PRESENTASI KASUS
DEMAM TIFOID
PEMBIMBING
Dr. Harmon, Sp. A
DISUSUN OLEH
Kesuma Larasati
406100116
Rita Taolin
406100126
IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Alamat
Jenis Kelamin
Agama
Tanggal masuk RS SM
: An. Na
: 6 tahun 3 bulan
: Jl.cimpaeun RT 04/05 no.03
: Perempuan
: Islam
: 24 Desember 2010
RIWAYAT PENYAKIT
Keluhan Utama
: panas tinggi sejak 7 hari sebelum masuk rumah
sakit
RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang dengan keluhan utama panas tinggi sejak 7 hari sebelum
masuk rumah sakit. Panas timbul mendadak tinggi hingga 39 C, bersifat naik
turun dan panas mulai meninggi ketika sore menjelang malam hari, panas tidak
disertai kejang. Saat panas pasien sempat menggigil, mengigau dan tidak
mengalami penurunan kesadaran. Pasien sudah sempat dibawa ke dokter dan
diberi obat puyer penurun panas namun belum ada perbaikan dan panas kembali
meninggi. Pasien tidak mengeluh nyeri sendi, tidak ada mimisan ataupun gusi
berdarah dan tidak timbul bintik merah pada kulit. Pasien juga kadang-kadang
batuk berdahak sejak sakit tetapi tidak ada darah namun disertai sedikit sesak
napas.
Hari pertama panas, pasien mengeluh mual, nyeri pada ulu hati dan ada
muntah 1 kali, cair, ada sisa makanan, ada lendir, tidak ada darah, kira-kira
sebanyak gelas aqua (100 cc). Pasien juga mengeluh belum BAB 3 hari
SMRS.BAK normal.
Pasien belum pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya. Di keluarga
dan lingkungan keluarga pasien tidak ada yang menderita demam berdarah
ataupun mengalami sakit serupa.
Riwayat makan
Riwayat BAB
Riwayat BAK
Riwayat Perkembangan
Mengangkat kepala
Tengkurap dan berbalik
Pertumbuhan gigi pertama
Duduk
Merangkak
: 4 bulan
: 6 bulan
: 7 bulan
: 8 bulan
: 9 bulan
Berdiri sendiri
: 10 bulan
Berjalan
: 11 bulan
Berbicara
: 12 bulan
Kesan: Riwayat tumbuh kembang baik
C. Riwayat Imunisasi Dasar
Hepatitis B : 3 kali
BCG
: 1 kali
DPT
: 3 kali
Polio
: 4 kali
Campak
: 1 kali
Kesan: Riwayat imunisasi dasar baik
D. Riwayat Makanan
0 - 3 bulan
: ASI, > 3x sehari, pasien minum ASI sampai tertidur dan
bergantian pada kedua payudara.
3 - 12 bulan
: ASI diganti oleh susu soya 3 kali sehari.
12 - 24 bulan : Susu sapi kaleng. Makanan lunak, bubur nasi, hati
ayam, sayuran, telur, 3 piring sehari. Sekali - kali pasien
diberikan buah buahan seperti pepaya dan pisang
sekali sehari.
24 - sekarang : Makan biasa nasi padat dengan lauk ikan/daging dan
sayuran, 3 kali sehari, teratur, buah-buahan sekali
sehari. Susu kaleng atau kemasan.
E. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita
Penyakit
Umur
Penyakit
Umur
Diare
Darah
Otitis
Difteri
Radang paru
Morbili
Tuberkulosis
Kejang
+
-
Parotitis
Demam berdarah
Ginjal
Demam Typhoid
Jantung
Operasi
Cacingan
Kecelakaan
Alergi (biduran)
Lain lain
F. Riwayat Keluarga
No.
Tgl lahir
Jenis
Kelamin
1 23-09-2004
22-01-2006
Hidup
Abortus
Lahir
mati
-
Mati
Ket.
(sebab) Kesehatan
-
G. Data Keluarga
Perkawinan keUmur saat menikah
Keadaan kesehatan
Ayah
1
30
baik
Ibu
1
25
Baik
PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal : 24 Desember 2010
Jam : 10.00
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran
: compos mentis
Tanda vital
:
Frekuensi nadi
: 124x / menit
Tekanan darah
: 120 / 80 mmHg
Frekuensi napas : 24x / menit
Suhu tubuh
: 37,1 C
DATA ANTROPOMETRI
Berat badan
: 44 kg
Tinggi badan
: 110 cm
Lingkar kepala
: 54 cm
Lingkar lengan atas
: 29 cm
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RS Sentra Medika
Periode 6 Desember s/d 12 Februari 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
PEMERIKSAAN SISTEMATIS
KEPALA
Bentuk dan ukuran
: normocephal
Rambut dan kulit kepala : hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata
: palpebra superior tidak edema, mata tidak
cekung, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak
anemis, pupil bulat isokor, diameter 3mm,
refleks cahaya +/+
Telinga
: bentuk normal, liang telinga lapang, tidak ada
sekret
Hidung
: bentuk normal, tidak ada septum deviasi, tidak
ada sekret, tidak ada pernapasan cuping
hidung
Mulut
: bentuk normal, bibir tidak kering, tidak ada
sianosis, tidak keluar darah dari mulut,
ditemukan adanya stomatitis, lidah kotor di
bagian tengah, tepi lidah hiperemis, tidak
ada tremor lidah
Tenggorokan
: faring tidak hiperemis, tonsil T1 tenang
Leher
: trakea di tengah, kelenjar tiroid tidak teraba,
kelenjar submandibula, supra-infra clavicula
dan cervical tidak teraba
THORAX
Paru
- Inspeksi
Jantung
- Inspeksi
- Palpasi
- Perkusi
: tampak datar
: hepar teraba 2 cm di bawah arcus costae dextra,
konsisitensi kenyal, tepi tajam, permukaan licin, nyeri
tekan (+), lien tidak teraba, defans muskular (-)
: timpani, shifting dullness (-), meteorismus (+)
: bising usus (+) normal
GENITALIA
: , bentuk normal
ANUS REKTUM
EKSTREMITAS
KULIT
KGB
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Refleks Fisiologis
Tendon achilles
Lutut
Biceps
Triceps
: +/+, normal
: +/+, normal
: +/+, normal
: +/+, normal
Refleks Patologis
Babinski
: -/-, normal
Chaddock
: -/-, normal
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RS Sentra Medika
Periode 6 Desember s/d 12 Februari 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Oppenheim
Gordon
: -/-, normal
: -/-, normal
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 24 Desember 2010
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Normal
Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Leukosit
13,2 gr%
40 vol%
279.000/l
6.300/l
11,7-15,5
35-47
150.000-440.000
3.600-11.000
Serologi Widal
Salmonella Typhi O
Salmonella Typhi H
Salmonella Paratyphi A O
Salmonella Paratyphi A H
Salmonella Paratyphi B O
Salmonella Paratyphi B H
Salmonella Paratyphi C O
Salmonella Paratyphi C H
(+) 1/320
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(+) 1/320
(-)
RESUME
Telah diperiksa seorang anak berumur 6 tahun 3 bulan datang ke RS
Sentra Medika dengan keluhan utama demam tinggi mendadak yang hilang
timbul sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam bersifat naik turun
terutama sore menjelang malam hari, menggigil dan mengigau. Saat panas
pasien kadang-kadang batuk berdahak dan sedikit sesak. Pasien juga menderita
mual dan sempat muntah 1x cair, ada lendir,tidak ada darah, kira-kira sebanyak
1/2 gelas aqua sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh
susah BAB sejak 3hari SMRS, BAK pasien normal. Tidak ada yang menderita
kelainan serupa di keluarga dan lingkungan tetangga. Pasien sering jajan
makanan di luar rumah. Pasien mempunyai riwayat alergi terhadap debu, dingin
dan susu sapi saat bayi.
