra

585

dalam kaitannya dengan masyarakat,


menjelaskan bahwa rekaan tidak berlawanan
dengan kenyataan. Karya sastra jelas
dikontruksikan secara imajinatif, tetapi
kerangka imajinatifnya tidak bisa dipahami
di lua
dengan konsep tentang sastra yang

dimiliki pembaca. Oleh karena itu, konsep


sastra antara seorang pembaca dengan
pembaca lain tentu akan berbeda-beda. Hal ini
dikarenakan harapan seseorang itu ditentukan
oleh pendidikan, pengalaman, pengetahuan,
dan kemampuan dalam menanggapi karya
sastra. Menurut Teeuw (1984: 62), karya
sastra sangat erat hubungannya dengan
pembaca, yaitu karya sastra ditujukan kepada
pembaca, bagi kepentingan masyarakat
pembaca. Di samping itu, pembacalah yang
menentukan makna dan nilai karya sastra.
Karya sastra tidak mempunyai arti tanpa ada
pembaca yang menanggapinya. Karya sastra
mempunyai nilai karena ada pembaca yang
menilai.
Seorang pembaca mengharapkan
bahwa karya sastra yang dibacanya sesuai
dengan pengertian sastra yang dimilikinya.
Dengan demikian, pengertian mengenai
sastra seseorang dengan orang lain
mungkin berbeda. Perbedaan itu disebut
perbedaan cakrawala harapan. Cakrawala
harapan
seseorang
ditentukan
oleh
pendidikan, pengalaman, pengetahuan, dan
kemampuan menganggapi karya sastra.
Pembaca yang menjadi kajian utama
dalam penelitian ini, terutama sekaitan
dengan estetika keberterimaannya. Dengan
demikian, keseragaman pembaca pun turut
menjadi perhatian para ahli. Segers (2000:
47) membedakan pembaca dalam estetika
resepsi, yaitu pembaca ideal, pembaca
implicit, dan pembaca real. Sedangkan
Endarswara (2011: 152), mengemukakan
tiga kategori pembaca berdasarkan pendapat
ahli, yaitu super reader dari Riffartere,
informed reader dari Fish, dan intended
reader dari Wolf.

586

3. Nilai Pendidikan
Purwanto (1995: 12) berpendapat
bahwa pendidikan adalah segala usaha
orang dewasa dalam pergaulannya dengan
anak-anak untuk memimpin perkembangan
jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.
Selanjutnya,
Soedomo
(2003:
18)
menemukan bahwa nilai pendidikan adalah
bantuan atau tuntunan yang diberikan oleh
orang yang bertanggung jawab kepada
anak didik dalam usaha mendewasakan
manusia melalui pengajaran dan pelatihan
yang dilakukan. Pendidikan berfungsi
mengembangkan manusia, masyarakat, dan
alam sekitar. Fungsi ini dipakai dalam suatu
proses yang berkesinambungan dari suatu
generasi ke generasi.
Proses pendidikan tidak hanya terjadi
di sekolah atau lembaga pendidikan. Akan
tetapi, di keluarga dan masyarakat. Dengan
kata lain, pendidikan berlaku di mana saja
dan kapan saja. Untuk mencapai tujuan
pendidikan, diperlukan alat pendidikan.
Salah satu kekayaan bangsa yang dapat
digunakan sebagai alat pendidikan adalah
karya sastra. Hal itu sesuai dengan pendapat
Teeuw (1984: 71) bahwa karya sastra dapat
berfungsi sebagai dorcere, yang artinya
memberi ajaran, delectare yang berarti
karya sastra memberikan kenikmatan, serta
movere yang artinya karya sastra dapat
menggerakkan pembaca pada kegiatan yang
bertanggung jawab sehingga dipengaruhi
dan digerakkan untuk bertindak.
Sebuah karya sastra, seperti novel
terdapat nilai pendidikan yang dapat
dipetik oleh pembaca. Baribin (1985: 79)
mengemukakan bahwa dari karya sastra,
dapat ditemukan buah pikiran atau renungan
dari penulis dan sanggup menyadari nilainilai yang lebih halus berarti telah dapat
mengapresiasi atau menangkap nilai yang
terkandung dalam karya sastra tersebut. Nilai
pendidikan yang dibungkus dalam kisah,
dialog, atau peristiwa-peristiwa yang terjalin

dalam novel tidak hanya dalam bentuk


deskripsi langsung, tetapi ada juga melalui
tahap analisis pembaca. Ada beberapa nilai
pendidikan yang terdapat dalam sebuah
karya sastra, tetapi sebelumnya akan
dikemukakan terlebih dahulu apa sebenarnya
nilai pendidikan tersebut.
Nilai-nilai yang terkandung di dalam
karya sastra diresapi oleh pembaca dan
secara tidak sadar merekontruksikan sikap
dan keperibadian mereka. Karya sastra
selain sebagai penanaman nilai-nilai
dan karakter, juga merangsang imajinasi
kreativitas pembaca berpikir kritis melalui
rasa penasaran akan jalan cerita dan
metafora-metafora yang ada di dalamnya
(Noor, 2011: 38). Sementara Pradopo
(2007: 82) menyebutkan, ada tiga paham
tentang penilaian karya sastra, yaitu
penilaian relativisme, penilaian absolutisme,
dan penilaian perspektivisme. Penilaian
relativisme adalah paham penilaian yang
menghendaki tidak adanya penilaian lagi
atau penilaian yang dihubungkan dengan
tempat dan zaman terbitnya karya sastra.
Adapun nilai-nilai pendidikan yang
secara umum terdapat dalam novel adalah
nilai pendidikan agama, nilai pendidikan
moral, nilai pendidikan budaya, nilai
pendidikan sosial, dan nilai pendidikan
historis. Mengacu pada uraian tentang
pengertian nilai dan pengertian pendidikan
di atas, maka dapat dinyatakan bahwa nilai
pendidikan merupakan segala hal yang
berguna, yang diberikan oleh seseorang
secara sadar dan tanggung jawab dalam
usaha memberikan perubahan terhadap
sikap dan tingkah laku yang lebih baik. Dalam
dunia sastra (novel), banyak mengandung
nilai sosial dan pendidikan yang perlu kita
resapi dan telaah agar nilai-nilai itu bisa kita
aplikasikan dalam kehidupan kita seharihari, karena nilai yang diangkat dalam novel
sebagian besar realita kehidupan manusia.

4. Kawin Lari (Merariq) pada Masyarakat


Adat Suku Sasak Lombok
Salah satu adat yang dipegang
teguh oleh m angsawan karena status
kebangsawanannya akan hilang. Wanita
bangsawan yang kawin dengan lakilaki bukan bangsawan dahulu dibuang
oleh keluargannya dan tidak diakui lagi
sebagai keluarga jika ada perkawinan yang
demikian. Wanita tersebut tidak dibuang,
tetapi penyelesaian adat dan upacara
perkawinan tidak diterima oleh keluarganya.
Akibatnya, akan timbul reaksi dari kasta atau
golongan jajar karang untuk tidak kawin
dengan golongan wanita-wanita bangsawan
karena mendapat kesulitan dalam hubungan
kekerabatan di kemudian hari. Tetapi
keinginan tersebut bukanlah suatu larangan,
sebab masih sering terjadi perkawinan
antara wanita bangsawan dengan laki-laki
bukan bangswan (Depdikbud, 1979: 28).
Setelah seorang gadis dibawa lari,
ia disuruh tinggal di Bale Penyeboaan
(rumah tempat persembunyian). Tindakan
selanjutnya yang akan dilakukan oleh
masyarakat (keluarga kedua mempelai)
adalah proses ikatan perkawinan agar
akhirnya gadis tersebut benar-benar menjadi
istri pemuda tersebut dengan pengakuan
perlindungan keluarga dan masyarakat
(Depdikbud, 1979: 25).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian
kualitatif. Maka, metode yang digunakan
adalah deskriptif kualitatif. Menurut Sutopo
(2006: 40), penelitian kualitatif menekankan
pada catatan dengan deskripsi kalimat
yang rinci, lengkap, dan mendalam, yang
menggambarkan, situasi yang sebenarnya
guna mendukung penyajian data. Metode
kualitatif melibatkan sejumlah besar gejala
sosial yang relevan. Dalam penelitian karya
sastra, akan melibatkan pengarang serta
lingkungan sosial di mana pengarang berada.

587

Sumber data penelitian ini berupa


kutipan-kutipan dalam novel Merpati Kembar
di Lombok karya Nuriadi yang mengandung
unsur sosial dan nilai pendidikan. Teknik yang
digunakan untuk mengumpulkan data adalah
teknik interaktif, meliputi wawancara dengan
pengarang dan reseptor, serta mencatat
dokumen atau arsip (content analysis).
Teknik ini digunakan untuk menelaah isi
dari suatu dokumen. Adapun hal-hal yang
akan dideskripsikan, meliputi situasi sosial
pengarang, sosiokultural, dan menentukan
nilai-nilai pendidikan dalam novel Merpati
Kembar di Lombok.
Teknik yang digunakan dalam proses
validasi data adalah triangulasi, yakni
trianggulasi teori, metode, yang meliputi
teknik pustaka, simak, dan catat, serta
melakukan pembacaan sastra heuristik
dan hermeneutik, serta wawancara dengan
pengarang (Siswantoro, 2011: 79). Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah teknik analisis interaktif, meliputi
pengumpulan data, reduksi data, penyajian
data, dan penarikan simpulan. Prosedur
penelitian ini mengikuti prosedur penelitian
data kualitatif sesuai dengan arahan Sutopo
(2006: 187), meliputi mengumpulkan data,
menentukan objek penelitian, mengumpulkan
referensi relevan dengan penelitian, dan
menganalisis objek penelitian dengan
mendaftar aspek sosiokultural dalam novel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Situasi Sosial Pengarang dalam Novel
Merpati Kembar di Lombok Karya
Nuriadi
a. Latar
Belakang
Pendidikan
Pengarang
Nuriadi adalah sarjana muda sekaligus
sastrawan lulusan Universitas Gadjah Mada
(UGM) di Yogyakarta dengan jurusan Sastra
Inggris. Pendidikan kesarjanaan yang dimiliki
oleh Nuriadi memudahkan dirinya dalam
menghasilkan sebuah karya sastra (novel).

588

Selain menulis novel, ia juga aktif menulis


buku dan artikel ilmiah yang diterbitkan di
jurnal nasional. Dari sisi status sosial, Nuriadi
tidak memiliki status sosial yang tinggi di
masyarakatnya. Ia bukan yang diceritakan
dalam novelnya. Dalam dunia akademis
pun, ia hanya sebagai staf biasa karena baru
diterima menjadi pengajar di Unram Lombok.
Nuriadi memandang bahwa kawin
lari (merariq) yang ditampilkan dalam
novelnya untuk mengkritisi golongan
bangsawan di Lombok yang memegang
kuat adat nenek moyang mereka, yang tidak
memperbolehkan keturunannya (putrinya)
menikah dengan golongan biasa. Padahal
manusia semuanya sama dengan manusia
yang lainnya, yang membedakannya adalah
ketakwaan kepada-Nya. Mereka (golongan
bangsawan) takut akan punahnya keturunan
mereka dan kehilangan kehormatan keluarga
besar mereka di masyarakat. Misi Nuriadi
dalam novelnya adalah mengkritisi secara
membangun atau menggugah masyarakat
pembaca untuk melihat siapa diri kita dan
membangun dalam masyarakat, terutama
masyarakat Lombok. Latar belakang sosiobudaya pengarang adalah asli orang
sasak yang memiliki budaya yang sangat
kental di daerahnya. Budayanya sangat
mempengaruhi hasil karyanya. Dalam
karyanya, ia mengekspresikan budayabudaya Lombok yang masih kental, terutama
kawin lari yang dilakukan oleh orang Sasak.
Dalam budaya Lombok, kawin lari adalah
perkawinan pada suku Sasak yang dikenal
dengan istilah merariq.
Dalam
novelnya,
Nuriadi
mengekspresikan budaya kawin lari yang
lebih unik, yaitu kawin lari yang dilakukan oleh
golongan keluarga bangswan dan golongan
biasa. Dalam budaya Nuriadi, kawin lari yang
dilakukan oleh golongan bangsawan dan
golongan biasa tidak diperbolehkan secara
adat. Kalau kawin lari terjadi antara kaluarga
golongan bangsawan dengan golongan

biasa, maka akan menimbulkan konflik


yang berkepanjangan di masing-masing
keluarga, bahkan juga menimbulkan konflik
di masyarakat.
Nuriadi adalah seorang sastrawan
muda. Ia ingin memperkenalkan dan
melastarikan budaya-budaya lokal Lombok
melalui hasil karyanya (novel). Selain itu,
Nuriadi adalah seorang dosen salah satu
universitas termuka di NTB, yaitu Unram.
Ia sekarang kuliah S3 di Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta. Pekerjaan menulis
merupakan cita-citanya sejak kecil, walaupun
secara produktif, ia belum menghasilkan
karya yang banyak karena ia masih fokus
pada pendidikannya.
2. Latar Belakang Kultural dalam Novel
Merpati Kembar di Lombok Karya
Nuriadi
Budaya Sasak yang masih kental
adalah menikah, yang diawali dengan
penculikan anak gadis orang atau kawin lari,
dalam terminologi sasak disebut merariq.
Pelaksanaan budaya kawin lari atau merariq
memiliki banyak proses, di antaranya adalah
merangkat, yaitu memberikan makan
kepada kedua mempelai pada tengah
malam, kemudian nyongkolan dan serah
dowe. Selain itu, adat yang juga masih kental
dalam budaya Sasak adalah kebanggaan
menjadi
golongan
bangsawan
yang
bergelar Lalu untuk laki-laki, Lale dan Baiq
untuk perempuan di awal nama mereka.
Sementara dari sisi pekerjaan yang tumbuh
dan berkembang dalam masyarakat Lombok,
yang dikisahkan dalam novel Merpati Kembar
di Lombok merupakan pekerjaan-pekerjaan
yang bersifat elit dan tradisional. Pekerjaan
yang digeluti masyarakat lombok adalah
menjadi pebisnis. Selain itu, menjadi guru
juga merupakan pekerjaan orang Sasak, dan
pekerjaan tradisional dan membudaya orang
Sasak adalah menjadi kusir cidomo atau
becaq (Sasak).

Setting pengkisahan pendidikan dalam


novel Merpati Kembar di Lombok adalah
Perguruan Tinggi. Dalam hal ini, dilukiskan
oleh tokoh Erna, Erni, Suparman, dan
Hartono. Mereka semua pernah merasakan
pendidikan di Perguruan Tinggi dan mereka
berasal dari keluarga yang kaya serta
memiliki status sosial yang tinggi di dalam
masyarakat. Berbeda dengan Supraman, ia
bukan golongan bangsawan atau memiliki
status sosial yang tinggi di kampungnya.
Tetapi dengan semangat dan kegigihannya,
ia dapat menyelesaikan tugas akademisnya
dan menjadi guru SMP di desanya. Sedangkan
kondisi sosial yang dipaparkan dalam
novel Merpati Kembar di Lombok adalah
status sosial masing-masing tokoh dalam
masyarakat, baik yang kaitannya dengan
perekonomian maupun posisi tokoh dalam
masyarakat. Golongan keluarga bangsawan
yang diwakili oleh Mamiq Marhaban memiliki
status sosial yang terpandang di masyarakat
dan memiliki materi yang cukup banyak juga
untuk menghidupi kebutuhan keluarganya.
Selain itu, tokoh Suparman yang mewakili
golongan masyarakat biasa. Dia bukan
golongan bangsawan, ia hidup di lingkungan
keluarga yang sederhana.
Masyarakat yang diangkat dalam
novel Merpati Kembar di Lombok mayoritas
merupakan pemeluk agama Islam. Hal ini
dibuktikan dari latar yang dideskripsikan,
semua bernuansa Islam, seperti musalla
dan masjid. Selain itu, pelaku yang ada di
dalamnya adalah orang-orang yang yang
taat dalam menjalankan ajaran agama Islam.
Ketaatan digambarkan dalam menjalankan
ajaran agama, yang dilukiskan oleh tokoh
Erna dan suaminya Suparman. Kepercayaan
masyarakat Lombok yang tertuang dalam
novel Merpati Kembar di Lombok adalah
doa-doa mendapatkan hati seorang wanita,
yakni terkenal dengan istilah senggeger.
Tempat tinggal yang dijadkan sebagai latar
tempat dalam novel Merpati Kembar di

589

Lombok digolongkan menjadi dua, yakni


berdasarkan geografis atau kewilayahan dan
berdasarkan bangunan. Wilayah Lombok
yang banyak diangkat adalah Lombok Barat
dan Tengah, yakni Kecamatan Puji atau
Pujut, Desa Sangkhil, serta di luar Pulau
Lombok, yakni Yogyakarta. Tempat tinggal
berupa bangunan, terdiri atas gedung
kampus Universitas Gadjah Mada (UGM),
Universitas Islam Indonesia (UII), rumah,
sekolah, musalla, dan masjid.
Bahasa yang digunakan dalam
menceritakan setiap kisah dan peristiwa
dalam novel Merpati Kembar di Lombok
selain bahasa utama bahasa Indonesia,
Nuriadi juga menyelipkan bahasa daerah,
yakni bahasa Sasak atau Lombok dan
bahasa Inggris dan bahasa Jawa, serta
beberapa kosakata Arab pengaruh dari
daerah Lombok yang masih religius. Suku
yang dideskripsikan dalam novel Merpati
Kembar di Lombok adalah suku Sasak, yang
merupakan suku asli Pulau Lombok dan suku
pendatang, yakni etnis Jawa. Etnis Jawa
merupakan orang-orang keturunan yang
mendiami Pulau Lombok sejak kedatangan
nenek moyangnya pertama kali ke Lombok
untuk berdagang dan juga berperan dalam
memperkenalkan ajaran Islam.
3. Resepsi Pembaca terhadap Novel
Merpati Kembar di Lombok Karya
Nuriadi
Beragam pendapat yang dikemukakan
oleh para reseptor mengenai hal yang ingin
diungkapkan oleh pengarang melalui novel
Merpati Kembar di Lombok menceritakan
tentang budaya Sasak yang masih kental
sampai sekarang, yakni kawin lari atau dalam
terminologi Sasak, merariq. Tanggapan Dr.
Nugraheni Eko Wardani, M.Hum. (Dosen
PBS FKIP UNS) mengenai kawin lari yang
ada di Lombok adalah kurang baik, karena
bagi beliau, membawa anak orang lari tidak
mencerminkan
kesopanan.
Sebaiknya,

590

anak atau gadis itu diminta saja dengan


baik-baik, jangan sampai budaya lokal yang
ada di daerah diselewengkan sehingga
menimbulkan kesan yang kurang baik.
Selain itu, golongan bangsawan yang tidak
memberikan kebebasan kepada anaknya
(putri) menikah dengan golongan biasa
adalah suatu tindakan yang kurang baik
karena pada hakikatnya manusia itu sama
dan berhak mendapatkan kebebasan dalam
hidupnya sesuai dengan eksistensinya
sebagai manusia yang membutuhkan
kebebasan dalam hidup. Seharusnya,
golongan bangsawan merefleksi kembali
adat mereka dengan kemajuan ilmu dan
teknologi.
Tanggapan pembaca (Zahrizal Akbar,
M.Pd.) tentang novel Merpati Kembar di
Lombok, yaitu novel ini mengandung nilai
pendidikan yang sangat kental. Masingmasing tokoh menampilkan nilai pendidikan
yang berbeda, baik dari sisi positif maupun
negatif yang kita jadikan pelajaran dalam
hidup dalam keluarga dan bermasyarakat.
Salah satu nilai pendidikan yang bisa dipetik
dalam novel Merpati Kembar di Lombok
adalah nilai pendidikan moral. Masingmasing tokoh menampilkan nilai moral,
seperti sosok tokoh Lale Erna yang memiliki
sifat moral yang baik pada suaminya. Ia taat,
patuh, dan jujur pada suaminya, tidak ada
suatu pun yang disembunyikan darinya. Sifat
jujur yang dimilikinya membuat keluarga
kecilnya penuh dengan keberkahan dan
keharmonisan.
Selain
nilai
pendidikan
yang
disampaikan di atas, novel Merpati Kembar
di Lombok juga kental dengan budaya Sasak,
terutama budaya sasak kawin lari atau
merariq. Budaya merariq jarang ditemukan
di daerah lain. Budaya merariq yang
ditampilkan dalam novel Merpati Kembar di
Lombok sangat unik, yakni budaya kawin lari
yang dilakukan oleh golongan bangsawan
dan golongan biasa, yang menimbulkan

konflik di antara kedua keluarga dan konflik


sosial. Golongan bangsawan tidak segansegan membuang anaknya kalau menikah
dengan bukan golongan bangsawan.
Para reseptor bependapat tentang
kawin lari yang ada di Lombok, bahwa
tradisi kawin lari lebih merupakan legalisasi
atas pembangkangan seseorang terhadap
penentu keputusan (orang tua). Tradisi ini
cenderung mengundang reaksi negatif dari
berbagai pihak. Orang tua akan merasa sakit
hati karena pembangkangan anaknya, belum
lagi paksaan harus menerima kehadiran
calon menantu yang belum tentu memenuhi
kriteria yang diinginkan. Lebih buruk lagi, jika
terjadi pertempuran antarsuku hanya karena
penolakan keluarga salah satu pihak calon
pengantin, seperti yang digambarkan dalam
novel Merpati Kembar di Lombok.
4. Nilai-nilai Pendidikan dalam Novel
Merpati Kembar di Lombok Karya
Nuriadi
Manusia dalam kehidupan sosialnya
memerlukan orang lain. Orang bermasyarakat
ada ikatan ketergantungan pada sesama
dalam menjalin komunikasi. Nilai sosial yang
digambarkan dalam novel Merpati Kembar
di Lombok adalah nilai kesabaran, nilai
kesetian seorang istri kepada suami, dan
kasih sayang orang tua kepada anaknya,
serta nilai sosial kekompakan dalam
masyarakat. Selain pendidikan sosial yang
positif, nilai sosial negatif juga disiratkan
dalam novel Merpati Kembar di Lombok,
yang bisa dijadikan contoh untuk pelajaran
dan tidak untuk dikerjakan. Nilai sosial yang
negatif ditampilkan oleh tokoh golongan
bangsawan, yaitu Mamiq Marhaban, yang
memiliki watak keras dan sombong. Nilai
pendidikan, kesabaran, tanggung jawab,
saling menghormati, kekompakan, dan
nilai pendidikan yang lainnya bisa diajarkan
kepada siswa untuk membentuk karakter
siswa. Dengan mempelajari nilai tersebut,

akan mendidik siswa dan merubah sikap dan


moral siswa menjadi lebih baik.
Pendidikan moral yang disajikan
dalam novel Merpati Kembar di Lombok
tidak hanya berkaitan dengan bagaimana
moral kita terhadap sesama keluarga dekat,
tetapi juga terhadap lingkungan sekitar. Nilai
moral yang ditampilkan dalam novel Merpati
Kembar di Lombok adalah menjaga amanah,
nilai tanggung jawab atas perbuatan sendiri,
sopan santun dalam berbahasa dan bersikap,
serta etika atau tabiat yang baik. Nilai moral
yang negatif yang dapat dijadikan pelajaran
dan tidak perlu dilakukan adalah tidak
berduaan di tempat yang sepi karena dalam
ajaran agama, duduk berduaan di tempat
sepi tanpa muhrim tidak diperbolehkan.
Nilai pendidikan moral yang digambarkan
dalam novel Merpati Kembar di Lombok
dapat dijadikan bahan pelajaran bagi siswa
untuk membentuk karakter siswa. Semua
nilai pendidikan moral yang telah dipaparkan
dalam novel merupakan realita yang terjadi
di masyarakat. Dengan mengajarkan nilai
moral pada siswa, akan menjadikan siswa
lebih bermoral dan bertanggung jawab.
Nuriadi dalam novel Merpati Kembar di
Lombok menampilkan budaya-budaya yang
unik yang dimiliki oleh masyarakat Lombok
melalui hasil karyanya. Budaya Sasak yang
ditampilkan adalah perembaq-empucuk
(pemberitahuan), yaitu proses pertama
dalam acara nikah adat Sasak Lombok;
nyongkolan dan serah dowe adalah acara di
mana pihak keluarga perempuan dan laki-laki
bertemu, dipimpin masing-masing juru bicara
atau istilah Sasak pembayaun; dan begawe
adalah acara pesta yang dilangsungkan
dengan sukacita, kemeriahan, dan acara
besar-besaran; serta karma adat atau roah
adalah acara yang dilaksanakan dengan
sederhana, ala kadarnya dan dilaksanakan
bukan niat untuk kemeriahan, tetapi niat untuk
meleburkan kewajiban-kewajiban sebagai
manusia pribadi dan sebagai anggota

591

masyarakat. Nilai pendidikan budaya dan


adat yang digambarkan dalam novel Merpati
Kembar di Lombok dapat dijadikan referensi
pembelajaran untuk peserta didik dalam
meningkatkan jiwa karakternya.
Budaya kawin lari (merariq) terdapat
nilai pendidikan karakter di dalamnya,
yakni keberanian, tanggung jawab, dan
kesungguhan dalam melakukan sesuatu
perbuatan. Keberanian dan kesungguhan
serta tanggung jawab inilah yang harus
ditanamkan kepada peserta didik untuk
menjadikan dirinya lebih optimis dalam
hidupnya. Selain itu, adat yang ada dalam
prosesi kawin lari, misalkan begawa dan
roah, kedua adat ini memiliki nilai sosial yang
tinggi di lingkungan masyarakat. Adat begawe
dan roah adalah acara makan bersama
dengan mengundang para tamu dan diawali
dengan zikir bersama. Di sini, terdapat nilai
kebersamaan dan nilai agama, yakni berzikir
bersama. Semua nilai pendidikan ini memiliki
nilai pendidikan karakter, yakni menanamkan
rasa solidarits siswa dan peduli terhadap
sesama.
Nilai pendidikan agama yang dapat
dipetik dalam novel Merpati Kembar di
Lombok adalah mensyukuri segala nikmat
Allah yang telah diberikan kepada kita,
ketaatan dalam menjalankan agama
seperti yang digambarkan oleh toloh
Erna dan suaminya Suparman, serta nilai
kesabaran terhadap segala cobaan yang
kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Nilai pendidikan agama dalam novel Merpati
Kembar di Lombok bisa dijadikan pedoman
dalam mendidik siswa dan membentuk jiwa
karakternya, yakni terdapat nilai pendidikan
kesabaran, ketaatan menjalankan perintah
agama dan mensyukuri nikmat Allah. Semua
nilai pendidikan ini tentu memiliki peran
dalam membentuk karakter peserta didik.
Nilai kesabaran yang diajarkan pada siswa
akan menjadikan dirinya manusia yang
tabah dan tidak mengeluh dalam menjalani

592

hidupnya. Begitu juga dengan nilai ketataan


beragama, sudah tentu memiliki peran yang
sangat penting dalam membentuk jiwa siswa
agar taat menjalankan perintah agama dan
menjauhi segala larangan Tuhan yang Maha
Kuasa.
Pulau Lombok memiliki banyak nilai
historis. Nilai pendidikan historis yang
dideskripsikan dalam novel Merpati Kembar di
Lombok karya Nuriadi adalah Gunung Rinjani
menurut kepercayaan masyarakat Sasak
merupakan singgasana Dewi Anjani, yang
merupakan ratu para jin. Selain itu, sejarah
asal-usul keluarga bangsawan. Dikatakan
dalam sejarah, nama yang disandang
oleh golongan bangsawan ini berasal dari
Bali. Kerajaan Asem Bali pernah menjajah
dan mengalahkan kerajaan Selaparang,
Lombok. Salah satu warisan dari Bali pada
saat menjajah kerajaan Selaparang, Lombok
adalah
mengklasifikasikan
masyarakat
Lombok dalam golongan-golongan tertentu.
Nilai pendidikan dalam historis dalam novel
Merpati Kembar di Lombok dapat dijadikan
acuan dalam membentuk karakter siswa,
yakni mengingatkan siswa pada sejarah
atau perjuangan pahlawan dalam membela
bangsa Indonesia ini dari penjajah. Selain
itu, guru menamkan sifat patriotisme pada
siswa agar memiliki jiwa kepahlawanan dan
bisa menghargai jasa-jasa para pahlawan
yang membela tanah air Indonesia ini.
PENUTUP
Berdasarkan hasil analisis data yang
telah dilakukan hingga pembahasan, dapat
diambil simpulan sebagai berikut. Pertama,
situasi sosial pengarang dalam novel
Merpati Kembar di Lombok, meliputi latar
belakang pendidikan pengarang, status
sosial pengarang, ideologi pengarang, sosiobudaya pengarang, dan profesionalisme
pengarang. Kedua, kultural dalam novel
Merpati Kembar di Lombok adalah budaya
dan adat, pekerjaan, pendidikan, kondisi

sosial, agama dan kepercayaan, bahasa dan


suku. Ketiga, dari hasil wawancara dengan
reseptor, novel Merpati Kembar di Lombok
memberikan kontribusi yang positif bagi
pembaca dan menambah wawasan pembaca
mengenai budaya Sasak. Keempat, nilai
pendidikan yang ditemukan dalam novel
Merpati Kembar di Lombok adalah nilai
pendidikan sosial, nilai pendidikan moral,
nilai pendidikan budaya, nilai pendidikan
agama, dan nilai pendidikan historis.

Adapun saran yang dapat penulis


berikan sebagai berikut. Pertama, bagi guru
dan dosen Bahasa dan Sastra Indonesia,
hendaknya memperkenalkan novel Merpati
Kembar di Lombok kepada siswa untuk
dijadikan bahan pembelajaran karena novel
ini kental dengan budaya dan adat Lombok
yang mungkin tidak ada di daerah lain. Selain
itu, novel ini banyak mengandung nilai-nilai
pendidikan yang harus ditanamkan kepada
siswa/mahasiswa. Kedua,

DAFTAR PUSTAKA
Baribin, Raminah. 1985. Teori dan Apresiasi Prosa Fiksi. Semarang: IKIP Semarang Press.
Depdikbud. 1979. Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Nusa Tenggara Barat. Depertemen
Pendidikan dan Kebudayaan: Pusat Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah.
Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sosiologi Sastra. Yogyakarta: CAPS.
Escarpit, Robert. 2005. Sosiologi Sastra. (Terjemahan: Ida Sundari Husen). Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
Jabrohim. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.
Junus, Umar. 1986. Sosiologi Sastra: Persoalan Teori dan Metode. Jakarta: Gramedia.
Noor, Rohinah M.. 2011. Pendidikan Karakter Berbasis Sastra. Jakarta: Ar-ruzz Media.
Pradopo, Rachmat Djoko, dkk.. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita
Graha Widya.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2007. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Purwanto. 1995. Kebudayaan Lingkungan dalam Perspektif Antropologi. Yogyakarta: Pustaka
pelajar.
Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Putaka Pelajar.
Segers, Rien. T.. 2000. Evaluasi Teks Sastra. (Terjemahan: Suminto A. Sayuti). Yogyakarta:
Adicita.
Siswantoro. 2011. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Soedomo, Hadi. 2003. Pendidikan Suatu Pengantar. Surakarta: UNS Press.
Sumardjo, Jacob. 1999. Konteks Sosial Novel Indonesia 1920-1977. Bandung: Grasindo.
Sutopo, H.B.. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: University Sebelas Maret.
Teeuw, A.. 1984. Sastra dan Ilmu Pengantar Teori Sastra. (Terjemahan: Dick Hartoko). Jakarta:
Pustaka Jaya.

593

Waluyo, Herman J.. 2002. Apresiasi dan Pengkajian Prosa Fiksi. Salatiga: Widya Sari Press.
Wardani, Nugraheni Eko. 2009. Makna Totalitas dalam Karya sastra. Surakarta: LPPM UNS
dan UNS Press.
Wellek, Rene & Austin Warren. 1995. Teori Kesusatraan. (Terjemahan: Melani Budianta).
Jakarta: Gramedia.

