DISUSUN OLEH :
NAMA
NIM
JURUSAN
:
:
:
N.I.M
4130411-073
Jurusan
Teknik Mesin
Fakultas
Teknik Industri
Judul Skripsi :
Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan skripsi yang telah saya buat
ini merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di
kemudian hari penulisan Skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan
terhadap karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan
sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan aturan tata tertib di Universitas
Mercu Buana.
Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak
dipaksakan.
Penulis,
ii
LEMBAR PENGESAHAN
ANALISA PENGELASAN PADA SISTEM PIPING FLOWLINE
DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL DUPLEX
STAINLESS STEEL
DISUSUN OLEH :
NAMA
NIM
JURUSAN
:
:
:
Mengetahui
Pembimbing
( IR.Yuriadi, Msc )
iii
ABSTRAK
Material Duplex Stainlees Steel adalah bagian dari stainlees steel yang
menggabungkan antara kelebihan carbon steel dan stainlees steel karena memiliki
resistansi terhadap korosi dan keuletan bahan. Sifat austenite dari duplex akan
mudah berubah jika salah handling jadi dengan skripsi ini diharapkan dan
memberikan masukan dan informasi mengenai penanganan material dan hasil
produksi dengan menggunakan material Duplex stainless Steel.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa Material Duplex stainless steel
memerlukan kekonsistensian pada persiapan sebelum pengelasan, hasil lasan
dapat dipengaruhi oleh 4 hal yaitu Prosedur Pengelasan , peralatan mengelas, juru
las dan lingkungan sekitar.
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat, taufiq, hidayah dan
karunia-Nya, penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
ANALISA PENGELASAN PADA SISTEM PIPING FLOWLINE DENGAN
MENGGUNAKAN
MATERIAL
DUPLEX
STAINLESS
STEEL.
Yang
merupakan salah satu syarat guna mencapai gelar sarjana teknik program studi
Teknik Mesin pada Universitas Mercu Buana.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa di dalam penyusunan skripsi ini,
masih banyak terdapat kekurangan serta masih jauh dari kesempurnaan, hal ini
disebabkan karena berbagai keterbatasan yang penulis hadapi oleh karena itu
saran dan kritik dari semua pihak demi perbaikan dan penyempurnaan penulisan
skripsi ini baik sekarang ataupun dimasa yang akan datang sangat penulis
harapkan dan akan diterima dengan penuh ketulusan.
Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan ucapan rasa syukur
dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. ALLAH S.W.T atas segala berkah, rahmat dan karunianya tugas akhir ini
dapat terselesaikan denagn baik.
2. Ir. Ruli Nutranta, M. Eng. Selaku Kepala Program studi Fakultas teknologi
Industri, program studi Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
3. Ir.Yuriadi, Msc. Selaku Dosen Fakultas teknologi Industri, program studi
Teknik Mesin Universitas Mercu Buana dan Selaku dosen pembimbing
dalam penyusunan skripsi yang saya tulis.
4. Seluruh dosen Fakultas teknologi Industri, program studi Teknik Mesin
Universitas Mercu Buana yang telah banyak memberikan ilmu kepada
penulis.
5. Teman-teman kuliah PKSM program studi Teknik Mesin angkatan V,
yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu terima kasih selalu
memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi yang saya tulis ini.
Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan hidayah-nya kepada mereka
yang telah banyak membantu penulis dalam pembuataan skripsi ini.
Penulis senantiasa menerima kritik dan saran dari berbagai pihak, baik
yang berkenaan dengan materi maupun teknis penyusunan skripsi ini. Akhir kata,
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang menggunakannya.
vi
DAFTAR ISI
Halaman Judul ..................................................................................................
Halaman Pernyataan .........................................................................................
Halaman Pengesahan ........................................................................................
Abstraksi ...........................................................................................................
Kata Pengantar ..................................................................................................
Daftar Isi ...........................................................................................................
Daftar Tabel ......................................................................................................
Daftar Gambar ..................................................................................................
i.
ii.
iii.
iv.
v
viii
xi
xii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ..................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................ 2
1.3 Batasan Masalah..................... 3
1.4 Tujuan Penelitian........ 3
1.5 Metodologi Penelitian................. 4
1.6 Sistematika Penulisan................. 4
BAB II. LANDASAN TEORI
2.1 Proses Pengujian Material........................................................... 7
2.1.1 Pipa ...................................................................................... 7
2.1.1.1 Komponen Perpipaan .................................................... 9
2.1.1.2 Pemilihan Bahan .......................................................... 9
2.1.1.3 Macam Sambungan Perpipaan ...................................... 10
2.1.1.4 Tipe Sambungan Cabang .............................................. 10
2.1.1.5 Diameter, Ketebalan, Schedule ..................................... 11
2.1.2 Fitting ................................................................................. 11
2.1.3 Flensa ................................................................................... 15
2.2 Spesifikasi Material Duplex Stainless Steel ............................ 19
BAB III. METODOLOGI
3.1 Metodologi Penelitian ............................................................... 22
3.1.1 Identifikasi Masalah ............................................................ 24
3.1.2 Tujuan Penelitian ................................................................ 24
3.1.3 Studi Pendahuluan .............................................................. 24
3.1.4 Pengumpulan Data .............................................................. 25
3.1.5 Pengolahan Data ................................................................. 25
3.1.6 Analisa dan Kesimpulan ..................................................... 25
3.2 Prosedur Fabrikasi dan Pengelasan........................................... 25
3.2.1 Umum ................................................................................. 22
3.2.2 Prosedur dan Proses Pengelasan Duplex SS........................... 26
3.2.3 Kontur pengelasan dan finishing............................... ............ 32
3.2.4 Perlakuan Panas.............................................. ....................... 32
3.2.5 Piping bonding ...................................................................... 33
3.2.6 Toleransi pabrikasi................................................................ 33
3.3 Instalasi Pipa dan Peralatan Penunjang ................................... 33
3.3.1 Support ................................................................................ 33
vii
35
36
37
38
38
38
38
39
39
39
40
41
41
42
45
45
45
47
48
48
49
50
50
51
53
55
57
59
60
63
64
viii
65
66
67
Lampiran
10
Hasil
HHI..........................