Pada pemerisaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, tampak sakit
sedang, dengan kesadaran compos mentis.
Tanda vital :
Frekuensi nadi
: 124 x/menit, regular, isi cukup, teraba kuat
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RS Sentra Medika
Periode 6 Desember s/d 12 Februari 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Tekanan darah
: 120/80 mm Hg
Frekuensi napas : 24 x/menit
Suhu tubuh
: 37C
Pada pemeriksaan sistematis didapatkan lidah yang kotor pada bagian
permukaan dan hiperemis pada tepi lidah. Cor dan pulmo dalam batas normal.
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan hepatomegali 2 cm dibawah arcus
costae, tepi tajam, permukaan licin, konsistensi kenyal, dan nyeri tekan (+).
Pada pemeriksaan laboatorium pada tanggal 24 november 2010
didapatkan hasil positif pada serologi Salmonella Typhi O (+) 1/320 dan
Salmonella Paratyphi C O (+) 1/320.
DIAGNOSA
Susp. Demam tifoid
DIAGNOSA BANDING
- DHF
- ISK
- Bronkitis
- Influenza
- TB paru
- Demam paratifoid
- Bronkopneumonia
PENATALAKSANAAN
Tirah baring selama 2 minggu
Diet makanan lunak cukup kalori, cukup protein, rendah serat.
Causal
Kloramfenikol
Simptomatis
Paracetamol
Metoclopramid
Gliseril Guaiakolat
ANJURAN PEMERIKSAAN
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RS Sentra Medika
Periode 6 Desember s/d 12 Februari 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
PROGNOSA
Ad vitam
Ad fungtionam
Ad sanationam
: bonam
: bonam
: bonam
FOLLOW UP PASIEN
Tanggal 24 Desember 2010
S
: Demam (+), mual (+), nyeri perut (+), batuk (+), pilek (-), tidak sakit
menelan. BAB dan BAK lancar normal.
O
: Normocephal
: CA -/- SI -/: Serumen -/: Sekret -/: Perioral Sianosis - ; Lidah Kotor +
: Faring Hiperemis : Normal ; Tonus Normal
: Akral hangat; Normal ; Oedem : BJ I-II +, regular
Whz -/- ; Rh -/: Normal
10
Hb
: 13,2 gr/dl
Ht
: 40%
Trombasit : 279.000 ul
Leukosit
: 6.200 ul
Salmonella typhi O
(+) 1/320
Salmonella typhi H
(-)
Salmonella paratyphi CO (+) 1/320
: Normocephal
: CA -/- SI -/: Serumen -/: Sekret -/: Perioral Sianosis - ; Lidah Kotor +
: Faring Hiperemis : Normal ; Tonus Normal
: Akral hangat; Normal ; Oedem : BJ I-II +, regular
Whz -/- ; Rh -/: Normal
11
Nadi : 96x/menit
Suhu : 37C
Respirasi : 30x/menit
Pemeriksaan fisik abdomen :
Kepala
: Normocephal
Mata
: CA -/- SI -/Telinga
: Serumen -/Hidung
: Sekret -/Mulut
: Perioral Sianosis - ; Lidah Kotor +
Tenggorok
: Faring Hiperemis Turgor
: Normal ; Tonus Normal
Extremitas
: Akral hangat; Normal ; Oedem Thorax
: BJ I-II +, regular
Whz -/- ; Rh -/Abdomen BU
: Normal
Laboratorium tanggal 26 Desember 2010
Hb
: 12,8 gr/dl
Ht
: 41%
Trombosit
: 231.000 ul
Leukosit
: 5.400 ul
12
Mulut
Tenggorok
Turgor
Extremitas
Thorax
Abdomen BU
: Normocephal
: CA -/- SI -/: Serumen -/: Sekret -/: Perioral Sianosis - ; Lidah Kotor +
: Faring Hiperemis : Normal ; Tonus Normal
: Akral hangat; Normal ; Oedem : BJ I-II +, regular
Whz -/- ; Rh -/: Normal
13
ANALISA KASUS
Demam typhoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang
ringan bahkan asimptomatis. Walaupun gejala klinis sangat bervariasi, namun
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RS Sentra Medika
Periode 6 Desember s/d 12 Februari 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
14
gejala yang timbul setelah inkubasi dapat dibagi dalam (1) demam, (2) gangguan
saluran pencernaan, (3) gangguan kesadaran. Pada kasus khas terdapat demam
remitten pada minggu pertama, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat
pada malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan
demam, yang turun secara berangsur-angsur pada minggu ketiga.
Pada pasien ini di tegakkan diagnosa demam typhoid tanpa komplikasi.
Diagnosa ditegakkan berdasarkan :
Anamnesis:
Pasien demam 7 hari yang remitten. Demam menjelang sore hari dan
demam turun pagi harinya sehingga pasien dapat bersekolah pada pagi
harinya (aktivitas pasien tidak terganggu)
Demam disertai dengan gangguan pencernaan berupa mual dan konstipasi
Pasien sering jajan makanan dan minumam di luar rumah, yang tidak jelas
kebersihannya
Pada pasien ini pemerikasaan fisiknya ditemukan :
Didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal, keadaan umum yang
sedang, tanpa gangguan kesadaran
Pada lidah pasien ditemukan kotor pada tengahnya dan hiperemis pada
pinggirnya, tremor (-)
Hepatomegali 2 cm dibawah arcus costae, tepi tajam, permukaan licin,
konsistensi kenyal, dan nyeri tekan (+)
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa demam typhoid
dibagi dalam 3 kelompok, yaitu (1) isolasi kuman penyebab demam typhoid
melalui biakan kuman dari spesimen penderita seperti darah, sumsum tulang,
urin, tinja, cairan duodenum dan rose spot, (2) uji serologis untuk mendeteksi
antibodi terhadap antigen, (3) pemeriksaan melacak DNA kuman S. Tyhpi
Diagnosis demam typhoid dengan biakan kuman sebenarnya amat
diagnostik, namun identifikasi kuman memerlukan waktu 3-5 hari. Biakan
darah positif pada 40-60% kasus yang diperiksa pada minggu pertama sakit,
sedangkan biakan feses atau urin akan positif setelah minggu pertama. Biakan
dari sumsum tulang akan positif pada penyakit stadium lanjut, dan merupakan
pemeriksaan yang paling sensitif. Biakan darah positif memastikan demam
typhoid, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan demam typhoid. Hal
ini disebabkan karena hasil biakan darah bergantung pada beberapa faktor,
antara lain (1) jumlah darah yang diambil, (2) perbandingan volume darah dan
media empedu, (3) waktu pengambilan darah.
Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan kultur darah karena
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengetahui hasilnya dan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RS Sentra Medika
Periode 6 Desember s/d 12 Februari 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
15
pemeriksaan melacak DNA tidak dilakukan karena biaya yang mahal dan
fasilitas rumah sakit yang terbatas.
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan serologis dan didapatkan hasil
positif pada serologi Salmonella typhi O dan Salmonella paratyphi CO sebesar
1/320. Walaupun uji serologi Widal untuk menunjang diagnosis demam
typhoid telah luas digunakan namun manfaatnya masih menjadi perdebatan.
Penatalaksanaan penderita dengan demam typhoid, terutama pada pasien
ini dengan perawatan bed rest, pemberian diet yang lunak yang mudah dicerna
dengan kalori dan protein yang cukup dan rendah serat. Pemberiaan obatobatan diberikan antibiotik kloramfenikol sebesar 550 mg perkali pemberian 4
x sehari sebagai pengobatan kausalnya. Selain itu diberikan antipiretik
(paracetamol), anti mual (metoklopramid), dan ekspektorant (Gliseril
Guaiakolat) sebagai pengobatan simptomatis.
Untuk memastikan diagnosa dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
kultur darah atau urin atau feses.
Pasien diperbolehkan pulang setelah perawatan di rumah sakit karena
tidak ada keluhan dan ada perbaikan klinis. Namun pasien tetap dianjurkan
untuk istirahat dan mobilisasi bertahap, diet makanan lunak, dan melanjutkan
antibiotik sampai 5 hari bebas demam.
16
PENDAHULUAN
17
18
TINJAUAN PUSTAKA
DEMAM TIFOID
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RS Sentra Medika
Periode 6 Desember s/d 12 Februari 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
19
DEFINISI
Demam tifoid (Tifus abdominalis, Enterik fever, Eberth disease) adalah
penyakit infeksi akut pada usus halus (terutama didaerah illeosekal) dengan
gejala demam selama 7 hari atau lebih, gangguan saluran pencernaan, dan
gangguan kesadaran.
Penyakit ini ditandai oleh demam berkepanjangan, ditopang dengan
bakteriemia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi
bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa,
kelenjar limfe usus, dan Peyers patch.1
EPIDEMIOLOGI
Insiden, cara penyebaran dan konsekuensi demam enterik sangat berbeda
di negara maju dan yang sedang berkembang. Insiden sangat menurun di negara
maju. Demam tifoid merupakan penyakit endemis di Indonesia. 96% kasus
demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi, sisanya disebabkan oleh
Salmonella paratyphi. Sembilan puluh persen kasus demam tifoid terjadi pada
umur 3-19 tahun, kejadian meningkat setelah umur 5 tahun. 2 Sebagian besar dari
penderita (80%) yang dirawat di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSCM berumur
di atas lima tahun.5
Diperkirakan setiap tahun masih terdapat 35 juta kasus dengan 500.000
kematian di seluruh dunia. Kebanyakan penyakit ini terjadi pada penduduk
negara dengan pendapatan yang rendah, terutama pada daerah Asia Tenggara,
Afrika, dan Amerika Latin.
Di negara-negara berkembang perkiraan angka kejadian demam tifoid
bervariasi dari 10 sampai 540 per 100.000 penduduk. Meskipun angka kejadian
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RS Sentra Medika
Periode 6 Desember s/d 12 Februari 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
20
21
370C (150C-410C), bersifat fakultatif anaerob, dan hidup subur pada media yang
mengandung empedu. Kuman ini mati pada pemanasan suhu 54,4 0C selama satu
jam dan 600C selama 15 menit, serta tahan pada pembekuan dalam jangka lama.
Salmonella mempunyai karakteristik fermentasi terhadap glukosa dan manosa,
namun tidak terhadap laktosa atau sukrosa.9
Salmonella typhi dapat bertahan hidup lama di lingkungan kering dan
beku, peka terhadap proses klorinasi dan pasteurisasi pada suhu 63 0C.
Organisme ini juga dapat bertahan hidup beberapa minggu dalam air, es, debu,
sampah kering, pakaian, mampu bertahan disampah mentah selama 1 minggu,
dan dapat bertahan serta berkembang biak dalam susu, daging, telur, atau
produknya tanpa merubah warna dan bentuknya. Manusia merupakan satusatunya sumber penularan alami Salmonella typhi melalui kontak langsung
maupun tidak langsung dengan seorang penderita demam tifoid atau karier
kronis.3
Bakteri ini berasal dari feses manusia yang sedang menderita demam
tifoid atau karier Salmonella typhi. Mungkin tidak ada orang Indonesia yang
tidak pernah menelan bakteri ini. Bila hanya sedikit tertelan, biasanya orang
tidak menderita demam tifoid. Namun bakteri yang sedikit demi sedikit masuk
ke tubuh menimbulkan suatu reaksi serologi Widal yang positif dan bermakna.10
Salmonella typhi sekurang-kurangnya mempunyai tiga macam antigen,
yaitu:
- Antigen O = Ohne Hauch = Somatik antigen (tidak menyebar)
- Antigen H = Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat
termolabil.
- Antigen Vi = Kapsul; merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman
dan melindungi O antigen terhadap fagositosis
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RS Sentra Medika
Periode 6 Desember s/d 12 Februari 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
22
antigen
tersebut.
Mempunyai
makromolekuler
lipopolisakarida
kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan
endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang
berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotik.1
Dosis infeksius S. enterica serotipe typhi pada pasien bervariasi dari 1000
hingga 1 juta organisme. Strain Vi negatif dari Salmonella enterica serotipe
typhi ini kurang infeksius dan kurang virulen dibandingkan strain Vi positif.
