net/publication/321963901
CITATIONS READS
0 8,665
4 authors:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Suyono Suyono on 16 September 2018.
CERDAS
MENULIS KARYA ILMIAH
CERDAS
MENULIS KARYA ILMIAH
Penulis :
Prof. Dr. Suyono, M.Pd.
Rizka Amaliah, M.Pd.
Dewi Ariani, S.S., S.Pd., M.Pd.
Ariva Luciandika, M.Pd.
Penerbit
PENERBIT GUNUNG SAMUDERA
Pertokoan Pasar “Semar” Wendit Kav. A – 64
Mangliawan, Pakis, Malang 65154
Telp. /Fax. 0341793781
http://www.bookmart.co.id
email: redaksi@bookmart.co.id
Anggota IKAPI
Cetakan II, Tahun 2016
ISBN 9786021223413
PRAKATA
iii
spesifik. Dengan paparan informasi yang spesifik, semoga buku
ini akan bermanfaat bagi pembaca, baik siswa, mahasiswa,
maupun seluruh masyarakat Indonesia.
Tim Penulis
iv
DAFTAR ISI
PRAKATA.......................................................................................iv
A. MENGENAL KARYA ILMIAH...............................................1
1. Karakteristik Karya Ilmiah..............................................1
2. Jenisjenis Karya Ilmiah...................................................5
3. Kode Etik Penulisan Karya Ilmiah...................................8
B. MENULIS KARYA ILMIAH...................................................15
1. Cerdas Memilih Topik Penulisan .....................................15
2. Cerdas Menyusun dan Mengembangkan Kerangka
Penulisan ...........................................................................17
3. Cerdas Menyusun Kalimat Ilmiah ...................................19
4. Cerdas Menyusun Paragraf Ilmiah...................................27
5. Cerdas Menyusun Sistematika ........................................34
C. MENGUTIP DAN MERUJUK INFORMASI.........................63
1. Ciri Informasi Terpercaya.................................................63
2. Tata Pengutipan ...............................................................75
3. Pengolahan Informasi dari Berbagai Sumber .................87
4. Penulisan Daftar Rujukan................................................94
D. MENGENAL GAYA PENULISAN INTERNASIONAL DAN
GAYA SELINGKUNG...........................................................107
1. Gaya Penulisan Internasional........................................ 107
2. Gaya Selingkung ............................................................ 114
E. MENGGUNAKAN BAHASA DAN DAN EJAAN YANG
DISEMPURNAKAN (EYD).................................................. 117
1. Penggunaan Bahasa....................................................... 118
2. Penggunaan Ejaan yang Disempurnakan (EYD).......... 123
F. MENYUNTING KARYA ILMIAH....................................... 135
1. Strategi Praktis Penyuntingan Isi................................. 135
2. Strategi Praktis Penyuntingan Sistematika, Kutipan,
dan Daftar Rujukan........................................................ 138
3. Strategi Praktis Penyuntingan Bahasa dan Tanda
Baca................................................................................. 143
DAFTAR RUJUKAN................................................................... 153
LAMPIRANLAMPIRAN............................................................ 155
TENTANG PENULIS.................................................................. 221
v
A MENGENAL KARYA ILMIAH
Menulis karya ilmiah merupakan kegiatan yang menuntut
penulis untuk menghasilkan tulisan dengan konvensi ilmiah.
Konvensi ilmiah yang dimaksud meliputi logika berpikir,
sistematika, maupun gaya bahasa yang digunakan. Ada beragam
wujud karya ilmiah, yaitu makalah, artikel, laporan penelitian,
dan buku referensi. Keempat jenis karya ilmiah tersebut memiliki
sistematika penulisan yang berbeda.
Beberapa penulis, khususnya penulis pemula, sering
mengalami kesulitan dalam menulis karya ilmiah. Kesulitan
tersebut beragam, diantaranya kesulitan menentukan topik,
mengidentifikasi masalah, menentukan bahan rujukan yang
tepat, maupun memahami kaidah kebahasaan yang baik dan
benar. Dengan demikian, diperlukan suatu sumber bacaan yang
berisi penjabaran materi penulisan karya ilmiah yang lengkap
dan menyeluruh. Pada bab pertama buku ini, disajikan informasi
mengenai karakteristik karya ilmiah, jenisjenis karya ilmiah, dan
kode etik penulisan karya ilmiah.
1. Karakteristik Karya Ilmiah
Pusbindiklat Peneliti LIPI (2012) merumuskan enam kaidah
karya tulis ilmiah yang mencakup: (1) logis, (2) objektif, (3)
sistematis, (4) andal, (5) desain, dan (6) akumulatif. Definisi logis
dalam konteks kaidah karya tulis ilmiah ini berarti keruntutan
penjelasan dari data dan informasi yang sesuai dengan logika
pemikiran kebenaran ilmu.
1
Kaidah objektif mengarah pada kesesuaian antara data dan
informasi yang disajikan dengan fakta. Untuk itu, data dan
informasi yang disajikan dalam karya ilmiah perlu didukung
dengan pembuktian berupa teori atau fakta yang telah teruji
keabsahannya. Hal ini dapat diwujudkan dengan mengumpulkan
berbagai jenis bahan pustaka yang dapat menjadi penunjang
informasi dalam karya ilmiah.
Definisi sistematis dalam penulisan karya ilmiah berarti
penyajian data dan informasi yang diperoleh dari hasil kajian
harus mengikuti urutan pola pikir yang teratur, konsisten, dan
berkelanjutan. Untuk menciptakan keteraturan dalam penyajian
informasi, berbagai instansi telah merumuskan konvensi khas
yang dapat dijadikan sebagai acuan sistematika penulisan karya
ilmiah.
Kaidah keempat, yakni andal berarti data dan informasi
yang disajikan dalam karya ilmiah harus teruji kebenarannya
(faktual). Selain itu, data dan informasi tersebut masih
memungkinkan dikaji ulang untuk memperkuat hasil pengujian
keabsahan. Untuk menghasilkan data dan informasi yang andal
dibutuhkan perencanaan dan penggunaan metode pengumpulan
data yang tepat.
Desain, sebagai kaidah penulisan karya ilmiah yang kelima
lebih berorientasi pada proses dan perencanaan. Artinya,
penulisan karya tulis ilmiah perlu didahului dengan tahap
perencanaan dan perancangan awal. Hal ini perlu dilakukan agar
kegiatan pengumpulan data dan informasi dapat terlaksana
sesuai dengan metode dan rancangan yang tepat.
Kaidah terakhir adalah akumulatif. Akumulatif berarti
informasi yang disajikan dalam sebuah karya ilmiah berupa hasil
pengkajian dari berbagai sumber terpercaya yang terjamin
kebenaran dan keberadaannya. Meskipun demikian, informasi
yang dikumpulkan melalui berbagai sumber tersebut tidak boleh
hanya dibaca dan disalin saja. Informasiinformasi tersebut harus
dianalisis, dicari keterkaitannya satu sama lain, dihubungkan
dengan argumen penulis/peneliti, dan disimpulkan sesuai dengan
tujuan penulisan karya ilmiah.
2
Berdasarkan enam kaidah yang telah dikemukakan, karya
tulis ilmiah dikemas secara khas dengan karakteristik khusus
yang disesuaikan dengan jenisnya. Meskipun demikian, pada
dasarnya terdapat sembilan unsur dalam sebuah karya ilmiah.
Kesembilan unsur tersebut meliputi: (1) gagasan dan/atau klaim
penulis, (2) fakta, (3) data penelitian (jika karya ilmiah berupa
laporan penelitian), (4) pandanganpandangan ahli sebelumnya,
(5) hasilhasil penelitian, (6) teoriteori yang relevan, (7)
penalaran, (8) bahasa, dan (9) tampilan visual.
Gagasan ilmiah dan/atau klaim penulis berupa pernyataan
ilmiah penulis mengenai suatu hal/masalah/konsep/prosedur/teori
tertentu yang dijelaskan lebih lanjut dengan menggunakan
contoh/ilustrasi/rincian/bukti tertentu. Gagasan ilmiah ini sangat
penting karena merupakan unsur yang dapat membedakan
sebuah karya ilmiah dengan tulisan orang lain. Orisinalitas
tulisan juga akan muncul melalui gagasan ini. Unsur ini wajib
hadir dalam sebuah karya ilmiah.
Unsur kedua yang wajib hadir dalam sebuah karya ilmiah
adalah fakta. Fakta berupa sekumpulan kejadian atau peristiwa
nyata yang terkait dengan hal/entitas tertentu yang sedang
dijelaskan oleh penulis. Fakta yang ditulis harus dapat
dipertanggungjawabkan dan disertai bukti yang nyata. Fakta
tersebut hendaknya memperkuat gagasan dan/atau memperjelas
permasalahan yang ditulis dalam sebuah karya ilmiah.
Apabila sebuah karya ilmiah berupa laporan penelitian,
maka unsur yang wajib hadir adalah data dan hasilhasil
penelitian. Data penelitian dapat berupa fakta yang tersusun
sistematis, dikumpulkan dengan instrumen tertentu untuk tujuan
penelitian tertentu. Dengan kata lain instrumen yang digunakan
untuk memperoleh data penelitian harus sesuai dengan tujuan
penelitian. Selain data penelitian, hasilhasil penelitian terdahulu
juga penting disertakan sebagai bahan bandingan dan penentu
bagian inti penelitian.
Sebuah karya ilmiah harus didasarkan pada Pandangan
pandangan ahli sebelumnya yang berkaitan dengan topik.
Pemikiranpemikiran atau gagasan ahli di bidang tertentu, baik
3
yang telah teruji maupun belum, mengenai suatu hal atau
masalah/konsep/prosedur/teori penting untuk menunjukkan
bahwa penulisan karya ilmiah didukung dengan pembacaan
terhadap berbagai informasi relevan yang dicetuskan oleh para
ahli. Pandanganpandangan dari ahli sebelumnya dapat
memperkuat dasar teori dari informasi yang disajikan dalam
karya ilmiah.
Karya ilmiah, baik yang berupa laporan penelitian maupun
gagasan konseptual harus disajikan dengan disertai Teoriteori
yang relevan. Teori yang relevan berupa konsepkonsep dan
prosedur yang relevan (penjelasan sistematis yang komprehensif
dan tuntas tentang suatu hal/fenomena/entitas oleh pakar di
bidangnya berdasarkan penelitian dan/atau gagasangagasan
ilmiahnya). Teoriteori tersebut dapat menjadi acuan, penguat,
atau bahan pembanding dalam sebuah karya ilmiah.
Penalaran adalah salah satu unsur penting yang wajib hadir
dalam sebuah karya ilmiah. Penalaran merujuk kepada cara
penyajian/penjabaran informasi dalam sebuah karya ilmiah. Pada
dasarnya, penalaran dimanifestasikan dengan penyajian
informasi secara padu dan sistematis. Cara penyajian informasi
dalam sebuah karya ilmiah dapat menunjukkan kemampuan
berpikir dan berkomunikasi dari penulisnya.
Unsur lain yang tampak sederhana tetapi penting dalam
penulisan karya ilmiah adalah bahasa. Bahasa mencakup pilihan
dan bentukan kata, kalimat, paragraf, dan penggunaan
ejaan/tanda baca secara cermat. Bahasa merupakan bagian
penting dari sebuah karya ilmiah karena bahasa merupakan
media efektif penyajian informasi. Bahasa yang digunakan dalam
sebuah karya ilmiah harus baku dan bersifat ilmiah.
Tampilan visual merupakan unsur yang berguna sebagai
pendukung dalam sebuah karya ilmiah. Tampilan visual dalam
sebuah karya ilmiah dapat berupa gambar, grafik, bagan, atau
lainnya. Unsur ini dapat dicantumkan dalam karya ilmiah
apabila dibutuhkan dan mampu mendukung kejelasan informasi.
Setiap tampilan yang disajikan di dalam tulisan karya ilmiah
harus memiliki keterangan dan sumber yang jelas.
4
2. Jenisjenis Karya Ilmiah
Karya ilmiah dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:
(a) karya ilmiah yang merupakan laporan hasil
pengkajian/penelitian dan (b) karya ilmiah yang berupa
tinjauan/ulasan/gagasan ilmiah (Haryanto, 2012). Kedua karya
ilmiah tersebut berbeda, namun memiliki beberapa kesamaan ciri
sebagai bagian dari suatu karya ilmiah. Berdasarkan klasifikasi
tersebut, maka jenisjenis karya ilmiah yang dijelaskan pada
bagian ini meliputi: (1) laporan penelitian, (2) artikel hasil
penelitian, (3) artikel gagasan konseptual, (4) makalah.
Laporan Penelitian
Laporan Penelitian merupakan karya ilmiah yang ditulis
setelah penulis melakukan suatu penelitian ilmiah dengan tujuan
tertentu. Penelitian yang dilakukan harus didasarkan pada
prosedur ilmiah. Metode penelitian, hasil penelitian, maupun teori
yang digunakan sebagai landasan penelitian kemudian dituliskan
dalam bentuk karya ilmiah dengan mengikuti sistematika
penulisan ilmiah sesuai dengan konvensi yang berlaku. Karya
ilmiah hasil penelitian dapat berupa: (1) skripsi, (2) tesis, (3)
disertasi, (4) artikel ilmiah hasil penelitian, (5) laporan penelitian
tindakan kelas (PTK) oleh guru, dan (6) laporan penelitian oleh
siswa dan mahasiswa (laporan karya ilmiah Remaja [KIR],
Laporan program kreativitas mahasiswa [PKM], dan laporan
karya ilmiah sebagai persyaratan beasiswa).
Sebagai pembeda antara laporan penelitian dengan jenis
penelitian lainnya, terdapat beberapa komponen yang wajib hadir
pada jenis karya ilmiah pertama ini. Secara sistematis dan
berurutan, komponenkomponen yang wajib hadir dalam laporan
ilmiah mencakup: (1) sampul: berisi judul, identitas penulis,
identitas lembaga afiliasi penulis atau sponsor penelitian; (2)
halaman pengesahan; (3) kata pengantar/prakata/ucapan terima
kasih; (4) daftar isi; (5) pendahuluan; (6) kajian pustaka; (7)
metode penelitian; (8) hasil penelitian; (9) pembahasan; (10)
penutup berisi simpulan dan saran; (11) daftar rujukan; dan (12)
5
lampiran (bila diperlukan). Keduabelas komponen tersebut
menjadi ciri khas penyusunan laporan penelitian.
Artikel Hasil Penelitian
Sebuah laporan penelitian, umumnya dipublikasikan
kembali pada masyarakat dalam wujud yang lebih ringkas, yakni
artikel. Sebuah artikel ilmiah hasil penelitian ditulis dalam 12—
20 halaman sesuai dengan konvensi jurnal yang menjadi wadah
publikasinya. Substansi artikel ilmiah hasil penelitian dapat
berupa seluruh (ringkasan) atau sebagian informasi dari laporan
penelitian.
Komponenkomponen yang wajib hadir dalam sebuah
artikel hasil penelitian meliputi: (1) judul: jelas, faktual, dan
menarik; (2) identitas penulis; (3) abstrak: gambaran umum
substansi, 50—75 kata bergantung gaya selingkung; (4) kata
kunci: kata atau kelompok kata yang merujuk pada konsep
spesifik dan substansial; (5) pendahuluan; (6) metode; (7)
pembahasan; (8) simpulan dan saran; (9) daftar rujukan.
Perbedaan spesifik antara komponen pada artikel ilmiah dan
laporan penelitian adalah pada bagian abstrak, kata kunci,
kelengkapan data yang dilampirkan, dan kepadatan sajian.
Bahasa dalam artikel ilmiah hasil penelitian juga dipilih
berdasarkan prinsip kemudahan dan kedekatan dengan pembaca.
Meskipun demikian aturan kebakuan dan keefektifan juga perlu
tetap diperhatikan.
Artikel Gagasan Konseptual
Artikel gagasan konseptual berbeda dengan artikel hasil
penelitian. Informasi yang disajikan melalui jenis karya ilmiah ini
adalah hasil telaah kepustakaan dan pengembangan gagasan
ilmiah penulis. Artinya, karya ilmiah jenis ini bukan berasal dari
pengolahan kembali laporan penelitian, tetapi berupa gagasan
konseptual yang ditunjang dengan fakta dan teori berdasarkan
hasil kajian/telaah sumbersumber informasi terpercaya.
Komponenkomponen yang wajib hadir dalam sebuah artikel
gagasan konseptual meliputi: (1) judul: jelas, faktual, dan
6
menarik, (2) identitas penulis; (3) abstrak: gambaran umum
substansi, 50—75 kata bergantung gaya selingkung; (4) kata
kunci: kata atau kelompok kata yang merujuk pada konsep
spesifik dan substansial; (5) pendahuluan; (6) pembahasan; (7)
penutup: berisi catatan akhir atau simpulan dan saran; dan (8)
daftar rujukan. Kedelapan komponen tersebut pada dasarnya
sama dengan komponenkomponen artikel hasil peneletian.
Perbedaannya terdapat pada pencantuman komponen metode.
Pada artikel gagasan konseptual, tidak dicantumkan metode
(penelitian) karena penulis tidak melakukan penelitian dan
pengambilan data secara langsung.
Makalah
Makalah merupakan jenis karya ilmiah yang paling dekat
dengan kehidupan akademik siswa dan mahasiswa. Makalah
adalah kajian atau ulasan ilmiah hasil gagasan pribadi penulis
yang disajikan dalam bentuk tulisan. Makalah harus
mengandung permasalahan yang membutuhkan suatu solusi
penyelesaian. Di dalam makalah juga perlu disertakan prosedur
atau metode pemecahan masalah, pembahasan, dan simpulan.
Berdasarkan prosedur pemecahan masalah, makalah dapat
dibedakan dua jenis, yakni makalah deduktif dan makalah
induktif. Makalah deduktif adalah makalah yang pemecahan
masalahnya didasarkan atas cara berpikir rasional atau melalui
telaah kepustakaan. Makalah induktif adalah makalah yang
pemecahan masalahnya didasarkan atas berpikir empiris melalui
data dan fakta yang diperoleh dari lapangan.
Berdasarkan substansi informasi yang disajikan, makalah
juga dibedakan menjadi dua jenis. Pertama, makalah informatif
yang berisi konsepkonsep/teori/ informasi rinci mengenai suatu
topik. Kedua, makalah solutif yang berisi ulasan permasalahan
beserta solusi dari penulis.
Makalah dapat ditulis dengan panjang 7—20 halaman.
Komponenkomponen yang wajib hadir dalam sebuah makalah
meliputi: (1) judul: jelas, faktual, dan menarik; (2) identitas
penulis; (3) pendahuluan berisi latar belakang penulisan dan
7
fokus pembahasan; (4) pembahasan; (5) penutup yang berisi
simpulan dan saran; (9) daftar rujukan. Perbedaan spesifik antara
komponen pada artikel ilmiah dan laporan penelitian adalah pada
bagian abstrak, kata kunci, kelengkapan data yang dilampirkan,
dan kepadatan sajian. Bahasa dalam artikel ilmiah hasil
penelitian juga dipilih berdasarkan prinsip kemudahan dan
kedekatan dengan pembaca. Meskipun demikian aturan kebakuan
dan keefektifan juga perlu tetap diperhatikan.
3. Kode Etik Penulisan Karya Ilmiah
Kode etik adalah seperangkat norma yang perlu
diperhatikan dalam penulisan karya ilmiah. Norma ini berkaitan
dengan pengutipan, perujukan,perizinan terhadap bahan yang
digunakan, dan penyebutan sumber data atau informasi. Dalam
penulisan karya ilmiah, penulis harus secara jujur menyebutkan
rujukan terhadap bahan atau pikiran yang diambil dari sumber
lain. Pemakaian bahan atau pikiran dari suatu sumber atau orang
lain yang tidak disertai dengan rujukan dapat diidentikan dengan
pencurian.
Penulis karya ilmiah harus menghindarkan diri dari tindak
kecurangan yang lazim disebut plagiasi. Plagiasi merupakan
tindak kecurangan yang berupa pengambilan tulisan atau
pemikiran orang lain yang diakui sebagai hasil tulisan atau
pemikiran sendiri. Oleh karena itu, penulis skripsi dan tesis wajib
membuat dan mencantumkan pernyataan dalam skripsi, tesis,
atau disertasinya bahwa karyanya itu bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain.
Dalam menulis karya ilmiah, merujuk dan mengutip
merupakan kegiatan yang tidak dapat dihindari. Kegiatan ini
justru dianjurkan karena perujukan dan pengutipan akan
membantu pengembangan ilmu. Dalam menggunakan bahan dari
suatu sumber (misalnya instrumen, bagan, gambar, dan tabel),
penulis wajib meminta izin kepada pemilik bahan tersebut.
Permintaan izin dilakukan secara tertulis. Jika pemilik bahan
tidak dapat dijangkau, maka penulis harus menyebutkan
sumbernya dengan menjelaskan informasi mengenai cara
8
pengambilan bahan (secara utuh, diambil sebagian, dimodifikasi
atau dikembangkan).
Perujukan dan pengutipan informasi berupa teori atau data
yang dipublikasikan melalui dokumen ilmiah (cetak atau
noncetak), bahkan sumber nonilmiah, perlu dilengkapi dengan
keterangan identitas sumber. Selain sebagai upaya menghindari
tindak plagiasi, hal ini juga penting dilakukan sebagai informasi
bagi pembaca yang hendak mencari rujukan asli dari informasi
yang dikutip. Perujukan dan pengutipan harus disertai dengan
penulisan daftar rujukan.
Ada beberapa kesalahan yang sering terjadi selama proses
penulisan sebuah karya ilmiah. Kesalahan tersebut dapat
dilakukan secara sengaja maupun tidak. Kesalahan yang
dilakukan dalam proses maupun pelaporan hasil penelitian dapat
termasuk dalam kategori pelanggaran dan mendapatkan sanksi
tegas. Kesalahan tersebut dapat dirinci dalam beberapa kategori,
yakni (a) pemalsuan hasil penelitian (fabrication), (b) pemalsuan
data penelitian (falsification), (c) pencurian proses dan atau hasil
(plagiasi), (d) pemerasan tenaga peneliti dan pembantu peneliti,
(e) perbuatan tidak adil (injustice) terhadap sesama peneliti, (f)
kecerobohan yang disengaja (intended careles), dan (g)
penduplikasian (duplication) (Pusbindiklat Peneliti LIPI, 2012).
a. Pemalsuan Hasil Penelitian (Fabrication)
Peneliti nakal yang enggan melakukan kegiatan analisis
secara bertahap sesuai dengan rancangan penelitian dapat
tergoda untuk melakukan pemalsuan hasil. Sebelum memaparkan
hasil penelitian, seorang peneliti dituntut untuk melakukan
analisis data, sehingga menghasilkan temuan yang relevan
dengan tujuan penelitian. Apabila proses ini tidak dilaksanakan,
maka hasil penelitian dapat dianggap tidak sah atau palsu.
Pemalsuan hasil penelitian dapat diidentifikasi oleh pihak
penguji melalui pencocokan data dan temuan. Seorang penguji
yang memiliki kepakaran mengenai topik penelitian tertentu
akan dapat dengan mudah menentukan bahwa hasil penelitian
seseorang sesuai dengan prosedur yang dirancang atau tidak.
9
Oleh karena itu, seorang peneliti yang baik harus mengikuti
prosedur penelitian sesuai rancangan untuk menghasilkan
temuan yang relevan dan orisinil.
b. Pemalsuan Data Penelitian (Falsification)
Proses yang cukup sulit dilakukan dalam sebuah penelitian
adalah pengumpulan data. Oleh karena itu, kasus pemalsuan
data sering terjadi dalam pelaksanaan penelitian. Meskipun
demikian, pemalsuan data akan terdeteksi apabila penguji
merupakan pakar di bidang tertentu (sesuai topik penelitian).
Pemalsuan data yang tergolong dalam kategori pelanggaran
berlaku untuk pemalsuan sebagian atau keseluruhan data yang
dikumpulkan. Untuk mengecek keaslian data penelitian, kegiatan
pengujian dengan mempertanyakan kesesuaian proses
pengumpulan data, instrumen pengumpulan data, dan wujud data
dapat dilakukan. Idealnya, pengujian dilakukan oleh tim ahli
yang menguasai bidang metodologi penelitian.
c. Pencurian Proses dan atau Hasil (Plagiasi)
Pencurian yang masuk dalam kategori plagiasi adalah
mengambilan ide, informasi, data, dan atau hasil kegiatan ilmiah
lainnya tanpa pencantuman identitas sumber secara eksplisit dan
lengkap. Hal ini akan membuat pembaca berpikiran bahwa ide,
informasi, data, dan atau hasil kegiatan ilmiah yang ditulis
merupakan karya orisinil penulis. Oleh sebab itu, tindakan ini
disebut sebagai pencurian dan pelakunya dapat dikenakan sanksi
tegas, baik sanksi akademik maupun pidana.
10
tanpa imbalan untuk transport atau uang makan) termasuk
dalam kategori pelanggaran berupa pemerasan (eksploitasi).
e. Perbuatan Tidak Adil (Injustice) Sesama Peneliti
Perbuatan tidak adil terhadap sesama peneliti dapat berupa
tidak dicantumkannya nama peneliti kedua (sekunder) dalam
laporan penelitian, publikasi hasil penelitian dalam bentuk buku
berroyalti yang hanya mencantumkan nama peneliti utama, dan
pembagian dana hibah yang tidak sesuai dengan porsi kerja
masingmasing peneliti. Perbuatan tidak adil semacam ini
melanggar hak asasi seseorang yang menjadi peneliti sekunder.
Seharusnya, masyarakat akademik yang berpendidikan tinggi dan
berbudi luhur tidak melakukan pelanggaran ini.
f. Kecerobohan yang disengaja (Intended Careless)
Kecerobohan adalah salah satu aktivitas manusiawi yang
sering terjadi secara tidak disengaja. Kecerobohan dalam
penulisan karya ilmiah yang termasuk dalam kategori
pelanggaran adalah kecerobohan yang disengaja. Salah satu
contoh kecerobohan yang disengaja adalah penggunaan alat
pengganti pengumpul data yang tidak relevan. Untuk
mempermudah pelaksanaan penelitian—pada beberapa kasus—
hal semacam ini pernah terjadi.
g. Penduplikasian (Duplication)
Penduplikasian adalah tindak pelanggaran yang sangat
berat. Wujud tindak duplikasi ini adalah penyalinan informasi
secara utuh dari karya ilmiah lain dengan mengganti satu atau
beberapa unsur judul dan substansi (misal: mengubah lokasi
penelitian). Bila diibaratkan dengan tindak kriminal, maka
aktivitas penduplikasian dapat disetarakan dengan perampokan.
Untuk penegakan kode etik tersebut, pemerintah
menetapkan Peranturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tentang
pencegahan dan penanggulangan plagiat di perguruan tinggi.
11
Peraturan tersebut dapat dicermati lebih lanjut pada lampiran
satu (1).
Mari Berlatih!
12
a. Kasus 1:
Alif, seorang mahasiswa semester 8 di sebuah perguruan
tinggi negeri, sedang berusaha menyelesaikan tugas akhirnya
yang berupa penulisan karya ilmiah. Topik yang dipilih oleh
Alif ternyata sama dengan topik yang dipilih oleh kakak
tingkatnya yang bernama Agus. Ia kemudian meminjam
naskah tugas akhir kakak tingkatnya tersebut dan
mempelajarinya. Seluruh informasi inti yang tercantum
dalam tugas akhir Agus dicatat oleh Alif dan dipaparkan
kembali dengan bahasa yang berbeda pada naskah tugas
akhirnya.
b. Kasus 2:
13
c. Kasus 3:
Seorang penulis menerbitkan bukunya pada tahun 2007.
Penulis tersebut meninggal dunia pada tahun 2013. Salah satu
koleganya yang bernama Masdirah prihatin karena penulis
tersebut tidak memiliki keluarga (sebatang kara) yang akan
mendapatkan royalti dari penerbitan ulang bukunya.
Akhirnya ia memutuskan mengambil alih penerbitan buku
tersebut dan mencantumkan namanya sebagai penulis. Buku
tersebut kemudian semakin dikenal, tetapi dengan nama
Masdirah sebagai penulis tunggal.
14
B MENULIS KARYA ILMIAH
1. Cerdas Memilih Topik Penulisan
Topik merupakan komponen karya ilmiah yang menjadi
dasar pengembangan gagasan. Halhal yang menjadi pokok
pembahasan dan permasalahan dalam karya tulis ilmiah
dinamakan topik. Akan tetapi, penulis sering mengalami
kebingungan saat memilih topik. Kebingungan yang sering
dialami penulis saat memilih topik dapat diatasi dengan menggali
informasi dari beberapa sumber sebelum penulis memutuskan
pemilihan topik.
Beberapa sumber yang bisa dijadikan dasar pemilihan topik,
diantaranya: (1) buku atau bacaan referansi, (2) laporan suatu
penelitian, (3) isuisu yang marak dibicarakan di masyarakat,
atau (4) pengalaman pribadi penulis. Hal yang perlu dicermati
15
saat memilih topik penulisan adalah mencermati keempat sumber
tersebut dengan seksama, mencatat perbedaan teori satu dengan
teori yang lain, kemudian menemukan masalah yang terdapat
dalam keempat sumber tersebut. Masalah pokok yang dapat
ditemukan dalam keempat sumber tersebut dapat menjadi
alternatif topik karya ilmiah yang akan ditulis.
a.Syarat Topik yang Dipilih
Sebelum memutuskan untuk memilih suatu topik tertentu,
perlu diperhatikan syaratsyarat pemilihan topik yang baik untuk
dipilih. Topik yang baik dapat memengaruhi kualitas karya
ilmiah yang ditulis. Berikut ini dipaparkan beberapa syarat topik
yang baik untuk dipilih.
Pertama, topik yang baik untuk dipilih adalah topik yang
aktual. Topik yang aktual menunjukkan kejelian dan kepekaan
penulis terhadap fenomenafenomena terkini yang sedang terjadi
di sekitar penulis. Akan tetapi, keaktualan topik harus didukung
teoriteori yang relevan dengan topik yang dipilih.
Kedua, topik yang baik untuk dipilih adalah topik yang
dikuasai dan diminati penulis. Topik yang diminati penulis
membuat penulis merasa senang dan tertarik untuk membahas
setiap bagian dalam tulisannya secara mendetail. Topik yang
dikuasai penulis membuat penulis membahas setiap aspek yang
terkait dengan topik secara kritis. Jika penulis tidak menguasai
topik yang dipilih dengan baik, maka pembahasan yang ditulis
pun terbatas.