Uji
Radiographic
untuk
Welder
68
Lampiran
11
Hasil
LHI...........................
Uji
Radiographic
untuk
Welder
69
DAFTAR TABEL
ix
73
Tabel
Halaman
3.1
26
15
31
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1
Gambar 2.2
12
Gambar 2.3
12
Gambar 2.4
12
Gambar 2.5
13
Gambar 2.6
13
Gambar 2.7
Y atau Lateral
13
Gambar 2.8
Cap
14
Gambar 2.9
Saddle
14
Gambar 2.10
Let
14
Gambar 2.11
Flensa Buta
15
Gambar 2.12
16
Gambar 2.13
Flensa Slip on
16
Gambar 2.14
Flensa berulir
16
Gambar 2.15
16
Gambar 2.16
17
Gambar 2.17
Orifice slip on
18
Gambar 2.18
19
Gambar 3.1
23
Gambar 3.2
43
Gambar 3.3
44
Gambar 3.4
44
Gambar 4.1
xi
68
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Flow Line pada dasarnya adalah salah satu metode atau sistem pemipaan
yang mengalirkan minyak mentah yang berasal dari perut bumi untuk selanjutnya
masuk ke proses produksi. Flow line di area kerja ConocoPhillips menggunakan
material yang cukup eksotis & penggunaanya amat terbatas selain itu harganya
cukup mahal & ketersediaan material inipun cukup minim & jarang dijumpai di
pasaran Indonesia.
Schedule (sch) yang menandai ketebalan material juga berlaku untuk Flow line ,
Sch bervariasi , namun minimumnya adalah Sch 80.
Dalam fabrikasi Flowline dengan material Duplex Stainless Steel ini spesifikasi
& data data harus sesuai dengan kualifikasi standard International &
ConocoPhillips requirements.
Produksi dan Inspeksi pada saat fabrikasi Flowline adalah dua mata rantai
yang saling berkaitan. Pada umumnya untuk menjamin bahwa suatu sistem
perpipaan dapat berfungsi secara optimal dengan waktu kendala sesedikit
mungkin, diperlukan upaya pengendalian dan pengawasan mutu struktural
maupun operasional yang konsisten dan berkesinambungan.
Pengendalian dan pengawasan mutu yang optimal bukan hanya menyelamatkan instalasi / sistem perpipaan, namun juga menghemat biaya maintenance dan meningkatkan produktivitas.
Yang dimaksud dengan perpipaan adalah suatu sistem penyaluran media
produksi, yang terdiri dari pipa, fittings, valves dan flensa dan pautan lain yang
terkait seperti hangers, supports, expansion bends dan lain-lain.
Fabrikasi Flowline yang akan diamati dilakukan di PT. Gearindo Prakarsa
melalui beberapa tahap yaitu:
1. Pengecekan material secara visual.
2. Penyetelan pipa dengan fittings (Fit-Up).
3. Pengelasan (welding)
4. NDT (Non Destructive Test) Yaitu pengetesan hasil pengelasan tanpa
merusak material dan hasil lasan.
5. Hydrotest (test kebocoran dengan media air)
6.
PENDAHULUAN
Dalam
bab
ini
dijelaskan
latar
belakang,
pokok
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab ini menjelaskan tentang landasan teori-teori yang
mendukung penulisan sebagai dasar dalam pengolahan dan
penganalisaan data dalam pemecahan masalah.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menjelaskan cara pengambilan dan pengolahan data
dengan terjun langsung di lapangan.
BAB IV
BAB V
- Saran
Ditujukan kepada pihak-pihak terkait, dalam hal ini pihak
perusahaan tempat penulis bekerja, sehubungan dengan
hasil penelitian.
BAB II
LANDASAN TEORI
Piping merupakan bagian penting di era industri, bahan bahan piping itu
sendiri meliputi karbon steel, stainlees steel, FRP, Duplex Stainlees Steel, Cu-ni
dan Lain-lain. Bagian dari pipa atau lazim disebut fittings, antara lain adalah
Flensa, valves, elbow, reducer, saddle, cap dan lain lain. Sedang bagian lain dari
pemipaan adalah hangers, supports serta konstruksi lain yang mendukung baik di
las secara langsung maupun dengan sambungan baut juga sangat essensial jika
dilihat dari factor kekuatan.
Piping atau pemipaan adalah suatu system penyaluran fluida dari suatu
unit media produksi. Jenis serta penggunaan jalur pipings yaitu :
a. Plumbing, menurut Pedoman Plambing Indonesia ( 1979 ), plambing
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan pemasangan,
pemeliharaan, dan perbaikan alat plambing dan pipa dengan peralatan di dalam
gedung dan gedung yang berdekatan, yang bersangkutan dengan sistem drainase
dan saniter, drainase air hujan, ven, dan air minum, yang dihubungkan dengan
sistem kota atau sistem lain yang dibenarkan. Istilah alat plambing digunakan
untuk semua peralatan yang dipasang di dalam maupun di luar gedung, untuk
menyediakan ( memasukan ) air panas atau air dingin, dan untuk menerima (
mengalirkan ) air buangan. ( Noerbambang, 2000 )
b. Marine Pipings, yakni sistem pemipaan pada kapal dan bangunan lepas
pantai, fluida yang mengalir berupa air tawar untuk kebutuhan ABK(Anak Buah
Kapal) , air laut untuk sistem ballast, minyak maupun gas.
c. Transportation Pipings, Adalah sistem pemipaan yang sering kali
panjangnya ratusan mil, sistem pemipaan berikut ini lazim menggunakan pipa
berukuran besar untuk menyalurkan benda cair ataupun gas.