594

HUBUNGAN ANTARA MINAT MEMBACA KARYA SASTRA DAN


KEMAMPUAN MEMAHAMI UNSUR INTRINSIK NOVEL MIHRAB
CINTA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 16 PONTIANAK TAHUN
PEMBELAJARAN 2010/2011
Melia

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP PGRI Pontianak


Jl. Ampera No.88 Pontianak
Alamat korespondensi: melygautama@gmail.com

ABSTRACT

This study aimed to describe the relationship between interest in reading literature and the
ability to understand the intrinsic elements of Mihrab Cinta novel in class VIII SMP Negeri 16
Pontianak. This research uses descriptive method with a form of quantitative research. The
sampling technique using random sampling techniques. Data collection techniques used, the
technique of indirect communication. Data collection tool used, ie questionnaires and tests.
Based on the analysis of the relationship between interest in reading literature and the ability to
understand the intrinsic elements of the novel Mihrab Cinta grade students of SMP Negeri 16
Pontianak, it can be concluded that there is a relationship between interest in reading literature
and the ability to understand the intrinsic elements of the novel Mihrab Cinta students of class
VIII SMP Negeri 16 Pontianak. The results obtained showed that the count r of 0.91. The
results are then interpreted in interpretation table r values between 0.800 up to 1.00 with the
interpretation of high correlation number is 0.91. After analyzing the data using statistical test,
it is known that thitung greater than ttable, namely 14 727> 2.000, the null hypothesis (Ho), which
states there is no correlation between interest in reading literature and the ability to understand
the intrinsic elements of the novel Mihrab Cinta in class VIII SMP Negeri 16 Pontianak rejected.
Thus, the alternative hypothesis (Ha) which states the presence of a relationship between
interest in reading literature and the ability to understand the intrinsic elements of Mihrab Cinta
novel in class VIII SMP Negeri 16 Pontianak accepted.
Keywords: interest in reading, the ability to understand, intrinsic elements, novel

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hubungan antara minat membaca karya sastra
dan kemampuan memahami unsur intrinsik novel Mihrab Cinta pada siswa kelas VIII SMP
Negeri 16 Pontianak. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan bentuk penelitian
adalah kuantitatif. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik random sampling. Teknik
pengumpulan data yang digunakan, yaitu teknik komunikasi tidak langsung. Alat pengumpul
data yang digunakan, yaitu angket dan tes. Berdasarkan hasil analisis data tentang hubungan
antara minat membaca karya sastra dan kemampuan memahami unsur intrinsik novel Mihrab
Cinta pada siswa kelas VIII SMP Negeri 16 Pontianak, dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan antara minat membaca karya sastra dan kemampuan memahami unsur intrinsik
novel Mihrab Cinta pada siswa kelas VIII SMP Negeri 16 Pontianak. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa r hitung sebesar 0,91. Hasil tersebut kemudian diinterpretasikan ke
dalam tabel interpretasi nilai r antara 0,800 sampai dengan 1,00 dengan interpretasi tinggi
dengan angka korelasi adalah sebesar 0,91. Setelah dilakukan analisis data menggunakan
uji statistik, diketahui bahwa thitung lebih besar dari ttabel, yaitu 14.727 > 2.000, maka hipotesis
nol (Ho) yang menyatakan tidak ada hubungan antara minat membaca karya sastra dan
kemampuan memahami unsur intrinsik novel Mihrab Cinta pada siswa kelas VIII SMP Negeri
16 Pontianak ditolak. Dengan demikian, hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan terdapatnya
suatu hubungan antara minat membaca karya sastra dan kemampuan memahami unsur
intrinsik novel Mihrab Cinta pada siswa kelas VIII SMP Negeri 16 Pontianak diterima.
Kata kunci: minat membaca, kemampuan memahami, unsur intrinsik, novel

595

PENDAHULUAN
Minat dan belajar adalah suatu
keinginan dan kemampuan yang berasal dari
diri siswa. Dalam penelitian ini, yang dilihat
adalah minat dan kemampuan terhadap
pelajaran novel. Minat siswa terhadap
pelajaran bahasa Indonesia perlu diketahui
oleh guru maupun oleh siswa itu mengingat
minat pada sastra ini dapat mengarahkan
siswa untuk melakukan pilihan menentukan
cita-citanya. Cita-cita merupakan perwujudan
dari minat dalam proses/jangkauan masa
depan bagi siswa untuk merencanakan dan
menentukan pilihan terhadap pendidikan,
serta
siswa
yang
berminat
dalam
pembelajaran sastra.
Novel merupakan karya sastra yang
dapat dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan
para pembacanya untuk memahami pikiranpikiran yang disampaikan oleh pengarang.
Novel selain dapat dijadikan sebagai media
hiburan, dapat juga dijadikan sebagai
objek penelitian, baik dari segi struktur
maupun dari segi karakter tokoh yang
berperan dalam sebuah novel. Novel tidak
hanya dapat dijadikan sebagai sarana
hiburan bagi pembaca, tetapi dapat pula
dijadikan sebagai media pendidikan dan
objek penelitian. Penelitian terhadap novel
dapat dilakukan dengan meneliti segi
struktur maupun nilai-nilai yang terkandung
di dalamnya. Melalui novel, pembaca
menemukan dan mengetahui berbagai
problematika kehidupan suatu masyarakat
atau golongan tertentu, pandangan, dan
sikap hidup masyarakat yang diceritakan,
serta menawarkan beberapa alternatif nilainilai baru bagi pemecahan persoalan yang
diceritakan di dalamnya. Atas dasar hal
tersebut, peneliti bermaksud mengadakan
penelitian terhadap novel.
Hubungan antara minat membaca
karya sastra dengan kemampuan memahami
unsur intrinsik novel remaja sangat erat.
Dapat dikatakan erat, karena jika kita ingin

596

memahami unsur intrinsik novel, tentunya


kita harus membaca terlebih dahulu baru
bisa menemukan unsur yang terkandung di
dalam novel tersebut.
Membaca
adalah suatu proses yang dilakukan serta
pembaca untuk memperoleh pesan yang
hendak disampaikan oleh penulis melalui
media kata-kata/bahasa tulis dalam sebuah
bacaan.
Tujuan utama dalam membaca adalah
untuk mencari serta memperoleh informasi,
mencakup isi dan memahami makna
bacaan. Suatu informasi akan diperoleh
secara lengkap apabila seorang pembaca
memahami isi bacaan tersebut dengan cara
membaca pemahaman. Untuk mengetahui
kemampuan siswa mengapresiasi bacaan
sastra, khususnya novel, dapat digunakan
beberapa indikator sesuai dengan unsur
yang membangun karya sastra. Salah satu
indikator yang digunakan adalah unsur
intrinsiknya. Kemampuan menafsirkan unsur
intrinsik novel merupakan suatu hal yang
sangat penting bagi siswa dalam upaya
untuk meningkatkan apresiasi terhadap
karya sastra.
Keterampilan membaca terdapat di
dalam silabus Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, yaitu pada standar kompetensi,
kompetensi dasar, dan indikator yang
terdapat di dalamnya. Satu di antara
standar kompetensi di kelas VIII Sekolah
Menengah Pertama semester genap, yaitu
keterampilan membaca dalam memahami
unsur intrinsik novel remaja. Hal tersebut
sesuai dengan indikator yang harus dicapai,
yaitu menjelaskan tema cerita, alur, latar,
serta tokoh dan penokohan novel remaja.
Pemilihan kemampuan memahami unsur
intrinsik novel remaja sebagai objek penelitian
didasari
beberapa
alasan.
Pertama,
pembelajaran menemukan unsur intrinsik
prosa telah didapat siswa pada pembelajaran
sebelumnya, yaitu memahami unsur intrinsik
cerpen dengan hasil yang sangat baik.

Kedua, novel merupakan sebuah prosa yang


memiliki alur yang lengkap atau utuh.
Adapun alasan peneliti memilih
sekolah SMP Negeri 16 Pontianak sebagai
tempat penelitian, yaitu SMP Negeri
16 Pontianak merupakan sekolah yang
kemampuan siswanya dalam belajar
memiliki prestasi yang cukup baik. Jadi,
peneliti ingin mengetahui kemampuan siswa
di SMP Negeri 16 Pontianak berdasarkan
pernyataan tersebut. Sedangkan pemilihan
siswa kelas VIII semester genap sebagai
populasi penelitian didasarkan oleh beberapa
pertimbangan sebagai berikut.
1. Peneliti tertarik untuk mengadakan
penelitian ini karena berdasarkan
informasi yang peneliti ketahui di
sekolah tersebut belum pernah diadakan
penelitian tentang hubungan antara
minat membaca karya sastra dengan
kemampuan memahami unsur intrinsik
novel Mihrab Cinta pada siswa kelas VIII
SMP Negeri 16 Pontianak.
2. Novel Mihrab Cinta menampilkan
kehidupan sosial yang kompleks dan
menarik untuk dikaji.
3. Berdasarkan
observasi
tenaga
pengajar di SMP Negeri 16 Pontianak,
khususnya guru bidang studi Bahasa
dan Sastra Indonesia minimal lulusan
sarjana lebih baik dan berkompetensi
dalam
mengajarkan
pembelajaran
sastra kepada siswa, khususnya
pembelajaran unsur intrinsik novel.
Dalam pembelajaran ini, siswa sangat
bersemangat
dalam
pembelajaran
sastra. Jadi, peneliti ingin mengetahui
kemampuan siswa dalam memahami
unsur intrinsik novel melalui angket dan
tes yang telah disediakan oleh peneliti
dengan cara siswa membaca terlebih
dahulu novel yang telah disediakan oleh
guru bidang studi Bahasa Indonesia dan
peneliti.

4. Siswa kelas VIII SMP Negeri 16 Pontianak


sebelumnya sudah memperoleh materi
pelajaran tentang unsur intrinsik pada
mata pelajaran Bahasa Indonesia,
yaitu pernah dipelajari oleh siswa kelas
VIII semester ganjil tentang standar
kompetensi
membaca
(memahami
teks drama dan novel remaja), butir
7.1 Mengidentifikasi unsur intrinsik
teks drama. Menurut guru bidang
studi Bahasa Indonesia di SMP Negeri
16 Pontianak, sekolah ini memiliki
prestasi yang baik dalam pembelajaran
tentang mengidentifikasi unsur intrinsik
pembelajaran
drama.
Sehubungan
dengan hal tersebut, peneliti ingin
menghubungkan apakah siswa beminat
membaca novel remaja dan apakah
siswa mempunyai kemampuan dalam
memahami unsur intrinsik novel tersebut.
5. Dari uraian di atas, ada dua hal yang
dapat diperhatikan, yaitu minat membaca
karya sastra dengan kemampuan
memahami unsur intrinsik novel Mihrab
Cinta. Sehubungan dengan hal tersebut,
maka timbul pertanyaan terhadap
peneliti mengenai apakah ada hubungan
minat membaca karya sastra dengan
kemampuan memahami unsur intrinsik
novel Mihrab Cinta dan bagaimana
hubungan minat membaca karya
sastra dengan kemampuan memahami
unsur intrinsik novel Mihrab Cinta?
Apakah siswa yang memiliki minat
membaca yang tinggi akan mempunyai
kemampuan memahami unsur intrinsik
novel Mihrab Cinta yang baik pula atau
sebaliknya?
Mihrab Cinta (MC) merupakan sebuah
novel pembangun jiwa untuk memukau
penggemar sastra Islami agar bisa dijadikan
pedoman hidupnya yang berkepanjangan.
Pembaca novel dalam Mihrab Cinta ini biasa
menumbuhkan rasa cintanya kepada Tuhan
yang Maha Esa dan membekali hidupnya

597

yang bermanfaat karena dalam novel


ini mengisahkan seorang pemuda yang
memiliki cita-cita jadi seorang ulama, tetapi
karena fitnah dari seorang temannya, nasib
seorang pemuda itu terabaikan sehingga
ia dikeluarkan dari pesantren, kemudian
memilih merantau ke negara lain sehingga
nasibnya yang malang itu berubah menjadi
lebih baik dan cita- citanya tercapai dan ia
hidup mandiri.
1. Minat Membaca
Menurut Tampubolon (1993) minat
membaca adalah kemana dan keinginan
seseorang untuk mengenali huruf dan dapat
menangkap makna dari tulisan tersebut.
Menurut Lilawati (dalam Sandjaya, 2005)
minat membaca adalah suatu perhatian
yang kuat dan mendalam disertai dengan
perasaan
senang
terhadap
kegiatan
membaca sehingga dapat mengarahkan
seseorang
untuk
membaca
dengan
kemauannya sendiri. Sedangkan menurut
Sinambela (dalam Sandjaya, 2005) minat
membaca adalah sebagai sikap positif dan
adanya rasa keterkaitan dalam diri terhadap
aktifitas membaca dan tertarik terhadap buku
bacaan.
Orang
yang
tidak
berminat
untuk membaca tidak mungkin memiliki
kemampuan membaca yang baik atau
sebaliknya, sedangkan orang yang sudah
berkali-kali melakukan melakukan kegiatan
membaca pun belum bisa memiliki
kemampuan membaca yang baik, apalagi
orang yang belum pernah membaca sama
sekali. Sejalan dengan itu, minat membaca
tidaklah tumbuh dengan sendirinya, tetapi
oleh dorongan keinginan seseorang untuk
mengetahui sesuatu yang ada di luar dirinya.
Sejalan dengan hal itu juga dapat menambah
pengetahuan, dengan membaca apalagi
membaca sebuah karya sastra mereka dapat
menikmati keindahan membaca sastra dan
menikmati isi bacaan.

598

Minat membaca di atas dapat


disimpulkan, bahwa minat membaca
merupakan aktifitas yang dilakukan dengan
penuh ketekunan dan cenderung menetap
dalam rangka membangun pola komunikasi
dengan diri sendiri agar pembaca dapat
menemukan makna tulisan dan memperoleh
informasi sebagai proses tranmisi pemikiran
untuk mengembangkan intelektualitas dan
pembelajaran sepanjang hayat (life-long
learning) serta dilakukan dengan penuh
kesadaran dan mendatangkan perasaan
senang, suka, dan gembira dalam kegiatan
membaca. Minat membaca siswa akan
berhubungan dengan kemampuan membaca
selama ia belajar. Untuk mengetahui tinggi
atau rendahnya minat membaca seseorang
siswa dapat dilihat dari kemampuan
membaca yang dimilikinya.
2. Faktor yang Mempengaruhi Minat
Membaca
a. Faktor intern.
Faktor intern adalah faktor yang terdapat
di dalam diri siswa itu sendiri terhadap
minat membaca yang dimilikinya, baik
yang berupa fisik maupun yang berupa
psikis yang dapat mempengaruhi minat
membaca. Faktor fisik yang dimaksud
adalah proses penerimaan suatu
rangsangan, penglihatan, pendengaran,
dan penciuman. Selain alat indra ini,
masih ada yang mempengaruhi minat
membaca yaitu keadaan jasmani yang
berhubungan
dengan
kesehatan,
apabila kesehatan tergangu maka
akan mempengaruhi konsentrasi dalam
membaca.
b. Faktor Ekstern
Faktor ekstern adalah faktor yang
terdapat di luar diri siswa, seperti faktor
lingkungan, sarana dan prasarana yang
dapat mempengaruhi perkembangan
minat membaca anak. Misalnya di ruang
lingkup tempat tinggal dan situasi rumah
tangga serta sosial ekonomi. Selain

faktor lingkungan ada juga faktor saran


dan sarana juga sangat menentukan
minat membaca siswa. Misalnya meja
belajar, terbatasnya buku bacaan,
ruang lingkup belajar yang sempit dan
sebagainya.
3. Novel
Novel adalah karangan prosa yang
panjangnya, mengandung rangkaian cerita
kehidupan seseorang dengan orangorang sekelilingnya dengan menunjukkan
watak/sifat pelaku Suprapto (1993:31).
Menurut Nurgiyantoro (1995:9) menjelaskan
bahwa novel merupakan karya fiksi yang
mengungkapkan aspek-aspek kemanusian
yang lebih mendalam dan disajikan dengan
tulus. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) (1995:694) dijelaskan bahwa novel
merupakan karangan prosa yang terpanjang
mengandung rangkaian disekelilingnya
dengan menonjolkan watak dan sifat setiap
pelaku.
Novel adalah hasil karya yang
imajinasi dan pengalaman-pengalaman yang
bersumber dari cerminan kehidupan dalam
masyaraka. Peristiwa yang dituangkan baru
menjadi cerita apabila memunculkan konflik,
masalah yang sensasional, bersifat dramatik,
dan menarik untuk diceritakan. Oleh sebab
itu, pengarang sengaja menciptakan konflik
secara imajiner dalam karyanya dengan
tujuan untuk menarik minat pembaca
terhadap hasil karya tersebut. Peneliti memilih
novel Mihrab Cinta karena: pertama, novel
menceritakan suatu kejadian yang luar biasa.
Luar biasa karena dari kejadian ini lahir suatu
konflik, suatu pertikaian, yang menimbulkan
pergolakan jiwa tokoh-tokohnya sehingga
mengubah jalan hidup pelaku; kedua, dalam
novel konflik yang disajika tidak hanya
berupa satu konflik namun terdapat sejumlah
konflik namun terdapat sejumlah konflik yang
dapat diselesaikan.

4. Hubungan antara Minat Membaca


Karya Sastra dan Kemampuan
Memahami Unsur Intrinsik Novel
Remaja
Hubungan antara minat membaca
karya sastra dengan kemampuan memahami
unsur intrinsik novel remaja sangat erat.
Dapat dikatakan erat, karena jika kita ingin
memahami unsur intrinsik novel, tentunya
kita harus membaca terlebih dahulu baru
bisa menemukan unsur yang terkandung
didalam novel tersebut.
Minat dan kemampuan memahami
unsur intrinsik novel remaja dimaksud, ditandai
oleh adanya kebiasaan menyediakan waktu
untuk membaca secara teratur, terarah, dan
terus menerus (mempunyai kebiasaan yang
baik pada waktu membaca, dapat memilih,
mencari buku bacaan yang sesuai dengan
tingkat kemampuan dan kesiapannya serta
mempunyai tujuan khusus yang ingin dicapai
sewaktu membaca).
Membaca sebuah karya sastra, seperti
membaca novel perlu melakukan membaca
pemahaman karena dalam sebuah novel
banyak hal-hal yang harus dihayati.
Dalam memahami isi bacaan pembaca
perlu melakukan membaca intensif, studi
seksama, dan telaah teliti. Tujuan utama
dalam membaca adalah untuk mencari serta
memperoleh informasi, mencangkup isi,
memahami makna bacaan. Membaca karya
sastra adalah sejenis kegiatan membaca
yang dilakukan pembaca untuk mengetahui
penggunaan bahasa dalam karya sastra.
Apabila
seseorang
pembaca
dapat
mengenal serta mengerti seluk beluk bahasa
dalam suatu karya sastra maka semakin
mudahlah memahami isinya serta menikmati
keindahanya.
Pada hakikatnya membaca adalah
kegitan fisik dan mental untuk menemukan
makna dan tulisan walaupun dalam kegiatan
itu terjadi proses pengenalan huruf-huruf.
Dikatakan kegitan mental karena bagian-

599

bagian pikiran, khususnya resepsi dan


ingatan terlibat di dalamnya. Dari definisi
ini, kiranya dapat dilihat bahwa menemukan
makna dari bacaan (tulisan) adalah tujuan
utama membaca dan bukan mengenali
huruf-huruf. Finochiaro dan Bonomo
mendefinisikan membaca adalah memetik
serta memahami makna yang terkandung di
dalam bahan tertulis.
Dari definisi membaca yang telah
dipaparkan di atas, dapat disimpulkan
bahwa membaca adalah kegitan fisik
dan mental yang menuntut seseorang
untuk menginterpretasikan simbol-simbol
tulisan dengan aktif dan kritis sebagai
pola komunikasi dengan diri sendiri agar
membaca dapat menemukan makna tulisan
dan memperoleh informasi sebagai proses
transmisi pemikiran untuk mengembangkan
intelektualitas dan pembelajaran sepanjang
hayat. Dalam penelitian ini, siswa dianjurkan
dapat membaca secara intensif atau sunguhsunguh (berkonsentrasi) pada kegiatan
membaca agar dapat memahami unsur
intrinsik yang terdapat dalam novel Mihrab
Cinta. Pada penelitian ini peneliti hanya
memberikan penilaian berdasarkan ranah
kognitif karena peneliti tidak memberikan
penilaian terhadap sikap dan keterampilanketerampilan yang lain pada siswa.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif
korelasional untuk mengetahui hubungan
antara minat membaca dan kemampuan
memahami unsur intrinsik novel Mihrab
Cinta pada siswa kelas VIII SMP Negeri 16
Pontianak tahun pembelajaran 2010/2011.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua
siswa yang terdaftar di kelas VIII SMP 16
Pontianak tahun pembelajaran 2010/2011.
Banyaknya jumlah populasi dalam penelitian
ini adalah 316 siswa. Untuk mendapatkan
sampel yang representatif, dilakukan teknik

600

random sampling dengan cara undian.


Teknik random sampling adalah teknik
pengambilan sampel yang memberikan
hak yang sama kepada setiap subjek untuk
memperoleh kesempatan menjadi sampel
(Arikunto, 1997:111). Pengambilan sampel
pada penelitian ini sebanyak 15 persen dari
jumlah total populasi, yaitu 15% x 316 = 47.4
orang, dibulatkan menjadi 47 orang. Jadi,
sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebanyak 47 siswa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Data Minat Membaca Karya Sastra
Siswa
Data angket menunjukkan bahwa
minat membaca karya sastra siswa kelas
VIII SMP Negeri 16 Pontianak diperoleh
anggka tertinggi 155 dan terendah 82,
maka terdapat selisih 73. Kemudian angka
73 dibagi 4 dengan hasil 18,25 (dibulatkan
18). Selanjutnya, seluruh skor dimasukkan
ke dalam kelompok masing-masing menjadi
empat kelompok.
a. Minat membaca karya sastra terbaik
dengan skor 139 - 155
b. Minat membaca karya sastra baik
dengan skor 120 - 138
c. Minat membaca karya sastra cukup
dengan skor 101 - 119
d. Minat membaca karya sastra kurang
dengan skor 82 - 100
Skor tertinggi 155 dan terendah 82,
rata rata skor minat membaca karya sastra
adalah 119 atau kategori cukup.
2. Data Kemampuan Siswa dalam
Memahami Unsur Intrinsik pada Novel
Mihrab Cinta
Setelah diperoleh data kuantitatif data
hasil tes kemampuan memahami unsur
intrinsik Mihrab Cinta (dilihat dari tahap
alur, latar, tokoh/penokohan, amanat) pada
siswa kelas VIII SMP Negeri 16 Pontianak
tahun pembelajaran 2010/2011, selanjutnya
dilakukan penghitungan korelasi antara

minat membaca karya sastra (angket)


sebagai variabel bebas (X) dan kemampuan
memahami unsur intrinsik novel remaja
(soal) sebagai variabel terikat (Y). Besarnya
nilai X, yaitu 2930 dengan nilai rata-rata
yaitu 62,34 dan besarnya nilai Y yaitu 3221
dengan nilai rata-rata yaitu 68,53. Sebelum
penghitungan korelasi dilakukan, terlebih
dahulu dibuat tabel persiapan penghitungan
korelasi tersebut.
3. Hubungan antara Minat Membaca
Karya Sastra dan Kemampuan
Memahami Unsur Intrinsik Novel
Mihrab Cinta
Berdasarkan
hasil
perhitungan,
diketahui bahwa koofisien korelasi yang
diperoleh sebesar 0,9092 yang dibulatkan
menjadi 0,91 sesuai dengan kriteria yang
ditentukan, maka 0,91 berada pada skala
0,80 1,00 dengan korelasi sangat tinggi.
Berarti hubungan antara minat membaca
karya sastra dengan kemampuan memahami
unsur intrinsik novel Mihrab Cinta siswa
kelas VIII SMP Negeri 16 Pontianak tahun
pelajaran 2010/2011 mempunyai hubungan
positif dalam kategori tingkat hubungan
sangat tinggi. Mengacu pada Arikunto (1997:
171), koefisien sebesar itu termasuk korelasi
sangat tinggi.
Dalam penelitian ini, dirumuskan dua
hipotesis, yaitu nol (Ho) dan hipotesis alternatif
(Ha) yang akan dibuktikan berdasarkan
perhitungan dan pengolahan data yang
dilakukan secara kuantitatif dengan kriteria
sebagai berikut.
a. Jika hasil perhitungan korelasi (r
hitung) lebih besar dari (r tabel) pada
taraf kepercayaan 95%, maka hasil
penelitian signifikan, dengan kata
lain hipotesis nol (Ho) ditolak dan
hipotesis alternatif (Ha) diterima.
b. Jika hasil perhitungan (r hitung)
lebih kecil dari (r tabel) pada taraf
kepercayaan 95%, maka hasil

penelitian tidak signifikan, dengan


kata lain hipotesis nol (Ho) diterima
dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak.
Analisi
Uji-t
digunakan
untuk
mengetahui keberartian hubungan antara
variabel bebas (minat membaca karya
sastra) dengan variabel terikat (kemampuan
memahami unsur intrinsik novel). Pengujian
hipotesis dalam penelitian ini dilakukan
dengan uji-t. Penggunaan statistik uji ini
didasarkan atas asumsi bahwa koefisien
korelasi r mengikuti distribusi Uji-t. Adapun
rumus yang digunakan sebagai berikut.
t

r n2
1 r

t

0,91 47  2
1  0,8281

t

0,91 45
1  0,1719

t

0,91x6,71
0,414608248

t

6,1061
 14,727
0,414608248

Hasil perhitungan t-tes (uji-t) diketahui


nilai t hitung lebih besar dari nilai kritis
pada tabel atau 14,727 > 2,000. Ini berarti
signifikan.
Dengan
demikian,
antara
variabel bebas (minat membaca karya
sastra) dengan variabel terikat (kemampuan
memahami unsur intrinsik novel) terdapat
suatu hubungan.
Daerah Kritis
Jika thitung (+) > ttabel (+) maka tolak Ho
Jika thitung (-) < ttabel (+) maka tolak Ho
thitung = 14,727
ttabel = t ; n-1
t 0.05; 40
ttabel = 2,000
Bandingkan thitung dengan ttabel : 14.727
> 2.000 maka Ho ditolak. Berdasarkan
uraian di atas, dapat diketahui thitung = 14.727
sedangkan taraf signifikasi dalam penelitian
ini atau ttabel = 2,000. Taraf signifikasi
= 0.05
dalam penelitian ini ditentukan jika jumlah
siswa pada penelitian lebih dari 30 orang

601

menggunakan taraf signifikasi 5% (Arikunto,


1997: 69). Jadi, dari hasil pengujian tersebut
thitung > ttabel atau 14.727 (thitung) lebih besar
daripada 2,000 (ttabel) maka Ho (siswa SMP
Negeri 16 Kota Pontianak tidak mempunyai
hubungan antara minat membaca karya
sastra dan kemampuan memahami unsur
intrinsik novel) ditolak dan Ha (siswa SMP
Negeri 16 Pontianak mempunyai hubungan
antara minat membaca karya sastra dan
kemampuan memahami unsur intrinsik
novel) diterima.
Setelah dilakukan analisis data
mengunakan uji statistik, diketahui dari hasil
pengujian tersebut ternyata thitung dengan
ttabel: 14.727 > 2.000 maka hipotesis nol (Ho)
yang menyatakan tidak adanya hubungan
antara minat membaca karya sastra dan
kemampuan memahami unsur intrinsik novel
Mihrab Cinta siswa kelas VIII SMP Negeri
16 Pontianak ditolak. Dengan demikian,
hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan
terdapatnya suatu hubungan antara minat
membaca karya sastra dan kemampuan
memahami unsur intrinsik novel Mihrab Cinta
siswa kelas VIII SMP Negeri 16 Pontianak
diterima.
PENUTUP
Berdasarkan hasil pengolahan data
sesuai sesuai dengan langkah-langkah
yang dilakukan untuk menganalisis subsubmasalah, peneliti dapat mengambil
kesimpulan tentang hubungan antara minat
membaca karya sastra dengan kemampuan
memahami unsur intrinsik novel Mihrab
Cinta pada siswa kelas VIII SMP Negeri
16 Pontianak tahun pelajaran 2010/2011
sebagai berikut. Pertama, minat membaca
karya sastra siswa kelas VIII SMP Negeri
16 Pontiank tergolong baik. Hal ini dapat
dilihat dari perolehan nilai angket ataupun
dari hasil perhitungan persentase sebesar
2930 dengan nilai rata-rata variabel bebas
(x) yang diperoleh siswa sebesar 62,34 dari

602

nilai tertinggi angket tersebut, yaitu 120.


Kedua, kemampuan memahami unsur
intrinsik novel Mihrab Cinta siswa kelas VIII
SMP Negeri 16 Pontianak tergolong baik.
Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan
pada variabel terikat (Y) yang perolehan
nilai soal sebagai alat pengukur kemampuan
memahami unsur intrinsik novel Mihrab Cinta
siswa sebesar 3221 dan nilai rata-rata yang
diperoleh siswa 68,53 dari nilai tertinggi soal,
yaitu 100.
Ketiga, terdapat hubungan antara
minat
membaca
karya
sastra
dan
kemampuan memahami unsur intrinsik novel
Mihrab Cinta pada siswa kelas VIII SMP
Negeri 16 Pontianak. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa r hitung sebesar
0,91. Lalu hasil yang diperoleh, kemudian
diinterpretasikan ke dalam tabel interpretasi
nilai r antara 0,800 sampai dengan 1,00
dengan interpretasi tinggi dengan besarnya
angka korelasi adalah sebesar 0,91. Hal ini
menunjukkan bahwa hubungan antara minat
membaca karya sastra dengan kemampuan
memahami unsur intrinsik novel Mihrab Cinta
siswa kelas VIII SMP Negeri 16 Pontianak
interpretasinya tinggi dengan besarnya
angka korelasi adalah 0,91.
Berdasarkan hasil dan pembahasan,
serta simpulan yang telah didapat, terdapat
beberapa saran yang berhubungan dengan
hasil penelitian. Pertama, siswa perlu
meningkatkan minat baca, khususnya
novel Mihrab Cinta. Kedua, novel dapat
dijadikan sebagai bacaan siswa agar mereka
termotivasi membaca novel, khususnya novel
Mihrab Cinta. Ketiga, guru yang mengajar
di SMP Negeri 16 Pontianak, khususnya
guru bidang studi Bahasa Indonesia perlu
meningkatkan minat baca siswa, khususnya
terhadap novel Mihrab Cinta.

DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 1995. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Arikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Depdikbud. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Hamalik, Oemar. 1994. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Luxemburg, Jan Van. 1992. Pengantar Ilmu Sastra. (Terjemahan: Dick Hartako). Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Natawijaya, Suparman P.. 1982. Apresiasi Sastra dan Budaya. Jakarta: PT Inter Massa.
Nurgiyantoro, Burhan. 1994. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Sudjana, N.. 1989. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Sudjiman, Panuti. 1991. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sumadi, Suryabrata. 1983. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sumardjo, Jacob & Saini, K.M.. 1988. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Bumi Aksara.
Sumardjo. 2008. Puisi dan Prosa. Jakarta Barat: CV Pamularsih.

603

PENINGKATAN PEMAHAMAN BELAJAR FISIKA DALAM MENGANALISIS


PERCOBAAN LISTRIK DINAMIS MELALUI METODE KOOPERATIF
LEARNING PADA SISWA MTSN DELIMA, KABUPATEN PIDIE
Rasimah

Guru Fisika IPA MTsN Delima Kabupaten Pidie

ABSTRACT

This study aims to improve understanding of student learning about electrical experiment
analyzing the dynamic approach of cooperative learning methods. This research was conducted
in MTsN Delima, Pidie District and lasted for three months, ie from February to April 2014. The
method used was classroom action research (CAR) consisting of two cycles. The subjects
were students of class XI/2 MTsN Delima, Pidie District 2013/2014 school year as many as 28
students. Data analysis using comparative descriptive analysis techniques, by comparing the
initial conditions with the results achieved in each cycle, and a qualitative descriptive analysis
of the results of observations by comparing the results of observation and reflection on the first
cycle and the cycle 2. Through cooperative learning methods learning approach to the basic
competence explain the material on analyzing the experiment of dynamic electricity, at the final
stage of the second cycle is known to have an increase in the average grade 23.66%, from
an average of initial conditions test 60 to 75. While the mastery learning students at the end of
the second cycle was 92% with the percentage increase from the first cycle of 29.41% when
compared to prasiklus which only reached 28%. Observations nontes showed more student
activity increased in the first cycle and the second cycle when compared to prasiklus. Thus,
most of the students of class XI/2 MTsN Delima, Pidie District have improved the understanding
of learning.
Keywords: cooperative learning methods, dynamic electricity, analysis

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman belajar siswa tentang menganalisis
percoban listrik dinamis melalui pendekatan metode kooperatif learning. Penelitian ini
dilaksanakan di MTsN Delima, Kab. Pidie dan berlangsung selama tiga bulan, yaitu Februari
April 2014. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang
terdiri atas dua siklus. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI/2 MTsN Delima, Kab. Pidie tahun
ajaran 2013/2014 sebanyak 28 siswa. Analisis data menggunakan teknik analisis deskriptif
komparatif, yaitu dengan membandingkan kondisi awal dengan hasil yang telah dicapai pada
setiap siklus, dan analisis deskriptif kualitatif hasil observasi dengan membandingkan hasil
observasi dan refleksi pada siklus I dan siklus 2. Melalui pendekatan metode pembelajaran
kooperatif learning pada kompetensi dasar menjelaskan materi tentang menganalisis percoban
listrik dinamis, pada tahap akhir siklus II diketahui telah terjadi peningkatan rata-rata kelas
23,66%, yaitu dari rata-rata tes kondisi awal 60 menjadi 75. Sedangkan ketuntasan belajar
siswa pada akhir siklus II mencapai 92% dengan persentase peningkatan dari siklus I sebesar
29,41% jika dibandingkan dengan prasiklus yang hanya mencapai 28%. Hasil pengamatan
nontes menunjukkan aktivitas siswa lebih meningkat pada siklus I dan siklus II jika dibandingkan
dengan prasiklus. Dengan demikian, sebagian besar siswa kelas XI/2 MTsN Delima, Kab.
Pidie telah mengalami peningkatan pemahaman belajar.
Kata kunci: metode kooperatif learning, listrik dinamis, analisis

PENDAHULUAN
Kenyataan selama ini kegiatan belajar
mengajar (PBM) masih didominasi oleh
guru, yaitu hanya bertumpu pada kegiatan

604

satu arah (one direct), di mana penuangan


sejumlah informasi (berupa pemahaman,
ilmu pengetahuan) dari guru ke siswa hanya
dilaksanakan dan berlangsung hanya di
sekolah, sehingga hasil yang ingin dicapai

siswa hanya mampu menghafal fakta,


konsep, prinsip, hukum-hukum, dan teori
hanya pada tingkat ingatan, sedangkan
pemahaman bereksperimen masih sangat
minim.
Pembelajaran Fisika mengenai sifatsifat bilangan berpangkat dan bentuk
akar dalam pelajaran Fisika merupakan
suatu pembelajaran yang harus diikuti dan
diselesaikan oleh para siswa secara aktif
dengan menggunakan berbagai macam
metode pendekatan yang dirancang oleh
guru dengan maksud dan tujuan adalah
untuk memperoleh kemampuan belajar yang
maksimal sebagaimana yang diharapkan
bersama. Namun, kenyataan yang terjadi
di MTsN Delima, Kabupaten Pidie, realita
yang terjadi justru sebaliknya. Untuk itu,
peneliti melakukan penelitian dengan judul
Peningkatan Pemahaman Belajar Fisika
dalam Menganalisis Percobaan Listrik
Dinamis melalui Metode Kooperatif Learning
pada Siswa MTsN Delima, Kabupaten Pidie.
Berdasarkan latar belakang masalah
yang telah dipaparkan di atas, maka yang
menjadi permasalahan dalam penelitian
tindakan ini sebagai berikut: apakah
pendekatan metode kooperatif learning dapat
meningkatkan pemahaman belajar Fisika
siswa tentang menganalisis percobaan listrik
dinamis di MTsN Delima, Kabupaten Pidie,
Tahun Ajaran 2013/2014? Adapun tujuan
penelitian ini adalah untuk meningkatkan
pemahaman belajar siswa materi tentang
menganalisis percobaan listrik dinamis di
MTsN Delima Kabupaten Pidie, tahun ajaran
2013/2014.
1. Hakikat Pembelajaran Fisika
Hakikat pembelajaran Fisika yang
diajarkan pada tingkat di Madrasah
Tsanawiyah Negeri (MTsN) merupakan
suatu bentuk dalam mengenalkan bentuk
sains/ilmu pengetahuan tentang berbagai
sistem, terutama materi tentang mengalisis
percobaan listrik dinamis. Penjabaran serta

penjelasan
materi-materi
berdasarkan
kurikulum pembelajaran maupun dengan
cara praktikum (bereksperimen) mengenai
materi yang diberikan (Sudjana, 2011: 100101).
2. Hasil Belajar Siswa
Belajar merupakan suatu bentuk usaha
sadar yang dilakukan oleh setiap manusia
dalam rangka mencapai suatu tujuan yang
ingin diraihnya. Belajar adalah sebuah
proses yang ditandai dengan perubahan
pada diri siswa dan perubahan itu merupakan
hasil belajar yang melibatkan segi jasmani
dan rohani yang menghasilkan perubahanperubahan
dalam
hal
pengetahuan,
pemahaman, sikap, mentalitas, dan tingkah
laku. Belajar itu sebagai suatu proses
perubahan tingkah laku atau memaknai
sesuatu yang diperoleh. Akan tetapi, apabila
kita bicara tentang hasil belajar, maka hal
itu merupakan hasil yang telah dicapai oleh
si pebelajar. Belajar merupakan sebuah
proses perubahan perilaku yang dilakukan
secara sadar, baik itu perilaku positif maupun
perilaku negatif yang dipengaruhi oleh nilainilai yang ditanamkan. Proses perubahan
perilaku merupakan permulaan dari tidak
ada menjadi ada atau tidak bisa menjadi
bisa melakukan sesuatu. Proses tersebut
memerlukan waktu yang biasanya tidak
bisa dilakukan secara instan dan proses
juga memerlukan suatu jenis penggunaan
metode yang jelas.
3. Pelajaran Fisika SMP/MTs

Pelajaran Fisika yang diajarkan di level


sekolah menengah mencakup materi tentang
menganalisis percobaan listrik dinamis.
Secara umum, tujuan pembelajaran Fisika
di sekolah menengah adalah siswa mampu
mendeskripsikan materi tentang menganalisis
percobaan listrik dinamis serta penerapannya
di lingkungan sekitarnya. Selain itu,
siswa juga dapat mengenal materi tentang
menganalisis percobaan listrik dinamis.