Ketiga, topik yang baik untuk dipilih adalah topik yang
dapat ditunjang dengan data empiris dan bahan rujukan yang
teoritis. Topik yang ditunjang dengan data empiris menunjukkan
bahwa topik tersebut mampu dikembangkan menjadi karya
ilmiah yang berisi buktibukti faktual. Selain itu, ketersediaan
bahan yang teoritis memudahkan penulis mengembangkan topik
yang ditulis.
16
b. Perbedaan Topik dengan Judul
Sering timbul pertanyaan apakah perbedaan topik dan
judul?. Judul adalah kepala karangan atau tajuk dan harus
mencerminkan isi karangan. Dengan membaca judul dapat
diketahui informasi yang disajikan, maksud dan tujuannya, serta
cara kerjanya (Muslich, 2013:21). Judul yang ideal harus
memenuhi beberapa persyaratan, yaitu singkat, jelas, menarik,
dan linier dengan isi. Topik bisa diangkat sebagai judul apabila
memenuhi persyaratan tersebut (spesifik).
Topik berisi variabelvariabel tertentu yang saling
berhubungan satu sama lain. Berikut contoh hubungan
antarvariabel yang umum digunakan sebagai alternatif topik: (a)
deskripsi tentang (pembelajaran X) di (sekolah Y), (b) analisis
(karakteristik tokoh X) dalam (naskah drama Y), (c) pengaruh
(media X) terhadap (pembelajaran Y), (d) hubungan (kegemaran
membaca X) dengan (kemampuan Y), (e) pengembangan (strategi
X) untuk (peningkatan kemampuan Y), dan sebagainya.
17
pola penalaran tertentu. Dengan demikian, cerdas
mengembangkan peta konsep merupakan salah satu tahap
penulisan karya ilmiah yang berisi kegiatan mengembangkan
peta konsep yang utuh sesuai topik, rinci pada setiap bagian, dan
ditata menjadi bagianbagian yang mengandung pola penalaran
tertentu.
Dalam penyusunan peta konsep, terdapat tahaptahap yang
perlu dilakukan. Tahapan tersebut berfungsi untuk memudahkan
penulis dalam mengembangkan ide atau gagasan yang telah
ditemukan. Berikut ini dipaparkan tahaptahap penyusunan peta
konsep.
18
dipaparkan pola penulisan peta konsep makalah dan artikel
secara umum.
3. Cerdas Menulis Kalimat Ilmiah
Sebelum menulis karya ilmiah, perlu diperhatikan cara
penulisan kalimat yang sesuai dengan kaidah yang benar.
Kalimat ilmiah yang sesuai dengan kaidah dapat ditelusuri dalam
tataran pembentukan kata dan diksi, keutuhan struktur kalimat,
kejelasan kalimat, ketepatan penggunaan kata hubung, ketepatan
penggunaan kata baku, serta penggunaan kalimat bernalar.
a. Keutuhan Struktur Kalimat
Kalimat yang utuh adalah kalimat yang keseluruhan
strukturnya lengkap. Kelengkapan struktur kalimat meliputi
19
subjek, predikat, objek, keterangan, dan pelengkap. Meskipun
demikian, sebuah kalimat yang terdiri atas subjek dan predikat
sudah dapat dikatakan lengkap apabila predikat yang muncul
tidak membutuhkan objek. Berikut disajikan contoh kalimat yang
strukturnya lengkap dan tidak lengkap.
(1) Gadis yang mengunyah permen karet dan duduk di trotoar
(2) Keberhasilan pembelajaran karena guru dan siswa.
Kalimat (1) tergolong dalam kalimat yang strukturnya tidak
lengkap karena hanya menyebutkan fungsi subjek tanpa diikuti
predikat. Konjungsi yang pada contoh (1) merupakan penanda
perluasan subjek sehingga kelompok kata setelahnya tidak dapat
disebut sebagai predikat. Kalimat tersebut membutuhkan
predikat yang jelas, misal: gadis yang mengunyah permen karet
dan duduk di trotoar termenung menatap langit.
Kalimat (2) tergolong kalimat yang strukturnya tidak
lengkap karena tidak menyebutkan subjek yang jelas. Kalimat (2)
dapat dibetulkan menjadi Guru dan siswa merupakan komponen
penting untuk mewujudkan keberhasilan pembelajaran. Guru dan
siswa merupakan subjek yang seharusnya diletakkan di awal
kalimat.
(3) Survei menunjukkan bahwa penggemar genre film komedi
lebih banyak daripada genre film horor.
20
b. Kejelasan Kalimat
Kejelasan kalimat perlu diperhatikan dalam penulisan
karya ilmiah. Kalimat yang jelas mampu menyampaikan gagasan
yang jelas pula kepada pembaca. Kejelasan kalimat dapat dilihat
berdasarkan tipe struktur kalimat yang digunakan. Berikut ini
dipaparkan contoh kalimat yang strukturnya jelas dan tidak jelas.
(4) Dosen akan jelaskan rencana kegiatan pembelajaran pada
mahasiswa baru Jurusan Sastra Indonesia.
(5) Saya akan tanyakan tentang materi unsur puisi yang
belum saya pahami kepada Ibu guru.
(6) Salah satu siswa sedang tanya pada guru.
(7) Di mana sekolahnya?
21
tanya seharusnya diganti dengan bertanya. Pada kalimat (7), kata
sekolahnya seharusnya diganti dengan sekolahmu. Jika kata yang
digunakan dalam kalimat tersebut adalah sekolahnya, maka
makna yang dimaksud menjadi tidak jelas.
c. Ketepatan Penggunaan Kata Hubung
Kata hubung adalah katakata yang digunakan untuk
menghubungkan kata dengan kata, klausa dengan klausa, atau
kalimat dengan kalimat. Kata hubung yang sering digunakan
antara lain dan, atau, dengan, bahwa, namun, meskipun
sedangkan, bahkan, karena, oleh sebab itu, untuk, dan sebagainya.
Berikut dipaparkan contoh penggunaan kata hubung yang sesuai
dengan kaidah yang benar.
(8) Menurut hasil rapat kemarin diputuskan mahasiswa yang
diperbolehkan mengikuti yudisium adalah mahasiswa yang
sudah menyelesaikan keseluruhan revisi skripsi pascaujian.
22
(9) Meskipun setiap mahasiswa memiliki ketertarikan yang
berbeda terhadap masingmasing matakuliah, namun
mereka harus menguasai keseluruhan matakuliah yang
diajarkan.
23
digunakan sebagai kata hubung antarkalimat, sedangkan kata
hubung antarkalimat justru digunakan sebagai kata hubung
antarklausa. Kalimat (10) dapat diperbaiki menjadi (10a) Guru
dan siswa merupakan komponen utama dalam pembelajaran,
tetapi media juga berperan penting sebagai komponen pendukung
keberhasilan pembelajaran di kelas; atau (10b) Guru dan siswa
merupakan komponen utama dalam pembelajaran. Akan tetapi,
media juga berperan penting sebagai komponen pendukung
keberhasilan pembelajaran di kelas. Kata tetapi merupakan kata
hubung antarklausa yang tidak boleh digunakan sebagai kata
hubung antarkalimat. Kata tetapi dapat diganti dengan kata akan
tetapi agar dapat digunakan sebagai kata hubung antarkalimat.
Kalimat (11) dapat diperbaiki menjadi Siswa sekolah dasar
cenderung menyukai jenis warnawarna cerah. Oleh karena itu,
buku teks untuk siswa sekolah dasar sebaiknya diberikan ilustrasi
gambar yang berwarna cerah agar menarik perhatian siswa. Oleh
karena itu merupakan kata hubung antarkalimat, sehingga harus
diletakkan di awal kalimat.
a. Ketepatan Penggunaan Kata Baku
Kosakata yang digunakan dalam karya ilmiah adalah
kosakata baku. Dalam pemakaian bahasa seharihari, banyak
terdapat kosakata tidak baku yang digunakan masyarakat. Akan
tetapi, hal tersebut harus dihindari dalam penulisan karya ilmiah.
24
Baku Tidak Baku
Praktik Praktek
Sistem Sistim
Apotek Apotik
Sekadar Sekedar
Modern Moderen
Aktivitas Aktifitas
Keaktifan Keaktivan
Menyatukan Mensatukan
Memproduksi Memroduksi
Kata praktik, sistem, dan apotek termasuk kata baku karena
ada istilah praktikum, sistematis, dan apoteker. Kata sekedar juga
sering digunakan dalam komunikasi seharihari, padahal bentuk
yang baku adalah sekadar karena bermakna satu kadar. Kata
modern tetap ditulis sesuai dengan asal katanya karena sudah
diserap ke dalam bahasa Indonesia melalui proses adopsi.
Huruf f di tengah kata yang mendapatkan imbuhan, seperti
pada pada aktif, sering dimaknai harus diganti menjadi v.
Padahal, aturan tersebut hanya berlaku untuk beberapa kaidah.
Kata aktif berasal dari kata asing active, sedangkan kata aktifitas
berasal dari kata asing activity. Kata asing yang berakhiran ive,
menurut kaidah akan ditulis dengan huruf f, seperti pada kata
aktif. Kata asing yang berakhiran ity, menurut kaidah akan
ditulis dengan huruf v, seperti pada kata aktivitas.
Huruf K, T, S, dan P sering dimaknai perlu dihilangkan saat
mendapatkan imbuhan meN—kan. Padahal, aturan tersebut
tidak berlaku untuk keseluruhan kata yang diawali huruf K, T, S,
dan P. Jika kata satu diberi imbuhan meN—kan, maka bentuk
bakunya adalah menyatukan. Hal ini disebabkan oleh huruf S
pada kata satu diikuti huruf vokal, yaitu A. K, T, S, dan P yang
diikuti huruf vokal memang akan lesap atau hilang. Akan tetapi,
kata produksi yang diberi imbuhan meN—kan, bentuk bakunya
tetap memrpoduksi.
25
Hal ini disebabkan oleh huruf P pada kata produksi diikuti
huruf konsonan, yaitu R. K, T, S, dan P yang diikuti huruf
konsonan tidak lesap atau hilang.
b. Ketepatan Penggunaan Kalimat Pasif
Struktur kalimat pasif harus digunakan sesuai dengan
kaidah penulisan yang tepat. Predikat kalimat pasif yang
pelakunya orang pertama dan kedua tidak dapat dibentuk dengan
awalan di, sedangkan kalimat pasif yang pelakunya orang ketiga
dapat dibentuk dengan awalan di. Berikut disajikan contoh
kalimat pasif yang tidak tepat.
(12) Sejak kemarin, sudah dikatakan oleh saya bahwa seminar
pendidikan itu akan diminati oleh banyak pakar ilmu
pendidikan.
(13) Penelitian tentang pemerolehan bahasa kedua itu sudah
beliau lakukan selama beberapa tahun.
Penggunaan kalimat pasif pada kalimat (12) dan (13) tidak
tepat. Kalimat (12) dapat diperbaiki menjadi Sejak kemarin, saya
sudah katakan bahwa seminar pendidikan itu akan diminati oleh
banyak pakar ilmu pendidikan. Kata saya merupakan pelaku
orang pertama, sehingga predikatnya tidak boleh diberi awalan
di.
Kalimat (13) dapat diperbaiki menjadi Penelitian tentang
permerolehan bahasa kedua itu sudah dilakukan selama beberapa
tahun. Kata beliau merupakan pelaku orang ketiga, sehingga
predikatnya boleh diberi awalan di Akan tetapi, pada penulisan
karya ilmiah, penulis sebaiknya mengubah struktur kalimat yang
ditulis menjadi bentuk pasif.
c. Menghindari Penggunaan Kalimat Ambigu
Kalimat ambigu adalah kalimat yang mengandung makna
ganda, sehingga dapat membingungkan pembaca. Dalam
penulisan karya ilmiah, kalimat yang ambigu tidak boleh
digunakan. Berikut disajikan contohcontoh kalimat ambigu.
26
(14) Putri dosen yang cantik itu sekarang menempuh
pendidikan S2.
(15) Dewi mendapat juara lomba pencak silat yang pertama di
Universitas Nusantara.
4. Cerdas Menyusun Paragraf Ilmiah
Paragraf merupakan sekumpulan kalimat yang memiliki
makna. Menurut Suyitno (2012:131) paragraf adalah suatu
karangan atau tuturan yang terdiri dari sejumlah kalimat yang
mengungkapkan satuan informasi dengan ide pokok sebagai
pengendalinya. Dalam satu paragraf, sekurangkurangnya terdiri
atas tiga kalimat yang meliputi satu kalimat utama dan dua
kalimat penjelas.
Kalimat utama merupakan wujud dari ide pokok, sedangkan
kalimat penjelas merupakan wujud dari ide penjelas. Ide pokok
menjadi pengendali satuan informasi karena ide pokok
mengendalikan ideide penjelas yang menyertainya. Jika ide
pokok dan ide penjelas saling berhubungan satu sama lain, maka
suatu paragraf dikatakan padu. Berikut akan disajikan contoh
paragraf yang padu dan tidak padu.
27
Salah satu contoh kelainan genetika adalah gadis yang
memiliki bulu lebat di seluruh wajahnya seperti kera. Gadis
tersebut bernama Supatra Sasuphan. Supatra memiliki
pertumbuhan bulu secara berlebihan pada wajahnya.
Beberapa orang di sekitarnya memanggil dan mengejeknya
dengan sebutan si muka kera. Kelainan genetika Supatra
memecahkan rekor dunia Guinnes World sebagai manusia
yang paling banyak ditumbuhi bulu dan rambut.
28
operasi plastik. Akan tetapi, kalimat keempat menerangkan
tentang asal kata operasi plastik. Hal ini tentu membingungkan
pembaca. Kalimatkalimat dalam paragraf tersebut tidak
menunjukkan satu informasi yang padu. Ide pokok pada paragraf
tersebut pada akhirnya tidak bisa menjadi pengendali ideide
penjelas yang menyertainya.
Ide pokok terwujud dalam kalimat utama yang umumnya
terletak di awal paragraf. Akan tetapi, tidak seluruh ide pokok
terletak di awal paragraf. Ide pokok mungkin juga terletak di
akhir paragraf, atau di awal dan di akhir paragraf. Berikut akan
dipaparkan penjelasan mengenai ide pokok yang terletak di awal
paragraf, di akhir paragraf, serta di awal dan di akhir paragraf.
a. Ide pokok yang Terletak di Awal Paragraf
Paragraf yang letak ide pokoknya di bagian awal dinamakan
paragraf deduktif. Paragraf deduktif umumnya memiliki ide
pokok yang bersifat umum. Oleh karena itu, ide penjelas yang
menyertai ide pokok merupakan pengembangan, rincian, dan
penjelasan lebih lanjut tentang pernyataan umum yang terdapat
dalam ide pokok. Berikut disajikan contoh paragraf deduktif.
29
Dengan demikian, kalimat pertama merupakan kalimat yang
berisi pernyataan umum, kemudian dikembangkan menjadi
kalimat penjelas.
b. Ide pokok yang Terletak di Akhir Paragraf
Paragraf yang letak ide pokoknya di bagian akhir
dinamakan paragraf induktif. Pada paragraf induktif, penulis
terlebih dahulu mengemukakan peristiwa, kondisi, atau temuan
temuan khusus, baru kemudian menyimpulkan atau merangkum
secara umum keseluruhan pemaparan di akhir paragraf. Alur
pemikiran paragraf induktif merupakan kebalikan dari paragraf
deduktif. Berikut disajikan contoh paragraf induktif.
30
c. Ide pokok yang Terletak di Awal dan di Akhir Paragraf
Paragraf yang ide pokoknya terletak di awal dan di akhir bukan
berarti terdapat dua ide pokok dalam satu paragraf. Dalam
paragraf jenis ini, ide pokok dikemukakan melalui pernyataan
umum di awal paragraf, dikembangkan melalui beberapa kalimat
penjelas, kemudian disimpulkan di akhir paragraf. Kesimpulan
yang dimaksud adalah pengulangan ide pokok di awal paragraf,
tetapi ditulis dalam kalimat yang berbeda. Berikut disajikan
contoh paragraf yang ide pokoknya di awal dan di akhir paragraf.
(5) Di era modern, teknologi kedokteran semakin berkembang
pesat. Salah satu terobosan dalam bidang kedokteran
adalah program bayi tabung. Bayi tabung adalah teknik
pembuahan sel telur di luar tubuh wanita. Bayi tabung
merupakan metode untuk membantu pasangan yang
mengalami kesulitan pembuahan dengan cara mengambil
sel telur wanita, kemudian dipertemukan dengan sperma
pada sebuah cawan. Hasil pembuahan tersebut kemudian
dimasukkan ke dalam rahim ibu. Bayi tabung merupakan
terobosan pesat dalam bidang kedokteran.
Kutipan (5) merupakan contoh paragraf yang memiliki ide
pokok di awal dan di akhir paragraf. Kalimat pertama merupakan
ide pokok, sedangkan kalimat terakhir merupakan pengulangan
dari ide pokok tersebut. Kalimat pertama dan terakhir memiliki
makna yang sama, tetapi ditulis berbeda.
Pada penulisan paragraf, ada beberapa syarat yang perlu
diperhatikan. Paragraf perlu disajikan dan diorganisasikan
dengan memenuhi syarat kesatuan, kepaduan, dan kelengkapan
(Suyitno, 2012:136). Berikut akan disajikan penjelasan tentang
ketiga syarat yang harus dipenuhi dalam penulisan paragraf.
31
a.Kesatuan
Paragraf dapat dikatakan memiliki kesatuan apabila
kalimatkalimat di dalam paragraf tersebut menyatu dan saling
berkaitan menunjang topik utama. Kesatuan paragraf bukan
berarti paragraf tersebut hanya mengandung satu hal atau
rincian saja. Di dalam paragraf diperbolehkan mengandung
beberapa rincian, namun masingmasing rincian harus menyatu
membentuk makna yang sama. Setiap rincian atau penjelas yang
dipaparkan harus sesuai dengan ide pokok yang dimaksud,
sehingga tidak membingungkan bagi pembaca.
Di dalam penulisan karya ilmiah, seluruh kalimat harus
padu. Jika ada kalimat yang tidak relevan dengan topik utama,
maka kalimat tersebut harus diganti atau dibuang. Kepaduan
akan terbentuk apabila masingmasing kalimat dalam sebuah
paragraf tersusun secara berurutan dan saling berkaitan.
Keterkaitan informasi antar kalimat dapat terlihat secara
eksplisit melalui penggunaan penanda kohesi atau secara implisit
(keterkaitan makna).Berikut disajikan contoh paragraf yang
memiliki kesatuan makna yang utuh.
32
bahan organik homogen yang bisa diproses menjadi biogas, (b)
jenis bahan organik homogen, dan (c) fungsi biogas untuk bahan
bakar alternatif masa depan. Keseluruhan kalimat penjelas
berhubungan dengan kalimat utama dan tidak ada kalimat
sumbang. Paragraf tersebut memiliki kesatuan makna yang baik
karena keseluruhan kalimat membicarakan hal yang sama.
b. Kepaduan
Selain kejelasan makna, syarat paragraf yang baik adalah
memiliki kepaduan atau koherensi. Padu dalam hal ini bermaka
adanya keruntutan berpikir dalam setiap kalimat yang
dipaparkan. Suatu paragraf tidak bisa dikatakan baik jika tidak
memiliki koherensi, meskipun paragraf tersebut memenuhi syarat
kelengkapan. Berikut disajikan contoh paragraf yang memiliki
koherensi atau kepaduan yang baik pada setiap kalimatnya.
33
dipilih sebagai kota tujuan untuk meneruskan kuliah, dan (c)
pemaparan alasan secara rinci.
c. Kelengkapan
Syarat ketiga penulisan paragraf yang baik adalah
kelengkapan. Selain kesatuan dan kepaduan, paragraf yang baik
harus memiliki kelengkapan kalimat utama dan penjelas. Suatu
paragraf sekurangkurangnya harus terdiri atas tiga kalimat yang
meliputi satu kalimat utama dan dua kalimat penjelas. Tidak
diperbolehkan penulisan paragraf dengan satu kalimat saja.
(8) Desa Balebrang memiliki ketersediaan minyak tanah
sebagai sumber energi bahan bakar. Masyarakat tidak
mengalami kekurangan energi bahan bakar karena
terdapat PT. Pertamina di desa tersebut. Kontribusi
minyak tanah di pun mudah dan murah. Pendistribusian
minyak dari pemerintah ke desadesa dilakukan melalui
agen yang dipilih oleh pemerintah. Agen distributor
minyak harus memiliki persyaratan tertentu, salah
satunya adalah memiliki tanah pribadi.
5. Cerdas Menyusun Sistematika Karya Ilmiah
Setelah memahami cara memilih topik, menyusun kerangka,
dan menulis kalimat ilmiah, penulis juga perlu memahami
sistematika penulisan karya ilmiah. Karya ilmiah, dalam hal ini
34
makalah dan artikel, memiliki sistematika yang berbeda. Berikut
akan disajikan cara cerdas menyusun sistematika makalah dan
artikel.
a. Cerdas Menyusun Sistematika Makalah
M Makalah adalah salah satu jenis karya ilmiah yang ditulis
dengan sistematika ilmiah, berisi informasi tentang suatu topik
tertentu, dan didukung dengan teori atau konsep yang berkaitan
dengan topik. Makalah yang baik adalah makalah yang memiliki
kebermanfaatan bagi suatu bidang ilmu tertentu.
Topik yang dibahas dalam makalah harus dipaparkan
secara mendalam, dengan bahasa yang lugas dan tetap dalam
konvensi ilmiah. Pilihan kata dan kalimat dalam makalah harus
efektif sehingga gagasan yang dimaksud penulis dapat mudah
dipahami pembaca. Makalah juga perlu dikembangkan
berdasarkan alur berpikir ilmiah yang mencakup logika, hipotesis,
verifikasi, dan konklusi.
Penulisan makalah perlu memperhatikan sistematika
tertentu. Sistematika makalah terdiri atas (1) pendahuluan, (2)
bahasan, dan (3) penutup. Ketiga bagian pokok makalah tersebut
dapat ditulis dengan sistem bab tau sistem subjudul. Jika ditulis
dengan sistem bab, maka bagian pendahuluan akan disajikan
pada bab I, bahasan pada bab II, dan penutup pada bab III. Jika
ditulis dengan sistem subjudul, maka bagian pendahuluan akan
disajikan dalam satu subjudul, bagian bahasan disajikan dalam
beberapa subjudul, dan bagian penutup disajikan dalam satu
subjudul. Berikut ini akan dipaparkan sistematika makalah
dengan sistem bab dan sistem subjudul.
35
Contoh Sistematika Makalah dengan Sistem Bab
Pilihan 1 Pilihan 2
BAB I BAB I
PENDAHULUAN PENDAHULUAN
BAB II BAB II
BAHASAN BAHASAN
36
Contoh Sistematika Makalah dengan Sistem
Judulsubjudul
JUDUL (Ranking 1)
PENDAHULUAN (Rangking 2)
Teks.......... dst.
Latar Belakang (Rangking 3)
Teks........ dst..
1).Pendahuluan
Bagian pendahuluan dalam sebuah makalah berisi latar
belakang, rumusan masalah, dan tujuan. Latar belakang
merupakan uraian yang berisi alasan penulis memilih judul
tertentu. Latar belakang harus berupa uraian yang objektif dan
disertai alasan teoritis atau konseptual. Alasan pada latar
belakang bukanlah alasan yang bersifat subjektif sesuai pendapat
penulis saja. Akan tetapi, alasan harus bersifat objektif yang
disertai bukti faktual.
Secara umum, latar belakang berisi (a) urgensi masalah
yang dibahas, (b) alasan mengapa suatu masalah perlu dibahas,
dan (c) penegasan kepada pembaca bahwa masalah yang dipilih
perlu untuk dibahas lebih lanjut. Kejelasan uraian dalam latar
belakang sangat penting untuk dijabarkan karena mengantarkan
kejelasan isi yang ada di dalamnya.
Urgensi masalah yang dibahas merupakan pemaparan
tentang ‘apa’ masalah utama yang dibicarakan dalam makalah.
Pada penulisan latar belakang, penulis sering mengalami
kebingungan akan menulis ‘apa’ pada bagian awal latar belakang.
Penulis juga tidak jarang mengalami kesulitan menguraikan
masalah pokok menjadi latar belakang. Padahal, latar belakang
berfungsi memberikan penegasan pada pembaca mengapa suatu
masalah perlu dibahas disertai dengan alasan yang logis.
37
Menurut Suyitno (2012:30), penulisan latar belakang dapat
dimulai dengan beberapa cara, diantaranya (1) dimulai dengan
pengetahuan umum atau teori yang relevan dengan masalah, (2)
dimulai dengan suatu pertanyaan retoris, dan (3) dimulai dengan
kutipan, slogan, atau ungkapan yang dihubungkan dengan
masalah. Berikut akan disajikan contoh penulisan latar belakang.
Contoh 1: Latar Belakang dengan Pemaparan Teori Umum
PENGGUNAAN MEDIA AUDIOVISUAL
DALAM PEMBELAJARAN APRESIASI DRAMA
Latar Belakang
Apresiasi drama merupakan salah satu
kompetensi dasar yang harus dicapai oleh mahasiswa
Jurusan Sastra Indonesia. Kegiatan mengapresiasi
drama termasuk kegiatan yang memberikan ‘after
effect’ pada seseorang setelah membaca teks drama
atau menonton pertunjukan drama. Akan tetapi,
Urgensi
mahasiswa sering mengalami kesulitan dalam
Masalah
kegiatan mengapresiasi drama. Apresiasi drama yang
dilakukan hanya sebatas mengomentari secara umum
tentang jalan cerita dalam drama. Padahal, ada
banyak hal yang dapat diapresiasi dalam drama.
Agar dapat mengapresiasi drama secara
menyeluruh, mahasiswa perlu memperhatikan
tahapan-tahapan dalam mengapresiasi drama.
Tahapan tersebut meliputi pemahaman tentang
sinopsis drama, karakteristik setiap tokoh, alur
cerita, konflik apa saja yang muncul dalam drama, Teori
Umum
dan dialog antartokoh (Teuw, 2001:66). Tahapan
dalam apresiasi drama dapat dengan mudah
dilakukan oleh mahasiswa jika diterapkan suatu
media pembelajaran yang tepat.
38
Menurut Moulton (1957), drama adalah
hidup yang ditampilkan dalam gerak. Jika
mahasiswa diberikan suatu stimulus berupa
pementasan drama yang ditampilkan melalui media
audiovisual, maka diharapkan akan memudahkan
mahasiswa mengapresiasi drama yang dimainkan.
Mahasiswa diberikan tayangan ‘bergerak’ dan tidak Alasan
hanya sekadar membaca teks drama. Dengan
demikian, diperlukan suatu media yang dapat
memudahkan mahasiswa dalam mengapresiasi suatu
drama dengan baik.
39
belakang pada contoh (1) diakhiri dengan penegasan bahwa
masalah yang dibahas pada latar belakang masalah perlu dibahas
lebih lanjut.
Contoh 2: Latar Belakang dengan Pemaparan Pertanyaan
Retoris
OPTIMALISASI PEMBELAJARAN BAHASA
INDONESIA
DI SEKOLAH SEBAGAI UPAYA
PENANAMAN PENDIDIKAN KARAKTER
BAGI PELAJAR SEKOLAH MENENGAH
PERTAMA
Latar Belakang
40
Pertanyaan retoris adalah pertanyaan yang tidak
membutuhkan jawaban. Artinya, jawaban pertanyaan retoris
sudah diketahui oleh penulis, tetapi penulis mengarahkan
pembaca untuk menjawab sendiri pertanyaan yang diajukan.
Latar belakang yang diawali dengan pertanyaan retoris
merupakan salah satu alternatif penulisan latar belakang.
Latar Belakang
Orang tua merupakan cermin anak di masa Ungkapan
depan. Ungkapan tersebut sesuai jika dihubungkan
dengan teori pendidikan untuk anak. Pendidikan
pertama yang dijalani anak memang sebaiknya
melalui orang tua di rumah. Orang tua memiliki
kemungkinan untuk menanamkan pendidikan sejak
dini kepada anak, baik pendidikan agama,
pendidikan koqnitif, pendidikan sosial, maupun
pendidikan karakter.
Pendidikan paling ideal yang ditanamkan
orang tua kepada anak adalah memberikan teladan
melalui perilaku di rumah. Perilaku yang dilakukan
orang tua secara tidak langsung akan dicontoh oleh
anak. Dengan demikian, orang tua sebaiknya
memberikan contoh perilaku yang baik kepada
anak.
Pendidikan di lingkungan keluarga
sebaiknya berbasis pengembangan karakter positif
untuk anak sejak dini. ...dst.
41
Contoh (3) merupakan contoh latar belakang yang diawali
ungkapan umum. Kalimat pertama merupakan kalimat utama
yang akan mengantarkan pembaca pada fokus masalah yang akan
dibahas. Ungkapan umum orang tua merupakan cermin anak di
masa depan bermakna orang tua memegang peran penting dalam
pendidikan anak usia dini di rumah. Latar belakang yang diawali
dengan ungkapan umum merupakan salah satu alternatif
penulisan latar belakang.
Setelah latar balakang, pokok pendahuluan yang ditulis
adalah rumusan masalah. Rumusan masalah merupakan bagian
yang perlu diperhatikan karena rumusan masalah berfungsi
merumuskan masalahmasalah yang akan dijabarkan dalam bab
pembahasan. Berikut contoh rumusan masalah.
Contoh 4: Contoh Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, berikut ini
dipaparkan rumusan masalah dalam makalah.
1) Bagaimanakah bentuk media audiovisual yang digunakan dalam
pembelajaran drama?
2) Bagaimanakah efektivitas media audiovisual dalam pembelajaran
drama?
3) Bagaimanakah kemenarikan media audiovisual dalam pembelajaran
drama?
42
susun sebelumnya, rumusan masalah apa sajakah yang paling
tepat dan dapat dikembangkan pada bagian bahasan?
Setelah rumusan masalah, pokok dalam pendahuluan yang
harus ditulis dalam makalah adalah tujuan. Tujuan merupakan
pemaparan hal yang ingin dicapai setelah penulisan makalah
selesai. Tujuan dan rumusan masalah memiliki keterkaitan
secara langsung. Berikut contoh tujuan penulisan dalam makalah.
Contoh 5: Contoh Tujuan Penulisan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, berikut ini
dipaparkan tujuan penulisan makalah.
1) Mendeskripsikan bentuk media audiovisual yang digunakan dalam
pembelajaran drama.
2) Memaparkan efektivitas media audiovisual dalam pembelajaran
drama.
3) Memaparkan kemenarikan media audiovisual dalam pembelajaran
drama.
Hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan tujuan adalah
pilihan kata yang digunakan. Penulis sebaiknya menghindari
pilihan kata untuk mengetahui dalam penulisan tujuan, karena
kata tanya tersebut menghasilkan jawaban tertutup, yaitu tahu
dan tidak tahu saja. Penulis sebaiknya menggunakan kata untuk
mendeskripsikan, untuk memaparkan, untuk menjelaskan, dan
sebagainya yang dapat menghasilkan jawaban terbuka. Jumlah
tujuan harus sama dengan rumusan masalah, sehingga terjadi
konsistensi dalam sistematika penulisan makalah.
Bahasan
Bahasan dalam makalah merupakan teks utama yang berisi
penjelasan topik atau fokus masalah. Jumlah bagian dalam
bahasan bergantung pada jumlah rumusan masalah. Jika
rumusan masalah berjumlah dua, maka bahasan utama juga
terdiri atas dua subjudul utama. Subjudul pada bagian bahasan
43
dapat dirinci lagi menjadi beberapa bagian, bergantung pada
kebutuhan penulis.
Penulisan isi bahasan dapat dilakukan setelah penulis
mengumpulkan bahan pustaka. Bahan pustaka harus dipilih
dengan cermat agar dapat menjadi rujukan yang terpercaya.
Bahan pustaka yang baik untuk dipilih harus memenuhi beberapa
persyaratan, diantaranya (a) relevan, (b) aktual, (c) objektif, dan
(d) tidak kontroversial (Muslich, 2013:69).
Bahan yang relevan adalah bahan yang sesuai dengan topik yang
dibahas. Relevansi bahan dapat diukur dengan menemukan
hubungan antara bahan pustaka dengan topik masalah. Jika
bahan pustaka dapat menjelaskan bagian tertentu dari topik
masalah, maka bahan pustaka tersebut dapat dikatakan relevan.
Bahan yang aktual merupakan bahan yang memiliki kebaruan
informasi. Kebaruan informasi dapat diperoleh dari pemilihan
bahan pustaka yang diterbitkan dari tahun terbaru. Bahan
pustaka dikatakan objektif apabila menyajikan suatu informasi
yang apa adanya, tanpa ada pendapat subjektif penulis. Bahan
pustaka dikatakan tidak kontroversial jika tidak mengandung
unsur tendensius. Misalnya, topik yang mendeskritkan golongan
atau kelompok tertentu sebaiknya dihindari.
Penulis dapat memilih bahan pustaka dari buku, hasil
penelitian, arsip lembaga, hasil wawancara, data statistik,
maupun catatan lepas. Bahan pustaka yang dikumpulkan harus
dicermati agar dapat menjadi acuan dalam menulis bagian
bahasan masalah. Bahan pustaka yang berkualitas akan
menentukan kualitas bagian bahasan.
Bahasan merupakan bagian paling penting dalam makalah
karena bagian ini menentukan kualitas makalah secara
keseluruhan. Bahasan yang baik menyajikan informasi yang
mendalam, tuntas, dan akurat tentang suatu topik. Bahasa yang
digunakan dalam bahasan harus bahasa yang baik dan benar,
sesuai dengan tata bahasa baku dan ejaan yang benar. Kalimat
yang digunakan dalam bahasan harus kalimat yang efektif dan
tidak berteletele. Selain itu, hal yang perlu diperhatikan dalam
44
bahasan adalah penulis sebaiknya menghindari kata dan
sebagainya, dan lainlain, atau dan seterusnya.
Berikut dipaparkan contoh bahasan pada makalah.
Contoh 6: Contoh Bagian Bahasan Makalah
BAB II
BAHASAN
45
contoh (4) dan tujuan pada contoh (5). Subjudul utama bahasan
harus sama dengan rumusan masalah dan tujuan agar terjadi
konsistensi isi.
Jika penulis ingin mengembangkan subjudul utama, maka
dapat digunakan subjudul baru sebagai bagian dari subjudul
utama. Hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan subjudul
adalah penggunaan batas maksimal empat digit angka untuk
subjudul.
Penutup
Penutup makalah berisi simpulan dan saran. Simpulan yang
dituliskan dalam penutup harus sesuai dengan bahasan.
Simpulan merupakan jawaban dari rumusan masalah yang sudah
disusun di bagian awal makalah. Pada penulisan makalah, perlu
diperhatikan keterikatan antara bagian awal, inti, dan penutup.
Rumusan masalah, tujuan, bahasan, dan penutup harus berisi
pengembangan topik yang sama. Simpulan bersifat tertutup,
artinya isi simpulan selalu berkaitan erat dengan bahasan.
Saran merupakan masukan dari penulis makalah yang ditujukan
untuk pengembangan makalah lebih lanjut. Saran bersifat
subjektif, sehingga penulis dapat memberikan saran terkait
pengembangan makalah yang ditulis. Berikut dipaparkan contoh
simpulan dan saran.
Contoh 7: Contoh Simpulan dan Saran
BAB III
PENUTUP
………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………...
3.1 Simpulan
Berdasarkan paparan bahasan pada Bab II, berikut ini
disajikan beberapa simpulan yang linier mengenai bentuk,
efektivitas, dan kemenarikan media audiovisual dalam
pembelajaran drama.
46
1) Bentuk media audiovisual yang digunakan dalam
pembelajaran drama adalah ………..
2) Efektivitas media audiovisual yang digunakan…
3) Kemenarikan media audiovisual…
(penulisan simpulan dapat berupa paragrafparagraf yang
mewakili rumusan masalah: apabila terdapat tiga rumusan
masalah, maka simpulan ditulis dalam tiga paragraf)
3.2 Saran (relevan dengan topik dan bagian bahasan)
b.Cerdas Menyusun Sistematika Artikel
Artikel merupakan jenis karya ilmiah yang ditulis dengan
tata cara ilmiah dan dirancang untuk dimuat dalam jurnal atau
buku kumpulan artikel. Artikel ilmiah membahas suatu masalah
yang dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan, pengamatan,
pengumpulan data yang didapat dari suatu penelitian, baik
penelitian lapangan, tes laboratorium, ataupun kajian pustaka
(Suyitno, 2012:51). Penulisan artikel harus disertai pemikiran
yang logis dan empiris.
Artikel ilmiah dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
artikel ilmiah hasil penelitian dan nonpenelitian. Artikel ilmiah
hasil penelitian merupakan artikel yang ditulis berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Pemikiran yang
dikembangkan dalam artikel ilmiah hasil penelitian termasuk
dalam tataran pemikiran empiris. Artinya, artikel yang
dihasilkan terikat oleh ruang dan waktu. Hasil yang ditulis dalam
artikel harus sesuai dengan hasil penelitian.
Artikel ilmiah nonpenelitian merupakan artikel yang
mengacu pada semua jenis artikel yang bukan laporan penelitian.
Artikel ilmiah nonpenelitian menelaah konsep, teori, prinsip,
model, atau produk. Berikut akan dipaparkan lebih lanjut
mengenai artikel ilmiah hasil penelitian dan nonpenelitian.
47
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian
Artikel ilmiah hasil penelitian ditulis dengan sistematika
ilmiah. Materi yang dikembangkan dalam artikel ilmiah meliputi
prosedur penelitian, temuan penelitian, pembahasan, dan
simpulan. Artikel ilmiah nonpenelitian terdiri atas beberapa
komponen. Berikut dipaparkan contoh komponen artikel ilmiah
hasil penelitian.
Tabel 2.1 Komponen Artikel Ilmiah Hasil Penelitian
No. Komponen Keterangan
1. Judul artikel • Judul artikel tidak berbentuk
kalimat, tetapi berbentuk frasa.
• Terdiri atas variabelvariabel
tertentu yang diteliti. Variabel yang
dipilih dalam judul mewakili setiap
fokus masalah yang dibahas dalam
artikel.
• Panjang judul artikel antara 515
kata.
• Informatif dan menarik minat
pembaca.
2. Nama penulis Nama yang dicantumkan dalam artikel
hasil penelitian adalah nama penulis
artikel, bukan nama peneliti.
48
No. Komponen Keterangan
nonpenelitian berisi masalah dan tujuan
penelitian, prosedur/metode penelitian,
ringkasan hasil, pembahasan, simpulan,
dan saran yang ditulis secara ringkas.
Abstrak pada umumnya terdiri atas
satu paragraf (50—75 kata: bergantung
pada gaya selingkung).
Kata kunci merupakan variabel
varibel yang akan diteliti. Kata kunci
sering dihubungkan dengan judul.
Artinya, variabel yang ditulis di dalam
judul juga harus dirumuskan menjadi
kata kunci. Kata kunci merupakan kata
atau gabungan kata yang menjadi fokus
masalah.
5. Pendahuluan Pendahuluan pada artikel ilmiah
nonpenelitian berisi pemaparan latar
belakang, rumusan masalah, tujuan,
dan tinjauan pustaka secara ringkas
dan mendalam.
Pendahuluan perlu disertai
rujukan yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya,
keabsahannya, dan keterkaitannya
dengan fokus masalah yang dibahas.
Pendahuluan ditulis tanpa
subjudul.
49
No. Komponen Keterangan
dan sumber data, alat dan bahan (jika
ada), lokasi dan lama penelitian (jika
ada), metode pengumpulan data, serta
teknik analisis data.
50
No. Komponen Keterangan
Berikut dipaparkan contoh artikel ilmiah hasil penelitian.
Contoh 8: Contoh Artikel Ilmiah Hasil Penelitian
Etnobotani Sub Kelas Magniliidae dan Lilidae
sebagai Bahan Kerajinan Etnik Using
Judul
Kabupaten Banyuwangi
Penulis
Oleh : Ida Amaliah
Universitas Harapan Indonesia Sponsor/nama
lembaga
Jalan Veteran 12 MalangJawa Timur
51
Kata Kunci : etnobotani, Magniliidae, Lilidae, bahan
Kata kunci
kerajinan, etnik Using.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah deskriptif-eksploratif.
Metode yang digunakan adalah metode survei dengan teknik
wawancara terstruktur (structured interview) dan seni
terstruktur (semi-structured interview). Peneliti terlibat aktif
dalam kegiatan proses pembuatan kerajinan Metode
(practiciporatory etnobotanical appraisal). Pengambilan Penelitian
52
antara lain kamera, alat perekam wawancara (tape recorder),
angket wawancara, dan alat tulis. Bahan yang digunakan
tumbuh-tumbuhan sebagai bahan kerajinan yang ditemukan
di lapangan pada saat melakukan penelitian.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik
analisis deskriptif kualitatif. Analisis ini merupakan analisisa isi
(content analysis). Identifikasi tumbuhan dilakukan dengan
menggunakan pedoman pustaka Flora of Java volume I, II, dan III
(Backer dan Brink, 1968).
HASIL
Berdasarkan hasil wawancara dengan 90 responden,
diketahui bahwa terdapat sebelas jenis tumbuhan yang
dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan oleh masyarakat Suku
Using Kabupaten Banyuwangi secara keseluruhan. Jenis-
jenis tumbuhan tersebut dipaparkan dalam tabel di bawah
ini.
53
Pada bagian pendahuluan, hal yang dipaparkan adalah latar
belakang, rumusan masalah, dan tujuan. Pada bagian metode, hal
yang dipaparkan adalah jenis penelitian, teknik pengumpulan
data, data, sumber data, alat dan bahan, serta teknik analisis
data. Pada bagian hasil penelitian, penulis boleh menampilkan
tabel, bagan, atau diagram. Akan tetapi, tabel, bagan, dan
diagram yang ditampilkan harus disertakan narasi tentang
makna/isi tabel agar memudahkan pembaca dalam memahami
tabel yang disajikan. Selanjutnya, berikut ini akan dipaparkan
bagian pembahasan, penutup, dan daftar rujukan.
BAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa masyarakat
Using menghasilkan berbagai kerajinan dengan memanfaatkan
bagian-bagian dari tumbuhan. Kerajinan yang dihasilkan
diantaranya gantungan kunci, lampu duduk, piring, tas, asbak,
pigura, topi dan tikar. Spesies tumbuhan yang digunakan
dikelompokkan dalam 9 familia, yaitu Arecaceae, Musaceae,
Mimosaceae, Malvaceae, Leguminosae, Poaceae, Pandanaceae,
Apocynaceae dan Cyperaceae. Spesies yang paling banyak
Pembahasan
dimafaatkan adalah pisang abaka (Musa textilis) sebanyak 20%. disertai teori
Menurut Wibowo (dalam Avivi, 2004), pisang abaka adalah salah
satu penghasil serat yang dapat digunakan untuk membuat
kerajinan rakyat diantaranya anyaman topi, tas, peralatan makan,
dan kertas rokok.
Produk kerajinan yang dihasilkan masyarakat Using
sebagian besar adalah peralatan rumah tangga dengan persentase
65%, hiasan 11%, dan assesoris 24%. Menurut Jelantik (1999),
pada awalnya kerajinan diciptakan dari dorongan manusia
membuat barang dan alat untuk kebutuhan sehari-hari terutama
yang berhubungan dengan peralatan dapur.
SIMPULAN
Ada 11 spesies tumbuhan yang dimanfaatkan
sebagai bahan kerajinan oleh etnik using Kabupaten
Banyuwangi. Spesies tersebut termasuk dalam sub
54
kelas Magniliidae dan Liliidae. Bagian tumbuhan yang
banyak dimanfaatkan yaitu batang dan kegunaan
produknya adalah untuk peralatan rumah tangga dan
hiasan.
SARAN
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan
kajian di bidang kesehatan, sekaligus sebagai
pendukung budaya etnik Using Kabupaten Saran Praktis
Banyuwangi. Peneliti lain disarankan untuk melakukan
penelitian lanjutan dengsn tema yang sama di daerah
lain.
55
Perbedaan yang paling besar antara artikel ilmiah
nonpenelitian dengan artikel populer terletak pada gaya bahasa
dan sistematika. Gaya bahasa artikel populer lebih bebas dan
tidak terikat kaidah kebahasaan, sedangkan gaya bahasa artikel
ilmiah nonpenelitian masih terikat dengan kaidah kebahasaan.
Kaidah kebahasaan tersebut meliputi pemilihan kata baku,
ketepatan penggunaan ejaan, maupun pembentukan istilah.
Sistematika artikel ilmiah nonpenelitian juga sama dengan
artikel ilmiah hasil penelitian, namun dengan subjudul yang
berbeda. Pada artikel ilmiah nonpenelitian tidak terdapat
subjudul metode penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan.
Subjudul yang digunakan dalam artikel ilmiah nonpenelitian
adalah subjudul yang mewakili setiap fokus masalah yang
dikembangkan oleh penulis. Berikut dipaparkan komponen artikel
ilmiah nonpenelitian.
Tabel 2.2 Komponen Artikel Ilmiah Nonpenelitian
No. Komponen Keterangan
1. Judul artikel • Judul artikel informatif dan
menarik
• Tidak berbentuk kalimat,
tetapi berbentuk frasa.
• Panjang judul artikel antara
515 kata.
56
ilmiah nonpenelitian berisi variabel
variabel yang dibahas dalam
artikel.
Kata kunci dalam artikel
ilmiah nonpenelitian tidak selalu
didasarkan pada judul, tetapi
didasarkan pada konten isi artikel.
57
6. Penutup Pada bagian akhir artikel
ilmiah nonpenelitian, subjudul yang
digunakan adalah penutup. Penutup
berisi simpulan dan saran atau
simpulan saja. Artikel yang hanya
memaparkan konsep atau teori
tertentu cukup diberi simpulan
tanpa saran. Akan tetapi, artikel
yang membahas suatu fenomena
tertentu sebaiknya diberikan
simpulan dan saran. Saran
ditujukan secara umum kepada
pembaca
7. Daftar rujukan Penulisan daftar rujukan
pada artikel ilmiah nonpenelitian
secara struktural sama dengan
artikel hasil penelitian. Pada artikel
jenis ini penulis diperbolehkan tidak
terlalu banyak merujuk informasi
dan memaksimalkan penalaran.
Berikut ini dipaparkan contoh artikel ilmiah nonpenelitian.
Contoh 9: Artikel Ilmiah Nonpenelitian
FENOMENA DEGRADASI MORAL WANITA
KARIER: Judul
“SAYA PILIH BAYI TABUNG SAJA!”
Abstrak: Bayi tabung adalah teknik pembuahan sel telur di luar tubuh
manusia. Beberapa wanita pada zaman modern memilih tidak hamil
dengan alasan akan menghambat karir. Wanita yang memilih bayi tabung
rela mengeluarkan jutaan uang untuk proses bayi tabung, sehingga
didirikan pabrik bayi pertama di dunia, tepatnya di Negara India. Dampak
bayi tabung bagi bayi yang dilahirkan adalah kemungkinan besar bayi
akan mengalami cacat bawaan.
58
Kata kunci : Penyewaan rahim, bayi tabung, wanita karir
59
DAMPAK BAYI TABUNG DALAM PANDANGAN
AGAMA DAN SOSIAL
Efek program bayi tabung di kalangan masyararakat
berdampak pada masalah sosial, yaitu adanya kesenjangan
sosial. Pandangan masyarakat terhadap program bayi tabung
masih dianggap aneh. Menurut pandangan agama, program
bayi tabung diharamkan jika diperoleh dengan cara
menitipkan janin ke dalan rahim wanita lain yang bukan istri
sah dari laki laki tersebut. Hal akan menimbulkan
pertentangan antara ibu biologis dan ibu yang merawat... dst.
DAFTAR RUJUKAN
60
Dampak
Aktivitas
masyarakat
Sebab- Alternatif
terganggu
sebab Rawan penyakit Solusi
kulit dan
penyakit lain
Intensitas
Curah hujan yang bencana Mengembangkan
tinggi banjir sistem
Konstruksi beton meningkat rekayasa
tidak mampu cuaca
meresap air Menciptakan
hujan (kedap beton lulus air
air) Menerapkan
Selokan yang Banjir di sanksi bagi
tersumbat wilayah pembuang
sampah perkotaan sampah di
Berkurangnya berkonstruk selokan
wilayah si beton Melakukan
resapan air penambahan
wilayah
Fakta resapan air
Pendukung
61
Mari Berlatih!
1. Buatlah sebuat topik karya ilmiah berdasarkan fenomena atau
permasalahan faktual (diutamakan yang aktual) yang dapat
dibuktikan kebenarannya! Fenomena atau permasalahan
yangdipilih harus sesuai dengan bidang keilmuan yang anda
geluti!
2. Analisislah permasalahan/fenomena yang menjadi sumber
penyusunan topik (soal nomor 1) dengan mencari ciri
masalah/fenomena, sebab, dampak, solusi, dan faktafakta
pendukung kebenaran masalah/fenomena! Tulislah hasil
analisis masalah/fenomena dalam bentuk peta konsep seperti
contoh berikut ini!
3.Kembangkanlah peta konsep yang anda buat (soal nomor 2)
menjadi bagian latar belakang karya ilmiah secara utuh!
Tambahkan teoriteori yang relevan dengan topik dan
perhatikan pula keefektifan kalimat, kepaduan, dan keutuhan
informasi yang disajikan!
4.Buatlah sebuah judul karya ilmiah yang relevan topik yang
anda pilih (soal nomor 1)! Judul tersebut harus mencerminkan
masalah dan solusi yang anda tawarkan!
5.Buatlah rumusan masalah (minimal 2 item) yang sesuai dengan
hasil analisis masalah/fenomena (soal nomor 2) yang telah anda
lakukan!
62
C MENGUTIP DAN MERUJUK
INFORMASI
1. Ciri Informasi Terpercaya
Kebenaran suatu informasi yang disajikan dalam sebuah
karya ilmiah merupakan sebuah persyaratan mutlak yang harus
dipenuhi. Kebenaran tersebut dapat berasal dari fakta empiris
yang telah terekam melalui proses dan instrumen perekaman
63
yang valid atau melalui hasil penyajian fakta dan teori yang telah
dikemukakan sebagai hasil/laporan dari berbagai penelitian.
Fakta empiris dan teoriteori yang dapat dimanfaatkan
sebagai informasi terpercaya dalam penulisan karya ilmiah
disajikan melalui berbagai media. Media yang umum digunakan
sebagai sumber rujukan informasi adalah buku (literatur ilmiah),
artikel ilmiah, makalah, media massa, dokumen pemerintah,
laporan penelitian (skripsi, tesis, disertasi), dan produk hukum
(undangundang). Meskipun demikian, penulis karya ilmiah tetap
harus mampu memilih secara cermat sumber rujukan dan
informasi terpercaya dengan memeriksa keabsahan sumber serta
melakukan pembandingan informasi melalui berbagai sumber.
a.Informasi yang Bersumber dari Buku Ilmiah
Hal yang perlu diperhatikan Dalam upaya menelaah
informasi dari sumber berupa buku ilmiah adalah: (1) kesesuaian
substansi buku dengan topik yang akan dibahas dalam karya
ilmiah; (2) biografi yang berisi keahlian penulis buku, hal ini perlu
dilakukan untuk mengetahui kesesuaian isi dengan keahlian
penulis buku; (3) kesesuaian isi—kutipankutipan—dengan
daftar rujukan, hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui
validitas informasi di dalam buku; dan (4) kemutakhiran yang
dapat dilihat dari tahun penulisan (10 tahun terakhir). Meskipun
demikian, apabila di dalam buku yang menjadi sumber rujukan
informasi terdapat banyak kutipan, maka akan lebih baik jika
calon penulis karya ilmiah menelusuri sumber utama yang
digunakan oleh penulis buku dan menjadikannya sebagai bahan
bacaan. Jika buku yang dijadikan bahan perujukan informasi
adalah buku utama, maka syarat kemutakhiran dapat diabaikan
(asal teori yang terdapat dalam buku masih relevan digunakan
sebagai sumber informasi).
Buku yang dijadikan sebagai sumber informasi dapat berupa
buku nonterjemahan atau buku terjemahan. Buku nonterjemahan
artinya adalah buku yang menyajikan informasi sesuai dengan
bahasa penulis, misalnya: buku berbahasa Inggris yang ditulis
oleh orang Inggris, buku berbahasa Arab yang ditulis oleh orang
64
Arab, dan buku berbahasa Indonesia yang ditulis oleh orang
Indonesia. Sebaliknya, buku terjemahan disajikan dengan
pengalihbahasaan (sesuai bahasa sasaran pembaca) dari bahasa
awal yang digunakan pada cetakan pertama. Hal ini dilakukan
untuk kepentingan publikasi.
b. Informasi yang Bersumber dari Jurnal Ilmiah
Di Indonesia, istilah jurnal banyak digunakan untuk
berbagai disiplin ilmu pengetahuan, kegiatan perusahaan, dan
administrasi. Jurnal ilmiah adalah wadah publikasi karya ilmiah
hasil penelitian atau gagasan konseptual dari masyarakat
akademik. Umumnya, sebuah jurnal memuat 1015 karya ilmiah
berupa artikel yang telah diseleksi dan diuji keabsahannya.
Sebuah jurnal ilmiah ideal diterbitkan berdasarkan tujuan
khusus. Artinya, artikelartikel yang diseleksi untuk
dipublikasikan melalui jurnal ilmiah berisi informasi serumpun
dalam bidang tertentu. Jurnal Bahasa dan Seni misalnya, berisi
berbagai artikel terseleksi dengan tematema seputar bahasa dan
kesenian. Nama jurnal ilmiah, secara umum, akan mewakili
substansi informasi yang disajikan di dalamnya. Pada Tabel 3.1
berikut ini disajikan contoh namanama jurnal ilmiah dan
substansi informasi yang disajikan.
Tabel 3.1 Contoh Namanama Jurnal Ilmiah dan Substansi
Informasi yang
Disajikan
No. Nama Jurnal Substansi Instansi
Informasi
1. Bahasa dan Seni Linguistik, Fakultas Sastra
Sastra, Universitas Negeri
Kesenian, Malang
Pembelajaran
Bahasa dan
atau Sastra,
Pembelajaran
65
No. Nama Jurnal Substansi Instansi
Informasi
Seni
66
No. Nama Jurnal Substansi Instansi
Informasi
10. International Kebumian dan International Society of
Journal of Remote Penginderaan Remote Sensing and
Sensing and Jauh Earth Sciences (IReSES)
Earth Sciences IReSES Office,
Universitas Udayana
11. Media Peternakan Pertanian Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
12. Dimensi Teknik Rekayasa dan Pusat Penelitian dan
Sipil Teknik Sipil Pengabdian Kepada
Masyarakat Universitas
Kristen Petra
13. Jumantara Kajian Naskah Perpustakaan nasional
(Jurnal Manuskrip Republik Indonesia
Manuskrip Nusantara
Nusantara)
14. Sosiohumaniora Sosial dan Lembaga Penelitian
Humaniora Universitas Padjadjaran
15. Humaniora Sosial dan Fakultas Sastra dan
Humaniora Kebudayaan Universitas
Gadjah Mada
16. Litera Sastra dan Badan Pertimbangan
Filsafat Penelitian, Fakultas
Bahasa dan Seni
Universitas Negeri
Yogyakarta
17. Makara Seri Sains MIPA Direktorat Riset dan
Pengabdian Masyarakat
Universitas Indonesia
18. Jurisdictie Hukum dan Unit Penelitian,
Syari’ah Penerbitan dan
Pengabdian Masyarakat
(P3M) Fakultas Syari’ah
Universitas Islam Negeri
67
No. Nama Jurnal Substansi Instansi
Informasi
Maulana Malik Ibrahim
Malang
68
pelaksanaan, hingga evaluasi hasil penelitian. Sistematika
penulisan laporan berupa skripsi, tesis, disertasi, laporan
Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKMP), dan atau
artikel hasil penelitian akan berbeda satu sama lain. Hal ini
berlaku sesuai dengan konvensi penulisan karya ilmiah di
instansi yang bertanggungjawab atas pelaksanaan dan publikasi
karya ilmiah tersebut.
Laporan penelitian yang dipublikasikan melalui berbagai jenis
karya ilmiah menjadi bahan rujukan yang dapat
dipertanggungjawabkan karena telah melalui prosedur ilmiah.
Jika disimpulkan menjadi sebuah formulasi khusus, maka
prosedur ilmiah yang harus dilakukan seseorang untuk
menghasilkan laporan penelitian adalah:
Logika—Hipotesis—Verifikasi—Konklusi
Logika adalah prosedur pertama yang harus dilalui dalam
merencanakan sebuah penelitian. Rancangan penelitian haruslah
merupakan aktivitas yang didasarkan pada prinsip kelogisan.
Dalam hal ini, perumusan tujuan penelitian harus didasarkan
pada logika pengetahuan yang relevan. Selain itu, target capaian
juga harus dipertimbangkan kesesuaiannya dengan rancangan
penelitian.
Seorang peneliti ideal harus memiliki kemampuan
memprediksi hasil penelitian. Prediksi tersebut umum disebut
dengan istilah Hipotesis (dugaan sementara). Pada penelitian
kualitatif, istilah hipotesis mungkin saja tidak muncul secara
eksplisit, namun alur prosedur ilmiah berupa dugaan sementara
tersebut tetap harus dilalui, sehingga penelitian yang dilakukan
dapat terarah.
Setelah melalui proses perancangan dan prediksi, hal
berikutnya yang perlu dilakukan seorang peneliti adalah
verifikasi (pembuktian). Pembuktian ini dilakukan untuk menguji
ketepatan prediksi, ketepatan metode pengumpulan data, serta
keabsahan data dan temuan penelitian. Pembuktian dapat
69
dilakukan dengan dua cara, yakni studi literatur (kajian
kepustakaan) dan atau studi lapangan (kajian langsung dengan
pengamatan).
Prosedur terakhir yang harus dilalui untuk menghasilkan
sebuah karya ilmiah hasil penelitian (laporan penelitian) adalah
penyimpulan. Temuantemuan penelitian yang telah dirumuskan
diklasifikasikan berdasarkan kesesuaiannya dengan fokus atau
tujuan penelitian. Simpulansimpulan yang dihasilkan pada
tahap akhir ini menjadi sebuah capaian final untuk
dipublikasikan. Pada dasarnya, kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, dan pelaporan karya ilmiah yang telah disebutkan
sebelumnya merupakan pengejawantahan dari prosedur ilmiah
yang harus dilalui oleh seorang peneliti.
Selain laporan penelitian, artikel ilmiah yang dipublikasikan
melalui berbagai media dapat berupa gagasan konseptual hasil
pengkajian referensireferensi ilmiah (nonpenelitian). Artikel jenis
ini juga dapat dijadikan sebagai sumber rujukan. Artikel ilmiah
gagasan konseptual dapat ditemukan dengan mudah di jurnal
jurnal ilmiah.
Naskah akademik lain yang dapat dijadikan sebagai sebagai
sumber referensi ilmiah adalah makalah. Dalam konteks
perkuliahan, penulisan makalah menjadi makanan seharihari
bagi mahasiswa. Akan tetapi, tidak semua makalah dapat
dipertanggungjawabkan keabsahannya. Makalahmakalah yang
sering ditulis oleh mahasiswa untuk kepentingan tugas
perkuliahan, umumnya ditulis tanpa melalui proses verifikasi
yang optimal. Oleh karena itu, informasi yang ada di dalam
makalah tersebut masih perlu dipertanyakan kembali
keabsahannya.
Makalah yang dapat dijadikan sumber rujukan untuk
penulisan karya ilmiah adalah makalah yang telah melalui proses
seleksi dan atau publikasi di lingkup yang luas. Makalah yang
telah melalui proses seleksi untuk perlombaan ilmiah tertentu
misalnya, dapat menjadi sebuah sumber rujukan yang layak
dalam penulisan karya ilmiah. Kelayakan tersebut diperoleh
melalui kegiatan asesmen yang dilakukan oleh tim juri. Dua poin
70
penting yang menjadi tolok ukur kelayakan sebuah makalah
dalam perlombaan adalah orisinalitas dan faktualitas informasi
yang disajikan. Dengan demikian, makalah yang telah melalui
proses seleksi semacam ini layak menjadi sumber referensi
ilmiah.
Makalah yang telah diseminarkan juga dapat dijadikan
sebagai sumber referensi ilmiah. Proses publikasi melalui
kegiatan seminar akan membuat makalah yang ditulis oleh
seorang akademisi dibaca oleh banyak kalangan. Hal tersebut
secara tidak langsung menjadi sebuah proses pembuktian dan
koreksi massal oleh masyarakat akademik. Oleh sebab itu,
kegiatan praseminar tentu akan dilakukan melalui proses
persiapan dan verifikasi yang matang. Dengan demikian,
makalah yang dipublikasikan melalui kegiatan seminar ini layak
menjadi bahan rujukan untuk penulisan karya ilmiah.
d. Informasi yang Bersumber dari Kamus
Kamus merupakan salah satu karya tulis hasil riset
mengenai berbagai kosakata dari berbagai bahasa. Istilahistilah
dan informasi penyerta/definitif mengenainya merupakan hasil
kajian yang kemudian disepakati oleh para ahli/pakar
kebahasaan untuk dipublikasikan/diterbitkan. Oleh karena itu,
informasi yang bersumber dari kamus menjadi informasi yang sah
untuk dijadikan sebagai sumber rujukan dalam penulisan karya
ilmiah.