2.1
2.1.1 PIPA
Pipa ditinjau dari pembuatannya terdiri dari pipa tanpa seam (seamless
pipe), pipa seam memanjang (longitudinal seam pipe), dan pipa las spiral
(spiral welded pipe).
dinding pipa yang menyatu satu dengan lainnya sehingga menjadi sangat
kokoh, karenanya desain ini disebut monowall.
Tubing adalah istilah yang diberikan untuk sistem perpipaan diameter
kecil (1/4") untuk penggerak instrumentasi secara pneumatik/sistem kendali
proses dan untuk penggerak hydraulic pada beberapa peralatan seperti pesawat terbang, loading arm, garbarata, buldozer dan lain-lain, dan diameter
besar (2" hingga 10") untuk pengeboran eksplorasi minyak bumi.
Selanjutnya untuk pipa berukuran sangat besar digunakan istilahistilah khusus sesuai dengan fungsi/pemakaiannya seperti misalnya hume
(tempolong air), tunnel (terowongan), dan lain-lain. Ukurannya berkisar
antara diameter 30" hingga beberapa puluh kaki.
Adapun bahan pembuatnya berbagai macam, mulai dari metal ferrous
(besi maleable, besi tuang, baja, baja paduan), metal non ferrous (tembaga,
aluminium, monel dan lain-lain), plastik (PVC, polyurethane), fibre glass,
concrete, karat sintetis dan composite.
Komponen perpipaan harus dibuat berdasarkan spesifikasi isi,
standar yang terdaftar dalam simbol dan kode yang telah dibuat atau
dipilih sebelumnya.
2.1.1.1 Komponen perpipaan
Komponen perpipaan yang dimaksud di sini meliputi
1. Pipes (pipa-pipa).
2. Flanges (flens-flens)
3. Fittings (sambungan)
4. Valves (katup-katup).
5. Boltings (baut-baut).
6. Gasket.
7. Special items (bagian khusus).
2.1.1.2 Pemilihan Bahan
Pemilihan bahan perpipaan haruslah disesuaikan dengan pembuatan teknik perpipaan dan hal ini dapat dilihat pada ASTM serta ANSI
dalam pembagian sebagai berikut:
2.
3.
Tipe sambungan cabang dapat pula ditentukan pada spesifikasi yang telah
dibuat sebelum mendisain atau dapat pula dihitung berdasarkan perhitungan
kekuatan, kebutuhan, dengan tidak melupakan faktor efektivitasnya.
Sambungan cabang itu sendiri merupakan sambungan antara pipa dengan
pipa, misalkan sambungan antara header dengan cabang yang lain apakah
10
memerlukan alat bantu penyambung lainnya atau dapat dihubungkan secara langsung, hal ini tergantung kebutuhan serta perhitungan kekuatan. (ref.
buku system perpipaan)
2.1.1.5 Diameter, Ketebalan, Schedule
Spesifikasi umum dapat dilihat pada ASTM (American Society of Testing
Materials). Di mana di situ diterangkan mengenai diameter, ketebalan serta
schedule pipa. Diameter luar (out side diameter), ditetapkan sama,
walaupun ketebalan (thickness) bar-Ueda untuk setiap schedule. Diameter
dalam (inside diameter), di ditetapkan berbeda untuk setiap schedule.
Diameter nominal adalah diameter pipa yang dipilih untuk pemasangan
ataupun perdagangan (commodity). Ketebalan dan schedule, sangatlah
berhubungan, hal ini karena ketebalan pipa tergantung daripada schedule
pipa itu sendiri. (ref. buku system perpipaan)
Schedule pipa ini dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1.
Schedule: 5, 10, 20, 30, 40, 60, 80, 100, 120, 160.
2.
Schedule standard.
3.
4.
5.
Schedule special.
2.
3.
Mengatasi karat.
4.
2.1.2 FITTING
Selanjutnya piranti lain yang terkait dengan perpipaan, yakni fittings
jika ditinjau dari bentuk dan fungsinya terdapat beberapa jenis, antara lain
misalnya:
elbow (siku) sudut 45` dan 90`, radius pendek dan radius panjang,
flanged end (ujung berflensa),welded end (ujung dilas),screwed end
(ujung berulir) dan socket end (ujung bersoket), dengan berbagai
11
return bend (putar balik) dengan cakupan ukuran sama dengan elbow,
digunakan untuk memutar balik aliran. (ref. inspeksi teknik buku 3)
12
y, atau lateral, dengan cakupan ukuran sama dengan elbow, dengan tipe
straight (diameter sama) dan reducing (diameter mengecil), digunakan
untuk membuat cabang pipa bersudut atau untuk memasang saringan
(strainer). (ref. inspeksi teknik buku 3)
cap (penutup, mangkuk) dengan berbagai ukuran dan diameter sebagaimana halnya elbow, berfungsi sebagai penutup ujung perpipaan yang
tidak akan dibuka-buka lagi. (ref. inspeksi teknik buku 3)
13
let, weldolet (let yang dilas), threadolet (let yang berulir), dan sockolet
(let yang disok), dengan berbagai ukuran, digunakan untuk membentuk
sekaligus memperkuat akar cabang perpipaan dengan ukuran dari 3/8" X
1/8" hingga 36" X 24" X 4". (ref. inspeksi teknik buku 3)
14
2.1.3 FLENSA
Komponen perpipaan yang fungsinya sangat vital, khususnya untuk perpipaan yang mudah dilepas-lepas, adalah flensa (flange). Kata flange berarti
sisi yang menonjol atau juga dikatakan kupingan atau bibir yang dapat diikat
dengan baut. Maksudnya adalah agar potongan pipa yang satu dapat disambung dengan potongan pipa lainnya dan sewaktu-waktu dapat dilepas untuk
maksud-maksud maintenance, dan lain-lain. (ref. inspeksi teknik buku 3)
Jika ditinjau dari bentuk dan fungsinya, flensa dapat dibagi menjadi
beberapa jenis, seperti:
flensa buta, yakni flensa yang tidak berlubang pipa, yang berfungsi
untuk menutup aliran atau tekanan media di dalam pipa. Flensa diikat
dengan baut untuk merapatkan sambungan. Cakupan ukurannya
meliputi pipa diameter 2" hingga 36", dengan serf 150 psi hingga 2500
psi. Flensa ini bermuka menonjol (raised face) untuk pemasangan
gasket. (ref. inspeksi teknik buku 3)
flensa lap joint, yakni flensa yang digunakan untuk penyambungan pipa
bertekanan. Tersedia dalam berbagai seri (150 hingga 2500 psi), dan
diameter (dari 3/4" hingga 36"). Flensa ini bermuka datar (flat face).