Untuk dapat mencapai usus halus biasanya Salmonella typhi ini harus dapat
bertahan melalui sawar asam lambung dan kemudian melekat pada sel mukosa
serta melakukan invasi. Sel M sebagai sel epitel khusus yang melapisi sepanjang
lapisan Peyer ini merupakan tempat potensial Salmonella typhi untuk invasi dan
sebagai transpor menuju jaringan limfoid. Pasca penetrasi, bakteri ini menuju ke
dalam folikel limfoid intestinal dan nodus limfe mesenterik dan kemudian
masuk dalam sel retikuloendotelial dalam hati dan limpa. Pada keadaan ini
terdapat perubahan degeneratif, proliferatif, dan granulomatosa pada villi,
kelenjar kript, lamina propria usus halus, dan kelenjar limfe mesenterica.6
Organisme Salmonella typhi mampu bertahan hidup dan bermultiplikasi
dalam fagosit mononuklear folikel limfoid, hati, dan limpa. Faktor penting
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RS Sentra Medika
Periode 6 Desember s/d 12 Februari 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
23
proses ini mencakup jumlah bakteri, tingkat, tingkat virulensi dan respon tubuh.
Bakteri ini kemudian dilepaskan dari habitat intraseluler masuk aliran darah.
Masa inkubasi ini berkisar 7-14 hari. Pada fase bakteriemi, bakteri akan
menyebar dan tempat infeksi sekunder paling sering ialah hati, limpa, sumsum
tulang, kandung empedu, dan lapisan Peyer ileum terminal. Invasi kandung
empedu terjadi langsung dari asam empedu. Jumlah bakteri pada fase akut
diperkirakan 1 bakteri /ml darah (sekitar 66 % dalam sel fagositik) dan sekitar
10 bakteri /ml sumsum tulang. Walaupun Salmonella typhi menghasilkan
endotoksin namun angka mortalitas stadium ini < 1 %. Studi menunjukkan
peningkatan kadar proinflamasi dan sitokin anti inflamasi dalam sirkulasi pasien
tifoid.1
PATOLOGI
Huckstep membagi patologi dalam plaque Peyeri dalam empat fase.
Keempat fase ini akan terjadi secara berurutan bila tidak segera diberikan
antibiotik yaitu :
Fase 1 : hiperplasia folikel limfoid
Fase 2 : nekrosis folikel limfoid selama seminggu kedua melibatkan
mukosa dan submukosa
Fase 3
24
PATOFISIOLOGI
Beberapa faktor yang ikut berperan penting dalam patofisiologi demam
tifoid berdasarkan penelitian terbaru ialah :
a.
b.
lima gen virulensi (A< B< C< D< dan E) of Salmonella spp yang
mengkode Sips (Salmonella Invasion Proteins).
c.
d.
e.
25
mengalami gastrektomi,
memiliki mekanisme pertahanan lokal berupa motilitas dan flora normal usus.
Tubuh berusaha menghanyutkan kuman keluar dengan usaha pertahanan tubuh
non spesifik yaitu oleh kekuatan peristaltik usus. Di samping itu adanya bakteri
anaerob di usus juga akan merintangi pertumbuhan kuman dengan pembentukan
asam lemak rantai pendek yang akan menimbulkan suasana asam. Bila kuman
berhasil mengatasi mekanisme pertahanan tubuh di lambung, maka kuman akan
melekat pada permukaan usus. Setelah menembus epitel usus, kuman akan
masuk ke dalam kripti lamina propria, berkembang biak dan selanjutnya akan
difagositosis oleh monosit dan makrofag. Namun demikian Salmonella typhi
dapat bertahan hidup dan berkembang biak dalam fagosit karena adanya
perlindungan oleh kapsul kuman. Melalui plak peyeri pada ileum distal bakteri
masuk ke dalam KGB mesenterium dan mencapai aliran darah melalui duktus
torasikus menyebabkan bakteriemia pertama yg asimptomatis.9
Kemudian
kuman
akan
masuk
kedalam
organorgan
system
26
tukak yang berbentuk lojong pada mukosa diatas plaque peyeri. Tukak tersebut
dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan dan perforasi usus yang
menimbulkan gejala peritonitis.1
Pada masa bakteriemia kuman mengeluarkan endotoksin yang susunan
kimianya sama dengan somatic antigen (lipopolisakarida). Endotoksin sangat
berperan membantu proses radang lokal dimana kuman ini berkembang biak
yaitu merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan
yang meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi
pusat termoregulator di hypothalamus yang mengakibatkan terjadinya demam. 1
Sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus.5
Akhir-akhir ini beberapa peneliti mengajukan patogenesis terjadinya
manifestasi klinis sebagai berikut: Makrofag pada penderita akan menghasilkan
substansi aktif yang disebut monokin, selanjutnya monokin ini dapat
menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang sistem imun, instabilitas
vaskuler, depresi sumsum tulang, dan panas.
Perubahan histopatologi pada umumnya ditemukan infiltrasi jaringan oleh
makrofag yang mengandung eritrosit, kuman, limfosit yang sudah berdegenerasi
yang dikenal sebagai sel tifoid. Bila sel-sel ini beragregasi, terbentuklah nodul.
Nodul ini sering didapatkan dalam usus halus, jaringan limfe mesenterium,
limpa, hati, sumsum tulang, dan organ-organ yang terinfeksi.
Kelainan utama terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang hiperplasi
(minggu pertama), nekrosis (minggu kedua), dan ulserasi (minggu ketiga) serta
bila sembuh tanpa adanya pembentukan jaringan parut. Sifat ulkus berbentuk
bulat lonjong sejajar dengan sumbu panjang usus dan ulkus ini dapat
menyebabkan perdarahan bahkan perforasi. Gambaran tersebut tidak didapatkan
pada kasus demam tifoid yang menyerang bayi maupun tifoid kongenital.2
27
Makanan + Minuman
Lambung
mati
Usus halus
Hidup dan
Berkembang Biak
Airan Darah
Aliran Darah
(Bakteremia Primer)
( Bakteremia Sekunder)
Multiplikasi
Lokal
Usus
RES
Hati dan Limpa
GEJALA KLINIK
Demam tifoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang
ringan bahkan asimtomatik. Walaupun gejala klinis sangat bervariasi namun
28
gejala yang
dijumpai
meteorismus.
Sembelit
dapat
merupakan
gangguan
gastrointestinal awal dan kemudian pada minggu kedua timbul diare. Diare
hanya terjadi pada setengah dari anak yang terinfeksi, sedangkan sembelit lebih
jarang terjadi. Dalam waktu seminggu panas dapat meningkat. Lemah,
anoreksia, penurunan berat badan, nyeri abdomen dan diare, menjadi berat.
