Anda di halaman 1dari 70

TUGAS AKHIR

ANALISA PENGELASAN PADA SISTEM


PIPING FLOWLINE DENGAN
MENGGUNAKAN MATERIAL DUPLEX
STAINLESS STEEL
Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat
Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1)

DISUSUN OLEH :
NAMA
NIM
JURUSAN

:
:
:

DIMAS SUGENG RACHMADI


4130411-073
TEKNIK MESIN

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS MERCU BUANA


JAKARTA 2008
LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama

Dimas Sugeng Rachmadi

N.I.M

4130411-073

Jurusan

Teknik Mesin

Fakultas

Teknik Industri

Judul Skripsi :

ANALISA PENGELASAN PADA SISTEM PIPING


FLOWLINE DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL
DUPLEX STAINLESS STEEL

Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan skripsi yang telah saya buat
ini merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di
kemudian hari penulisan Skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan
terhadap karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan
sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan aturan tata tertib di Universitas
Mercu Buana.
Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak
dipaksakan.
Penulis,

Dimas Sugeng Rachmadi

ii

LEMBAR PENGESAHAN
ANALISA PENGELASAN PADA SISTEM PIPING FLOWLINE
DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL DUPLEX
STAINLESS STEEL

DISUSUN OLEH :
NAMA
NIM
JURUSAN

:
:
:

DIMAS SUGENG RACHMADI


4130411-073
TEKNIK MESIN

Mengetahui
Pembimbing

Koordinator Tugas Akhir

( IR.Yuriadi, Msc )

(Nanang Ruhyat, ST.MT)

iii

ABSTRAK
Material Duplex Stainlees Steel adalah bagian dari stainlees steel yang
menggabungkan antara kelebihan carbon steel dan stainlees steel karena memiliki
resistansi terhadap korosi dan keuletan bahan. Sifat austenite dari duplex akan
mudah berubah jika salah handling jadi dengan skripsi ini diharapkan dan
memberikan masukan dan informasi mengenai penanganan material dan hasil
produksi dengan menggunakan material Duplex stainless Steel.

Tujuan dari analisa berikut adalah untuk membagi pengetahuan tentang


bagaimana cara menangani dan melakukan pengelasan dengan menggunakan
material Duplex Stainless Steel, sehingga dapat memperoleh hasil pabrikasi yang
maksimal dan sebaik mungkin dari hasil pengamatan selama proses fabrikasi
Flowline untuk ConocoPhilips. Cara tersebut dilakukan dengan harapan pada
proses pabrikasi berikutnya akan berjalan dengan baik dan lancar karena kendalakendala pada proses produksi sebelumnya telah teridentifikasi dan ditemukan
pemecahan masalahnya.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa Material Duplex stainless steel
memerlukan kekonsistensian pada persiapan sebelum pengelasan, hasil lasan
dapat dipengaruhi oleh 4 hal yaitu Prosedur Pengelasan , peralatan mengelas, juru
las dan lingkungan sekitar.

iv

KATA PENGANTAR
Segala puji kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat, taufiq, hidayah dan
karunia-Nya, penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
ANALISA PENGELASAN PADA SISTEM PIPING FLOWLINE DENGAN
MENGGUNAKAN

MATERIAL

DUPLEX

STAINLESS

STEEL.

Yang

merupakan salah satu syarat guna mencapai gelar sarjana teknik program studi
Teknik Mesin pada Universitas Mercu Buana.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa di dalam penyusunan skripsi ini,
masih banyak terdapat kekurangan serta masih jauh dari kesempurnaan, hal ini
disebabkan karena berbagai keterbatasan yang penulis hadapi oleh karena itu
saran dan kritik dari semua pihak demi perbaikan dan penyempurnaan penulisan
skripsi ini baik sekarang ataupun dimasa yang akan datang sangat penulis
harapkan dan akan diterima dengan penuh ketulusan.
Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan ucapan rasa syukur
dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. ALLAH S.W.T atas segala berkah, rahmat dan karunianya tugas akhir ini
dapat terselesaikan denagn baik.
2. Ir. Ruli Nutranta, M. Eng. Selaku Kepala Program studi Fakultas teknologi
Industri, program studi Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
3. Ir.Yuriadi, Msc. Selaku Dosen Fakultas teknologi Industri, program studi
Teknik Mesin Universitas Mercu Buana dan Selaku dosen pembimbing
dalam penyusunan skripsi yang saya tulis.
4. Seluruh dosen Fakultas teknologi Industri, program studi Teknik Mesin
Universitas Mercu Buana yang telah banyak memberikan ilmu kepada
penulis.
5. Teman-teman kuliah PKSM program studi Teknik Mesin angkatan V,
yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu terima kasih selalu
memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi yang saya tulis ini.
Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan hidayah-nya kepada mereka
yang telah banyak membantu penulis dalam pembuataan skripsi ini.

Penulis senantiasa menerima kritik dan saran dari berbagai pihak, baik
yang berkenaan dengan materi maupun teknis penyusunan skripsi ini. Akhir kata,
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang menggunakannya.

Jakarta, Februari 2008


Penulis

(Dimas Sugeng Rachmadi)

vi

DAFTAR ISI
Halaman Judul ..................................................................................................
Halaman Pernyataan .........................................................................................
Halaman Pengesahan ........................................................................................
Abstraksi ...........................................................................................................
Kata Pengantar ..................................................................................................
Daftar Isi ...........................................................................................................
Daftar Tabel ......................................................................................................
Daftar Gambar ..................................................................................................

i.
ii.
iii.
iv.
v
viii
xi
xii

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ..................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................ 2
1.3 Batasan Masalah..................... 3
1.4 Tujuan Penelitian........ 3
1.5 Metodologi Penelitian................. 4
1.6 Sistematika Penulisan................. 4
BAB II. LANDASAN TEORI
2.1 Proses Pengujian Material........................................................... 7
2.1.1 Pipa ...................................................................................... 7
2.1.1.1 Komponen Perpipaan .................................................... 9
2.1.1.2 Pemilihan Bahan .......................................................... 9
2.1.1.3 Macam Sambungan Perpipaan ...................................... 10
2.1.1.4 Tipe Sambungan Cabang .............................................. 10
2.1.1.5 Diameter, Ketebalan, Schedule ..................................... 11
2.1.2 Fitting ................................................................................. 11
2.1.3 Flensa ................................................................................... 15
2.2 Spesifikasi Material Duplex Stainless Steel ............................ 19
BAB III. METODOLOGI
3.1 Metodologi Penelitian ............................................................... 22
3.1.1 Identifikasi Masalah ............................................................ 24
3.1.2 Tujuan Penelitian ................................................................ 24
3.1.3 Studi Pendahuluan .............................................................. 24
3.1.4 Pengumpulan Data .............................................................. 25
3.1.5 Pengolahan Data ................................................................. 25
3.1.6 Analisa dan Kesimpulan ..................................................... 25
3.2 Prosedur Fabrikasi dan Pengelasan........................................... 25
3.2.1 Umum ................................................................................. 22
3.2.2 Prosedur dan Proses Pengelasan Duplex SS........................... 26
3.2.3 Kontur pengelasan dan finishing............................... ............ 32
3.2.4 Perlakuan Panas.............................................. ....................... 32
3.2.5 Piping bonding ...................................................................... 33
3.2.6 Toleransi pabrikasi................................................................ 33
3.3 Instalasi Pipa dan Peralatan Penunjang ................................... 33
3.3.1 Support ................................................................................ 33

vii

3.3.2 Pemasangan Pipa ................................................................


3.3.3 Penyambungan Pada Peralatan ...........................................
3.3.4 Pemasangan antar Flanges ..
3.3.5 Valves .................................................................................
3.3.6 Insulation ............................................................................
3.3.7 Gasket .................................................................................
3.3.8 Bolting ................................................................................
3.3.9 Workmanship .....................................................................
3.3.10 Persyaratan Untuk Vendor and Dokumentasi ....................
3.4 WPS ........................................................................................
3.5 Non Destructive Inspection .....................................................
3.5.1 Inspeksi Cairan Peresap ...................................................
3.5.1.1 Prinsip .........................................................................
3.5.1.2 Maksud dan Tujuan ....................................................
3.5.2 Ferrite Content Test....... ....................................................
3.5.2.1 Umum ..........................................................................
3.5.3 Radiografi .........................................................................
3.5.3.1 Cakupan .......................................................................
3.5.4 Ultrasonic .........................................................................
3.5.4.1 Perlengkapan ..............................................................
3.5.4.2 Keuntungan .................................................................
3.5.4.3 Kerugian .
3.6 Spesifikasi Material ................................................................
BAB IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengumpulan Data Awal .....................................
4.2 Analisa Hasil Akhir ..... .
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ...........................
5.2 Saran .........................................................................................
LAMPIRAN

35
36
37
38
38
38
38
39
39
39
40
41
41
42
45
45
45
47
48
48
49
50
50
51
53
55
57

Lampiran 1 Hasil Ferrite Content Test (Technical Report DNV)..

59

Lampiran 2 Hasil pengelasan,tampak visual..................... ............

60

Lampiran 3 Laporan Metallographic Untuk High Heat Input, welder


Waluyo........................................................... .....................
61
Lampiran 4 Laporan Metallographic untuk Low Heat Input, Welder
Sunaryo..................................................................................
62

Lampiran 5 Laporan Charpy Test (Uji Charpy)..............................

63

Lampiran 6 Laporan Uji Macro......................................................

64

viii

Lampiran 7 Laporan Uji Vickers Hardness Number......................

65

Lampiran 8 Data Kualifikasi Welder LHI.......................................

66

Lampiran 9 Data Kualifikasi Welder HHI......................................

67

Lampiran
10
Hasil
HHI..........................

Uji

Radiographic

untuk

Welder
68

Lampiran
11
Hasil
LHI...........................

Uji

Radiographic

untuk

Welder
69

Lampiran 12 Sertifikat Kawat Las Tungsten Brand Sandvik............ 70

Lampiran 13 Sertifikat Kawat Las (Electrode) E-2209, Size 2,5 mm


Dia
71
Lampiran 14 Sertifikat kawat Las (Electrode) E-2209 Size 3.2 mm
Dia.......................................................................................
72

Daftar Pustaka ..................................................................................................

DAFTAR TABEL

ix

73

Tabel

Halaman

3.1

Tinggi maksimum penyangga

26

15

Teknik dan Parameter Pengelasan

31

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1

Pipa ditinjau dari pembuatannya

Gambar 2.2

Elbow, untuk membelokkan aliran

12

Gambar 2.3

Return bend, untuk memutar balik aliran

12

Gambar 2.4

Reducer, untuk mengecilkan dan


membesarkan diameter

12

Gambar 2.5

Tee, untuk membuat cabang perpipaan

13

Gambar 2.6

Cross, Untuk membuat persilangan pipa

13

Gambar 2.7

Y atau Lateral

13

Gambar 2.8

Cap

14

Gambar 2.9

Saddle

14

Gambar 2.10

Let

14

Gambar 2.11

Flensa Buta

15

Gambar 2.12

Flensa lap Joint

16

Gambar 2.13

Flensa Slip on

16

Gambar 2.14

Flensa berulir

16

Gambar 2.15

Flensa welding neck

16

Gambar 2.16

Orifice welding neck

17

Gambar 2.17

Orifice slip on

18

Gambar 2.18

Beberapa jenis muka flensa

19

Gambar 3.1

Langkah-langkah dalam melakukan penelitian

23

Gambar 3.2

Crack,Seam,Fold,Porosity dan Slag Inclusion

43

Gambar 3.3

Metode pembersihan (penetrant)

44

Gambar 3.4

Dua kelompok zat peresap (penetrant)

44

Gambar 4.1

Grafik Persentase Keberhasilan


juru las dalam pengelasan

xi

68

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Flow Line pada dasarnya adalah salah satu metode atau sistem pemipaan
yang mengalirkan minyak mentah yang berasal dari perut bumi untuk selanjutnya
masuk ke proses produksi. Flow line di area kerja ConocoPhillips menggunakan
material yang cukup eksotis & penggunaanya amat terbatas selain itu harganya
cukup mahal & ketersediaan material inipun cukup minim & jarang dijumpai di
pasaran Indonesia.

Beberapa material Flowline dapat di identifikasi secara mudah, karena hanya


terdiri dari Pipe SMLS, Equal Tee, Flange & Reducer.

Schedule (sch) yang menandai ketebalan material juga berlaku untuk Flow line ,
Sch bervariasi , namun minimumnya adalah Sch 80.

Seperti fabrikasi pada umumnya , fabrikasi Flowline di wilayah kerja


ConocoPhillips juga melalui beberapa tahapan proses produksi & Inspeksi , satu
hal yang tidak boleh dilewatkan adalah prosedur yang meliputi 2(dua) proses
tersebut diatas. Prosedur lain yang merupakan bagian dari proses produksi adalah
prosedur handling,prosedur pengelasan, hydrostatic prosedur & prosedur pickling.
Untuk prosedur pengelasan atau welding procedure harus mendapatkan
persetujuan dari pihak yang berkompeten dalam hal ini adalah BP Migas.