Pipa berujung flensa dipasang ke dalam flensa lap joint dengan
menyusupkannya ke dalam lubang flensa lap joint, sehingga flensa
ujung pipa terjepit di antara dua flensa lap joint, kemudian gasket
diletakkan di antara kedua flensa ujung pipa tersebut dan kemudian
baut-baut pada flensa lap joint dikencangkan untuk merapatkan
sambungan. (ref. inspeksi teknik buku 3)
15
slip on flange, fungsinya untuk penyambungan pipa bertekanan, dimana dalam penggunaannya pipa disusupkan ke dalam lubang flensa.
Tersedia dalam berbagai seri (150 hingga 2500 psi) dan diameter (dari
3/4" hingga 36"). (ref. inspeksi teknik buku 3)
Pemasangan pipa pada flensa dapat menggunakan las fillet sambungan
overlap, atau sambungan socket las fillet tunggal.
flensa berulir (threaded atau huh type), bentuknya mirip slip on flange.
hanya cars memasang pipa ke dalamnya menggunakan ulir.Tersedia
dalam berbagai seri (150 hingga 2500 psi), dan diameter (3/4' hingga
24"). Flensa ini bermuka menonjol untuk pemasangan gasket.
16
17
18
2.2
19
umum di pasaran , hot cracking dapat ditekan dengan cara mengatur komposisi
dari logam pengisi untuk menghasilkan ferrite content yang lebih masuk toleransi.
Namun untuk austenitic stainless steel jenis lain yang mengandung nickel,
pengerasan austenitic tidak dapat dihindari . Pada tahap ini harus di atur dengan
cara menurunkan input (low heat input) dan perlu beberapa pass/layer untuk
menghasilkan satu pengelasan.
Karakteristik dari pengelasan Duplex Stainless Steel lebih sensitive baik karena
variasi stuktur kimia maupun dari proses pemrosesan daripada logam stainless
biasa. Kondisi metalurgi dari material yang digunakan dalam fabrikasi harus sama
kualitasnya yakni komposisinya harus sama dengan pada waktu pelaksanaan
pembuatan WPS (Welding Procedure Specification).
Bentuk serta dimensi untuk fitting maupun pipa untuk sistem pemipaan dengan
maenggunakan material Duplex Stainless Steel tidak berbeda dengan pipa serta
fitting yang diulas diatas. Namun referensi serta standard yang berlaku untuk
berbeda dengan karbon steel, Berikut ini standard yang digunakan untuk pipa
serta fitting yang menggunakan material duplex stainless steel :
1. Pipe , merujuk ke ASTM A-790 UNS 31803 SMLS per NACE MR-01-75
20
2. Fittings (Equal Tee, Cap, Reducer), merujuk ke ASTM A-815 UNS 31803
per NACE MR-01-75.
3. Flensa, merujuk ke ASTM A-182 F.51 Per Nace MR-01-75.
21
BAB III
METODOLOGI
3.1 Metodologi Penelitian
Setiap usaha dalam pemecahan masalah dalam suatu penelitian
diperlukan
adanya
informasi
mengenai
faktor-faktor
yang
kepada
kerangka
penulis
dalam
memecahkan
Identifikasi masalah
2.
Tujuan penelitian
3.
Studi pendahuluan
4.
Pengumpulan data
5.
Pengolahan data
6.
22
Awal
Identifikasi masalah
Tujuan Penelitian
Studi pendahuluan
Studi lapangan
Studi pustaka
Pengumpulan data
Pengolahan data
selesai
23
24
3.2
3.2.1 Umum
Fabrikasi perpipaan (piping), pengelasan (termasuk pengelasan
support untuk pipa), inspeksi, pengetesan, dan perlakuan panas mengacu
pada spesifikasi perusahaan kami dan ASME B31.3, tentang perpipaan.
Semua detail dan sertifikat dari bermacam-macam teknik pengelasan
diserahkan kepada manajer proyek untuk disahkan.
Juru las harus dikualifikasi dahulu sesuai teknik pengelasannya yang
tertera dalam sertifikat migasnya mengacu pada ASME section IX. Hasil
kualifikasi diserahkan kepada manajer proyek untuk disahkan.