Selain berisi informasi mengenai definisi suatu istilah,
umumnya, kamus juga menyertakan keterangan cara melisankan
istilah. Keterangan tersebut telah didasarkan pada kaidah
pengucapan dalam ilmu fonologi. Selain sebagai sumber referensi
yang berbasis ilmu pengetahuan, kamus akan membuat para
pembaca memahami informasi tambahan tentang cara
pengucapan istilah dalam bahasa tertentu. Sebuah kamus bahkan
menyediakan kode mengenai istilahistilah baku, nonbaku, dan
istilah serapan dari bahasa lain (daerah).
71
e. Informasi yang Bersumber dari Produk Hukum
Produk hukum berisi informasiinformasi mengenai definisi
istilah hukum, aturan, sanksi, dan berbagai hal lain yang telah
melalui proses legalisasi. Produk hukum dapat berupa Undang
undang, Peraturan Presiden, Peraturan Pemerintah, Peraturan
Menteri, Peraturan daerah, dan atau suratsurat yang
dikeluarkan oleh pemerintah secara resmi melalui prosedur
hukum konvensional. Umumnya, produk hukum di tataran bawah
tidak akan menyimpang dari produk hukum yang memayunginya
(di tataran pemerintahan teratas).
Keabsahan sebuah produk hukum tidak perlu diragukan.
Dengan demikian, informasiinformasi yang terdapat dalam
berbagai produk hukum menjadi informasi terpercaya dan resmi.
Oleh karena itu, produk hukum dapat dijadikan sebagai sumber
informasi dalam penulisan karya ilmiah.
f. Informasi yang Bersumber dari Media Massa/Elektronik
Media yang termasuk kategori media massa/elektronik pada
bagian ini adalah surat kabar (koran), buletin, majalah, televisi,
dan radio. Sumber informasi yang dibahas pada bagian ini
terbatas pada surat kabar (koran), buletin, dan majalah yang
terbit dalam bentuk cetak (bukan online). Pembahasan mengenai
sumber informasi online disajikan pada bagian (g).
Media massa/elektronik adalah produk jurnalistik yang
cukup teruji keabsahannya. Informasi yang diberitakan dalam
media massa/elektronik diperoleh melalui kegiatan “terjun
langsung” ke lokasi kejadian. Artinya, informasi yang diberitakan
telah disesuaikan dengan fakta.
Publikasi informasi melalui media massa/elektronik secara
ideal, harus melalui proses verifikasi yang cukup kompleks.
Pencarian informasi ke lokasi dilakukan dengan berbagai teknik
yang meliputi: pengamatan langsung, pencatatan, pengambilan
gambar, wawancara dengan ahli, wawancara dengan saksi
(masyarakat di lokasi kejadian), dan wawancara dengan pihak
yang berwenang mengangani permasalahan yang sedang diamati.
Proses panjang tersebut tidak lantas menjadi dasar tunggal
72
publikasi informasi yang telah dikumpulkan. Agar informasi
sampai di meja cetak, terlebih dahulu dilakukan proses
penelaahan dan penyuntingan oleh editor.
Meskipun informasi yang bersumber dari media
massa/elektronik telah teruji kebenarannya, seorang penulis
karya ilmiah perlu memiliki kemampuan memilah informasi yang
berupa fakta dan opini. Beberapa bagian, program, atau rubrik di
media massa/elektronik ada yang berupa opini dan ada pula yang
berupa iklan advertorial. Oleh karena itu, seorang penulis karya
ilmiah harus jeli dalam merujuk informasi faktual yang terdapat
pada media massa/elektronik.
g. Informasi yang Bersumber dari Penelusuran Internet
Internet menjadi salah satu sumber informasi mutakhir
yang paling mudah digunakan. Hampir setiap orang di berbagai
belahan dunia pasti pernah menggunakan internet untuk
berbagai aktivitas. Dalam konteks penulisan karya ilmiah,
penelusuran informasi melalui internet juga diperbolehkan.
Perlu diketahui bahwa informasi yang diunggah melalui
internet tidak serta merta dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Hal tersebut terjadi karena nyaris tidak ada
proses penyaringan informasi yang diunggah di internet. Setiap
orang berhak mengunggah informasi melalui berbagai laman atau
media sosial yang tersedia internet. Oleh karena itu,
pengunggahan informasi terbaru dapat dengan cepat terjadi.
Akan tetapi, kebenaran informasi yang diunggah tentu perlu
diverifikasi ulang melalui berbagai cara.
Ada beberapa sumber informasi dari internet yang dapat
digunakan sebagai rujukan penulisan karya ilmiah. Sumber
sumber informasi tersebut meliputi: buku PDF, Ebook, jurnal
online, website resmi (lembaga pemerintah atau swasta), berita
pada media online, makalah hasil seminar yang diunggah dan
disertai keterangan lengkap, informasi/berita audiovisual
(rekaman TV), informasi/berita audio (rekaman radio), laman
pribadi yang teruji keabsahannya, materi perkuliahan dan atau
diskusi yang diunggah melalui website, dan Ekamus.
73
Sumber informasi yang seringkali dijadikan bahan rujukan
oleh siswa atau mahasiswa adalah blog. Meskipun demikian,
dalam penulisan karya ilmiah, merujuk informasi dari blog adalah
hal yang kurang disarankan. Hal tersebut terjadi karena banyak
informasi dari blog yang diragukan keabsahannya. Informasi yang
disajikan dalam sebuah blog sangat mungkin merupakan
informasi yang benar. Akan tetapi, sumber primer informasi yang
disajikan seringkali tidak dicantumkan. Selain itu, secara umum,
informasi yang diunggah melalui blog lebih banyak berupa opini.
Padahal, sumber informasi untuk karya ilmiah seharusnya
berupa fakta empiris atau teori yang telah teruji keabsahannya.
Keabsahan informasi yang disajikan melalui blog pun masih
patut dipertanyakan kembali. Beberapa blog yang ditulis oleh
para ilmuwan ternama mungkin memang merupakan upaya
publikasi ilmiah dan dapat dijadikan sebagai rujukan ilmiah.
Akan tetapi, blogblog yang banyak muncul dengan berbagai
tulisan ilmiah di dalamnya seringkali merupakan hasil duplikasi
dari karya ilmiah orang lain. Secara teknis, informasi yang
disajikan pun sering kali tidak memenuhi standar tata
pengutipan konvensional, sehingga dapat disebut sebagai produk
hasil plagiasi.
Gambar 3.1 Salah Satu Blog yang Mengandung Unsur Plagiasi
74
Gambar 3.2 Salah Satu Blog yang Mengandung Unsur Plagiasi
Gambar 3.1 dan 3.2 merupakan hasil penelusuran blog
dengan topik yang sama. Ternyata, kedua blog tersebut (nama
blog sengaja tidak disertakan) berisi informasi yang sama
mengenai definisi sastra. Secara substansial, bahkan redaksional,
definisi yang disajikan sama persis. Penulis kedua blog tersebut
juga tidak mencantumkan sumber rujukan secara eksplisit sesuai
dengan konvensi tata pengutipan. Oleh karena itu, teks dalam
kedua blog tersebut tergolong hasil plagiasi dan tidak layak
dijadikan sumber rujukan penulisan karya ilmiah.
2. Tata Pengutipan
Informasi yang dijadikan sebagai rujukan dalam sebuah
karya ilmiah perlu ditulis sesuai dengan kaidah pengutipan. Ada
tiga jenis tata pengutipan yang sering digunakan di Indonesia,
yakni innote, footnote, dan endnote. Penggunaan jenis tata
pengutipan tersebut bergantung pada kesepakatan lembaga/
instansi.
a.Innote
Innote atau intext notation adalah pengutipan dan
penulisan rujukan dalam badan teks makalah, artikel, atau karya
ilmiah yang lain. Tata pengutipan semacam ini banyak
digunakan di Indonesia. Salah satu instansi yang menggunakan
tata pengutipan tipe ini dalam penulisan karya ilmiah adalah
Universitas Negeri Malang.
75
Dalam konsep innote, kutipan dan identitas referensi yang
menjadi sumber rujukan ditulis dalam badan teks dengan dua
cara, yakni kutipan langsung dan kutipan tidak langsung.
Pengutipan langsung dilakukan dengan menyalin informasi
sesuai dengan redaksi yang tercantum dalam referensi/sumber
kutipan. Universitas Negeri Malang (Pedoman Penulisan Karya
Ilmiah, 2010:104) merumuskan dua cara pengutipan langsung
dalam penulisan karya ilmiah, yakni (1) kutipan kurang dari 40
kata dan (2) kutipan lebih dari 40 kata.
Kutipan dengan jumlah kata kurang dari 40 harus ditulis
dalam badan teks secara terpadu dan diapit oleh tanda kutip
(“…”). Keterangan mengenai identitas sumber kutipan juga perlu
dicantumkan. Meskipun demikian, keterangan yang perlu
dicantumkan hanya terbatas pada: (1) nama belakang penulis, (2)
tahun penulisan referensi atau sumber rujukan, dan (3) halaman
yang dikutip. Ketiganya dapat ditulis dalam dua model sesuai
contohcontoh berikut ini.
Contoh : Kutipan Langsung <40 Kata (Model 1)
Ciri khas penulisan kutipan langsung pada model 1 ditandai
dengan peletakan nama belakang penulis buku—atau sumber
rujukan lainnya—di awal kalimat. Tahun penerbitan sumber
rujukan dan halaman yang dirujuk diletakkan di dalam kurung
setelah nama belakang penulis. Kutipan informasi ditulis dengan
diapit tanda kutip setelah penyebutan nama, tahun, dan halaman.
76
Contoh: Kutipan Langsung <40 Kata (Model 2)
Peletakan identitas sumber kutipan langsung pada model 2
berbeda secara teknis dengan model 1. Pada model 2, keterangan
identitas sumber diletakkan di bagian akhir. Seluruh informasi
yang mencakup nama belakang penulis, tahun, dan halaman
diletakkan dibagian akhir dan diapit tanda kurung.
Ukuran huruf pada kutipan langsung kurang dari 40 kata
sama dengan ukuran huruf pada paragraf normal, yakni 12. Jenis
huruf yang umum digunakan dalam penulisan karya ilmiah
adalah Times New Roman. Selain Times New Roman, terdapat
pula beberapa jenis huruf yang sering digunakan, misalnya
Calibri dan Arial. Penentuan jenis huruf tersebut bergantung
pada konvensi penulisan pada masingmasing lembaga atau
instansi.
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, selain
kutipan langsung kurang dari 40 kata, terdapat pula kutipan
langsung yang lebih dari 40 kata. Cara penulisan kutipan
langsung lebih dari 40 kata memiliki ciri khusus. Hal tersebut
dapat diamati melalui contoh berikut.
77
Contoh: Kutipan Langsung >40 Kata (Model 1)
Ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam
penyusunan kurikulum sekolah. Hartono (2008:51)
mengemukakan beberapa hal tersebut sebagai berikut.
Contoh kutipan langsung lebih dari 40 kata pada model 1
tersebut menunjukkan bahwa terdapat pemisahan antara
paragraf normal (badan paragraf) dengan paparan informasi yang
dikutip dari buku referensi. Dalam penulisan karya ilmiah, spasi
yang digunakan pada paragraf normal umumnya adalah 1,5 atau
2 spasi (bergantung pada konvensi lembaga/instansi). Untuk
membedakan paragraf normal dengan kutipan langsung lebih dari
40 kata, maka spasi yang digunakan pada kutipan adalah 1. Tepi
kanan dan kiri pada kutipan juga dibuat menjorok 1,2 cm. selain
itu, ukuran huruf pada kutipan lebih dari 40 kata juga diperkecil
menjadi 11.
Penulisan identitas sumber rujukan pada kutipan lebih dari
40 kata, sama halnya dengan kutipan kurang dari 40 kata. Nama
belakang penulis, tahun publikasi, dan halaman yang dikutip
adalah identitas yang wajib dicantumkan dalam kutipan.
Identitas tersebut dapat pula diletakkan di bagian akhir kutipan
sebagaimana contoh berikut.
78
Contoh: Kutipan Langsung >40 Kata (Model 2)
79
Contoh: Kutipan Tidak Langsung (Model 1)
Redaksi Asli
Sudah menjadi pemahaman bersama bahwa puisi itu
memiliki banyak tafsir (Suharianto, 2009:22).
Kutipan Tidak Langsung
Suharianto (2009:22) menyepakati pandangan umum yang
menyatakan bahwa puisi—sebagai salah satu jenis karya sastra—
bersifat multitafsir. Artinya, saat dua orang membaca sebuah puisi
yang sama, penafsiran atau pemahaman keduanya terhadap puisi
tersebut mungkin saja berbeda (bergantung pada pengalaman dan
pengetahuan masing-masing pembaca).
80
ukuran huruf dan spasi pada paragraf normal. Perbedaannya
terletak pada penulisan identitas sumber rujukan yang meliputi:
nama belakang penulis, tahun publikasi, dan halaman yang
dikutip. Identitas tersebut dapat dicantumkan di bagian awal
atau akhir kutipan.
Selain melakukan pengutipan tidak langsung dengan
memparafrase, cara lain yang dapat digunakan adalah membuat
simpulan dari informasi dalam sumber rujukan tertentu.
Penyimpulan dapat bermanfaat untuk menyederhanakan
infomasi yang dikutip. Berikut ini disajikan contoh kutipan tidak
langsung dengan cara menyimpulkan informasi dari sumber
rujukan.
81
Secara teknis, pengutipan tidak langsung dengan model 2 sama
halnya dengan pengutipan tidak langsung model 1. Perbedaan di
antara keduanya terletak pada paparan informasi yang ditulis.
Jika paparan informasi pada model 1 berupa parafrase, maka
paparan informasi pada model 2 berupa simpulan.
b.Footnote
Footnote lumrah disebut catatan kaki. Sesuai dengan sebutannya,
footnote berisi catatan yang berada di bagian bawah (kaki)
halaman karya ilmiah. Umumnya, footnote berfungsi sebagai
lokasi pencantuman identitas sumber rujukan dari informasi yang
dikutip di bagian badan teks/badan paragraf. Fungsi footnote
sebenarnya tidak hanya terbatas sebagai salah satu jenis cara
pengutipan informasi. Fungsi lain footnote adalah sebagai
keterangan tambahan untuk informasi, istilah, atau namanama
tertentu. Berikut ini disajikan contoh footnote sebagai cara
pengutipan informasi.
82
Contoh: Pengutipan dengan Footnote
83
Identitas sumber rujukan sebagai pembuktian kevalidan
kutipan diletakkan di bagian bawah, bukan di badan paragraf
sebagaimana tata pengutipan tipe innote. Berbeda dengan innote,
identitas sumber rujukan pada footnote ditulis secara lengkap
dengan urutan: (1) nama lengkap—tanpa dibalik—penulis sumber
rujukan; (2) judul buku dengan huruf miring; (3) nama kota
penerbit, nama penerbit, dan halaman dengan penanda pemisah
dan diapit tanda kurung sebagaimana contoh, dan (4) keterangan
halaman (Jurisdictie: Jurnal Hukum dan Syari’ah, 2011).
Meskipun telah disertai keterangan lengkap identitas sumber
rujukan, bagian daftar rujukan (bagian akhir karya ilmiah) tetap
harus dimunculkan sesuai dengan konvensi gaya selingkung
instansi.
Penanda berupa angka diletakkan di bagian akhir informasi
yang dikutip (lihat angka 1 pada contoh pengutipan dengan
footnote!). Angka tersebut menunjukkan bahwa informasi yang
tertera merupakan informasi berupa kutipan atau istilah yang
perlu dijelaskan lebih lanjut. Pencantuman angka sebagai
penanda kutipan dilakukan berurutan sesuai letak kutipan. Hal
84
ini akan terjadi secara otomatis dengan memanfaatkan fitur
references pada microsoft word. Fitur references yang dapat
dimanfaatkan untuk mencantumkan footnote dapat dilihat pada
Gambar 3.3 berikut ini.
Gambar 3.3 Fitur References untuk Pencantuman Footnote
Dengan menggunakan fitur references, garis pembatas
antara badan paragraf dengan keterangan identitas sumber
kutipan akan muncul secara otomatis. Angka penanda kutipan
pun juga akan muncul secara otomatis. Untuk mengetahui
kelengkapan sumber informasi, pada bagian bawah halaman
diberi keterangan angka, yang meliputi: nama penulis rujukan
(buku, jurnal, atau majalah), judul buku, kota penerbit, nama
penerbitan, tahun terbit, dan halaman. Urutan penulisan
identitas sumber tersebut bergantung pada konvensi
lembaga/institusi tempat naskah dibuat.
c.Endnote
Catatan akhir atau endnote merupakan jenis tata
pengutipan yang memanfaatkan kode angka—sebagaimana
footnote—untuk merujuk informasi. Perbedaan antara endnote
dan footnote terletak pada keterangan identitas sumber rujukan
atau keterangan definisi (penyerta) istilahistilah tertentu. Jika
pada footnote keterangan identitas rujukan diletakkan di bagian
bawah halaman yang berisi kutipan, maka keterangan identitas
85
pada endnote diletakkan di bagian akhir, setelah seluruh
pembahasan pada karya ilmiah tuntas.
Kode angka yang dicantumkan untuk menandai kutipan
dengan sistem endnote disusun secara berurutan sesuai dengan
susunan paragraf dan halaman karya ilmiah. Kode angka
tersebut dapat dimunculkan secara otomatis dengan
menggunakan fitur References yang ada pada program microsoft
word. Dengan demikian, para penulis karya ilmiah yang hendak
menggunakan sistem pengutipan endnote dapat dengan mudah
merealisasikannya melalui fitur ini. Hal tersebut dapat diamati
melalui Gambar 3.4 berikut ini.
Gambar 3.4 Fitur References untuk Pencantuman Endnote
Penulisan kutipan menggunakan sistem endnote memang
menyertakan identitas lengkap di bagian keterangan kode angka
—yang diletakkan pada akhir naskah, namun penulisan daftar
rujukan tetap harus dilakukan. Hal ini menjadi sebuah aturan
mutlak yang tidak dapat ditawar. Penulisan daftar rujukan perlu
tetap dilakukan karena endnote tidak hanya berisi keterangan
identitas referensi yang menjadi bahan kutipan, tetapi juga
keterangan tambahan mengenai istilahistilah khusus yang
muncul dalam naskah.
86
3. Pengolahan Informasi dari Berbagai Sumber dalam
Penulisan Karya Ilmiah
Penulisan karya ilmiah membutuhkan banyak referensi
(ilmiah) sebagai sumber informasi awal, penguat argumen atau
temuan penelitian, pembanding, pendukung, dan atau pelengkap
informasi yang disajikan. Muatan informasi yang terdapat pada
berbagai referensi tersebut tidak serta merta dikutip sesuai
dengan redaksi yang tertulis pada sumber. Pengolahan informasi
yang tepat perlu dilakukan agar substansi karya ilmiah menjadi
utuh dan relevan dengan tujuan penulisan.
Pengolahan informasi dari berbagai sumber dapat dilakukan
dengan berbagai cara. Berikut ini dijabarkan secara spesifik cara
pengolahan informasi dari berbagai referensi.
a. Pengolahan Informasi dengan Teknik Parafrase
Cara penyajian informasi pada sumber rujukan tentu sangat
beragam. Terkadang seorang penulis lebih memilih menjabarkan
informasi secara singkat dan padat, sehingga pembaca perlu
melakukan proses interpretasi lebih lanjut untuk memaknai
substansi informasi yang disajikan dalam sebuah buku. Meskipun
demikian, informasi yang lebih rinci tentang suatu pembahasan
tentu diperlukan agar pemahaman pembaca lebih menyeluruh
dan spesifik.
Seorang penulis karya ilmiah yang hendak merujuk
informasi singkat dari sebuah buku, harus cerdas mengolah
informasi tersebut agar pembaca dapat memahami pembahasan
yang disajikan secara mendalam. Hal tersebut dapat
direalisasikan dengan memanfaatkan teknik parafrase.
Di tataran sekolah dasar dan menengah, teknik parafrase
telah diajarkan dalam pembelajaran menulis. Parafrase dapat
diartikan sebagai penguraian kembali informasi tertentu secara
lebih spesifik, tanpa mengubah makna atau substansi informasi
tersebut. Hal tersebut dapat diamati melalui contoh berikut.
87
Contoh: Teknik Parafrase dalam Mengolah Informasi
b. Pengolahan Informasi dengan Teknik Perangkuman
Sebagaimana yang telah dikemukakan pada bagian (a), cara
penyajian informasi pada sumber rujukan dapat sangat
bervariasi. Seorang pembaca dapat menemukan penjabaran
informasi secara singkat dan padat dalam buku tertentu, namun
mungkin juga pernah menemukan penjabaran informasi yang
sangat mendetail—dalam buku yang sama atau buku yang
berbeda—mengenai suatu hal. Pengolahan informasi yang berasal
dari pembahasan mendetail tentang suatu hal dapat dilakukan
dengan teknik perangkuman.
88
Berdasarkan pengalaman mengajar—penulisan karya ilmiah
matakuliah Bahasa Indonesia Keilmuan—tim penulis, diketahui
bahwa para penulis pemula (mahasiswa baru/tingkat bawah)
banyak yang belum mampu mengaplikasikan teknik
perangkuman dalam pengolahan informasi. Sebagian mahasiswa
sering menggunakan cara kopitempel (copypaste) informasi yang
dikutip secara keseluruhan. Pada beberapa naskah, bahkan
ditemukan hasil kopitempel hingga 2—4 halaman sekaligus.
Proses membaca secara mendalam untuk mendapatkan intisari
informasi yang akan dikutip sebagai penunjang/penguat
pendapat, informasi bandingan, atau informasi awal sangat
diperlukan sebagai kegiatan prapengolahan informasi. Dari 2—4
halaman sumber rujukan yang dibaca oleh (calon) penulis karya
ilmiah akan sangat mungkin didapatkan rangkuman yang efektif
dalam satu atau dua paragraf padat. Teknik perangkuman ini
sangat efektif untuk dimanfaatkan dalam pengolahan informasi
dari sumber rujukan, karena penggunaan kutipan langsung—
sesuai dengan redaksi asli—umumnya sulit dikaitkan secara
langsung dengan informasi, gagasan, atau argumen yang hendak
disajikan oleh seorang penulis karya ilmiah.
Untuk menemukan intisari dari sebuah pembahasan, hal yang
perlu dilakukan adalah memisahkan ideide utama dengan ideide
penunjang. Proses pemisahan tersebut dapat dilakukan dengan
cara: (1) membaca informasi secara berulangulang, (2)
menganalisis dan menandai kata kunci yang berkaitan dengan
fokus informasi yang ingin dikutip, dan (3) menganalisis dan
menandai keterangan inti sesuai fokus informasi yang ingin
dikutip. Langkah perangkuman yang perlu dilakukan adalah
menyimpulkan hasil analisis dan mempertimbangkan
kesesuaiannya dengan informasi yang akan dikaitkan dalam
karya ilmiah yang ditulis.
Penulisan kalimatkalimat rangkuman tentu saja akan berbeda
dengan redaksi asli. Para penulis dapat memanfaatkan istilah
istilah pendek yang dapat mewakili paparan panjang dalam
sebuah sumber rujukan. Selain itu, informasi penunjang yang
tidak terlalu berkaitan dengan fokus penulisan karya ilmiah yang
89
tengah dilakukan tidak perlu dicantumkan. Jika informasi
penunjang dibutuhkan sebagai pembuktian atau penguat, maka
penulis cukup memilih satu informasi saja yang paling relevan
sebagai pembuktian/penguat dari fokus informasi.
Pengolahan informasi dengan teknik perangkuman tetap harus
dilengkapi dengan pencantuman identitas sumber rujukan sesuai
dengan tata pengutipan yang dipilih. Apabila tata pengutipan
yang dipilih adalah innote, maka penulisan nama belakang
penulis sumber rujukan, tahun terbit sumber, dan halaman yang
dikutip harus dicantumkan sesuai konvensi dan dilengkapi
dengan daftar rujukan yang merupakan keterangan identitas
lengkap sumber rujukan. Hal tersebut dapat diamati melalui
contoh berikut.
90
klinik dan panti asuhan yatim. Maka sudah waktunya tanah
wakaf mendapat perhatian yang khusus dalam konstelasi hukum
tanah nasional.
Hal ini mengingat di zaman sekarang hanya dari sebuah
keikhlasan dari seseorang yang menyerahkan wakaf dan orang-
orang yang menerima sebagai amanah, tidak dapat dijadikan
sebagai jaminan bagi kelangsungan tujuan pengelolaan harta
wakaf itu sendiri, baik bagi si wakif atau maukuf alaih. Hal ini
jika keduanya masih hidup biasanya mungkin tidak akan terjadi
apa-apa, tapi kalau keduanya sudah meninggal dunia atau salah
satu ada yang meninggal dunia maka akan menjadi lain
masalahnya.
(Fatoni, 2011: 166)
c. Pengolahan Informasi dengan Teknik Pembandingan
Para penulis karya ilmiah pemula, umumnya mengalami
kesulitan saat hendak mengolah beberapa informasi yang saling
berkaitan. Berdasarkan hasil pengamatan tim penulis selama
mengajar beberapa matakuliah di perguruan tinggi, pengolahan
beberapa informasi yang saling berkaitan seringkali hanya
dilakukan dengan penambahan frasa hubung antar kalimat atau
antar paragraf, seperti: berbeda dengan pendapat A, senada
dengan pendapat B, dan C juga berpendapat. Penggunaan frasa
hubung tersebut pada dasarnya sah dalam pengolahan informasi,
91
namun harus disertai dengan hasil analisis keterkaitan antara
masingmasing informasi (teknik pembandingan) serta diakhiri
dengan kalimat simpulan dari penulis.
Teknik pembandingan dapat dimanfaatkan untuk menjabarkan
dan membandingkan beberapa pendapat, teori, atau informasi
mengenai suatu hal yang dibahas dalam beberapa sumber
rujukan. Teknik ini sangat penting untuk menunjukkan bahwa
karya ilmiah yang dihasilkan telah melalui proses telaah berbagai
sumber rujukan ilmiah yang berisi informasi dengan topik serupa.
Berikut ini disajikan contoh hasil pembandingan informasi dalam
karya ilmiah.
92
d. Pengolahan Informasi dengan Teknik Penguatan
Seorang penulis karya ilmiah tentu tidak hanya mengolah
informasi dari berbagai sumber rujukan dan mencantumkannya
dalam karya yang ditulis. Penulis yang baik akan menjadikan
informasiinformasi dari bahan bacaan atau sumber rujukan
sebagai penunjang ideide/gagasan yang ingin dikemukakan. Oleh
karena itu, seorang penulis harus memiliki ide orisinil yang
kemudian dikuatkan dengan informasi dari berbagai sumber.
Dalam konteks pengolahan informasi dari sumber rujukan ilmiah,
konsep penguatan berarti pencantuman informasi berupa kutipan
guna menguatkan dan atau membuktikan faktualitas, keabsahan,
dan kebenaran argumenargumen atau temuan penelitian yang
hendak dipublikasikan melalui karya ilmiah. Pengolahan
informasi dengan teknik penguatan dapat diamati melalui contoh
berikut.
93
4. Penulisan Daftar Rujukan
Setiap informasi yang dikutip dalam naskah karya ilmiah harus
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Dengan demikian,
dibutuhkan penulisan daftar rujukan yang sesuai dengan
informasiinformasi yang dikutip. Penulisan daftar rujukan
tersebut harus memenuhi aturan konvensional yang berlaku,
sesuai dengan instansi yang menjadi wadah penulisan karya
ilmiah.
Universitas Negeri Malang mengikuti aturan penulisan yang
dirumuskan oleh Universitas Harvard. Akan tetapi, aturan
aturan tersebut telah diadaptasi sesuai kebutuhan instansi. Oleh
karena itu, penulisan daftar rujukan berbedabeda, sesuai jenis
sumber informasi. Aturan penulisan daftar rujukan dari berbagai
sumber yang sering ditemukan—sesuai dengan Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (2010)—dapat diamati melalui paparan
informasi dalam subsubbab berikut.
a. Rujukan dari Buku
Terdapat beragam jenis buku yang dapat dimanfaatkan sebagai
sumber rujukan penulisan karya ilmiah. Informasi lengkap
mengenai penulisan daftar rujukan dari buku dapat diamati
melalui paparanpaparan berikut ini.
1) Buku Nonterjemahan
Penulisan identitas rujukan dari buku tercetak
nonterjemahan—sesuai dengan konvensi Universitas Negeri
Malang dan beberapa instansi lain—secara berurutan mencakup:
nama lengkap penulis (dibalik), tahun penerbitan buku, judul
(dicetak miring), kota terbit, dan nama penerbit. Hal tersebut
dapat diamati melalui contoh berikut.
94
Indonesia.
2) Buku Terjemahan
Penulisan daftar rujukan berupa buku terjemahan berbeda
dengan buku nonterjemahan. Informasi yang ditambahkan—
mengenai identitas sumber rujukan (terjemahan)—mencakup
tahun penerbitan buku asli dan nama penerjemah. Hal tersebut
dapat diamati melalui contoh berikut ini.
95
Berdasarkan contoh penulisan daftar rujukan dari buku
terjemahan terlihat bahwa urutan penyajian informasi mengenai
identitas rujukan meliputi: (1) nama penulis asli yang ditulis
terbalik, (2) tahun penerbitan buku asli, (3) judul buku
terjemahan, (4) nama penerjemah, (5) tahun terjemahan, (6) kota
penerbitan buku, dan (7) nama penerbit buku terjemahan.
3) Buku yang Tidak Diketahui Nama Penulisnya
Pemilihan sumber rujukan perlu dilakukan secara berhati
hati. Kelengkapan identitas buku rujukan merupakan salah satu
poin penting yang perlu diperhatikan sebelum merujuk informasi.
Akan tetapi, terdapat beberapa jenis buku yang memang tidak
mencantumkan identitas lengkap—khususnya nama penulis—
dalam keterangan identitas.
Penulisan daftar rujukan berupa buku yang tidak diketahui
nama pengarangnya ditulis dengan diawali judul. Secara
berurutan, informasi berikutnya yang ditulis meliputi: (1) tahun
penerbitan, (2) kota penerbitan, dan (3) nama penerbit. Meskipun
demikian banyak para penulis yang sering mencantumkan tanda
__________ sebagai pengganti nama penulis yang tidak tercantum
dalam sumber rujukan. Hal itu perlu dihindari karena tidak
sesuai dengan konvensi. Dua contoh berikut ini disajikan agar
pembaca dapat memahami cara penulisan daftar rujukan berupa
buku yang tidak diketahui nama penulisnya.