Material Flowline di area kerja ConocoPhilips inilah yang membedakan jenis


flowline lainya di platform manapun.

Dalam fabrikasi Flowline dengan material Duplex Stainless Steel ini spesifikasi
& data data harus sesuai dengan kualifikasi standard International &
ConocoPhillips requirements.

Produksi dan Inspeksi pada saat fabrikasi Flowline adalah dua mata rantai
yang saling berkaitan. Pada umumnya untuk menjamin bahwa suatu sistem
perpipaan dapat berfungsi secara optimal dengan waktu kendala sesedikit
mungkin, diperlukan upaya pengendalian dan pengawasan mutu struktural
maupun operasional yang konsisten dan berkesinambungan.
Pengendalian dan pengawasan mutu yang optimal bukan hanya menyelamatkan instalasi / sistem perpipaan, namun juga menghemat biaya maintenance dan meningkatkan produktivitas.
Yang dimaksud dengan perpipaan adalah suatu sistem penyaluran media
produksi, yang terdiri dari pipa, fittings, valves dan flensa dan pautan lain yang
terkait seperti hangers, supports, expansion bends dan lain-lain.
Fabrikasi Flowline yang akan diamati dilakukan di PT. Gearindo Prakarsa
melalui beberapa tahap yaitu:
1. Pengecekan material secara visual.
2. Penyetelan pipa dengan fittings (Fit-Up).
3. Pengelasan (welding)
4. NDT (Non Destructive Test) Yaitu pengetesan hasil pengelasan tanpa
merusak material dan hasil lasan.
5. Hydrotest (test kebocoran dengan media air)
6.

Pickling and passivation (Pembersihan dengan menggunakan cairan


solvent).
Melatarbelakangi kenyataan yang ada, maka skripsi ini mencoba untuk

menganalisa proses pengelasan pada fabrikasi Flow line dengan menggunakan


material Duplex di work shop PT. Gearindo Prakarsa.

1.2. Rumusan Masalah


Dalam proses produksi dengan menggunakan material Duplex Stainless
Steel harus dilakukan sesuai prosedur. Dalam kenyataannya banyak masalah
dan kendala yang ditemui didalam pabrikasi dengan menggunakan material
Duplex Stainless Steel di work shop PT.Gearindo Prakarsa. Masalah yang
biasanya terjadi yaitu:

1. Material yang tidak mempunyai sertifikat manufaktur, sehingga tidak


dapat diketahui secara pasti keaslian material tersebut. Handling material
kurang tepat (dicampur dengan karbon steel) sehingga memungkinkan
timbul karat.
2. Alat penunjang pabrikasi seperti mesin las yang sudah tidak bekerja
dengan baik. Bila Ampere terlalu tinggi akan mengakibatkan tingginya
kadar ferrite.
3. Man power atau pekerja yang kurang terlatih, masih kurang pengalaman
dalam pabrikasi pemipaan dan material Duplex pada khususnya.
4. Konsumable untuk fabrikasi Duplex berbeda dengan material carbon steel,
perlu identifikasi khusus.
5. Waktu pabrikasi yang singkat.
Sedangkan proses pabrikasi harus berjalan baik dan tanpa melakukan
kesalahan yang fatal. Sehingga hasil dan waktu yang diharapkan dapat
tercapai dengan baik, sesuai dengan standar yang ditetapkan BP migas dan
juga standar dari perusahaan pemesan.

1.3. Batasan Masalah


Mengingat proses fabrikasi dapat mencakup hal-hal yang luas sifatnya.
maka penelitian ini digunakan batasan-batasan sebagai berikut:
1. Melakukan pengamatan hanya dari hasil Mechanical Properties meliputi
Ferrite Content Test, Charpy Test, Positive Material Identification Test
dan radiography test.
2. Kualifikasi juru las dan kesesuaianya dengan prosedur pengelasan.

1.4. Tujuan Penelitian


Adapun maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah selain dalam
pemenuhan syarat dalam mencapai gelar sarjana starata satu (S1) PKSM
Universitas Mercu Buana, adalah :
1. Membagi pengetahuan tentang bagaimana cara menangani dan melakukan
pengelasan dengan menggunakan material Duplex Stainless Steel,

sehingga dapat memperoleh hasil pabrikasi yang maksimal dan sebaik


mungkin dari hasil pengamatan selama proses fabrikasi Flowline untuk
ConocoPhilips. Cara tersebut dilakukan dengan harapan pada proses
pabrikasi berikutnya akan berjalan dengan baik dan lancar karena kendalakendala pada proses produksi sebelumnya telah teridentifikasi dan
ditemukan pemecahan masalahnya.
2. Menjaga kualitas hasil produksi sesuai dengan standar yang sudah
ditetapkan baik oleh migas maupun oleh perusahaan pemesan.

1.5. Metodologi Penelitian


Pengimpulan data pada laporan tugas akhir ini diperoleh melalui metode
berikut:
1. Metode lapangan/ observasi
Metoda lapangan meliputi pengamatan dan peninjauan secara langsung
dilapangan kemudian melakukan pendataan, sehingga diperoleh materi
atau data penunjang didalam penyusunan laporan.
2. Metode studi pustaka
Metode ini meliputi pengambilan sumber-sumber laporan dari berbagai
buku.
baik yang teradapat di perpustakaan kampus maupun dari perusahaan
tempat bekerja.

1.6. Sistimatika Penulisan


Penulisan ini dibuat dengan cara yang sistematis, agar pemecahan masalah
dapat lebih mudah dipahami. Adapun sistematika penulisan ini adalah dengan
membagi pokok-pokok bahasan menjadi beberapa bab, yaitu:
BAB I

PENDAHULUAN
Dalam

bab

ini

dijelaskan

latar

belakang,

pokok

permasalahan, tujuan penelitian pembatasan masalah dan


sistematika penulisan.

BAB II

LANDASAN TEORI
Bab ini menjelaskan tentang landasan teori-teori yang
mendukung penulisan sebagai dasar dalam pengolahan dan
penganalisaan data dalam pemecahan masalah.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menjelaskan cara pengambilan dan pengolahan data
dengan terjun langsung di lapangan.

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN


Bab ini berisikan penganalisaan data-data yang telah diolah,
dan menganalisa proses serta hasil penyelesaian masalah.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


Pada bab terakhir ini terdiri dari dua bagian, yaitu:
- Kesimpulan
Berisi jawaban dari masalah yang diajukan penulis, yang
diperoleh dari penelitian.

- Saran
Ditujukan kepada pihak-pihak terkait, dalam hal ini pihak
perusahaan tempat penulis bekerja, sehubungan dengan
hasil penelitian.

BAB II

LANDASAN TEORI

Piping merupakan bagian penting di era industri, bahan bahan piping itu
sendiri meliputi karbon steel, stainlees steel, FRP, Duplex Stainlees Steel, Cu-ni
dan Lain-lain. Bagian dari pipa atau lazim disebut fittings, antara lain adalah
Flensa, valves, elbow, reducer, saddle, cap dan lain lain. Sedang bagian lain dari
pemipaan adalah hangers, supports serta konstruksi lain yang mendukung baik di
las secara langsung maupun dengan sambungan baut juga sangat essensial jika
dilihat dari factor kekuatan.
Piping atau pemipaan adalah suatu system penyaluran fluida dari suatu
unit media produksi. Jenis serta penggunaan jalur pipings yaitu :
a. Plumbing, menurut Pedoman Plambing Indonesia ( 1979 ), plambing
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan pemasangan,
pemeliharaan, dan perbaikan alat plambing dan pipa dengan peralatan di dalam
gedung dan gedung yang berdekatan, yang bersangkutan dengan sistem drainase
dan saniter, drainase air hujan, ven, dan air minum, yang dihubungkan dengan
sistem kota atau sistem lain yang dibenarkan. Istilah alat plambing digunakan
untuk semua peralatan yang dipasang di dalam maupun di luar gedung, untuk
menyediakan ( memasukan ) air panas atau air dingin, dan untuk menerima (
mengalirkan ) air buangan. ( Noerbambang, 2000 )
b. Marine Pipings, yakni sistem pemipaan pada kapal dan bangunan lepas
pantai, fluida yang mengalir berupa air tawar untuk kebutuhan ABK(Anak Buah
Kapal) , air laut untuk sistem ballast, minyak maupun gas.
c. Transportation Pipings, Adalah sistem pemipaan yang sering kali
panjangnya ratusan mil, sistem pemipaan berikut ini lazim menggunakan pipa
berukuran besar untuk menyalurkan benda cair ataupun gas.

d. Civil Pipings, Lazim digunakan untuk mendistribusikan kebutuhan umum


(air,bahan bakar ataupun gas) . Di Indonesia jalur pipa dengan menggunakan
sistem ini lazim ditempatkan di bawah tanah.

2.1

Proses Pengujian Material


Bahan atau material harus diteliti dan diverifikasi oleh inspektor
melalui hal-hal sebagai berikut:
a.Material certificate yang asli atau fotocopy yang disahkan oleh pihak
manufaktur.
b. Heat number (nomor cor) yang tertera pada pipa/pelat, harus sesuai
dengan material certificate (lihat contoh pada Bab Receiving Inspection
berikut).
c.Identifikasi bahan menggunakan : spectro metalografic analizer, TEXAS
instrument post material identificator, dan lain-lain yang sejenis.
d. Jika pihak pemasok tidak dapat membuktikan keaslian fotocopy material
certificate, atau apabila heat number pada pipa tidak terdaftar pada material certificate yang mengiringinya, atau apabila inspektor menemukan
kejanggalan-kejanggalan dan non conformance pada permukaan pipa seperti di bawah ini, maka bahan pipa ditolak.
Demikian pula dengan material valve, fitting, flensa, baut dan mur, semuanya harus diteliti dan diverifikasi terhadap material certificate yang
mengiringi pemasokannya.

2.1.1 PIPA
Pipa ditinjau dari pembuatannya terdiri dari pipa tanpa seam (seamless
pipe), pipa seam memanjang (longitudinal seam pipe), dan pipa las spiral
(spiral welded pipe).

Gambar 2.1 Pipa ditinjau dari pembuatannya


Jenis-jenis kerusakan dan kelainan atau ketidaksesuaian (non
conformance) yang umum terjadi pada perpipaan disebabkan oleh proses
operasi, fabrikasi, konstruksi, dan lingkungan. Faktor-faktor penyehab
lainnya dianggap tidak lazim dan karenanya merupakan hal khusus atau
pengecualian. (ref. inspeksi teknik buku 3)
Jika ditinjau dari ukuran dan penggunaannya, pipa terdiri dari pipa
dan tube. Pipa berukuran dari " hingga 60" yang digunakan untuk proses,
transfer dan transpor. Pipa ukuran kecil digunakan untuk sistem kendali dan
pendingin peralatan berotasi (rotating equipment).
Tube adalah istilah yang diberikan pada sistem pipa yang digunakan
di dalam peralatan proses, misalnya heat exchanger (alat penukar kalori)
yang biasanya berdiameter antara " hingga 1", steam boiler dan waste heat
boiler yang berukuran antara 2" hingga 4", box cooler atau cooling tower
yang herukuran antara 4" hingga 8".
Khususnya untuk peralatan penukar kalori yang menggunakan gas
atau udara sebagai media pemanas atau pendingin, tube penyalur media cair
diberi sirip yang disebut fin, sehingga tube nya disebutfinned tubes.
Kegunaan fin ini untuk memperluas permukaan sehingga pertukaran kalori
dapat terjadi secara maksimal pada panjang dan diameter tube yang
terbatas. Untuk waste heat boiler, bentuk perluasan permukaan berupa
paku-paku sehingga tube nya disebut spiked tubes.
Untuk ketel uap pipa air (water tubes boiler), pipa dindingnya
dilengkapi sayap kanan kiri sehingga satu dengan lainnya dapat dipadukan
melalui sambungan las antar sayap. Desain ini sekaligus membentuk

dinding pipa yang menyatu satu dengan lainnya sehingga menjadi sangat
kokoh, karenanya desain ini disebut monowall.
Tubing adalah istilah yang diberikan untuk sistem perpipaan diameter
kecil (1/4") untuk penggerak instrumentasi secara pneumatik/sistem kendali
proses dan untuk penggerak hydraulic pada beberapa peralatan seperti pesawat terbang, loading arm, garbarata, buldozer dan lain-lain, dan diameter
besar (2" hingga 10") untuk pengeboran eksplorasi minyak bumi.
Selanjutnya untuk pipa berukuran sangat besar digunakan istilahistilah khusus sesuai dengan fungsi/pemakaiannya seperti misalnya hume
(tempolong air), tunnel (terowongan), dan lain-lain. Ukurannya berkisar
antara diameter 30" hingga beberapa puluh kaki.
Adapun bahan pembuatnya berbagai macam, mulai dari metal ferrous
(besi maleable, besi tuang, baja, baja paduan), metal non ferrous (tembaga,
aluminium, monel dan lain-lain), plastik (PVC, polyurethane), fibre glass,
concrete, karat sintetis dan composite.
Komponen perpipaan harus dibuat berdasarkan spesifikasi isi,
standar yang terdaftar dalam simbol dan kode yang telah dibuat atau
dipilih sebelumnya.
2.1.1.1 Komponen perpipaan
Komponen perpipaan yang dimaksud di sini meliputi
1. Pipes (pipa-pipa).
2. Flanges (flens-flens)
3. Fittings (sambungan)
4. Valves (katup-katup).
5. Boltings (baut-baut).
6. Gasket.
7. Special items (bagian khusus).
2.1.1.2 Pemilihan Bahan
Pemilihan bahan perpipaan haruslah disesuaikan dengan pembuatan teknik perpipaan dan hal ini dapat dilihat pada ASTM serta ANSI
dalam pembagian sebagai berikut:

1. Perpipaan untuk pembangkit tenaga.


2. Perpipaan untuk industri bahan gas.
3. Perpipaan untuk penyulingan minyak mentah.
4. Perpipaan untuk pengangkutan minyak.
5. Perpipaan untuk proses pendinginan.
6. Perpipaan untuk tenaga nuklir.
7. Perpipaan untuk distribusi dan transmisi gas.
Selain dari penggunaan instalasi atau konstruksi seperti diterangkan di
atas perlu pula diketahui jenis aliran temperatur, sifat korosi, faktor gaya
serta kebutuhan lainnya dari aliran serta pipanya. (ref. buku system
perpipaan)
2.1.1.3 Macam Sambungan Perpipaan
Sambungan perpipaan dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Sambungan dengan menggunakan pengelasan.
2. Sambungan dengan menggunakan ulir.
Selain sambungan seperti di atas, terdapat pula penyambungan khusus
dengan menggunakan pengeleman (perekatan) serta pengkeleman (untuk
pipa plastik dan pipa vibre glass). Pada pengilangan umumnya pipa
bertekanan rendah dan pipa di bawah 2" sajalah yang menggunakan
sambungan ulir. (ref. buku system perpipaan)
2.1.1.4Tipe Sambungan Cabang
Tipe sambungan Cabang (brance conection) dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1.

Sambungan langsung (stub in).

2.

Sambungan dengan menggunakan fittings (alat penyambung).

3.

Sambungan dengan menggunakan flanges (Flens-flens).

Tipe sambungan cabang dapat pula ditentukan pada spesifikasi yang telah
dibuat sebelum mendisain atau dapat pula dihitung berdasarkan perhitungan
kekuatan, kebutuhan, dengan tidak melupakan faktor efektivitasnya.
Sambungan cabang itu sendiri merupakan sambungan antara pipa dengan
pipa, misalkan sambungan antara header dengan cabang yang lain apakah

10

memerlukan alat bantu penyambung lainnya atau dapat dihubungkan secara langsung, hal ini tergantung kebutuhan serta perhitungan kekuatan. (ref.
buku system perpipaan)
2.1.1.5 Diameter, Ketebalan, Schedule
Spesifikasi umum dapat dilihat pada ASTM (American Society of Testing
Materials). Di mana di situ diterangkan mengenai diameter, ketebalan serta
schedule pipa. Diameter luar (out side diameter), ditetapkan sama,
walaupun ketebalan (thickness) bar-Ueda untuk setiap schedule. Diameter
dalam (inside diameter), di ditetapkan berbeda untuk setiap schedule.
Diameter nominal adalah diameter pipa yang dipilih untuk pemasangan
ataupun perdagangan (commodity). Ketebalan dan schedule, sangatlah
berhubungan, hal ini karena ketebalan pipa tergantung daripada schedule
pipa itu sendiri. (ref. buku system perpipaan)
Schedule pipa ini dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1.

Schedule: 5, 10, 20, 30, 40, 60, 80, 100, 120, 160.

2.

Schedule standard.

3.

Schedule extra strong (XS).

4.

Schedule double extra strong (XXS).

5.

Schedule special.

Perbedaan-perbedaan schedule ini dibuat guna:


1.

Menahan internal pressure dari aliran.

2.

Kekuatan dari material itu sendiri (strength of material).

3.

Mengatasi karat.

4.

Mengatasi kegetasan pipa.

2.1.2 FITTING
Selanjutnya piranti lain yang terkait dengan perpipaan, yakni fittings
jika ditinjau dari bentuk dan fungsinya terdapat beberapa jenis, antara lain
misalnya:

elbow (siku) sudut 45` dan 90`, radius pendek dan radius panjang,
flanged end (ujung berflensa),welded end (ujung dilas),screwed end
(ujung berulir) dan socket end (ujung bersoket), dengan berbagai

11

material, ketebalan (schedule standard hingga schedule XXS), dan


diameter (1" hingga 42") digunakan untuk membelokkan aliran.

Gambar 2.2 Elbow, untuk membelokkan aliran.

return bend (putar balik) dengan cakupan ukuran sama dengan elbow,
digunakan untuk memutar balik aliran. (ref. inspeksi teknik buku 3)

Gambar 2.3 Return bend, untuk memutar batik aliran

reducer, bentuk konsentrik dan eksentrik, dengan cakupan ukuran


sama dengan elbow, digunakan untuk mengecilkan dan membesarkan
diameter. (ref. inspeksi teknik buku 3)

Gambar 2.4 Reducer, untuk mengecilkan dan membesarkan diameter

tee, dengan cakupan ukuran sama dengan elbow, digunakan untuk


membuat cabang perpipaan. (ref. inspeksi teknik buku 3)

12

Gambar 2.5 Tee, untuk membuat cabang perpipaan

cross, mirip dengan tee hanya kegunaannya untuk membuat


persilangan pipa. (ref. inspeksi teknik buku 3)

Gambar 2.6 Cross, untuk membuat persilangan pipa

y, atau lateral, dengan cakupan ukuran sama dengan elbow, dengan tipe
straight (diameter sama) dan reducing (diameter mengecil), digunakan
untuk membuat cabang pipa bersudut atau untuk memasang saringan
(strainer). (ref. inspeksi teknik buku 3)

Gambar 2.7 Y atau lateral

cap (penutup, mangkuk) dengan berbagai ukuran dan diameter sebagaimana halnya elbow, berfungsi sebagai penutup ujung perpipaan yang
tidak akan dibuka-buka lagi. (ref. inspeksi teknik buku 3)

13

Gambar 2.8 Cap

saddle (pelana), dengan berbagai ukuran dan ketebalan, digunakan


untuk memperkuat cabang pipa/ nozzle. (ref. inspeksi teknik buku 3)

Gambar 2.9 Saddle

let, weldolet (let yang dilas), threadolet (let yang berulir), dan sockolet
(let yang disok), dengan berbagai ukuran, digunakan untuk membentuk
sekaligus memperkuat akar cabang perpipaan dengan ukuran dari 3/8" X
1/8" hingga 36" X 24" X 4". (ref. inspeksi teknik buku 3)

Gambar 2.10 Let

14

2.1.3 FLENSA
Komponen perpipaan yang fungsinya sangat vital, khususnya untuk perpipaan yang mudah dilepas-lepas, adalah flensa (flange). Kata flange berarti
sisi yang menonjol atau juga dikatakan kupingan atau bibir yang dapat diikat
dengan baut. Maksudnya adalah agar potongan pipa yang satu dapat disambung dengan potongan pipa lainnya dan sewaktu-waktu dapat dilepas untuk
maksud-maksud maintenance, dan lain-lain. (ref. inspeksi teknik buku 3)
Jika ditinjau dari bentuk dan fungsinya, flensa dapat dibagi menjadi
beberapa jenis, seperti:

flensa buta, yakni flensa yang tidak berlubang pipa, yang berfungsi
untuk menutup aliran atau tekanan media di dalam pipa. Flensa diikat
dengan baut untuk merapatkan sambungan. Cakupan ukurannya
meliputi pipa diameter 2" hingga 36", dengan serf 150 psi hingga 2500
psi. Flensa ini bermuka menonjol (raised face) untuk pemasangan
gasket. (ref. inspeksi teknik buku 3)

Gambar 2.11 Flensa Buta

flensa lap joint, yakni flensa yang digunakan untuk penyambungan pipa
bertekanan. Tersedia dalam berbagai seri (150 hingga 2500 psi), dan
diameter (dari 3/4" hingga 36"). Flensa ini bermuka datar (flat face).
Pipa berujung flensa dipasang ke dalam flensa lap joint dengan
menyusupkannya ke dalam lubang flensa lap joint, sehingga flensa
ujung pipa terjepit di antara dua flensa lap joint, kemudian gasket
diletakkan di antara kedua flensa ujung pipa tersebut dan kemudian
baut-baut pada flensa lap joint dikencangkan untuk merapatkan
sambungan. (ref. inspeksi teknik buku 3)

15

Gambar 2.12 Flensa lap joint

slip on flange, fungsinya untuk penyambungan pipa bertekanan, dimana dalam penggunaannya pipa disusupkan ke dalam lubang flensa.
Tersedia dalam berbagai seri (150 hingga 2500 psi) dan diameter (dari
3/4" hingga 36"). (ref. inspeksi teknik buku 3)
Pemasangan pipa pada flensa dapat menggunakan las fillet sambungan
overlap, atau sambungan socket las fillet tunggal.

Gambar 2.13 Slip on flange

flensa berulir (threaded atau huh type), bentuknya mirip slip on flange.
hanya cars memasang pipa ke dalamnya menggunakan ulir.Tersedia
dalam berbagai seri (150 hingga 2500 psi), dan diameter (3/4' hingga
24"). Flensa ini bermuka menonjol untuk pemasangan gasket.

Gambar 2.14 Flensa berulir

16

flensa welding neck, digunakan untuk menyambung pipa bertekanan,


dimana pipa dipasang langsung pada leher flensa dan dilas butt
(tumpul) kampuh V tunggal bertembusan penuh (full penetration).
Tersedia dalam berbagai seri (150 hingga 2500 psi) dan diameter (3/4"
hingga 36"). (ref. inspeksi teknik buku 3)

Gambar 2.15 Flensa welding neck

flensa orifice, digunakan disamping menyambung dua bagian pipa juga


sekaligus sebagai terminal pipa instrumentasi yang dipasang ke dalam
bibir flensa menggunakan ulir (tapping). Di antara dua lembar gasket
yang dijepit terdapat pelat yang diberi lubang orifice yang maksudnya
untuk menciptakan perbedaan tekanan (delta pressure) dari media
dalam pipa, yang selanjutnya dimanfaatkan sebagai sarana pengendalian
proses. Terdapat beberapa jenis flensa o r i f i c e seperti welding neck
raised face, welding neck ring joint, slip on raised face, dan threaded
orifice flange. Tersedia dalam berbagai seri (300, 400, 600, 900 dan
1500) dan diameter (dari 1" hingga 42"). (ref. inspeksi teknik buku 3)

17

Gambar 2 .16 Orifice welding neck

Gambar 2.17 Orifice slip on


Ada beberapa jenis muka flensa yang umum digunakan, yakni raised face
(muka menonjol), flat face (muka datar), ring joint (sambungan bercincin),
male & female (jantan dan betina), serta tongue & groove (lidah & alur).

18

Gambar 2.18 Beberapa jenis muka flensa

2.2

Spesifikasi Material Duplex Stainless Steel

Menurut Ralp Davidson yang statementya dipublikasikan di TAPPI Journal 2000,


Volume 83 No 9, Duplex Stainless Steel adalah material logam yang pada
dasarnya sekuat Austenitic Stainless Steel. Sedang grade duplex itu sendiri berada
di posisi menengah antara Carbon Steel dan Austenit .
Untuk pengelasan pada material Duplex ada beberapa masalah yang biasa
dihadapi yakni hot cracking atau keretakan pada logam yang dilas.
Kecendurungan dari hot cracking itu sendiri menimbulkan pengaruh buruk yakni
semakin menguatnya austenitic yang memang sudah dominan hal ini semakin
diperkuat dengan adanya kombinasi ekspansi panas dan konduktivitas panas pada
saat proses pengelasan. Untuk beberapa logam austenitic stainless steel yang

19

umum di pasaran , hot cracking dapat ditekan dengan cara mengatur komposisi
dari logam pengisi untuk menghasilkan ferrite content yang lebih masuk toleransi.
Namun untuk austenitic stainless steel jenis lain yang mengandung nickel,
pengerasan austenitic tidak dapat dihindari . Pada tahap ini harus di atur dengan
cara menurunkan input (low heat input) dan perlu beberapa pass/layer untuk
menghasilkan satu pengelasan.