25
3.2.2
26
Metoda Pengelasan
a. Gas Tungsten Arc Welding (GTAW/TIG)
Gas tungsten arc welding (GTAW) seringkali disebut sebagai pengelasan
Tungsten Inert Gas (TIG)., metode ini sangat sering dipakai untuk
pengelasan secara manual untuk material yang memiliki ketebalan
dibawah 12 mm, metoda ini bisa juga di design secara otomatis dengan
menggunakan mesin, namun akan sangat tidak ekonomis karena
memerlukan banyak alat pendukung. Prosedur pengelasan denan memakai
metoda GTAW sangat ideal untuk perbaikan cacat las dan finishing
pengelasan.
Peralatan
GTAW adalah metoda pengelasan yang sangat baik, didukung dengan arus
yang konstan dan frekuensi yang stabil pada saat awal penyalaan.
Pengelasan GTAW harus diaplikasikan dengan mesin las yang memiliki
arus searah (DCSP). Elektrode yang dipakai harus mengandung 2 %
tungsten ( Spesifikasi AWS 5.12 , Klasifikasi EWTH-2).
Pengaturan
busur las dapat dilakukan dengan cara menggerinda ujung elektroda agar
dapat runcing dengan sudut antara 30 hingga 60 derajat dan sedikit peat
atau rata di bagian ujungnya.
Logam Pengisi.
Hampir semua logam pengisi pada duplex stainless steel dibuat sama
dengan dengan logam dasarnya. Namun pada dasarnya semua logam
pengisi memiliki kandungan nickel 2 hingga 4% lebih banyak dari
materialnya. Kandungan nitrogen pada logam pengisi lebih sedikit dari
logam dasar.
27
Gas Pelindung
Dalam pengelasan menggunakan metoda GTAW , gas pelindung
diperlukan untuk melindungi kolam lasan dari oksidasi dan kontaminasi
dari udara sekitar. Perlindungan dengan metoda ini dapat diraih dan
dicapai dengan menggunakan argon dengan tingkat kemurnian sebesar
99.95% . Perlu dipastikan bahwa gas pelindung harus benar-benar bersih,
kering, tidak bocor dan aliran dari gas itu sendiri harus lancar serta
sempurna dalam menutupi busur las sehingga tidak ada udara yang dapat
masuk. Argon harus beberapa detik mengalir sebelum busur gas menyala,
sesudah busur las matipun gas argon juga harus tetap mengalir dan
bertahan beberapa detik.
Tambahan oksigen dan karbondioksida ke dalam pelindung (shielding)
harus dihindari karena akan mengurangi kemampuan korosifnya. Hidrogen
tidak boleh digunakan sebagai gas pelindung karena hydrogen
menyebabkan fase ferit dari duplex stainless steel menjadi retak.
harus diambil dari area lasan itu bukan dari area lain.
Tack weld harus dilakukan dengan bantuan gas pelindung, sesudah baji
terpasang , tack weld harus disingkirkan pada waktu pengelasan root
dengan cara digerinda atau dengan cara satu demi satu tack disingkirkan
28
sebelum pengelasan root. Lebar dari celah las juga harus dijaga agar heat
input tetap konsisten . Awal dan akhir dari pengelasan root juga harus
digerinda sebelum aplikasi filler. Benda kerja harus dijaga agar tetap
dingin dan berada di bawah suhu 150 Deg C (300 Deg F) dari lapis ke
lapis untuk menjaga HAZ di setiap lapis pengelasan.
Untuk GTAW, logam pengisi (filler metal) untuk pengelasan pada
material duplex stainless steel memiliki karakter yang sama dengan benda
kerja. Kawat las harus benar benar bersih dan kering dan harus tersimpan
rapat di kotak pembungkus hingga saatnya dipakai. Hasil pengelasan yang
maksimal akan mudah dicapai pada saat posisi mendatar. Busur api harus
dijaga sedekat mungkin , untuk mencegah masuknya udara ke dalam
lapisan gas pelindung.
Ada beberapa pendapat tentang skala heat input yang berdasar pada
ketebalan material dan joint design.
Heat input berkisar antara 0,5 2,5 KJ/mm (15 hingga 65 KJ/Inch) dan
dapat dihitung dengan formula di bawah ini :
Heat Input = (V x A x 60 ) / (S x 1000)
Dimana V = Voltage (Volts)
A = Current (Ampere)
S = Travel speed (in./min)
Proses GTAW jika dilakukan dengan cara tepat, dijaga lapisan gas
pelindungnya dengan memastikan aliran argon yang sesuai dan diatur
waktunya dengan memastikan bahwa pengelasan dilakukan pada
temperature yang masuk toleransi akan menghasilkan hasil yang sangat
baik , kokoh dan memiliki sifat tahan terhadap karat. Oleh karena itu
GTAW biasa digunakan sebagai pendukung untuk fabrikasi besar dan
menggunakan banyak metoda untuk pengelasan.
29
Peralatan
GMAW memerlukan peralatan khusus, arus yang dipakai adalah DCRP
(Dirrect Current Reverse Polarity).
Metode
pengelasan seperti ini pula akan menimbulkan efek heat input yang lebih
rendah.
Logam Pengisi
GMAW Menggunakan konsumable berupa elektroda berupa gulungan
kawat yang panjang dan berkesinambungan (roll) yang akan dihubungkan
ke torch (penala) yang akan di lelehkan sebagai bahan pengisi secara
otomatis.
Pelindung (Shielding)
Pemilihan gas pelindung untuk GMAW lebih kompleks daripada GTAW
dan sangat bergantung ke persiapan fabricator dengan cara melaukan
pemesanan jauh jauh hari karena gas pelindung GMAW memiliki batasan
kemurnian argon sekitar 80 % argon dengan penambahan helium,
nitrogent dan oksigen untuk meningkatkan kemudahan logam pengisi
menyatu dengan logam dasar (logam dasar). Kecepatan aliran (flow rate)
berdasar pada transfer mode, travel speed, dan diameter kawat namun pada
umunya berada di kisaran 12-16 1/min (0,4 0,6 cfm) for 1 to 1.6 mm
(0,035 to 0,063 inch) diameter kawat.