96
b. Rujukan dari Artikel dan Jurnal
Artikel ilmiah dapat dipublikasikan melalui berbagai media.
Mediamedia tersebut meliputi: (1) artikel dalam buku kumpulan
artikel bereditor, (2) jurnal cetak, (3) jurnal online yang berbasis
cetak, dan (4) jurnal online tidak berbasis cetak.
1) Artikel dalam Buku Kumpulan Artikel bereditor
Penulisan rujukan dari artikel dalam buku kumpulan
artikel bereditor mengikuti urutan yang sama dengan penulisan
rujukan dari sumber yang lain. akan tetapi, terdapat informasi
tambahan yang perlu dicantumkan. Hal tersebut dapat diamati
melalui contoh berikut ini.
Nothofer, Bernd. 2007. Patut dan Turut; Dua dan Separuh; Datar dan
Rata: Catatan Mengenai Etimologi Kosakata Melayu. Dalam
Soenjono Dardjowidjojo dan Yassir Nasanius (Eds.),
Linguistik Indonesia: Jurnal Ilmiah Masyarakat Linguistik
Indonesia. Jakarta: Obor.
2) Artikel dalam Jurnal Tercetak
Daftar rujukan dari artikel dalam jurnal tercetak ditulis
dengan urutan identitas berupa: (1) nama penulis (dibalik), (2)
tahun terbit, (3) judul artikel ditulis tidak dengan huruf miring,
(4) nama jurnal ditulis dengan huruf miring, (5) jilid/volume, (6)
97
nomor terbitan (dalam kurung), dan (7) nomor halaman artikel
yang dijadikan sumber rujukan. Masingmasing unsur dipisahkan
dengan tanda titik (.) kecuali unsur (6) dan (7) yang dipisahkan
dengan tanda titik dua (:). Penulisan daftar rujukan dari artikel
jurnal tercetak dapat diamati melalui contoh berikut ini.
3) Artikel dalam Jurnal Online Berbasis Cetak
Secara berurutan, penulisan identitas sumber rujukan
berupa artikel dari jurnal online berbasis cetak sama dengan
artikel dalam jurnal tercetak. Perbedaannya terdapat pada
penambahan informasi mengenai keterangan (Online), alamat
situs, dan tanggal akses. Volume, nomor terbitan, dan nomor
halaman dicantumkan setelah kata (Online).
4) Artikel dalam Jurnal Online Tidak Berbasis Cetak
Urutan penulisan daftar rujukan dari artikel dalam jurnal
online tidak berbasis cetak sama dengan artikel dalam jurnal
online berbasis cetak, namun bagian halaman ditiadakan.
98
Penulisan daftar rujukan dalam jurnal online berbasis cetak
dapat diamati melalui contoh berikut ini.
d. Rujukan dari Media Massa
Media massa yang mudah dilacak dan dapat dimanfaatkan
sebagai sumber rujukan dapat berupa koran, majalah, atau
buletin yang terbit secara berkala. Informasi yang disajikan
dengan menyertakan nama penulis di media massa dirujuk
dilengkapi dengan penulisan daftar rujukan sesuai contoh berikut
ini.
99
Contoh: Penulisan Daftar Rujukan dari Media Massa yang
Dilengkapi dengan Nama Penulis
Ada kalanya, informasi dalam media massa disajikan tanpa
mencantumkan nama penulis. Meskipun demikian, informasi
tersebut tetap dapat dimanfaatkan sebagai sumber rujukan. Cara
penulisan daftar rujukan dari informasi di media massa yang
tidak disertai nama penulis dapat diamati melalui contoh berikut
ini.
e. Rujukan dari Dokumen Resmi Pemerintah
Dokumen resmi pemerintah, umumnya merupakan hasil
kesepakatan bersama. Dengan demikian, nama penulis dokumen
tidak akan dimunculkan dalam naskah. Identitas penulis yang
muncul hanya terbatas pada nama instansi/lembaga
pemerintahan yang mengeluarkan dokumen.
Penulisan daftar rujukan dari dokumen resmi pemerintah yang
diterbitkan dalam bentuk cetak berbeda dengan dokumen resmi
pemerintah yang dipublikasikan melalui laman (internet) instansi
yang berwenang. Cara penulisan daftar rujukan dari dokumen
resmi pemerintah dapat diamati melalui contoh berikut ini.
100
Contoh: Penulisan Daftar Rujukan dari Dokumen Resmi
Pemerintah
Dokumen Cetak
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. 1990. Jakarta: PT Armas Duta
Jaya.
f. Rujukan dari Hasil Penelusuran Internet
Internet menjadi salah satu lahan pencarian sumbersumber
rujukan dalam penulisan karya ilmiah. Berikut ini disajikan
berbagai cara penulisan daftar rujukan dari hasil penelusuran
internet.
1) Rujukan dari Internet Berupa Karya Individu
Karya individu yang dimuat di internet memang boleh
digunakan sebagai bahan penulisan karya ilmiah. Akan tetapi,
tidak semua karya individu layak menjadi sumber rujukan. Karya
individu yang layak menjadi sumber rujukan antara lain adalah
karya yang telah teruji keabsahannya. Salah satu jenis karya
individu yang dapat dijadikan sumber rujukan adalah karya yang
dimuat di laman resmi pemerintah atau lembaga tertentu.
Penulisan daftar rujukan berupa karya individu yang dimuat di
laman resmi pemerintah dapat diamati melalui contoh berikut ini.
101
Contoh: Penulisan Daftar Rujukan Berupa Karya Individu
(Internet)
102
3) Rujukan Berupa Catatan Kuliah yang Dimuat di
Internet
Di era digital, informasi berupa catatan perkuliahan dapat
didokumentasikan melalui laman internet. Catatan tersebut
dapat dimanfaatkan sebagai sumber rujukan karena merupakan
produk hasil kegiatan ilmiah. Kelengkapan identitas dalam
penulisan daftar rujukan perlu diperhatikan dengan seksama.
Urutan identitas tambahan yang perlu dicantumkan adalah kode,
nama matakuliah, dan nomor pertemuan. Penulisan daftar
rujukan berupa catatan kuliah yang dimuat di internet dapat
diamati melalui contoh berikut.
g. Rujukan Berupa Karya Audio/Visual/Audiovisual
Saat ini, terdapat banyak jenis karya
audio/visual/audiovisual yang dapat dijadikan sebagai bahan
penulisan karya ilmiah. Salah satu wujud karya audiovisual
adalah rekaman informasi penunjang sebuah buku ilmiah yang
dikemas dalam CD/DVD. Penulisan daftar rujukan berupa karya
audio/visual/audiovisual dapat diamati melalui contoh berikut.
103
Mari Berlatih!
Setelah menelaah informasi pada bagian C (Mengutip dan
Merujuk Informasi), kerjakanlah soal latihan berikut ini!
1. Berikut ini disajikan sebuah penggalan informasi dari sumber
buku/referensi cetak. Kutiplah informasi tersebut secara tidak
langsung dengan menggunakan tata pengutipan tipe innote!
Keterangan
Judul Buku : Model Asesmen dalam
Pembelajaran
Penulis : Prof. Dr. H. Sarwiji
Suwandi, M.Pd.
Penerbit : Yuma Pustaka
Kota Terbit : Surakarta
Tahun Terbit : 2010
Halaman Penggalan Informasi : 48
2. Berikut ini disajikan beberapa informasi yang berkaitan (dari
beberapa sumber terpercaya). Olah dan kutiplah informasi
informasi tersebut dengan teknik pembandingan!
a.Sumber informasi: Skripsi berjudul Pelaksanaan Pasal 20 Ayat
2 International Covenant on Civil and Political Rights sebagai
Bentuk Kewajiban Negara terhadap Perlindungan Hak
Beragama dari Praktik Ujaran Kebencian atas Dasar Agama di
104
Indonesia, ditulis tahun 2014 oleh mahasiswa Universitas
Negeri Jember yang bernama Naila Rizqi Zakiyah.
Persoalan perbedaan terlebih perbedaan keyakinan dan
agama membutuhkan perhatian yang serius dari
pemerintah selaku institusi Negara yang memiliki
kewajiban untuk melindungi kepentingan warga
negaranya. Hal ini penting dilakukan karena jumlah kasus
pelanggaran hak kebebasan beragama tengah
mengalami peningkatan yang signifikan.
(penggalan informasi dari halaman 5)
b. Sumber informasi: Laporan Akhir Tahun Kebebasan Beragana
dan Intoleransi 2012 The Wahid Institute, diterbitkan di
Jakarta oleh The Wahid Institute pada tahun tahun 2013.
Informasi dikutip dari laporan versi ebook pada laman
http://www.wahidinstitute.org/Banner/Detail/?id=29/hl=id/
Laporan _KBB_2012.
Tindakan pelanggaran hak kebebasan beragama telah
mengalami peningkatan dari 267 peristiwa dan 317
tindakan pada tahun 2011 menjadi 278 peristiwa dan
363 tindakan pada tahun 2012.
(penggalan informasi dari halaman 40)
105
Eskalasi pelanggaran hak kebebasan beragama, baik
berupa tindakan maupun peristiwa dalam enam tahun
terakhir meningkat pesat dari 131 peristiwa dan 185
tindakan pada tahun 2007 menjadi 264 peristiwa dan 371
tindakan pada tahun 2012.
(penggalan informasi dari halaman 53)
3.Tulislah daftar rujukan berdasarkan hasil pengolahan informasi
pada soal nomor tiga (3), sesuai dengan sumber informasi yang
tercantum dan pedoman penulisan karya ilmiah (gaya
selingkung) di instansi anda!
4, Ubahlah kutipan langsung berikut ini menjadi kutipan tidak
langsung!
Indriana (2011:13) mendefinisikan media sebagai alat
saluran komunikasi. Kata media merupakan bentuk jamak
dari medium. Secara harfiah, media berarti ‘perantara’,
yaitu perantara antara sumber pesan (a source) dengan
penerima pesan (a receiver).
2.Informasi dari internet tidak seluruhnya dapat dikutip sebagai
sumber rujukan terpercaya. Mengapa demikian? Jelaskan!
106
MENGENAL GAYA PENULISAN
D INTERNASIONAL DAN GAYA
SELINGKUNG
1. Gaya Penulisan Internasional
Pada dasarnya, konvensi penulisan karya ilmiah di lingkup
internasional telah diatur dalam beberapa gaya. Tiga gaya
penulisan karya ilmiah internasional yang cukup banyak
digunakan adalah Modern Language Association (MLA), American
Psychological Association (APA), dan Harvard Reference Style.
Perbedaan dari ketiga gaya penulisan tersebut, umumnya
berkaitan dengan tata pengutipan dan penulisan daftar rujukan.
Selain itu, permasalahan teknis lain seperti penulisan judul,
penggunaan jenis huruf, dan tata letak juga menjadi halhal yang
membedakan keempatnya. Meskipun demikian, pada bagian ini
107
hanya dijabarkan mengenai perbedaan keempat gaya penulisan
tersebut dari segi tata pengutipan dan penulisan daftar rujukan.
a. Modern Language Association (MLA)
MLA didirikan pada tahun 1883 dengan tujuan membuka
kesempatan bagi masyarakat akademik untuk membagi
pengetahuan, pengalaman belajar, dan hasil penelitian dan
mempublikasikannya melalui wadah tersebut (Modern Language
Association, 2015). MLA adalah salah satu gaya penulisan karya
ilmiah yang cukup populer. Gaya penulisan ini bahkan telah
dirancang untuk dapat digunakan secara otomatis melalui salah
satu fitur di Microsoft Word, yakni References.
Gambar 4.1 Gaya MLA pada Fitur References Microsoft
Word
Tata pengutipan dengan gaya MLA cukup bervariasi. Menurut
Lester dan Lester (2010), penulisan identitas sumber rujukan—
tanpa tahun terbit—yang perlu dicantumkan dalam sebuah
kutipan adalah nama belakang (keluarga/marga) dan diikuti
dengan halaman yang dikutip. Hal tersebut dapat diamati melalui
contoh berikut.
108
Contoh: Kutipan dengan Gaya MLA
atau
Justice, Moody, and Graves (462) explain that The DNA in the
choromosomes must be copied perfectly during cell reproduction.
109
identitas sumber yang diletakkan di bagian daftar rujukan.
Penulisan daftar rujukan dengan gaya MLA dapat diamati
melalui contohcontoh berikut (Lester dan Lester, 2010:240).
b. American Psychological Association (APA)
Di kancah Internasional terdapat gaya penulisan khusus
untuk penulisan karya ilmiah yang difokuskan pada disiplin ilmu
psikologi. Gaya tersebut direkomendasikan oleh American
Psycological Association (APA) dan diikuti oleh sebagian besar
jurnal dan penulis bukubuku psikologi di seluruh dunia
(Assignment Manual: How to Prepare, Present, & Reference
Assigment, 1998).
Ada perbedaan dan persamaan yang cukup mendasar antara
gaya penulisan APA dan MLA. Persamaan keduanya meliputi
penggunaan sistem innote dalam pengutipan, penggunaan tanda
110
kutip untuk kutipan langsung, dan pencantuman identitas
singkat sumber rujukan pada kutipan. Akan tetapi, secara teknis
terdapat perbedaan di antara keduanya. Hal tersebut dapat
diamati melalui contoh kutipan berikut ini.
111
Contoh: Penulisan Daftar Rujukan dengan Gaya APA
c. Harvard Reference Style
Ada beberapa hal penting yang perlu dipahami berkaitan
dengan aturan penulisan karya ilmiah gaya Harvard. Salah satu
hal penting tersebut adalah kekhasan tata pengutipan. Pada
bagian (C) telah dipaparkan secara spesifik mengenai tata
pengutipan dengan innote, footnote, dan endnote. Harvard, secara
konvensional menggunakan innote sebagai tata pengutipan.
Penulisan innote ditandai dengan pencantuman sumber referensi
berupa: nama belakang penulis, tahun terbit sumber (buku), dan
halaman yang dikutip (Deane, 2009:5). Hal tersebut dapat diamati
melalui contoh berikut ini.
112
Contoh: Pengutipan Informasi dengan gaya Harvard
The components of a Scientific Laboratory Report will be those of a
standard scientific paper (Davies 1998:17)
113
Contoh: Penulisan Daftar Rujukan dengan Gaya Harvard
2. Gaya Selingkung
Gaya selingkung disusun sebagai upaya penyeragaman
teknik penulisan naskah karya tulis pada suatu lembaga. Istilah
selingkung dalam konteks penulisan dan pengorganisasian
mengarah pada kesepakatan lembaga mengenai aturan penulisan
karya ilmiah yang akan menjadi ciri khas suatu lembaga (atau
jurnal tertentu). Helianti (2011) mendefinisikan gaya selingkung
sebagai penyelarasan/pembakuan dalam penyampaian informasi
secara taat asas dengan memperhatikan jati diri dan ciri khas
lembaga/jurnal tertentu. Menurutnya, kebijakan mengenai
keselarasan/pembakuan tersebut meliputi aspek: (1) gaya dan
format; (2) tingkat keteknisan dan kedalaman isi; (3) bentuk dan
penampilan perwajahan; (4) ukuran, tebal terbitan, dan jilid; serta
(5) keberkalaan.
Pada bagian sebelumnya telah dibahas mengenai berbagai
gaya penulisan karya ilmiah—gaya MLA, APA, dan Harvard—
yang merupakan contoh adanya variasi gaya penulisan di
berbagai instansi. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia.
Berbagai instansi, baik perguruan tinggi maupun lembaga
pemerintah memiliki konvensi baku mengenai sistematika dan
teknik penulisan karya ilmiah. Gaya yang dipilih dan diresmikan
sebagai aturan penulisan karya ilmiah pada masingmasing
instansi itulah yang disebut dengan gaya selingkung.
Contoh faktual gaya selingkung yang digunakan di tataran
Universitas adalah gaya selingkung Universitas Negeri Malang
yang diatur dalam buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.
114
Pedoman penulisan tersebut wajib diikuti oleh seluruh akademisi
yang menulis karya ilmiah dan mempublikasikannya melalui
instansi, jurnal, atau atas nama Universitas Negeri Malang.
Gaya selingkung yang berlaku untuk lembaga di bawah
Universitas dapat ditemukan di Universitas Maulana Malik
Ibrahim Malang. Pada Universitas tersebut, masingmasing
fakultas memiliki gaya selingkung yang harus diikuti oleh seluruh
mahasiswa, dosen, maupun masyarakat akademik lainnya yang
hendak mempublikasikan karyanya melalui fakultasfakultas
atau jurnaljurnal di universitas tersebut.
Agar tidak mengalami kebingungan dalam memilih gaya
selingkung yang tepat untuk dijadikan dasar penulisan karya
ilmiah, seorang penulis yang cerdas harus melakukan kegiatan
prapenulisan yang berupa: menelaah pedoman penulisan yang
berdasarkan gaya selingkung instansi/jurnal tertentu, menelaah
topiktopik aktual dan relevan dengan visi & misi instansi/jurnal
tertentu, dan menelaah contohcontoh karya ilmiah yang telah
dipublikasikan melalui instansi/jurnal tertentu. Kegiatan
prapenulisan tersebut penting dilakukan untuk menghindari
penolakan publikasi karena alasan sistematika. Selain itu,
mengikuti aturan gaya selingkung juga merupakan salah satu
bentuk manifestasi etika penulisan karya ilmiah.
115
Mari Berlatih!
1.Apa yang dimaksud dengan gaya selingkung dalam penulisan
karya ilmiah? Jelaskan jawaban anda disertai contoh
penggunaan gaya selingkung di instansi yang anda ketahui!
2.Sebagian besar perguruan tinggi di Indonesia telah
menggunakan gaya selingkung dalam penulisan karya ilmiah
yang berlaku bagi seluruh anggotanya. Namun, terdapat pula
perguruan tinggi yang memberi kebebasan bagi anggotanya
untuk memilih gaya penulisan karya ilmiah tertentu tanpa
mewajibkan penggunaan gaya selingkung. Bagaimana
pendapat anda tentang fenomena tersebut? Menurut anda,
perlukah gaya selingkung diterapkan di instansiinstansi
akademik?
3.Menurut anda, perlukah mahasiswa atau masyarakat akademik
lainnya mengenal gaya penulisan internasional? Jelaskan
alasannya!
4.Pada banyak naskah akademik, seringkali muncul pengutipan
informasi yang tidak konsisten. Dalam satu naskah yang sama,
seorang penulis karya ilmiah terkadang mencantumkan
halaman kutipan, tetapi terkadang juga tidak
mencantumkannya. Apakah hal tersebut diperbolehkan dalam
penulisan karya ilmiah? Jelaskan alasannya!
5.Bolehkah dalam sebuah karya ilmiah digunakan lebih dari satu
jenis tata pengutipan (misal: innote dan footnote)? Jelaskan
alasannya!
116
PENGGUNAAN BAHASA DAN
E EJAAN YANG DISEMPURNAKAN
(EYD)
Penggunaan bahasa dan ejaan yang tepat sangat diperlukan
dalam penulisan sebuah karya ilmiah. Kesalahan penggunaan
bahasa dapat membuat pemaknaan menjadi membingungkan.
Salah seorang dosen matakuliah Bahasa Indonesia pernah
menemukan kesalahan pemilihan kata pada judul makalah
mahasiswa di sebuah perguruan tinggi. Kontrasepsi Hukum
Positif dan Hukum Islam adalah judul makalah yang ditulis oleh
mahasiswa tersebut. Setelah dilakukan klarifikasi, istilah yang
seharusnya digunakan adalah Kontroversi. Kedua istilah tersebut
sekilas memang tampak mirip, namun memiliki makna yang
sangat berbeda.
Penggunaan bahasa juga sangat penting untuk
menyampaikan informasi secara jelas dan mudah dipahami. Saat
mempelajari teori tertentu dari sebuah buku, seseorang mungkin
saja mengalami kebingungan. Akan tetapi, saat membaca teori
yang sama dari buku yang lain, kebingungan itu hilang dan
informasi yang dibaca dapat diserap dengan baik. Hal tersebut
terjadi karena penggunaan bahasa dalam buku pertama mungkin
saja terlalu berbelitbelit, muncul banyak kalimat yang tidak
efektif, atau muncul banyak istilah ilmiah yang tidak mudah
dipahami tanpa dilengkapi glosarium (daftar istilah). Dengan
demikian, pembaca akan lebih memilih membaca buku kedua
dibandingkan buku pertama.
Kesalahan ejaan yang berakibat fatal sering terjadi dalam
urusan keprofesian. Salah seorang dosen di sebuah perguruan
117
tinggi negeri mengalami penundaan kenaikan pangkat selama
beberapa tahun karena kesalahan penulisan tanda titik (.) pada
gelar akademiknya. Beberapa tahun kemudian, ia kembali
terpaksa menunda kenaikan pangkat karena terjadi kesalahan
ejaan pada penulisan namanya.
1. Penggunaan Bahasa
Penggunaan bahasa pada karya ilmiah tentu berbeda
dengan penggunaan bahasa pada karya tulis lainnya. Kelogisan,
keefektifan, dan kelugasan adalah empat aspek penggunaan
bahasa yang perlu diperhatikan dalam penulisan karya ilmiah.
a.Kelogisan
Penggunaan bahasa dengan mempertimbangkan aspek
kelogisan sangat diperlukan dalam penulisan karya ilmiah.
Kelogisan berkaitan erat dengan pemahaman pembaca dan
keberterimaan informasi yang disajikan dalam sebuah karya
ilmiah. Berikut ini dijabarkan secara rinci bentukbentuk
kelogisan dari aspek bahasa.
118
1)Kelogisan Pilihan Kata (Diksi)
Diksi tidak hanya harus dipertimbangkan pada proses
penulisan karya sastra atau karya tulis populer. Pemilihan kata
yang tepat pada penulisan karya ilmiah juga harus diperhatikan
dengan baik. Salah satu contoh kesalahan pemilihan kata—
khususnya istilah ilmiah—telah dijabarkan pada bagian
sebelumnya (Kontrasepsi vs Kontroversi). Berikut ini disajikan
contoh lain berkenaan dengan kesalahan pemilihan kata.
2) Kelogisan Gagasan
Salah kaprah sering terjadi dalam kegiatan komunikasi
lisan. Prinsip saling mengerti kerap membuat kegiatan
komunikasi yang dilakukan manusia kurang mempertimbangkan
kelogisan gagasan. Hal tersebut dapat diamati melalui contoh
berikut.
119
Contoh: Kesalahan Gagasan
(a) Sambutan pertama akan disampaikan oleh Bapak Munawar.
Waktu dan tempat dipersilahkan!
(b) Sambutan pertama akan disampaikan oleh Bapak Munawar.
Bapak Munawar silahkan naik ke panggung!
3) Kelogisan Hubungan Antargagasan
Hubungan antargagasan seharusnya dibentuk oleh piranti
kohesi dan koherensi yang tepat. Menurut Suwignyo (2014:76)
kekohesian paragraf ditandai dengan piranti penghubung
antarkalimat yang dimunculkan secara eksplisit dalam paragraf,
sedangkan kekoherensian ditandai dengan hubungan
antarkalimat yang implisit atau semantis. Kohesi dan koherensi
dalam sebuah paragraf menjadi persyaratan untuk membangun
keruntutan dan kelogisan hubungan antargagasan.
Untuk memahami konsep kohesi dan koherensi, berikut ini
disajikan contoh paragraf yang ditulis berdasarkan kedua prinsip
prasyarat kelogisan hubungan antargagasan tersebut.
120
mengalami peningkatan signifikan selama dua tahun terakhir (2).
Hal itu membuat para orang tua menjadi overprotectif menjaga anak-
anak mereka (3). Kesadaran akan bahaya yang mengintai membuat
masyarakat berubah menjadi paranoid (4). Anak-anak pun menjadi
korban ketakutan massal tersebut (5).
Kalimat (1) dan (2) pada contoh, tidak dihubungkan dengan
piranti kohesi eksplisit. Hubungan keduanya terjalin karena
adanya keterkaitan makna antara Indonesia dan Jakarta,
kejahatan dan kasus pelecehan, serta marak dan peningkatan
signifikan. Artinya, kedua kalimat tersebut dapat disebut
memenuhi prinsip koherensi. Kalimat (4) juga menunjukkan
hubungan semantis yang sama. Keterkaitan kalimat (4) dengan
kalimatkalimat sebelumnya ditunjukkan dengan kemunculan
istilah overprotectif dan paranoid serta istilah orang tua dan
masyarakat.
Berbeda dengan kalimat (1), (2), dan (4), hubungan antara
kalimat (3) dan (5) dengan kalimatkalimat lain yang
mendahuluinya ditandai dengan piranti kohesi eksplisit berupa
kata tunjuk itu (hal itu) dan tersebut. Keduanya mengacu pada
informasi yang telah terlebih dahulu dipaparkan pada kalimat
kalimat sebelumnya. Oleh karena itu, secara keseluruhan, contoh
paragraf telah memenuhi prasyarat kelogisan hubungan
antargagasan yang berupa kohesi dan koherensi.
b.Keefektifan
Menurut Rahardi (2009:93) kalimat efektif adalah paparan
informasi yang memenuhi syarat struktur gramatikal minimal
dan dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca atau pendengar.
Definisi tersebut pada dasarnya mengacu pada aspek
kesederhanaan penyajian informasi yang perlu direalisasikan
dalam penulisan karya ilmiah. Kesederhanaan tersebut dapat
diwujudkan dengan mempertimbangkan kesepadanan struktur
atau kesepadanan bentuk.
121
Suyitno (2011) mengemukakan delapan syarat penggunaan
kalimat efektif, yaitu (1) keutuhan, (2) kejelasan, (3) ketaatan
terhadap asas, (4) kebakuan, (5) ketepatan, (6) kelengkapan, (7)
tidak taksa makna, dan (8) kesejajaran. Keutuhan berkaitan erat
dengan tatanan kebahasaan (aspek gramatikal) yang
menunjukkan kehadiran semua unsur yang dibutuhkan.
Kejelasan berarti struktur dan makna dari kalimat yang
disajikan harus jelas dan mudah dipahami. Ketaatan terhadap
asas mengandung pengertian bahwa sebuah kalimat harus
memenuhi syarat ketaatan terhadap aturan penulisan yang
berlaku, baik aturan mengenai afikssasi, penggunaan kata
hubung, atau aturan yang lain. Kebakuan menunjukkan bahwa
kosakata dan unsurunsur pembentuk kalimat efektif lainnya
harus ditulis berdasarkan tata bahasa baku sesuai dengan
konvensi yang berlaku. Ketepatan mengacu pada penggunaan
struktur kalimat atau pemilihan kata yang tepat dan mewakili
konsep yang ingin disampaikan. Kelengkapan mengacu pada
penggunaan unsur keterangan dalam kalimat secara lengkap.
Tidak taksa makna, artinya sebuah kalimat efektif tidak
boleh menimbulkan penafsiran yang membingungkan atau
beragam. Kesejajaran mengacu pada penggunaan kalimat yang
konsisten dengan mempertimbangkan kesejajaran bentuk,
makna, dan rincian.
c. Kelugasan
Informasi yang disajikan dalam sebuah karya ilmiah harus
memenuhi prinsip kelugasan. Lugas mengandung makna
‘mengenai yang pokokpokok’, ‘faktual’, dan ‘tidak berbelitbelit’.
Artinya, sebuah karya ilmiah yang telah memiliki batasan topik
harus dikembangkan berdasarkan topik tersebut. Informasi lain
yang menjadi penunjang boleh dicantumkan apabila berhubungan
langsung dengan topik yang dipilih, sehingga gagasan yang
disajikan akan menjadi gagasan padat dan tidak berbelitbelit.
Faktualitas dalam konsep lugas perlu dijadikan sebagai
dasar penulisan karya ilmiah. Informasi yang disajikan dalam
karya ilmiah tidak boleh berupa rekaan. Argumen penulis
122
memang perlu muncul dalam sebuah karya ilmiah, tetapi
argumen tersebut harus ditunjang dengan faktafakta dan teori
yang relevan. Dengan demikian, argumen yang diajukan dapat
menjadi argumen yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan,
bukan sekadar prediksi atau hasil perkiraan semata.
2. Penggunaan Ejaan yang Disempurnakan (EYD)
Selain penggunaan bahasa, ejaan menjadi aspek yang cukup
penting untuk menyempurnakan informasi yang disampaikan
melalui karya ilmiah. Penggunaan ejaan yang tepat akan menjadi
pemandu bagi pembaca untuk memahami substansi informasi
yang disajikan berdasarkan pemaknaan sesuai kekhasan
konvensi ejaan. Tanpa penggunaan ejaan yang tepat, kerancuan
makna akan mudah terjadi dalam proses pemahaman sebuah
tulisan (karya ilmiah).
a. Penggunaan Huruf Kapital dan Huruf Miring
Huruf kapital dan huruf miring dapat bermanfaat sebagai
penanda makna tertentu dalam penulisan karya ilmiah maupun
karya tulis lainnya. Aturan penggunaan huruf kapital dan huruf
miring dalam penulisan karya ilmiah disajikan sebagai berikut.
Penggunaan Huruf Kapital
Aturan penggunaan huruf kapital tentu telah dipelajari
melalui mata pelajaran Bahasa Indonesia di lingkup pendidikan
formal, baik SD, SMP, maupun SMA. Jika mengacu pada
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah (2009) maka terdapat
10 aturan penggunaan huruf kapital. Pertama, huruf kapital
digunakan sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat. Hal ini
berlaku untuk kalimat berita, perintah, dab kalimat tanya. Hal
tersebut dapat diamati melalui Contoh 1 berikut ini.
123
Contoh 1:
Dia sudah pulang. (kalimat berita)
Pergilah kamu dari rumah ini! (kalimat perintah)
Apakah Mardi sudah pulang? (kalimat tanya)
Contoh 2:
Ayah bertanya, “Apa Ibu sudah pulang?”
“Kamu semakin cantik, saja,“ kata Dude.
“Pergi kamu!”, hardik orang itu kepada Lontar.
Contoh 3:
Quran Yang Maha Esa
Injil hamba-Mu
Taurat makhluk-Nya
Aturan keempat adalah penggunaan huruf kapital sebagai
huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan
keagamaan yang diikuti nama orang. Dengan demikian, aturan
ini hanya berlaku apabila nama gelar kehormatan, keturunan,
dan keagamaan diikuti oleh nama orang. Jika tidak diikuti nama
orang (penyandang gelar), maka huruf kapital justru tidak boleh
digunakan. Hal tersebut dapat diamati melalui Contoh 4 berikut
ini.
124
Contoh 4:
Sultan Hasanuddin
Nabi Musa
Haji Bakar
Contoh 5:
Beberapa bulan lalu, Presiden Joko Widodo mengadakan
pesta perayaan pernikahan puteranya.