605

4. Pendekatan
Learning

Metode

Kooperatif

Kooperatif learning merupakan jenis


pendekatan pembelajaran yang menekankan
pada konsep pembelajaran kerja sama, di
mana para siswa diartikan sebagai makhluk
sosial yang membutuhkan sebuah kelompok
dalam belajar atau ditempatkan dalam suatu
komunitas kecil yang berada di dalam kelas.
Menurut Anita, model pembelajaran
kooperatif learning merupakan salah satu
model pembelajaran yang mendukung
pembelajaran
konstektual.
Sistem
pembelajaran kooperatif learning seperti
didefinisikan oleh (US Departemen of
Education, 2001) sebagai sistem kerja belajar
kelompok yang terstruktur. Yang termasuk ke
dalam struktur ini adalah lima unsur pokok,
yaitu saling ketergantungan positif, tanggung
jawab individual, interaksi personal, keahlian
bekerja sama, dan proses kelompok.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di MTsN
Delima,
Kabupaten
Pidie.
Penelitian
dilaksanakan selama 3 bulan, terhitung mulai
bulan FebruariApril 2014. Subjek penelitian
ini adalah siswa kelas IX/2 tahun pelajaran
2013/2014, yang berjumlah 28 orang siswa.
Sumber data dalam penelitian tindakan ini
adalah siswa, sebagai subjek penelitian.
Data yang dikumpulkan dari siswa, meliputi:
data hasil observasi, tes tertulis, dan guru
kolaborator. Tes tertulis dilaksanakan pada
setiap akhir pelaksanaan siklus yang terdiri
atas materi tentang menganalisis percobaan
listrik dinamis di MTsN Delima, Kabupaten
Pidie, tahun ajaran 2013/2014. Selain
siswa sebagai sumber data, penulis juga
menggunakan teman sejawat, yakni sesama
guru kelas yang dijadikan sebagai sumber
data.
Dalam penelitian ini, pengumpulan
data menggunakan teknik tes dan nontes.
Alat pengumpulan data dalam penelitian

606

tindakan ini, meliputi:


1. tes tertulis, terdiri atas 5 butir soal,
2. nontes, meliputi: lembar observasi dan
dokumen.
Validasi data penelitian ini meliputi
validasi
hasil
belajar
dan
proses
pembelajaran.
Validasi
hasil
belajar
dikenakan pada instrumen penelitian berupa
tes. Validasi ini meliputi validasi teoretis dan
validasi empiris. Validasi teoretis artinya
mengadakan analisis instrumen yang terdiri
atas face validity (tampilan tes) dan content
validity (validitas isi). Validitas empiris artinya
analisis terhadap butir-butir tes, yang dimulai
dari pembuatan kisi-kisi soal, penulisan
butir-butir soal, kunci jawaban, dan kriteria
pemberian skor.
Validasi proses pembelajaran melalui
triangulasi metode yang dilakukan dengan
metode dokumentasi, selain metode
observasi. Metode dokumentasi digunakan
untuk memperoleh data pendukung yang
diperlukan dalam pelaksanaa proses
pembelajaran metode kooperatif type jigsaw.
Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik analisis dekskriptif,
yang meliputi:
1. analisis deskriptif komparatif hasil belajar
dengan cara membandingkan hasil
belajar pada siklus I dengan siklus II dan
membandingkan hasil belajar dengan
indikator pada siklus I dan siklus II.
Adapun
menggunakan
berikut ini:

analisis
hasil
dengan
persentase
perumusan

Keterangan:
P = Persentase yang dicari (%)
F = Frekuensi jawaban siswa
n = Jumlah siswa

Kriteria penilaian hasil belajar siswa


dalam proses pembelajaran adalah 65.
Tabel 1 Kriteria Ketuntasan Hasil Belajar
Siswa
No

Nilai

1.
2.
3.
4.
5.

85100
7584
6574
5564
<54

Kategori
Penilaian
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat
kurang

Keterangan
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tidak tuntas
Tidak tuntas

2. analisis deskriptif kualitatif dalam


penelitian tindakan ini dalah dari hasil
observasi dengan cara membandingkan

hasil observasi dan refleksi pada siklus I


dan siklus II.
Indikator keberhasilan penelitian ini
adalah terjadinya peningkatan nilai rata-rata
hanya sebesar 5%. Penelitian ini merupakan
jenis penelitian tindakan kelas yang ditandai
dengan adanya siklus. Adapun penelitian ini
terdiri atas dua siklus. Setiap siklus terdiri atas
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan,
dan refleksi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Hasil Penelitian
Berikut rekap data hasil penelitian
keseluruhan sebagaimana yang tersaji pada
tabel berikut:

Tabel 2 Hasil Penelitian Keseluruhan


No

Hasil
Lambang
Angka

Hasil
Evaluasi

Arti
Lambang

Pra
Tindakan

Model
Siklus I

Model
Siklus II

1.

85-100

2.
3.
4.
5.

75-84
65-74
55-64
<54

B
C
D
E

Sangat
Baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat
Kurang

15
9
4

12
10
1
-

9
10
2
-

28

28

28

Jumlah
2. Pembahasan
a. Siklus I
Hasil Belajar siswa pada siklus I
juga sangat berbeda dari prasiklus, baik
dari perolehan nilai yang didapat maupun
ketuntasan hasil belajar siswa serta
peningkatan nilai rata-rata yang diperoleh.
Dari 28 siswa di kelas IX/2 MTsN Delima,
Kabupaten Pidie, sejumlah 27 siswa sudah
menuntaskan hasil belajarnya dengan nilai
rata-rata sebesar 70.4 dari sebelumnya
sebesar 6,23. Persen peningkatan nilai ratarata dari prasiklus dan siklus I adalah sebesar

13,0%. Selain itu, pada siklus I sudah ada


siswa yang mendapatkan nilai A (sangat
baik) sebanyak 3 siswa (15%).
b. Siklus II
Berdasarkan hasil observasi pada
siklus II, proses pembelajaran yang terjadi
hampir sama dengan siklus I, di mana
keaktifan dan keterlibatan siswa dalam
proses belajar mengajar di dalam kelas
sudah meningkat. Guru sudah mengurangi
peranannya untuk memberikan berbagai
informasi tentang materi keadaan siswa,

607

akan tetapi guru sudah mendampingi siswa


untuk menggali dan menemukan sejumlah
informasi lewat teman sekelasnya dan
teman-teman lainnya. Pada siklus II terlihat
siswa lebih aktif jika dibandingkan dengan
siklus I. Suasana pembelajaran menjadi cair
dan tidak terlalu kaku, ada proses komunikasi
baik antarsiswa, antarkelompok, maupun
dengan gurunya.
Hasil belajar pada siklus II lebih
meningkat jika dibandingkan dengan siklus
I. Peningkatan tersebut terlihat jelas pada
perolehan nilai dan juga nilai rata-rata,
yaitu dari sebelumnya 70,4 menjadi 7,4 di
siklus II. Sementara itu, jumlah siswa yang
tuntas pada siklus I sebesar 80% dan pada
siklus II sebesar 92% dengan memperoleh
persentase peningkatan nilai rata-rata
adalah sebesar 5,11%. Secara keseluruhan,
penggunaan model pembelajaran dengan
menggunakan metode kooperatif learning
dapat meningkatkan kemampuan memahami
materi tentang menganalisis percobaan listrik
dinamis, siswa kelas IX/2 MTsN Delima,
Kabupaten Pidie.
PENUTUP
Berdasarkan
hasil
penelitian
tindakan ini, maka dapat disimpulkan
bahwa penerapan pembelajaran dengan
menggunakan metode kooperatif learning
dapat meningkatkan pemahaman belajar
siswa, terutama mata pelajaran Fisika tentang
menganalisis percobaan listrik dinamis pada

siswa kelas IX/2 semester I MTsN Delima,


Kabupaten Pidie, tahun pelajaran 2013/2014.
Peningkatan hasil belajar siswa tersebut
terlihat dalam hal peningkatan nilai rata-rata,
besarnya ketuntasan siswa, dan suasana
belajar siswa yang berbeda dari suasana
belajar sebelum dilakukan tindakan. Secara
keseluruhan, rata-rata kelas mencapai
kenaikan sebesar 18,7% dan ketuntasan
belajar siswa pada akhir siklus II mencapai
92% dibandingkan prasiklus yang hanya
mencapai 45%.
Adapun hasil nontes pengamatan
proses belajar menunjukkan adanya suatu
perubahan siswa lebih aktif selama proses
pembelajaran berlangsung pada siklus I dan
siklus II jika dibandingkan dengan suasana
belajar siswa yang pasif dan kaku sebelum
dilakukannya tindakan kelas.
Saran yang dapat penulis ajukan,
antara lain: (1) dalam penerapan model
pembelajaran
menggunakan
metode
kooperatif learning tentang menganalisis
percobaan listrik dinamis, siswa yang terpilih
harus mampu memahami dengan baik dan
benar agar hasil belajar tercapai, oleh karena
itu guru harus memilih dan menetapkan
secara resmi terhadap metode ini yang bisa
mengajari siswa lainnya, (2) disarankan
bagi para guru untuk menggunakan model
ini untuk meningkatkan hasil belajar siswa,
terutama untuk membantu siswa yang belum
mengerti materi yang diajarkan oleh guru.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1992. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bina Aksara.
Dewi, G.. 2008. Pengertian Pendekatan Metode Kooperatif Learning. Surakarta: Nuansa
Press.
Journal of Sciences. 2015. The Sistem Reproduction of Human. Dipublikasikan oleh Yale
Univeristy, dimuat dalam Jurnal Nasional Pendidikan, Jakarta.
Muntasir, M. Saleh. 1995. Pengajaran Terprogram dan Sifat-sifat Muatan Listrik. Jakarta: CV.
Rajawali.
Poerwadarminta, W.J.S.. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PT

608

Gramedia.

Roetiyah, N.K.. 1992. Masalah-masalah Ilmu Keguruan. Jakarta: PT Bina Aksara.


Sowetjadi. 2001. Hakikat Pengertian Pendekatan Metode Realistik. Surakarta: Nuansa Press.
Sudjana, Nana. 2011. Hakikat dan Pengertian Hasil Belajar. Surakarta: Nuansa Press.
Surakhmad, Winarno. 1992. Pengantar Penelitian Ilmiah Pendidikan. Bandung: PT Hadinata.

609

TEORI PRAGMATIK DAN SESANTI BUDAYA MASYARAKAT JAWA


Ika Arifianti

Universitas Pekalongan

ABSTRACT

Javanese culture and behavior associated with the realm of pragmatics which became the
most thorough study in completing the analysis of speech. Field study of linguistic pragmatics
can resolve completely, including the implied word. The essence of the Javanese who are
always polite to speak and ethics contained in the politeness principle and the principle of
cooperation. In addition, the Javanese culture has sesanti or slogan that is capable of burning
passion, the motivation, improve self-esteem, build power of the unconscious, and the binding
unity and solidarity groups.
Keywords: pragmatic, sesanti, Javanese culture

ABSTRAK

Budaya dan perilaku orang Jawa berkaitan dengan ranah pragmatik yang menjadi kajian yang
paling tuntas dalam menyelesaikan analisis tuturan. Bidang pragmatik dapat menyelesaikan
kajian linguistik secara sempurna, termasuk kata yang tersirat. Esensi orang Jawa yang
selalu santun dalam bertutur dan beretika terdapat dalam prinsip kesantunan dan prinsip kerja
sama. Selain itu, kebudayaan Jawa memiliki sesanti atau semboyan yang mampu membakar
semangat, membangkitkan motivasi, meningkatkan rasa percaya diri, membangun kekuatan
bawah sadar, dan mengikat kesatuan serta solidaritas kelompok.
Kata kunci: pragmatik, sesanti, budaya Jawa

PENDAHULUAN
Secara tidak langsung, bahasa
merupakan hasil dari budaya masyarakat
yang beragam. Bahasa kedua adalah
bahasa pendamping atau bahasa asing
yang diajarkan di sekolah dan lingukangan
lain di luar tempat tinggalnya. Bahasa
kedua umumnya bersifat lebih resmi serta
digunakan dalam situasi dan kondisi tertentu.
Fungsi utama bahasa, yakni sebagai
alat komunikasi yang dalam penggunaannya
disesuaikan dengan kepentingan, baik
melalui bahasa lisan maupun bahasa
tulis. Keduanya mempunyai kelebihan dan
kekurangannya. Apabila dilihat dari segi
pendengar (audience), bahasa tulis tidak
terbatas, sedangkan bahasa lisan sangat
terbatas. Bahasa tulis dapat mengungkapkan
perasaan yang tidak dapat diungkapkan
melalui lisan. Namun, dilihat dari kejelasan
maksud,
bahasa
tulis
mempunyai
kelemahan, yaitu pembaca kurang jelas

610

dalam memahami maksud penulis karena


tidak berhadapan secara langsung dengan
penulis.
Beberapa
fungsi
bahasa
dan
penggunaannya akan dipaparkan secara
ringkas dalam kaitan budaya Jawa dan
orang Jawa. Esensi orang Jawa tidak
mengacu pada tempat atau asal, atribut, atau
bahasa Jawa yang digunakan sebagi alat
komunikasi, tetapi lebih dari itu. Seseorang
dianggap sebagai orang Jawa apabila
telah menerapkan prinsip-prinsip kejawaan
dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip-prinsip
tersebut dapat ditunjukkan dengan ciri-ciri
sebagai berikut.
1. Orang Jawa sangat permisif terhadap
berbagai pengaruh dari luar tanpa
mengorbankan
karakter
aslinya.
Misalnya: orang Jawa banyak yang
menganut agama Islam, Kristen, Hindu,
dan Budha, tapi karakternya sebagi
penganut aninisme dan dinamisme

2.

3.

4.

5.

6.

yang dilakukan melalui upacara, seperti


ruwatan, nyadran, slametan orang
meninggal, labuhan, dan jamasan
pusaka masih dilakukan.
Orang Jawa cenderung mengagungkan
seni adiluhung. Misalnya: wayang,
seni batik, kesusastraan, keindahan
orang Jawa bersifat impresif (spiritual)
yang mengarah pada kesadaran
transendental daripada ekspresif (fisikal)
yang cenderung berorientasi pada
materi.
Orang Jawa menyukai olah batin
(cipta, rasa, dan karsa) yang ditempuh
dengan tri brata (tiga laku prihatin),
yakni lelana brata (mengembara dengan
jalan dari satu tempat ke tempat yang
lain), mesu brata (berpuasa mengarah
pada pengendalian nafsu), tapa brata
(bersemedi).
Ketiga
hal
tersebut
dilakukan untuk mendapat ketenangan
batin dan kesempurnaan dalam hidup.
Orang Jawa selalu menyeimbangkan
antara jagat alit dengan jagat ageng, yaitu
tidak pernah lupa menghormati alam
sebagai jagat ageng yang ditunjukan
dengan ritual, lelabuhan, sedekah bumi,
dll.
Orang Jawa selalu bergaul dengan
menerapkan etika dan tata krama, yang
ditunjukkan dengan tradisi ujung, yaitu
orang yang lebih muda mendatangi orang
yang lebih tua untuk sungkem. Orang
Jawa juga mengucapkan kata-kata
permisif ketika melewati sekumpulan
orang yang sedang duduk atau berdiri.
Selain itu, tuturan orang Jawa juga
ditunjukkan dengan tuturan yang halus
dan merendah.
Orang Jawa menyukai musik gamelan.

Budaya dan perilaku orang Jawa


berkaitan dengan ranah pragmatik yang
menjadi kajian paling tuntas dalam
menyelesaikan analisis tuturan. Bidang
pragmatik dapat menyelesaikan kajian

linguistik secara sempurna, termasuk kata


yang tersirat. Teori linguistik struktural tidak
dapat menuntaskan analisis kebahasaan
secara tuntas, namun melalui analisis
pragmatik semua permasalahan kebahasaan
dapat terselesaikan dengan tuntas. Esensi
orang Jawa yang selalu santun dalam
bertutur dan beretika terdapat dalam ranah
prinsip kesantunan Leech (1993) dan prinsip
kerja sama Grice (1975), sementara bagian
tersirat terdapat dalam kajian implikatur,
praanggapan, dan perikutan.
Berikut ini beberapa teori pagmatik
menurut para ahli. Menurut Wijana, pragmatik
adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari
struktur bahasa secara eksternal, yaitu
mengenai penggunaan satuan kebahasaan
dalam peristiwa komunikasi. Berdasarkan
pengertian tersebut dapat dipahami bahwa
pragmatik merupakan ilmu yang mempelajari
makna yang tuturan dalam berkomunikasi.
Sementara itu, Morris (dalam Rustono,
1999: 1) mengungkapkan pragmatik sebagai
cabang semiotik yang mempelajari relasi
tanda dan pemakainya. Pendapat lain
dikemukakan oleh Yule (2006: 5) yang
mendefinisikan pragmatik sebagai studi
tentang hubungan antara bentuk-bentuk
linguistik dengan pemakai bentuk-bentuk itu.
PEMBAHASAN
1. Bidang Pragmatik
Bidang pragmatik dijelaskan oleh
Cruse (dalam Cummings, 2007: 2), yakni
pragmatik dapat dianggap berurusan dengan
aspek-aspek informasi yang disampaikan
melalui bahasa yang diterima secara
umum dalam bentuk-bentuk linguistik yang
digunakan dan muncul secara alamiah dari
makna-makna konvensional dengan konteks
tempat penggunaan. Pragmatik menelaah
hubungan tindak bahasa dengan konteks
tempat, waktu, keadaan pemakaiannya,
dan hubungan makna dengan aneka
situasi ujaran. Pragmatik merupakan telaah

611

mengenai kondisi-kondisi umum penggunaan


komunikasi bahasa. Pengertian pragmatik
juga dijelaskan oleh Leech. Menurutnya,
pragmatik adalah studi tentang makna dalam
hubungannya dengan situasi-situasi ujar.
Perbedaan antara semantik dan
pragmatik adalah semantik mengkaji
hubungan antara bentuk bahasa dan entitas
di dunia, sedangkan pragmatik mengkaji
hubungan antara bentuk bahasa dan
pengguna bahasa. Pragmatik mengkaji
hal-hal yang tidak dikaji oleh tatarantataran linguistik lainnya. Dalam hal ini, ada
kedekatan antara sosiolinguistik dengan
pragmatik. .
Perkembangan pragmatik dipicu oleh
munculnya berbagai pendapat sebagaimana
perkembangan ilmu lainnya. Teori Grice yang
menghasilkan Prinsip Kerja Sama (PKS)
dikritik oleh pakar-pakar lain. Kritikan Sperber
dan Wilson yang paling menonjol. Mereka
berpendapat bahwa maksim atau bidal
terpenting dari Prinsip Kerja Sama (PKS)
Grice adalah bidal hubungan atau relevansi,
sedangkan tiga bidal lainnya (kualitas,
kuantitas, dan cara) boleh diabaikan.
Levison
(1985)
memostulatkan
empat strategi bertutur sebagai berukut. 1)
Bertutur terus terang tanpa basa-basi (bald
on record); 2) Bertutur terus terang dengan
basa-basi yang berupa kesantunan positif; 3)
Bertutur terus terang dengan basa-basi yang
berupa kesantunan negatif; dan 4) Bertutur
tidak secara terang-terangan atau secara
samar-semar (off record).
Jenis tindak tutur tertentu berpotensi
mengancam muka dan memicu timbulnya
implikasi lebih jauh. Tuntutan perlindungan
muka masyarakat Batak tidak seberat
tuntutan masyarakat Jawa. Orang jawa
cenderung berusaha menghindari konflik
terbuka karena ketika konflik terjadi sulit
untuk rujuk kembali karena rendahnya
solidaritas. Dengan demikian, tuntutan
perlindungan muka menjadi berat dan perlu

612

dipenuhi oleh masyarakat Jawa. Salah


satu cara untuk melindungi muka, yakni
dengan pelunakan (mitigasi) daya ilokusi
agar dampak tuturan tidak sekeras dampak
tuturan yang diungkapkan tanpa basa-basi.
Dari sini dapat ditarik inferensi mengapa
ketidaklangsungan tuturan tidak banyak
dilakukan responden Batak. Bagi orang
Batak, perilaku terbuka (bald on record) tidak
berarti jelek, justru perilaku transparan atau
terbuka itu yang dianggap baik.
Gunawan mengkaji relasi tindak tutur
melarang di kalangan masyarakat Batak dan
masyarakat Jawa dengan hipotesis kerja
bahwa pandangan hidup kedua suku ini
berbeda, setidaknya mengenai pandangan
hidup tradisional mereka. Orang Jawa yang
begitu hierarkis dapat diaanggap sebagai
masyarakat nonegaliter. Masyarakat Jawa
itu berlapis-lapis dan setiap lapisnya
menurut pandangan tradisional Jawa sudah
ditentukan dari sana. Berbeda dengan
orang Jawa, solidaritas orang Batak dapat
melintasi batas marga dengan mudah karena
diwajibkan oleh adat supaya anggota suatu
marga membantu anggota marga lain dalam
semangat dalihan na tolu.
2. Pengantar Masyarakat Jawa
Kebudayaan Jawa merupakan salah
satu kebudayaan terbesar di dunia. Daerah
asal orang Jawa adalah pulau jawa, yaitu
pulau yang panjangnya lebih dari 1.200 km
dengan lebar 500 km. Namun, yang dimaksud
orang Jawa adalah orang yang mendiami
bagian tengah dan timur pulau Jawa saja.
Perpektif kosmis masyarakat Jawa sangat
berpengaruh terhadap cara pandang dunia
yang kemudian banyak dituangkan dalam
bahasa tutur, idiom, dan ungkapan. Ungkapan
bahasa Jawa lahir, hidup, dan berkembang
di lingkungan masyarakat Jawa secara lisan,
dari mulut ke mulut, dan sebagian besar
tidak diketahui penciptanya. Isi dan maksud
ungkapan Jawa penuh dengan kesantunan

serta berisi semangat hidup yang sejuk dan


berbudi luhur.
3. Konsep Budaya
Budaya menurut Farr dan Ball
adalah sistem pengetahuan yang dimiliki
bersama oleh sekelompok orang yang
berkaitan dengan perilaku dan dipakai untuk
menafsirkan pengalaman. Definisi ini senada
dengan pendapat Goodenough yang melihat
budaya sebagai segala sesuatu yang perlu
diketahui atau dipercayai agar seseorang
dapat bertingkah laku dengan cara yang
berterima oleh para anggotanya.
Definisi budaya yang demikian
menyiratkan bahwa budaya dikaitkan dengan
cara hidup (ways of living). Dalam hal cara
berkomunikasi, budaya juga dapat dikatakan
menentukan bagaimana para anggota
masyarakat budaya itu berkomunikasi.
Dengan kata lain, dikatakan bahwa budaya
mengatur penggunaan bahasa. Budaya
berkaitan dengan aturan yang harus
diikuti oleh para anggota masyarakat yang
bersangkutan sehingga budaya bersifat
normatif. Budaya menentukan standar
perilaku karena budaya merupakan sistem
norma yang mengatur cara bertindak yang
dikenal dan diikuti oleh para anggotanya.
Penerapan norma-norma kebudayaan
yang mengatur itu akhirnya menjadi kebiasaan
yang mengacu pada cara-cara yang lazim
serta diulang-ulang oleh sekelompok orang
dalam melakukan sesuatu. Kriteria lazim
itu kemudian melahirkan pandangan dalam
masyarakat bersangkutan bahwa ada
hal-hal yang harus diikuti sebagai sopan
santun dalam berperilaku. Dari sinilah timbul
pandangan tentang mana yang salah dan
mana yang baik mengenai kebiasaan hidup,
termasuk kebiasaan dalam berbahasa .
Budaya sering diidentifikasi dalam
berbagai kelompok, meliputi: asal usul/
keturunan, agama, bahasa, sejarah, nilai
nilai, adat kebiasaan, institusi institusi,

etnis, suku, dan sebagainya. Pada masa


perang dingin, berbagai perbedaan tersebut
sebagian besar terpendam oleh perbedaan
ekonomi politis.
Perbedaan
budaya
menjadi
basis tatanan politik global. Huntington
menggunakan istilah civilization (peradaban).
Peradaban mayor kontemporer, yaitu
peradaban Tionghua, peradaban Jepang,
peradaban
Hindu,
peradaban
Islam,
peradaban Ortodoks, dan peradaban Barat
(Amerika Latin dan Afrika).
Ritzer
meringkas
pandangan
peradaban Huntington sebagai berikut. 1)
Perkumpulan manusia yang paling langgeng
meskipun berubah dari waktu ke waktu; 2)
Tingkat identitas budaya yang paling luas;
3) Sumber terluas identifikasi diri subjektif;
4) Biasanya membentang lebih dari satu
negara; 5) Suatu totalitas; dan 6) Bersekutu
erat dengan agama maupun ras.
4. Sesanti Budaya Masyarakat Jawa
Kebudayaan Jawa memiliki sesanti,
yaitu semboyan yanng digunakan untuk
membakar
semangat,
membangkitkan
motivasi, meningkatkan rasa percaya
diri, membangun kekuatan bawah sadar,
dan mengikat kesatuan serta solidaritas
kelompok. Sebagai semboyan, kalimat
sesanti sangat padat dan bermakna,
bahasanya indah, mudah dihafal, dan
mengandung energi.
1. Malang malang putung, rawe rawe
rantas merupakan sesanti semangat
untuk membela kebenaran dan keadilan
dengan menghalau setiap rintangan.
2. Mangan
ora
mangan
ngumpul
merupakan sesanti dalam semangat
rumah tangga antara suami istri dalam
menjalankan hak dan kewajibannya.
Suami istri diusahakan tinggal serumah
untuk menjaga kehormatan masing
masing.

613

3. Mangsah mingising budi merupakan


sesanti mengasah ketajaman budi,
mengasah kepekaan hati, dan kepedulian
terhadap makhluk hidup, memperkuat
pemikiran dan menambah budi pekerti
yang baik. Budi berarti etika, adab, dan
akhlak.
4. Memayu hayuning bawana merupakan
sesanti
yang
memiliki
maksud
membangun
kesejahteraan
dunia.
Semboyan ini cocok dan wajib dimiliki
oleh pimpinan/raja.
5. Mugi rahayu ingkang sami pinanggih
memiliki maksud semoga mendapat
keselamatan. Biasanya digunakan untuk
mengakhiri doa, pidato, dan lain-lain.
6. Sepi ing pamrih rame ing gawe adalah
mengurangi keinginan dan giat bekerja.
Ini adalah contoh abdi dalem yang
bekerja tanpa pamrih, ikhlas lahir batin
demi menjunjung kehormatan kerajaan.
7. Suwarga nunut neraka katut memiliki
makna
suami
yang
jaya
akan
meningkatkan kejayaan istri. Sebaliknya,
suami yang jatuh akan ikut dirasakan
istri. Ini merupakan slogan atau dorongan
bagi suami agar berani berjuang dan
bekerja keras demi membahagiakan
istrinya.
8. Ojo dumeh ayu banjur kemayu/ ojo dumeh
bagus banjur gumagus berarti tidak baik
memamerkan kecantikan/ketampanan
tanpa diimbangi kemampuan lain, seperti
kepandaian dan kesolehan. Kecantikan
dan ketampanan yang sesungguhnya
adalah akhlak dan ilmu serta kuatnya
spiritualitas dan ketakwaan kepada Allah
SWT.
9. Ojo nggege mangsa, alon alon asal
kelakon memiliki arti tidak boleh tergesagesa karena akan berakibat fatal. Setiap
proses ada waktunya, setiap fase ada
ketentuannya, dan setiap kesabaran
akan berbuah manis.

614

10. Ajining dhiri dumunung ing kedaling lathi


memiliki arti harga diri seseorang dinilai
dari ucapannya. Bila ucapanya baik, ia
akan dinilai baik. Namun, bila ucapanya
buruk, ia akan dinilai buruk pula.
11. Ajining sarira dumunung ing busana
memiliki arti harga diri fisikal manusia
kadang kala terletak pada busana atau
bagaimana ia menampilkan diri. Semakin
tinggi kelas sosial sesorang, biasanya ia
berpakaian lebih baik. Namun demikian,
peribahasa ini tidak mutlak.
12. Akal akol berarti akal busuk atau cara
licik untuk mencapai tujuan. Kepandaian
yang digunakan untuk kebaikan namanya
cerdas. Sebaliknya, kepandaian untuk
kejahatan namanya licik.
13. Amemangun karyenak tyasing sesama
berarti manusia tinggal yang dalam
lingkungan masyarakat harus saling
menjaga perasaan jangan sampai
menyakiti hati orang lain.
14. Andhap asor berarti rendah hati bukan
rendah diri. Watak andhap asor tidak
mudah terjerumus oleh pujian. Tidak
gila hormat. Apabila dicela ia tidak
akan marah, justru semakin mawas diri
dan mengadakan perbaikan. Umpatan
dan hinaan dianggap sebagai kritik
konstruktif. Rendah hati bermakna
tidak mau menonjolkan diri meskipun
sebenarnya tidak memiliki kemampuan.
15. Asta brata berarti delapan ajaran
kepemimpinan, yaitu bumi, air, api, angin,
matahari, bulan, bintang, dan awan.
Kewibawan pemimpin yang dituntun
oleh ajaran agama akan terbebas
dari perbuatan aniaya, nista, dan hina
yang dapat meruntuhkan derajat dan
martabat. Prinsip kepemimpinan orang
Jawa menuntut agar pemimpin selain
memimpin secara formal juga menjadi
memimpin agama agar berkah dan
adiluhung di depan pengikutnya.

PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas, dapat
ditarik beberapa simpulan berikut. Pertama,
konsep pragmatik dan budaya masyarakat
Jawa memiliki keterkaitan. Masyarakat
Jawa dikenal sebagai masyarakat yang
nrimo, tidak banyak menuntut, dan selalu
menghormati yang tua. Dalam bertutur,
masyarakat Jawa juga sangat santun,
lembah manah, dan andhap asor. Kedua,
masyarakat Jawa memiliki sesanti atau
semboyan yang dapat membakar semangat,
membangkitkan motivasi, meningkatkan

rasa percaya diri, membangun kekuatan


bawah sadar, dan mengikat kesatuan serta
solidaritas kelompok.
Berdasarkan simpulan di atas, penulis
memberi saran kepada berbagai pihak
sebagai berikut. Masyarakat Jawa sebagai
pemilik kebudayaan Jawa harus menjaga
dan melestarikan kebudayaan tersebut.
Masyarakat Indonesia secara umum juga
harus menjaga kebudayaan daerahnya
masing-masing karena setiap daerah
memiliki identitas tersendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Cummings, Louise. 2007. Pragmatik: Sebuah Perspektif Multidisipliner. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar (Terjemahan: Abdul Syukur Ibrahim, dkk.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Grice, H.P. 1975. Logic and Conversation. New York: Academic Press.
Leech, Geoffrey. 1993. Prinsiple of Pragmatics. London: Longman.
Rustono. 1999. Pokok-pokok Pragmatik. Semarang: IKIP Semarang Press.
Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

615

TINDAK TUTUR ILOKUSI DIREKTIF BAHASA DAYAK KANAYATN (AHE)


KECAMATAN SENGAH TEMILA, KABUPATEN LANDAK
Muhammad Thamimi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP PGRI Pontianak


Jl. Ampera No. 88 Pontianak
Alamat korespondensi: thamibenzema09@gmail.com

ABSTRACT

The purpose of the research describes illocutionary speech acts in the Dayak language
Kanayatn in Sengah Temila of Landak District. The Research is a qualitative descriptive study.
The objects of research are Kanayatn Dayak language (Ahe) from Landak district of West
Kalimantan, primary data and secondary data. Data sources of the researchis native speakers
of Kanayatn (Ahe) in Sengah Temila of Landak District. Data collection using Utterances
methods of simak bebas libat cakap. Technique of data analysis using interactive model that
analyzes in structural means prioritizing on Sequence and Structure of Language Units and
amongs units of language. Results showed directive languages act of Dayak Kanayatn (ahe)
that are booking speeches are 10 utterances, the suggestion speeches are 20 utterances, and
pleading speeches are 16 utterances.
Keywords: illocutionary speech acts, directive, Kanayatn Dayak language (Ahe)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini mendeskripsikan tindak tutur Ilokusi bahasa Dayak Kanayatn di Kecamatan
Sengah Temila, Kabupaten Landak. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif.
Objek penelitian berupa bahasa Dayak Kanayatn (Ahe) yang berasal dari Kabupaten Landak,
Kalimantan Barat serta data berupa data primer dan data sekunder. Sumber data penelitian ini
adalah masyrakat asli penutur bahasa Dayak Kanayatn (Ahe) di Kecamatan Sengah Temila,
Kabupaten Landak. Pengumpulan data menggunakan metode simak atau penyimakan, yaitu
teknik simak bebas libat cakap. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik analisis data model interaktif yang dianalisis secara struktural, artinya mengutamaan
perhatian pada urutan dan susunan unit-unit bahasa dan antarunit bahasa. Hasil penelitian
menunjukkan tindak tutur direktif Bahasa Dayak Kanayatn (Ahe), yaitu tuturan memesan
terdapat 10 tuturan, tuturan menyarankan terdapat 20 tuturan, dan tuturan memohon terdapat
16 tuturan.
Kata kunci: tindak tutur ilokusi, direktif, bahasa Dayak Kanayatn (Ahe)

PENDAHULUAN
Bahasa merupakan sistem tanda bunyi
ujaran yang bersifat arbitrer atau sewenangwenang. Berdasarkan konsep ini, subtansi
bahasa adalah bunyi yang dihasilkan oleh
manusia. Bahasa mempunyai sistem yang
sifatnya mengatur. Bahasa merupakan
suatu lembaga yang memiliki pola-pola atau
aturan-aturan yang dipatuhi dan digunakan
oleh pembicara dalam komunitas saling
memahami.
Bahasa Dayak Kanayatn (Ahe)
merupakan satu di antara bahasa daerah

616

yang yang terdapat di wilayah Indonesia,


khususnya di Kecamatan Sengah Temila,
Kabupaten Landak, Kalimantan Barat.
Bahasa Dayak Kanayatn (Ahe) saat ini
masih digunakan oleh masyarakat di sekitar
lingkungan Kecamatan Sengah Temila.
Bahasa Dayak Kanayatn (Ahe) merupakan
bahasa utama yang dominan dalam
komunikasi sehari-hari. Bahasa Dayak
Kanayatn (Ahe) ini digunakan hampir segala
aspek kegiatan, yaitu di pasar, di ladang, di
sawah, dan di rumah.
Kesantunan
pemakaian
bahasa
berkaitan erat dengan masalah sosial

dan budaya masyarakat bahasa. Dengan


demikian, dalam analisis tindak tutur
ilokusi direktif bahasa Dayak Kanayatn di
Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten
Landak, dapat diasumsikan berkaitan
dengan budaya masyarakat Kabupaten
Landak. Hal ini disebabkan pada dasarnya
bahasa merupakan bagian penting dari
kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat
bahasa. Sebagai bagian yang tidak dapat
terlepas dari masyarakat dan budaya,
bahasa dapat menentukan cara berpikir
anggota masyarakat bahasa bersangkutan.
Dengan demikian, penelitian terhadap
analisis tindak tutur ilokusi direktif bahasa
Dayak Kanayatn, Kecamatan Sengah
Temila, Kabupaten Landak, dapat menjadi
sarana untuk mengenal budaya masyarakat
di Kabupaten Landak.
Berdasarkan latar belakang di atas,
penelitian ini mempunyai tiga tujuan.
Pertama, mendeskripsikan bentuk tindak
tutur ilokusi direktif memesan yang terdapat
pada bahasa Dayak Kanayatn di Kecamatan
Sengah Temila, Kabupaten Landak. Kedua,
mendeskripsikan bentuk tindak tutur ilokusi
direktif memerintah yang terdapat pada
bahasa Dayak Kanayatn di Kecamatan
Sengah Temila, Kabupaten Landak. Ketiga,
mendeskripsikan bentuk tindak tutur ilokusi
direktif memohon yang terdapat pada bahasa
Dayak Kanayatn di Kecamatan Sengah
Temila, Kabupaten Landak.
Tindak tutur (speech act) adalah
gejala individual yang bersifat psikologis
dan
keberlangsungannya
ditentukan
oleh kemampuan bahasa si penutur
dalam menghadapi situasi tertentu Chaer
(Rohmadi, 2010: 32). Pernyataan tersebut
senada dengan pendapat Suwito yang
mengatakan jika peristiwa tutur (speech
event) merupakan gejala sosial, terdapat
interaksi antara penutur dalam situasi
tertentu dan tempat tertentu, maka tindak
tutur (speech acts) lebih cenderung sebagai

gejala individual, bersifat psikologis, dan


ditentukan oleh kemampuan bahasa penutur
dalam menghadapi situasi tertentu.
Rohmadi (2010: 29) mengatakan
bahwa peristiwa tutur adalah satuan
rangkaian tindak tutur dalam satu bentuk
ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak,
yaitu penutur dan lawan tutur dengan satu
pokok tuturan dalam waktu, tempat, dan
situasi tertentu. Terjadinya peristiwa tutur
dalam suatu komunikasi selalu diikuti oleh
berbagai unsur yang tidak terlepas dari
konteks. Sementara itu, menurut Rohmadi
(2010: 30), ada beberapa syarat terjadinya
peristiwa tutur yang terkenal dengan akronim
SPEAKING.
Syarat-syarat
terjadinya
peristiwa tutur adalah (a) Setting and scene,
(b) Participants, (c) Ends, (d) Act Sequance,
(e) Key, (f) Instrumentalies, (g) Norm of
Interaction and interpretation, (h) Genre.
Bentuk tuturan yang diutarakan oleh
penutur dilatarbelakangi oleh maksud dan
tujuan. Dalam hubungan itu, bentuk tuturan
dapat menyatakan suatu tindakan. Yule
(2006: 83) mengatakan tindakan yang
menghasilkan suatu tuturan mengandung
tiga tindak yang saling berhubungan,
yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Segala
situasi yang mendukung penutur dan lawan
tutur pada saat tindak tutur berlangsung.
Segala situasi yang mendukung penutur
dan lawan tutur tersebut adalah kepada
siapa tuturan disampaikan, di mana tuturan
terjadi, masalah apa, dan bagaimana tuturan
tersebut dilakukan.
Berdasarkan pendapat para ahli di
atas, dapat disimpulkan tindak tutur adalah
tindakan yang diungkapkan melalui tuturan
atau interaksi antara penutur dan lawan tutur
sehingga menimbulkan percakapan dari
kedua belah pihak.
Menurut Wijana dan Rohmadi (2011:
23-24), tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur
untuk melakukan sesuatu. Contohnya pada
kalimat (a) dan (b).

617

a. Saya tidak bisa pulang


Aku nana bisa pulang (Kanayatn
Ahe)
b. Saya baru saja membuat kopi
Aku baru manjuat kopi (Kanayatn
Ahe)
Kalimat (a) dan (b) diucapkan untuk
sesuatu, bukan menyatakan sesuatu. Tindak
tutur ilokusi tidak mudah untuk diidentifikasi
karena kita harus mempertimbangkan siapa
penutur, lawan bicara, kapan, dan di mana
tindak tutur. Menurut Tarigan (1984: 4041), tindak ilokusi mempunyai beraneka
ragam fungsi dalam praktik kehidupan
sehari-hari, maka fungsi-fungsi ilokusi dapat
diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu
kompetitif, konvivial, kalaboratif, dan konfiktif.
Menurut Leech (2011: 164-165), tindak
tutur ilokusi ini dikategorikan menjadi lima
macam bentuk tuturan, antara lain:
1. bentuk tutur ilokusi arsetif adalah
bentuk tutur yang mengikat penutur
pada kebenaran proposisi yang sedang
diungkapkannya dalam tuturan itu.
Bentuk tutur arsetif itu, antara lain: (1)
menyatakan, (2) menyarankan, (3)
membual, (4) mengeluh, (5) mengklaim.
2. bentuk tutur ilokusi direktif adalah
bentuk tuturan yang dimaksudkan oleh
si penuturnya untuk membuat pengaruh
agar sang mitra tutur melakukan tindakan
yang kehendakinya, seperti, memesan,
memerintah, memohon, menasihati, dan
merekomendasi.
3. bentuk tutur ilokusi eksperetif adalah
bentuk tutur yang berfungsi menyatakan
atau menunjukan sikap psikologis si
penutur terhadap keadaan tertentu,
seperti berterima kasih, memberi
selamat, meminta maaf, menyalahkan,
memuji dan berbela sungkawa.
4. bentuk tutur ilokusi komisif adalah bentuk
tutur yang digunakan untuk menyatakan
janji atau penawaran tertentu, seperti
berjanji, bersumpah, dan menawarkan
sesuatu.

618

5. bentuk tutur deklarasi adalah bentuk tutur


yang menghubungkan antara isi tuturan
dengan kenyataan, seperti berpasrah,
memecat, membaptis, mengangkat,
mengucilkan, dan menghukum.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa tindak ilokusi berfungsi
untuk menyatakan atau menginformasikan
sesuatu, juga dipergunakan untuk melakukan
sesuatu.
Direktif, yaitu tindak tutur yang
menimbulkan beberapa efek melalui tindakan,
misalnya:
memesan,
memerintahkan,
meminta, memohon, menyarankan dan
menganjurkan. Tindak tutur ini juga
merupakan tidak tutur yang berfungsi untuk
mendorong pendengar melakukan sesuatu,
misalnya: menyuruh, perintah, dan meminta.
Pada waktu menggunakan kalimat direktif,
penutur berusaha menyesuaikan dunia
dengan kata (lewat pendengaran).
Direktif
dimaksudkan
untuk
menimbulkan beberapa efek melalui tindakan
sang penyimak, misalnya: memesan,
memerintahkan,
memohon,
meminta,
menyarankan, menganjurkan, menasihati.
Oleh karena itu, semua ini termasuk ke
dalam kategori kompetitif, yang terdiri
atas suatu kategori ilokusi-ilokusi di mana
kesopansantunan yang negatif menjadi
penting dan tujuannya adalah mengurangi
perselisihan yang tersirat dalam persaingan
antara apa yang ingin dicapai oleh pembicara
dan apa yang merupakan cara atau gaya
yang baik.
Menurut Leech (2011: 164), direktif
adalah ilokusi yang bertujuan menghasilkan
efek berupa tindakan yang dilakukan oleh
penutur, misalnya: memesan, memerintah,
memohon, menuntut, dan memberi nasihat.
Senada dengan itu, menurut Rohmadi
(2010: 35), direktif adalah tindak tutur yang
dilakukan oleh penuturnya dengan maksud
agar lawan tutur melakukan tindakan yang

disebut dalam ujaran, misalnya: menyuruh,


memohon, menuntut, menyarankan, dan
menentang. Sementara itu, Yule (2006: 93)
mengatakan direktif sebagai jenis tindak
tutur yang dipakai oleh penutur untuk
menyuruh orang lain melakukan sesuatu.
Jenis tindak tutur ini menyatakan apa yang
menjadi keinginan penutur. Tindak tutur ini,
meliputi: perintah, pesanan, permohonan,
dan pemberi saran.
1. Jenis-jenis Tindak Tutur Direktif
a. Kalimat Memesan
Kalimat pesan adalah kalimat yang
ditunjukkan
oleh
penutur
untuk
menyampaikan suatu pesan (amanat),
nasihat, dan petunjuk kepada lawan
tutur. Oleh karena itu, informasi yang
disampaikan oleh penutur mengharuskan
mitra
tutur
untuk
mengingatkan,
menjalankan, dan melakukan sesuatu
sesuai dengan apa yang disampaikan
oleh penutur.
b. Kalimat Perintah
Perintah
atau
kalimat
perintah
merupakan tuturan yang mengandung
makna memerintah seseorang untuk
melakukan sesuatu. Arti tuturan perintah
adalah tuturan yang isinya menyuruh
orang lain melakukan sesuatu yang
dikehendaki. Contoh (1) Usir anjing itu,
(2) Buang sampah pada tempatnya.
Kalimat perintah adalah kalimat yang
berfungsi untuk memerintah lawan
bicara tentang sesuatu yang terkandung
dalam kalimat tersebut. Rohmadi
(2010: 45) mengatakan bahwa kalimat
perintah berfungsi untuk menyuruh atau
memerintah lawan bicaranya. Artinya,
penutur
mengharapkan
tanggapan
yang merupakan tindakan dari orang
yang diajak bicara. Rahardi (2005: 95)
mengatakan bahwa kalimat perintah
adalah kalimat yang berfungsi untuk
memerintah lawan bicara tentang

sesuatu seperti yang terkandung dalam


kalimat tersebut.
c. Kalimat Memohon
Kalimat permohonan adalah jika
penutur demi kepentingannya meminta
mitra tutur untuk berbuat sesuatu atau
berharap supaya mendapatkan sesuatu.
Menurut Rahardi (2005: 99), kalimat
permohonan adalah kalimat yang
mengandung makna memohon dan
biasanya ditandai dengan ujaran mohon.
Misalnya: Kami memohon supaya
engkau mengampuni segala dosa kami.
Kalimat permohonan ini juga merupakan
bentuk tuturan ajakan atau perintah yang
diperhaluskan. Biasanya pada tuturan ini
disertai dengan kata-kata mohon atau
harapan. Oleh karena itu, kata-kata
mohon atau harapan adalah kalimat yang
menyatakan mohon atau harapan yang
mengungkapkan keinginan terjadinya
sesuatu. Kalimat ini biasanya didahului
oleh kata ungkapan seperti saya mohon
atau harap, saya berharap, mudahmudahan, dan semoga.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan sebuah
kajian
sosiopragmatik
menggunakan
bentuk penelitian deskriptif kualitatif. Objek
kajian dalam penelitian ini adalah bahasa
Dayak Kanayatn (Ahe) yang berasal dari
Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Data
pada penelitian ini dikumpulkan dengan
metode simak libat cakap dan simak bebas
cakap. Data penelitian ini berupa katakata atau tuturan yang mengandung tindak
tutur ilokusi direktif yang diperoleh dari
percakapan atau berasal dari peristiwa tutur
yang terjadi diantara penutur dan lawan tutur,
yaitu masyarakat Dayak Kanayatn (Ahe),
khususnya di Kecamatan Sengah Temila,
Kabupaten Landak, baik di dalam lingkungan
keluarga maupun di lingkungan kecamatan
tersebut.

619

Teknik analisis data pada penelitian


ini, yaitu teknik observasi langsung, teknik
simak libat cakap, dan wawancara tidak
terstruktur. Ada pun alat pengumpul data
pada penelitian ini adalah catatan lapangan,
tape recorder, dan kamera. Selain teknik
dan alat pengumpul data, peneliti juga
menggunakan teknik validitas data yang
berupa triangulasi sumber dan pemeriksaan
teman sejawat melalui diskusi. Selanjutnya,
langkah terakhir yang peneliti lakukan, yaitu
menganalisis data. Teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis data model interaktif Miles and
Huberman (Sugiyono, 2013: 92). Analisis
hasil data yang dilakukan dalam penelitian
ini bersamaan dengan proses pengumpulan
data, reduksi data, penyajian data, dan yang
terakhir penarikan kesimpulan/verifikasi
data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Tuturan Direktif Memesan
Tuturan direktif memesan berbentuk
secara langsung dalam bahasa Dayak
Kanayatn (Ahe) terdapat tuturan berikut:
a. Panjuatn aku kopi sagalas, ame
talalu manse (bahasa Dayak
Kanayatn/Ahe).
Buatkan saya segelas kopi,jangan
terlalu manis (bahasa Indonesia).
Kalimat di atas merupakan bentuk
tuturan direktif memesan dengan konteks
percakapan antara seseorang pembeli
dengan penjual pada situasi santai. Penutur
secara langsung memesan bahwa minta
buatkan segelas kopi dan jangan terlalu
manis kepada mitra tutur. Dengan demikian,
mitra tutur mengetahui apa yang pesan oleh
penutur. Jadi, kalimat tersebut termaksud ke
dalam ilokusi direktif memesan.
b. Coba ame nyocok arak maan,pikiri
anak bini kak rumah (bahasa Dayak
Kanayatn/Ahe).

620

Coba kamu itu jangan minum terus,


pikirkan anak dan istri kamu di rumah
(bahasa Indonesia)
Kalimat di atas merupakan bentuk
tuturan direktif memesan dengan konteks
percakapan antara seseorang penutur
dengan mitra tutur pada situasi santai.
Penutur secara langsung memesan kepada
mitra tuturnya agar jangan minum arak terus.
Dengan demikian, penutur mengetahui apa
yang dipesan oleh penutur.
c. Teteh panjuatatn nasi goreng pake
talo mata sapi (bahasa Dayak
Kanayatn/Ahe).
Teteh bikinkan nasi goreng hati pakai
telur mata sapi (bahasa Indonesia).
Kalimat di atas merupakan bentuk
tuturan direktif memesan dengan konteks
percakapan antara seseorang pembeli
dengan penjual pada saat situasi santai.
Penutur secara langsung memesan bahwa
minta buatkan nasi goreng hati pakai telur
mata sapi kepada mitra tutur. Dengan
demikian, mitra tutur mengetahui apa yang
pesan oleh penutur.
d. Ame bajudi maan, pikiri baras kak
rumah udah abis (bahasa Dayak
Kanayatn/Ahe).
Coba kamu itu jangan minum terus,
pikirkan anak dan istri kamu di rumah
(bahasa Indonesia).
Kalimat di atas merupakan bentuk
tindak tutur direktif memesan dengan konteks
percakapan antara istri dengan suami pada
situasi santai. Istri sebagai (penutur) secara
langsung memesan bahwa jangan berjudi
terus, beras di rumah sudah habis sehingga
suaminya (mitra tutur) bisa mengetahui
bahwa istrinya berpesan supaya jangan
berjudi terus karena beras di rumah sudah
habis.

2. Tuturan Direktif Menyarankan


Tuturan direktif menyarankan adalah
tuturan yang digunakan oleh penutur untuk
menyarankan atau memberi saran kepada
mitra tutur dalam bahasa Dayak Kanayatn
(Ahe) secara langsung.
a. Ame pades gile nyuman ampahatn
koa, nae sakit parut diri makatn nya
(bahasa Dayak Kanayatn/Ahe).
Jangan terlalu pedas masak
sayurnya nanti sakit perut (bahasa
Indonesia)
Kalimat di atas merupakan bentuk
tuturan direktif menyarankan dengan konteks
percakapan antara seorang ibu dengan
anak perempuanya. Maka yang terkandung
dalam tuturan tersebut ialah ibu (penutur)
secara langsung menyarankan kepada anak
perempuanya (mitra tutur) supaya kalau
masak sayur jangan terlalu banyak cabai
karena dapat menyebabkan sakit perut.
b. Ame kuat ngarokok nae kana
panyakit jantong (bahasa Dayak
Kanayatn/Ahe).
Jangan terlalu sering merokok nanti
mudah terserang penyakit jantung
(bahasa Indonesia)
Kalimat di atas merupakan bentuk
tuturan direktif menyarankan dengan
konteks percakapan antara seorang bapak
dengan anak. Maka yang terkandung dalam
tuturan tersebut ialah bapak (penutur) secara
langsung menyarankan kepada anak lakilakinya (mitra tutur) supaya jangan sering
merokok karena mudah terserang penyakit
jantung.
c. Ame bamotor laju-laju nae kao
jantu (bahasa Dayak Kanayatn/
Ahe).
Jangan menggunakan sepeda motor
terlalu kencang nanti kamu jatuh
(bahasa Indonesia)

Kalimat di atas merupakan bentuk


tuturan direktif menyarankan dengan konteks
percakapan antara seorang anak laki-laki
dengan teman perempuannya. Maka yang
terkandung dalam tuturan tersebut, ialah
anak laki-laki (penutur) secara langsung
menyarankan kepada kawan perempuannya
(mitra tutur) bahwa jangan mengendarai
motor terlalu kencang karena takut jatuh.
Jadi, kalimat tersebut termasuk ke dalam
tindak tutur ilokusi direktif menyarankan.
d. Sanape makatn edonya cuci kokot
doho (bahasa Dayak Kanayatn/
Ahe).
Sebelum makan lebih baik cuci
tangan dulu (bahasa Indonesia)
Kalimat di atas merupakan bentuk
tuturan direktif menyarankan dengan
konteks percakapan antara seorang bapak
dengan anak. Maka yang terkandung dalam
tuturan tersebut, ialah bapak (penutur)
secara langsung menyarankan kepada
anak-anaknya (mitra tutur) bahwa sebelum
makan lebih baik cuci tangan dulu supaya
tangan bersih dan makanan yang dimakan
tidak tercemar oleh kuman.
3. Tuturan Direktif Memohon
Tuturan direktif memohon adalah
kalimat
yang
mengandung
makna
permohonan dan biasanya ditandai dengan
ujaran memohon. Dalam bahasa Dayak
Kanayatn (Ahe), tuturan direktif memohon
secara langsung terdapat pada tuturan
berikut ini:
a. Aku mohon kak kao ame badahant
kata-kataku tadi kak iya (bahasa
Dayak Kanayatn/Ahe)
Jangan bilang kata-kata aku tadi
sama dia (bahasa Indonesia)
Kalimat di atas merupakan bentuk
tuturan direktif memohon dengan konteks
percakapan antara penutur dengan lawan
tuturnya. Penutur secara langsung memohon

621

kepada mitra tuturnya supaya jangan bilang


kata-katanya tadi dengan seseorang yang
dibicarakannya.
b. Aku mohon supaya kao mao
maafkan kasalahatnku (bahasa
Dayak Kanayatn/Ahe)
Aku mohon supaya kamu mau
maafkan
kesalahanku
(bahasa
Indonesia)
Kalimat di atas merupakan bentuk
tuturan direktif memohon dengan konteks
percakapan antara Andi dengan kawan
kumpulnya. Makna yang terkandung
dalam tuturan tersebut ialah Andi (penutur)
secara langsung memohon kepada kawan
kumpulnya (mitra tuturnya) supaya mau
memaafkan kesalahan yang sudah dia
lakukan pada saat ngumpul tadi malam yang
diakibatkan andi mabuk sehingga berkelahi
dengan kawan kumpulnya.
c. Aku mohon kak kao, ahe nang aku
nyuruh nia kao bisa ngarajaatnnya
(bahasa Dayak Kanayatn/Ahe).
Aku mohon sama kamu, semoga apa
yang sudah aku suruh ini kamu bisa
ngerjakannya (bahasa Indonesia)
Kalimat di atas merupakan bentuk
tuturan direktif memohon dengan konteks
percakapan antara kakak dengan adiknya
dalam situasi santai. Makna yang terkandung
dalam tuturan tersebut ialah kakak (penutur)
secara langsung memohon kepada adiknya
(mitra tuturnya) supaya mau melakukan apa
yang sudah kakaknya suruh.
d. Aku mohon kak kao supaya banarbanar kuliah (bahasa Dayak
Kanayatn (Ahe)
Aku mohon supaya kamu benarbenar kuliahnya (bahasa Indonesia)
Kalimat di atas merupakan bentuk
tuturan direktif memohon dengan konteks
percakapan antara bapak dengan anaknya.

622

Makna yang terkandung dalam tuturan


tersebut ialah bapak (penutur) secara
langsung memohon kepada anaknya (mitra
tuturnya) supaya benar-benar kuliah biar
cepat selesai.
PENUTUP
Berdasarkan analisis data peneliti
terhadap berbagai masalah umum dan
masalah khusus yang dibahas dalam
penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa
tindak tutur direktif bahasa Dayak Kanayatn
(Ahe), yaitu tuturan memesan terdapat 10
tuturan, tuturan menyarankan terdapat 20
tuturan dan tuturan memohon terdapat
16 tuturan. Pertama, kalimat tuturan
memesan. Kalimat pesan adalah kalimat
yang ditunjukan oleh penutur untuk
menyampaikan suatu pesan (amanat),
nasihat, petunjuk kepada lawan tutur. Oleh
karena itu, informasi yang disampaikan
oleh penutur yang mengharuskan mitra
tutur untuk mengingatkan, menjalankan,
dan melakukan sesuatu sesuai dengan
apa yang disampaikan oleh penutur.
Kalimat pemesanan ini dituturkan untuk
menyampaikan amanatnya kepada orang
yang dituju. Contohnya: (a) Panjuatn aku
kopi sagalas, ame talalu manse, (b) Coba
ame nyocok arak maan,pikiri anak bini kak
rumah, (c) Teteh panjuatatn nasi goreng
pake talo mata sapi, (d) Ame bajudi maan,
pikiri baras kak rumah udah abis.
Kedua, kalimat tuturan menyarankan.
Kalimat pemberi saran adalah tuturan
yang berisi pemberi saran agar mitra
tutur melakukan sesuatu, penutur tidak
mewajibkan mitra tutur untuk melakukan
apa yang ia inginkan tapi hanya memberikan
sebuah saran atau nasihat. Contohnya: (a)
Ame pades gile nyuman ampahatn koa, nae
sakit parut diri makatn nya, (b) Ame kuat
ngarokok nae kana panyakit jantong, (c)
Ame bamotor laju-laju nae kao jantu, (d)
Sanape makatn edonya cuci kokot doho.

Ketiga, kalimat tuturan memohon.


Kalimat permohonan adalah jika penutur
demi kepentingannya meminta mitra tutur
untuk berbuat sesuatu atau berharap supaya
mendapatkan sesuatu. Kalimat permohonan
ini juga merupakan bentuk tuturan ajakan
atau perintah yang diperhalus. Biasanya
tuturan ini disertai dengan kata-kata mohon
atau harapan. Oleh karena itu, kata-kata
mohon atau harapan adalah kalimat yang
menyatakan mohon atau harapan yang
mengungkapkan
keinginan
terjadinya
sesuatu. Contohnya: (a) Aku mohon kak
kao ame badahant kata-kataku tadi kak iya,
(b) Aku mohon supaya kao mao maafkan
kasalahatnku, (c) Aku mohon kak kao, ahe
nang aku nyuruh nia kao bisa ngarajaatnnya,
(d) aku mohon kak kao supaya banar-banar
kuliah.

Sehubungan dengan pelestarian dan


pengembangan bahasa daerah dalam budaya
bangsa yang beraneka ragam bahasa,
maka peneliti merasa perlu memberikan
saran sebagai berikut: (1) Adanya penelitian
lanjutan tentang tindak tutur direktif bahasa
bahasa Dayak Kanayatn (Ahe), baik dari
bentuk lokusi maupun perlokusi, hal ini untuk
melengkapi data tentang penelitian bahasa
Dayak Kanayatn (Ahe) Kecamatan Sengah
Temila, Kabupaten Landak yang telah ada
serta tetap terjaga kelestariannya dan dikenal
banyak orang.
Melalui hasil penelitian ini diharapkan
masyarakat
menyadari
pentingnya
melestarikan bahasa daerah dalam tindak
tutur, khususnya bahasa Dayak Kanayatn
(Ahe) yang digunakan oleh masyarakat
penutur di Kecamatan Sengah Temila,
Kabupaten Landak.

DAFTAR PUSTAKA
Leech, Geoffrey. 2011. Prinsip-prinsip Pragmatik: Jakarta: Universitas Indonesia.
Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:
Erlangga.
Rohmadi, Muhammad. 2010. Pragmatik: Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Wijana, I Dewa Putu dan Rohmadi, Muhammad. 2011. Semantik: Teori dan Analisis. Surakarta:
Yuma Pustaka.
Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

623

PENINGKATAN KEMAMPUAN BELAJAR SISWA DALAM MEMAHAMI


HADIST TENTANG MENJAGA DAN MELESTARIKAN LINGKUNGAN ALAM
MATA PELAJARAN AL QURAN HADIST MELALUI PENDEKATAN METODE
KOOPERATIF TIPE JIGSAW
Zulfina

Guru Al quran Hadist MTsN Delima Kabupaten Pidie

ABSTRACT

This study aims to improve the understanding of students in understanding the hadith of
maintaining and preserving the natural environment. The study lasted for three months, ie from
February to April 2015. The method used was classroom action research (CAR) consisting of
two cycles. The subjects were students of class IX-3 MTsN Delima, Pidie District, a number
of 26 students. Data were analyzed using descriptive comparative analysis by comparing the
initial conditions with the results that have been achieved in each cycle, and a qualitative
descriptive analysis of the results of observations by comparing the results of observation
and reflection on the first cycle and cycle approach 2. Through cooperative learning methods
Jigsaw method, deliberately distributed the teacher to be read by a number of students. At the
final stage of the second cycle is known to have an increase in the average grade 24.66%, from
an average of initial conditions test 56 to 75. While the mastery learning students at the end of
the second cycle has reached 92%, with an increasing percentage of the first cycle of 28,41%
when compared pre cycle is only 27%. Observations researchers showed increased activity
reading more students in the first cycle and the second cycle when compared to pre cycle.
Thus, most of the students of class IX-3 MTsN Delima, Pidie District has increased the ability to
learn to understand the maintaining and preserving the natural environment..
Keywords: Jigsaw type of cooperative, ability, short letter

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman belajar siswa dalam memahami
hadist tentang menjaga dan melestarikan lingkungan alam. Penelitian berlangsung selama
tiga bulan, yaitu FebruariApril 2015. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian
tindakan kelas (PTK) yang terdiri atas 2 siklus. Subjek penelitian adalah siswa kelas IX-3
MTsN Delima, Kabupaten Pidie sejumlah 26 siswa. Teknik analisis data menggunakan
analisis deskriptif komparatif dengan cara membandingkan kondisi awal dengan hasil-hasil
yang telah dicapai pada setiap siklus, dan analisis deskriptif kualitatif hasil observasi dengan
membandingkan hasil observasi dan refleksi pada siklus I dan siklus 2. Melalui pendekatan
metode pembelajaran metode kooperatif tipe Jigsaw, secara sengaja dibagikan guru untuk
dibaca oleh sejumlah siswa. Pada tahap akhir siklus II diketahui telah terjadi peningkatan ratarata kelas 24,66%, yaitu dari rata-rata tes kondisi awal 56 menjadi 75. Sedangkan ketuntasan
belajar siswa pada akhir siklus II telah mencapai 92% dengan persentase peningkatan dari
siklus I sebesar 28,41% jika dibandingkan prasiklus yang hanya 27%. Hasil pengamatan
peneliti menunjukkan aktivitas membaca siswa lebih meningkat pada siklus I dan siklus II jika
dibandingkan dengan prasiklus. Dengan demikian, sebagian besar siswa kelas IX-3 MTsN
Delima, Kabupaten Pidie telah mengalami peningkatan kemampuan belajar memahami hadist
tentang menjaga dan melestrikan lingkungan alam.
Kata kunci: kooperatif tipe Jigsaw, kemampuan, surat pendek

PENDAHULUAN
Pedalaman
materi
tentang
pentingnya Al quran dan Hadist, maka
dalam pembelajaran Quran dan Hadist di

624

sekolah, guru harus mempu memilih metode


mengajar yang tepat dan sesuai dengan
perkembangan pola pikir siswa, jangan
sampai dikarenakan ketidaktepatan dalam
pemilihan metode mengajar, proses belajar

mengajar pun menjadi terhambat sehingga


dapat menurunkan motivasi belajar siswa.
MTsN Delima, Kabupaten Pidie
merupakan suatu lembaga pendidikan
agama yang bernaung di bawah Departemen
Agama, yang mana mata pelajaran yang
diajarkan adalah mata pelajaran umum
dan mata pelajaran khusus tentang agama.
Untuk mata pelajaran agama, salah satunya
adalah Al quran dan Hadist. Maka dari
sinilah, guru dituntut untuk tepat dalam
memilih metode mengajar dalam mencapai
pemahaman belajar siswa. Sedangkan pada
tahun pelajaran 2014/2015, bahan ajar untuk
Al quran dan Hadist disusun oleh guru.
Guru harus benar-benar memperhatikan
permasalahan yang dihadapi siswa saat
pembelajaran atau oleh siswa sendiri. Hasil
pengajaran awal di lapangan, ditemukan
masalah dalam proses pembelajaran,
yaitu suasana belajar yang menjenuhkan
dikarenakan siswa tidak aktif pada saat mata
pelajaran Quran dan Hadist di MTsN Delima,
Kabupaten Pidie. Hal ini disebabkan oleh
materi pelajaran yang diberikan oleh guru
dengan metode ceramah dianggap sangat
menoton, sehingga membuat siswa tidak
memotivasi untuk mengikuti pembelajaran
dengan baik.
Selain itu, ditemukan juga masalah
dalam membaca dan memahami hadist
dikarenakan perbedaan individual, baik
mengenai kualitas maupun latar belakang
pendidikannya yang masih sangat minim.
Dari dua permasalahan sebagaimana
yang telah dikemukakan di atas, peneliti
melakukan
penelitian
dengan
judul
Peningkatan Kemampuan Belajar Siswa
dalam Memahami Hadist tentang Menjaga
dan Melestarikan Lingkungan Alam Mata
Pelajaran Al quran Hadist melalui Pendekatan
Metode Kooperatif Tipe Jigsaw.
Berdasarkan latar belakang masalah
yang telah dipaparkan di atas, maka yang
menjadi permasalahan dalam penelitian

tindakan ini sebagai berikut: apakah


pendekatan metode kooperatif tipe Jigsaw
dapat meningkatkan kemampuan belajar
siswa dalam memahami hadist tentang
menjaga dan melestarikan lingkungan alam,
mata pelajaran Quran Hadist di MTsN Delima,
Kabupaten Pidie tahun ajaran 2014/2015?
Tujuan penelitian ini adalah untuk
meningkatkan kemampuan belajar siswa
dalam memahami hadist tentang menjaga
dan melestrikan lingkungan alam mata
pelajaran Quran Hadist di MTsN Delima,
Kabupaten Pidie tahun ajaran 2014/2015.
1. Menjaga Kelestarian Alam
Al quran hadist merupakan salah
satu bagian dari mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam. Sama halnya dengan segisegi pendidikan lain, pendidikan agama
juga menyangkut dengan aspek kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Ini berarti bahwa
pendidikan agama bukan sekadar memberi
dampak pengetahuan tentang keagamaan,
melainkan yang lebih utama adalah
membiasakan diri untuk taat terhadap ajaran
agamanya (Purwanto, 2003: 158).
Begitu juga pemerintah Indonesia
yang memandang pendidikan sebagai
upaya tonggak yang sangat penting dalam
rangka mengisi kemerdekaan yang telah
menjadi cita-cita seluruh bangsa Indonesia,
sehingga masalah pendidikan dicantumkan
dalam tujuan Negara Indonesia yang
tertuang dalam pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 alinea keempat, berbunyi: ....
kemudian dari pada itu untuk membentuk
suatu pemerintah Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa yang adil
dan berdaulat ... (UUD 1945).
Di samping itu, model pembelajaran
agama yang tersedia dan diajari di sekolah
masih sangat jauh dari mapan atau boleh
dikatakan masih kurang inovatif, hal ini