Duplex Stainless steel pada dasarnya memiliki ketahanan terhadap Hot


cracking sehingga jarang sekali menjadi aspek yang dikawatirkan. Problema yang
umumnya terjadi pada Duplex yakni Zona Rambatan Panas (Heat Affected Zone
HAZ) bukan pada bagian yang dilas. Masalah HAZ bukan berupa keretakan tapi
berupa ketahananya terhadap korosi dan kekerasan material atau retak sesudah
pengelasan. Untuk menghindari masalah ini, Prosedur pengelasan (Welding
Procedure Specification-WPS) harus fokus pada waktu temperature Red Hot
batasan pada prosedur pengelasan adalah dengan mengatur panas yang masuk
(heat input) pada setiap lapisan pengelasan. Dari hasil pengalaman menunjukan
bahwa dengan mengikuti prosedur pengelasan (WPS) secara teknis maupun
ekonomis hasilnya lebih maksimal.

Karakteristik dari pengelasan Duplex Stainless Steel lebih sensitive baik karena
variasi stuktur kimia maupun dari proses pemrosesan daripada logam stainless
biasa. Kondisi metalurgi dari material yang digunakan dalam fabrikasi harus sama
kualitasnya yakni komposisinya harus sama dengan pada waktu pelaksanaan
pembuatan WPS (Welding Procedure Specification).

Bentuk serta dimensi untuk fitting maupun pipa untuk sistem pemipaan dengan
maenggunakan material Duplex Stainless Steel tidak berbeda dengan pipa serta
fitting yang diulas diatas. Namun referensi serta standard yang berlaku untuk
berbeda dengan karbon steel, Berikut ini standard yang digunakan untuk pipa
serta fitting yang menggunakan material duplex stainless steel :
1. Pipe , merujuk ke ASTM A-790 UNS 31803 SMLS per NACE MR-01-75

20

2. Fittings (Equal Tee, Cap, Reducer), merujuk ke ASTM A-815 UNS 31803
per NACE MR-01-75.
3. Flensa, merujuk ke ASTM A-182 F.51 Per Nace MR-01-75.

21

BAB III
METODOLOGI
3.1 Metodologi Penelitian
Setiap usaha dalam pemecahan masalah dalam suatu penelitian
diperlukan

adanya

informasi

mengenai

faktor-faktor

yang

berpengaruh dan berkaitan langsung secara sistematis, agar upaya


yang dilakukan didalam penelitian tersebut dapat menghasiikan
suatu bentuk pemecahan masalah yang terintegrasi, menuju pada
suatu tujuan, yaitu memberikan jawaban atau pemecahan atas
perumusan masalah.
Keberhasilan suatu penelitian sangat ditentukan oleh langkahlangkah penelitian yang baik dan jelas, sehingga dengan mudah pula
dapat diketahui langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk
Iebih memudahkan proses pencapaian tujuan dari penelitian ini.
Dalam kaitan ini, metodologi penelitian dirumuskan cenderung
mengarah

kepada

kerangka

penulis

dalam

memecahkan

permasalahan pada penelitian ini.


Adapun langkah-langkah dalam melakukan penelitian dibagi menjadi
enam tahap, yaitu:
1.

Identifikasi masalah

2.

Tujuan penelitian

3.

Studi pendahuluan

4.

Pengumpulan data

5.

Pengolahan data

6.

Analisis & KesimpuIan

22

Awal

Identifikasi masalah

Tujuan Penelitian

Studi pendahuluan

Studi lapangan

Studi pustaka

Pengumpulan data

Pengolahan data

Analisa pemecahan Masalah

Kesimpulan dan saran

selesai

Gambar 3.1 langkah-langkah dalam melakukan penelitian.

23

3.1.1 Identifikasi Masalah


Dalam indutri migas persaingan dalam merebut pasar atau
konsumen sangat berat, maka dari pihak perusahaan dituntut untuk
menciptakan suatu sistem pengendalian kualitas manufaktur yang optimal
serta dapat dihandalkan dengan mempertimbangkan dan memanfaatkan
sumberdaya yang dimiliki. Faktor-faktor yang berpengaruh dan terkait.
serta

memperhatikan keterbatasan-keterbatasan yang ada sehingga

memungkinkan rencana dan tujuan perusahaan dapat terlaksana dengan


maksimal.
3.1.2 Tujuan Penetitian
Tujuan penelitian adalah untuk melihat masalah yang sebenarnya
terjadi dan dihadapi dalam suatu industri pabrikasi, seperti kemungkinan
nilai penjualan yang terus meningkat, ditambah dengan tuntutan
kemampuan untuk bersaing dengan produksi dari perusahaan lainnya. Dan
juga produksi dari segi kualitas produk yang dihasilkan juga perlu
ditingkatkan.
3.1.3 Studi Pendahuluan
Sebelum kegiatan dimulai, studi pendahuluan merupakan dasar dan
tahap awal untuk melakukan proses penelitian. Studi pendahuluan ini
didukung oleh dua kegiatan, yaitu:
1. Studi Pustaka
Yaitu studi yang mendukung dan berkaitan dengan teori-teori yang akan
digunakan dalam proses pemecahan masalah. studi pustaka ini dilakukan
bersamaan pada saat penelitian, hal ini mempunya tujuan agar dalam
proses pemecahan masalah tidak hanya berdasarkan situasi dan kondisi
perusahaan tetapi juga didukung oleh teori-teori yang terkait.
2. Studi Lapangan
Yaitu suatu studi untuk mencari keterangan, data, atau informasi yang
akurat tentang gambaran umum perusahaan , dengan cara melakukan
pengamatan langsung kelokasi lapangan tersebut.

24

3.1.4 Pengumpulan Data


Pengumpulan data sangat diperlukan untuk mencapai tujuan penelitian.
Adapun data yang dikumpulkan terdiri dari dua bagian yaitu data tentang
gambaran umum perusahaan dan data khusus pengolahan data.
3.1.5 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan sebagai bahan dasar untuk melakukan analisa
untuk memecahkan masalah yang timbul, berkaitan dengan masalah kualitas.
Sehingga pekerjaan dapat lebih baik dan optimal pada masa yang akan
datang. Pengolahan data kali ini mengenai proses quality control pada
pabrikasi jalur pipa.
Proses quality control yang dilakukan adalah untuk hasil pengelasan pada
sambungan pipa yang dipabrikasi oleh PT. Gearindo Prakarsa dengan
mengolah data dari hasil NDT (Non Destructive Test). Pada bulan november
dan desember 2006. Pengambilan data dilakukan pada divisi quality control.
3.1.6 Analisa dan Kesimpulan
Pada tahap ini dilakukan analisis dari pengumpulan data dan pengolahan
data yang telah dilakukan dan menyimpulkan serta m e mberikan gagasangagasan baru didalam upaya menambah kinerja perusahaan yang
bersangkutan.

3.2

Prosedur Fabrikasi dan Pengelasan

3.2.1 Umum
Fabrikasi perpipaan (piping), pengelasan (termasuk pengelasan
support untuk pipa), inspeksi, pengetesan, dan perlakuan panas mengacu
pada spesifikasi perusahaan kami dan ASME B31.3, tentang perpipaan.
Semua detail dan sertifikat dari bermacam-macam teknik pengelasan
diserahkan kepada manajer proyek untuk disahkan.
Juru las harus dikualifikasi dahulu sesuai teknik pengelasannya yang
tertera dalam sertifikat migasnya mengacu pada ASME section IX. Hasil
kualifikasi diserahkan kepada manajer proyek untuk disahkan.

25

Penekukan panas dan dingin diperbolehakan dengan mengikuti


persyaratan yang ada. Karbon steel tidak boleh dipanaskan antara 1200 F
1600 F dan penekukan pada suhu antara 400 F - 800 F tidak dapat
dilakukan. Stainless steel tidak boleh dipanaskan antara 1000 F 1700 F.

3.2.2

Prosedur dan proses pengelasan dengan Menggunakan Material


Duplex Stainless Steel.

Persiapan Joint/Proses Beveling.


Proses beveling akan sangat diperlukan pada saat memulai proses
pengelasan. Single sided joint atau sambungan dengan satu sisi
memerlukan open root gap atau ruang di dasar area pengelasan yang
mencukupi untuk logam pengisi. Kondisi persiapan daerah pengelasan
akan bergantung pada ketebalan material, sebagai berikut :

26

Metoda Pengelasan
a. Gas Tungsten Arc Welding (GTAW/TIG)
Gas tungsten arc welding (GTAW) seringkali disebut sebagai pengelasan
Tungsten Inert Gas (TIG)., metode ini sangat sering dipakai untuk
pengelasan secara manual untuk material yang memiliki ketebalan
dibawah 12 mm, metoda ini bisa juga di design secara otomatis dengan
menggunakan mesin, namun akan sangat tidak ekonomis karena
memerlukan banyak alat pendukung. Prosedur pengelasan denan memakai
metoda GTAW sangat ideal untuk perbaikan cacat las dan finishing
pengelasan.
Peralatan
GTAW adalah metoda pengelasan yang sangat baik, didukung dengan arus
yang konstan dan frekuensi yang stabil pada saat awal penyalaan.
Pengelasan GTAW harus diaplikasikan dengan mesin las yang memiliki
arus searah (DCSP). Elektrode yang dipakai harus mengandung 2 %
tungsten ( Spesifikasi AWS 5.12 , Klasifikasi EWTH-2).

Pengaturan

busur las dapat dilakukan dengan cara menggerinda ujung elektroda agar
dapat runcing dengan sudut antara 30 hingga 60 derajat dan sedikit peat
atau rata di bagian ujungnya.

Logam Pengisi.
Hampir semua logam pengisi pada duplex stainless steel dibuat sama
dengan dengan logam dasarnya. Namun pada dasarnya semua logam
pengisi memiliki kandungan nickel 2 hingga 4% lebih banyak dari
materialnya. Kandungan nitrogen pada logam pengisi lebih sedikit dari
logam dasar.

27

Gas Pelindung
Dalam pengelasan menggunakan metoda GTAW , gas pelindung
diperlukan untuk melindungi kolam lasan dari oksidasi dan kontaminasi
dari udara sekitar. Perlindungan dengan metoda ini dapat diraih dan
dicapai dengan menggunakan argon dengan tingkat kemurnian sebesar
99.95% . Perlu dipastikan bahwa gas pelindung harus benar-benar bersih,
kering, tidak bocor dan aliran dari gas itu sendiri harus lancar serta
sempurna dalam menutupi busur las sehingga tidak ada udara yang dapat
masuk. Argon harus beberapa detik mengalir sebelum busur gas menyala,
sesudah busur las matipun gas argon juga harus tetap mengalir dan
bertahan beberapa detik.
Tambahan oksigen dan karbondioksida ke dalam pelindung (shielding)
harus dihindari karena akan mengurangi kemampuan korosifnya. Hidrogen
tidak boleh digunakan sebagai gas pelindung karena hydrogen
menyebabkan fase ferit dari duplex stainless steel menjadi retak.

Teknik Dan Parameter


Material Duplex stainless steel memerlukan kekonsistensian pada
persiapan sebelum pengelasan, penyetelan dan spasi dari pengelasan. Lain
halnya dengan pengelasan logam stainless biasa dimana seorang juru las
bisa memainkan teknik dan kemampuanya untuk mengatasi adanya
defisiensi pada area pengelasan. Hal tersebut tidak bisa diaplikasikan ke
pengelasan duplex karena akan menambah waktu pengelasan dan
menaikkan temperature.
Busur las tidak diperkenankan di luar daerah pengelasan karena akan
mengakibatkan suatu titik yang sangat tinggi kadar feritnya dan
memungkinkan hilangnya kemampuan korosif .

Jadi awal pengelasan

harus diambil dari area lasan itu bukan dari area lain.
Tack weld harus dilakukan dengan bantuan gas pelindung, sesudah baji
terpasang , tack weld harus disingkirkan pada waktu pengelasan root
dengan cara digerinda atau dengan cara satu demi satu tack disingkirkan

28

sebelum pengelasan root. Lebar dari celah las juga harus dijaga agar heat
input tetap konsisten . Awal dan akhir dari pengelasan root juga harus
digerinda sebelum aplikasi filler. Benda kerja harus dijaga agar tetap
dingin dan berada di bawah suhu 150 Deg C (300 Deg F) dari lapis ke
lapis untuk menjaga HAZ di setiap lapis pengelasan.
Untuk GTAW, logam pengisi (filler metal) untuk pengelasan pada
material duplex stainless steel memiliki karakter yang sama dengan benda
kerja. Kawat las harus benar benar bersih dan kering dan harus tersimpan
rapat di kotak pembungkus hingga saatnya dipakai. Hasil pengelasan yang
maksimal akan mudah dicapai pada saat posisi mendatar. Busur api harus
dijaga sedekat mungkin , untuk mencegah masuknya udara ke dalam
lapisan gas pelindung.
Ada beberapa pendapat tentang skala heat input yang berdasar pada
ketebalan material dan joint design.
Heat input berkisar antara 0,5 2,5 KJ/mm (15 hingga 65 KJ/Inch) dan
dapat dihitung dengan formula di bawah ini :
Heat Input = (V x A x 60 ) / (S x 1000)
Dimana V = Voltage (Volts)
A = Current (Ampere)
S = Travel speed (in./min)
Proses GTAW jika dilakukan dengan cara tepat, dijaga lapisan gas
pelindungnya dengan memastikan aliran argon yang sesuai dan diatur
waktunya dengan memastikan bahwa pengelasan dilakukan pada
temperature yang masuk toleransi akan menghasilkan hasil yang sangat
baik , kokoh dan memiliki sifat tahan terhadap karat. Oleh karena itu
GTAW biasa digunakan sebagai pendukung untuk fabrikasi besar dan
menggunakan banyak metoda untuk pengelasan.