125
Contoh 6:
Dewi Ariani Martutik
Ariva Luciandika Ari Fawzy
Rizka Amaliah Stuart Albertus
Suyono Angelina Wijaya
Huruf kapital juga digunakan sebagai huruf pertama nama
bangsa, suku bangsa, dan bahasa. Akan tetapi, penyebutan kata
bangsa, suku, atau bahasa yang mendahului nama tidak
menggunakan huruf kapital. Hal tersebut dapat diamati melalui
Contoh 7 berikut ini.
Contoh 7:
Amirah adalah seorang gadis yang berasal dari suku Sunda.
Aturan kedelapan adalah penggunaan huruf kapital sebagai
huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa
sejarah. Akan tetapi, penyebutan kata hari, bulan, dan tahun
ditulis tidak dengan huruf kapital. Hal tersebut dapat diamati
melalui Contoh 8 berikut ini.
Contoh 8:
Aldin lahir pada bulan Agustus tahun 2000.
126
Aturan kesembilan adalah penggunaan huruf kapital
sebagai huruf pertama nama geografi. Hal ini berlaku bagi nama
tempat maupun unsur geografi yang melekat dengannya. Akan
tetapi, unsur geografi yang tidak diikuti nama tidak ditulis
dengan awalan huruf kapital. Hal tersebut dapat diamati melalui
Contoh 9 berikut ini.
Contoh 9:
Siswa SD Bulan tengah bertamasya ke Ngarai Sianok.
Kali Brantas adalah salah satu lokasi bersejarah
Ia gemar menyeberangi selat menggunakan sekoci.
Jangan sering-sering mandi di kali!
Contoh 10:
Istilah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan biasa lekat
dengan dunia pendidikan dasar dan menengah.
Penggunaan Huruf Miring
Huruf miring digunakan untuk menandai berbagai informasi
khusus, yakni: (1) penulisan nama buku, majalah, atau surat
kabar; (2) penulisan informasi khusus baik dalam wujud kata,
127
kelompok kata, maupun kalimat; dan (3) penulisan kata/kalimat
ilmiah dan ungkapan asing yang belum mengalami proses
penyerapan (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah, 2009).
Penggunaan huruf miring sebagai penanda berbagai
informasi khusus dapat diamati melalui contohcontoh berikut ini.
b.Penggunaan Tanda Baca
Terdapat berbagai tanda baca yang dapat digunakan dalam
penulisan karya ilmiah yang meliputi: (1) tanda titik, (2) tanda
koma, (3) tanda titik koma, (4) tanda titik dua, (5) tanda pisah, (6)
tanda elipsis, (7) tanda tanya, (8) tanda seru, (9) tanda kurung,
(10) tanda kurung siku, (11) tanda petik, (12) tanda petik tunggal,
(13) tanda garis miring, dan (14) tanda penyingkat atau apostrof
(Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah, 2009). Penggunaan
128
beberapa diantara tanda baca tersebut telah dipahami secara
umum, misalnya tanda (1), (2), (4), (7), (8), dan (9). Oleh karena
itu, pada bagian ini hanya dijabarkan informasi mengenai tanda
tanda baca yang jarang digunakan.
1) Tanda Titik Koma (;)
Pemahaman tentang penggunaan tanda titik koma (;) dan titik
dua (:) sering tumpang tindih. Titik koma (;) hanya dapat dipakai
sebagai penanda pemisah bagianbagian kalimat yang sejenis dan
setara serta kalimat yang setara dalam kalimat majemuk. Hal
tersebut dapat diamati melalui contoh berikut.
2) Tanda Pisah (—)
Tanda pisah (—) ditulis memanjang—berbeda dengan tanda
hubung—sebagai pembatas penyisipan kata/kalimat yang
memberi penjelasan di luar bangun kalimat, menegaskan
keterangan aposisi, dan pemisah dua bilangan atau tanggal
dengan arti ‘sampai’. Hal tersebut dapat diamati melalui contoh
berikut.
129
Contoh: Penggunaan Tanda Pisah (—)
2015—2020
3) Tanda Elipsis (...)
Elipsis (...) digunakan untuk menandai kalimat terputus
putus dan bagian yang dihilangkan dalam sebuah teks. Hal
tersebut dapat diamati melalui contoh berikut.
4) Tanda Kurung Siku ([...])
Penggunaan tanda kurung siku seringkali dipertanyakan
karena kemiripan bentuknya dengan tanda kurung. Keduanya
memang mirip secara bentuk, tetapi fungsi tanda kurung dan
tanda kurung siku sangat berbeda. Tanda kurung siku digunakan
sebagai penanda dua hal, yaitu: pengapit huruf hasil koreksi dari
naskah orang lain dan mengapit keterangan dalam kalimat yang
sudah menggunakan tanda kurung. Hal tersebut dapat diamati
melalui contoh berikut.
130
Contoh: Penggunaan Kurung Siku ([...])
5) Tanda Petik (“...”)
Selain bermanfaat untuk mengapit petikan langsung
(sebagaimana yang umum disampaikan pada pembelajaran
Bahasa Indonesia di tingkat dasar dan menengah), tanda ini juga
berfungsi untuk mengapit judul syair, karangan, atau bab buku
yang dipakai dalam kalimat; serta istilah ilmiah yang kurang
dikenal.
Puisi “Aku” karya Chairil Anwar muncul dalam dua judul, yakni
“Aku” dan “Semangat”.
6) Tanda Petik Tunggal (‘...’)
Tanda petik tunggal digunakan untuk mengapit petikan
yang tersusun dalam petikan lain. selain itu, tanda ini juga
berfungsi untuk mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan
kata ungkapan asing. Hal tersebut dapat diamati melalui contoh
berikut.
131
Contoh: Penggunaan Tanda Petik Tunggal (‘...’)
“Suara apa itu? ‘kring.. kring’ seperti sirine di ujung jalan” , tanya
Budi pada Ani.
7) Tanda Garis Miring (/)
Garis miring dapat digunakan sebagai penanda pisah unsur
unsur nomor surat, nomor alamat, dan penandaan masa satu
tahun. Hal tersebut dapat diamati melalui contoh berikut ini.
8) Tanda Penyingkat/Apostrof (‘)
Tanda penyingkat digunakan untuk mengganti bagian yang
hilang (disingkat) pada kata atau angka tahun. Hal tersebut
dapat diamati melalui contoh berikut.
132
Mari Berlatih!
133
134
F MENYUNTING KARYA ILMIAH
135
Kesalahan yang sering muncul dalam isi karya ilmiah
adalah ketidaksesuian isi yang disajikan dengan permasalahan
yang disajikan. Kadang teori yang digunakan juga tidak sesuai
dengan permasalahan yang ada. Kesalahan yang ada di dalam
sebuah tulisan membutuhkan perbaikan yang dapat dilakukan
oleh seorang penyunting melalui kegiatan menyunting.
Menyunting adalah mengatur, mengorganisasikan ide, dan
memperbaiki/ merevisi cara penyajian dalam sebuah naskah serta
menyesuaikannya dengan suatu pola yang dibakukan. Sesuai
dengan pendapat Rifai (2001:86) yang mendefinisikan bahwa
penyunting adalah orang yang mengatur, memperbaiki, dan
merevisi sistematika, ejaan, dan penggunaan bahasa pada naskah
orang lain, serta menyesuaikannya dengan suatu pola yang
dibakukan untuk kemudian membawanya ke depan umum dalam
bentuk terbitan.
Proses pengorganisasian ide dalam konteks penyuntingan
dapat disebut pula sebagai penyuntingan isi. Menyunting isi
sebuah naskah bukan berarti mengubah informasi yang
disajikan sesuai dengan keinginan penyunting. Akan tetapi,
kegiatan penyuntingan isi bertujuan untuk mengorganisasikan
gagasangagasan dalam sebuah naskah guna menghasilkan
karya ilmiah dengan penyajian informasi yang tertata dengan
baik.
Meskipun penyuntingan isi merupakan kegiatan yang
boleh dilakukan, seorang penyunting perlu mendiskusikan
proses dan hasil penyuntingannya dengan penulis naskah. Hal
ini penting dilakukan agar tidak terjadi kesalahpahaman antara
penyunting dan peneliti. Pada beberapa kasus, ditemukan
bahwa penulis mengalami kekecewaan karena naskah karya
ilmiahnya diubah secara substansial. Oleh karena itu, seorang
penyunting yang baik perlu memahami bahwa penyuntingan isi
bukan berarti melakukan perubahan substansial, tetapi hanya
terbatas pada pengorganisasian gagasan agar informasi dapat
dipahami dengan baik oleh pembaca.
Langkah awal penyuntingan isi adalah dengan membaca
seluruh naskah karya ilmiah dan menandai bagianbagian yang
136
tidak sesuai secara substansial. Untuk memahami konsep
penyuntingan isi, berikut disajikan penggalan naskah awal yang
membutuhkan perbaikan isi.
137
penulis naskah. Dengan demikian, kegiatan penyuntingan isi
dapat dilakukan oleh penulis (bukan penyunting). Contoh hasil
penyuntingan isi dapat diamati berikut ini.
Hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan penyuntingan
isi adalah (1) kesesuaian informasi yang disajikan dengan fokus
pembahasan; (2) kelengkapan informasi yang disajikan, hal ini
dapat terlihat melalui kalimat utama dan penjelas yang linier;
(3) kesesuaian isi masingmasing bagian dengan judul dan fokus
pembahasan; (4) kelogisan penalaran; dan (5) ketepatan konsep
dengan penafsirannya. Contoh hasil penyuntingan isi yang
disajikan menunjukkan upaya penulis untuk melengkapi
paragraf pertama dengan kalimat penjelas yang tepat dan linier
dengan fokus pembahasan. Paragraf kedua dihilangkan karena
tidak memiliki hubungan yang logis dengan paragraf kedua.
2. Strategi Praktis Penyuntingan Sistematika, Kutipan dan
Daftar Rujukan
Penyuntingan sistematika dalam sebuah karya ilmiah perlu
dilakukan dengan beberapa tahap. Tahap pertama adalah
memperhatikan kelengkapan komponen karya ilmiah.
Sebagaimana yang telah dikemukakan pada bagian (A),
komponen utama sebuah karya ilmiah mencakup: (1) judul, (2)
identitas penulis dan sponsor, (3) pendahuluan, (4)
138
pembahasan/isi, (5) penutup, dan (6) daftar rujukan. Kelengkapan
keenam komponen utama tersebut bersifat mutlak dalam sebuah
naskah karya ilmiah. Selain komponenkomponen utama tersebut,
komponen sekunder—sampul, halaman pengesahan, prakata,
daftar isi, dan lampiranlampiran—juga perlu dicermati
kelengkapan dan kesesuaiannya dengan aturan yang berlaku
sesuai dengan gaya selingkung dalam suatu instansi.
Ketidaksesuaian atau ketidaklengkapan komponen dalam naskah
karya ilmiah dapat ditandai dan disunting sesuai dengan aturan
gaya selingkung.
Tahap kedua yang perlu dilakukan adalah menyunting
aspek penomoran. Seorang penulis harus konsisten dalam
penentuan dan penggunaan penomoran. Apabila sistematika
penomoran dengan bab yang digunakan pada bagian awal, maka
penggunaan bab juga harus dilakukan bagian isi dan penutup.
Apabila penomoran bab pertama dan subsubbabnya
menggunakan angka/digit, maka bab dan subsubbab berikutnya
juga harus menggunakan angka/digit. Hal tersebut dapat diamati
melalui contoh berikut ini.
Contoh: Penomoran dengan Angka
BAB I BAB II
PENDAHULUAN BAHASAN
2.1 PAIKEM sebagai Strategi
1.1 Latar Belakang Pembelajaran Objektif untuk
Anak-anak membutuhkan Anak-anak
pendekatan yang berbeda dalam Pembelajaran Aktif, Inovatif,
pembelajaran. Menurut Piaget (2010) Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan
anak-anak memiliki..... (PAIKEM) dicetuskan oleh ...
139
Contoh: Penomoran dengan Huruf dan Angka (Campuran)
BAB I BAB II
PENDAHULUAN BAHASAN
140
kutipan. Jika tata pengutipan yang dipilih adalah sistem innote,
maka keterangan sumber rujukan yang perlu dicantumkan dalam
kutipan hanya berupa: nama keluarga (belakang) penulis, tahun
terbit sumber rujukan, dan halaman yang dikutip. Akan tetapi,
jika tata pengutipan yang dipilih adalah footnote/endnote, maka
identitas yang perlu dicantumkan adalah identitas lengkap dari
sumber rujukan.
Pembacaan terhadap naskah karya ilmiah sebagai langkah
awal penyuntingan kutipan perlu dilakukan secara cermat.
Terkadang, karena satu dan lain hal, seorang penulis alpa
membubuhkan keterangan identitas rujukan pada kutipan.
Apabila hal tersebut terjadi, maka penyunting harus melakukan
klarifikasi terhadap penulis.
Seluruh informasi dalam naskah karya ilmiah yang berupa
kutipan harus dilengkapi dengan pencatatan identitas lengkap
sumber rujukan pada bagian daftar rujukan. Apabila terdapat
sepuluh sumber rujukan yang menjadi bahan kutipan di dalam
naskah karya ilmiah, maka daftar rujukan yang harus
dicantumkan berisi sepuluh identitas sumber rujukan pula.
Apabila terdapat kekurangan atau kelebihan daftar rujukan,
maka penyunting harus melakukan klarifikasi terhadap penulis.
Penulisan daftar rujukan yang sesuai dengan informasi dalam
kutipan dapat diamati melalui contoh berikut ini.
141
Contoh: Penulisan Daftar Rujukan yang Sesuai dengan
Kutipan
Berdasarkan teori Aristoteles, DAFTAR RUJUKAN
untuk sampai pada tahap memahami
konsep psikologi berbicara terdapat tiga Bintang, Widayanto. 2014. Powerful
unsur dasar persuasi yang perlu Public Speaking. Yogyakarta:
diketahui (Bintang, 2014:9). Ketiga Andi.
unsur dasar tersebut adalah Ethos,
Logos, dan Pothos. Murphy, Herta A & Charles E. Peck.
.... 1985. Effective Business
Murphy dan Peck (1985:16) Communications. USA:
menyebutkan bahwa dalam kegiatan McGraw-Hill.
berkomunikasi terdapat empat elemen
yang wajib hadir, yaitu (1) pengirim
pesan, (2) pesan, (3) media pengantar
pesan, dan (4) penerima pesan. Keempat
elemen tersebut harus berada dalam
kondisi normal. Artinya, seorang
pengirim pesan yang baik harus
memiliki kemampuan ...
142
3. Strategi Praktis Penyuntingan Bahasa dan Tanda Baca
Bagi sebagian orang, penyuntingan bahasa dan tanda baca
mungkin dianggap sebagai hal yang sepele. Akan tetapi,
kesalahan penggunaan bahasa sangat mungkin berakibat fatal,
begitu juga dengan kesalahan penggunaan tanda baca. Oleh
karena itu, penyuntingan kedua aspek ini sama pentingnya
dengan penyuntingan aspek isi, sistematika, kutipan, dan daftar
rujukan.
a. Penyuntingan Bahasa
Penyuntingan bahasa berkaitan dengan penyuntingan kata,
frasa, kalimat, dan paragraf. Penyuntingan kata dan frasa dapat
pula disebut dengan penyuntingan diksi (pilihan kata). Dalam
sebuah karya ilmiah banyak muncul diksi yang berkenaan dengan
istilah teknis bidang keilmuan tertentu. Istilahistilah tersebut
seharusnya ditulis secara konsisten dan harus dipilih secara
cermat agar tidak keliru atau tertukar dengan istilah lain yang
mirip. Untuk itu, seorang penyunting profesional juga harus
memiliki wawasan mengenai istilahistilah teknis berbagai bidang
keilmuan.
Selain penggunaan istilah teknis yang kurang tepat,
penyuntingan bahasa juga dapat difokuskan pada kesalahan
berupa kemunculan unsurunsur bahasa daerah pada kata, frasa,
klausa, atau kalimat. Unsur tersebut dapat berupa klitika –nya
(bahasa Jawa), konjungsi khas bahasa daerah tertentu, tata
bahasa daerah, dan istilah berbahasa daerah yang tidak dicetak
miring. Hal tersebut dapat diamati melalui contoh berikut.
143
Pada tataran kalimat, hal yang perlu diperhatikan adalah
kelengkapan aspek tata bahasa (gramatikal). Terkadang, penulis
naskah karya ilmiah membuat kesalahan yang tidak disengaja
dengan menulis kalimat secara tidak lengkap. Untuk
menghasilkan kalimat yang lengkap, fungsi yang wajib hadir
adalah subjek dan predikat. Kalimat yang panjang belum tentu
mengandung kedua fungsi tersebut. Perhatikan contoh kalimat
berikut ini.
Perbaikan Kalimat
Seorang peneliti yang baik akan berlaku disiplin dan menjunjung tinggi
asas kejujuran dalam penelitian.
Kalimat yang tidak lengkap pada contoh hanya menduduki
fungsi subjek karena kata yang merupakan penanda perluasan
subjek, sehingga kata baik, menjunjung tinggi, dan disiplin
kehilangan fungsi predikatnya. Ketidaklengkapan kalimat akan
membuat pembaca bingung dalam memahami informasi yang
disajikan. Oleh karena itu, hal semacam ini perlu diperhatikan
secara cermat dalam kegiatan penyuntingan.
Tidak hanya kelengkapan kalimat, penataan bahasa
dalam kalimat ilmiah juga harus disusun berdasarkan urutan
yang logis. Kalimat inversi (diawali predikat yang disusul
subjek) boleh saja muncul asalkan memenuhi syarat.
Penyusunan kalimat pasif lebih disarankan daripada kalimat
aktif untuk menghindari subjektivitas kekeliruan pemaknaan
dalam karya ilmiah. Hal tersebut dapat diamati melalui contoh
berikut ini.
144
Contoh: Kalimat Aktif yang Keliru
Bagian ini membahas tuntas informasi mengenai cara tepat melakukan
hipnoterapi. Tahap-tahap pelaksanaan hipnoterapi dijelaskan sebagai berikut.
145
Pada contoh tersebut (penyebutan rincian yang keliru)
muncul kata beberapa dan antara lain sebagai penanda rincian
informasi mengenai empat prinsip penyusunan karya ilmiah.
Kedua kata tersebut menunjukkan ketidakjelasan jumlah
informasi yang dirinci. Akan tetapi, sebaliknya, informasi yang
disajikan merupakan rincian dengan jumlah yang pasti. Oleh
karena itu, penyebutan jumlah dan penanda rincian yang jelas
harus dilakukan sebagaimana contoh (penyebutan rincian dengan
jelas dan tepat).
b.Penyuntingan Tanda Baca
Kesalahan penggunaan tanda baca menjadi salah satu jenis
kesalahan yang sering muncul dalam penulisan karya ilmiah. Hal
ini terjadi karena para penulis umumnya lebih mengutamakan
aspek isi dibandingkan penggunaan tanda baca dalam penulisan
karya ilmiah. Padahal, keduanya sama penting.
Kesalahan yang cukup banyak muncul dalam pemilihan dan
penggunaan tanda baca terjadi akibat kemiripan antara satu
tanda baca dengan tanda baca lainnya, misal: tanda petik (“...”)
dengan tanda petik satu (‘...’), tanda titik dua (:) dengan tanda
titik koma (;), dan tanda kurung ((...)) dengan tanda kurung siku
([...]). Informasi mengenai penggunaan masingmasing tanda baca
tersebut berikut contohnya dapat dilihat pada bagian (E).
1. Ragam Aktivitas Menyunting
Penyuntingan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Untuk
mendapatkan hasil suntingan yang optimal, seorang penulis
naskah perlu melakukan empat ragam aktivitas penyuntingan
berikut ini.
a. Penyuntingan Mandiri
Penyuntingan mandiri adalah kegiatan yang wajib
dilakukan oleh seorang penulis. Kegiatan ini dapat dilakukan
secara bertahap. Tahap pertama adalah membaca ulang seluruh
naskah yang telah ditulis. Pada tahap ini, seorang penulis dapat
berkonsentrasi pada proses penyuntingan substansi informasi.
146
Tahap kedua dari proses penyuntingan mandiri adalah
penyuntingan kesalahan ejaan dan sistematika. Kegiatan ini
dapat dilakukan dengan menelaah satu persatu kata, kelompok
kata, kalimat, dan paragraf yang telah ditulis. Apabila proses
penulisan dilakukan dengan menggunakan komputer atau
perangkat praktis lainnya,—laptop/gadget—maka penulis dapat
memanfaatkan penandaan dengan warna pada bagianbagian
yang telah dibaca dan diperbaiki (disunting).
Tahap ketiga yang perlu dilakukan adalah pengendapan
naskah. Tahap ini menjadi tahap yang sangat penting dalam
proses penyuntingan. Tidak dapat dipungkiri bahwa seorang
penulis tidak akan terhindar dari subjektivitas analisis kesalahan
pada naskah yang ditulisnya. Oleh karena itu, apabila seseorang
menyunting naskah orang lain, maka kesalahan pada naskah
akan mudah ditemukan. Akan tetapi, apabila seseorang
menyunting naskah yang ditulisnya sendiri, maka kesalahan
akan sulit ditemukan.
Pengendapan perlu dilakukan dalam kurun waktu satu
hingga dua minggu. Setelah satu atau dua minggu berlalu, hal
yang perlu dilakukan adalah membaca kembali naskah yang telah
ditulis. Hasil membaca setelah pengendapan dilakukan akan
berbeda dengan hasil membaca sebelum pengendapan dilakukan.
Oleh karena itu, kesalahan substansial maupun teknis akan
mudah ditemukan setelah proses pengendapan dilakukan.
b. Penyuntingan Antarteman
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan
dipertimbangkan dalam kegiatan penyuntingan antarteman. Hal
pertama yang perlu dipertimbangkan adalah keterampilan
menyunting yang dimiliki oleh partner sunting. Ada kalanya
seorang penulis meminta teman tanpa memperhatikan kualifikasi
dalam hal penyuntingan bahasa maupun analisis isi naskah.
Apabila tujuan penyuntingan antarteman hanya terbatas
pada jawaban atas pertanyaan apakah naskah ini bisa
dipahami?, maka pertimbangan kualifikasi kemampuan dalam
menyunting tidak perlu dilakukan. Akan tetapi, apabila tujuan
147
penulis adalah untuk perbaikan naskah secara menyeluruh, maka
pertimbangan kemampuan menyunting sangat dibutuhkan untuk
memilih partner sunting.
Hal berikutnya yang perlu dipertimbangkan adalah etika
penyuntingan. Ada kalanya, seorang penyunting yang memiliki
ketertarikan pada bidang yang sama—pada beberapa kasus—
akan memiliki pemikiran untuk melakukan pencurian ide. Oleh
karena itu, seorang penulis karya ilmiah perlu berhatihati dalam
memilih partner sunting. Seorang penulis lebih baik memilih
partner sunting yang dipercaya dan memiliki kedekatan
emosional sehingga terhindar dari kejahatan pencurian ide.
c. Penyuntingan Antarkelompok
Seorang akademisi tentu memiliki kelompokkelompok yang
didirikan khusus untuk membahas permasalahan akademik.
Kelompokkelompok tersebut tentu akan melakukan berbagai
kegiatan positif sebagai bentuk aktualisasi diri masingmasing
anggotanya. Oleh karena itu, penyuntingan antarkelompok dapat
dilakukan sebagai salah satu wujud aktualisasi diri tersebut.
Penyuntingan antarkelompok lebih aman dibandingkan
dengan penyuntingan antarteman, karena dilakukan oleh banyak
orang. Selain itu, proses penyuntingan antarkelompok akan
menjadi sarana pembelajaran menyunting bagi masingmasing
anggota. Dengan demikian, selain mendapat manfaat berupa hasil
koreksi yang dilakukan oleh banyak orang, seorang penulis juga
dapat membagi pengetahuan dengan anggota kelompok.
d.Penyuntingan melalui Kegiatan Konsultasi dengan Ahli
Proses penyuntingan yang ideal adalah yang dilakukan oleh
para ahli. Akan tetapi, para ahli tentu memiliki kesibukan
masingmasing. Melakukan kegiatan penyuntingan secara serius
akan menguras energi dan waktu para ahli. Oleh karena itu,
penyuntingan dengan para ahli seyogyanya dilakukan dengan
pemberian kontribusi positif sebagai pengganti aktivitas
profesional (menyunting) yang mereka lakukan.
148
Apabila seorang penulis tidak memiliki kesempatan untuk
meminta bantuan ahli dalam kegiatan menyunting, maka
penyuntingan dengan ahli dapat diarahkan pada aspek
substansial saja. Hal tersebut dapat dilakukan dengan kegiatan
konsultasi secara langsung. Dalam hal ini, penulis harus
menyampaikan isi karya ilmiah yang ditulis dan ahli yang diajak
berkonsultasi akan memberikan masukan berdasarkan
penyampaian informasi dari penulis. Dengan demikian,
penyuntingan dapat dilakukan secara mandiri, namun
berdasarkan pada hasil konsultasi dengan ahli.
Mari Berlatih!
1. Suntinglah kalimat berikut ini sehingga menjadi kalimat yang
benar!
a. Saya sudah belikan ini buku untuk keperluan sekolahmu.
b. Bulan Mei 2016 ini pemerintah melakukan sensus ekonomi.
c. Banyak atlit Nasional memiliki kehidupan yang
memprihatinkan dimasa tuanya.
d. Baru sebulan diperkenalkan ke publik motor listrik buatan ITS
Surabaya sudah dipesan 5 ribu unit oleh PT. Telkom Indonesia.
2. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan
penyuntingan isi, sebutkan dan jelaskan!
3. Suntinglah paragraf berikut ini!
Bencana Tsunami seringkali melanda wilayah kepulauan yang
dekat dengan garis pantai. Kota Lisboa di Portugal pernah
mengalami tsunami hebat. tepatnya pada 1 November 1755 yang
menewaskan lebih dari 60 ribu jiwa. Jauh sebelum tsunami Aceh
(Desember 2004) dan kepulauan Mentawai (Oktober silam), Selat
Sunda juga pernah mengalaminya setelah Gunung Krakatau
Meletus pada 27 Agustus 1883.
149
4. Suntinglah kesalahan pengutipan dan penulisan daftar rujukan
pada paparan berikut ini!
DAFTAR RUJUKAN
Learning Theories: An Educational Perspective. (Teoriteori
Pembelajaran: Perspektif Pendidikan). 2012. Ditulis oleh
Dale H. Schunk. Terjemahan Eva Hamdiah dan Rahmat
Fajar. Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Sumantri, Mohamad Syarif. 2015. Strategi Pembelajaran: Teori
dan Praktik di Tingkat Pendidikan Dasar. Jakarta:
Rajagrafindo Persada. Hal. 112
150
Suyono, Rizka Amaliah, Dewi Ariani, dan Ariva Luciandika.
2015. Cerdas Menulis Karya Ilmiah. Gunung Samudra:
Malang.
151
152
DAFTAR RUJUKAN
153
Rifai, Mien A. 2001. Pegangan Gaya Penulisan Penyuntingan dan
Penerbitan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Suwignyo, Heri. 2014. Bahasa Indonesia Keilmuan Perguruan
Tinggi. Malang: Aditya Media Publishing.
Suyitno, Imam. 2011. Karya Tulis Ilmiah (KTI): Panduan, Teori,
Perlatihan, dan Contoh. Bandung: Refika Aditama.
Suyitno, Imam. 2012. Menulis Makalah dan Artikel. Bandung:
Refika Aditama.
154
Lampiran 1 SALINAN
PERATURAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2010
TENTANG
PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PLAGIAT
DI PERGURUAN TINGGI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
Menimbang : a.bahwa setiap perguruan tinggi mengemban
misi untuk mencari, menemukan,
mempertahankan, dan menjunjung tinggi
kebenaran;
b.bahwa untuk memenuhi misi tersebut,
mahasiswa/ dosen/peneliti/tenaga
kependidikan yang berkarya di bidang
akademik di perguruan tinggi memiliki
otonomi keilmuan dan kebebasan
akademik;
c. bahwa dalam melaksanakan otonomi
keilmuan dan kebebasan akademik,
mahasiswa/dosen/peneliti/tenaga
kependidikan wajib menjunjung tinggi
kejujuran dan etika akademik, terutama
larangan untuk melakukan plagiat dalam
menghasilkan karya ilmiah, sehingga
kreativitas dalam bidang akademik dapat
tumbuh dan berkembang;
155
d. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a,
huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Tentang Pencegahan dan Penanggulangan
Plagiat di Perguruan Tinggi;
mengingat : 1.UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Lembaran Negera Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 43010;
2. UndangUndang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
157, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4586);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun
2009 tentang Dosen (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 76,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5007);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun
2010 tentang Pengelolaa dan
Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 5105);
5. Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian
Negara;
6. Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 84/P Tahun 2009 mengenai
Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II;
156
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN
NASIONAL TENTANG PENCEGAHAN
DAN PENANGGULANGAN PLAGIAT
DI PERGURUAN TINGGI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Plagiat adalah perbuatan secara sengaja atau tidak
sengaa dalam memperoleh atau mencoba kredit atau nilai
untuk suatu karya ilmiah, dengan mengutip sebagian atau
seluruh karya dan/atau karya ilmiah pihak lain yang
diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan
sumber secaratepat dan memadai.
2. Plagiator adalah orang perseorangan atau kelompok orang
pelaku plagiat, masingmasing bertindak untuk diri
sendiri, untuk kelompok atau untuk dan atas nama suatu
badan.
3. Pencegahan plagiat adalah tindakan prevntf yang
dilakukan oleh Pimpinan Perguruan Tinggi yang
bertujuan agar tidak terjadi plagiat di lingkungan
perguruan tingginya.
4. Penanggulangan plagiat adalah tindakan reprensif yang
dilakukan oleh Pipinan Perguruan Tinggi dengan
menjatuhkan sanksi kepada plagiator di lingkungan
perguruan tingginya yang bertujuan mengembalikan
kredibilitas akademik perguruan tinggi yang
bersangkutan.
157
5. Gaya selingkung adalah pedoman tata cara penulisan atau
pembuatan karya ilmiah yang dianut oleh setiap bidang
ilmu, teknologi, dan seni.
6. Karya ilmiah adalah hasil karya akademik
mahasiswa/dosen/peneliti/tenaga kependidikan di
lingkungan perguruan tinggi yang dibuat dlam betuk
tertulis baik cetak maupun elektronik yang diterbitkan
dan/atau dipresentasikan.
7. Karya adalah hasil karya akademik atau nonakademik
oleh orang perseorangan, kelompok, atau badan di luar
lingkungan perguruan tinggi, baik yang diterbitkan,
dipresentasikan, maupun dibuat dalam bentuk tertulis.