30
Current
Voltage
mm
Inch
ampere
Volts
1.0
0.035
90-120
19-21
1.2
0.045
110-140
20-22
1.0
0.035
170-200
26
1.2
0.045
210-280
29
1.6
0.063
270-330
30
Arc Strike yang dilakukan di area di luar daerah pengelasan sangat tidak
dianjurkan karena akan mempengaruhi kadar ferrite content dan korosi.
Arc Strike selayaknya dilakukan di daerah pengelasan dan kemudian
dihilangkan dengan cara di gerinda.
31
Peralatan
Peralatan yang diperlukan untuk pengelasan SMAW adalah Catu daya
yang
konstan,
SMAW
dilaksanakan
dengan
menggunakan
arus
3.2.3
3.2.4
Perlakuan panas
a.
32
Penyangga (Support)
Selama proses Heat treatment, pipa harus di beri penyangga agar
meminimalkan dari pembengkokan material dan penyimpangan
lainnya.
c.
Temperatur Preheating
Batas minimal temperatur Pre-heat untuk pemotongan, pengelasan
mengacu pada ANSI B31.3.
3.2.5
3.2.6
Toleransi Pabrikasi
Toleransi
pabrikasi
dijelaskan
oleh
Asme
B31.3
dengan
3.3
3.3.1
Supports (Penyangga)
Supports untuk Pipa dan pengelasannya untuk komponen piping
akan dilas mengacu pada prosedur pengelasan yang digunakan untuk
pemasangan sekelas/setingkat pipa.
Semua peralatan pabrikasi dan supports untuk Pipa mempunyai
persiapan mengelas menurut ASME B31.3.
Pemborong akan menginstal semua alat pendukungan, pondasi,
pemandu dan alat pendukung tambahan lainnya menurut detail yang
digambarkan pada gambar pabrikasi.
33
Pemborong akan memastikan bahwa semua pipa cukup dan pipapipa penyangga tambahan untuk membantu proses pabrikasi yang tidak
ditunjukkan pada gambar harus disetujui oleh perusahaan pemesan.
Penggunaan alat pendukungan temporer selama instalasi peralatan
akan menjadi keputusan manager proyek. Semua pendukungan temporer
akan dipindahkan setelah pabrikasi selesai.
Lokasi pipework akan didukung sesuai rancang-bangun baku
dengan menghitung penempatan pipe support dengan tujuan untuk
mencegah pembengkokkan dan tekanan berlebihan .
Jarak maksimum yang ditunjukkan di bawah mengumpamakan pipa
penuh dengan air pada 68oF untuk digunakan sebagai pemandu:
Nominal
Pipe
(Inch)
Size
Cu Ni Pipe
GRE M7000
10
11
13
10
18
10
12
20
12
13
23
15
15
28
17
17
10
30
20
19
12
33
20
21
14
33
22
16
34
23
18
36
25
34
20
38
26
24
40
28
35
akan
menghubungi
perusahaan
pemesan
untuk
b. flat face flanges dan full face flange gasket akan digunakan pada
pemasangn jalur pipa yang menghubungkan ke peralatan dengan flat
face flanges.
c.
Flenges akan dicek untuk memastikan bahwa tidak ada benda asing
dalam peralatan tersebut. Jika pipa tidak benar-benar sejajar, akan
dipindahkan dan diperbaiki kembali. Koreksi kelurusan tidak akan
dilakukan selagi pipa dihubungkan kepada peralatan utama.
Pemanasan dalam pemasangan jalur pipa untuk mengoreksi
misalignment tidak akan diijinkan.
Prosedur Yang berikut akan dilakukan untuk kelurusan flens ke
36
c.
37
3.3.7
Gasket
Pemborong harus memastikan bahwa material gasket yang kan
dipakai adalah material yang benar dan ketebalannya. Seperti spesifikasi
yang ada dalam spesifikasi desain dan material dalam gambar pemipaan.
Kepedulian akan diambil untuk memastikan bahwa gasket dan muka
flens bersih, bagus dan bebas dari cacat. Pemborong akan memastikan
bahwa gasket tidak tertindih benda apapun.
Sambungan gasket dan gasket ring tidak boleh digunakan lagi
setelah dibuka dari sambungan flange.
3.3.8
38
kembali
dilakukan
setelah
selesai
melakukan
3.4
39
Radiografi
40
Ultrasonik
Magnetic particle
Eddy current
Neutron radiografi
Acoustic emission
Microwave inspection
Hardness test
Leak test
Spark test
41
memberikan kesempatan bagi cairan tersebut untuk meresap ke celahcelah retak terbuka atau poripori kekeroposan (porosity), kemudian
membasuh permukaan yang tersemprot dye. tadi dengan cairan pelarut
(cleaner) dan membiarkannya hingga beberapa saat untuk tuemberikan
kesempatan cairan di permukaan mengering, selanjutnya meyemprotkan
cairan yang mengandung kapur yang memiliki daya serap (absorpsi)
yang tinggi. Cairan dye, yang meresap ke celah-celah tadi, yang
walaupun sudah agak lama masih dalam keadaan basah karena tidak
mengalami penguapan (evaporasi), akan terserap ke atas oleh serbuk
kapur, sehingga kapur yang semula berwarna putih hersih akan temoda
oleh zat pewarna dalam dye tali. Konfigurasi noda tadi menggambarkan
keberadaan, jenis, dan bentuk non konformasi yang terhuka di
permukaan. Makin lebar noda yang terjadi menunjukkan makin
banyaknya cairan yang terserap, yang herarti pula makin hesar / dalant
non konformasi yang terdeteksi tersebut.