Gas Metal Arc Welding (GMAW/MIG)


GMAW atau biasa disebut juga Pengelasan MIG, biasa diaplikasikan pada
pengelasan dalam jumlah besar karena dari sisi ekonomis paling

29

menguntungkan. GMAW bisa di atur dengan cara otomatis. Pada dasarnya


untuk pengelasan jenis ini masih memerlukan pengelasan jenis GTAW
sebagai pendukung utamanya.

Peralatan
GMAW memerlukan peralatan khusus, arus yang dipakai adalah DCRP
(Dirrect Current Reverse Polarity).

Short- Circuiting Transfer


Metode ini memerlukan slope yang berbeda, biasanya diaplikasikan untuk
material yang memiliki ketebalan diatas 3 mm (1/8 Inch).

Metode

pengelasan seperti ini pula akan menimbulkan efek heat input yang lebih
rendah.

Logam Pengisi
GMAW Menggunakan konsumable berupa elektroda berupa gulungan
kawat yang panjang dan berkesinambungan (roll) yang akan dihubungkan
ke torch (penala) yang akan di lelehkan sebagai bahan pengisi secara
otomatis.

Pelindung (Shielding)
Pemilihan gas pelindung untuk GMAW lebih kompleks daripada GTAW
dan sangat bergantung ke persiapan fabricator dengan cara melaukan
pemesanan jauh jauh hari karena gas pelindung GMAW memiliki batasan
kemurnian argon sekitar 80 % argon dengan penambahan helium,
nitrogent dan oksigen untuk meningkatkan kemudahan logam pengisi
menyatu dengan logam dasar (logam dasar). Kecepatan aliran (flow rate)
berdasar pada transfer mode, travel speed, dan diameter kawat namun pada
umunya berada di kisaran 12-16 1/min (0,4 0,6 cfm) for 1 to 1.6 mm
(0,035 to 0,063 inch) diameter kawat.

30

Teknik dan Parameter.

Parameter pengelasan dirangkum di table 15.


Short-Circuiting Arc Transfer
Weld Wire Diameter

Current

Voltage

mm

Inch

ampere

Volts

1.0

0.035

90-120

19-21

1.2

0.045

110-140

20-22

1.0

0.035

170-200

26

1.2

0.045

210-280

29

1.6

0.063

270-330

30

Spray Arc Transfer

Table 15: Tipikal parameter dari welding (GMAW) untuk Pengelasan


Duplex Stainlees Steel dengan variasi diameter kawat. (Sumber :
AvestaPolarit)

Arc Strike yang dilakukan di area di luar daerah pengelasan sangat tidak
dianjurkan karena akan mempengaruhi kadar ferrite content dan korosi.
Arc Strike selayaknya dilakukan di daerah pengelasan dan kemudian
dihilangkan dengan cara di gerinda.

Tack weld dilakukan dengan pengelasan menggunakan pelindung gas.


Tack weld tidak diperkenankan pada saat root pass. Idealnya untuk
mencegah retak pada root pass dikarenakan tack weld , Pengelasan root
pass sebaiknya dilakukan dengan interval waktu , ada jeda dan tack weld
juga harus digerinda. Lebar root gap juga harus selalu dijaga untuk
memastikan konsistensi heat input pada sat pengelasan root pass . Pada
saat memulai dan mengakhiri pengelasan root pass harus digerinda terutam
pada saat akan memulai filler passes. Benda kerja yang akan dilas harus

31

berkurang temperaturnya di kisaran 150 Deg C(300 DegF) dan selalu


dijaga lapis per lapis untuk menghindari HAZ.
Kawat yang biasa digunakan adalah kawat yang berukuran 1.6, 2.4 dan 3.2
mm (1/16, 3/32 , dan 1/8 inch). Kawat pengisi harus bersih dan kering.
Hasil terbaik akan dicapai pada saat di posisi mendatar. Torch harus dijaga
sedekat mungkin keposisi vertical untuk meminimalkan masuknya udara
ke lapisan pelindung gas.

Shielded Metal Arc Welding (SMAW/ Stick Electrode)


Shielded Metal Arc Welding biasa dinamakan pengelasan stick adalah
metoda pengelasan yang paling mudah diadaptasikan ke bidang
pengelasan yang cukup kompleks dan tingkata kesulitan yang tinggi,
selain itu SMAW banyak digunakan karena dapat mengefisiensikan biaya
terutama pada saat proyek structure skala besar.

Peralatan
Peralatan yang diperlukan untuk pengelasan SMAW adalah Catu daya
yang

konstan,

SMAW

dilaksanakan

dengan

menggunakan

arus

DCRP(Dirrect Current Reverse Polarity), electrode postif.

3.2.3

Kontur pengelasan dan Finishing


Alur dari pengelasan keliling harus terlebur secara sempurna di sisi
bevel untuk meminimalkan cacat hasil pengelasaan. Kotoran dari hasil
pengelasan harus dibuang dari alur lasan sebelum melanjutkan pengelasan
kembali, dan juga dari permukaan lasan yang sudah selesai dilas.
Penguatan hasil lasan dan finishing mengacu pada aturan yang
berlaku.

3.2.4

Perlakuan panas
a.

Proteksi pada permukaan

32

Permukaan yang dibuat dengan proses mesin akan di lindungi dengan


cat tertentu atau kompon untuk melindungi dari kerusakan selama
proses perlakuan panas (heat treatment).
b.

Penyangga (Support)
Selama proses Heat treatment, pipa harus di beri penyangga agar
meminimalkan dari pembengkokan material dan penyimpangan
lainnya.

c.

Temperatur Preheating
Batas minimal temperatur Pre-heat untuk pemotongan, pengelasan
mengacu pada ANSI B31.3.

3.2.5

Piping Bonding ( pabrikasi/perakitan pipa )


Piping dan fittings dirancang, dibuat dan diinstall mengacu ke ANSI
B31.3, kecuali dibahas di tempat lain di (dalam) Spesifikasi ini. Semua
pembuatan dan instalasi pipa harus sesuai dengan rekomendasi pabrikan
pipa.

3.2.6

Toleransi Pabrikasi
Toleransi

pabrikasi

dijelaskan

oleh

Asme

B31.3

dengan

penambahan toleransi yang mematuhi Catatan Apendix A.

3.3

INSTALASI PIPA DAN PERALATAN PENUNJANG

3.3.1

Supports (Penyangga)
Supports untuk Pipa dan pengelasannya untuk komponen piping
akan dilas mengacu pada prosedur pengelasan yang digunakan untuk
pemasangan sekelas/setingkat pipa.
Semua peralatan pabrikasi dan supports untuk Pipa mempunyai
persiapan mengelas menurut ASME B31.3.
Pemborong akan menginstal semua alat pendukungan, pondasi,
pemandu dan alat pendukung tambahan lainnya menurut detail yang
digambarkan pada gambar pabrikasi.

33

Pemborong akan memastikan bahwa semua pipa cukup dan pipapipa penyangga tambahan untuk membantu proses pabrikasi yang tidak
ditunjukkan pada gambar harus disetujui oleh perusahaan pemesan.
Penggunaan alat pendukungan temporer selama instalasi peralatan
akan menjadi keputusan manager proyek. Semua pendukungan temporer
akan dipindahkan setelah pabrikasi selesai.
Lokasi pipework akan didukung sesuai rancang-bangun baku
dengan menghitung penempatan pipe support dengan tujuan untuk
mencegah pembengkokkan dan tekanan berlebihan .
Jarak maksimum yang ditunjukkan di bawah mengumpamakan pipa
penuh dengan air pada 68oF untuk digunakan sebagai pemandu:
Nominal

Pipe

(Inch)

Size

Maximum Support Spacing (Feet)


Steel Pipe

Cu Ni Pipe

GRE M7000

10

11

13

10

18

10

12

20

12

13

23

15

15

28

17

17

10

30

20

19

12

33

20

21

14

33

22

16

34

23

18

36

25

34

20

38

26

24

40

28

Tabel 3.1 Tinggi maximum dari penyangga


3.3.2 Piping Erection ( pemasangan pipa )
Sebelum perakitan semua pemasangan jalur pipa akan secara penuh
dicat sesuai spesifikasi perusahaan, pengecatan dan protective coating
spesifikasi, dengan pengelasan dilapangan . Pipa harus bebas dari semua
karat, tack weld, oli, gemuk sebelum perakitan. Tiap-Tiap tindakan
pencegahan akan diambil selama pemasangan untuk mencegah benda
asing dari luar memasuki piping system . cover pelindung tidak akan
dipindahkan sampai perakitan berakhir. Pengelasan dilapangan (field
weld) dilakukan setelah permukaan yang akan dilas telah bersih dari
kotoran atau benda lain yang mengganggu proses mengelas sesuai dengan
spesifikasi perusahaan.
Rantai tidak akan digunakan untuk penyetelan pipa, valve atau yang
berhubungan dengan assesories pipa. Ketika pengangkatan hanya
menjamin tali atau tali gantungan (web sling) yang akan digunakan.
Semua pemasangn jalur pipa akan diinstall sesuai gambar yang telah
disetujui oleh perusahaan pemesan.
Modifikasi untuk menyalurkan lewat pipa penaklukan mungkin
perlu untuk menghindari gangguan campur tangan. modifikasi seperti itu
akan dilakukan atas persetujuan oleh Manager proyek. Pemborong akan
melaksanakan modifikasi dengan cekatan dan rapi. Hasil Modifikasi akan
dicatat dalam as-built record drawings. Pemborong akan memperbaharui
gambar pekerjaan yang sesuai kenyataan untuk laporan ke perusahaan
pemesan.
Pemaksaan dalam pemasangan jalur pipa untuk kepentingan
perbaikan sambungan tidak diijinkan kecuali jika ditetapkan pada gambar.
Valve dan komponen berat akan terus menerus dijaga atau disimpan
untuk mencegah tenaga putaran berlebihan, pembengkokkan dan bentuk

35

kerusakan lainnya ketika dalam pengiriman bersamaan dengan piping


system lainnya.
Penting bagi pipa hasil pabrikasi untuk dipisahkan dari pipe support,
dengan memberikan bantalan ke pipa untuk mencegah kerusakan.
Pemborong

akan

menghubungi

perusahaan

pemesan

untuk

persetujuan rencana sket pantas menyangkut lokasi pemasangan pipa dan


menunjukkan kegunaan pipa tersebut.
3.3.3

Connections to Equipment ( penyambungan pada peralatan )


Pemasangn jalur pipa akan membantu dan menjadi pendukung di dalam
suatu system peralatan seperti kompresor, mesin, pompa, dan heat
exchangers. prosedur yang berikut akan menjelaskan:
a.

Setelah peralatan telah menetapkan pipa akan [menjadi] dihubungkan


kepada peralatan tanpa membuat koneksi atau pengikatan ke flens.

b. flat face flanges dan full face flange gasket akan digunakan pada
pemasangn jalur pipa yang menghubungkan ke peralatan dengan flat
face flanges.
c.

Flenges akan dicek untuk memastikan bahwa tidak ada benda asing
dalam peralatan tersebut. Jika pipa tidak benar-benar sejajar, akan
dipindahkan dan diperbaiki kembali. Koreksi kelurusan tidak akan
dilakukan selagi pipa dihubungkan kepada peralatan utama.
Pemanasan dalam pemasangan jalur pipa untuk mengoreksi
misalignment tidak akan diijinkan.
Prosedur Yang berikut akan dilakukan untuk kelurusan flens ke

rotating equipment (peralatan yang bekerja dengan putaran):


a.

mensejajarkan pipework ke peralatan utama, mengacu kepada


toleransi dari pabrikan. Lakukanlah penyesuaian terhadap pipe
support jika perlu.

b. muka flanges untuk flanges di jalur pipa ke peralatan utama harus


berada sejajar dengantoleransi 1/16 inci mengacu pada titik tengah
diameternya.