8. Perguruan tinggi adalah kelompok layanan pendidikan
pada jalur formasi yang menyelenggarakan pendidikan
tinggi, berbentuk Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi,
Institut, atau Universitas.
9. Pimpinan Perguruan Tinggi adalah pemimpin perguruan
tinggi dan semua pejabat di bawahnya yang diangkat
dan/atau ditetapkan oleh pimpinan perguruan tinggi atau
ditetapkan lain sesuai ketentuan peraturan perundang
undangan.
10. Pemimpin Perguruan Tinggi adalah pejabat yang
memimpin pengelolaan pendidikan dengn sebutan rektor
untuk universitas atau institut, ketua untuk sekolah
tinggi, direktur untuk politeknik/akademi.
11. Senat Akademi/organ lain yang sejenis adalah organ yang
menjalankan fungsi pengawasan bidang akademik pada
aras perguruan tinggi atau dapat pada aras fakultas.
12. Menteri adalah Menteri Pendidikan Nasional.
158
BAB II
LINGKUP DAN PELAKU
Pasal 2
(1) Plagiat meliputi tetapi tidak terbatas pada:
a. mengacu dan/atau mengutip istilah, katakata dan/atau
kalimat, data dan/atau informasi dari suatu sumber
tanpa menyebutkan sumber dalam catatan kutipan
dan/atau tanpa menyatakan sumber secara memadai;
b. mengacu dan/atau mengutip secara acak istilah, kata
kata dan/atau kalimat, data dan/atau informasi dari
suatu sumber tanpa menyebutkan sumber dalam
catatan kutipan dan/atau tanpa menyatakan sumber
secara memadai;
c. menggunakan sumber gagasan, pendapat, pandangan,
atau teori tanpa menyatakan sumber secara memadai;
d. merumuskan dengan katakata dan/atau kalimat
sendiri dari sumber katakata dan/atau kalimat,
gagasan, pendapat, pandangan, atau teori tanpa
menyatakan sumber secara memadai;
e. menyerahkan suatu karya ilmiah yang dihasilkan
dan/atau telah dipublikasikan oleh pihak lain sebagai
karya ilmiahnya tanpa menyatakan sumber secara
memadai.
(2) Sumber sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
orang perseorangan atau kelompok orang, masingmasing
bertindak untuk dirisendiri atau kelompok atau untuk
dan atas nama suatu badan, atau anonim, penghasil satu
atau lebih karya dan/atau karya ilmiah yang dibuat,
diterbitkan, dipresentasikan, atau dimuat dlam bentuk
tertulis baik cetak maupun elektronik.
159
(3) Dibuat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
a.komposisi musik;
b.perangkat lunak komputer;
c. fotografi;
d.lukisan;
e.sketsa;
f. patung; atau
g.hasil karya dan/atau karya ilmiah sejenis yang tidak
termasuk huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e,
atau huruf f.
(4) Diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
a. buku yang dicetak dan diedarkan oleh penerbit atau
perguruan tinggi;
b. artikel yang dimuat dalam berkala ilmiah, majalah,
atau surat kabar;
c.kertas kerja atau makalah profesional dari organisasi
tertentu;
d. isi laman elektronik; atau
e. hasil karya dan/atau karya ilmiah yang tidak
termasuk huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d.
(5) Dipresentasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berupa:
a. presentasi di depan khalayak umumatau terbatas;
b. presentasi melalui radio/televisi//video/cakram
padat/cakram video digital; atau
c. bentuk atau cara lain sejenis yang tidak termasuk
dalam huruf a dan huruf b.
(6) Dimuat dalam betuk tertulis sebagimana dimaksud pada
ayat (2) berupa cetakan dan/atau elektronik.
(7) Pernyataan sumber memadai apabila dilakukan sesuai
dengan tata cara pengacuan dan pengutipan dalam gaya
selingkung setiap bidang ilmu, teknologi, dan seni.
160
Pasal 3
Plagiator di perguruan tinggi adalah:
a. satu atau lebih mahasiswa;
b. satu atau lebih dosen/peneliti/tenaga pendidikan atau;
c.satu atau lebih dosen/peneliti/tenaga kependidikan
bersama satu atau lebih mahasiswa.
BAB III
TEMPAT DAN WAKTU
Pasal 4
Tempat terjadi plagiat:
a. di dalam lingkungan perguruan tinggi, antarkarya
ilmiah mahasiswa, dosen/peneliti/tenaga kependidikan
dan dosen terhadap mahasiswa atau sebaliknya;
b.dari dalam lingkungan perguruan tinggi terhadap
karya ilmiah mahasiswa dan/atau dosen/peneliti/tenaga
kependidikan dan/atau kelompok orang yang bukan
dari kalangan perguruan tinggi, baik dalam maupun
luar negeri;
c.di luar perguruan tinggi ketika mahasiswa dan/atau
dosen/peneliti/tenaga kependidikan dari perguruan
tinggi yang bersangkutan sedang mengerjakanatau
menjalankantugas yang diberikanoleh perguruan tinggi
atau pejabat yang berwenang.
Pasal 5
Waktu terjadi plagiat:
a.selama mahasiswa menjalani proses pembelajaran;
b. sebelum dan setelah dosen pengemban jabatan
akademik asisten ahli, lektor, lektor kepala atau guru
besar/profesor;
161
c. sebelum dan setelah peneliti/tenaga kependidikan
pengemban jabatan fungsional dengan jenjang
pertama, muda, madya, dan utama.
BAB IV
PENCEGAHAN
Pasal 6
(1) pimpinan Perguruan tinggi mengawasi pelaksanaan kode
etik mahasiswa/dosen/peneliti/tenaga kependidikan yang
ditetapkan oleh senat perguruan tinggi/organ lain yang
sejenis,yang antara laian berisi kaidah pencegahan dan
penanggulangan plagiat.
(2) Pimpinan Perguruan Tinggi menetapkan dan mengawasi
pelaksanaan gaya selingkung untuk setiap bidang ilmu,
teknologi, dan seni yang dikembangkan oleh perguruan
tinggi.
(3) Pimpinan Perguruan Tinggi secara berkala
mendiseminasikan kode etik
mahasiswa/dosen/peneliti/tenaga kependidikan dan gaya
selingkung yang sesuai agar tercipta budaya antiplagiat.
Pasal 7
Pada setiap karya ilmiah yang dihasilkan di lingkungan
perguruan tinggi harus dilampirkan pernyataan yang
ditandatangani oleh penyusunnya bahwa:
a. karya ilmiah tersebut bebas plagiat;
b. apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat
dalam karya ilmiah tersebut, maka penyusunnya
bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan.
Pimpinan Perguruan Tinggi wajib mengunggah secara
elektronik semua karya ilmiah
mahasiswa/dosen/peneliti/tenaga kependidikan yang telah
162
dilampiri pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) melalui portal Garuda (Garba Rujukan Digital) sebagai
titik akses terhadap karya ilmiah
mahasiswa/dosen/peneliti/tenaga kependidikan Indonesia,
atau portal lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pendidikan Tinggi.
Pasal 8
Pasal 9
(1)Karya ilmiah yang digunakan untuk pengangkatan awal
atau kenaikan jabatan fungsional dan kenaikan pangkat
peneliti/tenaga kependidikan selain harus memenuhi
ketentuan Pasal 7 juga harus dilakukan penilaian sejawat
163
sebidang (peer review) oleh paling sedikit 2 (dua) orang
sejawat sebidang yang memiliki jabatan fungsional dan
kualifikasi akademik yang setara atau lebih tinggi dari
jabatan fungsional dan kualifikasi akademik
peneliti/tenaga kependidikan yang diusulkan.
(2)Penilaian sejawat sebidang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan pada saat usul pengangkatan awal
atau kenaikan jabatan fungsional tersebut diproses pada
perguruan tinggi yang bersangkutan.
BAB V
PENANGGULANGAN
Pasal 10
164
Pasal 11
165
kepada Pemimpin/Pimpinan Perguruan Tinggi untuk
dilaksanakan.
(7)Apabila salah satu dari persandingan atau hasil telaah,
ternyata tidak dapat membuktikan terjadinya plagiat,
maka sanksi tidak dapat dijatuhkan kepada
dosen/peneliti/tenaga kependidikan yang diduga
melakukan plagiat.
BAB VI
SANKSI
Pasal 12
(1)Sanksi bagi mahasiswa yang terbukti melakukan plagiat
sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 10 ayat (4),
secara berurutan dari yang paling ringan sampai dengan
yang paling berat, terdiri atas:
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c.penundaan pemberian sebagian hak mahasiswa;
d. pembatalan nilai satu atau beberapa mata kuliah
yang diperoleh mahasiswa;
e. pemberhentian dengan hormat dari status sebagai
mahasiswa;
f. pemberhentian tidak dengan hormat dari status
sebagai mahasiswa; atau
g. pembatalan ijazah apabila mahasiswa telah lulus dari
suatu program.
(2) Sanksi bagi dosen/peneliti/tenaga kependidikan yang
terbukti melakukan plagiatsebagaimana dimaksudkan
dalam Pasal 11 ayat (6), seca berurutan dari yang paling
ringan sampai dengan yang paling berat, terdiri atas:
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. penundaan pemberian hak dosen/peneliti/tenaga
kependidikan;
166
d. penurunan pangkat dan jabatan akademik/fungsional;
e. pencabutan hak untuk diusulkan sebagai guru
besar/profesor/ahli peneliti utama bagi yang memenuhi
syarat;
f. pemberhentian dengan hormat dari status sebagai
dosen/peneliti/tenaga kependidikan;
g. pemberhentian tidak dengan hormat dari status
sebagai dosen/peneliti/tenaga kependidikan; atau
h. pembatalan ijazah yang diperoleh dari perguruan
tinggi yang bersangkutan.
(3)Apabila dosen/peneliti/tenaga kependidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf f, huruf g, dan huruf h
menyandang sebutan guru besar/profesor/ahli peneliti
utama, maka dosen/peneliti/tenaga/ kependidikan
tersebut dijatuhi sanksi tambahan berupa pemberhentian
dari jabatan guru besar/profesor/ahli peneliti utama oleh
Menteri atau pejabat yang berwenang atas usul
perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah
atau atas usul perguruan tinggi yang diselenggarakan
oleh masyarakat melalui Koordinator Perguruan Tinggi
Swasta;
(4)Menteri atau pejabat yang berwenang dapat menolak usul
untuk mengangkat kembali dosen/peneliti/tenaga
kependidikan dalam jabatan guru besar/profesor/ahli
peneliti utama atas usul perguruan tinggi lain, apabila
dosen/peneliti/tenaga kependidikan tersebut pernah
dijatuhi sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf f atau huruf g serta dijatuhi sanksi tambahan
berupa pemberhentian dari jabatan guru
besar/profesor/ahli peneliti utama.
(5)Dalam hal pemimpin perguruan tinggi tidak menjatuhkan
sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3), Menteri dapat menjatuhkan sanksi kepada
plagiator dan kepada pemimpin perguruan tinggi yang
tidak menjatuhkan sanksi kepada plagiator.
167
(6)Sanksi kepada pemimpin perguruan tinggi sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) berupa:
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. pernyataan Pemerintah bahwa yang bersangkutan
tidak berwenang melakukan tindakan hukum dalam
bidang akademik.
Pasal 13
168
BAB VII
PEMULIHAN NAMA BAIK
Pasal 14
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 16 Agustus 2010
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
TTD
MOHAMMAD NUH
Salinan sesuai dengan aslinya,
Kepal Biro Hukum dan Organisasi
Kementerian Pendidikan Nasional,
Andi Pangerang Moenta, S.H., M.H., DFM.
NIP 19610828 198703 1 003
169
Lampiran 2 SALINAN
PEDOMAN PEMBENTUKAN ISTILAH
(Edisi kedua berdasarkan Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nomor
0389/U/1988, tanggal 11 Agustus 1988 dan dicermatkan
dalam Rapat Kerja Panitia Kerja Sama Kebahasaan, tanggal
16—20 Desember 1990)
1. BEBERAPA KONSEP DASAR
1.1 Definisi Istilah
Istilah ialah kata atau gabungan kata yang dengan
cermat mengungkapkan konsep, proses, keadaan, atau sifat
yang khas dalam bidang tertentu.
1.2 Tata Istilah dan Tata Nama
Tata istilah ialah perangkat peraturan pembentukan
istilah dan kumpulan istilah yang dihasilkannya. Tata nama
istilah ialah perangkat peraturan penamaan beberapa
cabang ilmu seperti kimia dan biologi beserta kumpulan
nama yang dihasilkannya.
1.3 Istilah Umum dan Istilah Khusus
Istilah khusus ialah istilah yang pemakaiannya
dan/atau maknanya terbatas pada suatu bidang tertentu,
sedangkan istilah umum ialah istilah yang menjadi unsur
bahasa yang digunakan secara umum.
Contoh:
Istilah Khusus Istilah Umum
diagnosis daya
pidana penilaian
170
1.4 Kata Dasar Peristilahan
Kata dasar peristilahan ialah bentuk bahasa yang
dipakai sebagai alas istilah yang berbentuk turunan.
2. SUMBER ISTILAH
2.1 Kosakata Bahasa Indonesia
Kata Indonesia yang dapat dijadikan bahan istilah
ialah kata umum, baik yang lazim maupun yang tidak lazim
yang memenuhi salah satu syarat atau lebih yang berikut
ini.
a. kata yang tepat mengungkapkan makna konsep, proses,
keadaan, atau sifat yang dimaksudkan, seperti tunak
(steady), telus (percolate), imak (simulate).
b.Kata yang lebih singkat daripada kata yang lain yang
berujukan sama, seperti gula jika dibandingkan dengan
tumbuhan pengganggu, suaka (politik) dibandingkan
dengan perlindungan (politik).
c. Kata yang tidak bernilai rasa (konotasi) buruk yang sedap
didengar (eufonik), seperti pramuria jika tidak
dibandingkan dengan hostes, tunakarya dibandingkan
dengan penganggur.
Di samping itu, istilah dapat berupa kata umum yang
diberi makna baru atau makna khusus dengan jalan
menyempitkan atau meluaskan makna asalnya.
Misalnya:
berumah dua garam garis bapak
gaya hari jatuh hitung dagang
pejabat teras peka suaka politik
tapak titik sudut
2.2 Kosakata Bahasa Serumpun
Jika di dalam bahasa Indonesia tidak ditemukan istilah
yang dengan tepat dapat mengungkapkan konsep, proses,
keadaan atau sifat yang dimaksudkan, maka istilah dicari
dalam bahasa serumpun, baik yang lazim maupun yang
171
tidak lazim, yang memenuhi ketiga syarat yang disebutkan
pada pasal 2.1.
Misalnya:
Istilah yang lazim
gambut (Banjar) peat (Inggris)
nyeri (Sunda) pain (Inggris)
timbel (Jawa) lead (Inggris)
Istilah yang tidak lazim dan sudah kuno
gawai (Jawa) device (Inggris)
luah (Bali, Bugis, Minangkabau, Sunda) discharge (Inggris)
2.3 Kosakata Bahasa Asing
Jika baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa
serumpun tidak ditentukan istilah yang tepat, maka bahasa
asing dapat dijadikan sumber peristilahan Indonesia. Istilah
baru dapat dibentuk dengan jalan menerjemahkan,
menyerap, dan menyerap sekaligus menerjemahkan istilah
asing.
2.3.1 Penerjemahan Istilah Asing
Istilah baru dapat dibentuk dengan menerjemahkan
istilah asing.
Misalnya:
samenwerking kerjasama
balanced budget anggaran berimbang
Dalam penerjemahan istilah asing tidak selalu perlu,
bentuk yang berimbang arti satulawansatu. Yang pertama
tama harus diikhtiarkan ialah kesamaan dan kepadanan
konsep, bukan kemiripan bentuk luarnya atau makna
harfiahnya.
Dalam pada itu, medan makna dan cirri makna istilah
bahasa asing masingmasing perlu diperhatikan.
172
Misalnya:
begrotingspost mata anggaran
brotherinlaw ipar lakilaki
medication pengobatan
network jaringan
2.3.2 Penyerapan Istilah Asing
Demi kemudahan pengalihan antarbahasa dan
keperluan masa depan, pemasukan istilah asing, yang
bersifat internasional, melalui proses penyerapan dapat
dipertimbangkan jika salah satu syarat atau lebih yang
berikut ini dipenuhi.
a. Istilah serapan yang dipilih lebih cocok karena
konotasinya
b. Istilah serapan yang dipilih lebih singkat jika
dibandingkan dengan terjemahan Indonesianya
c. Istilah serapan yang dipilih dapat mempermudah
tercapainya kesepakatan jika istilah Indonesia terlalu
banyak sinonimnya
Proses penyerapan itu dapat dilakukan dengan atau
tanpa pengubahan yang berupa penyesuaian ejaan dan lafal.
Contoh:
Istilah Indonesia Istilah Indonesia yang
Istilah Asing
yang Dianjurkan Dijauhkan
a. anus Anus lubang pantat
faeces feses tahi
urine urine kencing
b. amput amputasi pemotongan (pembuangan)
ation anggota badan
desibel satuan ukuran kekerasan
173
decibel labialisasi suara
lip rounding marathon pembundaran bibir
marathon oksigen lari jarak jauh
oxygen kimia zat asam
chemistry disentri ilmu urai
c. dysent energi sakit murus, berak darah,
ery horizon mejan
energy narkotik daya, gaya, tenaga,
horizon kekuatan
narcotic kakilangit, ufuk cakrawala
madat, obat bius, candu,
opium, dadah, ganja
2.3.3 Penyerapan dan Penerjemahan Sekaligus
Istilah bahasa Indonesia dapat dibentuk dengan jalan
menyerap dan menerjemahkan istilah asing sekaligus.
Misalnya:
bound morpheme morfem terikat
clay colloid koloid lempung
clearance volume volume ruang bakat
subdivision subbagian
2.3.4 Macam dan Sumber Bentuk Serapan
Istilah yang diambil dari bahasa asing dapat berupa
bentuk dasar atau bentuk turunan. Pada prinsipnya dipilih
bentuk tunggal, kecuali kalau konteksnya condong pada
bentuk jamak. Pemilihan bentuk tersebut dilakukan dengan
mempertimbangkan (1) konteks situasi dan ikatan kalimat,
(2) kemudahan belajar bahasa, dan (3) kepraktisan.
Demi keseragaman, sumber rujukan yang diutamakan
ialah istilah Inggris yang pemakaiannya sudah
internasional, yakni yang dilazimkan oleh para ahli dalam
bidangnya. Penulisan istilah itu sedapatdapatnya
dilakukan dengan mengutamakan ejaannya dalam bahasa
sumber tanoa mengabaikan segi lafal.
174
Misalnya:
bound morpheme morfem terikat
clay colloid koloid lempung
clearance volume volume ruang bakat
subdivision subbagian
2.3.5 Istilah Asing yang Bersifat Internasional
Istilah asing yang ejaannya bertahan dalam banyak
bahasa dipakai juga dalam bahasa Indonesia dengan syarat
diberi garis bawah atau dicetak miring.
Misalnya:
allegro moderato ‘kecepatan sedang’ (dalam musik)
ceteris paribus ‘jika halhal lain tetap tidak berubah’
esprit de corps ‘semangat setia kawan’
‘rasa kesetiakawanan kelompok’
in vitro ‘di dalam tabung’; ‘melalui percobaan
laboratorium’
status quo ‘keadaan yang sekarang’
vis a vis ‘terhadap’; ‘(yang) berhadapan dengan’
175
BAGAN
PROSEDUR PEMBENTUKAN ISTILAH
KONSEP
Langkah 1
Calon
Kata dalam a. Ungkapan yang tepat istilah
bahasa Indonesia 1
yang lazim
dipakai
Calon
istilah
Langkah 2 2
b. Ungkapan yang paling
Kata dalam singkat
bahasa
Indonesia yang
sudah tidak
lazim dipakai
c. Ungkapan yang tidak
berkonotasi buruk
Langkah 3 Calon
istilah
Kata dalam
3
bahasa serumpun
yang lazim d. Ungkapan yang sedap
dipakai didengar
Calon
istilah
Langkah 4 4
Kata dalam
bahasa
serumpun yang
tidak lazim
dipakai
176
Langkah 5 a. Ungkapan asing dengan
Calon
arti umum diterjemahkan
Istilah dalam istilah
1) Penerjemahan dengan arti umum 5
bahasa Inggris 2) Penyerapan dengan b.Ungkapan asing yang
atau tanpa berhubungan
penyesuaian ejaan diterjemahkan dengan
Langkah 6 dan lafal
yang bersistem
Istilah dalam 3) Penerjemahan dan
bahasa asing penyerapan
sekaligus a. Ungkapan asing
memudahkan pengalihan
Langkah 7 antarbahasa
Pilihan yang Calo
b. Ungkapan asing n
terbaik di antara istila
calon istilah 1 lebih cocok
h6
—6 c. Ungkapan asing
lebih singkat
d. Ungkapan asing
memudahkan kesepakatan
3. ASPEK TATA BAHASA DALAM PERISTILAHAN
3.1 Penggunaan Kata Dasar
Istilah dapat berbentuk kata dasar.
Misalnya:
asam gaya rumput
sudut volt what
Jika bentuk dapat dipilih antara kata dasar dan kata
turunan, bentuk kata dasarlah yang diprioritaskan dengan
syarat bahwa konsep dasarnya tidak berubah.
177
Misalnya:
gulma lebih baik daripada tumbuhan pengganggu
harga jual lebih baik daripada harga penjualan
3.2 Proses Pengimbuhan
Perangkat istilah berimbuhan menunjukkan pertalian
yang teratur antara bentuk dan maknanya. Keteraturan itu
hendaknya dimanfaatkan dalam pengungkapan makna
konsep yang berbedabeda.
Bentuk berimbuhan yang menunjukkan pertalian makna
dapat digambarkan seperti Tabel berikut ini.
Bentuk Berimbuhan
Bentuk
Verba Nomina
Dasar
Pelaku/Alat Hal/Keadaan/tempat
listrik Berlistrik perlistrikan (hal
berlistrik)
senam bersenam pesenam (yang persenaman (hal atau
bersenam) tempat bersenam)
tani bertani petani (yang pertanian (hal bertani)
tapa bertapa bertani) pertapaan (hal atau
pertapa (yang tempat bertapa)
ubah berubah bertapa) perubahan (hal atau
pe(r)ubah keadaan berubah)
(yang
berubah)
178
kan mempersatukan) (proses (hasil
mempersatu mempersatu
kan) kan)
mengimpor pengimpor (yang pengimporan imporan
mengimpor) (proses (hasil
mengimpor) mengimpor)
mengklorini pengklorin (yang pengklorinan klorinan
mengklorini) (proses (hasil
mengklorini) mengklorini)
mengubah pengubah (yang pengubahan ubahan
mengubah) (proses (hasil
mengubah) mengubah)
3.3 Proses Pengulangan
Istilah yang mengungkapkan konsep keanekaan,
kemiripan, kumpulan, pengaburan, atau perampatan
(generalisasi) dapat dibentuk dengan reduplikasi.
Misalnya:
baris barisberbaris
daun dedaunan
jari jejari
kacang kacangkacangan
kanak kekanakkanakan
karang karangmengarang
langit langitlangit, lelangit
makan makananmakanan
pohon pohonpohon, pepohonan
rumah rumahrumahan
tua tetua
warna warnawarni
179
3.4 Proses Penggabungan
Istilah yang berupa gabungan kata sedapatdapatnya
berbentuk singkat mengikuti contoh meja tulis, kerja sama,
sekolah menengah.
Misalnya:
angkat besi balok kotak (box girder)
daya angkut direktur muda
garis lintang getaran lintang atau getaran transversal
jembatan putar system tabung
tampak depan
Gabungan kata yang mewujudkan istilah dapat ditulis
menurut tiga cara yang berikut, sesuai dengan aturan ejaan
yang berlaku.
a. Gabungan kata ditulis terpisah
Misalnya:
model linear perwira menengah
Misalnya:
duasendi mesinhitung tangan (manual calculator)
c.Gabungan kata ditulis serangkai
Misalnya:
bumiputra olahraga syahbandar
180
Contoh lain:
Unsur
Bentukan Padanan
Pembentuk
alih alih aksara transliteration
alih tulis transcript
alih teknologi transfer of technology
bawah bawah normal Subnormal
bawah permukaan subsurface
lepas lepas landas take off
lepas pantai offshore
adi adikarya masterpiece
adikuasa superpower
antar antardepartemen interdepartemental
antarbangsa internasional
awa awair Dewater
awalengas dehumidity
lir lirintan diamondlike
lirruang spacelike
pasca pascapanen postharvest
pra prasejarah Prehistory
prasangka prejudice
pramu pramugari Stewardess
pramuniaga salesperson
pramuwisata tour guide
purna purnawaktu fulltime
swa swasembada selfreliance
swalayan selfsevice
wan Ilmuwan scientist
wati Seniwati woman artist
4. ASPEK SEMANTIK PERISTILAHAN
4.1 Perangkat Istilah yang Bersistem
Dalam bidang tertentu deret konsep yang berkaitan
dinyatakan dengan perangkat istilah yang strukturnya juga
mencerminkan bentuk yang berkaitan dengan konsisten.
181
Misalnya:
a.morphem morfem
phoneme fonem
sememe semem
taxeme taksem
b.eigendomsrecht hak milik
kiesrecht hak pilih
stakingsrecht hak mogok
c.power daya
hourse power daya kuda
d.force gaya
torque momen gaya
e.system sistem
systematic sistematika
f.angular momentum momentum sudut
linear momentum momentum lurus, momentum
linear
moment of momentum momen momentum
g.electric energy tenaga listrik, energy
listrik
energy tenaga, energi
h.apotheek apotek
apotheker apoteker
4.2 Sinonim dan Kesinoniman
Dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai
makna yang sama, tetapi berlainan bentuk luarnya, disebut
sinonim. Jika terdapat istilah yang sinonim, makna perlu
diadakan seleksi berdasarkan ketiga golongan istilah yang
berikut.
a.Istilah yang diutamakan, yakni istilah yang pemakaiannya
dianjurkan sebagai istilah baku.
182
Misalnya:
gulma lebih baik daripada tumbuhan pengganggu
hutan bakau (mangrove forest) lebih baik daripada hutan
payau
mikro(micro)—dalam hal tertentu—lebih baik daripada
renik
partikel (particle) lebih baik daripada bagian kecil
Misalnya:
zat lemas harus diganti dengan nitrogen
saran diri harus diganti dengan autosugesti
ilmu pisah harus diganti dengan ilmu kimia
ilmu pasti harus diganti dengan matematika
183
Misalnya:
average, mean ratarata
agrounding, eathing pengetanahan
Sinonim asing asing yang hamper bersamaan sedapat
dapatnya diterimakan dengan istilah yang berlainan.
Misalnya:
axiom aksioma
law hukum
postulate postulat
rule kaidah
4.3 Homonim dan Kehomoniman
Homonim ialah bentuk (istilah) yang sama ejaan atau
lafalnya, tetapi yang mengungkapkan makna yang berbeda
karena berasal dari asal yang berlainan.
Ada dua jenis homonim, yaitu homograf dan homofon.
a.Homograf
Homograf ialah bentuk istilah yang sama ejaannya,
tetapi mungkin lain lafalnya.
Misalnya:
Pedologi paedo dengan pedologipedon
(‘ilmu tentang hidup dan (‘ilmu tentang tanah’)
Perkembangan anak’)
Teras (‘inti’) dengan teras (‘bagian rumah’)
b.Homofon
Homofon ialah bentuk sama lafalnya, tetapi berlainan
ejaannya.
Misalnya:
bank dengan bang
massa dengan masa
184
4.4 Hiponim dan Kehiponiman
Hiponim ialah bentuk yang maknanya terangkum oleh
bentuk superordinatnya yang mempunyai makna yang lebih
luas. Kata mawar, melati, cempaka, misalnya, masing
masing disebut hiponim terhadap kata bunga yang menjadi
superordinatnya.
4.5 Kepolisemian
Kepolisemian ialah gejala keanekaan makna yang
dimiliki oleh bentuk (istilah). Kepolisemian itu timbul
karena pergeseran oleh makna atau tafsiran yang berbeda.
Misalnya, kepala (jawatan), kepala (orang), kepala (sarung).
Bentuk asing yang sifatnya polisem harus diterjemahkan
sesuai dengan arti dalam konteksnya. Karena medan makna
yang berbeda, suatu kata asing tidak selalu berpadanan
dengan kata Indonesia yang sama.
Misalnya:
a.(cushion) head topi (tiangpancang)
Head (gate) (pintu air) atas
(nuclear) head hulu (nuklir)
(velocity) head tinggi (tenaga kecepatan)
185
b.(detonating) fuse sumbu (ledak)
fuse sekering
to fuse melebur, berpadu
5. ISTILAH SINGKATAN DAN LAMBANG
5.1 Istilah Singkatan
Istilah singkatan ialah bentuk tulisannya dipendekkan
menurut tiga cara yang berikut.
a.Istilah yang bentuk tulisannya terdiri atas satu huruf atau
lebih, tetapi yang bentuk lisannya sesuai dengan bentuk
istilah lengkapnya.
Misalnya:
cm yang dilisankan sentimeter
l yang dilisankan liter
sin yang dilisankan sinus
tg yang dilisankan tangen
b. Istilah yang bentuk tulisannya terdiri atas satu huruf atau
lebih yang lazim dilisankan huruf demi huruf.
Misalnya:
DDT (diklorodifeniltrikloroetana) yang dilisankan ddt
kVA (kilovoltampere) yang dilisankan kva
TL (tube luminescent) yang dilisankan tl
5.2 Istilah Akronim
Istilah akronim ialah singkatan yang berupa gabungan
huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan
186
kombinasi huruf dan suku kata dari deret kata yang
diperlukan sebagai kata.
Misalnya:
laser (light amplification by stimulated emission of
radiation)
radar (radio detectiang and ranging)
sonar (sound navigation ranging)
tilang (bukti pelanggaran)
5.3 Huruf Lambang
Huruf lambang ialah satu huruf atau lebih yang
melambangkan konsep dasar ilmiah seperti kuantitas,
satuan dan unsur. Huruf lambang tidak diberi titik di
belakangnya.
Misalnya:
F gaya m meter
Hg air raksa
5.4 Satuan Dasar Sistem Internasional (SI)
Satuan dasar System Internasional d’Unites yang
diperjanjikan secara internasional dinyatakan dengan huruf
lambang.
187
Lambang satuan yang berdasar pada nama orang
dinyatakan dengan huruf kapital. Bentuk lengkap satuan ini
ditulis dengan huruf kecil untuk membedakannya dengan
nama pribadi orang.
Misalnya:
5A arus 5 ampere hukum Ampere
3C muatan 3 coulomb hukum Coulomb
6N gaya 6 newton hukum Newton
293K suhu 293 kelvin skala suhu Kelvin
8 Ci aktivitas 8 curie suhu Curie
5.5 Kelipatan dan Fraksi Satuan Dasar
Untuk menyatakan kelipatan dan fraksi satuan dasar
atau turunan digunakan nama dan lambang bentuk terikat
berikut.
188
5.6 Sistem Bilangan Besar
Sistem bilangan besar di atas satu juta yang dianjurkan
adalah sebagai berikut.
109 biliun jumlah nol 9
10 12
triliun jumlah nol 12
1015 kuadriliun jumlah nol 15
10 18
kuantilium jumlah nol 18
1021 sektilium jumlah nol 21
10 24
septilium jumlah nol 24
1027 oktilium jumlah nol 27
10 30
noniliun jumlah nol 30
10 33
desiliun jumlah nol 33
5.7 Tanda Desimal
Sistem satuan Internsional menentukan bahwa tanda
desimal dapat dinyatakan dengan koma atau titik.
Misalnya:
3,05 atau 3,52
Bilangan desimal tidak dimulai dengan tanda desimal,
tetapi selalu dimulai dengan angka.
Misalnya:
0,52 bukan ,52
0,52 bukan .52
189
Jika perlu, bilangan desimal di dalam daftar atau
senarai dapat dikecualikan dari peraturan tersebut di atas.
Misalnya:
,550234 atau .550234
,55276 .55276
,554051 .54051
,5561 .5561
Misalnya:
3 105 724 bukan 3,105,724 atau 3.105.724
5 075 442 5,075,442 5.075.442
17 081 500 17,081,500 17.081.500
158 777 544 158,777,544 158.777.544
666 123 666,123 666,123
Catatan:
Mengenai kemungkinan bahwa tanda desimal dapat
dinyatakan dengan koma atau titik, penulis karangan
hendaknya memberikan catatan cara mana yang diikutinya.
6. EJAAN DALAM PERISTILAHAN
6.1 Ejaan Fonemik
Penulisan istilah pada umumnya berdasarkan ejaan
fonemik; artinya, hanya satuan bunyi yang berfungsi dalam
bahasa Indonesia yang dilambangkan dengan huruf.
190
Misalnya:
presiden bukan president
standar bukan standart
teks bukan text
6.2 Ejaan Etimologi
Untuk menegaskan makna yang berbeda, istilah yang
homonim dengan kata lain dapat ditulis dengan
mempertimbangkan etimologinya, yakni sejarahnya,
sehingga bentuknya berlainan walaupun lafalnya mungkin
sama.
Misalnya:
bank dengan bang
sanksidengan sangsi
6.3 Transliterasi
Pengejaan istilah dapat juga dilakukan menurut aturan
transliterasi, yakni penggantian huruf demi huruf dari abjad
yang satu ke abjad yang lain, lepas dari bunyi lafal yang
sebenarnya. Hal itu, misalnya, diterapkan menurut aturan
International Organization for Standardization (ISO) pada
huruf Arab (rekomendasi ISOR 233), Yunani (rekomendasi
ISOR 315), Kiril (Rusia) (rekomendasi ISOR 9) yang
dialihkan ke huruf Latin.
Misalnya:
yaum uladha (hari kurban)
suksma (sukma)
psyche (jiwa, batin)
Moskva (Moskou)
6.4 Ejaan Nama Diri
Ejaan nama diri, termasuk merek dagang, yang di
dalam bahsa aslinya ditulis dengan huruf Latin tidak
diubah.
191
Misalnya:
Baekelund Cannzaro
Aquadag Daeron
Nama diri yang bentuk aslinya ditulis dengan huruf
lain dieja menurut rekomendasi ISO, ejaan Inggris yang
lazim, atau ejaan Pinyin (Cina). Misalnya, Keops, Sokraaes,
Dmitri Ivanovic Mendeleev, Anton Cekhov, Mao Zedong,
Beijing.
6.5 Penyesuaian Ejaan
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap
unsur pelbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah
maupun bahasa asing, seperti Sansekerta, Arab, Portugis,
Belanda, dan Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya unsur
serapan dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas tiga
golongan besar.
Pertama, unsurunsur yang sudah lama terserap ke
dalam bahasa Indonesia yang tidak perlu lagi diubah
ejaannya. Misalnya, sirsak, iklan, otonomi, dongkrak, pikir,
paha, aki.
Kedua, unsur asing yang belum sepenuhnya terserap ke
dalam bahasa Indonesia, seperti shuttle cock, real estate.
Unsurunsur ini dipakai di dalam konteks bahasa Indonesia,
tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing.
Ketiga, unsur yang pengucapannya dan penulisannya
disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini
diusahakan agar ejaan bahasa asing hanya diubah
seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat
dibandingkan entuk aslinya.
Kaidah penyesuaian ejaan bagi unsur serapan
semacam itu adalah sebagai berikut.
aa (Belanda) menjadi a
baal bal
octaaf oktaf
paal pal
192
ae jika bervariasi dengan e, tetap ae
aerobe aerob
aerolit aerolit
aerosol aerosol
ae jika bervariasi dengan e menjadi e
anaemia, anemia anemia
haematite, hematite hematit
haemoglobin, hemoglobin hemoglobin
ai tetap ai
caisson kaison
trailer trailer
au tetap au
autotrophe autotrof
caustic kaustik
hydraulic hidraulik
c di muka a, o, u, dan konsonan menjadi k
calomel kalomel
vocal vokal
construction konstruksi
cubic kubik
classification klasifikasi
c di muka e, i, oe dan y menjadi s
central sentral
circulation sirkulasi
coelom selom
cylinder silinder
cc di muka o, u, dan konsonan menjadi k
accomodation akomidasi
acculturation akulturasi
acclimatization aklimatisasi
cc di muka e dan i menjadi ks
accent aksen
accessory aksesori
vaccine vaksin
ch dan cch di muka a, o, dan konsonan menjadi k
193
charisma karisma
cholera kolera
chromosome kromosom
technique teknik
saccharin sakarin
ch yang lafalnya c menjadi c
charter carter
chek cek
China Cina
ch yang lafalnya s atau sy menjadi s
echelon eselon
chiffon sifon
machine mesin
e tetap e
atmosphere atmosfer
system sistem
synthesis sintesis
e yang tidak diucapkan, ditanggalkan
phoneme fonem
sulphite sulfit
zygote zigot
ea tetap ea
idealist idealis
oleander oleander
realist realis
ea jika lafalnya i, menjadi i
team tim
ei tetap ei
eicosane eikosan
eidetic eidetik
pleistocen pleistosen
eo tetap eo
geometry geometri
stereo stereo
zeolite zeolit
194
eu tetap eu
eugenol eugenol
euphony eufoni
neutron neutron
f tetap f
factor faktor
fossil fosil
infuse infus
g tetap g
energy energi
gene gen
geology geologi
gh tetap g
sorghum sorgum
i pada awal suku kata di muka vokal tetap i
imbus imbus
ion ion
iota iota
ie (Belanda) jika lafalnya i, menjadi i
politiek politik
riem rim
ie (Inggris) jika lafalnya bukan i, tetap ie
hierarchy hierarki
patient pasien
variety varietas
iu tetap iu
calcium kalsium
premium premium
stadium stadium
ng tetap ng
congress kongres
contingent kontingen
linguistics linguistik
195
oe (oi Yunani) menjadi e
foetus fetus
oenology enologi
oestrogen estrogen
oi (Belanda, Inggris) tetap oi
exploitatie;exploitation eksploitasi
oo yang lafalnya u menjadi u
cartoon kartun
pool pul
proof pruf
oo (vokal ganda) tetap oo
coordination koordinasi
oolite ooalit
zoologi zoologi
ou jika lafalnya u, menjadi u
contour kontur
coupon kupon
group grup
route rute
ph menjadi f
phase fase
physiology fisiologi
spectograph spektograf
ps tetap ps
pseudo pseudo
psychiatry psikiatri
psycosomatic psikosomatik
pt tetap pt
pteridology pteridologi
pterosour pterosour
ptyalin ptialin
q menjadi k
aquarium akuarium
frequeancy frekuensi
quantity kuantitas
rh menjadi r
196
rhapsody rapsodi
rhetoric retorik
rhombus rombus
sc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi sk
scandium skandium
scotopia skotopia
sc di muka e, i, dan y menjadi s
scenography senografi
scientillation sintilasi
scyphistome sifistoma
sch di muka vokal menjadi sk
schema skema
schizophrenia skizofrenia
scholstic skolastik
t di muka i, jika lafalnya s
action aksi
ratio rasio
th menajdi t
orthography ortografi
theocracy teokrasi
thiopental tiopental
u tetap u
institute institut
structure struktur
unit unit
ua tetap ua
adequate adekuat
aquarium akuarium
quantum kuantum
ue tetap ue
consequent konsekuen
duet duet
questionnaire kuesioner
ui tetap ui
conduite konduite
equinox ekuinoks
197
uo tetap uo
fluorescent fluoresen
quorum kuorum
quota kuota
uu menjadi u
coantinum kontinum
prematuur prematur
vacuum vakum
v tetap v
television televisi
vitamin vitamin
vocal vokal
x pada awal kata tetap x
xanthate xantat
xenon xenon
xylophone xilofon
x pada posisi lain menjadi ks
executive eksekutif
latex lateks
taxi taksi
xc di muka e dan i menjadi ks
exception eksepsi
excision eksis
excitation eksitasi
xc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi ksk
excavation ekskavasi
excommunication ekskomunikasi
exacursive ekskursif
exclusive eksklusif
y jika lafalnya y tetap y
yangonin yangonin
yuccaganin yukaganin
y jika lafalnya i, menjadi i
synonym sinonim
ecology ekologi
syllabus silabus
198
yttrium itrium
z tetap z
zenith zenit
zirconium zirkonium
zodiac zodiak
Konsonan kembar menjadi satu huruf konsonan kecuali
jika terdapat pasangan yang dapat menimbulkan kekeliruan
makna.
accu aki
effect efek
commission komisi
solfeggio solfegio
Tetapi:
Mass menjadi massa (lawan masa)
Catatan:
Sekalipun dalam ejaan ini huruf q dan x diterima
sebagai bagian abjad bahasa Indonesia, kata yang
mengandung salah satu dari kedua huruf itu diindonesiakan
menurut pedoman di atas; kedua huruf itu dipertahankan
dalam penggunaan tertentu saja seperti dalam pembedaan
dari istilah khusus.
6.6 Penyesuaian Huruf Gugus Konsonan Asing
Huruf gugus konsonan pada istilah asing yang tidak
diterjemahkan dan diterima ke dalam bahasa Indonesia,
sedapatdapatnya dipertahankan bentuk visualnya. Kaidah
penyesuaian ejaan yang diuraikan pada Pasal 6.5 tetap
berlaku dalam perlambangan huruf gugus konsonan itu.
a. Huruf gugus konsonan di awal atau di tengah
Bd : bdellium menjadi bd : bdelium
Bl : blastula bl : blastula
Br : Bromide br : bromida
cl : clinic, nucleus kl : klinik,nukleus
chl : chloropyll kl : klorofil
cr : cricket kr : kriket
199
chr : chromium; mercucochrome kr :kromium;
merkurokrom
cz : czardas cz : czardas
dr : drama dr : drama
fl : flexible fl : fleksibel
fr : frequency, affricate fr :frekuensi,
afrikat
gh : spaghetti g : spageti
gl : glaottis, a hieroglyph gl :glotis, hieroglif
gn : gnomon gn : gnomon
gr : gradation gr : gradasi
kl : kleptomania kl : kleptomania
kn : knebelite kn : knebelit
phl : phlegmatic pl : plegmatis
phr : schzophrenia fr : skizofrenia
phath: phthalein ft : ftalein
pl : plastic, complex pl :plastik,
kompleks
pn : pneumonia pn : pneumonia
pr : prefix pr : prefiks
ps : psychologi ps : psikologi
pt : pteridology pt : pteridologi
rh : rheumatic r : reumatik
sc : scabies sk : skabies
sch : schema sk : skema
scl : sclerosis skl : sklerosis
scr : scrotum, subscription skr : skrotum,
subskripsi
sk : sketch sk : sketsa
si : slidometer sl : slidometer
sm : smaragdite sm : smaragdit
sn : snobism sn : snobisme
sp : spaghetti sp : spageti
sph : spherulite, atmosphere sf :sferulit,
atmosfer
spl : spenectom spl : splenektomi
200
spr : sprint sp : sprin
sq : squadron sk : skuadron
st : stable st : stabil
sth : sthenia st : stenia
str : strategy, astringent str :strategi,
astringen
sv : svedberg sv : svedberg
swa : swastika sw : swastika
th : theology t : teologi
tm : tmesis tm : tmesis
tr : tragedy tr : tragedi
b. Huruf gugus konsonan akhir
ch : block menjadi k : blok
ct : contract k : kontrak
ft : lift ft : lift
lc : talc lk : talk
ld : kobold ld : kobold
lf : folg lf : golf
lm : film lm : film
lsa : wals ls : wals
lt : basalt lt : basalt
mb : bomb m : bom
mph : lymph f : limfa
nd : dividend n : dividen
nk : bank nk : bank
ns (nce) : ons, ambulance ns : ons,
ambulans
nt : gradient n : gradien
ps : gips ps : gips
pt : concept p : konsep
rb : rhubarb rb : rubarb
rch : patriarch rk : patriark
rd : fjord rd : fyord
rg : erg rg : erg
201
c. Huruf gugus konsonan akhir yang memperoleh a
ct : fact kta : fakta
lp : pulp lpa : pulpa
ns : lens nsa : lensa
rb : verb rba : verba
rm : norm rma : norma
rp : harp rpa : harpa
sm : plasm sma : plasma
sp : cusp spa : kuspa
6.7 Penyesuaian Imbuhan Asing
6.7.1 Penyesuaian Akhiran
Di samping pegangan untuk penyesuaian huruf istilah
asing tersebut di atas, berikut ini didaftarkan juga akhiran
akhiran asing serta penyesuaiannya dalam bahasa
Indonesia. Akhiran itu diserap sebagai bagian kata yang
utuh. Kata seperti standardisasi, implementasi, dan objektif
diserap secara utuh di samping kata standar, implemen, dan
objek.
aat menjadi –at
advocaat advokat
plaat pelat
tractaat traktat
able,; ble menjadi –bel
variable variabel
flexible fleksibel
ac menjadi –ak
demoniac demoniak
maniac maniak
caradiac kardiak
almanac almanak
202
acy, cy menjadi asi, si
accountancy akuntansi
celibacy selibasi
idiocy idiosi
age menjadi –ase
atalage etalase
percentage persentase
air, ary menjadi –er
complementair, complementary komplementer
primair, primary primer
secundair, secondary sekunder
al menjadi –al
credintial kredensial
minimal minimal
national nasional
vital vital
ance, ence yang bervariasi dengan –ancy, ency menjadi –
ansi, ensi
efficiency efisiensi
frequency frekuensi
constancy konstansi
203
devidend dividen
memorandum memorandum
referendum referendum
ant menjadi –an
accountant akuntan
informant informan
dominant dominan
ar menjadi –ar
polar polar
solar solar
air menjadi –er
populair populer
archie, arcy menjadi –arki
narchaie, anarchy anarki
oligarchie, oligarchy oligarki
asm menjadi –asme
enthusiasm antusiasme
sarcasm sarkasme
pleonasm pleonasme
ase, ose menjadi –ase, osa
amylase amilase
lactase laktase
dextrose dektrosa
ate menjadi –at
emirate emirat
protectorate protektorat
triumvirate triumvirat
advocate advokat
204
sulphate sulfat
nitrate nitrat
accurate akurat
private privat
(a)tie, (a)tion menjadi –(a)si
actie, action aksi
publicate, publication publikasi
productie, production produksi
eel (Belanda) yang tidak ada padanannya di bahasa Inggris
menjadi –il
principieel prinsipil
materieel materiil
moreel moril
eel, (Bel) –aal, (Bel) –al menjadi –al
ideaal, ideal ideal
materiaal, material material
normaal, normal normal
formeel, formal formal
rationaal, rational rasional
structureel, structural struktural
ein menjadi –ein
casein kasein
protein protein
et, ete, ette menjadi –et
clarinet klarinet
complete komplet
cigarette sigaret
205
eur menjadi –ir, ur
amateur amatir
formateur formatur
eur, or menjadi –ur
conducteur, conductor kondektur
directeur, director direktur
inspecteur, inspector inspektur
eus (Belanda) menjadi us
mesterieus misterius
serieus serius
ic, ique (nomina) menjadi –ik
analgesic analgesik
electronic elektronik
statistic statistik
unique unik
ic, ical (adjektiva) menjadi –is
electronic, electronisch elektronis
economical, economisch ekonomis
practical, praktisch praktis
logical, logisch logis
icle menjadi –ikel
article artikel
practicle partikel
ics, ica menjadi –ik, ika
tactic taktik
electronics elektronik
phaysics, physica fisika
dialectics, dialectica
dialektika
206
id, ide menjadi –id, ida
chrysalid krisalida
oxide oksida
chloride klorida
ief, ive menjadi –if
demonstratief, demonstrative
demonstratif
descriptief, descriptive deskriptif
iek, ica, ic, ics, ique (nomina) menjadi –ik, ika
dialectic, dialectics dialektika
logica, logic logika
phonetiek, phonetics fonetik
physica, physics fisika
techniek, technique teknik
iel, ile, le menjadi –il
percentiel, percentile persentil
quartile kuartil
stabile, stables stabil
ific menjadi –ifik
honorific honorific
specific spesifik
ine menjadi –in, ina
cocaine kokain (a)
aniline anilina
doctrine doktrin
discipline disiplin
quarantine karantina
207
isme, ism menjadi –isme
terrorism terorisme
pratiotism patriotisme
expressionism
ekspresionisme
capitalism kapitalisme
egoism, egoism egoism
moderenisme, modernism moderenisme
ist menjadi –is
extremist ekstremis
journalist jurnalis
receptionist
resepsionis
pessimist pesimis
optimist optimis
ite menjadi –it
ammonite amonit
quartizite kuarsit
dolomite dolomit
favourite favorit
ity menjadi –itas
activity aktivitas
facility fasilitas
intensity intensitas
commodity komoditas
security sekuritas
ive menjadi if
expansive ekspansif
cohesive kohesif
208
relative relative
logie, logy menjadi –logi
analogie, analogy analogi
phsycologie, physiology fisiologi
technologie, technology teknologi
logue menjadi –log
catalogue katalog
dialogue dialog
loog (belanda) menjadi –log
analoog analog
epiloog epilog
oid menjadi –oid
anthropoid anthropoid
metalloid metalloid
oir (e) menjadi –oar
repertoire reporter
trottoir trotoar
or menjadi –or
corrector korektor
dictator dictator
ot menjadi –ot
ballot ballot
galliot galiot
pivot pivot
ous ditanggalkan
amorphous amorf
polysemous polisem
209
synchronous sinkron
sion, tion, menjadi –si
television televisi
conversion konversi
fusion fusi
tradition tradisi
selection seleksi
composition komposisi
sis –sy menjadi –sis, si
analysis analisis
paralysis paralisis
autopsy autopsy
teit, ty menjadi –tas
qualiteit, quality kualitas
iniversitetit, university
universitas
ter, tre, menjadi –ter
diameter, diametre diameter
theater teater
meter, methre meter
ure menjadi –ur
Procedure prosedur
Culture kultur
Structure struktur
uur menjadi –ur
aparatuur aparatur
y menjadi –i
monarchy monarki
210
philosophy filosofi
deputy deputi
6.7.2 Penyesuaian Awalan
Awalan asing yang bersumber dari bahasa IndoEropa
dapat dipertimbangkan pemakaiannya dalam peristilahan
Indonesia setelah disesuaikan ejaannya. Awalanawalan
asing itu antara lain sebagai berikut.
a, an (‘tidak, bukan, tanpa’) tetap a, an
anemia anemia
aphasia afasia
am, amb (‘sekeliling’, ‘keduanya’) tetap am, amb
ambivalence ambivalensi
amputation amputasi
ana, an (‘ke atas’, ‘ke belakang’, ‘terbalik’) tetap ana, an
anabolism anabolisme
antropous antrop
ante (‘sebelum’, ‘depan’) tetap ante
antediluvian antediluvium
211
anterior anterior
anti, ant (‘bertentangan dengan’) tetap anti, ant
anticatalyst antikatalis
anticlinal antiklin
apo (lepas, terpisah’, ‘berhubungan dengan’) tetap apo
apochromatic
apokromatik
apocrine apokrin
apomorpine apomorfin
aut, auto (‘sendiri’, ‘bertindak sendiri’) tetap aut, auto
autarky autarki
autodyne autodine
bi (‘pada kedua sisi’, ‘dua’) tetap bi
biconvex bikonveks
bisexual biseksual
cata (‘bawah’, ‘sesuai dengan’) menjadi kata
cataclinal kataklin
catalyst katalis
contra (‘menentang’, ‘berlawanan’) menjadi kontra
contradiction
kontradiksi
contraindication kontraindikasi
212
de (‘memindahkan’, ‘mengurangi’) tetap de
dehydration dehidrasi
devaluation devaluasi
di (‘dua kali’, ‘mengandung dua…’) tetap di
dichloride diklorida
dichromatic dikromatik
dia (‘melalui’, ‘melintas’) tetap dia
diagonal diagonal
diapositive diapositif
dis (ketiadaan’, ‘tidak’) tetap dis
disequilibrium
disekulibrium
discharmony disharmoni
ec, eco (‘lingkungan’) menjadi ek, eko
ecology ekologi
ecospecies ekospesies
em, en (‘dalam’, ‘di dalam’) tanpa em, en
aempathy empati
enzootic enzootic
endo (‘di dalam’) tetap endo
endoskeleton endoskeleton
endothermal endotermal
epi (‘di atas’, ‘sesudah’) tetap epi
epigone epigon
epiphyte epifit
ex (‘sebelah luar’, ‘bekas’) menjadi eks
exclave eksklave
expresident ekspresiden
213
exo, ex (‘sebelah luar’, ‘mengeluarkan’) menjadi ekso, eks
exoergic eksoergik
exogamy eksogami
exodermis eksodermis
extra (‘di luar’) menjadi ekstra
extracellular ekstraseluler
extraterrestrial ekstraterestrial
hemi (‘separuh’, ‘setengah’) tetap hemi
hemihedral hemihedral
hemisphere hemisfer
hemo (‘darah’) tetap hemo
hemoglobin hemoglobin
hemolysis hemolysis
hepta (‘tujuh’, ‘mengandung tujuh…’) tetap hepta
heptameter hepta meter
heptane heptane
hetero (‘lain’, ‘berada’) tetap hetero
heterodox heterodoks
heterophyllous heterofil
hexa (‘enaman’, ‘mengandung enam…’) menjadi heksa
hexachloride heksaklorida
hexagon heksagon
hyper (‘di atas’, ‘lewat’, ‘super’) menjadi hiper
hyperemia hiperimia
214
hypersensitive
hipersensitif
hypo (‘bawah’, ‘di bawah’) menjadi hipo
hipoblast hipoblas
hypochondria
hipokondria
im, in (‘tidak’, ‘di dalam’, ‘ke dalam’) tetap im, in
immigration imigrasi
induction induksi
infra (‘bawah’, ‘di bawah’, ‘di dalam’) tetap infra
infrasonic infrasonic
infraspesific infraspesifik
infrastructure
infrastruktur
inter (‘antar’, ‘saling’) tetap inter
interference interferensi
international
internasional
intra (‘di dalam’, ‘di antara’) tetap intra
intraderal intradermal
intramolecular
intramolekuler
intro (‘dalam’, ‘ke dalam’) tetap intro
introjection introjeksi
introvert introvert
iso (‘sama’) tetap iso
isoagglutinin
isoaglutinin
isoenzyme isoenzim
215
meta (‘sesudah’, ‘berubah’, ‘perubahan’) tetap meta
metamorphosis metamorphosis
metanephros metanefros
mono (‘tunggal’, ‘mengandung satu’) tetap mono
monodrama monodrama
monoxide monoksida
penta (‘lima’, ‘mengandung lima…’) tetap penta
pentahedron pentahedron
pentane pentane
peri (‘sekeliling’, ‘dekat’, ‘melingkupi’) tetap peri
perihelion perihelion
perinecurium
perineurium
poly (‘banyak’, ‘berkelebihan’) menjadi poli
polyglotism poliglotisme
polyphagia polifagia
pre (‘sebelum’, ‘sebelumnya’, ‘di muka’) tetap pre
preabdomen preabdomen
216
precambrian prekambrian
premature premature
pro (‘sebelum’, ‘di depan’) tetap pro
prothalamion
protalamion
prothorax protoraks
proto (‘pertama’, ‘mulamula’) tetap proto
protolithic protolitik
protoxylem protoksilem
pseudo, pseud (‘palsu’) tetap pseudo, pseud
pseudaxis pseudaksis
pseudomorp pseudomorf
quasi (‘seolaholah’, ‘kirakira’) menjadi kuasi
quasihistorical kuasihistoris
quasilegislative kuasilegislatif
re (‘lagi’, ‘kembali’) tetap re
reflection refleksi
rehabilitation
rehabilitasi
retro (‘ke belakang’, ‘terletak di belakang’) tetap retro
retroflex retofleks
retroperitoneal retroperitoneal
semi (‘separuh’, ‘sedikit banyak’, ‘sebagian’) tetap semi
semiellips semielips
semipermanent semipermanen
semiporcelain
semiporselen
rehabilitation
rehabilitasi
217
retro (‘ke belakang’, ‘terletak di belakang’) tetap retro
retroflex retofleks
retroperitoneal retroperitoneal
sub (‘bawah’, ‘di bawah’, ‘agak’, ‘hampir’) tetap sub
subfosil subfosil
submocose submokosa
super, sur (‘lebih dari’, ‘berada di atas’) tetap supe, sur
superlunar superlunar
supersonic supersonic
surrealism surealisme
supra (‘unggul’, ‘melebihi’) tetap supra
supramolecular supramolekuler
suprasegmental suprasegmental
syn (‘dengan’, ‘bersamasama’, ‘pada waktu’) menjadi sin
syndermosis sindermosis
synesthesia sinestesia
tele (‘jauh’, ‘melewati’, ‘jarak’) tetap tele
telepathy telepati
telephone telepon, telefon
trans (‘ke/di seberang’, ‘lewat’, ‘mengalihkan’) tetap trans
transcontinental
transcontinental
transduction transduksi
transliteration
transliterasi
tri (‘tiga’) tetap tri
trichromat trikromat
tricuspid tricuspid
218
ultra (‘melebihi’, ‘super’) tetap ultra
ultramicroscopic
ultramikroskopis
ultramodern ultramodern
ultraviolet ultraviolet
uni (‘satu’, ‘tunggal’) tetap uni
unicellular uniseluler
unilateral unilateral
219
220
TENTANG PENULIS
221
Rizka Amaliah, M.Pd. adalah
seorang perempuan yang lahir di ujung
timur pulau Jawa, tepatnya di kota
Blambangan, Banyuwangi. Muslimah
yang lahir pada tahun 1989 ini
menuntaskan jenjang sekolah dasarnya di
MI Islamiyah WongsorejoBanyuwangi.
Pendidikan menengah pertama ia tempuh
di pondok pesantren Salafiyah Syafi’iah
SukorejoSitubondo. Kerinduan akan
kampung halaman membuat Rizka (nama
sapaan) memilih melanjutkan sekolah menengah atas di SMAN I
WongsorejoBanyuwangi.
Pendidikan tinggi, baik S1 maupun S2 yang ia tempuh di
Universitas Negeri Malang, menjadi setapak pengantar karir
sebagai seorang pengajar matakuliah Bahasa Indonesia Keilmuan
di Universitas Negeri Malang sejak tahun 2012. Pada tahun 2013,
ia merangkap mengajar
matakuliah Bahasa Indonesia di Universitas Islam Maulana
Malik Ibrahim Malang. Aktivitas di dunia pembelajaran,
khususnya yang berkaitan dengan penulisan karya ilmiah
membuat perempuan berkulit cokelat ini mengumpulkan
keberanian untuk membentuk tim guna menulis buku ini. Ia
berharap, dengan terbitnya buku Cerdas Menulis Karya Ilmiah
ini, para penulis pemula akan mendapat kemudahan dalam
penyusunan karya ilmiah sesuai dengan konvensi gaya
selingkung maupun gaya penulisan internasional.
222
Salah satu tim penulis yang telah
lama berkecimpung di dunia
pembelajaran dan penulisan karya
ilmiah adalah Dewi Ariani, S.S.,
S.Pd., M.Pd. Perempuan yang akrab
dipanggil Dewi ini lahir pada tahun
1984. Ia menempuh pendidikan dasar
dan menengah di Blitar, kota
kelahirannya.
Pendidikan tinggi, baik S1 maupun S2
ia tempuh di Universitas Negeri Malang dengan konsentrasi
Bahasa Indonesia. Oleh karena itu, ia mendapat kepercayaan
mengajar di Universitas Negeri Malang sejak tahun 2009. Pada
tahun 2014 ia direkrut sebagai pengajar matakuliah Bahasa
Indonesia di Universitas Maulana Malik Ibrahim. Hal ini
membuatnya menjadi seorang pengajar rangkap di dua
universitas negeri.
Pengalaman Dewi juga mengantarkannya menjadi salah satu tim
penyusun buku Cerdas Menulis Karya Ilmiah. Baginya, buku ini
adalah buku ketiga yang telah ditulis. Buku pertama yang ia tulis
berisi informasi mengenai akhlak orang tua, sedangkan buku
keduanya berkonsentrasi pada pembelajaran menulis cerita.
223
Ariva Luciandika, M.Pd. adalah
salah satu tim penulis yang lahir pada tahun
1988. Ia menuntaskan pendidikan dasar
hingga menengah di Kota Malang.
Pendidikan di jenjang sarjana dan magister
juga ditempuh di Kota Malang, tepatnya di
Universitas Negeri Malang.
Setelah menyelesaikan pendidikan
jenjang magister pada tahun 2014,
perempuan yang kerap disapa Riva ini mulai
meniti karir di bidang pendidikan dengan mengajar matakuliah
Bahasa Indonesia di Universitas Islam Maulana Malik
Ibrahimdan Universitas Ma Chung. Sejak tahun 2015, ia pun
dipercaya untuk mengajar matakuliah Bahasa Indonesia
Keilmuan di Universitas Negeri Malang.
Pengalaman mengajar matakuliah Bahasa Indonesia
membuat perempuan yang hobi bermain teater ini menjadi salah
satu tim penulis buku Cerdas Menulis Karya Ilmiah. Ia berharap,
buku yang berisi teori, sistematika, dan contoh cara penulisan
karya ilmiah ini dapat menjadi sumber bacaan yang memadai
bagi para penulis karya ilmiah.
224