Dapat dijumpai depresi mental dan delirium. Keadaan suhu tubuh tinggi dengan
bradikardia lebih sering terjadi pada anak dibandingkan dewasa. Roseola
(bercak makulopapular) berwarna merah, ukuran 2-4 mm, dapat timbul pada
kulit dada dan abdomen, ekstremitas, dan punggung, timbul pada akhir minggu
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RS Sentra Medika
Periode 6 Desember s/d 12 Februari 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
29
pertama dan awal minggu kedua, ditemukan pada 40-80% penderita dan
berlangsung singkat (2-3 hari). Jika tidak ada komplikasi dalam 2-4 minggu,
gejala dan tanda klinis menghilang, namun malaise dan letargi menetap sampai
1-2 bulan.2
Fase relaps adalah keadaan berulangnya gejala penyakit tifus, akan tetapi
berlangsung lebih ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah
suhu badan normal kembali. Terjadi sukar diterangkan, seperti halnya keadaan
kekebalan alam, yaitu tidak pernah menjadi sakit walaupun mendapat infeksi
yang cukup berat Menurut teori, relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam
organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.
Mungkin pula terjadi pada waktu penyembuhan tukak, terjadi invasi basil
bersamaan dengan pembentukan jaringan-jaringan fibroblas.5 Sepuluh persen
dari demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya relaps.6
Rifai dkk, melaporkan dalam penelitiannya di Rumah Sakit Karantina,
Jakarta, diare lebih sering ditemukan dari pada sembelit, masing-masing 39,47%
dan 15,79% pada anak. Gejala sakit kepala ditemukan pada 76,32% anak, nyeri
perut 60,5%, muntah 26,32%, mual 42,11%, gangguan kesadaran 34,21%,
gangguan mental berupa apatis ditemukan 31,58% dan delirium pada 2,63%
anak. Penulis lain melaporkan ditemukannya lidah khas tifoid.1
Anak usia sekolah dan remaja
Gejala awal demam, malaise, anoreksia, mialgia, nyeri kepala, dan nyeri
perut berkembang selama 2-3 hari, walaupun diare berkonsistensi mungkin ada
selama awal perjalanan penyakit, konstipasi kemudian menjadi gejala yang lebih
mencolok, mual muntah adalah jarang dan memberi kesan komplikasi terutama
jika terjadi pada minggu ke-2 atau ke-3. Batuk dan epistaksis mungkin ada.
Kelesuhan berat dapat terjadi pada beberapa anak. Demam yang terjadi secara
30
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RS Sentra Medika
Periode 6 Desember s/d 12 Februari 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
31
1. Anamnesis
Demam yang naik secara bertahap tiap hari, mencapai suhu tertinggi pada
akhir minggu pertama, minggu kedua demam terus menerus tinggi. Anak sering
mengigau (delirium), malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri perut, diare
atau konstipasi, muntah, perut kembung. Pada demam tifoid berat dapat
dijumpai penurunan kesadaran, kejang, dan ikterus.
2. Pemeriksaan fisik
Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan komplikasi.
Kesadaran menurun, delirium, sebagian besar anak mempunyai lidah tifoid yaitu
di bagian tengah kotor dan bagian pinggir hiperemis, meteorismus,
hepatomegali lebih sering dijumpai daripada splenomegali. Kadang-kadang
dijumpai terdengar ronki pada pemeriksaan paru.
3. Pemeriksaan penunjang
# Darah tepi perifer
- Anemia
Pada umumnya terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe,
atau perdarahan usus.
- Leukopenia
Namun jarang kurang dari 3000/ul
- Limfositosis relatif
- Trombositopenia
Terutama pada demam tifoid berat.
# Pemeriksaan serologi
- Serologi Widal
Kenaikan titer Salmonella typhi titer O 1:200 atau kenaikan 4 kali titer
fase akut ke fase konvalesens.
-
32
# Meningitis
# Malaria
# Endokarditis bakterial
# TBC milier
# Rickettsia
# Pielitis
Pada stadium toksik :
# Leukemia
# Limfoma
# Penyakit Hodgkin
PEMERIKSAAN FISIK
Gejala-gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RS Sentra Medika
Periode 6 Desember s/d 12 Februari 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
33
1.
Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat
febris remittent dan tidak terlalu tinggi. Pada minggu I, suhu tubuh
cenderung meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat pada sore hari dan malam hari. Dalam minggu II, penderita
terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu III suhu berangsurangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu III.
2.
3.
Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walau tidak berapa dalam
berupa apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopr, coma atau gelisah.
Roseola atau rose spot; pada punggung, upper abdomen dan, lower
chest dapat ditemukan rose spot (roseola), yaitu bintik-bintik merah
dengan diameter 2-4 mm yang akan hilang dengan penekanan dan
sukar didapat pada orang yang bekulit gelap. Rose spot timbul karena
embolisasi bakteri dalam kapiler kulit. Biasanya ditemukan pada
minggu pertama demam.
34
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Gambaran klinis pada anak tidak khas karena tanda dan gejala klinisnya
ringan bahkan asimtomatik. Akibatnya sering terjadi kesulitan dalam
menegakkan diagnosis bila hanya berdasarkan gejala klinis. Oleh karena itu
untuk menegakkan diagnosis demam tifoid perlu ditunjang pemeriksaan
laboratorium yang
beberapa
minggu.
Adanya
leukositosis
menunjukkan
35
36
diisolasi dari urin setelah minggu ke-2 demam. Pada 25% penderita, kultur
urin positif pada minggu ke 2-3.
Kultur merupakan pemeriksaan baku emas, akan tetapi sensitifitasnya
rendah, yaitu berkisar antara 40-60%. Hasil positif memastikan diagnosis
demam tifoid sedangkan hasil negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Hasil
negatif palsu dapat dijumpai bila jumlah kuman atau spesimen sedikit, waktu
pengambilan spesimen tidak tepat atau telah mendapat pengobatan dengan
antibiotik.15
Biakan empedu untuk menemukan Salmonella dan pemeriksaan Widal
ialah pemeriksaan yang digunakan untuk menbuat diagnosa tifus
abdominalis yang pasti. Kedua pemeriksaan perlu dilakukan pada waktu
masuk dan setiap minggu berikutnya. Pada biakan empedu, 80% pada
minggu pertama dapat ditemukan kuman di dalam darah penderita.
Selanjutnya sering ditemukan dalam urin dan feses dan akan tetap positif
untuk waktu yang lama.5
b. Tes Widal
Pada awalnya pemeriksaan serologis standar dan rutin untuk diagnosis
demam tifoid adalah uji Widal yang telah digunakan sejak tahun 1896. Uji
serologi Widal memeriksa antibodi aglutinasi terhadap antigen somatik (O),
flagela ( H) banyak dipakai untuk membuat diagnosis demam tifoid.14
Dasar pemeriksaan ialah reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum
penderita dicampur dengan suspensi antigen salmonella. Untuk membuat
diagnosa dibutuhkan titer zat anti thd antigen O. Titer thd antigen O yang
bernilai 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan yang progresif pada
pemeriksaan 5 hari berikutnya (naik 4 x lipat) mengindikasikan infeksi akut.