625

dapat dilihat dari kualitas pengajaran yang


masih dilaksanakan secara manual dan
inilah salah satu aspek pengkajian yang
resmi membutuhkan suatu perubahan
dan kemudian dikembangkan dengan
menggunakan metode pengajaran aktif,
inovatif, dan menyenangkan. Maka di
sinilah, peran penting guru agama untuk
ikut andil dalam mengenalkan sekaligus
sebagai pelaku pengupayaan pengenalan
pembelajaran melalui pengajaran yang
dianggap mudah diterima oleh peserta didik.
2. Hadist tentang Menjaga Kelestarian
Alam
Berikut ini beberapa isi kandungan
hadist tentang tata cara menjaga dan
melestarikan
alam:
Barang
siapa
menghidupkan suatu bumi mati, maka bumi
itu baginya (miliknya) (Ibrahim dan Darsono,
2015). Barang siapa menggali suatu sumur,
maka ia berhak empat puluh hasta sebagai
kandang ternaknya. (H.R Ibnu Majah dari
Abdul bin Mugaffal, No.2477). Rasulullah
SAW., secara resmi melarang mengebiri kuda
dan binatang-binatang lainnya. (H.R Ahmad
dari Ibnu Umar). Sesunggunya Nabi SAW.
melarang seseorang mengurung setiap yang
bernyawa dan mengebiri binatang-binatang
dengan suatu larangan keras. (H.R. AlBazzar dari Ibnu Abbas).
Kandungan
isi
hadist
tersebut,
yang pertama merupakan terdapat dua
kemungkinan yang dimaksud dengan
bumi mati. Pertama adalah bumi tersebut
kering dan tidak berair sehingga tidak
dapat menumbuhkan tanaman. Kedua,
bumi tersebut tidak terawat sehingga tidak
memberi suatu dampak asas manfaat
(Ibrahim dan Darsono, 2015).
Ada dua keuntungan yang dapat
diambil dengan dihidupkannya bumi, di
antaranya adalah: (a) memperoleh hasil dari
tanamannya dan (b) memperkecil terjadinya
erosi,
pengikisan
tanah.
Pernyataan

626

Rasulullah tersebut sebagai bukti autentik


kepedulian beliau terhadap lingkungan
berupa tanah (Ibrahim dan Darsono, 2015).
Pernyataan Rasulullah SAW. tersebut
merupakan suatu bukti kepedulian beliau
terhadap lingkungan, yakni berupa tanah.
Hadist kedua, ada dua pokok yang perlu
dipahami, yakni masalah penggalian sumur
dan tanah seluas empat puluh hasta untuk
kepentingan kandang ternak.
3. Kapasitas dan Minat Belajar Siswa
Belajar merupakan sebuah proses
perubahan perilaku yang dilakukan secara
sadar, baik itu perilaku positif maupun perilaku
negatif yang dipengaruhi oleh nilai-nilai yang
ditanamkan. Proses perubahan perilaku
merupakan permulaan dari tidak ada menjadi
ada atau tidak bisa menjadi bisa melakukan
sesuatu. Proses tersebut memerlukan waktu
yang biasanya tidak bisa dilakukan secara
instan dan proses juga memerlukan suatu
jenis penggunaan metode yang jelas.
Hasil belajar siswa merupakan
perolehan
dari
pembelajaran.
Hasil
belajar dapat diklasifikasi ke dalam tiga
ranah (domain), yaitu: (a) domain kognitif
(pengetahuan
atau
yang
mencakup
kecerdasan bahasa dan kecerdasan
logikamatematika), (b) domain afektif
(sikap dan nilai atau yang mencakup
kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan
intrapribadi, dengan kata lain kecerdasan
emosional), dan (c) domain (keterampilan
atau yang mencakup kecerdasan kinestetik,
kecerdasan visualspasial, dan kecerdasan
musikal).
4. Pendekatan Metode Kooperatif Tipe
Jigsaw
Model
pendekatan
pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw merupakan suatu jenis
pendekatan pembelajaran yang menekankan
pada konsep pembelajaran kerja sama, di
mana para siswa diartikan sebagai makhluk

sosial yang membutuhkan sebuah kelompok


dalam belajar atau ditempatkan dalam suatu
komunitas kecil yang berada di dalam kelas.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di MTsN
Delima,
Kabupaten
Pidie.
Penelitian
dilaksanakan selama 3 bulan, terhitung
mulai bulan FebruariApril 2015. Dalam
penelitian ini, yang menjadi subjek penelitian
adalah siswa kelas IX-3 berjumlah 26 siswa.
Adapun sumber data yang digunakan
dalam penelitian tindakan ini adalah siswa.
Data yang dikumpulkan dari siswa meliputi
data hasil observasi, tes tertulis, dan guru
kolaborator. Tes tertulis dilaksanakan pada
setiap akhir pelaksanaan siklus yang terdiri
atas materi tentang memahami hadist tentang
menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
Selain siswa sebagai sumber data, penulis
juga menggunakan teman sejawat, yakni
sesama guru kelas yang dijadikan sebagai
sumber data.
Dalam penelitian ini, pengumpulan
data menggunakan teknik tes dan nontes.
Alat pengumpulan data dalam penelitian
tindakan ini, meliputi:
1. tes tertulis, terdiri atas 5 butir soal,
2. non tes, meliputi lembar observasi dan
dokumen.
Validasi data penelitian ini, meliputi:
validasi hasil belajar dan validasi proses
pembelajaran.
Validasi
hasil
belajar
dikenakan pada instrumen penelitian yang
berupa tes. Validasi ini, meliputi: validasi
teoretis dan validasi empiris. Validasi teoretis
artinya mengadakan analisis instrumen yang
terdiri atas face validity (tampilan tes) dan
content validity (validitas isi). Validitas empiris
artinya analisis terhadap butir-butir tes,
yang dimulai dari pembuatan kisi-kisi soal,
penulisan butir-butir soal, kunci jawaban,
dan kriteria pemberian skor.
Validasi proses pembelajaran melalui
triangulasi metode dilakukan dengan

metode dokumentasi, selain metode


observasi. Metode dokumentasi digunakan
untuk memperoleh data pendukung yang
diperlukan dalam pelaksanaa proses
pembelajaran metode kooperatif tipe Jigsaw.
Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik analisis dekskriptif,
yang meliputi:
1. analisis deskriptif komparatif hasil belajar
dengan cara membandingkan hasil
belajar pada siklus I dengan siklus II dan
membandingkan hasil belajar dengan
indikator pada siklus I dan siklus II.
Adapun
analisis
hasil
dengan
menggunakan
persentase
perumusan
berikut ini:
Keterangan:
P = Persentase yang dicari (%)
F = Frekuensi jawaban siswa
n = Jumlah siswa
Kriteria penilaian hasil belajar siswa
dalam proses pembelajaran adalah 65.
Tabel 1 Kriteria Ketuntasan Hasil Belajar
Siswa
No

Nilai

1.

85
100
7584
6574
5564
<54

2.
3.
4.
5.

Kategori
Penilaian
Sangat baik

Keterangan

Baik
Cukup
Kurang
Sangat
kurang

Tuntas
Tuntas
Tidak tuntas
Tidak Tuntas

Tuntas

2. analisis deskriptif kualitatif dalam


penelitian tindakan ini dalah dari hasil
observasi dengan cara membandingkan
hasil observasi dan refleksi pada siklus I
dan siklus II.
Indikator keberhasilan penelitian ini
adalah terjadinya peningkatan nilai rata-rata
hanya sebesar 5%. Penelitian ini merupakan
jenis penelitian tindakan kelas yang ditandai
dengan adanya siklus. Adapun penelitian ini

627

terdiri atas dua siklus. Setiap siklus terdiri atas


perencanaan, pelaksanaan, pengamatan,
dan refleksi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Hasil Penelitian
Berikut rekap data hasil penelitian
keseluruhan, sebagaimana yang tersaji pada
tabel berikut:

Tabel 2 Hasil Penelitian Keseluruhan

1.

Hasil Lambang
Angka
85-100

Hasil
Evaluasi
A

2.
3.
4.
5.

75-84
65-74
55-64
<54

B
C
D
E

No

Sangat Baik

Pra
Tindakan
-

Model
Siklus I
3

Model
Siklus II
7

Baik
Cukup
Kurang
Sangat Kurang

10
12
4

11
12
-

8
10
1
-

26

26

26

Arti Lambang

Jumlah
2. Pembahasan
a. Siklus I
Proses pembelajaran pada siklus I
terlihat sangat berbeda dari prasiklus,
di mana sudah terjadi interaksi antara
siswa dan juga adanya komunikasi dan
penggalian materi secara bersamasama. Siswa terlihat lebih cair dalam
suasana belajarnya dan merasa tidak
kaku. Selain itu, siswa terlihat lebih aktif
dalam bertanya dan mencari jawaban
dari tugas yang diberikan oleh guru
bersama dengan teman-temannya.
Walaupun masih ada sebagian kecil
siswa yang kurang terlibat dalam proses
pembelajaran ini, tapi secara umum
sudah terlihat perbedaan yang sangat
jelas dari pada suasana pembelajaran
pada prasiklus.
Hasil belajar siswa pada siklus I
juga sangat berbeda dari prasiklus,
baik dari perolehan nilai yang didapat
dan juga ketuntasan hasil belajar siswa
serta peningkatan nilai rata-rata yang
diperoleh. Dari jumlah 26 siswa di kelas
IX-3 MTsN Delima, Kabupaten Pidie,
24 siswa telah berhasil menuntaskan

628

hasil belajarnya dengan nilai rata-rata


sebesar 70,4 dari sebelumnya sebesar
6,23. Persentase peningkatan nilai ratarata dari prasiklus dan siklus I adalah
sebesar 13,0%. Selain itu, pada siklus
I sudah ada siswa yang mendapatkan
nilai A (sangat baik) sebanyak 3 siswa
(15%).
b. Siklus II
Berdasarkan hasil observasi pada
siklus II, proses pembelajaran yang
terjadi hampir sama dengan siklus I,
di mana keaktifan dan keterlibatan
siswa dalam proses belajar mengajar
di dalam kelas sudah meningkat. Guru
sudah mengurangi peranannya untuk
memberikan berbagai informasi tentang
materi keadaan siswa, akan tetapi
guru sudah mendampingi siswa untuk
menggali dan menemukan sejumlah
informasi lewat teman sekelasnya dan
juga dengan teman-teman lainnya. Pada
siklus II terlihat siswa lebih aktif jika
dibandingkan dengan siklus I. Suasana
pembelajaran menjadi cair dan tidak
terlalu kaku, adanya proses komunikasi
baik antarsiswa, antarkelompok, maupun
dengan gurunya.

Hasil/pemahaman belajar pada siklus


II lebih meningkat jika dibandingkan
dengan siklus I. Peningkatan tersebut
terlihat jelas pada perolehan nilai dan
nilai rata-rata, yaitu dari sebelumnya
70,4 menjadi 7,4 di siklus II. Sementara
itu, jumlah siswa yang tuntas pada siklus
I sebesar 80% dan pada siklus II sebesar
92% dengan persentase peningkatan
nilai rata-rata sebesar 5,11%. Secara
keseluruhan,
penggunaan
model
pembelajaran dengan menggunakan
metode kooperatif tipe Jigsaw dapat
meningkatkan kemampuan memahami
hadist tentang menjaga dan melestarikan
lingkungan alam pelajaran Quran Hadist
di kelas IX-3 MTsN Delima, Kabupaten
Pidie.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian tindakan
ini, maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran dengan menggunakan metode
kooperatif tIpe Jigsaw dapat meningkatkan
kemampuan belajar siswa, terutama
pada mata pelajaran Quran Hadist materi
memahami hadist tentang menjaga dan
melestarikan lingkungan alam di kelas IX-3
MTsN Delima, Kabupaten Pidie, khususnya
kompetensi dasar mendeskripsikan materi
memahami hadist tentang menjaga dan
melestarikan lingkungan alam. Peningkatan
hasil belajar siswa tersebut terlihat dari nilai
rata-rata yang telah diperoleh, besarnya
ketuntasan siswa, dan suasana belajar siswa

yang berbeda dari suasana belajar sebelum


dilakukan tindakan. Secara keseluruhan,
rata-rata kelas mencapai kenaikan sebesar
19,7% dan ketuntasan belajar siswa pada
akhir siklus II mencapai 93% dibandingkan
prasiklus yang hanya mencapai 45%.
Adapun hasil nontes pengamatan
proses belajar menunjukkan adanya suatu
perubahan siswa lebih aktif selama proses
pembelajaran berlangsung pada siklus I
dan siklus II dibandingkan dengan suasana
belajar siswa yang pasif dan kaku sebelum
dilakukannya tindakan kelas.
Saran yang dapat peneliti ajukan
sebagai berikut: (1) dalam pembelajaran
menggunakan metode kooperatif tipe Jigsaw
pada materi memahami hadist tentang
menjaga dan melestarikan lingkungan
pelajaran Quran Hadist di kelas IX-3 MTsN
Delima, Kabupaten Pidie, tentunya siswa
yang terpilih harus mampu memahami
dengan baik dan benar agar hasil belajar
tercapai, oleh karena itu guru harus memilih
dan menetapkan secara resmi terhadap
metode ini yang bisa mengajari siswa
lainnya, (2) disarankan bagi para guru
sudah waktunya untuk menggunakan model
pembelajaran kooperative tipe Jigsaw ini
dengan harapan dapat meningkatkan hasil
belajar siswa, terutama untuk membantu
siswa yang belum mengerti materi yang
diajarkan oleh guru.

DAFTAR PUSTAKA
Anita. 2010. Penggunaan Metode Kooperatif Learning. Jakarta: Inna Publikatama.
Departemen of Education. 2001. Aplication of Cooperative Learning Methode. Dipublikasikan
oleh Yale Univeristy, dimuat dalam Jurnal Nasional Pendidikan, Jakarta.
Djamarah, Saiful Bahri. 1992. Proses Interaksi Belajar antara Guru dan Siswa. Jakarta: PT
Bina Aksara.
Djamarah, Saiful dan Aswin Zain. 1996. Banyak Manfaat Penggunaan Metode Cooperative
Type Jigsaw. Surakarta: Nuansa Press..

629

Ibrahim, T. dan H. Darsono. 2015. Pemahaman Al quran dan Hadist untuk Kelas IX Madrasah
Tsanawiyah. Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Madjid, Abdul. 2010. Hakikat Pengertian Pembelajaran Quran Hadist. Jakarta: Erlangga.
Purwanto. 2003.Hakikat Pembelajaran Quran Hadist. Jakarta: Rineka Cipta.

630

ANALISIS PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL TIGA CARA MENCINTA


KARYA IRENE DYAH RESPATI

Ramadhan Kusuma Yuda

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


IKIP-PGRI Pontianak Jl. Ampera No.88 Pontianak 78116
Alamat korespondensi: yudaramadhan783@yahoo.co.id

ABSTRACT

This study aimed to describe the image of women in the novel Tiga Cara Cinta Irene Dyah Respati
work. This research method is descriptive qualitative approach sastra.Teknik psychological
analysis of data using content analysis with the documentary studies. The results showed that
the female characters in the novel Tiga Cara Mencinta Irene works Dyah Respati namely: (1)
Aliyah: love God, kind and humble and responsibilities. Overall less mature and easy fragile
in the face of married life. (2) Maya: Self, leadership, good, love peace, unity, confidence,
creativity, hard work and abstinence menyerahn. Ajeng judge men evil that he did not want to
easily flattered. (3) Miyu: Well, humble, honest, respectful and polite. Miyu is not so expert on
youth keeps to himself.
Keywords: analysis, character education, novels

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan citra wanita dalam novel Tiga Cara Mencinta
karya Irene Dyah Respati. Metode penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan
pendekatan psikologi sastra. Teknik analisis data menggunakan analisis isi dengan studi
dokumenter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter wanita dalam novel Tiga Cara
Mencinta karya Irene Dyah Respati, yaitu: (1) Aliyah: cinta Tuhan, baik dan rendah hati dan
tanggung jawab. Secara keseluruhan kurang dewasa dan mudah rapuh dalam menghadapi
kehidupan berumah tangga. (2) Ajeng: mandiri, kepemimpinan,baik, cinta damai, persatuan,
percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah. Ajeng menilai laki-laki itu jahat hingga
ia tak ingin mudah jatuh hati. (3) Miyu: baik, rendah hati, jujur, hormat, dan santun. Miyu tak
begitu ahli menyimpan perasaannya pada pemuda.
Kata kunci: analisis, pendidikan karakter, novel

PENDAHULUAN
Novel merupakan salah satu karya
sastra yang di dalamnya terdapat unsurunsur pembangun, seperti plot, tema,
penokohan, dan latar belakang. Menurut
Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010: 9),
novel dan cerita pendek merupakan dua
bentuk karya sastra yang sekaligus disebut
fiksi. Bahkan dalam perkembangannya
yang kemudian, novel dianggap bersinonim
dengan fiksi. Novel berasal dari bahasa Itali
novella (yang dalam bahasa Jerman novelle),
diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk
prosa. Dewasa ini, istilah novella dan novelle
mengandung pengertian yang sama dengan

istilah Indonesia novelet (Inggris: novellette),


yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang
panjangnya tidak terlalu panjang, namun juga
tidak terlalu pendek. Menurut Abrams (dalam
Nurgiyantoro, 2002: 4), novel sebagai karya
fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang
berisi model kehidupan yang diidealkan,
dunia imajinatif, yang dibangun melalui
berbagai unsur intrinsik, seperti peristiwa,
plot, tokoh (dan penokohan), latar belakang,
sudut pandang, dan hal lain yang juga
bersifat imajinatif. Setiap novel mempunyai
tiga unsur pokok sekaligus merupakan unsur
terpenting, yaitu tokoh utama, konflik utama,
dan tema utama. Ketiga unsur tersebut
saling berkaitan erat dan membentuk satu

631

kesatuan yang padu, kesatuan organisme


cerita. Ketiga unsur inilah yang terutama
membentuk dan menunjukkan sosok cerita
dalam sebuah karya fiksi.
Novel Tiga Cara Mencinta karya
Irene Dyah Respati menceritakan tentang
kehidupan tiga perempuan, tiga tokoh utama
memiliki cara mencinta yang berbeda.
Aliyah merupakan satu-satunya yang sudah
menikah di antara Ajeng dan Miyu. Pernikahan
beda latar belakang agama dan budaya
menjadi konflik utama. Porsi cerita kehidupan
Aliyah lebih banyak dibandingkan dua tokoh
lain karena konflik utamanya menyangkut
kehidupan rumah tangga Aliyah dan Takuma.
Kehadiran Ajeng dan Miyu menjadi sosok
penyokong bagi Aliyah sekaligus membantu
Aliyah melihat permasalahan kehidupan
rumah tangganya dari sudut pandang yang
berbeda. Melalui novel ini, pengarang
berusaha menyampaikan kepada pembaca
kondisi perempuan tentang persahabatan
dan percintaan yang ditambah dengan
bumbu penghianatan.
Pada novel ini, penulis membawa
pembaca berkeliling ke tiga negara sekaligus,
Indonesia (khususnya Kota Solo), Bangkok,
dan Jepang. Menampilkan ciri khas dari
masing-masing tempat juga pemaparan
budaya tiap-tiap negara dengan baik. Lewat
novel ini, kita mendapat seputaran perbedaan
orang Jepang dan orang Indonesia. Jika
orang Indonesia memang lebih terbuka
mengungkapkan isi hati dan pikiran dibanding
orang Jepang. Kalau bukan dengan orang
yang dikenal betul, orang Jepang jarang mau
menunjukkan keasliannya. Lebih tertutup
dan menjauhi konflik. Kalau orang Indonesia
justru selalu terbuka, mau mencampuri
urusan orang lain. Kebanyakan orang
Jepang sangat mahir membaca dan menulis
bahasa Inggris, tapi tidak percaya diri
menggunakannya saat berbicara lantaran
pengucapan mereka yang kagok. Bahasa
Jepang hampir tidak menggunakan bunyi

632

konsonan atau huruf mati sehingga sulit bagi


mereka mengakrobatkan lidah mengucapkan
bahasa Inggris.
Cerita pada novel ini mengisahkan cinta
tiga wanita, yaitu, Aliyah, Ajeng dan Miyu,
tiga sosok wanita dengan perbedaan latar
belakang, status, budaya, dan asal tempat.
Tanpa disengaja, ketiga wanita ini bertemu
dan berkenalan pertama kalinya di Bangkok,
yaitu di festival Loy Krathong pada november,
disebut sebagai momentum tradisional
paling indah. Penulis memaparkan tiga
tokoh utama dengan tiga sifat dominan yang
berbeda. Ada tokoh yang karakternya labil
seperti Aliyah, ada tokoh yang karakternya
bijaksana seperti Miyu, dan ada karakter
perempuan metropolis seperti Ajeng. Sifatsifat dari semua tokohnya dengan porsinya
masing-masing.
Tidak semua yang tampak baik
dari luar, bagus juga dalamnya. Begitu
pula sebaliknya. Contohnya Aliyah, yang
tampilannya terlihat baik, bukan pula
sosok yang berpikiran rasional. Ini pulalah
yang menjadi kunci permasalahan rumah
tangganya. Aliyah kerap kali menuntut
Takuma untuk belajar salat, mengaji, dan
meninggalkan barang haram. Tapi Aliyah
sendiri tidak mencontohkannya pada
Takuma. Dia masih sering meninggalkan
salat, bahkan nekat berhubungan intim
dengan pria yang bukan suaminya. Hal itu
justru dikemukakan oleh Miyu, yang tidak
jelas menganut agama apa. Tapi Miyu jelas
lebih bisa berpikir logis dan manusiawi.
Miyu memaparkan masalah rumah
tangga Aliyah dari sudut pandangnya
yang sama sekali berbeda dengan Aliyah.
Miyu membukakan pikiran bahwa Aliyah
juga punya andil dalam hubungan rumah
tangganya dengan Takuma, bukan total
kesalahan Takuma seperti yang selama
ini dikeluhkan Aliyah. Pada kejadian
hamilnya Aliyah, di situlah terlihat sifat asli
ketiga tokohnya. Ajeng terang-terangan

menyarankan Aliyah untuk aborsi. Hal itu


ditentang habis-habisan oleh Miyu dan juga
Aliyah. Miyu menganggap aborsi bukan jalan
pintas masalah Aliyah, bertentangan dengan
hati nurani. Miyu menyarankan Aliyah untuk
berterus terang pada Takuma, apapun
hasilnya. Justru Miyu yang membimbing
Aliyah supaya Aliyah meminta petunjuk pada
Yang Maha Kuasa untuk mencari jalan keluar
masalah ini.
Cara bercerita yang paralel antara
satu tokoh dengan tokoh lainnya membuat
pembacanya serasa dipaksa keluar-masuk
ruangan yang berbeda-beda. Terlebih alur
cerita yang maju-mundur dengan tiga sudut
pandang yang berbeda. Novel ini lebih cocok
disebut cerita berbingkai bila melihat ada tiga
cerita dari tiga tokohnya. Namun, porsi cerita
Aliyah yang lebih banyak, membuat cerita
Miyu dan Ajeng hanya jadi pendamping
semata dan menyisakan banyak pertanyaan
mengenai kehidupan Miyu dan Ajeng
sebelum pertemuan di Bangkok. Bahkan,
saya masih menyimpan tanda tanya
mengenai bagaimana Aliyah yang seorang
pembantu rumah tangga bisa diperistri oleh
anak majikannya yang kaya raya. Padahal
seharusnya Ajeng dan Miyu juga punya
porsi yang sama bila melihat dari judulnya
yang mengangkat kehidupan percintaan
tiga wanita. Jadi, terkesan novel panjang
yang dipadatkan menjadi 186 halaman.
Bila dikembangkan lagi, mungkin novel ini
bisa menjadi tiga cerita yang serasi dengan
porsi cerita tiap tokohnya yang sama rata.
Terlepas dari itu, di dalam novel ini terdapat
pesan moral, hikmah, dan pelajaran, baik
bagi lajang yang akan menikah maupun bagi
yang sudah berumah tangga.
Secara keseluruhan, novel ini menarik.
Cara bercerita dengan alur campuran,
sudut pandang bercerita yang beragam,
tema yang diangkat, serta latar tempat yang
disajikan. Dalam novel ini, penulis membawa
pembaca berkeliling ke tiga negara

sekaligus, Indonesia (khususnya Kota


Solo), Bangkok, dan Jepang. Menampilkan
ciri khas dari masing-masing tempat juga
pemaparan budaya tiap-tiap negara dengan
baik. Pengalaman penulis sebagai traveler
benar-benar diaplikasikan ke dalam novel ini
sehingga tidak berkesan asal tahu. Ada satu
paragraf yang benar-benar membuat saya
tersentuh sebagai orang Indonesia.
Berdasarkan keunggulan novel Tiga
Cara Mencinta karya Irene Dyah Respati,
masalah umum dalam penelitian ini, yaitu:
Bagaimanakah pendidikan karakter dalam
novel Tiga Cara Mencinta karya Irene Dyah
Respati?. Adapun yang menjadi fokus
dalam rumusan masalah penelitian ini, yaitu:
1) bagaimanakah karakter dalam novel Tiga
Cara Mencinta karya Irene Dyah Respati?;
2) bagaimanakah relevansi dalam novel Tiga
Cara Mencinta karya Irene Dyah Respati?
Kata karakter secara etimologis,
seperti termuat dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, diartikan sebagai sifat-sifat
kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dari yang lain.
Sedangkan dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia, kata karakter berarti tabiat,
watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau
budi pekerti yang membedakan seseorang
dengan orang lain. Karakater menunjukkan
bagaimana seseorang bertingkah laku.
Apabila seseorang berperilaku tidak jujur,
kejam, atau rakus, dapatlah dikatakan orang
tersebut memanisfestasikan perilaku buruk.
Sebaliknya, apabila seseorang berperilaku
jujur, bertanggung jawab, suka menolong,
tentulah orang tersebut memanifestasikan
karakter mulia.
Pada intinya istilah karakter sama
dengan kepribadian dalam pandangan
psikologi. Sama halnya istilah akhlak
dalam Islam, yang internalisasinya adalah
perbuatan manusia dalam aspek moral dan
berbeda pemaknaannya ketika akhlak atau
pekerti tersebut menjadi satu kesatuan

633

pikiran dan perbuatan (Syakhsiyyah), maka


interpretasi dari kesatuan tersebut adalah
kepribadian.
Menurut
Thomas
Lickona,
sebagaimana yang dikutif oleh Akhmad
Muhaimin Azzet, pendidikan karakter adalah
pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang
melibatkan aspek pengetahuan (cognitive),
pendidikan karakter tidak akan efektif. Jadi,
yang diperlukan dalam pendidikan karakter,
tidak cukup dengan pengetahuan lantas
melakukan tindakan yang sesuai dengan
pengetahuannya saja. Hal ini karena
pendidikan karakter terkait erat dengan
nilai dan norma. Oleh karena itu, harus juga
melibatkan aspek perasaan.
Pendidikan karakter adalah suatu
sistem penanaman nilai-nilai karakter
kepada segenap pendidik, peserta didik, dan
staf yang bekerja di sekolah, yang meliputi
komponen kognitif, psikomotorik, dan afektif,
untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik
terhadap Tuhan yang Maha Esa, diri sendiri,
sesama, lingkungan, maupun kebangsaan
sehingga menjadi manusia insan kami.
Adapun pengertian yang lainnya, pendidikan
karakter merupakan proses pengembangan
nilai-nilai karakter pada diri peserta didik
sehingga terinternalisasi dan tercermin
dalam kehidupan dirinya sebagai anggota
masyarakat dan warga negara yang religius,
nasionalis, produktif, dan kreatif.
METODE PENELITIAN

Penelitian deskriptif menggambarkan


perilaku, pemikiran, atau perasaan suatu
kelompok atau individu. Contoh umum
dari penelitian deskriptif adalah jajak
pendapat, yang menggambarkan sikap
suatu kelompok orang. Dalam penelitian
deskriptif, peneliti kecil upayanya
untuk
menghubungkan
perilaku
yang diteliti dengan variabel lainnya
ataupun menguji atau menjelaskan
penyebab
sistematisnya.
Seperti

634

namannya, penelitian deskriptif hanya


mendeskripsikan. Tujuan
penelitian
deskriptif
adalah
menggambarkan
karakteristik atau perilaku suatu populasi
dengan cara yang sistematis dan akurat.
Biasanya penelitian deskriptif tidak
didesain untuk menguji hipotesis, tetapi
lebih pada upaya menyediakan informasi
seputar karakter fisik, sosial, perilaku,
ekonomi, atau psikologi dari sekelompok
orang.
Metode penelitian ini adalah
metode
deskriptif
kualitatif,
yaitu
mendeskripsikan sifat dan karakter tiga
tokoh wanita yang tekandung dalam
novel Tiga Cara Mencinta karya Irene
Dyah Respati dalam bentuk kata-kata,
kalimat, dan paragraf sehingga akan
tercermin sifat dan karakter tiga tokoh
wanitanya. Adapun pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan psikologi sastra, yaitu sebuah
pendekataan yang digunakan untuk
mengkaji karya sastra dengan melihat
psikologi tiga tokoh wanitanya sehingga
akan tercermin sifat dan karakter tiga
wanita yang berbeda yang terkandung
dalam novel Tiga Cara Mencinta karya
Irene Dyah Respati. Sumber data
mencakup data objektif berupa novel Tiga
Cara Mencinta karya Irene Dyah Respati.
Teknik pengumpulan data dengan studi
documenter. Validitas data menggunakan
triangulasi teori, ketekunan pengamatan,
dan pemeriksaan teman sejawat. Teknik
analisis menggunakan analisis isi
(content analysis).
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Relevansi Novel Tiga Cara Mencinta
dengan Pendidikan Karakter
Nilai-nilai yang terkandung dalam
novel Tiga Cara Mencinta dapat digolongkan
menjadi tiga bagian, yaitu: 1) nilai pendidikan
terhadap Tuhan yang Maha Esa; 2) nilai
pendidikan terhadap diri sendiri, 3) nilai

pendidikan terhadap lingkungan. Adapun


penjelasan dari setiap penggolongan nilai
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Nilai pendidikan terhadap Tuhan
yang Maha Esa
1) Cinta kepada Tuhan yang Maha Esa
Cinta kepada Tuhan yang Maha Esa
dapat diwujudkan dengan melaksanakan
segala perintahnya dan menjauhi segala
larangannya.
Aliyah mengalaminya. Lima tahun
berumah tangga dengan Takuma,
memintanya untuk belajar agama tidak
semudah saat menyuruhnya masuk
Islam.
Masuk islam saat menikah itu justru
starting point. Perjuangan terbesar
itu bukan saat kita menarik pasangan
pindah
keyakinan,
melainkan
setelahnya. (Respati, 2014: 7)
Aliyah terus menuntut suaminya untuk
konsisten dalam menjalankan Islam,
tapi hal itu justru membuat Takuma
tidak betah di rumah dan lebih memilih
menghabiskan
waktunya
untuk
pekerjaan dan bergaul dengan temantemannya. Takuma semakin jauh dari
genggaman
Aliyah.
Norma-norma
agama yang ditanamkan Aliyah semasa
awal menikah semakin terlupakan.
Nampaknya,
pemahaman
Takuma
tentang agama berbeda jauh dengan
harapan Aliyah.
Toh agama itu kan semata-mata
sarana, jalan, cara menyembah
Tuhan serta berperikehidupan yang
baik agar bahagia sekarang dan
nanti. Aku juga sudah bertuhan.
Aku tidak mencuri, tidak menipu,
tidak menyakiti siapapun, selalu
berkelakuan
baik.
Nah,
apa
bedanya? (Respati, 2014: 71)

2) Tawakal dan taubat (mohon ampun)


Memohon ampun terhadap segala
kesalahan yang dilakukannya, sujud dia
memohon ampun kepada Tuhan yang
Maha Esa.
Pada kejadian hamilnya Aliyah, di
situlah terlihat sifat asli ketiga tokohnya.
Ajeng terang-terangan menyarankan
Aliyah untuk aborsi. Praktis, tidak akan
ketahuan Takuma, tidak akan berefek
kemana-mana. Hal itu ditentang habishabisan oleh Miyu dan juga Aliyah.
Miyu menganggap aborsi bukan jalan
pintas masalah Aliyah, bertentangan
dengan hati nurani. Miyu menyarankan
Aliyah untuk berterus terang pada
Takuma, apapun hasilnya. Malah, Miyu
yang membimbing Aliyah supaya Aliyah
meminta petunjuk pada yang Maha
Kuasa untuk jalan keluar masalah ini.
Aliyah, cobalah banyak berdialog
dengan Tuhanmu. Mungkin ada
jawaban yang tidak bisa dikeluarkan
manusia biasa seperti kita, tapi
bisa Dia berikan. Aku yakin kalau
kita melakukan sesuatu dengan
niat baik, semesta alam pasti akan
membantu. Barangkali akan terbuka
jalan baru yang saat ini belum terlihat
oleh kita. (Respati, 2014: 137)
3) Syukur
Berterimakasih kepada Tuhan yang
Maha Esa atas nikmat-nikmat yang telah
dianugerahkan-Nya, yang dalam novel
ini Aliyah mengucap syukur kepada
Tuhan karena kandungannya telah gugur
dengan sendirinya, tanpa aborsi yang
telah mereka rencanakan dan suaminya
Takuma telah mengetahui semuanya dan
memaafkan semua kesalahan Aliyah.
Takuma ingin memulai hidup dengan
lebih baik lagi bersama Aliyah. Aliyah
percaya Tuhan telah menjawab doanya
sehingga ia diberikan jalan keluar dari
masalah-masalah yang ia hadapi.