36

c.

pengikatan antar flanges pipa dan flanges peralatan utama dengan


menggunakan baut (stud bolt). Torsi dari pengencangannya mengacu
pada tegangan yang ditetapkan dari pabrikan.

d. memeriksa kesejajaran kopling selama pemasangan baut dan


pengencangan antara flanges pipa dan flanges dari peralatan utama.
Pengencangan berlebihan terhadap flanges tidak mempengaruhi
proses pensejajaran antara kedua kopling.
e.
3.3.4

Cek settingan dari pipe support.

Flange Connections ( pemasangan antar flanges )


Flange connections shall be made up as follows:

Bersihkan pelumas / lemak bersifat melindungi dari muka flanges


tempat gasket berada dan posisi dimana baut di pasang. Muka antar
flange harus pararel dan sejajar baik horizontal dan vertical. Posisikan
gasket dan menginstal baut dan mur lalu di kencangkan.

Semua baut untuk koneksi flange memerlukan perhatian lebih dalam


perakitan untuk memastikan seragam pada permukaan yang memuat
gasket. Selain itu dalam pemasangan kedua flange, apabila terdapat
kotoran dimuka flange atau goresan yang dalam mengenai muka flange
maka akan dicopot dan diperbaiki dengan mengganti flange dengan
yang baru.

Alat penunjang untuk melakukan penyatuan di flange, gauge antara


flange, kunci torsi. Alat tersebut sangat penting untuk mensejajarkan
kedua flange tersebut, dan jangan memasang gasket terlebih dahulu.
Masukkan baut ke semua lubang flange dengan tangan dahulu, setelah
itu baru masukkan mur yang berlawanan dan kemudian dikencangkan
dengan kunci torsi.
Semua sambungan flanged harus dikencangkan seluruhnya dan

pengencangannya tidak melebihi batas yang diberikan oleh pabrikan.

37

3.3.5 Valves ( katup )


Valve akan diinstall dengan tuas mengarah tegak lurus atas atau
yang di jelaskan pada gambar. Split disk Wafer tipe check valve akan
dipasang dengan shaft pada posisi vertikal.
Semua valve, termasuk mengendalikan atau menutup valve, akan
diinstall di dalam orientasi yang benar terhadap aliran. Di mana jika
instalasi salah, maka valve akan di bongkar dan diperbaiki lagi arahnya,
dioperiksa dan dengan tepat memposisikan biaya ditanggung oleh
Pemborong.
3.3.6

Insulation ( isolasi pada pengepakan )


piping, valve dan peralatan yang berhubungan, juga fittings untuk
penyekatan / isolasi mengacu pada standar spesifikasi piping, dan
peralatan penyekatan / isolasi perusahaan pemesan.

3.3.7

Gasket
Pemborong harus memastikan bahwa material gasket yang kan
dipakai adalah material yang benar dan ketebalannya. Seperti spesifikasi
yang ada dalam spesifikasi desain dan material dalam gambar pemipaan.
Kepedulian akan diambil untuk memastikan bahwa gasket dan muka
flens bersih, bagus dan bebas dari cacat. Pemborong akan memastikan
bahwa gasket tidak tertindih benda apapun.
Sambungan gasket dan gasket ring tidak boleh digunakan lagi
setelah dibuka dari sambungan flange.

3.3.8

Bolting ( mur dan baut )


Pemborong harus memastikan bahwa ukuran mur dan baut yang
akan dipakai adalah benar dan material juga benar. Seperti spesifikasi
yang ada dalam spesifikasi desain dan material dalam gambar pemipaan.
Semua baut yang masuk ke lubang flanges harus bebas bergerak
tanpa terhambat apapun.
Pemborong bertanggung jawab untuk semua ukuran torsi pengencangan
baut dan aplikasi lainnya yang berhubungan dengan ukuran pengencangan
baut.

38

Untuk penggabungan flange, ukuran tekanan kelas 600 ke atas.


Dimana flange tersebut di sambungkan satu dengan yang lainnya, lalu di
hidrotest, baut dibuka dan dikencangkan lagi, pengencangan dengan
menggunakan baut, dan sudah menjalani uji tekanan dengan menggunakan
media air, baut yang akan digunakan lagi tidak dianjurkan untuk menjalani
pengencangan lebih dari 80% dari maksimal pengencangan yang
ditetapkan oleh pabrikan.
Sebagai alternatif, kontarktor menyiapkan mur dan baut khusus
untuk pengetesan hydrotest. Setelah selasai melakukan hydrotest maka
untuk instalasi digunakan mur dan baut yang baru sesuai dengan
spesifikasi yang ada dalam gambar.
Pengencangan mur dan baut dengan sistim hydrolik, harus melalui
persetujuan perusahaan pemesan. Alat tersebut digunakan untuk baut
diameter 1 keatas.baut yang dipakai harus lebih panjang dari yang
standar, dan dilengkapi dengan pelindung ulir.
3.3.9

Workmanship ( jadwal pekerja )


Pengaturan pekerja dengan sistim ship bergantung pada spesifikasi
dari perusahaan dan toleransi pabrikasi yang mengacu pada appendix A,
dengan mengikuti syarat-syarat tambahan sebagai berikut:.
Pembersihan harus dilakukan dengan cara tidak merusak atau
mengkontaminasi hasil pengelasan atau sambungan dengan base plate.
Pembersihan

kembali

dilakukan

setelah

selesai

melakukan

pengelasan. Potongan metal, tangkai kawat las, spater (kotoran setelah


pengelasan), dan material asing harus di pindahkan dari peralatan atau
pipa.
3.3.10 Persyaratan Untuk Vendor and Dokumentasi
Aturan kepada penjual (vendor) harus mengacu pada spesifikasi dari
perusahaan pemesan, dan juga tentang dokumentasi dari penjual (vendor).

3.4

WPS (Welding Prosedur Spesification)


Pengelasan produksi baru boleh dilaksanakan apabila rekayasa

39

sambungan las telah memiliki spesifikasi prosedur las (WPS =welding


procedure specification) yang teruji melalui rekaman kualifikasi prosedur
(PQR = procedure qualification record).
Apabila pengelasan pipa tidak didasari atas persyaratan tersebut di
atas, maka jelas fabrikasi pipa tidak memenuhi standar internasional
(ASME IX, AWS Dl.l, ANSI B 31.3, B 31.4, B 31.8, API 1104 atau 5L).
WPS dapat disiapkan oleh pihak fabrikator, namun pengujiannya
hams oleh pihak ketiga yang berwenang. Berikut ini dapat dilihat contoh
dari suatu WPS dan PQR pendukungnya serta basil pengujian juru las
yang direkam dalam rekaman uji kinerja juru las (welder performance test
record) serta sertilikat kompetensi juru las.
Di dalam pengelasan pipa terdapat ketentuan-ketentuan yang harus
ditaati, seperti jenis dan ukuran cacat las yang dapat diterima, sistem
identifikasi juru las dan nomor sambungan las, bentuk desain kampuh
yang telah disepakati secara internasional, sistem pengujian yang
ditentukan, perlakuan panas yang diperlukan untuk bahan dan ketebalan
material tertentu, serta bahan las yang sesuai (compatible).

3.5 NON DESCTRUCTIVE INSPECTION (N.D.E)


Uji tanpa rusak atau lazim disebut NON DESTRUCTIVE TEST
(N.D.T), adalah sarana penunjang yang sangat diandalkan oleh kegiatan
pengendalian dan pemastian mutu (quality control and quality assurance),
sebagai sarana untuk mendapatkan data dari ukuran / dimensi objek inspeksi
maupun jenis, bentuk. dan lokasi non konformasi yang terdapat pada objek
inspeksi tersebut.
Karena jenisnya yang beragam dan tingkat kesulitan interpretasinya
yang tinggi, diperlukan seseorang yang sangat ahli dalam pelaksanaan NDT
ini (NDT Inspector), yang untuk itu diperlukan kualifikasi kompetensi yang
berjenjang mulai dari level 1 hingga level 3 yang tertinggi. Beberapa macam
tipe NDT,adalah sebagai berikut:

Radiografi

40

Ultrasonik

Magnetic particle

Dye/ liquid penetration

Eddy current

Electro magnetic sorting -

Neutron radiografi

Optical & acoustic holografi

Acoustic emission

Microwave inspection

Hardness test

Leak test

Spark test

Chemical spot check

Ferrite Content Test

Positive Material Identification

Penulis akan berupaya menjelaskan prinsip maupun maksud dan tujuan


pelaksanaan inspeksi NDT (Non Destructive Test). dengan menggunakan
peralatan tersebut di alas dalam batas kemampuan dan pengalaman yang ada.
Berikut adalah NDT yang sering digunakan didalam proses pabrikasi:

3.5.1 INSPEKSI CAIRAN PERESAP ( LIQUID PENETRANT


INSPECTION )
3.5.1.1 Prinsip
Prinsip inspeksi dengan menggunakan cairan peresap adalah:
membersihkan permukaan yang akan diselidiki dengan membuang kerak
dan kotoran lainnya pada permukaan yang akan dideteksi kemudian
menyemprotkan zat pelarut lemak / minyak dan mengeringkannya.
Selanjutnya menyemprotkan cairan berwarna yang mempunyai daya
resap (penetrasi) sangat tinggi yang lazim disebut "dye", pada permukaan
yang bersih tadi dan membiarkannya untuk beberapa saat guna

41

memberikan kesempatan bagi cairan tersebut untuk meresap ke celahcelah retak terbuka atau poripori kekeroposan (porosity), kemudian
membasuh permukaan yang tersemprot dye. tadi dengan cairan pelarut
(cleaner) dan membiarkannya hingga beberapa saat untuk tuemberikan
kesempatan cairan di permukaan mengering, selanjutnya meyemprotkan
cairan yang mengandung kapur yang memiliki daya serap (absorpsi)
yang tinggi. Cairan dye, yang meresap ke celah-celah tadi, yang
walaupun sudah agak lama masih dalam keadaan basah karena tidak
mengalami penguapan (evaporasi), akan terserap ke atas oleh serbuk
kapur, sehingga kapur yang semula berwarna putih hersih akan temoda
oleh zat pewarna dalam dye tali. Konfigurasi noda tadi menggambarkan
keberadaan, jenis, dan bentuk non konformasi yang terhuka di
permukaan. Makin lebar noda yang terjadi menunjukkan makin
banyaknya cairan yang terserap, yang herarti pula makin hesar / dalant
non konformasi yang terdeteksi tersebut.
Untuk pendeteksian n.c yang lebih rinci dan akurat, digunakan jenis
penetrant yang bersinar di tempat gelap (fluorescent). Untuk membacanya
digunakan sinar ultra violet yang lazim disebut black light atau sinar
hitam. Fluorescent dye yang terkena sinar ultraviolet akan tampak
cemerlang di kegelapan dan menunjukkan secara sangat rind bentuk non
konformasi hingga ke cabang dan akarnya.
3.5.1.2 Maksud dan Tujuan
Jenis inspeksi NDT (Non Destructive Test). ini dimaksudkan untuk
mengungkap (reveal), jenisjenis non konfornasi yang terbuka ke
permukaan seperti retak (crack), lipatan (seam.), kekeroposan (porosity),
lapisan (fold atau lap) dan inklusi terak (slag) atau benda asing lainnya.

42

Gambar 3.2 a. crack, b. seam, c. fold, d. porosity, e. slag inclusion

Tujuannya adalah, setelah cacat atau non konformasi tersebut


diperbaiki, menghasilkan permukaan benda objek inspeksi yang bebas
cacat, sekaligus mencegah terjadinya perkembangan cacat tersebut menjadi
penyebab kerusakan yang lebib serius.
Di bawah ini digambarkan secara skematis tahap-tahap pengujian dengan cairan peresap:
1) Tahap pembersihan awal
Terdapat tiga metode pembersihan, yakni:

43

Gambar 3.3 Metode Pembersihan


2) Tahap aplikasi baban peresap (penetrant) Terdapat dua
kelompok zat peresap, yakni:

Gambar 3.4 Dua Kelompok Zat Peresap

44

Setelah zat peresap disemprotkan, dilunggu beberapa saat (dwell


time) secukupnya untuk memberikan waktu bagi zat tersebut untuk
meresap ke dalam celah-celah non konformasi yang terbuka di permukaan.
Sebaiknya dwell time sesuai dengan saran pihak pabrik pembuat zat
peresap (penetrant). Dwell time berlebihan dapat menyebabkan keringnya
zat peresap di dalam eelab-celah non konformasi.
Penyemprotan tergantung pada suhu dan kondisi permukaan uji. Suhu
hiasanya herkisar antara 50 hingga 100F (10 hingga 38C). Jika suhu lebih
tinggi dari batasan tersebut di alas, hares terlebih dahulu diadakan
kualifikasi prosedur dengan menggunakan bahan, jenis carat dan suhu permukaan yang disimulasikan. Cacat dapat sesungguhnya ataupun buatan.
Prosedur ini hares disetujui oleh pihak pemilik.(ASME V Par. 10.2)
Penyemprotan dapat dilaksanakan dengan cara biasa (portable
aerosol) atau menggunakan piranti elektromagnetik untuk mencegah
penyemprotan berlebihan.

3.5.2 FERRITE CONTENT TEST


3.5.2.1 Umum
Ferrite content Test adalah salah satu pengujian yang wajib dilakukan
pada saat pengelasan dengan menggunakan material Duplex Stainlees Steel.
Dengan pengujian ini maka kita dapat mengetahui kadar atau kandungan
ferrite logam hasil pengelasan. Jika menggunakan pengelasan dengan
metoda GTAW maka hasil Ferrite cenderung tinggi , berkisar diantara angka
40 60 ferrite persen, namun jika menggunakan metoda SMAW maka hasil
lasan cenderung lebih sabil dan aman, berada di angka 20 35 ferrite
persen. Ferrite Test menggunakan alat ferrite Scope yang telah dikalibrasi.

3.5.3 RADIOGRAFI
Radiografi adalah salah satu uji tanpa merusak yang menggunakan
sinar x atau sinar y yang mampu menembus hampir semua logam kecuali

45

timbal dan material padat lainnya sehingga dapat digunakan untuk


mengungkap cacat atau ketidaksesuaian di balik dinding metal atau di
dalam bahan metal itu sendiri.
Di dalam pengelasan, radiografi merupakan faktor penting untuk menentukan mutu internalnya secara cepat sebelum melangkah ke jenis uji
mutu lainnya seperti uji merusak, uji etsa, uji kekerasan dan uji tanpa merusak lainnya jika ditentukan.
Di samping kelebihan uji radiografi, terdapat pula kerugian penggunaannya, yakni radiasi dari sinar x atau y yang berbahaya bagi kesehatan
manusia, yang jika melebihi batas ambang yang diizinkan dapat merusak
kesehatan hingga mematikan.
Oleh karenanya di dalam radiografi diberikan peralatan perlindungan
radiasi dan izin khusus baik dalam penggunaan maupun pengangkutannya
(khususnya gammagrafi).
Sinar x berasal dari arus listrik bertegangan sangat tinggi dari 100
hingga 500 kVolt. Karenanya sinar x dapat dikendalikan dengan mengatur
besar kecilnya arus, demikian juga dengan pengarahannya sangat terfokus
sehingga radiasinya tidak menyebar ke mana-mana. Sebaliknya sinar
gamma yang berasal dari zat radio aktif seperti misalnya Iridium 192 yang
disebut isotop, sinar radiasinya menyebar ke segala arah sebagaimana sinar
matahari, sehingga untuk dapat memfokuskannya harus dimasukkan ke
dalam kemasan khusus yang terhuat dari timbal atau uranium yang
diperlemah yang lazim disebut kamera dengan bukaan tertentu. Dari bukaan
inilah seberkas sinar radioaktif y terpancar dan dimanfaatkan. Para
pelaksana radiografi dilengkapi dengan peralatan penyelamat seperti survei
monitor yang mengukur tingkat radiasi yang terpancar dari sumber
penyinaran yang kekuatannya merupakan fungsi jarak dan intensitas
radiasinya. Dengan demikian dapat ditentukan daerah yang aman bagi para
pelaksana radiografi dan sekaligus memagarinya untuk peringatan bagi
orang yang berlalu-lalang di sekitar kegiatan radiografi. Para pelaksana juga
dilengkapi dengan pena dosimeter yang merekam jumlah radiasi yang

46

diserap oleh seseorang, dan juga film badge yang berfungsi sama dengan
pena dosimeter tersebut.
3.5.3.1 Cakupan
Di Iuar kegiatan medis, penggunaan teknik radiografi adalah untuk
mendeteksi carat-cacat konstruksi dan material akibat bawaan dari mill, pengaruh pekerjaan las, serta akibat dari pengoperasian peralatan. Di dalam
dunia irigasi, teknik radiasi digunakan untuk menguji kekedapan suatu bendungan. Di dalam dunia industri pengolahan, teknik radiografi digunakan
untuk: inspeksi on stream (sewaktu peralatan dioperasikan), teknik pengukuran level suatu mated padat / slurry di d al a m bejana pemroses, pengukuran ketebalan, dan pengawetan bahan makanan. Masih banyak lagi kegunaan teknik radiasi yang tidak akan dibahas di sini.
Khususnya di dunia pengelasan, teknik radiasi sangat deminim dalam
menentukan mutu suatu sambungan las, sekaligus menentukan batasan
penerimaan dan penolakannya. Radiografi juga menentukan dalam menilai
tingkat kemampuan / kinerja seseorang juru las sehingga merupakan faktor
kunci dalam kualifikasi prosedur las dan kinerja juru / operator las.
Namun demikian bukan berarti radiografi merupakan teknologi yang
super dan tidak ada cacat, terdapat beberapa kelemahan yang cukup menyulitkan pihak inspektor dalam mendeteksi keberadaan cacat seperti fusi
tidak sempurna (incomplete fusion), lapis dingin (cold lap), serta retak
bawah kampuh (underbead crack). Ketiga cacat ini sulit dideteksi oleh
radiografi karma posisinya.
Di dalam praktek, terdapat beberapa hal yang menimbulkan keraguan
interpretasi film radiografi yang diakibatkan oleh: (1) lead screen yang tergores atau carat, (2) terdapat kotoran atau rambut di antara film dan lead
screen, (3) kondisi cairan kimia pencuci film yang telah kotor, dan film
radiografi yang carat atau tergores. Keempat jenis non konformasi tersebut
dapat menimbulkan imaji palsu pada film radiografi sehingga meragukan
pihak radiografer untuk menginterpretasikannya.

47

3.5.4 UJI ULTRASONIK (ULTRASONIC EXAMINATION)


Uji ultrasonik termasuk salah satu dari uji tanpa rusak yang fungsinya
saling mendukung dengan jenis uji tanpa rusak lainnya terutama untuk
mendeteksi carat internal dan ketebalan dinding.
Penggunaan UT di lapangan masih dianggap lebih mahal daripada
radiografi, di samping pada umumnya UT tidak dapat dibuktikan dengan
catatan tertulis sebagaimana halnya radiografi (kecuali jika dilengkapi pirand khusus perekam indikasi), jadi baik buruk rekomendasi inspektor benar-benar didasarkan atas profesionalitas dan tingkat kualifikasinya sebagai
ahli uji ultrasonik dengan level tertentu dengan lingkup tanggung jawabnya.
Uji ultrasonik sama dengan uji radiografi, memerlukan bukti
kualifikasi inspektor dan mutu kinerja yang hams didemonstrasikan, kecuali
apabila sertifikasi kompetensinya dikeluarkan oleh institusi yang telah
diakui secara internasional (seperti misalnya ASNT) dan masih valid pada
saat rekruitmennya.
Selanjutnya bagi seorang ahli uji ultrasonik, untuk meningkatkan
kinerja dan kehandalannya walaupun telah berkualifikasi tingkat tertinggi
tetap diperlukan praktek dan eksperimen yang terus-menerus dan inovatif
untuk dapat menangani berbagai bentuk non konformasi yang rumit dan
unik dalam berbagai material dengan variabel komponen yang berbeda
seperti misalnya accoustic impedance dan lain-lain yang cukup dominan.
3.5.4.1 Perlengkapan
lnspeksi ultrasonik mencakup perlengkapan sebagai berikut:
1. Generator yang menghasilkan sinyal elektronik yang mengeluarkan
2. semburan voltase bolak-balik apabila dipicu secara elektronik.
3. Transducer yang mengeluarkan berkas gelombang suara

ultrasonik

apabila dikenai voltase bolak-balik.


4. Couplant, zat penghantar gelombang getaran ultra ke benda uji.
5. Couplant yang meneruskan output ultrasonik (accoustic energy) dari
benda uji ke transducer penerima
6. Transducer atau lazim disebut unit pencari yang merubah energi ultra-

48

sonik menjadi semburan voltase bolak-balik. Di dalam beberapa sistem


transducer juga bekerja baik sebagai pengirim dan penerima gelombang
suara ultrasonik.
7. Piranti elektronik untuk memperkuat (amplify) dan jika perlu dimodulasi
atau jika tidak merubah sinyal dari transducer penerima.
8. Piranti (osiloskop) untuk mendisplay atau mengindikasikan record output dari benda uji berupa charta atau computer print out.
9. Electronic clock sebagai titik referensi primer dan mengkoordinasi seluruh sistem.
3.5.4.2 Keuntungan
Keuntungan inspeksi ultrasonik dibanding dengan inspeksi NDT lainnya
adalah:
1. Kemampuan penetrasi yang unggul sehingga mampu mengungkap ca-cat
yang jauh di dalam material. Kemampuan penetrasi dapat meneapai 20
kaki (240 inei), seperti misalnya untuk inspeksi pores (shaft), rotor,
tempaan dan lain-lain.
2. Kepekaan yang sangat tinggi mampu mendeteksi cacat yang sekecil
apapun.
3. Akurasi yang tinggi dalam menentukan posisi, ukuran, bentuk, orientasi,
kondisi dan sifat cacat internal.
4. Hanya diperlukan sebuah permukaan yang dapat dicapai untuk inspeksi.
5. Karena sifatnya elektronik, maka indikasinya langsung dan instan, sehingga mempercepat interpretasi, dalam kasus-kasus yang memerlukan
penanggulangan cepat. Catatan / record indikasi dapat dibuat untuk
pengarsipan yang bermanfaat untuk waktu yang akan datang.
6. Kemampuan scanning volumetrik menyebabkan inspektor mampu
menginspeksi sejumlah metal yang menghubungkan permukaan muka
dan belakang dari suatu peralatan (misalnya tube di antara dua buah tube
sheet).
7. Tidak berbahaya bagi operator, personil di sekitar, serta peralatan.
(kecuali apabila kondisi instalasi kenyang dengan gas yang mudah ter-

49

bakar/ meledak).
8. Ringan dan portable.
3.5.4.3 Kerugian
Adapun kerugiannya dibanding dengan inspeksi NDT lainnya adalah:
1. Diperlukan seorang ahli dengan tingkat teknologi yang tinggi dalam
mengoperasikan peralatan ultrasonik, menginterpretasikan indikasi serta
menyusun prosedur inspeksi.
2. Diperlukan tingkat kehati-hatian yang tinggi.
3. Material yang kasar permukaannya, bentuk yang tidak beraturan, ukuran
kecil, tipis, atau yang memiliki susunan material yang tidak homogen,
sulit untuk diinspeksi.
4. Cacat yang sangat dekat dengan permukaan sulit untuk dilacak.
5. Masih tergantung pada zat couplant untuk menyalurkan gelombang suara
ultrasonik.
6. Masih selalu diperlukan acuan (referensi) untuk kalibrasi maupun interpretasi cacat / indikasi.

3.6

SPESIFIKASI MATERIAL
Spesifikasi material yang akan diamati pada pabrikasi Pipa Flow Line yaitu:
1. Pipa ASTM A-790 UNS 31803 SMLS Per Nace MR-01-75 size 6 Sch
80
Material Duplex Stainless steel dengan brand Tubacex .Dengan
tipe seamless yaitu tanpa ada sambungan disekitar badan pipa. Dengan
kadar ferrite 47,5 % ferite dan kadar chrom 22.65.

50

BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengumpulan Data Awal.
Data yang dikumpulkan disini adalah hasil dari Production Test untuk
samples Duplex Stainlees Steel beserta hasil Charpy Test, Vickers hardness
number

(HV10)

dan

hasil

Radiographic

Test.

Hasil

tersebut

memberitahukan ada-tidaknya cacat dalam hasil lasan. Apabila ditemukan


cacat dalam lasan, akan di analisa untuk dicari penyebab terjadinya cacat
tersebut.
Hasil dari pengumpulan data lihat lampiran :
Lampiran 1 : Hasil Ferrite Content Test
Lampiran 2 : Hasil Pengelasan Tampak Visual
Lampiran 3 : Laporan Metallographic Untuk Sample High Heat Input,
Welder Waluyo
Lampiran 4 : Laporan Metallographic Untuk Low Heat Input, Welder
Sunaryo
Lampiran 5 : Laporan Charpy Test
Lampiran 6 : Laporan Uji Makro
Lampiran 7 : Laporan Uji Vickers
Lampiran 8 : Data Kualifikasi Welder LHI (Sunaryo)
Lampiran 9 : Data Kualifikasi Welder HHI (Waluyo)
Lampiran 10 : Hasil Uji Radiographic untuk welder HHI (Waluyo)
Lampiran 11 : Hasil Uji Radiographic untuk welder LHI (Sunaryo)
Lampiran 12 : Sertifikat Kawat Las Tungsten (ER2209) Brand
Sandvik.
Lampiran 13 : Sertifikat Kawat Las (Electrode) E-2209, Size 2,5 mm
Dia.
Lampiran 14 : Sertifikat Kawat Las (Electrode) E-2209, Size 3.2 mm
Dia

51

4.2 Analisa Hasil Akhir.


Dari pengamatan pada proses pabrikasi project Fabrication of Flowline
of WHP A Belanak - ConocoPhillips. Ada 4 hal yang mempunyai pengaruh
besar dalam proses pengelasan untuk mendapatkan hasil lasan yang baik,
yaitu:
1. Prosedur Pengelasan/WPS.
Prosedur Pengelasan sangat penting sebagai penentu serta acuan dalam
fabrikasi, bila Prosedur Pengelasan sudah sedemikian detail dan cukup
mengakomodir berbagai ampere yang dipakai oleh juru las untuk
menghasilkan hasil pengelasan yang baik, benar serta memenuhi
persyaratan baik uji merusak maupun uji tak rusak maka semua cacat las
serta kerugian lain dapat dihilangkan.
2. Peralatan
Peralatan yang baik (mesin las, kabel las, stang las, dan lain-lain) sebagai
penunjang pengelasan. Peralatan yang digunakan tidak harus baru, tetapi
kondisinya harus terjaga atau baik dengan perawatan yang rutin atau
berkala. Berikut ini pengaruh peralatan terhadap hasil lasan:
o Mesin las
Apabila mesin las dalam keadaan yang tidak baik biasanya hasil
keluaran listrik untuk membantu penyalaan dan peleburan kawat las
sudah tidak merata (voltasenya naik-turun). Keadaan tersebut
berpengaruh terhadap proses pengelasan menjadi tidak merata, yang
kemudian dapat mengakibatkan cacat lasan. Perbaikan harus
dilakukan untuk mendapatkan hasil keluaran listrik yang stabil dan
konstan.
o Kabel las
Kabel las mempunyai peran yang penting untuk menyalurkan arus
dari mesin las ke stang las. Apabila kabel sudah ada yang terkelupas
maka kabel las harus diganti, karena berpengaruh pada baik-tidaknya
penyaluran arus yang akan berpengaruh pula pada proses peleburan
kawat las.

52

o Stang las
Stang las mempunyai peran sebagai penjepit stik las. stang las
menyalurkan arus litrik dari kabel las ke stik las yang nantinya akan
terbakar dan melebur pada titik lasan yang dituju. Apabila stang las
sudah tidak berfungsi dengan baik, maka arus yang disalurkan tidak
seluruhnya sampai ke stik las (kawat las). Sehingga berpengaruh
pada proses peleburan stik las tersebut, yang apabila peleburannya
tidak merata maka akan timbul cacat pada hasil lasan.

3. Juru las
Juru las (welder) mempunyai pengaruh besar terhadap hasil lasan karena
pada pengelasan pipa masih menggunakan tenaga manusia. seperti
terlihat di tabel dan grafik dibawah ini.
Kode
Identitas
Juru Las
06
32
39
40
41
43
49
50

No.
1
2
3
4
5
6
7
8

Jumlah total hasil


pengelasan yang
dikerjakan (A)
3
2
1
40
12
12
8
10

Jumlah hasil
pengelasan
yang gagal (B)
1
1
1
1
1
1
-

Perentase
keberhasilan
(P = B/A x 100%)
66.7 %
50 %
0%
96.7 %
91.7 %
91.7 %
100 %
100 %

persentase keberhasilan juru las


persentase keberhasilan

100
80
60

persentase
keberhasilan tiap
welder

40
20
0
06

32

39

40

41

43

kode identitas juru las

53

49

50

Gambar 4.1 Grafik Persentase Keberhasilan juru las dalam pengelasan

dari grafik diatas dijelaskan bahwa ada beberapa juru las yang
kinerjanya kurang baik, sehingga hasil pengelasan yang dilakukan ada
beberapa yang menimbulkan cacat. Kesimpulannya juru las yang
persentase keberhasilannya kurang baik atau bahkan nol persen
merupakan salah satu penyebab terjadinya cacat pada hasil pengelasan.
Untuk mendapatkan hasil yang baik secara terus menerus, salah satu
caranya yaitu dengan mengkualifikasi lagi juru las setiap 3 bulan sekali
untuk melatih keterampilan mereka terutama untuk mereka yang
keterampilannya dan kemampuannya menurun. Kegiatan tersebut
dilakukan untuk membuat para juru las tetap bersungguh-sungguh dalam
melakukan pekerjaan mereka.

4. Lingkungan
Lingkungan mempunyai pengaruh juga pada hasil lasan. Pengaruhnya
yaitu pada kelembapan lingkungan sekitar. Makin besar nilai
kelembapan makin besar pula kemungkinan cacat yang terjadi pada hasil
lasan, karena kelembapan udara yang tinggi maka kandungan H2O-nya
pun tinggi. Sehingga apabila masuk dalam reaksi pengelasan akan
banyak pula atom hydrogen yang masuk dan memicu terjadinya
porosity.
Maka untuk mencegah terjadinya cacat yang terdapat pada hasil
pengelasan, caranya dengan menggunakan elektroda low hydrogen.
Dengan tujuan mengecilkan kandungan hydrogen yang masuk pada
proses pengelasan.

54

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil pengolahan data dan perbaikan yang telah dilakukan.


Diambil beberapa kesimpulan dan saran terhadap proses pabrikasi, baik untuk
perusahaan maupun untuk pengembangan penelitian ini.

5.1

Kesimpulan
Bagian akhir dari penelitian ini adalah menarik beberapa kesimpulan
yang menyangkut pada pelaksanaan penelitian dan teori-teori yang
digunakan dan situasi serta kondisi aktual diperusahaan.
P.T Gearindo Prakarsa adalah sebuah perusahaan pabrikasi yang
bergerak dibidang pemipaan (Piping) untuk melayani pesanan dari
perusahaan minyak dan gas bumi di Indonesia.
Tujuan dari Penelitian ini adalah membagi pengetahuan tentang
bagaimana

cara

menggunakan

menangani

material

dan

Duplex

melakukan
Stainless

pengelasan

Steel,

sehingga

dengan
dapat

memperoleh hasil pabrikasi yang maksimal dan sebaik mungkin dari hasil
pengamatan selama proses fabrikasi Flowline untuk ConocoPhilips. Cara
tersebut dilakukan dengan harapan pada proses pabrikasi berikutnya akan
berjalan dengan baik dan lancar karena kendala-kendala pada proses
produksi sebelumnya telah teridentifikasi dan ditemukan pemecahan
masalahnya. Dan menjaga kualitas hasil produksi sesuai dengan standar
yang sudah ditetapkan baik oleh migas maupun oleh perusahaan pemesan
Pengambilan data dilakukan dari hasil Production test antara lain
dengan radiografi test yaitu dengan menggunakan sinar x atau sinar y yang
mampu menembus hampir semua logam kecuali timbal dan material padat
lainnya sehingga dapat digunakan untuk mengungkap cacat atau
ketidaksesuaian di balik dinding metal atau di dalam bahan metal itu
sendiri. Di dalam pengelasan, radiografi merupakan faktor penting untuk

55

menentukan mutu internalnya secara cepat sebelum melangkah ke jenis uji


mutu lainnya seperti uji merusak, uji etsa, uji kekerasan dan uji tanpa merusak lainnya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan untuk skripsi ini. Maka
kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Dari hasil pengumpulan dan pengolahan data pada bab IV dapat
ditarik kesimpulan, bahwa hasil lasan dapat dipengaruhi oleh 4 hal
yaitu : prosedur pengelasan, peralatan mengelas, juru las,
lingkungan sekitar.
Kesimpulan tersebut didapat setelah melakukan pengolahan data
bahwa

Material

Duplex

stainless

steel

memerlukan

kekonsistensian pada persiapan sebelum pengelasan, penyetelan


dan spasi dari pengelasan. Lain halnya dengan pengelasan logam
stainless biasa dimana seorang juru las bisa memainkan teknik dan
kemampuanya untuk mengatasi adanya defisiensi pada area
pengelasan. Hal tersebut tidak bisa diaplikasikan ke pengelasan
duplex karena akan menambah waktu pengelasan dan menaikkan
temperature.
Busur las tidak diperkenankan di luar daerah pengelasan karena
akan mengakibatkan suatu titik yang sangat tinggi kadar feritnya
dan memungkinkan hilangnya kemampuan korosif . Jadi awal
pengelasan harus diambil dari area lasan itu bukan dari area lain.
Tack weld harus dilakukan dengan bantuan gas pelindung, sesudah
baji terpasang , tack weld harus disingkirkan pada waktu
pengelasan root dengan cara digerinda atau dengan cara satu demi
satu tack disingkirkan sebelum pengelasan root. Lebar dari celah
las juga harus dijaga agar heat input tetap konsisten . Awal dan
akhir dari pengelasan root juga harus digerinda sebelum aplikasi
filler. Benda kerja harus dijaga agar tetap dingin dan berada di
bawah suhu 150 Deg C (300 Deg F) dari lapis ke lapis untuk
menjaga HAZ di setiap lapis pengelasan.

56

Untuk GTAW, logam pengisi (filler metal) untuk pengelasan pada


material duplex stainless steel memiliki karakter yang sama
dengan benda kerja. Kawat las harus benar benar bersih dan
kering dan harus tersimpan rapat di kotak pembungkus hingga
saatnya dipakai. Hasil pengelasan yang maksimal akan mudah
dicapai pada saat posisi mendatar. Busur api harus dijaga sedekat
mungkin , untuk mencegah masuknya udara ke dalam lapisan gas
pelindung.
Skala heat input yang berdasar pada ketebalan material dan joint
design. Adalah berkisar antara 0,5 2,5 KJ/mm (15 hingga 65
KJ/Inch) dan dapat dihitung dengan formula di bawah ini :
Heat Input = (V x A x 60 ) / (S x 1000)
Dimana V

= Voltage (Volts)

= Current (Ampere)

= Travel speed (in./min)

Sehingga diambil kesimpulan bahwa hasil lasan dapat dipengaruhi


oleh 4 hal yaitu : prosedur pengelasan, peralatan mengelas, juru
las, lingkungan sekitar
.
2. Sebagian besar hasil lasan dipengaruhi oleh Juru las (welder),
Karena proses pengelasan masih sepenuhnya dikendalikan oleh
tenaga manusia.

5.2

Saran
Setelah penulis mempelajari penyebab dari gagalnya hasil pengelasan
(cacat las) di P.T Gearindo Prakarsa, maka penulis akan mencoba untuk
memberi saran-saran yang sekiranya dapat bermanfaat untuk penelitian yang
akan dilakukan selanjutnya, saran-saran tersebut adalah:

57

1. Penelitian pada saat ini menggunakan pipa yang memiliki tingkat


ketebalan

yang

tinggi.

Diharapkan

penelitian

selanjutnya

dilakukan dengan menggunakan material pipa yang memiliki


tingkat ketebalan yang lebih rendah atau tipis.
2. Jenis material yang digunakan nantinya diharapkan berbeda dari
penelitian yang dilakukan kali ini. Misalnya menggunakan
material pipa tembaga, aluminium, stainless steel, dan yang
lainnya.
3. Uji NDT yang dilakukan pada penelitian berikutnya diharapkan
denga menggunakan tipe lain, seperti magnetik partikel test,
penetrant, ultrasonik test, dan yang lainnya.
4. Ruang tempat dilakukan pengujian diharapkan dilakukan pada
tempat yang tertutup. Sehingga pengaruh udara dari luar yang
masuk keproses pengelasan dapat diminimalkan.

58

Daftar Pustaka
1. Makalah seminar Duplex, Mr.Graham Holloway Bsc, Tanggal 28 Nov 2006
,Komunitas Migas Indonesia.
2. Practical Guidelines for The Fabrication of Duplex Stainlees Steel, Revised
Edition 2001.
3. Raswari. Perencanaan dan Penggambaran Sistem Perpipaan. Cetakan 1.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonasia (UI- Press). 1987
4. Whistance, Dennis and David R. Sherwood. The Piping Guide. Second
Edition. San Fransisco: Syentek Books Company. 1991
5. Widhato, Sri. Inspeksi Teknik. Buku 1. Cetakan 2. Jakarta: Pradnya
Paramita. 2005
6. Widhato, Sri. Inspeksi Teknik. Buku 2. Cetakan 2. Jakarta: Pradnya
Paramita. 2004
7. Widhato, Sri. Inspeksi Teknik. Buku 3. Cetakan 2. Jakarta: Pradnya
Paramita. 2005
8. Widhato, Sri. Inspeksi Teknik. Buku 4. Cetakan 1. Jakarta: Pradnya
Paramita. 2004
9. Widhato, Sri. Inspeksi Teknik. Buku 5. Cetakan 1. Jakarta: Pradnya
Paramita. 2004

73

Anda mungkin juga menyukai