Titer tersebut mencapai puncaknya bersamaan dengan penyembuhan
penderita. Titer thd antigen H tidak diperlukan untuk diagnosa, karena dapat
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RS Sentra Medika
Periode 6 Desember s/d 12 Februari 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
37
telah lama
sembuh. Titer thd antigen Vi juga tidak utk diagnosa karena hanya
menunjukan virulensi dari kuman.5
Pada umumnya peningkatan titer anti O terjadi pada minggu pertama
yaitu pada hari ke 6-8. Pada 50% penderita dijumpai peningkatan titer anti O
pada akhir minggu pertama dan 90% penderita pada minggu ke-4. Titer anti
O meningkat tajam, mencapai puncak antara minggu ke-3 dan ke-6.
Kemudian menurun perlahan-lahan dan menghilang dalam waktu 6-12 bulan.
Peningkatan titer anti H terjadi lebih lambat yaitu pada hari ke 10-12
dan akan menetap selama beberapa tahun. Kurva peningkatan antibodi
bersilangan dengan kultur darah sebelum akhir minggu ke 2. Hal ini
menunjukkan bahwa kultur darah positif lebih banyak dijumpai sebelum
minggu ke-2, sedangkan anti Salmonella typhi positif setelah minggu ke-2.
Pada individu yang pernah terinfeksi Salmonella typhi atau mendapat
imunisasi, anti H menetap selama beberapa tahun. Adanya demam oleh sebab
lain dapat menimbulkan reaksi anamnestik yang menyebabkan peningkatan
titer anti H. Peningkatan titer anti O lebih bermakna, tetapi pada beberapa
penderita hanya dijumpai peningkatan titer anti H. Pada individu sehat yang
tinggal di daerah endemik dijumpai peningkatan titer antibodi akibat terpapar
bakteri sehingga untuk menentukan peningkatan titer antibodi perlu diketahui
titer antibodi pada saat individu sehat.
Anti O dan H negatif tidak menyingkirkan adanya infeksi. Hasil
negatif palsu dapat disebabkan antibodi belum terbentuk karena spesimen
diambil terlalu dini atau antibodi tidak terbentuk akibat defek pembentukan
antibodi
seperti
pada
penderita
gizi
buruk,
agamaglobulinemia,
38
titer antibodi H masih tinggi untuk jangka lama pasca infeksi atau
imunisasi.
Sensitivitas uji Widal juga rendah, sebab kultur positif yang bermakna
pada pasien tidak selalu diikuti dengan terdeteksinya antibodi dan pada
pasien yang mempunyai antibodi pada umumnya titer meningkat sebelum
terjadinya onset penyakit. Sehingga keadaan ini menyulitkan untuk
memperlihatkan kenaikan titer 4 kali lipat. Kelemahan lain uji Widal adalah
antibodi tidak muncul di awal penyakit, sifat antibodi sering bervariasi dan
39
sering tidak ada kaitannya dengan gambaran klinis, dan dalam jumlah cukup
besar (15% lebih) tidak terjadi kenaikan titer O bermakna.16
Hasil negatif palsu pemeriksaan Widal mencapai 30% karena adanya
pengaruh terapi antibiotik sebelumnya. Spesifisitas pemeriksaan Widal
kurang baik karena serotype Salmonella lain juga memiliki antigen O dan H.
Epitop Salmonella typhi bereaksi silang dengan enterobacteriaceae lain
sehingga memicu hasil positif palsu.17
Sebaiknya tes Widal dilakukan dua kali yaitu pada fase akut dan
konvalesen, untuk mendeteksi adanya peningkatan titer. Diperlukan 2
spesimen dengan interval 7-10 hari, peningkatan titer anti O dan H minimal
empat kali menunjang diagnosis demam tifoid. Pada beberapa penderita tidak
dijumpai peningkatan titer antibodi karena spesimen diambil pada stadium
lanjut, titer antibodi yang tinggi pada daerah endemik atau respon antibodi
tidak baik sebagai akibat pemberian antibiotik yang terlalu dini. Akhir-akhir
ini tes Widal dilakukan satu kali pada fase akut. Penilaian hasil tes Widal
pada satu spesimen sangat sulit.15
Mengingat hal-hal tersebut di atas, meskipun uji serologi Widal
sebagai alat penunjang diagnosis demam tifoid telah luas digunakan di
seluruh dunia, namun manfaatnya masih menjadi perdebatan. Hingga saat ini
pemeriksaan serologik Widal sulit dipakai sebagai pegangan karena belum
ada kesepakatan akan nilai standar aglutinasi (cut off point) 16
Tidak selalu widal positif walaupun penderita sungguh-sngguh
menderita tifus abdominalis. Dan widal juga bukan mrpkan pemeriksaan
untuk menentukan kesembuhan penderita.
40
Pada neonatus, zat anti tersebut diperoleh dari ibunya melalui plasenta.
Akibat imunisasi secara alamiah karena masuknya basisl perora; atau pada
keadaan infeksi.5
Pemeriksaan Penunjang Lain
Pemeriksaan antibodi
Antibodi terhadap antigen O merupakan IgM yang mendominasi,
muncul pada awal penyakit dan menghilang lebih dini. Antibodi terhadap H
baik IgM maupun IgG muncul lebih lambat tetapi bertahan lebih lama. Biasanya
antibodi O muncul pada hari ke 6-8 sedangkan antibodi H pada hari 10-12 dari
onset penyakit.10
Mengingat tingkat sensitivitas dan spesifisitas tes Widal rendah maka
pemeriksaan serologis untuk diagnosis dini demam tifoid mulai beralih dari tes
Widal menuju pelacakan antibodi terhadap antigen Salmonella typhi yang lebih
spesifik seperti:
# Dot EIA ( Dot Enzyme Immunoabsorbent Assay ), pemeriksaan ELISA untuk
mendeteksi protein spesifik pada membran luar atau outer membrane protein
(OMP) dimana OMP dengan berat 50 kDa ternyata sangat spesifik pada serum
pasien tifoid. Sensitivitas Dot EIA mencapai 95-100% jauh lebih baik daripada
sensitivitas Widal yang hanya 60%. Pemeriksaan Dot EIA tidak ada reaksi
silang dengan salmonelosis non tifoid dibandingkan dengan Widal. Produk
komersial pemeriksaan ini dikenal sebagai Typhidot.13 Salah satu modifikasi
Typhidot dengan inaktivasi IgG dalam sampel serum untuk menyingkirkan
kemungkinan ikatan kompetitif dan memungkinkan akses antigen terhadap IgM
spesifik, dikenal sebagai Typhidot M.6 Dengan kata lain, Typhidot M hanya
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RS Sentra Medika
Periode 6 Desember s/d 12 Februari 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
41
42
43
c. Peritonitis
Pada umumnya tanda/gejala peritonitis sering didapatkan,
penderita nampak kesakitan di daerah perut yang mendadak,
perut kembung, dinding abdomen tegang ( defense musculair
), nyeri tekan, tekanan darah menurun, suara bising usus
melemah, pekak hati berkurang. Pada pemeriksaan darah
tepi didapatkan peningkatan lekosit dalam waktu singkat.