635

b. Nilai Pendidikan
Sendiri

terhadap

Diri

1) Tanggung jawab
Merupakan sikap melakukan tugas
ataupun kewajiban yang harus dipenuhi,
baik terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan negara, dan Tuhan yang
Maha Esa.
Aliyah hidup di Jepang dengan suami
orang Jepang dan hidup sebagai
penganut agama minoritas ternyata
sangat sulit dijalani di sana. Dia berjuang
untuk membuat suaminya yang masuk
Islam karena ingin menikahinya menjadi
penganut agama Islam tidak sekadar
Islam buku nikah. Namun, ternyata ini
bukan hal yang mudah. Lebih mudah
membuat Takuma masuk Islam daripada
menyuruhnya belajar Islam.
Aliyah merasa bertanggung jawab
terhadap Takuma, suaminya, karena ia
yang telah membuat suaminya masuk
Islam dan Aliyah pula yang harus
tetap mengajarkan dan membimbing
suaminya dalam suatu iman yang ada
dalam keluarganya.
Masuk Islam saat menikah itu justru
starting point. Perjuangan terbesar
itu bukan saat kita menarik pasangan
pindah
keyakinan,
melainkan
setelahnya. (Respati, 2014: 74)
2) Jujur
Mengatakan segala sesuatu sesuai
dengan fakta empirik.
Dalam novel ini, diceritakan ketiga
wanita ini tampak menikmati pertemuan
dan jalinan persahabatan mulai terjalin
lewat obrolan ringan yang perlahan
berubah serius karena mereka mulai
menceritakan rahasia dan isi hati masingmasing. Aliyah mempunya affair dengan
teman satu kantornya. Kemudian, Miyu
yang tergoda dengan pria beristri. Lalu,
Ajeng yang tak ingin menikah.

636

Kenapa yang dilarang selalu justru


membuat kita ingin melakukannya?
Kenapa aku justru tidak bisa membenci
orang ini, yang merayu bertubi-tubi
sementara kutahu telah beristri? Kenapa
benang pengikat hatiku harus datang dari
dia yang tak boleh kusentuh? (Respati,
2014: 51)
Ketertarikan Aliyah pada Je membuat
masalah
baru,
Aliyah
hamil.
Ajeng menyarankan Aliyah untuk
menggugurkan
kandungannya,
sedangkan Miyu tidak menyetujui opsi
yang diajukan Ajeng, Miyu menyarankan
agar mengaku dan bicara baik-baik
dengan Takuma.
Ajeng: Hhh ini kenapa jadi gue
yang kayak bad-guy ya, nyaranin
Aliyah gugurin kandungan. Miyu
yang orang Jepang, yang semestinya
logis dan praktis, malah mendadak
jadi malaikat religius. Kamu juga jadi
takut Tuhan, ya, Miyu? Miyu: Bukan
begitu, Jeng. Aku cuma merasa tidak
nyaman dengan solusi jalan pintas
seperti itu. Bertentangan dengan
hati nurani. Entah ada hubungannya
atau tidak dengan takut kepada
Tuhan, aku merasa ini salah. Itu
yang membuatku ragu. (Respati,
2014: 134)
3) Hormat dan santun
Merupakan sikap menghargai dan
menghormati sesama manusia sehingga
tidak menimbulkan perselisihan di antara
sesama.
Mereka bertiga bertemu pertama kali
di Thailand saat festival Loy Krathong.
Kejadian Aliyah yang terpleset membuat
Ajeng tak sengaja latah meniru kata seru
Aliyah. Seorang wanita lain bernama
Miyu tampak membantu membawakan
Kratong milik Ajeng karena Ajeng
berusaha menolong Aliyah.

4) Percaya diri
Melakukan segala hal sesuai dengan
potensi yang dimilikinya.
Miyu mencoba meyakinkan kedua
sahabatnya dengan idenya untuk tidak
menggugurkan kandungan Aliyah.
Aku yakin kalau kita melakukan
sesuatu dengan niat baik, semesta
alam pasti akan membantu.
(Respati, 2014: 137)
5) Teguh pendirian/konsisten
Sikap memegang teguh prinsip atau
ideologi yang diyakini dan selalu mencoba
menjaga untuk tetap melaksanakan
prinsip tersebut.
Ajeng, wanita metropolis ini tampak
menikmati hidupnya. Dia begitu terbuka,
namun enggan untuk menjalin hubungan
serius dengan pria dan anti dengan kata
nikah.
Saya terbuka kepada semua
orang, termasuk urusan tabu
menurut wanita normal. Bahkan
ibuku sudah tahu, menyuruhku
menikah itu seperti menyuruh
preman perang jihad, alias mustahil.
Aku sudah terlalu nyaman dengan
hidupku yang sekarang. (Respati,
2014: 59)
c. Nilai Pendidikan Karakter terhadap
Lingkungan
1) Peduli terhadap sesama
Perilaku menyimpan rasa empatik
terhadap sesama manusia sehingga
dapat menimbulkan hubungan yang
harmonis.
Mereka bertiga bertemu pertama kali
di Thailand saat Festival Loy Krathong.
Kejadian Aliyah yang terpleset membuat
Ajeng tak sengaja latah meniru kata seru
Aliyah. Seorang wanita lain bernama
Miyu tampak membantu membawakan
Kratong milik Ajeng, karena Ajeng
berusaha menolong Aliyah.
Kemudian, perkenalan dimulai. Mereka

menertawakan apa yang terjadi pada


mereka. Miyu orang Jepang malah
tinggal di Solo. Ajeng yang orang Solo
malah berdomisili di Jakarta. Sedangkan,
Aliyah yang orang Jakarta, sekarang
menetap di Jepang.
Mereka tampak menikmati pertemuan
itu, dan jalinan persahabatan mulai
terjalin lewat obrolan ringan yang
perlahan berubah serius karena mereka
mulai menceritakan rahasia dan isi hati
masing-masing.
2. Sikap-sikap Pendidikan Karakter
dalam novel Tiga Cara Mencinta
karya Irene Dyah Respati
a. Keimanan yang kuat kepada
Tuhan yang Maha Esa, artinya
memiliki kepercayaan yang kuat
kepada Tuhan yang Maha Esa
dan rela untuk memberikan segala
sesuatunya kepada Tuhan. Seperti
yang tergambar pada novel tersebut
bahwa
tokoh
Aliyah
mampu
memegang teguh kepercayaannya
kepada Tuhan yang Maha Esa ketika
dalam hidup di Jepang, dengan
suami orang Jepang, dan hidup
sebagai penganut agama minoritas,
ternyata sangat sulit dijalani di sana.
Dia yang berjuang untuk membuat
suaminya yang masuk Islam karena
ingin menikahinya menjadi penganut
agama Islam tidak sekadar Islam
buku nikah.
b. Pengungkapan kelemahan seorang
hamba di hadapan Sang Pencipta
dan selalu mencoba meyakinkan diri
bahwa Tuhan selalu ada di sisinya
dalam setiap keadaan. Seperti
yang tergambar dalam novel bahwa
Miyu mencoba menasihati dan
meyakinkan Aliyah.
Aliyah, cobalah banyak
berdialog dengan Tuhanmu.
Mungkin
ada
jawaban

637

yang tidak bisa dikeluarkan


manusia biasa seperti kita,
tapi bisa Dia berikan. Aku
yakin kalau kita melakukan
sesuatu dengan niat baik,
semesta alam pasti akan
membantu. Barangkali akan
terbuka jalan baru yang saat
ini belum terlihat oleh kita.
(Respati, 2014:137)
1) Menyerahkan
segalanya
pada
Tuhan semata.
2) Berterimakasih
kepada
Tuhan
atas nikmat-nikmat yang telah
dianugerahkan-Nya.
3) Bersungguh-sungguh
dalam
mengatasi berbagai hambatan dalam
kehidupan dan menyelesaikanya
dengan baik, dalam artian mengatasi
masalah tanpa masalah.
4) Memberikan rasa kasih sayang
terhadap sesama.
5) Belajar dari kesalahan agar tidak
mengulangi kesalahan yang sama
dan berpikir terlebih dahulu sebelum
bertindak.
6) Berpikir kreatif dalam menghadapi
segala perkara sehingga dapat
menimbulkan
tindakan-tindakan
yang positif.
Terdapat nilai pendidikan karakter
dalam novel Tiga Cara Mencinta, karya Irene
Diyah Respati, yaitu religius, jujur, toleransi,
kerja keras, kreatif, mandiri, bersahabat,
peduli lingkungan, peduli sosial, dan
tanggung jawab.
Jadi, berdasarkan pemaparan di atas,
kita dapat melihat nilai-nilai atau karakter
dari ketiga tokoh. Novel ini membuat

638

pembaca semakin dewasa menjalani hidup.


Tak sekadar cinta dan cinta yang menjadi
fokusnya, namun memberikan banyak
sekali petuah berharga di setiap tingkah
kehidupan para tokohnya yang terkadang
tampak ekstrim. Kita dapat memahami tiga
karakter yang berbeda tanpa menggunakan
penjelasan secara deskriptif. Cerita pada
novel ini memberikan gambaran secara
tersirat dari cara berbicara dan tingkah laku
tokohnya.
PENUTUP
Pada
akhirnya
kami
dapat
menyimpulkan bahwa pendidikan karakter
itu sangat penting dan berpengaruh terhadap
kepribadian sesorang dalam menuntut ilmu
seperti tergambar dalam novel Tiga Cara
Mencinta karya Irene Diyah Respati yang
mengedepankan nilai-nilai agama dalam
segala aspek kehidupan.
Nilai-nilai yang terkandung dalam
novel Tiga Cara Mencinta dapat digolongkan
menjadi tiga bagian, yaitu nilai pendidikan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, nilai
pendidikan terhadap diri sendiri, dan nilai
pendidikan terhadap lingkungan. Terdapat
nilai pendidikan karakter dalam novel Tiga
Cara Mencinta, karya Irene Dyah Respati,
yaitu religius, jujur, toleransi, kerja keras,
kreatif, mandiri, bersahabat, peduli
lingkungan, peduli sosial, dan tanggung
jawab.
Pendidikan
karakter
sangat
dibutuhkan untuk melindungi eksistensi
sebuah bangsa sehingga dapat menjaga
karakterketimuranyang mulai luntur terkikis
gelombang globalisasi dan modernisasi. Hal
ini dapat kita lihat dan sering kita jumpai
dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Respati, Irene Dyah. 2014. Tiga Cara Mencinta. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

639

STRATEGI TERJEMAHAN BUDAYA:


PADANAN SEMANTIK-PRAGMATIK DAN GENERIK-SPESIFIK
Retno Purwani Sari, Tatan Tawami

Fakultas Sastra, Universitas Komputer Indonesia, Bandung-Indonesia


Alamat korespondensi: purwanisastra@yahoo.com dan tatantawami@yahoo.com

ABSTRACT

The research discusses translation of culture argued the involvement of cognitive process,
which is the inference of semantic representation of source language, to achieve communicative
translation equivalence. The translation equivalence, a central focus of translation, implies
translation strategies and strategies of choosing textual representation of target language.
Answering the challenges, the research aims to analyze: (1) what translation strategies apply in
translation of culture, and (2) what strategies are used to choose textual representation of target
language. In the research, Tourys descriptive translation study is implemented, embedded within
BSC technique to collect data, and techniques of analytic descriptive qualitative identification,
analysis, and description to present data. As a result of the research, translation equivalence
mechanism of culture provides semantic-pragmatic equivalence and generic-specific words to
impose semantic limitations triggering culture.
Keywords: culture, translation, translation equivalence, and translation strategies

ABSTRAK

Penelitian ini mengkaji terjemahan budaya yang diargumentasikan melibatkan proses


kognitif berupa inferensi representasi semantis teks bahasa sumber guna memperoleh
padanan terjemahan komunikatif. Upaya pemerolehan padanan, yang merupakan fokus dari
penerjemahan, mengimplikasikan adanya strategi penerjemahan dan strategi pengungkapan
representasi semantis teks bahasa sumber ke dalam representasi tekstual bahasa sasaran.
Guna menjawab tantangan penelitian tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji:
(1) strategi terjemahan apa yang diaplikasikan dalam terjemahan budaya, dan (2) strategi
pengungkapan representasi semantis apa yang diterapkan dalam pilihan representasi
tekstual bahasa sasaran. Kajian penerjemahan deskriptif ancangan Toury diimplementasikan
sebagai metode penelitian dengan menggunakan teknik BSC dalam pengumpulan data dan
teknik analisis berupa pengidentifikasian, penganalisisan, dan penguraian yang merupakan
karakteristik metode analisis deskriptif analitis. Adapun hasil dari penelitian ini adalah
mekanisme pemerolehan padanan terjemahan budaya, yakni suatu upaya mengatasi batasan
representasi semantis melalui padanan semantis-pragmatis dan generik-spesifik.
Kata kunci: budaya, terjemahan, padanan dan strategi terjemahan

PENDAHULUAN
Bahasa merepresentasikan budaya
yang hidup dan berkembang di suatu
komunitas
masyarakat.
Pada
studi
terjemahan yang merupakan cabang dari
studi linguistik, fokus penelitian sudah banyak
mengalami perkembangan yang signifikan
dengan menambahkan unsur budaya dalam
pemerolehan padanan terjemahan. Unsur
budaya diasumsikan menjadi faktor penentu
pilihan padanan terjemahan setelah proses
pemahaman semantis linguistis.

640

Setiap bahasa memiliki caranya


sendiri dalam mengemas informasi dalam
representasi tekstualnya. Hal ini karena
pengalaman atau cara pandang yang
berbeda dari komunitas masyarakat yang
berbeda (Larson, 1984). Pengetahuan
individu yang berasal dari pengalaman riil
ataupun pengalaman membaca, misalnya
menjadi budaya ketika pengetahuan tersebut
menjadi sesuatu yang dipercayai dan
diyakini oleh suatu komunitas. Contohnya,
padanan terjemahan bahasa Inggris, As

a bent twig so grows the tree adalah mati


satu tumbuh seribu. Pemberian padanan
ini diargumentasikan diberikan berdasarkan
pengalaman hidup penutur bahasa. Penutur
bahasa Inggris, berdasarkan pengalaman
hidupnya, melihat bahwa ketika ranting patah
dan jatuh ke tanah, selang beberapa hari ia
melihat muncul tunas baru dari ranting yang
patah tersebut. Sementara penutur bahasa
Indonesia, menyoroti pengalaman ketika
semangat seseorang diredam, semangatnya
tidaklah mati, tetapi akan semakin
besar, bahkan semangat-semangat baru
bermunculan. Pemikiran penutur bahasa
Indonesia ini lahir dipicu oleh peristiwa
perjuangan bangsa Indonesia melawan
penjajah. Sampai saat ini, sturuktur sintaksis
yang berupa representasi tekstual linguistik
bahasa Indonesia tersebut kerap dipakai
guna mengobarkan semangat juang bangsa
Indonesia. Dengan demikian, faktor kognitif
yang diidentifikasi sebagai unsur budaya
berupa pola perilaku dan tindakan sosial
memberikan pengayaan pada representasi
semantis yang berujung pada pemilihan
representasi tekstual linguistik.
Karena studi linguistik dipercayai
sebagai studi yang sangat tua setelah
filsafat, begitu banyaknya studi telah
dilakukan oleh peneliti terdahulu. Penelitian
ini dapat dikatakan sebagai pengembangan
dari penelitian Guo (2012) yang menyoroti
pengaruh budaya terhadap suatu hasil
terjemahan bahasa Inggris dalam bahasa
Cina. Selanjutnya, pada penelitian ini
rekonstruksi pemikiran Guo diwujudkan
dalam
upaya
pengidentifikasian
dan
pemaparan proses kognitif yang terlibat dalam
pencarian padanan terjemahan sehingga
proses semantik kognitif dapat dipaparkan
lebih terperinci; bagaimana proses semantik
kognitif ini dipengaruhi faktor budaya
sebagai salah satu faktor penentu. Hal ini
ditujukan guna memberikan mekanisme
pemerolehan padanan terjemahan terbaik

dan berterima. Dengan menyoroti luaran


yang ditargetkan, permasalahan penelitian
ini dapat dirumuskan: (1) representasi
tekstual linguistik apa saja yang diidentifikasi
memiliki representasi semantis sarat
akan keterlibatan unsur budaya bahasa
Inggris sebagai bahasa sumber dan unsur
budaya bahasa Indonesia sebagai bahasa
sasaran?; (2) padanan terjemahan apa saja
yang diberikan guna menyiasati perbedaan
unsur budaya, sebagai manifestasi dari
proses kognitif semantic?; dan (3) strategi
pengungkapan representasi semantis apa
saja yang diterapkan guna memperoleh
padanan terjemahan terbaik dan berterima,
berkaitan dengan unsur budaya bahasa
yang terlibat.
1. Terjemahan Budaya
Padanan Terjemahan

dan

Strategi

Budaya dan bahasa bersifat eksklusif


pada suatu komunitas masyarakat tertentu.
Bourdieu (1990: 52) menyoroti keberadaan
bahasa sebagai habitus linguistik yang
sistemnya ditentukan melalui proses sosial
politik di suatu komunitas masyarakat.
Melalui argumentasinya ini, bahasa tidak
hanya diimplikasikan sebagai sistem tata
bahasa tetapi juga perwujudan kekuasaan
simbolik fungsi komunikasi dari komunitas
sosial tertentu. Dengan kalimat lain, bahasa
merefleksikan cara penuturnya memandang
realitas dunianya dan cara mereka
menentukan standar perilaku berkehidupan
bermasyarakat,
sebagaimana
yang
disepakati Durdureanu (2011: 52) mengenai
definisi budaya. Karena setiap komunitas
memiliki caranya sendiri dalam berperilaku
dan dalam mengungkapkan gagasan
melalui ekspresi bahasanya, sebagaimana
yang diargumentasikan Newmark (1988:
94), setiap komunitas memiliki budayanya
sendiri. Akibatnya, budaya dan bahasa yang
dimilikinya pun bersifat spesifik dan khas
bagi setiap komunitas.

641

Berkaitan
dengan
proses
penerjemahan, Nida dan Taber (1982)
berpendapat bahwa pesan dan style bahasa
sumber dapat tersampaikan dengan baik
apabila representasi semantis bahasa
sumber dipahami. Bersepakat dengan
gagasan tersebut, Durdureanu (2011: 53)
berargumentasi bahwa representasi semantis
merupakan aspek pertama yang harus
dipertimbangkan ketika menerjemahkan.
Karena representasi semantis mencakup
unsur linguistik dan unsur budaya, aktivitas
penerjemahan menghasilkan inovasi dan
pandangan baru dalam sudut pandang
kekhasan setiap bahasa, sebagaimana
yang diimplikasikan dari pendapat Torop
(2002: 593). Bahkan, Venuti (1991: 68)
berargumentasi
bahwa
penerjemahan
berkontribusi dalam pembentukan identitas
budaya sasaran.
Mengkaji begitu besarnya kekuatan
representasi budaya, pencarian atau
pemerolehan padanan terjemahan sebagai
representasi tekstual teks bahasa sasaran
tidaklah mudah. Larson (1984: 153)
menyatakan bahwa dalam memilih padanan
terjemahan, ada tiga hal yang harus dicermati,
yakni: (a) ada konsep teks sumber yang
sudah dikenal dalam bahasa sasaran, tetapi
yang harus diterjemahkan dengan padanan
yang tidak harfiah; (b) ada konsep bahasa
sumber yang tidak dikenal dalam bahasa
sasaran; dan (c) ada unsur leksikal dalam
teks yang merupakan kata kunci, yaitu katakata penting untuk tema dan perkembangan
teks dan memerlukan perlakukan khusus.
Karena pilihan representasi tekstual
sebagai padanan terjemahan menentukan
pemahaman pembaca teks bahasa sasaran
dan karena pesan teks yang diharapkan
adalah pesan teks bahasa sumber yang paling
akurat, strategi terjemahan diterapkan dalam
prosesnya. Berfokus pada fungsi komunikasi
bahasa, House (1977) mengidentifikasi
mekanisme pencarian padanan terjemahan

642

melalui
pendekatan
semantik
dan
pragmatik; padanan semantis (semantic
equivalence) dan padanan pragmatis
(pragmatic equivalence). Padanan semantis
dihipotesiskan sebagai apa yang dikatakan,
what is said. Padanan ini menitikberatkan
pada tekstur teks guna memenuhi
pemahaman
pembaca
teks
bahasa
sasaran, tujuan penerjemahan, dan jenis
teks. Berbeda dengan padanan semantis,
padanan pragmatis mengakomodasi unsur
konteks yang dibagi antara penerjemah dan
pembaca teks bahasa sasaran. Pengetahuan
yang dibagi tersebut berkontribusi dalam
membangun praanggapan dan berimplikasi
pada pemahaman. Konsekuensi logis dari
argumentasi tersebut, padanan pragmatis
mempertimbangkan
implikatur
pilihan
representasi tekstual dan strategi linguistik
selama proses penerjemahan (Baker, 1992;
Leonardi, 2000).
Setelah proses kognitif pemahaman
representasi semantis teks bahasa sumber
selesai, strategi pengungkapan representasi
semantis melalui pilihan representasi tekstual
bahasa sasaran menjadi isu penting dalam
tahapan penerjemahan. Sebagaimana yang
dipaparkan Larson (1984: 154), meskipun
konsep dari representasi semantis pada
teks ditemukan dalam bahasa sasaran, cara
pengungkapan konsep mungkin berbeda.
Dengan kalimat lain, ada sejumlah komponen
makna yang dimiliki bahasa-bahasa, tetapi
tidak akan ada keselarasan mutlak.
Dengan adanya perbedaan cara
bahasa
mengungkapkan
gagasannya,
seorang penerjemah harus dapat memilih
padanan yang paling komunikatif bagi
pembaca teks bahasa sasaran. Berkenaan
dengan strategi pengungkapan representasi
teks bahasa sumber, Larson (1984: 154)
menawarkan
strategi
pengungkapan
representasi semantis teks bahasa sumber,
salah satunya adalah kata generik-spesifik.
Padanan yang berupa kata generik-

spesifik terjadi dalam tiga kondisi (Larson,


1984: 157-159). Pertama, teks bahasa
sumber menggunakan kata generik, tetapi
teks bahasa sasaran mempunyai kata
yang lebih spesifik dalam dimensi semantis
yang dimilikinya. Kedua, bahasa sumber
menggunakan kata spesifik, tetapi bahasa
sasaran hanya mempunyai kata generik
dalam dimensi semantisnya. Terakhir,
kata yang digunakan dalam penerjemahan
dimaksudkan sebagai makna generik, tetapi
ditafsirkan penutur bahasa sasaran sebagai
makna spesifik.
Berkaitan
dengan
penggunaan
kata generik-spesifik, Larson (1984: 159)
mengingatkan bahwa seorang penerjemah
harus memberikan konteks yang cukup
untuk menunjukkan pemakaiannya yang

benar guna mencegah ambiguitas. Dengan


demikian, dapat diimplikasikan bahwa strategi
generik-spesifik, pada implementasinya
kerap digabungkan dengan strategi frasa
deskriptif.
2. Strategi Padanan Semantis-Pragmatis
dan Generik-Spesifik
Berdasarkan data, dihasilkan dua
klasifikasi, yakni: (a) padanan semantis,
yang terbagi menjadi dua subklasifikasi, yaitu
spesifik-generik dan generik-spesifik; dan
(b) padanan pragmatis, yang juga terbagi
menjadi dua subklasifikasi, yaitu generikspesifik dan spesifik-generik. Berikut adalah
beberapa data yang merepresentasikan
temuan tersebut:

Representasi
Semantis
Data
Even in the white rage his Dalam
geram,
meski Attack = serangan
1
fathers attack had provoked
terpancing oleh kemarahan
ayahnya,
Bahasa Sumber

Representasi tekstual linguistik yang


diidentifikasi pada bahasa sumber (Inggris)
dalam data ini adalah leksikal attack yang
menempati kategori Nomina. Dalam bahasa
Inggris, Nomina attack secara literal dan
sederhana memiliki representasi semantis
serangantanpa mengindikasikan bentuk
serangannyayang merupakan gagasan
yang dikenal dalam bahasa sumber. Lebih
jauh, kata ini dipahami sebagai the act of
attacking with physical force or unfriendly
words (tindakan menyerang dengan kekuatan
fisik atau kata-kata kasar). Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa bentuk serangan
dalam bahasa Inggris diindikasikan dalam
dua bentuk, yaitu serangan fisik dan serangan
verbal. Di sisi lain, dalam budaya bahasa
sasaran (Indonesia), kata attack dipadankan
dengan representasi tekstual linguistik
kemarahan yang secara tidak langsung
telah mengalami proses adaptasi melalui

Bahasa Sasaran

unsur budaya bahasa Indonesia. Dalam hal


ini, unsur budaya yang diadaptasi adalah
sudut pandang yang berbeda sebagaimana
diindikasikan oleh padanannya.
Dalam bahasa Indonesia, kata
attack dipadankan dengan kemarahan
yang merupakan gagasan yang tidak
dikenal dalam bahasa sumber karena
memiliki padanan langsung angeryang
mengindikasikan bahwa dalam representasi
kemarahan terdapat bentuk emosi marah.
Meski begitu, dalam bahasa Inggris, tidak
diindikasikan bentuk emosinya seperti apa,
hanya bentuk serangannya saja. Hal ini
memperlihatkan bahwa penutur bahasa
Indonesia memahami attack sebagai salah
satu bentuk emosi marah, artinya bahwa
serangan yang dilakukan merupakan salah
satu bentuk emosi. Secara tidak langsung,
penutur bahasa Indonesia cenderung
memperlihatkan
emosinya
(marah)

643

ketika melakukan serangan. Di sisi lain,


penutur bahasa Inggris diindikasikan lebih
memperlihatkan bentuk serangannya saja,
tanpa memperlihatkan emosinya.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat
diindikasikan bahwa representasi semantis
attack-dalam bahasa Inggrisyang secara
literal berarti seranganmerupakan konsep
general yang dipadankan menjadi suatu

bentuk emosi marahgagasan yang dikenal


dalam bahasa sumbersecara spesifik
dalam bahasa Indonesia. Secara singkat,
dapat dikatakan bahwa strategi terjemahan
yang digunakan dalam data ini adalah
pemadanan representasi tekstual linguistik
generik menjadi representasi tekstual
linguistik spesifik guna mengadaptasi sudut
pandang penutur bahasa sasaran.

Representasi
Semantis
The demand of skill is growing Permintaan
akan Demand = Tuntutan
Data
even if (there are increased keterampilan terus tumbuh
2
member of educated labors). meskipun peningkatan stok
tenaga kerja terdidik telah
terjadi.
Demand menjadi representasi tekstual
permintaan,
spesifikasi
representasi
linguistik yang diidentifikasi pada bahasa
semantis tuntutan tidak diakomodasi. Artinya
sumber (Inggris) dalam data ini. Leksikal
bahwa representasi semantis dari tuntutan
demand pada data ini menempati kategori
yang diwakili oleh gagasan permintaan yang
Nomina. Dalam bahasa Inggris, Nomina
mendesak menjadi gagasan yang tidak
demand secara literal memiliki representasi
dikenal dalam bahasa Indonesia sehingga
semantis
tuntutanyang
merupakan
dipadankan langsung dengan permintaan
gagasan yang dikenal dalam bahasa sumber.
yang merupakan konsep general dari
Di sisi lain, dalam budaya bahasa sasaran
representasi tekstual linguistik demand.
(Indonesia), kata demand dipadankan
Berdasarkan pemaparan di atas,
dengan representasi tekstual linguistik
dapat diindikasikan bahwa representasi
permintaan yang secara tidak langsung
semantis demand-dalam bahasa Inggris
telah mengalami proses adaptasi melalui
yang secara literal memiliki arti tuntutan
unsur budaya bahasa Indonesia. Dalam hal
merupakan konsep spesifik bahasa sumber
ini, unsur budaya yang diadaptasi adalah
yang dipadankan menjadi permintaanyang
sudut pandang yang berbeda sebagaimana
merupakan konsep generik bahasa sasaran.
diindikasikan oleh padanannya.
Secara singkat, dapat dikatakan bahwa strategi
Bahasa Sumber

Bahasa Sasaran

Dalam bahasa Indonesia, kata


demand dipadankan dengan permintaan
yang merupakan gagasan yang tidak
dikenal dalam bahasa sumber karena
memiliki padanan langsung request. Hal ini
mengindikasikan bahwa dalam representasi
Bahasa Sumber
The interdict would,
Data however, banish him from
3
all family land.

644

terjemahan yang digunakan dalam data ini


adalah pemadanan representasi tekstual
linguistik spesifik menjadi representasi
tekstual linguistik generik guna mengadaptasi
sudut pandang penutur bahasa sasaran.

Bahasa Sasaran
Representasi Semantis
Wasiatnya, meski begitu, Banish
=
terbuang
membuat dia terbuang dari mencoretnya
sebagai
semua tanah keluarga
penerima waris.

Pada data ini representasi tekstual


linguistik yang diidentifikasi adalah banish
yang berkategori kata kerja. Representasi
ini diindikasikan memiliki representasi
semantis dengan nuansa yang kuat, yaitu
menghilangkan. Dalam bahasa sumber,
representasi tekstual ini digunakan untuk
memberikan ketegasan akan suatu sikap
yang telah diambil sehingga tindakan tersebut
mengarah pada gagasan menghilangkan
suatu entitas dari komunitas/kewenangan
tertentu. Gagasan ini merupakan gagasan
yang tidak dikenal dalam bahasa sasaran
karena memiliki representasi semantis
yang
berpadanan
langsung
dengan
menghilangkan yang merupakan konsep
generik. Dengan demikian, konsep ini
dianggap tidak sepadan dengan representasi
semantis yang dimaksud oleh banish karena
digunakan dalam konteks ini wasiat keluarga.
Gagasan inilah yang secara jelas menjadi
gagasan yang tidak dikenal dalam bahasa
sasaran.
Secara penggunaan, dalam bahasa
sasaran, untuk konteks wasiat keluarga,

representasi semantis yang lebih tepat


digunakan untuk representasi tekstual
linguistik banish adalah mencoret (-nya
dari semua tanah keluarga, warisan). Hal
ini dianggap lebih memadai karena nuansa
semantis dari banish bisa diakomodasi oleh
gagasan hilangnya dia dari penerima waris
yang merupakan gagasan yang dikenal
dalam bahasa sasaran.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat
dilihat bahwa dalam proses pemadanan
representasi tekstual linguistik ini, penerjemah
mengadaptasi representasi semantis secara
literal terhadap konsep generik banish
dalam bahasa sumber. Setelah dianalisis,
pemadanan tersebut diubah menjadi konsep
spesifik bahasa sasaran, yang merupakan
gagasan yang dikenal dalam konteks sosial
bahasa sasaran. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa strategi yang digunakan
dalam penerjemahan ini adalah strategi
pemadanan pragmatis konsep generik
bahasa sumber ke dalam konsep spesifik
bahasa sasaran.

Representasi
Semantis
Data
Almost every entrepreneur Hampir seluruh pengusaha Entrepreneur
=
4
consider that the need of skill menganggap bahwa kebutuhan Wirausahawan
is increasing
keterampilan akan meningkat
Bahasa Sumber

Pada data ini representasi tekstual


linguistik
yang
diidentifikasi
adalah
entrepreneur yang berkategori Nomina.
Representasi ini memiliki representasi
semantis
orang
yang
menjalankan,
mengatur, dan memprediksi risiko akan
suatu bidang usaha. Dalam bahasa
sumber, konsep ini merupakan gagasan
yang dikenal, namun merupakan gagasan
yang tidak dikenal dalam bahasa sasaran
sehingga pemadanan representasi tekstual
linguistik ini menjadi pengusaha. Dalam
bahasa sasaran, pengusaha diindikasikan

Bahasa Sasaran

sebagai orang yang telah berhasil merintis


usaha sehingga dianggap memiliki asistenasisten untuk menjalankan usahanya. Dalam
sudut pandang penutur bahasa sasaran,
pengusaha diasumsikan sebagai seorang
bos, bukan sebagai orang yang berusaha
secara mandiri sebagaimana diindikasikan
dalam konsep bahasa sumber. Bahasa
sumber tidak mengindikasikan entrepreneur
sebagai bos, dan konsep ini merupakan
gagasan yang tidak dikenal dalam bahasa
sasaran. Sebaliknya, konsep bos dalam
bahasa sasaran merupakan gagasan yang

645

tidak dikenal dalam bahasa sumber karena


memiliki padanan langsung dengan boss/
director.
Secara penggunaan, dalam bahasa
sasaran, untuk konteks bidang sosial
ekonomi ini, representasi semantis yang
lebih tepat digunakan untuk representasi
tekstual linguistik entrepreneur adalah
wirausaha. Hal ini dianggap lebih memadai
karena nuansa semantis dari entrepreneur
bisa diakomodasi oleh konsep orang yang
berusaha secara mandiri yang merupakan
gagasan yang dikenal dalam bahasa
sasaran.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat
dilihat bahwa dalam proses pemadanan
representasi tekstual linguistik ini, penerjemah
mengadaptasi representasi semantis secara
literal terhadap konsep spesifik entrepreneur
dalam bahasa sumber. Setelah dianalisis,
pemadanan tersebut diubah menjadi konsep
generik bahasa sasaran pengusaha
padanan yang kurang sesuai, yang
merupakan gagasan yang dikenal dalam

konteks sosial bahasa sasaran. Dengan


demikian, dapat dikatakan bahwa strategi
yang digunakan dalam penerjemahan ini
adalah strategi pemadanan pragmatis
konsep spesifik bahasa sumber ke dalam
konsep generik bahasa sasaran.
PENUTUP
Menyoroti pengaruh unsur budaya
terhadap
suatu
hasil
terjemahan,
pemahaman representasi semantis bahasa
sumber pada proses kognitif menghendaki
diterapkannya strategi terjemahan dalam
pemerolehan padanan terjemahan terbaik
dan berterima. Strategi terjemahan yang
diargumentasikan pada penelitian ini adalah
padanan terjemahan semantis dan padanan
terjemahan pragmatis. Untuk mengatasi
batasan semantis yang dimiliki bahasa,
strategi generik-spesifik dan spesifikgenerik diterapkan untuk mengungkapkan
representasi semantis teks bahasa sumber
ke dalam representasi tekstual teks bahasa
sasaran.

DAFTAR PUSTAKA
Baker, Mona. 1992. In Other Words: A Coursebook on Translation. London: Routledge.
Bourdieu, P.. 1990. The Logic of Practice (R. Nice, Trans.). Stanford: Stanford University Press
(Original work Le sens pratique, published 1980 Paris: Minuit).
Durdureanu, Ioana Irina. 2011. Translation of Cultural Terms: Possible or Impossible?.
Journal of Linguistic and Intercultural Education,1(4): 5163.
House, Juliane. 1977. A Model for Translation Quality Assessment. Tubingen: Gunter Narr.
Larson, Mildred L.. 1984. Meaning-based Translation: A Guide to Cross-language Equivalence.
USA: University Press of America.
Leonardi, Vanessa. 2000. Equivalence in Translation: Between Myth and Reality. Translation
Journal, 4(4).
Newmark, Peter. 1988. Textbook of Translation. Oxford: Pergamon Press.
Nida, Eugene A., dan C.R. Taber. 1982. The Theory and Practice of Translation. Leiden: E.J.
Brill
Torop. Peeter. 2002. Translation as Translating as Culture. Sign Systems Studies, 30(2).

646

Toury, Gideon. 2012. Descriptive Translation Studies and Beyond. Edisi Revisi. Amsterdam:
John Benjamin Publishing Company.
Venuti, L.. 1991. Translation as a Social Process, or The Violence of Translation. Paper
presentend at Conference, Humanistic Dilemmas: Translation in the Humanities and
Social Sciences, 2628 September 1991, at SUNY Binghamton, NY.

647

PENINGKATAN KEMAMPUAN BELAJAR SISWA


TENTANG KALIMAT BERSTRUKTUR PELAJARAN BAHASA ARAB
MELALUI METODE KOOPERATIF TIPE JIGSAW
Murtanah

Guru Bahasa Arab MTsN Delima Kabupaten Pidie

ABSTRACT

This study aims to improve understanding of student learning about sentence structure. The
study lasted for three months, ie from February to April 2015. The method used is classroom
action research, which consists of two cycles. The subjects were students of class VIII/4 MTsN
Delima number of 32 students. Data analysis technique using a comparative descriptive analysis
by comparing the initial conditions with the results achieved in each cycle and qualitative
descriptive analysis comparing the results of observations with observations and reflections
on the first cycle and the cycle 2. Through the approach of cooperative learning methods
Jigsaw basic competence explain about the sentence structure intentionally distributed the
teacher to be read by a number of students. At the final stage of the second cycle is known to
have an increase in the average grade 25.66%, from an average of initial conditions test 60
to 75. While the mastery learning students at the end of the second cycle has reached 92%,
with an increasing percentage of the first cycle of 28 , 41% when compared to pre cycle which
only reached 27%. The results of observations conducted by researchers through non test
technique also shows students reading activity further increased when compared between
cycle I and cycle II with pre cycle. Thus, most of the students of class VIII/4 MTsN Delima
has been increased understanding of the learning material about sentence structure Arabic
lessons.
Keywords: cooperative, jigsaw, sentence structure

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman belajar siswa tentang kalimat
berstruktur. Penelitian berlangsung selama tiga bulan, yaitu FebruariApril 2015. Metode
yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK), yang terdiri atas dua siklus. Subjek
penelitian adalah siswa kelas VIII/4 MTsN Delima sejumlah 32 siswa. Adapun teknik analisis
data menggunakan analisis deskriptif komparatif dengan cara membandingkan kondisi awal
dengan hasil yang telah dicapai pada setiap siklus dan analisis deskriptif kualitatif hasil
observasi dengan membandingkan hasil observasi dan refleksi pada siklus I dan siklus 2.
Melalui pendekatan metode pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada kompetensi dasar
menjelaskan tentang kalimat berstruktur secara sengaja dibagikan guru untuk dibaca oleh
sejumlah siswa. Pada tahap akhir siklus II diketahui telah terjadi peningkatan rata-rata kelas
25,66%, yaitu dari rata-rata tes kondisi awal 60 menjadi 75. Sedangkan ketuntasan belajar siswa
pada akhir siklus II telah mencapai 92% dengan persentase peningkatan dari siklus I sebesar
28,41% jika dibandingkan dengan prasiklus yang hanya mencapai 27%. Hasil pengamatan
yang dilakukan peneliti melalui teknik nontes juga menunjukkan aktivitas membaca siswa lebih
meningkat jika dibandingkan anatara siklus I dan siklus II dengan prasiklus. Dengan demikian,
sebagian besar siswa kelas VIII/4 MTsN Delima telah mengalami peningkatan pemahaman
belajar materi tentang kalimat berstruktur pelajaran Bahasa Arab.
Kata kunci: kooperatif, jigsaw, kalimat berstruktur

PENDAHULUAN
MTsN Delima, Kabupaten Pidie
merupakan suatu lembaga pendidikan
agama yang bernaung di bawah Kementerian
Agama, yang mengajarkan mata pelajaran

648

umum dan mata pelajaran khusus tentang


agama. Untuk mata pelajaran agama, salah
satunya adalah Bahasa Arab. Dari sinilah,
guru dituntut untuk tepat dalam memilih
metode mengajar agar pemahaman belajar

siswa tercapai. Pada tahun pelajaran


2014/2015 bahan ajar untuk Bahasa Arab
disusun oleh guru sehingga guru harus
benar-benar memperhatikan permasalahan
yang dihadapi siswa saat pembelajaran
atau oleh siswa sendiri. Hasil pengajaran
awal di sekolah, ditemukan masalah dalam
proses pembelajaran, yaitu suasana belajar
yang menjenuhkan dikarenakan siswa tidak
aktif saat berlangsung pelajaran Bahasa
Arab di MTsN Delima, Kabupaten Pidie. Hal
ini disebabkan oleh materi pelajaran yang
disampaikan guru menggunakan metode
ceramah sangat menoton.
Sementara itu, ditemukan juga
masalah dalam aspek membaca dan
mengomunikasikan bahasa Arab masih
sangat kurang, hal ini dikarenakan perbedaan
individual, baik mengenai kualitas maupun
latar belakang pendidikannya. Dari dua
permasalahan yang telah dikemukakan di
atas, maka peneliti melakukan penelitian
dengan judul Peningkatan Kemampuan
Belajar Siswa tentang Kalimat Berstruktur
Pelajaran Bahasa Arab melalui Metode
Kooperatif Tipe Jigsaw.
Berdasarkan latar belakang masalah
yang dipaparkan di atas, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian tindakan
ini adalah sebagai berikut: apakah metode
kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan
kemampuan belajar siswa tentang kalimat
berstruktur pelajaran Bahasa Arab di MTsN
Delima, Kabupaten Pidie? Tujuan penelitian
ini adalah untuk meningkatkan pemahaman
belajar siswa materi tentang kalimat
berstruktur pelajaran Bahasa Arab di MTsN
Delima, Kabupaten Pidie.
1. Hakikat Pembelajaran Bahasa Arab
Pembelajaran
Bahasa
Arab
merupakan salah satu bagian dari mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam. Sama
halnya dengan segi-segi pendidikan lain,
pendidikan agama juga menyangkut aspek

kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ini berarti


bahwa pendidikan agama bukan sekadar
memberi dampak pengetahuan tentang
keagamaan, melainkan yang lebih utama
adalah membiasakan diri untuk taat terhadap
ajaran agamanya (Purwanto, 2003: 158).
Beberapa hari yang ditentukan itu ialah
bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al quran sebagai
petunjuk bagi segenap umat manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk
itu dan pembeda antara yang hak dan yang
batil, kesemuanya dalam bahasa Arab.
Dalam bingkai Negera Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), mayoritas masyarakatnya
adalah memeluk agama islam sudah
selayaknya mempelajari Al quranulakrim,
bahasa Arab dan hadist merupakan suatu
kewajiban bagi setiap umat muslimin.
2. Peningkatan
Siswa

Kemampuan

Belajar

Metode belajar yang diterapkan


merupakan suatu bentuk usaha yang
dilakukan dengan sadar, penuh hati-hati,
dan sungguh-sungguh oleh setiap manusia
dalam rangka mencapai suatu tujuan yang
ingin diraihnya. Belajar adalah sebuah proses
yang ditandai dengan perubahan pada diri
siswa dan perubahan itu merupakan hasil
belajar yang melibatkan segi jasmani, rohani
yang menghasilkan perubahan-perubahan
dalam hal pengetahuan, pemahaman, sikap,
mentalitas, dan tingkah laku. Belajar itu
sebagai suatu proses perubahan tingkah
laku atau memaknai sesuatu yang diperoleh.
Akan tetapi, apabila kita bicara tentang
hasil belajar, maka hal itu merupakan hasil
yang telah dicapai oleh si pebelajar. Belajar
merupakan sebuah proses perubahan
perilaku yang dilakukan secara sadar, baik itu
perilaku positif maupun perilaku negatif yang
dipengaruhi oleh nilai-nilai yang ditanamkan.
Proses perubahan perilaku merupakan
permulaan dari tidak ada menjadi ada atau

649

tidak bisa menjadi bisa melakukan sesuatu.


Proses tersebut memerlukan waktu yang
biasanya tidak bisa dilakukan secara instan
dan proses juga memerlukan suatu jenis
penggunaan metode yang jelas.
3. Penguasaan Materi Bahasa Arab
a. Pelajaran Bahasa Arab
Bentuk
penguasaan
pembelajaran
Bahasa Arab yang diterapkan selama
ini merupakan dua sumber komunikasi
antarumat muslim maupun nonmuslim.
Keduanya mengajarkan prinsip-prinsip
dan tata aturan kehidupan yang harus
dijalankan oleh umatnya, tidak hanya
terkait tata hubungan manusia dengan
Rabb-nya (Hablun minallah), tetapi juga
tata aturan dalam kehidupan dengan
sesama manusia (Hablun minannas). Al
quran merupakan wahyu, kalam, atau
firman Allah yang mengandung ajaran
untuk dijadikan pedoman dan tuntunan
dalam tata nilai kehidupan umat manusia
dan seluruh alam karena pada dasarnya
Al quran diturunkan sebagai rahmat
bagi alam semesta. Ajarannya berlaku
sepanjang masa, sejak diturunkan
hingga hari kiamat. Kebenaran yang
terkandung di dalamnya tidak dapat
diragukan lagi karena Allah sendiri
yang akan menjaganya. Allah berfirman
di dalam Al quran surat al-Hijr ayat 9:
Artinya: Sesungguhnya Kamilah yang
menurunkan adz-Dzikr (Al quran) dan
sesungguhnya
Kami
benar-benar
memeliharanya.. Ayat ini memberikan
jaminan tentang kesucian dan kemurnian
Al quran selama-lamanya. Walaupun
demikian umat Islam harus tetap
berkewajiban untuk menjaga kemurnian
Al quran. Diantara upaya untuk menjaga
kemurnian Al quran adalah dengan
cara membaca dan menghafalnya.
Sebagaimana yang pernah ditempuh
oleh para sahabat Nabi. Urusan yang
mulia tersebut dilakukan oleh pesantren

650

dan juga lembaga pendidikan Islam,


baik yang formal ataupun nonformal.
Ini semakin penting, apalagi di masa
sekarang, di mana kondisi masyarakat
yang semakin jarang mengamalkan
nilai-nilai Al quran.
4. Pendekatan Metode Kooperatif Tipe
Jigsaw
Model
pendekatan
pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw merupakan suatu jenis
pendekatan pembelajaran yang menekankan
pada konsep pembelajaran kerja sama, di
mana para siswa diartikan sebagai makhluk
sosial yang membutuhkan sebuah kelompok
dalam belajar atau ditempatkan dalam suatu
komunitas kecil yang berada di dalam kelas.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di MTsN
Delima,
Kabupaten
Pidie.
Penelitian
dilaksanakan selama 3 bulan, mulai
FebruariApril 2015. Subjek penelitian ini
adalah siswa kelas III/4 berjumlah 32 siswa.
Adapun sumber data yang digunakan dalam
penelitian tindakan ini adalah siswa, sebagai
subjek penelitian. Data yang dikumpulkan
dari siswa meliputi data hasil observasi, tes
tertulis, dan guru kolaborator. Tes tertulis
dilaksanakan pada setiap akhir pelaksanaan
siklus, yang terdiri atas materi tentang
kalimat berstruktur pelajaran Bahasa Arab,
MTsN Delima, Kabupaten Pidie, Tahun
Ajaran 2014/2015. Selain siswa sebagai
sumber data, penulis juga menggunakan
teman sejawat yakni sesama guru kelas
yang dijadikan sebagai sumber data.
Dalam penelitian ini, pengumpulan
data menggunakan teknik tes dan nontes.
Alat pengumpulan data dalam penelitian
tindakan ini, meliputi:
1. tes tertulis, terdiri atas 5 butir soal,
2. nontes, meliputi: lembar observasi dan
dokumen.

Validasi data meliputi validasi hasil


belajar dan proses pembelajaran. Validasi
hasil belajar dikenakan pada instrumen
penelitian yang berupa tes. Validasi ini,
meliputi: validasi teoretis dan validasi empiris.
Validasi teoretis artinya mengadakan analisis
instrumen yang terdiri atas face validity
(tampilan tes) dan content validity (validitas
isi). Validitas empiris artinya analisis terhadap
butir-butir tes, yang dimulai dari pembuatan
kisi-kisi soal, penulisan butir-butir soal, kunci
jawaban, dan kriteria pemberian skor.
Validasi proses pembelajaran dilakukan
melalui triangulasi metode. Triangulasi
metode dilakukan dengan penggunaan
metode
dokumentasi
selain
metode
observasi. Metode dokumentasi digunakan
untuk memperoleh data pendukung yang
diperlukan dalam pelaksanaan proses
pembelajaran metode kooperatif tipe Jigsaw.
Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik analisis dekskriptif,
yang meliputi:
1. analisis deskriptif komparatif hasil belajar
dengan cara membandingkan hasil
belajar pada siklus I dengan siklus II dan
membandingkan hasil belajar dengan
indikator pada siklus I dan siklus II,
Adapun
analisis
hasil
dengan
menggunakan
persentase
perumusan
berikut ini:
Keterangan:
P = Persentase yang dicari (%)
F = Frekuensi jawaban siswa
n = Jumlah siswa

Kriteria penilaian hasil belajar siswa


dalam proses pembelajaran adalah 65.
Tabel 1 Kriteria Ketuntasan Hasil Belajar
Siswa
No

Nilai

1.
2.
3.
4.
5.

85100
7584
6574
5564
<54

Kategori
Penilaian
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat
kurang

Keterangan
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tidak tuntas
Tidak tuntas

2. analisis deskriptif kualitatif dalam


penelitian tindakan ini adalah dari hasil
observasi dengan cara membandingkan
hasil observasi dan refleksi pada siklus I
dan siklus II.
Indikator keberhasilan penelitian ini
adalah terjadinya peningkatan nilai rata-rata
hanya sebesar 5%. Penelitian ini merupakan
jenis penelitian tindakan kelas, yang ditandai
dengan adanya siklus. Adapun penelitian ini
terdiri atas 2 siklus. Setiap siklus terdiri atas
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan,
dan refleksi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Hasil Penelitian
Berikut rekap data hasil penelitian
keseluruhan, sebagaimana yang tersaji pada
tabel berikut:

651

Tabel 2 Hasil Penelitian Keseluruhan

No

Hasil
Lambang
Angka

Hasil
Evaluasi

Arti
Lambang

1.
2.
3.
4.
5.

85-100
75-84
65-74
55-64
<54

A
B
C
D
E

Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat
Kurang

Jumlah
2. Pembahasan
b. Siklus I
Proses pembelajaran pada siklus I
terlihat sangat berbeda dari prasiklus,
di mana sudah terjadi interaksi antara
siswa dan juga adanya komunikasi dan
penggalian materi secara bersamasama. Siswa terlihat lebih cair dalam
suasana belajarnya dan merasa tidak
kaku. Selain itu, siswa terlihat lebih aktif
dalam bertanya dan mencari jawaban
dari tugas yang diberikan oleh guru
bersama dengan teman-temannya.
Walaupun masih ada sebagian kecil
siswa yang kurang terlibat dalam proses
pembelajaran ini, tapi secara umum
sudah terlihat perbedaan yang sangat
jelas daripada suasana pembelajaran
pada prasiklus.
Hasil belajar siswa pada siklus I
juga sangat berbeda dari prasiklus, baik
dari perolehan nilai yang didapat dan
juga ketuntasan hasil belajar siswa,
serta peningkatan nilai rata-rata yang
diperoleh. Dari jumlah 32 siswa di kelas
VIII/4 MTsN Delima, Kabupaten Pidie, 31
siswa telah menuntaskan hasil belajarnya
dengan nilai rata-rata sebesar 70,4 dari
sebelumnya sebesar 6,23. Persentase
peningkatan nilai rata-rata dari prasiklus
dan siklus I adalah sebesar 13,0%.
Selain itu, pada siklus I sudah ada siswa

652

Pratindakan

Model
Siklus I

Model
Siklus II

14
14
4

3
14
15
-

4
12
15
1
-

32

32

32

yang mendapatkan nilai A (sangat baik)


sebanyak 3 siswa (15%).
c. Siklus II
Hasil/pemahaman belajar pada siklus
II lebih meningkat jika dibandingkan
dengan siklus I. Peningkatan tersebut
terlihat jelas pada perolehan nilai
dan juga nilai rata-rata, yaitu dari
sebelumnya 70,4 menjadi 7,4 di siklus
II. Sementara itu, jumlah siswa yang
tuntas pada siklus I sebesar 80% dan
pada siklus II sebesar 92% dengan
memperoleh persentase peningkatan
nilai rata-rata adalah sebesar 5,11%.
Secara keseluruhan, penggunaan model
pembelajaran dengan menggunakan
metode kooperatif tipe Jigsaw dapat
meningkatkan kemampuan memahami
materi tentang kalimat berstruktur di
kelas VIII/4 di MTsN Delima, Kabupaten
Pidie.
PENUTUP
Berdasarkan
hasil
penelitian
tindakan ini, maka dapat disimpulkan
bahwa penerapan pembelajaran dengan
menggunakan metode kooperatif tipe Jigsaw
dapat meningkatkan hasil belajar siswa,
terutama pada mata pelajaran Bahasa
Arab tentang kalimat berstruktur di kelas
VIII/4 MTsN Delima, Kabupaten Pidie,
tahun pelajaran 2014/2015. Peningkatan

hasil belajar siswa tersebut terlihat dalam


hal peningkatan nilai rata-rata, besarnya
ketuntasan siswa, dan suasana belajar siswa
yang berbeda dari suasana belajar sebelum
dilakukan tindakan. Secara keseluruhan,
rata-rata kelas mencapai kenaikan sebesar
18,7% dan ketuntasan belajar siswa pada
akhir siklus II mencapai 92% dibandingkan
prasiklus yang hanya mencapai 45%.
Adapun hasil nontes pengamatan
proses belajar menunjukkan adanya suatu
perubahan, siswa lebih aktif selama proses
pembelajaran berlangsung pada siklus I
dan siklus II dibandingkan dengan suasana
belajar sebelum dilakukannya tindakan kelas
yang cenderung pasif dan kaku.

Saran yang dapat peneliti ajukan,


antara lain: (1) dalam penerapan model
pembelajaran
menggunakan
metode
kooperatif tipe Jigsaw materi tentang kalimat
berstruktur di kelas VIII/4 MTsN Delima,
Kabupaten Pidie, tentunya siswa yang terpilih
harus mampu memahami dengan baik dan
benar agar hasil belajar tercapai, oleh karena
itu guru harus memilih dan menetapkan
secara resmi terhadap metode ini yang bisa
mengajari siswa lainnya, (2) disarankan
bagi para guru untuk menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini untuk
meningkatkan hasil belajar siswa, terutama
untuk membantu siswa yang belum mengerti
materi yang diajarkan oleh guru.

DAFTAR PUSTAKA
Anita. 2010. Penggunaan Metode Kooperatif.. Jakarta: Inna Publikatama.
Departemen of Education. 2001. Aplication of Cooperative Learning Methode. Dipublikasikan
oleh Yale Univeristy, dimuat dalam Jurnal Nasional Pendidikan, Jakarta.
Djamarah, Saiful Bahri. 1992. Proses Interaksi Belajar antara Guru dan Siswa. Jakarta: PT
Bina Aksara.
Djamarah, Saiful dan Aswin Zain. 1996. Banyak Manfaat Penggunaan Metode Cooperative
Learning. Surakarta: Nuansa Press.
Madjid, Abdul. 2010. Hakikat Pengertian Pembelajaran Quran Hadist. Jakarta: Erlangga.
Purwanto. 2003.Hakikat Pembelajaran Quran Hadist. Jakarta: Rineka Cipta.

653

OPTIMIZING CLUSTERING TECHNIQUE TO IMPROVE


STUDENTS THINKING SKILL FOR READING COMPREHENSION
(A Classroom Action Research at IKIP PGRI Pontianak in Academic Year
2015/2016)
Sulaiman, Muhammad Iqbal Ripo Putra

Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris IKIP-PGRI Pontianak


Jalan Ampera No. 88, Kotabaru Pontianak Kalimantan Barat 78116
Alamat korespondensi: sulaiman_0987@yahoo.com

ABSTRACT

This research reveals about whether and to what extent the optimizing of Clustering can improve
students thinking skill in reading comprehension;and the difficulties of the implementation of
Clustering to improve students thinking skill in reading comprehension. The research findings
show that Clustering can improve students thinking skill in reading comprehension such as: (1)
the mean score of the students thinking skill was increased from 80,7 to 96,6 and all of students
scores were above the passing grade; (2) the total of students right answer of each thinking
skill indicator was increased such as: part-whole relation from 192 to 228, conclusion from 131
to 192, similarities from 172 to 200 and differences from 181 to 203; (3) in the implementation
of Clustering, the students got some difficulties such as: the students were confused when
they cannot find supporting statements in all of their articles, they were confused to choose the
key words or shorten the sentences for the Clustering, and they were confused to put the key
words in Clustering, It was needed 2 meeting to do all the Clustering process that means the
Clustering technique is time consuming.
Keywords:clustering, thinking skill, reading comprehension, action research.

INTRODUCTION
Reading is one of the important skill
that should be acquired in language teaching
learning. Reading leads another subjects
or materials in language teaching learning
process. Without reading the material
first, students are not able to study about
another subjects material. It is difficult for
the students to understand and to process
the information related to subject material
that they learnt without read it first. As Hyde
(2006: 5) defines that reading is a thinking
process of understanding the meaning of
written language that need a connection
between the readers experiences and prior
knowledge.
From the elaboration above, it is
obvious that reading is important for students.
However, there are many students neglect
this activity. Usually they read when they are
assigned by their teachers, or they read only

654

the page they like and be passive. In short,


students tend to read only when then they
feel that the reading is interested for them.
To be successful students, reading has to
be a must. The effort of making students to
make reading as student habit is the thing
that is now being tried by the researcher of
this study to be implemented in IKIP PGRI
Pontianak.
There are reading 1 up to reading
3 in IKIP PGRI Pontianak. In reading 3
class of IKIP PGRI Pontianak, the students
are taught about the micro skill of reading
comprehension. This class is emphasizing
micro skills of reading comprehension. The
micros skill is about recognize a core of
words, and interpret word order patterns and
their significance. This micro skill is related
to thinking skill in which the students need
little outside knowledge and they should be
able to guess the rights answer of the context

inside the exercise (Mickulecky and Jeffries,


1986: 281). In guessing the right context
inside thinking skill exercise, the students
should be able to identify the core words,
interpret word order and their significance to
obtain the right answer. According to result
of interview with the lecturer of reading class
in IKIP PGRI Pontianak on August 21st 2015,
thinking skill exercises are provided for the
students to be done before they continue to
reading 3 material. An interview with reading
3 lecturer shows that before the students
study in reading 3 class, they have to do
thinking skill test in the 3rd semester or in
Reading 3 class. The goal of this test is to
identify the students thinking skill through a
text or English text, because in this reading 3
class, the students not only read 1 or 2 texts
but in many sheets or even in a form of book.
If the students thinking skills are weak, it can
be sure that the student cannot comprehend
the text well, that means the students need a
special treatment. This exercises provided as
the requirement in entering reading 3 class to
know the students thinking skill ability.
Thinking skills is about the readers
way to think about their reading material
(Mickulecky and Jeffries, 1986: 10). Thinking
skills test is a test done at the end of the third
semester of Reading 3 subject. It works as
a prerequisite for entering the next reading
class given in the third semester. It is
necessary for students to take this test before
joining the reading 3 class since the thinking
skills test shows how they understand simple
texts. It is assumed when students are not
able to understand a simple text they will
not be able to understand the more complex
texts in reading 3 class. There are four
indicators of thinking skills. Mickulecky and
Jeffries (1997: 163) state that in thinking
skill exercises, the students should be able
to identify the (1) synonyms, (2) opposites,
(3) part-whole relationship, and (4) drawn
conclusion based on evidence to solve the

problems in exercises. As a matter of fact,


many students have failed meeting the
four indicators in thinking skills in the form
of thinking skill test that held in the end of
Reading 3 class (Intensive Reading class) in
IKIP PGRI Pontianak. In making conclusion;
students were not able to choose the correct
answer of the question given but they should
find the key word of the question first. For
example, The key words are Biggest and tiny
that categorized as opposite of each other.
The problems of the students in doing
the thinking skill exercises are caused by the
students of IKIP PGRI Pontianak have less
motivation in reading. It is indicated through
the less hours students use for reading.
Students possibly feel bored and difficult
in reading comprehension process. This
problem is illustrated by a circle of frustration
with four points whichever those points start
in the circle (Nuttal, 1982: 167). Those four
points mean the unknowing, the bad and
slow of reading technique, the weakness of
the students who cannot enjoy the reading
activity and the habit of the students who do
not make reading activity as their habit.
In addition, most of reading teachers
are fluent readers for themselves. As fluent
readers, it does not mean that they can
explain the reading process or how they read
and struggle with reading to the students
(Farrell, 2012: 2). Most of English lecturers
in IKIP PGRI Pontianak also have this kind of
difficulty. They can read fluently but they find
it difficult to explain the way they read to the
student. This phenomenon leads the students
back to the cycle of frustration again. Then,
the lecturers make it worse by giving reading
materials with high level of difficulties without
any brainstorming and guiding.
From the interview done by the
researcher students mostly read various
articles without focus. As a result, their
reading quality is low since they read because
the reading is offered to them not that they

655

need to read it. Consequently when students


do not read a lot it affects their thinking skills.
Usually students find it difficult when they
have to inform what information they have got
from their reading. It happens because they
cannot conclude what they have read due to
the unfamiliar vocabulary and lack of ability
in reading between and beyond the line. The
students lack of reading finally results a bad
score in thinking skills test. To overcome this
problem, the researcher offers Clustering
reading techniques for her reading 3 class.
Before entering the reading 3 class the
researcher feels it necessary for the students
to read a lot of writings in English since the
aim of the reading 3 class is the students can
understand articles, journals, and books they
read that later the materials they read may
be a help in their thesis writing. According to
(Mickulecky and Jeffries, 1986: 10) When
the goal of the students is to be able to read
English well, then the students should think
in English. Richards (2001; 5) supports The
goal of foreign language study is to learn a
language in order to read its literature or in
order to benefits from the mental discipline
and intellectual development that results
from foreign language study. Based on this
statement, the researcher asks students to
read at least three articles in English with
the same topics but from different sources.
To ease their understanding toward what
they are reading, students can make use
of Clustering. Clustering is a diagram of
brainstorming based on central idea or image
which usually used to aid organization,
solving the problems, and making decision.
(Farrel, 2012: 3).
The statement about the characters
of Clustering make the researcher has
a strong belief that Clustering is able to
improve students thinking skill. Therefore,
the researcher is interested to conduct a
research entitled Optimizing Clustering to
Improve Students Thinking Skill for Reading

656

Comprehension. The implementation of


this technique will be conducted in 3C class
of Reading 3 class using Collaborative
Research. Activities in the class will not just
do the weekly documents but also following
with discussion and consultation about
difficulties faced by the students.
It is hoped that this research will make
the students to have a high motivation in
reading, to interact with reading materials
habitually, to be able to conclude the content
of reading material that have the same theme
and combine those idea of the materials
in a form of structured explanation. So this
technique will make the students interact
with reading material that they learnt in
other subject deeply, even with every single
English text that comes from other science
can be handled by them in the future.
Therefore, the objective of this study
are: (1) to identify whether Clustering
technique can improve students English
thinking skill in reading subject. (2) to
describe the difficulties of the implementation
of Clustering in reading class.
RESEARCH METHODOLOGY
In this research, the researcher used
action research. Action research is defined
as a research and any systematic inquiry that
is handled by teacher, researcher, principals,
school counselors, or other stakeholders
in teaching or learning environment to get
information about teaching and learning
process in the school and the school operation
(Mills ,2000: 6). The goal of this research is
to develop, improve and give a positive effect
for the students outcomes, teaching learning
process and school operation.
There are two kinds of action research
based on the result, those are critical and
practical action research (Mills, 2000: 25).
Critical action research is aimed to liberate
the knowledge gathering. Practical action
research is a research which is emphasising

in the process of the research. This


research is categorized as practical action
research which has goal to improve and get
informations about the students difficulties in
3A class.
In analyzing the quantitave data, in this
case, the writer used descriptive statistics
that consist of means, highest and lowest
score. This quantitative data was used to
compare the result of the students Thinking
Skill score in pre thinking skill test and post
thinking skill test. The formula can be seen
as follows:

x

x
N

y

y
N

in which:
x = means of pre thinking skill test scores
y = means of post thinking skill test scores
N = the number of students
In analyzing the qualitative data, I used
interactive model As Huberman and Miles
(in Berg, 2009: 53), data analysis can
be defined as consisting of three concurrent
flows of action: data reduction, data display,
and conclusion and verification.
a. Data Reduction
This step is needed when I classify the
data. In classifying the data, I needed
to reduce unused data of the analyzed
subject to find the valid data to be shown
in the data display. Data reduction is
used in interview result where I only
put the important conversation that can
support the data of this research.
b. Data Display
After doing the data reduction step,
the researcher did the data displaying
process that classify the similar useful
data into one category to be displayed
in order to give clear and structuring
description about the research. The field
notes, diary, the test data, interview data
and documentation data related to the
participants activity was displayed.

c. Conclusion Drawing or Verification


This research used three steps or
techniques of collecting data called data
triangulation to verify that the data gotten
are valid. As seen in the data collecting
techniques above, the researcher
used field notes, diary, documentation,
questionnaire and interview. The step
of conclusion drawing was done after
the data reduction and data display
process have done. In this final step, the
conclusion based on the data was made.
Based on the explanation above, it could
be said that to get the valid data in the
research, the researcher should did
three steps of analyzing the data, such
as: reducing the data, displaying the data
and also concluding the data.
RESULT AND DISCUSSION
The details of the findings are discussed
as follows.
1. Clustering Can Improve the Students
Thinking Skill.
The implementations of Clustering
to 3A class of IKIP PGRI Pontianak can
improve the students thinking skill, it can be
seen through:
a. The amount right answer of each
indicator was increased.
b. The mean score of the students
thinking skill was increased. The
improvement of students vocabulary
collection as seen in interview result.
c. The improvements of students
motivation in reading as shown in
attachment.
d. The implementation of Clustering
increased the students reading
experience. Clustering made the
students active to read and think
more about what they had read.
This situation can be seen from the
observation result and research
diary that the students are getting
active in asking question, discussing,

657

consulting and responding the


questions as shown in attachment.
2. The Research Showed the Difficulties
During the Teaching Thinking Skill
Using Clustering Process.
a. The students were confused
when they cannot find supporting
statements in all of their articles
b. They were confused to choose the
key words or shorten the sentences
for the Clustering.
c. They were confused to put the key
words in Clustering.
d. It was quite difficult to find articles
with the same topic but comes from
different resources that consist of the
same subtopics inside it as seen in
the interview result in attachment.
e. It was needed 2 meeting to do all
the Clustering process that means
the Clustering technique is time
consuming. . It spends too much
time to be applied. This problem
happened because there are many
steps in Clustering.
According to all of the findings, it can
be concluded that Clustering was successful
in improving students thinking skill. It works
in improving the students understanding of
each indicator of thinking skill such as; partwhole relation, conclusion, similarities and
differences.
CONCLUSION AND SUGGESTION
Researcher categorized the conclusion
of this action research into strong and weak
points. Those strong points of optimizing
Clustering to improve students thinking skill
are:
1. Clustering is successful in improving
students thinking skill. It can be seen
from the amount of right answer of each
indicator that was getting better from
cycle to cycle.

658

2. The improvement of students vocabulary


collection as seen in interview result.
3. The improvements of the students
motivation in reading as shown in
attachment.
4. The implementation of Clustering
increased
the
students
reading
experience. Clustering made the
students active to read and think more
about what they had read. This situation
can be seen from the observation result
and research diary that the students
are getting active in asking question,
discussing, consulting and responding
the questions as shown in attachment.
Meanwhile, the weak points of the
implementation of Clustering are:
1. The students were confused when they
cannot find supporting statements in all
of their articles
2. They were confused to choose the key
words or shorten the sentences for the
Clustering.
3. They were confused to put the key words
in Clustering.
4. It was quite difficult to find articles
with the same topic but comes from
different resources that consist of the
same subtopics inside it as seen in the
interview result in attachment.
5. It was needed 2 meetings to do all the
Clustering process that means the
Clustering technique is time consuming.
Besides the conclusion and the
implication, the researcher also proposes
some suggestion related to teaching reading.
The suggestions are:
1. For Teachers
As the teachers, we all know that
students need variations in learning.
It also happens in learning reading
comprehension.
Therefore,
it
is
important for the teachers to decide an
effective to be applied in their classes.