Untuk pendeteksian n.c yang lebih rinci dan akurat, digunakan jenis
penetrant yang bersinar di tempat gelap (fluorescent). Untuk membacanya
digunakan sinar ultra violet yang lazim disebut black light atau sinar
hitam. Fluorescent dye yang terkena sinar ultraviolet akan tampak
cemerlang di kegelapan dan menunjukkan secara sangat rind bentuk non
konformasi hingga ke cabang dan akarnya.
3.5.1.2 Maksud dan Tujuan
Jenis inspeksi NDT (Non Destructive Test). ini dimaksudkan untuk
mengungkap (reveal), jenisjenis non konfornasi yang terbuka ke
permukaan seperti retak (crack), lipatan (seam.), kekeroposan (porosity),
lapisan (fold atau lap) dan inklusi terak (slag) atau benda asing lainnya.
42
43
44
3.5.3 RADIOGRAFI
Radiografi adalah salah satu uji tanpa merusak yang menggunakan
sinar x atau sinar y yang mampu menembus hampir semua logam kecuali
45
46
diserap oleh seseorang, dan juga film badge yang berfungsi sama dengan
pena dosimeter tersebut.
3.5.3.1 Cakupan
Di Iuar kegiatan medis, penggunaan teknik radiografi adalah untuk
mendeteksi carat-cacat konstruksi dan material akibat bawaan dari mill, pengaruh pekerjaan las, serta akibat dari pengoperasian peralatan. Di dalam
dunia irigasi, teknik radiasi digunakan untuk menguji kekedapan suatu bendungan. Di dalam dunia industri pengolahan, teknik radiografi digunakan
untuk: inspeksi on stream (sewaktu peralatan dioperasikan), teknik pengukuran level suatu mated padat / slurry di d al a m bejana pemroses, pengukuran ketebalan, dan pengawetan bahan makanan. Masih banyak lagi kegunaan teknik radiasi yang tidak akan dibahas di sini.
Khususnya di dunia pengelasan, teknik radiasi sangat deminim dalam
menentukan mutu suatu sambungan las, sekaligus menentukan batasan
penerimaan dan penolakannya. Radiografi juga menentukan dalam menilai
tingkat kemampuan / kinerja seseorang juru las sehingga merupakan faktor
kunci dalam kualifikasi prosedur las dan kinerja juru / operator las.
Namun demikian bukan berarti radiografi merupakan teknologi yang
super dan tidak ada cacat, terdapat beberapa kelemahan yang cukup menyulitkan pihak inspektor dalam mendeteksi keberadaan cacat seperti fusi
tidak sempurna (incomplete fusion), lapis dingin (cold lap), serta retak
bawah kampuh (underbead crack). Ketiga cacat ini sulit dideteksi oleh
radiografi karma posisinya.
Di dalam praktek, terdapat beberapa hal yang menimbulkan keraguan
interpretasi film radiografi yang diakibatkan oleh: (1) lead screen yang tergores atau carat, (2) terdapat kotoran atau rambut di antara film dan lead
screen, (3) kondisi cairan kimia pencuci film yang telah kotor, dan film
radiografi yang carat atau tergores. Keempat jenis non konformasi tersebut
dapat menimbulkan imaji palsu pada film radiografi sehingga meragukan
pihak radiografer untuk menginterpretasikannya.
47
ultrasonik
48
49
bakar/ meledak).
8. Ringan dan portable.
3.5.4.3 Kerugian
Adapun kerugiannya dibanding dengan inspeksi NDT lainnya adalah:
1. Diperlukan seorang ahli dengan tingkat teknologi yang tinggi dalam
mengoperasikan peralatan ultrasonik, menginterpretasikan indikasi serta
menyusun prosedur inspeksi.
2. Diperlukan tingkat kehati-hatian yang tinggi.
3. Material yang kasar permukaannya, bentuk yang tidak beraturan, ukuran
kecil, tipis, atau yang memiliki susunan material yang tidak homogen,
sulit untuk diinspeksi.
4. Cacat yang sangat dekat dengan permukaan sulit untuk dilacak.
5. Masih tergantung pada zat couplant untuk menyalurkan gelombang suara
ultrasonik.
6. Masih selalu diperlukan acuan (referensi) untuk kalibrasi maupun interpretasi cacat / indikasi.
3.6
SPESIFIKASI MATERIAL
Spesifikasi material yang akan diamati pada pabrikasi Pipa Flow Line yaitu:
1. Pipa ASTM A-790 UNS 31803 SMLS Per Nace MR-01-75 size 6 Sch
80
Material Duplex Stainless steel dengan brand Tubacex .Dengan
tipe seamless yaitu tanpa ada sambungan disekitar badan pipa. Dengan
kadar ferrite 47,5 % ferite dan kadar chrom 22.65.
50
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengumpulan Data Awal.
Data yang dikumpulkan disini adalah hasil dari Production Test untuk
samples Duplex Stainlees Steel beserta hasil Charpy Test, Vickers hardness
number
(HV10)
dan
hasil
Radiographic
Test.
Hasil
tersebut
51
52
o Stang las
Stang las mempunyai peran sebagai penjepit stik las. stang las
menyalurkan arus litrik dari kabel las ke stik las yang nantinya akan
terbakar dan melebur pada titik lasan yang dituju. Apabila stang las
sudah tidak berfungsi dengan baik, maka arus yang disalurkan tidak
seluruhnya sampai ke stik las (kawat las). Sehingga berpengaruh
pada proses peleburan stik las tersebut, yang apabila peleburannya
tidak merata maka akan timbul cacat pada hasil lasan.