2. Ekstraintestinal
Terjadi umumnya karena lokalisasi peradangan akibat sepsis
(bakteriemia):
a. Liver, gallbladder, dan pancreas
Dapat terjadi mild jaundice pada enteric fever oleh karena
terjadi hepatitis typhosa, kolesistitis, kholangitis atau
hemolisis. Dapat juga terjadi pankreatitis.
b. Kardiorespiratory
Toxic myocarditis adalah penyebab kematian yna signifikan
pada daerah endemic. Hal tersebut terjadi pada pasien yang
sangat parah sekali dan ditandai oleh takikardia, nadi dan
bunyi jantung yang lemah, hypotensi, dan EKG yang
abnomal.
Bronkitis ringan sering terjadi, broncopneumonia .
c. Nervous system
Berupa disorientasi, delirium, meningismus, meningitis
(jarang), encephalomyelitis.
d. Hematologi dan renal
Terjadi DIC yang subclinical pada typhoid fever yang mana
merupakan manifestasi sindrom uremia hemolitik, dan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RS Sentra Medika
Periode 6 Desember s/d 12 Februari 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
44
hemolisis.
Glomerulonefritis,
pielonefritis,
dan
perinefritis.5,13
Bronkitis dan Bronkopneumonia
Bronkitis terjadi pada akhir minggu pertama dari perjalanan penyakit,
pada kasus yang berat bilamana disertai infeksi sekunder dapat terjadi
bronkopneumoni.
Angka kejadian bervariasi antara 2,5-7%.
Kolesistitis
Pada anak-anak jarang terjadi, bila terjadi umumnya pada akhir minggu
kedua dengan gejala dan tanda klinis yang tidak khas.
Bila terjadi kolesistitis maka penderita cenderung untuk menjadi seorang
karier.
Tifoid Ensefalopati
Merupakan komplikasi tifoid dengan gejala dan tanda klinis berupa:
kesadaran menurun, kejang-kejang, muntah, demam tinggi dan pemeriksaaan
cairan otak masih dalam batas-batas normal.
Angka kejadian yang dilaporkan berkisar 0,3-9.1%.
Bila disertai kejang-kejang maka biasanya prognosa jelek dan bila
sembuh sering diikuti oleh gejala sisa sesuai dengan lokasi yang terkena.
Meningitis
Meningitis oleh karena Salmonella typhosa atau species salmonella yang
lain lebih sering didapatkan pada neonatus maupun bayi dibandingkan pada
anak, dengan gejala klinis sering tidak jelas sehingga diagnosis sering
terhambat.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RS Sentra Medika
Periode 6 Desember s/d 12 Februari 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
45
Ventrikulitis
Hidrosefalus
Miokarditis
Komplikasi ini pada anak masih kurang dilaporkan serta gambaran
klinisnya tidak khas. Insidensnya terutama pada anak-anak umur 7 tahun ke atas
serta sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga.
Diagnosis klinis berdasarkan: (menurut Keith, dkk 1978)
- Irama mendua
- Takikardi yang menetap
- Bunyi jantung melemah
- Bising sistolik di apex
- Pembesaran jantung
Gambaran EKG dapat bervariasi antara lain: sinus takikardi, depresi segmen ST,
perubahan gelombang T; AV blok tingkat 1, arithmia, supraventrikulertakikardi.
Karier kronik
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RS Sentra Medika
Periode 6 Desember s/d 12 Februari 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
46
47
agar tidak terjadi aspirasi serta tanda-tanda komplikasi demam tifoid yang lain
termasuk buang air kecil dan buang air besar perlu mendapat perhatian.
Mengenai lamanya perawatan di rumah sakit sampai saat ini sangat
bervariasi dan tidak ada keseragaman, sangat tergantung pada kondisi penderita
serta adanya komplikasi selama penyakitnya berjalan.
Diet
Di masa lampau, penderita diberi makan diet yang terdiri dari bubur
saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat
kekambuhan penderita. Banyak penderita tidak senang diet demikian, karena
tidak sesuai dengan selera dan ini mengakibatkan keadaan umum dan gizi
penderita semakin mundur dan masa penyembuhan ini menjadi makin lama.
Beberapa penelitian menganjurkan makanan padat dini yang wajar sesuai
dengan keadaan penderita dengan memperhatikan segi kualitas maupun
kuantitas ternyata dapat diberikan dengan aman. Kualitas makanan disesuaikan
kebutuhan baik kalori, protein, elektrolit, vitamin maupun mineralnya serta
diusahakan makan yang rendah/bebas selulose, menghindari makan iritatif
sifatnya. Pada penderita dengan gangguan kesadaran maka pemasukan makanan
harus lebih diperhatikan.
Ternyata pemberian makanan padat dini banyak memberikan keuntungan
seperti dapat menekan turunnya berat badan selama perawatan, masa di rumah
sakit sedikit diperpendek, dapat menekan penurunan kadar albumin dalam
serum, dapat mengurangi kemungkinan kejadian infeksi lain selama perawatan.
Obat-obatan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RS Sentra Medika
Periode 6 Desember s/d 12 Februari 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
48
49
Kloramfenikol
Bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Obat ini terikat
pada ribosom subunit 50s dan menghambat enzim peptidil transferase
sehingga ikatan peptide tidak terbentuk pada proses sintesis protein kuman.
Meskipun telah dilaporkan adanya resistensi kuman Salmonella terhadap
kloramfenikol di berbagai daerah. Kloramfenikol tetap digunakan sebagai
drug of choice pada kasus demam tifoid, karena sejak ditemukannya obat ini
oleh Burkoder (1947) sampai saat ini belum ada obat antimikroba lain yang
dapat menurunkan demam lebih cepat, di samping harganya murah dan
terjangkau oleh penderita. Di lain pihak kekurangan kloramfenikol ialah
reaksi hipersentifitas, efek toksik pada system hemopoetik (depresi sumsum
tulang, anemia apastik), Grey Syndrome, kolaps serta tidak bermanfaat
untuk pengobatan karier. Dalam pemberian kloramfenikol tidak terdapat
keseragaman dosis, dosis yang dianjurkan ialah 50-100 mg/kg.bb/hari, oral
atau IV, dibagi dalam 4 dosis selama 10-14 hari serta untuk neonatus
sebaiknya dihindarkan, bila terpaksa dosis tidak boleh melebihi 25
mg/kgbb/hari.2,3
Tiamfenikol
Mempunyai efek yang sama dengan kloramfenikol, mengingat
susunan kimianya hampir sama hanya berbeda pada gugusan R-nya. Dengan
pemberian tiamfenikol demam turun setelah 5-6 hari, hanya komplikasi
hematologi pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang dilaporkan, sedangkan
strain salmonella yang resisten terhadap tiamfenikol.