The implementation of Clustering in


this research is one of alternative that
can be used by the teachers to improve
the students thinking skill in reading
comprehension. The teachers can also
use this kind of Clustering in their classes.
The teachers may adopt and modify this
kind of Clustering to be applied in their
classes to teach other language skills.
2. For Students
Reading is a basis for other language
skills. That is why reading becomes very
important. Without reading, the students
will not able to understand anything.
Therefore, the students need to be able
to read and comprehend their reading
materials well. But sometimes, students
find difficulties in concluding and quoting
what they have read. Applying Clustering
can be the solution of their difficulties.
Clustering can be act as a bridge to

combine the articles that they have read.


3. For Institution IKIP PGRI Pontianak
Clustering is one of popular technique
that can be used in any kind of subject
materials. But doing it in multiple steps
is rare. It will be a good contribution for
the institution if the other lecturer if they
want to make another research about
Clustering, especially lecturer of IKIP
PGRI Pontianak.
4. For Readers
Talking about Clustering is always
interesting. Thus, there are many
researches about Clustering have been
conducted. But, it cannot stop us to
make another research about Clustering.
Therefore, by reading this research
report, it is hoped that the readers will get
more inspiration in modifying Clustering
to be more useful techniques.

REFERENCES
Farrell, Thomas S.C.. 2012. Reflecting on Teaching the Four Skills: 60 Strategies for
Professional Development. Available on: http://www.press.umich.edu/titleDetailDesc.
do?id=4745438. Accesed on March 2015.
Hyde, Arthur. 2006. Comprehending Math: Adapting Reading Strategies to Teach Mathematics,
K-6. Portsmouth, NH: Heinemann.
Mickulecky, Beatrice S. and Jeffries, Linda. 1986. Reading Power.USA: Addison-Wesley
Publishing Company.
______. 1997. Basic Reading Power.New York: Addison Wesley Longman.
Mills, G.E.. 2000. Action Research: A Guide for the Teacher Researcher. New Jersey: Prentice
Hall.
Nuttall, Christine. 1982. Teaching Reading Skills in a Foreign Language. London: Heinemann
Educational Book.
Richards, J.C. & T. Rodgers. 2001. Approaches and Methods in Language Teaching.
Cambridge: Cambridge University Press.

659

PENINGKATAN PEMAHAMAN BELAJAR IPA SISWA


TENTANG BERBAGAI SISTEM DALAM KEHIDUPAN MANUSIA
MATERI SISTEM EKSKRESI MANUSIA MELALUI METODE
KOOPERATIF TIPE JIGSAW
Mardhani

Guru Ilmu Pengetahuan Alam MTsN Delima Kabupaten Pidie

ABSTRACT

This study aims to improve the understanding of student learning, especially in classes
IX-3 on a science lesson on the different systems in the human life of the human excretory
system materials. The study lasted for three months, ie September-November 2015. This
research method is classroom action research (CAR) consisting of two cycles. The subjects
were students of class IX-3 MTsN Delima Pidie District 2014/2015 school year as many as
26 students. The data analysis technique used is comparative descriptive analysis, means
comparing the initial conditions with the results that have been achieved in each cycle, and
a qualitative descriptive analysis of the results of observations by comparing the results of
observation and reflection on the first cycle and 2. Using Jigsaw type of cooperative methods
can improve understanding of science students learn about the various systems of the human
life, material human excretory system, then at the final stage of the second cycle is known to
have an increase in the average grade 24.66%, from an average of initial conditions test 60
to 75. While the mastery learning students at the end of the second cycle was 92%, with an
increasing percentage of the first cycle of 34.61% compared with pre cycle which only reached
24.13%. Observations non test also showed increased activity more students in the first cycle
and the second cycle when compared to pre cycle. Thus, most of the students of class IX-3
has improved learning outcomes.
Keywords: learning, cooperative, jigsaw, excretory system

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman belajar siswa, terutama pada kelas
IX-3 terhadap pelajaran IPA tentang berbagai sistem dalam kehidupan manusia materi sistem
ekskresi manusia. Penelitian berlangsung selama tiga bulan, yaitu September-November
2015. Metode penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri atas dua siklus.
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IX-3 MTsN Delima Kab. Pidie tahun ajaran 2014/2015
sebanyak 26 siswa. Analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif komparatif,
artinya membandingkan kondisi awal dengan hasil-hasil yang telah dicapai pada setiap siklus,
dan analisis deskriptif kualitatif hasil observasi dengan membandingkan hasil observasi dan
refleksi pada siklus I dan 2. Penggunaan metode kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan
pemahaman belajar IPA siswa tentang berbagai sistem dalam kehidupan manusia, materi
sistem ekskresi manusia, kemudian pada tahap akhir siklus II diketahui telah terjadi peningkatan
rata-rata kelas 24,66%, yaitu dari rata-rata tes kondisi awal 60 menjadi 75. Sedangkan
ketuntasan belajar siswa pada akhir siklus II mencapai 92%, dengan persentase peningkatan
dari siklus I sebesar 34,61% dibandingkan dengan prasiklus yang hanya mencapai 24,13%.
Hasil pengamatan nontes juga menunjukkan aktivitas siswa lebih meningkat pada siklus I dan
siklus II jika dibandingkan dengan prasiklus. Dengan demikian, sebagian besar siswa kelas
IX-3 telah mengalami peningkatan hasil belajar.
Kata kunci: pembelajaran, kooperatif, jigsaw, sistem ekskresi

PENDAHULUAN
Realitas selama ini kegiatan belajar
mengajar (PBM) masih didominasi oleh
guru, yaitu hanya bertumpu pada kegiatan

660

satu arah (one direct), di mana penuangan


sejumlah informasi (berupa pemahaman,
ilmu pengetahuan) dari guru ke siswa hanya
dilaksanakan dan berlangsung di sekolah

saja, sehingga hasil yang ingin dicapai siswa


hanya mampu menghafal fakta, konsep,
prinsip, hukum-hukum, dan teori, hanya pada
tingkat ingatan, sedangkan pemahaman
bereksperimen masih sangat minim.
Pembelajaran IPA mengenai berbagai
sistem dalam kehidupan manusia merupakan
suatu pembelajaran yang harus diikuti oleh
siswa secara aktif, dengan menggunakan
berbagai macam metode yang dirancang
oleh guru dengan maksud dan tujuan untuk
memperoleh hasil belajar yang maksimal
sebagaimana yang diharapkan bersama.
Namun, kenyataan yang terjadi pada siswa
kelas IX-3 di MTsN Delima Kabupaten Pidie
justru sebaliknya. Maka, peneliti melakukan
penelitian tidakan kelas dengan judul
Peningkatan Pemahaman Belajar IPA Siswa
tentang Berbagai Sistem dalam Kehidupan
Manusia Materi Sistem Ekskresi Manusia
melalui Metode Kooperatif Tipe Jigsaw.
Berdasarkan latar belakang masalah
yang telah dipaparkan di atas, maka yang
menjadi permasalahan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut: apakah metode
kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan
hasil belajar siswa tentang berbagai sistem
dalam kehidupan manusia mengenai materi
sistem ekskresi manusia di MTsN Delima
Kabupaten Pidie, tahun ajaran 2014/2015?
Dari permasalahan di atas, maka
yang menjadi tujuan utama dalam penelitian
tindakan ini adalah meningkatkan pemahaman
belajar siswa tentang pendekatan metode
kooperatif tipe Jigsaw yang dianggap dapat
meningkatkan pemahaman belajar siswa
tentang berbagai sistem dalam kehidupan
manusia mengenai sistem ekskresi manusia
di MTsN Delima Kabupaten Pidie, Tahun
Ajaran 2014/2015.

pengenalan sains/ilmu pengetahuan tentang


berbagai sistem, terutama konsep kelistrikan
serta hubungannya dengan kehidupan
hari-hari manusia ditinjau dari berbagai
segmen, baik dari segi muatan listrik negatif
dan muatan listrik positif. Penjabaran serta
penjelasan
materi-materi
berdasarkan
kurikulum pembelajaran maupun dengan
cara praktikum (bereksperimen) mengenai
materi yang diberikan (Sudjana, 2011: 100
101).
2. Hasil Belajar Siswa

Belajar merupakan sebuah proses


perubahan perilaku yang dilakukan secara
sadar, baik itu perilaku positif maupun perilaku
negatif yang dipengaruhi oleh nilai-nilai
yang ditanamkan. Proses perubahan perilaku
merupakan permulaan dari tidak ada menjadi
ada atau tidak bisa menjadi bisa melakukan
sesuatu. Proses tersebut memerlukan waktu
yang biasanya tidak bisa dilakukan secara
instan dan proses juga memerlukan metode
yang jelas.
3. Hasil Belajar IPA
Pada tingkat sekolah yang lebih tinggi
pembelajaran IPA termasuk pada tiga aspek,
yaitu aspek biologis, aspek khemis, dan
aspek fisis. Ketiga aspek tersebut dikaji
secara simultan sehingga menghasilkan
konsep utuh yang menggambarkan konsepkonsep dalam bidang kajian IPA dalam
penerapannya memiliki peranan penting
dalam perkembangan peradaban manusia,
baik dalam hal manusia mengembangkan
berbagai teknologi yang dipakai untuk
menunjang kehidupannya, maupun dalam
hal menerapkan konsep IPA dalam kehidupan
bermasyarakat.

1. Hakikat Pembelajaran IPA

4. Memahami
Berbagai
Kehidupan Manusia

Sistem

Pembelajaran IPA yang diajarkan di


tingkat Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN)
atau sedarajat merupakan suatu bentuk

Setiap makhluk sebagai ciptaan


Tuhan yang Maha Kuasa, akan senantiasa
memerlukan tempat tinggal, bangunan,

661

apartemen (sarang) yang layak, sistem


renderasi yang bagus dan lain sebagainya
demi kelangsungan hidupnya. Demikan juga
halnya dengan manusia, dilengkapi dengan
sistem ekskresi (sistem pengeluaran) serta
korelasinya dengan kesehatan manusia.
Begitu juga dengan organ-organ penyusun
sistem pengeluaran tersebut.
5. Pendekatan Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw

Metode

Pendekatan pembelajaran metode


kooperatif
tipe
Jigsaw
merupakan
jenis pendekatan pembelajaran yang
menekankan pada konsep pembelajaran
yang lebih mengutamakan kerja sama, di
mana para siswa diartikan sebagai makhluk
sosial yang membutuhkan sebuah kelompok
dalam belajar atau ditempatkan dalam suatu
komunitas kecil yang berada di dalam kelas
(Dewi G, 2008: 230).
Menurut Anita, model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw merupakan salah
satu model pembelajaran yang mendukung
pembelajaran
konstektual,
kooperatif
learning. Sistem pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw seperti didefinisikan oleh (US
Departemen of Education, 2001) sebagai
sistem kerja belajar kelompok yang
terstruktur. Yang termasuk ke dalam struktur
ini adalah lima unsur pokok, yaitu saling
ketergantungan positif, tanggung jawab
individual, interaksi personal, keahlian
bekerja sama, dan proses kelompok.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di MTsN
Delima, Kabupaten Pidie, tahun ajaran
2014/2015. Penelitian ini dilaksanakan selama
tiga bulan, terhitung mulai bulan September
November 2015. Subjek penelitian ini adalah
siswa kelas IX-3 tahun pelajaran 2014/2015
yang berjumlah 26 siswa. Sumber data
dalam penelitian tindakan ini adalah siswa,
sebagai subjek penelitian. Data yang
dikumpulkan dari siswa, meliputi data hasil

662

observasi, tes tertulis, dan guru kolaborator.


Tes tertulis dilaksanakan pada setiap akhir
pelaksanaan siklus, yang terdiri atas materi
berbagai sistem dalam kehidupan manusia,
materi mengenai konsep kelistrikan dan
penerapannya dalam kehidupan manusia
mengenai sistem ekskresi manusia di MTsN
Delima Kabupaten Pidie, Tahun ajaran 2014/
2015. Selain siswa sebagai sumber data,
penulis juga menggunakan teman sejawat,
yakni sesama guru kelas yang dijadikan
sebagai sumber data.
Penelitian
ini
merupakan
jenis
penelitian tindakan kelas (the classroom
action research) yang ditandai dengan
adanya siklus. Adapun penelitian ini terdiri
atas dua siklus. Setiap siklus terdiri atas
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan,
dan refleksi.
Siklus I
1. Perencanaan (planning), terdiri atas
kegiatan:
a. penyusunan rencana dan perangkat
pelaksanaan pembelajaran (RPP),
b. penyiapan skenario pembelajaran.
2. Pelaksanaan (acting), terdiri atas
kegiatan:
c. pelaksanaan program pembelajaran
sesuai dengan jadwal,
d. proses
pembelajaran
dengan
menerapkan pembelajaran metode
kooperatif
tipe
Jigsaw
pada
kompetensi dasar mengenai sistem
ekskresi manusia serta korelasinya
dengan kesehatan manusia.
3. Pengamatan
(observing),
yaitu
mengamati proses pembelajaran dan
menilai hasil tes serta hasil praktik
sehingga diketahui hasilnya,
4. Refleksi (reflecting), yaitu menyimpulkan
pelaksanaan hasil tindakan pada siklus I
sebagai refleksi siklus II.

Siklus II
1. Perencanaan (planning), terdiri atas
kegiatan:
a. penyusunan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP),
b. menyiapkan skenario pembelajaran.
2. Pelaksanaan (acting), terdiri atas
kegiatan:
a. pelaksanaan program pembelajaran
dilaksanakan sesuai dengan jadwal,
b. proses
pembelajaran
dengan
menerapkan pembelajaran dengan
menggunakan metode kooperatif
tipe Jigsaw kompetensi dasar
mendeskripsikan mengenai sistem
ekskresi manusia serta korelasinya
dengan kesehatan manusia.
c. siswa
menerapkan
strategi
pembelajaran dengan menggunakan
metode kooperatif tipe Jigsaw,
kemudian diikuti kegiatan kuis:
1) mengadakan
observasi
tentang pelaksanaan proses
pembelajaran,
2) mengadakan tes tertulis,
3) penilaian hasil tes tertulis.
d. pengamatan
(observing),
yaitu
mengamati proses pembelajaran
dan menilai hasil tes serta hasil
praktik sehingga diketahui hasilnya,
e. refleksi
(reflecting),
yaitu
menyimpulkan pelaksanaan hasil
tindakan yang telah diterapkan pada
siklus II.
Dalam penelitian ini, pengumpulan
data menggunakan teknik tes dan nontes.
Alat pengumpulan data dalam penelitian
tindakan ini, meliputi:
1. tes tertulis, terdiri atas 5 butir soal,
2. nontes, meliputi: lembar observasi dan
dokumen.
Validasi data penelitian ini terdiri
dari validasi hasil belajar dan proses
pembelajaran.
Validasi
hasil
belajar

dikenakan pada instrumen penelitian yang


berupa tes. Validasi ini, meliputi: validasi
teoretis dan validasi empiris. Validasi teoretis
artinya mengadakan analisis instrumen yang
terdiri atas face validity (tampilan tes) dan
content validity (validitas isi). Validitas empiris
artinya analisis terhadap butir-butir tes,
yang dimulai dari pembuatan kisi-kisi soal,
penulisan butir-butir soal, kunci jawaban,
dan kriteria pemberian skor. Sedangkan
validasi proses pembelajaran, triangulasi
metode dilakukan dengan penggunaan
metode
dokumentasi
selain
metode
observasi. Metode dokumentasi digunakan
untuk memperoleh data pendukung yang
diperlukan dalam pelaksanaan proses
pembelajaran metode demonstrasi.
Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif,
yang meliputi:
1. analisis deskriptif komparatif hasil belajar
dengan cara membandingkan hasil
belajar pada siklus I dengan siklus II dan
membandingkan hasil belajar dengan
indikator pada siklus I dan siklus II,
Adapun
analisis
hasil
dengan
menggunakan
persentase
perumusan
berikut ini:
Keterangan:
P = Persentase yang dicari (%)
F = Frekuensi jawaban siswa
n = Jumlah siswa
Kriteria penilaian hasil belajar siswa
dalam proses pembelajaran adalah 65.
Tabel 1 Kriteria Ketuntasan Hasil Belajar
Siswa
No Nilai
Kategori
Keterangan
Penilaian
1.
85
Sangat baik
Tuntas
100
2. 7584
Baik
Tuntas
3. 6574
Cukup
Tuntas
4. 5564
Kurang
Tidak tuntas
5.
<54
Sangat
Tidak Tuntas
kurang

663

2. analisis deskriptif kualitatif dalam


penelitian tindakan ini adalah dari hasil
observasi dengan cara membandingkan
hasil observasi dan refleksi pada siklus I
dan siklus II.
Indikator keberhasilan penelitian ini
adalah terjadinya peningkatan nilai rata-rata
hanya sebesar 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Hasil Penelitian

a. Deskripsi Kondisi Awal


Sebelum dilaksanakannya suatu model
pembelajaran dengan menggunakan

metode kooperatif tipe Jigsaw, suasana


pembelajaran selama ini cenderung
tidak efektif (kaku dan monoton), artinya
para siswa tidak begitu aktif dan kreatif
dalam menerima penjelasan dari guru
yang sedang mengajar. Hal ini justru
berdampak pada kurang bergairahnya
siswa
dalam
melaksanakan
dan
menerima sejumlah pembelajaran dan
berakibat pada rendahnya nilai hasil
belajar siswa seperti yang terlihat pada
tabel di bawah ini:

Tabel 2 Rekap Hasil Tes Prasiklus Siswa


Hasil
Arti Lambang
(Huruf)
1.
85-100
A
Sangat baik
2.
75-84
B
Baik
3.
65-74
C
Cukup
4.
55-64
D
Kurang
5.
<54
E
Sangat Kurang
Jumlah
(Sumber: Tabulasi data bulan Oktober 2015)
No

Hasil (Angka)

b. Deskripsi Hasil Siklus I


1) Perencanaan Tindakan
Perencanaan (planning), terdiri
atas kegiatan:
a) penyusunan
rencana
pelaksanaan pembelajaran
(RPP),
Materi yang dipilih dalam
penelitian
ini
adalah
mengenai sistem ekskresi
manusia serta korelasinya
dengan kesehatan manusia
dengan kompetensi mampu
menjelaskan
tentang
sistem ekskresi manusia.
Berdasarkan materi yang
dipilih tersebut, kemudian
disusun ke dalam rencana
pelaksanaan pembelajaran

664

Jumlah Siswa
11
12
3
26

Persen
%
42,30%
46,15%
11,53%
100%

(RPP).
Masing-masing
RPP diberikan kesempatan
dengan ketentuan alokasi
waktu sebanyak 3 x 40 menit
(2 x pertemuan), artinya
setiap RPP disampaikan
dalam 1 kali tatap muka.
Dengan demikian, selama
pelaksanaan siklus I terjadi
dua kali tatap muka (Silabus
dan RPP dilampirkan).
b) penyiapan
skenario
pembelajaran,
Penentuan
metode
pendekatan
konstektual
sebanyak 4 siswa yang
terpilih dan pembentukan
kelompok-kelompok
kecil
sebanyak
4
kelompok

yang terdiri dari 4 siswa


dengan
memperhatikan
heterogenitas,
baik
kemampuan
maupun
gender.
2) Pelaksanaan (acting), terdiri
atas kegiatan:
a) pelaksanaan
program
pembelajaran
sesuai
dengan jadwal,
b) proses
pembelajaran
dengan
menerapkan
pembelajaran
dengan
menggunakan pendekatan
metode
kooperatif
tipe
Jigsaw pada kompetensi
dasar mengenai sistem
ekskresi manusia serta
korelasinya
dengan
kesehatan manusia,
c) secara
klasikal,
menjelaskan strategi dalam
pembelajaran
dengan
menggunakan pendekatan
kooperatif tipe Jigsaw pada
kompetensi dasar mengenai
sistem ekskresi manusia
serta korelasinya dengan
kesehatan manusia yang
dilengkapi lembar kerja
siswa (LKS),
d) memodelkan strategi dan
langkah-langkah
model
pembelajaran
dengan
menggunakan pendekatan
metode
kooperatif
tipe
Jigsaw pada kompetensi
dasar mengenai sistem
ekskresi manusia serta
korelasinya
dengan
kesehatan manusia,
e) mengadakan observasi.

1) Observasi proses pembelajaran


Observasi dilaksanakan pada
keseluruhan kegiatan tatap
muka, dalam hal ini observasi
dilakukan oleh 2 (dua) observer,
yaitu guru bidang studi dan guru
kelas (teman sejawat) yang
dilaksanakan di MTsN Delima,
Kabupaten Pidie.
Observasi dilaksanakan untuk
mengetahui
secara
detail
mengenai keaktifan, kerja sama,
kecepatan,
dan
ketepatan
siswa dalam memahami materi
tentang
konsep
kelistrikan
dan
penerapannya
dalam
kehidupan sehari-hari. Hasil
observasi digunakan sebagai
bahan kajian, refleksi, dan
untuk merencanakan rencana
tindakan pada siklus II.
2) Observasi hasil pembelajaran
(a) mengadakan tes tertulis,
(b) penilaian hasil tes tertulis.
3) Pengamatan (Observing)
Tabel 3 seperti yang terpampang
di bawah ini menunjukkan
perolehan nilai hasil tes siklus
I, yaitu sebanyak 5 siswa
(19,23%) mendapatkan nilai A
(sangat baik), 4 siswa (15,38%)
mendapat nilai B (baik), 12
siswa (46,15%) mendapat nilai
C (cukup), dan 5 siswa (18,23%)
mendapat nilai D (kurang), tidak
ada siswa yang mendapat nilai
E (sangat kurang).

665

Tabel 3 Hasil Rekap Nilai Tes Siklus I


Hasil
Arti Lambang
( Huruf)
1.
85100
A
Sangat baik
2.
7584
B
Baik
3.
6574
C
Cukup
4.
5564
D
Kurang
5.
<54
E
Sangat Kurang
Jumlah
(Sumber: Tabulasi data bulan per November 2015)
No

Hasil (Angka)

4) Refleksi
Nilai rata-rata kelas meningkat
dari 6,23 kemudian menjadi
7,03.
c. Deskripsi Hasil Siklus II
Berdasarkan hasil refleksi pada
pelaksanaan
siklus
I,
maka
memasuki
tahap
pelaksanaan
tindakan pada siklus II, dapat
dideskripsikan tindakan sebagai
berikut:
1) Perencanaan Tindakan
Perencanaan (planning), terdiri
atas kegiatan:
a) Penyusunan
Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP)
Masing-masing
RPP
diberikan
kesempatan
dengan
alokasi
waktu
sebanyak 3 x 40 menit, artinya
setiap RPP disampaikan
dalam 1 kali tatap muka.
Dengan demikian, selama
siklus I terjadi 2 kali tatap
muka (Silabus dan RPP
dilampirkan).
b) Penyiapan
Skenario
Pembelajaran
Penentuan tutor sebaya
sebanyak 4 siswa yang
terpilih dan pembentukan
kelompok-kelompok kecil

sebanyak

666

kelompok,

Jumlah Siswa

Persen %

5
4
12
5
26

19,23%
15,38%
46,15%
18,23%
99,99%

yang terdiri dari 4 siswa


dengan
memperhatikan
heterogenitas,
baik
kemampuan dan gender.
2) Pelaksanaan (acting),
atas kegiatan:

terdiri

a) pelaksanaan
program
pembelajaran
sesuai
dengan jadwal,
b) proses
pembelajaran
dengan
menerapkan
pembelajaran
dengan
menggunakan pendekatan
metode
kooperatif
tipe
Jigsaw pada kompetensi
dasar mengenai sistem
ekskresi manusia serta
korelasinya
dengan
kesehatan manusia,
c) secara klasikal, menjelaskan
strategi dalam pembelajaran
dengan
menggunakan
pendekatan
metode
kooperatif
type
jigsaw
pada kompetensi dasar
mengenai sistem ekskresi
manusia serta korelasinya
dengan kesehatan manusia,
dilengkapi dengan lembar
kerja siswa,
d) memodelkan strategi dan
langkah-langkah
model
pembelajaran
dengan

menggunakan pendekatan
metode
kooperatif
tipe
Jigsaw,
e) mengadakan observasi.
(1) Observasi
proses
pembelajaran
Observasi dilaksanakan
pada
keseluruhan
kegiatan tatap muka,
dalam hal ini observasi
dilakukan oleh 2 (dua)
orang observer, yaitu
guru bidang studi dan
guru
kelas
(teman
sejawat)
di
MTsN
Delima,
Kabupaten
Pidie.
Observasi dilaksanakan
untuk
mengetahui
secara detail mengenai
keaktifan, kerja sama,
kecepatan,
dan
ketepatan siswa dalam
memahami
materi
dengan menggunakan

pendekatan
metode
kooperatif tipe Jigsaw
pada
kompetensi
dasar mengenai sistem
ekskresi manusia serta
korelasinya
dengan
kesehatan
manusia.
Hasil
observasi
digunakan
sebagai
bahan kajian dan refleksi
untuk
merencanakan
rencana tindakan.
(2) Observasi
hasil
pembelajaran
(a) mengadakan
tes
tertulis,
(b) penilaian hasil tes
tertulis.
3) Hasil
Pengamatan
Penelitian Tindakan

dalam

Hasil pengamatan pada siklus


II dapat dideskripsikan seperti
pada tabel berikut ini:

Tabel 4 Rekap Hasil Nilai Tes Siklus II


No

Hasil
(Angka)

1.
2.
3.
4.
5.

85-100
75-84
65-74
55-64
<54

Hasil
(Huruf)

Arti Lambang

A
Sangat Baik
B
Baik
C
Cukup
D
Kurang
E
Sangat Kurang
Jumlah
(Sumber: Tabulasi data bulan per November 2015)
Hasil pemaparan tabel di
atas memperlihatkan perolehan
nilai hasil tes siklus II, sebanyak
6 siswa (23,07%) mendapatkan
nilai A artinya (sangat baik), 10
siswa (38,46%) mendapatkan
nilai B artinya (baik), 9 siswa

Jumlah
Siswa

Persen
%

6
10
9
1
26

23,07%
38,46%
34,61%
3,84%
99,99%

(34,61%) mendapatkan nilai


C (cukup), dan hanya 1 siswa
(3,84%) yang memperoleh nilai
D.

667

4) Refleksi
Hal ini terlihat dari peningkatan
nilai rata-rata yang didapatkan
oleh siswa, yaitu pada siklus I
sebesar 7,03 dan meningkat
pada siklus II sebesar 7,4
dengan perolehan nilai yang
bervariasi.
2. Pembahasan
a. Siklus I
Walaupun masih ada sebagian kecil
siswa yang kurang begitu terlibat dalam
proses pembelajaran ini, tapi secara umum
sudah terlihat perbedaan yang sangat jelas
daripada suasana pembelajaran pada
prasiklus.
Dari jumlah 20 siswa di kelas IXB, 19
siswa sudah menuntaskan hasil belajarnya
dengan nilai rata-rata sebesar 70,4 dari
sebelumnya sebesar 6,23. Persentase
peningkatan nilai rata-rata dari prasiklus
dan siklus I adalah sebesar 13,0%. Selain
itu, pada siklus I sudah ada siswa yang
mendapatkan nilai A (sangat baik) sebanyak
3 siswa (15%).
b. Siklus II
Hasil belajar pada siklus II lebih
meningkat jika dibandingkan dengan siklus
I. Peningkatan tersebut terlihat jelas pada
perolehan nilai dan juga nilai rata-rata, yaitu
dari sebelumnya 70,4 menjadi 7,4 di siklus
II. Sementara itu, jumlah siswa yang tuntas
pada siklus I sebesar 80% dan pada siklus II
sebesar 92% dengan memperoleh persentase
peningkatan nilai rata-rata adalah sebesar
5,11%. Secara keseluruhan, penggunaan
model pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan metode kooperatif tipe Jigsaw
pada kompetensi dasar mengenai sistem

668

ekskresi manusia serta korelasinya dengan


kesehatan manusia siswa kelas IX-3 MTsN
Delima, Kabupaten Pidie.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian tindakan
ini, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan
pembelajaran
dengan
menggunakan
pendekatan metode kooperatif tipe Jigsaw
pada kompetensi dasar mengenai sistem
ekskresi manusia serta korelasinya dengan
kesehatan manusia dapat meningkatkan hasil
belajar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam materi tentang sistem ekskresi manusia
serta korelasinya dengan kesehatan
manusia siswa kelas IX-3 Semester I MTsN
Delima, Kabupaten Pidie, tahun pelajaran
2014/2015. Peningkatan hasil belajar siswa
tersebut terlihat dalam hal peningkatan nilai
rata-rata, besarnya ketuntasan siswa dan
juga suasana belajar siswa yang berbeda
dari suasana belajar sebelum dilakukan
tindakan. Secara keseluruhan, rata-rata
kelas mencapai kenaikan sebesar 18,7% dan
ketuntasan belajar siswa pada akhir siklus II
mencapai 92% dibandingkan prasiklus yang
hanya mencapai 45%.
Adapun hasil nontes pengamatan
proses belajar menunjukkan adanya suatu
perubahan siswa lebih aktif selama proses
pembelajaran berlangsung pada siklus I
dan siklus II dibandingkan dengan suasana
belajar siswa yang pasif dan kaku sebelum
dilakukannya tindakan kelas.
Beradasarkan simpulan di atas,
disarankan
bagi
para
guru
untuk
menggunakan model ini untuk meningkatkan
pemahaman belajar siswa, terutama untuk
membantu siswa yang belum mengerti
materi yang diajarkan oleh guru.

DAFTAR PUSTAKA
Anita. 2008. Definisi Pendekatan Pembelajaran Metode Kooperatif Learning. Surakarta: PT
Nuansa Press.
Arikunto, Suharsimi. 1992. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bina Aksara.
Ganawati, Dewi. 2008. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA): Terpadu dan Konstektual
Learning IX SMP/ MTs. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.
Journal of Sciences. 2015. The Sistem Reproduction of Human. Dipublikasikan oleh Yale
Univeristy, dimuat dalam Jurnal Nasional Pendidikan, Jakarta.
Martowijoyo, Soewardi. 1994. Studi tentang Pengaruh Pengajaran Tutorial Sebaya pada
Pokok Ilmu Pengetahuan Alam di Klasifikasikan Tumbuhan. Malang: tp.
Muntasir, M. Saleh. 1995. Pengajaran Terprogram. Jakarta: CV Rajawali.
Poerwadarminta, W.J.S.. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.
Roetiyah, N.K.. 1992. Masalah-masalah Ilmu Keguruan. Jakarta: PT Bina Aksara.
Sudjana, Nana. 2011. Hakikat dan Pengertian Hasil Belajar. Surakarta: PT Nuansa Press.
Surakhmad, Winarno. 1992. Pengantar Penelitian Ilmiah Pendidikan. Bandung: PT Hadinata.
US Departement of Educational. 2001. Pendekatan Metode Konstektual. New York: Harvard
Press.
Wariyono, Sukis. 2008. Mari Belajar Ilmu Pengetahuan Alam Sekitar 3: Panduan Belajar IPA
Terpadu untuk Kelas IX SMP/ MTs. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.

669

PETUNJUK PENULISAN
1. Naskah berupa artikel penelitian dan artikel pemikiran konsep yang bertemakan pendidikan
2. Naskah belum pernah dipublikasikan di media lain, ditulis dalam bahasa Indonesia/Inggris,
diketik spasi 1,5 kecuali abstrak 1 spasi dalam bahasa Inggris pada kertas A4, Font Times
New Roman jumlah halaman 15-20.
3. Artikel diserahkan paling lambat dua bulan sebelum diterbitkan. Artikel dapat dikirim via
email ke bpsdm.bj@gmail.com
4. Artikel hasil penelitian
Judul di tengah halaman, huruf kapital dan diikuti 2) untuk catatan kaki status penulis
(mis:1) artikel penelitian)
Nama penulis lengkap, tanpa gelar
Abstrak ditulis dalam bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia kurang lebih sampai 50-70
kata. Keyword ditulis dalam bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia maksimal 15 deskriptor.
Pendahuluan (tanpa subjudul, meliputi latar belakang, masalah/penelitian, dan sedikit
kajian teori)
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Simpulan dan Saran
Daftar Pustaka (berisi pustaka yang dirujuk dalam uraian saja)
5. Artikel pemikiran konseptual.
Judul
Nama Penulis
Alamat Korespondensi, E-mail, dan Hp.
Abstrak dalam Bahasa Indonesia dan Inggris
Keyword
Pendahuluan (tanpa subjudul)
Subjudul (sebanyak kebutuhan)
Simpulan dan Saran
Daftar Pustaka
6. Daftar Pustaka yang ditulis hanya pustaka yang dikutip dan diurutkan secara alfabetis dan
kronologis.
Contoh: Kridalaksana, Harimurti. 1994. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
7. Setiap naskah yang masuk dikaji oleh Tim Penyunting Ahli sesuai dengan kepakarannya.
Jika diterima, naskah dapat diubah oleh tim penyunting tanpa mengubah esensi isinya.
8. Kepastian penerimaan atau penolakan artikel akan diberitahukan secara tertulis/lewat
e- mail. Penulis yang artikelnya dimuat akan mendapat nomor bukti penerbitan. Artikel
yang tidak dimuat tidak akan dikembalikan, kecuali atas permintaan penulis.
9. Melampirkan biodata penulis yang dibuat secara naratif maksimal 100 kata. memuat
nama lengkap dan gelar, tempat dan tanggal lahir, jabatan/golongan/pekerjaan dan tempat
kerja, hasil penelitian dan publikasi ilmiah 3 tahun terakhir, dan alamat korespondensi
lengkap dengan telp/fax/email.

670

Anda mungkin juga menyukai