3. Juru las
Juru las (welder) mempunyai pengaruh besar terhadap hasil lasan karena
pada pengelasan pipa masih menggunakan tenaga manusia. seperti
terlihat di tabel dan grafik dibawah ini.
Kode
Identitas
Juru Las
06
32
39
40
41
43
49
50
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
Jumlah hasil
pengelasan
yang gagal (B)
1
1
1
1
1
1
-
Perentase
keberhasilan
(P = B/A x 100%)
66.7 %
50 %
0%
96.7 %
91.7 %
91.7 %
100 %
100 %
100
80
60
persentase
keberhasilan tiap
welder
40
20
0
06
32
39
40
41
43
53
49
50
dari grafik diatas dijelaskan bahwa ada beberapa juru las yang
kinerjanya kurang baik, sehingga hasil pengelasan yang dilakukan ada
beberapa yang menimbulkan cacat. Kesimpulannya juru las yang
persentase keberhasilannya kurang baik atau bahkan nol persen
merupakan salah satu penyebab terjadinya cacat pada hasil pengelasan.
Untuk mendapatkan hasil yang baik secara terus menerus, salah satu
caranya yaitu dengan mengkualifikasi lagi juru las setiap 3 bulan sekali
untuk melatih keterampilan mereka terutama untuk mereka yang
keterampilannya dan kemampuannya menurun. Kegiatan tersebut
dilakukan untuk membuat para juru las tetap bersungguh-sungguh dalam
melakukan pekerjaan mereka.
4. Lingkungan
Lingkungan mempunyai pengaruh juga pada hasil lasan. Pengaruhnya
yaitu pada kelembapan lingkungan sekitar. Makin besar nilai
kelembapan makin besar pula kemungkinan cacat yang terjadi pada hasil
lasan, karena kelembapan udara yang tinggi maka kandungan H2O-nya
pun tinggi. Sehingga apabila masuk dalam reaksi pengelasan akan
banyak pula atom hydrogen yang masuk dan memicu terjadinya
porosity.
Maka untuk mencegah terjadinya cacat yang terdapat pada hasil
pengelasan, caranya dengan menggunakan elektroda low hydrogen.
Dengan tujuan mengecilkan kandungan hydrogen yang masuk pada
proses pengelasan.
54
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Bagian akhir dari penelitian ini adalah menarik beberapa kesimpulan
yang menyangkut pada pelaksanaan penelitian dan teori-teori yang
digunakan dan situasi serta kondisi aktual diperusahaan.
P.T Gearindo Prakarsa adalah sebuah perusahaan pabrikasi yang
bergerak dibidang pemipaan (Piping) untuk melayani pesanan dari
perusahaan minyak dan gas bumi di Indonesia.
Tujuan dari Penelitian ini adalah membagi pengetahuan tentang
bagaimana
cara
menggunakan
menangani
material
dan
Duplex
melakukan
Stainless
pengelasan
Steel,
sehingga
dengan
dapat
memperoleh hasil pabrikasi yang maksimal dan sebaik mungkin dari hasil
pengamatan selama proses fabrikasi Flowline untuk ConocoPhilips. Cara
tersebut dilakukan dengan harapan pada proses pabrikasi berikutnya akan
berjalan dengan baik dan lancar karena kendala-kendala pada proses
produksi sebelumnya telah teridentifikasi dan ditemukan pemecahan
masalahnya. Dan menjaga kualitas hasil produksi sesuai dengan standar
yang sudah ditetapkan baik oleh migas maupun oleh perusahaan pemesan
Pengambilan data dilakukan dari hasil Production test antara lain
dengan radiografi test yaitu dengan menggunakan sinar x atau sinar y yang
mampu menembus hampir semua logam kecuali timbal dan material padat
lainnya sehingga dapat digunakan untuk mengungkap cacat atau
ketidaksesuaian di balik dinding metal atau di dalam bahan metal itu
sendiri. Di dalam pengelasan, radiografi merupakan faktor penting untuk
55
Material
Duplex
stainless
steel
memerlukan
56
= Voltage (Volts)
= Current (Ampere)
5.2
Saran
Setelah penulis mempelajari penyebab dari gagalnya hasil pengelasan
(cacat las) di P.T Gearindo Prakarsa, maka penulis akan mencoba untuk
memberi saran-saran yang sekiranya dapat bermanfaat untuk penelitian yang
akan dilakukan selanjutnya, saran-saran tersebut adalah:
57
yang
tinggi.
Diharapkan
penelitian
selanjutnya
58
Daftar Pustaka
1. Makalah seminar Duplex, Mr.Graham Holloway Bsc, Tanggal 28 Nov 2006
,Komunitas Migas Indonesia.
2. Practical Guidelines for The Fabrication of Duplex Stainlees Steel, Revised
Edition 2001.
3. Raswari. Perencanaan dan Penggambaran Sistem Perpipaan. Cetakan 1.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonasia (UI- Press). 1987
4. Whistance, Dennis and David R. Sherwood. The Piping Guide. Second
Edition. San Fransisco: Syentek Books Company. 1991
5. Widhato, Sri. Inspeksi Teknik. Buku 1. Cetakan 2. Jakarta: Pradnya
Paramita. 2005
6. Widhato, Sri. Inspeksi Teknik. Buku 2. Cetakan 2. Jakarta: Pradnya
Paramita. 2004
7. Widhato, Sri. Inspeksi Teknik. Buku 3. Cetakan 2. Jakarta: Pradnya
Paramita. 2005
8. Widhato, Sri. Inspeksi Teknik. Buku 4. Cetakan 1. Jakarta: Pradnya
Paramita. 2004
9. Widhato, Sri. Inspeksi Teknik. Buku 5. Cetakan 1. Jakarta: Pradnya
Paramita. 2004
73