Dosis oral yang dianjurkan 50-100 mg/kg.bb/hari.
Co Trimoxazole
Efektifitasnya terhadap demam tifoid masih banyak pendapat yang
kontroversial. Kelebihan co trimoxazole antara lain dapat digunakan untuk
kasus yang resisten terhadap kloramfenikol, penyerapan di usus cukup baik,
kemungkinan timbulnya kekambuhan pengobatan lebih kecil dibandingkan
kloramfenikol.
Kelemahannya ialah terjadi skin rash (1-15%). Steven Johnson
sindrome, agranulositosis, tromositopenia, megaboblastik anemia, hemolisis
eritrosit terutama pada penderita defisiensi G6PD.
Dosis oral: 30-40 mg/kg.bb/hari dari sulfametoxazole dan 6-8
mg/kg.bb/hari, oral, selama 10 hari untuk trimetoprim, diberikan dalam 2
kali pemberian.
Ampisilin dan Amoksisilin
Merupakan derivat penisilin yang digunakan pada pengobatan demam
tifoid, terutama pada kasus yang resisten terhadap kloramfenikol, tetapi
pernah dilaporkan adanya Salmonella yang resisten terhadap ampisilin di
Thailand.
Ampisilin
umumnya
lebih
lambat
menurunkan
demam
bila
diberikan
dengan
indikasi
yang
tepat
karena
dapat
menyebabkan perdarahan usus dan relaps. Tetapi pada kasus berat maka
penggunaan kortikosteroid secara bermakna menurunkan angka kematian.
Diberikan pada kasus berat dengan gangguan kesadaran. Dexametason 13mg/kgbb/hari intravena, dibagi 3 dosis hingga kesadaran membaik.2,3
# Antipiretik
Diberikan apabila demam > 39C, kecuali pada riwayat kejang
demam dapat diberikan lebih awal.
Lain-lain
Transfusi darah
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RS Sentra Medika
Periode 6 Desember s/d 12 Februari 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
PENCEGAHAN
Higiene perorangan dan lingkungan
Demam tifoid ditularkan melalui rute oro fekal, maka pencegahan
utama memutuskan rantai tersebut dengan meningkatkan higiene perorangan
dan lingkungan, seperti mencuci tangan sebelum makan, penyediaan air
bersih, dan pengamanan pembuangan limbah feses, pemberantasan lalat,
pengawasan terhadap kebersihan penjual makanan.2,3
Secara
umum,
untuk
memperkecil
kemungkinan
tercemar
akan mati apabila dipanaskan setinggi 57C beberapa menit atau dengan
proses iodinasi/ klorinasi.
Untuk makanan, pemanasan sampai suhu 57C beberapa menit dan
secara merata juga dapat mematikan kuman Salmonella typhi. Penurunan
endemisitas suatu negara atau suatu daerah tergantung pada baik buruknya
pengadaan sarana air dan pengaturan pembuangan sampah serta tingkat
kesadaran individu terhadap hygiene pribadi.3
Imunisasi
Imunisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam
tifoid. Beberapa vaksin telah ditemukan untuk mencegah demam tifoid,
bentuknya berupa vaksin demam tifoid oral, dan vaksin polisakarida
parenteral.1
Vaksin Demam Tifoid Oral
Vaksin demam tifoid oral dibuat dari kuman Salmonella typhi galur
non patogen yang telah dilemahkan. Kuman dalam vaksin akan
mengalami siklus pembelahan dalam usus dan dieliminasi dalam
waktu 3 hari setelah pemakaiannya. Tidak seperti vaksin parenteral,
respon imun pada vaksin ini termasuk sekretorik IgA. Secara umum
efektivitas vaksin oral sama dengan vaksin parenteral yang
diinaktivasi dengan pemanasan, namun vaksin oral mempunyai reaksi
samping lebih rendah. Vaksin tifoid oral dikenal dengan nama Ty-21a.
Penyimpanannya pada suhu 2C-8C. Kemasan dalam bentuk kapsul,
untuk anak umur 6 tahun atau lebih. Cara pemberian 1 kapsul vaksin
dimakan setiap hari ke 1,3,5 satu jam sebelum makan dengan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RS Sentra Medika
Periode 6 Desember s/d 12 Februari 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Komplikasi
berat;
dehidrasi
dan
asidosis,
bronkopneumonia.
-
peritonitis,
DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku ajar ilmu kesehatan anak infeksi
dan penyakit tropis., ed 1. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia: h.367-75.
2. Rampengan TH. Penyakit infeksi tropik pada anak, ed 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2008: h.46-62.
3. Pusponegoro HD, dkk. Standar pelayanan medis kesehatan anak, ed 1. Jakarta :
Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2004: h.91-4.
4. NN. Mengenal demam typhoid. Available from :
http://abughifari.blogspot.com/2008/11/mengenal-demam-typhoid.html (updated
2008 November 1st).
5. Hassan R, dkk. Buku kuliah ilmu kesehatan anak 2, ed 11. Jakarta : Percetakan
Infomedika, 2005: h.592-600.
6. NN. Demam typhoid. Available from :
http://cetrione.blogspot.com/2008/11/demam-typhoid.html (updated 2008
November 13th).
7. NN. Demam tifoid (typhoid fever). Available from :
http://www.jevuska.com/2008/05/10/demam-tifoid-typhoid-fever (updated 2008).
8. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson textbook of
pediatrics, 18th ed. Philadelphia, 2007: p.1186-1190.
9. Partini P. Tritanu dan Asti Proborini. Demam Tifoid. Pediatrics Update. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI, 2003: h.37-43.
10. Hartoyo E, Yunanto A, Budiarti L. UJi sensitivitas salmonella typhi terhadap
berbagai antibiotik di bagian anak RSUD Ulin Banjarmasin. Sari Pediatri.
September 2006;8(2):118-121.
11. Concise Reviews of Pediatrics Infectious Diseases. Management of Typhoid
Fever in Children. February 2002: p.157-159.
12. NN. Demam tifoid. Available from: http://www.medicastore.com .
13. Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deterding RR. Current pediatrics diagnosis
& treatment., 18th ed. USA, 2007: p.279, 1184-5.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RS Sentra Medika
Periode 6 Desember s/d 12 Februari 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara